Post on 06-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika merupakan cabang ilmu Biologi yang mengkaji materi genetik
tentang strukturnya, reproduksinya, kerjanya (ekspresinya), perubahan dan
rekombinasinya, keberadaan dalam populasi serta perekayasaannya (Corebima,
2003). Dalam mempelajari ilmu genetika perlu penelitian yang berupa proyek
sederhana. Salah satu makhluk hidup yang sering digunakan dalam suatu
penelitian genetika adalah Drosophila melanogaster.
Drosophila melanogaster sangat sesuai untuk penelitian dalam ilmu
genetika karena beberapa alasan. Alasan penggunaan Drosophila melanogaster
sebagai bahan penelitian adalah karena lalat ini memiliki beberapa keuntungan,
antara lain mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu
kamar dan di dalam botol selai berukuran sedang, mudah untuk diperoleh
sehingga tidak menghambat penelitian, mempunyai ukuran kecil dan mudah
dikembangbiakkan di laboratorium, siklus hidup yang pendek (hanya kira-kira 2
minggu) sehingga dalam waktu satu tahun diperoleh 25 generasi, mempunyai
tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan, hanya mempunyai delapan
kromosom saja, tiga pasang kromosom autosom dan satu pasang kromosom seks,
dan embrio berkembang di luar tubuh induknya, yang merupakan suatu aset untuk
studi perkembangan (Campbell, dkk, 2002).
J.G. Mendel melakukan percobaan persilangan yang dewasa ini dikenal
sebagai persilangan dihibrida. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui apa
yang terjadi pada rangkai percobaan persilangan, dua ciri diperhatikan sekaligus
(Corebima, 2003). Dalam percobaan ini berlaku hukum pemilihan bebas Mendel
yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan karakter-karakter
berbeda diwariskan bebas satu sama lain. Pada persilangan yang dilakukan J.G.
Mendel apabila keturunan yang pertama (F1) dari individu masing-masing
disilangkan, maka rasio fenotif F2 adalah 9:3:3:1.
1
2
Untuk mengetahui fenomena hukum Mendel II, menggunakan Drosophila
melanogaster starin B , J dan L. Dalam penelitian ini pratikan melakukan
persilangan antara ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1.2.1 bagaimana fenotip F1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain♂L
><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya?
1.2.2 bagaimana fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain♂L
><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya?
1.2.3 bagaimana rasio fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster♂L
><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1.3.1 untuk mengetahui fenotip F1 pada persilangan Drosophila melanogaster
strain♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya.
1.3.2 untuk mengetahui fenotip F2 pada persilangan Drosophila melanogaster
strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya.
1.3.3 untuk mengetahui rasio fenotip F2 pada persilangan Drosophila
melanogaster strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta resiproknya
resiproknya.
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini antara lain:
1.4.1 Untuk Peneliti
Memperluas wawasan mengenai fenomena hukum Mendel II yang terjadi
pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J
beserta resiproknya .
3
1.4.2 Untuk Mahasiswa
1.4.2.1 Memberikan informasi mengenai keturunan F1 dan F2 pada persilangan
Drosophila melanogaster strain ♂L ><♀B dan ♂L><♀J beserta
resiproknya
1.4.2.2 Menambah ketrampilan, kecakapan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian.
1.5 Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti berasumsi bahwa :
1.5.1 Umur Drosophila melanogaster pada setiap strain yang digunakan adalah
sama.
1.5.2 Faktor atau kondisi lingkungan eksternal, seperti suhu, dan kelembaban
tempat biakan selama penelitian adalah sama.
1.5.3 Kondisi medium yang digunakan selama penelitian adalah sama.
1.6 Batasan Masalah
1.6.1 Strain Drosophila melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini
adalah strain L, B dan J dari persilangan ♂L><♀Bdan ♂L><♀J beserta
resiproknya yang diperoleh dari laboratorium Genetika jurusan Biologi
FMIPA UM.
1.6.2 Pengamatan fenotip hanya terbatas pada warna dan faset mata, warna
tubuh dan bentuk sayap.
1.6.3 Penelitian hanya mengamati fenotip F1 dan F2 pada persilangan strain
♂L><♀Bdan ♂L><♀J beserta resiproknya.
1.6.4 Penelitian ini hanya membahas tentang persilangan dihibrid (Hukum
Mendel II) antara warna tubuh dan sayap Drosophila melanogaster.
1.7 Definisi Istilah
1.7.1 Strain merupakan suatu kelompok intra spesifik yang memiliki hanya satu
atau jumlah kecil ciri berbeda, biasanya secara genetik dalam keadaan
homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau gamet murni.
4
1.7.2 Hukum Mendel II yaitu perkawinan dihibrid, merupakan perkawinan antar
galur murni dengan dua sifat beda.
1.7.3 Fenotip menurut Ayala dalam Corebima (2003) merupakan karakter-
karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang merupakan
interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan berkembang).
1.7.4 Genotip menurut Ayala dalam Corebima (2003)nmerupakan keseluruhan
jumlah informasi genetik yangt terkandung pada suatu makhluk dalam
hubungannya dengan satu atau berbeda lokus gen yang sedang menjadi
perhatian.
1.7.5 Dominan adalah suatu sifat yang dapat mengalahkan sifat yang lain
(Corebima, 2003).
1.7.6 Resesif adalah suatu sifat yang dikalahkan oleh sifat yang lain (Corebima,
2003).
1.7.7 Homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) identik
(berlainan) (Corebima, 2003).
1.7.8 Heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak
identik (berlainan) (Corebima, 2003).
1.7.9 Penulisan sifat dominan digunakan simbol (+) sedangkan penulis sifat
resesif yaitu tanpa simbol.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Drosophila melanogaster
Menurut Storer dan Usinger (1975), Sistematika Drosophila melanogaster
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animal
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Subclass : Pterygota
Ordo : Diptera
Subordo : Cyclorihapha
Family : Drosophilidae
Subfamily : Drosophilinae
Marga : Drosophila
Spesies : Drosophila melanogaster
Drosophila melanogaster merupakan jenis lalat buah yang memiliki warna
tubuh kuning kecoklatan dengan lingkaran berwarna hitam di tubuh bagian
belakang. Pada lalat betina memiliki ukuran panjang sekitar 2,5 mm. Sedangkan
lalat jantan memiliki ukuran yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan lalat
betina. Di samping itu, lalat jantan juga ditandai dengan adanya tanada hitam yang
berada di ujung tubuh bagian belakang. Deskripsi mengenai keadaan tubuh yang
lain bergantung pada strain.
Pada genom Drosophila melanogaster terdiri atas 4 pasang kromosom,
pasangan X/Y dan tiga autosom yang berlabel 2,3,4. Kromosom yang keempat
berukuran sangat kecil. Genom terdiri atas 165 juta basa dan kira-kira 14.000 gen.
Drosophila melanogaster betina memiliki 4 pasang kromosom homolog dan dua
kromosom lainnya homolog, sedangkan yang jantan hanya memiliki 3 kromosom
homolog (Kimball,1991).
Telur pada Drosophila melanogaster tahap blastula kemudian akan
berkembang menjadi larva setelah 12 jam kemudian. Larva akan berubah menjdi
pupa yang menetas setelah 8-11hari kemudianyang dalam kondisi ini keadaan
6
internaldan eksternal sangat berpengaruh. Warna mata pada Drosophila
melanogaster dipengaruhi oleh komposisi pigmen-pigmen tertentu dan
merupakansifat yang ditentukan secara genetika. Fungsi dari gen pada suatu
individu adalah untuk mengaturdan mempengaruhi fenotip.
Pembagian strain Drosophila satu dengan lainnya menunjukkan adanya
perbedaan baik dari bentuk sayap, warna mata, warna tubuh, dan ukuran tubuh.
Drosophila melanogaster wild type bermata merah karena memiliki pigmen
pteridin dan ommochrome, warna tubuh kecoklat-coklatan dank eabu-abuan
(Suryo, 2005: 253). Macam-macam mutasi pada Drosophila melanogaster dapat
dibedakan pada tiga bagian, yaitu pada mata, sayap, dan warna tubuh.
Daftar mutan Drosophila melanogaster menurut Gardner, 1991: 168
adalah sebagai berikut:
1. Mutasi pada Mata
a. Mutan/ whitw apricot/ (wa). Mata merah muda akibat kerusakan pada
gen (pink) yang terletak pada kromosom ketiga
b. Mutan white (w); (I. 1.5). mata berwarna putih yang diakibatkan oleh
tidak adanya gen/ white/ yang terletak pada kromosom pertama lokus
1.5
c. Mutan Sepia (se). Warna mata coklat tua akibat kerusakan gen pada
kromosom ketiga, lokus 26,0
d. Mutan Bar3. Mutan bar tidak memeliki mata yang bulat tetapi
memiliki mata yang sipit. Bar3 juga memiliki bentuk mata bonggol atau
batang (sipit) yang diakibatkan kerusakan gen yang terletak pada
kromosom ke tiga.
e. Mutan scarlet (st). mata berwarna merah tua yang disebabkan oleh
dihasilkannya enzim yang tidak berfungsi.
f. Mutan Brown (bw). Mata berwarna coklat karena mata hanya memiliki
pigmen ommochrome dan tidak memiliki pigmen pteridin.
g. Mutan Cinnabar (cn); (II. 57, 5). Warna mata merah aagak oranye,
ocelli putih akibat kerusakan gen pada kromosom kedua, lokus 57,5.
2. Mutasi pada Sayap
7
a. Mutan/ vestigial/ (vg): (II. 67,0). Sayap tereduksi sehingga tampak
sangat kecil akibat kerusakan kromosom kedua, lokus 67,0.
b. Mutan/ curly/ (cy): (III. 50,0). Sayap yang dimiliki melengkung keatas
saat terbang ataupun saat hinggap, akibat kerusakan pada kromosom
ketiga, lokus 50,0.
c. Mutasi/ miniature/ (m); (I. 36,1). Sayap yang dimiliki sepanjang tubuh
akibat kerusakan pada kromosom kesatu, lokus 36,1.
d. Mutan/ taxi/ (tx); (III. 91,0). Sayap selalu terentang akibat kerusakan
pada kromosom ketiga, lokus 91,0.
e. Mutan/ dumpy/ (dp); (II. 13,1). Sayap yang dimiliki 2/3 panjang sayap
normal akibat kerusakan kromosom kedua, lokus 13,1.
3. Mutasi pada warna tubuh
a. Mutan/ black/ (b); (II. 48,5). Seluruh tubuh berwarna hitam gelap
akibat terjadinya kerusakan gen yang terletak pada kromosom kedua,
lokus 48,5.
b. Mutan/ ebony/ (e); (III. 70,7). Memiliki warna tubuh coklat karena
kerusakan gen pada kromosom ketiga, lokus 70,7.
c. Mutan/ yellow/ (y); (I. 00). Seluruh tubuh berwarna kuning akibat
kerusakan pada gen/ yellow/ yang terletak pada kromosom pertama.
Pada praktikum kami menggunakan kode B , J , L yang mana kode tersebut bukan
nama strain yang sesungguhnya, dari strain-strain diatas yang ciri-cirinya
menunjukkan adanya kesamaan dengan kode L adalah strain Bar3 dimana kode L
memiliki mata sipit atau kecil seperti yang dimiliki oleh Bar3 . untuk lalat dengan
kode B dari strain-strain diatas yang ciri-cirinya menunjukkan adanya kesamaan
dengan kode B adalah strain vg. Sedangkan ntuk lalat dengan kode J dari strain-
strain diatas yang ciri-cirinya menunjukkan adanya kesamaan dengan kode J
adalah strain b(black)
2.2 Kajian Hukum Mendel II
Hukum Mendel pertama kali ditemukan oleh Gregor Johan Mendel.
ia menggunakan tanaman kacang ercis (Pisum Sativum) untuk
penelitiannya. Ia menggunakan kacang ercis karena tanaman tersebut
8
hidupnya tidak lama, memiliki bunga sempurna, dan memiliki tujuh sifat
yang jelas perbedaannya (Ardiawan, 2009). Prinsip-prinsip pewarisan sifat ini,
yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai
suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel dikenal sebagai
Bapak Genetika.
Hukum ini berhubungan dengan Hukum Mendel I, dimana menurut Volpe
(1981) dala Corebima (2003), selama pembentukkan gamet, anggota-anggota
sutatu pasang gen akan memisah satu sama lainnya. Berkenaan dengan hukum
tersebut, Ayala, dkk (1984) dalam Corebima (2003) menyebutkan kesimpulan
mendel bahwa kedua faktor (gen) untuk tiap sifat tidak bergabung dengan cara
apapun, tetapi tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu, dan memisah saat
pembentukkan gamet sehingga separuh gamet mengandung satu gen sedangkan
satu gen separuhnya lagi mengandung gen lainnya. Berkenaan dengan hokum
tersebut, ayala, dkk (1984) dalam Corebima (2003), menyatakan bahwa gen-gen
(untuk karakter-karakter yang berbeda) diwariskan secara bebas satu sama
lainnya.
2.3 Hukum Pemilihan Bebas
Selain persilangan monohybrid, mendel juga melakukan persilangan
dihibrid, yaitu persilangan yang melibatkan pola pewarisan dua macam sifat beda
pada induk yang merupakan ciri khas atau prinsip dari hukum Mendel II. Hasil F1
menunjukkan hasil dominan heterozigot, sedangkan hasil F2 muncul strain
dominan, strain induk dan juga beberapa strain resesif yang menampakan ciri dari
kedua induk yang disilangkan. Adapun untuk perbandingan antar strain mendekati
rasio 9:3:3:1. Fenomena tersebut dikenal dengan the law of independent
assortmen atau hukum Mendel II (Ardiawan, 2009).
Hukum Pemilihan Bebas:
Segregasi suatu pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen
lainnya, sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan
kombinasi gen-gen secara bebas.
Berkenaan dengan faktor dominan dan resesif, munculnya dua faktor
tersebut dikontrol oleh dua gen sepasang. Faktor dominan bisa muncul dalam
9
keadaan homozigot atau heterozigot. Sedangkan faktor resesif selalu muncul
dalam keadaan homozigot (Ardiawan, 2009).
Peristiwa yang kejadiannya mengikuti hokum pemisahan Mendel dan
hukum pemilihan bebas Mendel berlangsung dikalangan makhluk hidup yang
berkembangbiak secara seksual. Akan tetapi tidak semua makhluk hidup yang
mengikuti hukum-hukum tersebut. Dalam hubungan ini dapat dikatakan bahwa
hanya makhluk hidup diploid yang berkembang secara aseksual yang mengalami
peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan demikian seluruh makhluk hidup haploid
(prokariotik) tidak pernah mengalami peristiwa-peristiwa itu, sekalipun
berkembangbiak secara seksual (Corebima, 2003).
Pada makhluk hidup selular triploid, tetraploid, atau polyploid pada
umumnya yang berkembangbiak saceara seksual, peristiwa pemisahan dan pilihan
bebas tidak berlangsung tepat sebagaimana dinyatakan dalam rumusan hukum
pemisahan Mendel dan hukum pemilihan bebas Mendel. Pada jenis tumbuhan dan
hewan, peristiwa pemisahan dan pemilihan bebas berlangsung pada meiosis
pertama khususnya di saat metaphase I dan anaphase II terjadi peristiwa
pemisahan. Sedangkan pada tumbuhan berbiji, peristiwa pilihan bebas terjadi pada
metaphase II, sedangkan peristiwa pemisahan pada anaphase II (Corebima, 2003).
10
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sifat yang dimiliki oleh induk akan diwariskan pada keturunannya oleh adanya faktor gen-gen melalui gamet
3.2 Hipotesis
Data hasil penelitian menggunakan analisis data rekontruksi kromosom
tubuh dan Chi-square
Hasil persilangan L>< B tidak sesuai dengan Hukum Mendel II
Hasil persilangan L><J beserta resiproknya sesuai dengan Hukum Mendel
II
Hasil F2 dari persilangan L >< B dan L><J beserta resiproknya merupakan Hukum
Mendel II dengan rasio F2 9:3:3:1
Syarat Mendel II antara lain: dihibrid (memiliki 2 sifat berbeda) terletak
pada kromosom yang sama, serta perbandingan F2 yaitu 9:3:3:1. Mendel II
dicirikan dengan terjadinya pemisahan bebas dan pemilihan bebas antar
gen-gen yaitu pada waktu meiosis
Persilangan
♂L>< ♀J beserta resiproknya ♂L >< ♀B beserta resiproknya
11
3.2 Hipotesis
1. H0: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L>< ♀B beserta resiproknya
menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, B, dan LB dengan perbandingan
tidak menyimpang dari rasio 9:3:3:1
H1: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L< ♀B beserta resiproknya
menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, B, dan LB dengan perbandingan
menyimpang dari 9:3:3:1
2. H0: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L>< ♀J beserta resiproknya
menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, J, dan LJ dengan perbandingan tidak
menyimpang dari rasio 9:3:3:1
H1: Persilangan Drosophilla melanogaster strain ♂L>< ♀J beserta
resiproknya menghasilkan keturunan F2 fenotip A, L, B, dan LB dengan
perbandingan menyimpang dari 9:3:3:1
12
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena data yang didapat
merupakan jumlah fenotip yang muncul pada keturunan F2. Data yang diperoleh
dianalisis dengan rekonstruksi kromosom kelamin dan diuji dengan Chi Squre
Test. Berdasarkan Supangat (2007) dalam Muslim, A (2008), maksud dan tujuan
dengan menggunakan model Uji Chi Square adalah membandingkan antara fakta
yang diperoleh berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara
teoretis (yang diharapkan). Hal ini sejalan dengan konsep kenyataan yang sering
terjadi, bahwa hasil observasi biasanya selalu tidak tepat dengan yang diharapkan
(tidak sesuai) dengan yang direncanakan berdasarkan konsep dari teorinya (sesuai
dengan aturan-aturan teori kemungkinan atau teori probabilitasnya). Sehingga
analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 10 Februari 2012 hingga 2 Mei 2012.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakikan di Laboratorium Genetika (ruang Bio 310) jurusan
Biologi FMIPA UM.
4.3 Variabel Penelitian
Variabel bebas : strain L, B dan J
Variabel terikat : Fenomena yang terjadi pada persilangan
Drosophila melanogaster ♂L >< ♀J dan ♂L ><
♀B beserta resiproknya
4.4 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini yaitu Drosophilla melanogaster strain L, B
dan J, yang dibiakkan di laboratorium Genetika gedung Biologi FMIPA.
Sedangkan sampelnya adalah Drosophilla melanogaster kode strain L, B dan J
yang diambil dari biakan di Laboratorium Genetika dan dijadikan sebagai stok
dalam penelitian ini.
4.5 Alat dan Bahan
13
4.5.1 Alat
Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain, mikroskop
stereo, kertas pupasi, gunting, kuas, timbangan, kompor gas, botol selai,
pisau, kardus, selang ampul, selang kecil, cutter, blender, kain kasa, cotton
bud, panci, pengaduk, spons/Busa, plastik transparan, lap, spidol dan karet.
4.5..2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Drosophilla
melanogaster strain L, J dan B, pisang rajamala, tape singkong, gula merah,
yeast, air dan eter.
4.6 Prosedur Kerja
4.6.1 Pembuatan Medium
1. Menyiapkan pisang raja mala, tape singkong dan gula merah
2. Menimbang 700 gram pisang raja mala, 200 gram tape singkong dan
100 gram gula merah (perbandingan 7:2:1)
3. Menghaluskan bahan-bahan di atas dengan menggunakan blender
kecuali gula merah
4. Memanaskan gula merah hingga leleh seluruhnya
5. Setelah ketiga bahan halus, kemudian dipanaskan selama 45 menit
sambil diaduk
6. Memasukkan medium dalam botol selai (masih dalam keadaaan panas)
dan menutupnya dengan spons
7. Mendinginkan medium
8. Menambahkan 7 butir yeast ke dalam botol setelah medium dingin
9. Memasukkan kertas pupasi
4.6.2 Persiapan Stok
1. Memasukkan beberapa pasang Drosophilla melanogaster strain L, B
dan J dalam botol-botol berisi mediumyang telah disediakan
2. Memberi label sesuai strain dan tanggal pemasukan
3. Bila telah terdapat pupa berwarna hitam, masukkan pupa tersebut dalam
selang ampul dan menunggunya hingga menetas
4.6.3 Persiapan Persilangan ♂l >< ♀b dan ♂l >< ♀j beserta resiproknya
1. Melakukan pengamatan fenotip pada strain L, J dan B
14
2. Menyiapakan botol yang telah berisi medium sesuai dengan jumlah
persilangan dan ulangannya
3. Memasukkan sepasang lalat strain yang akan disilangkan dari selang
ampul ke dalam botol yang berisi medium (usia lalat yang digunakan
untuk persilangan lalat maksimal 3 hari)
4. Memeberi label sesuai jenis persilangan, ulangan dan tanggal
pelaksanaan
5. Setiap jenis persilangan dilakukan dalam minimal 7 kali ulangan
6. Melepas lalat jantan setelah 2 hari
7. Menunggu hingga muncul pupa, setelah muncul pupa berwarna hitam,
induk betina dipindahkan ke medium yang baru minimal sampai botol
C
8. Beberapa pupa dimasukkan ke dalam selang ampul untuk persilangan
generasi berikutnya
9. Mengamati fenotip yang muncul dan menghitung jumlah jantan dan
betina yang menetas. Penghitungan ini dilakukan selama 7 hari
4.6.4 Persilangan F2
1. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium (lengkap dengan yeast
dan kertas pupasi)
2. Menyilangkan strain N yang muncul dari persilangan F1 ♂L>< ♀B
beserta resiproknya dan ♂L>< ♀J beserta resiproknya di dalam botol
persilangan
3. Memberi label dan tanggal pada masing-masing botol persilangan
4. Melepas individu ♂ pada masing-masing persilangan setelah
persilangan berumur 2 hari
5. Memindahkan individu ♀ ke medium baru setelah muncul larva pada
botol persilangan (pemindahan dilakukan setiap muncul larva pada
medium lama dan sampai individu ♀ mati)
6. Mengamati fenotip F2 yang muncul dan menghitung selama 7 hari
7. Mencatat hasil pengamatan dan memasukkan ke dalam tabel
15
4.7 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menghitung keturunan jantan dan betina
hasil persilangan ♂L>< ♀J beserta resiproknya dan ♂L>< ♀J beserta
resiproknya. Penghitungan jumlah keturunan jantan dan betina ini dilakukan
selama 7 hari. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan dengan cara melihat
fenotip yang muncul pada keturunan F1 dan F2 masing-masing persilangan.
Tabel. Jumlah F1 pada persilangan P1
Persilangan Strain Ulangan Jumlah Rata-
rata1 2 3 4 5 6 7
♂L>< ♀B A
♂B>< ♀L A
♂L>< ♀J A
♂J>< ♀L A
Jumlah
Tabel. Jumlah F2: ♂A >< ♀A dari persilangan ♂L >< ♀B
Strain Sex ulangan Jumla
h
Total Rata-
rata1 2 3 4 5 6 7
A ♂
♀
L ♂
♀
B ♂
♀
LB ♂
♀
Tabel. Jumlah F2: ♂A >< ♀A dari persilangan ♂L >< ♀J
Strain Sex ulangan Jumla
h
Total Rata-
rata1 2 3 4 5 6 7
16
A ♂
♀
L ♂
♀
J ♂
♀
LJ ♂
♀
4.8 Teknik Analisis Data
Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rekonstruksi kromosom tubuh dan uji Chi Square untuk mengetahui rasio
perbandingan F1 dan F2 pada persilangan D melanogaster strain ♂L>< ♀B
beserta resiproknya dan ♂L>< ♀J beserta resiproknya, masing-masing
menyimpang dari Hukum Mnedel II atau tidak dengan perbandingan 9:3:3:1.
17
BAB V
DATA PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA
5.1 Data Hasil Pengamatan Fenotif
Jenis D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah D.
melanogaster dengan strain L, B dan J . Untuk tiap strainnya mempunyai ciri- ciri
yang berbeda. Adapun ciri-ciri dari setiap strain adalah sebagai berikut:
Untuk strain L, ciri-cirinya :
Warna mata merah kecil
Faset mata polos
Warna tubuh kuning kecoklatan
Sayap sempurna
Untuk strain B , ciri-cirinya :
Warna mata merah
Faset mata halus
Warna tubuh hitam
Sayap tereduksi
Untuk strain J , ciri-cirinya :
Warna mata merah
Faset mata halus
Warna tubuh hitam
Sayap sempurna
5.2 Data Hasil Persilangan
Tabel. Jumlah F1 pada persilangan P1
No Persilangan Fenotip U1 U2 Rata-
rata
1. ♂L ><♀J ♂ A 4 20 12
♀ A 14 12 13
18
2. ♀L >< ♂J ♂ A 8 19 13,5
♀ A 14 36 25
3. ♂L >< ♀B ♂ A 24 42 33
♀ A 37 55 46
4. ♀L ><♂B ♂ A 12 22 17
♀ A 27 18 22,5
Jumlah 140 224 182
Data : F2
Tabel. Jumlah F2: ♂A >< ♀A dari persilangan ♂L >< ♀J
No Persilangan Fenotip U1 U2 Rata-
rata
1. ♂L >< ♀J ♂ A 10+14 11 7,5
♀ A 14+21 19 27
♂ J 3 2 2,5
♀J 2+6 3 5
Jumlah 70 35 52,5
5.3 Analisis Data
Pada proyek penelitian Drosophila melanogaster yang kami lakukan, kami
melakukan persilangan parental antara ♂ L >< ♀ J dan ♂ L >< ♀ B beserta
resiproknya. Proyek penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fenotip F1 pada
persilangan Drosophila melanogaster, ♂ L >< ♀ J dan ♂ L >< ♀ B untuk
mengetahui fenotif F2 pada persilangan Drosophila melanogaster ♂ L >< ♀ J
19
dan ♂ L >< ♀ B dan untuk mengetahui fenomena yang terjadi pada persilangan
Drosophila melanogaster ♂ L >< ♀ J dan ♂ L >< ♀ B.
Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan pada persilangan
Drosophila melanogaster ♂L >< ♀J ulangan 1 fenotif F1 yang diperoleh yaitu
♂A: 4 ♀A: 14. Pada ulangan 2 fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A: 20 ♀A: 12.
Pada persilangan Drosophila melanogaster ♂J >< ♀L ulangan 1 fenotif F1 yang
diperoleh yaitu ♂A: 8 ♀A: 14. Pada ulangan 2 fenotif F1 yang diperoleh yaitu
♂A: 19 ♀A: 36. Pada persilangan Drosophila melanogaster ♂L >< B ulangan 1
fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A: 24 ♀A: 42. Pada ulangan 2 fenotif F1 yang
diperoleh yaitu ♂A: 37 ♀A: 55. Pada persilangan Drosophila melanogaster ♂ B
>< ♀L ulangan 1 fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A:12 ♀N: 22. Pada ulangan 2
fenotif F1 yang diperoleh yaitu ♂A: 27 ♀A: 18
Dari hasil persilangan P1 tersebut, kemudian dilakukan persilangan antara
♂A >< ♀A untuk mengetahui fenotif F2. Pada persilangan Drosophila
melanogaster ♂A >< ♀ A dari P1 ♂L >< ♀J ulangan 1 fenotif F2 yang
diperoleh yaitu ♂A : 24 dan ♀A : 35, ♂ J : 3, ♂J :8 . Pada ulangan 2 fenotif F2
yang yaitu ♂A : 11 dan ♀A : 19, ♂ J : 2, ♂J :3.
Rekontruksi kromosom untuk mengetahui strain pada F2
Rekontruksi kromosom tubuh pada persilangan ♂L >< ♀B
P1 : ♂l >< ♀ b
genotif : l + b+ >< l- b -
l+ b+ >< l - jb -
gamet : l+ b+ ; l- b -
f1 :
l+ b+ l- b -
l+ j+ l+ b+ ( a) l+ b+ ( a)
l- j - l+ b+ ( a) l+ b+ ( a)
20
rasio f1 : 100% normal
p2 : ♂a >< ♀ a
genotype : l + b+ >< l- b -
l+ b+ >< l - b -
gamet : l+ b+ l+ b+
l+ b - l+ b -
l - b+ l - b+
l- b - l- b -
f2 :
l+ b+ l+ b - l - b + l- b -
l+ b+ l+ b+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a)
l+ b - l+ b+ (a) l+ b – (l) l+ b+ (a) l+ b - (l)
l - b+ l+ b+ (a) l+ b+ (a) l- b+ (b) l - b+ (b)
l- b - l+ b+ (a) l+ b - (l) l - b+ (b) l- b – (l- b -)
Rasio F2: A: L: B: LB = 9: 3: 3:1
rekontruksi kromosom tubuh pada persilangan ♂l >< ♀j
p1 : ♂l >< ♀ j
genotif : l + j+ >< l- j -
l+ j+ >< l - j -
gamet : l+ j+ ; l- j -
f1 :
l+ j+ l- j -
21
l+ j+ l+ j+ ( a) l+ j+ ( a)
l- j - l+ j+ ( a) l+ j+ ( a)
rasio f1 : 100% normal
l+ j+
l- j -
p2 : ♂a >< ♀ a
genotype : l + j+ >< l- j -
l+ j+ >< l - j -
gamet : l+ j+ l+ j+
l+ j - l+ j -
l - j+ l - j+
l- j - l- j -
f2 :
l+ j+ l+ j - l - j + l- j -
l+ j+ l+ j+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a) l+ j+ (a)
l+ j - l+ j+ (a) l+ j – (l) l+ j+ (a) l+ j - (l)
l - j+ l+ j+ (a) l+ j+ (a) l- j+ (j) l - j+ (j)
l- j - l+ j+ (a) l+ j - (l) l - j+ (j) l- j – (l- j -)
Rasio F2: A: L: J: LJ = 9: 3: 3:
22
BAB VI
Pembahasan
6.1 Fenotipe F1 dan F2 persilangan ♂L >< J beserta resiproknya
h. Melalui data dan analisis data yang kami dapatkan, dapat diketahui
bahwa semua keturunan F1 dari persilangan ♂L><♀J beserta
resiproknya adalah strain A (heterozigot) yang memiliki fenotipe mata
berwarna merah, faset mata halus, warna tubuh kuning kecoklatan dan
kedudukan sayapnya menutupi tubuh dengan sempurna.
(Corebima,1997) ciri yang tampak pada F1 oleh J.G Mendel disebut
ciri dominan, sedangkan yang tidak tampak disebut sebagai ciri resesif.
Hal ini disebabkan sifat dominan yang dimiliki A menutupi sifat
resesif yang dimiliki oleh strain L dan J. Strain J merupakan mutan/
black/ (b) (II. 48,5) dengan seluruh tubuh berwarna hitam gelap akibat
terjadinya kerusakan gen yang terletak pada kromosom kedua, lokus
48,5 dan mutan/ taxi/ (tx) (III. 91,0) denagan sayap selalu terentang
akibat kerusakan pada kromosom ketiga, lokus 91,0, sedangkan strain
L merupakan mutan /Bar3 tidak memeliki mata yang bulat tetapi
memiliki mata yang sipit. yang diakibatkan kerusakan gen yang
terletak pada kromosom ke tiga.
Menurut Campbell (2002), jika kedua alel berbeda maka salah satu
alel adalah alel dominan diekspresikan sepenuhnya dalam penampakan
organisme. Sementara itu, alel satunya alel resesif yang tidak
mempunyai efek jelas pada penampakan organisme. Pada persilangan
♂L ><♀J beserta resiproknya, F1 yang muncul adalah Drosophila
melanogaster yang memiliki strain A karena alel untuk strain ini lebih
dominan daripada alel untuk strain L dan J. Hal tersebut dapat terlihat
pada data pengamatan bahwa fenotipe keturunan pertama (F1) pada
persilangan tersebut menghasilkan lalat yang kesemuanya A.
Sedangkan pada keturunan kedua (F2) diperoleh hasil keturunan yang
menunjukkan rasio keturunan 9: 3: 3: 1 . Dikarenakan kegagalan
dalam pengamatan persilangan strain L dan J, kelompok kami belum
memperoleh data keturunan kedua (F2), sehingga tidak dapat diketahui
23
fenomena yang terjadi dari persilangan lalat buah yang dilakukan.
Namun berdasarkan analisis berupa rekonstruksi kromosom,
persilangan lalat strain L dan J menunjukkan persilangan dihibrida,
yakni persilangan dengan memperhatikan dua ciri sekaligus yang
berbeda dari parental yang bersangkutan. Berdasarkan hasil
rekonstruksi kromosom diketahui bahwa persilangan tersebut
membuktikan terjadinya fenomena Hukum Pemilihan Bebas Mendel
(Hukum Mendel II) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara bebas
satu sama lain( Corebima, 1997)
Dalam penelitian ini kami belum memperoleh data keturunan
kedua (F2) dari persilangan lalat buah (Drosophilla melanogaster)
strain ♂L ><♀J sehingga belum dapat memmbuktikan fenomena apa
yang terjadi dari hasil persilangan strain tersebut. Dalam proses
penelitian, ditemukan beberapa kesulitan yang menghambat jalannya
pengambilan dan pengamatan data. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi
diantaranya karena banyaknya populasi kutu yang merusak telur-telur
lalat sehingga menghambat pertumbuhan lalat, terbukanya botol strain
lalat, serta kelalaian praktikan yang saat memindahkan ke botol lain
lalat terbang.
Pada persilangan strain L dan J ini tidak didapatkan hasil analisis
yang menggunakan uji statistik chi-square, karena data yang
didapatkan hanya satu ulangan. Sehingga pada persilangan strain ini
analisis data hanya menggunakan analisis deskriptif, berdasarkan
analisis deskriptif rasio F2 pada persilangan ini menyimpang dari
Hukum Mendel 1 dimana tidak sesuai dengan rasio 3:1. Berdasarkan
analisis rekonstruksi kromosom diketahui bahwa persilangan ini
merupakan peristiwa Mendel II atau pemilihan bebas dengan rasio
fenotif F2 9:3:3:1 . Namun belum dapat dibuktikan bahwa persilangan
ini termasuk Mendel II karena tidak ditemukan strain baru yakni LJ
yang merupakan strain homozigot resesif dari rekonstruksi kromosom
L >< J.
24
6.2 Fenotipe F1 dan F2 persilangan ♂L >< B beserta resiproknya
Berdasarkan data pengamatan dan analisis rekonstruksi kromosom
yang kami lakukan, dapat diketahui bahwa keturunan pertama (F1) yang
didapat dari hasil persilangan ♂L ><♀B beserta resiproknya
menghasilkan keturunan yang menunjukkan fenotip A (Normal). Hal ini
dikarenakan strain A pada persilangan tersebut memiliki sifat yang
dominan sehingga sifatnya akan menutupi fenotip strain L dan B yang
bersifat resesif. Hal ini disebabkan sifat dominan yang dimiliki A
menutupi sifat resesif yang dimiliki oleh strain L dan B. Strain B
merupakan mutan/ vestegial/ (Vg) Sayap tereduksi sehingga tampak sangat
kecil akibat kerusakan kromosom kedua, lokus 67,0, sedangkan strain L
merupakan mutan /Bar3 tidak memeliki mata yang bulat tetapi memiliki
mata yang sipit. yang diakibatkan kerusakan gen yang terletak pada
kromosom ke tiga. Hal ini menunjukkan bahwa kromosom penentu sifat
strain b dan tx merupakan kromosom tubuh (autosom) dan terletak pada
kromosom yang berbeda. Keadaan ini menunjukkan bahwa gen pengontrol
sifat kedua strain berada pada alel yang berbeda. Sehingga pada saat
terjadi gametogenesis, alel-alel dari P2 (normal heterozigot) berpisah
secara bebas akhirnya berbentuk empat macam gamet yang haploid yaitu:
b+ tx, b+ tx+, b tx+ dan b tx.
Menurut Rondonuwu (1989), persilangan dihibrid (persilangan dengan
dua sifat beda) telah terjadi pula pemisahan gen yang sealela dan
selanjutnya alela-alela tersebut bergabung secara bebas satu dengan yang
lainnya pada satu gamet. Sehingga pada persilangan antara F1><F1 akan
dihasilkan 4 strain yang berbeda.
Sedangkan pada keturunan kedua (F2) menurut rekontruksi
menunjukkan rasio keturunan 9: 3: 3: 1 tetapi dikarenakan kegagalan
dalam pengamatan persilangan strain L dan J, kelompok kami belum
memperoleh data keturunan kedua (F2), sehingga tidak dapat diketahui
fenomena yang terjadi dari persilangan lalat buah yang dilakukan. Namun
berdasarkan analisis berupa rekonstruksi kromosom, persilangan lalat
strain L dan J menunjukkan persilangan dihibrida, yakni persilangan
25
dengan memperhatikan dua ciri sekaligus yang berbeda dari parental yang
bersangkutan. Berdasarkan hasil rekonstruksi kromosom diketahui bahwa
persilangan tersebut membuktikan terjadinya fenomena Hukum Pemilihan
Bebas Mendel (Hukum Mendel II) yang mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang menentukan karakter-karakter yang berbeda diwariskan secara
bebas satu sama lain( Corebima, 1997)
Dalam penelitian ini kami belum memperoleh data keturunan kedua
(F2) dari persilangan lalat buah (Drosophilla melanogaster) strain ♂L
><♀B sehingga belum dapat memmbuktikan fenomena apa yang terjadi
dari hasil persilangan strain tersebut. Hal tersebut dkarenakan karena
banyaknya populasi kutu yang merusak telur-telur lalat sehingga
menghambat pertumbuhan lalat, terbukanya botol strain lalat, sayap strain
B yang tereduksi sehungga lalat mudah mati, serta karena kelalaian
praktikan yang saat memindahkan ke botol lain lalat terbang.
26
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
1. Fenotipe Filial 1 pada persilangan Drosophila melanogaster strain
♂L>< ♀J beserta resiproknya dan ♂L >< ♀B beserta resiproknya
diperoleh strain A 100%
2. Fenotipe Filial 2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂L
>< ♀ J beserta resiproknya dan diperoleh strain A, L, J, dan LJ
sedangkan ♂L>< ♀B beserta resiproknya diperoleh strain A, L, B dan
LB berdasarkan hasil rekonstruksi kromosom.
3. Rasio Filial 2 pada persilangan Drosophila melanogaster strain ♂L ><
♀J, ♀L >< ♂J menurut rekonstuksi kromosom yaitu dengan rasio
9:3:3:1 dimana sesuai dengan hukum mendel II, sedangkan pada
persilangan ♂L >< ♀B, dan ♀L >< ♂B ialah rekonstuksi kromosom
dengan rasio 9:3:3:1 yang sesuai dengan hukum mendel II
7.2 Saran
1. Pengamatan fenotip sebaiknya selalu menggunakan mikroskop untuk
menghindari kesalahan dalam pengamatan
2. Penelitian ini hendaknya dilakukan dengan ketelitian dan kesabaran
yang tinggi dalam hal pengamatan perbedaan warna mata, sayap dan
penghitungan jumlah keturunan dari F1 dan F2 sehingga didapatkan
hasil yang maksimal
3. Penelitian hendaknya memiliki sumber literatur yang cukup untuk
mendukung penelitian yang dilakukan
4. Pada saat pengambilan anakan dari medium, hendaknya peneliti harus
hati-hati agar tidak banyak lalat yang lepas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Ardiawan. 2009. Interaksi Gen (Penyimpangan Hukum Mendel). (online), (http://images.ardiawan1990.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/TYolMgooCIkAAAf7K2M1/Interaksi%20Gen%20(Penyimpangan%20Hukum%20Mendel).pdf?key=ardiawan1990:journal:19&nmid=427571064), diakses tanggal 23 maret 2015
Campbell, Neil.1999. Biology Fifth Edition. Diterjemahkan oleh Rahayu Lestari. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid I. Jakarta:Airlangga
Corebima, AD.2003.Genetika Mendel.Surabaya: Airlangga University PressGardner, dkk. 1991. Principle of Genetics. Kanada: John Wiley & Sons, Inc.Henuhili, Victoria dan Surasih. 2003. Genetika (Common Textbook). Yogyakarta:
Universitas Negeri YogyakartaKimball, 1991. Biology Fith Edition. Diterjemahkan oleh siti Sutarmi. 1992.
Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Bandung: PT. Gelora Aksara PratamaMuslim, azhar. 2008. Respon Petani terhadap Pemanfaatan Lahan Pertanian Pasca
Tsunami di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Sosio Ekonomika. (online), 14(2): 193-206, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/14208193206_0853-1293.pdf), diakses tanggal 23 maret 2015
Rondonuwu, Suleman. 1989. Dasar-dasar Genetika. Jakarta: Departemen dan KebudayDirektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Stansfield, William D. 1983.Genetics 2/ed scaum’s outline series. California: McGRAW-HILL.INC.
Storer, T.L dan Usinger, R.L.1975. General Zoologi. New Delhi: Mc. Graw-Hall Publishing Compang LTD
Suryo. 2005. Genetika, DEKDIKBUD Derektoral Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru