Post on 06-Jul-2018
8/17/2019 modul FPI 1
1/159
FILSA
PROGRA
UNIVERSIT
MODUL
AT PENDIDIKAN IS
DISUSUN OLEH :
RAHMI RABIATY, S.Sos.I., M.Ag
STUDI PENDIDIKAN AGAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
S MUHAMMADIYAH PALAN
TAHUN 2014
LAM
ISLAM
KARAYA
8/17/2019 modul FPI 1
2/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan rahmat, inayah, dan taufik-Nya. Shalawat dan salam
tercurahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umatnya menjadi yang beriman, berilmu, beramal, dan
berakhlak al-karimah.
Penyusunan Modul Filsafat Pendidikan Islam ini akan mengkaji
berbagai hal dalam pendidikan Islam seperti tujuan pendidikan, dasar
dan asas-asas pendidikan Islam, konsep manusia, guru, anak didik,
kurikulum, metode, evaluasi hingga para pemikir tokoh filsafat pendidikan
Islam.
Harapan penyusun, semoga modul ini memberikan manfaat bagi
pembaca, baik kalangan mahasiswa maupun umum. Jika ada kekeliruan
dan kurang sempurna, maka ke depannya akan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk memperbaiki isi materi dan substansi modul ini.
Akhirnya, penyusun berdoa semoga Allah SWT memberikan
rahmat dan berkah-Nya kepada kita semua. Amin.
Palangkaraya, September 2014Penulis,
Rahmi Rabiaty, S.Sos. I, M. Ag
8/17/2019 modul FPI 1
3/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pengertian dan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam
Bab III Aliran-aliran filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam
Bab IV Konsep alam semesta, manusia, masyarakat, dan ilmu
pengetahuan dalm perspektif filsafat pendidikan Islam
Bab V Hakikat dan tujuan pendidikan Islam
Bab VI Paradigma pendidik dan peserta didik
Bab VII Etika keilmuan dalam filsafat pendidikan Islam
Bab VIII Hakikat kurikulum dalam filsafat pendidikan Islam
Bab IX Hakikat metode dalam pendidikan Islam
Bab X Hakikat evaluasi dalam filsafat pendidikan Islam
Bab XI Pendidikan Islam sebagai suatu sistem
Bab XII Peluang dan tantangan pendidikan IslamBab XIII Pemikiran tokoh pendidikan Islam Al-Ghazali
Bab XIV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib Al- Attas
Bab XV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Hasan Langgulung
8/17/2019 modul FPI 1
4/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 4
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika Allah SWT menciptakan manusia pertama, tugas
terberatnya adalah menjadi khalifah. Ketika itu para malaikat
mempertanyakan kinerja dan akhlak manusia yang akan membahayakan
kehidupan dunia. Sebab, kerusakan dan pertumpahan darah di muka
bumi diakibatkan sepenuhnya oleh manusia. Keraguan para malaikat
terhadap Adam merupakan pertanda bahwa manusia akan menghadapi
ancaman, tantangan, hambatan dan rintangan yang amat berat dalam
menjalankan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi.
Allah SWT membekali Adam dengan seperangkat ilmu
pengetahuan, konsep, dan terminologi duniawi yang para malaikat pun
tidak mengetahuinya. Semua pengetahuan bersumber dari Allah, dan
Adam memperolehnya untuk memberi keyakinan kepada para malaikat
bahwa dirinya mampu menjalankan tugas sebagai khalifah.
Ilmu pengetahuan ditananamkan sejak dini oleh Allah kepada
manusia. Oleh karena itu, bayi yang baru dilahirkan telah memilikipengetahuan tentang Tuhan dengan fitrahnya, pengetahuan dengan
pendengaran dan perasaannya. Sekalipun demikian, semua potensi akal
manusia harus terus dikembangkan melalui pendidikan berkarakter,
artinya pendidikan yang mengikuti perkembangan dan kebutuhan
manusia sebagai makhluk yang kreatif dan dinamis.1
Filsafat Pendidikan Islam adalah satu mata kuliah yang disajikan
guna mengembangkan cara berpikir manusia tentang pendidikan Islam
sebagai suatu sistem yang didalamnya mengajarkan sistem pendidikan
yang berkaitan dengan akal, hati, dan pendidikan jasmani.
Modul ini akan membahas pendidikan Islam secara filosofis.
Pembahasannya dibagi menjadi beberapa bab sebagai berikut:
1 Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia, 2009) , 1.
8/17/2019 modul FPI 1
5/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 5
Bab I Pendahuluan
Bab II Pengertian dan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam
Bab III Aliran-aliran filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam
Bab IV Konsep alam semesta, manusia, masyarakat, dan ilmu
pengetahuan dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
Bab V Hakikat dan tujuan pendidikan Islam
Bab VI Paradigma pendidik dan peserta didik
Bab VII Etika keilmuan dalam filsafat pendidikan Islam
Bab VIII Hakikat kurikulum dalam filsafat pendidikan Islam
Bab IX Hakikat metode dalam pendidikan Islam
Bab X Hakikat evaluasi dalam filsafat pendidikan Islam
Bab XI Pendidikan Islam sebagai suatu sistem
Bab XII Peluang dan tantangan pendidikan Islam
Bab XIII Pemikiran tokoh pendidikan Islam Al-Ghazali
Bab XIV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Syed Muhammad
Naquib Al- Attas
Bab XV Pemikiran tokoh pendidikan Islam Hasan Langgulung
Berdasarkan pembahasan-pembahasan diatas diharapkan parapembaca dapat memahami dan mempelajari dasar-dasar filsafat
pendidikan Islam.
8/17/2019 modul FPI 1
6/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 6
BAB II
PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti
cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian,
filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Subjek filsafat lazimnya
disebut philosopher , yang dalam bahasa Arab disebut failasuf .2
Untuk mendapatkan ilmu atau hikmah, media yang efektif adalah
pendidikan. Pendidikan Islam merupakan media keilmuan Islam yang
didasarkan pada nilai-nilai dasar Islam. Nilai-nilai ini dirasionalisasi lewat
filsafat sehingga bisa dikonversi dan diimplementasikan pada tataran
praktis. Oleh karena itu, peran filsafat pendidikan Islam sangat urgen
untuk pengembangan pendidikan Islam.
A. Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian filsafat pendidikan
dan filsafat pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu memahami pendekatan dalam filsafat
pendidikan Islam3. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Mahasiswa mampu menguraikan dan membedakan
pengertian filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pendekatan dalam filsafat
pendidikan Islam
3. Mahasiswa mampu memetakan ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam
2 Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), 5
8/17/2019 modul FPI 1
7/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 7
C. Uraian Materi
1. Pengertian filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan Islam
a. Pengertian filsafat pendidikan
Berbagai pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan
para ahli. Menurut al-syaibani filsafat pendidikan adalah aktivitas
pikiran yang teratur, yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk pengalaman
kemanusiaan merupakan faktor yang integral.
Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah
filososfis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-
aspek pelaksaan falsafah umum dan menitikberatkan pada
pelaksaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar
dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-
persoalan pendidikan secara praktis
Menurut Imam bernadib, filsafat pendidikan merupakan
ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi sesuatu analisis filsofis terhadap pendidikan.
Sedangkan menurut John Dewey, filsafat pendidikan
merupakan suatu pembentukkan kemampuan dasar yang
fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual)
maupun daya perasaaan (emosional) menuju tabiat manusia.
Jadi untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan
yang lebih jelas, ada baiknya kita melihat beberapa konsep
mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah
bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya manusia yang
memiliki kepribadian yang utama dan ideal, yaitu kepribadian yang
memiliki kesadaran moral dan sikap mental secara teguh dan
8/17/2019 modul FPI 1
8/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 8
sungguh-sungguh memengang dan melaksanakan ajaran atau
prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup
secara individu, masyarakat maupun filsafat bangsa dan Negara.
b. Pengertian filsafat pendidikan Islam
Filsafat pendidikan Islam memiliki pengertian yang
mengkhususkan kajian pemikiran-pemikiran yang menyeluruh dan
mendasar tentang pendidikan berdasarkan tuntutan ajaran Islam.
Sedangkan ajaran Islam sebagai sebuah sistem yang diyakini
oleh penganutnya yang memiliki nilai-nilai tentang kebenaran
yang hakiki dan mutlak, untuk dijadikan sebagai pedoman dalam
berbagai aspek kehidupan, termasuk didalamnya apek
pendidikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa filsafat
pendidikan Islam adalah pemikiran yang radikal dan mendalam
tentang berbagai masalah yang ada hubungannya dengan
pendidikan Islam.
Sebagai contoh akan dikemukakan beberapa masalah
kependidikan yang memerlukan analisis filsafat dalam memahami
dan memecahkannya, antara lain:1) Apakah hakikat pendidikan. Mengapa pendidikan harus ada
pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia. apa
hakikat manusia dan bagaimana hubungan antara pendidikan
dengan hidup dan kehidupan manusia.
2) Apakah tujuan pendidikan yang sebenarnya.
3) Apakah hakikat peribadi manusia. manakah yang utama untuk
dididik;akal, perasaan atau kemauannya, pendidikan jasmani
atau mentalnya, pendidikan skiil ataukah intelektualnya,
ataukah kesemuanya dan lain sebagainya.
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat
dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan
ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran
Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
8/17/2019 modul FPI 1
9/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 9
batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada
umumnya.
2. Pendekatan dalam filsafat pendidikan Islam
Permasalahan yang perlu dipecahkan dalam masalah
pendidikan Islam perlu didekati melalui berbagai pendekatan
sesuai dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang
digunakan adalah sebagai berikut.
a. Pendekatan Wahyu
Metode ini digunakan dalam upaya menggali,
menafsirkan, dan – mungkin – menta’wilkan argument yang
bersumber dari pokok ajaran Islam yang terkandung dalam al-
quran dan hadis. Dari kajian itu, kemudian disusun suatu konsep
dasar pendidikan Islam secara filosofos. Dengan landasan
keyakinan bahwa ajaran yang bersifat wahyu, merupakan petunjuk
yang harus diikuti dan imani. Dalam konteks ini, metode filsafat
pendidikan Islam berangkat dari kepercayaan (keyakinan) untuk
memperoleh kebenaran yang lebih tinggi.
b. Pendekatan SpekulatifPendekatan spekulatif merupakan pendekatan yang
umum dipakai dalam filsafat, termasuk filsafat pendidikan Islam.
Pendekatannya dilakukan dengan cara memikirkan,
mempertimbangkan dan menggambarkan suatu objek untuk
mencari hakikat yang sebenarnya. Dalam pendidikan, banyak
sekali objek yang harus diketahui hakikat yang sebenarnya, seperti
hakikat manusia, kurikulum, tujuan, proses, materi, pendidik,
peserta didik, evalusi, dan sebagainya.
c. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah menggunakan merode ilmiah dalam
memecahkan masalah-masalah yang berkembang ditengah-
tengah masyarakat yang ada kaitannya dengan pendidikan.
8/17/2019 modul FPI 1
10/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 10
Pendekatan ilmiah berkaitan dengan kehidupan kekinian dengan
sasaran adalah problematika pendidikan kontemporer.
d. Pendekatan Konsep
Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji hasil karya
ulama dan ahli pendidikan Islam dimasa-masa silam. Melalui
pendekatan ini diharapkan dapat diketahui bagaimana konsep-
konsep pendidikan Islam dari zaman ke zaman, faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahannya, serta latar belakang yang
mendorong munculnya konsep-konsep tersebut. Dengan mengkaji
konsep tersebutkan diperoleh manfaat, anatara lain: pertama,
bagaimana perkembangan filsafat pendidikan Islam pada setiap
zaman. Kedua, mengetahui hasil karya para pemikir pendidikan
Islam. Ketiga, melanjutkan rangkaian pemikiran yang masih
relevan sambil melakukan perbaikan-perbaikan apada hal-hal yang
perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tuntutan
lingkungan. Keempat, menghindari pola pikirjamping, dengan
mengabaikan hasil pemikiran para pakar pendidikan sebelumnya.
3. Ruang lingkup filsafat pendidikan Islam
Pembahasan tentang ruang lingkup filsafat pendidikan
Islam sebenarnya merupakan pengkajian dari aspek ontologis
filsafat pendidikan Islam. Setiap ilmu pengetahuan memiliki objek
tertentu yang akan dijadikan sasaran penyelidikan (objek material)
dan yang akan dipandang (objek formal). Perbedaan suatu ilmu
pengetahuan dengan ilmu lainnya terletak pada sudut pandang
(objek formal) yang digunakannya. Objek material filsafatpendidikan Islam sama dengan filsafat pendidikan pada
umumnya, yaitu segala sesuatu yang ada. Segala sesuatu yang
ada ini mencakup “ada yang tampak” dan “ada yang tidak
tampak”. Ada yang tampak adalah dunia empiris, dan ada yang
tidak tampak adalah alam metafisis. Adapun objek formal filsafat
8/17/2019 modul FPI 1
11/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 11
pendidikan Islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal,
dan objektif tentang pendidikan Islam untuk dapat diketahui
hakikatnya.
Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat
pendidikan Islam adalah yang tercakup dalam objek material
filsafat, yaitu mencari keterangan secara radikal mengenai Tuhan,
manusia, dan alam yang tidak bisa dijangkau oleh pengetahuan
biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat pendidikan Islam juga
mengkaji ketiga objek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
Secara mikro objek kajian filsafat pendidikan Islam adalah hal-hal
yang merupakan faktor atau komponen dalam proses
pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan ini
ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat
pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan), dan
lingkungan pendidikan.
Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat pendidikan
Islam yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukupdisajikan ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam
secara makro.
a. Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos.
Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan logos berarti ilmu. Jadi
ontologi dapat diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud
hakikat yang ada. Dalam konsep filsafat ilmu Islam, segala
sesuatu yang ada ini meliputi yang nampak dan yang tidak
nampak (metafisis).
Filsafat pendidikan Islam bertitik tolak pada konsep the
creature of God,yaitu manusia dan alam. Sebagai pencipta, maka
Tuhan telah mengatur di alam ciptaan-Nya. Pendidikan telah
berpijak dari human sebagai dasar perkembangan dalam
8/17/2019 modul FPI 1
12/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 12
pendidikan. Ini berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan
manusia itu adalah transformasi pendidikan. Sehingga yang
menjadi dasar kajian atau dalam istilah lain sebagai objek kajian
(ontologi) filsafat pendidikan Islam seperti yang termuat di dalam
wahyu adalah mengenai pencipta (khalik ), ciptaan-Nya (makhluk),
hubungan antar ciptaan-Nya, dan utusan yang menyampaikan
risalah pencipta (rasul ).
Dalam hal ini al-Syaibany mengemukakan bahwa prinsip-
prinsip yang menjadi dasar pandangan tentang alam raya meliputi
dasar pemikiran:
1) Pendidikan dan tingkah laku manusia serta akhlaknya selain
dipengaruhi oleh lingkungan sosial dipengaruhi pula oleh
lingkungan fisik (benda-benda alam);
2) Lingkungan dan yang termasuk dalam alam raya adalah segala
yang diciptakan oleh Allah swt baik makhluk hidup maupun
benda-benda alam;
3) Setiap wujud (keberadaan) memiliki dua aspek, yaitu materi
dan roh.Dasar pemikiran ini mengarahkan falsafah pendidikan Islam
menyusun konsep alam nyata dan alam ghaib, alam materi
dan alam ruh, alam dunia dan alam akhirat;
4) Alam senantiasa menngalami perubahan menurut ketentuan
aturan pencipta;
5) Alam merupakan sarana yang disediakan bagi manusia untuk
meningkatkan kemampuan dirinya.
b. Epistemologi
Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti
pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi epistemologi
adalah ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan cara
memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan,
yakni cabang filsafat yang membicarakan tentang cara
8/17/2019 modul FPI 1
13/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 13
memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber
pengetahuan. Dengan kata lain, epistemologi adalah suatu
cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang tata cara,
teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan. Tata cara,
teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan adalah
dengan metode non-ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem
solving.
Pengetahuan yang diperoleh dengan metode non-ilmiah
adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan
secara kebetulan; untung-untungan (trial and error ); akal sehat
(common sense); prasangka; otoritas (kewibawaan); dan
pengalaman biasa.
Metode ilmiah adalah cara memperoleh pengetahuan
melalui pendekatan deduktif dan induktif. Sedangkan metode
problem solving adalah memecahkan masalah dengan cara
mengidentifikasi permasalahan, merumuskan hipotesis;
mengumpulkan data; mengorganisasikan dan menganalisis data;
menyimpulkan; melakukan verifikasi yakni pengujian hipotesis.Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-
prinsip, generalisasi dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai
sebagai basis, bingkai atau kerangka pemikiran untuk
menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol, mengantisipasi atau
meramalkan sesuatu kejadian secara tepat.
c. Aksiologi
Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan
penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia berikut manfaatnya bagi kehidupan manusia. Dengan
kata lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap
pengembangan ilmu itu dalam meningkatkan kualitas hidup
manusia. Dalam bahasan lain, tujuan keilmuan dan pendidikan
Islam yang berusaha untuk mencapai kesejahteraan manusia di
8/17/2019 modul FPI 1
14/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 14
dunia dan akhirat ini sesuai dengan Maqasid al-Syariah yakni
tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum
Islam. Sementara menurut Wahbah al-Zuhaili, Maqasid Al Syariah
berarti nilai- nilai dan sasaran syara' yang tersirat dalam segenap
atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan
sasaran-sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia
syariah, yang ditetapkan oleh al-Syari' dalam setiap ketentuan
hukum. Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu,
yaitu mashlahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.
Kemudian Muzayyin Arifin memberikan definisi aksiologi sebagai
suatu pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai tinggi
dari Tuhan, misalnya nilai moral, nilai agama, dan nilai keindahan
(estetika). Jika aksiologi ini dinilai dari sisi ilmuwan, maka aksiologi
dapat diartikan sebagai telaah tentang nilai-nilai yang dipegang
ilmuwan dalam memilih dan menentukan prioritas bidang
penelitian ilmu pengetahuan serta penerapan dan
pemanfaatannya.
D. Soal1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat pendidikan dan filsafat
pendidikan Islam, apa kesamaan dan perbedaannya?
2. Jelaskan beberapa pendekatan dalam filsafat pendidikan
Islam?
3. Uraikan ruang lingkup filsafat pendidikan Islam ?
8/17/2019 modul FPI 1
15/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 15
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan. Jakarta: GayaMedia Pratama, 1997.
Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: UsahaNasional, 1983.
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1997.
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta: BulanBintang, 1990
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis,Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1997.
8/17/2019 modul FPI 1
16/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 16
BAB III
ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DAN FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM
Proses pertumbuhan filsafat sebagai hasil pemikiran para filosof
dalam rentang waktu yang dilaluinya telah melahirkan berbagai macam
pandangan. Pandangan para filosof tersebut adakalanya bersifat saling
mendukung, tetapi tak jarang pula yang bertentangan. Hal ini dapat
dimaklumi karena hasil pemikiran seorang filosof bukan merupakan
komponen yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa dipengaruhi
oleh banyak faktor, seperti pendekatan yang dipakai serta situasi dansetting sosial pemikiran filosof tersebut muncul.
Dalam perjalan sejarahnya, filsafat pendidikan telah melahirkan
berbagai pandangan. Tak jarang, masing-masing pandangan berusaha
mempertahankan pendapatnya sebagai suatu kebenaran..3
A. Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu memahami aliran-aliran filsafat pendidikan
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Mahasiswa mampu mendefinisikan dan mengkritisi aliran-
aliran filsafat pendidikan
C. Uraian Materi
1. Aliran-aliran filsafat pendidikan
a. Aliran-aliran filsafat pendidikan
Filsafat Pendidikan bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, dan
filsafat itu sendiri dengan berbagai tokoh dan pendirinya
memberikan pandangan yang berbeda-beda tentang segala
sesuatu baik Tuhan, alam semesta dan manusia, yang
adakalanya bersifat saling mendukung, tetapi tak jarang pula
3Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan pemikiran Para tokohnya (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 15.
8/17/2019 modul FPI 1
17/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 17
saling bertentangan, maka perbedaan pandangan tersebut
berimbas pada Filsafat Pendidikan sehingga menimbulkan
berbagai aliran dalam Filsafat Pendidikan yang dilatarbelakangi
oleh aliran-aliran filsafat itu sendiri. Berikut adalah aliran-aliran
dalam Filsafat Pendidikan:
1). Idealisme
Idealisme termasuk dalam kelompok filsafat tertua. Tokoh
aliran ini adalah Plato (427-34 SM) yang secara umum dipandang
sebagai bapak idealisme di Barat yang hidup kira-kira 2500 tahun
yang lalu. Aliran ini menurut Poedjawijatna memandang dan
menganggap yang nyata hanya idea. Idea tersebut selalu tetap
dan tidak mengalami perubahan atau pergeseran. Aliran filsafat
idealisme menekankan moral dan ralitas spiritual sebagai sumber-
sumber utama di alam ini.
Ramayulis dan Samsul Nizar menjelaskan bahwa aliran
filsafat ini memandang pendidikan bukan hanya mengembangkan
atau menumbuhkan tetapi juga harus digerakkan ke arah tujuan
yaitu menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual, sehinggamanusia bisa mencapai kesempurnaan dirinya, yaitu mencapai
nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara
bersama-sama. Oleh karenanya kurikulum pendidikan
seyogyanya bersifat tetap, dan tidak menerima perkembangan.
2). Realisme
Realisme berasal dari kata real yang berarti aktual atau
yang ada. Realisme adalah aliran yang patuh kepada yang ada
(fakta). Realisme termasuk dalam kelompok pemikiran klasik.
Aliran ini memandang dunia dari sudut materi. Menurut mereka,
realitas dunia ini adalah alam. Segala sesuatu berasal dari alam
dan yang menjadi subjek adalah hukum alam (dunia nyata, alam
dan benda). Oleh karenanya suatu pengetahuan akan dikatakan
benar atau tepat apabila sesuai dengan kenyataan.
8/17/2019 modul FPI 1
18/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 18
Dalam bidang pendidikan, perhatian aliran realisme ini
tertuju pada pemenuhan akal peserta didik dengan peraturan-
peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dalam alam. Oleh
karenanya pendidikan realism mengutamakan pendidikan akal
(rasio) atas dasar bahwa pendidikan adalah tujuan dan sasaran
untuk mendapat segala sesutu yang diperoleh melalui porses
berfikir yang didapat melalui metode latihan yang benar. Karena
hal itu merupakan perhatian terhadap studi-studi dasar yang
punya hubungan dengan segi-segi akhlak, rasio dan logika
kemanusiaan maka kewajiban guru adalah berupaya menciptakan
model-model dalam pengajaran dengan pendekatan pada
kenyataan yang inderawi, kemudia berpindah kepada hal-hal yang
abstrak.
3). Pragmatisme
Aliran Pragmatisme timbul pada abad 20. Pendiri aliran ini
adalah Charks E. Peirce. Pemikiran Peirce mendapat pengaruh
dari Kant dan Hegel. Aliran Pragmatisme adalah suatu aliran yang
memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetapmengalami perubahan (terus menerus berubah). Untuk itu realitas
hanya dapat dikenal melalui pengalaman. Tidak ada pengetahuan
yang absolute (permanen). Realitas atau kenyataan hanyala apa
yang dapat diamati dan dirasakan. Pengetahuan bersifat
sementara dan demikian juga dengan nilai-nilai. Bagi pragmatism
semua yang mengalami perubaan tidak ada yang kekal (tetap).
Adapun yang kekal adalah perubahan itu sendiri.
Pragmatisme mementingkan orientasinya kepada
pandangan anthroposentris (berpusat kepada manusia),
kemampuan kreativitas dan pertumbuhan manusia ke arah yang
bersifat praktis, kemampuan kecerdasan dan individualitas serta
perbuatan dalam masyarakat.
8/17/2019 modul FPI 1
19/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 19
Dalam bidang pendidikan, aliran ini tidak memisakan antara
materi pengajaran dengan metode pengajaran. Variasi metode
pengajaran yang digunakan berpijak atas konsep demokrasi. Guru
tidak boleh menghilangkan keaktifan anak didiknya. Seorang guru
tidak boleh membatasi kegiatan murid dan hanya menerima
pemikiran guru. Aliran ini menuntut agar peserta didik
diikutsertakan secara demokratis dan dinamis; baik dalam berpikir
dan membahas. Dengan demikian, peserta didik akan mampu
menemukan hakikat kebenaran dengan sendirinya.
Aliran ini mempercayai adanya perbedaan-perbedaan
kecerdasan individual. Untuk itu, pendidikan yang perlu
dikembangkan seyogyanya menekankan pada upaya
menanamkan rasa kebebasan individual kepada setiap orang
yang bekerja di bidang pendidikan. Aliran ini tidak melihat
perlunya menggunakan hukuman fisik terhadap anak didik dengan
alas an bahwa ketertiban dan kesadaran bertanggung jawab mesti
tumbuh dari murid sendiri dan murid haruslah dilibatkan dalam
semua kegiatan. Bila timbul kesulitan, guru harus berusahamemecahkannya bersama murid, tanpa menyerahkannya ke
bagian administrasi.
4). Eksistensialisme
Kata eksistensi berasal dari kata latin existere, ex yang
berarti keluar dan sitere yang berarti membuat berdiri. Jadi
eksistensialisme berarti apa yang ada, apa yang memiliki
aktualitas, apa saja yang dialami. Eksistensialisme adalah aliran
filsafat yang melukiskan dan mendiagnosa kedudukan manusia
yang sulit. Titik sentralnya adalah manusia. Menurut
eksistensialisme, hakekat manusia terletak dalam eksistensi dan
aktivitasnya. Aktivitas manusia merupakan eksistensi dari dirinya
dan hasil aktifitas yang dilakukan merupakan cermin hakekat
dirinya.
8/17/2019 modul FPI 1
20/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 20
Aliran ini memandang bahwa manusia menciptakan
kehidupannya sendiri. Oleh sebab itu, manusia bertanggung
jawab sepenuhnya atas pilihan-pilihan yang dibuat. Baik dan
buruknya sesuatu tergantung atas keyakinan pribadinya. Aliran ini
memberikan pemahaman kepada individual, kebebasan dan
penanggungjawabannya.
Dalam bidang pendidikan, aliran eksistensialisme menuntut
adanya sistem pendidikan yang beraneka ragam warna dan
berbeda-beda, baik metode pengajarannya maupun penyusunan
keahlian-keahlian. Hal ini karena aliran eksistensialisme
mengutamakan perorangan/individu. Oleh sebab itu, ia tidak
membatasi murid dengan buku-buku yang ditetapkan saja. Sebab,
hal ini akan membatasi kemampuan murid untuk mengenal
pnngan lain yang bermacam-macam dan berbeda-beda.
b. Aliran-aliran filsafat pendidikan Islam
Dalam dunia pendidikan Islam, terdapat tiga aliran utama
filsafat pendidikan Islam, yaitu: 1) Aliran Konservatif, dengan
tokoh utamanya adalah al-Ghazali, 2) Aliran Religius-Rasional,dengan tokoh utamanya yaitu Ikhwan al-Shafa, dan 3) Aliran
Pragmatis, dengan tokoh utamanya adalah Ibnu Khaldun.
1). Aliran Konservatif (al-Muhafidz )
Tokoh-tokoh aliran ini adalah al-Ghazali, Nasiruddin al-
Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami, dan al-
Qabisi. Aliran al-Muhafidz cenderung bersikap murni keagamaan.
Aliran ini memaknai ilmu dengan pengertian sempit. Menurut al-
Thusi, ilmu yang utama hanyalah ilmu-ilmu yang dibutuhkan saat
sekarang, yang jelas akan membawa manfaat di akhirat kelak.
Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi:
a. Berdasarkan pembidangannya, ilmu dibagi menjadi dua bidang:
1) Ilmu syar’iyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari para
Nabi, terdiri atas: a. Ilmu ushul (ilmu pokok), b. Ilmu furu’
8/17/2019 modul FPI 1
21/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 21
(cabang), c. Ilmu pengantar (mukaddimah), dan d. Ilmu
pelengkap (mutammimah).
2) Ilmu ghairu syar’iyyah, yaitu semua ilmu yang berasal dari
ijtihad ulama’ atau intelektual muslim, terdiri atas: a. Ilmu
terpuji, b. Ilmu yang diperbolehkan (tak merugikan), c. Ilmu
yang tercela (merugikan).
b. Berdasarkan status hukum mempelajarinya, dapat digolongkan
menjadi: 1) Ilmu yang fardlu ‘ain, dan 2) Ilmu yang fardlu
kifayah.
Al-Ghazali menegaskan bahwa ilmu-ilmu keagamaan
hanya dapat diperoleh dengan kesempurnaan rasio dan
kejernihan akal budi.Karena, hanya dengan rasiolah manusia
mampu menerima amanat dari Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya.Pemikiran al-Ghazali ini sejalan dengan aliran
Mu’tazilah yang berpendapat bahwa rasio mampu menetapkan
baik buruknya sesuatu.
Pola umum pemikiran al-Ghazali dalam pendidikannya
antara lain:a. Kegiatan menuntut ilmu tiada lain berorientasi pada
pencapaian ridha Allah.
b. Teori ilmu ilhami sebagai landasan teori pendidikannya, dan
diperkuat dengan sepuluh kode etik peserta didik.
c. Tujuan agamawi merupakan tujuan puncak kegiatan
menuntut ilmu.
d. Pembatasan term al-‘ilm hanya pada ilmu tentang Allah.
Dari deskripsi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemikiran utama aliran konservatif antara lain: 1) Ilmu adalah
ilmu al-hal , yaitu ilmu yang dibutuhkan saat sekarang yang bisa
membawa manfaat di akhirat, 2) Ilmu-ilmu selain ilmu
keagamaan adalah sia-sia, dan 3) Ilmu hanya bisa diperoleh
melalui rasio.
8/17/2019 modul FPI 1
22/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 22
2). Aliran Religius-Rasional (al-Diniy al-‘Aqlaniy )
Tokoh-tokoh aliran ini adalah Ikhwan al-Shafa, al-Farabi,
Ibnu Sina, dan Ibnu Miskawaih.Aliran ini dijuluki “pemburu”
hikmah Yunani di belahan dunia Timur, dikarenakan
pergumulan intensifnya dengan rasionalitas Yunani.
Menurut Ikhwan al-Shafa, yang dimaksud dengan ilmu
adalah gambaran tentang sesuatu yang diketahui pada benak
(jiwa) orang yang mengetahui. Proses pengajaran adalah
usaha transformatif terhadap kesiapan ajar agar benar-benar
menjadi riil, atau dengan kata lain, upaya transformatif terhadap
jiwa pelajar yang semula berilmu (mengetahui) secara
potensial, agar menjadi berilmu (mengetahui) secara riil-aktual.
Dengan demikian, inti proses pendidikan adalah pada kiat
transformasi potensi-potensi manusia agar menjadi
kemampuan “psikomotorik”.
Ikhwan berpendapat bahwa akal sempurna
mengemanasikan keutamaan-keutamaan pada jiwa dan
dengan emanasi ini eternalitas akal menjadi penyebabkeberadaan jiwa.Kesempurnaan akal menjadi penyebab
keabadian jiwa dan supremasi akal menjadi penyebab
kesempurnaan jiwa. Pandangan dualisme jiwa-akal Ikhwan
tersebut merupakan bukti dari pengaruh pemikiran Plato.
Menurut Ikhwan, jiwa berada pada posisi tengah antara
dunia fisik-materiil dan dunia akal. Hal inilah yang menjadikan
pengetahuan manusia menempuh laju “linier-progresif ” melalui
tiga cara, yaitu: 1) Dengan jalan indera, jiwa dapat mengetahui
sesuatu yang lebih rendah dari substansi dirinya; 2) Dengan
jalan burhan (penalaran-pembuktian logis), jiwa bisa
mengetahui sesuatu yang lebih tinggi darinya; dan 3) Dengan
perenungan rasional, jiwa dapat mengetahui substansi dirinya.
8/17/2019 modul FPI 1
23/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 23
Ikhwan tidak sependapat dengan ide Plato yang
menganggap bahwa belajar tiada lain hanyalah proses
mengingat ulang. Ikhwan menganggap bahwa semua
pengetahuan berpangkal pada cerapan inderawiah.Segala
sesuatu yang tidak dijangkau oleh indera, tidak dapat
diimajinasikan, segala sesuatu yang tidak bisa diimajinasikan,
maka tidak bisa dirasiokan.
Kalangan Ikhwan sangat memberi tempat terhadap ragam
disiplin ilmu yang berkembang dan bermanfaat bagi kemajuan
hidup manusia.Implikasinya adalah konsep ilmu berpangkal
pada “kesedia-kalaan” ilmu tanpa pembatasan.
Ikhwan membagi ragam disiplin ilmu sebagai berikut: 1)
Ilmu-ilmu Syar’iyah (keagamaan), 2) Ilmu-ilmu Filsafat, dan 3)
Ilmu-ilmu Riyadliyyat (matematik). Al-Farabi menghendaki agar
operasionalisasi pendidikan seiring dengan tahap-tahap
perkembangan fungsi organ tubuh dan kecerdasan manusia.
Dari pemikiran kedua tokoh di atas, teori utama aliran
Religius-Rasional ini antara lain: 1) Pengetahuan adalahmuktasabah, yakni hasil perolehan dari aktivitas belajar, 2)
Modal utama ilmu adalah indera, 3) Lingkup kajian meliputi
pengkajian dan pemikiran seluruh realitas yang ada, 4) Ilmu
pengetahuan adalah hal yang begitu bernilai secara moral dan
sosial, dan 5) Semua ragam ilmu pengetahuan adalah penting.
3). Aliran Pragmatis (al-Dzarai’iy )
Tokoh aliran Pragmatis adalah Ibnu Khaldun. Sedangkan
tokoh Pragmatisme Barat yaitu John Dewey.Bila filsafat
pendidikan Islam berkiblat pada pandangan pragmatisme John
Dewey, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah
segala sesuatu yang sifatnya nyata, bukan hal yang di luar
jangkauan pancaindera.
http://www.blogger.com/null
8/17/2019 modul FPI 1
24/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 24
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pengetahuan dan
pembelajaran adalah tabi’i (pembawaan) manusia karena
adanya kesanggupan berfikir. Pendidikan bukan hanya
bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi
juga untuk mendapatkan keahlian duniawi dan ukhrowi,
keduanya harus memberikan keuntungan, karena baginya
pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki.
Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
berdasarkan tujuan fungsionalnya, yaitu: 1) Ilmu-ilmu yang
bernilai instrinsik. Misal: ilmu-ilmu keagamaan, Ontologi dan
Teologi, dan 2) Ilmu-ilmu yang bernilai ekstrinsik-instrumental
bagi ilmu instrinsik. Misal: kebahasa-Araban bagi ilmu syar’iy,
dan logika bagi ilmu filsafat.
Berdasarkan sumbernya, ilmu dapat dibagi menjadi dua
yaitu: 1) Ilmu ‘aqliyah (intelektual) yaitu ilmu yang diperoleh
manusia dari olah pikir rasio, yakni ilmu Mantiq (logika), ilmu
alam, Teologi dan ilmu Matematik, dan 2) Ilmu naqliyah yaitu
ilmu yang diperoleh manusia dari hasil transmisi dari orangterdahulu, yakni ilmu Hadits, ilmu Fiqh, ilmu kebahasa-Araban,
dan lain-lain.
Menurut Ibnu Khaldun, ilmu pendidikan bukanlah suatu
aktivitas yang semata-mata bersifat pemikiran dan perenungan
yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan,
akan tetapi ilmu dan pendidikan merupakan gejala konklusif
yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangannya
dalam tahapan kebudayaan. Menurutnya bahwa ilmu dan
pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri
khas jenis insani.
Dari pemikiran Ibnu Khaldun di atas, maka ide pokok
pemikiran aliran Pragmatis antara lain: 1) Manusia pada
dasarnya tidak tahu, namun ia menjadi tahu karena proses
8/17/2019 modul FPI 1
25/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 25
belajar, 2) Akal merupakan sumber otonom ilmu pengetahuan,
dan 3) Keseimbangan antara pengetahuan duniawi dan
ukhrawi.
D. Soal
1. Sebutkan dan uraikan secara singkat aliran-aliran filsafat
pendidikan ?
2. Sebutkan dan uraikan secara singkat aliran-aliran filsafat
pendidikan Islam ?
DAFTAR PUSTAKA
H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Jakarta: GayaMedia Pratama, 1997
Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya : UsahaNasional, 1983.
Musa Asy’arie, Filsafat Islam, Yogyakarta : LESFI, 2010
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1997
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Jakarta: BulanBintang, 1990
H.Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: TelaahSistem Pendidikan dan pemikiran Para tokohnya, Jakarta:Kalam Mulia, 2009
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1997.
8/17/2019 modul FPI 1
26/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 26
BAB IV
KONSEP ALAM SEMESTA, MANUSIA, MASYARAKAT, DAN ILMU
PENGETAHUAN PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Menurut al-quran manusia adalah khalifah di muka bumi yang
memiliki tugas memelihara alam semesta. Sementara alam semesta
merupakan materi yang membantu manusia mengembangkan diri dan
memenuhi kebutuhan kehidupannya. Meskipun demikian, seorang
individu manusia tidak akan sanggup melakukan itu semua tanpa peran
serta individu-individu lain. Oleh karena itulah diperlukan peran
masyarakat demi mengimplementasi semua kebutuhan hidupnyatersebut.
Selanjutnya agar relasi alam semesta, manusia dan masyarakat
bisa berjalan dengan dengan baik, efektif dan efesien, maka
diperlukanlah ilmu pengetahuan. Sebab dengan ilmu pengetahuanlah
manusia bisa menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya,
masyarakatnya serta alam sekitarnya.
Oleh karena itulah dalam Islam relasi antar alam semesta,
manusia, masyarakat dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan.
A. Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu memahami kedudukan alam semesta
dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu memahami konsep manusia dalam
perspektif filsafat pendidikan Islam
3. Mahasiswa mampu memahami konsep ilmu pengetahuan
dalam perspektif pendidikan Islam
4. Mahasiswa mampu memahami konsep masyarakat dalam
perspektif filsafat pendidikan Islam
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Mahasiswa dapat menjelaskan kedudukan alam semesta
dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
8/17/2019 modul FPI 1
27/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 27
2. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep manusia dalam
perspektif filsafat pendidikan Islam
3. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep ilmu pengetahuan
dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
4. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep masyarakat dalam
perspektif filsafat pendidikan Islam.
C. Uraian Materi
1. Konsep alam semesta dalam perspektif filsafat pendidikanIslam
Apabila kita merenungi surat al-fatihah sebagai ummul-kitab,
kita akan menemukan review yang luar biasa dari semua ayat Allah
yang tercatat dalam Kitab Suci Al-quran. Lafazh
bismillahirrahmanirrahim adalah awal yang menekad bulatkan semua
niat manusia yang beriman kepada Allah dalam bertindak, berprilaku,
berpikir dan berkarya nyata, sehingga semua aktivitas dan karsa
manusia bernilai ibadah kepada Allah dan tidak ada yang sia-sia
secara duniawi maupun ukhrawi.
Allah sebagai Pencipta atau Al-Khaliq, pemilik kasih dansayang untuk segenap makhlukNya. Alam ini tercipta sebagai bukti
dari kaih sayang Allah untuk manusia. Apabila meresapi ayat yang
berbunyi malikiyaumiddin, kita tersadarkan sepenuhnya bahwa
semua alam ini adalah hamba-Nya yang secara mutlak harus tunduk
pada hukum-hukum Allah.
Sekali lagi, alam tunduk mutlak pada hukum-hukum Allah.
Semua alam yang berjalan sesuai dengan hukumnya menjadi subjek
sekaligus objek pendidikan dan pembelajaran. Bagaimana matahari
konsisten utnuk terbit dan terbenam sesuai dengan hukumnya,
bagaimana air, api, angina, daratan, lautan, gunung-gunung, hutan
dan pepohonan, bumi yang berputar sangat kencang sehingga
manusia bagaikan sedang berjalan di atas hamparan tikar, dan
demikian selanjutnya.
8/17/2019 modul FPI 1
28/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 28
Alam semesta ini dapat dijadikan guru yang bijaksana, angin
dimanfaatkan untuk terjun payung, air deras yang dibendung untuk
energi pembangkit listrik, dan banyak manfaat yang dengan mudah
semakin meningkatkan taraf hidup manusia. Belajar dari alam
semesta adalah tujuan hidup manusia dan secara filosofis
kedudukan alam semesta bagaikan guru dengan muridnya, pendidik
dengan anak didik, bahkan alam semesta bagaikan literatur yang
amat luas dan kaya dengan informasi yang aktual.
Maka kedudukan alam semesta dalam perspektif filsafat
pendidikan Islam adalah sebagai “guru” yang mengajar kepada
manusia untuk bertindak sesuai dengan hukum-hukum yang telah
digariskan Tuhan.
2. Manusia dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
a. Gambaran Tentang Manusia
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek
pendidikan. Manusia dalam proses perkembangan kepribadiannya,
baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan
intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaranatau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa
perkembangan kepribadian adalah self development melalui self
actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri
sendiri.
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang
membicarakan tentang manusia dan makna filosofis dari
penciptaannya. Manusia merupakan makhluk-Nya paling sempurna
dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran. Dalam
hal ini Ibn ‘Arbi misalnya menggambarkan hakikat manusia dengan
mengatakan bahwa,”tak ada makhluk Allah yang lebih sempurna
kecuali manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui,
berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan
memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting,
8/17/2019 modul FPI 1
29/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 29
karena dilengkapi dengan semua pembawaan atau fitrahnya dan
syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya
sebagi makhluk Allah d muka bumi.
Al-quran menggunakan empat konsep untuk menunjuk pada
makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan
pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada
konsep berikut:
1. Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali
dan tersebar dalam 26 surat. Secara etimologi al-Basyar juga
diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan
perempuan. Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan
makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas,
seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain
sebagainya. Penunjukkan kata al-Basyar ditunjukan Allah kepada
seluruh manusia tanpa kecuali. Demikian pula halnya dengan para
rasul-rasul-Nya. Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu,
sedangkan kepada manusia umumnya tidak diberikan.Berdasarkan konsep al-Basyar , manusia tak jauh berbeda
dengan makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan
manusia terikat kepada kaidah-kaidah prinsip kehidupan biologis lain
seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan serta
kedewasaan.
Manusia memerlukan makan, minum dengan kreteria halal
serta bergizi (QS. 16: 69) untuk hidup dan ia juga butuh akan
pasangan hidup melalui jalur pernikahan (QS. 2: 187) untuk menjaga,
melanjutkan proses keturunanya (QS. 17: 23-25). Dan Allah SWT
memberikan kebebasan dan kekuatan kepada manusia sesuai
dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk
8/17/2019 modul FPI 1
30/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 30
mengelola dan memanfaatkan alam semesta, sebagai salah satu
tugas kekhalifahannya di muka bumi.
2. Konsep al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam
al-Qur’an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara
etimologi, al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak,
atau pelupa.
Ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti
“pergerakan atau dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat
kita pahami bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi yang
positif untuk tumbuh serta berkembang secara fisik maupun mental
spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan sejumlah
potensi lain, yang berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan,
sikap, serta prilakun negatife dan merugikan.
Kata al-Insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan totalitas
manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani. Harmonisasi kedua
aspek tersebut dengan berbagai potensi yang di milikinya
mengantarkan manusia sebagi makhluk Allah yang unik danistimewa, sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu
dengan yang lainnya,dan sebagai makhluk yang dinami, sehingga
mampu menyandang predikat khalifah Allah di muka bumi.
Perpaduan antara aspek fisik dan fisikis telah membantu
manusia untuk mengekspresikan dimensi al-insan al-bayan, yaitu
sebagai makhluk berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik
dan buruk, mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban, dan
lain sebagainya.
3. Konsep an-Nas
Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali
dan tersebar dalam 53 surat. Kosa kata An- Nas dalam Al- Qur’an
umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia sebagai makhluk
social. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang
8/17/2019 modul FPI 1
31/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 31
berawal dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang
menjadi suku dan bangsa untuk saling kenal mengenal “berinterksi”
(QS. 49 : 13). Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens
yang mengatakan bahwa manusia merupakan individu yang
mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya tetapi
manusia juga merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau
bahkan di bentuk oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia
berada dalam konteks sosial.
4. Konsep Bani Adam
Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam
Al-Qur’an. Bani berarti keturunan dari darah daging yang dilahirkan.
Berkaitan dengan penciptaan manusia menurut Christyono Sunaryo,
bahwa bumi dan dunia ini telah diciptakan Allah SWT jutaan tahun
sebelum Nabi Adam AS diturunkan dibumi, 7000 thn yang lalu. Pada
waktu itu Allah SWT sudah menciptakan “manusia” (somekind of
humanoid) jauh sebelum Nabi Adam AS diturunkan, sebagaimana
dalam surat Al-Ankabuut ayat 19 yang artinya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allahmenciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya(kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”. (Al-Ankabuut:19)
Ayat ini memperlihatkan bahwa kita seharusnya dapat
memperhatikan adanya pengulangan kerena memang telah terjadi.
Bukan pengulangan kebangkitan kembali nanti setelah hari kiamat,
karena (pengulangan) kebangkitan setelah kiamat itu belum terjadi,
sehingga masih sulit untuk di mengerti oleh yang tidak percaya.
8/17/2019 modul FPI 1
32/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 32
Dan banyak ayat-ayat Al- Qur’an, data dan kejadian yang
menunjang konsep pemikiran ini. Seperti misalnya: Pada saat
manusia akan diciptakan Allah SWT untuk menjadi kalifah dibumi,
bagaimana para Malaikat mungkin mengetahui bahwa manusia
hanya akan membuat kerusakan diatas bumi. Sedangkan Malaikat
hanya mengetahui apa-apa yang diberitahukan Allah SWT kepada
mereka. Tentunya karena memang mereka pernah mengetahui
adanya “manusia” dibumi sebelum Adam as diciptakan.
b. Proses Penciptaannya Manusia Dalam Al-Qur’an
Dan dilihat dari proses penciptaannya, Al-Qur’an menyatakan
peroses penciptaan manusia dalam dua tahapan yang berbeda, yaitu:
pertama, disebut dengan tahapan primordial. Kedua, disebut dengan
tahapan biologi . Manusia pertama, Adam as, diciptakan dari at-tin
(tanah), at-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain
masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah
dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya
kedalam diri (manusia) tersebut (Q.S, Al-Anam/6:2,Alhijr/15:26,28,29,
Al-Mu’minun/23:12, Ar-Ruum/30:20, Ar-Rahman/55:4).Penciptaan manusia selanjutnya adalah proses biologi yang
dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia
diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang
disimpan di tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani di jadikan
darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku
tersebut kemudian dijadikan-Nya segumapal daging (mudghah) dan
kemudian di balut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan
ruh. (Q.S, Al Mu’minun/23:12-24).
Al-Ghazali mengungkapkan proses penciptaan manusia dalam
teori pembentukan (taswiyah) sebagai suatu proses yang timbul di
dalam materi yang membuatnya cocok untuk menerima ruh. Materi
itu merupakan sari pati tanah liat nabi Adam as yang merupakan cikal
bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel benih (nuthfah) ini yang
8/17/2019 modul FPI 1
33/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 33
semula adalah tanah liat setelah melewati berbagai proses akhirnya
menjadi bentuk lain (khalq akhar ) yaitu manusia dalam bentuk yang
sempurna.
Tanah liat menjadi makanan (melalui tanaman dan hewan),
makanan menjadi darah, kemudian menjadi sperma jantan dan
indung telur. Kedua unsur ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim
dengan transformasi panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis
( jibillah) yang cocok untuk menerima ruh. Sampai disini prosesnya
murni bersifat materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian
setriap manusia menerima ruhnya langsung dari Allah disaat embiro
sudah siap dan cocok menerimanya. Maka dari pertemuan ruh dan
badan, terbentuklah makhluk baru manusia.
c. Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara pisik dan pisikis serta
didukung oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa
manusia sebagai ahsan at-taqwin dan merupakan manusia pada
posisi yang strategis yaitu: Hamba Allah (‘abd Allah) dan Khalifah
Allah (khalifah fi al-ardh).1. Manusia Sebagai Hamba Allah (‘abd Allah)
Esensi hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan
yang kesemuanya itu hanya layak di berikan kepada Tuhan.
Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah senantiasa berlaku
baginya. Ia terikat oleh hukum-hukum Tuhan yang menjadi kodrat
pada setiap ciptaannya, manusia menjadi bagian dari setiap
ciptaannya, dan ia bergantung pada sesamanya. Sebagai hamba
Allah, manusia tidak bisa terlepas dan kekuasaannya. Sebab,
manusia mempunyai fitrah (potensi) untuk beragama.
Hal ini disebabkan karena manusia adalah makhluk yang
memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya. Dan
manusia dulu telah mengakui bahwa diluar dirinya ada zat yang lebih
berkuasa dan mengusa seluruh kehidupannya. Namun mereka tidak
8/17/2019 modul FPI 1
34/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 34
mengetahui hakikat zat yang berkuasa. Mereka aplikasikan apa yang
mereka yakini dengan berbagai bentuk ucapan ritual seperti
pemujaan terhadap batu besar, gunung, matahari, dan roh nenek
moyang mereka. Kesemuanya dalah bukti bahwa manusia memiliki
potensi untuk beragama, Allah berfirman:
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkansupaya mereka menyembah-Ku (QS.Az-Zariyat: 56)
Bardasarkan Ayat tersebut terlihat bahwa seluruh tugas
manusia dalam hidup ini berakumulasi pada tanggung jawab
mengabdi (beribadah) kepada-Nya.
2. Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh
Bila ditinjau, kata khalifah berasal dari fi’il madhi khalafa, yang
berarti “mengganti dan melanjutkan”. Bila pengertian tersebut ditarik
pada pengertian khalifah, maka dalam konteks ini artinyalebih
cenderung kepada pengertian mengganti yaitu proses penggantian
antara satu individu dengan individu yang lain.
Menurut Quraish Shihab, istilah khalifah dalam bentuk mufrad
(tunggal) berarti pengusaan politik dan religius. Istilah inji digunakan
nabi-nabi dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya.
Sedangkan manusia bisa digunakan khala’if yang didalamnya
mengandung makna yang lebih luas, yaitu bukan hanya sebagai
penguasa dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam hubungan
pembicaraan dengan kedudukan manusia di alam ini, nampaknya
istilah khala cocok digunakan dibanding kata khalifah. Namun
demikian yang terjadi dalam penggunaan sehari-hari adalah bahwa
manusia sebagi khalifah di muka bumi. Dan sebagi seorang khalifah
manusia berfungsi mengantikan orang lain dan menempati tempat
8/17/2019 modul FPI 1
35/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 35
serta kedudukan-Nya. Ia menggantikan kedudkan orang lain dalam
aspek kepemimpinan atau kekuasaan. Dan Quraisy Shihab pun
menyimpulkan bahwa kata khalifah itu mencakup dua pengertian:
a. Orang yang di beri kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas
maupun terbatas.
b. Khalifah memilki potensi untuk mengemban tugasnya, namun juga
dapat berbuat kesalahan dan kekeliruan.
d. Manusia dan Proses Pendidikan
Paulo freire, tokoh pendidikan Amerika Latin mengatakan
bahwa tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan
manusia (humanisasi ), tidak jauh berbeda dengan pandangan diatas
M. Arifin berpendapat, bahwa proses pendidikan pada akhirnya
berlangsung pada titik kemampuan berkembangnya tiga hal yaitu
mencerdaskan otak yang ada dalam kepala (head ) kedua, mendidik
akhlak atau moralitas yang berkembang dalam hati (heart ) dan
ketiga, adalah mendidik kecakapan/ketrampilan yang pada prinsipnya
terletak pada kemampuan tangan (hand ) selanjutnya populer dengan
istilah 3 H’s.Berangkat dari arti pentingnya pendidikan ini, Karnadi Hasan
memandang bahwa pendidikan bagi masyarakat dipandang sebagai
“Human investment” yang berarti secara historis dan filosofis,
pendidikan telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral dan etik
dalam proses humanisasi dan pemberdayaan jati diri bangsa.
Merujuk dari pemikiran tersebut, Pendidikan adalah hajat hidup
bagi setiap manusia. Karena kita sadari bahwa tidak ada seorangpun
yang lahir di dunia ini dalam keadaan pandai (berilmu). Hal ini
membuktikan bahwa segala sesuatu di dunia ini merupakan proses
berkelanjutan yang tidak asal jadi seperti bayangan dan impian kita.
Berkaitan adanya proses tersebut, penciptaan manusia oleh Allah
SWT juga tidaklah sekali jadi.
8/17/2019 modul FPI 1
36/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 36
Ada proses penciptaan (khalq), proses penyempurnaan
(taswiyyah), dengan cara memberikan ukuran atau hukum tertentu
(taqdir), dan juga di berikannya petunjuk (hidayah). Dengan demikian
menurut Sunnatullah manusia sangat terbuka kemungkinannya untuk
mengembangkan segala potensi yang dia miliki melalui bimbingan dan
tuntunan yang tearah, teratur serta berkesinambungan yang
semuanya merupakan proses dalam rangka penyempurnaan manusia
(insan kamil ) yang nantinya dapat memenuhi tugas dari kejadiannya
yaitu sebagai Khalifah Fil Ardl .
e. Manusia Menurut Filsafat Pendidikan Islam
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala
makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind , epistimologi,
dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia
dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena
manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat
dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang
pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa
menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusiadiberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh
( philosophy of mind ).
Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam
hal memperoleh pengetahuan itu berjalan secara berjenjang dan
bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman
dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi),
oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua
makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita
seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa
dipisahkan.
Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan
kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi
(aksiologi), sehingga dalam pandangan Filsafat Pendidkan Islam,
8/17/2019 modul FPI 1
37/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 37
manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi
ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini
dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas)
tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
3. Ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
a. Hakikat Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Menurut Quraish Shihab, kata ilmu dalam berbagai bentuk
terdapat 854 kali dalam al-Qur'an. Kata ini digunakan dalam makna
proses pencapaian tujuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan.
Jadi ilmu pengetahuan adalah pengetahaun yang jelas tentang
sesuatu. Di dalam Islam, ilmu pengetahuan bukan hanya diperoleh
dengan perantaraan akal dan indera yang bersifat empiris saja, tetapi
juga ada pengetahuan yang bersifat immateri, yaitu ilmu pengetahuan
yang berasal dari Allah sebagai khaliq (pencipta) pengetahuan
tersebut.
Al-Qur'an sangat memerintahkan manusia untuk menuntut ilmu,
seperti perintah al-Qur'an menggunakan akalnya untuk berpikir dan
merenungkan semua ciptaan Allah dan segala peristiwa sejarah yangtelah terjadi di muka bumi. Dengan demikian, ilmu dan iman dalam
Islam bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
b. Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran
Islam. Allah berfirman dalam al- Mujadalah ayat 11: “ Allah
meninggikan derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara
kamu dan orang-orang yang berilmu. Dan Allah maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Dalam hal ini, keimanan dalam Islam akan menjadi pendorong
untuk menuntut ilmu, dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan
memperkokoh keimanan seseorang. Dengan demikian, Islam untuk
tidak pernah berhenti memotivasi umatnya menuntut ilmu.
c. Cara Memperoleh Ilmu Pengetahuan dalam Islam
8/17/2019 modul FPI 1
38/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 38
Dalam filsafat ilmu cara mendapatkan ilmu dinamakan
epistemologi. Dalam epistemologi Islam, pengetahuan diperoleh
melalui tiga cara yaitu bayani, irfani dan burhani .
1) Epistemologi Bayani
Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang
menekankan otoritas teks Arab (nass), secara langsung ataupun
tidak langsung, dan dijustifikasi oleh akal kebahasaan yang digali
lewat inferensial (dalil-dalil). Secara langsung artinya memahami
teks sebagai pengetahuan dan mengaplikasikannya langsung tanpa
perlu pemikiran. Secara tidak langsung berarti memahami teks
sebagai pengetahuan yang mentah, sehingga memerlukan tafsir dan
penalaran lebih mendalam. Meski demikian, hal ini bukan berarti
akal dan nalar dapat bebas menentukan makna dan maksudnya,
tetapi tetap bersandar pada teks. Epistemologi bayani menaruh
perhatian besar pada proses transmisi teks dari generasi ke
generasi, sampai kepada wilayah tafsir, fiqh, ushul fiqh, dan lain-lain.
2) Epistemologi ‘Irfani Dalam menerjemahkan kata ‘irfan, ada dua makna kata yang
bisa dirujuk. Pertama, kata gnosis yang berarti pengetahuan intuitif
tentang hakikat spiritual yang diperoleh tanpa proses belajar. Kedua,
gnostik yakni pengetahuan tentang Allah yang dinisbahkan kepada
“gnostisime”.
‘Irfani jika dibandingkan dengan bayani, maka bayani
mendasarkan pengetahuannya kepada teks, sedangkan ‘irfani
mendasarkan pengetahuannya kepada kasf, yaitu tersingkapnya
rahasia-rahasia ketuhanan. Oleh karena itu, ‘irfan tidak diperoleh
berdasarkan analisis terhadap teks, akan tetapi dari hati nurani yang
suci, sehingga Tuhan menyingkapkan sebuah pengetahuan
(ladunni).
8/17/2019 modul FPI 1
39/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 39
‘Irfani dilakukan dengan menggunakan qiyas ‘irfani, yaitu
analogi makna batin yang diungkap dalam kasyf kepada makna
zahir yang ada dalam teks.
3) Epistemologi Burhani
Burhani , dalam bahasa Arab, berasal dari kata ‘al-burhan’
yang berarti argumen yang jelas (al-hujjah al-bayyinah). Dalam
logika (mantiq), burhani merupakan aktivitas berfikir untuk
menetapkan kebenaran melalui metode penyimpulan, dengan
menghubungkan suatu premis terhadap premis lain yang telah
terbukti kebenarannya. Secara umum, burhani adalah aktivitas nalar
yang menetapkan kebenaran suatu premis.
Burhani adalah aktifitas berpikir secara mantiqi yang identik
dengan silogisme atau al-qiyas al-jami`’ yang tersusun dari beberapa
proposisi. Burhani menekankan tiga syarat, yaitu: pertama,
mengetahui terma perantara (ma'rifah al-hadd al-awsat ); kedua,
keserasian hubungan relasional antara terma perantara dankesimpulan (tartib al-‘alaqah bayn al-‘illah wa al-ma’lul ); ketiga,
natijah (kesimpulan) harus muncul secara otomatis dan tidak
mungkin muncul kesimpulan yang lain. Kias ketiga ini yang inheren
dengan epistemologi burhani .
Dalam memandang proses keilmuan, kaum burhani merujuk
dari cara pikir filsafat yakni memahami hakikat sebenarnya adalah
universal. Hal ini menempatkan “makna” dari realitas pada posisi
otoritatif, sedangkan ”bahasa” bersifat partikular sebagai penegasan
atau ekspresi saja.
Oleh karena itu, ilmu burhani berpola dari nalar burhani dan
nalar burhani bermula dari proses abstraksi yang bersifat rasional
terhadap realitas sehingga muncul makna, sedangkan makna agar
bisa dipahami dan dimengerti, diaktualisasi lewat kata-kata (bahasa).
8/17/2019 modul FPI 1
40/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 40
Jadi secara struktural, proses yang dimaksud di atas terdiri dari tiga
hal, pertama, proses eksperimentasi yakni pengamatan terhadap
realitas. Kedua, proses abstraksi, yakni terjadinya gambaran atas
realitas dalam pikiran. Ketiga, ekspresi yaitu mengungkapkan
realitas dalam kata-kata.
Berkaitan dengan cara ketiga, pembahasan tentang silogisme
demonstratif atau kias burhani menjadi sangat signifikan. Silogisme
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi qiyas jami’ terdiri
dari dua proposisi (qadiyah) yang kemudian disebut premis,
kemudian dirumuskan hubungannya dengan bantuan term tengah
untuk mendapatkan konklusi yang meyakinkan. Metode ini populer di
kalangan filsuf peripatetik. Sementara Ibn Rusyd mendefinisikan
burhani (demonstrasi) dengan suatu argumen yang konsisten, tidak
diragukan lagi kebenarannya, diperoleh dari premis yang pasti
sehingga kesimpulan yang akan diperoleh juga pasti, dan argumen
ini diliputi oleh fakta rasional. Jadi silogisme demonstratif atau kias
burhani yang dimaksud adalah silogisme yang premis-premisnya
terbentuk dari konsep-konsep yang benar, meyakinkan, sesuaidengan realitas dan diterima oleh akal.
Aplikasi dari pembentukan silogisme ini harus melewati tiga
tahap, yaitu: tahap pengertian (ma’qulat ), tahap pernyataan (‘ibarat )
dan tahap penalaran (tahlilat ). Tahapan pengertian (ma’qulat ),
merupakan proses awal dalam pikiran dan di sinilah terjadi
pengabstraksian realitas dari hasil pengalaman, pengindraan, dan
penalaran untuk mendapatkan suatu gambaran. Pengertian ini
merujuk kepada sepuluh kategori yaitu: substansi, kuantitas,
kualitas, aksi, pasivitas, relasi, tempat, waktu, sikap dan keadaan.
Tahapan pernyataan (‘ibarat ) adalah tahap mengekspresikan
pengertian dalam kalimat yang disebut dengan proposisi. Dalam
proposisi ini harus memuat unsur subyek (maudu’ ) dan predikat
(muhmal ) serta relasi antara keduanya, yang mempunyai pengertian
8/17/2019 modul FPI 1
41/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 41
dan mengandung kebenaran yaitu adanya kesesuaian dengan
realitas dan tiada keragu-raguan dan persangkaan. Untuk
memperoleh sebuah pengertian yang meyakinkan harus
mempertimbangan al-alfaz al-khamsah (lima konsep universal);
pertama, jenis (genus) yakni sebuah klasifikasi yang dapat dibagi ke
dalam klas-klas lain yang disebut spesies. Kedua, nau’ (spesies)
yaitu konsep universal yang mengandung satu pengertian tetapi
memiliki hakikat yang berbeda. Ketiga, fasl (differentia) yaitu sifat
yang membedakan secara mutlak. Keempat, kekhususan
(propirum), pada suatu benda tetapi hilangnya sifat ini tidak akan
menghilangkan eksistensinya. Kelima, ‘ard (aksidensi) atau sifat
khusus yang tidak bisa diterapkan pada semua benda.
Tahapan penalaran (tahlilat ), ini dilakukan dengan perangkat
silogisme. Sebuah silogisme harus terdiri dari dua proposisi yang
kemudian disebut premis mayor (al-hadd al-akbar ) untuk premis
yang pertama dan premis minor (al-hadd al-asghar ) untuk premis
yang kedua, yang kedua-duanya saling berhubungan dan darinya
ditarik kesimpulan logis.Menurut Muhammad ‘Abid al-Jabiri, dalam burhani pasti
terdapat silogisme, tetapi belum tentu dalam silogisme itu ada
burhani . Silogisme yang burhani (silogisme demonstratif atau kias
burhani ) selalu bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, bukan
untuk tujuan tertentu seperti yang dilakukan oleh kaum sophis.
Silogisme (al-qiyas) dapat disebut sebagai burhani , jika memenuhi
tiga syarat: pertama, mengetahui sebab yang menjadi alasan dalam
penyusunan premis; kedua, adanya hubungan yang logis antara
sebab dan kesimpulan; dan ketiga, kesimpulan yang dihasilkan
harus bersifat pasti, sehingga tidak ada kesimpulan lain selain itu.
Syarat pertama dan kedua adalah yang terkait dengan silogisme (al-
qiyas). Sedangkan syarat ketiga merupakan karakteristik silogisme
burhani , karena kesimpulan bersifat pasti dan tidak menimbulkan
8/17/2019 modul FPI 1
42/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 42
kebenaran lain. Hal ini dapat terjadi, jika premis-premis tersebut
benar dan kebenarannya telah terbukti lebih dulu sebelum
kesimpulannya.
Kebenaran yang dihasilkan oleh pola pikir burhani adalah
kebenaran koherensi atau konsistensi, sebab burhani menuntut
penalaran yang sistematis, logis, saling berhubungan dan konsisten
antara premis-premisnya. Oleh karena itu, kebenaran burhani
ditegakkan atas dasar hubungan antara keputusan baru dengan
keputusan lain yang telah ada dan diakui kebenarannya serta
kepastiannya sehingga kebenaran identik, konsisten, dan saling
berhubungan secara sistematis.
4. Masyarakat dalam perspektif filsafat pendidikan Islam
Masyarakat dalam himpunan individu dan kumpulan keluarga
yang bertempat tinggal pada suatu wilayah tertentu, hidup bersama
dengan landasan peraturan yang berlaku dalam lingkungannya.
Masyarakat adalah dinamika dari berbagai cara pandang dan
variasi perilaku individu sebagai creator kehidupan social yang
potensial dalam melakukan tindakn sesuai dengan hasratnya masing-masing Jika konsep masyarakat dan budaya berlaku, otomatis
potensi individual terjebak dalam sistem normatif yang dapat
menghentikan proses dinamis dari berbagai potensi individual. Oleh
karena itu, masyarakat adalah sebagai institusi social yang mewadahi
berbagai tindakkan individu, mempersamakan persepsi tentang
tujuan berkelompok dan melakukan tugas serta fungsi social sesuai
dengan kesepakatan yang terjadi lingkungan soaialnya masing-
masing.
Adapun dalam kehidupan masyarakat selalu terdapat proses
kebudayaan yang interaktif, yaitu;
a. Proses saling belajar dalam berbudaya melalui interaksi dalam
masyarakat yang terorganisasi atau masyarakat yang kompleks
b. Proses saling berbagi budaya diantara anggota organisasi
8/17/2019 modul FPI 1
43/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 43
c. Proses saling mewariskan budaya dari generasi ke genarasi atau
lintas generasi
d. Proses simbolisasi perilaku yang dipandang representative bagi
integrasi kultural organisatoris
e. Proses pembentukkan dan pengintegrasian perilaku sosial
f. Proses adaptasi dari semua perilaku masyrakat institusional, yang
memperkuat heterogenitas perilaku, sebaliknya memperlemah
dinamika persepsi dan tindakkan.
Dalam persfektif filsafat pendidikan Islam, proses saling belajar
yang dapat berlaku di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat merupakan perjalanan kebudayaan manusia
dalam mencerdaskan dirinya, meningkatkan kesadarannya sebagai
makhluk yang berbudi luhur, makhluk yang belajar memahami
keinginan manusia yang beragam.
Masyarakat adalah cermin bagi kehidupan manusia, secara
filosofis belajar yang paling sempurna adalah belajar dari kehidupan
masyarakat, sebagaimana Rasullullah SAW. menyarankan untuk
belajar dari kehidupan pasar karena di pasar ada kejujuran,kebohongan, kegembiraan, kepedihan, dsb. Belajarlah pada
kejujuran karena dengan itu modal masuk surga.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam, yang diperoleh anak
didik di bangku sekolah adalah agar dapat dimanfaatkan untuk
kehidupan masyarakat. Belajar ilmu pengetahuan bertujuan
membentuk akhlak yang mulia sehingga dengan akhlak yang mulia
akan terbangun masyarakat yang berakhlak mulia karena kemuliaaan
masyarakat berawal dari kemuliaan akhlak individu yang
membangunnya.
Hal tersebut menggambarkan bahwa konsep masyarakat
dalam islam berawal dari 4 kondisi sosial yang menjadi faktor
pendukungnya, yaitu:
a. Adanya hukum asal bahwa manusia adalah umat yang satu
8/17/2019 modul FPI 1
44/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 44
b. Telah terjadi perpecahan karena adanya perbedaan kepentingan
individual dan kelempok
c. Muncul tokoh manusia atau rosul yang membawa risalah dengan
sumber ajaran yang berasal sesuatu yang diyakini (Tuhan) yang
bermaksud mendamaikan manusia.
d. Kunci dari perdamaian manusia adalah interaksi atau silaturrahim
sebagai puncak keasatuan dalam keragaman, karena adanya
keragaman maka kehidupan manusia menjadi fungsional.
Pola interaksi yang dibentuk secara institusional, pertama kali
dipusatkan pada suatu bangunan yang menjadi tempat
berkomunikasinya manusia muslim dengan Allah. Oleh karena itulah,
Rasullullah SAW dalam perjuangan dakwahnya pertama-tama
membengun mesjid, yakni mesjid nabawi. Mesjid adalah lembaga
yang membangun interaksi timbale balik dengan kekuatan social dan
kekuatan emisional keberagaman manusia.
Bentuk dan lingkungan sosial umat islam ditentukan oleh
aktifitas keagamaannya sedangkan aktifitas tersebut bergantung
pada dinamika masyarakat dalam memakmurkan mesjid sebagaipusat budaya muslim. Sejak Zaman nabi Muhammad SAW. sampai
sekarang, mesjid adalah lembaga yang bukan hanya dijadikan tempat
ritual, tetapi sebagai tempat bermusyawarah, menimba ilmu,
menyamakan persepsi tentang kehidupan dunia dan akhirat, serta
tempat yang sangat tepat untukpusat informasi dan komunikasi
bermasyarakat.
Dengan pandangan diatas, kedudukan masyarakat dalam
filsafat pendidikan Islam dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Masyarakat adalah sebagai guru bagi semua manusia yang
memiliki kemauan mengambil pelajaran dari setiap yang terjadi di
dalamnya.
b. Masyarakat adalah sebagai subjek yang menilai keberhasilan
pendidikan.
8/17/2019 modul FPI 1
45/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 45
c. Masyarakat adalah tujuan bagi semua anak didik yang telah
belajar di berbagai lingkungan.
d. Masyarakat adalah ujian paling sulit bagi aplikasi hasil-hasil
pendidikan.
e. Masyarakat adalah cermin keberhasilan atau kegagalan dunia
pendidikan.
f. Masyarakat adalah etika dan estetika pendidikan karena norma-
norma individu berproses menjadi norma sosialdan norma social
yang disepakati dalam masyarakat merupakan puncak estetika
kehidupan.Tanpa ada norma sosial yang disepakati,
sesungguhnya kehidupan tidak indah
D. Soal
1. Bagaimana kedudukan alam semesta dalam persepektif
filsafat pendidikan Islam ?
2. Bagaimana manusia dalam perspektif filsafat pendidikan
Islam?
3. bagaimana ilmu pengetahuan dalam perspektif filsafat
pendiidikan Islam?4. Bagaimana masyarakat dalam filsafat pendidikan Islam ?
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta, Gaya MediaPratama, 1997.
Musa Asy’ari, Filsafat Islam, Yogyakarta : LESFI, 2010.
Ali Saifullah, Antara Filsafat dan Pendidikan, Surabaya: UsahaNasional, 1983.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta: LogosWacana Ilmu, 1997
8/17/2019 modul FPI 1
46/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 46
H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Editor: TediPriatna, M. Ag, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004.
BAB V
HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya
awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti “perbuatan” (hal,cara dan sebagainya). Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbingan yang diberikan
kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.
Dalam bahasa Arab, istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah”
yang berarti pendidikan.4
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik
untuk perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah yang lebih baik.
Sedangkan hakikat tujuan pendidikan islam itu sendiri adalah untuk
membentuk insan yang memiliki dimensi religius, berbudaya dan
berkemampuan ilmiah, dalam istilah lain disebut “insan kamil”.
A. Tujuan Pembelajaran Umum
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian pendidikan Islam
2. Mahasiswa mampu memahami tugas dan fungsi pendidikan
Islam
3. Mahasiswa mampu memahami dasar dan tujan pendidikan
Islam
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
4 H.Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan
dan pemikiran Para tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 83.
8/17/2019 modul FPI 1
47/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 47
1. Mahasiswa dapat mendeskripsikan pengertian pendidikan
Islam
2. Mahasiswa dapat membedakan dan memapaparkan tugas dan
fungsi pendidikan Islam
3. Mahasiswa dapat menjelaskan dasar dan tujuan pendidikan
Islam
C. Uraian Materi
1. Pengertian pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya
mengacu kepada term al-tarbiyah, al-ta’dib, dan al-ta’lim. Dari
ketiga istilah tersebut term yang popular digunakan dalam praktek
pendidikan Islam ialah al-tarbiyah. Sedangkan al-ta’dib dan al-
ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut
telah digunakan sejak awal pertumbuhan pendidikan Islam.
Istilah al-tarbiyah berasal dari kata rabb. Walaupun kata
ini memiliki banyak arti, akan tetapi pengertian dasarnya
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,
mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya.Proses pendidikan Islam adalah bersumber pada
pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh
ciptaanNya, termasuk manusia. Pengertian pendidikan Islam yang
dikandung dalam al-tarbiyah terdiri atas empat unsur pendekatan,
yaitu:
a. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang
dewasa (baligh).
b. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
c. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
d. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
Istilah al-ta’lim telah digunakan sejak periode awal
pelaksanaan pendidikan Islam. Menurut para ahli, kata ini lebih
bersifat universal di banding dengan al-tarbiyah maupun al-ta’dib.
8/17/2019 modul FPI 1
48/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 48
Misalnya mengartikan al-ta’lim sebagai proses transmisi brbagai
ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu. Melainkan membawa kaum muslimin kepada
nilai pendidikan tazkiyah an-nafs (pensucian diri) dari segala
kotoran, sehingga memungkinkannya menerima al-hikmah serta
mempelajari segala yang bermanfaat untuk diketahui.
Istilah al-ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia
(peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini,
pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing kearah
pengenalan dan pengakuan kepada Tuhan yang tepat dalam
tatanan wujud dan kepribadiaannya.
Pada kata al-tarbiyah yang memiliki arti pengasuhan,
pemeliharaan, dan kaih saying tidak hanya digunakan untuk
manusia, akan tetapi juga digunakan untuk melatih dan
memelihara binatang atau makhluk Allah lainnya.
Di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:a. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu peserta didik pada
kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya.
b. Mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik
hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang
tinggi dan kehidupan yang mulia.
c. Mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju
terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil).
8/17/2019 modul FPI 1
49/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 49
d. Mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
2. Tugas dan fungsi pendidikan Islam
a. Tugas Pendidikan Islam
Tugas pendidkan islam bersifat continue dan tanpa
batas. Pendidikan islam merupakan proses tanpa akhir,
sehingga pendidikan islam merupakan pendidikan yang terus
menerus yang dikenal dengan istilah “min al-mahdi ila al-lahd”
atau dalam istilah lain “life long education” pendidikan
sepanjang hayat.
Tugas pendidikan Islam pada hakikatnya bertumpu pada
dua aspek:
1) Pendidikan tauhid
Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian
pemahaman terhadap dua kaliamat syahadat; pemahaman
terhadap jenis-jenis tauhid (rububiyah, uluhiyah, asma dan
sifat ); ketundukan, kepatuhan dan keikhlasan menjalankan
islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan.
2) Pendidikan pengembangan tabiat peserta didik
Adalah mengembangkan tabiat peserta didik agar
mampu memenuhi tujuan penciptaannya, yaitu beribadahkepada Allah SWT dan menyediakan bekal untuk beribadah
seperti makan dan minum. Manusia yang sempurna adalah
mereka yang senantiasa beribadah, baik diniyyah maupun
beribadah qauniyah.
8/17/2019 modul FPI 1
50/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 50
Untuk menelaah tugas-tugas pendidikan agama islam,
dapat dilihat dari tiga pendekatan. Hal ini dapat dijelaskan
dibawah ini.
1. Pendidikan Sebagai Pengembangan Potensi
Tugas pendidikan islam ini merupakan realisasi dari
pengertain tarbiyah “al-insya” yaitu menumbuhkan atau
mengaktualisasikan potensi. Asumi tugas ini adalah bahwa
manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan
sedangkan pendidikan merupakan proses untuk
menumbuhkembangkan potensi-potensi itu.
Abdul Mujid menyebutkan tujuh macam potensi bawaan
manusia, yaitu :
a. Al-Fitrah (citra asli)
Fitrah merupakan citra asli manusia, yang berpotensi
baik atau buruk dimana aktualisasinya tergantung pilihannya.
Fitrah adalah citra asli yang dinamis, yang terdapat pada
sistem-sistem psikopisik manusia, dan dapat diaktualisasikan
dalam bentuk tingkah laku. Seluruh manusia memiliki fitrahyang sama, meskipun perilakunya berbeda. Fitrah manusia
yang paling esensial adalah penerimaan terhadap amanah
untuk menjadi khalifah dan Hamba Allah di muka bumi.
Jenis fitrah memiliki banyak dimensi, diantaranya:
1) Fitrah agama
Sejak di alam roh, manusia telah mempunyai komitmen
bahwa Allah adalah Tuhannya. Oleh katena itu sejak lahir
manusia sudah mempunyai naluri atau insting beragama.
2) Fitrah intelek
Dengan adanya fitrah intelek ini manusia dapat
memperoleh pengetahuan dan dapat membedakan antara yang
baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah. Karena fitrah
ini lah pembeda jelas antara manusia dengan hewan.
8/17/2019 modul FPI 1
51/159
Modul Filsafat Pendidikan Islam 51
3) Fitrah sosial
Manusia cenderung hidup berkelompok yang di dalamnya
terbentuk suatu ciri-ciri khas yang disebut dengan kebudayaan.
Tugas pendidikan disini adalah menjadikan kebudayaan
khususnya islam sebagai proses kurikulum pendidikan islam
dalam seluruh peringkat dan tahapannya.
4) Fitrah susila
Adalah suatu kemampuan manusia mempertahankan diri
dari sifat-sifat amoral, sifat-sifat yang menyalahi tujuan Allah
yang menciptakannya. Manusia yang menyalahi fitrah susilanya
akan berakibat manusia menjadi hina.
5) Fitrah ek