Post on 05-Aug-2015
Keterangan Umum
I. Identitas Pasien
• Nama : Tn.Agus Mulyadi
• Umur : 44 tahun
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Alamat : Jl. Marga Mulya RT.01 RW.19, Cimahi
• Agama : Islam
• Pekerjaan : PUSDIKBEKANG
• Tgl Pemeriksaan : 14 November 2012
II. Anamnesis
• Keluhan Utama : Penurunan pendengaran pada kedua telinga
• Anamnesis Khusus :
Pasien mengeluhkan kurang pendengaran pada kedua telinganya sejak
kurang lebih 2 tahun yang lalu. Keluhan awalnya dirasakan karena pasien sering
tidak mendengar suara telepon genggamnya yang disimpan di meja (± 3 meter dari
tempat tidur) di rumahnya. Keluhan semakin lama dirasakan semakin memberat,
sehingga terkadang pasien mengeluh sulit menangkap pembicaraan rekan kerja bila
berbica dengan suara yang pelan.
Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai telinga berdenging.
Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai dengan pusing berputar.
Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai keluarnya cairan dari telinga.
Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai rasa penuh pada telinga
Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai nyeri pada telinga yang
terutama dirasakan bila digerakan.
Keluhan penurunan pendengaran tidak didahului atau disertai dengan demam.
1
Pasien berkeja di Pusat Pendidikan Perbekalan Angkatan
(PUSDIKBEKANG). Pasien bekerja di gudang perbekalan yang sehari-seharinya
terpapar oleh suara bising mobil angkutan senjata dan perbekalan. Selama bekerja
pasien tidak menggunakan pelindung telinga. Pasien sehari bekerja selama kurang
lebih 7 jam. Pasien telah bekerja di PUSDIKBEKANG selama kurang lebih 6 tahun.
Riwayat pengobatan TB, tekanan darah tinggi, dan jantung tidak ada. Riwayat
benturan pada telinga tidak ada. Riwayat Operasi tidak ada.
Riwayat peyakit kencing manis tidak ada. Riwayat penyakit stroke tidak ada.
III. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan Umum : Sakit ringan
• Kesadaran : CM
• Tanda Vital : TD: 110/70 mmHg; N: 80x/mnt; R: 20x/mnt; S: 36,60C
St. Generalis :
• Kepala : simetris
• Mata : Konjungtiva injeksi +/-
Sklera tidak ikterik
• Leher : KGB tidak teraba membesar
• Thorax : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : VBS kiri = kanan, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor : BJ I II murni regular, murmur (-)
• Abdomen : Datar, lembut
Hepar, lien tidak teraba
BU (+) normal
2
• Ekstremitas : edema -/-
Status lokalis
• Auris Dextra Sinistra
Kelainan Auris Dextra Auris Sinistra
Preaurikular Kelainan kongenital
Radang dan tumor
Trauma
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Aurikula Kelainan kongenital
Radang dan tumor
Trauma
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Retroaurikula Edema
Hiperemis
Nyeri tekan tragus
Nyeri pergerakan
aurikula
Sikatriks
Fistula
Fluktuasi
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Canalis
akustikus
eksterna
Kelainan kongenital
Kulit
Sekret
(-)
Tenang
(-)
(-)
Tenang
(-)
3
Serumen
Edema
Jaringan granulasi
Massa
Kolesteatoma
(+) minimal
(-)
(-)
(-)
(-)
(+) minimal
(-)
(-)
(-)
(-)
Membran
timpani
Warna
Intak
Reflek Cahaya
Hiperemis (-)
(+)
(+)
Hiperemis (-)
(+)
(+)
• Tes pendengaran :
AD AS
Tes Suara Jarak 1 meter terdengar
suara
Jarak 1 meter terdengar
suara
Tes Rinne + +
Tes Weber tidak ada lateralisasi
Tes Schawabach Memendek Memendek
Kesan Tuli sensorineural ADS
• Cavum Nasi
Rinoskopi anterior :
4
Mukosa : tenang +/+, livide -/-
Sekret : -/-
Septum deviasi : (-)
Massa : - / -
Konkha : eutrofi +/+, livide -/-
Pasase udara : +/+
• Transiluminasi :
Rinoskopi Posterior :
Mukosa : tenang +/+
Sekret : -/-
Koana : terbuka
Torus tubarius : tenang +/+
Ostium tuba eustachius : tertutup
Fossa rosenmuller : tenang +/+, massa -/-
• Oropharing
Mulut : mukosa: basah, hiperemis (-)
Lidah : gerakan normal ke segala arah
Palatum molle : tenang, simetris
Uvula : simetris, normal
Gigi geligi : Tidak ada kelainan
Tonsil : T1 –T1, hiperemis -/-, kripta melebar - / -, detritus - / -
5
4 4
44
Faring : Tenang
Laring :
Laringoskopi indirek :
• Epiglottis : tenang
• Kartilago arythenoid : tenang
• Plika ariepiglotis : tenang +/+
• Plika vestibularis : tenang +/+
• Plika vocalis : gerak +/+, simetris +/+, masa -/-
• Rima glottis : terbuka
• Cincing trachea : ditengah
• Maksilofasial : simetris +/+, parese N.Cranialis (-), NT (-)
• Leher : KGB tidak teraba membesar, massa (-)
IV. RESUME
Seorang laki-laki, usia 44 tahun, datang ke poliklinik THT-KL dengan keluhan
utama penurunan pendengaran. Yang dirasakan semakin lama semakin berat. Dari
anamnesis khusus didapatkan keluhan dirasakan sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu.
Keluhan tinitus (-),otalgia (-), rasa penuh pada telinga(-), otorrhea (-), dan vertigo (-) .
Penderita belum mengobati keluhannya.
Pasien bekerja ditempat yang bisisng, selama kurang 6 tahun terakhir, sehari
bekerja selama 7, tanpa menggunakan pelindung telinga,
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis tampak sakit ringan,
komposmentis. Status generalis lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan status
lokalis didapatkan
6
ADS : CAE tenang +/+, sekret -/-, serumen +/+ (minimal)
MT intak +/+, RC +/+, RA tenang +/+
Tes pendengaran :
AD AS
Tes Suara Normal Normal
Tes Rinne + +
Tes Weber tidak ada lateralisasi
Tes Schawabach Memendek Memendek
Kesan Tuli sensorineural ADS
V. Diagnosis Banding :
Tuli Sensorineural e.c Noise Induce Hearing Loss
Tuli Sensorineural e.c trauma akustik
VI. Diagnosis Kerja :
Tuli Sensorineural e.c Noise Induce Hearing Loss
VI. Usul Pemeriksaan
- Audiometri
- Emisi otoakustik7
VII. Terapi :
Terapi umum :
1. Hindari paparan bising dengan melakukan rotasi kerja.
2. Menggunakan alat pelindung telinga (era muff atau ear plug)
Terapi khusus :
Neurotropik
VIII. Prognosa
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad malam
8
BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Anamnesis
a. “Pasien mengeluhkan kurang pendengaran pada kedua telinganya sejak kurang
lebih 2 tahun yang lalu.”
Keluhan utama pada pasien ini adalah penurunan pendengaran. Penurunan
pendengaran merupakan tanda ketulian yang disebabkan karena adanya gangguan
dalam hantaran suara (tuli konduktif) dan atau perseptif (tuli sensorineural).
b. “Keluhan awalnya dirasakan karena pasien sering tidak mendengar suara telepon
genggamnya yang disimpan di meja (± 3 meter dari tempat tidur) di rumahnya.
Keluhan semakin lama dirasakan semakin memberat, sehingga terkadang pasien
mengeluh sulit menangkap pembicaraan rekan kerja bila berbica dengan suara yang
pelan.”
Gangguan dengar pada pasien bersifat menetap, kemungkinan telah terjadi
peningkatan ambang dengar menetap dan semakin lama semakin semakin memburuk.
Kemungkinan sudah terjadi kerusakan pada organ corti, sel-sel rambut, stria
vaskularis, dll
c. “Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai telinga berdenging.”
Keluhan penurunan pendengaran biasanya disertai oleh keluhan telinga berdenging.
d. “Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai dengan pusing berputar.”
Pada penyakit meniere, ditemukan trias penurunan pendengaran, tinitus, dan pusing
berputar. Pada pasien tidak ada keluhan vertigo, maka penyakit meniere bisa
disingkirkan.
e. “Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai keluarnya cairan dari telinga”
9
Untuk mengetahui ada tidaknya otitis media dengan komplikasi perforasi membran
timpani sebagai penyebab keluhan penurunan pendengaran.
f. “Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai rasa penuh pada telinga”
Keluhan penuh pada telinga sering didapatkan pada sumbatan liang telinga, terutama
oleh serumen sebagai penyebab utama pada tuli konduktif.
g. “Keluhan penurunan pendengaran tidak disertai nyeri pada telinga yang terutama
dirasakan bila digerakan.”
Keluhan nyeri pada telinga menrupakan manifestasi pada infeksi pada liang telinga.
Selain infeksi, trauma pada gendang telinga juga bisa bermanifestasi nyeri, nyeri yang
dirasakan berupa nyeri tajam dengan gangguan pendengaran yang cepat timbul.
h. “Keluhan penurunan pendengaran tidak didahului atau disertai dengan demam.”
Untuk mengetahui ada tidak infeksi pada telinga atau tidak, sebagai penyebab
penurunan pendengaran.
i. “Pasien berkeja di Pusat Pendidikan Perbekalan Angkatan (PUSDIKBEKANG).
Pasien bekerja di gudang perbekalan yang sehari-seharinya terpapar oleh suara
bising mobil angkutan senjata dan perbekalan. Selama bekerja pasien tidak
menggunakan pelindung telinga. Pasien sehari bekerja selama kurang lebih 7 jam.
Pasien telah bekerja di PUSDIKBEKANG selama kurang lebih 6 tahun.”
Riwayat pekerjaan menunjukkan lingkungan kerja pasien yang bising, lama paparan
yang sudah cukup panjang, dan frekuensi paparan yang sering.
j. “Riwayat pengobatan TB, tekanan darah tinggi, dan jantung tidak ada.”
Gangguan pendengaran akibat obat-obatan ototoksik sering disebabkan pada obat-
obatan TB, tekanan darah tinggi, dan jantung.
k. “Riwayat benturan pada telinga tidak ada.”
10
Trauma pada telinga seperti pukulan keras pada telinga sering diikuti oleh robeknya
gendang telinga
l. “Riwayat penyakit stroke tidak ada.”
Pada pasien stroke sering diikuti oleh gangguan pendengaran akibat kerusakan
korteks serebri sebagai pusat pengolahan pendengaran.
1.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik telinga tidak ditemukan adanya kelainan dar i telinga luar
hingga membran timpani dengan otoskop. Pemer iksaan telinga, hidung, tenggorokan
per lu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan
organik yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga
karena agen fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik. dan alergi. Selain itu
pemeriksaan saraf pusat perIu dilakukan untuk rnenyingkirkan adanya masalah di
susunan saraf pusat yang (dapat) menganggu pendengaranya.
1.3 Pemeriksaan dengan Garpu Tala
Pada tes dengan garpu tala menunjukkan adanya tuli sensorineural. Untuk hasil
pemeriksaan fisik NIHL, pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar
sampai gendang telinga. Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach)
akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif,
pemeriksaan Weber menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran
yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan Schwabach memendek.
11
Tabel 1. Hasil tes garpu tala
1.4 Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri nada murni terdapat audiogram hantaran udara dan
hantaran tulang. Kegunaan audiogram hantaran udara adalah untuk mengukur kepekaan
seluruh mekanisme pendengaran, telinga Iuar dan tengah serta mekanisme sensorineural
koklea dan nervus auditori. Audiogram hantaran udara diperoleh dengan memperdengarkan
pulsa nada murni melalui earphone ke telinga. Kegunaan audiometri hantaran tulang adalah
untuk mengukur kepekaan mekanisme sensorineural saja. Audiogram hantaran tulang
diperoleh dengan memberikan bunyi penguji langsung ketengkorak pasien menggunakan
vibrator hantaran tulang. Dua pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara tuli sensor
ineural atau tuli konduktif.
Pemer iksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi
antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz ser ing terdapat takik (notch) yang
patognomonik untuk jenis ketulian akibat taruma akustik.
Ada tidaknya jarak antara konduksi tulang dan konduksi udara menunjukkan ada
tidaknya keterlibatan gangguan dari telinga luar maupun telinga tengah yang mempengaruhi
gangguan sensorineural yang terjadi pada NIHL. Beberapa faktor dapat mempengaruhi
reliabilitas pemeriksaan konduksi tulang dan konduksi udara pada audiogram. Pemeriksaan
timpanometri dan pemer iksaan reflex akustik penting untuk dilakukan agar tuli konduksi
dapat disingkirkan. Tuli konduksi tidak biasa terjadi pada NIHL, kecuali terdapat penyebab
12
multipel pada perjalanan penyakit NIHL. Meskipun tanda takik mer upakan gambaran khas
pada audiogram NIHL, tidak adanya takik pada audiogram tidak serta merta menyingkirkan
NIHL dan bukan menjadi indikator yang dapat diper caya pada pemeriksaan NIHL.
1.5 Penatalaksanaan
Pencegahan merupakan penatalaksanaan pertama dan utama pada kebisingan di
lingkungan peker ja. Pelaksanaan program pemeliharaan pendengaran (hearing program
conservation) merupakan upaya pencegahan pr imer yang dapat dilakukan di tempat ker
ja. Survei kebisingan di tempat kerja harus memperhatikan teknik sampling agar pemeriksaan
tingkat kebisingan dapat memberikan gambaran keadaan yang terjadi; pemeriksaan
audiometri berkala juga merupakan upaya deteksi dini pula. Sesuai dengan penyebab
ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak
mungkin dipindahkan dapt dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti
sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).
Bila sudah terjadi gangguan pendengaran yang mengakibatkan gangguan
komunikasi maka dapat dipikirkan peng-gunaan alat bentu dengar . Jika pendengaran
sudah sedemikian buruknya sehingga komunikasi sangat sulit maka perlu dilakukan
psikoterapi lebih intensif agar peker ja dapat menerima keadaannya. Jika dipergunakan
alat bantu dengar, perlu dilakukan latihan pendengaran agar peker ja dapat menggunakan sisa
pendengaran dengan alat bantu dengar secara efisien dibantu dengan membaca ucapan
bibir, mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi. Selain itu, penderita tuli akibat bising ini juga sulit mendengar suaranya
sendiri sehingga diperlukan rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi
rendah dan irama percakapan.
13
Gambar 1. Implan koklea
Pada yang mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan implant koklea
Tidak ada pengobatan yang spesifIk dapat diber ikan pada penderita dengan trauma
akustik. Oleh karena tuli karena trauma akustik adalah tuli saraf koklea yang bersifat
menetap (irreversible). Apabila penderita sudah sampai pada tahap gangguan
pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan berkomunikasi maka dapat
dipertimbangkan menggunakan ABD ( alat bantu dengar) atau hearing aid. Pada pasien
yang gangguan pendengarannya lebih buruk harus dibantu dengan penanganan
psikoterapi untuk dapat menerima keadaan. Latihan pendengaran (auditory training)
dengan alat bantu dengar dibantu dengan membaca ucapan bibir ( lip reading), mimik,
anggota gerak badan, serta bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi. Selain itu diper lukan
juga rehabilitasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama
percakapan.
Gambar 2. Alat bantu dengar
14
Pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya tuli pada trauma akustik.
Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dapat mengakibatkan
ketulian, oleh karena itu bising di lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dar i 85
dB. Hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan meredam sumber
bunyi, sumber bunyi diletakkan di area yang kedap suara. Apabila bekerja di daerah industr
i yang penuh dengan kebisingan menetap, maka dianjurkan untuk menggunakan alat
pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala, Ketiga alat
tersebut terutama melindungi telinga terhadap bising berfrekuensi tinggi yang masing-
masing mempunyai keuntungan dan kerugian .
Sumbatan telinga efektif digunakan pada level kebisingan rendah sekitar 10 dB hingga
32 dB. Adakalanya tutup telinga lebih efektif daripada sumbatan telinga khususnya
pada pekerja yang berpindah-pindah tempat. Sedangkan pelindung kepala selain sebagai
pelindung telinga terhadap bising juga sekaligus sebagai pelindung kepala.
Bila terjadi tuli bilateral berat yang tidak dapat dibantu dengan a1at bantu dengar maka
dapat diper tirnbangkan dengan memasang implan koklea. Implan koklea ialah suatu
perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan memper baiki fungsi pendengaran
sehingga akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi penderita tuli saraf ber at dan
tuli saraf bilater al.
Penatalaksanaan ketulian akibat bising kedepannya dapat dilakukan pemberian
oksigenasi hiperbarik dikombinasikan dengan terapi kortikosteroid untuk penatalaksanaan
trauma akustik yang terjadi akut dan diketemukan secara dini. Hal ini sudah diuji coba
pada hewan percobaan. Dan menunjukkan angka keberhasilan yang signifikan. Lebih
jauh lagi penelitian dijerman sudah melakukan percobaan penanaman cell-permeable pada
intratimpani pasien dengan trauma akustik. 12,13
15
1.6 Prognosis
Pada pasien NIHL, pendengaran umumnya stabil bila pasien dijauhkan dari pajanan
bising. NIHL tidak berkembang semakin buruk bila pasien sudah dijauhkan dari pajanan
bising. Namun demikian, secara umum prognosis NIHL kurang baik.
Bila masih terjadi NITT fungsi pendengaran masih dapat dikembalikan, namun bila
sudah terjadi NIPTS ketulian bersifat permanen yang sifatnya menetap dan tidak bisa diobati
dengan obat maupun pembedahan. Penggunaan alat bantu dengar hanya sedikit manfaatnya
bagi pasien, bahkan alat tersebut hanya memberikan rangsangan vibrotaktil dan bukannya
perbaikan diskriminasi bicara pada pasien tersebut. Untuk sebagian pasien dianjurkan
pemakaian implan koklearis. Implan koklearis dirancang untuk pasien-pasien dengan tuli
sensorineuralBagaimanapun proses kehilangan pendengaran tidak seharusnya terus ber lanjut
bila paparan bising dapat dieliminir. Karena prognosis yang buruk terhadap fungsi
pendengaran, pada NIHL pencegahan lebih diutamakan.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss) adalah gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup
lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli
sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. (THT UI)
Sedikitnya 7 juta orang (35 % dari total populasi industri di Amerika dan Eropa)
terpajan bising 85 dB atau lebih. Di Indonesia sendiri, Hasil Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994-1996 yang dilaksanakan di 7 (tujuh) propinsi di
Indonesia menunjukkan prevalensi ketulian 0,4 %, morbiditas telinga 18,5%. Penyakit telinga
luar (6,8%), penyakit telinga tengah (3,9%), presbikusis (2,6%), Ototoksisitas (0,3%), tuli
mendadak (0,2%) dan tuna rungu (0,1%). Penyebab terbanyak dari morbiditas telinga luar
adalah serumen prop (3,6%) dan penyebab terbanyak morbiditas telinga tengah adalah Otitis
Media Supurativa Kronik (OMSK) tipe jinak (3,0%). Serumen prop mempunyai potensi
menyebabkan gangguan pendengaran, hal ini dapat ditanggulangi dengan melibatkan dokter
umum/dokter Puskesmas. OMSK tipe jinak umumnya juga disertai gangguan pendengaran,
hal ini juga dapat ditanggulangi di Puskesmas agar tidak berlanjut menjadi tipe yang
berbahaya atau menimbulkan komplikasi.2(referat NIHL)
2.1 Klasifikasi
Efek pemaparan bising terhadap fungsi auditori dibagi menjadi 3 kategori :
1. Noise Induced Temporary Treshold Shift (TTS)
Merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar akibat pajanan bising
dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan dapat terjadi dalam beberapa menit
atau jam. Jarang terjadi pemulihan dalam satu hari.
2. Noise Induced Permanent Treshold Shift (NIPTS)
Merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan ambang dengar menetap akibat
pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat (explosif) atau
berlangsung lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara
lain organ Corti, sel-sel rambut, stria vaskularis, dll.
NIPTS dapat disebabkan oleh stimulai akustik yang berlebih yang dibedakan dalam
dua kelompok :
17
a. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah gangguan dengar yang disebabkan paparan bising keras
sesaat pada 1 telinga, yang disebabkan letusan/ledakan. Walaupun yang sering
paparan 1 telinga, tetapi telinga yang lain sering juga mengalami penurunan
ambang dengar ringan. (makalah sigit)
b. Noise Induced Hearing loss
Gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup
keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja. (THT UI)
2.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan:
1. Intensitas kebisingan
Bising yang intensitasnya 85 desibel (dB) atau lebih dapat mengakibatkan
kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami
kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hz sampai
6000 Hz dan yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi
4000 Hz (Gambar 2.10).3
Gambar 2.2 Sel rambut normal dan sel rambut yang mengalami kerusakan.
2. Tipe bising
Berdasarkan sifat dan frekuensi bising (Gambar 2.11), bising dapat dibagi atas:
18
a. Bising kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (terus menerus) : Bising ini
tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya
mesin kipas angin dan lampu pijar.
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit (bising yang
berfluktuasi): Bising ini juga relatif tetap, akan tetapi dia hanya mempunyai frekuensi
tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000). Misalnya gergaji seluler dan katup
gas.
c. Bising terputus-putus (intermitten): Bising di sini tidak terjadi secara terus-menerus,
melainkan ada periode relatif tenang. Selain itu bising di sini mengganggu di berbagai
periode. Misalnya lalu lintas dan lapangan terbang.2
d. Bising impulsif (bising yang berbentuk dentuman): Bising jenis ini memiliki
perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya
mengejutkan pendengarannya. Misalnya tembakan, suara ledakan, meriam.12 Bising
impusif memiliki karakteristik yang berubah dengan cepat tekanannya yang terdiri
dari intensitas, gelombang pendek, diikuti oleh dengung jauh lebih kecil dan gema
yang terjadi lebih banyak. Bising impulsif berulang: Sama dengan bising impulsif
hanya saja di sini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.
3. Lamanya masa kerja
Diperlukan waktu bekerja dilingkungan bising selama 10-15 tahun untuk dapat
mengakibatkan menjadi NIPPTS.
4. Periode pemaparan bising
Menurut Hiperkes, lama pajanan yang diperkenankan dengan tingkat kebisingan 85
dB adalah 8 jam sehari dan 40 jam seminggu dan tidak boleh terpajan kebisingan lebih
dari 140 dB walaupun hanya sesaat. Hal ini sesuai dengan KEPUTUSAN MENTERI
TENAGA KERJA NOMOR KEP.51/MEN/1999 di halaman lampiran.
5. Kerentanan individu
Setelah dilakukan penelitian, beberapa orang mampu mengadakan toleransi untuk
bising frekuensi tinggi dalam jangka panjang, tetapi tidak untuk orang yang lainnya
meskipun berada dalam ligkungan yang sama, bahkan bisa menjadi lebih cepat. Resiko
itu seperti interaksi antara kerentanan genetik dengan intensitas paparan bising.
6. Usia
Usia juga ikut berpengaruh terhadap fungsi pendengaran. Usia lebih tua relatif akan
mengalami penurunan kepekaan terhadap rangsangan suara karena adanya faktor
19
presbikusis, yaitu proses degenerasi organ pendengaran yang dimulai pada usia 40 tahun
ke atas. Presbikusis ditandai dengan adanya perubahan rentang frekuensi pendengaran
dari 16-20000 Hz menjadi 50-10000 Hz, sedangkan pada NIHL terdapat notch pada
4000 Hz.2
NIHL dan presbikusis sering kali terjadi bersamaan pada populasi yang tua. Penelitian
yang besar menyebutkan bahwa hal ini merupakan bahan penelitian dari waktu ke waktu
dan sedang dibuat upaya dalam mengukur interaksi ini.4
7. Kelainan di telinga tengah
Penyalit telinga Otitis Media adalah infeksi telinga yang banyak terjadi pada anak-
anak usia 2–5 tahun . Pada penyakit ini terjadi sekresi aktif dari kelenjar pada lapisan
ruang telinga tengah sehingga mengakibatkan terjadinya tuli konduktif. Bila seorang
anak mendapatkan penyakit ini dan tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat maka
penyakit ini akan menjadi kronis dan terus berlanjut sehingga anak menjadi otitis media
kronik. Gejala otitis media kronik adalah keluarnya cairan berwarna kuning abu-abu
disertai bau, nyeri, dan gangguan pendengaran yang bersifat konduktif.
Trauma pada telinga dapat mengakibatkan perforasi dari membran telinga. Bentuk
trauma dapat berupa ledakan, perubahan tekanan mendadak atau karena benda asing
dalam liang telinga. Gejala yang timbul akibat trauma pada telinga antara lain nyeri,
keluarnya sekret berdarah dan gangguan pendengaran (suara terasa bergema). Yang
perlu diperhatikan adalah bisa terjadi perforasi yang menyebakan putusnya rantai
osikula. Cedera ini dicurigai bila terdapat kehilangan pendengaran lebih dari 25 dB dan
vertigo.10(REFERAT nihl)
8. Sifat lingkungan
Lingkungan tempat pekerja terpapar bising tentu saja dianggap penting. Papan-
papan yang berbunyi, ruang yang bergema dan dinding yang memantulkan akan
memperkuat lagi bising yang keras.5
9. Posisi telinga terhadap gelombang suara
Posisi masing-masing telinga terhadap bunyi merupakan faktor yang penting pada
anggota militer yang terpapar pada ledakkan dan tembakan pistol, dan kadang-kadang
pada pekerja industri yang karena tugasnya yang khas memerlukan posisi kepala yang
khusus dalam mengerjakan tugas tertentu. Karenanya salah satu telinga akan menderita
pemaparan bising yang lebih besar, menyebabkan perbedaan ambang dengar antara
kedua telinga.
20
2.3 Manifestasi Klinik
Umumnya pasien NIHL melakukan konsultasi karena mengalami kesusahan dalam
mendengar dan mengerti pembicaraan, khususnya pada tempat yang memiliki bising latar
belakang. Bising latar belakang, dimana biasanya merupakan frekuensi tinggi yang
membuatnya kehilangan pedengaran, perubahan suara ketika mereka mendengar orang
sedang berbicara dalam nada tinggi. Sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat
yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini di
sebut dengan cocktail party deafness.
ACOM (American College of Occupational medicine) memperkenalkan prinsip-
prinsip karakteristik untuk tuli akibat bising (noise induced hearing loss) adalah :
1. Bersifat sensorineural yang mengenai sel rambut pada telinga dalam
2. Hasi audiogram biasanya selalu simetris bilateral
3. Hampir tidak pernah menyebabkan tuli derajat sangat berat.Biasanya pada frekuensi
rendah terbatas pada 40 dB dan frekuensi tinggi terbatas pada 75 dB.
4. Apabila paparan bising berhenti, ketulian akibat bising tidak akan bertambah.
5. Kerusakan paling dulu terlihat pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana
kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.
6. Dengan kondisi pajanan menetap , ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz akan
mencapai tingkat yang maksimal dalam 10 – 15 tahun.
7. Pajanan bising terus menerus selama bertahun-tahun adalah lebih merusak dari pajanan
bising yang terputus-putus, dimana telinga mempunyai waktu untuk istirahat.
Kriteria audiologi menurut Bashirudin mengenai gambaran audiologi hilang fungsi
pendengaran akibat bising adalah :
1. Rata-rata ambang dengar pada frekuensi 500-4000 Hz lebih dari 25 dB, atau pada
frekuensi 4000 Hz lebih dari 45 dB atau pada frekuensi 500-2000 Hz lebih dari 30 dB.
2. Perbedaan antar telinga kanan dan kiri pada frekuensi 500-2000 Hz lebih dari 15 dB atau
pada frekuensi 4000-8000 Hz lebih dari 30 dB.
3. Perubahan data besar (Baseline) dalam 2 tahun terakhir yaitu pada frekuensi 500-2000 Hz
lebih dari 15 dB, pada ferekuensi 3000 Hz lebih dari 20 dB, dan frekuensi 4000-8000 Hz
lebih dari 30 dB.
Apabila dilakukan pemeriksaan audiologi khusus, hasil menunjukan adanya fenomena
rekrutment (khususnya TTS). Fenomena Rekrutmen merupakan suatu fenomena pada
sensorineural koklea, di mana telinga yang tuli menjadi lebih sensitif terhadap kenaikan
21
intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu setelah terlampaui ambang dengarnya.
Sebagai contoh orang yang pendengarannya normal, tidak dapat mendeteksi kenaikan bunyi 1
dB bila sedang mendengarkan bunyi nada murni yang kontinyu, sedangkan bila ada
rekruitmen dapat mendeteksi kenaikan bunyi tersebut. Contoh sehari-hari orang tua yang
menderita tuli presbikusis (tuli sensorineural koklea akibat proses penuaan) bila kita
berbicara dengan volume yang keras biasa dia mengatakan jangan berisik, tetapi bila kita
berbicara agak keras dia mengatakan jangan berteriak, sedangkan orang yang
pendengarannya normal tidak menganggap kita berteriak.5
2.4 Diagnosis
Penegakkan diagnosis NIHL dibuat dengan cara :
1. Anamnesis
Anamnesis dimulai dari menanyakan gejala kurang pendengaran yang disertai tinitus
atau tidak. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan
dengan kekerasan biasa. Anamnesis dilanjutkan dengan riwayat pekerjaan.
Anamnesis pernah bekerja atau sedang bekerja dilimgkungan bising dalam waktu
yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih
2. Audiometri
Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi
antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000Hz sering terdapat takik yang
patognomonik untuk jenis ketulian ini.
3. Hasil Test dari pemeriksaan lainnya.
Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber
latelarisasi ke telinga yang lebih baik, dan Scwabah memendek. Kesan jenis
ketuliannya sensorineural.
2.5 Patologi
Lesinya sangat bervariasi dari disosiasi organ Corti, Ruptur Membran, Perubahan
Stereosilia, dan organel subseluler. Pada observasi kerusakan organ corti dengan
mikroskop elektron ternyata bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian
paling peka di telinga dalam.
Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada
intensitas, lama pajanan, dan frekuensi bising.
22
2.6 Pencegahan
Kebisingan dapat dikendalikan dengan :
1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya
Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan penempatan peredam pada sumber getaran
Pengalaman menekankan, bahwa modifikasi mesin atau bangunan untuk maksud
pengurangan kebisingan adalah sangat mahal dan kurang efektif, maka dari itu
perencanaan sejak semula adalah paling utama.20
2. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga
Jika bising ditimbulkan oleh alat-alat seperti mesin tenun, mesin pengerolan baja,
kilang minyak atau bising yang ditimbulkan sendiri oleh logam, maka pekerja tersebut
harus dilindungi oleh alat pelindung bising, seperti sumbat telinga, tutup telinga, dan
pelindung kepala. Ketiga alat tersebut melindungi telinga terhadap bising yang
berfrekuensi tinggi dan masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup
telinga memberikan proteksi lebih baik daripada sumbat telinga. Earmuff lebih efektif
dan dapat memcegah frekuensi 500 Hz sampai 1 kHz dan dapat meredam sampai 30-40
dB sedangkan penggunaan earplug (sumbat telinga ) yang tepat, maka dapat mengurangi
bising mencapai 15-30 dB dan mencegah sampai telinga tengah dari bising jenis tinggi.
Sedangkan helm selain pelindung telinga terhadap bising juga sekaligus sebagai
pelindung kepala. Kombinasi antara sumbat telinga dan tutup telinga memberikan
proteksi yang terbaik.
2.7 Prognosis
Bagaimanapun NIHL tidak dapat dilakukan pengobatan atau operasi tetapi lebih
kepada masalah pencegahan. Tindakan pencegahan yang diperlukan adalah control
engineering dan juga penggunaan APD (Alat Pelindung Dengar) yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
23
1. Adam Boies Higler. 1997.Penyakit Sinus Paranasalis dalam Buku Ajar Penyakit THT
Edisi6. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.Amarudin, Tolkha et Anton
Christanto, (2005),
2. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Available from :
http://www.cerminduniakedoteran.com, (Accessed : 6 April 2011).
3. Byron J., (2001), Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition, New York :
LippincottWilliams and Wilkins (CD-ROM).
4. Keith, L., Agur, A.M., (2007), Essential Clinical Anatomy 2nd Edition, New york :
LippincottWilliams and Wilkins.
5. Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Keenam, Jakarta :
Gaya Baru.
6. Nurbaiti I. Prof.,Dr.,SpTHT., Efiaty A.S.Dr.,SpTHT., Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. 2011. Balai Penerbit FKUI.
7. Simon, K., (2009. December 10 ± last updated), Pediatric, Pharyngitis, (Emedicine),
Availablefrom : http://emedicine.medscape.com/article/803258-overview , (Accessed:
2011, April 6).
8. Ying, Ming-De, (1988), Immunological Basis of Indications for Tonsillectomy
andAdenoidectomy, Available from : http://informahealthcare.com ,(Accessed : 6
April2011).
24
Case Presentation Session
TONSILOFARINGITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT
Diajukan sebagai salah satu tugas di bagian
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher
Oleh :
Fitriya Mediana 41101031
Siti Mutia Atisundara 41101033
Eka Prasetya Juandana 41101037
Pembimbing:
dr. Nurbaiti Nazarudin, SpTHT-KL., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2012
25