Post on 30-Jun-2015
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif GenderBidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
PANDUAN
2
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
TIM PENYUSUN
KonsultanYusuf SupiandiFransisca Sari
Nara SumberKementerian Perumahan Rakyat• Sekretaris Kementerian• Kepala Biro Perencanaan dan KLNKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak• Hertomo Heroe• Sunarti
KontributorKementerian Perumahan Rakyat• Deputi I• Deputi II• Deputi IV• Deputi VKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak• Zamzam Muchtarom• Endah Prihatiningtiyastuti
SekretariatKementerian Perumahan RakyatKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak• Sri Lestari• Nani Dwi Wahyuni• Dwi Supriyanto• Bayu Harie Nugroho
EditorDeputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang EkonomiKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
3
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif GenderBidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
PANDUAN
4
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
SAMBUTAN
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
Perencanaan dan Penganggaran
yang Responsif Gender
Bidang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
PANDUAN
PANDUAN
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga Buku Panduan Peren-canaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman dapat tersusun dengan baik, sebagai salah satu wujud akuntabili-tas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusu-tamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, yang merupakan salah satu upaya pencarian keadilan atas hak azasi manusia tanpa mengotak-ngotakkan gender (laki-laki dan perempuan), usia, kebiasaan, dan lainnya, maka telah menjadi tugas dan tanggung jawab bagi Kementerian/Lembaga untuk melak-sanakan berbagai kegiatan yang responsif gender, mulai dari perencanaan, penyusunan program, penganggaran, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan.
Pengembangan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang di-tujukan untuk memenuhi kebutuhan perumahan di Indonesia, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), memiliki karakteristk yang cend-erung netral gender, tanpa membedakan kelompok sasaran pemanfaatnya. Akan tetapi dalam serangkaian input, proses dan outputnya seringkali ter-dapat kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya kesenjangan gender. Salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan gender serta mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender adalah melalui proses perencanaan program dan penyusunan anggaran yang responsif gender.
SEKRETARIS KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT
5Kendala yang dihadapi dalam perencanaan program dan penyusunan ang-garan yang responsif gender di Kementerian Perumahan Rakyat, diakibatkan oleh karakteristik beberapa jenis infrastruktur bidang perumahan dan ka-wasan permukiman yang netral gender. Perubahan pola pikir para perencana program dan anggaran sangatlah diharapkan, sehingga dapat terwujud pem-bangunan infrastruktur bidang perumahan dan kawasan permukiman yang responsif gender. Kami berharap panduan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan program dan penyusunan anggaran bidang perumahan dan kawasan permukiman, untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat.
Kami menyadari bahwa Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman ini masih belum sempur-na, untuk itu kami mengharapkan masukan dan saran dalam rangka perbaikan. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi pemikiran sehingga panduan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Jakarta, September 2011Sekretaris Kementerian Perumahan Rakyat
Dr. Iskandar Saleh
6
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
SAMBUTAN
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
Perencanaan dan Penganggaran
yang Responsif Gender
Bidang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
PANDUAN
PANDUAN
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, mengamanatkan semua Kementerian/Lembaga termasuk didalamnya Kementerian Perumahan Rakyat untuk mengintegrasikan PUG dalam menetapkan kebijakan, menyusun program dan kegiatan masing-masing. Mandat tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) Tahun 2011, yang kemudian diperbaharui dengan PMK No.93/PMK.02/2011. Dalam PMK tersebut disebutkan bahwa setiap Kementerian/Lembaga yang pernah didampingi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dalam Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) wajib mengintegrasikan isu gender kedalam pogram dan kegiatan mulai dari perencanaan sampai penganggaran yang dituangkan di RKA-K/L nya. Kementerian Perumahan Rakyat dalam menindaklanjuti PMK tersebut, pada tahun 2011 telah bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang didampingi oleh konsultan untuk menyusun Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Diharapkan pedoman tersebut dapat digunakan sebagai acuan para komponen perencana dalam menyusun program dan kegiatan yang responsif gender.
7Pedoman ini disusun melalui serangkaian Focus Group Discussion, beberapa kali workshop, dan konsultasi ke masing-masing unit kerja eselon I dilingkungan Kementerian Perumahan Rakyat . Kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada Tim Penyusun, yang terdiri dari pimpinan dan staf Kementerian Perumahan Rakyat , dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta pihak-pihak yang terlibat atas keikhlasannya telah menyempatkan waktu untuk menyumbangkan pikiran, berdiskusi dan membahas pedoman ini.
Semoga pedoman ini dapat memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan dalam menyusun program dan kegiatan yang responsif gender guna mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di Kementerian Perumahan Rakyat.
Jakarta, Agustus 2011Deputi Bidang Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi
Dr. Ir. Hertomo Heroe, MM
8
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARKementerian Perumahan Rakyat
SAMBUTANKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
DAFTAR ISI
DAFTAR Gambar, Diagram, Tabel dan Lampiran
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Pedoman PPRG 1.2.1 Maksud 1.2.2 Tujuan 1.3 Sasaran 1.4 Ruang Lingkup 1.5 Landasan Hukum 1.6 Hasil Akhir (Output dan Outcome)
Bab 2 ISU GENDER BIDANG PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN 2.1 Pengertian Gender 2.2 Pengarusutamaan Gender (PUG 2.3 Gender dalam Bidang Perumahan dan Permukiman: 2.4 Isu Gender di Kementerian Perumahan Rakyat 2.4.1 Isu Kebijakan 2.4.2 Isu Perencanaan 2.4.3 Isu Pembangunan 2.4.4 Isu Monitoring dan Evaluasi
Bab 3 PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG PERUMAHAN RAKYAT DAN PEMUKIMAN
2
4
8
10
131316161616171819
212123252828292929
31
9 3.1 Proses Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran 3.2 Penganggaran Berbasis Kinerja 3.3 Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender 3.4 Pengintegrasian Aspek Gender Dalam Perencanaan
Program dan Penganggaran
Bab 4 PENYUSUNAN DAN TAHAP-TAHAP PERENCANAAN PROGRAM DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DAN IMPLEMENTASINYA DI BIDANG PERUMAHAN
4.1. Penyusunan Perencanaan Dan Penganggaran Responsif Gender
4.1.1 Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L)
4.1.2 Pemilihan Program/Kegiatan/Output 4.1.3 Analisis gender 4.2 Penyusunan Gender Budget Statement (GBS):
Bab 5 MONITORING DAN EVALUASI 5.1 Pengertian Monitoring dan Evaluasi 5.2 Indikator Keberhasilan dan Data Terpilah 5.3 Tahap- tahap Monitoring dan Evaluasi 5.3.1 Tahap Persiapan 5.3.2 Tahap Monitoring 5.3.3 Tahap Evaluasi 5.3.4 Tahap Pelaporan
Bab 6 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISTILAH
LAMPIRAN
31323739
43
43
43
454650
5555575858596161
63
65
66
70
10
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
DAFTAR GAMBAR, DIAGRAM, TABEL, LAMPIRAN
DAFTAR GambarGambar 1.1 Rumahku dan lingkunganku penuh kekeluargaanGambar 1.2 Aku mimpi rumah Bali masa laluGambar 1.3 Halamanku yang IndahGambar 1.4 Lingkunganku yang nyamanGambar 1.5 Rumah Impianku, diantara suaka alamGambar 1.6 Lautku Rumahku
DAFTAR DiagramDiagram 2.1 Transformasi Isu Proses dan Produk Pembangunan
Perumahan dan Permukiman dari Layak Teknis ke Layak Teknis & Gender
Diagram 3.1 Siklus Perencanaan dan Anggaran NasionalDiagram 3.2 Proses Perencanaan, Penganggaran dan Evaluasi
TerpaduDiagram 3.3 Konsep Kerangka KinerjaDiagram 3.4 Struktur AnggaranDiagram 3.5 Mekanisme Perencanaan & Pelaksanaan Kegiatan
responsif GenderDiagram 4.1 Langkah-langkah PPRG dalam Penyusunan RKA-K/LDiagram 4.2 Gender Analysis Pathway (GAP) DAFTAR TabelTabel 4.1 Gender Budget StatementTabel 4.2 Format TORTabel 4.3 TOR Tabel 5. Daftar Pertanyaan Pemantauan, Perencanaan
Program dan Penganggaran Responsif Gender Unit Eselon
101828405260
25
2931
333439
4245
49505158
11
DAFTAR GAMBAR, DIAGRAM, TABEL, LAMPIRAN
DAFTAR LampiranLampiran 1, Contoh GAP, GBS dan KAK Sekretariat Kementerian Perumahan RakyatLampiran 2, Contoh GAP, GBS dan KAK Deputi Bidang PembiayaanLampiran 3, Contoh GAP, GBS dan KAK Deputi Bidang Pengembangan KawasanLampiran 4, Contoh GAP, GBS dan KAK Deputi Bidang Perumahan Formal Lampiran 5, Contoh GAP, GBS dan KAK Deputi Bidang Perumahan Swadaya
7071
72
73
74
75
12
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Gambar 1.1
“Rumahku dan lingkunganku penuh kekeluargaan” Pemenang Nominasi (SMP)
Anisha Sefina Priatna (14th)Tasikmalaya
13
1.1. Latar Belakang
Perumahan dan kawasan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara
Indonesia, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1), yaitu bahwa: setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang baik
dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya dalam pembukaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
dinyatakan bahwa: “Rumah mempunyai peran strategis dalam pembentukkan watak
dan kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia
berjati diri, madani, dan produktif.
Sebagai hak dasar yang fundamental sifatnya, dan sekaligus menjadi prasyarat bagi
setiap orang untuk bertahan hidup dan menikmati kehidupan yang bermartabat,
damai, aman, dan nyaman, maka penyediaan perumahan dan kawasan permukiman
yang memenuhi prinsip-prinsip layak dan terjangkau bagi semua orang telah menjadi
komitmen global sebagaimana dituangkan dalam Millenium Development Goals
(MDGs). Untuk itu, Pemerintah bertanggungjawab membantu masyarakat agar dapat
Bab 1
PENDAHULUAN
(1)
Pendahuluan
14
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
bertempat tinggal serta melindungi dan meningkatkan kualitas permukiman serta
lingkungannya.
Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman dalam kenyataan sangat
berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional, mengingat seluruh aspek
kehidupan berawal dari rumah yang sehat dan layak huni. Oleh karena itu, kebijakan
pembangunan perumahan dan kawasan permukiman harus senantiasa berdampak
penting terhadap perekonomian nasional maupun pada tatanan perekonomian global.
Selain ekonomi, kontribusi pembangunan perumahan dan kawasan permukiman juga
harus dapat dirasakan untuk berbagai kepentingan sosial, budaya, lingkungan dan
lainnya, di antaranya adalah untuk kesetaraan gender.
Pengarusutamaan gender (PUG) sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden
Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan
nasional, menjadi komitmen Kementerian Perumahan Rakyat, yang akan diterapkan
dalam setiap penyusunan kebijakan, perencanaan dan penganggaran, serta
implementasinya melalui program dan kegiatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor
5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 diamanatkan bahwa PUG merupakan salah
satu lintas bidang di dalam pembangunan, sehingga konsep kesetaraan gender harus
benar-benar menjadi pegangan dalam setiap tahapan kegiatan pembangunan bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
Perencanaan responsif gender telah diamanahkan dalam Instruksi Presiden tersebut
di atas, yang memerintahkan seluruh Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota untuk melaksanakan PUG ke dalam siklus manajemen, yakni
perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi atas kebijakan dan program
yang berperspektif gender pada semua aspek pembangunan. Selain itu, Peraturan
15
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 telah mengamanatkan bahwa dalam penyusunan
perencanaan perlu didahului dengan melakukan analisis dampak dan analisis gender.
Hal tersebut diperkuat lagi dengan Permenkeu Nomor 105/PMK.02/2008, yang juga
mengamanahkan agar penyusunan RKA-KL Tahun 2009 dilakukan dengan berbasis
kinerja serta didahului oleh analisis dampak dan analisis gender.
Dalam rangka lebih mengoperasionalkan PUG ke dalam berbagai program, kegiatan
dan penganggarannya pada masing-masing Kementerian/Lembaga, Menteri Keuangan
telah mengeluarkan Peraturan Nomor 119/PMK.02/2009, dan Nomor 104/
PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan
dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010 dan 2011,
yang telah diperbaharui dengan PMK Nomor 93/PMK.02/2011. Peraturan Menteri
tersebut memerintahkan Kementerian atau Lembaga Non Kementerian (K/L) untuk
menyusun kegiatan yang responsif gender dalam RKA-K/L yang ditunjukkan dengan
adanya Gender Budget Statement (GBS).
Dalam konteks tersebut di atas, untuk memudahkan para perencana di lingkungan
Kementerian Perumahan Rakyat dalam menyusun perencanaan dan penganggaran
responsif gender maka disusun Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif
Gender (PPRG) Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
(1)
Pendahuluan
16
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
1.2 Maksud dan Tujuan Panduan PPRG Bidang PKP
1.2.1 Maksud
Panduan PPRG Bidang PKP merupakan acuan bagi para perencana, pelaksana serta
penentu kebijakan di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat, dalam menyusun
perencanaan dan penganggaran yang efisien, efektif, dan berkeadilan bagi perempuan,
laki-laki, lansia dan anak serta orang dengan kebutuhan khusus (difable).
1.2.2 Tujuan
Panduan PPRG Bidang PKP ini bertujuan untuk:
1. Menyamakan persepsi para penentu kebijakan dalam penyusunan perencanaan
dan penganggaran yang responsif gender;
2. Memberikan pengarahan tentang tata cara pengintegrasian isu gender kedalam
sistem perencanaan dan penganggaran di lingkungan Kementerian Perumahan
Rakyat;
3. Memberikan arahan dalam penyusunan perencanaan program melalui pendekatan
Gender Anaysis Pathway (GAP) dan penyusunan Anggaran Responsif Gender
(ARG) melalui pendekatan Gender Budget Statement (GBS).
4. Mendorong akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan komitmennya untuk
mewujudkan kesetaraan gender di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
1.3 Sasaran
Sasaran pengguna Panduan PPRG Bidang PKP adalah para perencana program dan
penganggaran di Lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat yaitu unit organisasi yang
mempunyai tugas dan fungsi penyusunan perencanaan dan penganggaran kegiatan di
seluruh jajaran Eselon 1.
17
Sedangkan sasaran yang diharapkan dari penerapan PPRG ini adalah:
1. Tersusunnya perencanaan dan penganggaran program dan kegiatan yang responsif
gender di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat.
2. Diterapkannya ARG dalam program dan kegiatan dengan melampirkan GBS dan
KAK yang responsif gender;
3. Meningkatnya perspektif gender dalam pelaksanaan program dan kegiatan di
lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup panduan ini adalah upaya-upaya terkait dengan pengintegrasian isu
gender mulai dari perencanaan dan penganggaran sampai penyusunan Gender Budget
Statement (GBS) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL.
Ruang Lingkup panduan secara rinci meliputi:
1. Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di bidang perumahan dan
kawasan permukiman;
2. Isu gender dan data dukung gender (GBS dan KAK) bidang perumahan dan kawasan
permukiman;
3. Langkah-langkah perencanaan dan penganggaran yang responsif gender bidang
perumahan dan kawasan permukiman;
4. Monitoring dan evaluasi perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang
perumahan dan kawasan permukiman.
(1)
Pendahuluan
18
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
1.5 Landasan Hukum
Panduan PPRG Bidang PKP ini disusun berlandaskan pada peraturan perundangan:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW):
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja
Pemerintah (RKP)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Mengengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014;
7. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional;
8. Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan tentang Pedoman
Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Nomor 0142/M.PPN/06/2009-SE 1848/
MK/2009 tertanggal 19 Juni 2009;
9. Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyu-
sunan dan Penelaahan RKA-KL.
19
1.6 Hasil Akhir
Keluaran dan manfaat Panduan PPRG Bidang PKP adalah sebagai berikut:
1. Keluaran: tersusunnya dokumen perencanaan dan penganggaran yang responsif
gender.
2. Manfaat: diterapkannya program/kegiatan yang responsif gender, serta
meningkatnya pemahaman dan persamaan persepsi dalam pengintegrasian gender
di bidang perumahan dan kawasan permukiman.(1)
Pendahuluan
20
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Gambar 1.2
“Aku mimpi rumah Bali masa lalu” Juara III (SD)
I Gede Dalem Erlangga (13th)Gianyar-Bali
21
2.1 Pengertian Gender
Pengertian gender sama sekali berbeda dengan pengertian jenis kelamin, yang lazim
dibedakan atas perempuan dan laki-laki. Gender tercipta melalui proses sosial
budaya yang panjang dalam satu lingkup masyarakat tertentu, dan mempunyai
pengertian sebagai, “Pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab dan pembagian
kerja antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan
sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat,
kepercayaan atau kebiasaan masyarakat”. Pembedaan gender dimulai dari rumah
tangga, sebagai contoh, sejak dini anak laki-laki dikonstruksikan harus kuat, keras,
dan tegas, sedangkan anak perempuan harus halus, tenang, dan lembut. Ketika di
sekolah, pelajaran yang menjadi ranah perempuan ditetapkan misalnya menjahit dan
memasak, sedangkan bagi laki-laki antara lain pertukangan dan elektronika. Demikian
pula, media dan masyarakat makin menegaskan peran tersebut. Sebagai contoh,
dalam media masa, perempuan ideal selalu dikonstruksikan sebagai seseorang yang
melayani, lemah lembut dan selalu mengalah, sedangkan laki-laki adalah seseorang
yang kuat dan dominan.
Dengan konstruksi sifat seperti tersebut di atas, maka laki-laki umumnya ditempatkan
sebagai pemegang pekerjaan produktif, yang dinilai menghasilkan, dan dipandang
Bab 2
ISU GENDER BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
(2)
Isu Gender Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
22
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
mempunyai kedudukan lebih dominan. Sedangkan. perempuan ditempatkan sebagai
pemegang peran pekerjaan domestik, yang dinilai tidak menghasilkan, dan karena itu
berkedudukan sub-ordinat. Padahal pekerjaan domestik diperlukan untuk memelihara
dan menjaga agar pelaku pekerja produktif, yaitu kaum laki-laki, tetap mampu
melakukan pekerjaan produktifnya. Perempuan pun seringkali harus berperan ganda,
sebagai pekerja produktif sambil tetap memegang pekerjaan domestiknya.
Penetapan kebutuhan ruang dalam pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman, selama ini umumnya diturunkan dari kebutuhan laki-laki sebagai pekerja
produktif, dan mengabaikan adanya perbedaan kebutuhan spesifik perempuan,
karena sifat dan pekerjaannya yang tidak sama dengan laki-laki. Perumahan misalnya,
dipandang sebagai tempat istirahat, yang merefleksikan kebutuhan laki-laki yang
perlu istirahat setelah melakukan pekerjaan produktif di tempat lain. Padahal bagi
perempuan, perumahan tidak hanya merupakan tempat istirahat, melainkan juga
merupakan tempat bekerja. Sedangkan di tempat kerja, tidak disediakan ruang
untuk kebutuhan khusus perempuan yang berperan ganda, sebagai pekerja dan
juga sebagai seorang ibu yang tetap harus dapat mengasuh dan mengawasi anak-
anaknya, khususnya yang berusia balita. Ini berarti bahwa permukiman selama ini
direncanakan dan dirancang sesuai dengan karakter pekerjaan laki-laki yang mengenal
pemisahan ruang dan waktu. Perempuan, baik yang berperan ganda maupun yang
hanya memegang pekerjaan domestik saja, tidak sepenuhnya memerlukan pemisahan
ruang dan waktu. Pekerjaan domestik, seperti misalnya memasak, mengasuh anak dan
mencuci piring, seringkali harus dilakukan pada saat bersamaan, yang berarti bahwa
pekerjaan domestik cenderung kurang memerlukan pemisahan ruang.
Peran, fungsi, tanggung jawab, dan perilaku dalam relasi gender merupakan bentukan
masyarakat yang sesungguhnya dapat dipertukarkan antara perempuan dan laki-
23
laki. Peran gender dapat berbeda antar daerah, dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman, sedangkan perbedaan jenis kelamin adalah perbedaan biologis,
merupakan kodrat yang menetap tidak dapat berubah sepanjang zaman.
Perbedaan gender tidak akan menjadi permasalahan sepanjang tidak menimbulkan
kesenjangan, ketidak-adilan atau diskriminasi pada perempuan atau laki-laki. Akan
tetapi kenyataannya, pembedaan tersebut seringkali menimbulkan permasalahan.
Dengan perbedaan gender dapat terjadi marginalisasi, sub-ordinasi, stereo-type dan
bahkan terjadi adanya kekerasan dan beban ganda yang sering dialami oleh perempuan
di sektor publik.
Adanya peminggiran terhadap perempuan atau laki-laki dalam pembangunan
mengakibatkan kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat bagi perempuan
dan laki-laki, termasuk difable, dalam mendapatkan peluang atau kesempatan yang
adil dalam proses pembangunan.
2.2 Pengarusutamaan Gender (PUG)
Pengarusutamaan gender adalah strategi dalam mengintegrasikan berbagai
pengalaman, aspirasi laki-laki dan perempuan ke dalam kebijakan dan program
pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi. Pengarusutamaan gender bertujuan untuk terselenggaranya perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan
nasional yang berperspektif gender, dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
(2)
Isu Gender Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
24
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Pengarusutamaan gender dilaksanakan melalui:
1. Analisis gender yaitu cara mengidentifikasi dan memahami ada atau tidak adanya
dan sebab – sebab terjadinya ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender, termasuk
pemecahan permasalahannya,
2. Upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang pengarusutamaan gender
pada instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah.
Ketidakadilan gender dalam pembangunan dapat terjadi karena tidak samanya akses
dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan, Partisipasi terhadap pengambilan
keputusan dan kegiatan, dan manfaat kebijakan serta program pembangunan bagi
perempuan dan laki-laki, termasuk difable. Melalui Pengarusutamaan Gender dapat
dihasilkan kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender, yang dapat
membuka peluang sama bagi laki-laki dan perempuan serta difable dalam beroleh
akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat pembangunan.
PUG sebagai suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, harus
dapat membuktikan bahwa aspek gender benar-benar tercermin dan terpadu dalam
empat fungsi utama manajemen program setiap instansi, lembaga maupun organisasi,
yaitu :
a. Perencanaan: menyusun pernyataan atau tujuan yang jelas bagi perempuan dan
laki-laki.
b. Pelaksanaan: memastikan bahwa strategi yang dijelaskan mempunyai dampak
pada perempuan dan laki-laki.
c. Pemantauan: mengukur kemajuan dalam pelaksanaan program dalam hal
partisipasi dan manfaat bagi perempuan dan laki-laki.
d. Penilaian (evaluasi): memastikan bahwa status perempuan maupun laki-laki sudah
menjadi lebih setara/seimbang sebagai hasil prakarsa tersebut.
25
Sedangkan tujuan Pengarusutamaan Gender (PUG) secara umum sebagaimana
tercantum dalam panduan pelaksanaan Impres Nomor 9 tahun 2000, tujuan PUG
adalah:
a. Membentuk mekanisme untuk formulasi kebijakan dan program yang responsif
gender.
b. Memberikan perhatian khusus pada kelompok-kelompok yang mengalami
marjinalisasi, sebagai dampak dari bias gender.
c. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun
non pemerintah sehingga mau melakukan tindakan yang sensitif gender di bidang
masing-masing.
2.3 Gender dalam Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Isu secara umum dapat diartikan sebagai berbagai hal, perhatian, pertanyaan, topik,
proposisi atau situasi yang perlu direspon oleh suatu tindakan. Dalam kaitannya
dengan bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman, maka isu berarti berbagai hal,
situasi atau masalah yang perlu direspon oleh suatu kebijakan, program dan berbagai
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah, agar apa yang menjadi tanggungjawab
negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman terlaksana.
Sedangkan dalam Gender Analysis Pathway, isu gender dijabarkan sebagai adanya
kesenjangan dalam faktor Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat (APKM). Dengan
demikian, isu gender merupakan permasalahan atau situasi yang diakibatkan oleh
adanya kesenjangan atau ketimpangan gender dalam akses, partisipasi, kontrol dan
(2)
Isu Gender Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
26
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
manfaat pembangunan, dalam hal ini adalah pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman, yang berimplikasi munculnya diskriminasi terhadap salah satu pihak,
perempuan atau laki-laki. Padahal keadilan dan pemerataan adalah salah satu
azas penyelenggaraan perumahan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang
Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor 1 Tahun 2011, Bab 2, pasal 2.
Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam akses dan kontrol terhadap
sumberdaya pembangunan, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan kegiatan, serta manfaat hasil pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman, dapat terjadi pada proses dan produk perumahan dan kawasan
permukiman, yang mencakup kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan
pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan
sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Tetapi,
tidak sepenuhnya kegiatan yang tersebut dalam ketentuan umum, pasal 1 Undang-
Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman nomor 1 tahun 2011 itu, merupakan
kewenangan Kementerian Perumahan Rakyat. Ini mengisyaratkan pentingnya
koordinasi di antara K/ L penyelenggara perumahan dan kawasan permukiman, dalam
menciptakan perumahan dan kawasan permukiman yang responsif gender.
Dengan proses dan produk pembangunan perumahan dan permukiman yang responsif
gender, maka kelayakan huni dan keterjangkauan tidak hanya layak menurut
kebutuhan teknis dan ekonomis semata-mata, melainkan juga harus layak gender.
Untuk menemu-kenali isu gender, terlebih dahulu harus tersedia data terpilah, yang
menunjukkan masih adanya ketimpangan gender dalam proses dan produk kebijakan,
program, kegiatan yang akan direncanakan.
27
Isu-isu gender dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman secara umum
dapat diintegrasikan, antara lain melalui:
1. Kebijakan dan program yang dapat mengatasi berbagai permasalahan perumahan
dan kawasan permukiman, baik sebagai lingkungan fisik maupun sebagai
pengorganisasian, yang menghasilkan proses maupun produk kebijakan serta
program yang responsif gender;
2. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang dapat memandu pengguna
dan pemakainya menghasilkan kegiatan dan atau produk perumahan dan kawasan
permukiman lainnya yang responsif gender;
3. Peningkatan penyebaran dan penguasaan informasi mengenai isu gender dalam
bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui sosialisasi, pelatihan
dan pendidikan informal lainnya, serta dalam pendidikan formal dalam subjek
pengetahuan terkait, seperti untuk perencana dan perancang perumahan
dan kawasan permukiman, juga para pengambil keputusan terkait di kalangan
pemerintahan pusat dan daerah, dan stakeholders lainnya, termasuk masyarakat
pengguna perumahan dan kawasan permukiman;
Diagram 1.1
Siklus Perencanaan dan Anggaran Nasional
proses layak teknisadministratif& responsif
gender
produk:layak huniterjangkau
& layakgender
proses:layak
teknis & administratif
produk:layak huni
& terjangkau:teknis,
ekonomis
isu genderisu terpilah isu terpilah
Transformasi isu proses dan produk pembangunan perumahandan permukiman, dari layak teknis ke layak teknis dan gender
(2)
Isu Gender Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
28
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
4. Skema-skema pembiayaan/pendanaan pengembangan perumahan dan peningkatan
kualitas lingkungan perumahan dan kawasan permukiman yang responsif gender;
5. Peningkatan partisipasi perempuan dan laki-laki dari segala usia dan yang
berkebutuhan khusus, dalam desain proyek, implementasi, monitoring dan
evaluasi, agar manfaat pembangunan lebih bersifat responsif gender.
2.4 Isu Gender di Kementerian Perumahan Rakyat
Dalam bagian ini akan diangkat beberapa contoh isu-isu gender di lingkungan
Kementerian Perumahan Rakyat, sesuai dengan kegiatan yang menjadi tugas pokok
dan fungsi Kementerian, yang mencakup kebijakan, perencanaan dan perancangan,
pembangunan dan pemeliharaan, serta monitoring dan evaluasi
2.4.1 Isu Kebijakan
1. Terbatasnya pemahaman pengambil keputusan, baik secara pola pikir dan
atau kapasitas, dalam merumuskan kebijakan bidang perumahan dan kawasan
permukiman yang berkeadilan bagi laki-laki, perempuan, anak-anak, lansia, dan
disable.
2. Masih terdapatnya kesenjangan pemahaman di antara pembuat dan pelaksana
kebijakan K/L dan Non-Pemerintah terkait pembiayaan perumahan terhadap peran
perempuan sebagai pengelola keuangan rumah tangga.
3. Kriteria dan spesifikasi prasarana, sarana dan utilitas yang ada di perumahan dan
kawasan permukiman belum mengakomodasi penggunaan oleh kaum perempuan
dan disable.
4. Adanya kesenjangan laki-laki dan perempuan di dalam mengakses informasi
kebijakan dan program perumahan.
29
2.4.2 Isu Perencanaan
1. Belum tersedianya data dan informasi yang terpilah menurut gender dalam
penyusunan program.
2. Kurangnya pemahaman aspek gender dalam proses penyusunan Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) pengembangan perumahan dan kawasan permukiman.
3. Perencanaan dan perancangan perumahan dan kawasan permukiman belum secara
memadai memperhatikan kebutuhan gender.
4. Dokumen perencanaan bidang perumahan dan kawasan permukiman masih belum
berperspektif gender.
2.4.3 Isu Pembangunan
1. Keterbatasan akses masyarakat khususnya perempuan terhadap sumberdaya
perumahan dan kawasan permukiman.
2. Masukan kelompok masyarakat dalam perencanaan pembangunan perumahan
dan kawasan permukiman belum responsif gender.
3. Bahan/materi sosialisasi/ pelatihan belum responsif gender; dan narasumber,
fasilitator, serta pelaksana sosialisasi belum paham gender.
2.4.4 Monitoring dan Evaluasi
1. Belum ada indikator monitoring dan evaluasi yang responsif gender dalam
penyelenggaaran perumahan dan kawasan permukiman.
2. Rendahnya peran masyarakat yang peduli gender dalam pengawasan pelaksanaan
pembangunan perumahan.
3. Belum tersedianya komponen data terpilah atas penanganan pengaduan
masyarakat di bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan keikutsertaan
perempuan dalam penyampaian saran pengaduan masih relatif rendah.
(2)
Isu Gender Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
30
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Gambar 1.3
“Halamanku yang Indah” Pemenang Nominasi (SD)
Mohammad Asaydana (11th)Batu-Malang, Jatim
31
Diagram 3.1
Siklus Perencanaan dan Anggaran Nasional
siklus perencanaan dan anggaran nasional
UU 25/2004 tentang SPPN UU 17/2003 tentang Keuangan Negara
sumber: panduan PPRG KPP
pusa
t
3.1 Proses Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran
Sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku di Kementerian Lembaga, telah
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
Bab 3
PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN
(3)
Penyusunan
Perencanaan Dan
Penganggaran
Responsif Gender
Bidang Perumahan
dan Kawasan
Permukiman
RPJP RPJMN RKP RAP APBN
RKA K/L
RincianAPBN
Renja K/L
Renstra K/L
32
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Diagram 3.1 memperlihatkan sinkronisasi sistem perencanaan dan penganggaran yang
berlaku di Kementerian dan Lembaga. Rencana Kerja (Renja) Kementerian Perumahan
Rakyat, dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Setelah ditelaah dan
ditetapkan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan berkoordinasi dengan Kementerian
Keuangan, disusunlah Rencana Kerja Anggaran (RKA), yang nantinya akan menjadi
Rincian APBN (Pasal 2 Ayat (1) PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL).
Siklus perencanaan dan penganggaran di Indonesia, menurut Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003, dimulai pada tanggal 1 Januari sampai 31 Desember tahun
yang sama, seperti yang terlihat pada Diagram 3.2. Diagram 3.2 ini memperlihatkan
bahwa Renja K/L harus sudah dibuat selambat-lambatnya di bulan April, dengan
mengacu pada Renstra K/L dan pagu indikatif. Pada bulan berikutnya, setelah semua
Renja K/L dikumpulkan oleh Bappenas, dan seluruh anggarannya dibahas bersama
DPR RI, maka ditetapkanlah RKP yang telah memuat pagu sementara. Selanjutnya,
RKP ini digunakan sebagai landasan dalam menyusun RKA K/L. Kemudian kumpulan
dari semua RKA K/L dijadikan bahan lampiran RAPBN. Setelah RAPBN dibahas dan
disahkan menjadi APBN, maka ditetapkanlah pagu definitif, dan selanjutnya RKA K/L
menjadi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) K/L. (Panduan PPRG Kementerian
Keuangan).
3.2 Penganggaran Berbasis Kinerja
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah memuat azas-
azas umum pengelolaan keuangan Negara dalam kaitan dengan penyelenggaraan
Good Governance. Melalui UU tersebut telah ditetapkan azas akuntabilitas
berorientasi hasil (Result Oriented Accountability), atau yang umumnya dikenal
33
Diagram 3.2
Proses Perencanaan, Penganggaran dan Evaluasi Terpadu
diagram proses perencanaan, penganggaran dan evaluasi terpadu
Januari-April Mei-Agustus September-Desember
Kementerian Perencanaan
Kementerian Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga
Proses perencanaan, penganggaran,dan evaluasi terpadu
SE pagu sementara
Rentra KL
Lampiran RAPBN(himpunan RKA-KL)
Rancangan KepPrestentang rincianAPBN
pengesahanPenelaahan konsistendengan prioritas anggaran
SEB prioritas programdan indikasi pagu
Penelaahan konsistendengan RKP
Rancangan Renja KL RKP
Tahap IIIpertemuan koordinasi
Tahap IVpenyusunan RKP,RKA-KL DIPA
RKA-KL
Tahap Ipenyusunan konsepkerangka kerja
Tahap IIpenyusunan rencana kegiatan dan anggaran
konsep dokumen pengesahan anggaran
dokumen pelaksanaan anggaran
pagu
34
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
dengan istilah akuntabilitas kinerja (Performance Accountability). Hal ini artinya ada
perubahan mendasar pada sistim penganggaran, yang tadinya Line-Item Budgeting
menjadi Performance Based Budgeting (Penganggaran Berbasis Kinerja). Penganggaran
Berbasis Kinerja (PBK) merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran yang
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran (output) dan hasil
akhir (outcome) yang diharapkan, serta memperhatikan efisiensi dalam pencapaian
hasil dan keluaran tersebut. Indikator kinerja yang digunakan dalam penerapan PBK
dapat dibagi dalam:
1. Input indikator, yaitu indikator untuk melaporkan jumlah sumber daya yang
digunakan untuk menjalankan suatu kegiatan atau program;
2. Output indikator, dimaksudkan untuk melaporkan unit barang/jasa yang
dihasilkan suatu kegiatan atau program;
3. Outcome/effectiveness indikator, dimaksudkan untuk melaporkan hasil (termasuk
kualitas pelayanan).
Dalam struktur penganggaran yang berbasis kinerja, harus terdapat keterkaitan
yang jelas antara kebijakan perencanaan sesuai dengan hirarki struktur organisasi
pemerintahan, dengan alokasi anggaran untuk menghasilkan output, yang
dilaksanakan oleh unit pengeluaran (spending unit) pada tingkat satuan kerja. Dalam
hal ini, perumusan indikator kinerja yang menggambarkan tanda-tanda keberhasilan
suatu program/kegiatan yang telah dilaksanakan, beserta output dan outcome yang
dihasilkan, menjadi sangat penting. Indikator ini akan dijadikan alat ukur keberhasilan
suatu program/kegiatan.
35
Diagram 3.3
Konsep Kerangka Kinerja
konsep kerangka kinerja
dampak
hasil/outcome
keluaran/output
kegiatan
input
Hasil pembangunan yang diperoleh daripencapaian outcome
produk/barang/jasa yang dihasilkan
proses menggunakan inputyang menghasilkan outputyang diinginkan
sumberdaya yang menghasilkankontribusi dalam menghasilkan input
Apa yang ingin diubah
Apa yang ingin dicapai
Apa yang dihasilkan(Barang)atau dilayani (jasa)
Apa yang dikerjakan
Apa yang digunakandalam bekerja
met
ode
peny
usun
an
metode pelaksanaan
(3)
Penyusunan
Perencanaan Dan
Penganggaran
Responsif Gender
Bidang Perumahan
dan Kawasan
Permukiman
36
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Diagram 3.4
Struktur Anggaran
struktur anggaran
program
kegiatan
kegiatan
outcome
output
output
Indikatorkinerja utama
Indikator kinerja kegiatan
proses pencapaianoutput
komponen
sub komponen
detil belanja
sub output
Penerapan PBK tersebut akan mempengaruhi struktur anggaran yang digunakan oleh
K/L. Diagram 3.4 menunjukkan struktur anggaran yang baru dalam penerapan PBK.
Struktur anggaran tersebut memperlihatkan keterkaitan antara perencanaan dan
penganggaran, yang merefleksikan keselarasan antara formulasi kebijakan dengan
pelaksanaan kebijakan tersebut. Suatu kegiatan dapat menghasilkan lebih dari satu
output, sementara untuk pencapaian setiap output, perlu dirinci komponen input
secara berjenjang. Selanjutnya dapat dihitung kebutuhan belanja dari masing-masing
tahapan.
37
3.3 Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan instrumen untuk
mengatasi adanya kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam
pelaksanaan pembangunan bagi perempuan dan laki-laki, sebagai akibat dari
konstruksi sosial dan budaya, dengan tujuan mewujudkan perencanaan dan
penganggaran yang lebih berkeadilan. Perencanaan dan penganggaran responsif
gender, bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem yang sudah ada, dan bukan
pula penyusunan rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari
laki-laki. Penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah
tujuan akhir, melainkan merupakan sebuah kerangka kerja atau alat analisis untuk
mewujudkan keadilan dalam penerimaan manfaat pembangunan.
Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender adalah kegiatan dalam
menterjemahkan kebijakan pembangunan dalam bentuk penggunaan dana dan
kegiatan, untuk memastikan bahwa proses ini telah menjalankan prinsip-prinsip
keadilan, termasuk di dalamnya keadilan dalam perspektif gender. Perencanaan
dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) adalah proses yang tepat untuk
menjamin terlaksananya prinsip keadilan tersebut. Mekanisme perencanaan dan
penganggaran yang responsif gender mengikuti proses sistem perencanaan dan
penganggaran nasional sebagai mana dijelaskan diatas (diagram 3.1 diatas).
Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan dua proses yang
saling terkait dan terintegrasi. Berikut beberapa konsep tentang perencanaan dan
penganggaran responsif gender:
(3)
Penyusunan
Perencanaan Dan
Penganggaran
Responsif Gender
Bidang Perumahan
dan Kawasan
Permukiman
38
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
1. Perencanaan responsif gender merupakan suatu proses pengambilan keputusan
untuk menyusun program, proyek ataupun kegiatan yang akan dilaksanakan di
masa mendatang, untuk menjawab isu-isu atau permasalahan gender di masing-
masing sektor;
2. Perencanaan responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan
memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan
permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunannya.
Khusus tentang anggaran resposif gender, berdasarkan PMK Nomor 93 Tahun 2011,
dijelaskan sebagai berikut:
1. Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah anggaran yang mengakomodasi
keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, dan mengontrol sumber-sumber
daya, serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil
pembangunan, dan bukan merupakan anggaran yang yang terpisah untuk laki-laki
dan perempuan;
2. Prinsip-prinsip Dasar ARG:
a. ARG bukan fokus pada penyediaan anggaran pengarusutamaan gender, tapi
bagaimana memberikan manfaat pada laki-laki dan perempuan secara adil;
b. Anggaran Responsif Gender bukanlah anggaran yang yang terpisah untuk laki-
laki dan perempuan;
c. Pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan peran dan tanggung
jawab laki-laki, perempuan serta kelompok lain;
d. Tidak berlaku sebagai dasar untuk meminta tambahan alokasi anggaran;
e. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki - 50% perempuan untuk
setiap kegiatan;
39
f Adanya anggaran responsif gender tidak berarti adanya penambahan dana
yang dikhususkan untuk program ini;
g. Bukan berarti bahwa alokasi anggaran responsif gender berada dalam program
khusus pemberdayaan perempuan;
h. Tidak harus semua program/kegiatan perlu mendapat koreksi agar menjadi
responsif gender à ada juga program/kegiatan yang sudah netral gender.
3. Kategori Anggaran Responsif Gender (ARG) dapat dibagi kedalam:
a. Anggaran khusus target gender, adalah alokasi anggaran yang diperuntukkan
guna memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau kebutuhan dasar
khusus laki-laki berdasarkan hasil analisis gender;
b. Anggaran kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk mengatasi
masalah kesenjangan gender. Berdasarkan analisis gender dapat diketahui
adanya kesenjangan dalam relasi antara perempuan dan laki-laki dalam akses,
partisipasi, manfaat dan kontrol terhadap sumberdaya;
c. Anggaran pelembagaan kesetaraan gender, adalah alokasi anggaran untuk
penguatan pelembagaan pengarusutamaan gender, baik dalam hal pendataan
maupun peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.
3.4 Pengintegrasian Aspek Gender Dalam Perencanaan Program dan Penganggaran
Pengintegrasian aspek gender ke dalam perencanaan dan penganggaran merupakan
suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sedapat mungkin analisis gender dilakukan
pada setiap tahapan penyusunan kebijakan strategis dan kebijakan operasional.
Dokumen kebijakan strategis yang meliputi RPJP, RPJM, Renstra K/L, RKP, Renja K/L
dan Pagu Indikatif/Pagu Sementara, sedangkan dokumen kebijakan operasional
(3)
Penyusunan
Perencanaan Dan
Penganggaran
Responsif Gender
Bidang Perumahan
dan Kawasan
Permukiman
40
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
meliputi dokumen APBN, RKA K/L dan DIPA. Dokumen kebijakan strategis yang
telah mengintegrasikan aspek gender, menjadi dasar penyusunan program/kegiatan/
subkegiatan yang responsif gender. Operasionalisasi pengintegrasian aspek gender
dalam perencanaan dan penganggaran dilakukan melalui penyusunan dokumen Renja
Kementerian Perumahan Rakyat. Dokumen Renja ini menggunakan analisis gender
sebagai masukan untuk memastikan program/kegiatan/subkegiatan yang responsif
gender.
Pengintegrasian isu gender dilakukan mulai dari tahap perencanaan sampai
penganggaran, yang akan menghasilkan anggaran responsif gender. Anggaran
responsif gender adalah anggaran yang tanggap terhadap kebutuhan, permasalahan,
aspirasi, dan pengalaman perempuan dan laki-laki serta memberi manfaat yang adil
kepada perempuan dan laki-laki. Aspek gender bisa diintegrasikan di dalam setiap
tahapan perencanaan dalam berbagai bentuk.
Dalam diagram 3.5 terlihat aspek terintegrasi dalam bentuk:
1. Pada tahap identifikasi potensi dan kebutuhan, aspek gender masuk dalam bentuk
analisis situasi/analisis gender;
2. Pada perencanaan anggaran, maka formulasi kebijakan dilakukan dengan
memperlihatkan gender;
3. Implementasi anggaran dilaksanakan dengan memperhatikan partisipasi laki-laki
dan perempuan;
4. Kegiatan monitoring dan evaluasi menggunakan berbagai indikator yang peka
gender.
41
Diagram 3.5
Mekanisme Perencanaan dan Pelaksanaan Kegiatan Responsif Gender
monitoringdan evaluasi
program
potensidan
kebutuhan
pelaksanaanprogram
perencanaanprogram
mekanisme perencanaan dan pelaksanaan kegiatan responsif gender
analisis situasi/analisis gender
partisipasi laki-laki dan perempuansesuai kemauan, kemampuan, kebutuhan,
pengalaman, dan aspirasinya
berbagai indikator
sensitif genderprogram/kegiatan
formulasitujuan
denganmemperhatikan
dimensigender
Dari diagram 3.5 tersebut terlihat bahwa analisis gender dilakukan pada penyusunan
kebijakan strategis yaitu Renstra dan Kebijakan Operasional yaitu Penyusunan
Rancangan Renja K/L dan RKA K/L. Renstra yang responsif gender akan menjadi acuan
dalam penyusunan rancangan Renja K/L dan RKA K/L sebagai indikator program dan
anggaran responsif gender atau belum responsif gender. Pengintegrasian gender
dalam dokumen-dokumen di atas, pada dasarnya dilakukan dengan cara membuat
analisis gender. Penting untuk diketahui, apakah dokumen Renstra, Renja dan RKA KL
sudah responsif gender atau belum. Jika belum, maka pada tingkat operasional dalam
kegiatan/output kegiatan yang tercantum dalam Renja dan RKA K/L diformulasikan
kembali agar menjadi responsif gender.
(3)
Penyusunan
Perencanaan Dan
Penganggaran
Responsif Gender
Bidang Perumahan
dan Kawasan
Permukiman
42
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Gambar 1.4
“Lingkunganku yang Nyaman” Pemenang Nominasi (SD)
Kamilia Qonita (11th)Batu-Malang, Jatim
43
Bab 4
PENYUSUNAN DAN TAHAP-TAHAP PPRG DAN IMPLEMENTASINYA DI BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
4.1 Penyusunan Perencanaan Dan Penganggaran Responsif Gender
Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) merupakan suatu
pendekatan analisis kebijakan, program dan kegiatan untuk mengetahui perbedaan
kondisi, permasalahan, aspirasi dan kebutuhan perempuan dan laki-laki. Penyusunan
PPRG diawali dengan pengintegrasian isu gender ke dalam penyusunan perencanaan
dan penganggaran, serta merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Analisis
situasi/analisi gender harus dilakukan pada setiap tahapan penyusunan kebijakan
strategis dan kebijakan operasional. Dokumen kebijakan strategis meliputi RPJP, RPJMN,
Renstra K/L, RKP, Renja K/L dan Pagu Indikatif/pagu sementara. Sedangkan kebijakan
strategis menjadi dasar penyusunan program dan kegiatan yang responsif gender.
Operasionalisasi pengintegrasian isu gender dalam perencanaan dan penganggaran
dilakukan melalui penyusunan dokumen Renja K/L. Penyusunan Dokumen Renja
menggunakan analisis gender.
Analisis gender/analisis situasi dimaksud, mengandung muatan sebagai berikut:
1. Gambaran kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara perempuan
dan laki-laki dalam semua kegiatan pembangunan;
(4)
Penyusunan
Dan Tahap-
tahap PPRG Dan
Implementasinya
Di Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
44
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Diagram 4.1
Langkah-langkah PPRG dalam
Penyusunan RKA-K/L
langkah-langkah PPRG dalam penyusunan RKA-K/L
1. Pilih Program yang Strategis2. Pilih Program yang Mendukung Pencapaian MDG’s3. Pilih Program yang Melibatkan Masyarakat
Pemilihan Program/Kegiatan
Analisis Gender
Gender Budget Statement
Term Of Reference (TOR)
GunakanGender Analysis Pathway (GAP)
2. Gambaran adanya faktor penghambat di internal lembaga (organisasi pemerintah)
dan atau eksternal lembaga masyarakat;
3. Indikator outcome yang dapat dihubungkan dengan tujuan kegiatan/sub-kegiatan;
4. Indikator input atau output yang dapat dihubungkan dengan bagian pelaksanaan
kegiatan/sub-kegiatan.
Salah satu alat analisis gender yang telah diterapkan di Indonesia berdasarkan
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional adalah Gender Analysis Pathway atau Alur Kerja Analisis
Gender (GAP).
Proses Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender dalam Penyusunan Program
Kerja, perlu dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
4.1.1 Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L)
Untuk menyusun RKA/KL perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
45
4.1.2 Pemilihan Program/Kegiatan/Output
Struktur penganggaran terdiri dari program, kegiatan dan output/sub-output serta
komponen input sebagai bentuk langkah-langkah kegiatan untuk mencapai output/
sub-output. Program/kegiatan/output/sub-output yang dipilih untuk dilakukan
analisis gendernya dan dimuat gender budget statements-nya, adalah program yang
strategis dan memiliki dimensi luas, baik dalam hal dampak dan pelibatan masyarakat
maupun dalam mendukung pencapaian MDG’s.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RKA-KL ini. Untuk
mempermudah pelaksanaannya, berikut ini adalah kisi-kisi mengenai hal tersebut,
yaitu:
1. Penerapan ARG pada penganggaran Tahun 2011 diletakkan pada output. Relevansi
komponen input dengan output yang akan dihasilkan harus jelas.
2. Kriteria kegiatan dan output yang menjadi fokus ARG.
3. Pada tahun 2011, ARG akan diterapkan pada K/L yang menghasilkan output
kegiatan:
a. Dalam rangka penugasan prioritas pembangunan nasional;
b. Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat (delivery service); dan/atau
c. Dalam rangka pelembagaan pengarusutamaan gender/PUG (termasuk
didalamnya capacity building, advokasi gender, kajian, sosialisasi, diseminasi
dan/atau pengumpulan data terpilah).
Pemilihan program/kegiatan sebagaimana disebutkan dalam PMK Nomor 93/
PMK.02/2011 adalah:
1. Program yang Strategis;
2. Program yang Mendukung Pencapaian MDG’s;
3. Program yang Melibatkan Masyarakat.
(4)
Penyusunan
Dan Tahap-
tahap PPRG Dan
Implementasinya
Di Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
46
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Dengan kriteria sebagaimana disebutkan di atas, maka tidak semua kegiatan/output/
sub-output dibuat gender budget statement-nya. Namun pemilihan output yang
akan dijadikan titik tolak Gender Budget Statement, harus dapat memenuhi kriteria
tersebut di atas dan menjadi daya pengungkit responsif gender bagian kegiatan dan
program
4.1.3 Analisis Gender
Analisis gender adalah kegiatan untuk mengidentifikasi kesenjangan dan permasalahan
gender serta faktor penyebabnya, sehingga dapat dirumuskan alternatif solusinya
secara tepat, dengan menggunakan metode Alur Kerja Analisis Gender (Gender
Analysis Pathway/GAP). (Lihat Analisis GAP Diagram 4.2 )
Salah satu alat analisis gender yang telah diterapkan di Indonesia berdasarkan
amanat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan Nasional adalah Gender Analysis Pathway (GAP) atau alur kerja
analisis gender sebagaimana tergambar dalam diagram 4.2.
Analisis gender/analisis situasi tersebut di atas mengandung muatan sebagai berikut
1. Gambaran kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara perempuan
dan laki-laki dalam semua kegiatan pembangunan;
2. Gambaran adanya faktor penghambat di internal lembaga (Organisasi Pemerintah)
dan atau eksternal lembaga masyarakat;
3. Indikator outcome yang dapat dihubungan dengan tujuan kegiatan/sub kegiatan;
4. Indikator input atau output yang dapat dihubungkan dengan bagian pelaksanaan
kegiatan/sub kegiatan.
47
Diagram 4.2
Gender Analysis Pathway (GAP)
Gender Analysis Pathway (GAP)
Gender Analysis Pathway (GAP)
data pembuka wawasan(terpilah menurut jeniskelamin)
- kuantitatif- kualitatif
tujuan kebijakan genderbagaimana mengecilkan/menutup kesenjangan?
indikator gender
Analisis kebijakan gender
Faktor GAP- Akses- Partisipasi- Kontrol- Manfaat
isu-isu gender dan mengapa ada Gap?
Tujuan kebijakansaat ini formulasi
kebijakan gender
kegiatan pelaksanaan monitoringdan evaluasi
sasaran
rencana program gender
48
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Langkah-langkah melakukan GAP terhadap program dan kegiatan Kementerian
Perumahan Rakyat adalah sebagai berikut:
1. Langkah ke-1 dimulai dari pemilihan program dan kegiatan Kementerian Perumahan
Rakyat yang akan menjadi isu utama untuk dibahas dalam konteks gender. Perlu
dicatat bahwa tidak semua anggaran bisa menjadi isu gender. Pemilhan kegiatan
adalah kegiatan yang strategis, mempunyai daya ungkit yang besar dalam
pencapaian MDG’s, dan berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Kemudian jelaskan sasaran dan tujuan yang spesifik, terukur, akurat, dan relevan.
Program, kegiatan dan tujuan adalah sebagaimana telah dituliskan dalam Renstra
Kementerian Perumahan Rakyat
2. Langkah ke-2 adalah dengan memasukkan data yang membuka wawasan, untuk
memperlihatkan adanya permasalahan-permasalahan yang bisa secara langsung
fokus pada data pilah (laki-laki perempuan), atau dimulai secara umum terlebih
dahulu. Data terpilah bisa berupa data primer dan data sekunder yang bisa didapat
melalui survei lapangan; FGD; Need Assessment, pengukuran sampel; identifikasi;
pengumpulan data terpilah menurut jenis kelamin lainnya langsung dilakukan
pada kelompok sasaran. Pada Langkah kedua ini dibuat kesimpulan, yang menjadi
fokus isu sebagai pembuka wawasan.
3. Langkah ke-3 Identifikasi kesenjangan berdasarkan akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat. Kesenjangan yang ditampilkan dalam langkah ke-3 berhubungan dengan
masalah yang lebih umum di masyarakat, tetapi yang berkait dengan program
dan kegiatan yang direncanakan. Pada prinsipnya adalah semakin memfokuskan
analisis, untuk melihat perbedaan ketidakadilan yang terjadi antara laki-laki dan
perempuan secara umum.
49
4. Langkah ke-4 adalah analisis dengan menguraikan faktor kesenjangan yang
diperoleh dari sisi internal Kementerian Perumahan Rakyat. Kajian disini akan
lebih banyak membedah dalam konteks manajerial sehingga bisa dibagi dalam
permasalahan input dan proses. Dari sisi input bisa dibedah kembali dari sisi SDM,
sarana dll. Dari sisi proses bisa dikaji dari tradisi budaya kerja, kebijakan dan lain
sebagainya. Dalam bagian ini data-data yang diungkapkan sebaiknya evidence
based.
5. Langkah ke-5 adalah analisis dengan menguraikan faktor kesenjangan yang diambil
dari sisi eksternal lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat. Sisi eksternal ini bisa
berarti dari masyarakat, lintas sektoral, swasta, dll.
6. Langkah ke-6 adalah melakukan reformulasi tujuan dengan melihat tujuan
sebagaimana telah diuraikan pada langkah pertama. Reformulasi tujuan ini untuk
menyempurnakan arah tujuan menjadi lebih responsif gender dengan dasar
pertimbangan dari analisis yang telah dilakukan.
7. Langkah ke-7 menyusun Rencana Aksi dengan merujuk faktor-faktor penyebab
kesenjangan baik internal maupun eksternal sebagaimana diidentifikasi pada
langkah ke-4 dan langkah ke-5. Uraian rencana aksi ini akan menjadi penting untuk
menunjukkan langkah-langkah konkrit agar kegiatan/output itu responsif gender.
8. Langkah ke-8 adalah menetapkan data awal (base-Line) sebelum intervensi dari
rencana aksi dilaksanakan yang akan menjadi data pembanding dengan data paska
intervensi (data indikator gender langkah 9).
9. Langkah ke-9 adalah menetapkan indikator gender sebagai hasil intervensi untuk
menjadi acuan penetapakan indikator gender yang akan menjadi outcome sebagai
suatu perubahan dari suatu kegiatan/output yang dianalisis.
(4)
Penyusunan
Dan Tahap-
tahap PPRG Dan
Implementasinya
Di Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
50
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Format Gender Analysis Pathway
(GAP)
langkah 1 langkah 2 langkah 3 langkah 4 langkah 5 langkah 6 langkah 7 langkah 8 langkah 9
Pilih kebijakan/program/keg-iatan yang akan dianalisis
Identifikasi dan tuliskan tujuan dan kebijakan/program/keg-iatan
Data pembuka wawasan
Isu Gender Kebijakan dan rencana ke depan Pengukuran hasil
Faktor kesenjangan
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
Reformulasi tujuan
Rencana aksi Data dasar (base-line)
Indikator gender
Sajikan data pembuka wa-wasan, yang ter-pilah menurut jenis kelamin: - kuantitatif- kualitatif
Temukenali isu gender di proses perencanaan dengan mem-perhatikan 4 (empat) faktor kesenjangan, yaitu: akses, par-tisipasi, kontrol, dan manfaat
Temukenali isu gender di internal lem-baga dan/atau budaya organ-isasi yang dapat menyebabkan terjadinya isu gender
Temukenali isu gender di ekster-nal lembaga pada proses pelaksanaan
Rumuskan kembali tujuan kebijakan/pro-gram/kegiatan sehingga men-jadi responsif gender
tetapkan rencana aksi yang responsif gender
Tetapkan base-line
Tetapkan indika-tor gender
4.2 Penyusunan Gender Budget Statement (GBS)
Hasil analisis gender kemudian dituangkan ke dalam Gender Budget Statement (GBS).
GBS adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif
terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan pada output
kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Penyusunan dokumen
GBS telah melalui analisis gender dengan menggunakan alat antara lain Gender
Analysis Pathway (GAP). Penyusunan GBS pada tingkat output telah melalui analisis
gender dengan menggunakan alat analisis gender (antara lain Gender Analisys
Pathway atau GAP).
Struktur GBS yang mengikuti pola struktur anggaran yang berlaku ini merupakan
beberapa perubahan GBS yang telah disesuaikan dan ditetapkan melalui PMK Nomor
93/PMK.02/2011.
Dibawah ini adalah Format Gender Analysis Pathway (GAP) yang dapat di gunakan
dalam melakukan Analisis Gender pada kegiatan di Kementerian Perumahan Rakyat
51
Tabel 4.1
Gender Budget Statement
Nama : (Nama Kementerian/Lembaga)Unit Organisasi : (Nama Unit Eselon 1 sebagai KPA)Satker : (Nama Unit Eselon II di Kantor Pusat yang bukan sebagai Satker /Nama Satker baik di Pusat atau Daerah)
No Aspek Uraian
1 Program Nama Program yang ada pada K/L (sesuai langkah 1 GAP)
2 Kegiatan Nama Kegiatan sebagai penjabaran program (sesuai langkah 1 GAP).
3 Output kegiatan Jenis output, volume dan satuan output hasil kegiatan yang berupa target kegiatan yang akan dicapai. (sesuai langkah 1 GAP).
4 Tujuan Uraian mengenai tujuan adanya output kegiatan setelah dilaksanakan analisis gender. Jika penyusun GBS menggunakan Gender Analisis Pathway (GAP), maka dapat menggunakan hasil jawaban kolom 6 pada format GAP.
5 Analisa situasi Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh keg-iatan, dengan menekankan uraian pada aspek gender dari persoalan tersebut. (sesuai langkah 2,3,4,5 GAP).
6 Rencana aksi Komponen input 1 Memuat informasi mengenai: Berisikan bagian atau tahapan pencapa-ian suatu output/Kegiatan yang diharapka dapat menangani persoa-lan gender yang telah terindentifikasi dalam analisis situasi. (sesuai langkah 7 GAP).
Komponen input 2 Idem
7 Alokasi anggaran output kegiatan
Tulis jumlah anggaran yang dialokasikan untuk mencapai suatu output kegiatan.
8 Dampak/hasil output kegiatan Dampak/hasil dari output kegiatan yang dihasilkan (dikaitkan dengan isu gender serta upaya perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifikasi pada analisis situasi). Sesuai dengan langkah 9 GAP.
Format dan Penyusunan Gender Budget Statement (GBS) dapat dilihat dalam
tabel 4.1 dibawah ini:
Penyusunan Term Of Reference (Kerangka Acuan Kerja)
Sesuai dengan PMK Nomor 93/PMK.02/201, ada beberapa perubahan yang
disesuaikan dengan struktur anggaran 2011, termasuk di dalamnya adalah
bentuk kerangka acuan kegiatan atau TOR yang akan dibuat. Bentuk TOR
adalah sebagai berikut:
(4)
Penyusunan
Dan Tahap-
tahap PPRG Dan
Implementasinya
Di Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
52
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
KAK/TOR per Keluaran Kegiatan
Kementerian/Lembaga : …………………………………Unit Eselon I : …………………………………Program : …………………………………Hasil : …………………………………Unit Eselon I : …………………………………Kegiatan : …………………………………Indikator kinerja kegiatan : …………………………………Jenis dan Satuan Ukur Keluaran : …………………………………Volume Keluaran : …………………………………
A. Latar Belakang 1. Dasar Hukum Tugas FungsiKebijakan 2. Gambaran UmumB. Penerima ManfaatC. Strategi Pencapaian Keluaran 1. Metode Pelaksanaan 2. Tahapan dan Waktu PelaksanaanD. Waktu Pencapaian KeluaranE. Biaya yang Diperlukan
Tabel 4.2
Format TOR
Kesenjangan gender yang diperoleh dari analisis gender (dengan GAP), dimasukkan
dalam format TOR atau KAK pada bagian:
1. Latar Belakang, merupakan Gambaran Umum, yang memperlihatkan indentifikasi
persoalan kesenjangan gender dan menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi;
2. Penerima Manfaat kegiatan, menjelaskan siapa penerima manfaat dari kegiatan ini,
perempuan dan laki-laki (besar prosentasenya atau jumlahnya);
3. Strategi pencapaian keluaran serta metode pelaksanaan, menjelaskan bagaimana
strategi yang dilaksanakan untuk mencapai output kegiatan yang telah dianalisa.
53
Tabel 4.3
TOR
Term Of Reference (TOR)
Nama KL : ..............................................................Unit Organisasi : ..............................................................Program : ................................. (Langkah 1 GAP)Kegiatan : ................................. (Langkah 1 GAP)
1. Latar belakang Berisi analisis situasi yang terkait dengan program atau kegiatan. Merupakan penjelasan secara
singkat (why) aktivitas dilaksanakan dan alasan penting aktivitas tersebut dilaksanakan serta keterkaitan aktivitas dengan output. (Penjabaran langkah 2,3,4,5 GAP)
2. Dasar Hukum Berisi landasan hukum yang mendasari pelaksanaan program atau kegiatan yang berupa UU, PP,
Inpres, Keputusan Menteri, dan Instruksi Menteri.
3. Penerima Manfaat Menjelaskan penerima manfaat baik internal maupun ekternal K/L dan target group dari program/
kegiatan (Penjabaran langkah 8,9 GAP)
4. Strategi Pencapaian Berisi metode pelaksanaan dan tahapan pelaksanaan (Penjabaran langkah 6,7 GAP)
5. Metode Palaksanaan Berisi bentuk kegiatan berkaitan dengan sistem pelaksanaan program atau kegiatan
6. Waktu Pencapaian Berisi berapa lama program atau kegiatan ditargetkan selesai dikerjakan
7. Biaya Berisi total biaya aktivitas sebesar nilai nominal tertentu yang dirinci dalam RAB sebagai lampiran
TOR
Untuk menyusun TOR, harus mengacu kepada GBS yang telah disusun dan
menginformasikan suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang dihadapi,
dan apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani
permasalahan gender tersebut.
Pembuatan TOR bisa dilakukan dengan susunan sebagai berikut:
(4)
Penyusunan
Dan Tahap-
tahap PPRG Dan
Implementasinya
Di Bidang
Perumahan
Dan Kawasan
Permukiman
54
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Gambar 1.5
“Rumah Impianku, diantara suaka alam” Juara III (SMP)
Yulia Kodrato Shafta Radiantini (13th)Madiun-Jatim
55
5.1 Pengertian Monitoring dan Evaluasi
Monitoring atau pemantauan adalah suatu proses pengumpulan dan analisis informasi
secara sistematis dan terus-menerus, untuk menilai pelaksanaan suatu rencana kegiatan
atau kebijakan pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan
yang timbul dan/atau akan timbul, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk
penyempurnaan rencana kegiatan/kebijakan selanjutnya sedini mungkin.
Evaluasi adalah proses yang dilakukan secara sistematis dan seobjektif mungkin untuk
menilai hasil dari keluaran (output) dan hasil (outcome), dibandingkan dengan rencana
awalnya. Kegiatan ini merupakan alat pembelajaran manajemen dan proses organisasi,
untuk memperbaiki baik aktivitas maupun perencanaan, program dan pengambil
keputusan yang sedang berlangsung maupun yang akan datang. Karena itu, Monitoring
dan Evaluasi merupakan aspek yang bersifat mendasar dalam pengelolaan program
pada semua tingkatan: nasional, regional, dan lokal. Evaluasi menghasilkan suatu
penilaian atas relevansi, efektivitas, efisiensi, dan dampak dari suatu kegiatan/program,
dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas program/kebijakan.
Bab 5
MONITORING DAN EVALUASI
(5)
Monitoring Dan
Evaluasi
56
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan pengintegrasian isu gender dalam
perencanaan dan pengganggaran di bidang pembangunan dilakukan untuk menilai
pencapaian sasaran sumber daya yang digunakan, serta indikator dan sasaran kinerja
keluaran (output) untuk masing-masing kegiatan, apakah sudah responsif gender atau
belum, sebagai umpan balik bagi pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian proyek selanjutnya.
Para pelaksana monitoring dan evaluasi ini harus sudah memahami isu gender
serta dilengkapi dengan instrumen khusus yang dapat secara tepat menemukan
adanya kesenjangan gender, dan dapat memperlihatkan capaian perencanaan dan
penganggaran yang menurunkan atau menghapuskan kesenjangan gender.
Dalam melakukan pemantauan perencanaan program dan penganggaran perlu
memastikan adanya dokumen yang menjadi unsur monitoring dan evaluasi. Untuk itu
ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Memastikan terkumpulnya dokumen GBS dan TOR dari masing-masing unit
organisasi/Eselon 1;
2. Memastikan terkumpulnya dokumen RKA dari masing-masing unit organisasi/
Eselon
3. Memastikan dokumen GBS, TOR dan RKA telah ditelaah oleh Pokja Pelaksana
Pemantau Responsif Gender;
4. Memastikan dokumen GBS, TOR dan RKA telah dinilai oleh Pokja Pelaksana
Pemantau Responsif Gender;
5. Memastikan bahwa kegiatan/output/sub-output yang ada dalam RKA sudah
responsif gender dari Pokja Pelaksana Pemantau Responsif Gender;
6. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
57
5.2 Indikator Keberhasilan dan Data Terpilah
Indikator adalah sifat atau variabel terukur, yang mencerminkan kemajuan kegiatan.
Indikator digunakan untuk memantau perkembangan capaian suatu tujuan dan sasaran
yang telah ditentukan sebelumnya, serta output/outcome yang diharapkan dari
suatu program dan kegiatan. Indikator keberhasilan dalam PPRG di bidang perumahan
dan kawasan permukiman adalah suatu besaran atau ukuran yang dapat digambarkan
antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatnya peluang yang dimiliki oleh staf/ pegawai laki-laki dan perempuan
untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pelatihan, perencanaan, perancangan,
penyusunan kegiatan/program/kebijakan, aktif dalam pengambilan keputusan,
melakukan kontrol dan menerima manfaat yang sama dan setara dari kegiatan
yang diikutinya;
2. Tersedianya fasilitas kantor yang responsif gender, sehingga pegawai / staf
perempuan dapat menjalankan tugas dan kewajiban kerjanya dan memenuhi
peran sosial sebagai perempuan / ibu selama berada di kantor, misalnya tempat
penitipan anak, tempat pemberian ASI;
3. Semua penerima manfaat kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan stimulan, baik laki-
laki dan perempuan, dari berbagai usia, dan yang berkebutuhan khusus (disable)
mendapat peningkatan peluang yang setara dan adil untuk mendapatkan
akses dari program dan kegiatan pembangunan, berupa sumberdaya: teknologi,
informasi, bantuan/ stimulan dana, kredit, sertifikasi tanah, dan lain sebagainya;
4. Tersusunnya kebijakan atau peraturan yang dapat membantu terciptanya kesetaraan
gender di kalangan masyarakat, khususnya di lingkungan masyarakat penerima
manfaat, yang anggota masyarakat perempuannya termarginalisasi dari berbagai
peluang untuk beroleh sumberdaya perumahan dan kawasan permukiman,
(5)
Monitoring Dan
Evaluasi
58
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, sehingga dengan adanya kegiatan
pembangunan dapat beroleh manfaat yang sama dengan anggota masyarakat
yang laki-laki;
5. Adanya Data Terpilah menurut jenis kelamin, baik yang bersifat kuantitatif
maupun kualitatif, untuk dapat mengetahui ada tidaknya ketimpangan gender
dalam suatu subjek terkait kegiatan perumahan dan kawasan permukiman. Data
menurut jenis kelamin tersebut antara lain tentang:
a. Data penerima bantuan stimulan, peserta sosialisasi, kredit, sertifikasi, dan
lain sebagainya;
b. Aktivitas ekonomi, sosial dan politik;
c. Masalah dan kebutuhan berdasarkan jenis kelamin.
6. Data terpilah juga diperlukan menurut usia dan kebutuhan khusus (difable), karena
pada dasarnya perumahan dan kawasan permukiman harus responsif gender dan
bersifat inklusif.
5.3 Tahap-tahap Monitoring dan Evaluasi
5.3.1 Tahap Persiapan
Dalam rangka mengawali pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi PPRG perlu
dipastikan:
1. Dibentuknya kelompok kerja atau tim yang akan melaksanakan monitoring dan
evaluasi;
2. Tersedianya instrument sebagai alat untuk pengumpulan data baik dalam bentuk
kuisioner atau checklist. (contoh checklist sebagaimana dalam tabel 5.1);
59
Monitoring D
an E
valuasi
Tabel 5.1
Daftar Pertanyaan Pemantauan
Unsur Pemantauan Pertanyaan Jawab2)
GBS 1 Apakah dokumen GBS disusun dengan menggunakan analisis situasi/analisis gender?
2 Apakah data terpilah gender dimasukkan dalan analisa situasi/analisis gender dalam dokumen GBS?
3 Apakah isu kesenjangan gender yang di uraikan dalam analisis situasi tercermin dalam GBS?
4 Apakah rencana kegiatan/sub kegiatan grup-grup akun dalam GBS dapat menjawab isu-isu gender yang di uraikan dalam analisis situasi?
TOR 1 Apakah latar belakang TOR/KAK menggambarkan kesenjangan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat antara perempuan dan laki-laki ?
2 Apakah analisis situasi dalam TOR/KAK menggambarkan faktor penghambat internal atau ekternal dalam penyusunan kegiatan/sub kegiatan?
3 Apakah tujuan kegiatan dalam TOR mencerminkan pengurangan kesenjangan gender?
4 Apakah tujuan TOR/KAK menjelaskan tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan?
5 Apakah grup-grup akun dalam GBS menjadi tahapan kegiatan dalam TOR/ KAK?
RKA 1 Apakah kegiatan/sub kegiatan yang ada dalam dokumen RKA memuat kegiatan/sub kegiatan yang ada dalam GBS?
2 Apakah rincian grup-grup akun (tahapan kegiatan) dalam GBS dituangkan dalam RKA?
3 Apakah jumlah anggaran kegiatan/sub kegiatan RKA sesuai dengan jumlah anggaran dalam dokumen GBS ?
4 Apakah rincian alokasi anggaran dalam RKA dapat mengurangi kesenjangan gender yang telah diidenti-fikasi?
5 Apakah indikator outcome (hasil) dalam RKA berkaitan dengan tujuan kegiatan dalam TOR/KAK?
6 Apakah input (masukkan) dan output (keluaran) dalam RKA berhubungan dengan tahapan kegiatan dalam TOR/KAK?
Keterangan:1) Diisi dengan memberi tanda lingkaran pada nomor yang sesuai;2) Diisi dengan Tanda (√) jika sudah dilaksanakan dan tanda (x) jika belum dilaksanakan.
Perencanaan Program dan Penganggaran Responsif Gender Unit Eselon 1Diisi oleh1): 1) Sekretariat Kementerian; 2) Deputi Bidang Pembiayaan, 3) Deputi Bidang Perumahan Formal, 4) Deputi Bidang Pengembangan Kawasan; 5) Deputi Bidang Perumahan Swadaya
60
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
3. Kelompok kerja atau Tim Pemantau Monitoring dan Evaluasi, yang telah memahami
isu gender baik secara umum maupun secara khusus bidang perumahan rakyat
dan permukiman;
4. Tersedianya jadwal pelaksanaan monitoring dan evaluasi.
5.3.2 Tahap Monitoring
Monitoring adalah kegiatan pengumpulan data/informasi dan pelaporan pelaksanaan
rencana program/kegiatan yang bersumber dari Rencana Kerja Anggaran (RKA). Dalam
melakukan monitoring perencanaan program dan penganggaran yang responsif
gender, perlu dipastikan semua dokumen dari masing-masing unit organisasi/Eselon 1
(Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat, dan Deputi Bidang), yaitu yang mencakup
dokumen GBS, TOR dan RKA, yang menjadi unsur monitoring dan evalusi terkumpul,
termasuk daftar pertanyaan yang sudah diisi (Tabel 5.1). Jawaban Daftar Pertanyaan
(tabel 5.1) yang diisi oleh perencana program pada unit organisasi akan menjadi bahan
pertimbangan bagi tim pemantau monitoring untuk menyimpulkan bahwa kegiatan/
sub kegiatan yang ada dalam dokumen RKA sudah responsif gender atau belum. Tim
Pemantau Monitoring dan Evaluasi kemudian memastikan bahwa seluruh dokumen
tersebut kemudian ditelaah dan dinilai, untuk dapat memastikan bahwa semua
kegiatan/sub kegiatan yang ada dalam RKA sudah responsif gender atau belum.
5.3.3 Tahap Evaluasi
Dalam tahap ini yang akan dievaluasi difokuskan kepada saat pelaksanaan RKA dan
Evaluasi Paska pelaksanaan RKA yang responsif gender. Hasil evaluasi menjadi bahan
rekomendasi bagi penyempurnaan penyusunan program yang responsif gender pada
tahun anggaran berjalan dan bahan pertimbangan tahun berikutnya.
61
5.3.4 Tahap Pelaporan
Kegiatan dan hasil monitoring dan evaluasi disusun dalam sebuah Laporan Monitoring
dan Evaluasi, yang disampaikan kepada masing-masing unit Eselon 1 untuk hasil
monitoring dan evaluasi pada unit satuan kerja, kepada Menteri Negera Perumahan
Rakyat untuk hasil monitoring dan evaluasi pada lingkungan masing-masing unit
Eselon 1. Laporan hasil monitoring dan evaluasi dari masing-masing unit Eselon 1 akan
dijadikan laporan Kementerian Perumahan Rakyat tentang Pelaksanaaan Perencanaan
dan Pengganggaran yang Responsfif Gender.
Laporan tersebut selanjutnya disampaikan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian
Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA).
(5)
Monitoring Dan
Evaluasi
62
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
Gambar 1.6
“Rumahku yang Bersih dan Asri” Pemenang Nominasi (SD)
Dewi Jasmine (12th)Malang-Jatim
63
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender mutlak diperlukan untuk
menjamin aspirasi dan kebutuhan perempuan serta laki-laki termasuk difable, dalam
pengambilan keputusan pembangunan bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
dapat terpenuhi secara adil dan seimbang. Implementasi kebijakan yang harus dikelu-
arkan dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender di bidang Perumahan dan Kawasan
Permukiman dalam mekanisme perencanaan dan penganggarannya mengadopsi Per-
encanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) tersebut.
Untuk mempermudah melakukan analisis gender dalam perencanaan dan pengang-
garan, maka dibuatlah Panduan PPRG Bidang PKP. Panduan Pengintegrasian Aspek Gen-
der dalam perencanaan dan penganggaran ini, merupakan buku panduan bagi para
penentu kebijakan dan khususnya para perencana program di lingkungan Kementerian
Perumahan Rakyat. Dengan adanya buku panduan ini diharapkan pelaksanaan penera-
pan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender dapat dipermudah dan
diperlancar.
Semoga panduan ini bermanfaat bagi para perencana dan lainnya yang berupaya un-
tuk mewujudkan kesetaraan gender dalam pembangunan nasional, khususnya di Ke-
menterian Perumahan Rakyat. Panduan ini masih kurang dari sempurna, oleh karena itu
masukan-masukan positif demi penyempurnaan panduan tetap diperlukan.
Bab 6
PENUTUP
(6)
Penutup
64
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
1. Bastian, Indra. Ph.D, M.B.A, Akt. 2006, Sistim Perencanaan Dan Penganggaran Daerah Di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.
2. Budlender, Debbie, 2008, “Performance budgeting and indicators: how do we make them gender-sensitive?”, handout pada Advanced Gender Budget Training, International Budget Partnership-BIGS.
3. Endriana Noerdin Dkk, 2005, “Modul Latihan Analysis Gender & Anggaran berkeadilan gender”, Women Research Institute (WRI), Jakarta.
4. Eva K. Soundari Dkk, 2006, “Modul Latihan Advokasi Penganggaran berbasis Kinerja Responsif Gender”, Pattiro & The Asia Foundation, Jakarta.
5. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011, Modul Pelatihan Fasilitator untuk Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG)”, KPP&PA, GIZ, Jakarta.
6. Kementerian Keuangan, 2010, Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) Dilingkungan Kementerian Keuangan, Jakarta.
7. Kementerian Perumahan Rakyat, 2010, Renstra Kempera Tahun2010-2014, Kempera, Jakarta.
8. KPP & PA, UNFPA & BKKBN 2005, “Bunga rampai PUG: Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan Gender”, MOWE, Jakarta.
9. MOWE, IASTP III, & Austraning Internasional. Th 2008, “Key Performance Indicators for Measuring Gender Mainstreaming in Indonesia”, MOWE, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
6510. MOWE, 2008, Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsive Gender (PPRG), MOWE, Jakarta.
11. Syahrudin, Rosul, DR.SH, 2003, Pengintegrasian Sistim Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam Perspektif UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PNRI, Jakarta.
12. Sharp, Ronda (2003), “Budgeting For Equity: Gender Budget Initiatives within a Framework of Performance Oriented Budgeting”, UNIFEM.
13. Suryadi, Asep. (2007), Persyaratan dan unsur-unsur Evaluasi yang baik. Materi presentasi dalam acara” Program Pengembangan KIapasitas Perencanaan Kebijakan, Monitoring dan Evaluasi Program-Program yang berpihak kepada kaum miskin” Bogor, Mei 2007.
14. Unifem & UNFPA Year 2006, “Gender Responsive Budget in Practice: Training manual”, Unifem, Jakarta.
15. World Bank (2004), Monitoring and Evaluation: some tool, methods, and Approaches. The world Bank, Washington D.C.
16. UNDP & MOWE.2007, “Modul Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan di Indonesia”, NDP, Jakarta.
Daftar Pustaka
66
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
1 Anggaran Responsif Gender
Anggaran yang responsif terhadap kebutuhan dan memberi manfaat kepada perempuan & laki-laki
2 Anilisis Gender Analisis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya perempuan, akses kontrol terhadap sumber-sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan, dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang di dalam pelaksanaannya memperhatikan faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa
3 Bias Gender Pandangan atau visi yang menyimpang tentang gender
4 Dampak Ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan/kepentingan umum
5 Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar ( PP39/2006)
6 Gender Pandangan masyarakat tentang perbedaan peran fungsi, dan tanggung jawab antara perempuan-dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan dukungan masyarakat itu sendiri (KPP, 2000)
7 Gender Analysis Pathways
Satu alat analisis gender yang dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lain pada tahun 2000 dan direkomendasikan penggunaannya dalam beberapa kebijakan
8 Input Segala sesuatu yg dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan & program dapat berjalan : sumber daya manusia, dana, perlengkapan, waktu, dan sebagainya
9 Isu gender Suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan laki-laki dan perempuan atau ketimpangan gender, yaitu adanya kesenjangan antara kondisi sebagaimana yang dicita-citakan (kondisi normatif) dengan kondisi gender sebagaimana adanya (kondisi obyektif)
DAFTAR ISTILAH
67
DAFTAR ISTILAH
10 Kawasan permukiman Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan
11 Kawasan siap bangun (Kasiba)
Sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang
12 Keadilan gender Merupakan proses yang adil terhadap perempuan atau laki-laki
13 Kerangka Acuan Kegiatan (Term of Reference)
Kerangka Acuan Kegiatan berfungsi sebagai pijakan atau kerangka acuan dalam sebuah program/kegiatan
14 Kesetaraan Gender Keadaan di mana perempuan dan laki-laki memiliki status dan kondisi yang sama dalam pemenuhan hak-haknya sebagai manusia serta peran aktifnya dalam pembangunan
15 Ketidak Adilan Gender Pandangan, sikap, perilaku dan proses yang tidak adil terhadap perempuan atau laki-laki
16 Ketimpangan/kesenjangan gender
Kondisi/situasi yang berbeda yang diterima oleh perempuan atau laki-laki dari proses pembangunan maupun kehidupan.
17 Kinerja Keluaran/hasi dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan mencapai dan kualitas yang terukur
18 Lingkungan siap bangun (Lisiba)
Sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siap bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang
19 Manfaat Kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung masyarakat. Contoh : tersedianya fasilitas umum
20 Outcome Segala sesuatu yg mencerminkan berfungsinya keluaran (outputs) kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa dapat memenuhi kebutuhan/harapan masyarakat
Daftar Istilah
68
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
21 Output Segala sesuatu yg berupa produk/jasa sebagai hasil langsung dari kegiatan & program : fisik/non fisik
22 Pemantauan Sebagai kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin
23 Pengarusutamaan Gender
Strategi untuk mengintegrasikan berbagai pengalaman, kebutuhan, dan aspirasi laki-laki dan perempuan dalam kebijakan, program dan kegiatan dalam tahap-tahap pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
24 Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Serangkaian cara dan pendekatan untuk mengintergrasian gender di dalam proses perencanaan dan penganggaran. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, yang dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi, dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki. Sementara anggaran yang responsif gender adalah penggunaan atau pemanfaatan anggaran yang berasal dari berbagai sumber pendanaan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
25 Permukiman Bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan
26 Permukiman kumuh Pemukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat
27 Pernyataan Anggaran Gender (Gender Budget Statement)
Pernyataan Anggaran Gender adalah dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada, dan apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan gender tersebut
28 Perumahan adalah kumpulan rumah
Bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni
6929 Perumahan dan kawasan permukiman
Satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat
30 Perumahan kumuh Perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian
31 Prasarana Kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman
32 Responsif Gender Perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat dengan suatu pandangan yang ditujukan kepada keterbatasan-keterbatasan dari keadilan
33 Rumah Bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
34 Rumah khusus Rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus
35 Rumah komersial Rumah yang diselenggarakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan
36 Rumah Negara Rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri
37 Rumah swadaya Rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat
38 Rumah umum Rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
39 Sarana Fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi
40 Utilitas Adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian
Daftar Istilah
70
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 1.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) SEKRETARIAT KEMENTERIAN PERUMAHAN
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program: Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Fasilitasi Pelaksanaan Kotak Pos Pengaduan Masyarakat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Output/Indikator Kinerja Kunci:Tersusunnya Laporan Pengaduan Masyarakat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Tujuan Kegiatan:Tercapainya pemberdayaan pelayanan bantuan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka pelayanan publik.
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Pengaduan baik langsung maupun tidak langsung yang disampaikan oleh masyarakat pengadu laki-laki dan masyarakat pengadu perempuan;
2. Fasilitasi berupa klarifikasi dan koordinasi dengan instansi lain terkait pengaduan.
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
PartisipasiDalam turut serta menyampaikan pendapat ataupun pengaduannya, baik perempuan maupun laki-laki, masih terlihat bahwa masalah perumahan dan kawasan permukiman merupakan domain laki-laki, sehingga peran perempuan belum terlalu menonjol.
ManfaatDari segi manfaat yang diterima, masih lebih besar jumlah pengaduan dari laki-laki yaitu sebanyak 60% sedangkan jumlah pengadu perempuan 40% sehingga hanya sebagai penerima manfaat yang lebih sedikit.
KontrolKeterbatasan dalam informasi dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat juga pengaduan di bidang perumahan dan kawasan permukiman, secara tidak langsung berpengaruh terhadap kontrol masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan atas pelayanan publik oleh Pemerintah.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Jumlah SDM pengelola yang terbatas;
2. Kapasitas SDM yang belum memadai;
3. Belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai;
4. Belum adanya koordinasi di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dalam menangani pengaduan masyarakat di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
5. Belum adanya forum koordinasi dalam penanganan pengaduan;
6. Belum tersusunnya SOP atas pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman, sehingga pelayanan yang diberikan pun belum maksimal, keberadaan tim pelaksana yang ada saat ini pun belum efektif;
7. Belum adanya data terpilah antara pengaduan yang datangnya dari masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan, sehingga belum terlihat akses dan partisipasi perempuan di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
8. Belum optimalnya publikasi layanan pengaduan.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Belum tersosialisasinya pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada masyarakat luas;
2. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga akses untuk memanfaatkan layanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman masih terbatas.
3. Kesempatan bagi perempuan untuk menyampaikan pengaduannya masih terbatas karena sebagian besar waktunya dipergunakan untuk mengurus keluarga dan keperluan lain serta perempuan merasa lebih puas bilamana dapat menyampaikan pengaduannya secara langsung.
71
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Tercapainya pemberdayaan pelayanan bantuan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka pelayanan publik.
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Penyusunan dan Penerapan SOP Layanan Pengaduan;
2. Publikasi layanan pengaduan
3. Penyusunan laporan layanan pengaduan secara terpilah berdasarkan jenis kasus, jenis kelamin, wilayah, dan waktu;
4. Peningkatan Kapasitas SDM pengelola;
5. Pembentukan Jaringan Koordinasi Pengaduan Layanan;
6. Pengadaan Sarana dan prasarana layanan pengaduan masyarakat bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Belum terusunnya dan diterapkannya Standar operasional prosedur Layanan Pengaduan;
2. Belum tersedia media Publikasi layanan pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman;
3. Penyusunan laporan layanan pengaduan belum terpilah berdasarkan jenis kasus, jenis kelamin, wilayah, dan waktu;
4. Kapasitas SDM pengelola layanan pengaduan masyarakat belum optimal;
5. Belum Terbentuk Jaringan Koordinasi Layanan Pengaduan;
6. Ketersediaan Sarana dan prasarana layanan pengaduan yang belum optimal.
Langkah 9
Indikator Gender
Laporan peningkatan layanan pengaduan secara terpilah berdasarkan jenis kasus, jenis kelamin, wilayah, dan waktu
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
72
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 1.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) SEKRETARIAT KEMENTERIAN PERUMAHAN
Program Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Fasilitasi Pelaksanaan Kotak Pos Pengaduan Masyarakat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Fasilitasi Pelayanan Bantuan Hukum bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Output Kegiatan Laporan Kegiatan dan Pembinaan Pelayanan Bantuan Hukum
Tujuan Kegiatan Tercapainya pemberdayaan pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka pelayanan publik.
Analisis Situasi Unit Pelayanan pengaduan masyarakat berada dibawah unit Bagian Bantuan Hukum dan Perjanjian pada Biro Hukum dan Kepegawaian, Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat. Unit ini memiliki tugas pelaksanaan pelayanan bantuan hukum antara lain penerimaan pengaduan melalui kotak pos pengaduan dan pengaduan masyarakat yang datang secara langsung dan pelaksanaan penyiapan administrasi tindak lanjut pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Pelayanan kotak pos pengaduan masyarakat merupakan sarana bagi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan tugas pemerintah dalam pelayanan publik.
Dalam pelaksanaan tugas pelayanan sehari-hari masih ditemui adanya kendala-kendala, yang mengakibatkan tidak optimalnya pelaksanaan pelayanan pengaduan, antara lain:1. Belum tersusunnya SOP atas pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan
permukiman, sehingga pelayanan yang diberikan pun belum maksimal, keberadaan tim pelaksana yang ada saat ini pun belum efektif;
2. Belum optimalnya publikasi layanan pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman
3. Jumlah SDM pengelola yang terbatas;4. kapasitas SDM yang belum memadai;5. Belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai;6. Belum adanya koordinasi di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dalam menangani
layanan pengaduan masyarakat di bidang perumahan dan kawasan permukiman;7. Belum adanya forum koordinasi dalam penanganan pengaduan;8. Laporan layanan pengaduan belum memilah datanya menurut jenis kasus, jenis kelamin,
wilayah, waktu sehingga laporan tersebiut belum dapat menguraikan secara detil permasalahan di bidang perumahan dan kawasan pemukiman, utamanya yang terkait pengaduan masyarakat (masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan, sehingga belum terlihat adanya kesenjangan akses dan partisipasi laki-laki dan perempuan, di wilayah tertentu dan kurun waktu tertentu yang menghadapi permasalahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
73
Lampiran
LAMPIRAN 1.2
Secara umum isu gender yang ada terkait layanan pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman
a. Partisipasi Dalam turut serta menyampaikan pendapat ataupun pengaduannya, baik perempuan maupun
laki-laki, masih terlihat bahwa masalah perumahan dan kawasan permukiman merupakan domain laki-laki, sehingga peran perempuan belum terlalu menonjol.
b. Manfaat Dari segi manfaat yang diterima, masih lebih besar jumlah pengaduan dari laki-laki yaitu
sebanyak 60% sedangkan jumlah pengadu perempuan 40% sehingga hanya sebagai penerima manfaat yang lebih sedikit jumlahnya.
c. Kontrol Keterbatasan dalam informasi dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat juga
pengaduan di bidang perumahan dan kawasan permukiman, secara tidak langsung berpengaruh terhadap kontrol masyarakat atas pelayanan publik oleh Pemerintah.
Untuk itu melalui kegiatan ini perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat memberikan dampak positif yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat selaku pengguna layanan pengaduan dengan melakukan serangkaian aktivitas dalam rencana aksi.
Rencana Aksi
Komponen 1. Penyusunan SOP atas pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
2. Sosialisasi atas eksistensi pelayanan bantuan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat
Anggaran Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
Dampak/Hasil Output Kegiatan
1. Terakomodirnya aspirasi dan keluhan masyarakat baik masyarakat perempuan maupun masyarakat laki-laki terutama bagi pihak yang merasa dirugikan;
2. Terselenggaranya kepastian hukum bagi masyarakat, baik masyarakat perempuan maupun masyarakat laki-laki dalam memperoleh jawaban atas pengaduan-pengaduan khususnya bidang perumahan dan kawasan permukiman.
74
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 2.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program: Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Perencanaan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Output/Indikator Kinerja Kunci:Laporan koordinasi, fasilitasi dan sosialisasi rumusan kebijakan, program dan anggaran pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman
Tujuan Kegiatan:Meningkatkan kapasitas peran para pelaku pembiayaan perumahan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyaluran bantuan pembiayaan perumahan.
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Kaum perempuan belum memiliki akses yang cukup terhadap informasi terkait bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman;
2. Wakil dari lembaga intermediasi (LKB/LKNB/Pengembang) penyalur bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki yang belum berwawasan gender;
3. Penerima manfaat langsung (MBR) bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki yang belum berwawasan gender;
4. Pemahaman mengenai peran dan potensi perempuan dalam pembiayaan masih rendah;
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
1. Akses untuk mendapat informasi bantuan pembiyaaan perumahan antara kelompok perempuan dan laki-laki belum proporsional. Akses informasi lebih banyak diperoleh kaum laki-laki;
2. Partisipasi perempuan untuk menghadiri acara sosialisasi masih rendah;
3. Fungsi kontrol perempuan dalam pengambilan keputusan masih rendah;
4. Penerima manfaat kegiatan sosialisasi selama ini masih didominasi oleh laki-laki.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Para pengambil keputusan belum mempertimbangkan isu gender dalam membuat kebijakan;
2. Belum tersedianya materi-materi sosialisasi pembiayaan perumahan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
3. Perencanaan kegiatan sosialisasi belum mempertimbangkan isu gender;
4. Belum tersedianya data terpilih tentang isu gender;
5. Belum tersedianya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Para pengambil keputusan baik yang berasal dari lembaga intermediasi (LKB/LKNB/pegembang) maupun kelompok masyarakat/asosiasi pekerja belum mempertimbangkan isu gender dalam mengirim wakilnya pada acara sosialisasi yg diadakan Kemenpera;
2. Adanya kesenjangan fungsi kontrol/pengambilan keputusan oleh perempuan di dalam rumah tangga terkait kegiatan pembiayaan perumahan (misalnya untuk berpartisipasi dalam berbagai pertemuan, seperti mengikuti pameran, forum diskusi, seminar, sosialisasi dll, perempuan harus mendapat ijin suami sedangkan laki-laki dapat memutuskan sendiri untuk berpartisipasi dalam acara tersebut);
3. Adanya kesenjangan pemahaman dalam pengelolaan keuangan rumah tangga bagi keperluan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman oleh kaum perempuan (seperti untuk kebutuhan uang muka atau angsuran KPR);
4. Adanya Kesenjangan kepercayaan dari Lembaga Keuangan Bank (LKB) terhadap perempuan dalam pengajuan KPR.
5. Secara umum tingkat pendidikan laki-laki lebih baik dari perempuan;
6. Secara budaya menyediakan rumah untuk keluarga adalah kewajiban laki-laki. Padahal peran penyediaan rumah antara perempuan dan laki-laki mestinya sama;
75
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Meningkatkan kapasitas peran para pelaku pembiayaan perumahan baik laki-laki maupun perempuan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyaluran bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender;
2. Penyusunan materi-materi sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
3. Penyusunan data terpilah terkait kebutuhan informasi tentang kebijakan bantuan pembiayaan perumahan;
4. Penyusunan SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Para pemangku kepentingan yang paham mengenai isu pengarusutamaan gender masih sekitar 10%;
2. Wakil dari lembaga intermediasi penyalur bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki (90% lebih laki-laki);
3. Penerima manfaat langsung (MBR) bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki (90% lebih laki-laki)
4. Belum tersedianya materi-materi sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
5. Belum adanya data terpilah terkait kebutuhan informasi tentang kebijakan bantuan pembiayaan perumahan;
6. Belum adanya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender
Langkah 9
Indikator Gender
1. Para pemangku kepentingan yang memahami isu gender meningkat. Diharapkan meningkat dari 10% menjadi 30%;
2. Peserta sosialisasi yang memahami isu gender dari lembaga intermediasi pembiayaan (LKB/LKNB/pengembang) meningkat. Diharapkan kehadiran perempuat meningkat dari 10% menjadi 30%;
3. Peserta sosialisasi yang memahami isu gender dari penerima langsung manfaat (end-user) meningkat. Diharapkan kehadiran peserta sosialisasi yang memahami isu gender meningkat dari 10% menjadi minimal 30;
4. Tersedianya 1 modul sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
5. Tersedianya data terpilah terkait kebutuhan informasi tentang kebijakan bantuan pembiayaan perumahan;
6. Tersusunnya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
Lampiran
76
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 2.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN
Program Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Perencanaan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Indikator Kinerja Kegiatan Tersedianya Laporan Koordinasi, Fasilitasi dan Sosialisasi Rumusan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Output Kegiatan Laporan Koordinasi, Fasilitasi dan Sosialisasi Rumusan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Tujuan Kegiatan Meningkatkan kapasitas peran para pelaku pembiayaan perumahan baik laki-laki maupun perempuan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyaluran bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Analisis Situasi Berikut ini beberapa faktor yang menjadi pertimbangan perlunya lebih banyak pelibatan peserta perempuan dalam kegiatan sosialisasi di bidang pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman, yaitu:
1. Kegiatan sosialisasi kebijakan pembiayaan perumahan perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan program bantuan pembiayaan perumahan. Sosialisasi tersebut selain dilakukan melalui seminar atau FGD yang melibatkan stakeholders penyelenggara bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman (seperti Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Non-Bank, REI, Apersi, Dinas terkait Perumahan dan Permukiman, perwakilan penerima manfaat (KORPRI dan Jamsostek), juga dilakukan melalui pameran-pameran dan media elektronik meskipun frekuensinya masih kurang apabila dibandingkan dengan luasnya wilayah dan besarnya MBR yang belum menerima bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman;
2. Para pengambil keputusan baik yang berasal dari lembaga intermediasi (LKB/LKNB/pengembang) maupun kelompok masyarakat/asosiasi pekerja belum mempertimbangkan isu gender dalam mengirim wakilnya pada acara sosialisasi yg diadakan Kemenpera;
3. Sejauh ini, baik dari wakil dari lembaga intermediasi penyalur bantuan pembiayaan perumahan maupun penerima manfaat langsung (MBR) bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki (lebih dari 90 %). Hal itu secara langsung menyebabkan kurangnya informasi yang diperoleh kaum perempuan dan secara tidak langsung berdampak pada berkurangnya akses terhadap sumberdaya pembiayaan perumahan. Hal lain yang menjadi penghambat kesenjangan dalam memperoleh bantuan pembiayaan perumahan adalah karena tingkat pendidikan laki-laki umumnya lebih baik dari perempuan dan secara budaya, penyediaan rumah untuk keluarga adalah kewajiban laki-laki. Sehingga baik secara sadar maupun tidak sadar peran perempuan dalam perkara ini terpinggirkan;
77
Lampiran
LAMPIRAN 2.2
4. Adanya kesenjangan fungsi kontrol/pengambilan keputusan oleh perempuan di dalam rumah tangga terkait kegiatan pembiayaan perumahan (misalnya untuk berpartisipasi dalam berbagai pertemuan, seperti mengikuti pameran, forum diskusi, seminar, sosialisasi dll, perempuan harus mendapat ijin suami sedangkan laki-laki dapat memutuskan sendiri untuk berpartisipasi dalam acara tersebut);
5. Adanya kesenjangan pemahaman dalam pengelolaan keuangan rumah tangga bagi keperluan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman oleh kaum perempuan (seperti untuk kebutuhan uang muka atau angsuran KPR);
6. Adanya Kesenjangan kepercayaan dari Lembaga Keuangan Bank (LKB) terhadap perempuan dalam pengajuan KPR;
7. Belum adanya materi-materi sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
8. Belum adanya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Rencana Aksi
Komponen 1 Sosialisasi Kebijakan Pembiayaan Perumahan Wilayah Barat Rp. 700.000.000,-
Komponen 2 Sosialisasi Kebijakan Pembiayaan Perumahan Wilayah Tengah Rp. 700.000.000,-
Komponen 3 Sosialisasi Kebijakan Pembiayaan Perumahan Wilayah Timur Rp. 800.000.000,-
Total Anggaran Komponen 1, 2, dan 3
Rp. 2.200.000.000 (dua miliar dua ratus juta rupiah)
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 14.503.400.000 (empat belas miliar lima ratus tiga juta empat ratus ribu rupiah).
Dampak/Hasil Output Kegiatan 1. Jumlah peserta perempuan yang hadir dalam acara sosialisasi minimal 30%;
2. Meningkatnya jumlah MBR yang memiliki pengetahuan dan akses terhadap sistem pembiayaan perumahan yang dilaksanakan oleh Kemenpera;
3. Meningkatnya jumlah perempuan yang dapat mengakses bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman.
78
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 3.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program: Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Perencanaan Pemrograman dan Anggaran, Pendataan serta Sosialisasi Pengembangan Kawasan
Komponen Kegiatan:Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan di 55 Lokasi
Tujuan Kegiatan:Terwujudnya Rencana Aksi Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 Lokasi di Indonesia, yang sudah menangkap aspirasi masyarakat melalui Community Action Plan (CAP) serta menciptakan sinergitas tindak antar seluruh stakeholder yang terkait
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Kegiatan perencanaan penataan lingkungan hunian belum melibatkan peran masyarakat, terutama perempuan (15%);
2. Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) berdasarkan data Tim Kegiatan PLP2KBK Tahun 2010, jumlah anggota Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) terdiri dari: Perempuan 6 orang (15%): laki-laki: 36 orang (85%)
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
Akses:Akses informasi yang terkait dengan penataan lingkungan kumuh masih didominasi oleh kaum laki-laki.
Kontrol:Kurangnya peran perempuan dalam pengambilan keputusan penataan lingkungan permukiman kumuh.
Partisipasi:Pelibatan perempuan dalam mengikuti proses perencanaan penataan lingkungan kumuh masih kurang.
Manfaat:Manfaat yang diperoleh kaum perempuan dan anak sangat kurang.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Pemahaman pengambil keputusan terhadap isu gender lingkungan kumuh masih kurang;
2. Kebijakan dalam penataan lingkungan kumuh belum berdasarkan partisipatif masyarakat, terutama perempuan;
3. Belum ada indikator tingkat partisipasi aktif laki-laki dan perempuan.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Anggapan masyarakat bahwa penataan lingkungan perumahan merupakan urusan laki-laki;
2. Kesehatan dan perkembangan perempuan dan anak kurang mendapat prioritas penataan;
3. Tingkat perekonomian masyarakat di lokasi lingkungan kumuh masih rendah;
4. Perbedaan kebutuhan dan pola ruang antara laki-laki dan perempuan;
5. Perbedaan pemahaman bagi laki-laki dan perempuan dalam penataan lingkungan kumuh (CAP).
79
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Tujuan Kegiatan:Terwujudnya Rencana Aksi Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 Lokasi di Indonesia, yang sudah menangkap aspirasi masyarakat (laki-laki dan perempuan) melalui Community Action Plan (CAP) serta menciptakan sinergitas tindak antar seluruh stakeholder yang terkait
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Sosialisasi rencana penataan lingkungan kumuh terhadap masyarakat setempat;
2. Pendampingan kepada masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dalam proses perencanaan penataan lingkungan kumuh;
3. Penyusunan Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Masyarakat (laki-laki dan perempuan);
4. Penyusunan indikator tingkat partisipasi aktif laki-laki dan perempuan
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Masyarakat di 55 lokasi belum mendapatkan informasi tentang rencana penataan lingkungan kumuh;
2. Belum tersusunnya Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh yang melibatkan Masyarakat terutama perempuan (20%)
3. Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) berdasarkan data Tim Kegiatan PLP2KBK Tahun 2010, jumlah Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) terdiri dari: Perempuan 6 orang (15%): laki-laki: 36 orang (85%)
4. Kondisi kesehatan fisik dan mental masyarakat, terutama perempuan dan anak di lingkungan kumuh masih rentan.
Langkah 9
Indikator Gender
1. Masyarakat di 55 lokasi mendapatkan informasi tentang rencanan penataan lingkungan kumuh;
2. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif perempuan dalam proses perencanaan (20%);
3. Meningkatnya Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) dalam proses penataan lingkungan; (25:75)
4. Tersusunnya Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Masyarakat (laki-laki dan perempuan) di 55 lokasi;
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
80
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 3.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN
Program Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Perencanaan, Pemograman dan Anggaran, Pendataan serta Sosialisasi Pengembangan Kawasan
Indikator Kinerja Kegiatan Tersusunnya Dokumen Perencaanaan Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 lokasi.
Output Kegiatan Tersusunnya Perencanaan Strategis, Pemograman, Penganggaran, Pengelolaan Data dan Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Kawasan.
Tujuan Kegiatan Terwujudnya Rencana Aksi Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 Lokasi di Indonesia, yang sudah menangkap aspirasi masyarakat melalui Community Action Plan (CAP) serta menciptakan sinergitas tindak antar seluruh stakeholder yang terkait.
Analisis Situasi Perencanaan berbasis kawasan dalam penataan lingkungan permukiman kumuh adalah suatu proses perencanaan yang mengintegrasikan kawasan permukiman kumuh yang akan ditangani dengan kegiatan lingkungan di sekitarnya (sistem kota) baik aktivitas ekonomi, lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial. Dengan perencanaan ini, kawasan kumuh akan berkembang secara berkelanjutan sesuai dengan potensi-potensi pengembangannya di sekitarnya. Termasuk dalam perencanaan ini adalah mensinergikan seluruh kegiatan stakeholder dalam penataan lingkungan kumuh.
Data luasan permukiman kumuh pada tahun 2004 adalah 54.000 meningkat tahun 2009 menjadi 57.800 Ha peningkatan diperkirakan 1,37% pertahun (sumber Bappenas).
Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh tidak menguntungkan bagi kesehatan, terutama kesehatan reproduksi perempuan, dan juga tidak menguntungkan bagi perkembangan anak, untuk itu perlu penataan lingkungan kumuh yang melibatkan masyarakat secara menyeluruh agar supaya kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan kaum perempuan akan lebih baik sekaligus dapat memperbaiki perkembangan mental dan fisik anak.
Namun pelibatan perempuan masih rendah, hal ini disebabkan akses informasi terhadap perempuan sangat terbatas, demikian juga kaum perempuan kurang berpartisipasi dalam proses penataan lingkungan kumuh, berdasarkan data Tim Kegiatan PLP2KBK Tahun 2010, Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM), jumlah anggota Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) terdiri dari: Perempuan 6 orang (15%): laki-laki: (36) orang (85%), akibatnya perempuan juga kurang ikut dalam pengambilan keputusan dalam penataan lingkungan kumuh sehingga perempuan kurang mendapat manfaat dalam kegiatan tersebut.
Disamping hal tersebut pemahaman pengambil keputusan pada permasalahan gender masih rendah, budaya masyarakat bahwa penataan lingkungan hunian merupakan urusan laki-laki, kesehatan dan perkembangan perempuan dan anak belum prioritas utama, tingkat perekonomian masyarakat di lokasi lingkungan kumuh rendah, menyebabkan kesenjangan dalam penataan lingkungan kumuh.
81
Lampiran
LAMPIRAN 3.2
Rencana Aksi Komponen 1 1. Sosialisasi rencana penataan lingkungan kumuh terhadap masyarakat setempat;
2. Penyusunan Community Action Plan (CAP) --- (Pendampingan kepada masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dalam proses perencanaan penataan lingkungan kumuh);
3. Penyusunan Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Masyarakat .
Rp. 12.375.000.000 (dua belas miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah)
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 44.530.000.000 (empat puluh empat miliar limaratus tiga puluh juta rupiah)
Outcome 1. Berkurangnya lingkungan kumuh seluas 655 Ha (sampai tahun 2014) melalui penataan lingkungan kumuh berbasis masyarakat;
2. Meningkatkan peran serta kaum perempuan dalam proses perencanaan
3. Meningkatnya prosentase Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) dalam proses penataan lingkungan yang responsif gender; (25:75)
4. Berkurangnya penyakit menular akibat lingkungan kumuh pada perempuan dan anak;
5. Meningkatnya hunian yang layak huni bagi setiap keluarga.
82
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 4.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN FORMAL
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang
Akan di Analisis
Program: Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
Kegiatan: Penyusunan Standarisasi Perumahan Formal;
Komponen Kegiatan: Tersusunnya Standar Desain dan Kriteria Perumahan Formal beserta PSU-nya
Tujuan Kegiatan: Tersusunnya Standarisasi Perumahan Formal dan PSU-nya
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
Kondisi umum pelaksanaan pekerjaan jasa konsultan di lingkungan Perumahan Formal, adalah sebagai berikut:
1. Kerangka Acuan belum mensyaratkan isu gender sebagai salah satu kriteria di dalam perencanaan;
2. Dalam proses perencanaan belum sepenuhnya menjaring masukan masyarakat khususnya keterwakilan perempuan didalam memberikan masukan teknis perencanaan yang memperhatikan pengarusutamaan gender (PUG) (kesenjangan laki-laki dan perempuan, difable, lansia, penyandang cacat, ibu hamil dan anak-anak) kurang dari 20%;
3. Dalam pelaksanaan penyusunan standarisasi perumahan formal dan PSU-nya, pihak-pihak yang terlibat mulai dari tim pelaksana (konsultan), tim teknis internal, dan stakeholder masih didominasi oleh laki-laki. Data yang ada dari 143 pekerjaan jasa konsultan antara tahun 2006-2010: Team Leader 107 laki-laki (75%); 36 perempuan (25%). Ketua Tim Teknis 113 laki-laki (79%) dan 30 perempuan (21%);
4. Standar desain Perumahan Formal dan PSU-nya belum responsive gender, sehingga hasil dari pelaksanaan pembangunan perumahan formal masih ditemukan adanya kesenjangan gender;
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
Akses:Belum ada standar desain dan kriteria Perumahan Formal dan PSU-nya yang berbasis PUG.
Kontrol:Belum ada SOP dan juknis terkait dengan pemantauan dan evaluasi perencanaan standarisasi perumahan formal dan PSU-nya yang berbasis PUG.
Partisipasi:Rendahnya peran serta perempuan dalam proses perencanaan.
Manfaat:Perencana belum memiliki instrumen perencanaan yang sensitif gender sehingga masyarakat (laki-laki, perempuan dan difable) belum mendapatkan manfaat secara optimal.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Belum ada SOP dan Petunjuk Teknis yang berwawasan gender;
2. Kurangnya pemahaman Aparatur, Perencana dan Pelaksana tentang isu gender;
3. Belum adanya data terpilah;
4. Belum adanya kriteria teknis terkait dengan sasaran target pemanfaat penghuni.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Belum adanya sistem informasi dan komunikasi efektif.
2. Belum optimalnya program peningkatan kapasitas stakeholder dalam perumahan formal.
83
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Komponen Kegiatan: Penyusunan SOP dan Petunjuk Teknis tentang Rancang-bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG;
Tujuan Komponen Kegiatan:Tersusunnya SOP rancang-bangun rumah dan perumahan yang layak huni dan terjangkau, beserta PSU-nya yang berbasis PUG.
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan rancang-bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG;
2. Identifikasi dan menyediakan data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
3. Sosialisasi dan pendampingan terkait dengan rancang-bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis PUG.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Belum adanya SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan perumahan beserta PSU-nya berbasis PUG;
2. Belum adanya Identifikasi dan data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, standar desain rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
3. Belum adanya pemahaman perencana kegiatan jasa konsultan tentang SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG;
4. Para pemangku kepentingan belum memahami tentang rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG.
Langkah 9
Indikator Gender
1. Tersedianya SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis PUG;
2. Tersedianya data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
3. Meningkatnya pemahaman perencana kegiatan jasa konsultan tentang SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan perumahan beserta PSU-nya dan berbasis PUG dari 0% menjadi 10%;
4. Meningkatnya pemahaman para pemangku kepentingan belum memahami tentang rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG dari 0% menjadi 10%;
5. Dilakukan sosialisasi kepada perencana kegiatan jasa konsultan tentang isu gender;
6. Tersusunnya Standar dan kriteria rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berwawasan gender.
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
84
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 4.2
Program Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Kegiatan Penyusunan Standarisasi Perumahan Formal
Indikator Kinerja Kegiatan Tersusunnya Standar Desain dan Kriteria Perumahan Formal
Output Kegiatan 1. Tersedianya data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, Rancang Bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
2. Tersedianya SOP dan Juknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis Pengarusutamaan Gender (PUG)
Tujuan Kegiatan Tersusunnya SOP dan Juknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya sehingga proses perencanaan lebih partisipatif dan didasarkan pada PUG, yang berkeadilan bagi perempuan, laki-laki dan difable (lansia, penyandang cacat, ibu hamil dan anak-anak).
Analisis Situasi 1. Perencanaan rancang-bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG belum terlaksana dengan baik;
2. Dalam RPJMN Tahun 2010-2014, disebutkan bahwa kualitas hidup dan peran perempuan masih relatif rendah, yang antara lain disebabkan oleh:
a. Adanya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di tatanan antar provinsi dan antar kabupaten/kota;
b. Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi;
c. Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit.
3. Secara Umum, kondisi rumah dan perumahan beserta PSU-nya sekarang belum memadai dalam pengertian lain belum dapat memenuhi aspek ketersedian dan kebutuhan ruang yang dapat mengakomodir kebutuhan perempuan dan difable, hal ini disebabkan karena belum adanya data pendukung terpilah terkait dengan (laki-laki, Perempuan, dan difable) serta belum tersedianya SOP dan Juknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berawawasan gender;
4. Sebagai upaya untuk pemecahan masalah tersebut diatas terkait dengan tugas dan fungsi Kedeputian Perumahan Formal maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan SOP dan Petunjuk Teknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG agar masyarakat (laki-laki, perempuan, difable) pada akhirnya sebagai penerima manfaat akan mendapatkan hasil rancangan rumah yang secara kualitas lebih baik dan layak huni.
GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN FORMAL
85
LAMPIRAN 4.2
Lampiran
Rencana Aksi Komponen 1 Teridentifikasinya data pendukung terpilah (Laki-laki, Perempuan dan difable) pekerjaan jasa konsultan, standard desain rumah dan perumahan beserta PSU-nya.
Komponen 2 Penyusunan dan penetapan Standard Operasional dan Prosedur (SOP) Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG.
Komponen 3 Penyusunan Standard dan Kriteria Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berwawasan gender.
Alokasi Anggaran Komponen 1, 2, dan 3
Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah)Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis PUG
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 6.800.000.000 (enam miliar delapan ratus juta rupiah)
Dampak/Hasil Output Kegiatan 1. Meningkatnya kualitas Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang dapat diakses baik oleh Perempuan, Difable sehingga mampu meningkatkan dan memperlancar aktifitas masyarakat khususnya Perempuan dan Difable didalam Rumah;Tercapainya Pembangunan Rumah dan Perumahan yang layak huni dan terjangkau yang berbasis PUG.
2. Tercapainya Pembangunan Rumah dan Perumahan yang layak huni dan terjangkau yang dilengkapi dengan PSU-nya yang berbasis PUG.
86
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 5.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN SWADAYA
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program:Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Kemitraan dan Keswadayaan dalam penyelenggaraan perumahan swadaya
Komponen Kegiatan: Jumlah Forum Kemitraan Perumahan Swadaya
Tujuan:Menjalin kemitraan antar Komunitas dalam mendukung penyelenggaraan PS
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Belum adanya data komunitas yang berbasis pada perempuan dan laki-laki.
2. Kurang lebih 30% dari komunitas penerima bantuan stimulan perumahan swadaya, adalah komunitas perempuan;
3. Materi pemberdayaan masyarakat masih netral gender.
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
1. Partisipasi perempuan yang tergabung dalam komunitas perumahan rendah;
2. Manfaat yang diterima oleh masyarakat (laki-laki dan perempuan) mengenai pembangunan perumahan belum maksimal;
3. Kurangnya akses perempuan terhadap informasi pembangunan perumahan.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Pemahaman pengambil keputusan terhadap PUG dalam pembinaan komunitas perumahan masih rendah;
2. Terbatasnya data komunitas perempuan yang menangani perumahan swadaya;
3. Belum maksimalnya kajian tentang kapasitas komunitas baik laki-laki maupun perempuan terkait tentang pembangunan perumahan swadaya.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Adanya anggapan masyarakat bahwa pembangunan rumah adalah urusan laki-laki;
2. Kesadaran dan kemauan perempuan untuk terlibat dalam berorganisasi khususnya terkait perumahan masih terbatas.
87
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Menjalin kemitraan antar komunitas dalam mendukung penyelenggaraan perumahan swadaya secara berkeadilan
Langkah 7
Rencana Aksi
Fasilitasi Forum Kemitraan Komunitas Perumahan Swadaya:
1. FGD penyusunan materi pendampingan kepada pemda dalam pemberdayaan komunitas perempuan yang menangani perumahan;
2. Koordinasi dengan Pemda untuk pendataan lembaga komunitas (baik berbasis perempuan maupun laki-laki);
3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan fasilitasi kepada lembaga komunitas perempuan bidang perumahan swadaya.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Materi pemberdayaan masyarakat masih netral gender;
2. Belum adanya data lembaga komunitas yang berbasis pada perempuan dan laki-laki;
3. Belum adanya indikator pemantauan dan evaluasi kegiatan yang berbasis pada gender;
4. Kurang lebih 30% dari komunitas penerima bantuan stimulan perumahan swadaya, adalah komunitas perempuan.
Langkah 9
Indikator Gender
1. Tersedianya paket materi pemberdayaan yang responsif gender;
2. Tersedianya data komunitas perempuan dalam menangani perumahan;
3. Tersedianya indikator pemantauan dan evaluasi kegiatan yang berbasis gender.
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
88
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 5.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN SWADAYA
Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Kemitraan dan Keswadayaan Perumahan dalam Penyelenggaraan Perumahan Swadaya
Output Kegiatan Tersusunnya rumusan kebijakan, terlaksananya kemitraan, dan meningkatnya keswadayaan dalam penyelenggaraan perumahan
Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Forum Kemitraan Perumahan Swadaya
Tujuan Menjalin Kemitraan antar komunitas dalam mendukung penyelenggaraan perumahan swa-daya secara berkeadilan
Analisis Situasi Perumahan swadaya adalah rumah dan perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat secara sendiri dan berkelompok. Pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan adalah masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya setiap individu tersebut dilibatkan dalam setiap proses pembangunan perumahan swadaya. Dalam hal masyarakat tidak mampu, pembangunan perumahan swadaya dapat dilakukan secara berkelompok, dan komunitas merupakan salah satu diantaranya. Agar keswadayaan masyarakat dapat tumbuh dan berkembang, pemerintah dapat memberikan stimulan sebagai pengungkit. Berdasarkan data penerima stimulan perumahan swadaya kurang lebih 30% adalah komunitas perempuan.
Keterbatasan ini disebabkan oleh rendahnya partisipasi perempuan dalam komunitas perumahan dan kurangnya akses komunitas perempuan tersebut terhadap informasi stimulan pembangunan perumahan.
Kondisi di atas merupakan akibat dari kurangnya pemahaman pengambil keputusan terhadap PUG dan data tentang komunitas perempuan yang tersedia, sebagai faktor internal. Disamping itu ada anggapan bahwa pembangunan rumah menjadi urusan laki-laki saja, stigma inilah yang menyebabkan kesenjangan peran perempuan dalam penyelenggaraan perumahan swadaya.
89
LAMPIRAN 5.2
Rencana Aksi Komponen 1 Fasilitasi Forum Komunitas Perumahan Swadaya:1. FGD penyusunan materi pendampingan kepada pemda dalam pemberdayaan komunitas
baik laki-laki dan perempuan yang menangani perumahan;2. Koordinasi dengan Pemda untuk pendataan komunitas (baik berbasis perempuan maupun
laki-laki);3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan fasilitasi komunitas perumahan swadaya.
Total Anggaran Komponen 1
Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah)
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 4.600.000.000 (empat miliar enam ratus juta rupiah)
Dampak/Hasil Output Kegiatan DampakKomunitas perumahan swadaya dapat berperan aktif dalam mendukung penyelenggaraan perumahan swadaya secara optimal.
Lampiran
70
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 1.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) SEKRETARIAT KEMENTERIAN PERUMAHAN
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program: Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Fasilitasi Pelaksanaan Kotak Pos Pengaduan Masyarakat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Output/Indikator Kinerja Kunci:Tersusunnya Laporan Pengaduan Masyarakat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Tujuan Kegiatan:Tercapainya pemberdayaan pelayanan bantuan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka pelayanan publik.
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Pengaduan baik langsung maupun tidak langsung yang disampaikan oleh masyarakat pengadu laki-laki dan masyarakat pengadu perempuan;
2. Fasilitasi berupa klarifikasi dan koordinasi dengan instansi lain terkait pengaduan.
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
PartisipasiDalam turut serta menyampaikan pendapat ataupun pengaduannya, baik perempuan maupun laki-laki, masih terlihat bahwa masalah perumahan dan kawasan permukiman merupakan domain laki-laki, sehingga peran perempuan belum terlalu menonjol.
ManfaatDari segi manfaat yang diterima, masih lebih besar jumlah pengaduan dari laki-laki yaitu sebanyak 60% sedangkan jumlah pengadu perempuan 40% sehingga hanya sebagai penerima manfaat yang lebih sedikit.
KontrolKeterbatasan dalam informasi dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat juga pengaduan di bidang perumahan dan kawasan permukiman, secara tidak langsung berpengaruh terhadap kontrol masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan atas pelayanan publik oleh Pemerintah.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Jumlah SDM pengelola yang terbatas;
2. Kapasitas SDM yang belum memadai;
3. Belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai;
4. Belum adanya koordinasi di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dalam menangani pengaduan masyarakat di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
5. Belum adanya forum koordinasi dalam penanganan pengaduan;
6. Belum tersusunnya SOP atas pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman, sehingga pelayanan yang diberikan pun belum maksimal, keberadaan tim pelaksana yang ada saat ini pun belum efektif;
7. Belum adanya data terpilah antara pengaduan yang datangnya dari masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan, sehingga belum terlihat akses dan partisipasi perempuan di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
8. Belum optimalnya publikasi layanan pengaduan.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Belum tersosialisasinya pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada masyarakat luas;
2. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga akses untuk memanfaatkan layanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman masih terbatas.
3. Kesempatan bagi perempuan untuk menyampaikan pengaduannya masih terbatas karena sebagian besar waktunya dipergunakan untuk mengurus keluarga dan keperluan lain serta perempuan merasa lebih puas bilamana dapat menyampaikan pengaduannya secara langsung.
71
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Tercapainya pemberdayaan pelayanan bantuan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka pelayanan publik.
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Penyusunan dan Penerapan SOP Layanan Pengaduan;
2. Publikasi layanan pengaduan
3. Penyusunan laporan layanan pengaduan secara terpilah berdasarkan jenis kasus, jenis kelamin, wilayah, dan waktu;
4. Peningkatan Kapasitas SDM pengelola;
5. Pembentukan Jaringan Koordinasi Pengaduan Layanan;
6. Pengadaan Sarana dan prasarana layanan pengaduan masyarakat bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Belum terusunnya dan diterapkannya Standar operasional prosedur Layanan Pengaduan;
2. Belum tersedia media Publikasi layanan pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman;
3. Penyusunan laporan layanan pengaduan belum terpilah berdasarkan jenis kasus, jenis kelamin, wilayah, dan waktu;
4. Kapasitas SDM pengelola layanan pengaduan masyarakat belum optimal;
5. Belum Terbentuk Jaringan Koordinasi Layanan Pengaduan;
6. Ketersediaan Sarana dan prasarana layanan pengaduan yang belum optimal.
Langkah 9
Indikator Gender
Laporan peningkatan layanan pengaduan secara terpilah berdasarkan jenis kasus, jenis kelamin, wilayah, dan waktu
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
72
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 1.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) SEKRETARIAT KEMENTERIAN PERUMAHAN
Program Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Fasilitasi Pelaksanaan Kotak Pos Pengaduan Masyarakat Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Fasilitasi Pelayanan Bantuan Hukum bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Output Kegiatan Laporan Kegiatan dan Pembinaan Pelayanan Bantuan Hukum
Tujuan Kegiatan Tercapainya pemberdayaan pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman dalam rangka pelayanan publik.
Analisis Situasi Unit Pelayanan pengaduan masyarakat berada dibawah unit Bagian Bantuan Hukum dan Perjanjian pada Biro Hukum dan Kepegawaian, Sekretariat Kementerian Perumahan Rakyat. Unit ini memiliki tugas pelaksanaan pelayanan bantuan hukum antara lain penerimaan pengaduan melalui kotak pos pengaduan dan pengaduan masyarakat yang datang secara langsung dan pelaksanaan penyiapan administrasi tindak lanjut pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Pelayanan kotak pos pengaduan masyarakat merupakan sarana bagi masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan tugas pemerintah dalam pelayanan publik.
Dalam pelaksanaan tugas pelayanan sehari-hari masih ditemui adanya kendala-kendala, yang mengakibatkan tidak optimalnya pelaksanaan pelayanan pengaduan, antara lain:1. Belum tersusunnya SOP atas pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan
permukiman, sehingga pelayanan yang diberikan pun belum maksimal, keberadaan tim pelaksana yang ada saat ini pun belum efektif;
2. Belum optimalnya publikasi layanan pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman
3. Jumlah SDM pengelola yang terbatas;4. kapasitas SDM yang belum memadai;5. Belum didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai;6. Belum adanya koordinasi di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat dalam menangani
layanan pengaduan masyarakat di bidang perumahan dan kawasan permukiman;7. Belum adanya forum koordinasi dalam penanganan pengaduan;8. Laporan layanan pengaduan belum memilah datanya menurut jenis kasus, jenis kelamin,
wilayah, waktu sehingga laporan tersebiut belum dapat menguraikan secara detil permasalahan di bidang perumahan dan kawasan pemukiman, utamanya yang terkait pengaduan masyarakat (masyarakat laki-laki dan masyarakat perempuan, sehingga belum terlihat adanya kesenjangan akses dan partisipasi laki-laki dan perempuan, di wilayah tertentu dan kurun waktu tertentu yang menghadapi permasalahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
73
Lampiran
LAMPIRAN 1.2
Secara umum isu gender yang ada terkait layanan pengaduan masyarakat bidang perumahan dan kawasan permukiman
a. Partisipasi Dalam turut serta menyampaikan pendapat ataupun pengaduannya, baik perempuan maupun
laki-laki, masih terlihat bahwa masalah perumahan dan kawasan permukiman merupakan domain laki-laki, sehingga peran perempuan belum terlalu menonjol.
b. Manfaat Dari segi manfaat yang diterima, masih lebih besar jumlah pengaduan dari laki-laki yaitu
sebanyak 60% sedangkan jumlah pengadu perempuan 40% sehingga hanya sebagai penerima manfaat yang lebih sedikit jumlahnya.
c. Kontrol Keterbatasan dalam informasi dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat juga
pengaduan di bidang perumahan dan kawasan permukiman, secara tidak langsung berpengaruh terhadap kontrol masyarakat atas pelayanan publik oleh Pemerintah.
Untuk itu melalui kegiatan ini perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat memberikan dampak positif yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat selaku pengguna layanan pengaduan dengan melakukan serangkaian aktivitas dalam rencana aksi.
Rencana Aksi
Komponen 1. Penyusunan SOP atas pelayanan bantuan hukum di bidang perumahan dan kawasan permukiman;
2. Sosialisasi atas eksistensi pelayanan bantuan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman di lingkungan Kementerian Perumahan Rakyat
Anggaran Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
Dampak/Hasil Output Kegiatan
1. Terakomodirnya aspirasi dan keluhan masyarakat baik masyarakat perempuan maupun masyarakat laki-laki terutama bagi pihak yang merasa dirugikan;
2. Terselenggaranya kepastian hukum bagi masyarakat, baik masyarakat perempuan maupun masyarakat laki-laki dalam memperoleh jawaban atas pengaduan-pengaduan khususnya bidang perumahan dan kawasan permukiman.
74
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 2.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program: Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Perencanaan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Output/Indikator Kinerja Kunci:Laporan koordinasi, fasilitasi dan sosialisasi rumusan kebijakan, program dan anggaran pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman
Tujuan Kegiatan:Meningkatkan kapasitas peran para pelaku pembiayaan perumahan sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyaluran bantuan pembiayaan perumahan.
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Kaum perempuan belum memiliki akses yang cukup terhadap informasi terkait bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman;
2. Wakil dari lembaga intermediasi (LKB/LKNB/Pengembang) penyalur bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki yang belum berwawasan gender;
3. Penerima manfaat langsung (MBR) bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki yang belum berwawasan gender;
4. Pemahaman mengenai peran dan potensi perempuan dalam pembiayaan masih rendah;
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
1. Akses untuk mendapat informasi bantuan pembiyaaan perumahan antara kelompok perempuan dan laki-laki belum proporsional. Akses informasi lebih banyak diperoleh kaum laki-laki;
2. Partisipasi perempuan untuk menghadiri acara sosialisasi masih rendah;
3. Fungsi kontrol perempuan dalam pengambilan keputusan masih rendah;
4. Penerima manfaat kegiatan sosialisasi selama ini masih didominasi oleh laki-laki.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Para pengambil keputusan belum mempertimbangkan isu gender dalam membuat kebijakan;
2. Belum tersedianya materi-materi sosialisasi pembiayaan perumahan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
3. Perencanaan kegiatan sosialisasi belum mempertimbangkan isu gender;
4. Belum tersedianya data terpilih tentang isu gender;
5. Belum tersedianya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Para pengambil keputusan baik yang berasal dari lembaga intermediasi (LKB/LKNB/pegembang) maupun kelompok masyarakat/asosiasi pekerja belum mempertimbangkan isu gender dalam mengirim wakilnya pada acara sosialisasi yg diadakan Kemenpera;
2. Adanya kesenjangan fungsi kontrol/pengambilan keputusan oleh perempuan di dalam rumah tangga terkait kegiatan pembiayaan perumahan (misalnya untuk berpartisipasi dalam berbagai pertemuan, seperti mengikuti pameran, forum diskusi, seminar, sosialisasi dll, perempuan harus mendapat ijin suami sedangkan laki-laki dapat memutuskan sendiri untuk berpartisipasi dalam acara tersebut);
3. Adanya kesenjangan pemahaman dalam pengelolaan keuangan rumah tangga bagi keperluan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman oleh kaum perempuan (seperti untuk kebutuhan uang muka atau angsuran KPR);
4. Adanya Kesenjangan kepercayaan dari Lembaga Keuangan Bank (LKB) terhadap perempuan dalam pengajuan KPR.
5. Secara umum tingkat pendidikan laki-laki lebih baik dari perempuan;
6. Secara budaya menyediakan rumah untuk keluarga adalah kewajiban laki-laki. Padahal peran penyediaan rumah antara perempuan dan laki-laki mestinya sama;
75
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Meningkatkan kapasitas peran para pelaku pembiayaan perumahan baik laki-laki maupun perempuan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyaluran bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender;
2. Penyusunan materi-materi sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
3. Penyusunan data terpilah terkait kebutuhan informasi tentang kebijakan bantuan pembiayaan perumahan;
4. Penyusunan SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Para pemangku kepentingan yang paham mengenai isu pengarusutamaan gender masih sekitar 10%;
2. Wakil dari lembaga intermediasi penyalur bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki (90% lebih laki-laki);
3. Penerima manfaat langsung (MBR) bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki (90% lebih laki-laki)
4. Belum tersedianya materi-materi sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
5. Belum adanya data terpilah terkait kebutuhan informasi tentang kebijakan bantuan pembiayaan perumahan;
6. Belum adanya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender
Langkah 9
Indikator Gender
1. Para pemangku kepentingan yang memahami isu gender meningkat. Diharapkan meningkat dari 10% menjadi 30%;
2. Peserta sosialisasi yang memahami isu gender dari lembaga intermediasi pembiayaan (LKB/LKNB/pengembang) meningkat. Diharapkan kehadiran perempuat meningkat dari 10% menjadi 30%;
3. Peserta sosialisasi yang memahami isu gender dari penerima langsung manfaat (end-user) meningkat. Diharapkan kehadiran peserta sosialisasi yang memahami isu gender meningkat dari 10% menjadi minimal 30;
4. Tersedianya 1 modul sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
5. Tersedianya data terpilah terkait kebutuhan informasi tentang kebijakan bantuan pembiayaan perumahan;
6. Tersusunnya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
Lampiran
76
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 2.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN
Program Program Pengembangan Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Perencanaan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Indikator Kinerja Kegiatan Tersedianya Laporan Koordinasi, Fasilitasi dan Sosialisasi Rumusan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Output Kegiatan Laporan Koordinasi, Fasilitasi dan Sosialisasi Rumusan Kebijakan, Program dan Anggaran Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Tujuan Kegiatan Meningkatkan kapasitas peran para pelaku pembiayaan perumahan baik laki-laki maupun perempuan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyaluran bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Analisis Situasi Berikut ini beberapa faktor yang menjadi pertimbangan perlunya lebih banyak pelibatan peserta perempuan dalam kegiatan sosialisasi di bidang pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman, yaitu:
1. Kegiatan sosialisasi kebijakan pembiayaan perumahan perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan program bantuan pembiayaan perumahan. Sosialisasi tersebut selain dilakukan melalui seminar atau FGD yang melibatkan stakeholders penyelenggara bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman (seperti Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Non-Bank, REI, Apersi, Dinas terkait Perumahan dan Permukiman, perwakilan penerima manfaat (KORPRI dan Jamsostek), juga dilakukan melalui pameran-pameran dan media elektronik meskipun frekuensinya masih kurang apabila dibandingkan dengan luasnya wilayah dan besarnya MBR yang belum menerima bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman;
2. Para pengambil keputusan baik yang berasal dari lembaga intermediasi (LKB/LKNB/pengembang) maupun kelompok masyarakat/asosiasi pekerja belum mempertimbangkan isu gender dalam mengirim wakilnya pada acara sosialisasi yg diadakan Kemenpera;
3. Sejauh ini, baik dari wakil dari lembaga intermediasi penyalur bantuan pembiayaan perumahan maupun penerima manfaat langsung (MBR) bantuan pembiayaan perumahan yang menghadiri acara sosialisasi umumnya laki-laki (lebih dari 90 %). Hal itu secara langsung menyebabkan kurangnya informasi yang diperoleh kaum perempuan dan secara tidak langsung berdampak pada berkurangnya akses terhadap sumberdaya pembiayaan perumahan. Hal lain yang menjadi penghambat kesenjangan dalam memperoleh bantuan pembiayaan perumahan adalah karena tingkat pendidikan laki-laki umumnya lebih baik dari perempuan dan secara budaya, penyediaan rumah untuk keluarga adalah kewajiban laki-laki. Sehingga baik secara sadar maupun tidak sadar peran perempuan dalam perkara ini terpinggirkan;
77
Lampiran
LAMPIRAN 2.2
4. Adanya kesenjangan fungsi kontrol/pengambilan keputusan oleh perempuan di dalam rumah tangga terkait kegiatan pembiayaan perumahan (misalnya untuk berpartisipasi dalam berbagai pertemuan, seperti mengikuti pameran, forum diskusi, seminar, sosialisasi dll, perempuan harus mendapat ijin suami sedangkan laki-laki dapat memutuskan sendiri untuk berpartisipasi dalam acara tersebut);
5. Adanya kesenjangan pemahaman dalam pengelolaan keuangan rumah tangga bagi keperluan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman oleh kaum perempuan (seperti untuk kebutuhan uang muka atau angsuran KPR);
6. Adanya Kesenjangan kepercayaan dari Lembaga Keuangan Bank (LKB) terhadap perempuan dalam pengajuan KPR;
7. Belum adanya materi-materi sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan yang memuat isu-isu pengarusutamaan gender;
8. Belum adanya SOP sosialisasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan yang responsif gender.
Rencana Aksi
Komponen 1 Sosialisasi Kebijakan Pembiayaan Perumahan Wilayah Barat Rp. 700.000.000,-
Komponen 2 Sosialisasi Kebijakan Pembiayaan Perumahan Wilayah Tengah Rp. 700.000.000,-
Komponen 3 Sosialisasi Kebijakan Pembiayaan Perumahan Wilayah Timur Rp. 800.000.000,-
Total Anggaran Komponen 1, 2, dan 3
Rp. 2.200.000.000 (dua miliar dua ratus juta rupiah)
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 14.503.400.000 (empat belas miliar lima ratus tiga juta empat ratus ribu rupiah).
Dampak/Hasil Output Kegiatan 1. Jumlah peserta perempuan yang hadir dalam acara sosialisasi minimal 30%;
2. Meningkatnya jumlah MBR yang memiliki pengetahuan dan akses terhadap sistem pembiayaan perumahan yang dilaksanakan oleh Kemenpera;
3. Meningkatnya jumlah perempuan yang dapat mengakses bantuan pembiayaan perumahan dan kawasan permukiman.
78
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 3.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program: Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Perencanaan Pemrograman dan Anggaran, Pendataan serta Sosialisasi Pengembangan Kawasan
Komponen Kegiatan:Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Kawasan di 55 Lokasi
Tujuan Kegiatan:Terwujudnya Rencana Aksi Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 Lokasi di Indonesia, yang sudah menangkap aspirasi masyarakat melalui Community Action Plan (CAP) serta menciptakan sinergitas tindak antar seluruh stakeholder yang terkait
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Kegiatan perencanaan penataan lingkungan hunian belum melibatkan peran masyarakat, terutama perempuan (15%);
2. Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) berdasarkan data Tim Kegiatan PLP2KBK Tahun 2010, jumlah anggota Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) terdiri dari: Perempuan 6 orang (15%): laki-laki: 36 orang (85%)
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
Akses:Akses informasi yang terkait dengan penataan lingkungan kumuh masih didominasi oleh kaum laki-laki.
Kontrol:Kurangnya peran perempuan dalam pengambilan keputusan penataan lingkungan permukiman kumuh.
Partisipasi:Pelibatan perempuan dalam mengikuti proses perencanaan penataan lingkungan kumuh masih kurang.
Manfaat:Manfaat yang diperoleh kaum perempuan dan anak sangat kurang.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Pemahaman pengambil keputusan terhadap isu gender lingkungan kumuh masih kurang;
2. Kebijakan dalam penataan lingkungan kumuh belum berdasarkan partisipatif masyarakat, terutama perempuan;
3. Belum ada indikator tingkat partisipasi aktif laki-laki dan perempuan.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Anggapan masyarakat bahwa penataan lingkungan perumahan merupakan urusan laki-laki;
2. Kesehatan dan perkembangan perempuan dan anak kurang mendapat prioritas penataan;
3. Tingkat perekonomian masyarakat di lokasi lingkungan kumuh masih rendah;
4. Perbedaan kebutuhan dan pola ruang antara laki-laki dan perempuan;
5. Perbedaan pemahaman bagi laki-laki dan perempuan dalam penataan lingkungan kumuh (CAP).
79
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Tujuan Kegiatan:Terwujudnya Rencana Aksi Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 Lokasi di Indonesia, yang sudah menangkap aspirasi masyarakat (laki-laki dan perempuan) melalui Community Action Plan (CAP) serta menciptakan sinergitas tindak antar seluruh stakeholder yang terkait
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Sosialisasi rencana penataan lingkungan kumuh terhadap masyarakat setempat;
2. Pendampingan kepada masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dalam proses perencanaan penataan lingkungan kumuh;
3. Penyusunan Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Masyarakat (laki-laki dan perempuan);
4. Penyusunan indikator tingkat partisipasi aktif laki-laki dan perempuan
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Masyarakat di 55 lokasi belum mendapatkan informasi tentang rencana penataan lingkungan kumuh;
2. Belum tersusunnya Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh yang melibatkan Masyarakat terutama perempuan (20%)
3. Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) berdasarkan data Tim Kegiatan PLP2KBK Tahun 2010, jumlah Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) terdiri dari: Perempuan 6 orang (15%): laki-laki: 36 orang (85%)
4. Kondisi kesehatan fisik dan mental masyarakat, terutama perempuan dan anak di lingkungan kumuh masih rentan.
Langkah 9
Indikator Gender
1. Masyarakat di 55 lokasi mendapatkan informasi tentang rencanan penataan lingkungan kumuh;
2. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif perempuan dalam proses perencanaan (20%);
3. Meningkatnya Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) dalam proses penataan lingkungan; (25:75)
4. Tersusunnya Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Masyarakat (laki-laki dan perempuan) di 55 lokasi;
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
80
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 3.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN
Program Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Perencanaan, Pemograman dan Anggaran, Pendataan serta Sosialisasi Pengembangan Kawasan
Indikator Kinerja Kegiatan Tersusunnya Dokumen Perencaanaan Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 lokasi.
Output Kegiatan Tersusunnya Perencanaan Strategis, Pemograman, Penganggaran, Pengelolaan Data dan Sosialisasi Kebijakan Pengembangan Kawasan.
Tujuan Kegiatan Terwujudnya Rencana Aksi Penanganan Lingkungan Permukiman Kumuh di 55 Lokasi di Indonesia, yang sudah menangkap aspirasi masyarakat melalui Community Action Plan (CAP) serta menciptakan sinergitas tindak antar seluruh stakeholder yang terkait.
Analisis Situasi Perencanaan berbasis kawasan dalam penataan lingkungan permukiman kumuh adalah suatu proses perencanaan yang mengintegrasikan kawasan permukiman kumuh yang akan ditangani dengan kegiatan lingkungan di sekitarnya (sistem kota) baik aktivitas ekonomi, lingkungan fisik, maupun lingkungan sosial. Dengan perencanaan ini, kawasan kumuh akan berkembang secara berkelanjutan sesuai dengan potensi-potensi pengembangannya di sekitarnya. Termasuk dalam perencanaan ini adalah mensinergikan seluruh kegiatan stakeholder dalam penataan lingkungan kumuh.
Data luasan permukiman kumuh pada tahun 2004 adalah 54.000 meningkat tahun 2009 menjadi 57.800 Ha peningkatan diperkirakan 1,37% pertahun (sumber Bappenas).
Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh tidak menguntungkan bagi kesehatan, terutama kesehatan reproduksi perempuan, dan juga tidak menguntungkan bagi perkembangan anak, untuk itu perlu penataan lingkungan kumuh yang melibatkan masyarakat secara menyeluruh agar supaya kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan kaum perempuan akan lebih baik sekaligus dapat memperbaiki perkembangan mental dan fisik anak.
Namun pelibatan perempuan masih rendah, hal ini disebabkan akses informasi terhadap perempuan sangat terbatas, demikian juga kaum perempuan kurang berpartisipasi dalam proses penataan lingkungan kumuh, berdasarkan data Tim Kegiatan PLP2KBK Tahun 2010, Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM), jumlah anggota Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) terdiri dari: Perempuan 6 orang (15%): laki-laki: (36) orang (85%), akibatnya perempuan juga kurang ikut dalam pengambilan keputusan dalam penataan lingkungan kumuh sehingga perempuan kurang mendapat manfaat dalam kegiatan tersebut.
Disamping hal tersebut pemahaman pengambil keputusan pada permasalahan gender masih rendah, budaya masyarakat bahwa penataan lingkungan hunian merupakan urusan laki-laki, kesehatan dan perkembangan perempuan dan anak belum prioritas utama, tingkat perekonomian masyarakat di lokasi lingkungan kumuh rendah, menyebabkan kesenjangan dalam penataan lingkungan kumuh.
81
Lampiran
LAMPIRAN 3.2
Rencana Aksi Komponen 1 1. Sosialisasi rencana penataan lingkungan kumuh terhadap masyarakat setempat;
2. Penyusunan Community Action Plan (CAP) --- (Pendampingan kepada masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan dalam proses perencanaan penataan lingkungan kumuh);
3. Penyusunan Dokumen Perencanaan Penataan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis Masyarakat .
Rp. 12.375.000.000 (dua belas miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah)
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 44.530.000.000 (empat puluh empat miliar limaratus tiga puluh juta rupiah)
Outcome 1. Berkurangnya lingkungan kumuh seluas 655 Ha (sampai tahun 2014) melalui penataan lingkungan kumuh berbasis masyarakat;
2. Meningkatkan peran serta kaum perempuan dalam proses perencanaan
3. Meningkatnya prosentase Tenaga Penggerak Masyarakat (TPM) dalam proses penataan lingkungan yang responsif gender; (25:75)
4. Berkurangnya penyakit menular akibat lingkungan kumuh pada perempuan dan anak;
5. Meningkatnya hunian yang layak huni bagi setiap keluarga.
82
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 4.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN FORMAL
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang
Akan di Analisis
Program: Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman;
Kegiatan: Penyusunan Standarisasi Perumahan Formal;
Komponen Kegiatan: Tersusunnya Standar Desain dan Kriteria Perumahan Formal beserta PSU-nya
Tujuan Kegiatan: Tersusunnya Standarisasi Perumahan Formal dan PSU-nya
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
Kondisi umum pelaksanaan pekerjaan jasa konsultan di lingkungan Perumahan Formal, adalah sebagai berikut:
1. Kerangka Acuan belum mensyaratkan isu gender sebagai salah satu kriteria di dalam perencanaan;
2. Dalam proses perencanaan belum sepenuhnya menjaring masukan masyarakat khususnya keterwakilan perempuan didalam memberikan masukan teknis perencanaan yang memperhatikan pengarusutamaan gender (PUG) (kesenjangan laki-laki dan perempuan, difable, lansia, penyandang cacat, ibu hamil dan anak-anak) kurang dari 20%;
3. Dalam pelaksanaan penyusunan standarisasi perumahan formal dan PSU-nya, pihak-pihak yang terlibat mulai dari tim pelaksana (konsultan), tim teknis internal, dan stakeholder masih didominasi oleh laki-laki. Data yang ada dari 143 pekerjaan jasa konsultan antara tahun 2006-2010: Team Leader 107 laki-laki (75%); 36 perempuan (25%). Ketua Tim Teknis 113 laki-laki (79%) dan 30 perempuan (21%);
4. Standar desain Perumahan Formal dan PSU-nya belum responsive gender, sehingga hasil dari pelaksanaan pembangunan perumahan formal masih ditemukan adanya kesenjangan gender;
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
Akses:Belum ada standar desain dan kriteria Perumahan Formal dan PSU-nya yang berbasis PUG.
Kontrol:Belum ada SOP dan juknis terkait dengan pemantauan dan evaluasi perencanaan standarisasi perumahan formal dan PSU-nya yang berbasis PUG.
Partisipasi:Rendahnya peran serta perempuan dalam proses perencanaan.
Manfaat:Perencana belum memiliki instrumen perencanaan yang sensitif gender sehingga masyarakat (laki-laki, perempuan dan difable) belum mendapatkan manfaat secara optimal.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Belum ada SOP dan Petunjuk Teknis yang berwawasan gender;
2. Kurangnya pemahaman Aparatur, Perencana dan Pelaksana tentang isu gender;
3. Belum adanya data terpilah;
4. Belum adanya kriteria teknis terkait dengan sasaran target pemanfaat penghuni.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Belum adanya sistem informasi dan komunikasi efektif.
2. Belum optimalnya program peningkatan kapasitas stakeholder dalam perumahan formal.
83
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Komponen Kegiatan: Penyusunan SOP dan Petunjuk Teknis tentang Rancang-bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG;
Tujuan Komponen Kegiatan:Tersusunnya SOP rancang-bangun rumah dan perumahan yang layak huni dan terjangkau, beserta PSU-nya yang berbasis PUG.
Langkah 7
Rencana Aksi
1. Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan rancang-bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG;
2. Identifikasi dan menyediakan data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
3. Sosialisasi dan pendampingan terkait dengan rancang-bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis PUG.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Belum adanya SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan perumahan beserta PSU-nya berbasis PUG;
2. Belum adanya Identifikasi dan data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, standar desain rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
3. Belum adanya pemahaman perencana kegiatan jasa konsultan tentang SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG;
4. Para pemangku kepentingan belum memahami tentang rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG.
Langkah 9
Indikator Gender
1. Tersedianya SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis PUG;
2. Tersedianya data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
3. Meningkatnya pemahaman perencana kegiatan jasa konsultan tentang SOP dan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan perumahan beserta PSU-nya dan berbasis PUG dari 0% menjadi 10%;
4. Meningkatnya pemahaman para pemangku kepentingan belum memahami tentang rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG dari 0% menjadi 10%;
5. Dilakukan sosialisasi kepada perencana kegiatan jasa konsultan tentang isu gender;
6. Tersusunnya Standar dan kriteria rancang bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berwawasan gender.
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
84
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 4.2
Program Pengembangan Perumahan dan Permukiman
Kegiatan Penyusunan Standarisasi Perumahan Formal
Indikator Kinerja Kegiatan Tersusunnya Standar Desain dan Kriteria Perumahan Formal
Output Kegiatan 1. Tersedianya data pendukung terpilah (laki-laki, perempuan, dan difable) pekerjaan jasa konsultan, Rancang Bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya;
2. Tersedianya SOP dan Juknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis Pengarusutamaan Gender (PUG)
Tujuan Kegiatan Tersusunnya SOP dan Juknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya sehingga proses perencanaan lebih partisipatif dan didasarkan pada PUG, yang berkeadilan bagi perempuan, laki-laki dan difable (lansia, penyandang cacat, ibu hamil dan anak-anak).
Analisis Situasi 1. Perencanaan rancang-bangun rumah dan perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG belum terlaksana dengan baik;
2. Dalam RPJMN Tahun 2010-2014, disebutkan bahwa kualitas hidup dan peran perempuan masih relatif rendah, yang antara lain disebabkan oleh:
a. Adanya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di tatanan antar provinsi dan antar kabupaten/kota;
b. Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi;
c. Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit.
3. Secara Umum, kondisi rumah dan perumahan beserta PSU-nya sekarang belum memadai dalam pengertian lain belum dapat memenuhi aspek ketersedian dan kebutuhan ruang yang dapat mengakomodir kebutuhan perempuan dan difable, hal ini disebabkan karena belum adanya data pendukung terpilah terkait dengan (laki-laki, Perempuan, dan difable) serta belum tersedianya SOP dan Juknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berawawasan gender;
4. Sebagai upaya untuk pemecahan masalah tersebut diatas terkait dengan tugas dan fungsi Kedeputian Perumahan Formal maka dipandang perlu untuk melakukan penyusunan SOP dan Petunjuk Teknis Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG agar masyarakat (laki-laki, perempuan, difable) pada akhirnya sebagai penerima manfaat akan mendapatkan hasil rancangan rumah yang secara kualitas lebih baik dan layak huni.
GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN FORMAL
85
LAMPIRAN 4.2
Lampiran
Rencana Aksi Komponen 1 Teridentifikasinya data pendukung terpilah (Laki-laki, Perempuan dan difable) pekerjaan jasa konsultan, standard desain rumah dan perumahan beserta PSU-nya.
Komponen 2 Penyusunan dan penetapan Standard Operasional dan Prosedur (SOP) Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berbasis PUG.
Komponen 3 Penyusunan Standard dan Kriteria Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang berwawasan gender.
Alokasi Anggaran Komponen 1, 2, dan 3
Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah)Penyusunan Rancang Bangun Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang Berbasis PUG
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 6.800.000.000 (enam miliar delapan ratus juta rupiah)
Dampak/Hasil Output Kegiatan 1. Meningkatnya kualitas Rumah dan Perumahan beserta PSU-nya yang dapat diakses baik oleh Perempuan, Difable sehingga mampu meningkatkan dan memperlancar aktifitas masyarakat khususnya Perempuan dan Difable didalam Rumah;Tercapainya Pembangunan Rumah dan Perumahan yang layak huni dan terjangkau yang berbasis PUG.
2. Tercapainya Pembangunan Rumah dan Perumahan yang layak huni dan terjangkau yang dilengkapi dengan PSU-nya yang berbasis PUG.
86
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 5.1 GENDER ANALISYS PATHWAY (GAP) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN SWADAYA
Langkah 1
Pilih Kebijakan/ Program Kegiatan Yang Akan di
Analisis
Program:Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan: Kemitraan dan Keswadayaan dalam penyelenggaraan perumahan swadaya
Komponen Kegiatan: Jumlah Forum Kemitraan Perumahan Swadaya
Tujuan:Menjalin kemitraan antar Komunitas dalam mendukung penyelenggaraan PS
Langkah 2
Data Pembuka Wawasan
1. Belum adanya data komunitas yang berbasis pada perempuan dan laki-laki.
2. Kurang lebih 30% dari komunitas penerima bantuan stimulan perumahan swadaya, adalah komunitas perempuan;
3. Materi pemberdayaan masyarakat masih netral gender.
Langkah 3
Faktor Kesenjangan
1. Partisipasi perempuan yang tergabung dalam komunitas perumahan rendah;
2. Manfaat yang diterima oleh masyarakat (laki-laki dan perempuan) mengenai pembangunan perumahan belum maksimal;
3. Kurangnya akses perempuan terhadap informasi pembangunan perumahan.
Langkah 4
Isu Gender
Sebab Kesenjangan Internal
1. Pemahaman pengambil keputusan terhadap PUG dalam pembinaan komunitas perumahan masih rendah;
2. Terbatasnya data komunitas perempuan yang menangani perumahan swadaya;
3. Belum maksimalnya kajian tentang kapasitas komunitas baik laki-laki maupun perempuan terkait tentang pembangunan perumahan swadaya.
Langkah 5
Sebab Kesenjangan Eksternal
1. Adanya anggapan masyarakat bahwa pembangunan rumah adalah urusan laki-laki;
2. Kesadaran dan kemauan perempuan untuk terlibat dalam berorganisasi khususnya terkait perumahan masih terbatas.
87
Lampiran
Langkah 6
Reformulasi Tujuan
Menjalin kemitraan antar komunitas dalam mendukung penyelenggaraan perumahan swadaya secara berkeadilan
Langkah 7
Rencana Aksi
Fasilitasi Forum Kemitraan Komunitas Perumahan Swadaya:
1. FGD penyusunan materi pendampingan kepada pemda dalam pemberdayaan komunitas perempuan yang menangani perumahan;
2. Koordinasi dengan Pemda untuk pendataan lembaga komunitas (baik berbasis perempuan maupun laki-laki);
3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan fasilitasi kepada lembaga komunitas perempuan bidang perumahan swadaya.
Langkah 8
Data Dasar (Base – line)
1. Materi pemberdayaan masyarakat masih netral gender;
2. Belum adanya data lembaga komunitas yang berbasis pada perempuan dan laki-laki;
3. Belum adanya indikator pemantauan dan evaluasi kegiatan yang berbasis pada gender;
4. Kurang lebih 30% dari komunitas penerima bantuan stimulan perumahan swadaya, adalah komunitas perempuan.
Langkah 9
Indikator Gender
1. Tersedianya paket materi pemberdayaan yang responsif gender;
2. Tersedianya data komunitas perempuan dalam menangani perumahan;
3. Tersedianya indikator pemantauan dan evaluasi kegiatan yang berbasis gender.
Kebijakan dan Perencanaan Ke Depan Pengukuran Hasil
88
Pere
ncanaan d
an P
enganggara
n Y
ang R
esponsif G
ender
Bidang P
eru
mahan d
an K
aw
asan P
erm
ukim
an
LAMPIRAN 5.2 GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) DEPUTI BIDANG PERUMAHAN SWADAYA
Program Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kegiatan Kemitraan dan Keswadayaan Perumahan dalam Penyelenggaraan Perumahan Swadaya
Output Kegiatan Tersusunnya rumusan kebijakan, terlaksananya kemitraan, dan meningkatnya keswadayaan dalam penyelenggaraan perumahan
Indikator Kinerja Kegiatan Jumlah Forum Kemitraan Perumahan Swadaya
Tujuan Menjalin Kemitraan antar komunitas dalam mendukung penyelenggaraan perumahan swa-daya secara berkeadilan
Analisis Situasi Perumahan swadaya adalah rumah dan perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat secara sendiri dan berkelompok. Pelaku dan pemanfaat hasil pembangunan adalah masyarakat baik laki-laki maupun perempuan, seharusnya setiap individu tersebut dilibatkan dalam setiap proses pembangunan perumahan swadaya. Dalam hal masyarakat tidak mampu, pembangunan perumahan swadaya dapat dilakukan secara berkelompok, dan komunitas merupakan salah satu diantaranya. Agar keswadayaan masyarakat dapat tumbuh dan berkembang, pemerintah dapat memberikan stimulan sebagai pengungkit. Berdasarkan data penerima stimulan perumahan swadaya kurang lebih 30% adalah komunitas perempuan.
Keterbatasan ini disebabkan oleh rendahnya partisipasi perempuan dalam komunitas perumahan dan kurangnya akses komunitas perempuan tersebut terhadap informasi stimulan pembangunan perumahan.
Kondisi di atas merupakan akibat dari kurangnya pemahaman pengambil keputusan terhadap PUG dan data tentang komunitas perempuan yang tersedia, sebagai faktor internal. Disamping itu ada anggapan bahwa pembangunan rumah menjadi urusan laki-laki saja, stigma inilah yang menyebabkan kesenjangan peran perempuan dalam penyelenggaraan perumahan swadaya.
89
LAMPIRAN 5.2
Rencana Aksi Komponen 1 Fasilitasi Forum Komunitas Perumahan Swadaya:1. FGD penyusunan materi pendampingan kepada pemda dalam pemberdayaan komunitas
baik laki-laki dan perempuan yang menangani perumahan;2. Koordinasi dengan Pemda untuk pendataan komunitas (baik berbasis perempuan maupun
laki-laki);3. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan fasilitasi komunitas perumahan swadaya.
Total Anggaran Komponen 1
Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah)
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Rp. 4.600.000.000 (empat miliar enam ratus juta rupiah)
Dampak/Hasil Output Kegiatan DampakKomunitas perumahan swadaya dapat berperan aktif dalam mendukung penyelenggaraan perumahan swadaya secara optimal.
Lampiran