Post on 18-Dec-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan
secata maksimal, termasuk di dalamnya sektor pariwisata. Indonesia menawarkan
berbagai macam objek wisata baik objek wisata alam, wisata pantai, maupun wisata
budaya meliputi kebudayaan, adat istiadat, serta makanan yang seluruhnya sangat
indah dan menarik. Keindahan ini membuat Indonesia dikenal sebagai salah satu
tujuan wisata yang digemari. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kunjungan
wisatawan mancanegara ke Indonesia yang mencapai 7,6 juta pada tahun 2011 dan
peningkatan daya saing pariwisata Indonesia pada tahun 2011 ke peringkat 74 dari
peringkat ke-81 pada tahun 2010.1 Salah satu daya tarik utama yang dicari-cari oleh
wisatawan mancanegara maupun lokal adalah wisata kulinernya. Indonesia dikenal
sebagai negara surga makanan, luasnya citra rasa, mulai dari yang manis sampai
yang pedas, mulai dari makanan kudapan hingga hidangan utama yang khas dan lezat
hingga tidak mungkin dilewatkan oleh wisatawan.2
Tingginya variasi makanan yang ada disertai variasi tingkat keamanan makanan.
Keamanan makanan ini mencakup kualitas makanan, penyajian, cara pengolahan
makanan, pelayanan, bahan baku hingga tingkat kebersihan.3 Belum ada dan sulitnya
melakukan standardisasi keamanan makanan ini dapat menyebabkan tingginya kasus
keracunan makanan serta tingginya angka penyakit infeksi yang ditransmisikan lewat
makanan. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, infeksi akibat
makanan terjadi pada 48 juta penduduk Amerika, menyebabkan 128.000 orang harus
dirawat dan 3000 orang meninggal.4 Salah satu kejadian infeksi yang sangat sering
terjadi adalah diare pada wisatawan, yang disebut juga travellers diarrhea.
2
Travellers diarrhea yang terjadi hingga 40% wisatawan yang berkunjung ke negara
berkembang biasanya disebabkan oleh konsumsi makanan dan minuman yang
terkontaminasi dengan bakteri, virus, atau parasit yang masuk dan mengganggu kerja
sistem pencernaan hingga menyebabkan peningkatan motilitas dan kegagalan
penyerapan beberapa jenis bahan makanan.5 Normalnya diare ini bersifat ringan dan
dapat sembuh dengan sendirinya, namun sangat mengganggu aktivitas dan
kenyamanan dalam berwisata. Bahkan menderita travellers diarrhea terkadang
mengharuskan wisatawan untuk istirahat total di kamar hotel atau di rumah sakit.6
Travellers diarrhea yang tidak tertangani pun dapat berlanjut kepada keadaan yang
lebih berat hingga dehidrasi dan gangguan elektrolit yang membutuhkan perawatan
intensif. Terganggunya jadwal liburan maupun ketidaknyamanan dalam perjalanan ini
bisa jadi sangat menjengkelkan dan menimbulkan kekecewaan terhadap kondisi
pariwisata Indonesia yang dapat berujung pada penurunan daya saing pariwisata
Indonesia kedepannya. Maka dari itu, perlu dilakukan berbagai daya upaya untuk
menghindari terjadinya travellers diarrhea.
Pencegahan travellers diarrhea yang paling efektif adalah dengan sangat berhati-hati
dalam mengonsumsi, baik makanan maupun minuman, serta membatasi diri dalam
mengonsumsi kudapan lezat dan menarik. Namun tentu saja hal tersebut sangat sulit
dilakukan, apalagi dengan tawaran makanan yang sangat lezat saat berwisata. Cara
lain yang dapat dilakukan untuk mencegah travellers diarrhea adalah dengan
menggunakan profilaksis. Profilaksis yang paling efektif dalam mencegah travellers
diarrhea adalah penggunaan antibiotik. Sayangnya penggunaan antibiotik sangat
tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan resistensi mikroba dan terjadinya efek
samping yang tidak diinginkan.7 Oleh karena itu diperlukan alternatif profilaksis yang
lebih aman dengan efektifitas yang sama seperti antibiotik. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan produk alami, seperti penggunaan madu.
3
Madu sudah lama dikenal dan ternyata memiliki aktivitas antibakteri dan antiparasit,
berbagai karakteristiknya yang lain pun dapat menguntungkan sehingga madu
memiliki potensi yang besar sebagai profilaksis. Maka dari itu, penulis ingin
mengetahui manfaat penggunaan madu sebagai profilaksis travellers diarrhea bagi
wisatawan baik asing maupun lokal yang berkunjung ke berbagai daerah di
Indonesia.
I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
- Apakah madu dapat digunakan sebagai profilaksis travelers diarrhea?
I.3 Tujuan
I.3.1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kejadian travelers diarrhea di Indonesia sehingga
dapat meningkatkan kenyamanan dan potensi pariwisata di Indonesia
secara umum.
I.3.1. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya potensi penggunaan madu sebagai profilaksis travelers
diarrhea.
I.4 Hasil
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang travel medicine, khususnya tentang
travelers diarrhea dan manfaat madu sebagai profilaksisnya serta dapat
diaplikasikan bagi wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung ke berbagai
daerah di Indonesia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Travelers Diarrhea
II.1.1 Definisi
Travelers diarrhea didefinisikan sebagai defekasi dengan tinja berbentuk cair
dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari disertai dengan setidaknya satu gejala
gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, kram perut, kembung, defekasi
yang tidak bisa ditahan, tenesmus, atau tinja berdarah dan berlendir pada orang
yang sedang berwisata.8
II.1.2 Epidemiologi
Travelers diarrhea merupakan masalah kesehatan utama yang terjadi pada
wisatawan.5
Setiap tahunnya 20-50% wisatawan internasional atau sekitar 10
juta orang mengalami diare. Travelers diarrhea umumnya terjadi pada minggu
pertama wisata namun bisa juga terjadi kapan saja ketika berwisata bahkan
setelah selesai wisata.7
II.1.3 Etiologi
Penyebab Travelers diarrhea terutama adalah bakteri (85%), parasit (10%)
dan virus (5%). Bakteri utama penyebab travelers diarrhea adalah
Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC), meskipun di beberapa belahan dunia
Campylobacter lah yang mendominasi. Penyebab umum lainnya adalah
Salmonella, Shigella, rotavirus, dan Norwalk agent. Masalah yang sekarang
berkembang adalah naiknya tingkat resistensi antibiotik bakteri patogen,
termasuk resistensi strain dari Campylobacter terhadap quinolones dan strain
dari E.coli, Shigella, dan Salmonella terhadap trimethoprimsulfamethoxazole.
5
Sedangkan untuk parasit, penyebab utama travelers diarrhea adalah Giardia
lamblia.6
II.1.4 Faktor Risiko
Risiko utama dari penyakit ini adalah tujuan wisata. Tujuan wisata dengan
risiko tinggi merupakan negara berkembang seperti Amerika Latin, Afrika, dan
Asia.7 Insiden per 2 minggu perjalanan wisata sekitar 8% di negara industri dan
55% di negara berkembang. Risiko ini sangat berhubungan dengan geografis,
iklim, sanitasi, dan kebiasaan higienis masyarakatnya.6
Gambar 1. Gambaran Daerah Risiko Traveller's Diarrhea
http://www.travmed.com/health_guide/ch6.htm
Indonesia yang merupakan negara tropis tentunya memiliki tingkat
mikroorganisme yang sangat banyak jumlahnya. Selain itu sanitasi dan
kebiasaan higienis masyarakat Indonesia yang masih rendah meningkatkan
risiko terkontaminasinya makanan dan minuman dengan dengan berbagai
bakteri dan parasit penyebab diare. Salah satu penelitian di Jakarta Utara
menemukan bahwa tingkat kontaminasi makanan tersaji oleh E.coli sebesar
12,2%, kontaminasi makanan baru matang 7,5%, kontaminasi bahan makanan
40%, kontaminasi air 12,9%, kontaminasi tangan pengolah 12,5%, dan
6
kontaminasi pewadahan 16,9%. Tingkat kontaminasi tersebut sangat terutama
pada pedagang kaki lima (PdgK5), walaupun ternyata tingkat kontaminasi di
restoran juga cukup tinggi (Rst/RM).9
Gambar 2. Perbandingan tingkat kontaminasi E. coli
dari tiga jenis tempat pengelolaan makanan
Djaja IM. Kontaminasi E. Coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) di Jakarta Selatan 2003. Makara Kesehatan. 2008 Jun 1; 12(1): 36-41
II.1.5 Gejala Klinis
Kebanyakan travelers diarrhea terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan
peningkatan frekuensi, volume, dan perubahan konsistensi tinja disertai dengan
gejala gangguan gastrointestinal. Pada beberapa kasus, gejala penyerta ini
sangat mengganggu dan membuat pasien mencari pertolongan kesehatan
walaupun tanpa memenuhi kriteria defekasi dengan tinja cair lebih dari tiga
kali.8 Kebanyakan kasus sembuh sendiri dalam 3-5 hari tanpa terapi.
7 Meskipun
demikian, 40% wisatawan yang mengalaminya harus mengubah jadwal wisata
mereka bahkan 20% nya harus beristirahat total (bed rest). Meskipun sembuh
dengan sendirinya dan mampu diatasi dengan antibiotik, beberapa kasus diare
bisa terjadi secara persisten. Patogen utama penyebab diare yang persisten ini
adalah Giardia lamblia.6
7
II.1.6 Pencegahan
Pencegahan utama adalah dengan menghindari makanan dan minuman yang
dijual di jalanan, toko, atau restauran yang kondisinya tidak higienis;
menghindari daging dan seafood yang belum matang; serta buah maupun sayur-
sayuran yang tidak higienis. Air keran, es batu, susu yang tidak dipasteurisasi,
dan produk dari susu juga meningkatkan risiko travelers diarrhea. Meskipun
para wisatawan sudah diperingatkan, namun berdasarkan banyak penelitian
98% wisatawan akan tetap makan dan minum sembarangan dalam 72 jam
pertama setelah mereka sampai ke tujuan wisata.6
II.1.7 Profilaksis
Profilaksis paling efektif untuk travelers diarrhea adalah dengan antibiotik,
namun Center for Disease Control and Prevention tidak merekomendasikan hal
tersebut. Penggunaan rutin profilaksis antibiotik meningkatkan risiko efek
samping dan resistensi mikroorganisme.7
Alternatif lain adalah dengan menggunakan bismuth subsalicylate, namun
hanya 60% efektif (dibandingkan efektivitas antibiotik yang mencapai 90%).6
Penggunaan bismuth harus dihindari pada pasien yang alergi aspirin, hamil, dan
pasien yang meminum obat lain (seperti antikoagulan, probenecid, dan
methotrexate). Bismuth juga menyebabkan tinja dan lidah berwarna kehitaman
serta telinga yang berdengung. Dikarenakan efek sampingnya, penggunaan
profilaksis ini tidak boleh diberikan lebih dari 3 minggu.7 Selain itu harga
bismuth subsalicylate juga relatif mahal yaitu Rp.69.576,00/kemasan.10
Penggunaan rifamixin juga mulai banyak digunakan sebagai profilaksis, namun
rifamixin hanya efektif terhadap E.coli saja.
II.1.8 Tatalaksana
8
Walaupun pemilihan makanan dan minuman sudah sangat teliti, travelers
diarrhea masih sering juga terjadi. Oleh karena itu wisatawan seharusnya
membawa obat-obatan pribadi. Untuk diare ringan dan sedang, loperamide dan
penggantian cairan tubuh mungkin cukup. Sedangkan untuk diare yang berat
diperlukan antibiotik. Regimen standart nya adalah kuinolon yang diminum 2
kali sehari selama 3 hari.6
II.2 Madu
II.2.1 Definisi
Madu didefinisikan sebagai cairan yang banyak mengandung zat gula pada
sarang lebah atau bunga dengan rasa yang manis.11
Sarang lebah merupakan
tempat tinggal koloni lebah madu yang terdiri dari 20.000 hingga 60.000 lebah.
Koloni besar ini memiliki pembagian tugas, dimana peran dalam pengumpulan
madu dilakukan oleh lebah pekerja. Lebah pekerja mengumpulkan nektar
berupa larutan gula (sukrosa) dari bunga yang satu ke bunga yang lain sambil
melakukan polinisasi, kemudian mengumpulkannya dalam sarang lebah.
Setelah menghisap nektar, lebah madu akan memfermentasi nektar di dalam
perutnya dengan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim
invertase yang dikeluarkan kelenjar di tenggorokannya. Sekembalinya ke
sarang, lebah akan menyalurkan cairan nektar ke sarang lewat belalainya ke
dalam sisir madu (honeycomb). Lebah di sarang kemudian akan melanjutkan
proses fermentasi dengan menelan dan mengeluarkan cairan nektar berulang
kali. Pada saat ini, terjadi proses ekstraksi air dan pembersihan nektar dsari
racun dan mikroba, serta penambahan asam amino, lipid, dan elemen lainnya.
Proses pembentukan ini juga dapat dikenali sebagai proses regurgitasi.12
Kemudian lebah akan menguapkan air dari nektar hingga kadar air hanya
berkisar antara 18,6% dengan tujuan untuk mengurangi kadar air,
meningkatkan konsentrasi gula dan mencegah fermentasi, dan mulai disebut
madu. Pada masa ini, madu akan disimpan dalam sarang, ditutup dengan lilin
9
lebah (beeswax). Karakteristik warna dan rasa madu sendiri cukup dipengaruhi
oleh jenis tanaman yang diambil nektarnya.13
Pada saat ini, lebah telah dapat
diternak dengan memindahkan ratu lebah dan pekerja ke dalam sarang artifisial,
untuk kemudian diambil madunya.14
II.2.2 Karakteristik madu
Karakteristik madu cukup bervariasi bergantung pada tanaman yang menjadi
sumber utama madu, suhu dan proporsi gula spesifik pada madu. Madu segar
memiliki kandungan air yang jauh lebih sedikit dibandingkan setelah didiamkan
pada suhu ruang.12
Pada suhu ruang, madu berbentuk cair dengan kondisi kurang stabil. Titik
lelehnya berkisar antara 40 hingga 50 0
C, pada penyimpanan dibawah suhu
tersebut, madu bersifat metastabil maupun labil, sehingga dapat mengkristal
secara spontan pada penambahan gula. Kecepatan kristalisasi ini bergantung
pada rasio fruktosa dengan glukosa, serta kandungan dekstrin. Sedangkan pada
penyimpanan dengan suhu dibawah 5 oC, madu bersifat sangat stabil dan tidak
akan mengkristal, sehingga tekstur dan rasa asli dapat dipertahankan.12
Rasa
manis yang terdapat pada madu berasal dari gula monosakarida berupa fruktosa
dan glukosa dengan aroma yang berbeda bergantung pada tanaman sumber
utama nektar madu.14
Madu memiliki aktivitas air yang rendah yaitu sekitar 0,6. Rendahnya
aktivitas air ini menjadikan suasana yang kurang kondusif bagi mikroorganisme
untuk berkembang, walau begitu endospora bakteri Clostridium botulinum
masih dapat bertahan dalam kondisi dorman, menjadikannya berbahaya bagi
anak bayi. Aktivitas air ini dapat dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan,
karena sifat higroskopis yang dimiliki madu, yang akan mengikat air dari
udara.14, 15
10
II.2.3 Keamanan dan Efek samping
Penggunaan madu sendiri telah disetujui oleh U.S. Food and Drug
Administration (FDA), dimana madu harus dilabel berdasarkan nama tanaman
atau jenis bunga yang menjadi sumber utama madu, juga sebagai identitas
warna serta rasa madu tersebut.16
Pada beberapa individu, madu dapat menunjukkan efek samping yang amat
minimal. Penelitian di American Journal of Clinical Nutrition tahun 1995
melaporkan konsumsi madu pada orang normal dapat menimbulkan diare atau
gangguan perut. Hal ini mungkin disebabkan kandungan fruktosa madu yang
cukup tinggi. Tingginya fruktosa madu pada beberapa orang dapat
menyebabkan gangguan penyerapan yang disebut malabsorpsi fruktosa. Hal ini
cukup merepotkan bagi orang-orang dengan pencernaan yang sensitif. Namun,
menurut penelitian tersebut, madu justri memiliki efek menguntungkan untuk
orang dengan keluhan susah buang air besar karena efek laksatifnya. 17
Madu, walaupun telah dinyatakan aman, memiliki beberapa kondisi yang
memungkinkan terjadinya kontaminasi madu. Kontaminasi madu dapat terjadi
jika dilakukan penyemprotan pestisida pada lahan tanaman maupun
penggunaan obat-obatan untuk pengusir tungau dan binatang lain oleh petani
madu walau secara umum penggunaan pestisida ini dapat membunuh koloni
dan tidak memungkinkan diproduksinya madu. Namun, pada kadar yang
rendah, lebah masih dapat bertahan, sehingga penggunaan obat-obatan ini perlu
sangat dihindari.13
Keracunan madu juga dapat terjadi sebagai akibat kontaminasi spora
Clostridium botulinum pada suplementasi madu yang tidak diproses pada diet
balita, menyebabkan infeksi botulinum, dan dapat berbahaya dengan imunitas
yang belum matang. Beberapa jenis madu pun memiliki toksin yang cukup
11
berbahaya akibat nektar yang diambil beracun, misalnya pada madu dari
tumbuhan Rhododendron ponticum yang mengandung andrometoksin. Namun,
industri madu sudah maju dan dapat mendeteksi terlebih dahulu madu yang
beracun hingga tidak akan lolos sampai ke konsumen 17
II.2.4 Penggunaan Madu
Madu telah dikenal sejak zaman mesolithikum dan telah mendapat tempat
dalam pengobatan tradisional setidaknya sejak abad ke 4 sebelum masehi oleh
penduduk mesir kuno untuk mengobati berbagai keluhan seperti pada demam,
luka, nyeri, kehausan, maupun untuk mengatasi demam. Bentuk pemberian pun
beragam, mulai dari diminum langsung, dicampurkan dengan air, dicampur
dengan cuka (oxymel), dicampurkan dengan obat lain.
Penggunaan madu
bahkan telah mewarnai kebudayaan berbagai agama, hingga digunakan dalam
ritual agama hindu dan buddha, serta dituliskan dalam kitab suci agama islam
dan kristen.12
Sempat ada beberapa kontroversi dalam komunitas mengenai
penggunaan madu, namun telah ditemukan berbagai keuntungan dalam
penggunaan madu, diantaranya:
II.2.4.1 Madu Sebagai Bahan Makanan Dalam Memasak
Madu dapat digunakan untuk memasak, memanggang, dicampurkan
dengan roti, dijadikan bahan tambahan dalam minuman seperti teh
maupun minuman lain berdasarkan sifatnya yang manis dan beraroma.
Madu juga dapat digunakan sebagai bahan dasar maupun sebagai bahan
penambah rasa dalam pembuatan minuman beralkohol.14
II.2.4.2 Nutrisi
Bahan dasar madu adalah gula yang kemudian digabungkan dengan
senyawa lainnya. Kandungan karbohidrat madu secara umum adalah
sekitar 38,5% fruktosa dan 31,0% glukosa.12
Jenis karbohidrat lain yang
terkandung pada madu diantaranya maltosa, fruktosa, maupun
karbohidrat kompleks lainnya. Madu juga mengandung beberapa jenis
12
asam amino esensial, vitamin dan mineral serta komponen lain yang
bersifat antioksidan seperti chrysin, ponobanksin, vitamin C, katalase, dan
pinocembrin.17, 18
Kandungan vitamin dan mineral dalam madu diantaranya vitamin A,
betakaroten, vitamin B kompleks, vitamin C, D, E, dan K. Madu pun
mengandung mineral yang cukup lengkap dan bervariasi seperti zat besi,
kalium, kalsium, magnesium, tembaga, mangan, natrium dan fosfor. Zat
lainnya adalah barium, seng, sulfur, klorin, yodium, zirconium, gallium,
vanadium, cobalt dan molybendenum yang proporsinya dilampirkan.
Biasanya madu berwarna gelap maupun madu multiflora lebih kaya akan
mineral.17
Madu memiliki indeks glikemik sekitar 31 hingga 78, bergantung pada
jenisnya dengan berat jenis 1,36 kg tiap liter.17
II.2.4.3 Efek antibakteri dan antifungi
Madu dapat berfungsi sebagai antibakteri dan antifungi pada beberapa
organisme seperti Staphylococcus aureus, patogen enteral, Candida
albicans dalam madu yang dicairkan. Madu dengan konsentrasi 40%
bersifat bakterisidal pada berbagai jenis bakteri gram negatif maupun
positif seperti Salmonella shigella, Escherichia coli dan Vibrio cholera
yang merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.14,15
Berbagai penelitian untuk memastikan efektifitas penggunaan madu
sebagai antibaktreri dan antifungi telah dilakukan, dan menunjukkan hasil
yang seirama, bahwa madu memiliki kemampuan antibiotic dan antifungi,
bahkan lebih baik dibandingkan penggunaan antibiotik seperti
sefalosforin, ampisilin, gentamisin, nitrofurantoin, asam nalidixic dan
kotrimoxazole.
13
Efek antibakteri dan antifungi ini didasari oleh beberama mekanisme,
diantaranya:
II.2.4.3.1 Efek osmotik
Madu terdiri dari campuran 84% gula dengan kadar air sekitar 15
20 % sehingga sangat tinggi kadar gulanya. Sedikitnya kandungan
air dan interaksi aor dengan gula akan membuat bakteri tak dapat
hidup. Bahkan tidak ada bakteri yang mampu hidup pada kadar air
kurang dari 17%. Berdasarkan efek ini, seharusnya madu yang
diencerkan hingga kadar gulanya menurun akan mengurangi efek
antibakteri. Namun kenyataannya, ketika madu dioleskan pada
permukaan luka yang basah dan tercampur dengan cairan luka, efek
antibakterinya tidak hilang. Beberapa jenis madu masih dapat
membunuh bekteri meskipun diencerkan hingga 7 14 kali.17
II.2.4.3.2 Aktivitas hidrogen peroksida
Selain efek osmotik, madu mengandung dan memproduksi hidrogen
peroksida. Dulu, hidrogen peroksida dikenal sebagai zat inhibine.
Bila madu bereaksi dengan air, maka produksi hidrogen peroksida
akan meningkat. Konsentrasi hidrogen peroksida pada madu sekitar
1 mmol/L, 1000 kali lebih kecil dibandingkan larutan hidrogen
peroksida 3% yang biasa dipakai sebagai antiseptik. Meski
konsentrasinya kecul, efektivitasnya tetap baik sebagai pembunuh
kuman.15,17
II.2.4.3.3 Sifat asam madu
Ciri khas madu yang lain adalah bersifat asam dengan pH antara 3,2
4,5 cukup rendah untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang
berkembang biak rata-rata pada pH 7,2 7,4.17
14
II.2.4.3.4 Faktor fitokimia
Pada beberapa jenis madu juga ditemukan zat antibiotik. Zat
tersebut disebut faktor non-peroksida. Madu yang selama ini telah
diteliti memiliki faktor tersebut adalah madu manuka
(Leptospernum scoparium) yang berasal dari Selandia Baru. Di
Australia, madu dari spesies Leptospermum yang lain, seperti
Jellybush, juga ditemukan memiliki kandungan zat ini.18
II.2.4.3.5 Aktivitas fagositosis dan meningkatkan limfosit
Madu dapat meningkatkan pembelahan sel limfosit, juga dapat
meningkatkan produksi sel monosit sehingga berbagai sitokin,
TNF-alfa, interleukin 1 dan 6 , dapat mengaktifkan respon daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kandungan glukosa dan keasaman
madu juga secara sinergis ikut membantu sel fagosit
menghancurkan bakteri.19
II.2.4.4 Perawatan luka dan luka bakar
Penggunaan madu untuk perawatan luka sudah dilakukan sejak ribuan
tahun yang lalu. Dunia kedokteran modern saat ini telah banyak
membuktikan madu sebagai obat penyembuh luka yang unggul. Sebuah
laporan menunjukkan luka yang dibalut dengan madu menutup pada 90%
kasus. Pada luka bakar derajat ringan, penyembuhan oleh madu
berlangsung lebih cepat. Madu juga dapat digunakan untuk terapi luka
infeksi dan sukar sembuh, misalnya pada gangren diabetik. Madu dapat
merangsang pembentukan kulit baru dan lebih sehat serta dapat
mengurangi peradangan yang ditandai dengan berkurangnya nyeri
bengkak dan luka yang mengering. Hal ini didasari oleh osmolaritasnya
yang tinggi hingga dapat menyerap air dan memperbaiki sirkulasi serta
pertukaran udara di area luka.18
15
II.2.4.5 Manfaat lain
Madu juga berguna untuk memperbaiki berbagai kondisi pencernaan
seperti sakit maag, diare. Selain itu, madu juga dapat digunakan sebagai
sumber antioksidan, meredakan alergi, mengatasi kekurangan kalsium,
memperbaiki gangguan pengelihatan, mengatasi insomnia, mengatasi
kejang otot dan kedutan, menghilangkan batuk dan flu, mabuk alkohol,
bermanfaat dalam perbaikan penyakit jantung. Dengan kandungannya
yang beragam, madu pun memiliki potensi sebagai terapi nutrisi sebagai
sumber nutrisi dan energi, sumber vitamin dan mineral, dikonsumsi oleh
diabetisi dan hiperkolesterolemia.17,18
Dalam mengatasi kekurangan kalsium, konsumsi madu dapat
menguntungkan karena dapat meningkatkan penyerapan kalsium.
Semakin tinggi kadar madu, maka semakin meningkat penyerapan
kalsium. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mencegah osteoporosis.17,18
II.2.5 Anjuran penggunaan
Untuk mendapat manfaat dari madu, mengonsumsi madu sebaliknya sejumlah
dosis yang direkomendasikan dengan dicampurkan dalam segelas air hangat,
diminum tiga kali sehari dengan total 100-200 gram sehari. Konsumsi di pagi
hari sebanyak 30 60 gram, siang 40 80 gram, dan malam 30 60 gram.
Disarankan satu jam setengah atau dua jam atau dua jam sebelum makan atau
tiga jam sesudah makan. Untuk anak-anak, dosis mdu adalah 30 gram sehari.
Jumlah ini bisa disesuaikan apabila terjadi gangguan seperti intoleransi maupun
diare.18
Pencampuran dengan air hangat mempermudah proses pencernaan dan
meningkatkan bioavailabilitas di darah, jaringan hingga ke sel-sel tubuh.
Karena kadar gulanya yang tinggi, madu tidak boleh dikonsumsi berlenbbihan
16
karena pada dosis yang tinggi dapat meningkatkan kadar gula darah dan
memperberat kerja hormon insulin.17,18
II.2.6 Jenis madu di Indonesia
Terdapat banyak jenis madu menurut karakteristiknya, dimana komponen yang
paling membedakan karakteristik madu berdasarkan sumber nektar, letak
geografi dan teknologi pemrosesannya. Karakteristik madu disesuaikan dengan
sumber nektar, yaitu flora, ekstraflora, dan madu embun. Dikenal pula madu
monoflora yang berarti hanya berasal dari saru jenis tumbuhan dan poliflora
yang berasal dari nektar beberapa jenis bunga.20
Di Indonesia sendiri, madu cukup mudah ditemukan, dan telah menjadi
komoditas lokal, dengan jumlah produksi mencapai 1.538 ton pada tahun
1999.20
Hal ini didasari oleh musim berbunga sepanjang tahun di Indonesia,
memungkinkan produksi yang terus menerus, juga dengan banyaknya lahan
perkebunan di Indonesia.18
Jenis madu yang dapat ditemukan di Indonesia digolongkan berdasarkan bunga
sumber nektar, misalnya madu bunga kapuk (randu), madu bunga karet, madu
bunga kopi, madu bunga lengkeng, madu bunga sonokeling, madu bunga
durian, madu bungan rambutan, madu bunga apel, madu bunga jambu air, madu
bunga mangga, madu bunga mahoni, madu bunga jambu mede, dan madu
hutan.18
17
Tabel 1. Kandungan mineral dan vitamin dalam madu
Nutrisi Unit
Jumlah rata-
rata dalam
100 gram
madu
Rekomendasi
kebutuhan
sehari (RDA)
Kalori kkal 304 2.8
Vitamin:
A IU - 5
B1 (thiamin) mg 0,004 -
0,006
1,5
B2 (riboflavin) mg 0,002 - 0,06 1,7
Asam nikotinat
(niasin)
mg 0,11 - 0,36 20
B6 (piridoksin) mg 0,008 - 0,32 2,0
Asam pantotenat mg 0,02 - 0,11 10
Asam folat ug - 0,4
B12
(sianokobalamin)
mg - 6
C IU 2,2 - 2,4 60
D IU - 400
E (tokoferol) - 30
Biotin - 0,3
Mineral:
Kalsium mg 4 - 30 1
Klorin mg 2 - 20 -
Tembaga mg 0,01 - 0,12
Yodium mg - 0,15
Besi mg 1 - 3,4 18
Magnesium mg 0,7 - 13 400
Fosfor mg 2 - 60 1
Kalium mg 10-470 -
Natrium mg 0,6 - 40 -
Seng mg 0,2 - 0,5 15
Suranto A. Terapi Madu.Jakarta: Penebar Plus; 2007. P. 16-18; 26-40
18
BAB III
METODE PENULISAN
III.1. Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan. Sumber-sumber
kepustakaan yang dipergunakan adalah jurnal kedokteran, buku teks, dan informasi
dari internet. Metode pemilihan sumber menggunakan kaidah penulisan karya tulis
ilmiah.
III.2. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini terdiri dari 5 bab, berisi bab pendahuluan, bab tinjauan pustaka, bab
metode penulisan, bab pembahasan dan bab penutup. Pada bab I akan dibahas
pendahuluan karya tulis ini, mulai dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, baik secara umum maupun khusus, serta manfaat penulisan bagi berbagai
kalangan dan institusi. Bab II akan lebih membahas teori dan pengetahuan yang ada
tentang masalah yang dibahas, meliputi pembahasan travellers diarrhea dan madu,
serta peranannya sebagai profilaksis travellers diarrhea. Bab III metode penulisan
berisi pemaparan metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini untuk
menginformasikan pembaca mengenai metode pembuatan karya tulis yang penulis
gunakan. Selanjutnya, pembahasan mengenai hubungan aspek-aspek dalam karya ini
hingga dapat menghasilkan sebuah paradigma baru akan dipaparkan secara jelas pada
bab IV. Bab terakhir, yakni bab V akan menuliskan simpulan dan saran yang
diberikan penulis berdasarkan topik yang dibahas, yaitu penggunaan madu sebagai
profilaksis travellers diarrhea pada wisatawan, baik lokal maupun internasional,
diikuti daftar pustaka yang mendasari penulisan ini.
19
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
IV.1. Profilaksis Travelers Diarrhea dengan Madu
Sampai saat ini profilaksis yang digunakan untuk travelers diarrhea adalah dengan
menggunakan bismuth subsalicylate dan rifamixin. Namun keefektivitasan dari
penggunaan bismuth hanya sekitar 60%. Selain itu harganya yang mahal dan efek
samping yang ditimbulkan mungkin membuat wisatawan enggan untuk
meminumnya. Sedangkan untuk rifamixin, walaupun efektif namun obat ini hanya
mampu mencegah TD yang disebabkan oleh E.coli saja. Alternatif lain yang bisa
digunakan untuk profilaksis travelers diarrhea adalah menggunakan madu.6
Madu telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri yang kemampuannya bisa
disetarakan dengan antibiotik. Faktor faktor yang membuat madu bersifat antibakteri
adalah tinggginya osmolaritas (kandungan gula dalam madu mencapai 80%),
keasaman (pH rendah), kadar hidrogen peroksida (H2O2) yang tinggi dan komponen
non-peroksida seperti methylglyoxal (MGO). Aktivitas antibakteri ini terutama
didominasi oleh hidrogen peroksida di mana konsentrasinya ditentukan oleh kadar
relatif glucose oxidase yang disintesis oleh lebah dan katalase yang berasal dari
serbuk sari bunga. Kebanyakan madu akan menghasilkan H2O2 ketika diencerkan
karena terjadi aktivasi enzim glucose exidase yang mengoksidasi glukosa menjadi
asam glukonat dan H202. H2O2 merupakan agen oksidator kuat (radikal bebas) yang
memiliki kemampuan merusak sel. Dalam larutan cair, H2O2 berperan seperti asam
dan dapat mengoksidasi berbagai senyawa dengan menerima elektron bebas yang
berpasangan. Hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas lainnya yang
menyebabkan terganggunya struktur biologis dan semakin merusak sel. Namun,
dalam beberapa kasus, aktivitas peroksidase ini bisa dihambat dengan mudah oleh
panas dan katalase.21
20
Di samping H202, beberapa faktor non-peroksidase juga menimbulkan aktivitas
antibakteri. Hal ini membuat madu mampu mempertahankan aktivitas antibakterinya
walaupun terdapat katalase (tidak adanya glucose oxidase), jenis madu ini disebut
dengan non-peroxide honey. Beberapa komponen diketahui berkontribusi dalam
aktivitas non-peroksidase seperti methyl syringate dan methylglyoxal. 21
Madu juga bersifat asam dengan pH antara 3,2 sampai 4,5 di mana cukup rendah
untuk menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen. Hal ini dikarenakan pH
mempengaruhi bentuk enzim, sehingga bisa menyebabkan protein terdenaturasi.
Kadar pH minimum yang dibutuhkan oleh bakteri patogen antara lain : E.coli (4,3),
Salmonella (4,0), P.Aeruginosa (4,4), S.Pyogenes (4,4).21
Madu juga memiliki kadar karbonidrat yang tinggi dalam bentuk monosakarida yang
menyebabkan madu memiliki aktivitas air (water activity) yang rendah. Aktivitas air
artinya jumlah air yang ada di lingkungan lebih rendah dibandingkan dengan kadar
solusinya. Rendahnya aktivitas air ini membuat madu mampu menghambat bakteri
melalui efek osmosis. Kadar gula yang tinggi menyebabkan air di dalam sel berdifusi
keluar melalui dinding dan membran sel. Hal ini membuat sel menjadi dehidrasi dan
mengerut. Proses ini disebut dengan plasmolisis dan dapat menyebabkan kematian
sel.21
Kemampuan madu dalam menghambat pertumbuhan bakteri dapat diuji dengan
menggunakan metode disc difussion, yaitu suatu tes kualitatif untuk mendeteksi
sukseptibilitas bakteri terhadap suatu senyawa antimikroba. Madu terbukti efektif
dalam mencegah pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab utama diare seperti
Eschericia coli dan Salmonella.21
Sebuah studi in vitro untuk mengetahui efek bakteri pada diare juga sudah dilakukan
di Nigeria. Madu yang digunakan adalah madu dari lokasi budidaya lebah di Obafemi
21
Awolowo University Teaching Complex (OAUTHC), dinamakan dengan madu A
dan madu B, sedangkan spesies bakteri yang diteliti antara lain Salmonella
enterocolitis, Campylobacter jejuni,Escherichia coli and Shigella dysenteriae. Dari
penelitian tersebut didapatkan bahwa efek inhibisi tertinggi madu adalah terhadap
Escherichia coli dan diikuti dengan Salmonella enterocolitis dan Shigella
dysenteriae. Efek inhibisi tersebut didapatkan dengan Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) 1:8 madu dalam air suling untuk Escherichia coli dan 1:2 untuk
Salmonella enterocolitis dan Shigella dysenteriae.22
Tabel 2. Perbandingan aktivitas antibakteri madu A dibandingkan dengan antibiotik
konvensional
Adebolu TT. Effect of natural honey on local isolates of diarrhea causing bacteria
in southwestern Nigeria. African Journal of Biotechnology. 2005 Oct; 4(10):1172-1174
Tabel 3. Perbandingan aktivitas antibakteri madu B dibandingkan dengan antibiotik
konvensional
Adebolu TT. Effect of natural honey on local isolates of diarrhea causing bacteria
in southwestern Nigeria. African Journal of Biotechnology. 2005 Oct; 4(10):1172-1174
22
IV.2. Keuntungan dan efek praktis penggunaan madu di Indonesia
IV.2.1. Ketersediaan dan harga
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil madu, dimana angka
produksinya mencapai 1.538 ton per tahun.23
Madu dan produknya sangat
mudah ditemukan baik di warung-warung, di toko-toko, di supermarket hingga
pembelian lewat toko online. Harga yang ditawarkan pun sangat bervariasi,
bergantung pada kemasan, berat, jenis madu, kualitas, hingga daerah tempat
penjualan yang berkisar antara Rp. 33..000,- hingga Rp. 1.700.000,- per
kilogramnya.24,25
Harga ini cukup terjangkau, jika dihubungkan dengan
penggunaan harian yang dianjurkan sebanyak 100 hingga 200 gram per hari,
maka pengeluaran harian untuk memenuhi kebutuhan madu berkisar antara Rp.
3.300,- (sebanding dengan 35 sen USD) Rp. 340.000,- (USD 36) sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan.
IV.2.2. Mudah dibawa
Madu memiliki sifat kental dalam suhu ruang, dan walaupun kurang stalbil
dalam suhu ruang, madu tidak akan membentuk kristal secara spontan dalam
wadah yang kedap ataupun tanpa penambahan gula.18
Sifat ini membuat
khasiatnya tidak berkurang maupun menjadi rusak apabila di bawa-bawa dalam
tas untuk masyarakat dengan aktivitas dan mobilitas yang tinggi.
Saat ini madu telah dikemas dalam berbagai kemasan dan ukuran, untuk
berbagai tujuan. Kemasan ditujukan untuk pemakaian harian di rumah dalam
botolan besar hingga kemasan yang mudah dibawa berupa kemasan sachet 20
ml maupun botolan 185 ml yang berukuran lebih kecil dari akua gelas.26
IV.2.3. Bermanfaat bagi diare dengan resistensi beberapa antibiotik
Penelitian in vitro yang dilakukan oleh Professor Rose Cooper di University of
Wales Institute menunjukkan bahwa sifat antimikroba yang dimiliki madu
manuka dapat menghambat pertumbuhan dari Pseudomonas aeruginosa,
23
Streptokokus grup A, dan Meticilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).
Dalam pengamatannya terhadap bakteri MRSA, ditemukan bahwa madu dapat
meningkatkan sensitivitas bakteri ini terhadap antibiotik seperti oksasilin,
sehingga secara efektif membalikkan resistensi antibiotik.27
Penggunaannya
bersama dengan antibiotik dalam upaya penyembuhan pun menjadi sangat
efektif.
Madu juga memiliki keunggulan, dimana tidak seperti antibiotik pada
umumnya, pemberian madu manuka tidak menyebabkan adanya selektifitas
bakteri hingga meningkatkan strain bakteri yang resisten pada madu seperti
preparat antibiotik. Walau begitu, belum dilakukan penelitian efek antimikroba
madu jenis lain terhadap bakteri-bakteri yang telah resisten.27
IV.2.4. Bertahan lama
Madu dapat bertahan dalam kondisi baik dalam jangka waktu yang cukup lama,
yaitu sekitar 2 3 tahun, bahkan setelah 3 tahun, madu masih dapat bertahan.
Dapat diperharikan bahwa kebanyakan mikroorganisme tidak dapat tumbuh
dalam medium madu. Hal ini terlihat pada penggunaannya dalam metode
pengawetan mumi firaun di mesir. Namun, memang kondisi terbaik madu
didapatkan selama kurang dari 3 tahun setelah panen.18
Hal ini sesuai dengan pengetahuan bahwa bakteri maupun jamur membutuhkan
kondisi yang tepat untuk bertumbuh, yaitu pada keadaan cukup air, makanan,
dan lingkungan yang nyaman. Dalam madu, hanya terdapat gula yang
terkonsentrasi. Walaupun gula merupakan medium yang baik bagi bakteri untuk
tumbuh, namun komponen krusial lain seperti air tidak tersedia. Terbukti bahwa
madu yang disimpan dalam wadah kedap dapat bertahan selama bertahun-tahun
hingga berabad-abad, walaupun akan mengalami perubahan sifat fisis dan kimia
seperti perubahan warna, aroma, dan rasa selama proses penyimpanannya.
Namun, madu perlu disimpan dalam wadah yang kedap, sehingga madu yang
24
bersifat higroskopis tidak akan menarik air, sehingga kadar air dalam madu
dipertahankan rendah. Rendahnya kadar air ini tidak memungkinkan bakteri
maupun jamur untuk tumbuh.17
IV.2.5. Keuntungan sebagai Komoditas
Meskipun dalam hal teknik budidaya lebah madu, angka produksi madu setiap
tahun dan tingkat konsumsi madu, Indonesia sudah tertinggal dua sampai tiga
dekade dari negara lain, perlebahan masih menjadi salah satu komponen penting
dalam pembangunan sektor pertanian dan kehutanan berkelanjutan. Secara
ekologis dan ekonomis, peran lebah madu dalam penyerbukan tanaman juga
cukup menguntungkan bagi kelestarian flora dan peternakan lebah.28
Ditinjau dari kekayaan alam, Indonesia menyimpan potensi besar bagi
pengembangan usaha perlebahan. Bahkan, enam dari tujuh spesies lebah madu
di dunia terdapat di Indonesia, dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat. Belum
lagi melihat luasnya lahan perkebunan di Indonesia yang berpotensi menjadi
lahan budidaya lebah madu.20
Dengan ditingkatkannya konsumsi madu oleh wisatawan, maka kebutuhan akan
produksi madu akan meningkat, sehingga industri madu akan lebih hidup dan
berdampak pada perbaikan kesejahteraan masyarakat.
IV.3 Anjuran penerapan konsumsi madu pada wisatawan di Indonesia
IV.3.1 Kerjasama dengan Penginapan di Seluruh Indonesia
Madu, bahan makanan yang memiliki berbagai manfaat, terutama sebagai
antimikroba tanpa risiko resistensi, dapat digunakan, baik sebagai agen
profilaksis maupun sebagai agen yang membantu treatmen infeksi bakteri di
saluran pencernaan, dalam hal ini diare. Oleh karena itu, madu dapat digunakan
secara rutin pada wisatawan, dengan jumlah anjuran 100 200 gram per hari
dibagi dalam tiga kali dosis, pagi-siang dan sore.
25
Konsumsi harian ini cukup dimungkinkan melihat karakteristik madu yang
memiliki rasa manis dan khas, juga dapat dikonsumsi dengan berbagai cara,
baik sebagai bahan tambahan dalam makanan yang dimasak maupun
dipanggang, dicampurkan dengan roti, dicampurkan dengan minuman lain
hingga dikonsumsi secara langsung. Penggunaan yang fleksibel dan beraneka
cara ini memungkinkan konsumsi madu harian menjadi menarik dan tidak
membosankan untuk dikonsumsi secara rutin. Baik di pagi hari, siang hingga
malam hari.
Sulitnya menghimbau wisatawan secara rutin untuk mengonsumsi madu
sebanyak tiga kali sehari secara rutin selama masa perjalanan cukup sulit dan
membutuhkan kepatuhan yang tinggi. Rendahnya kepatuhan ini dapat diatasi
jika bekerjasama dengan tempat penginapan di Indonesia, berkaitan dengan
penyediaan dan penggunaan madu dalam menu harian. Hal ini selaras dengan
kenyataan bahwa besar wisatawan yang sedang berkunjung, baik wisatawan
lokal maupun wisatawan asing tinggal di penginapan selama masa perjalanan
mereka, yang biasanya memiliki fasilitas restauran maupun fasilitas pake makan
pagi.
Melihat keuntungan lain penggunaan madu disamping profilaksis infeksi seperti
tambahan asupan nutrisi yang dapat meningkatkan viabilitas, mengobati
gangguan sistem gastrointestinal lain, sumber antioksidan, meredakan alergi,
mengatasi kekurangan kalsium, perbaikan pengelihatan, dan berbagai manfaat
yang lain merupaka poin tambahan yang dapat dijadikan daya jual tersendiri
bagi pariwisata Indonesia apabila penggunaan dan penyediaan madu dalam
menu harian di penginapan dapat diimplementasikan dengan baik.
IV.3.2. Fungsi Bawa Praktis
Penyediaan dan penggunaan madu oleh rumah makan di penginapan acapnya
cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan madu harian dalam rangka profilaksis
26
infeksi saluran pencernaan. Namun, diluar waktu istirahat malam dan sarapan
pagi, sebagian besar waktu wisatawan dihabiskan di luar penginapan, sehingga
pengonsumsian madu sebaiknya dapat dilakukan secara praktis di berbagai
tempat.
Untungnya, madu saat ini telah sangat mudah ditemui di berbagai toko maupun
supermarket di seluruh Indonesia, walaupun begitu, tidak mungkin wisatawan
untuk selalu membeli madu setiap kali berpergian, terutama jika sedang
berkunjung ke daerah yang cukup perifer. Maka dari itu, wisatawan dapat
dihimbau untuk selalu membawa persediaan madu sendiri. Hal ini sangat
dimungkinkan, karena saat ini madu telah dikemas dalam berbagai kemasan
sachet maupun botolan kecil yang mudah dibawa-bawa.
Membawa madu kemana-mana secara praktis dapat pula membawa manfaat, hal
ini berdasarkan bahwa madu memiliki kandungan kalori yang cukup, bila dalam
peralanan mengalami kesulitan mencari tempat makan, madu dapat digunakan
sebagai sumber nutrisi sementara dan dapat menghindari kondisi hipoglikemi
maupun kelaparan. Kegunaannya dalam menyembuhkan luka dan antiinfeksi
dengan penggunaan topikal pun sangat bermanfaat dalam keadaan mendesak.
Tentunya, hal ini tidak akan memberatkan bagi wisatawan untuk membawa
madu multifungsi dalam tas mereka.
27
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
V.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan pembahasan di atas, secara garis
besar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan efek bakterinya, madu dapat digunakan sebagai profilaksis diare. Efek ini
dilandaskan oleh sifat madu, yaitu memiliki osmolaritas yang tinggi (kandungan
gula dalam madu mencapai 80%), keasaman (pH rendah), kadar hidrogen
peroksida (H2O2) yang tinggi dan komponen non-peroksida seperti
methylglyoxal (MGO).
2. Sampai saat ini, penelitian efektifitas madu sebagai profilaksis terhadap diare
pada wisatawan sendiri belum mencapai tahap clinical trial. Hal ini cukup
disayangkan, karena jika dambah dengan bukti penelitian uji klinis, maka, nilai
dan efektifitas penggunaannya telah terbukti dan dapat lebih diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari
V.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah melakukan uji klinis mengenai peran
madu sebagai profilaksis diare pada wisatawan. Apabila hasil yang ditemukan sejalan
dengan hasil pada penelitian invitro, maka dapat dilakukan beberapa upaya,
diantaranya dengan mensosilisasikan dan menerapkan penggunaan madu secara rutin
pada wisatawan baik wisatawan lokal maupun mancanegara sebagai profilaksis
travellers diarrhea.
- bekerjasama dengan managemen penginapan di Indonesia dalam
pengaplikasian penggunaan madu sebagai salah satu bahan makanan wajib di
tempat makan, terutama pada waktu makan pagi
28
- Wisatawan lokal maupun internasional disarankan untuk mengonsumsi madu
secara rutin
- Dengan keuntungan madu yang praktis dibawa-bawa, mudah diolah, dengan
kandungan gizi yang baik, dan harga yang terjangkau, penggunaan madu
dapat dijadikan pilihan utama dalam upaya profilaksis travellers diarrhea