Post on 31-Oct-2021
ii
PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) SELATAN.
PROVINSI SUMATERA SELATAN.
Agus Djoko Utomo (BRPPUPP- PALEMBANG)
Arif Wibowo (BRPPUPP- PALEMBANG)
Herlan Mohtar (BRPPUPP- PALEMBANG)
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN
BERKERJA SAMA DENGAN:
BALAI RISET PERIKANAN PERAIRAN UMUM DAN PENYULUHAN PERIKANAN PALEMBANG
2017
iii
DAFTAR ISI
BAB ISI HALAMAN
I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan dan Tujuan 3
II TINJAUAN PUSATAKA 5
2.1. Keadaan Umum Kabupaten OKU Selatan. 5
2.2. Paerairan Daratan 7
2.3. Perikanan Tangkap. 11
2.4. Perikanan Budidaya. 20
2.5. Kualitas Air 28
2.6. Eutrofikasi. 44
2.7. Biologi Perairan 49
2.8. Pencemaran di Perairan Umum. 51
III METODE 57
3.1.Waktu dan tempat 57
3.2. Bahan dan Alat 58
3.3. Parameter yang Diamati dan Metode Analisis 58
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 64
4.1. Jenis ikan di OKU Selatan 64
4.2. Bio-ekologi beberapa jenis ikan 65
4.3. Kualitas air 96
4.4. Tinjauan di BBI Peninjauan dan Fila 100
iv
4.5. Tinjauan di Sungai Saka dan Selabung 105
4.6. Tinjauan KJA di Kota Batu 119
V KESIMPULAN 124
5.1. Kesimpulan 124 5.2. Saran 125 DAFTAR PUSTAKA 128
LAMPIRAN 136
1
I.PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan yang beribukota Muaradua
merupakan salah satu Kabupaten pemekaran di Provinsi Sumatera Selatan yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2003
tentang Pembentukan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan dan Kabupaten Ogan Ilir. Secara geografis, Kabupaten OKU.
Selatan terletak di antara 103°22' - 104°21' Bujur Timur dan antara 04°14' - 04°55'
Lintang Selatan. Kabupaten OKU. Selatan memiliki luas wilayah 5.493,94 Km2 atau
549.394 Ha. Secara administrasi wilayah Kabupaten OKU. Selatan memiliki batas-
batas sebagai berikut (Pemda. OKU. Selatan, 2013):
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ulu Ogan, Kecamatan
Pengandonan, dan Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat Provinsi
Lampung.
Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi
Bengkulu dan Kecamatan Semendo Darat Ulu Kabupaten Muara Enim.
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Martapura Kabupaten Ogan
Komering Ulu Timur dan Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung.
Topografi Kabupaten OKU. Selatan sebagian besar berbukit dan bergunung-
gunung meliputi ketinggian antara 45 sampai dengan 1.643 meter dari permukaan
laut. Secara umum Kabupaten OKU. Selatan beriklim tropis dan basah. Kecamatan
yang mempunyai temperatur udara rendah dijumpai di daerah Kecamatan Banding
2
Agung, Kecamatan Pulau Beringin, Muaradua Kisam, Kisam Tinggi yang rata-rata
daerah ini merupakan daerah pegunungan. Selama tahun 2004 jumlah curah hujan
tertinggi terdapat di daerah Kecamatan Banding Agung yang mencapai 4.411 mm
yaitu bulan Desember 2004 dengan jumlah hari hujan 27 hari, sementara jumlah
curah hujan terendah di daerah Kecamatan Muaradua Kisam yaitu 64 mm dengan
jumlah hari hujan 8 hari (Pemda. OKU. Selatan, 2013).
Kabupaten OKU. Selatan dialiri oleh dua sungai besar yang bermuara ke
Sungai Komering, yaitu Sungai Saka dan Selabung, selain itu masih terdapat 20
sungai dan anak sungai lainya yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten OKU.
Selatan. Di Kabupaten OKU. Selatan juga terdapat beberapa danau, baik berukuran
besar maupun kecil. Danau yang terbesar adalah Danau Ranau (Kecamatan
Banding Agung), selanjutnya adalah Danau Rakihan (Kecamatan Sindang Danau),
Danau Halim (Kecamatan Buay Rawan), dan Danau Asmara (Kecamatan Simpang).
Di seluruh areal Danau Ranau banyak terdapat berbagai jenis ikan. Danau Ranau
dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan penangkapan ikan, pembesaran dengan
keramba, dimana hasil produksi ikan budidaya lebih produktif daripada penangkapan
ikan melalui perairan umum. Hal ini terlihat pada produksi ikan selama tahun 2009
yang mencapai 435,918 ton (Pemda. OKU. Selatan, 2013). Menurut Aswajaya,
(2013) produksi ikan di Kabupaten OKU. Selatan untuk perairan umum berjumlah
2.029,30 (ton) dan budidaya 2.258,50 (ton).
Dengan melihat potensi yang dimiliki Kabupaten OKU. Selatan, pemerintah
kabupaten merencanakan pengembangan Kawasan Minapolitan. Penetapan
kawasan ini mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan dan SK. Bupati OKU.
Selatan Nomor: 203 Tahun 2006 tentang Unit Pengembangan Perikanan (UPP).
3
Kawasan Minapolitan ini berlokasi di Kecamatan Warkuk Ranau Selatan dan
Banding Agung. Kawasan ini terdiri dari wilayah perairan yaitu Danau Ranau (±
12.000 Ha) dan wilayah daratan (± 10.000 Ha). Komoditas unggulannya yaitu
budidaya ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dan produksi yang dihasilkan saat
ini mencapai 125 ton/tahun (Pemda. OKU. Selatan, 2013). Rencana
pengembangan perikanan di Kabupaten OKU. Selatan diarahkan pada budidaya
perikanan darat di air tawar dan juga perikanan tangkap perairan umum (sungai dan
rawa dalam). Potensi perikanan budidaya tersebar di seluruh kecamatan dengan
komoditi jenis ikan yang dibudidayakan terdiri dari ikan mas, patin, nila, lele dan
bawal. Alokasi ruang untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya dan
perairan umum di Kabupaten OKU. Selatan disesuaikan sesuai potensi dari masing-
masing kecamatan yang ada.
1.2. PERMASALAHAN DAN TUJUAN
Ditinjau dari segi potensi sumberdaya perikanan, maka sektor perikanan di
Kabupaten OKU Selatan sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Mengingat
Kabupaten OKU Selatan banyak terdapat Danau Alami, dan sungai yang berarus
deras. Banyak terdapat ikan asli yang bernilai ekonomis dan potensial untuk
dikembangkan menjadi ikan budidaya seperti ikan semah (Tor douronensis), Baung
(Mystus nemurus), Patin (Pangasius djambal), Tawes (Barbodes goneonotus),
Lampam (Barbodes schwanefeldi).. Lahan yang layak untuk dikembangkan untuk
budidaya perikanan di Kab OKU Selatan antara lain Danau, perkeloman yang
bersumber air dari sungai air deras, mina padi. Sedangkan pengelolaan sumberdaya
ikan untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam dapat dikembangkan suaka
perikanan. Terutama suaka perikanan untuk melindungi ikan semah yang terancam
kepunahan.
4
Walaupun OKU Selatan mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang baik
namun dalam kenyataannya produksi perikanan masih belum mencukupi untuk
kebutuhan masyarakat. Masyarakat OKU Selatan berjumlah 407.851 jiwa,
kebutuhan ikan per tahun = 11.412 ton, sedangkan produksi ikan per tahun hanya
4.302 ton. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan ikan harus mendatangkan dari luar
darah seperti dari Kab. Linggau, Kab. OKU timur, Lampung dan Bogor. Dalam
rangka pengembangan dan peningkatan produksi ikan di OKU Selatan maka perlu
dilakukan penelitian dan pengkajian terhadap potensi perikanan agar dapat
dikembangkan secara optimal. Penelitian diharapkan dapat memberikan
rekomendasi langkah langkah pengembangan perikanan di OKU Selatan..
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Kabupaten OKU Selatan.
a).Wilayah.
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan merupakan wilayah dataran tinggi
yang berbukit-bukit dengan ketinggian antara 45 sampai 1.643 meter di atas
permukaan laut, terletak di antara 4° 14' sampai 4° 55' Lintang Selatan dan 103°
22' sampai 104° 21' Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu
Selatan adalah seluas 5.493,94 km2. ( Anonimus, 2010).
. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan dialiri oleh dua sungai besar yang
bermuara ke Sungai Komering, yaitu Sungai Saka dan Sungai Selabung. Selain itu,
terdapat sekitar 20 sungai dan anak sungai lain yang tersebar di seluruh wilayah.
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan juga memiliki beberapa danau, baik yang
besar maupun agak kecil, sehingga daerah ini merupakan salah satu daerah
pariwisata potensial di Propinsi Sumatera Selatan. Danau yang terbesar adalah
Danau Ranau di Kecamatan Banding Agung (Dinas Perikanan OKU Selatan, 2016).
b).Penduduk
Penduduk Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan terdiri dari bermacam-
macam suku yang berbeda budaya serta adat istiadatnya. Secara garis besar, suku-
suku asli yang berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatanan terdiri dari suku
Daya, Haji, Semendo, Ranau, Kisam, Ogan, dan Komering. Dalam perkembangan
selanjutnya, telah banyak penduduk pendatang yang kemudian tinggal dan
menetap, atau bahkan menikah dengan penduduk asli. Penduduk pendatang
tersebut antara lain berasal dari suku Jawa, Sunda, Bali, Minang atau Padang,
Batak, dan sebagainya. ( Anonimus, 2010).
6
Penduduk Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan berdasarkan proyeksi
penduduk tahun 2015 sebanyak 344.074 jiwa yang terdiri atas 180.608 jiwa
penduduk laki-laki dan 163.466 jiwa penduduk perempuan. Kenaikan penduduk
Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan sebesar 1,37 persen/tahun. Kepadatan
penduduk di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan tahun 2015 mencapai 63
jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga adalah 4 orang.
Kepadatan penduduk di 19 kecamatan cukup beragam, dengan kepadatan
penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Muaradua dengan kepadatan sebesar 173
jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Sungai Are sebesar 33 jiwa/km2. (Pemda.
OKU. Selatan, 2013).
Jumlah pencari kerja terdaftar di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan
pada Dinas Kesejahteraan Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Ogan
Komering Ulu Selatan pada tahun 2015 sebanyak 376 pekerja dengan komposisi
223 pekerja laki-laki dan 153 pekerja perempuan. Proporsi terbesar pencari kerja
yang mendaftar berpendidikan terakhir SMA sederajat yaitu sebesar 86,17 persen..
Sementara itu menurut sektor lapangan usaha, sektor Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan merupakan sektor yang menyerap jumlah
tenaga kerja terbanyak di tahun 2015 yaitu sebesar 149.749 pekerja. Tingkat
pengangguran di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan pada tahun 2015 adalah
1,83 persen. Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja mencapai 77,68 persen.
Mata pencaharian penduduk OKU Selatan berupa a). Pertanian,
perkebunan,kehutanan, perikanan sebanyak 149.749 jiwa, b). Industri 740 jiwa,
c).Perdagangan, rumah makan, jasa akomodasi 12.585 jiwa, d). Jasa masyarakat,
social dan perorangan 16.274 jiwa, e). Lain lain 6.890 jiwa. ( Anonimus, 2010).
7
2.2. Paerairan Daratan
a). Difinisi Perairan Daratan
Perairan pedalaman atau perairan umum daratan (inland water) adalah
semua badan air yang ada di daratan terdiri dari perairan umum (sungai, danau,
waduk, rawa) dan yang bukan perairan umum (kolam, tambak, sawah). Perairan
umum didfinisikan sebagai bagian dari permukaan bumi yang secra permanen atau
berkala digenangi air, baik air tawar air payau atau air laut mulai dari garis pasang
surut terendah kearah daratan, badan air tersebut secara alami maupun buatan
bukan milik perorangan. Secra ekologis perairan umum sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya, berbeda dengan kolam pengaruh ekologis dapat diatur oleh
manusia (Utomo, et a., 1992). Sedangkan menurut Permen-KP No 29/Permen-
KP/2016 yang disebut perairan darat adalah segala perairan yang terletak padasisi
darat dari garis air rendah/dari garis penutup mulut sungai. Yang termasuk perairan
umum daratan adalah sungai, waduk, danau, rawa dan genangan air lainnya. Luas
perairan umum di Indonesia kurang lebih ada 53,4 juta hektar yang terdiri dari rawa
pasang surut (39, 4 juta hektar), rawa air tawar dan sungai ( 11,9 juta hektar),
danau, waduk, telaga, saluran irigasi dan genangan air lainnya (2,1 juta hektar).
Perairan umum tersebut tersebar di seluruh kepulauan Indonesia, terbesar di
Kalimantan yaitu 65 % selanjutnya 29 % di Sumatera (Utomo, et al., 2005)).
b). Peran dan Permasalahan Perairan Daratan
Perairan umum mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Jenis
organisme air yang bernilai ekonomis antara lain ikan, krustasea, moluska, reptil
dan lain lain. Keaneka ragaman jenis ikan air tawar di Indonesia yang beriklim tropis
ini sangat tinggi, di wilayah Paparan Sunda ada 798 jenis ikan, paparan Sahul ada
106 jenis ikan, dan di paparan Walacea ada 68 jenis ikan (Kottelat, et al., 1993).
8
Untuk lokasi spesifik daerah di aliran sungai Kapuas kurang lebih ada 300 jenis ikan
(Dudley 1996), daerah aliran sungai Barito ada 107 jenis ikan (Prasetiyo et al 2004)
dan di daerah aliran sungai Musi ada 120 jenis ikan (Utomo et al 1993; Samuel et
al 2001)
Perairan umum ditinjau dari segi perikanan mempunyai peran yang penting
yaitu: sebagai mata pencaharian nelayan, sebagai sumber protein hewani yang non
kolesterol, pendapatan asli daerah (PAD) sebasgai contoh kurang lebih 35 – 45 %
PAD di Kabupaten OKI Sumatera selatan berasal dari hasil lelang lebak lebung
(Nasution et al 1993). Produksi ikan di perairan umum indonesia kurang lebih ada
400.000 ton/tahun (Koeshendrajana), perikanan tangkap di perairan umum masih
memegang peran penting terutama di Sumatera dan Kalimantan diperkirakan 75 –
95 % berasal dari hasil tangkapan nelayan, sedang dari usaha budidaya 5-25 %
(Utomo, et al., 1992) 1992).
Perairan umum bertsifat multiguna. Sektor atau sub Sektor yang
menggunakan perairan umum yaitu: Pertanian, Perikanan, Perhubungan,
Perindustrian, Kehutanan, Perkebunan, Pemukiman yang kesemuanya itu akan
berdampak pada ekosistem perairan. Ikan atau organisme air lainnya hidup dalam
media air, maka tekanan terhadap ekosistem perairan akan berpengaruh langsung
terhadap kehidupan ikan. Kegiatan penangkapan ikan juga memberi tekanan
terhadap sumberdaya perikanan terutama kegiatan penangkapan dengan
menggunakan alat stroom, racun masih sering digunakan. Kegiatan penangkapan
sudah intensif dan ada indikasi lebih tangkap (over fishing), terjadi penurunan
populasi ikan dan beberapa jenis ikan menjadi langka seperti Belida (Chitala lopis),
Tapa (Wallago leeri), Arwana (Shcleropages formosus) dan lainnya. Disamping itu
kegiatan budidaya ikan juga memberi tekanan terhadap sumberdaya perikanan
9
sebagai contoh yaitu pengambilan benih ikan untuk makanan ikan hias,
pencemaran pakan buatan (pellet) ke lingkungan perairan.
c).Tipologi Perairan Umum Daratan
Tipologi perairan sungai. Perairan sungai adalah salah satu bagian dari
perairan umum yang mempunyai ciri khas yaitu airnya mengalir (lotic water),
mekanisme aliran sungai berdasarkan prinsip gravitasi yaitu mengalir dari dataran
tinggi ke dataran rendah, masa air akan mengalir ke satu arau yaiu darah arah hulu
sungai menuju ke hilir sungai, sehingga apa yang terjadi di bagian hulu sungai akan
berdampak di bagian hilir. Secara alami sungai mempunyai fungsi sebagai penyalur
masa air hujan yang jatuh di daratan untuk dibuang ke laut. Berdasarkan
keberadaan masa airnya maka sungai dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
sungai permenen, sungau intermiten dan sungai episodik. Sungai permanen yaitu
sungai yang selalu berisi air sepanjang tahun, sungai intermiten yaitu sungai sungai
yang berisi air pada musim penghujan dan kering saat musim kemarau, sungai
episodik yaitu sungai yang berisi air saat ada hujan saja. Berdasarkan topografi
dan elevasi maka ada datran tinggi dan ada dataran rendah, sungai yang berada di
dataran tinggi disebut hulu sungai dan berada di dataran rendah disebut hilir sungai.
Tipologi perairan Waduk. Perairan waduk adalah tipe perairan yang
tergenang, terbentuk karena pembendungan sungai. Ada tiga tipe waduk yaitu
waduk serbaguna, waduk irigasi dan waduk lapangan. Waduk serbaguna
terbentuk karena pembendungan sungai permanen, mempunyai fungsi sebagai
pengendali banjir, pengairan / irigasi, dan pembangkit tenaga listrik., waduk
serbaguna senantiasa berisi air tidak mungkin dikeringkan, kedalaman maksimal
100 m, luas perairan lebih dari 500 ha. Waduk irigasi terbentuk kerena
pembendungan sungai intermiten, mempunyai fungsi sebagai pengairan/ irigasi,
10
masa simpan air antara 9 – 12 bulan, kedalaman maksimal 25 m, luas perairan 10
– 500 ha, waduk ini sewaktu waktu dapat dikeringkan. Waduk lapangan terbentuk
kerena pembendungan sungai episodik, mempunyak fungsi untuk pengairan/ irigasi
lokal, masa simpan air 6 – 9 bulan biasanya mengering saat kemarau, kedalaman
maksimal 5 m, luas perairan kurang dari 10 ha
Tipologi perairan danau. Perairan danau mempunyai ciri khas yaitu dalam,
tepian danau curam, air jernih, keberadaan tumbuhan air terbatas pada tepian
danau, fluktuasi air pada danau umumnya tidak tinggi hanya berkisar antara 1 – 2
m, kedalaman lebih dari 100 m. Berdasarkan proses terbentuknya danau makan
perairan danau ada dua macam yaitu danau Volkanik yaitu terbentuk karena
aktivitas gunung berapi, danau Tektonik yaitu terbentuk karena gempa bumi.
Danau tektonik umumnya lebih dalam dari pada danau Volkanik, danau volkanik
umumnya mempunyai sumber air panas.
Tipologi Perairan rawa. Perairan rawa mempunyai ciri kahs yaitu perairan
relatip tergenang, dangkal,bertepian landai, banyak ditumbuhi tanaman air.
Berdasarkan fluktuasi air maka rawa ada rawa pasang surut dan rawa baniran.
Fluktuasi air di rawa pasang surut sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
pasang surut tersebut disebabkab oleh grravitasi planet (bulan), sehingga fluktuasi
air harian sangat berfluktuasi. Sedangkan fluktuasi air pada rawa banjiran
disebabkan oleh perbedaan musim kemarau dan penghujan, saat musim penghujan
tergenang air dan saat musim kemaru kering, fluktuasi air pada perairan rawa
antara 2- 5 m.
11
2.3. Perikanan Tangkap.
a). Aspek Legal Perikanan Tangkap di Perairan Darat.
Produk hukum perikanan yang berupa undang undang pertama kali ada yaitu
U.U Nomor 9/1985 Tentang Perikanan. Payung hukum perikanan tangkap tersebut
kurang mencirikan proses pembangunan perikanan yang berkelanjutan, cenderung
berorientasi pada pengembangan dan pertumbuhan produksi, kurang
memperhatikan nilai konservasi dalam pengelolaan perikanan. Pengelolaan
perikanan dilakukan dengan pendekatan top-down, sentralistik. Sedangkan
berdasar UU No 31 Th 2004 Tentang Perikanan pemanfaatan sumberdaya
perikanan harus dilakukan secara berkelanjutan ( Pasal 6 ayat.1). Salah satu tujuan
pengelolaan perikanan Indonesia adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil
dan pembudidaya ikan skala kecil ( Pasal 3. Pasal 60-62). Pengelolaan perikanan
harus dilakukan secara lebih demokrtatis (Pasal 65 dan Pasal 67) dan menerapkan
rezim co-manajemen (Pasal 6 ayat 3). Amanat untuk pengadopsian Pendekatan
Ekosistem dalam pengelolaan Perikanan 9 Pasal 12 ayat 12) Amanat untuk
menerapkan semangat konservasi dalam dunia pemanfaatan sumberdaya alam
yang meliputi kegiatan proteksi mitigasi dan rehabilitasi dalam pengelolaan
perikanan ( Pasal 7 ayat 1). Amanat pemanfaatan informasi iptek terbaik yang
tersedia ( Pasal 46 ayat 1 dan 2, Pasal 52 dan 53) serta kearifan ekologis lokal
(pasal. 52). Adanya hukuman yang keras dan yurisprudensi yang jelas dalam proses
pengembangan perkara pelanggaran peraturan dan kejahatan perikanan (Pasal
72-109).
Berdasarkan Permen-KP No 29/Permen-KP/2016 pasal 4 menyatakan
bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan daratan dapat berupa
penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pada perairan darat meliputi sungai,
12
danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang tidak dikuasai atau dimiliki oleh
perorangan atau badan hukum tertentu. Pemanfaatan sumberdaya ikan
berdasarkan permen-KP tersebut harus memperhatikan keberlanjutan sumberdaya
ikan antara lain pasal 4 ayat 4 menyebutkan tingkat pemanfaatan (eksploitasi)
sumber daya ikan di Perairan Darat ditentukan dengan menggunakan indikator
kelestarian sumber daya ikan, antara lain: a. ukuran ikan yang tertangkap terhadap
ukuran ikan pertama kali memijah; atau b. ukuran ikan yang tertangkap terhadap
tingkat kematangan gonad. Pada pasal 5 menyebutkan bahwa untuk menjaga
keberlanjutan sumberdaya ikan perlu dilakukan langkah pengelolaan: a). Penetapan
angka potensi sumberdaya ikan, b). Pengelolaan kawasan konservasi perairan, c).
Penetapan jenis ikan yang dilindungi, d).Pembinaan pengelolaan sumberdaya ikan.
Pada pasal 5 menyebutkan bahwa pemerintah pusat akan menyusun petunjuk
rencana pengelolaan sumberdaya ikan pada perairan yang mencakup dua propinsi
atau lebih. Sedangkan pemerintah Provinsi menyusun petunjuk pengelolaan
sumberdaya ikan yang mencakup dua Kabupaten atau lebih, dan pemerintah
Kabupaten menyusun rencana pengelolaan sumberdaya ikan hanya pada wilayah
kabupaten itu sendiri.
b).Status Perikanan Tangkap di Perairan Darat.
Kegiatan penangkapan di periran umum pada umumnya sudah intensip mulai
dari alat yang sederhana sampai dengan alat tangkap yang komplek dapat
menangkap ikan dalam jumlah banyak. Alat tangkap sederhana yang hasil
tangkapannya tidak banyak hanya berkisar antara 2-5 kg/hari biasanya dibuat
dengan bahan yang sederhana, dioperasikan hanya satu orang. Contoh alat
tangkap ikan yang sederhana yaitu pancing (hook line), jala (cast net), jaring (gill-
net), serok (scop-net), tangkul (lift net). Sedangkan alat tangkap yang agak komplek
13
dapat menangkap ikan dalam jumlah banyak antara lain hampang (barrier traps),
tuguk (filtering device), ngesek (moving barrier), ngesar (moving net). Kegiatan
penangkapan ikan di perairan umum daratan terutama di sungai dan rawa banjiran
pada saat kemarau cenderung lebih intensif karena sebagian besar perairan
mengalami kekeringan, sehingga ikan mudah ditangkap dengan berbagai macam
alat. Dengan demikian saat kemarau perlu daerah perlindungan atau suaka ikan
terutama bagian rawa yang tidak pernah mengalami kekeringan seperti lebung,
danau rawa dan anak anak sungai.(Utomo dan Arifin, 1991., Utomo,2008)
Tingkat eksploitasi sumberdaya ikan di beberapa daerah sudah menunjukkan
lebih tangkap, hasil tangkapan tiap jenis alat tiap tahun mengalami penurunan
(Utomo, et al.,2014., Utomo, et.,al.,2003). Laju eksploitasi (E) beberapa jenis ikan
sudah tinggi (E>0,5) antara lain ikan Patik dan Haruan di Sungai Barito Kalimantan
yaitu E = 0,71 dan 0,6, Ikan Baung di sungai Batang Hari Jambi E = 0,64. Ikan
Tembakang di Lubuk Lampam dan Mujair di Ranau Sumatera Selatan masing
masing E = 0,58 dan 0,55 (Tabel 2.1).(Utomo, et al., 1990., Utomo, et al.,1994). Ikan
yang sudah sulit ditemukan akibat penangkapan dan kerusakan lingkungan yaitu:
ikan Arwana (Shcleropages formosus), ikan Sengarat (Belodontichthys truncatus),
ikan Belida (Chitala lopis), Tapa (Wallago leerii), Kapas kapas (Rohteichthys
microlepis), Parang parang (Macrochirichthys macrochirus), ikan Elang (Datnioides
quadrifasciatus), ikan Bulutulang (Kryptopterus apagon) dan lain lain. (Utomo, 2016)
14
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004
kg
Tahun
Responden 1,lokasi Puruk Cahu. Jenis ikan: Tapa,Baung, Pipih"
Responden 2, lokasi M.Tewe. Jenis ikan: Tebirin,Tapa,Baung"
Gambar 2.1.Hasil Tangkapan/alat kalang/orang/hari di Rawa Banjiran
Kalimantan Tengah. (Utomo, 2005)
Tabel 2.1. Parameter pertumbuhan dan Mortalitas beberapa jenis ikan
Jenis ikan / lokasi Parameter pertumbuhan
Parameter mortalitas
L ( cm ) K Z M F E
Sepat Siam ( T. pectoralis) di sungai Barito
19,75
0,6 2,44 1,43 1,01 0,41
Baung ( M. nemurus) di sungai Barito
47,50 0,4 2,96 0,86 2,10 0,71
Baung ( M. nemurus) di sungai Batang hari
60 cm 0,48 2,60 0,90 1,7 0,64
Gabus ( C. striatus ) di sungai Barito
45 0,3 1,70 0,72 0,98 0,57
Sumber: Utomo , et al.,1994., Utomo & Prasetiyo, 2004., Utomo et al 1990)
15
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
0 5000 10000 15000
Jumlah nelayan (KK)
ton/
tahu
n
Gambar 2.2 Status produksi perikanan tangkap di Kab. OKI Sumatera Selatan
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
0 2000 4000 6000 8000
Jumlah nelayan (KK)
Ton/
tahu
n
Gambar 2.3. Status produksi perikanan tangkap di Kab. Muba
Sumatera Selatan
Sumber: Utomo, et al 1992
16
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
0 1000 2000 3000 4000
Prod
uksi
ikan
(to
n)
Upaya penangkapan (KK)
Gambar 2.4 Status produksi perikanan tangkap di Kab. Kapuas Hulu Kalimantan Barat
Sumber: Utomo, et al, 1992
Berdasarkan kenyataan tersebut telah terjadi penurunan populasi ikan yang
disebabkan oleh faktor alami dan tingkat eksplotasi yang berlebih, maka diperlukan
pengelolaan untuk mempertahankan kelestarian sumberadaya ikan, diantaranya
yaitu pengadaan suaka perikanan yang merupakan kegiatan pelestarian habitat dan
pengaturan kegiatan penangkapan ikan di suaka tersebut.
c).Kegiatan penangkapan berdasarkan tipe ekosistem
1. Kegiatan Penangkapan di Perairan Sungai
Perairan di zona hulu sungai berada di dataran tinggi biasanya mempunyai
ciri khas yaitu berarus deras, berbatu. Aktivitas penangkapan di zona hulu sungai
tidak banyak,. kegiatan penangkapan pada umumnya hanya untuk memenuhi
kebutuhan sendir, bukan untuk komersial Jenis alat tangkap yang digunakan tidak
banyak antara lain yaitu yaitu Pancing (hook-line), Jala (cast-net), Jarring insang
17
(gill-net), dan bubu (pot traps). Contoh batas zona hulu sungai bila di sungai Musi
yaitu mulai dari tebing tinggi ke arah hulu, bila di sungai Kapuas yaitu mulai dari Putu
Sibau ke arah hulu, dan bila di sungai Barito mulai dari Puruk Cahu ke arah hulu.
Grafik 2.5. Fluktuasi Tinggi air dan produksi hasil tangkapan di perairan rawa banjiran Sumatera Selatan
Sumber: Utomo dan Arifin, 1991.
Perairan pada zona tengah berada di dataran rendah, biasanya banyak
terdapat rawa banjiran (flood-plain), banyak terdapat aktivitas penangkapan mulai
dari penangkapan yang sederhana sampai ke jenis alat tangkap yang dapat
F luktua si H asil T ang kap an B erdasark an Mu sim d i P erairan lebak lebu ng (floo d p lain)
0
5 000
10 000
15 000
20 000
25 000
30 000
35 000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 B u lan
( K
g )
Th. 93 Th.94 Th. 95 Th96 Th. 97
Fluktuasi air di perairan lebak lebung (flood plain)
0100
200300400
500
Jan
Peb
Maret
April
Mei Juni Juli
Augt
Sept
Oktb Nopb
Desb
Bulan
Ting
gi a
ir ( C
m )
Th. 89 Th. 90 Th. 93 Th. 95 Th. 97 Th. 98 Th. 99 Th. 2003 Series10
18
menangkap ikan dalam jumlah banyak. Contoh alat tangkap yang sederhana
pancing (hook-line), jala (cast-net). Contoh alat tangkap yang agak komplek dapat
menangkap ikan dalam jumlah banyak yaitu Beje (pond traps), Selambau (Fyke net),
Hampang (Barrier traps with traps-chamber). Sifat usaha penangkapan sudah
menunjukkan ke arah komersial. Perairan rawa banjiran pada zona tengah
merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang produktip bagi nelayan
setempat.
Contoh batas zona tengah di sungai Musi yaitu mulai dari arah hulu Tebing
tinggi ke arah hilir sampai Tebing abang, untuk sungai Kapuas mulai dari arah hulu
Putusibau ke arah hilir sampai Sanggau, untuk sungai Barito mulai dari arah hulu
Puruk Cahu ke arah hili sampai marabahan. Jenis ikan yang tertangkap di perairan
sungai Baung (Hemibagrus nemurus), Lais (Kryptopterus spp), Lampam
(Barbonymus schwanenfeldii), Jelawat (Leptobarbus hoevenii) dan lainnya. Jenis
ikan yang sering tertangkap di rawa yaitu Betok (Anabas testudineus), Gabus
(Channa striata), Sepat siam (Trichopodus pectoralis), Tembakang (Helostoma
temmenckii) dan lainnya
Perairan zona hilir adalah perairan bagian hilir yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Bagian hilir sungai pada umumnya merupakan kawasan industri antara
lain pabrik minyak kelapa sawit, pengolahan karet, pertamina dan lain sebagainya.
Disamping merupakan kawasan industri, bagian hilir sungai banyak terdapat areal
persawahan. Kegiatan penangkapan ikan air tarwar tidak menonjol, yang berstatus
nelayan tetap pada umumnya yang beroperasi di laut (pantai),pada umumnya mata
pencaharian utama adalah petani. Jenis alat tangkap yang gunakan tidak banyak
yaitu Pancing (hook-line), jala (cast-net), jarring insang (gill-net), blad (set-net).
19
2. Kegiatan Penangkapan ikan di Waduk/ Danau.
Waduk merupakan danau buatan, terbentuknya waduk karena adanya
pembendungan sungai. Kegiatan penangkapan didominansi oleh alat Jaring (gill
net), karena alat tangkap ini dapat dioperasikan sepanjang musim, harganya relative
murah, dapat menangkap bermacam jenis ikan, dapat dioperasikan oleh satu orang,
cara kerjanya mudah, dapat dipindah tempat dengan mudah, perawatan mudah.
Hasil tangkapan didominansi oleh ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang merupakan
ikan tebaran. Tiap tahun Dinas perikanan setempat mempunyai program penebaran
ikan. Ikan Nila merupakan ikan andalan untuk ditebar guna peningkatan produksi
perikanan tangkap, ikan Nila cepat tumbuh dan berkembang biak, dapat hidup di
semua tipe perairan tawar terutama waduk. Selain ikan nila, ikan yang sering
tertangkap di waduk yaitu Tawes (Barbodes gonionatus), Wader (Rasbora spp),
Gabus/Kutuk (Channa striata) dan lainnya. Aalat tangkap lain yang sering digunakan
yaitu jala (cast-net), beranjang (Lift-net), jebakan (cage-traps), pancing (hook-line).
Hasil tangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh pola pergerakan air waduk.
Untuk alat tangkap jebakan yang selalu dipasang ditengah waduk, maka pada saat
air munyurut pintu air dibuka untuk keperluan irigasi (April – Mei) hasil tangkapan
cenderung naik, karena saat air menurut ikan banyak bergerak ke tengah waduk.
Pada saat pintu air ditutup kembali tidak digunakan untuk irigasi yaitu saat kemaru
(Juni – Agustus) hasil tangkapan cenderung menurun. Sedangkan alat tangkap
jarring terjadi kebalikan dengan alat tangkap jebakan, saat air munyurut pintu air
dibuka untuk keperluan irigasi (April – Mei) hasil tangkapan cenderung menurun
karena tepian waduk menurut, sedangkan jaring hasilnya memuaskan bila dipasang
di tepian waduk menghadang ruaya ikan yang menuju ke inlet. Pada saat pintu air
ditutup kembali tidak digunakan untuk irigasi yaitu saat kemaru (Juni – Agustus)
20
hasil tangkapan jaring cenderung naik kembali karena tepian waduk terluapi iar
kembali
Gambar 2.6. Hasil Tangkapan Enumerator di Waduk Pondok.
Sumber: Aida, et al., 2016.
2.4. Perikanan Budidaya.
A).Teknik Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung
Budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) yaitu membesarkan ikan di
dalam wadah (biasanya berbentuk kubus atau balok) yang dilayangkan
(diapungkan) dalam air, semua sisi diselubungi oleh material yang berfungsi untuk
menahan/ mengurung ikan di dalamnya, dengan memungkinkan adanya pertukaran
air secara bebas dan memungkinkan adanya perembesan (lolos) limbah (sisa
metabolisme atau sisa pakan) ke perairan (Liyanage et al., 2009).
Keberhasilan usaha pemeliharaan ikan sistem KJA sangat tergantung pada
pemberian dan pemeliharaan nilai hara dan lingkungan yang diperlukan oleh ikan.
Kaidah ekologi dan fisiologi ikan merupakan prinsip dari pengembangan KJA.
21
Menurut Sukadi et al. (2007); Liyanage et al. (2009), beberapa prinsip utama yang
harus dipenuhi dalam pengembangan KJA yaitu:
a). Ikan yang dipelihara dalam KJA harus memperoleh cukup hara untuk
pertumbuhan dan kesehatan ikan
b). Pertukaran air antara lingkungan (di luar karamba) dan di dalam karamba harus
lancar, agar sisa limbah (dari pakan dan metabolisme) dapat cepat terbuang,
agar air secara alami selalu bergantian dengan air yang baru.
c). Kedalaman perairan minimal 15 meter. Bila tinggi KJA yang masuk dalam air 3
meter maka jarak antara dasar KJA dan dasar perairan adalah 12 meter. Dasar
perairan pada umumnya banyak sisa bahan organik, oksigen rendah,
karbondioksida tinggi; maka bila jarak KJA dengan dasar perairan terlampau
dekat dikhawatirkan akan berpengaruh jelek terhadap ikan dalam KJA.
1.Jenis ikan dan padat tebar
Menurut Asmawi (1986), jenis ikan yang cocok untuk dipelihara dalam KJA
sebaiknya mempunyai kriteria sebagai berikut:
a) Ikan omnivora (pemakan segala), sehingga dapat memakan pelet (pakan buatan
komersial) dan dapat memakan plankton atau perifyton (pakan alami di perairan).
b) Ikan mempunyai pertumbuhan yang cepat, sehingga cepat panen dan biaya
pemeliharaan murah
c) Ikan harus mau cepat memakan pakan buatan, sehingga tidak menyulitkan
dalam pemberian pakan
d) Ikan mempunyai harga relatif mahal di pasaran, sehingga menguntungkan dalam
perdagangan
22
e) Benih ikan mudah didapatkan untuk dipelihara, sehingga keberlangsungan usaha
dapat berjalan terus.
Jenis ikan yang baik untuk dibudidayalan pada KJA yaitu ikan Nila
(Oreochromis niloticus, Linn), Mujahir (Oreochromis mussambicus, Peters), Mas
(Cyprinus carpio) dan Patin (Pangasius hyphopthalmus, Sauvage). Jenis ikan Nila,
Mujahir dan Mas dalam jangka waktu empat bulan sudah dapat dipanen, sedangkan
ikan Patin mencapai enam hingga delapan bulan. Padat penebaran bagi karamba
jaring apung bervariasi, tergantung jenis ikan yang dipelihara, ukuran ikan yang
ditebar dan kualitas perairan. Bila kualitas air jelek maka padat tebar tidak boleh
tinggi. Padat tebar ikan dalam KJA tradisional secara umum adalah 40 ekor/m3,
yang akan menghasilkan panen sekitar 20 – 25 kg/ m3 (Yusuf 1996; Schmittou
1991).
2.Pemberian pakan
Pemberian pakan buatan yang bermutu mutlak diperlukan yaitu jenis pelet
yang kadar proteinnya 25-30 %. Pelet yang diberikan sebaiknya jenis yang tidak
mudah hancur dalam air sehingga mudah ditangkap untuk dimakan, pelet yang
mudah hancur di perairan mudah lolos keluar karamba dan mencemari perairan.
Dosis pemberian pakan kurang lebih 3-5 % dari berat badan/hari, pemberian pakan
dapat dilakukan 3-5 Kali sehari (Usman,2011). Untuk pemeliharaan ikan Nila, Mas,
Mujahir sebaiknya menggunakan pelet yang terapung, karena ikan tersebut suka
menangkap makanan yang terapung, selain itu pakan yang terapung tidak mudah
lolos ke dasar perairan (Sumarsih dan Unang, 2008). Hal yang perlu diperhatikan
dalam pemberian pakan yaitu agar jumlah pakan yang diberikan harus habis
termakan, harus diusahakan jangan sampai ada pakan yang tersisa sehingga
23
mencemari perairan. Bila banyak pakan yang tidak termakan lolos ke luar karamba,
kemudian mengendap di dasar perairan, maka lama kelamaan sisa pakan yang
mengendap di perairan akan menumpuk banyak dan membusuk. Sehingga suatu
saat terjadi up-welling maka sisa pakan yang telah membusuk di dasar perairan
akan terangkat ke atas, maka ikan di karamba banyak yang mati karena gas racun
dari sisa sisa pembusukan makanan juga akan ikut terangkat ke atas meracuni ikan
tersebut (Ginting 2011; Schmittou 1991).
Konversi pakan dan efisiensi pakan merupakan indikator untuk menentukan
efektifitas pakan. Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang digunakan untuk
pertumbuhan, konversi pakan merupakan perbandingan jumlah pakan yang
diberikan dengan daging yang terbentuk (Effendie, 1997). Menurut Yuli et al. (2006)
konversi pakan yaitu perbandingan antara jumlah pakan ikan yang digunakan
dengan produksi daging ikan yang dihasilkan. Konversi pakan sangat tergantung
pada jenis ikan, umur ikan, ukuran ikan, jenis pakan, kualitas perairan, feeding habit,
status fisiologi, dan tingkat kesukaan. Menurut Haryono et al. (2001) pemberian
pakan berbeda terhadap pertumbuhan ikan Nila Gift dengan perlakuan pakan A
(tepung ikan teri), B (tepung ikan pabrik), C (Pellet pabrik/ komersial) menghasilkan
nilai konversi pakan (FCR) yang berbeda yaitu untuk perlakuan A = 1,05; B = 1 dan
C = 1,373
3.Bahan dan ukuran KJA
Ukuran, bentuk dan bahan kontruksi KJA pada umumnya bervariasi. Akan
tetapi harus memperhatikan prinsip dasar budidaya ikan dalam karamba jaring
apung agar mendapatkan hasil yang optimal yaitu (Schmittou, 1991):
24
a) Bahan yang kuat tahan lama, untuk menopang berat total ikan yang dipelihara.
Bahan tidak menjadi penghambat pertukaran air dari dalam karamba dan luar
karamba.
b) Bahan Karamba dapat menahan pakan sampai dapat dimakan oleh ikan.
c) Bahan tidak menghambat limbah (sisa pakan dan metabolisme) agar terbuang
keluar karamba.
d) Tidak menimbulkan luka, sakit, stres pada ikan.
e) Bahan dan kontruksi tidak mudah rusak karena ombak.
Bahan karamba bisa dibuat dari bambu, kayu atau waring (net). Pemakaian
bahan kayu juga dalamnya harus dilapis dengan waring (net) begitu juga yang dari
bambu agar ikan/pakan tidak mudah lolos keluar karamba. Penggunaan waring
tanpa ada bambu dan kayu dapat digunakan apabila tidak ada binatang yang suka
merusak waring seperti ikan Buntal, Labi Labi dan sebagainya. Penggunaan kayu
dan bambu tujuannya untuk melindungi waring. Teknologi KJA secara tradisional
oleh masyarakat yang kini dipakai di waduk biasanya berukuran 98 m3 atau lebih
dan padat tebarnya rendah 40 ekor/m3, memberikan hasil yang rendah yaitu berkisar
antara 20 – 25 kg/ m3 (Asmawi 1986).
KJA dengan ukuran kecil yaitu antara 1 m3 hingga 10 m3, padat penebaran
400 – 500 ekor/m3, dapat memberikan hasil 150 – 250 kg/m3. Teknologi budidaya
ikan Keramba Jaring Apung (KJA) dengan Volume Rendah Kepadatan Tinggi
(VRKT) layak untuk diterapkan di perairan waduk. Dua prinsip utama yang dipegang
dalam penerapan Keramba Jaring Apung sistem VRKT (Volume Rendah Kepadatan
Tinggi) yaitu (1) Ikan di Karamba harus cukup hara bagi pertumbuhan dan
kesehatan, (2) Pertukaran air dari lingkungan dalam karamba dan luar karamba
25
harus lancar, sehingga air selalu bergantian dan sisa metabolisme dapat terbuang
segera (Schmittou, 1991).
4.Dampak negatif KJA terhadap lingkungan perairan
Menurut Tacon et al. (2007) dampak yang harus diperhitungkan dalam
pengembangan jaring apung di perairan waduk atau danau yaitu:
a) Meningkatnya nutrien di perairan sebagai akibat sisa pakan dan kotoran ikan
yang lolos ke perairan, sehingga akan terjadi eutrofikasi (pengkayaan nutrien) di
perairan.
b) Apabila penanganan ikan pada KJA tidak baik maka akan beresiko tinggi ikan
tersebut terserang penyakit, dan punya potensi untuk menular ke ikan lain di luar
KJA.
c) Meningkatnya permintaan tepung ikan untuk bahan makanan ikan, sehingga
harga tepung ikan menjadi mahal dan sulit didapatkan di pasaran.
d) Meningkatnya usaha penangkapan ikan kecil untuk bahan tepung ikan sehingga
sumber daya perikanan akan mendapat tekanan dari usaha budidaya.
e) Apabila ikan yang dipelihara lepas ke perairan maka akan berdampak negatip
terhadap ikan asli di perairan.
f) Luasan perairan sebagian akan terganggu oleh keberadaan KJA, bila penataan
ruang tidak baik maka akan berakibat menghalangi tranportasi, mengganggu
turbin PLTA dan mengganggu tempat wisata air.
B).Budidaya Ikan di Kolam Air deras
Kolam air deras adalah kolam yang memiliki debit air yang cukup besar
sehingga dengan hitungan menit seluruh volume air dapat tergantikan. Kolam air
26
deras merupakan tempat pembesaran ikan yang airnya mengalir secara terus
menerus. Teknologi pembuatan kolam sistem air deras ini diadopsi dari Jepang.
Pertama kalinya tekonologi kolam sistem air deras ini diperkenalkan
di Indonesia pada awal tahun 80-an. Lokasi kolam air deras harus memiliki
sumber air yang tetap, debitnya besar, dan mengalir sepanjang tahun.
Ketinggian air untuk kolam air deras yang dipergunakan untuk usaha perikanan
sebaiknya kurang dari 800 meter di atas permukaan laut. Jika ketinggian tempat
melebihi batas tersebut, suhu udaranya akan semakin dingin sehingga
mempengaruhi pertumbuhan budi daya perikanan. Contoh usaha perikanan yang
sering dibudi dayakan pada kolam air deras yaitu usaha budi daya perikanan
jenis ikan nila. Banyak keuntungan yang didapat dalam usaha perikanan di kolam air
deras yaitu kualitas air budi daya baik karena terjadi pergantian air dalam waktu
cepat sehingga kondisi ikan terjaga dengan baik. Kedua ikan dapat bergerak aktif
karena kolam air deras mengandung oksigen tinggi sehingga metabolisme ikan
cukup baik. Ketiga Penanganan saat panen mudah karena kolam bisa dikeringkan
dalam waktu singkat. Secara umum ada beberapa bentuk kolam air deras yaitu
kolam berbentuk segitiga, segi empat, bulat, dan kapsul. Ukuran kolam air deras
yang digunakan untuk budi daya ikan biasanya panjang 7 meter, lebar 3
meter. Salah satu hal pokok yang membedakan kolam biasa dengan kolam air deras
adalah debit airnya. (Aminah, 2016)
Banyak keuntungan yang didapat dalam usaha perikanan di kolam air deras
yaitu:
Kualitas air budidaya baik karena terjadi pergantian air dalam waktu cepat
sehingga kondisi ikan terjaga dengan baik.
27
Ikan dapat bergerak aktif karena kolam air deras mengandung oksigen tinggi
sehingga metabolisme ikan cukup baik.
Padat tebar tinggi sehingga produksi menjadi lebih tinggi.
Kesuburan tanah dan air untuk pertumbuhan plankton tidak menjadi syarat mutlak
Penanganan saat panen mudah karena kolam bisa dikeringkan dalam waktu
singkat. Secara umum ada beberapa bentuk kolam air deras yaitu kolam
berbentuk segitiga, segi empat, bulat, dan kapsul.
Potensi menghasilkan produksi ikan yang tinggi pada kolam air deras dipengaruhi
oleh:
1. Kualitas air
2. Suhu air
3. Volume air
4. Kecepatan aliran air
5. Pergantian waktu air masuk ke kolam
6. Spesies dan ukuran ikan yang dibudidayakan
7. Frekuensi perbaikan kolam
8. Hama dan penyakit ikan yang mudah menular karena pergantian air yang cepat.
Kekurangan dan kelemahan dalam sistem budidaya kolam air deras adalah
membutuhkan jumlah pakan yang banyak sehingga perlu adanya manajemen
pemberian pakan dalam kolam air deras harus diperhatikan padat atau jumlah pakan
yang diberikan karena resiko kehilangan pakan akibat arus air yang sangat tinggi,
salah satunya dengan menggunakan wadah pakan sistem pendulum (wadah pakan
yang disimpan di atas permukaan air) supaya pakan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan. (Supriyatna, 2012)
28
2.5.Kualitas Air
a). Pengertian Kualitas Air
Kualitas air adalah kondisi kalitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter
kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis
(Masduqi, 2009).
Menurut Acehpedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia,
fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah
upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.
b).Hubungan Antar Kualitas Air
Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi
kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka
reaksi kimia akan ssemakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun,
termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak toleran.
Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan
prosess osmoregulasi. Oleh ikan dari daerah air payau akan malakukan yoleransi
yang tinggi dibandingkan ikan laut dan ikan tawar.
Manurut Anonymaus (2010), laju peningkatan pH akan dilakukan oleh nilai
pH awal. Sebagai contoh : kebutuhan jumlah ion karbonat perlu ditambahkan utuk
meningkatkan satu satuan pH akan jauh lebih banyak apabila awalnya 6,3
29
dibandingkan hal yang sama dilakukan pada pH 7,5. kenaikan pH yang akan terjadi
diimbangi oleh kadar Co2 terlarut dalan air. Sehingga, Co2 akan menurunkan pH.
c).Parameter Kualitas Air
1.Kecerahan
Kecerahan adalah parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses
fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan yang tinggi menunjukkan
daya tembus cahaya matahari yang jauh kedalam Perairan.. Begitu pula
sebaliknya(Erikarianto,2008).
Menurut Kordi dan Andi (2009), kecerahan adalah sebagian cahaya yang
diteruskan kedalam air dan dinyetakan dalam (%). Kemampuan cahaya matahari
untuk tembus sampai kedasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air.
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai
dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan
manakah yang tidak keruh, yang agak keruh, dan yang paling keruh. Air yang tidak
terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih, baik untuk kehidupan ikan dan
udang budidaya.
2.Suhu
Menurut Nontji (1987), suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat
perhatian dalam pengkajian- pengkajian kaelautan. Data suhu air dapat
dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi
juga dengan kaitannya kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga
dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi. Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh
kondisi meteorologi. Faktor- faktor metereolohi yang berperan disini adalah curah
30
hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan radiasi
matahari.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan
biota air. Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu,
dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila
peningkatan suhu sampai ekstrim(drastis) (Kordi dan Andi,2009).
3.pH
Menurut Andayani (2005), pH adalah cerminan derajat keasaman yang
diukur dari jumlah ion hidrogen menggunakan rumus pH = -log (H+). Air murni terdiri
dari ion H+dan OH- dalam jumlah berimbang hingga Ph air murni biasa 7. Makin
banyak banyak ion OH+ dalam cairan makin rendah ion H+ dan makin tinggi pH.
Cairan demikian disebut cairan alkalis. Sebaliknya, makin banyak H+ makin rendah
PH dan cairan tersebut bersifat masam. Ph antara 7 – 9 sangat memadai kehidupan
bagi air tambak. Namun, pada keadaan tertantu, dimana air dasar tambak memiliki
potensi keasaman, pH air dapat turun hingga mencapai 4.
pH air mempengaruhi tangkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat
membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah( keasaman tinggi), kandungan
oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun,
aktivitas naik dan selera makan akan berkurang. Hal ini sebaliknya terjadi pada
suasana basa. Atas dasar ini, maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik
31
dalam air dengan pH 6,5 – 9.0 dan kisaran optimal adalah ph 7,5 – 8,7(Kordi dan
Andi,2009).
4.Oksigan Terlarut / DO
Mnurut Wibisono (2005), konsentrasi gas oksigen sangat dipengaruhi oleh
suhu, makin tinggi suhu, makin berkurang tingkat kelarutan oksigen. Dilaut, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen / DO) berasal dari dua sumber, yakni dari atmosfer dan
dari hasil proses fotosintesis fitoplankton dan berjenis tanaman laut. Keberadaan
oksigen terlarut ini sangat memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan bagi
kebanyakan organisme untuk kehidupan, antara lain pada proses respirasi dimana
oksigen diperlukan untuk pembakaran (metabolisme) bahan organik sehingga
terbentuk energi yang diikuti dengan pembentukan Co2 dan H20.
Oksigen yang diperlukan biota air untuk pernafasannya harus terlarut dalam
air. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehinnga bila ketersediaannya
didalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka segal aktivitas biota
akan terhambat. Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua
aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif
yang terandung pada metabolisme ikan(Kordi dan Andi,2009).
5.Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida (Co2), merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-
tumbuhan air renik maupun tinhkat tinggi untuk melakukan proses fotosintesis.
Meskipun peranan karbondioksida sangat besar bagi kehidupan organisme air,
namun kandungannya yang berlebihan sangat menganggu, bahkan menjadi racu
32
secara langsung bagi biota budidaya, terutama dikolam dan ditambak (Kordi dan
Andi,2009).
Meskipun presentase karbondioksida di atmosfer relatif kecil, akan tetapi
keberadaan karbondioksida di perairan relatif banyak,kerana karbondioksida
memiliki kelarutan yang relatif banyak.
6.Amonia
Makin tinggi pH, air tambak/kolam, daya racun amnia semakin meningkat,
sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan amonia dalam molekul
(NH3) lebih beracun daripada yang berbentuk ion (NH4+). Amonia dalam bentuk
molekul dapat bagian membran sel lebih cepat daripada ion NH4+ (Kordi dan
Andi,2009).
Menurut Andayani(2005), sumber amonia dalam air kolam adalah eksresi
amonia oleh ikan dan crustacea. Jumlah amonia yang dieksresikan oleh ikan bisa
diestimasikan dari penggunaan protei netto( Pertambahan protein pakan- protein
ikan) dan protein prosentase dalam pakan dengan rumus :
Amonia – Nitrogen (g/kg pakan) = (1-0- NPU)(protein+6,25)(1000)
Keterangan : NPU : Net protein Utilization /penggunaan protein netto
Protein : protein dalam pakan
6,25 : Rati rata-rata dari jumlah nitrogen.
7.Nitrat nitrogen
Menurut Susana (2002), senyawa kimia nitrogen urea (N-urea) ,algae
memanfaatkan senyawa tersebut untuk pertumbuhannya sebagai sumber nitrogen
yang berasal dari senyawa nitrogen-organik. Beberapa bentuk senyawa nitrogen
33
(organik dan anorganik) yang terdapat dalam perairan konsentrasinya lambat laun
akan berubah bila didalamnya ada faktor yang mempengaruhinya sehingga antara
lain akn menyebabkan suatu permasalahan tersendiri dalam perairan tersebut.
Menurut Andayani (2005), konsentasi nitrogen organik di perairan yang tidak
terpolusi sangat beraneka ragam. Bahkan konsentrasi amonia nitrogen tinggi pada
kolam yang diberi pupuk daripada yang hanya biberi pakan. Nitrogen juga
mengandung bahan organik terlarut. Konsentrsi organik nitrogan umumnya dibawah
1mg/liter pada perairan yang tidak polutan. Dan pada perairan yang planktonya
blooming dapat meningkat menjadi 2-3 mg/liter.
8).Orthophospat
Menurut Andayani (2005), orthophospat yang larut, dengan mudah tesedia
bagi tanaman, tetapi ketersediaan bentuk-bentuk lain belum ditentukan dengan
pasti. Konsentrasi fosfor dalam air sangat rendah : konsentasi ortophospate yang
biasanya tidak lebih dari 5-20mg/liter dan jarang melebihi 1000mg/liter. Fosfat
ditambahkan sebagai pupuk dalam kolam, pada awalnya tinggi orthophospat yang
terlarut dalam air dan konsentrasi akan turun dalam beberapa hari setelah
perlakuan.
Menurut Muchtar (2002), fitoplankton merupakan salah satu parameter
biolagi yang erat hubungannya dengan fosfat dan nitrat. Tinggi rendahnya
kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung tergantung pada kandungan zat
hara fosfat dan nitrat. Sama halnya seprti zat hara lainnya, kandungan fosfat dan
nitrat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme
yang hidup diperairan tersebut.
34
d).Kualitas Air Untuk Perikanan
Menurut O-fish (2010), ada lima syarat utama kualitas air yang baik untuk
kehidupan ikan :
Rendah kadar amonia dan nitrit
Bersih secara kimiawi
Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang memadai
Rendah kadar cemaran organik
Stabil
Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka
ikan yang dipelihara mampu memelihara dirinya sendiri, terbebas dari berbagai
penyakit, dan dapat berkembang biak dengan baik.
Menurut Agromedia(2007), air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo
adalah air bersih yang berasal dari sungai, air hujan, dan air sumur. Pemanfaatan
sumber air harus harus dikelola dengan baik terutama kualitas dan kuantitas.
Kualitas air sangat mendukung pertumbuhan lele dumbo. Oleh karena itu, aor yang
digunakan harus banyak mengandung zat hara, serta tidak tercemar olah racun dan
zat rumah tangga lainnya.
Air dari alam atau natural water secara foundamental akan berbeda
kondisinya dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang
menggunakan akuarium atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah
ikan ditempat budidaya umumnya jauh lebih banyak dibandingkan jumlah air.
Akibatnya, material hasil metrabolisme yang dikeluarkan ikan tidak dapat mengurai
seimbang. Artinya, waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi karena
jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali menjadi
35
baik dan cenderung menghasilkan substannsi atau bahan metabolit yang berbahaya
bagi ikan(Lesmana,2001).
Menurut O-fish(2010), kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau
kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kagiatan atau keperluan tertentu. Dalam
lingkup akuarium, kulitas air secara umum mengacu pada kandungan polutan atau
cemaran yang terkandung dalam air dalam kaitannya untuk menunjang kehidupan
ikan dan kondisi ekosstem yang memadai.
Menurut Susanto(2002), suatu limbah yang mengandung beban pencemar
masuk ke lingkungan perairan dapat menyebabkan perubhan kualitas air. Salah satu
efeknya adalah menurunya kadar oksigen terlarut yang berpengaruh terhadap fungsi
fisiologis organisme akuatik. Air limbah memungkinkan mengandung
mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat
menyebabkan penyakit infeksi dan tersebar ke lingkungan
http://www.viternaplus.com/2015/09/panduan-pengelolaan-air-budidaya-ikan.html
e).Pengelolaan Air Budidaya Ikan
Keberhasilan budidaya ikan ditentukan oleh keberhasilan dalam pengelolaan
air, baik dari segi kuantitas maupun kualitas air, terlebih pada budidaya ikan intensif
atau super-intensif. Ketersediaan air harus selalu terjaga sehingga air kolam
budidaya dapat terus diganti sesuai kebutuhan.
Menjaga kuantitas air lebih mudah dilakukan pada budidaya di perairan , baik
dengan karamba maupun dengan karamba jaring apung. Berbeda dengan budidaya
dengan sistem kolam, terutama pada lokasi yang sumber airnya terbatas.
Pengelolaan kuantitas air merupakan persoalan tersendiri. Untuk itu perlu dipikirkan
36
alternatif untuk penggantian air, Misalnya dengan memompa dengan air tanah.
Kualitas air untuk budidaya ikan harus memenuhi syarat agar pertumbuhan ikan
dapat optimum. Parameter kualitas air untuk budidaya ikan air tawar dijelaskan di
bawah ini. Faktor fisika air meliputi temperatur, kecerahan, dan kekeruhan air.
Ketiganya berpengaruh besar terhadap keberhasilan budidaya ikan. Bila salah satu
saja tidak memenuhi syarat, ikan tentu tidak akan dapat tumbuh optimal.
1.Temperatur Air
Temperatur atau suhu air adalah ukuran tinggi rendahnya panas air yang
berada di tempat budidaya, baik kolam, karamba, maupun karamba jaring apung.
Temperatur air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari sebagai sumber energi,
suhu udara musim, dan lokasi. Air mempunyai kapasitas yang besar untuk
menyimpan panas sehingga suhunya relatif konstan dibanding suhu udara. Energi
cahaya matahari sebagian besar diserap di lapisan permukaan air. Intensitas cahaya
matahari semakin kedalam semakin berkurang. Transfer panas dari lapisan atas ke
bawah tergantung kekuatan pengadukan air oleh angin. Untuk meningkatkannya
maka dipasang kincir angin. semakin tinggi konsentrasi bahan terlarut dalam air
maka akan tinggi penyerapan panasnya. Suhu air mempengaruhi densitasnya.
semakin tinggi suhu air, densitasnya semakin rendah (gr/cm3). Perbedaan densitas
air dilapisan atas dan di lapisan bawah dapat menyebabkan stratifikasi. Air yang
lebih hangat berada dilapisan atas, sementara air yang lebih dingin berada pada
lapisan bawah.
Suhu yang mematikan untuk hampir semua semua jenis ikan adalah 10-11
drajat celsius selama beberapa hari. Nafsu makan ikan menurun pada suhu di
bawah 16 drajat celsius, sementara reproduksi ikan mengalami penurunan pada
37
suhu di bawah 21 drajat celsius. Batas optimum suhu berbeda beda, tergantung
berbagai faktor lain, seperti pH, DO, altitude (ketinggian tempat), kedalaman air, dan
cuaca. Berikut ini tabel suhu perairan yang optimum untuk pertumbuhan ikan air
tawar.
TABEL 2.2.SUHU AIR IKAN AIR TAWAR
NO JENIS IKAN TEMPERATUR OPTIMUM
1 TAWES 20 – 33 0C
2 NILEM 18 – 28 0C
3 MAS / TOMBRO 20 – 25 0C
4 PATIN 28 – 32 0C
5 BAWAL 25 – 30 0C
6 GURAME 24 – 28 0C
7 NILA 25 – 30 0C
8 SIDAT 28 – 29 0C
9 LELE 25 – 30 0C
10 GABUS 25 – 30 0C
2. Kecerahan
Kecerahan air atau transparansi adalah daya tembus cahaya matahari ke
dalam perairan. Kecerahan air dipengaruhi oleh kerapatan plankton dan kekeruhan
yang disebabkan oleh partikel tanah terlarut. Pengukuran kecerahan air sering
dilakukan pada budidaya intensif maupun super-intensif. Alat untuk mengukur
kecerahan air adalah Piring Seichi (Seichi Disc). Piring seichi dibuat dari papan
38
bundar berdiameter 20 cm berwarna putih hitam selang-seling membentuk 4 bagian,
dilengkapi batang kayu dengan penunjuk kedalaman.
Kecerahan air bisa dipakai sebagai indikator untuk melihat kerapatan
plankton di perairan. Tingkat kecerahan air yang baik untuk budidaya adalah 100 -
60 cm. Artinya, pada kedalaman 60 - 100 cm, cahaya matahari masih bisa
menembus. Pada kecerahan 20 cm, kerapatan plankton sudah pada ambang batas
berbahaya karena justru menurunkan kualitas air secara umum.
3.Kekeruhan Air
Kekeruhan air mempengaruhi kemampuan air untuk meneruskan cahaya ke
dalam air. Kekeruhan pada air kolam, karamba dan karamba jaring apung
disebabkan oleh koloid partikel-partikel lumpur dan bahan organik terlarut. Air
dengan tingkat kekeruhan tertentu malah berdampak baik bagi pertumbuhan ikan
karena kekeruhan itu mengurangi intensitas sinar yang masuk ke dalam air.
Kondisi didalam air yang tidak terlalu terang justru mengakibatkan ikan lebih
bernafsu untuk makan. Air yang keruh karena partikel lumpur membuat lumut atau
ganggang terhambat pertumbuhannya. Air yang keruh pun membantu ikan
menghindar dari predator, mengingat predator umumnya lebih menyukai air yang
jernih.
4.Kadar Oksigen Terlarut.
Oksigen diperlukann oleh makhluk hidup, termasuk ikan dan organisme perairan
lainya, untuk pernafasan dan metabolisme tubuh. Oksigen diperlukan untuk
pembakaran pakan sehingga menghasilkan energi untuk melakukan aktifitas gerak,
pertumbuhan dan reproduksi. Laju pertumbuhan ikan dan konversi pakan sangat
39
dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air. Sebagai satuan Dissolved Oxygen
yang dipakai adalah ppm (part per million). Konsentrasi minimum oxygen terlarut
(DO) bagi sebagian besar ikan air tawar adalah 5 ppm. Pada perairan dengan
konsentrasi DO 4 ppm. ikan masih mampu hidup akan tetapi nafsu makannya
rendah, sehingga pertumbuhannya terhambat. Beberapa jenis ikan yang mempunyai
labyrinth masih bisa bertahan pada konsentrasi DO 3 ppm. Oksigen larut dalam air
disebabkan oleh difusi langsung dari udara, hujan yang jatuh, melalui aliran air yang
masuk, adanya pemercikan air oleh kincir dan pengaruh fotosintesis tumbuhan atau
fitoplankton yang menghasilkan oksigen.
Untuk meningkatkan oksigen terlarut, pada budidaya ikan intensif dilakukan
dengan memancarkan air ke udara sehingga kemudian jatuh lagi ke permukaan air.
Percikan air yang bersentuhan dengan udara itu kemudian akan tercampur lagi
dengan air budidaya sehingga meningkatkan DO. Proses fotosintesis tumbuhan
berklorofil dengan energi sinar matahari akan menghasilkan oksigen. Hal ini
membantu meningkatkan DO pada siang hari. Namun oksigen yang diproduksi pada
siang hari itu akan digunakan oleh ikan dan plankton untuk bernafas pada malam
hari sehingga akan menurun konsentrasinya. Selain itu, tumpukan bahan organik
yang bersal dari sisa pakan, kotoran ikan, dan plankton yang mati akan berkompetisi
dengan ikan yang dibudi-dayakan di dalam menggunakan oksigen. Hal ini juga
mengakibatksn kandungan oksigen pada malam hari menjadi menurun. Hal inilah
yang menyebabkan saat dinihari DO air kolam menurun. Terlebih bila didasar kolam
banyak bahan organik yang juga memerlukan Oksigen untuk proses penguraiannya.
Berikut ini tabel DO yang sesuai untuk budidaya ikan air tawar :
40
Tabel 2.3. DO Ikan Air Tawar
NO JENIS IKAN DO
(ppm)
1 IKAN TAWES > 5
2 IKAN NILEM > 5
3 IKAN MAS /
TOMBRO > 5
4 IKAN PATIN 4.5 – 6.5
5 IKAN BAWAL > 4
6 IKAN GURAME > 5
7 IKAN NILA 4 – 6
8 IKAN SIDAT 5 – 6
9 IKAN LELE > 4
10 IKAN GABUS > 4
5.Derajat Keasaman Air.
Derajat keasaman air dibagi menjadi tiga, yaitu pH rendah (asam), pH netral
dan pH tinggi (basa). Derajat keasaman air dipengaruhi oleh ion Hidrogen (H+). Air
menjadi asam apabila pH <7 dan dikatakan basa bila PH >7. Derajat keasaman air
budidaya yang memenuhi syarat adalah 5 - 8,5. Untuk budidaya ikan air tawar pH
yang cocok adalah 6,5 - 7,5. Syarat lain yang penting adalah fluktuasi atau
perbedaan pH pagi dan siang tidak lebih dari 1. Misalnya, pagi hari pH air pada
kolam / karamba / karamba jaring apung adalah 6,5 maka pH pada siang hari tidak
boleh mencapai angka 8. Derajat keasaman dipengaruhi oleh aktifitas ikan dan
organisme lain, yaitu pernafasan (respirasi). Respirasi menghasilkan CO2 yang
mengakibatkan pH menurun. Jadi pada malam hari pH air cenderung lebih rendah
dibanding siang hari. Berikut ini pH air yg sesuai untuk ikan air tawar.
41
Tabel 2.4. pH optimum pada beberapa jenis ikan
JENIS IKAN pH
Ikan Tawes 6.5 – 7.5
Ikan Nilem 6.5 – 7.5
Ikan Tombro /
Mas 7 – 8
Ikan Patin 6 – 7
Ikan Bawal 7 – 8
Ikan Gurame 6.5 – 8
Ikan Nila 6.5 – 8.5
Ikan Sidat 7 – 8
Ikan Lele 6.5 – 8
Ikan Gabus 6 – 7.5
6.Kadar Amonia.
Bahan organik seperti sisa pakan, kotoran ikan, plankton dan tumbuhan air
yang mati akan menghasilkan amonia (NH3) yang larut dalam air. Amonia
merupakan hasil akhir dari dari proses metabolisme protein. Amonia dalam bentuk
terisonasi merupakan racun bagi ikan. Tolsisitas amonia berkaitan erat dengan pH,
dan sedikit terkait dengan suhu dan DO.
Pada pH tinggi, total amonia berubah menjadi bentuk tak terion (dalam bentuk
bebas). Pada pH 7, amonia dalam bentuk tak terion yang beracun < 1 %,
selanjutnya semakin meningkat. Pada pH 8: 5-9 %, pada pH 9: 30-50 %, dan pada
pH 10: 80-90 %. Fluktuasi pH sendiri berkaitan dengan nilai alkalinitas yang rendah
(kadar alkalinitas yang baik > 20 mg/l CaCO3).
42
Kadar amonia akan meningkat jika suhu naik dan kadar DO rendah. Batas
maksimal kadar amonia total pada air kolam atau perairan umum untuk budidaya
ikan air tawar adalah di bawah 0,016 ppm ( 1 ppm: 1 mg/lt ). Amonia total sebesar
0,08 ppm sudah mengakibatkan penurunkan nafsu makan dan pertumbuhan.
Amonia total sebesar 0,3 ppm menyebabkan kerusakan pada insang sehingga ikan
kekurangan oksigen.
7.Kadar Karbondioksida
Karbondioksida merupakan salah satu unsur yang penting untuk proses
fotosintesisi bagi fitoolankton dan tumbuhan air berklorofil. Tumbuhan air dan
fitoplankton ini bermanfaat bagi kesuburan air, sebagai makanan alami ikan. Pada
siang hari fitoplankton menyumbangkan oksigen ke perairan. Karbondioksida
berasal dari proses perombakan bahan organik yang berada di dasar kolam atau
perairan dan pernafasan / respirasi fitoplankton dan tumbuhan air pada malam hari.
Kadar karbondioksida (CO2) berkaitan dengan derajat keasaman (pH) dan suhu.
Jumlah karbondioksida (CO2) yang meningkat akan menekan aktifitas
pernafasan ikan dan menghambat peningkatan oksigen oleh hemoglobin sehingga
menjadi sumber stress bagi ikan. Kadar karbondioksida terlarut yang memenuhi
syarat untuk budidaya ikan adalah berkisar 2-11 ppm.
8.Kadar Nitrogen (NO2)
Nitrit (NO2) merupakan jenis senyawa N. Kadar nitrogen terlarut dalam
perairan 0.1 ppm sudah menimbulkan penyakit brown blood. Kadar Nitrit sebesar 1.0
ppm sudah menimbulkan kematian pada ikan. Di perairan, Nitrit merupakan hasil
43
proses dekomposisi dari bahan organik pleh jasad renik. Kadar nitrit maksimum
adalah 0.05 ppm.
9.Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa
penurunan pH larutan. Alkalinitas dinyatakan CaCO3 dalam m/liter (atau disebut
ppm). Alkalinitas di dalam air disebabkan oleh ion bikarbonat (HCO3), Karbonat
(CO3), dan hidroksida (OH). Pada siang hari, aktivitas fotosintesis fitoplankton,
ganggang, dan lumut menyebabkan turunnya karbondioksida (CO2) dan bikarbonat
(HCO3). Turunnya karbondioksida dan bikarbonat menjadikan karbonat (CO3) dan
hidroksida (OH) naik sehingga pH larutan naik. Air dengan kandungan CaCO3
>100mg/lt disebut sebagai alkalin, sedangkan < 100 mg/lt disebut sebagai lunak
atau alkalinitas sedang. Alkalinitas untuk budidaya ikan air tawar adalah > 20 mg/lt
CaCO3. Dengan alkalinitas yang cukup, perubahan / fluktuasi pH air tidak drastis.
Dalam budidaya ikan air tawar di kolam, untuk menaikkan alkalinitas biasanya
ditebarkan dolomite, CaCO3.
10.Kesadahan Total
Kesadahan di dalam air disebabkan oleh ion Ca2+ dan Mg2+. Juga oleh
Mn2+, Fe2+ dan semua kation bermuatan dua. Kualitas air yang sesuai untuk
budidaya ikan air tawar adalah yang mempunyai kesadahan total minimal 20 mg/lt
Ca CO3.
44
2.6. Eutrofikasi.
a).Definisi dan batasan
Eutrofikasi adalah pengayaan nutrien dalam perairan, tumbuhan air
berkembang sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini juga
sering disebut dengan blooming. Eutrofikasi merupakan pencemaran air yang
disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air
dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfor dalam air berada dalam rentang 35-
100 µg/L. Perairan yang digunakan sebagai seumber air minum seperti waduk
kandungan total fosfor tidak boleh lebih dari 50 µg/L, bila kandungan fosfor di
perairan sudah lebih dari 50 µg/L maka usaha budidaya ikan harus bersifat ekstensif
(Beveridge, 1996). Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad ke-20
saat alga banyak tumbuh di danau dan ekosistem air lainnya, problem tersebut
disebabkan akibat langsung dari aliran limbah domestik. Posfor merupakan elemen
kunci di antara nutrient utama tanaman (karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P) di
dalam proses eutrofikasi (Singgih, 2010). Eutrofikasi adalah proses pengayaan
nutrien dan bahan organik dalam air, merupakan masalah di ekosistem air tawar
maupun marin. Eutrofikasi disebabkan masuknya nutrient berlebih terutama pada
buangan pertanian dan buangan limbah rumah tangga. (Tusseau, 2001).
b).Penyebab terjadinya eutrofikasi
Menurut Apridayanti, (2008) eutrofikasi dapat disebabkan karena ulah
manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan, hampir 90 % disebabkan oleh
limbah organik dari aktivitas manusia. Sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 %
berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 %
dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah
45
manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Limbah organik yang
berasal dari berbagai aktifitas manusia yaitu limbah rumah tangga, industri,
pemukiman, peternakan, pertanian dan perikanan. Menurut Singgih, (2010) limbah
organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap, koloid,
tersuspensi dan terlarut. Pada umumnya, yang dalam bentuk padatan akan
langsung mengendap menuju dasar perairan; sedangkan bentuk lainnya berada di
badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Limbah organik kebanyakan
akan mengalir ke sungai, danau atau perairan lainnya melalui aliran air hujan.
c).Dampak eutrofikasi.
Limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan dimanfaatkan
dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba anaerobik menghasilkan senyawa-senyawa
CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta senyawa lainnya seperti amin, PH3 dan komponen
fosfor. Asam sulfide (H2S), amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang
mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap, misalnya H2S berbau busuk dan
amin berbau anyir (Singgih, 2010). NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada
tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme
lain, termasuk ikan (Effendi, 2000).
Limbah kotoran ikan dan sisa pakan ikan yang mengandung unsur hara fosfor
dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan
meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya, dalam keadaan berlebihan akan
memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme yang
ada dalam badan air, termasuk ikan yang dibudidayakan di perairan danau
(Schmittou,1991). Penumpukan bahan nutrien akan menjadi ancaman kehidupan
ikan di badan danau pada saat musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara,
pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya
46
golakan air danau. Hal tersebut menyebabkan arus naik dari dasar danau yang
mengangkat masa air yang mengendap (up-welling). Masa air yang membawa
senyawa beracun dari dasar danau hingga mengakibatkan kandungan oksigen di
badan air berkurang. Rendahnya oksigen di air akan menyebabkan kematian ikan
secara mendadak (Finili, 2007).
Menurut Effendi, (2000) pengaruh pertama proses dekomposisi limbah
organik di badan air aerobik adalah terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam
badan air. Penurunan kadar oksigen dalam air akan mengganggu pernafasan fauna
air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat gangguan tergantung pada
tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis serta fase fauna. Kesulitan
fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak permulaaan,
sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah terus maka proses
dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya perairan akan
mengalami kekurangan oksigen bahkan bisa habis sehingga menjadi anaerob.
Menurut Tusseau, (2001) pada badan air yang anaerob dekomposisi bahan organik
menghasilkan gas, seperti H2S, metan dan amoniak yang bersifat racun bagi fauna
air seperti ikan dan udang. Penurunan oksigen terlarut, senyawa-senyawa beracun
dalam konsentrasi tertentu akan dapat membunuh fauna air yang ada.
Menurut Odum, (1996) dekomposisi bahan organik selain menurunkan
konsentrasi oksigen terlarut, menghasilkan senyawa beracun dan menjadi tempat
hidup mikroba fatogen yang menyengsarakan fauna air; juga menghasilkan senyawa
nutrien (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan perairan. Menurut Fachrul, et al.
(2005) perairan yang mengalami eutrofikasi akan megalami blooming algae yang
didominasi oleh sejenis fitoplankton tertentu terutama algae biru, algae tersebut tidak
bisa dimakan oleh fauna air terutama zooplankton dan ikan karena beracun.
47
Menurut Sugiyanti, et al. (2006) eutrofikasi selain merugikan dan mengancam
keberlanjutan fauna akibat dominasi fito-plankton yang tidak dapat dimakan dan
beracun, blooming yang menghasilkan biomasa (organik) tinggi juga merugikan
fauna, fenomena blooming selalu diikuti dengan penurunan oksigen terlarut secara
drastis akibat pe-manfaatan oksigen yang ber lebihan untuk dekomposisi biomasa
organik yang mati. Menurut Ginting, (20011) rendahnya konsentrasi oksigen terlarut
apalagi jika sampai batas nol akan menyebabkan ikan dan fauna lainnya tidak bisa
hidup dengan baik dan mati. Selain menekan oksigen terlarut proses dekomposisi
tersebut juga menghasilkan gas beracun seperti NH3 dan H2S yang dapat
membahayakan fauna air, termasuk ikan.
Menurut Wibowo, (2004) akibat eutrofikasi maka perairan akan didominasi
oleh fitoplankton yang tidak dapat dimakan oleh ikan, juga merangsang
pertumbuhan tanaman air lainnya, baik yang hidup di tepian yaitu eceng gondok
maupun dalam badan air yaitu hydrilla. Oleh karena itu di rawa-rawa dan danau-
danau yang telah mengalami eutrofikasi tepiannya ditumbuhi dengan subur oleh
tanaman air seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes), hydrilla dan rumput air
lainnya. Permasalahan lainnya yatu perairan yang eutrofik sering ditumbuhi algae
jenis cyanobacteria (blue-green algae) yang mengandung toksin sehingga
membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Menurut Singgih, (2010)
Blooming algae menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan
pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk
mengatasinya
Menurut Singgih, (2010) kematian massal ikan akibat arus balik, eutrofikasi
dan blooming algae setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian
yang besar. Di Danau Maninjau pada Januari 2009 kerugian telah mencapai Rp 150
48
miliar dan menyebabkan kredit macet Rp 3,6 miliar. Kerugian ini akibat kematian
ikan sekitar 13.413 ton dari 6.286 petak keramba jaring apung (KJA). Konsekuansi
lebih jauh dari aktivitas manusia yang melepaskan fosfat dalam limbahnya adalah:
penurunan kualitas air, estetika lingkungan, dan masalah navigasi perairan dan
penurunan keanekaragaman organisme air. Menurut Finili, (2007) beberapa
penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari kelompok fitoplankton seperti
Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP), dan
Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP). Ketiga racun tersebut mampu melumpuhkan
sistem kerja otot, saraf, dan jantung biota perairan.
Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai
berikut (Finili, 2007; Singgih, 2010; Tusseau, 2001; Fachrul, el al., 2005):
1. Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata.
Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat
akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
2. Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan kerang
tidak toleran untuk hidup.
3. Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam
margasatwa.
4. Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni
ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat dan
merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan
nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut
meningkat.
5. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun
rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak negatif pada sektor pariwisata.
49
2.7. Biologi Perairan
Perairan daratan habitat bagi organisme air, ada lima kelompok utama
organisme perairan darat yaitu (Dharyati et al., 2009 ) yaitu:
a).Plankton
Plankton merupakan organisme air yang hidupnya melayang di perairan, arah
peregerakanya sangat ditentukan oleh arus. Ada dua macam plankton yaitu
fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton merupakan plankton nabati (tumbuhan)
sedang zooplankton merupakan plankton hewani. Plankton merupakan organisme
yang penting dalam rantai makanan di perairan yaitu sebagai pakan alami bagi larva
ikan. Plankton nabati merupakan jenis plankton yang punya zat hijau daun, dapat
melakukan proses fotosintesa mengasilkan oksigen dan bahan organik (Effendie,
1997). Beberapa genus fitoplankton yang terdapat di waduk Gajah Mungkur yaitu:
Synedra, Chroococcus, Staurastrum, Microcystis. Beberapa genus zoo-plankton
yang dominan di waduk Gajah Mungkur yaitu: Cyclops, Trachelomonas. Menurut
Purnomo et al. (2003) kelimpahan plankton di Waduk Gajah Mungkur mempunyai
kontribusi yang besar terhadap perkembangan ikan Patin (Pangasius
hyphopthalmus, Sauvage) di Waduk Gajah Mungkur.
b).Bentos
Bentos yaitu organisme air yang hidupnya di dasar perairan, bersifat menetap
tidak banyak mengadakan perpindahan. Bentos memakan bahan organik yang
mengendap di dasar perairan. Peran bentos dalam rantai makanan yaitu sebagai
pakan alami ikan yang hidupnya di dasar seperti ikan Lele (Clarias). Beberapa
macam bentos yang terdapat di perairan waduk Gajah Mungkur yaitu: a).Cacing
(Tubificidae) dari genus: Aulodrilus, Limnodrilus, b). Serangga air (Insect) dari
genus: Parachironomus, Clinotypus.
50
c). Macrophyta (tanaman air)
Tanaman air ada yang mengapung contoh eceng gondok (Ecornia), ada yang
tenggelam contoh Hydrilla, ada yang mencuat contoh teratai. Tanaman air
mempunyai zat hijau daun dapat melakukan fotosintesa menghasilkan oksigen dan
bahan organik. Dalam biologi perairan, tanaman air berperan sebagai makanan ikan,
tempat naungan anak ikan, tempat menempel perifyton, tempat pemijahan ikan.
Salah satu jenis tanaman air yang terdapat di waduk Gajah Mungkur yaitu kayu duri
(Misosa sp.), mempunyai peran penting bagi tempat pemijahan dan naungan benih
ikan Patin (Aida et al., 2011). Menurut Purnomo (2000) beberapa jenis ikan di
Waduk Gajah Mungkur dapat berkembang dengan baik karena ikan tersebut dapat
memanfaatkan relung ekologi.
d). Nekton
Nekton adalah jenis organisme air yang dapat bergerak bebas di perairan
contoh ikan, udang. Nekton merupakan jenis organisme air yang mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi dibanding organisme air lainnya. Beberapa jenis ikan ekonomis
penting dan terdapat di perairan waduk Gajah Mungkur yaitu: Tawes (Barbodes
gonionotus,Blkr), Sogo (Mystus nemurus, C.V), Patin (Pangasius hyphopthalmus,
Sauvage), Betutu (Oxyeleotris marmorata, Blkr), Nila (Oreochromis niloticus, Linn).
Menurut hasil penelitian Adjie dan Utomo (2010) jenis Ikan introduksi seperti ikan
Patin dan Nila mendominansi hasil tangkapan nelayan di Waduk Gajah Mungkur.
e). Neuston
Neuston adalah organisme air yang mengapung di permukaan air termasuk
serangga air yang berada di permukaan perairan. Peran neuston dalam rantai
makanan yaitu sebagai makanan ikan. Beberapa jenis serangga air termasuk dalam
neuston, banyak terdapat di perairan yang banyak tumbuhan air. Menurut Utomo et
51
al. (2005) jenis ikan yang sering memakan serangga air di Waduk Gajah Mungkur
yaitu Baung (Mystus nemurus CV), Daringan (Mystus nigriceps CV), Garingan
(Mystus microcanthus CV).
2.8. Pencemaran di Perairan Umum.
a). Definisi dan batasan
Pencemaran perairan adalah masuknya bahan dari luar yang pada umumnya
disebabkan oleh kegiatan manusia sehingga menyebabkan penurunan mutu
perairan. Ambang batas pencemaran adalah kadar maksimum bahan pencemaran
(pollutan) yang diperkenankan. Pencemaran dapat berupa bahan organik dan
anorganik. Contoh pencemaran bahan organik yaitu buangan sampah dari rumah
tangga, sisa pakan dari budidaya ikan. Sedangkan contoh pencemaran bahan
anorganik yaitu buangan unsur unsur logam dari perindustrian seperti Pb, Cr, Cd
dan sebagainya. Pencemaran dari sisa usaha budidaya ikan dalam keramba jaring
apung pada umumnya berupa bahan organik yaitu sisa pakan yang terlepas dan
kotoran ikan. Contoh yang berkaitan dengan ambang batas yaitu kadar maksimum
dalam bahan makanan yang diperbolehkan untuk Cr = 2,5 mg/kg, Pb =2 mg/kg
(Dwiloka et al., 2006). Kadar kromium (Cr) yang aman bagi kehidupan akuatik di
perairan adalah tidak melebihi 0,05 mg/L (Moore, 1991).
Menurut hasil penelitian Utomo et al. (2010) kandungan Cr di Bengawan Solo
sebelah hilirnya Waduk Gajah Mungkur sudah melebihi ambang batas yaitu daerah
Kampung Sewu, Bak Kramat dan Tundungan masing masing kadar Cr adalah
0,375 mg/L, 0,226 mg/L dan 0,233 mg/L. Kandungan Pb dalam ikan Sapu Sapu
(Liposarcus pardalis) di daerah Bak Kramat juga suda melebihi ambang batas yaitu
2 – 2,06 mg/L. Menurut penelitian Universitas Sebelas Maret (2004) bahwa
52
Bengawan Solo daerah Bak Kramat sudah tercemar Cr, sebagai indikasi kadar Cr
dalam padi yang mendapat pengaliran air dari Bengawan Solo sudah melebihi
ambang batas yaitu 3,8 – 7,5 mg/kg padi. Kromium termasuk unsur yang jarang
ditemukan di perairan alami, kadar Cr yang tinggi di perairan pada umumnya berasal
dari limbah tekstil, logam dan kertas (Effendi, 2000).
b. Studi kasus pencemaran di perairan.
Febrian et al. (2004) menyatakan bahwa tingkat pencemaran perairan waduk
Cirata seluas 6.200 ha sudah berada di atas tingkat baku mutu air. Penyebabnya
selain polutan yang dibawa dari Sungai Citarum juga berasal dari pakan ikan yang
mengandung zat kimia yang mengendap di dasar waduk yang menyebabkan
peralatan waduk mengalami korosi. Waduk Cirata saat ini ada sekitar 30.000 petak
jaring apung. Padahal, berdasarkan pada Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor
41 Tahun 2002 jumlah jaring apung dibatasi hanya 12.000 petak dan harus seizin
instansi terkait. Kartamihardja (1997) menyatakan bahwa daya dukung perairan
waduk Cirata hanya 3.000 petak, berarti perkembangan KJA di Waduk Cirata telah
melebihi daya dukung sampai 10 kali lipat. Waduk Juanda Jatiluhur yang letaknya di
hilir Waduk Cirata juga telah terkena dampak negatip dari perkembangan KJA di
Waduk Cirata, kandungan H2S (asam sulfida) air buangan Waduk cukup tinggi.
Asam sulfida merupakan uraian sisa protein, sisa pakan yang tidak termakan dan
terbuang. Pengaruh lainnya yaitu beberapa jenis ikan lokal seperti jambal, belida,
baung, dan sebagainya sudah tidak ditemukan lagi.
Surachman (2002) menyatakan bahwa keberadaan Waduk Cirata sebagai
sumber listrik tenaga air berkekuatan 1.000 megawatt (MW) kini dalam kondisi yang
buruk karena sedikitnya 30.000 petak jaring apung milik masyarakat terdapat di
sana, akibatnya terjadi pengendapan limbah sisa pakan yang banyak, sangat
53
mengganggu turbin pembangkit listrik di waduk itu, beberapa senyawa kimia telah
memberi kontribusi terjadinya korosi pada peralatan turbin, sedangkan kerusakan
lainnya disebabkan oleh endapan sisa pakan yang mencapai ribuan ton di dasar
waduk. Kotoran sisa pakan ikan akan mengapung menuju turbin apabila terjadi arus
balik di sekitar waduk. Arus balik itu terjadi apabila terjadi hujan. Selain pakan ikan,
limbah yang masuk ke Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum cukup banyak,
terutama dari buangan industri tekstil di sekitar Kabupaten Bandung. Limbah pakan
dan tekstil itu telah menurunkan kualitas air waduk. Menurut Febrian et al. (2004)
sampel ikan mas dan nila yang diambil dari jaring apung di waduk tersebut
ditemukan empat kandungan logam berat. Keempatnya adalah timbal (Pb) 0,6 part
per million (ppm), zinc/seng (Zn) 22,45 ppm, krom (Cr) 0,1 ppm, dan air raksa atau
merkuri (Hg) 179,13 partikel per berat badan (ppb). Pada pertengahan Juli 2004
kematian ikan di Waduk Cirata yang mencapai 300 ton, adalah akibat koi herpes
virus dan pekatnya limbah. Air Waduk Saguling dan Cirata kini tidak lagi layak
dikonsumsi karena baku mutu air normal untuk minum sudah terlewati.
Menurut hasil penelitian Kartamihardja et al. (2002) daya dukung perairan
Waduk Jatiluhur hanya 295 ton ikan/tahun. Dampak dari pakan tersebut membuat
air menjadi keruh, sedangkan dampak dari banyaknya ikan yang dipelihara juga
menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau buatan ini adalah sumber
pengairan bagi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta,
Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. Febrian et al.
(2004) menyatakan bahwa sepuluh tahun lalu air di waduk Jatiluhur masih berwarna
biru bening, namun sekarang warna air kuning keruh. Keruhnya waduk terjadi sejak
makin banyaknya keramba jaring apung. Saat ini di waduk Jati luhur seluas 8.300 ha
tersebut terdapat 3.083 keramba milik 209 Orang. Dari ribuan keramba itu setiap
54
tahun menghasilkan 16.869 ton ikan. Setiap hari, pemilik KJA menebar sekitar 10
ton pakan ikan. Menurut penelitian Pusat Litbang SDA (2004) yang bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas
Padjadjaran Bandung, menyatakan bahwa kualitas air Waduk Saguling sudah di
atas ambang batas normal. Kandungan merkuri (Hg) telah mencapai 0,236 ppm,
padahal menurut standar baku mutu angka aman adalah 0,002 ppm. Logam merkuri
itu, berasal dari pakan ikan dan industri plastik. Sedangkan logam berat lainnya
berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan kain. Sekarang air Waduk
Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi, pertanian, dan perikanan.
Menurut Pusat Litbang SDA (2007), timbunan limbah pakan ikan di Waduk Saguling
hanyalah bagian dari penyebab tercemarnya air waduk, selain itu juga limbah
buangan rumah tangga dan industri yang mengotori daerah aliran Sungai Citarum.
Sungai tersebut sekaligus menjadi tempat pembuangan limbah dari sekitar 1.500
industri di Cekungan Bandung, seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek,
Dayeuhkolot, Ujung Berung, Cimahi, dan Padalarang. Sungai Citarum harus
menampung 280 ton limbah kimia anorganik setiap hari.
Krismono (1992) menyatakan bahwa keramba jaring apung dengan ukuran 7
x7 x3 m3 pakan yang keluar ke perairan 20 – 30 %, sedangkan ukuran 1 x1 x 1 m3
pakan yang keluar 30 – 50 %. Waduk Jatiluhur, Saguling, Cirata masing masing
mengeluarkan pakan yang lolos ke perairan 5.971 ton/tahun, 4.763 ton /tahun,
8.726 ton/tahun. Di dalam pakan tersebut mengandung 4,86 % N dan 0,26 % P;
sehingga nutrien yang lolos ke perairan di Waduk Jatiluhur N=290,19 ton/tahun dan
P=15,52 ton/tahun,Waduk Saguling N= 231,48 ton/tahun dan P =12,38 ton/tahun,
Waduk Cirata N= 424 ton dan P = 22,68 ton/tahun. Selanjutnya, menurut Krismono
et al. (2008) bahwa setiap satu ton ikan akan melepaskan nutrien ke perairan 85 –
55
90 kg P dan 12- 13 kg N. Sehingga waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur selain
mendapatkan beban dari pakan yang lolos dari sangkar juga beban nutrien yang
dikeluarkan oleh ikan.
Menurut hasil penelitian Vithanage (2009) kandungan PO4-P dan NO3-N pada
anak sungai yang masuk ke Waduk Roxo Netherlands masing masing berkisar
antara 0,2 – 11,65 mg/L dan 9,74 – 55,77 mg/L. Kandungan PO4-P dan NO3-N pada
Waduk Roxo masing masing 0,03 mg/L dan 0,1mg/L. Kandungan fosfat dan nitrat
pada anak sungai lebih besar jika di banding di tengah waduk disebabkan limbah
dari rumah tangga yang banyak terdapat di sekitar sungai, sedangkan di tengah
Waduk Roxo tidak ada aktivitas budidaya ikan KJA. Menurut Utomo et al. (2011);
Daryati et al. (2009) apabila waduk banyak KJA maka kandungan fosfor dan
plankton akan lebih banyak di tengah sekitar KJA dari pada di sungai yang masuk ke
waduk, seperti yang terjadi di Waduk Kedung Ombo dan Waduk Gajah Mungkur.
Pertumbuhan algae dan fitoplankton yang berlebihan di Waduk akan mempunyai
efek terhadap pengurangan air, mengurangi kandungan oksigen terutama saat
malam hari, bau air yang tidak sedap, beberapa jenis algae dari algae biru
mengandung racun yang membahayakan terhadap kehidupan ikan dan manusia.
Menurut Lindon dan Heiskary (2009), blue-green algae dapat memproduksi zat
racun yang membahayakan kesehatan manusia dan hewan yang memanfatakan
perairan tersebut, Salah satu genus yang membahayakan yaitu Microsystis yang
menghasilkan racun microcystin. Penelitian yang dilakukan pada 12 danau di
Minnesota Amerika Utara menunjukkan bahwa danau tersebut sudah dalam kondisi
eutrophic dengan kandungan total fosfor berkisar antara 40-300 µg/l, kandungan
klorofil-a antara 30 – 60 µg/l, kecerahan 0,2- 1 m. Dari dua belas danau tersebut
semuanya terdapat algae jenis Microcystis, dan tiga diantaranya termasuk beresiko
56
tinggi karena kandungan Microcystis melebihi 2.000 µg/l. Keberadaan jenis
fitoplankton Microcystis sp di Waduk Gajah Mungkur walaupun belum banyak
namun perlu diwaspadai karena plankton ini merupakan plankton yang beracun.
Jenis racun Microcystine yang ada pada plankton tersebut bila terminum atau
termakan oleh binatang maka akan menimbulkan kelumpuhan syaraf. Sulastri dan
Haryani (2005) menyatakan bahwa Mycrocystis merupakan fotoplankton dari
kelompok algae biru-hijau, bila perairan dalam kondisi eutrofik maka jenis plankton
Microcystis sp Sangat berpotensi untuk berkembang pesat seperti yang terjadi di
Danau Maninjau tahun 2000, Waduk Sutami tahun 2001 dan Waduk Jatiluhur tahun
2002.
57
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten OKU Selatan Provinsi Sumatera Selatan
pada bulan Juli 2017 . Penelitian bersifat surve lapangan dan analisis materi di
laboratorium. Data penelitian berupa data primer, data sekunder dari instansi yang
terkait dengan sumberdaya ikan danlingkungan di Kab. OKU Selatan, serta
pemanfaatan data terdahulu saat penelitian pendahuluan. Penelitian ini juga bersifat
desk studi, yaitu merangkum dari hasil hasil penelitian yang sudah ada. Sumber bacaan
diambil dari laporan tahunan dari dinas & inastansi terkait, laporan dari lembaga riset &
perguruan tinggi baik dalam bentuk journal dan prosiding dan dari internet.
Lokasi yang dipilih untuk dijadikan obyek riset adalah 1) Danau Ranau
(merupakan tipe perairan tergenang, banyak terdapat aktifitas penangkapan ikan), 2).
Sungai Selabung (merupakan tipe perairan sungai berarus deras, merupakan habitat
ikan khas hulu sungai seperti ikan Semah), 3). Perairan usngai Komering (merupakan
perairan tipe sungai yang berarus tidak deras seperti sungai selabung, merupakan
habitat ikan ikan sungai seperti Baung, Lais dll), 4). Perairan tipe anak sungai (
merupakan tipe perairan anak sungai yang pada umumnya arusnya lambat, banyak
terdapat rawa, merupakan habitat ikan rawa seperti sepat, tembakang, gabus).
58
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi sampel air, sampel ikan, blanko
pertanyaan, bahan kimia untuk pemeriksaan kualitas air yaitu Na(OH), pH universal
indikator, HCL pekat, larutan tio-sulfat, amilum, larutan CaCO3, H2SO4 pekat, aceton.
Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu DO-meter, termometer secchi disk, TDS-
meter, Spectrophotometer, depth sounder, glass-ware, timbangan, papan ukur, kantong
plantik, drigen, cool- box, kertas label, peta Kab Oku Selatan.
3.3. Parameter yang Diamati dan Metode Analisis.
Parameter yang diamati meliputi kualitas air, biologi perairan, jenis ikan, kegiatan
penangkapan ikan, teknik budidaya ikan yang sudah ada, teknik pengelolaan
sumberdaya ikan yang sudah ada.
1.Kualitas air
Tabel 3.1. Parameter dan Metode Analisis Sampel yang Diperiksa
Parameter Satuan Peralatan dan metode
analisis
A. Kualitas air
1. Suhu perairan 0C Insitu. Termometer
2. pH perairan pH unit Insitu. pH universal indicator
3. Karbondioksida perairan mg/L
Insitu. Metode Winkler,
titrimetri dengan Na(OH)
sebagai titrant
4. Oksigen terlarut perairan mg/L Insitu. Do-meter
59
9. Kecerahan cm Insitu. Piring seki
13. kecepatan arus m/detik Curent meter
Beberapa parameter kualitas air dilakukan analisa secara insitu seperti suhu,
oksigen, karbondioksid, kecerahan, pH, BOD. Selain itu beberapa parameter dilakukan
analisa secara eksitu di laboratorium seperti proksimat pakan, total P, total N, dan
sebagainya lebih rinci disajikan dalam Tabel 3. Metode analisis kualitas air menurut
APHA (1986).
2.Biologi Ikan
Metoda dan analisis yang akan digunakan dalam kegiatan ini dan data yang
dikumpulkan adalah TKG, Fekunditas, ekosistem dan habitat perairan, sebaran jenis
ikan dan food habits serta penyajian dengan tabulasi data, peta, analisis
keanekaragaman ikan (indeks Shannon) dan grafik tertera pada (Tabel 2).
Tabel 3.2. Metode Analisis Biologi Ikan
Data / Parameter Metoda/Peralatan Penyajian/Analisa
-TKG
-Fekunditas
- Nikolsky
- Gravimetri
- Tabulasi data
- Grafik/Histogram
Tipe Ekosistem dan
Habitat Perairan
- Observasi Lapangan
- Peta
- Photo
Sebaran Jenis Ikan
- Sampling Hasil Tangkapan
Nelayan
- Blanko Isian (enumerator)
- Percobaan penangkapan
Tabulasi Data
60
- Penentuan posisi dengan
GPS
Food habits
- Index of Preponderance
- Frekuensi kejadian (untuk
ukuran kecil/benih)
- Tabulasi data
- Grafik/Histogram
a). Kebiasaan makan.
Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan
dengan menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode
frekunsi kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut
(Effendi, 1979).
Metode frekuensi kejadian
Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat
sebagai bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong
harus dicatat pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu
yang berisi dan yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam
sejumlah alat pencernaan yang berisi nyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh
alat pencernaan yang diteliti namun tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi.
Dengan demikian kita dapat melihat frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan
oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam persen.
61
Metode volumetrik
Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian
makanan tadi dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di
atas kertas saring supaya airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan
masing-masing organisme yang dapat dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam
keadaan kering udara. Apabila terdapat makanan yang tak dapat ditentukan
golongannya, masukkan saja ke dalam golongan yang tak dapat ditentukan. Volume
makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume
makanan seekor ikan.
Vi x Oi IP = ------------- x 100 ∑Vi x Oi
Keterangan : Vi = persentase volume satu macam makanan
Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan
∑Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan
IP = Index of preponderance
b). Analisis Biologi Reproduksi
Nisbah kelamin (Sex ratio)
Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina
yang diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut :
Rasio kelamin = J/B
J = Jumlah ikan jantan (ekor)
62
B = Jumlah ikan betina (ekor)
Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan
dengan uji Chi-square (Walpole, 1993).
Tingkat Kematangan Gonade TKG
Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie 1997
yaitu:
Tingkat I : Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti
benang, butir telur belum kelihatan.
Tingkat II : Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir telur dapat
terlihat dengan kaca pembesar.
Tingkat III : Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut, berwarna
kuning, butir telur mulai kelihatan oleh mata.
Tingkat IV : Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut, berwarna
kuning, butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur mudah
keluar, siap memijah.
Tingkat V : Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur dalam
ovari, perkemnbangan ovari kembali ke tingkat II.
3. Kegiatan Penangkapan Ikan.
Monitoring hasil tangkapan ikan. Survei dilakukan di tempat-tempat nelayan
biasanya mendaratkan ikan, atau perkampungan nelayan. Tujuannya selain untuk data
dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan, juga untuk
63
mendapatkan data tentang jumlah dan jenis ikan tangkapan nelayan. Dilakukan
wawancara dengan nelayan dari berbagai tipe nelayan berdasarkan alat tangkap yang
digunakan dan tipe perairan. Khusus untuk mengetahui trend hasil tangkapan dari
tahun tahun sebelumnya maka dilakukan wawancara dengan nelayan yang
pengalamannya lebih dari 5 tahun. Data hasil tangkapan ikan dianalisis secara
deskriftif, dibuat tabulasi data dan grafik histogram. Kegiatan penangkapan di ambil
gambar/foto dan dibuat sketsa cara operasional pennagkapan.
64
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. JENIS IKAN DI OKU SELATAN
Tidak kurang dari 47 jenis ikan ekonomis penting di Kabupaten OKU
Selatan yang hidup menyebar di perairan danau, sungai utama dan anak
sungai. Ikan tersebut mempunyai arti penting bagi kehidupan masyarakat
setempat.
Tabel 4.1. Contoh Jenis Ikan Ekonomis Penting di OKU Selatan
No. Nama Lokal Species 1 Aro merah mata Osteochilus melanopleura 2 Baung Mystus nemurus 3 Beberas Cyclocheilichtys apogon 4 Belut Fluta alba 5 Beringit Mystus nigriceps 6 Betet Amblirhynchichthys truncatus 7 Betok Anabas testudineus 8 Betutu Oxyeleotris marmorata 9 Buing Osteochilus triporos 10 Bujuk Channa lucius 11 Cawang hidung Schistorynchus heterorhynchus 12 Cipuk Puntius waandersi 13 Coli Albulichtys albuloides 14 Dalum Bagarius yarelli 15 Damaian Thynnichthys polylepis 16 Gabus Channa striata 17 Gurami Ospronemus goramy 18 Ikan Haji Puntius anchisporus 19 Kebarau Hampala macrolepidota 20 Keli kalang Clarias batrachus 21 Kepiat Mystacoleucus marginatus 22 Kerali Lobocheilos falcifer 23 Lais Cryptopterus cryptopterus 24 Lambak usang Labiobarbus leptocheilus.
65
25 Lambak muncung Labiobarbus ocellatus 26 Lampam Barbodes schwanefeldii 27 Lemajang Cyclolochelichtys enoplos 28 Mentulu Barbichthys laevis 29 Mujahir Oreochromis mossambicus 30 Nila Oreochromis niloticus 31 Palau Osteochilus hasseltii 32 Piluk Macrognathus aculeatus 33 Putak Notopterus notopterus 34 Seluang Rasbora spp 35 Semah Tor douronensis 36 Sepat siam Trichogaster pectoralis 37 Sepatung Pristolepis fasciatus 38 Serko Channa melasoma 39 Siamis Parachela oxygastroides 40 Sihitam Labeo chrysophekadion 41 Tapa Wallago leerii 42 Tawes Barbodes gonionotus 43 Tembakang Helostoma temminckii 44 Tembelikat Osteochilus wandersii 45 Temperas Cyclocheilichthys repasson 46 Tengaggo Hampala ampalong 47 Toman Channa micropeltes
4.2. BIO-EKOLOGI BEBERAPA JENIS IKAN
a). Familia Cypriidae
1. Labeo chrysophekadion (Bleeker)
66
Nama Daerah : Sihitam
Nama Umum : Black sharkminnow
Morfologi
D.3.15-18; A.3.5; P.I.15-17; V.I.8; Ll.41-43. Seluruh badan dan sirip
berwarna hitam; sirip punggung lebar; ikan muda seluruhnya berwarna hitam;
ikan dewasa agak berbeda, yaitu berwarna abu-abu dengan titik mengkilat pada
setiap sisik. Bibir bawah berumbai (Kottelat, et al., 1993; Weber and Beaufort,
1916).
Biologi
Kebiasaan makan sebagai ikan pemakan plankton dan Detritus. Musim
pemijahan terjadi pada awal musim hujan. Larva dan benih-benih hidup di
perairan yang berhutan rawa.
Habitat
Habitat induk di sungai utama dan anak-anak sungai seperti Sungai Ogan
Komering Ulu, Batanghari Leko, Sungai Komering, Sungai Ogan dan di danau-
danau seperti Danau Cala. Benih-benih hidup di hutan rawang/rawa banjiran. Di
DAS Musi bagian hilir sampai DAS Musi bagian hulu.
Alat Tangkap
Jala (cast net), Jaring (gill net), Rebo (seine with fish agrigating device).
Ukuran panjang 70 cm dan sekarang yang paling banyak tertangkap berukuran
panjang 10 cm, mencapai ukuran maksimum 30 cm dengan berat berkisar antara
50-200 g.
67
Catatan Penting
Aspek biologi ikan sihitam belum banyak diketahui, sudah sulit tertangkap
ukuran yang besar (ukuran induk). Benih-benih banyak dimanfaatkan sebagai
ikan hias.
2. Barbodes schwanenfeldii (Bleeker)
Nama Daerah : Lampam
Nama Umum : Asian barb, Tinfoil barb
Morfologi
D.3.8; A.3.5(6); P.1.14-15; V.2.8; Vertebrata 35-36. Ikan lampam (Barbodes
schwanenfeldii) termasuk ke dalam Genus Barbodes, Familia Cyprinidae dan
Ordo Cypriniformes. Ikan Lampam berbentuk pipih dan berwarna putih keperak-
perakan dan mempunyai gurat sisi yang lengkap yang terdiri dari 35-36 buah
sisik. Sirip punggung berwarna merah atau jingga dengan titik hitam disebelah
atasnya. Bagian belakang jari-jari keras sirip punggung bergerigi. Letak awal sirip
punggung bertepatan dengan sisik gurat sisi ke sebelas. Sirip ekor berwarna
merah dengan garis hitam memanjang pada tiap cabang sirip. Ikan lampam
68
mempunyai empat lembar sungut masing-masingnya terletak di sudut mulut dan
daerah hidung (Kottelat, et al., 1993; Weber and Beaufort, 1916).
Biologi
Ikan lampam dapat hidup dan memijah di sungai, danau atau di perairan
yang berhutan rawa. Populasi ikan ini masih cukup tinggi di alam karena
frekwensi pemijahannya yang relatif tinggi dalam setahunnya. Ikan lampam
dapat memijah 2-4 kali dalam setahun. Cara makan ikan lampam bersifat
menyambar dan berenang secara berkelompok dalam ukuran yang relatif sama.
Pada awal musim penghujan induk-induk ikan lampam dalam ukuran yang sama
beruaya menuju ke hutan-hutan rawa yang tergenang air untuk melakukan
pemijahan. Benih-benih ikan lampam banyak terdapat di rawa banjiran dan hidup
berkelompok dan berada di dasar perairan. Ikan lampam termasuk golongan ikan
omnivor. Detritus dan algae merupakan makanan utama pada ikan kecil dan ikan
besar, sedangkan bagian tumbuh-tumbuhan hanya merupakan makanan utama
pada ikan besar. Kebiasaan makan ikan kecil berbeda dibandingkan dengan ikan
besar dimana ikan-ikan kecil memanfaatkan Algae dan Protozoa lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan dewasa. Protozoa merupakan makanan utama ikan-
ikan kecil disamping detritus dan algae. Ikan lampam betina yang matang gonad
untuk pertama kali berukuran 149-169 mm, Induk jantan 185-187 mm.
Fekunditas berkisar antara 5.040–6.784 butir. Telur berwarna hijau jernih.
Habitat
Penyebaran ikan lampam sangat luas yaitu dari sungai-sungai besar
sampai ke dataran rawa banjiran. Benih-benih ikan lampam hidup di rawa
69
banjiran sampai berukuran jelejar beruaya ke sungai utama. Penyebaran di
sungai Musi ialah di Ogan Komering ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, Ogan Ilir,
Musi Rawas, Lematang, Ogan Komering Ulu.
Alat Tangkap
Jaring insang jala (cast net), rombong (pot trap) untuk menangkap benih,
ngesar (active seine), jaring (gill-net), tuguk (filtering device), empang (barrier
traps). Sering tertangkap pada ukuran 17-25 cm, ukuran maksimum tertangkap
35 cm.
Catatan Penting
Komposisi hasil tangkapan oleh nelayan sedang (10%-20%). Benih ikan
lampam dimanfaatkan sebagai ikan hias dan sebagai benih ikan budidaya, ikan
lampam dalam ukuran besar bernilai ekonomis tinggi.
3. Cyclocheilichthys enoplos (Bleeker)
Nama Daerah : Lemajang
Nama Umum : Minnows or carps
70
Morfologi
D.4.8/9; A.3.5; P.I.16-17; V.2.9; Ll.38-40. Ciri-ciri: duri pada sirip punggung
sangat panjang; Lubang terakhir pada sisik garis rusuk bercabang. Bentuk badan
panjang agak pipih; mempunyai dua pasang sungut yang pendek; bagian
punggung berwarna kelabu, bagian perut putih keperakan (Kottelat, et al., 1993;
Weber and Beaufort, 1916).
Biologi
Makanan utamanya adalah lokan-lokan/remis (bivalves). Akar tanaman air,
zooplankton dan algae hijau. Makanan pelengkapnya berupa larva serangga.
Ikan-ikan muda diketahui merupakan pemakan zooplankton. Ikan ini bermigrasi
ke rawa banjiran atau hutan rawang di musim penghujan untuk melakukan
pemijahan. Setelah melakukan pemijahan bermigrasi kembali ke habitatnya di
sungai utama. Jumlah telur ikan lemajang yang berukuran berat 400-900 g
berkisar antara 9.785–15.879 butir dengan diameter 0,8-1,2 mm.
Habitat
Induk-induk hidup di kolom air di sungai-sungai besar (sungai utama) di
bagian tengah dan bagian hulu dari daerah pasang surut. Benih hidup di hutan-
hutan rawang/rawa banjiran sampai pada akhir musim penghujan kemudian
bermigrasi ke sungai utama sampai berukuran dewasa. Distribusi di DAS Musi
bagian tengah, seperti Sungai Lempuing Ogan Komering Ilir. Musi Banyuasin
Ogan Komering Ulu, dan Musi Rawas.
71
Alat Tangkap
Daerah penangkapan di perairan-perairan Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Ogan Komering Ulu, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi Banyuasin alat
tangkap yang dipakai kerakat (active seine), jaring hanyut (gill net), empang
lulung (barrier trap) dan rawai (long line). Ukuran maksimum 450 mm dengan
berat 4.000 g, Ukuran yang sering tertangkap berat rata-rata 250-1000 g.
Catatan Penting
Belum banyak diketahui aspek biologinya dan belum didomestikasi,
padahal ini sangat potensial sebagai ikan budidaya karena diminati konsumen.
Sudah sulit didapatkan di perairan umum. Mempunyai nilai ekonomis penting,
sebagai ikan konsumsi.
4. Cyclocheilichthys apogon
Nama Daerah : Temperas
Nama Umum : Minnows or carps
Morfologi
D.4.8; A.3.5 (6); P.I.16-17; V.2.9; Ll.34-35. Tidak bersungut, sebuah titik
gelap pada pangkal sirip ekor; terdapat barisan titik-titik hitam di sepanjang
72
barisan sisik; batang ekor dikelilingi oleh 16 sisik (Kottelat, et al., 1993; Weber
and Beaufort, 1916).
Biologi
Merupakan jenis ikan pemakan organisme kecil seperti plankton dan
perifiton. Pemijahan mencapai puncaknya pada musim penghujan.
Habitat
Hidup di perairan sungai utama maupun anak sungai. Distribusi di DAS
Musi sangat luas seperti di Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu,
Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas.
Alat Tangkap
Alat tangkap seperti jaring (gill net), ngesar (active seine), tuguk (filtering
device) dan jala (cash net) merupakan jenis alat yang sering dipakai untuk
menangkap ikan beberas. Sering tertangkap pada ukuran antara 10-12 cm.
Ukuran maksimum mencapai 15 cm.
Catatan Penting
Komposisi hasil tangkapan oleh nelayan umumnya sedang (10%-20%).
Mempunyai nilai ekonomis sebagai ikan asin
73
5. Hampala macrolepidota (C.V.)
Nama Daerah : Sebarau
Nama Umum : Minnows
Morfologi
D.3.8; A.3.5; PI.15-16; V.2.8; Ll.28-29. Bentuk badan panjang dan agak
pipih bagian punggung agak tinggi mulut lebar; pada rahang atas terdapat
sepasang sungut yang panjangnya kira-kira sampai mata warna badan bagian
punggung keperakan; antara sirip punggung dan sirip berbelang hitam melintang.
Belang ini akan menjadi samar-samar pada ikan yang sangat besar. Bagian tepi
atas dan bawah sirip ekor berwarna hitam kebiru-biruan, pada tepi sirip
punggung berwarna merah (Kottelat, et al., 1993; Weber and Beaufort, 1916).
Biologi
Ikan hampal termasuk ikan yang beruaya dari danau ke hulu sungai. Ikan
yang berukuran kecil (24 cm) beruaya secara mengelompok, ikan yang
berukuran besar (>24 cm) beruaya secara solitair. Termasuk golongan ikan
predator, makanannya berupa ikan-ikan kecil, udang, kepiting, insekta dan
larvanya. Induk betina yang sudah dapat memijah kira-kira berumur 1,5-2 tahun
74
dengan ukuran panjang total 20-30 cm. Panjang ikan pada kematangan pertama
15 cm. Panjang total 20,5-37,5 cm dan beratnya dari 97,2-750 g, telurnya
berkisar dari 7.132-62.031 butir. Fekunditas cenderung meningkat dengan
bertambah panjangnya ikan. Musim pemijahannya pada awal musim penghujan.
Habitat
Hidup di air tawar (sungai dan danau) dan benih hidup dan mengalami
pembesaran di hutan rawa. Pada awal musim kemarau benih ikan barau akan
memasuki anak-anak sungai menuju ke sungai utama. Distribusi di DAS Musi
terutama di Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu,
Lematang dan Musi Rawas.
Alat Tangkap
Tempat-tempat penangkapan di muara-muara sungai dengan alat tangkap
yang dipakai jaring (gillnet), rawai (long line), tuguk (filtering device). Ukuran
maksimum 40 cm. Sering tertangkap pada ukuran10-30 cm.
Catatan Penting
Di alam jumlahnya sudah mulai menurun dan yang tertangkap rata-rata
berukuran kecil. Mempunyai nilai ekonomis penting sebagai ikan konsumsi.
Komposisi hasil tangkapan nelayan rendah (kurang lebih 10%).
75
6. Barbichthys laevis (Valenciennes)
Nama Daerah : Mentulu,.
Nama Umum : Sucker barb
Morfologi
D.3.8; A.3.5; P.I.15; V.I.8; Ll.37-39. Terdapat pelebaran tulang bawah
mata yang hampir menutupi seluruh pipi; masing-masing cuping sirip ekor
bergaris warna hitam; garis panjang melintang sirip punggung. Pita hitam
melintang pada pertengahan sirip punggung mungkin menghilang pada
spesimen yang besar (Kottelat, et al., 1993; Weber and Beaufort, 1916).
Biologi
Kebiasan makan ikan bentulu adalah pemakan tumbuhan yang hidup di
sepanjang sungai sebagai makanan utamanya, makanan pelengkapnya adalah
bentos dan algae serta tanaman air. Pada ukuran benih ikan bentulu merupakan
ikan predator, memakan ikan-ikan yang lebih kecil.
Habitat
Benih-benih hidup di rawa banjiran dan perairan yang berhutan rawang
pada musim penghujan dan musim kemarau benih-benih yang sudah berukuran
jari beruaya ke sungai utama. Induk-induk hidup di sungai utama dan anak-anak
76
sungai. Pada musim penghujan induk-induk akan beruaya ke rawa banjiran yang
berhutan rawang untuk melakukan pemijahan. Penyebaran ikan bentulu di
Sungai Musi terdapat di anak-anak sungai-sungai besar seperti Sungai
Komering, Ogan, Batanghari Leko.
Alat Tangkap
Tertangkap dengan alat tangkap empang (barrier trap), jala (cash net) dan
jarring (gill net). Sering tertangkap pada ukuran 10-12 cm, ukuran maksimum 15
cm. Komposisi hasil tangkapan nelayan rendah yaitu di bawah 10%.
Catatan Penting
Benih-benih dalam ukuran panjang 2-3 cm diperdagangkan sebagai ikan
hias. Sebagai ikan konsumsi dan ukuran kecil sebagai ikan hias.
7. Mystacoleucus marginatus (Valenciennes )
Nama Daerah : Kepiat
Nama Umum : Minnows/Carp
77
Morfologi
D.4.8; A.3.8-9(10); P.I.14-15; V.I.8; Ll.26-29. Mempunyai duri di depan sirip
punggung; mempunyai 4 buah sungut; mempunyai warna hitam pada bagian
ujung atau pinggir sirip ekor; sebagian besar sisiknya mempunyai warna atau
bayangan hitam pada bagian dasarnya (Weber and Beaufort, 1916; Kottelat, et
al., 1993).
Biologi
Merupakan jenis ikan bentopelagis. Ikan yang digolongkan omnivora ini
makanan utamanya adalah tanaman air, udang, cacing dan bentos.
Habitat
Habitat di perairan tawar terutama di sungai yang airnya agak jernih.
Distribusi di Sungai Musi terutama di DAS bagian hulu (daerah Lahat dan Ogan
Komering Ulu).
Alat Tangkap
Alat tangkap yang sering digunakan untuk menangkap ikan kepiat adalah
jaring (gill net) dan bubu (pot traps). Ukuran ikan yang sering tertangkap berkisar
antara 10-15 cm, TL. dengan ukuran terbesar mencapai 20 cm.
Catatan Penting: Sudah mulai banyak dijadikan ikan hias di akuarium.
78
8. Ostiochilus hasselti (C.V.)
Nama Daerah : Palau
Nama Umum : Hard Lipped Barb
Morfologi
D.3.12-18; A.3.5; P.I.13-15; V.I.8; SL.320; L.1.30-33, mempunyai 12–18,5
jari-jari bercabang pada sirip punggung, bibir tertutup oleh lipatan kulit,
mempunyai 5,5 sisik di antara sirip punggung pertama dengan linea lateralis,
mempunyai bulatan warna hitam pada pangkal ekornya, batang ekor dikelilingi
16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik (Weber and
Beaufort, 1916; Kottelat, et al., 1993). .
Biologi
Fekunditas individu ikan palau pada ukuran 23 cm mencapai 26.700 butir
telur. Dapat memijah sepanjang tahun di alam namun puncak musim pemijahan
pada awal musim penghujan. Pakan alami ikan Palau antara lain jenis ganggang,
Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan serangga air (Utomo, et al., 2001).
79
Habitat
Ikan palau hidup di perairan yang umumnya tidak berarus deras, di danau,
sungai dataran rendah. Di perairan rawa banjiran mereka cenderung hidup di
sungai (White fish), hanya saat banjir beruaya ke perairan rawa yang banyak
vegetasinya untuk mencari pakan dan memijah. Ikan palau hidup di perairan
pada pH 6–7, oksigen terlarut diatas 4 mg/l. Penyebaran ikan palau di Sungai
Musi sangat luas di antaranya yaitu di Danau Ranau; hampir di semua perairan
dataran rendah seperti sungai di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan
Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas.
Alat Tangkap
Alat tangkap yang sering digunakan yaitu jaring (gill-net), jala (cast net),
empang (barrier traps), ngesar (active seine), sengkirai (pot traps). Sering
tertangkap pada ukuran 15–25 cm. Panjang maksimum 32 cm.
Catatan Penting
Di Sumatera Selatan ikan palau mempunyai nilai ekonomi sebagai ikan
konsumsi segar, ikan asin, peda (fermentasi), Ikan palau walaupun harganya
tidak begitu mahal namun komposisi hasil tangkapan nelayan tinggi, dan
merupakan makanan bagi ikan karnivora seperti ikan toman (Channa
micropeltes), atau tapa (Wallago spp).
80
9. Thynnichthys polylepis
Nama daerah : Damaian, Lumo pakan
Nama Umum : Minnows atau carp
Morfologi
D.3.8-10; A.3.5; P.I.17-18; V.2.8; 65-75 sisik pada gurat sisi; 16-17 sisik
antara sirip punggung dan gurat sisi (Weber and de Beaufort, 1916. hal.123,
Kottelat, et al., 1993. hal.67).
Biologi
Memakan detritus, larva serangga dan invertebrata. Pemijahan terjadi
pada awal musim penghujan dan benih-benih hidup di rawa banjiran sampai
berukuran berat ± 50 g keluar dari rawa banjiran dan untuk seterusnya dewasa
dan memijah di sungai-sungai dan larva terbawa arus masuk ke perairan rawa
banjiran.
Habitat
Ikan damaian menyukai perairan yang banyak hutan rawa dan merupakan
rawa banjiran. Di sepanjang DAS Musi bagian tengah dan konsentrasi yang
tinggi ditemukan di lebak-lebak dan danau banjiran di Kabupaten Ogan Komering
Ilir, Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Musi Banyuasin.
81
Alat Tangkap
Tertangkap dengan alat tangkap jaring (gill net) dan empang (barrier traps),
Kilung (fyke net).
Catatan Penting
Ikan damaian merupakan salah satu ikan dari suku Cyprinidae yang
dominan tertangkap di perairan rawa banjiran (20–30%). Ikan damaian dijual
dalam keadaan segar sebagai ikan asin
10. Tor douronensis
Nama Daerah : Semah (ukuran dewasa), Cengkak (ukuran kecil, sebutan di
Lahat dan Pagar Alam), Siran (ukuran kecil, sebutan di OKU).
Nama Umum : Carp
Morfologi
D.3.9; A.3.5; P.I.16; V.2.8; ikan semah mempunyai bentuk streamline
seperti torpedo, sisik berwarna silver, mulut subinferior. TL.350 L.1.21–24,
cuping berukuran sedang pada bibir bawah tidak mencapai sudut mulut, bagian
jari-jari terakhir sirip punggung yang mengeras panjangnya sama dengan
panjang kepala tanpa moncong (Weber and Beaufort, 1916; Kottelat, et al.,
1993).
82
Biologi
Ikan semah dapat memijah sepanjang tahun, matang gonad pada ukuran
40 cm, fekunditas ikan semah pada ukuran 40–80 cm berkisar antara 9.180-
63.360 butir telur dengan gonado somatic index 5,34-10,78, diameter telur yang
sudah matang kelamin berkisar antara 2,2–2,5 mm. Jumlah telur mempunyai
hubungan dengan ukuran panjang yaitu F = 0,004 L 3,7988 ( F = fekunditas dan L
panjang total). Ikan semah merupakan jenis ikan yang omnivora makanannya
jenis gastropoda, pelecypoda, tanaman air. Ikan semah yang masih kecil
cenderung memakan phytoplankton dan zooplankton. (Gaffar, et al., 1991).
Habitat
Ikan semah hidup di perairan hulu sungai, berair deras dan jernih , kadar
oksigen lebih dari 6 mg/l, pH = 7. Induk dewasa sering tinggal di lubuk sungai,
saat memijah mencari perairan yang berbatu, larva semah sering dijumpai di
sela-sela batu. Distribusi ikan semah di DAS Musi yaitu Danau Ranau OKU,
Sungai Selabung OKU, Sungai Kikim,Lahat.
Alat Tangkap
Ikan semah sering tertangkap dengan alat Jaring (gill net), panah (arrow),
pancing (hook line). Ukuran maksimum 50 cm. Ikan Semah yang sering
tertangkap yaitu pada ukuran panjang total 20– 40 cm.
Catatan Penting
Ikan semah mempunyai nilai ekonomis sebagai ikan konsumsi. Populasi di
alam sudah menurun tajam karena habitat spesifik untuk ikan tersebut yaitu
lubuk sungai dan batu kali banyak mengalami kerusakan.
83
b). FAMILIA MASTACEMBELIDAE
1. Macrognathus aculeatus (Bloch)
Nama Daerah : Sili, Piluk
Nama Umum : Lesser spiny eel
Morfologi
D.XIV-XXII.46-54; A.III.44-54; P.20-26. Moncong berdaging membesar;
bentuk perutnya mencembung dengan deretan seperti piringan gigi
berpasangan; 14-17 pita warna gelap lonjong melintang badan, tidak ada bercak
warna pada sirip ekor (Beaufort and Briggs, 1962; Kottelat, et al., 1993).
Biologi
Kebiasaan makan merupakan ikan predator yang memangsa anak-anak
ikan dan ikan-ikan kecil dan detritus. Pemijahan bersifat eksternal dan telur
bersifat menyebar di badan-badan air, fekunditas minimal ikan piluk mencapai
1.000 butir per ekor induk.
Habitat
Merupakan ikan dasar; potamodromous, hidup di air tawar dan estuarin
dengan kisaran pH 6,5 – 7,5. Distribusi di Sungai Musi di daerah Ogan Komering
Ilir, Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu, Musi Banyuasin, Banyuasin.
84
Alat Tangkap
Pada umumnya tertangkap dengan alat tangkap belat (seine with fish
agrigating device) di muara sungai dan empang (barrier traps) di DAS Musi
bagian tengah. Ukuran panjang maksimum 38 cm.
tatan Penting
Populasi di alam sudah semakin berkurang. Ekonomis penting sebagai ikan
hias tetapi kurang penting sebagai ikan konsumsi
c). FAMILIA CHANIDAE
1. Channa striata (Bloch)
Nama Daerah : Deleg, gabus
Nama Umum : Snakehead fish
Morfologi
Mempunyai rumus sirip: D.38-43; A.23-27; P.15-17; V.6; Ll.52-57; TL.900.
Mempunyai bentuk kepala seperti ular, dilengkapi dengan alat pernafasan labirin.
Sisi badan mempunyai pita warna berbentuk ‘<’, mengarah ke depan, bagian
atas umumnya tidak jelas pada ikan dewasa, tidak ada gigi bentuk taring pada
vomer dan palatine, 4-5 sisik antara gurat sisi dan pangkal jari-jari sirip punggung
bagian depan (Kottelat, et al., 1993; Weber and de Beaufort,1922).
85
Biologi
Ikan karnivora (ikan buas), makanan utama ikan, udang, katak, moluska,
serangga dan cacing. Memijah sepanjang tahun. Matang gonad pertama kali
pada ukuran antara 15-20 cm. Fekunditas antara 2.000-17.000 butir.
Pertumbuhan umumnya bersifat allometrik, ukuran tubuh di alam dapat
mencapai lebih dari 50 cm (Makmur, et al., 2003).
Habitat
Habitat utamanya sungai, rawa, lebak, danau, kanal, kolam, sawah. Dapat
hidup pada kondisi perairan yang ekstrim seperti pH asam (4-5,5), oksigen
rendah atau bahkan di lumpur. Di DAS Musi ikan gabus ditemukan disepanjang
DAS (hulu sampai hilir) seperti di Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Musi
Banyuasin, Banyuasin, Lematang dan Musi Rawas.
Alat Tangkap
Alat tangkap ikan gabus adalah pancing (hook line), tajur (hook line) dan
rawai (long line), empang (barrier traps), ngesek (active barrier). Ukuran ikan
yang sering ditangkap yaitu ukuran konsumsi > 15 cm. Ukuran benih juga sering
dikumpulkan untuk pakan ikan hias seperti arwana dan louhan. Ikan gabus dapat
mencapai ukuran 80 cm. Bahkan jenis tomam dapat mencapai ukuran 1 meter.
Catatan Penting
Selain sebagai bahan baku pembuatan kerupuk dan pempek daging ikan
gabus juga untuk bahan baku industri farmasi, yaitu sebagai bahan baku albumin
untuk obat penyembuh luka. Budidaya ikan gabus dapat dilakukan karena
86
berdasarkan hasil penelitian ikan gabus dapat makan pakan buatan (pelet).
Komposisi hasil tangkapan tinggi terutama di perairan rawa.
d). FAMILIA BAGRIDAE
1. Mystus nemurus (C.V.)
Nama Daerah : Baung
Nama Umum : Catfish
Morfologi
D.II.7; A. 12-13; P.I. 8-9; V.6. Bentuk badan memanjang, tidak bersisik. Sirip
dada terdapat tulang yang tajam dan berbisa, sirip punggung yang berjari-jari
keras berbisa. Bagian punggung berwarna coklat gelap dan bagian dada
berwarna putih. Terdapat pita tipis yang memanjang berawal dari tutup insang
hingga pangkal sirip ekor. Ciri khas spesies ini adalah panjang dasar sirip lemak
sama dengan dasar sirip dubur, sungut hidung mencapai mata, sungut rahang
atas memanjang mencapai sirip dubur, lebar badan 5 kali lebih pendek dari
panjang standar, bagian atas kepala kasar. Perbedaan ikan baung jantan dan
betina dapat dilihat secara morfologi yaitu, pada ikan baung jantan terdapat
87
papilla yang letaknya di belakang lubang genital, sedangkan ikan betina tidak
dijumpai papilla (Weber and de Beaufort, 1913; Smith, 1945; Kottelat, et al.,
1993).
Biologi
Di alam ikan baung bersifat karnivor, makanannya terdiri dari ikan, udang,
insekta dan larva (Vaas, et al.,1953; Arsyad, 1973; Anggraini, 2004). Pakan
utama bagi anak-anak ikan adalah dari kelompok insekta. Ikan baung dewasa
ada perbedaan makanan di bulan Januari yaitu, ikan betina dewasa bagian
terbesar pakan utamanya adalah ikan sedangkan ikan jantan dewasa pakan
utamanya adalah kelompok insekta (Arsyad, 1973). Pada bulan Oktober ketika
banyak ditemukan udang di perairan maka udang menjadi pakan utama baik ikan
jantan maupun ikan betina dewasa, pada bulan berikutnya sejalan dengan
menurunnya populasi udang maka ikan baung kembali ke pakan utamanya yaitu
ikan atau insekta.
Di alam ukuran terkecil baung yang matang gonad adalah 32 cm,
sedangkan ikan yang dipelihara di kolam pernah dijumpai ikan berukuran 20 cm
dengan berat 101 gram telah matang gonad. Fekunditas induk betina yang
bobotnya 327 gram adalah 20.815, sedangkan pada ikan dengan bobot 1,584 g
adalah 87.118 butir. Ikan betina yang matang gonad yang ditemukan pada bulan
Desember-Januari, mempunyai indeks gonada somatik dengan nilai 11–16 %.
Warna telur yang belum matang putih kecoklatan atau kuning kecoklatan,
sedangkan yang telah matang berwarna coklat tua atau coklat kemerahan.
Ukuran ikan baung jantan yang mulai matang kelamin adalah berkisar dari
88
panjan 25–30 cm dengan berat 200–300 gram. Spermanya berbentuk rumbai-
rumbai (Muflikhah, et al.,1995).
Pertumbuhan ikan baung adalah pertumbuhan allometrik. Pertumbuhannya
di alam tergantung dengan kondisi air, terutama ketinggian dan musim. Pada
musim hujan dan air tinggi ikan baung tumbuh relatif cepat, yaitu dari bulan
November sampai bulan Februari, namun saat mulai musim kemarau dan
ketinggian air menurun maka pertumbuhan ikan baung menurun, bahkan yang
dipelihara di karamba bisa mengalami minus.
Habitat
Habitat ikan ini cukup luas, meliputi sungai-sungai besar, anak-anak sungai,
lubuk-lubuk sungai, sampai ke danau, terutama danau yang berada di dataran
rendah, danau oxbow, danau-danau rawa, rawa lebak, rawa banjiran dan hutan
rawa. Pada musim hujan penyebarannya sampai ke rawa lebak yang
berhubungan langsung dengan sungai, sehngga kualitas air di lebak/rawa
kurang lebih sama dengan kualitas air sungai. pH air lebak berkisar 5,5–6,5.
Pada musim hujan hutan rawa banyak ditemukan mulai dari tingkat benih sampai
baung dewasa yang matang gonad karena di tempat ini merupakan habitat bagi
mikrooranisme dan makroorganisme lain yang menjadi sumber pakan alami bagi
ikan baung. Penyebaran ikan baung dijumpai di DAS Musi mulai dari hulu
sungai, Danau Ranau sampai ke muara sungai.
89
Alat Tangkap
Jala (cast net), jaring insang (gill net), pancing (hook line), tuguk (filtering
device), rebo. Ukuran maksimal ikan baung dapat mencapai 57 cm dan ukuran
yang banyak tertangkap berkisar antara 10-30 cm dengan berat 50-500 gram.
Catatan Penting
Ikan baung telah didomestikasi dan mampu tumbuh baik dengan diberi
pakan buatan berbentuk pelet baik yang dipelihara di kolam maupun yang
dipelihara dalam sangkar. Mempunyai nilai ekonomis sebagai ikan konsumsi
dalam bentuk segar maupun olahan
e). FAMILIA NOTOPTERIDAE
1. Notopterus notopterus (Pall.)
Nama Daerah : Putak
Nama Umum : Featherbacks
Morfologi
D.8-9; A.100-110; P.15-17; V.5; L.l.65. Bentuk kepala tetap cembung
hampir lurus, kadang-kadang sedikit cembung; rahang tidak memanjang dengan
meningkatnya umur, hanya memanjang kira-kira di bagian belakang batas mata;
90
sisik pre operculum 6-8; 9-111 jari-jari pada sirip dubur; 28-37 pasang duri kecil
di sepanjang perut; badan seluruhnya berwarna coklat; ikan muda banyak
memiliki pita hitam tegak. Kerabat belida ikan putak (Notopterus notopterus),
mempunyai ukuran yang lebih kecil dan yang membedakan dengan belida
terutama pada bagian punggung yang tidak mencembung atau bentuk kepala
dengan punggung hampir lurus (Kottelat, et al., 1993; Weber and de Beaufort,
1913).
Biologi
Makanan utama ikan putak adalah anak-anak ikan dan serangga air.
Pemijahan terjadi pada awal musim penghujan dan benih-benih banyak terdapat
di rawa banjiran dalam ukuran 5–10 cm pada akhir musim penghujan.
Habitat
Habitat pada umumnya di rawa banjiran dan di sungai-sungai yang banyak
terdapat hutan rawa. Penyebaran ikan Putak di perairan DAS Musi bagian
tengah pada daerah rawa banjiran seperti di Ogan komering Ilir, Ogan Komering
Ulu, Musi Banyuasin.
Alat Tangkap
Tertangkap dengan empang lulung (barrier traps), pancing (hook line).
Catatan Penting
Bernilai ekonomis sedang sebagai pengganti ikan belida untuk pembuatan
kerupuk dan empek-empek. Populasi ikan putak sudah mulai berkurang seiring
91
dengan tingginya tingkat pemanfaatan ikan putak untuk bahan baku pembuatan
kerupuk.
f). FAMILIA SISORIDAE
1. Bagarius yarelli (Hamilton)
Nama Daerah : Dalum
Nama Umum : Dwarf goonch
Morfologi
D.I.6; A.12-15; P.I.12; V.6. Tidak memiliki sirip dada atau duri sirip dada
ramping dan pangkal sungutnya tebal dan pipih datar pada sudut mulut. Badan
datar karena adaptasi dengan air berarus deras. Duri sirip dorsal 1-1; jari-jari
lunak dorsal 6; sirip lunak anal 13-14; vertebrae 38-42 ((Weber and de Beaufort,
1913; Kottelat, et al., 1993).
92
Biologi
Ikan karnivora dengan makanan utamanya adalah serangga, ikan kecil
katak dan udang. Memijah tahunan di sungai terutama pada saat musim hujan
atau banjir.
Habitat
Habitat di sungai, terutama di sungai yang berarus deras dan berbatu.
Penyebaran ikan dalum di Sungai Musi. Ditemukan umumnya di bagian hulu
sungai, seperti Lahat, Pagar Alam dan Ogan Komering Ulu.
Alat Tangkap
Alat tangkap yang dipergunakan untuk menangkap ikan dalum adalah jala
(cast net), jaring (gill net). Ukuran ikan yang sering tertangkap adalah 30-50 cm,
ukuran terbesar yang pernah tertangkap mencapai 1 m.
Catatan Penting
Ikan yang hidup di perairan deras dan sering menempel di bebatuan.
Komposisi hasil tangkapan nelayan rendah (di bawah 10%).
g). FAMILIA CICHLIDAE
Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758)
93
Nama Daerah : Nila
Nama Internasional : Nile tilapia
Morfologi
D.XVI-XVII, 11-15; A.III. 8-11; TL. 300. Ciri-ciri garis warna tegak terdapat
pada sirip ekor, hampir seluruhnya berwarna hitam; beberapa pita warna pada
badan (tidak jelas pada yang dewasa), mulut mengarah ke atas; tenggorok, sirip
dada, sirip perut, sirip ekor, dan ujung sirip punggung berwarna merah ketika
musim berkembang biak (agak kurang pada yang betina). (Kotellat et al., 1993).
Biologi
Ikan nila cepat tumbuh, bila perairannya banyak tumbuh-tumbuhan lunak
seperti hydrilla, ganggang, plankton terutama dari kelompok bacillariophyceae,
sedangkan plankton dari cyanophyceae kurang disukai. Ikan nila mulai memijah
pada bobot 100-150 gram, tetapi produksi telur sangat sedikit. Induk dengan
bobot 500-600 gram bisa mencapai 300-1500 butir. Secara alami ikan nila
memijah setelah turun hujan. Ikan jantan membuat sarang berbentuk cekungan
di dasar kolam dengan diameter 30-50 cm sesuai dengan besarnya ikan lalu ikan
jantan menjemput ikan betina pasangannya masuk ke dalam lubang tadi. Ikan
betina mengeluarkan telur-telurnya dan pada saat yang sama ikan jantan
mengeluarkan sperma, dan pembuahan terjadi di dasar cekungan tersebut. Ikan
nila betina merupakan ikan yang mengerami dan mengasuh sendiri anak-
anaknya (Mouth breeder).
94
Habitat
Ikan nila dikenal sebagai ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan
hidup. Ikan ini dapat hidup di air tawar, air payau, dan air asin. Kehadiran ikan
Nila di perairan umum daratan merupakan ikan tebaran. Ikan nila yang di tebar di
Danau Ranau dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik dan dapat
menyebar di seluruh badan air Danau Ranau.
Alat tangkap
Sering tertangkap dengan alat jaring (gill net), jala (cast net).
h). PRESTOLEPIDIDAE Pristolepis fasciatus
Nama Daerah : Sepatung, kepor
Nama Umum : Mud Perches
Morfologi
D.XII-XIV.14-16; A.III.8-9; Ll.20-22+9-12. Termasuk ke dalam Genus
Pristolepis, Familia Pristolepididae, Sub Ordo Percoidei dan Ordo Perciformes.
Ciri-ciri ikan sepatung mempunyai 4½ sisik antara gurat sisi dan pertengahan
sirip punggung; sirip perut mencapai lubang dubur. Profil punggung bagian
depan lurus dengan sedikit cekungan di atas mata; kira-kira 10 pita warna
95
melintang. Bentuk badan pipih membulat, ditutupi oleh sisik keras berwarna
hitam keemasan dan bagian punggung terdapat sirip punggung yang tajam dan
keras yang berfungsi sebagai pelindung diri. Dapat tumbuh sampai mencapai
ukuran panjang 21 cm (Kottelat et al., 1993; Weber and de Beaufort, 1936).
Biologi
Udang kecil, cacing, serangga, anak ikan, udang kecil serta cacing tanah
adalah makanan utama, serangga merupakan makanan tambahan. Tidak aktif
dan gemar mendiamkan diri kecuali ketika hujan. Ketika hujan tiba ikan ini aktif
mengejar rintik-rintik hujan yang jatuh ke permukaan air yang dikira makanan.
Ukuran panjang ikan sepatung pertama sekali memijah adalah 10 cm dengan 15
g. Jumlah telur berkisar antara 7.895–12.368 butir.
Habitat
Habitat ikan sepatung yaitu danau, lebak anak sungai dan sungai yang
berarus tenang. Suhu yang paling cocok untuk kehidupan ikan sepatung berkisar
antara 26–29oC. Ikan sepatung hidup di anak-anak sungai di DAS Musi (Sungai
Ogan, Sungai Komering, sungai Batanghari Leko), Danau Ranau OKU dan di
danau-danau banjiran.
Alat Tangkap
Tertangkap bersamaan dengan jenis ikan lainnya dengan alat tangkap jala
(cast net), jaring (gill net) dan dengan pancing (hook line).
Catatan Penting
Komposisi hasil tangkapan sedang terutama di daerah rawa-rawa (10-
20%).
96
4.3. KUALITAS AIR.
Tabel 4.3.1. Kualitas Perairan di Danau Ranau (in situ)
Parameter Stasiun 1 2 3 4 5 6
Suhu Udara (°C) 26 26 26 27 26 26
Suhu Air (°C) 27 26 27 27 26 26
Kecerahan (cm) 140 170 230 330 290 140
DO permukaan (mg/ l) 5,23 5,64 4,03 1,61 2,26 4,83
Co2 permukaan (mg/ l) 0,44 0,44 0,44 0,88 0,88 0,44
pH permukaan 6,50 6,55 6,64 6,39 6,35 6,71
Tabel 4.3.2. Kualitas Perairan di Danau Ranau (Laboratorium)
Parameter Stasiun 1 2 3 4 5 6
Klorofil permukaan
(mg/m3)
4,1299 6,0936 7,8695 4,1501 40,2674 4,8992
Hardness
permukaan (mg/l)
79,08 71,07 73,07 80,58 77,08 75,08
N-NH3 permukaan
(mg/l)
0,0918 0,0467 0,0287 0,0054 0,1181 0,1354
DHL permukaan
(µs/cm)
207,00 207,90 205,20 231,10 228,10 211,80
NO3 permukaan
(mg/l)
0,1452 0,1583 0,8523 0,0318 0,8561 0,0624
T.P permukaan
(mg/l)
0,4120 0,2622 0,2097 0,2322 0,3745 0,2060
97
Tabel 4.3.3. Kualitas air di kolam BBI, Sungai Selabung dan Sungai Saka
PARAMETERr BBI PENINJAUAN
BBI PENINJAUAN
SUNGAI SAKA
SUNGAI SELABUNG
JAM 12.3 wib 13.00 wib 15.30 wib 15.32 wib
SUHU AIR (0c) 27,7 27,7 29,5 26,6
SUHU UDARA
(0 c) 29,1 29 30,7 27,7
KEDALAMAN
(Cm) 70 cm 70 cm # #
KECERAHAN
(Cm) 25 cm 15 cm # #
DO (mg/L) 6,11 6,60 7,41 7,90
CO2 (mg/L) 0.65 0.65 0.45 0.25
Ph 6,5 6,5 7,5 8
Kec arus
(m/detik) # # 1,2 m/detik 1,49 m/detik
a).Pemeriksaan kualitas air secara insitu di Danau Ranau
Hampir semua parameter pemeriksaan kualitas air secara insitu di Danau Ranau
menunjukkan kisaran angka yang baik, memenuhi persyaratan untuk kehidupak ikan air
tawar pada umumnya. Namun kandungan oksigen terlarut menunjukkan angka yang
rendah 1,61 – 5,23 mg/L.. Bila kandungan oksigen > 5 mg/L maka ikan dapat tumbuh
dengan baik, bila oksigen minimal adalah 3 mg/L maka ikan masih dapat tumbuh ,
namun bila kandungan oksigen kurang 3 mg/L hingga 2 mg/L maka ikan masih dapat
bertahan hidup namun pertumbuhannya terganggu, sedangkan bila kurang dari 2 mg/L
dapat menyebabkan kematian bagi ikan (Boyd, 1988). Kandungan oksigen yang rendah
98
sering disebabkan karena adanya pencemaran bahan organik yang akan mereduksi
oksigen terlarut.
Dampak dari kandungan oksgen yang rendah sudah dapat dirasakan oleh para
petani ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di kota batu. Pertumbuhan ikan yang
dipelihara lambat dan sering etrjadi kematian ikan. Pada saat hujan deras selama
beberapa hari akan menyebabkan pembalikan air yaitu air pada lapisan atas dengan
suhu yang dingin akan turun kebawah dan lapisan air dasar akan naik ke atas (up-
welling). Lapisan air bagian bawah pada umumnya kandungan oksigen rendah, banyak
terdapat gas beracun seperti CO2, H2S dan NH3. Bila lapisan air bagian bawah tersbut
naik keatas akan menyebabkan kematian ikan dalam KJA, karena ikan dalam KJA tidak
dapat melarikan diri terkurung dalam KJA.
Kandungan oksigen terlarut (DO) di perairan merupakan parameter yang sangat
penting untuk organisme air terutama ikan. Pernafasan oleh ikan memerlukan oksigen
yang cukup untuk proses pembakaran yang akan menghasilkan energi. Oksigen di
perairan selain diperlukan oleh organisme air juga diperlukan dalam proses
dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Sumber oksigen di perairan
berasal dari hasil proses fotosintesa tumbuhan air terutama oleh fitoplankton, juga dari
difusi oksigen dari atmosfer (Effendi, 2000).
b).Pemeriksaan secara eksitu (laboratorium) di Danau Ranau.
Berdasarkan pemeriksaan di laboratorium, hampir semua parameter masih
belum membahayakan untuk kehidupan ikan maupun organisme air lainnya. Namun
ditinjau dari segi kandungan total fosfor (TP), maka sudah ada indikasi bahwa perairan
99
tersebut sudah tercemar oleh bahan organik. Menurut Novotny dan Olem (1994);
perairan oligotrofik (kesuburan rendah) bila kandungan total fosfor kurang dari 10 μg/L,
mesotrofik (kesuburan sedang) bila kandungan fosfor total antara 10 – 35 μg/L, eutrofik
(kesuburan tinggi) bila kandungan fosfor total lebih dari 35 – 100 μg/L, hipertrofik bila
kandungan fosfor total > 100 μg/L.
Kandungan TP di Danau Ranau cukup tinggi yaitu 0,2060 mg/L (atau 206 μg/L)
hingga . 0,4120 mg/L (atau 412 μg/L). Keberadaan fosfor yang tinggi di perairan dapat
menstimulir pertumbuhan fitoplankton, selanjutnya dapat menghambat penetrasi sinar
matahari masuk ke perairan sehingga tidak menguntungkan bagi ekosistem perairan.
Selain itu, perairan Danau Ranau juga berfungsi sebagai sumber air minum, ambang
batas total fosfor perairan untuk kepentingan air minum tidak boleh melebihi 50 μg/L
(Beveridge, 1996). Aktivitas perikanan tidak boleh mengganggu fungsi utama danau
termasuk sebagai sumber air minum.
c).Pemeriksaan insitu di Balai Benih Ikan
Para meter kualitas air yang kurang baik yaitu kedalaman air dan kecerah.
Kedalam air hanya 70 Cm, nilai kecerahan hanya berkisar antara 15- 25 Cm.
Kecerahan adalah ukuran transparansi air, nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh
kekeruhan dan padatan tersuspensi. Peningkatan kadar padatan tersuspensi akan
sebanding dengan peningkatan kekeruhan dan berbanding terbalik dengan kecerahan.
Ketiga parameter tersebut akan mempengaruhi intensitas sinar matahari yang masuk
ke dalam perairan.
100
Kekeruhan pada perairan tergenang lebih banyak disebabkan oleh bahan
tersuspensi berupa koloid dan partikel halus. Nilai kekeruhan juga menunjukkan
banyaknya partikel anorganik dari hasil erosi dan juga dari bahan organik yang terlarut
bisa berasal dari limbah. Kekeruhan yang tinggi (atau kecerahan yang rendah) dapat
menyebabkan terganggunya sistem osmoregulasi seperti pernafasan dan daya lihat
organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air
d).Pemeriksaan insitu di Sungai Selabung dan Sungai Saka.
Beberapa parameter kualitas air yang diperiksa maka dapat dinyatakan bahwa
kualitas air di ke dua sungai tersebut masih layak untuk kehidupan ikan. Kandungan
oksigen cukup tinggi yaitu di atas 7 mg/L, hal tersebut disebabkan karena adanya arus
yang deras mencapai 1,49 m/detik sehingga akan menambah difusi oksigen ke
perairan.
4.4.TINJAUAN DI BALAI BENIH IKAN PENINJAUAN DAN FILA
Permasalahan ke dua balai benih tersebut secara umum sama yaitu dana
operasional sangat minim yaitu hanya 27 juta rupiah per tahun untuk dua BBI,
sumberdaya manusia untuk teknik perikanan sangat kurang, irigasi untuk mengisi air di
perkolaman masih sangat kurang, dan kurang perawatan.
1.Irigasi ke perkolaman.
Saluran iri gasi untuk memasok air ke perkolaman merupakan sarana yang
sangat penting. Apabila saluran irigasi tersebut tidak berfungsi maka vlume air untuk
101
memasok air ke perkolaman sangat bekurang, sehingga kinerja BBI tidak akan berjalan
dengan baik.
Gambar 4.4.1 Kondisi saluran irigasi di perkolaman BBI Peninjauan
Gambar 4.4.2.Kondisi saluran irigasi di perkolaman BBI Fila
102
Salah satu penyebab utama buruknya keadaan saluran irigasi perkolaman di BBI
tersebut disebabkan karena permasalahan irigasi di luar waduk, yaitu saluran irigasi
yang menghubungan sumber air dari pegunungan ke lokasi BBI sering rusak karena
tertimbun tanah lonsor dan pembagian air dengan irigasi pertanian. Untuk itu perlu
perbaikan irigasi mulai dari sumber air sampai lokasi perkolaman, perlu koordinasi
dengan irigasi pertanian dan bila perlu membuat saluran irigasi khusus yang tidak
terganggu oleh pembagian irigasi pertanian.
2.Perkolaman.
Akibat dari irigasi perkolaman yang tidak baik maka menyebabkan banyak kolam
yang mengalami kekeringan dan keruh, sehingga fungsi BBI sebagai pemasok benih
ikan ke pembudidaya ikan sangat kurang. Disamping itu kondisi perkolaman kurang
perawatan banyak yang rusak dan ditumbuhi rumput. Hal tersebut merupakan salah
satu dampak dari kurangnya anggaran dan tenaga teknis perikanan.
Gambar 4.4.3. Kondisi perkolaman di BBI Peninjauan
103
Gambar 4.4.5. Kondisi perkolaman di BBI Fila
Air yang keruh akan mengganggu pernafasan ikan, volume air yang kecil dan
dangal akan menyebabkan suhu perairan mudah panas serta oksigen rendah.
Banyaknya rumput di perkolaman akan menjadikan sarang hama bagi ikan. Kondisi
seperti tersebut akan menyebabkan pertumbuhan ikan lambat, terserang penyakit dan
bahkan menyebabkan kematian.
3).Perbenihan (Hatchery)
Kondisi hatchery di kedua BBI tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisi
perkolaman, masih tidak bagus. Kurang sarana-prasarana, kurang perawatan dan
kurang tenaga teknis perikanan untuk perbenihan. Fasilitas perbenihan diperlukan listrik
yang cukup untuk menhidupkan airator dan blower jika saat melakukan perawatan
larva, diperlukan instalasi airator yang cukup dan kondisi yang layak pakai. Hatchery
memerlukan air yang bersih untuk perawatan larva, sehingga diperlukan fasilitas
penyaringan dan pengendapan air sebelum masuk ke hatchery. Bahan bahan lain yang
diperlukan dalam perbenihan yaitu hormon untuk perbenihan seperti,HCG dan ovaprim,
seperangkat alat untuk induced breeding, obat obatan untuk penyakit ikan.(metil blue,
104
larutan malachyt green oxalate , kalium permanganat (PK), dll). Obat penyuci hama di
bak air perbenihan antara lain larutan chlorine (Na OCI). Persediaan pakan untuk larva
ikan yaitu artemia.
Gambar 4.4.6. Hatchry di BBI Fila
Gambar 4.4.7. Hatchry di BBI Peninjauan
105
4). Sumberdaya manusia
Kekurangan tenaga teknis yang ahli di bidang perikanan dan mau menekuni
pekerjaan teknik budidaya ikan di lapangan. Tenaga teknik yang diperlukan adalah
sarjana S1 bidang budidaya ikan, SUPM dan SPMA. Serta di dukung oleh tenaga
pekerya dan administrasi. Pelatihan/kursus untuk teknik budidaya ikan bagi tenaga
teknik dan penyuluh perikanan perlu di tingkatkan. Diperlukan tunjangan intensif yang
memadai bagi tenaga teknik yang menekuni bidang budidaya ikan.
Apa bila BBI sudah diperbaiki kekurangan baik dari segi teknis, sumberdaya
manusia dan anggaran maka perlu peningkatan budidaya ikan ikan asli lokal di OKU
Selatan. Beberapa jenis ikan lokal di OKU Selatan yang punya potensi untuk di
budidayakan yaitu ikan semah, (Tor douronensis) tawes (Barbodes gonionotus), lapam
(Barbodes schwanefeldii) dan baung (Mystus nemurus), betutu (Oxyeleotris marmorata),
gurami (Ospronemus goramy ), palau/nilem (Osteochilus hasseltii),
4.5.TINJAUAN DI SUNGAI SAKA DAN SELABUNG.
Sungai Saka dan Selabung merupakan contoh dari sungai sungai yang berada di
OKU Selatan (Lampiran 2). Sungai tersebut merupakan sungai di dataran tinggi,
berarus deras, kecepetan aurs mencapai 1,5 m/detik, ber batu batu. Jenis ikan yang
spesifik di dataran tinggi yang berarus deras yaitu ikan Semah (Tor douronensis). Ikan
tersebut memijah di air deras yang berbatu batu, benih ikan semah banyak terdapat di
sela sela batu. Perairan ber arus deras pada umumnya mempunyai kandungan oksigen
terlarut lebih tinggi dari pada perairan tergenang. Gerakan air yang deras dan
bergombang akan menambah difusi oksigen dari udara.
106
Gambar 4.5.1.Sungai Saka di OKU Selatan
Gambar 4.5.2.Sungai Selabung di OKU Selatan
1.Opsi pengembangan budidaya ikan di kolam air deras.
Wilayah Kabupaten OKU Selatan sebagian besar terletak di dataran tinggi yaitu
wilayah yang ketinggiannya 500 - 1.888 m dpl (diatas permukaan laut) mencapai
107
kurang lebih 76 %. Sebagian besar sungai merupakan tipe sungai bagian hulu dengan
cirri cirri berarus deras, berbatu. Kurang lebih terdapat 47 jenis ikan asli, diantaranya
terdapat beberepa jenis ikan yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi ikan
budidaya. Jenis ikan yang potensial untuk dijadikan komeditas ikan budidaya yaitu
semah, (To douronensis) tawes (Barbodes gonionotus), lapam (Barbodes schwanefeldii) dan
baung (Mystus nemurus), betutu (Oxyeleotris marmorata), gurami (Ospronemus goramy ),
palau/nilem (Osteochilus hasseltii), Potensi lahan untuk dikembangkan menjadi lahan
budidaya ikan masih luas (Lampiran 3) terutama pengembangan bididaya ikan di air d
Usaha budidaya ikan air deras (running water system) belum begitu lama dimulai di
Indonesia, sistem ini baru berkembang sekitar akhir 1970. Sistem air deras dewasa ini
banyak diminati karena dapat memberikan hasil yang cukup tinggi dalam kurun waktu
pemeliharaan yang relatif singkat sehingga akan memberikan keuntungan yang tinggi
bagi pengelolanya.
Sesuai dengan namanya, budidaya sistem air deras memanfaatkan aliran air
deras untuk mempercepat pertumbuhan ikan yang dipelihara. Budidaya dengan air
deras dapat dibagi menjadi beberapa jenis meliputi kolam air deras, kolam drum dan
kolam parit. Jenis ikan yang dipelihara harus merupakan jenis ikan yang bersifat
reotaksis positif (menyenangi arus), dan bentuk tubuh ikan tidak pipih sehingga
memudahkan untuk bergerak melawan arus, Sampai saat ini jenis ikan yang memenuhi
kriteria di atas hanya ikan mas (Cyprinus carpio).
Kolam air deras adalah kolam yang memiliki debit air yang cukup besar sehingga
dengan hitungan menit seluruh volume air dapat tergantikan. Kolam air deras
merupakan tempat pembesaran ikan yang airnya mengalir secara terus menerus.
108
Teknologi pembuatan kolam sistem air deras ini diadopsi dari Jepang. Pertama kalinya
tekonologi kolam sistem air deras ini diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun 80-
an. banyak berkembang di Jawa Barat selanjutnya didikuti oleh daerah lain karena
tingkat produktivitasnya tinggi. Lokasi kolam air deras harus memiliki sumber air yang
tetap, debitnya besar, dan mengalir sepanjang tahun. Ketinggian air untuk kolam air
deras yang dipergunakan untuk usaha perikanan sebaiknya antara 500 - 800 meter di
atas permukaan laut. Jika ketinggian tempat melebihi batas tersebut, suhu udaranya
akan semakin dingin sehingga mempengaruhi pertumbuhan budidaya perikanan.
Ukuran kolam air deras yang digunakan untuk budi daya ikan biasanya panjang 7
meter, lebar 3 meter.
Keuntungan lain yang diberikan oleh sistem air deras ini adalah:
Ketersediaan oksigen yang cukup bagi ikan akan selalu terjaga, karena aliran air
deras mampu menyediakan oksigen terlarut pada tingkat jenuh,
Proses pemeliharaan kolam/wadah akan lebih mudah, karena aliran air akan
mempermudah pembuangan sisa pakan ataupun sisa metabolisme ikan,
Tingkat kepadatan ikan yang dapat dipelihara dalam kolam air deras akan
sangat tinggi karena jumlah oksigen terlarut dalam air selalu tinggi sehingga
produktivitas wadah juga akan meningkat,
Biaya produksi dan biaya pemeliharaan relatif rendah dan cara pembuatan
wadah juga cukup mudah,
Pembudidaya akan lebih mudah melakukan pengontrolan,
Proses panen akan menjadi lebih mudah, terutama untuk sistem kolam drum.
109
Budidaya kolam air deras merupakan salah satu usaha budidaya yang dapat
dilakukan oleh semua kalangan petani, karena selain memerlukan modal yang relatif
kecil, juga dapat dilakukan dengan skala kecil dengan keuntungan yang diberikan
masih memadai sebagai penghasilan tambahan. Kolam air deras dibuat dengan cara
memasang sekat-sekat baik kayu maupun kawat pada saluran air yang berarus cukup
deras misalnya pada sungai kecil. Ukuran dari kolam ini tidak terlalu besar umumnya
hanya sekitar 50 m2, dan bentuknya bisa berbagai macam misalnya bujur sangkar,
persegi panjang, bulat atau segitiga, tetapi bentuk yang lazim digunakan adalah persegi
panjang. . Selain fungsinya sebagai wadah pemeliharaan ikan, budidaya ikan dengan
sistem air deras ini juga memberikan fungsi tambahan karena pagar/sekat yang di
pasang di saluran air dapat digunakan sebagai penyaring sampah, sehingga saluran air
lebih mudah dibersihkan.
Gambar 4.5.3.Kolam Air Deras
110
BENTUK KOLAM AIR DERAS.
1. Kolam Air Deras Bentuk Segi Empat
Sistem pengairan ada yang menggunakan seri, ada juga yang parallel. Konstruksi
kolam pada saluran pemasukan dibuat miring kearah pintu pengeluaran, dengan tujuan
kalau dikuras, kotoran dalam kolam dapat hanyut keluar kolam. Pada bagian terdalam
dibuatkan saluran penguras berbentuk monik. Fungsi lain monik dari monik adalah
dapat digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya air dalam kolam, yaitu dengan
mengatur susunan papan kayu yang ada setinggi yang diinginkan. Ukuran kolam selain
tergantung pada letak dan kondisi tempat, juga tergantung dari kebutuhannya. Pada
saluran pemasukan dipasang saringan air, sedangkan pada saluran pengeluaran dibuat
pintu berbentuk monik.
2. Kolam Air Deras Bentuk Segi Tiga
Konstruksi untuk kolam seperti ini dibuat sedemikian rupa, sehingga terdapat
tempat yang dalam, miring dan melandai, tujuannya adalah apabila dikuras, kotoran
dalam kolam dapat hanyut ke luar kolam. Bentuk kolam sengaja dibuat siku-siku,
dengan dasar kolam terdalam terdalam pada sudut siku-sikunya. Di dekat sudut siku-
siku dibuat saluran penguras berbentuk monik. Dengan konstruksi tersebut diharapkan
akan timbul pusaran (pengadukan) pada sisis siku-siku terpanjang sehingga kotoran
maupun sisa pakan dapat hanyut keluar. Dengan demikian selain kolam selalu bersih,
kandungan oksigennya pun cukup tinggi.
111
3. Kolam Air Deras Bentuk Oval
Konstruksi kolam dibuat sama seperti pada kolam bentuk segi empat, yang
berbeda hanya bentuk sudutnya yang berbeda. Tujuannya membangun kolam seperti
ini adalah dengan harapan akan lebih banyak lumpur, kotoran dan sisa-sisa pakan yang
bisa dihanyutkan keluar kolam. Pada umumnya luas kolam kurang dari 50 M2, tetapi
ada pula yang hanya berukuran luas 30 M2 dengan panjang 10 m dan lebar 3 m,
kedalaman dekat saluran pemasukan 125 cm, kedalaman pada saluran pengeluaran
170-200 cm. pada saluran pengeluaran dibuat pintu berbentuk monik.
4. Kolam Air Deras Bentuk Tak Beraturan
Pada pembuatan kolam seperti ini, bangunan dan bentuknya disesuaikan
dengan kondisi tempat (topografi, elevasi, luas tanah). Adapun luas dan dalamnya
bervariasi, menurut selera pemilik. Tetapi prinsip pembuatan kolamnya tidak akan
menyimpang dari persyaratan kolam air deras.
PEMBUATAN KOLAM
Sebelum membuat kolan air deras, kita harus menhetahui terlebuh dahulu
bagian-bagian dari kolam air deras tersebut. Setiap KAD memiliki 6 bagian pokok, yaitu
saluran pemasukan, lubang pemasukan, saringan, pematang, dasar kolam, lubang
pembuangan, saringan, dan saluran pembuangan.
1. Saluran pemasukan
Bagian ini dibuat dekat dengan sungai, atau sumber air, yaitu setelah kolam
pengendapan, atau filter. Ukuran panjang, lebar, dan tinggi saluran pemasukan
112
tergantung dari debit air yang akan dialirkan, dan jumlah KAD yang akan dibangun.
Untuk 10 buah KAD yang berukuran panjang 10 m, lebar 3 m, dan tinggi 2 m, cukup
dibuat saluran pemasukan dengan panjang 40 m, lebar 1 m, dan tinggi 0,7 m. Tentu
saja bagian ini harus dibuat dari beton, agar kuat dan kokoh, tidak mudah terkikis oleh
aliran air.
Gambar 4.5.4.Saluran Pemasukan Air
2. Lubang pemasukan dan saringan
Bagian ini dibuat berhubungan langsung dengan saluran pemasukan. Ukuran
lebar dan tinggi lubang pemasukan tergantung dari lebar KAD. Ini sangat berkaitan erat
dengan debit air yang akan dimasukan ke KAD. Untuk KAD yang lebarnya 3 m, cukup
dibuat saluran pemasukan dengan lebar 40 – 50 cm, dan tinggi 15 – 20 cm. Pada
bagian ini dibuat sekoneng, atau coakan secara vertikal dengan lebar 2 – 3 cm, dan
dalam 1 – 2 cm. Coakan itu berfungsi sebagai tempat memasang saringan. Saringan
113
sebaiknya dibuat dari besi, atau behel ukuran minimal 5 mm. Behel itu dilas secara
vertikal pada besi segi empat dengan jarak 0,5 – 1 cm. Saringan berfunsi untuk
menahan sampah, ranting dan kotoran lainnya.
Gambar 4.5.5. Lubang Pemasukan dan Saringan Air
3. Pematang
Pematang adalah bagian penting dari KAD. Pematang dibuat sekeliling kolam
dengan posisi tegak lurus, tidak miring seperti kolam tanah. Tinggi pematang pada KAD
umumnya antara 1,5 – 1,8 m. Pada lubang pemasukan 1,5 m, sedangkan pada lubang
pengeluaran 1,8 m. Lebar pematang sebaiknya minimal 30 cm, semakin lebar semakin
kuat. Bagian ini harus kuat dan kokoh. Karena selain harus dapat menahan aliran air,
114
kikisan air, juga harus bisa menahan volume air yang sangat besar. Karena itu, bagian
ini dibuat dari beton, atau campuran pasir, badu, kerikil dan pasir. Semennya lebih
banyak. Seluruh permukaan pematang harus halus, agar ikan tidak terluka.
Gambar 4.5.6.Pematang Kolam
4. Dasar kolam
Dasar kolam adalah bagian bawah KAD. Bagian ini dibuat melandai dari lubang
pemasukan ke lubang pengeluaran. Tujuannya agar air dalam KAD mudah dikeluarkan
dengan dasar kering. Selain melandai, bagian ini juga harus cekung. Tujuannya agar
semua kotoran terkumpul di tengah, sehingga mudah terbawa arus air dengan mudah.
Dasar kolam juga harus kuat, agar tidak bocor akibat tekanan air yang sangat besar,
dan juga kikisan air. Karena itu bagian ini dibuat dari beton seperti halnya pematang.
Tetapi betonya harus tebal. Agar tidak melukai ikan, terutama ketika panen, maka
seluruh permukaan dasar kolam harus halus. Selain itu pada dasar kolam yang halus,
kotoran lebih mudah terbawa arus.
115
5. Lubang pembuangan dan saringan
Lubang pembuangan adalah lubang untuk membuang air, pada saat penen, dan
juga sehari-hari. Bagian ini dibuat pada dinding belakang dari lebar kolam. Letaknya di
bagian bawah dengan lebar 30 – 40 cm, dan tinggi 20 – 30 cm. Untuk menetapkan
ketinggian air kolam, maka pada bagian belakang lubang pengeluaran dibuat sekoneng
dengan lebar 3 – 4 cm, dan dalam cm. Bagian itu digunakan sebagai tempat untuk
memasang papan sebagai penehan ketinggian air KAD. Saringan dipasang pada
bagian itu dengan lebar dan tinggi sama dengan lebar dan tinggi lubang pembuangan.
Saringan yang dibuat sama dengan saringan pada lubang pemasukan. Bagian ini
berfungsi untuk menjaga agar ikan tidak keluar, tetapi kotoran, seperti lumpur, sisa
pakan, dan kotoran ikan bisa keluar.
6. Saluran pembuangan
Saluran pembuangan adalah bagian untuk membuang seluruh air dari KAD. Bagian ini
dibuat di belakang, dan berhubungan langsung dengan lubang pengeluaran. Letaknya
harus lebih rendah dari dasar kolam. Tujuannya agar seluruh air kolam dapat kering.
Saluran pembuangan harus lebih lebar dari saluran pemasukan. Demikian juga dengan
tingginya. Karena harus bisa menampung air dari beberapa KAD yang telah dibuat.
Selain itu juga harus lebih kuat dan kokoh karena tekanan airnya lebih besar dari
saluran pemasukan.
116
Gmabar 4.5.7.Saluran Pembuangan
2. Opsi Penentuan Suaka Perikanan.
Untuk mempertahankan kelestarian sumber daya ikan diperlukan suaka perikanan
yang dapat dikombinasikan dengan pengaturan penangkapan dan penebaran ikan di
dalam suaka perikanan.. Pengertian suaka perikanan secara umum yaitu bagian dari
perairan umum yang dilindungi, dilarang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan
kegiatan lainnya yang dapat merusak lingkungan. Pengertian suaka perikanan menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 tahun 2007 yaitu kawasan perairan
tertentu baik tawar, payau maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat
berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu yang berfungsi sebagai
daerah perlindungan4. Suaka perikanan dapat berfungsi sebagai tempat konservasi
sumber daya perikanan, melindungi ikan yang sudah langka, sumber plasma nutfah
117
perikanan, secara alami merupakan sumber benih ke perairan sekitarnya, dapat
memulihkan populasi yang terancam kepunahan
Penentuan lokasi suaka perikanan dapat dikatakan tepat bila suaka tersebut
mempunyai integritas ekologis, mempunyai ekosistem yang lengkap sehingga ikan
dapat berkembang biak dengan baik. Kondisi suaka perikanan di Indonesia pada
umumnya secara bioekologi kurang memenuhi syarat karena terbatasnya habitat
pemijahan, banyak mengalami pendangkalan, penurunan kualitas air dan adanya
gulma air yang tidak terkendali, disamping itu banyak pengelolaan berbasis kearifan
lokal sudah memudar..
Perairan OkU Selatan yang sabgian besar di dataran tinggi, banyak terdapat
sungai berarus deras yang merupakan habitat ikan Semah (Tor douronensis). Namun
keberadaan ikan Semah tersebut sudah terancam dari kepunahan akibat dari kegiatan
penangkapan yang intensif dan akbiat dari kerusakan habitat. Kerusakan habitat ikan
Semah di OKU Selatan salah satu penyebab yaitu adanya bendungan di sungai
sehingga ruaya ikan ter ganggu dan terjadi perubahan volume air yang semakin kecil.
Untuk itu diperlukan penentuan daerah yang tepat untuk perlindungan ikan Semah.
Bendungan di desa Rantau Nipis, merupakan bendungan untuk kepentingan
irigasi dan PLTA. Pada tahun 1988, sebelum ada bendungan banyak terdapat ikan
semah di sungai Selabung mulai dari Danau Ranau hingga desa Rantau Nipis. Larva
ikan Semah banyak berada di sela sela batu sungai, induk ikan semah banyak terdapat
di sungai terutama yang dalam (lubuk sungai) dan di danau ranau. Namun setelah ada
bendungan ikan semah tersebut mulai punah, sulit untuk didapatkannya.
118
Gambar 4.5.8.Sungai Selabung di Hilir bendungan
Gambar 4.5.9. Lubuk sungai dan batu kali di Sungai Selabung
Ikan semah menyenangi perairan yang deras. Untuk penentuan suaka perikanan
harus dipilih bagian hilir dari bendungan, karena airnya deras. Bila dipilih bagian hulu
bendungan maka airnya relatip tergenang. Penentuan suaka perikanan hendaknya
119
mulai dari hilir bendungan sampai akhir desa rantau nipis tepatnya sampai di daerah
olah raga arum jeram, panjangnya kurang lebih 2 km. Sepanjang segmen sungai
tersebut disamping airnya deras juga banyak terdapat batu kali, dan terdapat lubuk
sungai yang merupakan habitat ikan semah. Perlu dilakukan penebaran ikan ikan asli
di suaka tersebut terutama jenis ikan yang senang hidup di air deras antara lain
semah,, tawes dan lainnya. Penentuan suaka perikanan yang sesuai dengan criteria
tersebut di atas harus dilakukan tidak hanya di sungai selabung tetapi juga di 21 sungai
di OKU Selatan (Lampiran 2)
4.6. TINJAUAN DI KERAMBA JARING APUNG KOTA BATU.
Jumlah keramba jaring apung (KJA) di danau Ranau kurang lebih ada 37 unit,
tiap satu unit terdiri dari 3 – 5 petak KJA.. Jumlah keramba jaring sekat (pen sistem)
ada 609 petak (Lapmiran 4). Kedua tipe budidaya ikan tersebut dilakukan di Danau
Ranau, semuanya diberi makanan tambahan berupa plelet. Berdasarkan wawancara
dengan petani ikan di Kota Batu tiap satu petak KJA akan menghasilkan ikan sebanyak
370 kg tiap panen ikan. Ikan yang dipelihara pada umumnya ikan Nila, lama
pemeliharaan ikan dalam KJA memerlukan waktu kurang lebih 6 -8 bulan, berat rata
rata adalah 3- 4 ekor/Kg. Ukuran KJA yaitu panjang 7 m, lebar 4 m dan dalam 2 m.
Padat tebar benih ikan adalah 2000 ekor/petak. Benih ikan berasal dari Lampung
Barat.
Untuk keberlanjutan usaha budidaya ikan dalam KJA harus memperhatikan
dampak terhadap lingkungan perairan. Danau merupakan perairan yang tertutup,
kedalaman rata rata mencapai 200m, Pembuangan air melalui sungai keluar (outlet)
120
yaitu sungai Selabung. Air yang terbuang dari danau melalui sungai selabung hanya air
permukaan, sedangkan lapisan air bagian bawah tidak dapat terbuang. Sisa pakan dan
kotoran ikan yang tidak termakan oleh ikan akan lolos ke perairan sebagian larut
dalam air dan sebagian mengendap di dasar perairan.
Sisa pakan dan kotoran ikan yang mengendap di dasar perairan tiap hari lama
kelamaan akan terakumulasi. Sisa pakan dan kotoran ikan tersebut akan membusuk,
terdekomposisi menghasilkan gas beracun seperti CO2, H2S, amonia. Dekomposisi
bahan organik di perairan juga akan mereduksi oksigen terlarut di perairan sehingga
kandungan oksigen menjadi rendah.
Bila terjadi hujan lebat selama beberapa hari maka lapisan permukaan perairan
menjadi dingin dan berat jenis air akan lebih berat, sehingga lapisan permukaan
perairan akan turun ke bawah dan lapisan dasar perairan akan naik ke atas (peristiwa
ini disebut upwelling). Peristiwa upwelling ini akan menyebabkan kematian ikan secara
masal, terutama ikan di dalam KJA yang tidak dapat melarikan diri. Kematian ikan ini
disebabkan karena lapisan air bagian bawah yang miskin oksigen dan mengandung
gas beracun (CO2, H2S, amonia) akan naik ke atas pdrmukaan perairan mengenai ikan
ikan yang dipelihara dalam KJA..
Untuk itu dalam usaha budidaya ikan dalam KJA maka harus memperhatikan
daya dukung perairan. Perairan mempunyai daya dukung yang terbatas terhadap
beban budidaya ikan. Selain itu juga harus memperhatikan jumlah pakan yang
diberikan harus termakan oleh ikan, tidak boleh banyak sisa pakan yang lolos ke
perairan. Sangat dianjurkan bila usaha budidaya ikan di Danau sebaikan memilih
121
sistem budidaya ikan ekstensif, tidak usah diberi pakan pelet, diberi pakan berupa
tumbuhan hidup se[erti kangkung, sehingga walaupun pakan tersebut belum termakan
ikan tetap hidup di perairan tidak membusuk. Jenis ikan yang dipelihara adalah jenis
ikan herbivora seperti ikan gurami. Menjaga jarak antar KJA jangan terlampu rapat.
Sebaiknya tidak menggunakan pengapung bambu, karena kelihatan kumuh.
Pengampung KJA sebaiknya menggunakan drum plastik dan kerangka pengapung nya
adalah kayu..
Bila saat musim penghujan tiba petani ikan harus waspada, karena sangat
memungkinkan sekali upwelling akan muncul saat hujan terjadi perubahan suhu yang
mencolok. Bila ada tanda tanda berubahan suhu perairan karena hujan lebih baik
segera ikan dipanen, atau menarik KJA ke tempat yang aman seperti ke tengah danau
atau ke tempat lain yang diperkirakan di dasar perairan tidak banyak sisa kotoran ikan.
Berdasrkan wawancara dengan nelayan bila dibandingkan dengan 1o tahun
yang lalu terlihat ada penurunan pertumbhan ikan. Sekarang untuk menumbuhkan ikan
dari benih hingga ukuran 3-4 ekor/kg memerlukan waktu 6-8 bulan, sedangkan
pertumbuhan ikan waktu 10 tahun yang lalu hanya memerlukan waktu 3-4 bulan. Hal
tersebut disebabkan karena ada penurunan kualitas air yang menyebabkan
pertumbhan ikan lambat. Berdasarkan hasil analisis kualitas air pada bulan juli 2017,
kandungan oksigen dibeberapa lokasi terutama dekat KJA hanya 1,6 – mg/L.
Sedangkan untuk keperluan ikan air tawar agar pertumbhannya baik diperlukan
kandungan oksigen minimal 5 mg/L.
122
Gambar 4.6.1 . KJA di Kota Batu Danau Ranau
Catatan: warna air yang keruh menunjukkan adanya bahan bahan organik yang terlarut di perairan
O2
(CO2, H2S, NH3)
Gambar 4.6.2. Lapisan Perairan Dana Berdasarkan Cahaya yang Masuk
Catatan: Dasar perairan danau banyak terdapat gas yang toksit (CO2, H2S,NH3) Bila naik ke permukaan akan membahayakan ikan dalam KJA
123
Sumber : Odum, 1996 Gambar 4.6.3. Lapisan Perairan Danau Berdasarkan Suhu Perairan
Catatan: Bila terjadi Perbedaan suhu bagian atas menjadi dingin karena turun hujan, maka bisa menyebabkan upewlling
124
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN.
1) Perairan darat OKU Selatan mempunyai potensi lahan yang luas belum banyak
dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan produksi perikanan tawar
2) Perairan darat OKU Selatan mempunyai tidak kurang dari 47 jenis ikan asli bernilai
ekonomis yang belum banyak dikembangkan menjadi ikan budidaya air tawar.
Beberapa jenis ikan yang potensial untuk dikembangkan menjadi ikan budidaya air
tawar antara lan ikan semah, (To douronensis) tawes (Barbodes gonionotus), lapam
(Barbodes schwanefeldii) dan baung (Mystus nemurus), betutu (Oxyeleotris marmorata),
gurami (Ospronemus goramy ), palau/nilem (Osteochilus hasseltii),
3) Keberadaan Balai Benih Ikan (BBI) di Peni jauan dan di Fila kurang dapat mendukung
kebutuhan binih ikan di OKU Selatan disebabkan karena kurangnya sarana-prasarana,
kurang perawatan dan kurang tenaga teknis perikanan.
4) Usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) dan jaring sekat (pen, bila ditinjau
dari segi luasan jumlah KJA yang ada di danau ranau belum banyak. Namun penentuan
jumlah KJA hendaknya berdasarkan atas daya dukung perairan untuk KJA. Perlu
diwaspadai beberapa lokasi di area KJA kandungan oksigen terlarut rendah (dibawah 2
mg/l) dan perairannya keruh. Hal tersebut merupakan indikasi sudah ada dampak
pencemaran dari sisa pakan dan Koran ikan.
5) Sungai berarus deras seperti sungai Selabung dan Sungai Saka mempunyai
potensi untuk dikembangkan budidaya ikan di air deras.
125
5.2. SARAN.
A. Balai Benih Ikan
Perlu peningkatan sarana-prasarana, perawatan dan tenaga teknis perikanan untuk
Balai Benih (BBI) di Peninjauan dan di Fila.
Perbaikan saluran irigasi mulai dari sumber air sampai ke perkolaman.
Perlu mempunyai saluran air khusus ke BBI, sehingga tidak selalu tergantung
dengan kepentingan pertanian.
Air yang masuk ke kolam harus dalam volume besar, lancar, Usahakan saat air
masuk ke kolam kecepatan arus masih deras, usahakan air datang air ke kolam
menggerojok dari atas sehingga menimbulkan gerakan air akan menambah
kadar oksigen dalam air.
Perlu perawatan kolam mulai dari perawatan dasar kolam agar tidak bocor,
perawatan pematang, dan pengendalian rumput.
Perlu perbaikan system penyaringan air untuk keperluan hatchery. Air yang
masuk hatchery harus bersih bebas dari kotoran dan hama.
Perlu perbaikan/penambahan instalasi air bersih dalam hatchery, sehingga
mudah menyalurkan air ke dalam bak dan aquarium.
Perlu penambahan daya listrik untuk keperluan hatchery
Perlu perbaikan/ penambahan instalasi aerator dan blower
Perlu persediaan yang memadai untuk peralatan induced breeding (jarum suntik,
terpal, hapa, kakaban, hormone HCG dan ovaprim)
Perlu persediaan obat obatan untuk penyakit ikan.(metil blue, larutan malachyt
green oxalate , kalium permanganat (PK), dll). Obat penyuci hama di bak air
126
perbenihan antara lain larutan chlorine (Na OCI). Persediaan pakan untuk larva
ikan yaitu artemia..
Perlu tenaga teknik perikanan sarjana S1 bidang budidaya ikan, SUPM dan
SPMA. Serta di dukung oleh tenaga pekerya dan administrasi. Pelatihan/kursus
untuk teknik budidaya ikan bagi tenaga teknik dan penyuluh perikanan perlu di
tingkatkan. Diperlukan tunjangan intensif yang memadai bagi tenaga teknik yang
menekuni bidang budidaya ikan.
Apa bila BBI sudah diperbaiki kekurangannya baik dari segi teknis, sumberdaya
manusia dan anggaran maka perlu peningkatan budidaya ikan ikan asli lokal di
OKU Selatan. Beberapa jenis ikan lokal di OKU Selatan yang punya potensi
untuk di budidayakan yaitu ikan semah, (Tor douronensis) tawes (Barbodes
gonionotus), lapam (Barbodes schwanefeldii) dan baung (Mystus nemurus), betutu
(Oxyeleotris marmorata), gurami (Ospronemus goramy ), palau/nilem (Osteochilus
hasseltii). Walaupun ikan Nila dan Mas masih harus dipertahankan sebagai ikan
budidaya
Perincian lebih rinci tentang perbaikan BBI dapat dilihat pada isi naskah ini
B. PENGEMBAGAN BUDIDAYA IKAN DI AIR DERAS
OKU Selatan terletak di dataran tinggi banyak mempunyai sumberdaya air deras
yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan di air deras. Prinsip dari budidaya di air
deras adalah mengupayakan air masuk ke perkolaman dalam volume yang besar dan
airnya deras. Air yang deras di perkolaman dapat menambah kadar oksigen,
127
pertumbuhan ikan cepat, lebih mudah mengatur keluar masuk air, lebih mudah
membuang kotoran bersama air pembuangan. Perincian tentang budidaya ikan di air
deras dapat dilihat pada isi naskah ini. Pengembangan budidaya ikan pada air deras
hendaknya dilakukan pada 21 sungai di OKU Selatan ,walaupun budidaya ikan pada
kolam stagnan dan mina padi tetap harus dipertahankan terutama pada daerah dataran
rendah.
C. PENENTUAN LOKASI SUAKA PERIKANAN
Suaka perikanan diharapkan dapat melesatarikan 47 jeis ikan lokal di OKU
Selatan. Suaka perikanan yang memenuhi persyaratan dapat melestarikan ikan bahkan
dapat meningkatkan produksi ikan di sekitarnya. Penentuan suaka perikanan harus
dilakukan pada 21 sungai di OKU Selatan. Perincian tentang cara penentuan lokasi
suaka perikanan dapat dilihat pada isi naskah ini.
D. KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI DANAU RANAU.
Walaupun luasan perairan yang digunakan untuk KJA belum begiatu banyak bila
dibandingkan dengan luasan danau Ranau. Namun usaha budidaya ikan di danau
harus mempertimbangkan daya dukung perairan, kondisi danau dan keindahan. Untuk
melihat lebih lanjut tentang bahasan KJA di danau Ranau dapat dilihat dalam ini naskah
ini
128
DAFTAR PUSTAKA Acehpedia, 2010. Fungsi Unsur Hara. Diakses dari http://acehpedia.org/ Fungsi
Unsur Hara. Diakses 25 Mei 2016
Aertebjerg, G., J. Carstensen., K. Dahl, 2001. Eutrophication in Europe,s Costal Water. Eropean Environment Agency. Belgium. 155 p.
Agromedia, 2007. http://www.agromedia.net/Info/kualitas-air-mendukung-pertumbuhan-lele-dumbo.html
Aida, SN., AD. Utomo., T. Hidayah., M. Ali. 2016. Sumberdaya Ikan dan Lingkungan di
Waduk Pondok dan Widas Jawa Timur. Laporan Taknis. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang
Aminah, S. 2016. Apa itu system budidaya kolam air deras.
https://sitiaminah2006.blogspot.co.id. 16 Maret 2016. Andayani, S., 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas
Brawijaya : Malang. Anonimus, 2010. Ogan Komering Ulu Selatan dalam Angka. Kantor Pentelitian
Pengembangan dan Statistik Kabupaten OKU Selatan 196 hal. APHA, 1986. Standard methods for the examinations of water and wastewater. APHA
inc, Washington DC. 986 p.
Arianto, E., 2008. Parameter Fisika–Kimia Perairan, http://erikarianto. wordpress.com 1-10-2008
Asnawi, S 1986. Pemeliharaan ikan dalam Keramba. PT Gramedia Jakarta. 82 p.
Aswajaya, W.N.U 2013. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. http://moslemwiki. com/Kabupaten_Ogan_Komering_Ulu_Selatan#Perikanan Diakses tanggal 19 Juni 2017.
Asyari, Z Arifin, dan AD Utomo. Pembesaran ikan patin (Pangasius pangasius) dalam keramba jaring apung di Sungai Musi Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 1997; 3 (2): 83-90.
Beveridge, M.C.M 1996. Cage Culture, Second Edition. Fishing News Books, Ltd
Fornham Survey, England. 346 p.
129
Boyd, C.E 1988. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Fourth printing. Auburn University Agriculture Experiment Station. Alabama. USA. 359 p.
Danakusumah. E., H. Herawan 2000. Kematian masal ikan budidaya di perairan Waduk dan kemungkinan penanggulangannya. Pross. Semiloka Nasional. Pengelolaan dan pemanfaatan Danau dan Waduk. Universitas Pejajaran. Bandung. 7 Nopember 2000. I:306-314.
Dharyati, E., AD. Utomo., S. Adjie., Asyari., D. Wijaya, 2009. Bio-ekologi dan Potensi Sumberdaya Perikanan di Waduk Kedung Ombo dan Gajah Mungkur Jawa Tengah. Laporan akhir tahun. BalaiRiset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 75 hal
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2011. Fenomena Upwelling Pada Budidaya Ikan Sistem Keramba Jaring Apung (KJA) Di Danau/Waduk. http//isjd.pdii.lipi.go.id. 17 Desember 2011
Dudley, R.G. 1996. The Fishery of the Danau Sentarum Wildlife Reserve West Kalimantan Indonesia. Asian Wetland Bureau (AWB). Bogor. 435p.
Effendi,H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Buku Materi Kuliah pada Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor 259 hal.
Fachmijany, Triyanto, Lukman, dan A.Meutia, 2010. Keramba Jaring Apung ramah lingkungan. LIPI, Cibinong-Bogor. http://www Bataviase. co.id. 6 April 2010.
Febrian R; R. Srihartini dan N. Sutisna 2004. Kondisi Danau dan Waduk di Indonesia. http//www.pusair.pu.go.id. 10 April 2010
Gaffar AK dan AD Utomo.1991. Sumber daya perikanan Sungai Komering. Bulletin Penelitian Perikan an Darat. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor.; 10(3): 1-6.
Gaffar AK, SA Rifai, AD Utomo, Z Nasution. Karakteristik limnologi sungai Komering
Sumatera Selatan. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. 1988; 7(2): 66-74.
Gaffar, A. K and A. D.Utomo. 1990. Effektifitas dan Selektivitas Berbagai Alat Tangkap di Lubuk Lampam, Sumatera Selatan. Bul. Penel. Perikanan Darat 9(1): 1.7.
Gaffar, A.K., Agus Djoko Utomo., 1991. Sumberdaya Perikanan Sungai Komering.
Bulletin Penelitian Perikanan Darat. Vol.10.No.3. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor., pp:1-6.
130
Gaffar, A.K; AD.Utomo dan S. Adjie, 1991. Pola pertumbuhan ikan semah ( Tor. douronensis) di sungai Komering bagian Hulu. Belletin Penelitian Perikanan Darat. Balitkanwar Bogor. 10 (1): 17-22.
Gilpin, A 1996. Dictionary of Environment and Sustainable Development. John Wiley & Sons. Chichester
Ginting, O, 2011. Studi Korelasi Kegiatan Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung dengan Pengkayaan Nutrien dan Chlorofil-a di Danau Toba. Tesis. Program Pasca Sarjana. Fakultas Matematik dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. 70 hal.
Haryono., J.Khoir., Syamsir., T.Erwanto, 2001. Pertumbuhan Ikan Nila Gift yang dideri pakan dengan sumber protein hewani yang berbeda. Zoologi-Bioologi LIPI. Bogor. 60 hal
Hoggart,D., M.F. Sukadi,A.Sarnita., S. Koeshendrajana, Ondara, dan Samuel. 2000.Panduan pengelolaan bersama suaka produksi ikan di perairan sungai dan rawa banjiran. Puslitbang Perikanan, Jakarta
Hoggarth, D & A.D. Utomo. 1994. The Fisheries Ecology of The Lubuk Lampam River
Flood Plain in South Sumatera, Indonesia. International Journal Fisheries Research. Elsevier. Netherland. 20: 191-213
http://www.viternaplus.com/2015/09/panduan-pengelolaan-air-budidaya-ikan.html Ilyas,S., et al.,1990. Petunjuk teknis pengelolaan periran umum bagi pembangunan
perikanan. Seri pengembangan hasil penelitian perikanan. No. PHP/KAN/09/1990. BALITBANGTAN. 80 Hal.
Kartamihardja ,1997 .Pencemaran pakan di waduk. http://www.apakabar@clark.net. 6 Kartamihardja, E.S., K. Purnomo., D.W.H Tjahyo., dan S.E Purnamaningsih 2002.
Estimasi Daya Dukung Perairan Waduk Utama untuk pengembangan budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung. Makalah dipresentasikan pada seminar hasil penelitian tahun 2003 di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta. 15 hal.
Koeshendrajana, 2014.. Strategi Pengelolaan Sumber Daya Perairan Umum Daratan Untuk Pembangunan Perikanan Berkelanjutan. Orasi pengukuhan profesor riset. Bidang sosial ekonomi. Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 2014; 105 hal
Kordi, M.G. & B. T. Andi, 2009. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
131
Kottelat, M., A.J Whitten, S.N. Kartika, & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Berkeley Books Pte. Ltd Forrer Road, P.O. Box 115. Singapura 9128.
Krismono, ASN dan Krismono 2003. Indikator umbalan dilihat dari segi aspek kualitas air di Waduk Ir. Djuanda, Jatiluhur Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta. 9(4). 8 - 17:
Lesmana, D. S., 2001. Budi Daya Ikan Hias Air Tawar. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya
Lindon, M and S.Heiskary (2009). Blue-green algae toxin ( Mycrocystin) levels in
Minnesota Lakes. International Journal. Lake and Reservoir Management. Taylor and Francis. London. 25(3): 240-252.
Liyanage N.P.P; S.M Ruwanpathirana and S.C Jayamanne 2009. Cage Culture of Fresh Water Fishes in Reservoir. Training manual for Kattakaduwa fishing community. NARA-AIDA. Sri Lanka. 50 p.
Marganof (2007). Model pengendalian Pencemaran di Danau Maninjau Sumatera Barat. . Disertasi. Pasca Sarjana IPB. Bogor. 164 hal
Masduqi, A., 2009. Parameter Kualitas Air. www.masduqiali.blogspot.com Diakses 02 Agustus 2017.
Muchtar, M., 2002. Fluktasi Fosfat dan Nitrat Pada Musim Peralihan di Teluk Banten,
Jawa Barat. LIPI : Jakarta Muhtar, H., S.Sawestri., S.Apriyanti., TNM, Wulandari., A.Bintaro dan Tumiran, 2017.
Estimasi stok dan potensi perikanan di Danau Ranau dan Cala, Sumatera Selatan. Laporan Semester. Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan. Palembang.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Novotny,V and Olem,H.1994. Water Quality, prevention, identification, and
management of diffuse polluition. Van Nostrans Reinhold. New York. 1054 p.
Odum, E.P 1996. Fundamentals of Ecology. Third Edition Saunders College Publishing. Rinehart and Winston. 486 p.
O-fish, 2010. Parameter Umum Kualitas Perairan. http://www.ofish.com/ Air/kualitas_air.php. Diakses 24 Mei 2010
132
Ondara dan A.D. Utomo. 1987. Pendugaan nilai hasil tangkapan lestari perikanan perairan lebak Lubuk Lampam. Bull. Penel perik. Bogor.6(1):16-20
Pemda. OKU. Selatan, 2013. Buku Putih Sanitasi Kabupaten OKU. Selatan. https://www.google.co.id/ Diakses tanggal 19 Juni 2017
Prasetyo,D. Asyari, dan Rupawan, 2004. Keragaman Jenis Ikan di Sungai Barito
Laporan Teknis Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
Pusat Litbang SDA 2004. Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia. http//www.pusair.pu.go.id. 10 April 2010.
Sadili, D dan S. Koeshendradjana 1989. Aspek ekonomi dari budidaya ikan dalam KJA di Waduk Saguling, Jawa Barat. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. 8(1): 1-7
Samuel, Asyari, dan A.D. Utomo. 1990. Produktivitas perairan Lubuk Lampam daerah aliran sungai Komering. Bull.Penel.Perik. Darat. Vol.9 No. 1. Bogor.
Schmittou, H.R 1991. Budidaya Keramba. Suatu Metode Produksi Ikan di Indonesia. Puslitbang Perikanan dan Auburn University. Jakarta. 126 hal.
Sukimin, S. 2008. The application of phosphourus loading model estimating the carriying capacity for cage culture and Its productivity of Saguling Reservoir, West Java, Indonesia. Proceding, International Conference on Indonesian Inland Waters. Research Institute for Inland Fisheries Palembang. 99- 104.
Sumarsih, E dan Unang, 2008. Optimasi Sumberdaya Perairan Melalui Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Waduk Jatiluhur. Jurnal Universitas Siliwangi. Jawa Barat. 8(1): 31-47.
Supriyatna, A. 2012. Wadah budidaya perikanan kolam air deras. https://www.blogger.com.April 2012.
Surachman, 2002. Kondisi Waduk Cirata. http//www.pusair. pu.go.id. 10 April 2010
Susana, T., 2002. Nitrogen – Urea di Perairan Teluk Banten. LIPI : Jakarta Susanto, G. N., 2002. Hasil Olahan Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap
Laju Pertumbuhan Spesifik dan Sintasan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). Unila : Lampung
Tacon A.G.J and M. Halwart 2007. Cage aquaculture: a global overview. In M.
Halwart, D. Soto and J.R. Arthur. Cage aquaculture – Regional reviews and global overview. Fisheries Technical Paper No.498. FAO,Rome. pp.1-16
133
Usman, 2011. Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung. Balai Riset Perikanan Budidaya. Maros. 42 hal.
Utomo A.D., N. Muflikah., S. Nurdawati., MF. Rahardjo., S. Makmur 2007. Ichtiofauna di Sungai Musi Sumatera Selatan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta. 380 hal
Utomo A.D., M.F. Sukadi, Z.Nasution dan D.Sadili. 1992. Potensi Sumberdaya Perikanan Daerah Aliran Sungai Musi dan Kapuas. Pros. Puslitbangkan N0.22/1992.Hal. 29-48.
Utomo A.D; Samuel 2008. Status of Inland water fish biodevercity in Indonesia.. Prosiding Seminar International II. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.
Utomo AD dan DI Hartoto. 2008. Evaluation of Experimental Fishery Reserve System at Lubuk Lampam Floodplain, South Sumatera. In Monograph Fisheries Ecology and Management of Lubuk Lampam Floodplain Musi River, South Sumatera. Research Institute for Inland Waters Fisheries, Palembang. p.120-128.
Utomo AD dan S Adjie.1994 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan tembakang (Helostoma temminckii) di perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Balitkanwar Bogor. 12(2): 144-149.
Utomo AD dan Z Arifin. 1991. Pengaruh musim terhadap kegiatan penangkapan dan
hasil tangkapan di perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Bulletin Penelitian Perikanan Darat Bogor. 10(2):1-5.
Utomo AD SN Aida D Oktaviani, E Priyanto, G Subroto.2014. Evaluasi Pelaksanaan
Pengelolaan Reservat di Sumatera Selatan. Laporan Teknis Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang. 2014; 50 hal.
Utomo AD, AK Gaffar dan Samuel. 1990. Parameter pertumbuhan, mortalitas, dan laju penangkapan ikan Mujair (O. mossambicus) di Danau Ranau Sumatera Selatan. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. 9(2): 97-104..
Utomo AD, MTD Sunarno dan S Adjie. 2005. Teknik Peningkatan Produksi Perikanan Perairan Umum di Rawa Banjiran melalui Penyediaan Suaka Perikanan. Prosiding forum perairan umum I. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang.; hal 185 -192.
Utomo AD, N Muflikah, S Nurdhawati, MF Rahardjo, S Makmur. 2007. Ichtyofauna Sungai Musi Sumatera Selatan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang. 183 hal.
134
Utomo AD, Rupawan dan Suhardi. Penangkapan Ikan di Sungai Barito. 2003. Prosiding hasil hasil riset. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 2003; 149–159.
Utomo AD, S Adjie, N Muflikah dan A Wibowo. 2006. Distribusi jenis ikan dan kualitas perairan di Bengawan Solo. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta. 12(2): 89-103.
Utomo AD, Z Nasution, dan S Adjie.1992 Kondisi ekologi dan potensi sumber daya perikanan sungai dan rawa di Sumatera Selatan. Prosiding TKI perikanan perairan umum. Pengkajian potensi dan prospek pengembangan perairan umum Sumatera Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta; hal: 46-61.
Utomo AD, Z Nasution, MF Sukadi 1992. Potensi sumber daya perikanan DAS Musi dan Kapuas. Prosiding TKI pengelolaan sungai dan perairan umum bagi perikanan. Puslitbang Perikanan Jakarta. Pros. Puslitbang kan/No 22/1992. Hal: 20–50.
Utomo AD. The Role of Floodplain Fish Reserve to Fish Production. Proceeding international of conference on inland capture fisheries IV. Palembang. Research Institute for Inland Fisheries Palembang. 2014; p:81-88.
Utomo, 2016. Optimal;isasi Pengelolaan Suaka Perikanan di Rawa Banjiran. Orasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan.
Utomo, A.D 2007. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Bengawan Solo di Daerah
Solo, Karang Anyar, Sragen. Makalah SEMNASKAN UGM Yogyakarta. Utomo, A.D 2010. Pendugaan Daya Dukung Perairan untuk Budidaya Ikan pada
Keramba Jaring Apung di Waduk Kuto Panjang Riau. Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikakan Kelautan UGM dan BRKP. Yogyakarta. VII (1): 1-8
Utomo, A.D., Z. Nasution dan S, Adjie 1992. Kondisi Ekologi dan Potensi Sumberdaya Perikanan Sungai dan Rawa. TKI Perikanan Perairan Umum di Palembang (12-13 Pebruari 1992). Puslitbang Perikanan. Jakarta. 16 hal.
Utomo, AD., Z. Nasution., D. Prasetyo 1994. Pendugaan Parameter Pertumbuhan,
Mortalitas dan Laju penangkapan ikan Baung (Mystus nemurus ) di sungai Batanghari Jambi. Prosiding Kumpulan Makalah Seminar PPEHP Perikanan Perairan Umum. Sub Balitkanwar Palembang. Hal : 131 – 135.
Utomo, A.D dan D.Prasetiyo 2004. Evaluasi hasil tangkapan beberapa kegiatan penangkapan ikan di sungai Barito. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia . Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta. 11 (2).
Utomo, A.D.S.Adjie, N. Muflikhah, dan A.Wibowo. 2006. Distribusi Jenis Ikan dan Kualitas Perairan di Bengawan Solo. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol.12,no.2. 89-103.
135
Utomo, AD; Asyari; dan S. Nurdawati, 2001. Peranan Suaka Pperikanan dalam Peningkatan Produksi Perikanan dan Pelestarian Sumberdaya Perikanan Perairan Uumum. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta. 7 (1): 1-9
Utomo, AD; S. Adjie; N.Muflikah dan A. Wibowo, 2005. Distribusi jenis ikan dan kualitas perairan di Bengawan solo. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 12 ( 2 ). Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta. 12(2): 1-12
Utomo, P., P. Hasanah., I. Moko Ginta 2011. Pengaruh Pemberian Pakan Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cypronus carpio) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akuakultur Indonesia. IPB. Bogor. 4(2):49-52.
Utomo,A.D., A.K.Gaffar, dan Samuel. 1990. Parameter pertumbuhan, mortalitas dan laju penangkapan ikan Mujair (Oreochomis mossambicus). Bull. Penel. Perik. Darat. Vol. 9 No. 2. Jakarta. Hal. 97-104.
Utomo,A.D.,M.F.Sukadi, Z.Nasution, dan D.Sadili.1992. Potensi Sumberdaya Perikanan Daerah Aliran Sungai Musi dan Kapuas. Pros. Makalah seminar TKI pengelolaan perairan umum di Indonesia. Puslitbangkan. No. 22.
Welch, E.B 2009. Phosphorus reduction by dilution and shift in fish species in Moses
lake. International Journal. Lake and Reservoir Management. Taylor and Francis. London. 25(3): 276-283.
Wibisono, M. S., 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Widyastuti, E 2005. Model Pengelolaan Berkelanjutan Budidaya ikan dalam keramba
jaring apung di waduk PB Soedirman. Disertasi. Pasca Sarjana IPB. Bogor. 206 hal.
Yusuf, M 1996. Pembudidaya Ikan dengan Keramba. http://www.litbang.deptan.go.id. 1 April 2012.
136
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Kegiatan Lapangan
Di ruang tunggu Pemda OKU Selatan Pertemuan dengan Sekda OKU Selatan
Perkantoran BBI Peninjauan Halaman BBI Peninjauan
Pertemuan dengan Nelayan di D. Ranau Keramba jaring apung di Danau Ranau
137
Lampiran 2. Nama Sungai Kabupaten OKU Selatan
No. Nama Sungai Panjang ( Km )
1. Sungai Saka 60
2. Air Gilas 12
3. Air Sililu 35
4. Sungai Mangama 22
5. Sungai Pilamasin 15
6. Sungai Giham 30
7. Sungai Tahmi 20
8. Air Selain 9
9. Sungai Puru 15
10. Sungai Imas 40
11. Air Buyuk 25
12. Way Telema 30
13. Sungai Keruh 40
14. Sungai Selabung 44
15. Way Ruos 26
16. Way Ngepak 10
17. Sungai Mekakau 40
18. Aik Beangtai 15
19. Sungai Kemu 35
20. Aik Singau 23
21. Aik Kisam 50
Jumlah 596 km
138
Lampiran 3. Potensi Perikanan Kabupaten OKU Selatan
Jenis Budidaya
Potensi Pemanfaatan Potensi Peningkatan
Potensi Produksi
(Ton)
Pen sistem 2.000 Ha
(24.300 unit)
250 Unit 473 Ha 4.730
Keramba Jaring
Apung
5.414 Ha 8 Unit 527 Ha 5.270
Kolam Air Deras 400 Unit 16 unit 416 Unit/50 m2 4.160
Kolam Air
Tenang (Semi
Intensif)
26.825,7 Ha 1.825,5 Ha 25.000,2 Ha 262.000
Lainnya 5.342 Ha 255,5 Ha 5.027,5 Ha 5.027
139
Lampiran 4. Data Produksi Perikanan Tahun 2016
No Kecamatan Jenis Budidaya JUMLAH TOTAL KAT Pensystem KAD KJA Mina Padi dll
Luas (Ha)
Produksi (Ton) Luas
(Unit/ petak)
Produksi (Ton)
Luas (Unit)
Produksi (Ton)
Luas (Unit)
Produksi (Ton)
Luas (Ha)
Produksi (Ton)
Luas (Ha)
Produksi (Ton)
Mas Nila Patin Lele Jumlah Nila Jumlah Mas Patin Jumlah Nila Jumlah Mas Patin Gurame Jumlah Mas Nila Patin Lele Gurame Jumlah 1 MEKAKAU ILIR 51 25 30,1 28,1 0 83,2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,3 0,0 0,1 0,5 53 25,3 30,1 28,1 0,0 0,1 83,7
2 BANDING AGUNG 49 29,0 90,0 20,0 7,0 146,0 243 447 447 26 7,0 10,0 17,0 0 0 0 0,5 0,1 0,0 0,0 0,125 75,5 36,1 537,0 30,0 7,0 0,0 610,125
3
WARKUK RANAU SELATAN 16 25,0 150,8 40,3 12,0 228,1 322 716 716 12 12,0 12,9 24,9 31 100 100 24 4,1 0,4 1,4 6 83 41,1 966,8 53,6 12,0 1,4 1075
4 BPR. RANAU TENGAH 37 18,0 99,0 16,2 4,3 42,9 43 124 124 0 0,0 0,0 0 0 0 0 11 1,9 0,2 0,7 2,75 91 19,9 223,0 16,4 4,3 0,7 169,65
5 BUAY RAWAN 97 73,1 80,6 106,0 21,0 280,7 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 16 2,8 0,3 1,0 4 113 75,9 80,6 106,3 21,0 1,0 284,7 6 MUARADUA 105 99 6 282,1 33 420,1 1 2,5 2,5 0 0,0 0,0 0 0 0 0 10 1,7 0,2 0,6 2,5 116 100,7 8,5 282,3 33,0 0,6 425,1 7 BUAY PEMACA 98 50,0 41,0 41,0 13,5 135 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 8 1,4 0,1 0,5 2 106 51,4 41,0 41,1 13,5 0,5 137 8 SIMPANG 5 2,0 6,0 98,0 0,8 7,9 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 5 0,9 0,1 0,3 1,25 10 2,9 6,0 98,1 0,8 0,3 9,15
9 BUAY SANDANG AJI 37 18,0 25,0 34,0 4,6 45,6 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0 37 18,0 25,0 34,0 4,6 0,0 45,6
10 TIGA DIHAJI 97 50,0 41,0 61,0 13,3 132,5 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0 97 50,0 41,0 61,0 13,3 0,0 132,5
11 BUAY RUNJUNG 83 35,0 22,0 21,0 9,9 99 0 0 0 6 10,1 3,8 13,9 0 0 0 5 0,9 0,1 0,3 1,25 94 46,0 22,0 24,9 9,9 0,3 114,15
12 RUNJUNG AGUNG 68 32,0 26,0 22,0 8,9 88,6 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 2 0,3 0,0 0,1 0,5 70 32,3 26,0 22,0 8,9 0,1 89,1
13 KISAM TINGGI 24 21,0 22,0 12,0 5,7 56,7 0 0 0 0 0,0 0,0 0 6 14 14 6 1,0 0,1 0,4 1,5 36 22,0 36,0 12,1 5,7 0,4 72,2
14 MUARADUA KISAM 33 16,0 27,0 16,7 4,4 43,5 0 0 0 6 9,7 10,0 19,7 0 0 0 15 2,6 0,3 0,9 3,75 54 28,3 27,0 27,0 4,4 0,9 66,95
15 KISAM ILIR 18 16,0 15,0 6,7 4,0 39,6 0 0 0 9 7,7 8,5 16,2 0 0 0 1 0,2 0,0 0,1 0,25 28 23,9 15,0 15,2 4,0 0,1 56,05
16 PULAU BERINGIN 18,8 25,0 24,3 10,9 6,4 64 0 0 0 14 3,4 12,0 15,4 0 0 0 9 1,6 0,2 0,5 2,25 41,8 30,0 24,3 23,0 6,4 0,5 81,65
17 SINDANG DANAU 16 12,0 12,4 5,5 3,3 32,5 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 4 0,7 0,1 0,2 1 20 12,7 12,4 5,6 3,3 0,2 33,5
18 SUNGAI ARE 15 11,8 12,2 5,4 3,2 32 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 2 0,3 0,0 0,1 0,5 17 12,1 12,2 5,5 3,2 0,1 32,5
19 BUANA PEMACA 1 9,0 8,2 3,7 2,2 21,6 0 0 0 0 0,0 0,0 0 0 0 0 8 1,4 0,1 0,5 2 9 10,4 8,2 3,8 2,2 0,5 23,6 JUMLAH 868,8 566,9 738,6 830,6 157,1 1999,5 609 1289,5 1289,5 73 49,9 57,2 107,1 37 114 114 128,5 22,2 2,2 7,7 32,125 1151,3 639,0 2142,1 890,1 157,1 7,7 3542,2