Post on 07-Feb-2018
PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI DAN
STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA
MELINDA RUMUY
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi terhadap Perkembangan Balita
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Melinda Rumuy
NIM I14100151
ABSTRAK
MELINDA RUMUY. Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status
Gizi terhadap Perkembangan Balita. Dibimbing oleh ALI KHOMSAN dan NETI
HERNAWATI
Stunting merupakan bentuk kekurangan gizi kronis yang umumnya
dijumpai pada negara yang sedang berkembang dan memiliki efek jangka
panjang. Usia balita merupakan fase kritis tumbuh kembang yang menentukan
sehingga ASI harus menjadi makanan utama, khususnya usia baduta. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pengaruh pemberian ASI, MP-
ASI dan kejadian stunting terhadap perkembangan balita. Desain penelitian adalah
cross sectional study dengan contoh sebanyak 80 balita. Hasil analisis deskriptif
menunjukkan bahwa 92.5% balita mendapatkan kolostrum, sebanyak 56.3% balita
telah diberikan ASI eksklusif dan masih terdapat 26.2% balita yang diberikan
prelakteal dan pemberian MP-ASI sebelum 6 bulan. Kejadian stunting dijumpai
pada 53.7% balita. Indeks perkembangan balita sebanyak 46.2% terkategori
tinggi, 22.5% terkategori sedang dan 31.2% terkategori rendah. Analisis regresi
berganda dengan metode stepwise menunjukkan bahwa status gizi dapat
menjelaskan sebanyak 6.6% perkembangan balita. Setiap kenaikan poin status gizi
(z-score) akan meningkatkan 3.63 poin perkembangan balita.
Kata kunci: anak balita, ASI, MP-ASI, Stunting, perkembangan
ABSTRACT
MELINDA RUMUY. Effect of Breastfeeding, Weaning Food and Nutritional
Status to Development of Children under Five Years. Supervised by ALI
KHOMSAN and NETI HERNAWATI.
Stunting is a chronic malnutrition and a common problem that still have
been embraced by developing country. Under five years of age is the critical
phase of children growth and development . Therefore, breast milk is the best food
to be given, especially for children under two years old. The objectives of this
study were to learn and analyze the effect of breastfeeding, weaning practices and
nutritional status (height for age) to children’s development on under five years.
This study design used a cross sectional study. Sample of this study were 80
children under five years. Descriptive analysis showed that 92.5% of subject had
been given colostrum, 56.3% exclusive breastfeeding and 26.2% prelacteal also
weaning food before six month. Stunting had found as much as 53.7%. As many
as 46.2% subject had high, 22.5% were moderate, and 31.2% were low of
development index. Regresion analysis revealed that 6.6% childrent’s
development can be explained by nutritional status. Every Z-score improving will
increase by 3.623 point of children’s development index.
Keyword : breastfeeding, children development, children under five years,
stunting, weaning food
PENGARUH RIWAYAT PEMBERIAN ASI, MP-ASI DAN
STATUS GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN BALITA
MELINDA RUMUY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi
terhadap Perkembangan Balita
Nama : Melinda Rumuy
NIM : I14100151
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS Neti Hernawati, SP., M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang penuh kuasa atas segala
kasih dan karunia sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 di Desa Batulawang,Kabupaten Cianjur
dengan judul Pengaruh Riwayat Pemberian ASI, MP-ASI dan Status Gizi
terhadap Perkembangan Balita.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS
dan Ibu Neti Hernawati, SP., M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan masukan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS atas
kesediaannya sebagai dosen pemandu seminar dan penguji pada ujian skripsi serta
sebagai ketua penelitian strategis IPB yang diikuti atas izin, saran dan masukan
yang diberikan. Terima kasih kepada rekan-rekan penelitian, bidan dan kader serta
pihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada keluarga dan kerabat atas segala dukungan dan doa.
Selain itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman Departemen
Gizi Masyarakat angkatan 47, teman-teman Youth of Nation Ministry,
Persekutuan Mahasiswa Kristen dan teman-teman Fak Fak Student Community
serta pihak yang telah memberikan dukungan serta doa. Semoga karya ilmiah ini
dapat memberikan manfaat.
Bogor, Juli 2014
Melinda Rumuy
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat Penelitian 2
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE PENELITIAN
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 5
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6
Pengolahan dan Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 9
Karakteristik Balita 9
Karakteristik Keluarga 10
Riwayat Pemberian ASI dan MP-ASI 12
Status Kesehatan 15
Status Gizi (TB/U) 15
Perkembangan Balita 17
Hubungan Perkembangan dengan Variabel lainnya 19
Faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan 24
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 25
Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 33
i
DAFTAR TABEL
1 Skala dan cara pengumpulan data 6
2 Pengaktegorian variabel penelitian 7
3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik balita 10
4 Sebaran balita berdasarkan karakteristik keluarga 11
5 Sebaran balita berdasarkan riwayat ASI dan riwayat MP-ASI 13
6 Sebaran balita berdasarkan status kesehatan 15
7 Sebaran balita berdasarkan status gizi 16
8 Sebaran contoh berdasarkan z-score 16
9 Sebaran balita berdasarkan status perkembangan 17
10 Hasil uji korelasi indeks perkembangan dengan berbagai variabel 20
11 Hasil uji Chi-square indeks perkembangan dengan berbagai variabel 22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambaran perkembangan balita berdasarkan umur dan aspek
Perkembangan 33
2 Hubungan antar variabel 36
3 Hasil analisis regresi linear berganda dengan metode stepwise 37
ii
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) dan status gizi merupakan salah satu indikator
kesehatan yang menentukan kualitas SDM. Usia balita adalah bagian dari fase
terpenting dalam fokus meningkatkan kualitas kehidupan. Fase ini penting
(golden age) untuk menstimulasi perkembangan anak namun pada fase ini juga
rawan terhadap gangguan dan kekurangan gizi. Depkes pada tahun 2000 telah
memprediksi bahwa angka kejadian stunting di dunia akan mencapai 33%. Data
distribusi melaporkan bahwa 1 dari tiga anak di negara sedang berkembang
mengalami stunting dan 70 % berada pada benua Asia (Duggan et al. 2008). Data
Riskesdas 2010 menyebutkan bahwa 35.6 % balita di Indonesia mengalami
masalah stunting (sangat pendek dan pendek) artinya hampir separuh balita
memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar tinggi badan balita seumurnya.
Meski prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia telah mengalami
penurunan sebesar 13 % dalam sepuluh tahun terakhir, namun Indonesia masih
memiliki 35.6 % balita pendek yang terdiri dari 18.5 % balita sangat pendek dan
17.1 % balita pendek. Anak balita perempuan dan anak laki-laki balita Indonesia
mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6.7 cm dan 7.3 cm lebih pendek
daripada standar rujukan WHO 2003. Jawa Barat memiliki prevalensi stunting
sebesar 33.6 %. Berdasarkan Departemen Kesehatan, ambang batas masalah
stunting dikatakan masalah kesehatan masyarakat jika prevalensi lebih dari 20 %
(Kemenkes RI 2011).
Kejadian stunting kurang mendapat perhatian yang serius dibandingkan
kejadian gizi kurang lainnya seperti marasmus atau kwarshiorkor. Hal ini karena
anak yang bertubuh pendek tidak memiliki gejala yang sangat khas atau tanda-
tanda khusus seperti odem pada kwarshiorkor. Khomsan (2004) mengatakan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan tercepat otak terjadi di usia di bawah
lima tahun pertama kehidupan. Dengan demikian status gizi sangat menentukan
perkembangan dikemudian hari. Stunting memiliki dampak jangka panjang dan
permanen bagi kehidupan anak dikemudian hari. Studi menunjukkan bahwa anak
pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama
pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa.
Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh
menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih
rentan terhadap penyakit tidak menular. UNICEF (2011) telah mengemukakan
bahwa anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia
yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif
suatu bangsa di masa yang akan datang Salah satu proses penting dalam pemenuhan gizi balita adalah pemberian ASI.
ASI adalah makanan yang paling sesuai untuk bayi karena mengandung zat-zat gizi yang
diperlukan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang. Penelitian Cohor tentang efek
jangka panjang oleh Wendy et al. (2009) (diacu dalam Bapenas 2011) membuktikan
pemberian ASI yang singkat menjadi prediktor dari berbagai masalah kesehatan mental
yang akan muncul pada masa anak dan remaja. Dengan demikian, penelitian ini penting
3
dilakukan untuk mempelajari hubungan antara pemberian ASI dan MP-ASI pada balita
dengan status gizi balita serta dampak status gizi terhadapa perkembangan balita.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh riwayat pemberian
ASI, MP-ASI, status kesehatan dan kejadian stunting terhadap perkembangan
anak.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik balita (umur, jenis kelamin, urutan
kelahiran dan berat badan lahir) dan karakteristik keluarga (umur ibu,
lama pendidikan orang tua, status kerja ibu, pekerjaan ayah, besar
keluarga, jumlah anak dan pendapatan per kapita).
2. Mengidentifikasi riwayat pemberian ASI (kolostrum, ASI ekslusif, lama
pemberian ASI saja, pemberian ASI pada usia bawah dua tahun dan usia
di atas dua tahun, ASI predominan, dan pralakteal) dan MP ASI (awal
pemberian MP-ASI dan jenis MP-ASI)
3. Mengidentifikasi status gizi anak (indeks tinggi badan menurut umur) dan
status kesehatan (kejadian ISPA, kejadian diare, dan persepsi ibu tentang
anak sering sakit)
4. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga (pendidikan ibu, pekerjaan
ibu dan pendapatan per kapita), riwayat pemberian ASI (ASI eksklusif
dan pemberian ASI pada usia di bawah dua tahun) dan MP-ASI (waktu
awal diberi MP-ASI) dengan perkembangan balita.
5. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan
balita.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran
kejadian stunting dan perkembangan pada anak, khususnya di daerah yang diteliti.
Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui hubungan kejadian stunting¸
riwayat pemberian ASI dan MP ASI dengan perkembangan anak. Selain itu hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak terkait
yang menangani masalah tumbuh kembang anak dalam menyusun solusi-solusi
jangka panjang.
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Usia balita khususnya dua tahun pertama merupakan periode kritis dan
penting, namun demikian dalam usia ini juga rawan terjadi gangguan gizi dan
gangguan penyakit. Periode kritis adalah waktu yang tepat bagi seorang individu
untuk memperoleh pengalaman, ketrampilan maupun kemampuan secara optimal
bila dirangsang dengan tepat oleh lingkungan hidupnya (Dariyo 2007). Dengan
demikian penelitian ini mengambil contoh berupa anak usia balita.
Kompleksitas sistem jaringan otot, sistem syaraf serta sistem fungsi organ
tubuh sejalan dengan proses pematangan fisik atau pertumbuhan. Penelitian
Martorell (1996) dalam Jalal (2009) menyimpulkan bahwa kekurangan gizi pada
anak usia dini berdampak pada keterlambatan pertumbuhan fisik, perkembangan
motorik, serta gangguan perkembangan kognitif. Menurut Hanum (2012), gizi
kurang pada anak usia dini akan menyebabkan sel otak berkurang hingga 15-20%
sehingga dikemudian hari anak hanya akan mampu memaksimalkan kualitas otak
sekitar 80-85%. Stunting merupakan bentuk kekurangan gizi kronis yang terjadi
dalam jangka waktu lama. Stunting yang dilihat berdasarkan tinggi badan
merupakan indikator untuk menilai pertumbuhan fisik yang sudah lewat dan
dapat digunakan untuk menilai gangguan pertumbuhan dan perkembangan
(Soetjiningsih 1998 diacu dalam Sofyana 2011, Hidayati 2005). Sehingga
pengukuran gizi pada penelitian ini difokuskan pada status gizi anak berdasarkan
tinggi badan berdasarkan usia.
Perkembangan juga dipengaruhi oleh lingkungan pengasuhan. Fungsi
pengasuhan yang diteliti dalam penelitian ini adalah praktek pemberian ASI dan
MP-ASI. Anjuran pemberian ASI menurut Depkes berupa pemberian ASI
Eksklusif selama 6 bulan dan dapat diteruskan sampai anak berusia 2 tahun. Hal
tersebut dikarenakan ASI mengandung protein, karbohidrat, lemak dan mineral
yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang seimbang (Depkes 2011). Pemberian
ASI selain berdampak positif pada status gizi dan kesehtan anak juga mampu
memenuhi kebutuhan awal stimulasi. Hal ini karena ASI kaya kandungan gizi
dan antibodi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi fisiologis anak.
Pemberian ASI dan MP-ASI yang baik berhubungan dengan tingkat
perkembanagan dan capaian status gizi anak yang lebih baik sedangkan
kekurangan zat gizi berakibat pada tidak sempurnanya pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Status kesehatan sebagai dampak dari pengasuhan akan berdampak pada
status gizi dan perkembangan anak melalui mekanisme penurunan pertahanan
tubuh. Secara normal, tubuh akan mengutamakan penggunaan zat gizi untuk
penyembuhan akibat penyakit (mekanisme alami mempertahankan hidup) dan
mengesampingkan penggunaan gizi untuk perkembangan anak. Oleh sebab itu,
penelitian ini juga meneliti terkait status kesehatan anak yang dilihat dari kejadian
penyakit infeksi dan persepsi ibu tentang anak sering sakit. Bagan kerangka
pemikiran selengkapnya disajikan pada Gambar 1.
5
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Karakteristik Anak:
Umur
Jenis kelamin
Urutan Kelahiran (Anak ke)
BBL
Riwayat pemberian ASI
Kolostrum
ASI eksklusif
Lama pemberian ASI saja
Frekuensi menyusui
Masih ASI (bawah 2 tahun)
Masih ASI (bawah 2 tahun)
Predominan ASI
Prelakteal
MP-ASI
MP ASI sebelum
6 bulan
Jenis MP ASI
Status Kesehatan:
Diare
Lama diare
Infeksi pernapasan akut (ISPA)
Lama ISPA
Persepsi ibu tentang anak sakit
Status Gizi (TB/U)
Perkembangan:
Motorik kasar
Motorik halus
Sosialisasi dan kemandirian
Bicara dan Bahasa
Karakteristik Keluarga
Umur ibu
Pendidikan orang tua
Pekerjaan orang tua
Pendapatan per kapita
Jumlah anak
Besar keluarga
Stimulasi Psikosoisal
6
METODE PENELITIAN
Desain,Tempat dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross-sectional study. Penelitian berlokasi di
Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Jawa Barat dipilih karena memiliki prevalensi
stunting sebesar 33,6 % yang berdasarkan Departemen Kesehatan dikatakan
sebagai masalah kesehatan masyarakat karena prevalensi lebih dari 20%.
Penelitian dilakukan di Desa Batulawang karena jumlah populasi balita yang
cukup tinggi. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Strategis IPB yang
berjudul “Masalah dan Solusi Stunting akibat Kurang Gizi Kronis di Wilayah
Pedesaan” yang diketuai oleh Prof. Dr. Faisal Anwar, MS. Adapun sumber data
yang diambil langsung oleh peneliti adalah data yang berhubungan dengan
variabel perkembangan balita dan berat badan lahir. Pengambilan data primer
hingga analisis data berlangsung selama enam bulan terhitung dari bulan Oktober
hingga Desember 2013.
Jumlah dan Cara Pengumpulan Data
Responden penelitian adalah ibu yang memiliki anak balita. Contoh
penelitian adalah 80 anak yang berumur 12-60 bulan yang berada di Desa
Batulawang. Sebanyak 5 posyandu desa dipilih secara purposive dengan
memperhitungkan kelengkapan data Posyandu. Daftar jumlah anak diperoleh dari
buku registrasi posyandu. Sebanyak 80 balita dipilih secara acak dari populasi
yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi penelitian ini adalah:
1. Anak berusia 12 hingga 60 bulan
2. Masih memiliki ibu dan tinggal serta diasuh oleh ibunya
3. Tinggal di Desa Batulawang
4. Terdaftar pada posyandu dan memilki KMS
5. Ibu bersedia diwawancarai
Kriteri eksklusi penelitian ini adalah:
1. Anak yang tidak tinggal di Desa Batulawang
2. Anak tidak terdaftar di Posyandu atau tidak memiliki KMS
3. Anak dengan keterbelakangan mental
Menurut Lemeshow et al. (1997) rumus penentuan jumlah sampel penelitian
adalah:
n=(z2
1-α/2 x p x (1-p) )/ d2
n=[(1.96
2)x0.336x(1-0.336)]/ (0.11
2)
n=70.8+(0.12x70.8)
n=79.2≈80 contoh
Keterangan :
n = besar contoh yang akan diteliti
z21-α/2 = nilai z skor pada 1- α/2 dengan tingkat kepercayaan 95% ( 1.96)
p = estimasi prevalensi stunting di Jawa Barat yaitu sebesar 33.6%
d = ketelitian atau presisi yaitu 11%
7
Hasil perhitungan menunjukan bahwa contoh minimal yang diperlukan
adalah 71 balita dengan melebihkan sebanyak 12% dari contoh minimal maka
diambil sebanyak 80 contoh balita dalam penelitian ini. Penarikan contoh dari
posyandu dilakukan secara stratified random sampling dari data seluruh balita.
Dengan demikian banyaknya contoh yang terambil pada masing-masing posyandu
adalah:
ni= (Ni/ N) X n
Keterangan:
ni = jumlah contoh yang diambil dari masing-masing posyandu
n = ukuran minimal contoh yang diambil dalam penelitian
N = jumlah balita di semua posyandu yang diteliti
Ni= jumlah balita di posyandu i
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran
langsung dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari data Penelitian
Strategis IPB yang diikuti. Data yang dikumpulkan meliputi data perkembangan
balita. Data selain data perkembangan didapat dari Penelitian Strategis IPB.
Tabel 1 Skala dan cara pengumpulan data No Variabel Data yang dikumpulkan Cara Pengumpulan
1. Perkembangan Skor Perkembangan Pengukuran dengan
KPSP
2. Karakteristik anak Umur Kuesioner
Jenis kelamin
Urutan kelahiran (anak ke)
Berat badan lahir
3. Karakteristi
Keluarga Umur ibu Kuesioner
Pendidika orang tua
Pekerjaan orang tua
Pendapatan per kapita
Besar keluarga
Jumlah anak
4. Status Gizi TB/U Pengukuran langsung
5. Status Kesehatan Diare Kuesioner
Lama Diare
ISPA
Lama ISPA
Persepsi Sakit
6. Riwayat ASI Kolostrum Kuesioner
ASI Ekslusif
Lama Pemberian ASI
Lama Menyusui
Masih ASI (Usia ≤ 2 tahun)
Masih ASI (Usia > 2 tahun)
Prelakteal
Predominan ASI
7. MP ASI MP ASI sebelum 6 bulan Kuesioner
Jenis MP ASI
8
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data nominal, ordinal, dan rasio. Data nominal
meliputi data jenis kelamin. Data ordinal adalah urutan anak, riwayat pemberian
ASI (pemberian kolostrum, ASI ekslusif, ASI masih diberikan, ASI predominan,
pemberian pralakteal) dan MP-ASI. Data rasio meliputi data umur anak dan ibu,
berat lahir, lama pemberian ASI, status gizi, lama pendidikan orangtua, besar
pendapatan per kapita dan skor perkembangan. Pengkategorian variabel penelitian
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Pengaktegorian variabel penelitian No Variabel Kategori Sumber pengukuran
1. Umur balita 1.batita (< 36 bulan)
3.Prasekolah (≥36 bulan)
Papalia et al. (2008)
2. Umur 1.< 20 tahun
2.20-39 tahun (dewasa Muda)
3. 40-65 tahun (dewasa tua)
Papalia et al. (2008)
3. Lama Pendidikan ≤ 6 tahun
7-12 Ahun
4. Status Pekerjaan ibu 1. Tidak bekerja
2. Bekerja
5. Pekerjaan ayah 1.Buruh
2. Bukan buruh
6. Besar Keluarga 1. ≤4 (keluarga)
2.5-6 (sedang)
3.≥ 7 (besar)
BKKBN (1998)
7. Jumlah anak 1.<2 anak
2. ≥ 2 anak
8. Pendapatan per kapita 1.Miskin (≤Rp 253.273)
2. Tidak miskin (>Rp 253.273)
Garis Kemiskinan Jawa
Barat 2013
9. Lama Pemberian ASI
eksklusif
1.6 bulan
2.4-5 bulan
3.1-3 bulan
4.< 1 bulan
Khomsan et al. (2009)
10. Persepsi sakit 1. Sakit dalam 1 tahun terakhir.
2. Tidak sakit dalam 1 tahun
terkahir
11. Status gizi
berdasarkan TB/U
Z skor >=-2 (normal)
Z skor < -2 ( stunting)
WHO (2007)
12. Perkembangan < 60 (rendah )
60-79 (sedang)
≥ 80(tinggi)
Khomsan (2007)
Depkes 2005
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis. Pengolahan data meliputi
editing, cleaning dan analisis data. Program komputer yang digunakan untuk
pengolahan dan analisis data adalah microsoft excel 2010 dan SPSS versi 16.0 for
windows. Uji normalistas dilakukan sebelum analisis data dengan menggunakan
K-S test (Kormogorov-Smirnov).
Analisis statistik yang dilakukan berupa statistik deskriptif dan inferensia.
Analisis deskriptif untuk menggambarkan sebaran variabel yang diteliti
berdasarkan persen dan rataan, sedangkan statistik inferensia yang digunakan
adalah uji korelasi dan regresi. Uji korelasi pearson digunakan untuk
menganalisis hubungan antara karakteristik keluraga (pendapatan per kapita) dan
status gizi (TB/U) dengan indeks perkembangan. Uji korelasi rank spearman
9
digunakan untuk menganalisis karakteristik keluarga (pendidikan ibu) dengan
indeks perkembangan. Sedangkan uji chi square digunakan untuk menganalisis
hubungan antara karakteristik keluarga (status pekerjaan ibu), status kesehatan
(persepsi ibu tentang anak sering sakit), riwayat pemberian ASI (pemberian ASI
eksklusif dan pemberian ASI pada usia di bawah dua tahun) dan MP-ASI dengan
indeks perkembangan.
Uji regresi linear berganda dengan metode stepwise digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan. Variabel
dependen yang dianalisa adalah indeks perkembangan sedangkan variabel
independennya berupa karakteristik keluarga, status gizi balita (TB/U) dan lama
pemberian ASI dan umur awal diberikan MP-ASI. Persamaan regresi dalam
penelitian adalah:
Y= X1+ X2+X3 +X4+C
Keterangan
X1 = riwayat pemberian ASI (lama pemberian ASI saja)
X2 = riwayat pemberian MP ASI (umur awal diberi MP-ASI)
X3 = karakteristik Keluarga
X4 = status gizi
C = konstanta
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Batulawang merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah
Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, dengan luas wilayah pemukiman ±
103.85 Ha, dan terdiri dari 8 dusun, 13 RW, serta 51 RT. Sebelah utara Desa
Batulawang berbatasan dengan Desa Sukawangi, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Palasari, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciloto dan sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Sukanagalih. Keadaan geografis Desa Batulawang
terletak 950-1200M dari permukaan laut dengan banyak curah hujan
3.145mm/tahun dan suhu rata-rata adalah 240-27
0C.
Desa Batulawang memiliki jumlah penduduk sebesar 13 404 jiwa dengan
komposisi hampir seimbang yang terdiri dari laki-laki sebanyak 6 842 jiwa dan
perempuan sejumlah 6582 jiwa. Total kepala keluarga sebanyak 3363 KK. Jumlah
keseluruhan bayi dan anak hingga usia 6 tahun yang terdapat di Desa Batulwang
mencapai 1892 anak dengan jumlah usia bayi 0-1 tahun sebanyak 321 anak dan
balita usia 2-6 tahun sebanyak 1571 anak. Jumlah posyandu di Desa Batulawang
sebanyak 20 posyandu yang tersebar pada 13 RW.
Sebagian besar (50.1%) penduduk angkatan kerja bermata pencaharian
sebagai buruh tani, sebanyak 33.3% sebagai petani, sebanyak 7.7% sebagai buruh
swasta, sebanyak 4% sebagai tukang dan sisanya adalah pedagang, pegawai
negeri dan montir. Kualitas sumber daya manusia sangat penting untuk
menghadapi tantangan kehidupan yang salah satunya terlihat dari tingkat
pendidikan. Kualitas pendidikan di Desa Batulawang masih rendah. Hampir
sebagian besar penduduk (48.1%) berstatus pendidikan tamat SD. Penduduk yang
tamat SMP/MTs menempati urutan kedua dengan presentase 21.4% diikuti
penduduk yang tamat SMP/MTs yang tidak melanjutkan dengan persentase
12.6%, tamat SMA/Aliyah sebanyak 8.8%, dan perguruan tinggi sebanyak 0.39%.
Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai merupakan salah
satu wujud pemerintah dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat
(Khomsan et al.2009). Sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Desa
Batulawang dinilai masih sangat minim yang terlihat dari tersedianya sarana
hanya mulai dari TK/TPA sampai MTs (setara SMP). Terdapat 3 buah TK/TPA,
6 buah SD dan 1 buah MTs. Dengan fasilitas yang minim maka akses warga
untuk meningkatkan kualitas pendidikan terbilang sulit.
Karakteristik Balita
Karakteristik balita yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, jenis
kelamin, urutan anak dalam keluarga dan berat badan lahir. Usia balita pada
penelitian ini berkisar antara 12 hingga 60 bulan dengan rata-rata usia adalah
33.6±15.4 bulan. Anak balita dikelompokkan lagi menjadi usia di bawah tiga
tahun (batita) dan usia di atas tiga tahun (usia prasekolah). Anak batita ditemukan
sebanyak 56.3% lebih banyak dibandingkan dengan anak usia prasekolah
sebanyak 43.8%. Anak balita yang menjadi contoh tersebar hampir merata
berdasarkan jenis kelamin. Balita berjenis kelamin perempuan sebanyak 51.2%
11
dan sisanya 48.8% balita berjenis kelamin laki-laki dengan sebagian besar
(53.8%) balita adalah bukan anak tunggal dan sisanya 46.2% adalah anak tunggal.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik balita
Karakteristik Balita n %
Umur
Batita (<36 bulan) 45 56.3
Prasekolah (≥36 bulan) 35 43.8
Jenis Kelamin
Laki-laki 39 48.8
Perempuan 41 51.2
Urutan Anak
Tunggal 37 46.2
Bukan tunggal 43 53.8
Berat Badan Lahir
Rendah (≤ 2500 g) 4 5.0
Normal (> 2500 g) 76 95.0
Menurut Hughes (1999), usia batita memiliki ciri spesifik yaitu masih
memiliki kelekatan emosi dengan orang tua, takut berpisah dengan orang tua,
membuat cerita yang tidak masuk akal, berbohong dan egosentris. Sedangkan
anak usia prasekolah, meskipun masih terikat dan memfokuskan diri pada
hubungan orang tua atau keluarga, namun masa ini ditandai dengan kemandirian,
kemampuan kontrol diri dan hasrat untuk memperluas pergaulan dengan anak-
anak sebaya. Dariyo (2007) menambahkan masa kanak-kanak awal masih
dicirikan dengan kegiatan bermain baik bermain sendiri maupun bermain
berkelompok dengan teman sebaya. Permainan pada masa kanak-kanan awal
selain berguna untuk pengembangan kepribadian juga berguna untuk
pengembangan psikomotorik halus dan kasar.
Berat badan lahir anak menggambarkan keadaan perkembangan prenatal.
Proses perkembangan sistem syaraf terjadi bersamaan dengan pembentukan
organ-organ eksternal janin (Dariyo 2007). Hasil penelitian menunjukkan hampir
sebagian besar balita (95%) memiliki riwayat berat badan lahir normal dan hanya
sebagian kecil (5%) yang memiliki riwayat berat badan lahir rendah yaitu berat
badan lahir kurang dari 2500g. Rata-rata berat badan lahir balita adalah
3190±367.9g dan terkategori normal. Menurut Watemberg (2002), semakin
rendah berat lahir, semakin besar kemungkinan cedera otak. Saigal et al. (2003)
mengemukakan bahwa anak usia prasekolah dengan berat lahir rendah lebih
mungkin memiliki kesulitan belajar daripada anak dengan berat lahir normal.
Karakteristik Keluarga
Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam
satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al. 2007). Menurut Suhardjo (1989)
(dalam Hanum 2012), keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari sepasang
suami istri dengan anak-anaknya. Karakteristik keluarga yang diidentifikasi dalam
penelitian ini meliputi usia ibu, tingkat pendidikan ibu dan ayah, status kerja ibu
12
dan pekerjaan ayah, besar keluarga serta pendapatan per kapita. Karakteristik
keluarga yang diteliti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran balita berdasarkan karakteristik keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar keluarga balita berkisar antara
3 sampai 9 orang dengan rata-rata 4.9±1.7 orang dan terkategori sebagai
keluarga sedang. Lebih dari separuh contoh (52.5%) memiliki keluarga kecil
dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang orang. Hal ini ditunjukkan dengan
sebagian besar keluarga balita (70%) adalah keluarga inti dengan total anak
kurang dari dua anak.
Usia ibu dalam penelitian ini berkisar antara 18 tahun hingga 48 tahun
dengan rata-rata usia adalah 28.2 ± 6.7 tahun. Sebagian besar ibu, yaitu sebanyak
88.7% berada pada usia dewasa muda (usia 20 hingga 39 tahun) dan sisanya
sebesar 6.3% berada pada usia di bawah 20 tahun. Sebagian kecil ibu (5%) berada
pada usia dewasa tua (berusia 40 hingga 65 tahun). Menurut Hurlock (1999), usia
mempengaruhi seorang ibu dalam bertindak dalam memperhatikan kebutuhan
anaknya. Semakin tinggi usia ibu sejalan dengan bertambahnya jumlah anak. Uji
korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan antara umur ibu dan total
anak dalam keluarga (p<0.001, r= 0.823). Jumlah anak yang semakin meningkat
Karakteristik keluarga n %
Umur ibu
<20 tahun 5 6.3
20-39 tahun 71 88.7
40-65 tahun 4 5.0
Lama Pendidikan Ibu
≤ 6 tahun 62 77.5
7-12 tahun 18 22.5
Status Pekerjaan Ibu
Bekerja 17 21.2
Tidak Bekerja 63 78.8
Lama pendidikan ayah
≤ 6 tahun 61 76.3
7-12 tahun 19 23.7
Pekerjaan ayah
Buruh 62 77.5
Bukan buruh 18 22.5
Besar keluarga
Kecil (≤ 4 orang) 42 52.5
Sedang (5-6 orang) 21 26.3
Besar ( >7 orang) 17 21.2
Total Anak
≤2 anak 56 70.0
>2 anak 24 30.0
Pendapatan per kapita
Miskin 52 65.0
Tidak miskin 28 35.0
13
akan mengurangi porsi perhatian dan stimulasi ibu terhadap anak. Disisi lain
Carlson (1995 dalam Santrock 2007) menjelaskan bahwa hubungan saudara pada
anak meliputi menolong, berbagi, mengajari, berkelahi, dan bermain. Saudara
kandung bagi balita bisa bertindak salah satunya sebagai dukungan emosional
dan mitra komunikasi.
Secara umum lama pendidikan ayah dan ibu hampir sama. Hal ini
ditunjukkan dengan sebagian besar yaitu sebanyak 77.5% ibu dan 76.3% ayah
balita memiliki lama pendidikan ≤ 6 tahun. Hanya sebagian kecil ayah (23.7%)
dan ibu (22.5%) yang memiliki lama pendidikan 7-12 tahun. Rata-rata lama
pendidikan ibu adalah 6.39±2.01 tahun dan rata-rata lama pendidikan ayah adalah
6.62±2.40 tahun.
Status pekerjaan ibu dibedakan antara ibu yang bekerja dan yang tidak
bekerja. Sebagian besar ibu balita 78.8% merupakan ibu yang tidak bekerja atau
sebagai ibu rumah tangga, sedangkan sisanya 21.2% adalah ibu yang bekerja
dengan banyak waktu dihabiskan di luar rumah. Ibu dengan status bekerja
sebagian besar (58.8%) adalah buruh, dan sebanyak 29.4% adalah wiraswasta.
Terdapat 2 orang ibu yang berprofesi sebagai guru/kader. Pekerjaan ayah
dikategorikan menjadi buruh dan bukan buruh. Sebagian besar ayah yaitu 77.5%
bekerja sebagai buruh (buruh tani dan buruh lainnya) dan sisanya 22.5% bukan
buruh dengan pekerjaan padagang atau petani.
Pendapatan perkapita keluarga adalah total pendapatan dalam keluarga
dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2013,
sebuah keluarga di Provinsi Jawa Barat digolongkan dalam keluarga miskin jika
pendapatan per kapita per bulan di bawah Rp253 273. Secara keseluruhan rata-
rata pendapatan per kapita keluarga sebesar Rp246 566 ± 153 332 dan masih
berada di bawah garis kemiskinan. Penelitian menunjukkan sebanyak 65%
keluarga balita terkategori dalam keluarga miskin. Menurut Yuliana (2004),
keluarga dengan kondisi ekonomi yang baik akan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak berlangsung dengan baik melalui penyediaan makanan yang
bermutu. Hastuti (2008), mengemukan hal yang sama bahwa keluarga yang stabil
secara ekonomi memiliki peluang untuk memberikan lingkungan pengasuhan
yang relatif lebih baik dibandingkan dengan keluarga yang belum mandiri dan
lemah dalam kemampuan ekonomi.
Riwayat Pemberian ASI dan MP ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah susu alami yang diproduksi oleh organ tubuh
(payudara) yang dirangsang oleh hormon laktogen setelah ibu melahirkan.
Pemberian secara benar dan tepat akan member 3 manfaat pada bayi, yaitu
manfaat psikologis, manfaat sosiologis dan manfaat pertumbuhan fisiologis pada
bayi (Dariyo 2007). Dalam Global Strategi for Infant and Young Child Feeding,
WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk
mencapai tumbuh kembang optimal yaitu pertama memberikan Air Susu Ibu
(ASI) kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua
memberikan hanya ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan. Keempat meneruskan
pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes 2005). Dalam
penelitian ini, riwayat pemberian ASI meliputi pemberian kolostrum, pemberian
14
ASI ekslusif, lama pemberian ASI, ASI predominan, dan pemberian pralakteal.
Adapun riwayat MP-ASI yang diamati adalah waktu pemberian MP-ASI dan jenis
MP-ASI yang diberikan.
Pemberian ASI
Tabel 5 menunjukkan bahwa hampir seluruh balita, yaitu 92.5% telah
diberikan kolostrum. Kolostrum adalah air susu berupa cairan yang berwarna
lebih kuning dan kental dibandingkan ASI setelahnya yang keluar pada hari
pertama sampai hari ke-3 hingga minggu pertama sejak kelahiran bayi.
Dibandingkan dengan ASI sesudahnya, kolostrum lebih banyak mengandung
protein, zat antivirus dan zat antibakteri. Selain itu, kandungan lemak kolostrum
lebih rendah. Kolostrum memenuhi hampir semua kebutuhan gizi bayi kecuali
vitamin C, vitamin D dan tembaga (Gupte 2004).
Tahun pertama termasuk enam bulan pertama adalah masa yang sangat
kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung
cepat, tetapi juga pembentukan psikomotorik dan akulturasi terjadi dengan cepat
sehingga ASI harus menjadi makanan utama pada usia ini (Muchtadi 2002). Hasil
penelitian menunjukkan rata-rata lama pemberian ASI pada balita adalah 5.1±1.7
bulan dengan persentase terbesar 72.5% diberikan ASI hingga 6 bulan dan hanya
sebagian kecil balita yaitu 11.3% yang diberikan ASI kurang dari 3 bulan. WHO
menganjurkan pemberian ASI yang diteruskan hingga usia 2 tahun. Balita yang
berusia baduta dalam penelitian ini sebanyak 35% dan sebagian besar masih
diberikan ASI (73.1%). Sebanyak 40% balita dalam penelitian ini juga masih
diberikan ASI hingga usia di atas 2 tahun.
Pemberian ASI bukan hanya sebagai bentuk pemenuhan gizi namun juga
mampu memenuhi kebutuhan awal stimulasi. Balita membutuhkan lingkungan
yang mendukung bagi proses perkembangan. Kebutuhan ini salah satunya
diperoleh melalui kedekatan fisik ketika ibu memberikan ASI pada bayi.
Ainsworth pada tahun 1979 mencetuskan konsep teori kelekatan emosional antara
ibu dan anak sebagai pijakan lingkungan positif bagi perkembangan anak
(Goleman 2006). Dengan memberi ASI, ibu dapat memberikan stimulasi awal
berupa perhatian dan berkomunikasi dengan intim dengan bayinya (Papalia et al.
2004).
Tabel 5 Sebaran balita berdasarkan riwayat ASI dan riwayat MP-ASI Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI n %
Diberi Kolostrum 74 92.5
Diberi ASI Eksklusif 45 56.3
Lama Pemberian ASI saja
≤ 3 bulan 9 11.3
4-5 bulan 13 16.2
6 bulan 58 72.5
ASI masih diberikan (usia di bawah 2 tahun) 19 73.1
ASI masih diberikan (usia di atas 2 tahun) 22 40.7
ASI Predominan 57 71.2
Diberi Prelakteal 21 26.2
Diberi MP-ASI sebelum 6 bulan 21 26.2
Prelakteal adalah pemberian makanan pada neonatus sebelum ASI keluar
yang berupa makanan susu bubuk, susu sapi, atau air gula, madu yang diberikan
sebelum ASI keluar (Siregar 2004). Neonatus adalah bayi berusia kurang dari dua
15
minggu. Tabel 5 menunjukkan bahwa balita yang diberikan prelakteal sebanyak
26.2%. Jumlah ini berada di bawah angka studi pemberian prelakteal nasional dan
provinsi. Berdasarkan presentase bayi yang diberi makanan prelakteal menurut
provinsi di Indonesia yaitu sebesar 43.6% dan di provinsi Jawa Barat yaitu
sebesar 38.7% (SDKI 2007). Pemberian makanan atau minuman dini selain ASI
menyebabkan bayi kenyang sehingga enggan untuk menyusui. Makanan
prelakteal merupakan jenis makanan seperti air kelapa, air tajin, madu, pisang,
yang sudah diberikan pada neonatus baru lahir. Hal ini sangat berbahaya bagi
kesadaran neonatus, dan mengganggu keberhasilan menyusui (Kuswoyo 2009).
Jenis pralakteal yang diberikan pada balita yang ditemukan dalam penelitian ini
berupa air zamzam (61.9%), susu formula (19%), dan air putih dan madu masing-
masing 9.5%. Pemberian madu tidak dianjurkan bagi bayi karena dikhawatirkan
kemungkinan adanya Chlostridium botolinum. Hasil penelitian Oktaria (2012)
menunjukkan terdapat beberapa alasan tersering pemberian prelakteal yaitu
karena ASI belum keluar (32.6%), ASI tidak cukup (19.8%), nasehat orang tua
atau keluarga(12%), ASI tidak ada (7%) dan alasan lainnya sebanyak 2%.
Pemberian ASI Eksklusif
ASI eksklusif merupakan program anjuran pemberian ASI kepada bayi
tanpa diberi makanan lain, termasuk tambahan cairan seperti susu formula, kuah
sup, jeruk, air teh, air biasa. Selain itu, juga tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,bubur nasi, bubur tim atau apapun
selain ASI yang diberikan selama enam bulan. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menganjurkan ASI eksklusif selama enam bulan. Tabel 5 menunjukkan bahwa
hampir sebagian (56.3%) ibu telah memberikan ASI eksklusif pada balita ketika
bayi, angka ini telah berada di atas angka nasional dan provinsi cakupan ASI
eksklusif namun belum memenuhi target nasional. Berdasarkan Riskesdas 2010,
cakupan ASI eksklusif nasional sebesar 15.3% dan cakupan provinsi Jawa Barat
sebesar 19.2%. Target nasional pemberian ASI eksklusif adalah 80%. Pemberian
prelakteal merupakan salah satu hambatan dalam pemberian ASI eksklusif.
Sebanyak 60% balita yang diberikan prelakteal adalah balita yang tidak diberikan
ASI eksklusif. Hasil uji chi-sqare menunjukkan terdapat hubungan bermakna
antara pemberian ASI eksklusif dengan prelakteal (p<0.001). Menurut Siregar
(2004), pemberian prelakteal dua kali pada bayi saja dapat mengagalkan proses
menyusui. Penyebab lain kegagalan pemberian ASI adalah akibat pemberian
predominan ASI. WHO mendefinisikan ASI predominan sebagai pemberian gizi
pada neonatus atau bayi melalui pemberian ASI selama 6 bulan pada bayi dengan
tambahan pemberian cairan sebelum atau selama pemberian ASI. Cairan yang
diberikan dapat berupa air atau minuman berbasis air, jus buah, tetesan atau sirup
(vitamin, mineral atau obat). Sebagian besar (71.2%) balita memiliki riwayat
diberikan ASI predominan. Sebanyak 37.2% balita yang tidak mendapat ASI
eksklusif adalah balita yang diberikan ASI predominan (p<0.00).
Pemberian MP-ASI
Pemberian MP-ASI pertama kali yang diberikan kepada bayi selain untuk
memenuhi kebutuhan bayi juga merupakan suatu proses agar bayi dibiasakan
secara perlahan-lahan dengan makanan orang dewasa. Umur awal diberikan MP-
ASI dalam penelitian berkisar antara sehari kelahiran hingga umur 9 bulan dengan
16
rata-rata umur awal diberikan MP-ASI adalah 5.4±1.7 bulan. Waktu yang baik
dalam memulai pemberian makanan tambahan pada bayi adalah saat umur 6 bulan
(Muchtadi 2002). ASI merupakan makanan terbaik bayi usia 0-6 bulan namun
setelah 6 bulan ASI tidak mampu mencukupi kebutuhan energi dan zat gizi bayi
sehingga diperlukan MP-ASI. Tabel 5 menunjukkan sebanyak 26.2% balita
diberikan MP-ASI sebelum 6 bulan. Jenis MP ASI yang diberikan berupa bubur
bayi kemasaan (71.4%), susu formula (14.3%), biskuit/kue (9.5%) dan pisang
(4.8%). Pada periode pemberian MP-ASI, bayi bergantung sepenuhnya pada
perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Suhardjo (1999) mengatakan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu memberikan makanan
tambahan pada bayi antara lain faktor kesehatan bayi, faktor kesehatan ibu, faktor
pengetahuan, faktor pekerjaan, faktor petugas kesehatan, faktor budaya dan faktor
ekonomi.
Menurut Krisnantuti et al. (2008), pemberian MP-ASI yang dilakukan
terlalu dini dapat menyebabkan berkurangnya produksi ASI. Hal ini disebabkan
ukuran perut bayi masih kecil, sehingga mudah penuh, sedangkan kebutuhan gizi
bayi belum terpenuhi. Akibatnya, proses pertumbuhan dan perkembangan bayi
akan terganggu. Penundaan waktu pemberian MP-ASI sesudah 6 bulan
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan, seperti berat
badan bayi tidak bertambah, kesulitan dalam memberikan makanan padat pada
bayi, sehingga menyebabkan bayi kekurangan gizi (WHO 2000; Krisnatuti et
al.2008).
Status Kesehatan
Status kesehatan dalam penelitian ini diamati melalui kejadian penyakit
ISPA dan diare (penyakit infeksi) dan persepsi ibu tentang anak sering sakit.
Semua penyakit dapat timbul karena ketidakseimbangan berbagai faktor, baik dari
sumber penyakit, host, lingkungan dan tentunya asupan gizi. Pada umumnya,
penyakit infeksi disebabkan oleh virus. Berdasarkan tabel 6, hampir semua balita
(90%) mengalami ISPA dan hampir separuh balita (53.8%) balita mengalami
diare. Rata-rata lama ISPA selama 7.1±6.3 hari dengan kejadian terlama adalah 21
hari dan rata-rata lama diare adalah 2.6±3.4 hari. Berdasarkan persepsi ibu,
sebagian besar (68.8%) balita sering sakit dalam setahun terakhir. Anak dengan
kejadian sering sakit lebih banyak dijumpai pada usia di atas dua tahun (69.2%)
dibandingankan pada anak baduta. Hal ini karena baduta sebagian besar (73.1%)
masih diberikan ASI (Tabel 5).
Tabel 6 Sebaran balita berdasarkan status kesehatan
Status Kesehatan n %
Kejadian ISPA 1 bulan terakhir 72 90.0
Kejadian Diare 1 bulan terakhir 43 53.8
Sering sakit 1 tahun terakhir 55 68.8
Status Gizi (TB/U)
Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang
sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta
pulih kembali, berbeda dengan wasting (pelisutan tubuh) yang terjadi karena
17
periode keadaan gizi kurang yang relatif singkat dan dapat pulih dengan cepat
(Michael et al. 2005). Penilaian terhadap status gizi (TB/U) menunjukkan
sebanyak 53.7% balita adalah balita stunting. Angka ini lebih tinggi dibandingkan
dengan prevalensi stunting Jawa Barat sebesar 33.6% dan telah terkategori
sebagai masalah kesehatan masyarakat (prevalensi di atas 20%).
Tabel 7 Sebaran balita berdasarkan status gizi
Status Gizi (TB/U) n %
Normal 37 46.3
Stunting 43 53.7
Jenis kelamin mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Rata-
rata indeks tinggi badan menurut umur balita laki-laki lebih rendah (-
2.009±1.417) dan terkategori sebagai anak pendek dibandingkan balita perempuan
(-1.451±1.710) yang terkategori normal. Proporsi kejadian stunting pada balita
laki-laki sebanyak 59% lebih tinggi dibandingkan balita perempuan 48.8%. Hal
ini sejalan dengan penelitian Wamani et al. (2006) yang menemukan bahwa anak
laki-laki memiliki panjang badan lebih pendek dengan prevalensi tinggi
mengalami stunting. Selain jenis kelamin, usia juga mempengaruhi pertumbuhan.
Tabel 7 memperlihatkan bahwa anak dengan usia di bawah dua tahun memiliki
rata-rata nila indeks tinggi badan menurut umur(-0.766±1.810) yang terkategori
dalam status gizi baik, sedangkan anak dengan usia di atas dua tahun memiliki
rata-rata nilai indeks tinggi badan menurut umur (-2.184±1.247) yang terkategori
sebagai anak stunting. Hal ini dapat dijelaskan dengan proporsi anak bukan baduta
yang lebih banyak (67.5%) yang terkategori sebagai balita stunting dan hanya
32.5% baduta yang terkategori balita stunting. Uji t-test menunjukkan terdapat
perbedaan yang bermakna (<0.05) pada nilai rata-rata indeks tinggi badan
menurut umur antara anak dengan usia di bawah dua tahun dan anak yang berusia
di atas dua tahun.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan Z-score Variabel Rata-rata z-score Kategori p (uji t-test)
Jenis kelamin
Laki-laki -2.009±1.417 Pendek 1.417
Perempuan -1.451±1.710 Normal
Umur
<2 tahun -0.766±1.810 Normal 0.001**
≥ 2 tahun -2.184±1.247 Pendek
Berat badan lahir
Berat lahir normal -1.654±1.596 Normal 0.064
Berat lahir rendah -3.025±0.644 Pendek
ASI Eksklusif
Ya -1.736±1.798 Normal 0.949
Tidak -1.713±1.427 Normal
Menurut Isselbacher (1987), anak-anak prasekolah dan terutama yang
berumur satu dan dua tahun lebih rentan terkena PEM. Anak dalam masa ini
tergantung pada orang lain terutama pengasuh yang menentukan jumlah dan mutu
asupan makanan; pada dasarnya kebutuhan asupan protein dan energi per satuan
berat badan lebih besar dan kebiasaan hidup tidak bersih serta sistem kekebalan
yang belum matang mempertinggi kerentanan anak terhadap infeksi yang
18
merupakan salah satu pemicu PEM. Pemberian ASI dapat mencegah dan
mengurangi angka kejadian sakit dan meningkatkam status gizi anak.
Bayi lahir cukup bulan (37 minggu kehamilan), tetapi berat lahir rendah
mengalami pertumbuhan intrauterine terbatas. Berat lahir sangat tergantung pada
status gizi ibu selama kehamilan dan selama konsepsi. Hasil uji menunjukkan
tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai rata indeks tinggi badan
menurut antara anak dengan berat lahir normal dan anak dengan berat lahir
rendah. Meskipun demikian, rata-rata indeks tinggi badan menurut umur pada
anak dengan riwayat berat lahir normal lebih tinggi (-1.654 ±1.596) dan
terkategori normal dibandingkan anak dengan riwayat berat badan lahir rendah (-
3.025±0.644) dan terkategori sebagai balita stunting. Penelitian yang dilakukan
oleh Ergin et al. (2007) menyebutkan bahwa balita dengan berat lahir rendah
memiliki risiko menjadi stunting sebesar 2.7 kali dibandingkan dengan balita yang
mempunyai berat lahir normal.
Balita yang diberikan asi eksklusif memiliki rata-rata indek tinggi badan
menurut umur yang hampir sama dengan balita yang tidak diberikan ASI
eksklusif. Uji t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (<0.05).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Aisyah (2009) tidak ada perbedaan status gizi
pada anak yang diberikan ASI eksklusif dan non ekslusif. Penelitian lain
menunjukkan hasil berbeda, dimana bayi yang tidak diberikan ASI memiliki
kemungkinan kurang gizi lebih besar (Roesli 2002). Penelitian Sofyana (2011)
menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata peningkatan berat badan yang
signifikan antara kelompok pemberian ASI eksklusif dan yang bukan, namun
tidak terdapat perbedaan rata-rata pada pertambahan panjang badan pada
kelompok ASI eksklusif dan yang tidak ASI eksklusif.
Perkembangan Balita
Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel serta
jaringan di seluruh tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan
perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat
dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Wong 2000). Perkembangan
anak dalam penelitian ini dinilai dengan Kuesioner Praskrining Perkembangan
(KPSP) yang disesuaikan dengan kelompok umur balita. KPSP merupakan salah
satu alat skrining yang diwajibkan oleh Depkes untuk digunakan di tingkat
pelayanan kesehatan primer. Jumlah balita yang menjadi contoh penelitian
berjumlah 80 anak. berikut adalah tabel yang menyajikan hasil penilaian terhadap
perkembangan balita.
Tabel 9 Sebaran balita berdasarkan status perkembangan
Kategori perkembangan n %
Tinggi 37 46.2
Sedang 18 22.5
Rendah 25 31.2
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebaran perkembangan dari contoh 80 balita
sebagian besar (46.2%) merupakan balita dengan perkembangan yang terkatgeori
tinggi. Namun demikian, hasil penilaian masih menunjukkan balita dengan
perkembangan yang rendah sebanyak 31%. Angka ini lebih tinggi daripada
penelitian perkembangan.terdahulu di Pulau Jawa sebesar 13% balita memiliki
19
potensi mengalami keterlambatan perkembangan. Rata-rata indeks perkembangan
balita adalah 72.4±2.3 dan terkategori sedang. Penilaian terhadap perkembangan
meliputi empat aspek perkembangan yaitu gerakan kasar, gerakan halus,
sosialisasi dan kemandirian serta aspek bicara dan bahasa.
Gerakan motorik kasar adalah aspek adalah aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh. Hampir sebagian besar (≥80%) balita mampu
dalam penilaian yaitu ketika berdiri dengan waktu tertentu, duduk, berjalan tanpa
jatuh, naik tangga dengan berpegangan, menendang bola tanpa berpegangan,
melempar bola dengan jarak tertentu, melompati buku, serta berdiri dan melompat
dengan satu kaki. Terdapat beberapa penilaian pada aspek gerakan kasar yang
masih banyak belum mampu dilakukan oleh balita. Sebanyak 38.3% balita dan
secara khusus 45% balita usia 18-23 bulan belum mampu membungkuk dan
mengambil mainan dan berdiri kembali tanpa jatuh. Selain itu, sebagian besar
(55.5%) balita, khususnya sebanyak 60% balita usia 21-29 bulan belum mampu
berjalan mundur tanpa kehilangan keseimbangan. Penelitian Syahab (2012) juga
menunjukkan kemampuan berjalan mundur dalam variabel gerakan kasar
merupakan aspek yang paling banyak belum mampu dilakukan baik oleh contoh
usia 12-29 bulan. Sebagian besar 71.4% balita usia 36-47 bulan belum dapat
mengendarai sepeda roda tiga. Hal ini karena keterbatasan ekonomi menyebabkan
kebanyakan balita tidak memilki sepeda roda tiga. Menurut Dariyo (2007),
meskipun individu memiliki kesiapan dan kematangan fisiologis, namun bila tidak
diserta dengan proses pembelajaran, maka akan terjadi kemungkinan terjadi
keterlambatan perkembangan atau ketidakmampuan melakukan suatu aktivitas.
Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil namun dengan koordinasi
yang cermat, misalnya kemampuan untuk melempar, menggambar dan memegang
suatu benda. Menurut Smitsman (2004), selama dua tahun pertama kehidupan,
balita memperhalus tindakan meraih dan menggenggam. Pengalaman memainkan
peran penting dalam meraih dan menggenggam yang dibuktikan dengan penelitian
Needham et al. (2002). Sebagian besar yaitu 63,6% balita usia 12-14 bulan masih
sulit menggenggam pensil dengan baik. Sebagian besar (≥80%) balita telah
mampu dalam penilaian yaitu ketika mempertemukan dua kubus,mengambil
kacang dengan jari, menggelinding/melemparkan bola kembali, memungut
mainan, mencoret kertas tanpa dibantu dan menggambar lingkaran. Di sisi lain,
sebanyak 40% balita usia 24-29 bulan masih sulit melepaskan pakaian (baju, rok,
celana) sendiri, sebanyak 43% balita usia 30-35 bulan masih belum dapat
menyusun 4 buah kubus satu persatu di atas kubus yang lain tanpa menjatuhkan
kubus, sebagian besar balita usia 36-41 bulan masih sulit menggambar garis lurus
dengan baik, sebanyak 46.7% balita usia 42-53 bulan belum mampu menyusun 8
buah kubus satu persatu. Menurut Santrock (2007), anak usia 4 tahun memiliki
koordinasi motorik halus yang lebih baik, namun terkadang bermasalah dalam
membangun menara tinggi dengan kubus karena terdapat keinginan untuk
meletakan setiap balok dengan sempurna sehingga anak cenderung membongkar
balok yang hampir selesai tersusun atau sudah tersusun.
Bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan bicara spontan. Aspek bicara dan
bahasa yang telah mampu dilakukan anak dalam penilaian adalah mengatakan dua
20
suku kata yang sama, memanggil “papa” atau “mama” jika melihat orangtuanya,
menunjuk bagian tubuh, memunggut mainan atau mengangkat piring jika diminta,
menggunakan dua kata saat berbicara, serta mengikuti perintah dengan benar.
Terdapat beberapa aspek penilaian bicara dan bahasa yang masih belum mampu
dilakukan oleh balita. Sebanyak 45.5% balita usia 12-14 bulan belum mampu
meniru 2-3 kata, sebanyak 71.3% balita usia 30-41 bulan masih sulit menyebut
dua diantara gambar dengan benar, dan sebanyak 80% balita usia 48-53 bulan
masih sulit menyebutkan nama lengkap dengan benar. Aspek tingkah laku sosial adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi serta berinteraksi dengan lingkungan.
Sebagian besar (≥80%) balita telah mampu ketika dalam penilaian ketika anak
mencari atau mengharapkan orang yang diajak bermain ketika bersembunyi,
menggelinding atau melemparkan bola kembali, meniru orang tua ketika
melakukan pekerjaan rumah, memunggut atau mengangkat piring jika diminta,
bermain dan mengikuti aturan. Aspek sosialisasi dan kemandirian pada balita
adalah aspek yang paling banyak belum mampu dilakukan oleh balita khususnya
dalam hal tugas kemandirian. Sebanyak 49.2% balita usia 15-23 bulan masih
menangis ketika menunjukkan apa yang diinginkan, sebagian balita (53.6%) usia
24-35 bulan belum mampu melepaskan baju secara mandiri dan sebagian besar
(72,8%) masih makan nasi dengan banyak yang tumpah, sebanyak 43% balita usia
36-41 bulan belum mampu menggunakan sepatu secara mandiri, sebanyak 40%
balita usia 48-53 bulan masih belum mampu mencuci tangan dan menggunakan
kaos kaki dengan benar. Hal ini terjadi akibat salah satunya kebanyakan ibu masih
membantu anak melakukan tugas kemandirian sehingga balita memiliki
kesempatan yang lebih sedikit untuk berkembang dalam aspek kemandirian.
Kebanyakan ibu masih memberikan makanan pada balita khususnya pada usia 24-
35 bulan dengan cara memberikan makan pada balita dengan menyuap. Menurut
Santrock (2007), kebutuhan anak yang sedang berkembang menuntut orang tua
untuk memberikan independensi yang semakin besar kepada anak. Sebagian besar
ibu merupakan ibu rumah tangga (tidak bekerja) dan memiliki waktu yang lebih
banyak dirumah namun menurut Hoffman (1989 dalam Santrock 2007)
menjelaskan beberapa kemungkinan pengaruh dari ibu yang bekerja pada
perkembangan anak dengan situasi jumlah anggota keluarga yang sedikit. Tidak
dapat diasumsikan bahwa anak akan selalu mendapatkan manfaat dari perhatian
dan waktu ekstra dari orang tua yang tinggal di rumah.
Hubungan Variabel dengan Perkembangan
Hubungan Perkembangan dengan Karakteritik Keluarga
Uji Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05)
antara perkembangan dengan tingkat pendidikan ibu. Sebagian besar responden
ibu (77.5%) berada pada pada lama pendidikan ≤ 6 tahun sehingga belum dapat
menunjukan hubungan yang signifikan antara lama pendidikan ibu dengan
perkembangan balita. Rata-rata indeks perkembangan balita pada ibu dengan lama
pendidikan ≤6 tahun (70.0±20.7) lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata
indeks perkembangan balita pada ibu dengan lama pendidikan 7-12 tahun
(68.0±27.0). Pendidikan ibu yang semakin baik akan meningkatkan pengetahuan
tentang perkembangan, namun pada penelitian ini terlihat bahwa akses terhadap
21
informasi masih minim. Selain itu, pengasuhan dan stimulasi yang baik dapat
dipengaruhi faktor intrinsik seperti motivasi ibu dan budaya keluarga, khususnya
pengalaman pengasuhan yang diwariskan. Hasil ini berbeda dengan penelitian
Hastuti et al. (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu secara signifikan
mempengaruhi perkembangan anak. Penelitian lain yang dilakukan Ariani dan
Yasoprawoto (2012) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang
rendah merupakan risiko terjadinya keterlambatan perkembangan anak. Hal ini
karena pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan stimulasi kurang
dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat
pendidikan orang tua terutama ibu sangat mempengaruhi pola asuh kepada
anaknya, perilaku hidup sehat, pendidikannya dan sebagainya. Penelitian
sebelumnya di Thailand, anak yang diasuh oleh orangtua yang berpendidikan
rendah memiliki risiko tiga kali mengalami keterlambatan perkembangan
dibandingkan orang tua yang berpendidikan tinggi (Isaranurug et al.2005). Dalam
penelitian ini, responden ibu belum berpendidikan cukup untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak sehingga lebih banyak ibu yang berstatus sebagai ibu rumah
tangga dengan banyak waktu dihabiskan bersama anak. Waktu yang lebih banyak
digunakan ibu untuk mengasuh anak akan berdampak pada perkembangan balita,
namun demikian menurut Hofman (1989 dalam Santrock 2007) bahwa
pengasuhan tidak selalu memberi pengaruh yang positif pada anak. Orang tua
yang terlalu menghabiskan waktu dengan anak dan menyediakan pertolongan
dapat melemahkan semangat anak untuk mandiri.
Tabel 10 Hasil uji korelasi indeks perkembangan dengan berbagai variabel Karakteristik Keluarga n (%) Indeks
perkembangan
r p
Tingkat pendidikan Ibu
0.006
0.961 ≤ 6 tahun 61(76.3) 70.0±20.7
7-12 tahun 18 (23.7) 68.0±27.0
Rata-rata±SD 6.4±2.0 (tahun)
Status gizi
0.256
0.020 Normal 37(46.3) 74.4±18.3
Stunting 43(53.7) 66.7±25.2
Rata-rata±SD -1.723±1.59 (Z-score)
Pendapatan
0.098
0.387 Miskin 66(82.5) 67.4±22.9
Tidak miskin 14(17.5) 75.4±21.1
Rata-rata±SD 246 566±153 332 (Rp)
Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara
perkembangan dengan status pekerjaan ibu. Namun demikian, rata-rata indeks
perkembangan balita dengan ibu tidak bekerja lebih tinggi (71.6±22.9)
dibandingkan balita dengan ibu yang bekerja (65.0±20.3). Hasil penelitian
menunjukkan balita dengan status perkembangan tinggi lebih banyak (89.2%)
dijumpai pada balita dengan ibu yang tidak bekerja. Namun demikian, balita
dengan status perkembangan rendah juga masih tetap dijumpai lebih banyak
(72%) pada balita dengan ibu tidak bekerja. Penelitian serupa yang dilakukan oleh
Syahab (2012) menunjukkan kecenderungan ibu yang bekerja memiliki anak
dengan skor perkembangan yang lebih rendah. Penelitian lain oleh Latifah et al.
(2010) menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak mempengaruhi perkembagan
anak. Hal ini menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu yang berdampak pada
22
waktu pengasuhan tidak selalu memberikan hasil yang sama pada perkembangan
balita karena pengasuhan bukan hanya melibatkan kuantitas namun juga kualitas
dari pengasuhan itu sendiri.
Hasil uji korelasi pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara besar pendapatan per kapita dengan perkembangan balita
(p>0.05). Namun sebaran balita berdasarkan indeks perkembangan
memperlihatkan bahwa balita pada keluarga yang tidak miskin memiliki indeks
perkembangan lebih tinggi (75.4±21.1) dibandingkan dengan balita pada keluarga
miskin (67.4±22.9). Penelitian Oktarina (2011) dan Syahab (2012) menunjukkan
hasil yang berbeda dimana pendapatan per kapita keluarga berhubungan nyata
dengan perkembangan balita. Keterbatasan sumber daya ekonomi orang tua
merupakan penyebab salah satu anak kurang mendapat stimulasi edukatif melalui
penyediaan permaianan dan akses terhadap pendidikan yang berkualitas.
Hubungan Perkembangan dengan Riwayat pemberian ASI dan MP-ASI
Sebaran ketiga kelompok perkembagan hampir sama pada kelompok balita
yang diberikan ASI eksklusif. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat
hubungan (p>0.005) antara perkembangan dengan pemberian ASI ekklusif.
Namun demikian, rata-rata indeks perkembangan balita yang diberikan ASI
ekslusif lebih tinggi (70.7±23.0) dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan
ASI ekslusif (68.8±21.4). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktarina (2010)
yang menyatakan bahwa meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan namun anak yang diberikan ASI
eksklusif memiliki perkembangan, khususnya perkembangan kognitif anak yang
lebih tinggi daripada anak yang tidak diberikan ASI eksklusif. Pemberian ASI
ekslusif mendorong meningkatkan kecerdasan melalui pertumbuhan otak yang
optimal. Nutrisi seperti taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang (AA, DHA,
Omega 3 dan omega 6) lebih dapat dipenuhi oleh ASI dibandingkan makanan lain
seperti susu formula yang cenderung kurang atau tidak mengandung gizi tersebut
(Dee et al. 2007). Penelitian kohor oleh Jedrychowski et al. (2011), menemukan
bahwa pemberian ASI berhubungan dengan peningkatan skor IQ dengan
pemberian ASI khususnya ASI eksklusif berpengaruh terhadap perkembangan
kognitif.
Uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara
perkembangan dengan status pemberian ASI pada anak usia di bawah dua tahun.
Namun demikian hasil pemetaan indeks perkembangan berdasarkan status
pemberian ASI menunjukkan rata-rata indeks perkembangan baduta yang
diberikan ASI lebih tinggi (77.9±18.4) dibandingkan baduta yang sudah tidak
diberikan ASI (70.0±24.5). Balita dengan status perkembangan tinggi lebih
banyak (81.2) ditemukan pada usia di bawah dua tahun (baduta) dan masih
diberikan ASI dibandingkan pada baduta yang sudah tidak diberikan ASI
(18.8%). Hasil ini sejalan dengan penelitian Indrawati (2013) diketahui
perkembangan yang sesuai 72,91% lebih banyak dijumpai pada anak yang
diberikan ASI selama 2 tahun, sedangkan anak yang tidak diberikan ASI selama 2
tahun didapatkan perkembangan anak yang sesuai 46,15% anak. Menurut Lucas
(1993 dalam Roesli 2002), ibu yang menyusui umumnya akan membelai, bicara
dan bernyanyi pada bayi. Penelitian menunjukkan bahwa lirik lagu yang
23
dinyanyikan ibu saat menyusui merangsang otak bagian kiri sedangkan melodi
merangsang otak bagian kanan.
Tabel 11 Hasil uji Chi-square indeks perkembangan dengan berbagai variabel
Variabel
Kategori Perkembangan
Tinggi Sedang Rendah Indeks
perkembangan n (%)
Pekerjaan Ibu 1)
Tidak Bekerja 33 (89.2) 12 (66.7) 18 (72.0) 71.6±22.9
Bekerja 4 (10.8) 6 (33.3) 7 (28.0) 65.0±20.3
Persepsi ibu tentang anak sakit2)
Ya 28 (75.5) 10 (55.6) 17 (68.0) 70.5±23.6
Tidak 9 (24.3) 8 (44.6) 8 (32.0) 69.5±20.2
Diberi ASI ekslusif 3)
Ya 27 (73) 13 (72.2) 18 (72.0) 70.7±23.0
Tidak 10 (27.0) 5 (27.8) 7 (28.0) 68.8±21.4
ASI masih diberikan (bawah 2
tahun) 4
Ya 13 (81.2) 4 (66.7) 2 (50) 77.9±18.4
Tidak 3 (18.8) 2 (33.3) 2 (50) 70.0±24.5
Diberi MP-ASI sebelum 6 bulan 5)
Ya 9 (24.3) 5 (27.8) 7 (28.0) 68.3±21.8
Tidak 28 (75.5) 13 (72.2) 18 (72.0) 70.9±22.9 1) Uji chi-squaere, F=4.66, p=0.097 3) Uji chi-square, F= 0.08, p=0.996 5) Uji chi-square, F= 0.23, p=0.936 2) Uji chi-square, F=2.30, p=0.318 4) Uji chi-square, F= 2.02, p=0.417
Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan hubungan ASI dan
perkembangan yaitu teori Psikoseksual dan teori Psikososial. Berdasarkan teori
perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, setiap tahapan
perkembangan memiliki fokus kepuasan yang spesifik yang harus dipenuhi
dengan baik. Anak pada tahun pertama (bayi) berada pada fase oral yang berarti
pusat kepuasan dan interaksi bayi terjadi melalui mulut. Hal ini dapat menjelaskan
mengapa kita sering menjumpai bayi yang memasukan setiap benda yang
dipegang bahkan kakinya sendiri ke dalam mulut. Kegiatan pemberian ASI
merupakan hal yang penting sebagai salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan bayi
melalui kegiatan menghisap (sucking). Teori Psikososial Erickson menjelaskan
bahwa pada usia 1-1.5 tahun anak berada pada fase trust versus mistrust dimana
anak belajar untuk membangun kepercayaan terhadap lingkungan. Ibu sebagai
pengasuh dan orang terdekat dengan anak memegang peranan penting dalam
memenuhi kebutuhan sosial dan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
bagi anak melalui respon ibu pada anak ketika anak lapar dan tidak nyaman.
Pemberian ASI selain memenuhi kebutuhan fisiologis (lapar) juga memenuhi
kebutuhan psikologis dan sosial melalui pembentukan ikatan emosi (bonding)
antara ibu dan anak yang akan terus bertahan (Papalia et al. 2004; Santrock 2007).
Menurut Jain et al. (2002) dan Daniel et al. (2005), ASI eksklusif dan lama
pemberian ASI bukan merupakan satu-satunya kriteria yang menetukan kualitas
pemberian ASI yang berdampak pada perkembangan. Terdapat 4 kriteria yang
menentukan kualitas ASI dan pemberian ASI yaitu pemberian ASI eksklusif,
penyakit yang sedang dan pernah diderita ibu, pengukuran lama pemberian ASI
dan intensitas pemberian ASI. Uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan (p>0.05)
antara perkembangan dengan status pemberian MP-ASI. Balita dengan indeks
24
perkembangan yang tinggi sedikit lebih banyak (75.5%) dijumpai pada balita yang
tidak diberikan MP-ASI sebelum 6 bulan dibandingkan dengan balita dengan
pemeberian MP-ASI sebelum 6 bulan. Besar nilai rata-rata indeks perkembangan
hampir sama antara balita yang sudah diberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan
(68.3±21.8) dan balita yang tidak diberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan
(70.9±22.2). Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum umur tersebut
akan menimbulkan resiko seperti produksi ASI yang berkurang sehingga akan
sulit untuk memenuhi stimulasi awal dan kebutuhan gizi anak yang berdampak
pada pertumbuhan dan perkembangan (Muchtadi 2002 ).
Hubungan Perkembangan dengan Status Kesehatan dan Status Gizi
Uji korelasi menunjukan tidak terdapat hubungan signifikan antara kejadian
balita sering sakit dengan perkembangan balita. Rata-rata indeks perkembangan
hampir sama antara balita yang sering sakit (70.5±23.6) dan tidak sering sakit
(69.5±20.2). Hartoyo et al.(2003) menyatakan bahwa kondisi kesehatan anak
mempengaruhi nafsu makan dan pemanfaatan gizi oleh tubuh. Keadaan kesehatan
yang buruk dapat mengurangi asupan zat gizi dan membuat daya tahan tubuh
terhadap penyakit menjadi rendah yang mengakibatkan tubuh mudah terserang
penyakit infeksi sehingga menganggu proses perkembangan. Meskipun rata-rata
indeks perkembangan menunjukan nilai yang hampir sama pada kelompok balita
dengan persepsi sering sakit dan tidak, namun diketahui bahwa balita yang sering
sakit lebih banyak (75.0%) dijumpai pada keluarga miskin. Menurut Amelia
(2005), kejadian sakit balita yang tinggi umumnya berhubungan dengan tingkat
sosial ekonomi yang rendah. Pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga
tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang layak. Perkembangan balita
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor psikososial yang meliputi stimulasi
(rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman, kelompok sebaya, stress,
lingkungan sekolah, cinta kasih serta kualitas interkasi anak dan orang tua yang
tidak diteliti. Selain itu, faktor lingkungan seperti status gizi merupakan faktor
yang diketahui lebih berpegaruh terhadap perkembangan balita dalam penelitian
ini.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan positif (p<0.05)
antara perkembangan balita dan status gizi. Hal ini menjelaskan bahwa semakin
tinggi nilai z-score (status gizi baik) maka indeks perkembangan akan semakin
tinggi juga. Rata-rata indeks perkembangan balita normal lebih tinggi (74.4±18.3)
dibandingkan balita stunted (66.7±25.2). Stunting merupakan kegagalan
pertumbuhan yang berlangsung dalam periode yang lama dan menurut Hautvast
et al (2000), stunting pada masa anak-anak dapat mengakibatkan gangguan
perkembangan kognitif dan terhambatnya perkembangan mental dan motorik.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Hizni et al. (2009) yang menyimpulkan bahwa
status gizi (TB/U) berkorelasi positif dengan perkembangan motorik halus dan
kasar serta bahasa. Beberapa penelitian telah menemukan keterkaitan antara
pertumbuhan tinggi badan dan perubahan perkembangan dalam usia 3 tahun
pertama. Di Guatemala, perubahan tinggi badan pada usia 6 hingga 24 bulan
disertai dengan perubahan perkembangan. Di Jamaika, anak-anak yang bertubuh
pendek dicatat dalam usia 6 dan 24 bulan, dan perubahan tinggi badan selama 24
bulan berikutnya dimana terjadi perubahan pada kemampuan intelektual.
25
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Balita
Uji regresi linear digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang yang
berpengaruh terhadap perkembangan. Variabel dependen yang dianalisa adalah
indeks perkembangan sedangkan variabel independennya berupa karakteristik
keluarga yang meliputi pendapatan per kapita, status gizi balita (TB/U), lama
pemberian ASI dan umur awal diberikan MP-ASI. Hasil uji regresi dengan
metode stepwise menunjukkan hanya status gizi yang berpengaruh signifkan
terhadap perkembangan balita. Nilai R square sebesar 0.066 berarti sebesar 6.6%
perkembangan balita dijelaskan oleh status gizi. Selebihnya diduga dipengaruhi
oleh faktor yang tidak diteliti. Hasil uji menunjukkan variabel status gizi (0.041)
yang diketahui secara nyata berpengaruh positif terhadap perkembangan balita.
Variabel status gizi dengan koefisien regresi (B) sebesar 3.623 menunjukkan
bahwa setiap kenaikan poin status gizi akan meningkatkan 3.63 poin
perkembangan balita. Hasil uji regresi tersebut didukung oleh data korelasi yang
membuktikan bahwa balita pendek yang juga memiliki indeks perkembangan
rendah sebanyak 44.2% dengan rata-rata indeks perkembangan 66.7. Sebaliknya
balita normal dan juga memiliki indeks perkembangan tinggi sebesar 48.6%
dengan rata-rata indeks perkembangan adalah 74.4 (Tabel 10).
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan
secara simultan. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan dimana
pertumbuhan sebagai syarat kematangan fungsi yang mengarah pada
perkembangan anak. Gizi kurang sebagai bentuk malnutrisi adalah penyebab
pertumbuhan anak yang terganggu. Anak-anak dengan gangguan malnutrisi kronis
perlu ditekankan karena umumnya gangguan gizi kronis lebih mudah diabaikan
dan lalai diawasi oleh bidang kesehatan pediatri dibandingkan dengan gangguan
gizi yang akut. Hal ini karena anak dengan gangguan gizi kronis (stunting) dapat
tampak normal secara BB/TB namun sebenarnya telah mengalami gangguan
pertumbuhan linear yaitu tinggi badan yang kurang dari standar rujukan.
Stunting tidak terjadi dengan mudah dan membutuhkan waktu yang lama.
Artinya anak stunted telah mengalami siklus dengan kemungkinan lebih sering
mengalami sakit, stress dan kekurangan asupan zat gizi serta perawatan selama
atau pada periode pertumbuhan dan perkembangan otak tercepat. Kejadian
Stunting banyak dijumpai pada masa kanak-kanak karena pada masa ini individu
bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhannya. Anak yang
pendek tidak mencapai pertumbuhan optimal yang akan tetap menjadi pendek
diusia dewasa (Martorell 2001).
Pertumbuhan dan perkembangan tercepat otak terjadi di usia di bawah lima
tahun pertama kehidupan. Bayi yang menderita kekurangan gizi berat pada masa
pertumbuhan otak cepat pertama akan terjadi pengurangan jumlah sel otak
sebanyak 15-20 %. Stunting sebagai bentuk kekurangan gizi kronis berhubungan
dengan perkembangan kognitif, perkembangan motorik dan perkembangan emosi.
Penelitian Martorell (2001) menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan
dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik,
perkembangan motorik dan gangguan perkembangan kognitif. Padahal
perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan yang
sederhana menuju kemampuan yang lebih kompleks sehingga tahapan
perkembangan terdahulu merupakan pijakan untuk perkembangan selanjutnya.
26
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Umur balita berkisar antara 12 hingga 60 bulan yang tersebar hampir merata
berdasarkan jenis kelamin dengan lebih dari separuh balita (53.8%) adalah bukan
anak tunggal. Hampir sebagian besar balita (95%) memiliki riwayat berat badan
lahir normal. Karakteristik keluarga balita termasuk dalam keluarga kecil dan
miskin dengan umur ibu termasuk dalam golongan dewasa muda. Baik ayah
maupun ibu sebagian besar memiliki lama pendidikan kurang dari 6 tahun.
Sebagian besar ibu (78.8%) adalah ibu yang tidak bekerja sedangkan sebagian
besar ayah (77.5%) bekerja sebagai buruh. Hampir semua balita (92.5%) telah
diberikan kolostrum dan sebagian besar (56.3%) diberikan ASI eksklusif. Masih
terdapat sebanyak 26.2%. balita yang diberikan pralakteal dan pemberian MP-ASI
sebelum 6 bulan dengan waktu awal pemberian berkisar antara sehari setelah
kelahiran hingga 9 bulan. Status kesehatan balita terkategori rendah dengan
hampir semua balita (90%) mengalami ISPA dan sebagain besar balita (53.8%)
mengalami diare serta sering sakit dengan sebagian besar balita (53.8%)
terkategori anak stunted. Anak stunted lebih banyak ditemukan pada anak laki-
laki dengan usia di atas dua tahun dan yang memiliki riwayat berat badan lahir
rendah.
Indeks perkembangan balita terkategori tinggi pada hampir separuh balita
(46.2%), terkategori sedang pada sebanyak 22.5% dan terkategori rendah pada
hampir sepertiga balita (31.2%). Rata-rata indeks perkembangan balita adalah
72.4±2.3 dan terkategori sedang. Keterlambatan perkembangan pada aspek
gerakan motorik kasar paling banyak dijumpai pada usia 30-47 bulan.
Keterlambatan perkembangan pada aspek gerakan motorik halus paling banyak
dijumpai pada usia 12-14 bulan. Keterlambatan perkembangan pada aspek bicara
dan bahasa paling banyak dijumpai pada usia 30-53 bulan. Keterlambatan
perkembangan pada sosialiasi dan kemandirian paling banyak dijumpai pada usia
24-35 bulan
Berdasarkan hasil uji korelasi variabel status gizi berhubungan signifikan
(p<0.05) dengan perkembangan balita. Tidak terdapat hubungan yang signifikan
(p>0.05) antara perkembangan dengan karakteritik keluraga, riwayat ASI dan
MP-ASI serta status kesehatan balita. Uji lanjutan berupa uji regresi menunjukkan
bahwa status gizi (TB/U) dapat menjelaskan perkembangan balita sebesar 6.6%.
Status gizi merupakan faktor yang berpengaruh positif terhadap perkembangan
balita. Setiap kenaikan poin status gizi akan meningkatkan 3.623 poin
perkembangan balita.
Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang diketahui memiliki
perkembangan yang rendah lebih tinggi ditemukan dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya di Jawa Barat sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
perkembangan lanjutan. Pemeriksaan perkembangan awal dengan KPSP
sebaiknya dilakukan secara rutin oleh kader maupun orang tua untuk mendeteksi
sejak dini gangguan perkembangan anak sehingga intervensi yang tepat dapat
dilakukan. Balita yang terkategori memiliki perkembangan sedang dan rendah
27
perlu dilakukan pemantauan perkembangan disertai dengan stimulasi
perkembangan. Kejadian stunting ditemukan cukup tinggi dalam penelitian ini
dan teridentifikasi sebagai faktor yang berhubungan dengan perkembangan balita
sehingga perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat melalui perbaikan
gizi sejak dalam kandungan. Adapun saran untuk penelitian selanjutnya yaitu
perlu diteliti juga stimulasi psikososial dan perkembangan pada usia di atas selain
balita untuk melihat efek jangka panjang kejadian stunting. Selain itu, status
kesehatan ibu perlu diteliti sehubungan dengan keterkaitan antara riwayat
pemberian ASI dengan perkembangan balita.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah DS. 2009. Perbedaan status gizi bayi yang diberi ASI eksklusif dan ASI
non eksklusif di puskesmas pandanaran semarang.[skripsi]. Semarang (ID):
UNIMUS.
Amelia. 2005. Pengaruh Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): Depkes RI
Ariani, Yasoprawoto M. 2012. Usia Anak dan Pendidikan Ibu sebagai Faktor
RisikoGangguan Perkembangan Anak, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol.
27, No. 2
[Bapenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2011.Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi 2011. http://scalingupnutrition.org/wp-
content/uploads/2013/07/National-Food-and-Nutrition-Action-Plan.pdf
Diakses 11 Juni 2013
[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 1998.
Gerakan Keluarga Berencana dan Keluraga Sejahtera. Jakarta : Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
[BPS] Badan Pusat Statistik. Indikator Statistik Jawa Barat. http://jabar.bps.go.id/
(di akses tanggal 8 Maret 2014)
Daniel MC, Adair LS. 2005. Breastfeeding influence cognitive development in
Filipino children. The journal of American Nutrition 2589-2595
Dariyo A.2007. Psikologi Perkembangan. Bandung (ID): Refika Aditama
Dee DL, Li R, Lee LC, Strawn LMG. 2007. Assosiation between breastfeeding
practices and young children‟s language and motor skill development.
Pediatrics2007;119(suppl):s92-98
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI). Jakarta (ID): Depertemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial,
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes RI
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarat
(ID): Depkes RI
_______. 2000. ASI Ekslusif, Bayi Cerdas, Ibupun Sehat. -
http://www.depkes.go.id/.pdf (30 Maret 2013)
_______. 2011. Stop Generasi Stunting. http://gizi.depkes.go.id/artikel/stop
generasi stunting-diindonesia/ (10 Maret 2013)
28
_______. 1996. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan
Pneumonia pada Balita dalam Pelita IV. Jakarta (ID): Departemen
Kesehatan Republik Imdonesia
Duggan C, Watkins J, Walker A. 2008. Nutrition In Pediatrics. India(IN): BC
Decker
Ergin F, Okyay P, Atasoylu G, Beser E. 2007. Nutritional status and risk factors
of chronic malnutrition in children under five years of age in Aydin, a
western city of Turkey. Turkish Journal of Pediatrics, 4993: 283–289
Goleman D. 2006. Social Intelligence:The New Science of Human Relationship.
New York (US): Bantam Deli
Gupte S. 2004. Panduan Perawatan Anak. Jakarta (ID): Pustaka Populer Obor.
Hughes FP. 1999. Play, Children and Development.(3rd
edition). Boston(US):
Allyn&Bacon
Hanum NL, Khomsan A. 2012. Pola Asuh Makan, Perkembangan Bahasa dan
Kognitif pada Anak Balita Stunted dan Normal di Kelurahan Sumur Batu
Bantar Gebang Bekasi. Jurnal Gizi dan Pangan, 7(2), 30-31
Hautvast, et al. 2000. Severe Linear Growth Retardation in Rural Zambian
Children : The Infuence of Biological Variables. American Journal
Clinical Nutrition ; 71 : 550 – 559
Hastuti D .2006. Analysis of Effect of Preschool Education Model on Healthy,
Smart and Character Children (Analisis Pengaruh Model Pendidikan
Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat, Cerdas dan Berkarakter).
[Disertasi]. Bogor(ID): Sekolah Paskasarjana, Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.
Hastuti D. 2008. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia
[diktat]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
______, Alfiasari, Chandriyani. 2010. Nilai anak, stimulasi psikososial, dan
perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun pada keluarga rawan pangan di
Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen 3(1): 27-34
Hidayati A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak (edisi 1). Jakarta(ID):
Salemba Medika
Hizni A, Julia M, Gamayanti IL. 2009. Status stunted dan hubungannya dengan
perkembangan anak balita di wilayah pesisir pantai utara Kecamatan
Lemahwungkuk Kota Cirebon. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 6 (3): 131-137
Hurlock EB. 1999. Perkembangan Anak. Tjandrasa M, Zarkasih M, penerjemah;
Jakarta(ID): Erlangga. Terjemahan dari: Child Development.
Indrawati D.2013.Gambaran Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun yang Diberikan
ASI selama 2 Tahun dan Kurang dari 2 Tahun Berdasarkan KPSP Di Desa
Bebel Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Tahun 2013 [Skripsi].
Pekalongan(ID): STIKES Muhammadiyah
Isselbacher.1987. Harrison:Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie A,
Penerjemah; Jakarta.(ID): EGC. Terjemahan :Harrison’s Principles and
Internal Medicnes.
Isaranurug S, Nanthamongkolchai S, and Kaewsiri D. 2005. Factors Influencin
Development of Children Aged One to Under Six Years Old.
Thailand:Journal of the Medical Association Thailand; 88(1): 86-90.
29
Jain, Concato J, Leventhal J. How good is the evidence linking breastfeeding and
intelligence?. Pediatric journal 109,6(2002):1044-53
Jalal F. 2009. Pengaruh Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pembentukan
Kecerdasan Anak Dini: Agenda Pelayanan Tumbuh Kembang Anak
Holistik-terintegratif. Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas. Padang
(ID)
Jedrychowski W, Perera F, Jankowski J, Butscher M, Mroz E, Flak E, Lisowska,
Skarupa A, Sowa A. 2011. Effect of exclusive breastfeeding on the
development of children's cognitive function in the Krakow prospective
birth cohort study. Europan Journal pediatric: 151-8. doi: 10.1007
[Kemenkes RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Peringatan Hari
Gizi Nasional. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA
Khomsan, Anwar F, Riyadi H, Sukandar D, Mudjajanto ES.2009. Studi
Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan
Gizi Balita. Bogor(ID): Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Nestle Foundation.
_______, Anwar F, Hernawati N, Suhanda NS, Oktarina. 2012.Growth, Cognitive
Development and Psychosocial Stimulation of Preschool Children in Poor
Farmer and Non-Farmer Households. Bogor(ID): Neys-van Hoogstraten
Foundation and Departement Of Community Nutrition, Faculty of Human
Ecology, IPB
________.2004.Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta(ID): Grasindo
Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. 2007. Studi
Implementasi Program Gizi:pemanfaata Cakupan Keefektifan dan Dampak
terhadap Status Gizi. Bogor(ID): Depertemen Gizi Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor.
Krisnantuti D, Yenrina R. 2001. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.
Jakarta(ID): Puspa Swara,pp
Kuswoyo R. 2009. Upaya Penurunan AKI di Kabupaten Ende Provinsi Nusa
Tenggara Timur. [Tesis]. Yogyakarta (ID):Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Latifa E, Hastuti D, Latifah M. 2010. Effect of breastfeeding and psychosocial
stimulation on social emotional development of children under five in the
working and nonworking mothers. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen
3(1):42-43
Martorell R, Eckhardt L, Rivera J, Adair LS. 2001. Full Breast-feeding For at
Least Four Months has Differential Effect on Growth before and After Six
Months of Age among Children in Mexican Community. The Journal of
Nutrition 15(4): 2304-2309
Michael J, Gibney, Barrie M, Margetts, John M, Kearney, dan Lenore A, editor;
2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah; Widyastuti P,
SKM, dan Hardiyanti A, editor edisi bahasa Indonesia; Jakarta (ID): EGC.
Terjemahan dari Public Health Nutrition.
Muchtadi D. 2002.Gizi untuk Bayi: Air Susu Ibu, Susu Formula dan Makanan
Tambahan. Jakarta(ID): Pustaka Sinar Harapan
Needham A, Barrett T, Peterman K. 2002. A pick-me up for infants‟ exploratory
skills: Early simulated experiences reaching for objects using „sticky
30
mittens‟ enhances young infants‟ exploration skills. Infant Behavior and
Development, Journal of Experimental Child Psychology. 25(3), 279–295.
Nuurcahyo K. 2010. Konsumsi Pangan, Penyakit Infeksi dan Status Gizi
AnakBalita Pasca Perawatan Gizi Buruk. [Skripsi]. Bogor (ID) :
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB
Oktaria M. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif, Insisiasi
Menyusui Dini, tempat persalinan terhadap Pemberian Makanan
Prelakteal pada bayi 0-5 Bulan di Wilayah Puskesmas Balai Agung Kota
Sekayu Kabupaten Musi Banyusin. Jakarta(ID): Universitas Indonesia
Oktarina W, Khomsan A, Hernawati N, Anwar F. 2010. Relation between
nutritional status, psychosocial stimulation, and cognitive development in
preschool in Indonesia. Nutrition Research and Practice 2012;6(5): 451-457
Papalia DE, Olds SW & Feldman RD. 2004. Human Development. (9th
edition).
Boston(US):McGrawHill.
Papalia, Diane, Old, S. W., Feldman, R. D. 2008. Human Development.
Boston(US):McGrawHill
Rahayu RP. 2005. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Pemberian ASI
dan MP-ASI pada Anak Batita di Pedesaan dan Perkotaan (Studi Kasus di
Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Ponorogo, dan Desa Blembem
Kecamatan Jambon Ponorogo Provinsi Jawa Timur) [Skripsi]. Bogor (ID):
IPB
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar.Laporan Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar
2010. Jakarta(ID): Depkes RI
Roesli U. 2002. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta(ID): Trubus Agriwidya
Saigal S, Hoult LA, Streiner DL. 2003. School difficulties at adolescence in a
regional cohort of children who were extremely low birth weight. Pediatrics
journal; 114(1):105:325
Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak Edisi Sebelas. Rachmawati M,
Kuswanto A, penerjemah; Jakarta(ID):Erlangga. Terjemahan dari: Child
Development.
Siregar A. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu
melahirkan [Disertasi ]. Pasca Sarjana : USU
Sofyana H. 2011. Perbedaan dampak pemberian Nutrisi ASI Ekslusif terhadap
perubahan ukuran antropometri dan staus imunitas pada neonates di Rumah
sakit Umum Daerah Al Ihsan Jawa Barat. Depok(ID): Fakultas Ilmu
Keperwatan
Soetjiningsih. 2003. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta(ID): EGC. Hal : 1 – 14
Tim Peneliti Direkorat Bina Kesehatan Keluarga dan Direktorat Kesehatan Jiwa.
Laporan Akhir Penelitian Pengembangan Paket Pemantauan
Perkembangan Anak. Jakarta(ID): Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 1990
[SDKI] Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. 2007. Indonesia
Suhardjo. 1999. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta (ID):
Kanisius
Syahab R. 2012. Praktek pemberian ASI dan MP-ASI, stimulasi psikososial,
pertumbuhan dan perkembangan anak baduta.[skripsi]. Bogor(ID):
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB
31
[UNICEF] United Nations Children Foundation.2011. Ringkasan Kajian, Gizi
Ibu dan Anak. http://www.unicef.org(11 Maret 2013)
Wamani H, Astorm A, Peterson S, Tumwine KJ, Tylleskar T. (2007) Boys are
more stunted than girls in Sub –Saharan Africa : a meta analysis of 16
demografic and health surveys, BMC Pediatrics, pp.7-17
Watemberg N. 2002. Developmental coordination disorder in children with
attention-deficit-hyperactivity disorder and physical therapy intervention.
Child Neurology Unit and Child Development Center, Meir Medical Center,
Kfar Saba, Israel.
[WHO] Word Health Organization.2003.Making a Difference: Indicators to
improve children’s environmrental health.WHO
[WHO] Word Health Organization.2007.WHO Anthro for Personal Computers:
Manual.Geneva (US):Word Health Organization.
[WHO] Word Health Organization. 2009. Infant and Young Child Feeding.
Washington DC.
Wong D dan Whaley. 2000. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, edisi ke -2.
Jakarta (ID): EGC
Wong D, Hockenberry M, Wilson D, Winkelstein M, Schwartz P. 2001. Buku
3Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Sutarna A, Juniarti N, Kuncara H,
Penerjemah. Jakarta(ID): EGC
Yuliana (2004) Pengaruh Gizi, Pengasuhan dan Lingkungan Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah[tesis].
Bogor(ID):Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
32
LAMPIRAN
33
34
Aspek perkembangan Ya Tidak
n % n %
Usia 12-14 bulan (n=11)
Gerakan Kasar
- Berdiri 30 detik dengan berpegangan 10 90.9 1 9.1
- Megangkat badan ke posisi berdiri tanpa bantuuan 8 66.7 3 33.3
- Duduk tanpa bantuan 11 100 0 0.0
Gerakan Halus
- Menggenggam pensil 4 36.4 7 63.6
- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 7 63.6 4 36.4
- Mempertemukan 2 kubus yang dipegang 9 81.2 2 18.2
Sosialisasi dan Kemandirian
- Anak mencari atau mengharapkan orang yang diajak bermain ketika
orang tersebut bersembunyi
10 90.9 1 9.1
- Merasa asing dengan orang yang baru dikenal/ menunjukkan sikap malu-
malu/ ragu-ragu
8 66.7 3 33.3
Bicara dan Bahasa
- Mengatakan dua suku kata yang sama (ma-ma) 10 90.9 1 9.1
- Meniru 2-3 kata 6 54.5 5 45.5
Usia 15-17 Bulan (n=8)
Gerakan kasar
- Dapat berjalan sendiri dengan berpegangan 7 87.5.0 1 12.5
- Berdiri tanpa berpegangan 15 detik 8 100.0 0 0.0
- Berdiri tanpa berpegangan 30 detik 8 100.0 0 0.0
- Membungkuk mengambil mainan dan berdiri kembali 6 75.0 2 25.0
- Berjalan tanpa jatuh 7 87.5 1 12.5
Gerakan Halus
- Mempertemukan 2 kubus yang dipegang 6 75.0 2 25.0
- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 8 100.0 0 0.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Bertepuk tangan atau melambai 6 75.0 2 25.0
- Menunjukkan yang diinginkan tanpa menangis atau merengek 5 62.5 3 37.5
Bicara dan Bahasa
- Memanggil “papa” atau “mama” jika melihat orang tuanya 7 87.5 1 12.5
Usia 18-20 Bulan (n=5)
Gerakan kasar
- Berdiri tanpa berpegangan 5 detik 5 100.0 0 0.0
- Berdiri tanpa berpegangan 30 detik 5 100.0 0 0.0
- Membungkuk mengambil mainan dan berdiri kembali 3 60.0 2 40.0
- Berjalan tanpa jatuh 5 100.0 0 0.0
Gerakan Halus
- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 5 100.0 0 0.0
- Menggelinding/ melemparkan bola kembali 4 80.0 1 20.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Melambai / bertepuk tangan 4 80.0 1 20.0
- Menunjukkan yang diinginkan tanpa menangis atau merengek 2 40.0 3 60.0
- Menggelinding/ melemparkan bola kembali 4 80.0 1 20.0
- Minum tanpa tumpah 3 60.0 2 40.0
Bicara dan Bahasa
- Memanggil “papa” atau “mama” jika melihat orang tuanya 5 100.0 0 0.0
Usia 21-23 Bulan (n=2)
Gerakan kasar
- Membungkuk mengambil mainan dan berdiri kembali 1 50.0 1 50.0
- Berjalan tanpa jatuh 2 100.0 0 0.0
- Berjalan mundur 5 langkah tanpa kehilangan keseimbangan 1 50.0 1 50.0
Gerakan Halus
- Mengambil kacang atau kismis dengan jari 1 50.0 1 50.0
- Menggelinding/melempar bola kembali 1 50.0 1 50.0
Lampiran 1 Gambaran perkembangan balita berdasarkan umur dan aspek perkembangan
35
- Menyusun dua kubus (3 cm) 1 50.0 1 50.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Menunjukkan yang diinginkan tanpa menangis atau merengek 1 50.0 1 50.0
- Menggelinding/melempar bola kembali 2 100.0 0 0.0
- Memegang gelas dan minum tanpa tumpah 1
- Meniru orang tua ketika melakukan pekerjaan rumah 1 50.0 1 50.0
Bicara dan Bahasa
- Mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti 1 50.0 1 50.0
Usia 24-29 bulan (n=10)
Gerakan kasar
- Berjalan mundur 5 langkah tanpa kehilangan keseimbanga 4 40.0 6 60.0
- Naik tangga dengan berpegangan 8 80.0 2 20.0
- Menendang bola tenis tanpa berpegangan 8 80.0 2 20.0
Gerakan Halus
- Menyusun 2 buah kubus 7 70.0 3 30.0
- Melepaskan pakaian sendiri 6 60.0 4 40.0
- Memungut mainan/ mengangkat piring jika diminta 8 80.0 2 20.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Meniru orang tua ketika melakukan pekerjaan rumah 10 100.0 0 0.0
- Melepaskan pakaian sendiri 5 50.0 5 50.0
- Naik tangga dengan berpegangan 8 80.0 2 20.0
- Makan tanpa banyak tumpah 4 40.0 6 60.0
- Memungut mainan/ mengangkat piring jika diminta 8 80.0 2 20.0
Bicara dan Bahasa
- Menunjuk bagian tubuh 9 90.0 1 10.0
- Mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti 7 70.0 3 30.0
Usia 30-35 Bulan (n=7)
Gerakan kasar
- Naik tangga dengan berpegangan 6 85.7 1 14.3
- Menendang bola tenis tanpa berpegangan 6 85.7 1 14.3
Gerakan Halus
- Mencoret-coret kertas tanpa dibantu 5 71.4 2 28.6
- Menyusun 4 kubus 4 57.0 3 43.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Melepas pakaian tanpa dibantu 3 42.9 4 57.1
- Makan nasi tanpa banyak tumpah 1 14.3 6 85.7
Bicara dan Bahasa
- Menunjuk benar paling kurang 1 bagian badan 5 71.4 1 28.6
- Memungut mainan/ mengangkat piring jika diminta 6 85.7 1 14.3
- Menggunakan 2 kata saat berbicara 5 71.4 2 28.6
- Menyebut dua diantara gambar tanpa bantuan 1 14.3 6 85.7
Usia 36-41Bulan (n=7)
Gerakan kasar
- Melempar bola arah lurus dari jarak 1,5 meter 6 85.7 1 14.3
- Melompati buku tanpa berlari sebelumnya 4 57.0 3 43.0
- Mengayuh sepeda roda tiga 2 28.6 5 71.4
Gerakan Halus
- Mencoret-coret kertas tanpa dibantu 7 100.0 0 0.0
- Menyusun 4 balok 5 71.4 2 28.6
- Menggambar garis lurus 3 42.9 4 57.1
Sosialisasi dan Kemandirian
- Mengenakan sepatu sendiri 4 57.0 3 43.0
Bicara dan Bahasa
- Menggunakan 2 kata saat berbicara 6 85.7 1 14.3
- Menyebut 2 diantara gambar 3 42.9 4 57.1
- Melaksanakan 3 perintah yang diberikan 5 71.4 2 28.6
Usia 42-47 Bulan (n=7)
Lampiran 1 (lanjutan)
36
Gerakan kasar
- Mengayuh sepeda roda tiga 5 71.4 2 28.6
- Berdiri satu kaki selama 2 detik 5 71.4 2 28.6
- Melompati buku tanpa berlari sebelumnya 6 85.7 1 14.3
Gerakan Halus
- Menggambar lingkaran 5 71.4 2 28.6
- Menyusun 8 buah kubus 4 57.0 3 43.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Mengenakan sepatu sendiri 6 85.7 1 14.3
- Mencuci tangan dengan benar 6 85.7 1 14.3
- Bermain dan mengikuti aturan main 7 100.0 0 0.0
- Mengenakan kaos kaki 7 100.0 0 0.0
Usia 48-53 Bulan (n=10)
Gerakan kasar
- Mengayuh sepeda roda tiga 4 40.0 6 60.0
- Berdiri satu kaki selama 2 detik 8 80.0 2 20.0
- Melompati buku tanpa berlari sebelumnya 8 80.0 2 20.0
Gerakan Halus
- Menggambar lingkaran 9 90.0 1 10.0
- Menyusun 8 buah kubus 4 40.0 5 50.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Mencuci tangan dengan benar 6 60.0 4 40.0
- Bermain dan mengikuti aturan main 9 90.0 1 10.0
- Mengenakan kaos kaki 6 60.0 4 40.0
Bicara dan Bahasa
- Menyebut nama lengkap 2 20.0 8 80.0
Usia 54-59 Bulan (n=12)
Gerakan kasar
- Berdiri satu kaki 6 detik 10 83.3 2 16.7
Gerakan Halus
- Menyusun 8 kubus 11 91.7 1 8.3
- Menentukan garis yang panjang 9 75.0 3 25.0
- Menggambar seperti contoh 10 83.3 2 16.7
Sosialisasi dan Kemandirian
- Bermain dan mengikuti aturan main 12 100 0 0.0
- Mengenakan kaos kaki 11 91.7 1 8.3
- Mengancing baju 7 58.3 4 41.7
Bicara dan Bahasa
- Menyebut nama lengkap 6 50.0 6 50.0
- Menjawab pertanyaan dengan benar 9 75.0 3 25.0
- Mengikuti perintah dengan benar 11 91.7 1 8.3
Usia 60 Bulan (n=2)
Gerakan kasar
- Berdiri dengan 1 kaki tanpa berpegangan selama 6 detik 2 100.0 0 0.0
- Melompat dengan 1 kaki tanpa berpegangan 2-3 kali 2 100.0 0 0.0
Gerakan Halus
- Menunjuk garis yang lebih panjang 1 50.0 1 50.0
- Menggambar seperti contoh 1 50.0 1 50.0
Sosialisasi dan Kemandirian
- Menganjingkan baju 1 50.0 1 50.0
- Bereaksi tenag saat ibu meninggalkannya 2 100.0 0 0.0
- Berpakaian sepenuhnya tanpa bantuan 1 50.0 1 50.0
Bicara dan Bahasa
- Menjawab pertanyaan dengan sesuai 1 50.0 1 50.0
- Mengerti perintah 1 50.0 1 50.0
- Menunjuk warna dengan benar 1 50.0 1 50.0
Lampiran 1 (lanjutan)
37
Lampiran 2 Hubungan Antar Variabel
Variabel 1 2 4 6 7 8 9 10 14 19 20 21 23 24
Umur ibu (1) r
p
1
.
Tingkat pendidikan ibu
(2)
r
p
0.006
0.961
1
Tingkat pendidikan
ayah(4)
r
p
0.064
0.451
0.009
0.940
1
JART (6) r
p
0.512
0.000
0.097
0.390
-0.073
0.518
1
Pendapatan/ kapita(7) r
p
-0.148
0.191
0.026
0.820
0.007
0.494
-0.284
0.011
1
Umur Balita (8) r
p
0.163
0.146
-0.017
0.883
0.087
0.442
-0.098
0.387
0.057
0.613
1
Urutan anak (9) r
p
0.835
0.000
0.054
0.632
-0.019
0.865
0.347
0.002
-0.205
0.068
-
0.193
0.087
1
Berat badan lahir (10) r
p
0.026
0.821
-0.082
0.472
0.136
0.228
-0.008
0.945
-0.070
0.538
-
0.008
0.941
0.090
0.426
1
Lama pemberian ASI
(14)
r
p
0.037
0.747
0.069
0.544
0.083
0.463
-0.212
0.059
0.122
0.281
0.223
0.047
-0.067
0.555
0.000
0.997
1
Umur awal MP-ASI (18) r
p
-0.006
0.960
0.060
0.595
0.126
0.266
-0.295
0.008
0.175
0.121
0.276
0.013
-0.022
0.845
-0.046
0.683
0.747
0.000
Kejadian ISPA (19) r
p
0.055
0.628
0.120
0.289
-0.009
0.940
0.242
0.030
-0.171
0.130
-
0.068
0.548
0.059\
0.600
0.150
0.184
0.031
0.783
1
Kejadian Diare (20) r
p
-0.099
0.382
0.095
0.400
-0.042
0.711
-0.023
0.838
-0.137
0.225
-
0.176
0.119
-0.007
0.949
0.195
0.082
-
0.181
0.108
0.175
0.120
1
Frekuensi sakit (21) r
p
-0.133
0.239
-0.070
0.540
-0.071
0.532
-0.016
0.888
-0.080
0.479
-
0.187
0.097
-0.023
0.846
0.129\
0.255
-
0.048
0.673
0.235
0.036
0.316
0.004
1
Status Gizi (TB/U) (23) r
p
-0.055
0.626
-0.185
0.101
-0.370
0.001
-0.005
0.963
0.039
0.731
-
0.361
0.001
0.015
0.895
0.216
0.054
-
0.051
0.651
0.076
0.505
-.0.032
0.781
0.099
0.383
1
Perkembangan (24) R
P
-0.201
0.074
-0.134
0.235
-0.020
0.859
-0.048
0.676
0.132
0.245
0.004
0.971
-0.219
0.051
-0.048
0.671
0.091
0.423
0.082
0.468
0.035
0.760
-0.001
0.992
0.256
0.020
1
38
Lampiran 3 Hasil analisis regresi linear berganda dengan metode stepwise
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .256a .066 .054 21.88327
a. Predictors: (Constant), Z skor TB/U
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2619.488 1 2619.488 5.470 .022a
Residual 37352.434 78 478.877
Total 39971.923 79
a. Predictors: (Constant), Z skor TB/U
b. Dependent Variable: Indeks perkembangan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 76.467 3.621 21.115 .000
Z skor TB/U 3.623 1.549 .256 2.339 .022
a. Dependent Variable: Indeks perkembangan
Excluded Variablesb
Model Beta In t Sig.
Partial
Correlation
Collinearity Statistics
Tolerance
1 Lama pemberian ASI saja (bulan) .060a .547 .586 .062 .994
Umur awal diberi MPASI -.025a -.225 .823 -.026 .983
Pendapatan/kapita .083a .756 .452 .086 .998
a. Predictors in the Model: (Constant), Z skor TB/U
b. Dependent Variable: Indeks perkembangan
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Method
1 Z skor TB/U
Stepwise (Criteria: Probability-of-F-to-enter <= .050, Probability-of-
F-to-remove >= .100).
a. Dependent Variable: Indeks perkembangan
39
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Melinda Rumuy lahir pada tanggal 12 September 1990 di
Kataloka (Seram Timur) dari ayah Alfan Rumuy dan Lily Manipi. Penulis
merupakan putri ke-2 dari 5 bersaudara.Penulis lulus pendidikan dasar di SD
St.Yosep Sorpeha pada tahun 2003 dan sekolah menengah pertama di SMP
Negeri 2 Fak Fak serta menyelesaikan pendidikan menegah atas pada tahun 2009
di SMA Negeri 1 Fak Fak. Penulis diterima masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pemerintah Kabupaten Fak Fak
pada tahun yang sama (2009) dan mengikuti program Pra-universitas selama
setahun.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi
Bersama Masyarakat (KKBM) di Kabupaten Garut selama 2 bulan dan Internship
Dietetic di Rumah Sakit Khusus Kanker Dharmais (Jakarta) dengan
penatalaksanaan 3 kasus utama yaitu penyakit dalam, penyakit bedah dan penyakit
anak. Penulis pernah berperan sebagai penyuluh di kegiatan Bina Desa yang
diselengarakan oleh Badan Konsultasi Gizi (BKG). Penulis juga merupakan
anggota dari forum penulisan Scientia dengan karya tulis yang dimuat di Batam
Pos. Selain kegiatan kampus, penulis juga aktif dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat yang diselengarakan di luar kegiatan kampus yaitu sebagai bagian dari
tim penyuluh gizi dan kesehatan di kupang (NTT) tahun 2012 yang
diselenggarakan di bawah naungan Yayasan Pukat Bangsa. Penulis tergabung
dalam Youth of Nation Ministry (YONM) dan ikut sebagai penyelengara kegiatan
tahunan Unlocking Potential Collage Conference (UPCC) dan Playlist.Selain itu,
penulis merupakan bagian dari komisi Diaspora yang diselengarakan oleh
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK). Penulis juga merupakan bagian dari
perkumpulan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa
Papua (IMAPA) dan sebagai pengajar di Study Club IMAPA( periode 2010-2011.
40
41