Post on 20-Mar-2019
PARTISIPASI POLITIK CIVIL SOCIETY DALAM PILKADA
(STUDI KASUS RUMAH DUNIA DALAM PILKADA BANTEN 2017)
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu
Pemerintahan
Disusun Oleh:
SIFA NURFADILAH
NIM. 6670142378
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya,
dan para sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman kebodohan ke zaman
pencerahan. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
pembuatan skripsi yang berjudul “Partisipasi Politik Civil Society Dalam Pilkada
(Studi Kasus Rumah Dunia Dalam Pilkada Banten 2017).
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud baktiku kepada kedua
orang tua tercinta Bapak Muhayar dan Ibu Munawaroh yang tidak ada hentinya
memberikan kasih sayang, kepercayaan, semangat, nasehat yang diberikan
kepada penulis. Beliau selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk menjaga
penulis dari hal-hal negatif, serta memberi materi untuk kecukupan penulis sehari-
hari. Semoga Allah memberi kemudahan dan kesempatan kepada penulis untuk
berbakti kepada orang tua di dunia sebagai bekal di akhirat. Juga penulis
persembahkan pada keluarga besar, kakak-kakak serta adik kesayangan yang
selalu memberikan bantuan doa dan dukungan kepada penulis.
Dengan segala keramahan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan
terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak
Abdul Hamid, Ph.D atau biasa disebut Abah dan M. Dian Hikmawan, S. Hum,
M.A. yang akrab dengan sebutan Bung Dian selaku dosen pembimbing skripsi
v
yang telah banyak membantu, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran, dalam
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Program Studi Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Penulis menyadari bahwa penyusunan ini tidak akan selesai tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak yang selalu membimbing serta mendukung
penulis secara moril dan materil. Maka dengan segala ketulusan hati, penulis juga
ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada pihak-pihak berikut:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos, M.Si selaku Desan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos, M.Si selaku Wakil dekan I Bidang Akademik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Keuangan
dan Umum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
vi
6. Leo Agustino, Ph.D selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
7. Ika Arinia Indriyany, S.IP, M.A selaku Sekretaris Prodi Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
8. Shanty Kartika Dewi, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu memberikan arahan dan masukan kepada penulis selama
menempuh pendidikan di kampus ini.
9. M. Rizky Godjali, S.IP, M.IP selaku kepala Laboratorium Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa yang telah memberikan banyak pembelajaran dan
pengalaman kepada penulis sebagai bagian dari anggota Laboratorium
Ilmu Pemerintahan.
10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
11. Kawan-kawan seperjuangan Ilmu Pemerintahan 2014 dan yang penulis
cintai Forum Keluarga Ilmu Pemerintahan (Forklip) Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
12. Keluarga Pengurus HIMAIP 2015, DPM FISIP 2016, dan Anggota
Laboratorium Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
vii
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memberikan kesempatan
untuk mengembangkan diri dan berorganisasi.
13. Yang saya cintai dan sayangi Rumboy’s Family dan The Next Leader’s
14. Segala pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan, maka kritik dan sara yang membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan penulisan penelitian ini. Penulis berharap semoga
penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan bagi para
pembaca pada umumnya.
Alhamdulillahirrabbil’alamiin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Tangerang, 7 Juli 2018
Penulis
viii
ABSTRAK
Sifa Nurfadilah. NIM. 6670142378. 2018. Skripsi. Partisipasi Politik Civil
Society dalam Pilkada (Studi Kasus Rumah Dunia dalam Pilkada Banten
2017). Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I: Abdul
Hamid, Ph.D, Dosen Pembimbing II: M. Dian Hikmawan, S.Hum, M.A.
Pilkada Provisi Banten 2017 merupakan pilkada pertama kali yang hanya diikuti
dua pasangan calon yaitu Wahidin-Andika dan Rano-Embay. Dalam pilkada tentu
tidak bisa dipisahkan dari peran serta civil society. Salah satu yang berperan dalam
pilkada adalah Rumah Dunia yang merupakan civil society yang bergerak di
bidang literasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi politik
Rumah Dunia dalam pilkada, menganalisis mengapa Rumah Dunia berperan
dalam pilkada dan apa saja yang dilakukan. Tipe penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Adapun jenis data berupa data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi politik Rumah Dunia dalam
pilkada Banten tahun 2017 adalah bagian dari nilai yang selama ini diperjuangkan
oleh Rumah Dunia yaitu menolak praktik korupsi. Diketahui, salah satu dari
pasangan calon adalah bagian dari keluarga dinasti yang terkena kasus korupsi.
Adapun partisipasi atau gerakan politik Rumah Dunia dalam mendukung
pasangan Rano-Embay antara lain: Membantu proses pembuatan buku biografi
Rano yaitu Si Doel dan melakukan roadshow bedah buku Si Doel di seluruh
Kabupaten dan Kota di Banten, membuat tulisan yang dipublikasikan melalui
media Rumah Dunia berbasis online Koranrumahdunia.com, bergabung dan
menjadi bagian dari koalisi Gempa dan FBB, membuat meme atau gambar yang
mempromosikan figur dari Rano-Embay dan tentang korupsi dan dinasti dan
menghadiri deklarasi pasangan calon Rano-Embay.
Kata Kunci: Civil Society, Partisipasi Politik, Pilkada Banten 2017
ix
ABSTRACT
Sifa Nurfadilah. NIM. 6670142378. 2018. Skripsi. Political Participation of
Civil Society in Gubernatorial Election (A Case Study of Rumah Dunia in
2017 Banten Gubernatorial Election). Study Program of Government
Sciences, Faculty of Social and Political sciences, University of Sultan Ageng
Tirtayasa. Superviser I: Abdul Hamid, Ph.D, Superviser II: M. Dian
Hikmawan, S.Hum, M.A.
Banten election 2017 is the first pilkada that only followed two candidate pairs
namely Wahidin-Andika and Rano-Embay. In the pilkada certainly can not be
separated from the participation of civil society. One of those who play a role in
the election is Rumah Dunia which is a civil society engaged in the field of
literacy. This study aims to determine the political participation of Rumah Dunia
in election, analyze why Rumah Dunia role in election and what is done. Type of
descriptive research with qualitative approach. The type of data in the form of
primary data and secondary data. The results of this study indicate that the
political participation of Rumah Dunia in the Banten regional election 2017 is part
of the value that has been fought by Rumah Dunia is to reject the practice of
corruption. Known, one of the candidate pairs is part of a family of political
dynasties affected by corruption case. The participation or political movements of
Rumah Dunia in support of Rano-Embay couples include: Helping the process of
making Rano's biography book Si Doel and conducting Si Doel's surgical
roadshows all of the districts and cities in Banten, making the writings published
through online Rumah Dunia media Koranrumahdunia.com, join and be part of
the Gempa and FBB coalitions, creates memes or images promoting figures from
Rano-Embay and about corruption and political dynasties, and attend the
declaration of the Rano-Embay candidates.
Keywords: Civil Society, Political Participation, Banten Election 2017
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 13
C. Rumusan Masalah ........................................................................................ 13
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 13
E. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................................................ 16
1. Partisipasi Politik ...................................................................................... 16
2. Konsep Civil Society (Masyarakat Sipil) .................................................. 19
3. Gerakan Sosial Laclau & Maouffe ........................................................... 33
4. Demokrasi Lokal di Indonesia .................................................................. 43
B. Studi Terdahulu ........................................................................................... 47
C. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain penelitian ............................................................... 55
B. Fokus Penelitian .......................................................................................... 57
xi
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 57
D. Teknik Analisa Data .................................................................................... 58
E. Instrumen Penelitian .................................................................................... 61
F. Lokasi dan Jadwal Penelitian ...................................................................... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................................. 64
Sejarah Rumah Dunia .................................................................................... 64
1. Politik Lokal di Banten ........................................................................... 76
2. Rumah Dunia dan Politik Dinasti di Banten ........................................... 89
B. Pembahasan ................................................................................................ 103
1. Rumah Dunia dan Pilkada Banten 2017 ................................................ 103
a. Partisipasi Politik Rumah Dunia Selama Pilkada Banten 2017 ...... 116
b. Ancaman dan Teror Terhadap Rumah Dunia Selama Pilkada Banten
2017 ................................................................................................ 127
2. Resistensi Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politi Ditinjau Dari Gerakan
Sosial Politik Laclau dan Mouffe .......................................................... 130
a. Transisi Subjek Politik Rumah Dunia ............................................ 135
b. Dinasti Politik sebagai Rezim Hegemonik ..................................... 139
c. Antagonisme Politik Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politik ........ 141
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 150
B. Saran ........................................................................................................... 152
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 154
LAMPIRAN ........................................................................................................ 158
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Formula Analisis CSO ............................................................................. 25
Tabel 2. Perbandingan Penelitian Terdahulu ......................................................... 51
Tabel 3. Informan penelitian .................................................................................. 61
Tabel 4. Waktu Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 63
Tabel 5. Program Reguler Rumah Dunia ............................................................... 69
Tabel 6. Program Unggulan Rumah Dunia ............................................................ 70
Tabel 7. Struktur Organisasi Rumah Dunia ........................................................... 71
Tabel 8. Persebaran Politik Dinasti Atut di Lembaga Eksekutif dan Legislatif ... 82
Tabel 9. Keganjilan Dana Hibah Tahun 2011 menjelang Pilkada 2012 ................ 88
Tabel 10. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2006 ............ 104
Tabel 11. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2012 ............ 104
Tabel 12. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2017 ............ 106
Tabel 13. Roadshow Bedah Buku Si Doel .......................................................... 117
Tabel 14. Daftar Tulisan Koran Rumah Dunia Tentang Pilkada dan Dinasti ..... 120
Tabel 15. Karakteristik Pemilih Banten .............................................................. 134
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tulisan Gol A Gong di Koran Rumah Dunia ...................................... 10
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir .................................................................... 54
Gambar 3. Gol A Gong di Rumah Dunia .............................................................. 67
Gambar 4. Auditorium Surosowan ........................................................................ 75
Gambar 5. Beberapa Tokoh Pendiri Banten .......................................................... 77
Gambar 6. Atut berserta Keluarga ........................................................................ 84
Gambar 7. Salah Satu Dokumentasi Kegiatan di Rumah Dunia ........................... 93
Gambar 8. Toto ST. Radik, Pendiri Rumah Dunia. .............................................. 96
Gambar 9. Tanda Tangan Dana Hibah untuk Rumah Dunia dari Kemenpora RI 99
Gambar 10. Atut Ketika di Rumah Dunia Tahun 2006 ....................................... 101
Gambar 11. Elektabilitas Bakal Calon Gubernur Banten 2017 ........................... 111
Gambar 12. Pilihan Calon Wakil Gubernur Banten ............................................ 112
Gambar 13. Komunitas Buku si Doel di Bawaslu Banten .................................. 118
Gambar 14. Postingan Facebook Salah Satu Relawan Rumah Dunia ................. 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa transisi politik dari rezim orde baru ke reformasi membawa
angin segar bagi proses demokratisasi di Indonesia. Reformasi politik pada
tahun 1998 benar-benar telah mereformasi sendi-sendi politik bangsa
Indonesia. Di awal reformasi, setelah runtuhnya rezim Soeharto yang selama
32 tahun memimpin Indonesia secara otoriter, para penggerak reformasi
menuntut Indonesia untuk menerapkan sistem politik yang demokratis. Untuk
memenuhi aspirasi rakyat yang digemakan oleh gerakan reformis, perubahan-
perubahan mendasar harus di tegakkan, termasuk perubahan menyeluruh pada
semua pranata sosial, politik dan ekonomi, dan perubahan pada basis
hubungan antara rakyat dan negara. Perubahan-perubahan itu ditandai dengan
diadakan pemilu langsung, adanya kebebasan pers, mengurangi peran militer
dalam politik dan lain sebagainya yang mengarah pada demokratisasi di
Indonesia.
Praktek demokrasi dengan pemberian otoritas politik yang lebih besar
kepada rakyat diyakini hanya akan efektif terjadi jika pusaran mekanisme
pengelolaan pemerintahan didesentralisasikan kepada otoritas yang makin
dekat dengan rakyat. Karenanya pemberian kewenangan kepada satuan
kekuasaan pemerintahan yang lebih kecil dan lebih dekat dengan rakyat
merupakan suatu kebutuhan yang mutlak dan tak dapat dihindari (Syaukani,
2
2002: 31). Atas dasar pemikiran diatas, wacana desentralisasi tumbuh
berkembang mengiringi berbagai perubahan kearah demokratisasi politik
tersebut.
Namun pada kenyataannya semangat awal desentralisasi dan otonomi
daerah untuk perubahan terkadang tidak berjalan dengan baik dikarenakan
muncul masalah-masalah baru di tingkatan lokal. Tidak sedikit daerah yang
dikuasi oleh kekuasaan dominan dan dikendalikan oleh bos-bos lokal seperti
yang terjadi di Provinsi Banten yang berdirinya berbarengan dengan
semangat reformasi dan merupakan daerah hasil pemekaran dari Provinsi
Jawa Barat.
Banten selama ini dikenal dengan dominasi politik di bawah dinasti
politik tertentu, yaitu dinasti keluarga Tb. Chasan Sochib. Tidak bisa
dipungkiri Tb. Chasan Sochib adalah aktor yang mampu mengendalikan
kekuasaan Banten melebihi aktor politik formal. Relasi antara penguasa,
pengusaha, kyai dan jawara tersentral di Tb. Chasan Sochib. Hal yang
mencuat ke permukaan adalah dia berhasil mengantarkan anaknya, Ratu Atut
Chasiyah menjadi Wakil Gubernur pertama di Banten melalui cara-cara
politik tidak sehat seperti adanya indikasi money politic dan intimidasi.
Selama masih hidup, Tb. Chasan juga mampu mengendalikan seluruh proyek-
proyek infrastruktur fisik, pengadaan barang dan jasa, dan melakukan
intimidasi proyek kepada pesaing-pesaingnya. Bahkan dia bisa mengarahkan
dan menekan pemerintah provinsi untuk mengakomodasi kepentingannya
pada saat penyusunan dan penetapan program pembangunan (proyek)
3
tahunan. Maka tidak heran jika dia disebut atau dijuluki sebagai Gubernur
Jenderal di Banten (Hidayat, 2007, Masaaki & Hamid, 2008).
Setelah Chasan Sochib wafat, kekuatan kekuasaan keluarganya tidak
menghilang begitu saja tapi terwarisi pada anaknya yaitu Ratu Atut Chasiyah
dan sanak keluarga lain yang mampu menduduki posisi strategis di tampu
kekuasaan di Banten melalui ajang sarana pilkada. Setelah menjadi Wakil
Gubernur, Atut menjadi Gubernur Banten dua periode yaitu periode 2007-
2012 dan 2012-2017, namun pada tahun 2014 Atut dinonaktifkan dari
jabatannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena menjadi
tersangka terkait kasus suap pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada pilkada 2015, Adik ipar Atut, yaitu Airin Rachmi Diany terpilih
menjadi Wali Kota Tangerang Selatan periode 2015- 2020 yang diperiode
sebelumnya juga menjadi sebagai Wali kota Tangerang Selatan. Adik Atut,
Tatu Chasanah memenangkan Pilkada Kabupaten Serang dan terpilih menjadi
Bupati Kabupaten Serang periode 2015-2020. Menantu Atut Chosiyah, Tanto
Warsono Arban terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang periode 2015-
2020. Dan pada pilkada serentak 2017 kemarin, Andhika Hazrumy yang
merupakan anak dari Atut terpilih menjadi Wakil Gubernur Banten periode
2017-2022 dengan memperoleh 50,95% suara (Detik. 2014.
https://news.detik.com/berita/d-3432971/wahidin-andika-unggul-atas-rano-
embay-ini-peta-perolehan-suaranya sumber diakses 24 desember 2017).
Selain kental dengan budaya politik dinasti, Banten juga menjadi salah
satu provinsi yang rawan akan praktik korupsi. Tidak bisa dipungkiri baik
4
secara langsung atau pun tidak langsung bahwa politik dinasti menjadi lahan
subur untuk melakukan praktik korupsi. Hal ini dikarenakan berkumpulnya
kekuasaan pada segelintir orang. Dan ini terbukti di tahun 2013 silam, Tb.
Chaeri Wardana (Wawan) seorang pengusaha yang juga adik mantan
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK
dalam kasus suap pilkada Lebak. Berdasarkan pengembangan penyidikan
KPK juga menetapkan Atut sebagai tersangka dalam kasus suap ini. Tidak
berhenti pada suap pilkada Lebak, KPK terus mengusut dugaan keterlibatan
Wawan dan Atut dalam kasus yang lain. Akhirnya KPK menetapkan Wawan
dan Atut sebagai tersangka pengadaan alat kesehatan Banten. Lebih lanjut
KPK juga menetapkan Wawan sebagai tersangka dalam Tindak Pidana
Pencucian Uang setelah melakukan penelusuran berkoordinasi dengan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ketua KPK Abraham Samad pernah menyatakan (Pukat UGM, 2014 :
10) bahwa korupsi di Banten adalah kejahatan keluarga, dan korupsi di
Banten tidak hanya pada pengadaan alat kesehatan saja, tetapi juga pada
proyek-proyek infrastruktur dan bantuan sosial. Kuatnya dinasti Atut di
Banten yang menguasai banyak jabatan publik disinyalir memudahkan
terjadinya korupsi. Pengawasan baik internal pemerintahan maupun
pengawasan eksternal seakan tidak berjalan.
Persoalan lain di Banten adalah sikap pragmatisme masyarakat dalam
praktik berpolitik. Budaya masyarakat di Banten masih sangat kental dengan
unsur politik uang. Hasil riset yang dilakukan oleh Abdul Hamid yang
5
disampaikan pada seminar nasional Ilmu Pemerintahan Untirta (November,
2016) menunjukan bahwa partisipasi masyarakat di Banten dalam
menggunakan hak pilihnya sebagian besar tidak berdasarkan kesadaran
politik melainkan didorong oleh adanya politik uang. Artinya, masyarakat
akan datang ke TPS saat hari pencoblosan apabila mereka mendapatkan
sejumlah uang atau barang tertentu dari pasangan calon.
Menurut hasil survei yang disampaikan oleh Hamid dalam seminar
nasional Ilmu Pemerintahan Untirta (2016) sebanyak 71,3 persen publik
menganggap pemberian uang dalam pilkada adalah sebagai hal yang wajar
dan sebanyak 69,4 persen pemberian sejumlah uang dari pasangan calon
kepala daerah akan berpengaruh terhadap pilihan pasangan calon kepala
daerah, sedangkan 45,6 persen, masyarakat menerima pemberian sejumlah
uang atau barang dan akan memilih calon yang memberi sejumlah uang atau
barang tersebut. Hasil dari riset ini menunjukan bahwa efektivitas politik
uang sangat tinggi di Banten. Selain karena pendidikan politik masyarakat
Banten yang masih rendah, keberadaannya malah dimanfaatkan oleh para elit
lokal dengan menggunakan strategi politik demi mencapai suksesi dalam
pilkada.
Melihat kenyataan seperti itu dimana kekuasaan dikendalikan oleh
satu kelompok dominan dan didukung dengan budaya masyarakat yang
pragmatis tidaklah heran jika Banten menjadi salah satu daerah yang rawan
korupsi. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Banten termasuk
tiga daerah yang paling langganan korupsi bersama dua daerah lain yaitu Riau
6
dan Sumatera Utara (Detik, 2016 https://m.detik.com/news/berita/d-
3356096/banten-termasuk-6-daerah-rawan-korupsi-kini-masuk-radar-kpk-
lagi).
Dengan kondisi Banten yang demikian, semangat menuju perubahan
yang lebih baik terus dilakukan. Pilkada berusaha dikendalikan kembali
sebagai ajang pemilihan kepala daerah terbaik yang memiliki integritas dan
kemampuan yang kompeten sebagaimana dengan semangat hadirnya undang-
undang (UU) NO. 32 Tahun 2004 silam tentang Pemerintahan Daerah, yang
mana pemilihan kepala daerah (Gubernur dan Bupati/ Wali Kota) dilakukan
secara langsung atau dengan kata lain melibatkan partisipasi langsung
masyarakat dalam memilih kepala daerah yang terbaik.
Dan dalam perjalanannya Pilkada melakukan pembaharuan dalam
rangka mencapai tujuan pilkada yang lebih berkualitas yaitu dengan
menerapkan pilkada secara serentak atau biasa di sebut dengan pilkada
serentak yang saat ini menjadi arena baru bagi perpolitikan Indonesia. Bukan
hanya pada persoalan berbeda waktu pelaksanaan, sistem pelaksanaan,
prosedur dan mekanisme pemilihannya, tetapi juga tetapi juga soal, yang oleh
Brian C. Smith dan Robert Dahl, adalah untuk menciptakan local
accountability, political equity dan local responsiveness (Suara KPU, edisi II
2015: 4).
Pilkada serentak secara nasional baru akan terlaksana pada tahun
2024, karena itu terdapat 3 tahapan transisional pilkada serentak di daerah
untuk kemudian mencapai pilkada serentak secara nasional. Pilkada serentak
7
transisional tahap I sudah berlangsung pada tahun 2015 lalu di 269 wilayah,
yakni 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 36 kota. Begitu pula pilkada serentak
transisional tahap II sudah berlangsung pada tahun 2017 di 101 wilayah,
yakni 7 provinsi, 76 kabupaten dan 18 kota. Sedangkan pilkada serentak
transisional tahap III akan berlangsung pada tahun 2018 mendatang di 171
wilayah yang mencakup 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota.
Banten sendiri telah melaksanakan Pilkada serentak di tahun 2017
kemarin. Pemilihan kepala daerah Banten hanya diikuti oleh dua pasangan
calon gubernur dan wakil gubernur yaitu Wahidin Halim yang berpasangan
dengan Andhika Hazrumy diusung oleh partai politik Demokrat, Golongan
Karya, Hati Nurani Rakyat, Partai Kesatuan Bangsa, Partai Amanat Nasional,
Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerakan Indonesia Raya, dan Rano
Karno berpasangan dengan Embay Mulya Syarief yang diusung oleh partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan dan
Nasional Demokrat. Andhika Hazrumy sendiri adalah bagian dari keluarga
dinasti yaitu anak dari Ratu Atut.
Sebelumnya, ada empat pasangan calon perseorangan yang
mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur ke KPUD
Banten melalui jalur independen. Keempat bakal pasangan calon adalah H.
Yayan Sofyan dan Ratu Enong Mandala, KH. Tb. Sangadilah dan Subadri
Martadinata, R. Achmad Dimyati Natakusumah dan Hj. Yemelia, serta Ampi
Nurkamal Tanudjiwa dan Maryani. Namun dari keempat bakal pasangan
calon perseorangan, tidak ada satupun yang lolos dalam tahapan proses
8
verifikasi administratif yaitu harus mengumpulkan dukungan KTP minimal
berjumlah 601.805 dukungan yang minimal tersebar di lima kabupaten/kota
di Banten (Suara KPU edisi September, 2016). Pada akhirnya, hanya ada dua
pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten yang di usung partai
politik yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah Banten.
Ketika perhelatan Pilkada Banten 2017 kemarin, muncul beberapa
gerakan sosial dari kelompok civil society yang bergerak pada pencerdesan
politik masyarakat Banten. Tentu ini melihat kenyataan situasi politik di
Banten yang menyedihkan dan didukung ruang publik yang saat ini semakin
terbuka ternyata mampu memberi semacam tenaga pendorong baru bagi
menjamurnya gerakan sosial. Diantaranya adalah komunitas Banten Memilih,
Untuk Banten dan Ayo Banten. Komunitas-komunitas tersebut lahir dari
anak-anak muda Banten yang memiliki keprihatinan bersama dengan perilaku
politik masyarakat Banten yang cenderung pragmatis.
Selain itu juga muncul gerakan-gerakan yang menyoroti praktik
korupsi di Banten salah satunya Forum Banten Bersih (FBB) yang memiliki
gerakan berorientasi pada penolakan dinasti politik dan praktik korupsi.
Kemudian, ada pula Gerakan Menolak Politik Dinasti (Gempa) yang juga
memiliki gerakan sama dengan Forum Banten Bersih, keduanya sama-sama
melakukan resistensi kepada korupsi dan resistensi atas kekuasaan dominan
yang dikendalikan oleh dinasti politik Atut atau disebut sebagai rezim
hegemonik yang mana dinasti politik membentuk cara untuk
mempertahankan dominasinya atas kelompok yang dikuasai dalam hal ini
9
kekuasaan di wilayah Banten. Ketika ada kekuasaan yang dominan biasanya
ada pertentangan di dalamnya.
Gerakan-gerakan sipil yang terbangun tidak hanya pada saat
momentum Pilkada, banyak juga gerakan yang tidak bersifat momental. Di
Banten sendiri, jumlah Civil Society Organization (CSO) atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) bisa terbilang cukup banyak. Menurut data dari
Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Banten terdapat 1.432 CSO/LSM,
walaupun dari jumlah tersebut hanya 93 yang surat keterangannya masih
terdaftar (Detak Banten, 2015 http://www.detakbanten.com/pandeglang/6688-
wow-1-432-ormas-lsm-banten-hanya-93-ormas-lsm-terdaftar-di-kesbangpol-
banten diakses pada 5 Februari 2018). Banyaknya jumlah CSO di tengah
iklim demokratisasi adalah hal wajar, kehadiran civil society tentu merupakan
faktor penting karena kapsitas mereka dalam mendorong peningkatan
kesadaran partisipasi masyarakat yang lebih inklusif.
Salah satu Civil Society Organization di Banten adalah Rumah Dunia
yang bergerak di bidang literasi. Persoalan dinasti politik dan budaya politik
masyarakat Banten yang pragmatis tentu berkaitan dengan budaya literasi.
Karena literasi bukan lagi pada persoalan membaca dan menulis, saat ini
literasi berkenaan dengan praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan
sosial dan politik. Untuk meningkatkan kesadaran berpolitik masyarakat bisa
ditumbuhkan oleh kekuatan literasi. Dengan tradisi literasi yang kuatlah
demokrasi bisa tumbuh dengan kuat.
10
Pada Pilkada Banten 2017, Rumah Dunia menjadi salah satu bagian
kalangan civil society yang turut terlibat aktif mendukung salah satu pasangan
calon gubernur Banten. Apa yang digelorakannya selama ini tidak lepas dari
penolakan terhadap dinasti Banten Ratu Atut Chasiyah yang dianggap sebagai
akar permasalah korupsi yang menghambat pembangunan di Banten. Hal ini
dibenarkan oleh Presiden Rumah Dunia (2017) mendukung salah satu
pasangan calon yang tidak memiliki ikatan dengan dinasti politik dan
dianggap bersih dari praktik korupsi.
Gambar 1. Salah satu postingan Gol A Gong di Koran Rumah Dunia
(Sumber : Koranrumahdunia.com)
Gol A Gong sebagai pendiri Rumah Dunia tidak jarang mengeluarkan
kritik terhadap dinasti politik. Salah satu postingan di koran rumah dunia
dengan judul “Gol A Gong, Rumah Dunia dan Politik” salah satu kalimat
yang di tulis oleh Gol A Gong adalah “Saya mengingatkan, bahwa selama 15
11
tahun Banten di era Atut, Ibu Andika, terpuruk oleh prilaku KKN para
pemimpinnya (Koran rumah Dunia. 2016. www.koranrumahdunia.com
diakses pada 17 November 2017). Terdapat juga tulisan-tulisan kritik Gol A
Gong lainnya yang diarahkan pada salah satu pasangan calon Gubernur
Banten.
Rumah Dunia sebagai kelompok civil society. memiliki otonomi baik
terhadap pengaruh dan intervensi negara maupun lembaga-lembaga bisnis
atau masyarakat ekonomi. Secara sederhana otonomi mengandung makna
kemandirian sekaligus kebebasan. Otonomi dalam pengertian politik adalah
tingkat kebebasan tertentu yang dimiliki oleh sebuah organisasi atau
kelompok tertentu yang dilakukan oleh pihak lain.
Rumah Dunia sendiri merupakan pendidikan masyarakat non formal
yang berkutat di bidang sastra, jurnalistik, teater, musik dan menggambar.
Visinya adalah mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis di
Banten. Misi untuk menjalankan visi tersebut adalah dengan mengadakan
diskusi terhadap isu sosial, budaya, politik dan sebagainya, mengadakan
bedah buku, menerbitkan buku, menyelenggarakan pelatihan kepenulisan dan
jurnalistik, melakukan pertunjukan seni dan berbagai kegiatan lainnya (Koran
Rumah Dunia. 2014 koranrumahdunia.com diakses pada 17 November 2017).
Dari awal didirikan sampai sekarang, Rumah Dunia konsen pada
gerakan moral dan kebudayaan. Rumah Dunia bukan saja untuk tempat
membaca buku, belajar menulis, teater tetapi mempunyai suatu gerakan yang
melakukan perlawanan pada permasalahan yang terjadi di Banten. Rumah
12
Dunia kerap hadir paling terdepan jika dihadapkan masalah sosial salah
satunya adalah pada persoalan korupsi. Seperti yang diutarakan oleh presiden
Rumah Dunia Ahmad Wayang (wawancara, 2017), bahwasanya Rumah
Dunia menolak keras praktik-praktik korupsi di Banten. Hal ini dapat dilihat
dengan kerja sama yang dilakukan oleh Rumah Dunia dengan lembaga anti
korupsi negara yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan juga
Indonesia Corruption Watch (ICW) yang merupakan organisasi non-
pemerintah yang bergerak di bidang korupsi.
Dan pada musim perhelatan Pilkada Banten berlangsung, bersama
dengan ICW, Rumah Dunia juga menggelar acara bedah buku karya peneliti
rekan-rekan ICW dengan judul buku “Dinasti Banten”. Dalam diskusi itu
beranggapan pemberantasan korupsi akan lebih mudah terwujud ketika
dibarengi dengan upaya meruntuhkan legitimasi politik dan kekuasaan
kelompok dinasti Atut di pemerintahan (Berita Cilegon, 2016. Diakses pada
www.beritacilegon.co.id/dinasti-banten-akan-dikuliti-di-rumah-dunia-sabtu-
3-september-2016-2 diakses pada 4 Juni 2017). Diskusi-disksusi semacam ini
yang berlangsung di musim Pilkada tentunya membuat keberpihakan politik
Rumah Dunia menjadi sangat kentara.
Tulisan ini bermaksud menjelaskan bagaimana Partisipasi Politik
Rumah Dunia pada perhelatan pemilihan gubernur Banten 2017. Diketahui,
salah satu dari kedua pasangan calon Gubernur dan wakil gubernur Banten
adalah berasal dari keluarga dinasti politik Banten yaitu Andika Hazrumy
yang merupakan anak dari mantan Gubernur Ratu Atut Chasiyah. Rumah
13
Dunia sebagai gerakan yang menentang keras keberadaan dinasti politik di
Banten, menjadi menarik untuk didalami lebih mendalam mengenai
partisipasi politiknya sebagai civil society yang cukup berpengaruh di Banten
dalam pilgub Banten 2017. Terlebih Rumah Dunia adalah komunitas yang
bergerak di bidang literasi menjadi menarik pula ketika ikut terlibat
mendukung salah satu pasangan calon.
B. Identifikasi Masalah
1. Dunia politik Banten di dominasi oleh dinasti politik
2. Tingkat korupsi yang tinggi di Banten
3. Budaya pragmatis (money politic) yang tinggi di masyarakat Banten
4. Rumah dunia yang selama ini bergerak di bidang literasi kemudian
mendukung salah satu pasangan calon gubernur Banten 2017
C. Rumusan Masalah
Bagaimana Partisipasi Politik Rumah Dunia dalam Pemilihan Gubernur
Banten 2017?
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui partisipasi politik Rumah Dunia dalam pemilihan
Gubernur Banten 2017.
14
E. Kegunaan Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam penelitian tentang
keterlibatan civil society dalam pilkada Banten 2017.
b. Pengkajian ini dapat memunculkan argumen-argumen ilmiah baru
dalam melihat peran Rumah Dunia dalam pelaksanaan sebuah
sistem Pilkada.
c. Merangsang terhadap adanya pengembangan penelitian-penelitian
politik lainnya dimasa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Untuk mengetahui tentang posisi Rumah Dunia dalam
kontestasi pilkada Banten 2017
2) Untuk memenuhi tugas mata kuliah skripsi pada jenjang
perkuliahan semester 8 Program Studi Ilmu Pemerintahan.
b. Bagi LSM/CSO
1) Pengkajian ini diupayakan dapat digunakan sebagai acuan
LSM/CSO dalam menjalankan perannya dalam sebuah
sistem politik.
2) pengkajian ini dapat dijadikan referensi oleh LSM/CSO
untuk meningkatkan fungsi yang dijalankannya.
15
c. Bagi Masyarakat
1) Untuk dapat mengetahui posisi LSM dalam keterlibatannya
sebagai civil society pada Pilkada Banten 2017.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teoritis
1. Partisipasi Politik
Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting dari demokrasi.
Karena demokrasi bersifat inklusif dari campur tangan warga negaranya.
Demokrasi memberikan ruang sebesar-besarnya kepada warga negara untuk
terlibat aktif dalam setiap proses pembuatan dan pengambilan keputusan.
Asumsi yang mendasari demokrasi (partisipasi) adalah orang yang paling
tahu tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Karena
keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut
dan mempengaruhi kehidupan warganegara maka warga masyarakat berhak
ikut serta menentukan isi keputusan yang mempengaruhi hidupnya dalam
keikutsertaan warganegara dalam mempengaruhi proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik.
Partisipasi berasal dari bahasa latin yaitu pars yang artinya bagian dan
capere yang artinya mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik
negara. Apabila digabungkan berarti “mengambil bagian”. Dalam bahasa
inggris, partisipate atau participation berarti mengambil bagian atau peranan.
Jadi partisipasi berarti mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan
politik negara (Suharno, 2004:102-103).
17
Hunington dan Nelson (1984: 3) berpendapat partisipasi politik adalah
kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi itu dapat
secara perseorangan atau kolektif, terorganisasi atau secara spontan, secara
sinambung atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau
illegal, efektif atau tidak efektif.
Sedangkan menurut Miriam Budiarjo (2013: 367) menyatakan bahwa
partisipasi politik secara umum dapat didefinisikan sebagai kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan
politik, yaitu dengan jalan memilih pemimpin Negara dan langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Kegiatan ini
mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,
mengahadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah
atau anggota perlemen, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa partisipasi
adalah keikutsertaan individu atau kelompok dalam menyampaikan saran
atau pendapat untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
agar terjadi suatu perubahan kearah yang lebih baik. Rumah Dunia sebagai
komunitas menjadi kelompok yang berpartisipasi dalam politik karena
partisipasi politik bukan hanya menyasar pada perseorangan namun bisa
dalam bentuk kelompok.
18
Kemudian bentuk-bentuk partisipasi politik dapat dilakukan melalui
berbagai macam kegiatan dan melalui berbagai wahana. Namun bentuk-
bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan
menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan nonkonvensional,
sebagaimana dikemukakan oleh Gabriel Almond. Bentuk partisipasi politik
individu atau kelompok menurut Gabriel Almond dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu bentuk konvensional dan bentuk non konvensional.
1. Bentuk konvensional
a. Dengan pemberian suara (voting)
b. Dengan diskusi kelompok
c. Dengan kegiatan kampanye
d. Dengan membentuk atau bergabung dengan kelompok kepentingan
e. Dengan komunikasi individual dengan pejabat politik atau
administratif
f. Dengan pengajuan petisi
2. Bentuk nonkonvensional antara lain:
a. Kegiatan Pemilihan, mencakup memberikan suara, akan tetapi juga
sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu
pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan
yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.
b. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan
politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang
suatu isu.
19
c. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi,
baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah.
d. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun
jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka, dan
e. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau
kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara
menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini
adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination),
revolusi dan pemberontakan.
2. Masyarakat Sipil (Civil Society)
a. Konsep Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil adalah masyarakat dengan ciri-cirinya yang
terbuka, egaliter, bebas dari dominasi, dan tekanan negara. Masyarakat sipil
merupakan elemen yang sangat signifikan dalam membangun demokrasi.
Posisi penting masyarakat sipil dalam pembangunan demokrasi adalah
adanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Masyarakat sipil mensyaratkan adanya keterlibatan warga negara
(civic engagement) melalui asosiasi-asosiasi sosial yang didirikan secara
sukarela. Keterlibatan warga negara memungkinkan tumbuhnya sikap
20
terbuka, percaya, dan toleran antar-individu dan kelompok yang berbeda.
Sikap-sikap ini sangat penting bagi bangunan politik Indonesia.
Sebagai sebuah wacana, civil society adalah produk sejarah dari
masyarakat Barat modern. Kemunculannya berbarengan dengan proses
modernisasi, terutama terjadi pada saat proses transformasi dari pola
kehidupan yang masih berbentuk feodal menuju masyarakat industrial
kapitalis. Adam Ferguson adalah yang pertama kali mengemukakan
mengenai civil society dalam konteks Eropa Barat pada abad ke-18 yang
berkaitan dengan tumbuhnya sistem ekonomi pasar (Hikam, 1996: 224).
Kemudian J.J. Rosseau dan John Locke, adalah tokoh-tokoh yang
memberikan landasan filosofis bagi sistem politik yang memberi
penghargaan pada kedaulatan individu, emansipatoris dan persaudaraan
manusia.
Selanjutnya konsep civil society tersebut banyak mengalami pola
pemaknaan, sejalan dengan perubahan sosio-historis tempat gagasan itu
dirumuskan. Dalam sejumlah literatur mengenai konsep civil society,
terdapat lima corak pemikiran yang mewarnai sejarah Barat.
Pertama, civil society di pahami sebagai sistem ketatanegaraan.
Dalam hal ini, civil society identik dengan negara. Pemahaman tersebut di
kembangkan oleh Aristoteles (384-322 SM), Marcus Tullius Cicero (106-
43 SM), Thomas Hobbes (1588-1679) dan John Locke (1632-1704).
Hanya saja, Aristoteles tidak menggunakan istilah civil society, melainkan
koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat
21
terlibat langsung dalam pengambilan keputusan baik itu dalam bidang
ekonomi maupun politik. Cicero pun berbeda dengan Aristoteles, ia
menamakannya dengan societas civilis, yaitu sebuah komunitas yang
mendominasi sejumlah komunitas lain. Sedangkan Thomas Hobbes dan
John locke memaknainya sebagai tahapan lebih lanjut dari natural society,
sehingga civil society sama dengan negara (Rahmat, 2003).
Kedua, dengan mengambil konteks sosial-politik Skotlandia,
Adam Ferguson (1767 ) memberi tekanan terhadap makna civil society
sebagai visi etis dalam kehidupan bermasyarakat. Ia menggunakan
pemahaman ini untuk mengantisipasi perubahan sosial yang diakibatkan
oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme. Menurut Ferguson,
munculnya ekonomi pasar bisa melunturkan tanggung jawab publik dari
warga karena dorongan pemuasan kepentingan pribadi. Civil society
disini, lebih dipahami sebagai entitas yang sarat dengan visi etis berupa
rasa solider dan kasih sayang antar sesama, dan ini kebalikan dari
masyarakat primitf atau masyarakat barbar.
Ketiga, dalam pemaknaan Thomas Paine (1792), civil society
merupakan antitesis negara atau cenderung dalam posisi yang berhadapan
dengan negara. Keempat, yang menjadi tokoh pemikirnya antara lain
Hegel, Marx dan Gramsci. Dalam hal ini, Hegel mengembangkan civil
society yang subordinat terhadap negara. Hal ini didasari karena civil
society sangat kuat hubungannya dengan fenomena masyarakat borjuis
Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh perjuangan melepaskan diri
22
dari dominasi negara (Rasyid, 1997: 4). Pandangan civil society yang
pesimis ini juga dikembangkan Karl Marx (1818-1883). Marx
memahaminya sebagai masyarakat borjuis dalam hubungan produksi
kapitalis keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia
dan penindasan. Karena itu, ia harus dilenyapkan untuk mewujudkan
masyarakat tanpa kelas.
Sedangkan Antonio Gramsci, meski penganut Marx tetapi tidak
memahami civil society dari relasi produksi, tetapi lebih pada sisi
ideologis. Bila marx menempatkan civil society pada basis material,
Gramsci menaruhnya pada suprastruktur, berhadapan dengan negara yang
ia sebut sebagai political society. Civil society adalah adalah sebuah arena
tempat para intelektual organik dapat menjadi kuat yang tujuannya adalah
upaya melakukan perlawanan terhadap hegemoni negara.
Akhir dari semua proses itu adalah terserapnya negara dalam civil
society, sehingga terbentuklah apa yang disebut masyarakat teratur
(regulated society) (Syazili & Burhanudin, 2003: 12-13). Dengan
demikian, bila Hegel dan Marx cenderung pesimis dengan kemandirian
civil society maka Gramsci lebih optimis dan dinamis.
Kelima, berdasarkan pengalaman demokrasi di Amerika, Alexis
De‟ Tocqueville mengembangkan teori civil society yang dimaknai
sebagai entitas penyeimbang kekuatan negara. Di Amerika pada awal
pembentukannya, demokrasi dijalankan lewat civil society, berupa
pengelompokan sukarela dalam masyarakat, termasuk gereja dan asosiasi
23
professional, yang membuat keputusan pada tingkat lokal dan
menghindari intervensi negara (Rahmat, 2003).
Michael W. Foley dan Bob Edwards (1996) menganalisis civil
society menjadi dua versi yaitu civil society dalam pengertian menekankan
kemampuan untuk mengembangkan nilai-nilai keadaban (civility) bagi
kelompok-kelompok maupun dalam kehidupan warga negara atau
masyarakat secara umum. Pengertian ini selanjutnya disebut civil society I
(CS I). Sedangkan yang kedua dalam pengertian sebagai suatu ruang bagi
tindakan yang independen dari negara dan mampu melakukan perlawanan
terhadap rezim yang tiran. Yang kedua ini selanjutnya disebut sebagai civil
society II (CS II).
Dalam wacana civil society di Indonesia, CS I lebih menekankan
aspek horizontal dan kultural, serta berkait erat dengan civility atau
keberadaban, fratemity dan equality. Sedangkan civil society II atau CS II
memfokuskan aspek vertikal dengan mengutamakan otonomi masyarakat
terhadap negara dan erat dengan aspek politik. Istilah civil dekat dengan
“citizen” dan “liberty”.
Jika civil society dalam pengertian kelompok disebut dengan civil
society organization atau CSO dan yang dalam pengertian nilai-nilai dengan
civil society value atau CSV, maka akan didapati formula analisis
sebagaimana yang terlihat dalam matriks tabel 1, sebagai berikut (Rahmat,
2003):
24
1) Civil society organization I (CSO I), yaitu kelompok-kelompok dalam
masyarakat yang berada diwilayah kultural atau memperjuangkan
nilai-nilai kultural (CSV I) dan dilakukan secara horizontal, meliputi:
ormas, orsos, organisasi keagamaan, LSM, KSM, asosisasi
professional.
2) Civil society organization II (CSO II), yaitu kelompok-kelompok
dalam masyarakat yang memperjuangkan nilai-nilai yang berdimensi
politik (CSV II) atau secara vertikal, meliputi: parpol oposisi, LSM
advokasi, kelompok penekan, gerakan buruh, kelompok kepentingan.
Meskipun, tidak semua atau tidak selamanya CSO II
memperjuangkan CSV II, misalnya kelompok kepentingan.
3) Civil society value I (CSV II), yaitu nilai-nilai dalam masyarakat
secara umum ataupun dalam kelompok-kelompok civil society secara
khsus yang berdimensi kultral, meliputi: toleransi, egalitarianisme,
solidaritas, kemandirian, kepatuhan masyarakat pada norma dan
hukum.
4) Civil society value II (CSV II), yaitu nilai-nilai dalam masyarakat
secara umum maupun dalam kelompok-kelompok civil society secara
khusus yang berdimensi politik, meliputi: kemandirian, kebebasan,
partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik, dan
supermasi hukum.
25
Tabel 1. Formula Analisis CSO
CS CSO CSV
I Ormas, Orsos, Org. Keagamaan,
Lsm Community Development
(Cd), Ksm, Asosiasi Profesional
Toleransi, Egalitarianisme,
Solidarotas, Mandiri, Patuh Pada
Norma Dan Hukum
II Parpol Oposisi, Lsm Advokasi,
Kelompok Penekan, Gerakan
Buruh, Kelompok Kepentingan
Mandiri, Kebebasan, Partisipasi,
Supremasi Hukum
(Sumber: Rahmat, 2003)
b. Tinjauan Tentang Civil Society Organization
Menurut Gramsci (Anaida, 2016: 17-19) civil society adalah
masyarakat yang memiliki privasi, otonom serta terlepas dari proses
produksi, yaitu semua organisasi yang membentuk masyarakat sipil dalam
sebuah jaringan kerja dari praktek praktek dan hubungan sosial yang
kompleks, termasuk buruh dan pemodal. Dalam masyarakat sipil semua
kepentingan dari semua kelompok muncul harus dibedakan antara
masyarakat sipil dengan aparat pembentuk negara karena mereka
mempunyai monopoli dan bersifat koersif yang disebut masyarakat politik.
Masyarakat sipil dalam komunitasnya, terjadi proses hegemoni antar
kelompok didalamnya karena terdapat kompleksitas hubungan sosial.
Sementara disisi lain, masyarakat sipil juga harus mengatasi hegemoni yang
26
dilakukan oleh masyarakat politik. Masyarakat politik oleh Gramsci bukan
dalam pengertian negara, koersif dan aparat negara.
Menurut Gramsci, “supremasi sebuah kelompok sosial terwujud
dalam dua cara sebagai „dominasi‟ dan sebagai „kepentingan intelektual dan
moral‟ atau „hegemoni‟. Sebuah kelompok sosial itu dominan atas
kelompok-kelompok yang dipimpinnya jika ia memiliki pengaruh yang
mendorong munculnya persetujuan dari kelompok-kelompok tersebut
hingga mereka memberikan dukungan sukarela. Civil society merupakan
lokus hegemoni. Ia juga merupakan arena untuk membangun dan merebut
hegemoni.
Proses pembangunan hegemoni atau hegemonisasi adalah gerakan
dari kepentingan korporat-ekonomis partikular atau kepentingan kelas
tertentu kedalam kepentingan universal umum; atau dari kehendak khusus
ke kehendak umum. Dalam proses ini terjadilah pembentukan aliansi yang
dilandaskan pada kepemimpinan moral dan intelektual. Kelompok yang
memimpin harus membangun kepentingan dan nilai yang cukup umum dan
luas untuk menarik dukungan kelompok-kelompok lain. Jadi, pembangkitan
dan pembentukan consent mengandaikan kesebangunan kepentingan
ekonomis dan formulasi serta cara hidup dan pandangan dunia ke
masyarakat. Dengan begitu, civil society memiliki posisi sentral dalam
pemikiran Gramsci. Dalam civil society-lah terletak momen sosial-kultural
yang harus ada secara mantap sebelum momen politis dilancarkan.
27
Menurut Larry Diamond (2003), civil society diarahkan kepada
kehidupan sosial yang terorganisasi dengan mengusung sifat-sifat
keterbukaan, sukarela dan lahir secara mandiri, otonom dari negara dan
terkait dalam tatanan nilai bersama. Civil society dapat dimengerti sebagai
keterlibatan warga negara yang bertindak secara kolektif dalam ruang publik
guna mencapai tujuan berpartsama. Civil society merupakan fenomena
penengah yang berada di wilayah privat dan negara, civil society bukan
ranah kegiatan-kegiatan yang bersifat kelompok internal, bukan pula sebuah
medan kegiatan ataupun usaha untuk memperoleh keuntungan dari suatu
kegiatan perusahaan milik perseorangan.
Civil society menurut Diamond (2003) “tidak sama dengan
masyarakat parokial, (sebuah bentuk kehidupan individu, keluarga dan
kegiatan kelompok internal) misalkan saja lembaga keagamaan dan
organisasi pertemanan”. Namun organisasi seperti ini bisa saja menjadi
bagian dari civil society, jika melibatkan diri dalam upaya mengentaskan
kemiskinan, mencegah kejahatan dan berusaha meningkatkan sumber daya
manusia. Selain itu, civil society juga berbeda dengan organisasi politik. Hal
ini terjadi karena dalam prakteknya organisasi politik hanya untuk
memperoleh kekuasaan.
Berdasarkan pemikiran Diamond tersebut, yang mengemukakan
tentang definisi civil society, nampaknya cocok untuk melihat Rumah Dunia
sebagai komunitas atau CSO di Banten. Organisasi tersebut berkiprah
ditingkatan internal dan berupaya melakukan kegiatan-kegiatan yang
28
ditunjukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan sosial
di Provinsi Banten. Dari berbagai penjelasan di atas, dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa organisasi kemasyarakatan merupakan salah satu bagian
dari masyarakat sipil. Komunitas sipil adalah sebuah kelompok sosial dari
beberapa individu memiliki ketertarikan yang sama terhadap salah satu
bidang yang mana anggotanya berasal dari warga masyarakat.
Berdasarkan pendapat tersebut, semakin menguatkan bahwa
organisasi kemsyarakatan merupakan bagian dari komunitas sipil. Lebih
lanjut Diamond (2003) juga melakukan analisis terhadap fungsi efektif
masyarakat sipil, yaitu dapat membawa rakyat secara bersama-sama dalam
kebersamaan yang tidak ada habisnya untuk tujuan-tujuan yang sangat
bervariasi. Pada konteks ini masyarakat sipil tidak saja mengarahkan
anggotanya untuk memperbanyak tuntutan kepada negara. Tetapi juga, akan
mengingatkan kemampuan kelompok untuk memperbaiki kesejahteraannya
sendiri, tanpa harus bergantung kepada negara khususnya pada tingkat lokal.
Fungsi lain dari civil society adalah sebagai arena merekrut dan
melatih pimpinan baru. Sebagai pelatihan kepemimpinan politik baru itu
terselenggara melalui “on the job training” belajar sambil bekerja. Seorang
warga masyarakat yang memahami bagaimana metode secara efektif dalam
mengorganisir tetanganya, rekan-rekan kerjanya, mengelola keuangan
organisasi secara bertanggung jawab, atau bagaimana cara menyelesaikan
konflik dan membawa teman-temannya yang tidak sepaham ke dalam suatu
kesepakatan. Maka secara langsung ia telah belajar untuk memperoleh
29
keterampilan yang sangat diperlukan agar mampu secara efektif juga dalam
menangani urusan urusan Negara (Anida, 2016: 16-21).
Adapun tiga konsep CSO sebagai gerakan masyarakat sipil adalah
(Culla, 2006: 31) :
Pertama, peran CSO sebagai kekuatan pengimbang
(countervailing power) dalam mengontrol, mencegah, dan membendung
dominasi serta manipulasi negara maupun dunia usaha (masyarakat
ekonomi) terhadap masyarakat. Peran kritis, politis, konfliktual, dan
transformatif ini biasanya dimainkan melalui advokasi kebijakan, lobi,
pernyataan politik, petisi, protes, dan aksi unjuk rasa di tingkat nasional,
bahkan internasional.
Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat. Peran ini
dijalankan melalui aksi pengembangan kapasitas kelembagaan,
produktivitas, dan kemandirian kelompok-kelompok masyarakat,
termasuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membangun
keswadayaan, menjaga kemandirian, menggalang partisipasi, dan
memperkuat hak-hak warga negara. Peran ini diakualisasikan lewat jalur
pendidikan, pelatihan, pengorganisasian, pengerahan, dan penjelajahan
metodologi alternative yang sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.
Ketiga, peran sebagai lembaga perantara (intermediary institusion)
yang memautkan hubungan antara masyarakat dan pemeritah atau negara
maupun dengan aktor-aktor negara seperti dunia usaha dan lembaga
funding. Peran sebagai mediator juga dipakai untuk memperantai
30
masyarakat dengan CSO, antar CSO sendiri, serta jejaring kerja sama
antar kelompok masyarakat.
Tiga peran tersebut secara teoritis tampil serentak dalam aksi CSO.
Namun demikian, penerapannya tergantung CSO bersangkutan karena
kasus yang ditangani dan dihadapi mungkin saja akan lebih
memprioritaskan satu peran ketimbang peran lainnya. Artinya, memilih
dan menekankan salah satu peran tidak serta merta menafikan peran
lainnya. Bagaimanapun juga, tidak perlu terlalu dipersoalkan peran apa
yang dipilih dan dimainkan CSO bersangkutan mengingat variasi dalam
aksi-aksi CSO di lapangan.
c. Tipologi Paradigma Civil Society Organization
Mansour Fakih (dalam Culla, 2006: 77-79) mencoba
mengkontruksikan tipologi paradigma CSO berdasarkan paradigma
perubahan sosial yang dikembangkan oleh Anne Hope dan Saily Himmel.
Fakih menderivasikannya dari pandangan aktivis CSO tentang bagaimana
mereka mendefinisikan masalah-masalah rakyat dan implikasi definisi ini
bagi program-program aksi CSO. Posisi politis CSO Indonesia, menurut
Mansour Fakih dapat di golongkan menjadi tipologi tiga lipatan:
1) Tipe Konformis
Tipe ini bisa dilihat pada aktivitas CSO yang bekerja berdasarkan
paradigma bantuan karitatif. Motivasi utama yang melandasi program
program dan aktivitas CSO ini adalah menolong rakyat dan membantu
31
mereka yang membutuhkan. Mereka berorientasi proyek dan bekerja
sebagai organisasi yang menyesuaikan diri dengan sistem dan struktur
yang ada. Visi mereka di lapangan mengikuti perspektif reformis, yakni
pengembangan masyarakat yang bersifat partisifatif.
2) Tipe Reformis.
Pemikiran CSO yang masuk dalam kategori ini didasarkan pada
“ideologi” modernisasi dan developmentalisme. Perlunya meningkatkan
“partisipasi” rakyat dalam pembangunan adalah tema utama paradigma itu.
Tesis pokok paradigma tersebut adalah bahwa keterbelakangan mayoritas
rakyat disebabkan oleh adanya sesuatu yang salah dengan mentalitas,
perilaku dan kultur rakyat. Mentalitas dan nilai-nilai terbelakag dianggap
sebagai penyebab utama kelemahan “partisipasi” rakyat dalam
pembangunan. Oleh karena rakyat dianggap sebagai bagian dari masalah,
maka tugas CSO adalah menjadi fasilitator, yakni memfasilitasi rakyat
dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap agar menjadi
lebih modern sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Ditingkat
aksi untuk mencapai tujuan itu, hal terpenting adalah berjuang
mempengaruhi pemeritah agar pendekatan dan metodologi yang
ditawarkan akan dipakai dan diimplementasikan pemerintah. Walaupun
dalam banyak hal berbeda kepentingan dengan pemerintah, CSO tipe
reformis serupa dengan tipe konformis. Visi perubahan sosial yang
32
dikembangkan oleh kedua tipe itu lebih kepada jalur perubahan bersifat
struktural-fungsional.
3) Tipe Transformatif
Salah satu ciri tipe tranformatif adalah mempertanyakan paradigma
mainstream serta ideologi yang tersembunyi di dalamnya. Tipe ini
berusaha menemukan paradigma alternatif yang akan mengubah struktur
dan suprastruktur yang menindas rakyat serta membuka kemungkinan bagi
rakyat untuk mewujudkan potensi kemanusiannya. Paradigma alternatif
yang ditemukan harus mendorong kearah terciptanya suprastuktur dan
sturuktur yang memungkinkan rakyat mengontrol cara produksi, produk
informasi, dan ideologi mereka sendiri. Menurut perspektif ini, salah satu
penyebab masalah rakyat adalah karena berkembangnya diskursus
pembangunan dan struktur yang timpang dalam sistem yang ada. Metode
dan program aksi CSO tipe itu melihat bahwa program-program
pembangunan adalah titik masuk untuk berbagi kegiatan jangka panjang
seperti mengorganisasi dan mengadvokasi masyarakat, melalui kampanye,
publikasi, serta penelitian guna mendukung kaum tani, buruh dan
kelompok-kelompok marjinal lainnya untuk perubahan. Mereka yang
menggunakan pendekatan tranformatif ini juga mendasarkan kegiatan pada
metodologi transformatif, yaitu proses pendidikan untuk memunculkan
kesadaran kritis dan menjadikan rakyat sebagai prinsip perubahan sosial.
33
Rakyat harus memiliki kontrol atas sejarah dan pengetahuan mereka
sendiri. Corak perubahan sosial paradigm tersebut kritikal dan struktural.
3. Gerakan Sosial
Gerakan Sosial secara teoritis merupakan sebuah gerakan yang lahir
dari dan atas upaya masyarakat pemerintah dalam usahanya menuntut
perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur. Di sini terlihat tuntutan
perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan
konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu.
Gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak
diinginkan rakyat atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak
adil. Gerakan sosial dapat dipahami sebagai tantangan terhadapat pembuatan
keputusan-keputusan dalam upaya melakukan perubahan sosial tertentu.
Meskipun gerakan sosial sering digerakkan oleh satu atau berbagai organisasi,
banyak penekanan bahwa gerakan sosial sebaiknya tidak diidentifikasi hanya
pada organisasi-organisasi tersebut. Tindakan individu, kelompok dan kegiatan
para pemimpin yang membentuk opini dan unsur-unsur lain kebudayaan, juga
dapat disebut sebagai elemen gerakan sosial.
Dalam argumentasi Charles Tilly (1978), ia menghubungkan antara
munculnya gerakan-gerakan sosial menuju “proses politik” yang lebih luas,
mengeksklusi kepentingan-kepentingan dengan mencoba untuk mendapatkan
akses untuk membangun pemerintahan yang lebih mapan (established polity).
Sejumlah gerakan yang berorientasi kultural, mungkin bisa melakukan
34
mobilisasi pada hal-hal tertentu dalam arena politik. Ini misalnya bisa dilihat
dalam gerakan sosial yang mengangkat isu keagamaan, atau etnisistas.
Aktivitasnya secara luas dibangun dalam “wilayah gerakan”, yakni “jaringan
kerja kelompok-kelompok dan individu-individu yang memiliki kesamaan
dalam konfliktual secara kultural dan identitas kolektif”.
a. Tinjauan Gerakan Sosial Laclau dan Mouffe
Menurut Laclau dan Mouffe suatu gerakan sosial haruslah mampu
membangun sebuah revolusi demokratik yang bersifat populis, yang dapat
mengakomodasi tuntutan berbagai macam kelompok-kelompok, seperti:
kaum urban, kaum ekologis, anti-otoriterian, anti-institusional, anti-
kapitalisme, feminis, anti-rasisme, gerakan etnis, gerakan regional, gerakan
kaum minoritas dan juga gerakan kaum minoritas secara seksual (kaum
lesbian dan homoseksual).
Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan
antagonistik dalam masyarakat. Dalam argumentasi Chantal Mouffe,
setidaknya ada empat posisi teoritik dalam melihat hubungan agen dan
gerakan sosial.
Pertama, dalam setiap masyarakat, setiap agen sosial adalah lokus
bagi multiplisitas dari relasi-relasi sosial – bukan hanya relasi sosial
produksi, tetapi juga relasi-relasi sosial seperti sex, ras, nasionalitas dan
lingkungan (mis. neighborhood). Semua hubungan-hubungan sosial ini yang
determinan dalam mengkonstruksi personalistas atau posisi subyek. Oleh
35
karena itu setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subyek,
dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi. Contohnya, seorang
buruh yang ada dalam hubungan produksi, adalah juga laki-laki atau
perempuan, berwarna kulit putih atau kulit hitam, beragama Islam, Katolik
atau Protestan, bersuku sunda atau jawa, dan seterusnya. Subyektivitas
seseorang bukanlah konstruksi yang hanya berdasarkan pada hubungan
produksi. Terlebih daripada itu, setiap posisi sosial, setiap posisi subyek,
masing-masing di dalamnya merupakan lokus dari kemungkinan berbagai
konstruksi, sesuai dengan perbedaan discourse yang dapat mengkonstruksi
posisi tersebut.
Kedua, menolak pandangan ekonomi mengenai evolusi sosial yang
diatur oleh satu logika ekonomi, pandangan yang memahami bahwa
kesatuan dari formasi sosial sebagai suatu hasil dari “necessary effects”
yang diproduksi dalam supertsruktur politik dan ideologi oleh infrastruktur
ekonomi. Pandangan ini mengasumsikan bahwa ekonomi dapat berjalan atas
logikanya sendiri, dan mengikuti logika tersebut. Logika yang secara
absolut independen dari hubungan-hubungan yang akan dilihat determinan.
Lain dari itu, Mouffe mengajukan konsepsi bahwa masyarakat sebagai suatu
perangkat yang kompleks terdiri dari hubungan-hubungan sosial yang
heterogen dan memiliki dinamikanya sendiri. Kesatuan suatu formasi sosial
merupakan produk dari artikulasi-artikulasi politik, yang mana, pada
gilirannya kemudian, merupakan hasil dari praktek-praktek sosial yang
memproduksi sebuah formasi hegemonik.
36
Ketiga, “formasi hegemonik” adalah seperangkat format-format
sosial yang stabil. Formasi hegemonik merupakan materialisasi dari suatu
artikulasi sosial, di mana hubungan-hubungan sosial yang berbeda bereaksi
secara timbal-balik. Baik masing-masing saling menyediakan kondisi-
kondisi eksistensi secara mutual, atau juga setidaknya menetralisir potensi
dari efek-efek destruktif dari suatu hubungan-hubungan sosial dalam
reproduksi dari hubungan-hubungan lain yang sejenis. Suatu formasi
hegemonik selalu berpusat di antara hubungan-hubungan sosial tertentu.
Dalam kapitalisme, misalnya, adanya hubungan produksi – yang tidak mesti
dijelaskan sebagai akibat dari struktur – di mana sentralitas dari hubungan-
hubungan produksi sudah di berikan kepada kebijakan hegemonik.
Meskipun demikian, hegemoni tidak akan pernah mapan. Terlebih,
perkembangan kapitalisme merupakan subyek dari perjuangan politik yang
terus-menerus, yang secara periodik memodifikasi format-format sosial
tersebut, melalui hubungan-hubungan sosial produksi yang memberikan
garansi bagi sentralitas perjuangan tersebut.
Keempat, semua hubungan-hubungan sosial dapat menjadi lokus
antagonisme, sejauh hubungan-hubungan tersebut dikonstruksi sebagai
hubungan-hubungan subordinasi. Banyak format-format subordinasi yang
berbeda dapat menjadi asal-mula konflik dan juga perjuangan. Hal ini dapat
ditemukan dalam masyarakat sebagai potensi multiplisitas antagonisme, dan
anatagonisme kelas hanyalah satu dari sekian banyak. Tidaklah mungkin
untuk mereduksi semua format subordinasi dan perjuangan tersebut pada
37
satu ekspresi logika tunggal yang ditempatkan pada ekonomi. Reduksifikasi
ini tidak dapat juga di diabaikan dengan memposisikan sebuah mediasi
kompleks antara antagonisme-antagonisme sosial dengan ekonomi. Ada
banyak bentuk-bentuk kekuasaan dalam masyarakat yang tidak dapat
direduksi atau dideduksi dari satu asal-muasal atau satu sumber saja.
Dalam pandangan ini, agen-agen baru dalam konsepsi gerakan
sosial bukanlah sebagai pengganti dari buruh sebagai agen dalam konsepsi
gerakan sosial lama, melainkan buruh sebagai agen gerakan sosial bukanlah
satu-satunya, melainkan salah satu dari yang lainnya. Empat posisi teoritis
ini yang dijadikan dasar untuk melihat pemikiran Laclau dan Mouffe
mengenai gerakan sosial (Hutagalung, 2006).
b. Hegemoni dan Antagonisme dalam Gerakan Sosial Laclau & Mouffe
Laclau dan Mouffe mendasarkan analisis politik mereka pada teori
hegemoni Gramsci. Namun, mereka menambahkan dimensi-dimensi lain
dari pemikiran Gramsci tersebut. Berbeda dengan Gramsci, Laclau dan
Mouffe tidak lagi memfokuskan kelas buruh sebagai agen dari praktek
hegemoni. Mereka mengajukan tesis mengenai agen sosial baru, yang bisa
mengisi ruang kosong dalam gerakan sosial, ketika gerakan buruh melemah,
dan menjadi kekuatan yang tidak strategis dalam gerakan sosial di
penghujung abad ke duapuluh.
Gramsci melihat bahwa hegemoni merupakan hasil dari kontestasi
kuasa antara pihak yang sedang berkuasa dengan pihak yang dikuasai.
38
Kuasa hegemoni, dilanjutkan Gramsci, bekerja sempurna ketika satu
kelompok sosial mampu menghadirkan dan menjaga consent dari
keseluruhan komponen masyarakat (Gramsci 1986 dikutip dalam
Hutagalung 2008; Xxv). Kemampuan sebuah kelas/kelompok untuk
melakukan pengorganisiran persetujuan (dari penentang dan pendukung)
inilah yang menjadi roh dari konsepsi Gramsci tentang hegemoni. Proses
penciptaan hegemoni ini berlangsung dalam ranah pertarungan gagasan
dengan melakukan konstruksi tentang ide yang sejatinya bias satu
kepentingan menjadi ide yang diterima oleh semua kepentingan
(Hutagalung 2008 : xxv).
Dalam pandangan Gramsci, hegemoni bukan menjadi
keistimewaan satu pihak (yang berkuasa) semata, namun hegemoni
dimungkinkan muncul dari pihak yang dikuasai. Dengan kata lain,
mekanisme bekerjanya hegemoni berjalan dalam dua aras besar. Hegemoni
bekerja dalam alur top-down (dari atas ke bawah) ketika kelas/kelompok
yang berkuasa melakukan pelanggengan sistem yang sedang dijalankannya.
Serta hegemoni yang bekerja dalam alur bottom-up (dari bawah ke atas)
ketika kelas/kelompok yang tertindas melakukan resistensi terhadap system
yang sedang menekannya (Gramsci dikutip dalam Hutagalung 2008 : xxvii).
Hegemoni dalam alur bottom-up merupakan sebuah counter hegemony
terhadap sistem yang tengah mapan. Konsepsi Gramsci tentang Hegemoni
dilanjutkan oleh Laclau dan Mouffe dengan melakukan modifikasi yang
ditujukan untuk menambal lubang-lubang konseptual Hegemoni ala
39
Gramsci. Hegemoni dalam pandangan mereka adalah: “a political type of
relation, a form of politics” (Laclau and Mouffe 1985: 139). Hegemoni bisa
tercapai melalui: “the discursive connection of subject positions within the
social realm”. Disini Laclau dan Mouffe menyatakan bahwa pertarungan
kuasa dalam mencapai hegemoni berlangsung di wilayah discourse
(wacana). Kemampuan untuk melakukan dekonstruksi terhadap wacana
dominan menjadi syarat utama memperoleh hegemoni. Dengan kalimat lain,
kemampuan memenangkan pertarungan gagasan menjadi sarat syah bagi
berlangsungnya suatu hegemoni.
Perbedaan yang dilakukan oleh Laclau dan Mouffe terhadap
Gramsci juga menyangkut aktor penggerak gerakan-gerakan sosial dalam
kontestasi memperebutkan hegemoni. Pada point ini Laclau dan Mouffe
mengkritik Gramsci yang terlalu memberikan peran besar kepada kelas
buruh dalam melakukan gerakan counter hegemony pada negara. Menurut
Laclau dan Mouffe, terlalu fokusnya pada kelas buruh mengabaikan
kelompok sosial lain yang juga memiliki potensi mengawal proses counter
hegemony kepada sistem yang telah mapan (Hutagalung 2008 : Xxviii).
Dilepaskannya hak istimewa kelas buruh sebagai pengawal gerakan
sosial dalam kontestasi memperebutkan hegemoni menunjukkan pemisahan
cara pikir Laclau dan Mouffe dengan cara pikir kaum Marxisme klasik. Bagi
Laclau dan Mouffe, Kelas sudah tidak bisa lagi dipakai sebagai satu-satunya
pondasi pembentukan identitas politik gerakan sosial. Karena, identitas
politik memungkinkan dibangun secara bersama dengan kelompok sosial
40
lainnya yang mendasarkan gerakannya bukan berdasarkan identitas kelas.
Pun juga, penindasan yang berlangsung dalam masyarakat kapitalisme
tingkat lanjut juga telah mengalami perluasan penindasan, tidak hanya
semata-mata penindasan majian (borjuis) terhadap buruhnya (proletar)
(Mouffe 2000 dikutip dalam Hutagalung 2008 : xxiv). Penindasan juga
dirasakan oleh kelompok pecinta lingkungan, perempuan, mahasiswa,
masyarakat adat, etnis minoritas, kelompok keagamaan dan lainnya sebagai
akibat dari proses ekonomi kapitalis yang sangat eksploitatif. Oleh karena
itu, bagi Laclau dan Mouffe, gerakan-gerakan sosial baru diluar dari gerakan
buruh patut diapresiasi sama dan memiliki potensi sebagai agen perubahan
sosial dalam masyarakat kapitalisme tingkat lanjut (Purnomo, 2010: 7-8).
Namun, hal terpenting dari konsepsi hegemoni Gramsci, Laclau,
Mouffe dan lainnya adalah melihat bagaimana hegemoni juga merupakan
bentuk masyarakat sipil membangun kekuatan politiknya dalam
menghadapai rezim yang menindas dan represif.
Hegemoni dalam konteks politik, Laclau dan Mouffe melihat
bahwa hegemoni akan muncul dalam situasi antagonisme yang
memungkinkan terbentuknya political frontier. Political frontier akan
menciptakan pertarungan hegemonik, dalam situasi ini akan terbangun apa
yang disebut chain of equivalence di antara kelompok sosial yang
melakukan resistensi terhadap rejim opresif.
Antagonisme memainkan peran penting dalam teori diskursus
Laclau dan Mouffe. Menurut Laclau dan Mouffe, antagonisme merupakan
41
“a failure of difference” semenjak adanya keterbatasan-keterbatasan dalam
obyektivitas sosial. Antagonisme sosial merupakan,
“…a result of the exclusion of discursive elements, the
differential character of which is collapsed through their
articulation in a chain of equivalence”.
Antagonisme memainkan peran penting dalam pembentukan
identitas dan hegemoni, kerena penciptaan suatu antagonisme sosial
meliputi penciptaan musuh yang akan menjadi sesuatu yang penting bagi
political frontiers.
Antagonisme sosial membuat setiap makna sosial berkontestasi,
dan tidak akan pernah menjadi stabil (mapan), yang kemudian
memunculkan political frontier: Setiap aktor akan memahami identitas
mereka melalui hubungan antagonistik, karena antagonisme
mengidetifikasikan musuh mereka. Misalnya sebagai contoh, fakta bahwa
petani dieksploitasi dan dipaksa bekerja oleh kaum kapitalis pemilik
pertanian, dan hubungan antagonisme antara petani dan pemilik tanah, akan
membuat si petani mengenali para pemilik tanah sebagai musuh mereka,
dan mengkonstruksi identitas mereka yakni petani yang adalah berlawanan
dengan para pemilik tanah.
Tesis Laclau dan Mouffe adalah bahwa gerakan sosial baru
merupakan ekspresi dari antagonisme yang muncul dalam memberikan
respon terhadap formasi hegemoni yang diinstal secara utuh di negara-
negara Barat pasca Perang Dunia II, sebuah formasi dalam krisis saat ini.
Format hegemoni tersebut diletakkan pada tempatnya semenjak awal abad
42
ini. Juga adanya gerakan-gerakan sosial sebelum Perang Dunia II, namun
berkembang secara utuh setelah perang sebagai respon terhadap hegemoni
formasi sosial baru.
Dalam formasi sosial baru ini, Laclau dan Mouffe melihat bukan
hanya melalui penjualan tenaga individu-individu ditempatkan pada
dominasi modal, tetapi juga melalui partisipasi mereka dalam banyak
hubungan-hubungan sosial lainnya. Banyak ruang kehidupan sosial yang
saat ini mengalami penetrasi oleh hubungan-hubungan kapitalisme,
sehingga sepertinya hampir mustahil untuk keluar dari hubungan-hubungan
tersebut. Budaya, waktu luang, kematian, seks, dan lainnya, saat ini menjadi
bidang untuk memperolah keuntungan bagi modal. Formasi sosial baru ini
yang melahirkan sejumlah antagonisme-antagonisme sosial baru.
Antagonisme-antagonsime sosial baru inilah yang menjadi lokus
dari lahirnya gerakan-gerakan sosial yang bukan hanya berbasikan pada ke-
agenan buruh, melainkan agen-agen yang didefinisikan sebagai “agen-agen
baru” yang menghadirkan “gerakan sosial baru”. Gerakan yang mengusung
tuntutan baru yang lebih kompleks, dalam masyarakat post-industrial atau
advanced capitalism. Laclau dan Mouffe menawarkan strategi baru gerakan
sosial dalam menghadapi relasi sub-ordinasi dalam masyarakat post-
industrial, yakni melalui perjuangan hegemonik, dengan membangun chain
of equivalence, dan mengkonstruksi universalitas identitas dan tuntutan
(Hutagalung, 2006).
43
2. Demokrasi Lokal di Indonesia
Demokrasi lokal merupakan bagian dari subsistem politik suatu
negara yang derajat pengaruhnya berada dalam koridor pemerintahan daerah.
Di Indonesia Demokrasi lokal merupakan subsistem dari demokrasi yang
memberikan peluang bagi pemerintahan daerah dalam mengembangkan
kehidupan hubungan pemerintahan daerah dengan rakyat di lingkungannya.
Di era orde baru sebelum bergulirnya reformasi dalam UUD 1945
sebelum diamandemen pada pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR” namun
setelah era reformasi, UUD 1945 diamandemen sehingga pada pasal 1 ayat
(2) ini menjadi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”. Hal ini mengandung makna bahwa kedaulatan tidak
lagi sepenuhnya berada ditangan MPR tetapi kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka kepala daerah,
baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah sehingga pemerintahan yang
terbentuk merupakan cerminan dari kehendak rakyat dan kedaulatan rakyat.
Pemilihan umum kepala daerah secara langsung merupakan sarana demokrasi
bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dalam menentukan wakil-
wakilnya di daerah, pilkada juga merupakan sarana untuk ikut serta
berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seperti halnya negara Indonesia yang
44
merupakan negara demokrasi yang mengalami perubahan signifikan pasca
runtuhnya orde baru.
Kehidupan berdemokrasi menjadi lebih baik, rakyat dapat dengan
bebas menyalurkan pendapatnya dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan
politik yang pada masa orde baru sangat dibatasi. Kelahiran pemilihan umum
kepala daerah secara langsung merupakan salah satu kemajuan dari proses
demokrasi di Indonesia. Melalui pemilihan kepala daerah secara langsung
berarti mengembalikan hak-hak dasar masyarakat di daerah untuk
menentukan kepala daerah maupun wakil kepala daerah yang mereka
kehendaki. Pemilihan umum kepala daerah secara langsung juga merupakan
salah satu bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat, karena melalui
pemilihan kepala daerah langsung ini menandakan terbukanya ruang yang
cukup agar rakyat bebas memilih pemimpinnya.
Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat
diartikan sebagai Pemilihan Umum untuk memilih kepala daerah dan wakil
kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pengertian tersebut dinyatakan pada Pasal 1 Ayat 4 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dengan adanya pilkada secara langsung merupakan salah satu
langkah maju dalam mewujudkan demokrasi dilevel lokal. Tip O‟Neill, dalam
suatu kesempatan, menyatakan bahwa „all Politics is local’ yang dapat
dimaknai sebagai demokrasi ditingkat nasional akan tumbuh berkembang,
45
dengan mapan dan dewasa apabila pada tingkat lokal nilai-nilai demokrasi
berakar dengan baik terlebih dahulu. Maksudnya, demokrasi ditingkat
nasional akan bergerak ke arah yang lebih baik apabila tatanan, instrumen,
dan konfigurasi kearifan serta kesantunan politik lokal lebih dulu terbentuk
(Agustino, 2009: 17). Ini artinya kebangkitan demokrasi politik di Indonesia
(secara ideal dan aktual) diawali dengan pilkada secara langsung, asumsinya;
sebagai upaya membangun pondasi demokrasi di Indonesia (penguatan
demokrasi di ranah lokal).
Salah satu tujuan dari dilakukannya pemilihan umum kepala daerah
secara langsung adalah mewujudkan otonomi daerah yang sejak tahun 1999
memang carut marut, terutama dalam kaitannya dengan pemilihan kepala
daerah. Ini merupakan proses demokrasi yang menunjukan orientasinya yang
jelas, yaitu penempatan posisi dan kepentingan rakyat diatas berbagai
kekuatan elite politik. Elite yang selama ini dinilai terlampau mendominasi
dan bahkan terkesan menhegemoni (Nadir, 2005:1).
Pilkada langsung sesungguhnya merupakan respon kritik konstruktif
atas pelaksanaan mekanisme demokrasi tak langsung yang sering disebut
dengan demokrasi perwakilan. Artinya bahwa rakyat tidak secara langsung
mengartikulasi berbagai kepentingannya kepada agenda kebijakan publik,
melainkan mewakilkannya pada sejumlah kecil orang tertentu. Ide pilkada
langsung dinilai sebagai wujud demokrasi langsung (Nadir, 2005: 15-17).
Seiring berjalannya waktu, pemilihan kepala daerah melakukan
pembaharuan dalam rangka mencapai tujuan pilkada yang berkualitas yaitu
46
dengan menerapkan pemilihan kepala daerah secara serentak atau biasa di
sebut dengan pilkada serentak yang saat ini menjadi arena baru bagi rakyat
Indonesia. Pilkada serentak adalah pemilih kepala daerah yang dilakukan
secara bersamaan dalam waktu yang sama dibeberapa wilayah. Sejak DPR
menyetujui bahwa pelaksanaan pemilihankepala daerah (Pilkada) secara
serentak dilakukan pada Desember 2015. Pada akhirnya bangsa ini berhasil
keluar dari kemelut politik, debat panjang soal langsung tidaknya
penyelenggaraan Pilkada serentak. Keputusan DPR menyudahi itu dengan
menegaskan bahwa Pilkada tetap dilaksanakan secara langsung dan serentak.
Pada 17 Februari 2015, DPR mengesahkan UU No. 1 Tahun 2015 dan yang
saat ini telah diubah menjadi Undang-undang republic indonesia Nomor 8
tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, Wali Kota dan Wakil Walikota disahkan.
Bagi mereka yang menekuni demokrasi dan pemilu, ini soal apa
yang oleh Brian C. Smith dan Secara equity, dan local responsiveness yang
menjadi pertaruhan setiap daerah. Ketiganya menjadi tolok ukur untuk
melihat sejauh mana pemerintahan di daerah berjalan. Bahwa untuk
memperkuat demokrasi di aras lokal, Pilkada serentak merupakan
mekanisme untuk melahirkan pemerintahan daerah yang mampu menciptakan
akuntabilitas didaerahnya, kesetaraan hak warga dalam berpolitik serta bagi
penguatan demokrasi nasional.
47
B. Studi Terdahulu
Berdasarkan Penulusuran penulis terhadap literatur-literatur yang
membahas tentang Partisipasi Politik Rumah Dunia Dalam Pilgub Banten 2017
belum ada, namun berbagai tulisan yang berkaitan tentang Partisipasi Politik
dan penelitian dengan lokus Rumah Dunia telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yaitu:
Penelitian Pertama, karya Muslimin dengan judul skripsi Gerakan
Sosial Masyarakat Paotere Di Kota Makasar. Penelitian Muslimin bertujuan
untuk menggambarkan Bagaimana bentuk perlawanan masyarakat Paotere
terhadap perencanaan perluasan area pelabuhan Paotere di Kota Makassar.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan tipe deskriptif dan dasar
penelitian studi kasus untuk penganalisaaan yang lebih mendalam terhadap
gejala yang terjadi. Penelitian dilakukan di Kelurahan Gusung Kecamatan
Ujung Tanah Kota Makassar dengan jenis data berupa data primer dan data
sekunder. Instrumen penelitian yang digunakan ialah penelitian lapangan
dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara serta telaah dokumen.
Hasil penelitian Muslimin menunjukkan bahwa; 1) faktor-faktor yang
menyebabkan timbulnya perlawanan masyarakat Paotere terhadap perencanaan
perluasan area Pelabuhan Paotere ialah faktor klaim hak kepemilikan tanah
antara masyarakat dengan pihak PT. Pelindo IV unit Paotere dimana
masyarakat yang terlebih dahulu tinggal di area tersebut meyakini bahwa tanah
yang dihuninya merupakan miliknya sedangkan PT. Pelindo IV unit Paotere
meyakini bahwa tanah tersebut milik pihak Pelindo IV didasari HGB (Hak
48
Guna Bangunan) yang diberikan kepada masyarakat di area tersebut. 2) Bentuk
perlawanan masyarakat Paotere terhadap perencanaan perluasan area
Pelabuhan adalah bentuk demonstrasi gerakan massa yang bersifat langsung
dan terbuka serta dengan lisan ataupun tulisan dalam memperjuangkan
kepentingan yang disebabkan oleh adanya penyimpangan sistem, perubahan
inskonstitusional, dan tidak efektivitas sistem yang berlaku. Aksi demo yang
dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan tanah yang selama ini
mereka huni. Timbulnya rasa kekecewaan masyarakat pada kebijakan pihak
Pelindo yang ingin memperluas area Pelabuhan Paotere menyebabkan
terjadinya demo yang bersifat anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat.
Adanya ketidakpuasan pada kebijakan itu mendorong banyaknya
tindakantindakan anarkis yang bertujuan untuk menghambat jalannya suatu
kebijakan.
Penelitian kedua, karya Nuranida dengan judul Keterlibatan
Komunitas Pada Pilkada di Kabupaten Soppeng Tahun 2015. Penelitian
Nuranida bertujuan untuk mengetahui peranan komunitas pemuda 72 yang ada
di Kabupaten Soppeng dalam memenangkan pasangan A. Kaswadi Razak-
Supriansa pada pelaksanaan pilkada di Kabupaten Soppeng tahun 2015. Dalam
penelitiannya, Nuranida menggunakan tipe penelitian deskriptif analisis dengan
metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan teknik wawancara mendalam, dengan masyarakat yang dianggap
paham dengan masalah yang diteliti.
49
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran komunitas dalam
memenangkan pasangan calon A. Kaswadi Razak dan Supriansa pada pilkada
adalah adanya kerjasama antara komunitas yang satu dengan yang lain,
terbentuknya komunitas yang begitu banyak berpotensi terjadinya konflik,
akan tetapi komunitas mampu meredam hal tersebut dengan menjalin
solidaritas sosial antara sesama anggota maupun masyarakat. Untuk lebih
memaksimalkan partisipasi politik dengan adanya kesadaran tanpa ada kontrak
politik didalamya, Komunitas tersebut juga melakukan peran dalam lingkup
eksternal yang mampu menjaga agar tidak terjadi money politic,
mensosialisasikan visi dan misi calon serta berperan sebagai relawan dengan
menyarankan masyarakat memilih untuk memaksimalkan dukungan kepada
calon tanpa ada unsur paksaan didalamnya.
Penelitian ketiga, karya Ricky Ardian dengan judul tesis Komunitas
Politik Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Pesisir Barat Tahun
2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Komunitas Politik
dalam Pemilihan Kepala Daerah, menganalisis mengapa komunitas politik
berperan dalam pilkada serta menganalisis dampak komunitas politik setelah
pilkada. Tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran komunitas politik
dalam pilkada Kabupaten Pesisir Barat tahun 2015 melalui representasi politik,
yaitu (1). Symbolic Representation, keterwakilan kultur yaitu tokoh adat Sai
Batin dan NU berupa sosialisasi, musyawarah antarkader dan dengan
50
pemerintah daerah. (2). Descriptive Representation, tokoh adat Sai Batin dan
NU memiliki peran besar berupa kerjasama dengan KPUD, mengadakan
pengajian akbar, adanya kemiripan dari komunitas politik dalam langkah
dukungan pada pilkada. (3). Substantive Representation, aktivitas untuk
memperjuangkan kepentingan yang direpresentasikan pada kepentingan
khalayak seperti Sai Batin dan NU mengutamakan komunikasi pada semua
kandidat agar tercipta hubungan baik dengan harapan calon yang didukung bisa
menang. Komunitas politik ini berperan karena memiliki kesadaran politik
aktif, adanya orientasi kepentingan dan adanya tujuan yang berkelanjutan.
Implikasi atau dampak yang diperoleh komunitas politik adalah adanya timbal
balik kepentingan dengan pemerintah Pesisir Barat yaitu mendapatkan bantuan
dana untuk kesejahteraan kepengurusan komunitas.
Pada penelitian terdahulu penulis menemukan beberapa penelitian
yang membahas keterlibatan civil society atau komunitas pada pemilu lokal di
Indonesia, namun penulis belum menemukan dari berbagai hasil karya ilmiah
yang penulis telusuri terkait partisipasi politik Rumah Dunia. Persamaan
penelitian penulis dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama meneliti
keterlibatan masyarakat sipil baik berupa CSO/LSM atau pun komunitas di
pilkada dengan lokus yang berbeda. Ada juga beberapa kesamaan teori yang
digunakan seperti teori partisipasi politik dan representasi politik. Partisipasi
politik Rumah Dunia sebagai komunitas yang bergelut di dunia literasi namun
terlibat dalam politik praktis dengan mendukung salah satu pasangan calon
menjadi fokus penelitian penulis.
51
Tabel 2. Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Akan
Dilakukan Penulis
No Peneliti Judul
Peneliti
Tujuan Penelitian Keterangan
1 Muslimin
(Universitas
Hasanudin)
Jenis karya
ilmiah:
Skripsi
Gerakan
Sosial
Masyarakat
Paotere di
Kota
Makassar
untuk
menggambarkan
Bagaimana bentuk
perlawanan
masyarakat Paotere
terhadap
perencanaan
perluasan area
pelabuhan Paotere di
Kota Makassar.
Jenis penelitian:
Deskriptif
Analisis Kualitatif
Teori: Gerakan
sosial (Teori
Deprivasi Relatif)
2 Nur Anida
(Universitas
Hasanudin)
Jenis karya
ilmiah:
Skripsi
Keterlibatan
Komunitas
Pada
Pilkada di
Kabupaten
Soppeng
Tahun
2015.
untuk mengetahui
peranan komunitas
pemuda 72 yang ada
di Kabupaten
Soppeng dalam
memenangkan
pasangan A.
Kaswadi Razak-
Supriansa pada
Jenis penelitian:
Deskriptif
Analisis Kualitatif
Teori: Paritisipasi
Politik (Gabriel
Almond dan
Ramlan Surbakti),
teori civil society
52
pelaksanaan pilkada
di Kabupaten
Soppeng tahun 2015
(Diamond)
3 Ricky Ardian
(Universitas
Lampung)
Komunitas
Politik
Dalam
Pemilihan
Kepala
Daerah di
Kabupaten
Pesisir
Barat Tahun
2015
untuk mengetahui
Peran Komunitas
Politik dalam
Pemilihan Kepala
Daerah,
menganalisis
mengapa komunitas
politik berperan
dalam pilkada serta
menganalisis
dampak komunitas
politik setelah
pilkada.
Jenis penelitian:
Deskriptif
Analisis Kualitatif
Teori: Teori
Representasi
Politik (Hanna
Pitkin), Teori Civil
society
4 Penulis Partisipasi
Politik Civil
Society
Dalam
Pilkada
(Studi
Kasus
Untuk mengetahui
partisipasi politik
Rumah Dunia dalam
Pilkada Banten 2017
Jenis penelitian
deskriptif
Analisis Kualitatif
Teori: Partisipasi
Politik (Gabriel
53
Rumah
Dunia
dalam
Pilkada
Banten
2017)
Almond), civil
society (Larry
Diamond),
Gerakan Sosial
(Laclau & Mouffe)
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ialah penjelasan sementara terhadap gejala yang
menjadi objek permasalahan kita. Kerangka berpikir disusun berdasarkan
tinjauan pustaka dan hasil penelitian yang relevan. Untuk mengetahui
bagaimana alur berpikir peneliti dalam menjelaskan permasalahan peneliti,
maka dibuatlah kerangka berpikir sebagai berikut:
Rumah Dunia merupakan bagian dari masyarakat sipil, yang dalam
hal ini menurut teori Larry Diamond komunitas merupakan bagian dari
masyarakat sipil. Berdasarkan pemikiran Diamond, yang mengemukakan
tentang definisi civil society, nampaknya cocok untuk melihat Rumah Dunia
sebagai komunitas atau CSO di Banten. Rumah Dunia berkiprah ditingkatan
internal dan berupaya melakukan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan dalam
rangka perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan sosial di Provinsi Banten.
Selanjutnya adalah melihat keterlibatan politik Rumah Dunia di
Pilkada Banten 2017, sebagaimana diketahui Rumah Dunia adalah komunitas
atau CSO yang bergerak di bidang literasi, dan belum pernah sebelumnya ikut
54
terlibat dalam politik praktis. Baru di Pilkada 2017, Rumah Dunia terlibat
politik dengan memberikan dukungan pada salah satu pasangan calon.
Penulis akan menganalisanya menggunakan teori Gerakan Sosial dari Laclau
& Mouffe. Dimana, Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial terjadi karena
adanya hegemoni dari rezim penguasa dan antagonisme muncul dalam
memberikan respon terhadap formasi hegemoni.
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran
Civil Society
(Rumah Dunia)
Gerakan Sosial Politik
Laclau & Mouffe
Hegemoni Antagonisme
Pilkada Banten 2017
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Dan Desain Penelitian
Jenis pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan
menggunakan metode studi kasus. Menurut Creswell (2007: 73) penelitian
studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi
kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) atau beragam sistem
terbatas (berbagai kasus), melalui pengumpulan data yang detail dan
mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi atau sumber informasi
majemuk (misalnya pengamatan, wawancara, bahan audiovisual, dan
dokumen dan berbagai laporan), dan melaporkan deskripsi kasus dan tema
kasus. Satuan analisis dalam studi kasus bisa berupa kasus majemuk atau
kasus tunggal.
Secara rinci Creswell (2014 : 137) menerangkan beberapa ciri khas
yang terdapat pada jenis penelitian kualitatif studi kasus: 1) Riset studi kasus
dimulai dengan mengidentfiikasi satu kasus yang spesifik; 2) Tujuan – studi
kasus disusun untuk mengilustrasikan kasus yang unik, memiliki kepentingan
yang tidak biasa dan perlu dideskripsikan atau diperinci; 3) Studi kasus
memperlihatkan pemahaman yang mendalam tentang kasus tersebut; 4)
Pemilihan pendekatan untuk analisi data dalam studi kasus akan berbed-beda
bergantung pada kasus yang diangkat; 5) Riset studi kasus melibatkan
deskripsi tentang kasus tersebut baik secara intrinsik maupun instrumental; 6)
56
Tema atau masalah dapat diorgani-sasikan menjadi kronologi oleh peneliti,
menganalisis keseluruhan kasus untuk mengetahui persamaan dan perbedaan
di antara kasus tersebut, atau menyajikan-nya dalam suatu model teoritis; 7)
studi kasus sering diakhiri dengan kesimpulan yang dibentuk oleh peneliti
tentang makna keseluruhan yang diperoleh dari kasus tersebut.
Menurut Yin (2005: 10-11), metode studi kasus adalah salah satu dari
metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang lebih cocok bila pertanyaan
penelitiannya berkenaan dengan ”How atau Why”, bila peneliti hanya
memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan
diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena
kontemporer di dalam kehidupan nyata.
Karena pertanyaan penelitian yang penulis ajukan adalah
”Bagaimana” dan peneliti tidak memiliki peluang untuk mengontrol
peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki serta fokus penelitian ini adalah
fenomena kontemporer, maka peneliti memutuskan untuk memakai metode
ini. Tipe studi kasus ini dipakai untuk menjelaskan partisipasi politik Rumah
Dunia. Jika penelitian ini sudah terfokuskan pada suatu masalah, diharapkan
mampu mengungkapkan berbagai informasi lain yang dibutuhkan peneliti
secara mendalam. Hal inilah yang menjadi alasan dasar peneliti memilih
menggunakan metode studi kasus untuk melihat partisipasi politik Rumah
Dunia dalam perhelatan pilkada Banten 2017.
57
B. Fokus Penelitian
Spradley (Sugiyono, 2012 :208) menyatakan bahwa fokus itu
merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi
sosial. Penelitian ini akan berfokus pada partisipasi politik Rumah Dunia di
Pilkada Banten 2017. Lebih jauh akan melihat alasan yang melatarbelakangi
mengapa Rumah Dunia sebagai komunitas pegiat literasi mendukung salah
satu pasangan calon Gubernur Banten 2017.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini digunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu data primer
dan data sekunder. Studi kualitatif dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
sumber baik sumber primer yaitu literatur utama dari yang dijadikan sumber,
maupun sumber sekunder yaitu sumber–sumber penyokong seperti review
terhadap sumber utama.
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti dilapangan,
melalui observasi di lapangan, melalui observasi, pertimbangan
digunakannya teknik ini adalah bahwa apa yang orang katakan seringkali
berbeda dengan apa yang ia lakukan. Selain itu penelitian juga
melakukan wawancara dengan informan-informan kunci, dalam
melakukan wawancara tersebut, peneliti menggunakan alat perekam.
58
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan semua data yang diperoleh melalui
studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dari buku-buku referensi,
jurnal yang sesuai dengan objek kajian penelitian serta berkaitan dengan
permasalahan dalam hal ini mengenai bagaimana partisipasi politik
Rumah Dunia yang nantinya akan dijadikan sebagai panduan dalam
melakukan penelitian.
D. Teknik Analisa Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih yang penting dan
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
Data yang di peroleh di lapangan dalam penelitian ini dalam bentuk
data kualitatif. Analisis data yang dilakukan bersifat interpretatif yaitu berupa
interpretasi yang bertujuan untuk mencapai pengertian dari apa yang di
temukan di lapangan dengan mengunakan pemikiran logis dan disajikan
dalam bentuk deskriptif analisis yang merupakan ciri-ciri pendekatan
kualitatif. Analisis data dilakukan dengan pengorganisasian data yang
terkumpul berupa hasil wawancara dalam bentuk catatan, rekaman
wawancara, dokumen atau arsip resmi gambar atau foto sebagai dokumentasi,
59
kemudian diurutkan dan dikelompokkan dalam kategori-kategori tertentu
sehingga dapat dengan mudah diinterprestasikan dan dipahami (Yin,
2005:178).
Langkah selanjutnya adalah menginterprestasikan data dengan
mengunakan metode analisis etik dan emik. Analisis emik artinya data
digambarkan menurut apa adanya sebagaimana digambarkan oleh subjek
penelitian atau informan. Sedangkan analisis etik artinya suatu upaya untuk
menggambarkan data berdasarkan interpretasi peneliti.
Jika mengutip dari Creswell (2014; 264-265), analisis dan penyajian
data dalam studi kualitatif menggunakan pendekatan studi kasus terdiri dari:
1. Organisasi data – yaitu menciptakan dan mengorganisasikan file untuk
data.
2. Pembacaan, memoing – yaitu membaca seluruh teks, membuat catatan
pinggir, membentuk kode awal.
3. Mendeskripsikan data menjadi kode dan tema – yaitu mendeskripsikan
kasus dan konteksnya.
4. Mengklasifikasikan data menjadi kode dan tema – menggunakan
agregasi kategorikal untuk membentuk tema dan pola.
5. Menfsirkan data – menggunakan penafisran langsung dan
mengembangkan generalisasi naturalistik tentang “pelajaran yang
diambil.
60
6. Menyajikan dan memvisualisasikan – menyajikan gambaran mendalam
tentang kasus (atau beberapa kasus) menggunakan narasi, tabel, dan
gambar.
Dalam riset penelitian studi kasus analisisnya berupa pembuatan
deskripsi detail tentang kasus tersebut dan setting-nya. Disamping itu
terdapat empat bentuk analisi dan penafsiran data dalam riset studi kasus,
yaitu: 1) Dalam penge-lompokan kategorikal, peneliti mencari kumpulan
contoh dari data tersebut, berharap bahwa makna yang relevan akan muncul;
2) Dalam penafsiran langsung, di sisi lain, peneliti studi kasus melihat satu
contoh tunggal dan menarik makna darinya tanpa mencari beragam contoh.
Hal ini merupakan proses memisah-misahkan data dan mengumpulkannya
dalam cara-cara yang lebih bermakna; 3) peneliti menerapkan pola dan
berusaha menerapkan korespondensi antara dua atau lebih kategori; 4)
peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik dari analisis data tersebut,
generalisasi yang dipelajari oleh masyarakat dari kasus tersebut baik untuk
diri mereka sendiri ataupun untuk diterapkan pada berbagai kasus yang lain
(Creswell, 2014: 277-278).
Selanjutnya melakukan triangulasi data, triangulasi yakni
digunakannya variasi sumber-sumber data yang verbeda. Variasi sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen, hasil wawancara,
hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu partisipan
penelitian yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.
61
E. Instrumen Penelitian
1. Informan Penelitian
Pemilihan informan adalah responden penelitian yang berfungsi
untuk menjaring sebanyak-banyaknya informasi yang dapat bermanfaat
untuk bahan analisis penelitian dan konsep serta proporsi sebagai temuan
peneliti. Dalam penelitian kualitatif, sampel yang sering digunakan dalam
penelitian yang berasumsi statistik dan mekanistik tidak lagi berlaku
karena dalam penelitian kualitatif, istilah samper tersebut diganti dengan
istilah informan.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Sjoberg & Nett (dalam
Ruslan, 2003: 214) bahwa penelitian kualitatif menggunakan metode
humanistic untuk memahami realitas sosial yang idealis, penekanan lebih
terbuka tentang kehidupan sosial dan dipandang sebagai kreativitas
bersama. Dengan kata lain, subjek penelitian dalam penelitian kualitatif
memiliki peranan yang sangat penting dalam penelitian sehingga posisi
subjek penelitian tidak hanya sekedar sampel untuk pemenuhan data
statistik tapi lebih berperan sebagai informan dimana penelitian kualitatif
dapat berkembang lebih dinamis.
Penelitian kualitatif juga tidak menggunakan istilah populasi, tapi
oleh Spadley dinamakan Social Situation atau situasi sosial yang terdiri
atas tiga elemen, taitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas
(activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat
dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahuinya.
62
Tabel 3. Informan Penelitian
No Informan Jabatan
1 Gol A Gong Dewan Penasihat Rumah Dunia
2 OK Dewan Penasihat Dunia
3 NA Dewan Penasihattot Rumah Dunia
4 Ahmad Wayang Presiden Rumah Dunia/ Relawan Rumah
Dunia
5 Hilman Sutedja Pimpinan Redaksi Koran Rumah Dunia/
Relawan Rumah dunia
6 Embay Mulya Syarief Penasehat Rumah Dunia/ Wakil
pasangan Rano Karno pada Pilkada
Banten 2017
7 Ade Irawan Wakil koordinator Indonesia Corruption
Watch (ICW)
8 Sabdo Waluyo Pengurus PDIP Banten
9 Agung Pengurus Nasdem Banten/ Relawan
Rano-Embay
10 Aef Saefulloh Relawan Banten Bersatu
F. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini adalah Rumah Dunia yang berada di
Serang-Banten. Selain itu juga penelitian dilakukan di tempat-tempat
63
keberadaan informan yang seluruhnya ada di wilayah Banten. Waktu
pelaksanaan penelitian pada bulan September 2017 hingga bulan Juni 2018.
Adapun jadwal penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Waktu Pelaksanaan Penelitian
No Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
2017 2018
Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
1 Observasi Awal
2 Pengajuan Judul
3 Perizinan dan
observasi lapangan
4 Penyusunan Proposal
5 Bimbingan dan
perbaikan
6 Seminar Proposal
7 Perbaikan Proposal
8 Penelitian Lapangan
9 Penulisan Laporan
(Bab IV dan Bab V)
10 Sidang Skripsi
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Rumah Dunia
Berdirinya Rumah Dunia bermula dari keprihatinan Heri
Hendrayana Harris atau lebih dikenal dengan sebutan Gol A Gong
terhadap kondisi literasi di Banten. Ketika Gong SMA belum terdapat toko
buku, komunitas atau tempat belajar sastra dan jurnalistik di Banten
sehingga Gong harus belajar ke Jakarta. Hal demikian dirasa aneh karena
jarak Banten dan Jakarta berdekatan tapi kepekaan terhadap literasi masih
sangat minim. Berbeda dengan Bandung dan Yogyakarta yang memiliki
jarak lebih jauh dari Jakarta namun lebih maju di bidang literasi.
Kemudian Gong bernazar jika sukses menjadi penulis akan
membangun gelanggang remaja di Banten. Gong termotivasi untuk
memiliki gelanggang remaja seperti yang dibuat oleh Ali Sadikin di
Jakarta dimana anak muda berbakat bisa ditampung untuk kemudian
dikembangkan bakatnya.
Gol A Gong tidak sebatas memiliki keprihatinan terhadap dunia
literasi tapi juga prihatin atas kondisi masyarakat yang tidak acuh pada
kondisi sosial politik di Banten. Sebelum membangun Rumah Dunia, di
tahun 1983, Gong memulai dengan membentuk sebuah komunitas Cipta
Muda Banten (CMB) yang dia dirikan bersama rekan-rekannya yang
65
memiliki kepekaan yang sama tehadap kondisi sosial Banten; Roni
Chaeroni, Toni Bule, Edi Setiady, Reni Arifin, Romli Taufik Rohman,
Andi T. Trisnahdi, Maulana Wahid Fauzi dan Mhaex Rangkuti (Gong,
wawancara, 28 Maret 2018).
CMB sendiri merupakan organisasi kepemudaan nirlaba untuk
memberi pelajaran pada pelajar dan mahasiswa di Banten tentang
pentingnya berorganisasi secara mandiri tanpa bergantung pada
pemerintah atau partai politik tertentu. CMB bersekretariat di Gedung
Juang yang mana sekretariat tersebut merupakan hadiah dari Bupati
Serang MA Sampurna untuk Gong atas kemenangannya sebagai atlet catat
nasional pada kompetisi badminton di ajang Fecpic Games di Jepang.
Namun akhirnya, menurut Gong (2018) pada tahun 2000 sekretariat
tersebut diambil alih oleh pemerintah bayangan yang sedang berkuasa, Tb.
Chasan Sochib atau biasa disebut Gubernur Jenderal. Tidak diketahui pasti
alasan pengambil alihan paksa sekretariat tersebut namun yang pasti,
karena sekretariat itu bukan milik pribadi maka pemerintah bisa
mengambil alih sewaktu-waktu. Walau Tb. Chasan bukan pemegang
kekuasaan formal namun kekuasaan yang dimiliki melampui pemerintah
formal saat itu Gubernur Joko Munadar.
Pada akhirnya, pada tahun 2000, Gol A Gong menunaikan
nazarnya bersama sang istri Tias Tatanka membangun gelanggang remaja
di Banten yang diberi nama Rumah Dunia dengan visi „membentuk dan
mencerdaskan generasi baru yang kreatif dan kritis‟ di Banten lewat dunia
66
baca dan tulis dan taglinenya adalah „Rumahku Rumah Dunia Kubangun
dengan Kata-kata‟. Dalam pembangunan Rumah Dunia, Gong mendapat
dukungan dari Toto, Rys, Andi, Uzi dan Abdul Malik. Toto sendiri
sebelumnya sudah memiliki Sanggar Sastra Serang yang kemudian
dialihkan ke Rumah Dunia (OK, wawancara, 24 Mei 2018).
Pada awal berdiri, Rumah Dunia menempati area seluas 1000 m2
yang merupakan milik pribadi di halaman belakang Gol A Gong. Dan
sekarang luas areal rumah Dunia menjadi 4000 m2. Di lahan tersebut
terdapat beberapa fasilitas penunjang segala aktivitas yang terdiri dari:
panggung utama serbaguna, ruang sekretariat, perpustakaan dewasa dan
anak-anak, mes relawan, laboratorium kursus komputer gratis, mushola
dan mes relawan. Walau telah berdiri dari tahun 2000, secara resmi Rumah
Dunia baru diresmikan pada tanggal 3 Maret 2002 bersamaan dengan
pembentukan struktur organisasi pertama Rumah Dunia. Sampai akhirnya,
sekarang Rumah Dunia berada di bawah naungan yayasan Pena Dunia
berakta notars Fachrul Kesuma Darma, S.H Nomor 006 tanggal 12 Juni
2006. Ketuanya Gol a Gong. Posisi penasihat diisi oleh Prof. Dr. Yoyo
Mulyana, H. Embay Mulya Syarief, Toto ST Radik, dan Akhmad Mukhlis
Yusuf. Bendaharanya Tias Tatanka dan posisi sekretaris diisi oleh Pramitra
Gayatri (Dun, 2011: 178-180).
67
Gambar 3. Gol A Gong di Rumah Dunia
(Sumber: Mongabay.co.id)
Seiring perkembangannya, Rumah Dunia terus melakukan
perluasan lahan, pada tahun 2008 Rumah Dunia melakukan penggalangan
dana baik di dunia maya maupun di dunia nyata sehingga berhasil
membebaskan tanah seluas 3000 meter. Hal ini untuk menunjang daya
tampung Rumah Dunia yang kerap mengadakan acara dengan skala
nasional. Pada tahun 2010 mendapat penghargaan TBM kreatif dari
Kementerian Pendidikan Nasional RI yang merupakan pusat pendidikan
masyarakat non formal yang bergerak di bidang jurnalistik, sastra, teater,
seni rupa, dan film bagi masyarakat luas terutama kalangan pelajar dan
mahasiswa.
Selain itu, Direktorat Pendidikan Masyarakat Nonformal dan
Informal Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta mempercayakan
program Rintisan Balai Belajar Bersama (RB3) pada Rumah Dunia. RB3
merupakan program yang bertujuan memperluas kapasitas jangkauan
pembelajaran masyarakat yang sudah dilakukan sebuah lembaga dalam hal
68
ini Rumah Dunia dengan beragam program wajib yaitu pengembangan
karakter budaya dan aksara kewirausahaan dan program pilihan antara lain
pengembangan minat baca, keterampilan, pendampingan dan pelatihan.
Hingga pada tahun 2011, Rumah Dunia tidak lagi menempati areal di
halaman belakang rumah Gol A Gong, tapi di areal seluas 3.000 meter,
persis di depan Rumah Dunia dengan fasilitas taman bermain anak-anak,
gedung teatrer/kesenian dan perpustakaan tertutup (Dun, 2011: 179-180).
a. Visi dan Misi dan Program Rumah Dunia
Visi :
Mencerdaskan dan membentuk generasi baru yang kritis, berani
dan jujur.
Misi :
1) Menyelenggarakan kegiatan literasi seperti bazar buku,
pelatihan menulis, penerbitan buku, peluncuran dan bedah buku.
2) Menyelenggarakan lomba literasi seperti mengarang cerita
pendek, menggambar dan pembacaan puisi.
3) Mendorong pendirian taman bacaan masyarakat.
Taman bacaan masyarakat Rumah Dunia, mempunyai beberapa
program kegiatan yang nantinya dibagi menjadi program kegiatan
regular dan kegiatan unggulan. Adapun program kegiatan tersebut
sebagai berikut:
69
1) Program Regular
Rumah Dunia mempunyai kegiatan regular, di mana
kegiatannya dilaksanakan hampir setiap hari di Rumah Dunia.
Program regular adalah program yang dilakukan berkala dengan
sasaran anak dan remaja baik peajar ataupun mahasiswa. Berikut
adalah rincian kegiatannya:
Tabel 5. Program Reguler Rumah Dunia
No. Hari Waktu Kegiatan
1. Senin dan Selasa 13.00 - 17.00 WIB Wisata Gambar
2. Rabu 13.00 – 17.00 WIB Wisata Mengarang
3. Kamis 13.00 – 17.00 WIB Wisata Lakon
4. Jumat 13.00 – 17.00 WIB Wisata Dongeng and
English on Friday
5. Sabtu Klub Diskusi Rumah
Dunia
6. Minggu Kelas Bahasa
Inggris dan Bahasa
Jerman Kelas
Menulis Rumah
Dunia oleh Gol A
Gong dan Majelis
Puisi oleh Toto ST
Radik
70
2) Program Unggulan
Diluar kegiatan regular yang dilaksanakan hampir setiap
hari, Rumah Dunia juga mempunyai kegiatan unggulan. Program
unggulan adalah program incidental yang berskala lokal dan
nasional. Adapun rincian kegiatannya sebagai berikut:
Tabel 6. Program Unggulan Rumah Dunia
No. Bulan Kegiatan
1. Maret Pesta Ulang Tahun Rumah Dunia
2. April Hari Kartini
World Book Day
3. Mei Hari Buku Nasional
4. Juli Pesta Anak
5. Agustus Proklamasi RI
Baca Puisi wong Cilik
Selain itu ada juga kegiatan lainnya seperti:
a) Gong traveling
b) Jambore taman bacaan masyarakat
c) Ode kampung
d) Bazar buku
e) Jumpa pengarang
f) Pelatihan menulis
71
g) Lomba pembacaan puisi, dan
h) Pertunjukan teater
i) Gempa Literasi
b. Struktur Organisasi Rumah Dunia
Sejak awal didirikan, Rumah Dunia telah beberapa kali berganti
kepengurusan. Presiden pertama adalah Gol A Gong (2000-2005),
dilanjutkan Verman Venayaksa (2005-2010), kemudian Ibnu Adam
Aviciena (2010-2015) dan sekarang Ahmad Wayang (2015-2020).
Kepengurusan Rumah Dunia secara lengkap bisa dilihat di Tabel bawah ini:
Tabel 7. Struktur Organisasi Rumah Dunia
Jabatan Nama
Dewan Penasihat a. Gol A Gong
b. Tias Tatanka
c. Toto ST. Radik
d. Firman Venayaksa
e. Ade Jaya Suryani
f. Ahmad Mukhlis Yusuf
g. M. Arif Kirdiat
h. H. Embay Mulya Syarief
i. Dahnil Anzhar
j. Andi S Trisnahadi
k. Yudhistira Juwono
72
l. Abdul Hamid
m. Agus Setiawan
n. Maulana Wahid Fauzi
o. Boyke Pribadi
p. Das Albantani
q. Zainal Abidin
Presiden Rumah Dunia Ahmad Wayang
Wakil Presiden Abdul Salam
Menteri Sekretaris Negara Jack Alawi
Menteri Keuangan Aeni Asma
Menteri Alumni Langiang Randhawa
Menteri Seni Sastra Ardian Je
Menteri Perpustakaan/ Pusling Aray Zaenal Abidin
Menteri Kegiatan Baehaqi Muhammad
Menteri Komunikasi & Informasi Hilman Sutedja
Menteri Seni Rupa Siti Nurfazriah
Menteri Dongeng Gita Rizki Hastari
Menteri Logistik Taufik Hidayatullah
Menteri Media Sosial Daru Borsalino
Admin Facebook Charlis Ridho
Admin Twitter Opik
Admin Instagram Yehan Minara
73
Admin Youtube O‟Haidar
c. Sarana dan Prasana Rumah Dunia
Rumah Dunia dibangun diatas lahan seluas 3000 meter persegi.
Adapun bangunan atau fasilitas Rumah Dunia untuk menunjang kegiatan
diskusi dan belajar antara lain:
1) Rumah relawan
Rumah relawan, disediakan untuk para relawan Rumah Dunia.
Sampai saat ini ada sepuluh orang yang tinggal di rumah relawan.
Mereka adalah orang-orang yang dipilih sendiri oleh Gol A Gong untuk
tinggal di rumah relawan dan siap mendedikasikan dirinya untuk
Rumah Dunia.
2) Perpustakaan
Perpustakaan yang disediakan di TBM Rumah Dunia terdiri dari
tiga macam, yaitu “perpustakaan pink‟ , perpustakaan surowoswan dan
perpustakaan keliling. Untuk perpustakaan pink diberi nama rintisan
balai belajar bersama. Didirikan pada tahun 2010 dan pernah direnovasi
pada tahun 2014. Perpustakaan ini merupakan perpustakaan istana
komik dan perpustakaan untuk orang dewasa. Kemudian, perpustakaan
surosowan yaitu perpustakaan yang ada di auditorium surosowan.
Didirikan dengan tujuan untuk mendekatkan buku kepada anak-anak di
lingkungan sekitar. Koleksi di perpustakaan ini sebagian besar
74
merupakan koleksi buku anak-anak, namun tidak menutup
kemungkinan kalau perpustakaan ini disediakan untuk kalangan umum.
Sedangkan perpustakaan keliling, merupakan hadiah dari Majalah
Ummi pada 31 Mei 2014 sebagai wujud syukur merayakan ulang tahun
yang ke-25. Mobil baca ini kemudian dijadikan sebagai salah satu
program dan diberi nama Perpustakaan Keliling (Pusling) Rumah
Dunia.
3) Teater terbuka
Teater terbuka letaknya persis di depan gedung “perpustakaan
pink‟ . Teater ini berbentuk lingkaran dengan tempat duduk
disekelilingnya yang berbentuk seperti anak tangga. Biasanya
digunakan untuk pementasan teater.
4) Mushola
Dibangun pada tahun 2004 dengan lebar sekitar 5x6 meter.
Letak mushola berada di dalam Rumah Dunia. Biasanya sering
digunakan oleh masyarakat umum apabila di Rumah Dunia sedang ada
acara.
5) Pendopo
Bangunan yang terletak di halaman Rumah Dunia ini didirikan
pada tahun 2013. Pendopo sering digunakan untuk acara diskusi
terbuka.
75
6) Auditorium Surosowan
Auditorium surosowan berada di halaman depan Rumah Dunia.
Didirikan pada tahun 2013. Biasanya auditorium ini digunakan ketika
ada acara besar di Rumah Dunia, seperti acara rapat persiapan dan
pembentukan komunitas film banten dan berbagai macam acara
seminar.
Gambar 4. Auditorium Surosowan
(Sumber : Dok Pribadi)
7) Laboratorium Komputer Rumah Dunia
Pada Novermber 2008, laboratorium komputer didirikan. Ada
sekitar lima buah komputer sumbangan dari XL dan Yayasan Nurani
Dunia yang disimpan diruangan tersebut. Namun kini laboratorium
komputer sudah jarang digunakan, hal itu disebabkan karena banyak
komputer yang sudah rusak dan tidak diperbaiki.
76
8) Lapangan Badminton Terbuka
Lapangan badminton biasanya digunakan oleh masyarakat
umum, terutama dipakai oleh anak-anak di sekitar Rumah Dunia untuk
bermain (Hastari, 2015).
2. Politik Lokal di Banten
Banten adalah salah satu provinsi baru di Indonesia yang terbentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Sebelum menjadi
provinsi, Banten bagian dari Provinsi Jawa Barat dan bisa otonom tidak
lepas dari perjuangan masyarakat Banten. Pada tahun 18 Juli 1999
diadakan Deklarasi rakyat Banten di alun-alun Serang yang kemudian
Badan Pekerja Komite Panitia Provinsi Banten menyusun pedoman dasar
serta rencana kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Provinsi
Banten (KPPB). KPPB dipimpin oleh Uwes Qorny, dan ada dua organisasi
lain yang ikut terlibat dalam pembentukan provinsi Banten yaitu
Kelompok Kerja (Kopja) Pembentukan Provinsi Banten dipimpin oleh H.
Irsyad Djuwaeli dan Badan Koordinasi (Bakor) pembentukan Provinsi
Banten yang dipimpin H. Tb. Tryana Sjam‟un (Hidayat, 2007: 271).
Melalui tiga organisasi tersebut, para tokoh berserta masyarakat
bergabung memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten. Perjalanan
panjang masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya tersebut akhirnya
terwujud di Rapat Paripurna DPR RI. Pada tanggal 4 Oktober 2000, DPR
RI mengesahkan RUU Provinsi Banten menjadi Undang-Undang yaitu UU
77
No. 23/2000 ditetapkan sebagai hari jadi terbentuknya Provinsi Banten.
Dan pada tanggal 18 November 2000 dilakukan peresmian Provinsi
Banten dan pelantikan pejabat Gubernur H. Hakamudin Djamal untuk
menjalankan pemerintahan Provinsi Banten sampai terpilihnya Gubernur
definitif. Secara administratif, saat ini Banten memiliki 8 wilayah
Kabupaten/Kota yang terdiri dari 4 Kabupaten dan 4 Kota yaitu:
Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Serang dan
Kota Cilegon.
Gambar 5. Beberapa Tokoh Pendiri Banten yang tergabung dalam Badan
Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten
(Sumber: Mamanfaturochman.worpress.com)
Meski Provinsi Banten baru berdiri di tahun 2000, namun ikhtiar
dan perjuangannya sudah dilakukan sejak dekade 1960-an ketika Indonesia
masih dibawah pimpinan orde lama. Tahun 1963 adalah momentum
78
pendahuluan ketika para perintis dan pejuang Provinsi Banten
menggulirkan wacana dan keinginan memiliki provinsi sendiri. Tokoh-
tokoh perintis pembentukan Banten yang tercatat dalam sejarah di era
1960-an adalah mereka yang tergabung dalam panitia Pembentukan
Provinsi Banten (PBB) antara lain: H.M Gogo Rafiuddin Sandjadirdja
(Bupati Serang sekaligus mewakili unsur PSII bersama-sama Mochamad
Sanusi dan Tb. Suchari Chatib), Ayip Dzuhri (NU/ Front Nasional), Entol
Mansur (PNI/ Front Nasional), dan Sukra dan Toha (PKI/ Front Nasional)
(Sutisna, 2017: 1-2). Perjuangan mendirikan Provinsi Banten kembali
dilakukan di tahun 1970-an dengan membentuk Presidium Panitia Pusat
Provinsi Banten. Sejarah mencatat nama-nama tokoh antara lain: Tb.
Bachtiar Rifai, Ayip Abdurachman, Achmad Nurjani dan Uwes Qorny.
Perjuangan berlanjut di era kepemimpinan orde baru yang
sentralistik, otoriter dan kurang menyerap aspirasi daerah. Uwes Qorny
selaku tokoh Banten yang sudah berjuang dari mulai orde lama, kembali
mentriger aspirasi dan semangat itu di tahun 1997 dimana masa-masa
gejolak menuntut adanya reformasi. Usaha tersebut terus bergulir sampai
akhirnya terwujud Provinsi Banten.
Secara kultural, Banten dikenal dengan dua kekuatan kelompok
besar terdiri dari Jawara dan Kyai, yang mana dua kelompok ini dengan
sengaja diorganisir oleh rezim orde baru untuk mempertahankan
kekuasaan Soeharto bersamaan dengan Partai Golkar dan kekuatan militer.
Kyai diorganisir ke dalam organisasi Satya karya (Satkar) Ulama dan
79
Jawara diorganisir ke dalam organisasi Satkar Pendekar, kemudian
berganti nama menjadi Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten
Indonesia (PPPSBBI) (Hamid, 2008). Kebanyakan orang biasanya,
mengonotasikan Jawara dan Kyai sebagai dua hal yang bertolak belakang.
Namun yang menarik di Banten adalah hubungan Jawara dan Kyai selalu
berlangsung harmonis dari mulai zaman kesultanan, kolonial hingga
zaman kemerdekaan. Syarif Hidayat (2007) menyebut kedua hubungan
tersebut sebagai Dwi Tunggal ke-khasan identitas sosial di kalangan
komunitas Banten.
Terdapat figur yang tidak bisa lepas dibicarakan jika sedang
membahas Jawara dan Kyai di Banten yaitu Tb. Chasan Sochib almarhum,
adalah orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar di Banten. Dia
seorang jawara, anggota Golkar, pengusaha dan pernah menjadi Ketua
Pusat Satkar Ulama (Hamid, 2011). Chasan Sochib memiliki kedekatan
dengan penguasa orde baru sehingga dia memiliki akses mudah dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Ketika orde baru tumbang dan Banten
menuntut menjadi pemerintahan yang otonom, Chasan Sochib mendukung
dan mengambil peran dominan dalam pembentukan Provinsi Banten.
Djoko Munandar dan Ratu Atut Chosiyah adalah Gubernur dan
Wakil Gubernur pertama yang terpilih melalui pemilihan tertutup oleh
DPRD Banten. Atut merupakan anak dari Tb. Chasan Sochib. Djoko
diusung oleh partai PPP dan Atut diusung oleh partai Golkar, kedua
partainya berkoalisi. kemenangan Djoko-Atut diwarnai dengan praktik
80
politik uang dan perilaku intimidasi yang dilakukan oleh kelompok jawara.
Menurut Hamid (2011) ada lima strategi yang dilakukan oleh Jawara untuk
memenangkan pemilihan Gubernur Banten tahun 2001; Pertama, mereka
memenangkan pertarungan di internal Golkar, jawara berhasil memajukan
Atut sebagai calon Wakil Gubernur dan menyingkirkan Aly Yahya yang
telah mengambil formulir sebagai calon Gubernur dari Partai Golkar.
Kedua, Jawara berhasil mengacaukan koalisi PPP dengan PDIP.
Caranya, Golkar menggandeng PPP sebagai mitra koalisi utama, dengan
pendekatan langsung Chasan Sochib ke Ketua DPD PPP Banten. Ketiga,
Jawara melakukan intimidasi dengan mengerahkan kekuatan massa atas
nama tenaga pengamanan, bahkan masuk ke dalam ruangan sidang.
Keempat, ada indikasi Jawara melakukan politik uang untuk membeli
suara anggota Dewan dengan harga ratusan juta rupiah. Kelima,
penguasaan opini. Jawara melakukan kontrol terhadap opini yang
berkembang terutama di media massa lokal.
Pada tahun 2005, Gubernur Djoko diberhentikan dari jabatannya
setelah dia dijadikan tersangka oleh Majelis Hakim Pengadilan Serang atas
kasus korupsi dana perumahan anggota DPRD Banten. Djoko kemudian
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten dan kasasi ke
Mahkamah Agung. Hasilnya, MA menyatakan Djoko tak bersalah dan
dibebaskan dari segala hukuman. Ada spekulasi jika ini adalah jebakan
untuk menjatuhkan Djoko agar Atut bisa menggantikan posisi Djoko
menduduki kursi nomor satu di Banten. Setelah dilantik sebagai Pelaksana
81
tugas (Plt) Gubernur Banten, setahun kemudian Atut maju dalam
kontestasi Pilkada langsung 2006 berpasangan dengan Masduki dan
terpilih. Atut kemudian kembali terpilih menjadi Gubernur Banten di
pilkada langsung 2012 berpasangan dengan Rano Karno. Namun di tahun
2013 Atut ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti melakukan
penyuapan terhadap Akil Mochtar untuk memenangi gugatan PHPU
Pilkada Lebak tahun 2013 bersama dengan adiknya Tb. Chaeri Wardana
(Wawan).
Keberhasilan langkah Atut di ranah politik praktis diikuti oleh para
kerabatnya. Baik di jabatan eksekutif, legislatif atau pun jabatan strategis
di partai politik. Meninggalnya Chasan Sochib di tahun 2011 tidak serta
merta membuat kekuasaan keluarga Chasan Sochib di Banten turut
menghilang. Di ranah eksekutif adik ipar Atut, Tb. Haerul Jaman terjun ke
perpolitikan Banten, mendampingi Bunyamin sebagai calon Wakil
Walikota Serang tahun 2008 dan berhasil menang. Tiga tahun kemudian
Jaman diangkat menjadi Walikota Serang menggantikan Bunyamin yang
meninggal dunia dan kembali terpilih di periode kedua setelah memenangi
pilkada Kota Serang tahun 2013.
Adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, maju sebagai calon Wakil Bupati
Serang mendampingi Taufik Nuriman pada pilkada 2010 dan terpilih.
Periode berikutnya tahun 2015 Tatu kembali mencalonkan diri sebagai
Bupati Serang didampingi Panji Tirtayasa dan kembali terpilih. Sementara
adik ipar Atut, Airin Rachmi diany, menjadi Walikota Tangerang Selatan
82
dua periode tahun 2011-2016 dan 2016-2021. Dan Ibu tiri Atut, Heryani,
juga tidak ketinggalan terjun ke politik praktis. Dia terpilih menjadi Wakil
Bupati Pandeglang di tahun 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Kemudian
di Pilkada serentak 2015 posisi Heryani digantikan oleh menantu Atut,
Tanto W. Arban, sebagai Wakil Bupati Pandeglang. Dan terakhir di
Pilkada serentak 2017 kemarin, Andika Hazrumy, anak dari Atut berhasil
menjadi Wakil Gubernur Banten mendampingi Wahidin Halim.
Di ranah legislatif, suami Atut, Hikmat Tomet, mengikuti pemilu
legislatif 2009 dan berhasil menduduki kursi DPR RI dari fraksi Golkar
yang merupakan kendaraan politik keluarga dinasti Atut. Pada tahun yang
sama, Andhika Hazrumy, anak Atut terpilih sebagai anggota DPD RI.
Sementara istriya Andika, Ade Rossi terpilih menjadi anggota DPRD Kota
Serang. Selanjutnya pada pemilu legislatif 2014, Andika melenggang ke
DPR RI seperti mendiang Ayahnya yang meninggal di tahun 2013. Dan
tidak ketinggalan, adik Andika atau anak kedua Atut, Andiara Apriala
Hikmat, juga terpilih sebagai anggota DPD RI. Tahun 2016, Andika
mundur dari DPR untuk bertarung di pilkada serentak Banten 2017.
Tabel 8. Persebaran Politik Dinasti Atut di Lembaga Eksekutif dan Legislatif
Nama Jabatan Relasi Keluarga
Ratu Atut Chosiyah Wakil Gubernur Banten
2002-2005, Gubernur Banten
2005-2014
Anak Jawara dan
Pengusaha Banten Alm.
Tb. Chasan Sochib
Tb. Chaerul Jaman Wakil Walikota Serang 2008-
2011, Walikota Serang 2011-
Adik tiri Atut
83
(Sumber: Diolah dari berbagai sumber)
Di ranah partai politik, keluarga Atut juga mendominasi jabatan
tinggi di partai Golkar Banten. Ketua DPD I Golkar Banten diduduki oleh
Tatu Chasanah menggantikan mendiang suami Atut Hikmat Tomet di
tahun 2014. Sementara Jaman terpilih menjadi Plt. Ketua DPD II Golkar
Kota Serang di tahun 2015 menggantikan Ratu Lilis Karyawati yang tidak
lain adalah adik tiri Atut. Dan di tahun 2017 Jaman digantikan oleh
2018
Ratu Tatu Chasanah Wakil Bupati Serang 2010-
2015 dan Bupati Serang
2016-2021
Adik kandung Atut
Airin Rachmy Diany Walikota Tangerang Selatan
2011-2016 dan 2016-2021.
Adik Ipar Atut atau suami
Tb. Chaeri Wardana
Heryani Wakil Bupati Pandeglang
2011-2016
Ibu tiri Atut
Tanto W. Arban Anggota DPRD Banten 2014-
2016 dan Wakil Bupati
Pandeglang 2016-2021
Menantu Atut
Andika Hazrumy Anggota DPD RI 2009-2014,
Anggota DPR RI 2014-2016
dan Wakil Gubernur Banten
2017-2022
Anak kandung Atut
Alm. Hikmat Tomet Anggota DPR RI 2009-2013 Suami Atut
Ade Rossi Anggota DPRD Kota Serang
2009-2014 dan Anggota
DPRD Banten 2014-2019
Menantu Atut atau Istri
Andika Hazrumy
Andiara Aprilia
Hikmat
Anggota DPD RI 2014-2019 Anak kedua Atut
84
adiknya, Ratu Ria Maryana. Kemudian DPD II Kota Tangerang Selatan
diketuai oleh Airin Rachmi Diany. Dan Andika Hazrumy menduduki
posisi Ketua bidang pengurus pusat wilayah Banten setelah sebelumnya di
posisi Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) partai
Golkar.
Gambar 6. Atut berserta Keluarga
(Sumber: Poskotanews.com)
Kekuasaan dinasti Atut tidak terbatas di ranah politik, juga masuk
pada jabatan strategis di luar eksekutif dan legislatif salah satunya di
asosiasi bisnis Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Banten. Sejak Kadin
dibentuk pada Desember tahun 2000, langsung dipimpin oleh Tb. Chasan
Sochib hingga tahun 2012, kemudian dilanjutkan oleh Tb. Chaeri
Wardana, adik kandung Atut hingga 2017 namun terhenti di tahun 2013
karena kasus korupsi. Selain di puncuk pimpinan, keluarga Atut juga
85
banyak yang masuk kedalam struktur kepengurusan Kadin Banten
(Sutisna, 2017: 59).
Jaringan kekuasaan Atut tidak semata-mata terbatas pada politik
(Kepala Daerah, anggota DPR RI, DPD dan DPRD) dan bisnis (Kadin dan
Gapensi) melainkan juga menguasai jaringan organisasi kemasyarakatan.
Masyarakat sipil yang seharusnya menjadi kekuatan untuk mengontrol
pemerintah malah ikut terkooptasi oleh dinasti politik Atut dengan
menempatkan anggota keluarganya di jabatan strategis. Semasa masih
hidup, Chasan Sochib adalah pemimpin organisasi pendekar yaitu
Persatuan Pendekar Persilatan dan Seni Budaya (PPPSBB) dan pemimpin
pusat dua periode Satkar Ulama. Chasan Sochib juga mendirikan
organisasi kerelawanan yang diberi nama Relawan Banten Bersatu.
Di organisasi kepemudaan, Komite Nasional Pemuda Indonesia
(KNPI) diketuai oleh Tanto W. Arban menantu Atut, setelah sebelumnya
KNPI berada dibawah kendali Ratu Lilis Karyawati. Anak Atut, Andika
Hazrumy juga tercatat pernah menjadi ketua Gerakan Pemuda (GP)
Anshor Banten dan saat ini mejabat sebagai ketua Taruna Siaga Bencana
(Tagana) Banten dan Karang Taruna Banten. Menantu Atut atau istri
Andika Hazrumy, Ade Rossi pernah menjadi Ketua KONI Serang dan saat
ini masih menjadi ketua Himpaudi Banten. Dan adik Atut, Ratu Tatu,
memimpin PMI Banten dan ini merupakan periode ketiganya menjadi
pucuk pimpinan di PMI Banten.
86
Hal ini bisa dinilai bahwa keberhasilan dinasti politik Atut
menduduki jabatan politis tidak lepas dari dukungan politik massa dari
berbagai sektor dan kalangan. Masyarakat sipil dikendalikan keluarga
dinasti Atut sebegitu rupa dalam rangka mempertahankan kekuasaannya di
Banten.
Keluarga dinasti politik Atut tidak sekadar menduduki posisi
jabatan strategis di lintas sektor tapi juga mengendalikan proyek-proyek
pemerintah untuk kemudian dikelola oleh perusahaan milik keluarganya.
Modus yang dilakukan keluarga bervariasi mulai dari lobi-lobi informal
dengan pejabat pemerintah daerah, distribusi amplop (uang suap), sampai
dengan praktik intimidasi fisik (Hidayat, 2007: 293).
Di tahun-tahun awal pemerintah Banten, ketika Ayah Atut Chasan
Sochib masih hidup, perusahaannya memenangkan proyek-proyek
konstruksi untuk membangun markas kepolisian daerah Banten, gedung
DPRD, komplek pemerintahan Banten, dan beberapa jalan raya utama di
Banten. Dia juga menjual tanah kepada pemerintah dengan harga yang luar
biasa besar. Pemerintah Provinsi memperoleh lahan dari Chasan untuk
pembuatan kantor baru polisi dan lain-lain. Harga tanah yang dijual
Chasan senilai Rp. 231.500 per meter persegi, harga ini jauh lebih tinggi
dari harga rata-rata tanah yang berkisar Rp. 200.000 per meter persegi.
Dan Chasan mengendalikan lebih dari 60 persen anggaran pembangunan
dari proyek-proyek bernilai lebih dari 5 miliar. Dia bahkan bahkan
mengakui bahwa perusahaanya yaitu Sinar Ciomas Raya Co Ltd
87
menangani semua proyek senilai lebih dari 10 miliar rupiah (Masaaki &
Hamid, 2008).
Pasca meninggalnya Chasan Sochib di tahun 2011, proyek-proyek
di Banten masih dikuasai oleh keluarganya dalam hal ini dibawah kendali
Ratu Atut dan adiknya, Tb. Chaeri Wardana (Wawan). Menurut kajian
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Masyarakat Transparansi
(Mata) Banten, dalam kurun waktu tiga tahun 2011-2013 keluarga Atut
mendapat 52 proyek dari dua instansi Kementerian Pekerjaan Umum (PU)
dan dinas Bina Margaa serta Tata Ruang Provinsi Banten dengan total
nilai 723,4 miliar. Dalam catatan ICW, ada sebelas perusahaan yang
dimiliki langsung oleh keluarga Atut dan ada 24 jaringan perusahaan lain
yang memiliki kaitan dengan keluarga Atut. Dan ICW menilai ada indikasi
kepemilikan keluarga Atut di beberapa perusahaan lain yang memegang
jasa distribusi elpiji dan Bahan Bakar Minyak (BBM)
(https://antikorupsi.org/id/news/mengungkap-gurita-bisnis-keluarga-atut-
di-tanah-banten diakses pada 8 April 2018).
ICW juga melakukan kajian penyaluran dana hibah Provinsi
Banten yang dianggap ganjil dan cenderung koruptif. Dalam anggaran
tahun 2011 atau menjelang Pilkada Banten 2012, hibah dan bansos yang
dianggarkan melonjak drastis dari tahun 2009 yang hanya 74 miliar
menjadi 391,463 miliar. ICW menilai anggaran tersebut kemungkinan
diselewengkan menjadi modal politik bagi Atut yang kembali
mencalonkan diri di pilkada Banten 2012. Adapun empat temuan ICW
88
dugaan penyimpangan anggaran dana hibah dan bansos Provinsi Banten
2011 sebagai berikut: Pertama, lembaga penerima hibah fiktif, ada
sepuluh lembaga penerima hibah yang diduga fiktif yang tersebar di
beberapa daerah Banten. Total anggaran yang dialokasikan kepada
sembilan lembaga tersebut sebesar 4,5 miliar.
Kedua, Lembaga penerima hibah yang beralamat sama, setidaknya
dua belas penerima hibah yang memiliki alamat yang sama dengan total
alokasi anggaran mencapai 28,9 miliar. Ketiga, Aliran dana ke lembaga
yang dipimpin keluarga gubernur, mulai dari suami, kakak, anak, menantu,
dan ipar. Total dana hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin oleh
keluarga Gubernur mencapai 29,5 miliar. Keempat, dana hibah tidak utuh,
jumlah dana yang diterima oleh lembaga penerima tidak sesuai dengan
pagu anggaran (http://antikorupsi.org./id/news/dugaan-korupsi-dana-
hibah-dan-bantuan-sosial-provinsi-bantentahun-2011 diakses pada 10
April 2018).
Tabel 9. Keganjilan Dana Hibah Tahun 2011 menjelang Pilkada 2012
No. Masalah Nilai Kerugian
1 Lembaga Fiktif 4.500.000.000
2 Lembaga penerima hibah yang alamatnya
sama
28.950.000.000
3 Aliran dana ke lembaga yang dipimpin
keluarga gubernur
29.500.000.000
4 Lembaga yang hibah tidak utuh 925.000.000
(Sumber: www.antikorupsi.org)
89
Apa yang terjadi pada kondisi politik lokal di Banten yang
didominasi oleh kelompok penguasa dominan dan pergerakan masyarakat
yang terkendalikan oleh penguasa menjadi jauh dari semangat awal
pendirian provinsi Banten. Yaitu mewujudkan keadilan, kesejahteraan,
mengejar ketertinggalan dan memajukan Banten sebagai daerah yang
selama di bawah pemerintahan Jawa Barat kurang diperhatikan.
3. Rumah Dunia dan Politik Dinasti di Banten
Banten dengan sejarah panjangnya, memiliki masyarakat yang
berdaya kritis terhadap penguasa. Jika ditilik kembali secara historis,
rakyat Banten ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan dengan
melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial. Bahkan jauh
sebelum itu, di tahun 1600-an rakyat Banten dengan kesultanannya sudah
melakukan perlawanan terhadap Vereenigde Oostindiche Compaigne
(VOC). Kemudian di tahun 1888, dikenal peristiwa Geger Cilegon, adalah
peristiwa perlawanan bersenjata rakyat Banten terhadap penguasa Hindia
Belanda yang dipimpin oleh Ki Wasyid. Walau penyebab perlawanan
dilakukan karena faktor agama, namun hal ini menjadikan rakyat Banten
bersatu melawan penjajah.
Di era kolonial juga, Banten dikenal dengan keberadaan Kyai dan
Jawara yang progresif. Hubungan Jawara dan Kyai di Banten selalu
berlangsung harmonis bahkan para jawara dinilai sangat menghormati
Kyai sebagai guru spiritualnya. Di tahun 1926, merupakan momen
90
bersejarah dimana Kyai dan Jawara bersama-sama melakukan
pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Di era ini juga
menandakan harmonisnya hubungan islam dan komunisme di Banten.
Karena pada saat itu banyak Kyai yang tergabung dalam Partai Komunis
Indonesia (PKI) kemudian disusul oleh kelompok Jawara (Williams,
2003).
Di masa akhir orde baru ketika tuntunan reformasi mengejolak,
masyarakat Banten ikut terlibat menumbangkan rezim Soeharto.
Mahasiswa Banten melakukan aksi di depan gedung DPRD Serang.
Berbarengan dengan momentum reformasi, masyarakat Banten secara luas
menuntut pemisahan Banten dari pemerintahan Jawa Barat dan mengubah
status Banten dari keresidenan menjadi Provinsi tersendiri.
Namun saat ini, ketika reformasi telah digulirkan, masyarakat
Banten seolah dijinakan oleh penguasa Banten. Mulai dari lembaga
pemerintahan, partai politik, ekonomi, organisasi kepemudaan, organisasi
sosial sampai organisasi kemasyarakatan mampu dikendalikan penguasa
melalui penempatan salah seorang keluarganya di dalam jajaran strategis
kepengurusan. Jawara dan Kyai yang semula merupakan kelompok
progresif, sudah tidak terlihat lagi gigi taringnya. Jawara kini menjadi
kelompok penunjang kekuasaan dinasti Atut, pun dengan Kyai.
Tapi bagaimana pun, dengan adanya reformasi berarti pemerintah
tidak bisa melakukan kontrol penuh atas masyarakat. Jika di orde baru
pemerintah bisa sewenang-wenang membredel dan membungkam rakyat
91
yang kritis. Beda hal dengan reformasi, penguasa hanya bisa melakukan
pembungkaman melalui cara-cara administratif, deal-dealan politik atau
sekadar menekan. Walau tidak menutup kemungkinan masih adanya
intimidasi dan cara-cara kasar, tetap tidak separah ketika orde baru karena
sudah tidak berlaku lagi dwi fungsi ABRI. Reformasi disatu sisi
melahirkan bos-bos lokal dan dinasti politik namun disisi lain juga mampu
melahirkan kekuatan sipil. Sehebat apa pun kekuatan Dinasti Atut
membangun jejaring, tetap tidak mampu mengendalikan seluruh
komponen rakyat menjadi berada di pihaknya.
Dibalik situasi hegemonik politik Dinasti Atut dan jinaknya
beberapa organisasi, masih banyak masyarakat sipil yang sadar dan
melakukan pergerakan untuk mewujudkan Banten yang ke arah lebih baik.
Salah satunya adalah Gol A Gong dengan komunitas Rumah Dunianya.
Gol A Gong menginginkan Rumah Dunia menjadi tempat peradaban di
Banten dan menjadikan Rumah Dunia sebagai tempat masyarakat madani.
Di mana rakyat tidak terkooptasi oleh kepentingan elitis dan mampu
memperjuangkan kepentingan rakyat secara keseluruhan tidak hanya
golongan.
Gol A Gong menilai (2018) sebelum Banten otonom, masyarakat
Banten seperti tidak diberdayakan oleh pemerintah pusat atau pun
pemerintah Jawa Barat. Banten seolah-olah dipelihara kebodohannya
untuk menunjang kekuasaan pemerintah pusat. Pemahaman literasi di
kalangan masyarakat Banten masih sangat rendah pada saat itu. Padahal
92
sejarahnya banyak orang-orang pintar di Banten seperti Syekh Nawawi
yang tulisannya menjadi rujukan bagi kaum santri, pelajar, mahasiswa dan
akademisi di berbagai negara. Ada juga Multatuli seorang pegawai Hindia
Belanda yang bertugas di Banten dan melalui karya tulisannya mampu
menggemparkan dunia karena membongkar kesewenang-wenangan
pemerintah kolonial terhadap pribumi dan mengungkap praktik-praktik
korupsi yang berlangsung di Lebak.
Dengan kesadarannya, Gol A Gong mulai melakukan resistensi
terhadap pemerintah dengan membuat sebuah tabloid bulanan berbasis
komunitas yaitu Banten Pos (1993) dan Meridian (2000). Namun
keduanya tidak bertahan lama, hanya enam bulan kemudian ditutup oleh
aparat karena dianggap meresahkan masyarakat Serang. Menurut Gong
(2018), petugas kepolisian meminta Banten Pos untuk ditutup sambil
membawa senjata pistol yang diletakan diatas meja kerjanya. Perjuangan
tidak berhenti disitu, setelah Banten Pos ditutup dan kemudian dua tahun
bekerja di Bandung, Gong mendirikan gelanggang remaja yang sekarang
dikenal dengan Rumah Dunia. Gong termotivasi untuk mengubah stigma
negatif yang selama ini di sematkan ke Banten; daerah tertinggal, santet,
jawara dan stigma negatif lain menjadi positif melalui literasi.
Rumah Dunia sebagai wadah alternatif belajar bagi masyarakat
untuk memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan secara gratis maka
kegiatan yang selama ini dilakukan Rumah Dunia adalah belajar menulis,
membaca, mengadakan pertunjukan teater, bedah buku, dan hal lainnya.
93
Semua itu dilakukan untuk mewujudkan peradaban masyarakat Banten
yang lebih baik
Gambar 7. Salah Satu Dokumentasi Kegiatan di Rumah Dunia
(Sumber: tunascendikia.org)
Apa yang dilakukan Rumah Dunia tidak hanya berfokus di gerakan
literasi namun juga konsen pada gerakan anti korupsi. Rumah Dunia tidak
segan dan tidak jarang melakukan kritik terhadap pemerintah. Apa yang
dilakukan oleh Rumah Dunia tidak terbatas bersifat horizontal tapi juga
vertikal. Salah satu hal yang ditentang Rumah Dunia adalah politik dinasti
Atut yang dianggap sebagai dinasti korup dan merupakan akar dari
permasalahan di Banten. Rumah Dunia bekerja sama dengan KPK untuk
sama-sama melawan korupsi dan mengawal pemerintahan Banten agar
bersih dari praktik-praktik korupsi. Karena Rumah Dunia adalah gerakan
literasi tentu jalan yang ditempuh dalam melakukan perlawanannya
melalui media literasi.
94
Berdasarkan pemikiran Diamond (2003), organisasi
kemasyarakatan yang melibatkan diri dalam upaya mengentaskan
kemiskinan, mencegah kejahatan dan berusaha meningkatkan sumber daya
manusia bisa disebut sebagai civil society atau civil society organization
(CSO). Rumah Dunia sebagai komunitas dapat diartkan sebagai CSO yang
berkiprah ditingkatan internal dan berupaya melakukan kegiatan-kegiatan
yang ditunjukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan mutu kehidupan
sosial di Provinsi Banten.
Di negara yang demokratis keberadaan civil society tentu sangat
dibutuhkan sebagai mitra pemerintah dalam hal peberdayaan atau
mengontrol jalannya pemerintahan. Posisi penting civil society dalam
pembangunan demokrasi adalah adanya partisipasi masyarakat dalam
proses-proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah.
Atau juga sebagai kekuatan penyeimbang negara agar kekuasaan
penguasa tidak dominan. Selaras dengan apa yang dimaknai oleh Alexis
De‟ Tocqueville, civil society adalah entitas penyeimbang kekuatan
negara. Keberadaan civil society sebagaimana negara hukum menjadi
sangat penting dalam mewujudkan demokrasi. Dengan demikian, civil
society dapat menjadi tumpunan penyeimbang kekuatan negara yang bisa
sewaktu-waktu melakukan penyimpangan dan kesewenang-wenangan.
Banten yang dikenal sebagai tanah Jawara dan identik dengan
tindakan kasar yang hanya berandalkan otot, pada awal-awal provinsi
Banten baru terbentuk, keberadaan Jawara sangat mendominasi di Banten.
95
Jawara menjadi seperti pengaman swasta di tingkat lokal dan tidak jarang
berlaku sewenang-wenang. Melihat hal demikian, Gong sebagai orang
yang sadar tidak mau sekadar menjadi pentonton tapi harus melakukan
suatu perubahan salah satu langkahnya melalui Rumah Dunia.
Rumah Dunia hadir di Banten sebagai perlawanan atas hegemoni
Jawara. Seperti kredo dari salah satu pendiri Rumah Dunia Toto ST Radik:
“Simpan Golokmu, Asah Penamu!”
“Simpan golokmu asah penamu, kita ingin menghancurkan
kekuatan senjata itu dengan kekuatan yang lain dalam hal ini
pena yang kita pilih, dan kredo itu saja dilawan oleh banyak
orang, dianggap itu menghancurkan kebudayaan Banten,
karena konon kebudayaan Banten itu kan tidak lepas dari
golok, jawara dan sebagainya, stigma itu kan sampai hari ini
masih apalagi dulu, dulu itu ada istilah sadigo salah dikit
golok……” (Wawancara dengan OK, dewan penasihat
Rumah Dunia, 24 Mei 2018)
Golok adalah alat senjata yang biasa dibawa dan digunakan oleh
Jawara bersamaan dengan baju khasnya berwarna hitam. Sesuai kredo
tersebut Rumah Dunia ingin menjadikan anak-anak, pelajar, mahasiswa
dan masyarakat luas membaca, menulis agar kelak terbentuk generasi baru
yang cerdas dan kritis serta berani dan tidak hanya mengandalkan pada
golok dan kekerasan. Begitu pun dengan kredonya Gong, “Waktunya
Otak, Bukan Otot” berarti otak sudah saatnya dikedepankan, tidak sekadar
mengandalkan otot dan kekerasan harus dihilangkan.
96
Gambar 8. Kredo Simpan Golokmu, Asah Penamu.
(Sumber: Pictaram.com)
Seiring dengan memudarnya peran Jawara di Banten dan wafatnya
pemimpin Jawara Chasan Sochib, timbulah Dinasti Politik yang dimainkan
oleh anak serta kerabatnya Chasan. Tidak lagi sekadar memakai
kekerasan, namun bermain di sarana penunjang demokrasi yaitu Pemilu.
Jika dulu pemilihan Kepala Daerah diadakan secara tertutup, Jawara bisa
dengan mudah mengintimidasi anggota DPRD Banten yang masih
terhitung jumlahnya. Namun ketika sudah diberlakukannya pemilihan
kepala daerah langsung dalam hal ini dipilih langsung oleh rakyat maka
kekuatan Jawara tidak lagi menjadi efektif. Maka yang dilakukan dinasti
politik adalah membangun dan mengendalikan seluruh jaringan
keorganisasian yang ada di Banten untuk menunjang kekuasaan
keluarganya. Ditambah dengan kondisi sosial masyarakat Banten yang
cenderung pragmatis menjadi jalan terbuka untuk Dinasti Atut berkuasa
secara leluasa.
97
Maka inilah gerakan yang dibangun oleh Rumah Dunia, melalui
literasi untuk mensadarkan masyarakat Banten bahwa pemerintahan
Banten sedang tidak baik-baik saja dibawah kendali sekelompok dominan.
Dinasti Atut dinilai sebagai akar permasalahan di Banten karena praktik
berpolitik yang Korupsi Kolusi dan Nepotime (KKN). Dalam wawancara
(2018), OK mengatakan tidak percaya jika ada dinasti yang baik karena
bagaimana pun kekuasaan menggoda orang baik menjadi buruk, dengan
konsep kekuasaan yang turun menurun sama saja seperti melanggengkan
kerajaan.
Apa yang dikritisi oleh Rumah Dunia terhadap Dinasti Atut mulai
dari penepatan keluarganya di berbagai lembaga keorganisasian yang
dianggap nepotisme hingga keganjilan penyaluran dana hibah yang
cenderung koruptif. Hal itu yang kemudian menjadi salah satu alasan
Rumah Dunia menolak bantuan berupa dana hibah dari Provinsi Banten.
Tidak jarang Rumah Dunia ditawarkan dana hibah oleh pemerintah Atut
ketika masih berkuasa, total dana hibah yang ditawarkan bahkan mencapai
miliaran rupiah. Misalnya di sekitar tahun 2011/ 2012 Rumah Dunia
didatangi Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Banten, Hudaya
Latuconsina. Kedatangan Kadisdik dalam rangka menawarkan dana hibah
dari APBD dengan nominal mencapai 2 miliar. Hasil dari musyawarah Gol
A Gong dengan keluarga Rumah Dunia, menolak penawaran baik dana
hibah tersebut karena khawatir akan integritas pergerakan Rumah Dunia
98
kedepannya (koranrumahdunia.com/2016/08/02/dana-hibah-di-banten/
diakses pada 3 Maret 2018) .
Namun bukan berarti, Rumah Dunia tidak pernah menerima
bantuan dana hibah dari pihak manapun. Bagi Rumah Dunia selama
anggaran itu bisa dipertanggungjawabkan, transfaran, bermanfaat untuk
keberlangsungan hidup Rumah Dunia dan bagi orang banyak juga tidak
mempengaruhi arah perjuangan Rumah Dunia yang selama ini digalakan
maka tidak menjadi masalah untuk menerima bantuan tersebut. Gong
berserta dewan penasihat yang lain tidak pernah mengajarkan relawan
untuk mengajukan proposal ke pemerintah melainkan mengajarkan
relawan untuk berkegiatan melalui prinsip “money follow the function”.
“Rumah Dunia begini, Rumah Dunia, saya tidak pernah
mengajari relawan bikin proposal mengajari mereka bikin
program, makanya Rumah Dunia tuh selalu berkegiatan, nah
dari kegiatan-kegiatan itu (pemerintah) pusat biasanya kaya
Gedung di depan itu dari Kemenpora jadi sering menitipkan
kegiatan, itu pun kami tidak mengawalinya dengan proposal,
ditunjuk kebanyakan, ditunjuk lalu saya bilang bagaimana nih
syaratnya, harus bikin proposal, gamau saya, menolak, gamau
saya proposalnya apa, ini semuanya udah berbentuk proposal
nih (sambal menunjuk komplek Rumah Dunia) tinggal di survei
aja lalu biasanya tawar menawarnya bikin program, nah selesai
kasih program, duit masuk gitu, kalo baru cuma ditawarin nanti
ya proposal dinilai saya gamau, yakin ga nih kalo dikasih, saya
gamau” (wawancara dengan Gol A Gong, pendiri Rumah Dunia
pada tanggal 28 Maret 2018)
Di tahun 2011 Rumah Dunia mendapatkan dana hibah sebesar Rp.
2.042.000.000 dari anggaran APBN melalui Kementerian Pemuda dan
Olahraga RI. Anggaran tersebut dipergunakan untuk membangun
Auditorium Surosowan yang digunakan ketika ada acara besar di Rumah
99
Dunia. Beberapa kali juga Rumah Dunia mendapatkan bantuan dana dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sebagaimana yang dikatakan
salah satu penasihat Rumah Dunia, NA (2018) “di kemendikbud itu aman
tidak ada misalnya setelah dapat bantuan “eh minta duit sekian persen” ga
ada, jadi kami nyaman pertanggung jawaban pun nyaman, (dapet) bantuan
beberapa kali karena Rumah Dunia menjadi salah satu acuan TBM di
Indonesia”. Pernyataan tersebut dimaksudkan penyaluran anggaran dana
hibah yang diberikan pemerintah pusat tidak seperti dana hibah Provinsi
Banten yang acap kali meminta potongan beberapa persen.
Gambar 9. Penandatanganan Bantuan Dana Hibah untuk Rumah Dunia
dari Kemenpora RI
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Ketika banyak orang berpihak pada Dinasti Atut karena imbalan
yang didapat, namun Rumah Dunia tetap konsisten dengan gerakannya
melawan dinasti politik. Hal ini tentu tidak mudah bagi Rumah Dunia yang
hanya sebuah komunitas untuk melawan kekuasaan dinasti yang begitu
100
besar dan tersistematis. Tidak jarang Rumah Dunia mendapat ancaman dan
teror yang beragam rupa untuk membungkan kekritisan Rumah Dunia
bahkan menghancurkan. Hal-hal berbau mistis seperti santet juga pernah
dilakukan terhadap Rumah Dunia oleh mereka yang tidak senang dengan
keberadaannya. Dan ancaman ini tidak hanya dilakukan oleh sekelompok
jawara atau preman bayaran tapi juga dilakukan oleh aparat kepolisian
yang notabene pelindung rakyat.
“….misalnya ada orang abis istirahat olahraga di depan
(Rumah Dunia), saya kadang kala keluar hari Minggu tuh
ngobrol saya ngenalin diri, nah ada satu dialog yang menarik
“Saya Gol A Gong Pak” (Kata Gong) “oh saya udah tau, dulu
saya mau naro narkoba di sini biar tempat ini ditutup” (Kata
Polisi), dia pensiunan dari polres jadi ketika ada intruksi itu
mereka survei terus katanya ga layak ini (Rumah Dunia) ditaro
narkoba karena gada gerakan-gerakan makar…” (wawancara
dengan Gol A Gong, pendiri Rumah Dunia pada tanggal 28
Maret 2018).
Ancaman, teror dan percobaan jebakan untuk menjatuhkan Rumah
Dunia tidak membuat padam perjuangan melawan Dinasti Atut. Hal itu
merupakan konsekuensi dan Gong sebagai pendiri Rumah Dunia sudah
memikirkan hal tersebut. Menurut Gong (2017), apa yang dilawannya
selama ini bukan menyerang keluarga Atut secara personal melainkan
mengkritik kinerja yang dilakukan Atut selama jadi Gubernur dirasa tidak
beres. Bahkan pernah di tahun 2006 ketika Atut masih menjabat sebagai
Gubernur berkunjung ke Rumah Dunia dalam rangka berdialog dengan
para seniman dan budayawan. Dan tidak ada penolakan dari Rumah Dunia
selama tujuan dan niatnya baik.
101
Gambar 10. Atut Ketika di Rumah Dunia Tahun 2006
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Dalam komitmennya melawan korupsi di Banten, Rumah Dunia
berkerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bersama
KPK, Rumah Dunia menjadikan literasi sebagai alat perjuangan melawan
korupsi dan sebagai upaya pencegahan terjadinya praktik-praktik korupsi.
Melalui literasi Anti Koupsi, melakukan propaganda terhadap masyarakat
luas dalam melakukan kampanye, pencegahan korupsi dan penyadaran
lebih masif ke masyarakat luas akan bahaya laten korupsi. Dan Dinasti
Atut menjadi sasaran dari perlawanan Rumah Dunia dalam melawan
korupsi karena Atut beserta adiknya terbukti melakukan tindakan korupsi
hingga di tahan oleh KPK. Bahkan sebelum ditahan KPK, Rumah Dunia
sudah gencar melakukan perlawanan atas kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh Atut semasa menjadi Gubernur.
102
Salah satu hal yang dilakukan Rumah Dunia dalam melakukan
perlawanan terhadap dinasti korup di Banten misalnya Gol A Gong
membuat puisi yang menyinggung kondisi politik Banten dan
membacakannya di beberapa daerah di Banten bersama relawan Rumah
Dunia. Perlawanan yang terpenting bagi Rumah Dunia adalah tidak
melakukan anarki dan mengkritik Dinasti Atut sesuai dengan fakta yang
ada.
“…di sini anak-anak kan cuma teater, menggambar, persoalan
konten kan kalo misalkan Atutnya ga korupsi ga mungkin
dikritik, itu aja sih sebetulnya siapun rezim yang korup kita coba
ingatkan lewat tulisan ga pernah anarki, ga pernah demo turun
ga apa lah, bukan kompetensi kita, kita mah nulis aja nulis sajak,
pertunjukan teater, menulis statusnya bukan status status alay.”
(Wawancara denga Gol A Gong, Pendiri Rumah Dunia pada
tanggal 28 Maret 2018).
Keberadaan Rumah Dunia tidak bisa lepas dari persoalan
kondisi politik lokal di Banten. Kondisi Banten yang pada saat itu
terbelakang, didominasi kekuatan jawara dan rendahnya literasi,
membuat Rumah Dunia hadir dalam rangka melakukan perbaikan
keadaan sosial masyarakat Banten menjadi sadar dan kritis. Ketika
kekuatan jawara melemah kemudian diganti dengan dominasi salah
satu keluarga tertentu yaitu dinasti Atut yang dianggap korup,
Rumah Dunia melanjutkan perjuangan dengan semangat anti korupsi
dan melawan dominasi penguasa.
103
B. Pembahasan
1. Rumah Dunia dan Pilkada Banten 2017
Perhelatan Pilkada Banten 2017 kemarin menjadi menarik jika
dibandingkan dengan pilkada yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada
2017 kemarin, pilkada Banten hanya diikuti oleh dua pasangan calon,
berbeda dengan pilkada sebelumnya selalu diikuti lebih dari dua pasangan
calon. Hal inilah yang kemudian membuat polarisasi masyarakat Banten
atas prefensi pilihan politiknya menjadi lebih kentara.
Selama berlangsungnya pemilihan Gubernur di Banten, keluarga
Atut tidak pernah absen dalam perhelatan dan selalu keluar menjadi
pasangan calon yang menang. Di Pilkada langsung 2006, terdapat empat
pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang ikut bertarung. Yaitu
pasangan Ratu Atut Chosiyah-H.M Masduki didukung oleh tujuh partai
politik; Gokar, PDIP, PBB dan PBR, PDS. Kemudian pasangan Tryana
Sjam‟um-Benyamin Davnie diusung oleh partai PAN dan PPP, Irsjad
Djuwaeli dan Mas Achmad Daniri didukung oleh Partai Demokrat dan
PKB. Dan pasangan terakhir Zulkifliemansyah dan Marissa Haque
diusung partai politik PKS dan PSI.
Sementara di Pilkada Banten 2012, diikuti tiga pasangan calon
Gubernur dan Wakil Gubernur yaitu sang petahana Atut Chosiyah bersama
Rano Karno diusung oleh sebelas partai politik; Golkar, PDIP, Gerindra,
Hanura, PKPB, PPD, PKB, PAN, PPP, PPNUI, dan PDS. Pasangan kedua
Wahidin Halim dan Irna Narulitas yang hanya diusung satu partai politik
104
Partai Demokrat. Kemudian pasangan calon Jazuli Zuwaini dan Makmun
Muzakki diusung empat partai politik, PKS, PPP, PBR, PKNU.
Tabel 10. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2006
(Sumber: KPU Banten)
Tabel 11. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2012
(Sumber: KPU Banten)
Tahun Nama Pasangan Calon Partai Pendukung
Trjana Sam‟un-
Benyamin Davnie
PAN
PPP
Ratu Atut Chosiyah-H.M
Masduki
Golkar
PDIP
PBR
Pilkada Banten PBB
2006 PDS
PKPB
Partai Patriot
Irsjad Djuwaeli-Mas
Achmad Daniri
Partai Demokrat
PKB
Zulkifliemansyah-
Marissa Haque
PKS
PSI
Tahun Pilkada Pasangan Calon Partai Pendukung
Ratu Atut Chosiyah –
Rano Karno
Golkar
PDIP
Gerindra
Hanura
PKPB
PPD
PKB
Pilkada Banten PAN
2012 PBB
PPNUI
PDS
Wahidin Halim – Irna
Narulita Partai Demokrat
Jazuli Juwaini –
Makmum Muzakki
PKS
PPP
PBR
PKNU
105
Di Pilkada Banten 2017, Atut tidak kembali bertarung dalam
pilkada karena kasus korupsi yang menjerat namun posisinya digantikan
oleh anaknya, Andika Hazrumy. Andika menjadi pendamping Wahidin
Halim sebagai calon Wakil Gubernur Banten 2017. Posisi Andika tidak
sebagai calon Gubernur tentu atas pertimbangan keluarganya yang matang.
Wahidin menjadi figur kuat yang dapat memuluskan jalan Andika dalam
perpolitikan perdananya di lembaga eksekutif. Terlebih lawan bertarung
dalam Pilkada Banten adalah calon petahana Rano Karno. Maka kemudian
sosok Wahidin yang berpengalaman dalam Pilkada sebelumnya dan
memiliki basis massa yang kuat di Tangerang menjadikan Andika sudi
disandingkan dengan Wahidin walau hanya diposisikan sebagai Wakil
Gubernur.
Pasangan Wahidin-Andika didukung oleh tujuh dari sepuluh partai
politik di Banten; partai Golkar, Gerindra, Demokrat, PKS, PKB, PAN dan
Hanura. Kemudian lawannya, Rano Karno berpasangan dengan Embay
Mulya Syarief didukung tiga partai politik yaitu PDIP, PPP dan Nasdem.
Selama pilkada berlangsung di Banten, keluarga Atut selalu mendapatkan
dukungan partai politik terbanyak jika dibandingkan dengan lawannya.
Terlepas dari kasus korupsi yang menjerat Atut, Andika sebagai anaknya
tetap mendapat banyak dukungan partai politik.
106
Tabel 12. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2017
(Sumber: KPU Banten)
Pasangan Wahidin-Andika juga mendapat dukungan dari berbagai
organisasi strategis di Banten seperti Karang Taruna dan KNPI karena
keduanya dipimpin langsung oleh keluarga Atut. Dan organisasi
masyarakat seperti Relawan Banten Bersatu yang didirikan oleh Kakeknya
Andika, Chasan Sochib.
Namun disisi lain, perhelatan Pilkada serentak 2017 bisa dikatakan
sebagai ajang bersatunya masyarakat yang menolak keluarga dinasti Atut
utnuk kembali menjadi kepala daerah. Banyak gerakan-gerakan melawan
dinasti bermunculan seperti Gerakan Menolak Politik Dinasti (Gempa) dan
Forum Banten Bersih (FBB). Dari kedua gerakan tersebut, Rumah Dunia
menjadi bagian di dalamnya.
Pasangan Calon Partai Pengusung
Wahidin Halim dan
Andika Hazrumy
Golkar
Gerindra
Partai Demokrat
PKS
PKB
Hanura
PAN
Rano Karno dan Embay
Mulya Syarief
PDIP
PPP
Nasdem
107
Di pilkada Banten 2017, pergerakan Rumah Dunia melawan dinasti
dan korupsi semakin digalakkan. Rumah Dunia menilai ini menjadi ajang
untuk meruntuhkan dinasti Atut di pilkada agar tidak kembali berkuasa.
Gerakan-gerakan yang dilakukan Rumah Dunia dalam perhelatan politik
baru terlihat massif di pilkada 2017 kemarin. Berbeda dengan pilkada
sebelumnya di tahun 2006 dan 2012, pergerakan Rumah Dunia menolak
dinasti terlihat lebih tenang. Ini bisa jadi karena di tahun sebelumnya
terdapat lebih dari dua pasangan calon sehingga pilihan dari pengurus dan
relawan Rumah Dunia tidak satu suara sehingga sulit untuk melakukan
suatu gerakan bersama.
Misal di pilkada Banten 2012, pilihan antara kedua mantan
presiden Rumah Dunia Gol A Gong dan NA memiliki pilihan politik
berbeda. Gong mendukung PKS dan calon yang diusungnya Jazuli
Zuwaini - Makmum Muzakki sedangkan NA memilih pasangan Wahidin
Halim - Ira Narulita. Walau pilihan politik berbeda, yang pasti yang
didukung oleh keluarga Rumah Dunia bukan pasangan calon berasal dari
keluarga dinasti Atut. Walau Gong di Pilkada Banten sebelumnya
mendukung partai PKS, namun ketika Pilkada Banten 2017 PKS
mendukung keluarga dinasti maka kemudian Gong tidak serta merta
mengikuti dukungan politik PKS. Pun sama halnya dengan NA, walau di
pilkada sebelumnya dia mendukung Wahidin, dan sekarang Wahidin
berdampingan dengan keluarga dinasti maka tidak juga NA kembali
mendukung Wahidin di pilkada Banten saat ini.
108
Beda halnya dengan Pilkada Banten 2017 kemarin, Gol A Gong,
OK, NA, Muhammad Arif Kirdiat dan semua yang terlibat di Rumah
Dunia memiliki satu pemahaman yang sama mendukung pasangan calon
Rano dan Embay. Presiden Rumah Dunia Ahmad Wayang juga
mengamini jika Rumah Dunia ketika Pilkada Banten kemarin memberikan
dukungan kepada Rano-Embay.
“Rano Embay kita anggap bersih sejauh ini dari praktek korupsi
kan, salah satu visi misinya memberantas korupsi di daerah,
mungkin itu yang bikin pas dan klop antara Mas Gong dan
relawan Rumah Dunia ini mendukung beliau” (wawancara
dengan Ahmad Wayang, Presiden Rumah Dunia pada tanggal
18 Oktober 2018)
Bagi Wayang, yang terpenting dari pasangan calon adalah memiliki
semangat tujuan sama yaitu memberantas korupsi di Banten. Dan Rano-
Embay dianggap bersih dari praktik korupsi. Terlepas dari perlawanan
terhadap dinasti, Rumah Dunia menganggap ketokohan Rano-Embay
layak didukung karena keduanya memiliki integritas dan kapabilitas dalam
memimpin Banten.
Rano Karno secara personal dekat dengan Rumah Dunia setelah dia
diangkat menjadi Plt. Gubernur Banten. Sebelumnya, ketika Rano masih
menjadi Wakil Gubernur tidak berani untuk mendekati Rumah Dunia.
Alasan yang masuk akal tentu karena Rumah Dunia konsen melakukan
resistensi terhadap dinasti politik Atut. Dan ini tidak hanya dilakukan oleh
Rano tapi hampir semua pejabat di Banten tidak berani berada pada posisi
109
dekat dengan Rumah Dunia selama masih di bawah naungan Atut. Kalau
pun ada, dilakukan secara diam-diam.
Setelah Atut di penjara, Rano memiliki keleluasaan dalam
memimpin Banten dan mencoba merangkul pada kelompok-kelompok
yang sebelumnya bersebrangan dengan pemerintahannya. Merangkul di
sini bukan pada artian membagi-bagikan proyek melainkan bekerja sama
dalam membangun Banten. Karena selama pemerintahan Rano, Rumah
Dunia tidak pernah mendapatkan bantuan berupa dana hibah. Rano pernah
memberikan bantuan dana 5 juta rupiah ke Rumah Dunia secara personal
bukan atas nama pemerintah namun atas kepekaannya terhadap literasi.
Juga Rano pernah membantu membayar tunggakan cicilan tanah di depan
lokasi Rumah Dunia sebanyak 25 juta, uang tersebut tidak hanya dari
kantong pribadi Rano melainkan hasil iuran dengan Anies Baswedan yang
saat itu masih menjadi Kemendikbud ketika berkunjung ke Rumah Dunia
(wawancara dengan Gong, 28 Maret 2018).
Kedekatan Rumah Dunia dengan Rano bukan semata-mata karena
Embay yang merupakan penasihat Rumah Dunia menjadi Wakil dari
Rano, jauh sebelum nama Embay muncul untuk mendampingi Rano, para
pengurus dan relawan Rumah Dunia sudah memiliki kedekatan dengan
Rano dan memberi dukungan untuk kembali mencalonkan diri sebagai
Gubernur dan mendorong Rano untuk tidak berpasangan dengan keluarga
dari dinasti Atut. Salah satu hal yang dilakukan oleh salah satu pengurus
Rumah Dunia yaitu Gol A Gong adalah dengan memberikan surat terbuka
110
kepada ketua umum PDIP Megawati Soekarno Putri agar Rano tidak
disandingkan kembali dengan keluarga Dinasti Atut. Surat tersebut di
posting melalui Facebook pribadi Gong pada 11 Juli 2016 dan kemudian
diposting di website Koran Rumah Dunia pada 1 Agustus 2016. Berikut
adalah kutipan dari surat terbuka Gong:
“…….Bu Megawati, ini adalah upaya terakhir dari saya
sebagai warga Banten dalam melawan hegemoni
infrastruktur politik dinasti di Banten. Sudah rahasia umum,
mereka melakukan konspirasi untuk menyandingkan Rano
dengan Andika atau Jaman, bagian dari dinasti Atut. Jika
upaya saya ini gagal, setidaknya saya sudah berikhtiar. Saya
hanya bisa berdoa saja nanti, supaya Banten tidak terpuruk
lagi…....” (Koranrumahdunia.com, 2016)
Surat yang diberikan Gong kepada Megawati menjadi viral di
sosial media. Isi surat tersebut menunjukan sekali pun wakil dari Rano
bukan Embay, dukungan tersebut akan terus ada terkecuali jika Rano
disandingkan dengan keluarga Atut. Rano seakan menjadi “jagoan” dan
harapan dari para penggerak anti dinasti karena posisinya sebagai
incumbent menjadi peluang untuk mengalahkan dinasti Atut dalam
kontestasi pilkada. Dari segi popularitas dan elektabilitas menurut
beberapa lembaga survei Rano unggul jika dibandingkan dengan bakal
calon lainnya. Survei dari indobarometer misalnya yang dilakukan pada 7-
12 April 2016, Rano memiliki elektabilitas 34,5 persen disusul dengan
Wahidin Halim 18,9 persen, Andhika Hazrumy 4,4 persen, Achmad
Dimyati Natakusumah 3,5 persen, Mulyadi Jayabaya 1,4 persen dan
disusul bakal calon lain. Kemudian dari segi popularitas, Rano mencapai
111
99,9 persen, kemdian Dessy Ratnasari 81,8 persen, Wahidin Halim 57,0
persen, Andhika Hazrumy 47,8 persen, dan Mulyadi Jayabaya 29,3 persen.
Gambar 11. Elektabilitas Bakal Calon Gubernur Banten 2017
Sumber: Indo Barometer tahun 2016
Dari survei tersebut Posisi Rano unggul jauh diatas bakal calon lain
bahkan jauh diatas Andika Hazrumy. Obsesi keluarga Atut untuk kembali
menduduki kursi Gubernur harus kandas karena elektabilitas dan
popularitas Andika yang belum memadai sehingga harus bersedia
diposisikan sebagai calon Wakil Gubernur. Rano sebagai incumbent yang
memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi menjadikan posisinya
memiliki banyak tawaran dari partai politik atau pun perseorangan untuk
menjadi calon Wakil Gubernur, tidak terkecuali dari keluarga dinasti Atut
yaitu Andika Hazrumy dan Tb. Chaerul Jaman. Namun demikian, Rano
tidak bersedia jika disandingkan dengan anggota keluarga dinasti Atut.
Keengganan Rano disandingkan dengan dinasti tentu karena adanya
kedekatan Rano dengan para seniman, sastrawan dan budayawan Banten
yang selama ini menolak akan keberadaan dinasti. Pada akhirnya di detik-
112
detik penutupan pendaftaran Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten
barulah diumumkannya Embay sebagai calon Wakil Gubernur Rano
Karno.
Berpasangannya Rano dengan Embay tidak serta merta
direncanakan dari jauh-jauh hari bahkan nama Embay tidak pernah muncul
ke permukaan atau pun di lembaga survei sebagai bakal calon Gubernur
atau pun Wakil Gubernur Banten. Ini bisa dilihat di gambar hasil survei
Indo Barometer, tidak terdapat nama Embay sebagai bakal Calon Wakil
Gubernur. Posisi teratas ditempati oleh keluarga Atut, Airin Rachmi Diany
1,5 persen, Tantowi Yahya 1,2 persen, Ahmed Zaki Iskandar 0,6 persen,
Andhika Hazrumy 0,4 persen dan disusul nama-nama lain.
Gambar 12. Pilihan Calon Wakil Gubernur Banten
Sumber: Indo Barometer tahun 2016
Munculnya Embay secara tiba-tiba menjadi pendamping Rano
tidak luput dari adanya dorongan para pemuda penggerak perubahan anti
dinasti yang di dalamnya termasuk para pengurus Rumah Dunia. Menurut
Gong (2018), Rano pernah bertanya padanya perihal calon yang akan
113
mendampingi Rano di Pilkada “Sis lu maunya sama siapa, ada gak calon
kalo gue gak boleh sama dinasti” tanya Rano pada Gong. Pada akhirnya
nama Embay lah yang kemudian disepakati oleh Rano dan disetujui oleh
partai PDIP. Embay sendiri merupakan tokoh di partai PPP sehingga PDIP
dan PPP kemudian berkoalisi dan Nasdem ikut bergabung.
“…Saya melihat kemaren itu calon-calon mentok semua. Kan
ngga ada yang lolos. Jabatan untuk wakil gubernur yang saya
tempati sebelumnya untuk mendampingi Rano tidak ada yang
lolos. Semua di tolak. Ketika itu Saya diminta oleh partai
untuk maju mendampingi Rano. Tapi Saya bilang Saya ngga
punya duit. Karena politik itu identik dengan duit-kan. Saya
bilang Saya ngga punya logistik. Apalagi umur Saya udah
tua. Saya juga engga tau kalo ternyata mereka yang
memasangkan saya dengan Rano, saya juga baru tau
kemaren-kemaren mereka bilang ke saya” (Wawancara
dengan Embay Mulya Syarief, Calon Wakil Gubernur Banten
2017 pada tanggal 23 Maret 2018).
Pada saat deklarasi Rano-Embay 3 September 2016 yang
berlangsung di Stadion Maulana Yusuf Serang, menurut relawan Rumah
Dunia, Hilman Sutedja (2018) para relawan Rumah Dunia turut
menghadiri deklarasi tersebut. Hilman sendiri ikut memantau persiapan
deklarasi di malam hari sebelum deklarasi berlangsung. Deklarasi Rano-
Embay selain dihadiri oleh sejumlah elite politik dihadiri pula mantan
ketua KPK Taufiqurohman Ruki.
Embay sendiri merupakan tokoh penting di Banten yang selama ini
tidak terjun pada dunia politik praktis. Walau pun Embay salah satu tokoh
pendiri Banten namun dia lebih memilih terjun ke dunia usaha dan sosial.
Embay menjadi pengayom bagi para organisasi kepemudaan dan gerakan
114
anti dinasti. Selama ini Embay jengah dengan keberadaan dinasti politik
Atut. Sebagai penasihat dan donatur Rumah Dunia, Embay menjadi
pelengkap Rano dan semakin menguatkan Rumah Dunia dalam bergerak
melawan pasangan calon Wahidin-Andika. Rumah Dunia bukanlah bagian
dari tim sukses dari Rano-Embay melainkan gerakan yang dilakukan
adalah semata-mata bentuk konsisten perlawanannya dalam meruntuhkan
hegemoni dinasti Atut. Selama Pilkada, Rumah Dunia tidak pernah
mengajak secara eksplisit kepada masyarakat untuk memilih pasangan
Rano-Embay, namun apa yang dilakukan Rumah Dunia selama pilkada
disebut Gong sebagai soft campaign. Misal diadakannya Bedah Buku dan
membuat tulisan atau opini di website dan facebook Koran Rumah Dunia
atau pun akun facebook pribadi, semua itu dilakukan tetap pada gerakan
yang dibangun Rumah Dunia yaitu melalui literasi.
Menjelang pilkada Banten, sebelum pembukaan pendaftaran calon
Gubernur dan Wakil Gubernur, Rumah Dunia bekerjasama dengan ICW
mengadakan bedah buku Dinasti Banten: Keruntuhan dan Kebangkitan
yang ditulis oleh aktivis ICW Ade Irawan dan kawan-kawan pada 3
September 2017. Bedah buku tersebut dilaksanakan di Rumah Dunia dan
Embay menjadi salah satu pembicara. Kehadiran Embay atas dasar
perwakilan dari Tokoh Banten yang dikenal sebagai Jawara Putih dan
bersebrangan dengan kelompoknya Jawara Chasan Sochib dan Dinasti
Atut. Nama Embay pada saat itu belum mencuat di perhelatan Pilkada.
115
Buku Dinasti Banten sebetulnya dirilis dari tahun 2016 tepatnya di
bulan September. Menjelang Pilkada, buku tersebut kemudian dibedah di
Rumah Dunia sebagai suatu pengingat pada masyarakat Banten akan
perilaku koruptif yang dilakukan oleh Dinasti Atut. Rumah Dunia dan
ICW memang kerap bekerjasama karena ada satu kesamaan visi di
dalamnya yaitu memberantas korupsi.
Dukungan yang diberikan para pelaku Rumah Dunia ke Rano-
Embay juga tidak serta merta karena mereka bukan bagian dari dinasti
melainkan Rano dan Embay dianggap sebagai orang yang peduli terhadap
literasi. Ketika Rano menjabat sebagai Gubernur menggantikan Atut, Rano
mendapat penghargaan tertinggi Anugrah Aksara Utama dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan karena berhasil menurunkan buta aksara di
Banten hingga 90 persen. Rano juga memfasilitasi para seniman,
budayawan dan pustakawan dengan membentuk Dewan Kesenian Banten
dan Dewan Perpustakaan Banten. Dan Rano mencanangkan program satu
desa satu taman bacaan masyarakat (TBM). Embay sendiri peduli terhadap
gerakan literasi karena selama ini menjadi donatur dan dewan penasihat di
Rumah Dunia. Hal ini berbeda dengan Atut yang selama menjabat sebagai
Gubernur dinilai tidak ada kebijakan yang pro-literasi.
Dalam pembentukan kepengurusan Dewan Kesenian Banten
dilakukan di Rumah Dunia, Gol A Gong berperan sebagai ketua tim
panitia seleksi yang kemudian didelegasikan ke Firman Venayaksa karena
berbenturan dengan perjalanan Gong ke Taiwan. Di era Rano, Gol A Gong
116
juga dipercaya menjadi Ketua Dewan Perpustakaan Banten. Namun
kemudian Setelah Wahidin-Andika terpilih, ada desakan kepada Gol A
Gong untuk mengundurkan diri dari Ketua Dewan Perpustakaan Banten
dan Gong melakukannya untuk menyelamatkan dewan perpustakaan
Banten secara kelembagaan (Gong, wawancara, 28 Maret 2018).
Ada hal sulit dipisahkan antara dukungan yang diberikan oleh
pengurus Rumah Dunia dan relawan secara personal dan dukungan secara
kelembagaan. Bagaimana pun dukungan yang diberikan para pengurus dan
relawan terkhusus Gol A Gong sebagai tokoh sentral di Rumah Dunia sulit
dipisahkan dari citra kelembagaan Rumah Dunia.
a. Partisipasi Politik Rumah Dunia selama Pilkada Banten 2017
Selama masa Pilkada berlangsung, Gol A Gong beserta
relawan Rumah Dunia melakukan roadshow bedah buku Si Doel.
Buku si Doel diluncurkan bertepatan dengan akan berlangsungnya
perhelatan Pilkada sehingga bisa dikatakan ini menjadi salah satu
strategi untuk menghimpun massa dan suara. Saat launching buku Si
Doel yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Gong menjadi
salah satu pembicara di acara tersebut. Gong terlibat dalam
pembuatan buku Si Doel sebagai editor buku. Roadshow buku Si
Doel sendiri diadakan oleh Komunitas Buku Si Doel dan relawan
Rumah Dunia menjadi bagian di dalam komunitas tersebut.
Roadshow buku Si Doel dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota
117
yang ada di Banten. Di beberapa tempat Gol A Gong menjadi
pemateri atau pembedah buku tersebut.
Tabel 13. Roadshow Bedah Buku Si Doel
Tanggal Tempat Pembedah/Pemandu
23 Desember 2016 Pontang, Kab. Serang Gol A Gong
29 Desember 2016 Sindang Jaya, Kab.
Tangerang
Gol A Gong, Ganda
Purnama dan dihadiri
Rano Karno
9 Januari 2017 Rangkas Bitung, Kab.
Lebak
Gol A Gong, Hikmat
Sadeli, dan Budi Harsoni
15 Januari 2017 Carrefour, Kota Serang Gol A Gong, DC Aryadi,
dan M. Ali Soero
22 Januari 2017 Hotel S‟Rizky, Kab.
Pandeglang
Fatih Zam, Uday
Suhada, Deden Hertandi,
dan Fikri Rosyad
22 Januari 2017 Jati Uwung, Kota
Tangerang
H. el Fachrudin dan
Andri Gunawan
22 Januari 2017 Krakatau Jungle Park, Kota
Cilegon
Gol A Gong, Bagus
Bageni, dan Eric Kavling
28 Januari 2018 Summarecon Mall Serpong,
Kota Tangerang Selatan
Sophia Latjuba, Rano
Karno, Dee Lestari, dan
Stefany Agustaf
(Sumber: Dikelola dari berbagai sumber)
Dari delapan Kota/Kabupaten tempat Roadshow buku Si
Doel, Gol A Gong menjadi pembedah atau pemandu diskusi buku di
lima Kabupaten/Kota. Keterlibatan Gong di bedah buku Si Doel,
membuatnya harus berurusan dengan Badan Pengawasan Pemilu
118
(Bawaslu) Banten atas laporan penyalahgunaan anggaran APBD
oleh tim advokasi Wahidin-Andika karena saat itu Gong menjabat
sebagai Kepala Perpustakaan Daerah Banten. Namun kemudian
Gong berserta para relawan buku Si Doel yang didalamnya juga
adalah relawan Rumah Dunia, membantah tudingan tersebut kepada
Bawaslu sehingga roadshow bedah buku terus berjalan dan
terlaksana di seluruh kabupaten/Kota di Banten (Gong, Wawancara,
2018)..
Gambar 13. Komunitas Buku si Doel (Gong dan Relawan Rumah
Dunia) di Bawaslu Banten
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Tidak hanya Rano, strategi lewat literasi juga dilakukan oleh
Embay dengan membuat buku biografi berjudul Jawara Wong Cilik.
Peluncuran buku tersebut dilakukan pada masa kampanye 5 Januari
2016. Menurut Embay (2018) buku tersebut dibuat lebih awal dari
rencana sebelumnya yang akan dibuat ketika dia sudah menginjak usia
70 tahun. Lebih cepatnya pembuatan buku itu tentu karena bertepatan
119
dengan momentum pilkada. Walau dalam proses pembuatan buku
Rumah Dunia tidak terlibat, namun beberapa relawan Rumah Dunia
turut menghadiri peluncuran buku tersebut. Sebelumnya, di bulan
Desember 2016 Embay juga ikut menghadiri bedah buku Keyakinan
dan Kekuatan Seni Bela Diri Silat Banten karya Gabriel Facal yang
berlokasi di Rumah Dunia.
Selain bedah buku, Rumah Dunia melakukan dukungan untuk
kemenangan Rano Embay melalui tulisan-tulisan yang dipublikasikan
melalui media Rumah Dunia berbasis online Koranrumahdunia.com.
Tidak sedikit pemberitaan dan opini di Koran Rumah Dunia yang
menyinggung persoalan dinasti politik dan korupsi di Banten. Sebelum
pilkada, Koran Rumah Dunia memang kerap mempublikasikan kritik
terhadap pemerintahan dinasti namun ketika hendak dan
berlangsungnya pilkada, tulisan-tulisan tentang dinasti menjadi lebih
sering.
Selain tulisan tentang dinasti, selama momentum Pilkada,
Koran Rumah Dunia memposting tulisan-tulisan bersifat positif
pasangan calon Rano-Embay. Sedangkan untuk pasangan calon
Wahidin-Andika, tulisan yang muncul lebih bersifat negatif. Hasil dari
tinjauan penulis terhadap media Koran Rumah Dunia, selama Pilkada
ada 65 tulisan yang menyangkut persoalan dinasti, korupsi, dan Pilkada
Banten 2017.
120
Tabel 14. Daftar Tulisan Koran Rumah Dunia Tentang Pilkada dan Dinasti
No. Judul Tulisan (Berita/Opini) Tanggal Posting
1 Surat Terbuka Gol A Gong Kepada Megawati Diposting di FB Gong
11 Juli 2016 diposting
di Koran RD 1
Agustus 2016
2 Jika Ketua Partai Jatuh Cinta Ke Rumah Dunia 3 Agustus 2016
3 Deklarasi tiga Gempa dan Menolak Politik
Dinasti
3 Agustus 2016
4 Calon Terbaik Saya Sudah Gugur
5 Agustus 2016
5 Asa Dalam Gempa 5 Agustus 2016
6 Kenangan (Indah) Bersama Wahidin 8 Agustus 2016
7 Bedah Buku “Dinasti Banten” 8 Agustus 2016
8 Memerdekakan Banten dari Dinasti Politik 19 Agustus 2016
9 Pengacara Atut sumbang Dana Untuk Rumah
Dunia
23 Agustus 2016
10 Perlawanan Literasi Indonesia Terhadap
Korupsi
23 Agustus 2016
11 Suatu Hari di Hati Saya 28 Agustus 2016
12 Pro Perubahan dan Anti Perubahan di Banten 2 September 2016
13 Banyak Jalan Bercabang di Banten 3 September 2016
14 Nasihat H. Embay untuk Banten 4 September 2016
15 Pola Korupsi di Banten Mudah Terbaca 4 September 2016
16 Buku “Dinasti Banten” Bukan Opini, Tapi 5 September 2016
121
Fakta
17 Dinasti Banten Memang Koruptif 5 September 2016
18 Dalam Politik yang Hina Dimuliakan 7 September 2016
19 Akun Kardus dalam Pusaran Politik Dinasti 7 September 2016
20 Bibit, Bebet, Bobot AA tidak masuk 7 September 2016
21 Cinta Rano Karno Kepada Dewi Indriati
Bersemi di Rumah Sakit
13 September 2016
22 Buzzer Alias Akun Kardus Kedua Cagub.
Tentang dunia maya akun
14 September 2016
23 Memaksa Jadi Pemimpin. 16 september 2016
24 Operator Bioskop yang Ingin Bertemu Rano
Karno.
18 September 2016
25 Siapa pun pasangan Rano Karno, Asal Bukan
dengan Dinasti Sudah Bagus, Tapi Dengan
Agus Setiawan Tentu Lebih Baik
19 September 2016
26 Kenangan Indah Ajat si Supir Angkot Bertemu
Rano Karno
19 September 2016
27 Rano Karno Ingin Orang Banten Menziarahi
Makamnya
20 September 2016
28 Rano Karno dan Embay Mulya Syarief 22 September 2016
29 Apa Kata Masyarakat Banten Tentang Embay
Mulya Syarief
22 September 2016
30 Rano-Embay Pantau Persiapan Deklarasi 22 September 2016
31 Menuju Banten Baru dengan Rano Karno dan
Embay Mulya Syarief
23 September 2016
32 Gol A Gong, Rumah Dunia dan Politik 24 September 2016,
Dipost di FB Gong 23
September 2016
122
33 Selamat Datang di Bandara Soekarno-Hatta,
Tangerang-Banten
24 September 2016
34 Barongsai dan Minoritas Tionghoa di
Deklarasi Rano-Embay
24 September 2016
35 Anak, Menantu, Ibu Jadi Pemimpin 30 September 2016
36 Politik Dinasti Tidak Melanggar Undang-
Undang
1 Oktober 2016
37 Bukan Gubernur Biasa 3 Oktober 2016
38 Ibu Andika Hazrumy Ternyata Bijaksana 4 Oktober 2016
39 Banten Nasibmu Kini 4 Oktober 2016.
Dipost 3 Oktober
2016
40 Bank Banten Diluncurkan Saat HUT Ke-16
Banten
4 Oktober 2016
41 Rano Karno: Orng Banten Menziarahi Makam
saya
4 Oktober 2016
42 Kado 16 Tahun Banten Dari Dinasti Adalah
Jawara Hitam dan Korupsi
4 Oktober 2016
43 Dua Tahun Ke depan Banten Akan Nol Buta
Aksara
4 Oktober 2016
44 Kado Terindah Rano Kepada Banten 5 Oktober 2016
45 Mari Kita Sambut Banten Baru 28 Oktober 2016
46 RBM (Relawan Banten Membaca) Tampilkan
Kampanye Damai Kreatif
29 Oktober 2016
47 Pembangunan di Banten Harus Merata 6 November 2016
48 Bermimpi Membangun Islamic Center di
Banten Bersama Ridwan Kamil
7 November 2016
49 Masyarakat Banten yang Islami Menyukai 16 November 2016
123
Politik Uang Saat Pilkada
50 Dugaan Saya, Banten Akan Dikuasi Dinasti
Hingga 80 Tahun Kedepan
25 November 2016
51 Orang Banten Itu Toleran, Tangguh dan Siap
Bersaing
19 Desember 2016
52 Mencari Pemimpin (di luar Dinasti) Banten di
Masa Depan
20 Desember 2016
53 Proses Rano Karno Menjadi Banten, Pernah
Diusir Karena Bukan Orang Banten
21 Desember 2016
54 So Doel Sama Seperti Kita 24 Desember 2016
55 Dua Kunci yang Membuat Rano Karno Sukses 30 Desember 2016
56 Ketika Meja Tak Lagi Kosong 5 Januari 2017
57 Menelisik Jejak Surealisme Si Doel 15 Januari 2017
58 Komunitas Buku si Doel Sambangi Kantor
Bawaslu Banten
17 Januari 2017
59 Rano Karno: Tidak Ada Yang Sia-Sia Dari
Membaca
24 Januari 2017
60 Timses Wahidin-Andika Melarang Bedah
Buku “Rano Karno: Si Doel”
24 Januari 2017
61 Sofia Latjuba Nilai Si Doel Jujur 29 Januari 2017
62 Andika Hazrumy, Ibarat “Buah Jatuh Tidak
Jauh dari Pohonnya”
31 Januari 2017
63 Andika Hzrumy Mengatakan yang Benar untuk
Menutupi kebohongannya
1 Februari 2017
64 Embay, Rela di Fitnah Demi Kemajuan Banten 8 Februari 2017
65 Membeli Suara Rakyat Banten 22 Februari 2017
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
124
Pengkategorian tulisan Koran Rumah Dunia yang membahas
tentang dinasti dan pilkada diambil mulai dari sebuah postingan surat
terbuka dari Gong untuk Megawati. Karena dari situ mulai terlihat
secara terbuka dukungan yang diberikan Gong secara pribadi dan
tidak bisa dipisahkan secara kelembagaan Rumah Dunia kepada
Rano. Jenis dari setap tulisannya beragam, ada yang bersifat berita
dan ada yang opini. Opini tidak hanya ditulis oleh pengurus atau
relawan Rumah Dunia, ada juga dari orang luar yang juga
membahas dinasti. Secara keseluruhan, tulisan yang diposting itu
menunjukan keberpihakan dan sebagai upaya penggiringan opini
publik dalam melihat dinasti sebagai persoalan di Banten. Rumah
Dunia menyebutnya sebagai upaya pencerdasan. Jika dirincikan,
konten dari setiap postingan Koran Rumah Dunia selama mendekati
masa Pilkada hingga ketika pilkada berlangsung secara umum
menyoal tiga hal;
Pertama, membahas soal dinasti dan korupsi, karena ketika
bicara dinasti maka kemudian diiringi dengan bahasan korupsi atau
KKN. Pembahasan tidak sebatas pada Andika sebagai Calon Wakil
Gubernur, juga membahas Atut, Wawan dan bagian keluarga dinasti
lain yang bermain di politik anggaran atau menduduki jabatan
pemerintahan.
Kedua, membahas ketidakkonsistenan Wahidin sebagai
seseorang yang pernah vokal menolak dinasti namun kemudian
125
berkoalisi di pilkada 2017 kemarin. Dan Ketiga, pemberitaan
kesuksesan Rano selama menjadi Gubernur Banten yang singkat.
Juga membahas kehidupan pribadi Rano yang baik begitu juga
dengan Embay, semua dituliskan pada hal-hal yang positif.
Walau Koran Rumah Dunia bukanlah media besar di Banten,
tapi setidaknya setiap tulisannya bisa dibaca oleh banyak orang.
Tulisan-tulisan Koran Rumah Dunia yang mengusik soal dinasti
mengakibatkan website Koranrumahdunia.com dibajak tiga sampai
lima kali selama pilkada oleh orang-orang yang merasa terusik
(Hilman, 2018). Tidak hanya website Koran Rumah Dunia, selama
pilkada akun media sosial pribadi Gong juga dibajak berkali-kali
karena seringnya membuat status menyinggung dinasti.
Tidak bisa dipungkiri saat ini media online ataupun media
sosial mejadi tempat strategis dalam berkampanye atau pun
melakukan propaganda. Pesan yang ingin disampaikan ke publik
menjadi lebih cepat tersebar. Pemanfaatan media online oleh Rumah
Dunia atas pemberitaan atau pun tulisan tentang dinasti dan korupsi
menjadi ancaman bagi lawan Rano-Embay. Maka hal yang paling
mudah dilakukan adalah dengan membajaknya. Tidak hanya media
online, media sosial juga dimanfaatkan oleh para pengurus dan
relawan Rumah Dunia. Dengan akun media sosial pribadi, para
relawan menyebarkan kampanye negatif dan ajakan mendukung
Rano-Embay.
126
“Ya paling kita buat meme ya, meme juga sesuai
dengan ee kita mengkritik ya, ayo pilih Rano dengan
quote quote kita, yuk lah, jadi kita lebih menulis
profil H. Embay tuh siapa, Rano itu siapa, lebih kita
ulas terus dipost biasa aja di facebook di instagram
pribadi, jadi bikin quote apa sekreatif mungkin tapi
ga memaksakan juga, saya, dua orang atau tiga
orang di sini yang membuat meme yang lainnya
meng-share gitu, engga pun gapapa kaya gitu, yang
penting satu kepala gitu (Wawancara dengan Hilman
Suteja, Relawan Rumah Dunia)
Saat ini meme memang seolah menjadi peranan penting di
media sosial di saat musim pilkada berlangsung, membuat meme
yang menarik berarti akan lebih bisa menarik netizen. Maka tidak
heran jika relawan Rumah Dunia menjadikan meme sebagai salah
satu strategi dalam mendukung Rano-Embay. Meme bahkan
dijadikan media saling serang antar pendukung pasangan calon
untuk menaikan citra positif calon yang didukung atau untuk
menjatuhkan lawan.
Gambar 14. Postingan Facebook Salah Satu Relawan Rumah Dunia
(Sumber: Facebook)
127
Gerakan yang dilakukan Rumah Dunia selama pilkada
Banten 2017 semua dilakukan melalui gerakan literasi dan
pemanfaatan media Koran Rumah Dunia tidak terkecuali media
sosial. Gerakan ini bukan atas dasar bagian dari tim sukses Rano-
Embay melainkan kerelawanan dan semangat perjuangan melawan
dinasti politik.
Jika melihat teori dari bentuk partisipasi politik yang
ditawarkan oleh Gabriel Almond maka apa yang dilakukan oleh
Rumah Dunia bisa masuk kategori partsipasi politik konvensional
dan juga nonkonvensional. Termasuk partisipasi politik
konvensional karena Rumah Dunia mengadakan diskusi kelompok,
bergabung dengan kelompok kepentingan seperti Gempa dan FBB,
dan melakukan komunikasi dengan pejabat politik dalam hal ini
membangun komunikasi dengan Rano dan Embay. Di sisi lain
Rumah Dunia juga masu pada kategori partisipasi politik
nonkonvensional yang mana memberikan suara, mencari dukungan
bagi seorang calon, dan melakukan tindakan yang bertujuan
mempengaruhi hasil proses pemilihan.
b. Ancaman dan Teror Terhadap Rumah Dunia Selama Pilkada
Banten 2017
Sikap pengurus dan relawan Rumah Dunia di pilkada
menimbulkan banyak kecaman dan ancaman dari banyak pihak.
128
Kecaman atau tanggapan sinis itu bahkan muncul dari sesama pegiat
literasi yang tidak sepakat dengan pencampuran urusan literasi, seni
dan kebudayaan dengan urusan politik. Rumah Dunia menganggap
ini hal biasa yang harus diterima. Karena pada dasarnya gerakan
moral harus terus disebarkan tak terkecuali pada urusan politik
karena mencakup kekuasaan yang akan berdampak luas pada
masyarakat. Pemerintahan yang sewenang-wenang dan berperilaku
koruptif maka harus dilawan.
Ancaman dan teror terus berdatangan ke Rumah Dunia
selama pilkada berlangsung. Ancaman itu menyerang pada
perseorangan yang terlibat di Rumah Dunia atau pun secara
kelembagaan. Gong selaku pendiri Rumah Dunia kerap kali
mendapat ancaman dari pesan gelap dan yang paling sering
dilakukan oleh kelompok lawan Rano-Embay adalah menutup akses
Gong dalam bersosial media dengan membajak akun facebooknya
sehingga harus berkali-kali Gong membuat akun baru facebook. Tak
terkecuali website Koran Rumah Dunia yang menjadi sasaran
penyerangan. Walau pun website tersebut kembali pulih dan dapat
dioperasikan namun merubah pada segi tampilan sehingga tidak
lebih rapih dari sebelumnya.
Kecaman dan serangan juga di media sosial juga diterima
oleh para relawan Rumah Dunia. Serangan di media sosial biasanya
dilakukan oleh buzzer atau akun-akun kardus. Akun facebook Gol A
129
Gong sudah diretas lima kali selama pilkada berlangsung. Paling
ekstrimnya adalah ancaman yang didapat yaitu berupa ancaman fisik
sampai pada ancaman pembunuhan.
Salah satu relawan, Hilman Sutedja mendapatkan ancaman
yang disampaikan seseorang bukan kepadanya langsung melainkan
melalui keluarga. Ancaman itu membuat keluarganya merasa
khawatir dan ketakutan sehingga meaksa Hilman untuk
menghentikan langkahnya dalam perlawanan terhadap dinasti.
“…..pas kejadian itu setelah di hack dan mau pemilihan
saya bener-bener di teror, pikiran, di facebook saya di
caci maki di sosmed lah, mau jalan itu harus mikir-mikir
dulu, Mas Gong nanya „mau kemana?‟ mikir-mikir dulu
nih di depan ada siapa nih, ada yang lewat ga, ada yang
apa ga, saya kan pemred di Korah Rumah Dunia jadi kan
dan saya ee menulis di situ soal Andika ya gara-gara itu
saya setelah menulis itu saya di teror secara pikiran
secara ini puncaknya ada yang nelepon ke kaka saya
bukan ke saya, pinter itu mereka, maininnya keluarga
dari situ keluarga saya shock, dibilangin „jangan sampe
bikin status-status yang menyinggung kekuasaan‟,
terakhir ibu saya ngomong kaya gitu kemaren, kalo
pulang ke rumah ngomong-ngomongin soal itu pasti itu
lagi yang diomong „jangan ngomong-ngomong soal
pemerintahan‟ makanya saya sekarang tetep ngomong
dimana-mana tapi mencoba soft….” (Wawancara dengan
Hilman Sutedja, Relawan Rumah Dunia)
Orang-orang yang terlibat di Rumah Dunia menjadi lebih
berhati-hati jika hendak berpergian. Ancaman dan dan teror
sebetulnya tidak hanya terjadi selama masa pilkada, dari awal mula
pendirian Rumah Dunia pun sudah mulai mendapat kecaman dan
ancaman dari penguasa yang merasa terganggu akan keberadaanya.
130
Ancaman mulai dari jawara hingga aparat pemerintah semua sudah
pernah dialami dan menjadi catatan perjalanan panjang perjuangan
Rumah Dunia.
Selama ini yang melindungi Rumah Dunia dari teror dan
ancaman salah satunya adalah Embay Mulya Syarief. Embay tidak
sebatas sebagai penasihat, posisinya bahkan dianggap menjadi orang
tua dari rumah Dunia.
“Oh iya sebetulnya sebelum pilkada juga Rumah Dunia
suka dapet intimidasi SMS/WA gelap gitu ya tapi tidak
pernah terjadi maksudnya lebih ke ini aja ancaman dan
biasanya kalo ada yang ganggu Rumah Dunia ya ke
beliau itu H. Embay, kami kan bukan siapa-siapa kalau
dikejar sama jawara kita mah lari H. Embay biasanya
yang lindungin kita, ya kalo misalkan pak haji Embay
yang nolongin, lawannya jelas kan ya” (Wawancara
dengan NA, Penasihat Rumah Dunia).
Ancaman dan teror yang diterima sudah menjadi konsekuensi
perjuangan Rumah Dunia dalam perlawanannya atau tindakan
resistensi terhadap kekuasaan dinasti Banten yang bersifat
hegemonik. Menurut NA (2018) itu adalah bagian dari resiko yang
harus diterima dan gerakan moral Rumah Dunia tetap harus
diperjuangkan.
2. Resistensi Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politik ditinjau dari
Gerakan Sosial Politik Laclau dan Mouffe
Rumah Dunia sebagai civil society di Banten, gerakan sosial yang
dibangun selama ini adalah pencerdasan masyarakat Banten melalui media
131
literasi. Namun tidak sebatas pada gerakan sosial, Rumah Dunia juga
masuk ke wilayah politik yang mana Rumah Dunia melakukan resistensi
terhadap rezim hegemonik dinasti politik.
Apa yang dilakukan Rumah Dunia bisa disebut sebagai gerakan
sosial karena gerakan sosial sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas sosial
berupa jenis tindakan kolektif yang merupakan sekelompok informal bisa
berbentuk individu atau organisasi yang secara spesifik berfokus pada
suatu isu-isu sosial atau politik dengan menolak, melaksanakan, atau
mengkampanyekan sebuah perubahan sosial.
Konsep gerakan sosial sebenarnya memiliki banyak pendekatan
paradigmatik. Ada pandangan yang melihat bahwa gerakan sosial ada
dalam sebuah proses di mana sejumlah aktor-aktor yang berbeda, baik
secara individual, kelompok-kelompok informal dan/atau organisasi-
organisasi, melakukan suatu aksi bersama atau komunikasi,
mendefinisikan secara bersama bahwa mereka adalah satu bagian dari
sebuah posisi tertentu dalam sebuah konflik sosial. Dinamika ini terefleksi
dalam definisi yang melihat gerakan sosial sebagai bagian dari jaringan
kerja atau interaksi informal di antara pluralitas individu-individu,
kelompok-kelompok dan/atau organisasi-organisasi yang terlibat dalam
sebuah konflik politik atau kultural dengan berbasiskan pengelompokan
berdasarkan identitas kolektif.
Dalam hal ini ada pandangan dari Tilly (Hutagalung, 2006),
menghubungkan antara munculnya gerakan-gerakan sosial yang mengarah
132
pada “proses politik” yang lebih luas, yang mencoba menyatukan berbagai
kepentingan dengan berupaya mendapatkan akses untuk membangun
pemerintahan yang lebih mapan (established polity). Gerakan sosial
Rumah Dunia selaras dengan apa yang secara umum Tilly pandang bahwa
gerakan sosial adalah sesuatu yang terorganisir, berkelanjutan, menolak
self-conscious dan terdapat kesamaan identitas di antara mereka-mereka
yang terlibat di dalamnya.
Selain itu juga ada pandangan dari Melucci yang menilai gerakan
sosial mungkin akan tetap aktif berproduksi di wilayah kebudayaan.
Sejumlah gerakan yang berorientasi kultural, mungkin bisa melakukan
mobilisasi pada hal-hal tertentu dalam arena politik. Ini misalnya bisa
dilihat dalam gerakan sosial yang dilakukan oleh Rumah Dunia.
Aktivitasnya secara luas dibangun dalam wilayah gerakan, yakni jaringan
kerja individu-individu yang memiliki kesamaan dalam konfliktual secara
kultural dan identitas kolektif. Wilayah gerakan yang di bangun Rumah
Dunia adalah wilayah kebudayaan yang dalam hal ini masuk pada arena
politik di Pilkada Banten 2017.
Laclau dan Mouffe melihat gerakan sosial dalam konteks hubungan
antagonistik dalam masyarakat dan memandang bahwa gerakan yang
dibangun saat ini adalah gerakan sosial baru yang mana gerakan tidak
hanya berfokus pada persoalan produksi melainkan dipahami sebagai
bentuk perlawanan-perlawanan terhadap bentuk-bentuk penindasan baru
yang muncul dalam perkembangan masyarakat saat ini. Salah satu hal
133
yang dinilai menjadi sebuah masalah adalah ketika kekuasaan didominasi
oleh sekelompok orang atau satu keluarga tertentu. Dinasti politik di suatu
daerah menjadi masalah baru karena lahir diatas semangat demokratisasi
melalui pemilihan kepala daerah langsung dan desentralisasi. Munculnya
sebuah penindasan baru ini menjadi pemicu munculnya sebuah gerakan-
gerakan baru seperti gerakan menolak politik dinasti.
Gerakan anti politik dinasti hanyalah salah satu dari sekian banyak
multiplisitas antagonisme. Karena tidak bisa dipungkiri banyak bentuk-
bentuk kekuasaan dalam masyarakat yang tidak dapat direduksi atau
dideduksi dari satu asal-muasal atau satu sumber saja. Kompleksitas
masalah saat ini menjadikan gerakan yang masuk pada wilayah
pertarungan diskursif. Ada gerakan yang berfokus pada lingkungan,
kesetaraan gender, anti korupsi dan masih banyak lainnya tidak terkecuali
anti dinasti.
Rumah Dunia sebagai civil society yang bertipe reformis yaitu
bergerak dalam meningkatkan partisipasi rakyat. keterbelakangan
mayoritas rakyat disebabkan oleh adanya sesuatu yang salah dengan
mentalitas, perilaku dan kultur rakyat. Mentalitas dan nilai-nilai
terbelakang dianggap sebagai penyebab utama kelemahan partisipasi
rakyat dalam pembangunan. Oleh karena rakyat dianggap sebagai bagian
dari masalah, maka tugas Rumah Dunia adalah menjadi fasilitator, yakni
memfasilitasi rakyat dalam meningkatkan daya kritis, pengetahuan,
keterampilan dan sikap agar menjadi lebih terbuka sehingga dapat
134
berpartisipasi dalam pembangunan dan sadar akan kondisi sosial politik
yang ada.
Tidak bisa dipungkiri jika karakteristik masyarakat Banten saat ini
cenderung bersifat pragmatis, sebagaimana hasil survei dari Lembaga
Independen Survei Masyarakat (Lisma) menyebutkan 48 persen pemilih
Banten berkarakter pragmatis sedangkan yang idealis hanya 28 persen dan
sisanya apatis, emosional dan ikut panutan (Radar Banten, 2016 diakses
https://radarbanten.co.id/48-persen-karakter-pemilih-di-banten-
pragmatis/).
Tabel 15. Karakteristik Pemilih Banten
Karakteristik Pemilih Persentase
Pragmatis 48 persen
Idealis 28 persen
Apatis 12 persen
Emosional 7 persen
Ikut Panutan 5 persen
(Sumber: Radar Banten)
Hal itu menunjukan jika masyarakat Banten belum masuk pada
posisi masyarakat yang cerdas dalam memilih. Pragmatis dalam artian
masyarakat memilih jika didasarkan suatu keuntungan pribadi yang
didapat baik berupa barang atau pun uang. Dan keadaan demikian yang
menjadikan Rumah Dunia kemudian bergerak di bidang literasi dengan
135
harapan dapat memberikan efek sadar kepada masyarakat Banten atas
situasi politik yang ada di Banten.
Di sisi lain, adanya masalah yang timbul di masyarakat bukan
hanya bersumber dari diri masyarakat sendiri melainkan juga pemerintah
sebagai pemegang kebijakan dan pemilik otoritas kekuasaan. Rumah
Dunia tidak hanya berusaha mengubah pola pikir masyarakat tapi juga
ingin mengubah alur politik yang selama ini terjadi di Banten yaitu turun-
menurunnya kursi kekuasaan tinggi di Banten oleh sekelompok keluarga
tertentu.
a. Transisi Subjek Politik Rumah Dunia
Pada dasarnya gerakan sosial merupakan gerakan yang memiliki
tujuan untuk melakukan gugatan terhadap suatu ketimpangan sosial atau
problem sosial tertentu, seperti halnya gerakan perlawanan yang selama ini
dilakukan oleh para penggerak anti dinasti dan korupsi. Dalam tingkat
tertentu, gerakan sosial bisa dianggap berhasil jika dapat melakukan
perubahan tatanan sosial di masyarakat. Atau juga gerakan solidaritas
terhadap suatu peristiwa yang mendorong tindakan kolektif secara sosial.
Gerakan sosial muncul dalam ujud aksi kolektif dari individu-individu
maupun organisasi.
Selama ini Rumah Dunia tidak pernah terlibat langsung dalam
pilkada, namun di tahun 2017 Rumah Dunia memasuki wilayah politik.
Lantas keterlibatan Rumah Dunia dalam politik ini tidak semena-mena
diartikan menjadi sebuah agenda politik. Di sisi lain, agenda politik lebih
136
merupakan suatu gerakan yang memiliki tujuan pencapaian kekuasaan
politik atau menggenggam kuasa politik. Agenda politik biasanya bersifat
momental dan jangka pendek, isu-isu yang diberitakan dan disebarkan
bertujuan sebagai pembentuk agenda politik melalui penonjolan opini
dalam berita-berita propaganda atau kampanye dengan jangkauan tertentu
guna keuntungan atau kepentingan golongan atau kelompok tertentu,
ujungnya adalah bagaimana kekuasaan bisa diperoleh dan digunakan
(seized power). Sedangkan gerakan sosial itu berkelanjutan dan biasanya
bersifat simultan. Dalam pergerakan yang dibangun Rumah Dunia, tidak
memiliki keuntungan secara pribadi bagi para pelaku Rumah Dunia.
Seperti apa yang telah disajikan dalam data, misalnya Rumah Dunia tidak
pernah mendapatkan keuntungan berupa bantuan dana hibah baik ketika
Atut yang menjabat sebagai gubernur ataupun ketika Rano yang sedang
menjabat. Hanya saja Rano dan Embay selama ini dianggap oleh Rumah
Dunia sebagai tokoh yang pro-literasi.
Yang perlu diketahui adalah bagi Laclau dan Mouffe setiap agen
sosial merupakan lokus dari sejumlah posisi subjek dan tidak dapat
direduksi hanya kepada satu posisi dikarenakan semua hubungan-
hubungan sosial ini yang determinan dalam mengkonstruksi personalitas
atau posisi subyek. Para pelaku Rumah Dunia tidak hanya bisa diposisikan
sebagai seorang seniman, pegiat literasi atau budayawan, diluar itu mereka
adalah warga Banten yang juga terkena imbas langsung pada sebuah
kebijakan politik atau suatu kondisi politik yang timpang. Subjektivitas
137
seseorang bukanlah konstruksi yang hanya berdasarkan pada satu posisi
subjek. Terlebih daripada itu, setiap posisi sosial, setiap posisi subjek,
masing-masing di dalamnya merupakan lokus dari kemungkinan berbagai
konstruksi, sesuai dengan perbedaan diskursus yang dapat
mengkonstruksi posisi tersebut.
Sama halnya dengan Laclau dan Mouffe, Jacques Rancière
menamai transisi subjek politik sebagai “migrasi” atau. Rancière menilai
perubahan radikal adalah ketika berada dalam situasi atau posisi migrasi,
kelas yang berada dalam wilayah perbatasan yakni mereka yang memiliki
ideal yang melampaui batasan-batasan materialnya. Migrasi menurut
Rancière adalah gerak setiap subjek untuk melampaui batasan-batasan
seperti sosial maupun ekonomi dan kebudayaan yang menempatkannya
pada posisi yang statis tertentu. Dari pandangan ini kita mendapatkan
keterangan, bahwa percobaan untuk mengubah keadaan, tidak dapat
dilakukan melalui penolakan karena situasi. Tembok dan hirarki sosial
dilampaui dengan harus dengan sebuah perlintasan kebudayaan (Rancière,
2009).
Rancière melakukan pergeseran terhadap kelas yang dibangun oleh
Plato bahwa kelas pekerja hanya patut bekerja pada tempatnya, sementara
urusan estetika dikerjakan oleh para bijak di singgasananya. Apa yang
dilakukan oleh seniman atau budayawan adalah tidak melulu mengerjakan
apa yang dianggap sebagai tugasnya sebatas di wilayah seni misalnya tapi
bisa melakukan lebih dari itu tidak terkecuali pada urusan politik. Ketika
138
para pelaku politik hanya mengakomodasi kepentingan individu dan
golongan maka bagian lain seperti budayawan dan pegiat literasi menjadi
tergerak dan ini disebut sebagai part of no part.
Dengan demikian, dalam proses kegiatan estetis tersebut Rumah
Dunia menerobos „tatanan higienis‟ yang diciptakan oleh sistem demi
menempatkan dia dalam posisinya. Kita menemukan arus dalam
pandangan Rancière mengenai „yang politis‟ sebagai „yang estetis‟ yakni,
arus yang ditelusuri melalui jalur subjeknya (seniman atau pegiat literasi
yang masuk politik) dan kedua, melalui kritikan lewat keseniannya itu
sendiri baik itu tulisan, puisi dan lainnya. Dalam sudut pandang ini bisa
disebut sebagai revolusioner. Di titik ini Rumah Dunia adalah melakukan
migrasi beranjak dari situasi dan posisi kelas yang disediakan oleh tatanan
kepadanya.
Hal ini kemudian apa yang dinamakan Rancière sebagai revolusi
Estetika yaitu setiap guncangan pada seni yang telah didefinisikan sebagai
sebuah kerangka tindakan yang sistematis, guncangan terhadap seluruh
hirarkhi konsepsi dan sensibilitas. Guncangan tersebut bukan diciptakan
dari luar sebagai suatu perlawanan, namun justru dari dalam melalui karya
seni dalam sistem sosial yang sedang berlaku (Rancière, 2009).
“In this sense, the aesthetic revolution is an extension to
infinity of the realm language, of poetry. It is the affirmation
that poems are everywhere, that painting are everywhere. So,
it is also the development of a whole series of forms of
perception which allow us to see the beautiful everywhere.”
139
Dengan demikian berarti transisi subjek Rumah Dunia ke wilayah
politik melihat bahwa literasi dan seni tidak sebatas pada baca dan tulis
melainkan harus masuk pada semua sektor tak terkecuali politik.
Walaupun tidak terelakan ada juga yang menganggap jika seni tidak boleh
dicampuradukan ke dalam urusan politik atau istilah ideologisnya adalah
seni untuk seni (art for art) namun Rumah Dunia menganggap politik dan
seni adalah satu kesatuan. Ini menurut salah satu pengurus Rumah Dunia,
Hilman Sutedja:
“…….kalo kita kan kaya Rendra kalo sastra itu kan ya
harus ke semuanya dan politik itu bagian kecil dari ruang
sastra itu sendiri jadi kita nih di sini belajar puisi, cerpen,
novel kalo misalkan kita menghindar dari kenyataan ya
kami pikir tidak ada artinya, kata Rendra itu kan bahwa
Sastra itu ya melawan ketidakadilan, kaya Pram gitu kan
kaya gitu tetapi komunitas lain mungkin memiliki
pemahaman yang lain ya seni itu baik mereka menganggap
bahwa politik sesuatu yang tabu gitu yang kotor yang
jangan dicampuradukan dengan seni ya itu terserah
mereka.” (Wawancara dengan Hilman Sutedja, relawan
Rumah Dunia)
Rumah Dunia menjadikan literasi dan seni sebagai medium
perlawanan karena literasi dan seni bisa menjadi medium efektif untuk
melakukan pendobrakan terhadap kondisi sosial yang disestematisasikan
oleh kekuasaan sehingga menjadi daya ekspresi dan jeritan atas kenyataan
yang sesungguhnya.
b. Dinasti Politik Atut sebagai Rezim Hegemonik
Di Banten, kekuasaan dinasti politik Atut berdiri kokoh
menduduki jabatan tertinggi di tingkatan provinsi dan mengekspansi
140
kekuasaan ke jabatan eksekutif di beberapa daerah Kabupaten/Kota di
Banten. Dominasi kekuasaan bahkan merambah pada tingkat
organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan dan ke lembaga
sektor ekonomi. Langgengnya kekuasaan Atut salah satunya melalui
hegemoni dengan memberikan kesadaran palsu (false consciousness)
kepada masyarakat sehingga atas kesadaran palsu tersebut masyarakat
Banten menerima akan keberadaan Dinasti Atut. Dan ini bisa disebut
kontradiktif antara apa yang telah diperbuat selama ini oleh Dinasti
Politik Atut dengan respon mayoritas masyarakat Banten terhadap
dinasti.
Pasca tertangkapnya Atut dan adiknya Wawan pada tahun
2013 oleh KPK, kekuasaan keluarga Atut tidak serta merta hancur.
Beberapa kerabatnya bahkan kembali memenangi kontestasi pemilu.
Di pemilu legislatif 2014, anaknya Atut Andika Hazrumy berhasil
menduduki kursi DPR RI, istrinya Andika atau menantu Atut, Ade
Rossi berhasil duduk di kursi DPRD Banten dan anak kedua Atut
Andiara Aprilia menduduki kursi DPD RI. Kemudian di pemilu
kepala daerah tahun 2016, kerabat Atut yang ikut berkontestasi
semuanya menang. Di Kabupaten Serang adik Atut Ratu Tatu
menjabat Bupati Serang kedua kalinya, kemudian di Tangerang
Selatan ada Airin yang juga dua periode dan di Pandeglang menantu
Atut, Tanto terpilih menjadi Wakil Bupati Pandeglang.
141
Keterpilihan kembali keluarga Dinasti Atut di pemilu
menunjukan betapa masyarakat menghiraukan akan perilaku koruptif
yang dilakukan oleh Atut dan Wawan. Masyarakat diarahkan kepada
kesadaran palsu yakni segala hal yang menghalangi “massa”
menemukan kebenaran dari situasi hidup mereka, setiap hal yang
memblokir pengetahuan mereka mengenai fakta bahwa masyarakat
ditindas dan sedang tidak diberlakukan dengan baik oleh penguasa
(Hutagalung, 2008: xx). Kekuasaan yang sedang berjalan seolah
dalam keadaan baik-baik saja dan minimnya perlawanan dari
masyarakat.
c. Antagonisme Politik Rumah Dunia Terhadap Dinasti Politik
Dalam setiap hubungan di masyarakat bisa menjadi lokus dari
antagonisme sejauh hubungan itu dikontruksikan ke dalam format
subordinasi dan sejauh kekuasaan itu melakukan dominasi. Jika
merujuk pada analisa Laclau dan Mouffe, melihat gerakan sosial
dalam konteks hubungan antagonistik dalam masyarakat. Kerangka
Marxisme ortodoks mau menjelaskan antagonisme sebagai bagian dari
struktur pertentangan kelas yang mengikuti logika pertentangan
hukum-hukum material-ekonomis. Kerangka ini, bagi Laclau dan
Mouffe, tidak lagi cukup diri. antagonisme bagi Laclau dan Mouffe,
membuka front-front perlawanan baru yang juga menciptakan
142
kelompok-kelompok baru di luar kategori kelas yang ekonomistik
seperti Rumah Dunia.
Gerakan yang dibangun Rumah Dunia pada dasarnya adalah
melawan praktik korupsi dan dominasi kekuasaan jawara hingga
dinasti politik. Dan pada finalnya gerakan politik itu secara masif dan
serempak dilakukan di pilkada Banten 2017. Walau Rumah Dunia
bukan tim sukses dari pasangan Rano-Embay namun semangat
perjuangan melawan dinasti membuat gerakan yang dibangun adalah
harus memenangkan pasangan Rano-Embay agar Andika yang
merupakan bagian dari dinasti tidak kembali berkuasa.
Walau pada dasarnya gerakan sosial yang selama ini dibangun
adalah berkenaan dengan penyadaran massa atas dinasti politik namun
tidak pernah dalam setiap perhelatan pemilu serempak memberikan
dukungan kepada salah satu pasangan calon. Gerakan politik yang
dilakukan Rumah Dunia dalam Pilkada Banten 2017 menjadi titik
kesamaan perjuangan atau yang disebut Laclau & Mouffe sebagai
chain of equivalence diantara pengurus dan relawan Rumah Dunia.
Mereka memiliki satu misi dan satu kesamaan sehingga membentuk
kehendak kolektif yang kemudian dikenal dengan artikulasi kolektif
dengan mendukung pasangan Rano-Embay.
Serempaknya dukungan tersebut setidaknya bisa dilihat dari
beberapa hal: pertama, Keluarga Atut kembali ikut serta dalam
pertarungan pilkada Banten dalam hal ini Andika yang berpasangan
143
dengan Wahidin, sehingga perlawanan Rumah Dunia selama ini
terhadap korupsi khususnya dinasti tidak boleh berhenti ketika pilkada
berlangsung sehingga pilihannya adalah mendukung pasangan calon
yang bukan berasal dari keluarga dinasti Atut.
Kedua, Embay Mulya Syarief yang merupakan lawan politik
Andika, adalah salah satu Dewan Penasihat di Rumah Dunia. Embay
menjadi pelindung ketika Rumah Dunia sedang dalam keadaan
ancaman dan teror. Ini tentu menjadi alasan keluarga Rumah Dunia
mendukung pasangan Rano-Embay.
Ketiga, Rano Karno selain politisi adalah aktor, seniman dan
budayawan. Ini semacam ada kesamaan sebagai sesama budayawan
dan seniman dan menjadi ada harapan untuk dapat memajukan seni,
literasi dan kebudayaan di Banten.
Keempat, hanya ada dua pasangan calon di pilkada Banten
2017, maka ketika yang dilawan adalah pasangan dari dinasti Atut
otomatis yang didukung kemudian tentu satu pasangan calon yang
menjadi lawan dari dinasti.
Empat hal tersebut setidaknya yang menjadikan keluarga
Rumah Dunia menjadi masif dan serempak mendukung salah satu
pasangan calon Rano-Embay di pilkada Banten 2017. Jika saja ketika
Pilkada Banten 2017 kemarin terdapat pasangan calon lebih dari dua
maka kemungkinan dukungan politik dari orang-orang yang terlibat di
144
Rumah Dunia tidak begitu masif seperti halnya di pilkada Banten
tahun 2006 dan 2012.
Dalam melakukan perjuangan melawan dinasti politik, yang
dilakukan Rumah Dunia sebagai antagonisme politik dari dinasti
politik adalah dengan melakukan counter hegemony terhadap
penguasa. Hal yang perlu digaris bawahi adalah hegemoni tidak hanya
dilakukan oleh penguasa (top down) melainkan juga dilakukan oleh
masyarakat ketika melakukan resistensi terhadap penguasa (bottom
up). Karena pada dasarnya hegemoni Laclau dan Mouffe memijakkan
paradigma teoritiknya pada analisa wacana (discourse analysis)
berbeda dengan Gramsci yang mendasarkan paradigma teoritiknya
pada analisa kelas. Jadi hegemoni dilakukan diantara rezim penguasa
dinasti politik dan civil society dalam hal ini Rumah Dunia melalui
pertarungan diskursus.
Menurut Laclau jika perjuangan hegemonik ingin berhasil,
yang harus diperhatikan adalah tidak menempatkan logika yang
diartikulasikan oleh semua bentuk eksternal ke dalam ruang
partikular. Itu harus menjadi sebuah artikulasi yang bekerja di luar
logika internal dari partikularitas itu sendiri. Sebaliknya munculnya
partikularitas bukanlah hasil dari sebuah otonomi atau gerakan yang
dilakukan sendirian, tetapi harus dipahami sebagai sebuah
kemungkinan internal yang dibuka oleh logika yang diartikulasikan.
Dengan kata lain universalisme dan partikularisme bukanlah gagasan
145
yang berlawanan, tapi harus dipahami sebagai dua gerak yang berbeda
(menguniversalkan dan mempartikularkan) yang menentukan sebuah
totalitas artikulasi dan hegemoni. Jadi jangan memahami totalitas
sebagai sebuah kerangka yang ada dalam praktek hegemoni: tetapi
kerangka itu sendiri yang harus diciptakan melalui praktek hegemoni
(Hutagalung, 2006).
Hegemoni yang dilakukan Rumah Dunia dengan menyadarkan
dan menyederhanakan melalui bahasa, agar masyarakat luas sadar dan
tidak terjebak dalam kesadaran palsu. Dan diskursus yang dibangun
oleh Rumah Dunia adalah anti dinasti dan korupsi dengan
memberikan penyadaran melalui literasi dengan bedah buku, diskusi,
dan puisi.
Pada pilkada Banten 2017, terjadi pertarungan diskursus terkait
pro dan kontra terhadap dinasti. Rumah Dunia berdiri sebagai
kelompok yang menolak keberadaan dinasti Atut sehingga isu yang
ada dalam pilkada adalah isu dinasti dan korupsi disatu sisi dan di sisi
lain, kelompok dinasti memainkan isu kebangkitan Partai Komunis
Indonesia (PKI) terhadap pasangan Rano-Embay. Dalam kampanye
yang dilakukan di Lapangan Sun Burst Bumi Serpong Damai
misalnya, pada Minggu 15 Januari 2017, seperti yang dikutip oleh
Detikcom (2017), Wahidin berujar “Kita akan melawan PKI, kita
semangat jihad melawan kebatilan. Di sini ada PKI, gak? kita akan
lawan PKI!” walau tidak menyebutkan nama secara langsung tetapi
146
selama pilkada berlangsung isu tersebut dimunculkan duntuk
menyerang pasangan Rano-Embay. Begitu pun dengan persoalan
dinasti korupsi yang terus-menerus disebarkan untuk menyerang
pasangan Wahidin-Andika.
Jika merujuk Laclau dan Mouffe antagonisme politik yang
dilakukan Rumah Dunia merupakan bentuk perang posisi (war of
positions) di antara gagasan-gagasan yang setara di masyarakat.
Perang posisi itu tidak lagi terjadi di level kelas ekonomi, melainkan
mengambil tempat di level diskursif (persoalan bahasa dan
pembahasaan) dan level kebudayaan (persoalan cara berada dan
ekspresi-ekspresinya).
Dalam pertarungan hegemonik melawan penguasa, tidak bisa
dilakukan sendirian oleh Rumah Dunia melainkan harus membangun
kerja sama dengan kelompok sosial lain. Diantara kelompok sosial itu
terbangun juga chain of equivalence diantara kelompok sosial yang
melakukan resistensi terhadap rejim opresif dinasti politik.
Banyaknya LSM atau komunitas di Banten yang berjumlah
ribuan tidak serta mudah menemukan kesetaraan/kesamaan diantara
kelompok sosial yang ada di Banten. Karena menurut aktivis
Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan (wawancara, 13
Maret 2018) hanya ada belasan kelompok sosial di Banten yang
berintegritas sedangkan lainnya bisa disebut sebagai “LSM kartel”.
Salah satu LSM/ Komunitas di Banten yang berintegritas adalah
147
Rumah Dunia. Maka kemudian ICW bersama KPK di tahun 2016
menjelang pilkada Banten 2017 mengumpulkan seluruh
LSM/komunitas berintegritas di Banten membuat sebuah forum yang
disebut Forum Banten Bersih (FBB). Dari situ terdapat chain of
equivalences diantara komunitas sosial dengan agenda bersama yaitu
kampanye anti korupsi dan menolak dinasti (ICW, 2017).
“FBB itu sebenernya dibuat oleh ICW dan KPK sejak
tahun berapa ya kami diminta KPK untuk dampingi di
Banten salah satunya masyarakat sipil supaya menjadi
penyeimbang pemerintah daerah, ICW waktu itu mulai
riset karena LSM komunitas di Banten kan banyak
bahkan temuan kami bisa sampai seribu tapi sebagian
besar lebih dari 90% LSM LSM tukang peres akhirnya
hampir seribu tadi yang punya integritas belum bisa
kualitas itu 12 atau berapa gitu ya kemudian kami
kumpulkan bersama teman-teman KPK dibentuk FBB.
Ada Truth Tangerang, Serikat Guru, koalisi Guru
Banten, Nalar Pandeglang, Madrasah Anti korupsi,
Rumah Dunia, Fesbuk Banten News, Basa Jawa
Serang, Pilar Dunia, apalagi ya saya lupa tapi ada
teman-teman dari wartawan” (Wawancara dengan Ade
Irawan, aktivis ICW pada 13 Maret 2018).
Dengan adanya chain of equivalences diantara FBB semakin
banyak kebutuhan bagi kesetaraan yang lebih umum yang
merepresentasikan rantai secara keseluruhan. Makna dari representasi
adalah adanya partikularitas. Jadi satu kelompok dari FBB harus
diasumsikan sebagai representasi dari rantai secara keseluruhan. Inilah
gerak hegemonik yang sempurna: pokok dari sebuah partikularitas
mengasumsikan sebagai sebuah fungsi dari representasi universal
yaitu anti korupsi dan dinasti (Hutagalung, 2008).
148
Oleh karena itu ketika bicara konsep hegemoni dalam
artikulasi berbagai identitas berarti memainkan suatu strategi diskursif
tertentu, strategi diskursif menjelaskan berbagai artikulasi dari
berbagai elemen untuk mendefinisikan suatu posisi politik baru.
Makna lain dari strategi diskursif adalah pluralitas yang diakomodasi
karna diskursus tidak hadir dalam suatu ketunggalam elemen. Dengan
demikian suatu praktek hegemonik bicara soal pluralitas yang
distrukturkan dalam diskursus. maka aktus hegemonik menurut Laclau
dan Mouffe adalah jalinan relasi antara berbgai posisi subjek yang
beragam dalam masyarakat (plural) yang memainkan diskursus
tertentu untk membangun suatu tatanan politik.
Dalam forum Banten Bersih, tidak semua Relawan Rumah
Dunia dilibatkan di dalamnya. Menurut salah satu relawan Rumah
Dunia, Hilman Sutedja (2018) hanya ada dua relawan Rumah Dunia
yang terlibat dalam Forum Banten Bersih.
“Relawan dua atau tiga orang, gabung di Banten
Bersih beberapa kali ikut kegiatannya karena harus
perwakilan ga bisa semuanya, ada beberapa temen
ikut di situ Zaenal kalo ga salah, Zaenal, Daru iya
Zaenal Daru itu” (wawancara dengan Hilman Sutedja,
Relawan Rumah Dunia)
Pilkada Banten 2017 pada dasarnya menjadi momentum
bersatunya kelompok sosial di Banten melawan dinasti politik Atut
dalam hal ini menentang Andika sebagai anak dari Atut agar tidak
terpilih sebagai Wakil Gubernur Banten 2017. Walau pun pada
akhirnya pasangan Rano-Embay kalah namun ini menjadi momen
149
perjuangan berkelanjutan melawan dinasti politik terkhusus korupsi.
Dan di sini terlihat bagaimana selama pilkada berlangsung
pertarungan diskursus anti dinasti kalah oleh diskursus kebangkitan
PKI.
Gerakan sosial politik Rumah Dunia tidak kemudian berhenti
setelah pilkada Banten selesai, perlawanan melawan dinasti politik
Atut terus berlanjut dalam hal pengawalan dan pengawasan selama
pemerintahan Wahidin-Andika berlangsung. Adapun gerakan-gerakan
literasi terus dilakukan demi pencerdasan masyarakat seperti yang
dikatakan oleh salah satu pendiri Rumah Dunia:
“menyatakan opini kita ke masyarakat luas bahwa kita
tidak sepakat dengan korupsi maka kita melawan itu
tidak cukup, kegiatan di sini tetap dilakukan, tanpa
harus forntal membawa semua yang di sini untuk
melawan itu, kerja literasi untuk mencerahkan tetap
dilakukan, karena setelah kita, ada yang melanjutkan
itu, kalo cuma kita doang, kita selesai maka selesai
juga, jadi dengan tetap membuka wawasan dan
sebagainya melalui gerakan ya gerakan literasi” (OK,
Pendiri Rumah Dunia, wawancara 24 Mei 2018).
150
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang peneliti buat dapat disimpulkan bahwa partisipasi
politik Rumah Dunia dalam Pilkada Banten 2017 adalah bagian dari nilai yang
selama ini diperjuangkan oleh Rumah Dunia yaitu menolak praktik korupsi. Bagi
Rumah Dunia dinasti politik dianggap menjadi penyebab masalah di Banten
karena praktik berpolitik yang Korupsi Kolusi dan Nepotime (KKN) dan
terkonfirmasi dengan tertangkapnya Atut dan Wawan sebagai tersangka korupsi.
Pilkada Banten 2017 menjadi gerakan pertama yang dilakukan serempak oleh
para pelaku Rumah Dunia dalam mendukung salah satu pasangan calon yaitu
Rano-Embay untuk melawan pasangan calon Wahidin-Andika yang masih dalam
lingkaran politik dinasti Atut.
Adapun partisipasi atau gerakan politik Rumah Dunia dalam mendukung
pasangan Rano-Embay antara lain:
1. Membantu proses pembuatan buku biografi Rano yaitu Si Doel dan
melakukan roadshow bedah buku Si Doel yang seluruh Kabupaten
dan Kota di Banten.
2. Membuat tulisan-tulisan yang dipublikasikan melalui media Rumah
Dunia berbasis online Koranrumahdunia.com. Selama musim pilkada
ada 65 tulisan yang menyinggung pada persoalan Pilkada Banten 2017
seperti dinasti, korupsi, dan membahas setiap figur calon.
151
3. Bergabung dan menjadi bagian dari koalisi Gerakan Menolak Politik
Dinasti (Gempa) yang dibuat pada musim pilkada Banten 2017. Dan
bergabung dengan Forum Banten Bersih (FBB).
4. Ikut terlibat dalam memasangkan Embay sebagai wakil Rano
5. Membuat meme atau gambar yang mempromosikan figur dari Rano-
Embay dan tentang korupsi dan dinasti.
6. Menghadiri deklarasi pasangan calon Rano-Embay
Jika merujuk pada bentuk Partisipasi Politik Gabriel almond, yang
dilakukan Rumah Dunia bisa masuk di kategori konvensional dan nonkonvensioal
karena aktivitas gerakan politik Rumah Dunia masuk diantara kedua kategori
tersebut seperti terlibat dalam pemilihan umum bukan hanya memberikan suara
tapi juga mempengaruhi massa, mengadakan diskusi, membangun komunikasi
dengan tokoh politik, dan bergabung dengan kelompok kepentingan lain seperti
FBB dan Gempa.
Implikasi gerakan Rumah Dunia menjadi sebuah amunisi kebangkitan civil
society Banten yang selama ini terjebak pada kesadaran palsu (false
consciousness) yang dipelihara rezim hegemonik dinasti politik. Gerakan literasi
yang terus dibangun dan disebarkan kepada masyarakat tidak lain dalam upaya
penyederhanaan bahasa dan memberikan pemahaman secara sederhana kepada
masyarakat luas agar terciptanya kesadaran kritis hingga menumbuhkan sebuah
gerakan-gerakan baru.
Bagi Laclau dan Mouffe setiap agen sosial merupakan lokus dari sejumlah
posisi subjek dan tidak dapat direduksi hanya kepada satu posisi. Ini kemudian
152
Rumah Dunia tidak hanya sebatas sebagai seorang seniman, pegiat literasi atau
budayawan, diluar itu mereka adalah warga Banten yang juga terkena imbas
langsung pada sebuah kebijakan politik atau suatu kondisi politik yang timpang
sehingga Rumah Dunia bertransisi menjadi subjek politik yang tidak berarti
meninggalkan gerakan sosialnya bahkan ini adalah lanjutan dari gerakan yang
selama ini diperjuangkan.
Secara praktis apa yang dilakukan Rumah Dunia di pilkada Banten 2017
adalah sebuah bentuk gerakan baru sebagai antagonisme politik di Banten yang
mana gerakan anti dinasti tidak pernah massif sebelumnya. Pilkada Banten 2017
tidak hanya menjadi momentum bersatunya orang-orang yang terlibat di Rumah
Dunia melainkan juga menjadi ajang persatuan civil society di Banten sehingga
apa yang disebut oleh Laclau dan Mouffe terbentuknya suatu rantai kesamaan
(chain of equivalances). Dan kemudian yang menjadi tantangan kedepannya
adalah bagaimana kebangkitan civil society di Banten ini bisa mempertahankan
gerakan moral yang dibangun dan terus berlanjut juga tidak terjebak pada agenda
politik atau politik praktis.
B. Saran
Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, masyarakat dituntut untuk
lebih cerdas dalam memilih pemimpin yang dapat bertanggung jawab karena
keberhasilan seorang pemimpin merupakan hasil dari pilihan rakyat yang
menentukan pilihannya dengan tepat. Dengan demikian partisipasi politik aktif
dari masyarakat menjadi peranan penting dalam menunjang demokrasi yang lebih
baik.
153
Partisipasi politik Rumah Dunia dalam Pilkada Banten 2017, menunjukan
sikap dari kebebasan berekspresi dari masyarakat sipil dalam menentukan pilihan
politik. Rumah Dunia seharusnya bisa berperan lebih dalam memberikan
pencerdasan publik kepada masyarakat yang diiiringi dengan pendidikan politik
hal ini mengingat sikap pragmatisme masyarakat Banten yang harus diubah.
Kemudian konsistensi Rumah Dunia dalam melawan korupsi harus tetap
dijaga dan bisa lebih banyak merangkul civil society lainnya dalam rangka
mengawal proses demokratisasi. Dan koalisi-koalisi yang telah terbangun dalam
rangka menolak korupsi dan dinasti seperti FBB dan Gempa tidak bergerak
sebatas ketika pilkada berlangsung tapi suara-suara perlawanan harus terus terjaga
agar terjadinya proses demokratisi ke arah yang lebih mapan.
154
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agustino. Leo (2009). Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Budiarjo, Miriam. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: CV Prima Grafika
Culla, Adi S. (2006). Rekontruksi Civil society : Wacana dan Aksi Ornop di
Indonesia. Jakarta : Pustaka LP3ES Indonesia.
Creswell, John W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,
dan Mixed.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hidayat, S. (2007). „Shadow State..? Bisnis dan Politik di Provinsi Banten’ dalam
HSNordholt & G Van Klinklen (eds.), Politik Lokal di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Hikam, Muhammad AS. (1996). Demokrasi dan Civil society, Jakarta:
LP3ES.
Hutagalung, D. (2008). Hegemoni dan Demokrasi Radikal-Plural: Membaca
Laclau dan Mouffe, dalam Laclau, E dan Mouffe, C, Hegemoni dan
Strategi Sosialis. (terjemahan). Yogyakarta : Resist Book.
Hunington & Nelson. (1982). Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan Mudah.
Terjemah. Jakarta: PT. Sangkala Pulsar.
ICW. (2017). Annual Report 2016 Indonesian Corruption Watch :
Menyemangati Semangat Anti Korupsi. Jakarta.
Laclau, E dan Mouffe, C. (2008). Hegemoni dan Strategi Sosialis.
(terjemahan). Yogyakarta : Resist Book.
155
Pukat UGM. (2014). Trend Corruption Report Periode Agustus 2013 – Januari
2014 : Awas Korupsi di Tahun Politik. Yogyakarta : Pukat FH UGM
Rancière, Jacques. (2009). Aesthetics and Discontents. Cambridge: Polity Press.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
CV.Alfabeta.
Suharno (2004). Diktat Kuliah Sosiologi Politik. diktat
Syadzily, Chasan dan Burhanuddin. 2003. Civil Society dan Demokrasi: Survey
tentang Partisipasi Sosial-Politik Warga Jakarta, Jakarta: INCIS.
Syaukani. (2002). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Yin, Robert K. (1997). Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Williams, Michael. (2003). Arit dan Bulan Sabit : Pemberontakan Komunis 1926
di Banten. Terj. Yogyakarta: Syarikat.
Artikel / Jurnal
Foley, Michael W. & Edwards, Bob. (1996). The Paradoks of Civil Society.
Journal of Democracy. Vol 7, No.3
Hamid, Abdul. (2011). “Memetakan Aktor Politik Lokal Banten Pasca Orde
Baru: Studi Kasus Kiai Dan Jawara Di Banten”. Jurnal Administrasi
Negara, Volume 11, Nomor 2, Juli 2011.
___________. (2016). Pilkada dan Konfigurasi Politik Nasional. Seminar
Nasional Ilmu Pemerintahan Untirta. Serang-Banten.
156
Hutagalung, D. (2006). Laclau-Mouffe Tentang Gerakan Sosial. dalam Majalah
Basis No.01-02, Tahun LV, Januari-Februari 2006
Masaaki, O & Hamid, A (2008). Jawara in Power: 1999-2007. Southeast Asia
Program Publications at Cornell University. Ney Work City.
Purnomo, Joko. (2010). MDGs as an Instrument og Hegemony : a New Type of
Hegemonic Transformative for Vanishing Plurality of Resistence
Movements in Indonesia. Jurnal Interaktif 1 (2).
Rasyid, Ryaas. (1997). Perkembangan Pemikiran tentang Masyarakat
Kewargaan, Tinjauan Teoritik, Jurnal Ilmu Politik.
Suara KPU. (2016). KPU Siap Gelar Pilgub Banten. Jurnal Publikasi KPUD
Banten. No. 30 edisi September
Skripsi / Tesis
Anida, Nur. (2016). Keterlibatan Komunitas Pada Pilkada di Kabupaten Soppeng
Tahun 2015. skripsi. FISIP-Unhas.
Ardian, Ricky. (2017). Komunitas Politik dalam Pemilihan Kepala Daerah di
Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2015. Tesis. FISIP-Unila.
Muslimin. (2016). Gerakan Sosial Masyarakat Paotere di Kota Makassar.
Skripsi. FISIP- Unhas.
Rahmat, Abdi. (2003). Peran LSM Dalam Penguatan Civil Society Di Indonesia
Studi Kasus Walhi. Tesis. Universitas Indonesia
157
Internet
Banten, radar. (2016). 48 Persen Karakter Pemilih di Banten Pragmatis. Online.
(https://radarbanten.co.id/48-persen-karakter-pemilih-di-banten-
pragmatis/) diakses pada 2 Juni 2018 Pkl 21.05 WIB
Cilegon, Berita. (2016). Dinasti Banten Akan dikuliti di Rumah Dunia Sabtu 3
September 2016. Online. (http://www.beritacilegon.co.id/kota-
cilegon/dinasti-banten-akan-dikuliti-di-rumah-dunia-sabtu-3-september-
2016-2) dikses pada 4 Juni 2017 Pkl 20.15 WIB
Detak Banten. (2015). Ormas LSM Banten Hanya 93 Ormas LSM Terdaftar di
Kesbangpol Banten (http://www.detakbanten.com/pandeglang/6688-
wow-1-432-ormas- lsm-banten-hanya-93-ormas-lsm-terdaftar-di-
kesbangpol-banten) diakses pada 5 Februari 2018 pkl 11.38 WIB
Detik. (2014). Wahidin Andika Unggul Atas Rano Embay Ini Peta Perolehan
Suaranya (https://news.detik.com/berita/d-3432971/wahidin-andika-
unggul-atas-rano-embay-ini-peta-perolehan-suaranya) sumber diakses 24
desember 2017 Pkl 22.11 WIB
_____. (2017). Ketika Isu PKI Mengalahkan Dinasti dan Korupsi. Online.
(https://m.detik.com/news/berita/d-3585980/ketika-isu-PKI-mengalah-
kan-dinasti-dan-korupsi) diakses pada 2 Juni 2018 Pkl 21.30 WIB
Gong, A Gol. (2016). Gol A Gong Rumah Dunia dan Politik. online.
(http://koranrumahdunia.com/2016/09/24/gol-a-gong-rumah-dunia-dan-
politik/) diakses pada 29 maret 2017 Pukul 20.35 WIB.
SIFA NURFADILAH6670142378
PENDIDIKANTK .NURULHUDA
SDN PASIR GADUNG 2 MTS DAARUL AHSAN SMA DAARUL AHSAN
S1- ILMU PEMERINTAHANUNTIRTA
KEMAMPUANLEGAL WRIT ING MS.WORD MS.EXCEL MS.POWER POINT PUBLIC SPEAKING
DATA DIRITANGERANG, 26-08-1996ISLAMPEREMPUAN
PENGALAMAN
081213329175SIFANURFADILAH260896@GMAIL.COMTANGERANG, BANTEN
SIFA NURFADILAH I L M U P E M E R I N T A H A N @SIFANURFADILAH8
PENDIDIKAN NON-FORMAL
SEKOLAH KEBANGSAAN DISPORA KAB.TANGERANG
JUARA HARAPAN 2-ESSAY INOVASI KEBI JAKANPUBLIK UNPAD
2017
KONFERENSI NASIONAL-POLEMIK P ILKADA SERENTAK UNHAS MAKASAR
2017
DPR-RI MAGANG STAF AHLI ANGGOTA DPR-RI DR.IR. HETIFAH SJAIFUDIAN, MPP
2017
LAMPIRAN
Interview Guide
SISTEMATIKA BAB
JENIS
DATA
SUMBER
DATA
INTERVIEW GUIDE
Bab IV Hasil Dan Analisa
Penelitian
1. Gambaran Umum
Pilkada Banten 2017
Pelaksanaan
Pilkada di Banten
Politik Lokal di
Banten
Rumah Dunia
Data
sekunder
Sekunder
Primer
Internet dan
Buku/ jurnal
Internet dan
buku/ jurnal
Interview
Bagaimana peta koalisi partai
politik yang dibangun dalam
perhelatan pilkada Banten 2017?
Siapa saja pasangan calon yang
diusung oleh partai politik?
Apa visi misi dari setiap pasangn
calon?
Bagaimana hasil rekapitulasi
suara di pilkada Banten 2017?
Bagaimana peta politik Banten
pada pilkada sebelum 2017
Siapa aktor-aktor kuat di Banten?
Apa itu dinasti politik Atut?
Bagaimana kekuasaan dinasti
politik Atut dalam perpolitikan di
Banten?
Apa itu Rumah Dunia?
Bagaimana sejarah pendirian
Rumah Dunia?
Bergerak dibidang apakah
2. Rumah Dunia Dalam
mendukung Pasangan
Rano-Embay Pilkada
Banten 2017
Data
Primer
dan
Sekunder
Interview,
Buku dan
Internet
Rumah Dunia?
Siapa tokoh penting atau pendiri
Rumah Dunia?
Apa saja capaian yang telah
dilakukan Rumah Dunia?
Apa alasan Rumah Dunia
mendukung Rano Karno-Embay?
Bagaimana hubungan Rumah
Dunia dengan dinasti Atut?
Apa saja yang dilakukan Rumah
Dunia selama proses Pilkada
berlangsung?
Adakah feedback yang
didapatkan rumah dunia dengan
mendukung Rano-Embay?
Bagaimana hubungan dengan
Rano-Embay?
Bagaimana hubungan dengan tim
sukses Rano-Embay?
Bagaimana hubungan dengan
partai politik pengusung Rano-
Embay?
Bagaimana relasi dengan civil
society lain yang ada di Banten?
Apakah Rumah Dunia bersinergi
dengan civil society Banten yang
3.Partisipasi Politik
Rumah Dunia dalam
Pilkada Banten 2017
Data
Primer
Interview
lain dalam mendukung Rano-
Embay?
Apakah di Pilkada Banten
sebelumnya Rumah Dunia
pernah mendukung salah satu
calon?
Diluar musim Pilkada, apakah
Rumah Dunia tetap melakukan
aktivitas penolakan terhadap
dinasti?
Jika iya apa yang dilakukan?
Dukungan yang dilakukan
apakah bersifat kesukarelaan
atau perintah dari pimpinan
Rumah Dunia?
Apa saja yang telah dilakukan
Rumah Dunia dalam
mempengaruhi masyarakat?
Media apa yang dilakukan
Rumah Dunia untuk
mempengaruhi pilihan
masyarakat?
apakah pengurus atau relawan
Rumah Dunia semua mendukung
Rano-Embay?
Dokumentasi Gambar
Gambar 1.
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Gambar 2.
(Sumber: Mamanfaturochman.worpress.com)
Gambar 3.
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Gambar 4.
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Gambar 5.
(Sumber: Facebook)
Gambar 6.
(Sumber: Pelitabanten.com)
Gambar 7.
(Sumber: Liputanbanten.com)
Gambar 8.
(Sumber: Twitter.com)
Gambar 9.
(Sumber: Koranrumahdunia.com)
Gambar 10
(Sumber: Dok. Pribadi)
Gambar 11.
(Sumber: Dok. Pribadi)
Gambar 12.
(Sumber: Dok. Pribadi)
Gambar 13.
(Sumber: Dok. Pribadi)
Gambar 14.
(Sumber: Dok. Pribadi)
Gambar 15.
(Sumber: Dok. Pribadi)