Post on 18-Jun-2015
NAMA : MUH. FAISAL SAPRUDDIN
NIM : 094104006
FAK/JUR : FIP / KTP
“KURIKULUM”
Ralph W Tylor dalam Nasution (2001:17) mengemukakan empat pertanyaan pokok
yang menjadi inti kajian kurikulum, yaitu :
1. Tujuan pendidikan yang manakah yang ingin dicapai oleh sekolah ?
2. Pengalaman pendidikan yang bagaimanakah yang harus disediakan untuk mencapai
tujuan tersebut ?
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman pendidikan tersebut secara efektif ?
4. Bagaimana kita menentukan bahwa tujuan tersebut telah tercapai ?
Berdasarkan pertanyaan tersebut kurikulum, maka di dalamnya diperoleh komponen-
komponen kurikulum, yaitu:
ORGANISASI KURIKULUM (1)
1. Separated Subject Curriculum
Yaitu kurikulum yang menyajikan mata pelajaran yang terpisah-pisah satu sama lain.
Adapun kelebihan kurikulum ini adalah:
a. Bahan pelajaran dapat disajikan secara sistematis dan logis. Dengan mengikuti
sistematik itu, peserta didik juga terlatih berpikir menurut struktur disiplin pengetahuan
yang diberikan.
b. Organisasi kurikulum ini sederhana, mudah disusun, mudah ditambah atau dikurangi
jumlah pelajaran yang diperlukan (mudah direorganisir), mudah direncanakan dan
dilaksanakan.
c. Kurikulum ini mudah dinilai. Penilaian lebih mudah karena biasanya bahan pelajaran
ditentukan berdasarkan buku-buku pelajaran tertentu sehingga dapat diadakan ujian
umum yang seragam di seluruh negara.
d. Kurikulum ini juga dipakai di perguruan tinggi. Perguruan tinggi menggunakan
organisasi kurikulum ini, sehingga kurikulum ini diterima baik dan dipertahankan di SD
dan sekolah menengah.
e. Kurikulum ini telah dipakai berabad-abad lamanya dan sudah menjadi tradisi. Sukar
orang menerima perubahan dalam organisasi kurikulum yang telah bertahan begitu lama.
f. Kurikulum ini lebih memudahkan guru dalam melaksanakan pengajaran karena bersifat
“Subject Centered”.
g. Organisasi kurikulum ini esensial untuk menafsirkan pengalaman. Organisasi
kurikulum ini sangat menghemat waktu dan tenaga.
Walaupun kurikulum ini umum dipakai karena memiliki banyak kelebihan, akan tetapi
banyak pula kelemahannya, yaitu:
a. Kurikulum ini memberikan matapelajaran yang lepas-lepas yang tidak berhubungan
satu dengan yang lain serta tidak sesuai dengan kenyataan kehidupan yang sebenarnya.
Kurikulum ini tidak mendidik anak-anak menghadapi situasi-situasi dalam kehidupannya.
Kurikulum ini juga tidak mendorong guru-guru mengadakan integrasi dalam berbagai
matapelajaran.
b. Kurikulum ini tidak memperhatikan masalah-masalah sosial yang dihadapi anak-anak
dalam kehidupannya sehari-hari.
c. Kurikulum ini menyampaikan pengalaman umat manusia yang lampau dalam bentuk
yang sistematis dan logis. Sesuatu yang logis tidak selalu psikologis ditinjau dari segi
minat dan perkembangan anak.
d. Tujuan kurikulum ini terlampau terbatas. Kurikulum ini terutama memusatkan
tujuannya pada perkembangan intelektual dan kurang memperhatikan pertumbuhan
jasmaniah, perkembangan sosial dan emosional.
e. Kurikulum ini kurang mengembangkan kemampuan berpikir. Kurikulum ini
mengutamakan penguasaan pengetahuan dengan jalan ulangan dan hafalan dan kurang
mengajak anak-anak berpikir sendiri.
f. Kurikulum ini cenderung menjadi statis dan ketinggalan zaman. Bahan pelajaran dalam
kurikulum ini didasarkan pada pengetahuan yang tercantum dalam buku, adakalanya
suatu buku tidak berubah dari tahun ke tahun sehingga tidak sesuai dengan perkembangan
di masyarakat.
2. Correlated Curriculum
Organisasi kurikulum ini menghendaki agar matapelajaran itu satu sama lain ada
hubungan, bersangkut paut walaupun mungkin batas-batas yang satu dengan yang lain
masih dipertahankan. Paduan atau fungsi antara beberapa matapelajaran ini disebut
“broad-fields”.
Adapun kelebihan correlated curriculum, yaitu:
a. Korelasi memajukan integrasi pengetahuan pada murid-murid. Dengan demikian
pengetahuan mereka tidak lepas-lepas, melainkan bertautan, terpadu.
b. Minat murid bertambah apabila ia melihat hubungan antara matapelajaran-
matapelajaran.
c. Pengertian murid-murid tentang sesuatu lebih mendalam, bila didapat penjelasan dari
berbagai matapelajaran.
d. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas karena diperoleh pandangan dari
berbagai sudut dan tidak hanya dari satu matapelajaran saja.
e. Korelasi memungkinkan murid-murid menggunakan pengetahuannya lebih fungsional.
f. Korelasi antara matapelajaran lebih mengutamakan pengertian dan prinsip-prinsip
daripada pengetahuan dan penguasaan fakta-fakta.
Sedangkan kekurangan organisasi kurikulum ini adalah:
a. Sulit menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-
hari sebab dasarnya subject centered.
b. Broad-field tidak memberi pengetahuan yang sistematis serta mendalam mengenai
pelbagai matapelajaran sehingga hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti
pelajaran di perguruan tinggi.
c. Guru sering tidak menguasai pendekatan inter-disipliner.
3. Integrated Curriculum
Integrasi berasal dari kata “integer” yang berarti unit. Dengan kata lain integrasi
dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan keseluruhan. Integrated curriculum
meniadakan batas-batas antara berbagai matapelajaran dan menyajikan bahan pelajaran
dalam bentuk unit atau keseluruhan. Dengan kebulatan bahan pelajaran diharapkan
mampu membentuk kepribadian murid yang integral, selaras dengan kehidupan
sekitarnya, apa yang diajarkan di sekolah disesuaikan dengan kehidupan anak di luar
sekolah.
Beberapa kelebihan kurikulum ini yaitu:
a. Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta
yang terlepas satu sama lain.
b. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid
dihadapkan pada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
c. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
d. Kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi. Aktifitas murid meningkat karena
dirangsang untuk berpikir sendiri, atau bekerja sama dengan kelompok.
e. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Adapun kelemahan-kelemahan kurikulum ini adalah sebagai berikut:
a. Guru-guru belum disiapkan untuk melaksanakan kurikulum ini.
b. Kurikulum ini dianggap tidak mempunyai organisasi yang logis sistematis.
c. Kurikulum ini memberatkan tugas guru.
d. Kurikulum ini tidak memungkinkan ujian umum sebab tidak ada uniformitas di
sekolah-sekolah satu sama lain.
e. Anak-anak dianggap tidak sanggup menetukan kurikulum.
f. Pada umumnya kondisi sekolah masih kekurangan alat-alat untuk melaksanakan
kurikulum ini.
ORGANISASI KURIKULUM (2)
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan
terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan
dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan
tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua
materi diberikan sama
2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang
ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan
beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan
dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran
dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core
tersebut.
4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang
menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah,
dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata
pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya
memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau
analisisnya diberikan secara terintegrasi.
6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
TUJUAN KURIKULUM (1)
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik,
selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang
dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
TUJUAN KURIKULUM (2)
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan
yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di Sekolah dapt diukur dari
seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum
lembaga pendidikan, pasti dicantumkian tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus
dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan kurikulum biasanya terbagi atas tiga level atau tingkatan, yaitu;
a.Tujuan Jangka Panjang (aims)
Tujuan ini, menggambarkan tujuan hidup yang diharapkan serta didasarkan pada nilai
yang diambil dari filsafat. Tujuan ini tidak berhubungan langsung dengan tujuan sekolah,
melainkan sebagai target setelah anak didik menyelesaikan sekolah, seperti; self
realization, ethical character, civic responsibility.
b.Tujuan Jangka Menengah (goals)
Tujuan ini merujuk pada tujuan sekolah yang berdasarkan pada jenjangnya, misalnya;
sekolah SD, SMJP, SMA dan lain-lainnya.
c.Tujuan Jangka Dekat (objective)
Tujuan yang dikhususkan pada pembelajaran dikelas, misalnya; siswa dapat mengerjakan
perkalian dengan betul, siswa dapat mempraktekkan sholat, dan sebagainya.
Dalam sebuah kurikulum lembaga pendidikan terdapat dua(2) tujuan, yaitu;
a.Tujuan yang dicapai secara keseluruhan
Tujuan ini biasanya meliputi aspek-aspek pengetahuan (pengetahuan), ketrampilan
(psikomotor), sikap (afektif) dan nilai-nilai yang diharapkan dapat dimiliki oleh para
lulusan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Hal tersebut juga disebut tujuan lembaga
(institusional).
b.Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi.
Tujuan ini biasanya disebut dengan tujuan kulikuler. Tujuan ini adalah penjabaran tujuan
institusional yang meliputi tujuan kurikulum dan instruksional yang terdapat dalam GBPP
(Garis_garis Besar Program Pengajaran) tiap bidang studi.
TUJUAN KURIKULUM (3)
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah
mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam
teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik
kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian,
dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti
yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara
universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
1. Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and
ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest
possible extent.
2. Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring
them an equal basic education.
3. Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the
generation but also guide education towards mutual understanding and towards what
has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara
jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional,
bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik,
selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum
pendidikan berikut.
1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler;
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di
setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh tujuan kurikuler yang berkaitan dengan
pembelajaran ekonomi, sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2007
tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar :
1. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP/MTS
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
2. Tujuan Mata Pelajaran Ekonomi di SMA
Memahami sejumlah konsep ekonomi untuk mengkaitkan peristiwa dan masalah
ekonomi dengan kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi dilingkungan individu,
rumah tangga, masyarakat, dan negara
Menampilkan sikap ingin tahu terhadap sejumlah konsep ekonomi yang diperlukan
untuk mendalami ilmu ekonomi
Membentuk sikap bijak, rasional dan bertanggungjawab dengan memiliki
pengetahuan dan keterampilan ilmu ekonomi, manajemen, dan akuntansi yang
bermanfaat bagi diri sendiri, rumah tangga, masyarakat, dan negara
Membuat keputusan yang bertanggungjawab mengenai nilai-nilai sosial ekonomi
dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional
3. Tujuan Mata Pelajaran Kewirausahaan pada SMK/MAK
Memahami dunia usaha dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang terjadi di
lingkungan masyarakat
Berwirausaha dalam bidangnya
Menerapkan perilaku kerja prestatif dalam kehidupannya
Mengaktualisasikan sikap dan perilaku wirausaha.
4. Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMK/MAK
Memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
Berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial
Berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
Berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di
tingkat lokal, nasional, dan global.
Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional sampai dengan tujuan mata
pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh karena itu perlu dioperasionalkan dan
dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan
tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran dari setiap mata pelajaran.
Pada tingkat operasional ini, tujuan pendidikan dirumuskan lebih bersifat spesifik dan
lebih menggambarkan tentang “what will the student be able to do as result of the teaching
that he was unable to do before” (Rowntree dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 1997).
Dengan kata lain, tujuan pendidikan tingkat operasional ini lebih menggambarkan perubahan
perilaku spesifik apa yang hendak dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran.
Merujuk pada pemikiran Bloom, maka perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam
aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran,
yakni :
1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a)
menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b)
menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c)
memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta
didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk:
(a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi
respons.
3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta
didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan
psikologis.
Upaya pencapaian tujuan pembelajaran ini memiliki arti yang sangat penting..
Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran pada tingkat operasional ini akan menentukan
terhadap keberhasilan tujuan pendidikan pada tingkat berikutnya.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait
erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan
dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya
maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan
cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai
pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan
aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai
dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah
sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi
pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada
pencapaian kompetensi.
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan
yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-
tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model
kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir
tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik,
dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang
ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara berimbang.
FUNGSI PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah bagi
pihak-pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pihak guru,
kepala sekolah, pengawas, orang tua, masyarakat, dan pihak siswa itu sendiri. Selain sebagai
pedoman, bagi siswa, kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu fungsi penyesuaian, fungsi
pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan/seleksi, dan fungsi
diagnostik.
Fungsi kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang berorientasi
pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum mempunyai arti sebagai
berikut:
1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada suatu tingkatan lembaga pendidikan
tertentu dan untuk memungkinkan pencapaian tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
2. Sebagai batasan daripada program kegiatan (bahan pengajaran) yang akan dijalankan pada
suatu semester, kelas, maupun pada tingkat pendidikan tersebut.
3. Sebagai pedoman guru dalam menyelenggarakan Proses Belajar Mengajar, sehingga
kegiatan yang dilakukan guru dengan murid terarah kepada tujuan yang ditentukan.
Dengan demikian fungsi kurikulum pada dasarnya adalah program kegiatan yang tercantum
dalam kurikulum yang akan mempengaruhi atau menentukan bentuk pribadi murid yang
diinginkan. Oleh karena itu pengembangan kurikulum perlu memperhatikan beberapa hal:
a) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
b) Tuntutan dunia kerja.
c) Aturan agama, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d) Dinamika perkembangan global.
e) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.Dalam melakukan pengembangan
kurikulum, jika memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka akan menghasilkan peserta
didik yang memiliki kepribadian sebagai seorang muslim dan mampu menyesuaikan diri di
mana mereka hidup di tengah-tengah masyarakat.
Fungsi Pengembangan Kurikulum :
Dalam aktivitas belajar mengajar kedudukan kurikulum sangatlah penting, karena dengan
kurikulum anak didik akan memperoleh manfaat (benefits). Namun demikian, disamping
kurikulum bermanfaat bagi anak didik, ia juga mempunyai fungsi-fungsi lain yaitu.
a. Fungsi Kurikulum dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pendidikan.
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan sekolah. Artinya bila tujuan yang dinginkan belum tercapai
orang akan meninjau kembali alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut,
misalnya dengan meninjau kurikulumnya.
Dalam pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tersebut mesti
dicapai secara bertingkat dan saling mendukung, sedang keberadaan kurikulum disini
adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan.
b. Fungsi Kurikulum bagi Anak Didik.
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun yaitu suatu persiapan bagi anak
didik. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah pengalaman baru yang dikemudian hari
dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, agar dapat memenuhi bekal
hidupnya nanti.
Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu
menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada zamannya, dengan
latar belakang sosio historis dan kultural yang berbeda.
c. Fungsi Kurikulum bagi Pendidik.
Guru merupakan pendidik profesional yang secara implisit telah siap untuk memikul
sebagian tanggung jawab pendidikan yang ada di pundak para orang tua.
Adapun fungsi kurikulum bagi guru / pendidik adalah :
- Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman belajar pada
anak didik
- Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam
rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya kurikulum sudah tentu tugas guru sebagai pengajar dan pendidik lebih
terarah. Pendidik merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dan sangat
penting dalam proses pendidikan dan merupakan salah satu komponen yang berinteraksi
secara aktif dengan anak didik dalam pendidikan.
Kurikulum merupakan alat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan dapat
meringankan sebagian tugas pendidik dalam proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien, karena itu kurikulum mempunyai fungsi sebagai pedoman. Pedoman yang
dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena memuat tentang jenis-jenis
program apa yang dilaksanakan di sekolah, bagaimana menyelenggarakan jenis program,
siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya dan perlengkapan apa yang
dibutuhkan.
d. Fungsi Kurikulum bagi Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah merupakan administrator dan supervisor yang mempunyai tanggung
jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah dan para pembina lain
adalah :
- Sebagai pedoman dalam supervisi memperbaiki situasi belajar.
- Sebagai pedoman dalam supervisi menciptakan situasi belajar anak ke arah yang lebih
baik.
- Sebagai pedoman dalam supervisi kepada guru.
- Sebagai pedoman dalam administrator.
- Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar.
e. Fungsi Kurikulum bagi Orang Tua.
Kurikulum difungsikan sebagai bentuk partisipasi orang tua dalam membantu usaha
sekolah memajukan putra-putrinya. Dengan membaca dan memahami kurikulum sekolah,
orang tua dapat mengetahui pengalaman belajar yang dibutuhkan anak mereka sehingga
partisipasi orang tua pun tidak kalah penting dalam menyukseskan proses belajar
mengajar di sekolah.
f. Fungsi bagi Sekolah Tingkat Atas nya.
Fungsi kurikulum dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a) Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan.
Pemahaman kurikulum yang digunakan oleh suatu sekolah pada tingkat diatasnya
dapat melakukan penyesuaian di dalam kurikulum, misalnya :
- Jika sebagian kurikulum sekolah bersangkutan telah diajarkan pada sekolah
dibawahnya, sekolah dapat meninjau kembali perlu tidaknya bagian tersebut
diajarkan.
- Jika ketrampilan tertentu diperlukan dalam mempelajari kurikulum suatu sekolah
belum diajarkan pada sekolah dibawahnya, sekolah dapat mempertimbangkan
masuknya program ketrampilan ke dalam kurikulum.
b) Penyiapan tenaga baru.
Jika suatu sekolah berfungsi menyiapkan tenaga pendidik bagi sekolah yang berada
dibawahnya, perlu sekali sekolah tersebut memahami kurikulum sekolah yang berada
dibawahnya
g. Fungsi bagi Masyarakat dan Pemakai Lulusan Sekolah.
Dengan mengetahui kurikulum suatu sekolah, masyarakat, sebagai pemakai kelulusan
dapat melaksanakan :
- Ikut memberikan kontribusi dan memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang
membutuhkan kerja sama dengan pihak orang tua dan masyarakat.
- Ikut memberikan kritik dan saran kontruktif dan penyempurnaan program pendidikan
sekolah.
PERANAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum mengemban peranan penting bagi pendidikan, paling tidak ditentukan 3 jenis
peranan kurikulum,antara lain:
1) Peranan konservatif.
Kurikulum bisa dikatakan konservative, karena mentransmisikan dan menafsirkan
warisan sosial kepada anak didik atau generasi muda.
2) Peranan kritis dan evaluatife.
Maksudnya kurikulum selain mewariskan atau menstranmisikan nilai-nilai kepada
generasi muda juga sebagai alat untuk mengevaluasi kebudayaan yang ada.
3) Peranan kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menciptakan dan
menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa
mendatang dalam masyarakat.
Ketiga peran diatas harus dilaksanakan secara seimbang, sehingga tercipta
keharmonisan diantara ketiganya. Dengan demikian kurikulum dapat memenuhi tuntutan
waktu dan keadaan untuk membantu peserta didik menuju kebudayaan yang akan datang,
sehingga mereka menjadi generasi yang siap dan terampil dalam segala hal.
PERANAN GURU DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Guru dan Kurikulum dalam Sistem Pendidikan Nasional
Guru dan kurikulum adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan.
Keberhasilan atau kegagalan dari suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh dua faktor
tersebut. Sertifikasi tenaga pendidikan dan pengembangan kurikulum yang belakangan ini
tengah dilakukan adalah upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan melalui dua aspek di
atas.
Dalam tulisan ini, penulis ingin menyoroti peran guru dan kurikulum dalam sistem
pendidikan nasional. Di sini penulis akan memaparkan kondisi yang ada dan perlunya
dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Analisis yang dilakukan di sini berdasarkan
pengalaman penulis dalam pengajaran dan pengembangan buku pelajaran berbasis
kurikulum.
Dicari, Guru yang Profesional
Guru adalah komponen penting dalam pendidikan. Di pundaknya siswa
menggantungkan harapan terhadap pelajaran yang diajarkannya. Benci atau sukanya siswa
terhadap suatu pelajaran bergantung pada bagaimana guru mengajar. Saya katakan bahwa
guru adalah ujung tombak dalam sistem pendidikan. Sebagai ujung tombak, tentu kita sangat
berharap kepada peran guru dan kharismanya di hadapan siswa.
Sekarang, mari kita tengok bagaimana peranan guru di kelas. Kita harus berani
mengakui bahwa guru berperan besar dalam menjadikan sebuah pelajaran di sekolah sulit dan
tidak menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Fakta ini didukung oleh pendapat banyak
siswa sekolah yang pernah penulis temui dan pengalaman penulis saat sekolah dulu. Dari
pengalaman siswa tersebut, penulis mendapati banyak guru yang tidak punya motivasi dan
semangat untuk mengajar di kelas. Entah karena malas atau kurang menguasai materi
pelajaran, sering guru tidak hadir di kelas dan kalaupun hadir tidak memberikan pelajaran
sesuai dengan waktu yang tersedia. Sering waktu pelajaran di kelas diisi dengan mencatat
ataupun mengerjakan tugas tanpa siswa diberi wawasan secukupnya tentang materi tersebut.
Ada juga guru yang untuk menutupi kemalasannya dan ketidakmampuannya
menguasai materi memberikan tugas kepada siswa untuk merangkum materi pelajaran atau
membuat makalah dengan topik materi pelajaran yang akan diajarkan. Dengan siswa telah
membuat rangkuman atau makalah guru menganggap siswa sudah mempelajari materi
tersebut dan menganggap siswa sudah mampu menjawab semua pertanyaan yang berkaitan
dengan materi tersebut. Wow, hebat sekali ya! (Jadi, ngapain aja tuh guru?)
Guru yang lainnya, untuk menutupi kemalasannya dan kekurangannya, ada yang
memanfaatkan otoritasnya dengan bersikap galak kepada siswa. Ini diharapkan dapat menarik
perhatian siswa terhadap pelajaran yang diajarkannya sehingga guru akan lebih leluasa
mengajarkan materi pelajaran. Tetapi, sikap ini malah menambah kebencian siswa kepada
guru sekaligus juga terhadap pelajarannya. Tidak heran ada istilah guru killer untuk
menyebut guru yang mempunyai sikap seperti ini, galak, kurang jelas dalam menerangkan
materi, dan otoriter. Apakah seperti ini sikap guru yang sesungguhnya?
Wajar saja kalau kegiatan belajar di kelas menjadi kurang menarik dan sulit lha wong
gurunya saja tidak pernah memberikan pelajaran sama sekali dan lebih suka marah-marah
ketimbang mengajar. Dari mana siswa mendapat tambahan pengetahuan kalau bukan dari
guru? Padahal guru bertanggung jawab untuk mengantarkan siswa memahami pelajaran dan
membimbing siswa untuk menerapkan pelajaran yang diajarkannya.
Berdasarkan pengalaman penulis, sebenarnya banyak cara, metode, dan sarana yang
bisa dijadikan bahan dalam mengajarkan suatu materi sehingga dapat menjadi lebih mudah.
Sebagai contoh, ketika mengajarkan materi termodinamika dalam pelajaran fisika (kebetulan
penulis berlatar belakang fisika) seorang guru dapat menganalogikan hukum termodinamika I
dengan krupuk yang sedang digoreng. Krupuk yang digoreng (diberi panas) akan mengalami
perubahan volume (membesar) dan kenaikan suhu. Ini sesuai dengan hukum termodinamika I
bahwa Q = ΔU + P.ΔV (panas Q mengakibatkan kenaikan suhu (energi dalam) ΔU dan
pertambahan volume P.ΔV). Bukankah cara ini lebih efektif? Dan banyak lagi contoh yang
bisa dipakai.
Tidak pantas bagi seorang guru yang membiarkan siswanya tidak mendapat tambahan
pengetahuan. Dan, kebanggaan bagi guru yang mampu menanamkan pengetahuan kepada
siswanya dan pengetahuan itu bermanfaat bagi kehidupan di masa yang akan datang. Jadi,
kepada guru marilah kita perbaiki sikap dan metode pengajaran yang selama ini kita jalankan
dalam mengajarkan satu pelajaran. Dengan memperbaiki sikap dan metode pengajaran kita
adalah salah satu jalan untuk membuat pelajaran itu lebih disenangi dan mudah bagi siswa.
Kurikulum yang Tidak Membumi
Tidak salah lagi, kurikulum adalah salah satu penyebab suatu pelajaran menjadi
sangat sulit dan berat untuk dipelajari dan karenanya kurang disukai siswa. Di sini penulis
mengambil contoh pelajaran fisika dan kurikulumnya sebagai studi kasus.
Kurikulum fisika yang ada tidak seharusnya diberikan pada tingkatan sekolah
menengah. Karena menurut kurikulum ini materi pelajaran yang harus diberikan sangat
banyak dan terlalu sulit jika dilihat bahwa jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas dan
siswa pun tidak hanya belajar fisika. Siswa juga harus belajar matematika, biologi, kimia,
agama, ekonomi, sejarah dan lain-lain. Jadi, sangat tidak bijak apabila siswa dipaksakan
(dijejali) untuk memahami semua materi yang ada di kurikulum.
Materi yang harus dipelajari oleh siswa tentang fisika begitu banyak dan mendetail yang
masih perlu dipertanyakan haruskah materi ini diajarkan pada tingkat sekolah menengah.
Perubahan kurikulum pada dasarnya tidak banyak mengubah materi pelajaran fisika ini
karena hanya mengubah susunan atau struktur materi pelajaran. Perubahan kurikulum tidak
pernah sama sekali menyentuh hal apakah materi ini layak dan harus diajarkan pada tingkat
sekolah menengah. Pelajaran fisika yang selama ini kita pelajari di tingkat sekolah menengah
seharusnya dipelajari di tingkat yang lebih tinggi (apa karena ini siswa kita banyak yang
menggondol medali emas olimpiade fisika?).
Kurikulum yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang
mampu sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang ada di kurikulum.
Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa, tidak hanya oleh
segelintir siswa yang pintar saja. Berdasarkan pengalaman penulis untuk menjelaskan satu
bagian (misalnya, hukum termodinamika I) saja dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dan
belum tentu bisa dipahami oleh semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa
berbeda-beda. Akibatnya, tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh
materi yang ada dalam kurikulum.
Akan tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah
bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam
kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan siswa.
Menurut pandangan penulis, pelajaran fisika seharusnya diarahkan untuk dapat
membantu memecahkan masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran
fisika bukan sekedar membahas seluruh aspek dari hukum-hukum fisika secara detil
sekaligus menyelesaikan semua perhitungan yang berkaitan dengan hukum tersebut tanpa
siswa mengetahui apa manfaat yang nyata dari hukum-hukum tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Bisa dikatakan kurikulum yang ada kurang membumi yang membuat siswa
kurang berminat mempelajarinya.
Kurikulum yang terlalu padat dan kurang membumi diperparah oleh ketersedian buku
sebagai pegangan guru dan siswa dalam pengajaran fisika di sekolah. Ya, harus diakui bahwa
buku pelajaran adalah salah satu elemen penting dalam proses pendidikan di sekolah tak
terkecuali dalam pelajaran fisika. Di atas telah disebutkan bahwa buku fisika sebagai
pengantar memahami pelajaran fisika yang ada tidak representatif. Ini bukan berarti
penulisnya yang salah ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab. Penulis maupun
penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang terbaru
(kurikulumnya aja ngga jelas!). Dan mereka beralasan buku yang tidak sesuai kurikulum
(walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)) tidak akan laku dijual. Buku
yang sedianya menjadi salah satu elemen penting dalam pendidikan telah terperangkap dalam
bisnis semata dan seolah-olah mengabaikan aspek pendidikan. Praktik bisnis ini membuat
tidak ada penerbit yang berani membuat buku yang lepas dari pakem dan belenggu kurikulum
sehingga buku tersebut bisa lebih membumi dan mudah dipahami.
Salah satu ganjalan lain berkaitan dengan kurikulum yang membuat pelajaran fisika
menjadi terlihat sulit adalah adanya ujian nasional (UN) sebagai standar kelulusan. Pelajaran
fisika (atau sains pada umumnya) yang sedianya dapat dieksplorasi menjadi lebih menarik
terbentur oleh batasan-batasan standar ujian nasional. Dengan adanya batasan-batasan ini
guru menjadi terbelenggu dan membatasi pengajarannya hanya pada materi yang diprediksi
akan keluar dalam UN. Pengajaran fisika yang dapat diarahkan agar lebih menarik digantikan
oleh pembahasan soal-soal untuk menghadapi UN. Keindahan ilmu dan penerapan fisika
serta merta akan tertutup oleh kekhawatiran bagaimana menyelesaikan soal UN dengan
benar. Tentu saja siswa akan merasa bosan dengan metode pengajaran seperti ini tapi apa
boleh buat daripada tidak lulus UN bisa berabe. (Mau ditaruh di mana muka gue kalo ngga
lulus UN!)
PERAN GURU DALAM KURIKULUM :
Guru yang kekurangan jam dapat memegang pengembangan diri, misal guru ...
Pendidikan berimplikasi pada proses pengembangan dan implementasi kurikulum dalam hal
pemberian peran yang ...
... pengembangan dan implementasi kurikulum dalam hal pemberian peran ... KURIKULUM
Peningkatan mutu dalam bidang pendidikan khususnya untuk pendidikan dasar tidak lepas
dari peran guru dan ...
BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN
MENENGAH ... Peran Guru Guru yang akan mengajarkan modul ini hendaknya ... Bila
screen dalam kondisi baru, berarti bisa langsung ...
Pengembangan kurikulum sebagai proses sangat ditentukan oleh guru. Baik dalam konteks
sentralisasi maupun dalam konteks otonomi, peran guru tersebut tetap sama, mereka adalah ...
BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN
MENENGAH ... Peran Guru Guru yang akan mengajarkan modul ini hendaknya ... Dalam
membuat badan komponen yang digunakan adalah ...
prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum. ali, m. (1984). pengembangan ... peran
lingkungan belajar dan guru dalam pembelajaran. good, t.l. dan brophy, j.e. (1990).
Peran Guru ... Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum menuju
Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK ...
Adapun peranan guru yang lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut :
“Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum”
Guru adalah titik sentral suatu kurikulum berkat usaha guru, maka timbul kegairahan belajar
siswa. Sehingga memacu belajar lebih keras untuk mencapai tujuan belajar mengajar yang
bersumber dari tujuan kurikulum, untuk itu guru perlu memiliki ketrampilan belajar
mengajar. Penguasaan ketrampilan tersebut bergantung pada bahan yang dimilikinya dan
latihan keguruan yang telah dialaminya.
Keberhasilan belajar mengajar antar alain ditentukan oleh kemampuan kepribadiannya. Guru
harus bersikap terbuka dan menyentuh kepribadian siswa. Guru perlu mengembnagkan
gagasan secaa kreatif, memiliki hasrat dan keinginan serta wawasan intelektual yang luas.
Guru harus yakin terhadap potensi belajar yang dimiliki oleh siswa.
Hal-hal yang perlu dikuasai guru; guru perlu memahami dan menguasai banyak hal agar
pelaksanaan pengajaran berhasil, guru juga harus mau dan mampu menilai diri sendiri secara
terus menerus dalam kaitannya dengan tingkat keberhasilan dan pelaksanaan pengajarannya.
Guru harus menguasai bahan pengajaran sesuai jenjang kelas yang diajarnya, menguasai
strategi pembelajaran yang berguna untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa dan
guru juga harus menjadi suri tauladan bagi siswanya dan memberikan hal-hal yang bermakna
bagi perkembangannya kelak.
Sedangkan Depdikbud (1980) telah merumuskan kemampuan yang harus dimiliki seorang
guru, yaitu :
1. Kemampuan Profesional, yang mencakup :
a. Penguasaan materi pelajaran
b. Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan
c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran.
2. Kemampuan Ssoial
3. Kemampuan Personal
a. Penampilan sikap
b. Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai yang seyogyanya dimiliki guru.
c. Penampilan upaya menjadikan dirinya sebagai contoh bagi siswanya.
Pengembangan kurikulum dari segi pengelolaannya dibedakan antara yang bersifat
sentralisasi dan desentralisasi.
1. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Disini guru tidak mempunyai peranan dalam perancangan, dan evaluasi yang bersifat makro,
mereka berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim khusus, guru
menyusun kurikulum dalam jangka waktu 1 tahun, atau 1 semester. Menjadi tugas guru untuk
menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran sesuai
kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media mengajar yang
bervariasi, kurikulum yang tersusun sistematis dan rinci akan memudahka guru dalam
implementasinya.
2. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah. Pengembangan kurikulum ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan,
perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Jadi kurikulum terutama isinya
sangat beragam, tiap sekolah punya kurikulum sendiri. Peranan guru lebih besar daripada
dikelola secara sentralisasi, guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran
dalam program tahunan/semester/satuan pengajaran, tetapi didalam menyusun kurikulum
yang menyeluruh untuk sekolahnya. Di dini guru juga bukan hanya berperan sebagai
pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan
evaluator kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo, Ramadhani, 1993
Abdul Manab, Pengembangan Kurikulum, Tulungagung, Kopma IAIN Sunan Ampel, 1995
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, Yogyakarta, Gama Media.
2002
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan : Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta, Prenada Media, 2003
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1999
Akhmad Sudrajat, Komponen-Komponen Kurikulum, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ bahan-
ajar/komponen-komponen-kurikulum/, diakses tanggal 17 Januari 2008
Akhyak (ed.), Meniti Jalan Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2003
Dewa Ketut Sukardi, Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Bandung: Alfabeta, 2003
Efendi, M. dkk. 2005. Pengantar Arah Pengembangan Kurikulum Dan Pengajaran.
Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta, Gaya Media
Pratama, 2002
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2003
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan (Sistem dan Metode), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004
Laboratorium Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNM. Malang
Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Logos, 1999
Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta, LP3NI, 1998
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam : Sebuah Telaah Komponen dasar Kurikulum, Solo,
Ramadhani, 1991
Mulyasa, E. 2006. Implementasi Kurikulum 2004, Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2002
Nugroho, Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis Stakeholders,
2008
Rachman Natawidjaja, Pendekatan-Pendekatan dalam Penyluhan Kelompok, Bandung, Diponegoro.
1987
Subandijah, 1993. Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Slameto, 1991. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit. Bumi Aksara. Jakarta
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Citra
Umbara, 2003
www.google.co.id