Post on 07-Dec-2015
description
I. IDENTITAS:
Nama: By Ny nurul cholisah Nama Ayah : Tn.Didik Purwan
Umur: 9 hari Umur: 23 th
Jenis kelamin: Perempuan Pendidikan: SMA
Alamat: Bulu RT 16 Galeh, Tanjen, Sragen Pekerjaan: Tani
Masuk RS: 22 Oktober 2011 Nama Ibu: Ny nurul cholisah
No. CM : Umur: 20 th
Tgl.Diperiksa : 30 Oktober 2011 Pendidikan: SMA
Pekerjaan: IRT
II. ANAMNESIS
Dilakukan aloanamnesis terhadap ibu yang merawat pasien pada tanggal 4
April 2012 di ruang perinatologi RSUD Sragen
1. Keluhan Utama : Berat badan lahir ekstra rendah
2. RPS : Neonatus Perempuan lahir dengan kondisi lahir
kurang bulan, berat badan lahir 900 gram. Usia kehamilan ibu pada saat
melahirkan memasuki minggu ke 28. Neonatus lahir tidak segera
menangis kuat terdapat penyulit berupa asfiksia sedang. Lima jam setelah
proses kelahiran kondisi anak semakin menurun terdapat bebarapa kali
apnea periodik pada pasien dan refleks pernafasan kembali normal jika
dirangsang. Dua hari setelah proses kelahiran selain dijumapai adanya
apnea periodic pada pasien, pasien juga mengalami hipotermi yang terus
bertahan sekitar dua hari. Lima hari setelah proses kelahiran dijumpai
peningkatan kekuningan pada badan pasien yang dikaji menurut rumus
khamer yakni mendekati khamer III dan IV dan juga hasil ini dipertegas
dengan temuan hasil laboratorium berupa peningkatan dari kadar
1
billirubin. Hari keenam setelah proses kelahiran juga ditemukan temua
klinis berupa tanda-tanda hipoalbumin dan scleroderma pada pasien.
3. RPK : tidak ada riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes,
epilepsi, jantung dan asma dalam keluarga.
4. Silsilah/Ikhtisar Keturunan
5. Riwayat Pribadi
Riwayat Kehamilan :
Pasien merupakan anak pertama dari ibu dan ayah dan juga merupakan
kehamilan yang pertama, usia kehamilan 28 minggu. Selama hamil ibu
pasien kontrol teratur ( setiap bulan sekali ) di bidan sejak awal
kehamilan. Tidak pernah mengalami sakit ( tekanan darah tinggi, DM,
demam ). Nutrisi selama hamil ibu pasien minimal makan 2 kali
sehari, dengan menu nasi, dan sayur. Selama hamil aktivitas sehari-
hari pasien adalah membersihkan rumah, memasak dan mencuci.
2
Selama hamil ibu tidak pernah minum jamu-jamuan, alkohol dan
merokok.
Riwayat Persalinan
Lahir di Rumah Sakit, neonates laki-laki, spontan presentasi kepala,
tidak segera menangis kuat, berat badan lahir 1350 gram, PB 40 cm,
Lingkar kepala 27 cm dan Lingkar lengan 25 cm, anus (+), cacat (-),
air ketuban jernih, tali pusar segar, GDS 82 mg/dl.
Data Ibu :
BB : 54 kg (sebelum lahir)
TB : 162 cm
HPM : 6 april 2011
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Kejang : (-)
BB : 68 kg (setelah hamil)
Hb : 12,9 d/dl
HPL : 13 januari 2012
Bengkak : (-)
Demam selama hamil : pernah, karena batuk dan pilek sembuh dua
hari setelah minum obat yang dibeli dari warung.
Riwayat pasca lahir :
Segera menangis, bayi tidak ikterik, tidak langsung disusui dengan
susu formula khusus bayi karena. Lima jam setelah proses kelahiran
kondisi anak semakin menurun terdapat bebarapa kali apnea periodik
pada pasien dan refleks pernafasan kembali normal jika dirangsang.
6. Riwayat Minum
3
Pasien tidak minum per os pada hari pertama setelah kelahiran, pasien
diberikan cairan tambahan berupa cairan infus.
7. Pertumbuhan
Proses pertumbuhan dan perkembangan pasien tidak cukup bagus
8. Imunisasi (-)
9. Sosial ekonomi dan lingkungan
Sosial ekonomi :
Lingkungan dan hygiene- sanitasi
Keadaan rumah lembab. Dinding rumah berupa anyaman bambu
tidak terdapat plafon, atap genteng, lantai semen, ventilasi dan
pencahayaan kurang. Sumber air bersih dari sumur. Pembuangan
sampah di kebun dan di bakar jika sudah menumpuk. Memelihara
ternak disamping rumah. Kakeknya perokok aktif.
10. Anamnesis Sistem :
Tidak dilakukan
III. PEMERIKSAAN JASMANI
( Dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2011, saat bayi berumur 9 hari)
A. Pemeriksaan Umum
1. Kesan Umum : Letargi
2. Tanda vital :
Frekuensi napas : 158 kali/menit
Frekuensi nadi : 60 kali/menit
Suhu : 36,4 0C
3. Status Gizi
4
Berat badan lahir : 1350 gram
Panjang badan lahir : 40 cm
Lingkar kepala : 27 cm
Lingkar lengan atas : 15 cm
Lingkar dada : 25 cm
4. Kulit : tampak kuning, tidak ada bintik merah, tidah ada
sianosis
5. Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran limfonodi
6. Otot, Tulang dan Sendi : terdapat kecurigaan scleroderma pada
ekstremitas bawah
B. Pemeriksaan Khusus
1. Leher : tidak ada pembesaran limfonodi
2. Dada
a. Jantung :
Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat, sikatrik (-)
Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba lemah
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : suara jantung I dan II normal, regular, bising (-)
b. Paru
Paru Depan :
Inspeksi : retraksi dinding dada (+), pergerakan naps kanan dan
kiri simertirs
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : vesikuler normal
Paru Belakang : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Perut
5
Inspeksi : dinding perut kendor, dinding perut lebih rendah
daripada dinding dada
Auskultasi : peristaltic normal
Palpasi : kulit dinding perut kendor
Perkusi : tidak dilakukan
d. Anogenital
Anus dan Genital : normal, tidak ada bentuk kelainan, tidak ada
luka,secret yang keluar
e. Anggota gerak
Refleks primitif :
- Refleks Moro : lemah
- Refleks tonik leher : lemah
- Reflek memegang : cukup kuat
- Reflek menghisap : kuat
- Refleks menelan : kuat
- Refleks plantar : lemah
f. Kepala
Bentuk : Mesosephale
Rambut : hitam, lurus
Ubun-ubun: tidak cekung
Mata : tidak cowong
Hidung : tidak ada sekret yang keluar
Telinga : kulit daun telinga lemas, discharge (-)
Mulut : mukosa basah
IV. DATA LABORATORIUM
6
I. Tanggal 22 Oktober 2011
Hb 18 g/dl
Hct 46,9%
AT 145 k/uL
AL 18,2 k/uL
AE 4,35 M/uL
Neu 11,9 %
Lym 78,3 %
Mono 4,2%
Eos 0,714%
Baso 4,85%
2. Tanggal 25 Oktober 2011
Biliribun total 17,5 %
Bilirubin direk 2,2 %
Bilirubin indirek 15,36%
3. Tanggal 26 Oktober 2011
Hb 17 g/dl
Hct 44,2%
AT 134 k/uL
AL 7,93 k/uL
AE 4,36 M/uL
Neu 34,2 %
Lym 51,6 %
Mono 8,2%
Eos 0,156%
Baso 5,82%
7
4. Tanggal 28 Oktober 2011
Albumin 3,33
Globulin 2,57
Protein total 5,9
V. DAFTAR PERMASALAHAN
A. Masalah Aktif :
- BBLSR
- Periodik Apnea
- Hiperbilirubinemia
- Hipotermi
- Hipoglikemi
B. Masalah Pasif :
Riwayat kelahiran kurang bulan, Asfiksia ringan
BERAT BADAN LAHIR RENDAH
8
I. Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-
negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90%
kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali
lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram[1]. BBLR
termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara
satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah
multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional
berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar
dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju
Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%[1][2].
II. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya
pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram, sedangkan bayi berat badan lahir sangat
rendah mempunyai berat badan lahir kurang dari 1500 gram. Dahulu neonatus dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut
premature[1]. Pada tahun 1961 oleh World Health Organization (WHO) semua bayi
yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram disebut low birth weight
infant, sedangkan yang kurang dari 1500 gram disebut very low birth weight infant[3].
III. Etiologi
9
Di bawah ini terdapat beberapa etiologi dari bayi dengan berat badan lahir
sangat rendah[2][5][6]:
1. Faktor Ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, misalnya perdarahan
anterpartum, trauma fisik dan psikologik, diabetes melitus, toksemia gravidarum dan
nefritis akut.
b. Usia ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia kurang dari 20 tahun,
dan multi gravida yang jarak kelahiranya terlalu dekat. Kejadian terendaj iada pada
usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian
tertinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh
keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian
prematuritas pada bayi yang lahir dengan dari perkawinan yang tidak sah, ternyata
lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah.
2. Faktor Janin
Hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom
3. Faktor Lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi dan zat-zat beracun.
IV. Klasifikasi
BBLR dapat digolongkan sebagai berikut[1][7]:
a. Prematuritas murni
Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai
dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan
10
penyulit dan komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi
yang kurang.
b. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya. Hal ini
disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi plasenta, kurang baiknya
keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau hambatan pertumbuhan dari bayinya
sendiri.
V. Fisiologi
Selama hari-hari pertama setelah lahir, bayi-bayi risiko Pasien dengan
masalah akut seperti distres pernapasan, duktus arteriosus persisten, dan
hiperbilirubinemia memerlukan dukungan nutrisi yang maksimal. Oleh karena itu
asupan nutrisi perlu mencukupi untuk mengganti kerusakan dan regenerasi jaringan.
Selanjutnya karena fungsi saluran cerna dan ginjal yang belum matang serta
kebutuhan adaptasi metabolik untuk menghadapi kehidupan ekstra uterin akan
menyebabkan terbatasnya penyediaan nutrien untuk pemeliharaan jaringan dan
pertumbuhan. Selama trimester ketiga kehamilan penyediaan nutrisi dipersiapkan
untuk menghadapi usia kehamilan sampai 40 minggu. Lemak dan glikogen disimpan
sebagai persiapan energi siap pakai untuk menghadapi kekurangan kalori. Cadangan
besi disiapkan untuk mencegah terjadinya anemia defisiensi sampai bayi berumur 4-6
bulan. Demikian pula kalsium dan fosfor di deposit dalam tulang. Bayi yang lahir
kurang bulan mempunyai cadangan nutrisi yang minimal dan kebutuhan nutrien per
kg lebih tinggi dibandingkan bayi cukup bulan. Bayi berat kurang dari 1,5 kg
mempunyai komposisi tubuh kira-kira 83-89% air, 9-10% protein, dan 0,1-5% lemak.
Selama beberapa hari setelah lahir bayi akan kehilangan berat badan teutama terjadi
karena sedikitnya asupan kalori dan kehilangan cairan ekstra selular. Kebutuhan
energi juga bertambah karena adanya pemecahan protein endogen di otot-otot skeletal
11
dan sedikitnya cadangan lemak. Oleh karena itu asupan protein dan kalori eksogen
yang tidak adekuat dapat mengancam jiwa bayi kurang bulan yang sakit. Penelitian
menunjukkan bahwa asupan nutrien pada awal kehidupan mempunyai dampak pada
perkembangan bayi umur 18 bulan[5][2] .
Kemampuan bayi untuk mengkoordinasi menghisap dan menelan baru terlihat
pada usia kehamilan 34 minggu. Kemampuan ini tampaknya lebih berhubungan
dengan umur pasca konsepsi daripada parameter berat badan. Latihan yang diberikan
pada bayi kurang bulan tampaknya tidak dapat menstimulasi kemampuan ini menjadi
lebih matang pada usia konsepsi yang lebih awal. Motilitas sistem gastrointestinal
tergantung dari kematangan sistem syaraf. Pada usia kehamilan 24 minggu esofagus
meunjukkan pola peristalik yang tidak terkoordinasi, saat usia kehamilan cukup bulan
peristalitik esofagus menjadi cukup matang untuk mendorong makanan ke arah
gaster. Sfinkter esofagus bagian bawah bayi kurang bulan masih lemah dan
kemampuan untuk mencegah refluks gastroesofagus sangat kurang. Gaster sendiri
baru mencapai tingkat kematangan pada trimester ketiga. Koordinasi gerakan
peristalitik dari antrum ke pilorus belum baik sehingga sering terjadi antiperistalik
yang dapat menimbulkan refluks gastroesofagus. Selain itu waktu pengosongan
lambung bayi kurang bulan juga lebih panjang dan volume gaster lebih kecil. Adanya
pola koordinasi yang masih kurang baik karena belum matangnya usus menyebabkan
bayi kurang bulan sering mengalami intoleransi makanan yang mempunyai
kemampuan untuk mencerna nutrien dalam bentuk kompleks. Untunglah bayi
manusia memperoleh ASI yang merupakan nutrisi yang mudah diserap dan dapat
memenuhi kebutuhan nutrien sampai umur 6 bulan. Hanya saja untuk bayi berat lahir
kurang dari 1500 gram dibutuhkan ASI yang difortifikasi [2][6][7].
12
VI. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain[1][4] :
1. Hipotermia
2. Hipoglikemia
3. Gangguan cairan dan elektrolit
4. Hiperbilirubinemia
5. Sindroma gawat nafas
6. Paten duktus arteriosus
7. Infeksi
8. Perdarahan intraventrikuler
9. Apnea of Prematurity
10. Anemia
Berbagai Penyulit Pada Bayi BBLR
a) Hipotermi
Ketidakstabilan suhu menyebabkan terjadinya gangguan termoregulasi pada
bayi premature[8]:
1. Peningkatan kehilangan panas karena berkurangnya lemak subkutan, rasio
daerah permukaan terhadap berat badan yang tinggi.
2. Berkurangnya produksi panas karena kurangnya lapisan lemak coklat dan
ketidakmampuan untuk menggigil
Sejarah Kangguru Mother Care
Metode yang pertama kali dikembangkan DrE dgar Rey di Bogota,
Kolombia, tahun 1978. Kemudian dilanjutkan Dr Hector Martinez dan Dr Luis
Navarette. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelangkaan fasilitas dan sumber daya
rumah sakit untuk merawat bayi BBLR. Sejak akhir tahun 1980-an metode kanguru
13
dikembangkan oleh Colombian Departement of Social Security dan World
Laboratory sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) berbasis di Swiss[8].
Di Indonesia, Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (Depkes dan
Kesos) telah mengembangkan kebijakan Pelayanan Kesehatan NeonatalE sensial.
Metode kanguru digunakan sebagai salah satu cara pencegahan hipotermia dalam
Perawatan Neonatal Dasar. Saat ini juga telah tersedia video dan peraga lembar balik
metode kanguru untuk keperluan sosialisasi kepada tenaga kesehatan, terutama bidan
di desa serta masyarakat. Di masyarakat tradisional Indonesia, kematian neonatal
tidak dianggap suatu masalah. Bila bayi meninggal sebelum berusia 40 hari, orangtua
atau keluarga menerima hal ini dan segera melupakan. Diperkirakan, kejadian BBLR
di Indonesia sebesar 14%. Angka kematian bayi (AKB) Indonesia memang makin
menurun, tetapi masih cukup tinggi, yaitu 52 per 1. 000 kelahiran hidup (data Survei
Demografi tahun 1997). Angka itu jauh lebih tinggi dibanding AKB sesama negara
ASE AN (Singapura 4 per 1. 000 kelahiran hidup, Malaysia 12 per 1. 000, dan
Thailand 32 per 1. 000). Sebuah studi penerapan metode kanguru di rumah sakit yang
tidak memiliki inkubator dan peralatan lain untuk perawatan BBLR di lakukan di
Manama Mission Hospital, Zimbabwe. Hasilnya menunjukkan, terjadi peningkatan
survival bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram dari 10 persen menjadi 50 persen dan
bayi berat lahir 1. 500-1. 999 gram meningkat dari 70 persen menjadi 90 persen[8][9].
Metode KMC
1. Kangaroo pos i tion yaitu bayi dalam keadaan telanjang, hanya
mengenakan popok, topi hangat dan kaus kaki diletakkan diantara payudara ibu.
Dalam posisi demikian tubuh ibu dan bayi diikat dengan kain selimut atau kain
berbahan elastis untuk menahan badan bayi agar tidak jatuh. Prinsipnya adalah
semakin luas kulit bayi yang bersentuhan dengan kulit ibu semakin baik(skin to skin
c ontact). Selama bayi berada dalam dekapan ibu, pemantauan suhu ketiak bayi perlu
dilakukan setiap 6 jam selama 3 hari pertama metode kangguru dimulai. Selanjutnya
pengukuran dilakukan 2 kali sehari. Selain suhu, ibu perlu memantau pernapasan
14
bayi. Pernapasan normal bayi prematur berkisar 40-60 kali per menit dan kadang
dapat disertai periode apnu (tidak bernapas).
2 . Kangaroo Nutrition, dengan metode kangguru banyak ibu berhasil menyusui
bayinya. Bayi-bayi prematur dengan usia gestasi lebih muda dapat memulai
prosesbreast feeding. Selain itu, metode ini dapat meningkatkan volume ASI.
3 . Kangaroo Support, metode kangguru ini memerlukan dukungan semua pihak,
baik ibu, seluruh keluarga, tenaga medis, maupun komunitas.
4. Kangaroo Discharge, bayi-bayi berat lahir rendah ini dapat lebih cepat pulang
ke rumah dengan metode kangguru ini, karena metode kangguru ini tidak hanya bisa
dilaksanakan di rumah sakit, tetapi juga dapat diterapkan di rumah[3][9].
Keuntungan KMC:
1. Stabilisasi suhu tubuh
15
2. Stabilisasi laju denyut jantung dan pernapasan
3. Pengaruh terhadap berat badan dan pertumbuhan
4. Pengaruh terhadap tingkah laku
5. Memfasilitasi pemberian ASI
6. Pengaruh terhadap kejadian infeksi
7. Mendorong kelekatan dan ikatan emosional dengan orang tua
8. Memperpendek masa rawat inap di rumah sakit
Selain itu, ibu merasa lebih percaya diri, tingkat stress menurun, merasa bersemangat
berpartisi dalam merawat bayinya, memberi ASI, serta mengurangi rasa penolakan
dan kekecewaan ibu. Demikian juga bagi ayah, ayah dapat turut berperan dalam
perawatan bayinya serta meningkatkan ikatan batin antara ayah dan bayinya.
Sedangkan bagi bayinya sendiri, metode kangguru ini dapat membuat bayi lebih
hangat dan stabil, pertumbuhan lebih cepat, angka terjadinya infeksi dan apneu
menurun. Bagi healthc are provider, metode kangguru ini akan menurunkan jumlah
kebutuhan akan tenaga medis dan peralatan, bayi dapat lebih cepat keluar dari rumah
sakit, serta lebih murah[8].
b) Hipoglikemi
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang
dari 45 mg/dL (2.6 mmol/L).
Mekanisme terjadinya hipoglikemi meliputi[4][6] :
- Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
- Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respon
insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka
transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient
hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.
- Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola
16
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian.
- Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes
melitus.
- Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama
proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
- Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena
meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi,
hipertermi, gangguan pernapasan.
Penangan kasus hipoglikemi pada neonatus [4][6][7] meliputi :
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor
dalam 3 hari pertama :
- Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
- Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam
2 kali pemeriksaan
- Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia
- Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
- Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
- Pasang jalur iv D10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).
- Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
- Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas
- Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
Infus D10 diteruskan
Periksa kadar glukosa tiap 3 jam
ASI diberikan bila bayi dapat minum
17
Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan
Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal (lihat ad d)
ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba
b. Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa GEJALA :
- ASI teruskan
- Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas
- Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
- Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi
- Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum
- Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal
- c. Kadar glukosa normal
- IV teruskan
- Periksa kadar glukosa tiap 12 jam
- Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas
- Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali
pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.
c. Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari)
- konsultasi endokrin
- terapi : kortikosteroid hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2
mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
- bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain : somatostatin, glukagon,
diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan)
c.) Hiperbilirubinemia
Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L),
18
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL
( >86μmol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.
Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non
patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai
hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut Normogram Bhutani.
Metabolisme Bilirubin
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor
risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.
1. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
2. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)
19
3. Usia kehamilan < 38 minggu
4. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO)
5. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
6. Hematoma sefal, ‘bruising’
7. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat
dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian
obat-obatan (luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma
atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi
sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan
kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous
Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.
Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa
berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran
empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus. 9,12,13
20
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita
dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses
hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada
penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan
sesudah transfusi dikerjakan.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu
neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar
bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada
jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang
berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran.
Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih
menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi
area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak
mungkin ke arah bayi.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-
luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah
setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata
ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan
hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar
bilirubin <10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi
100 jam. Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila
ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan
antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi
dan iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang
penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
21
d) Apnea of Prematurity
Apnea pada bayi kurang bulan bisa terjadi karena sentral, obstruktifatau
campuran. Pada gangguan napas sentral usaha napasnya lemah, napas dangkal atau
lambat dan tidak teratur. Sedangkan gangguan napas karena obstruktif perifer
kelainannya terletak disaluran pernafasan, dimana terjadi gangguan pertukaran O2
dan CO2 dalam alveoli bayi berusaha bernapas kuat sehingga terjadi retraksi dinding
dada. Sianosis dapat terjadi pada kedua macam gangguan tersebut. Kondisi bayi
kurang bulan (BKB) yang memudahkan terjadinya apnea adalah imaturitas pusat
napas, kelemahan otot bantu pernafasan dan kondisi jalan napas yang masih imatur.
Perangsang pernafasan adalah peningkatan CO2 dan penurunan O2. Respon pusat
napas terhadap kedua hal ini masih rendah pada BKB, dan meningkat sesuai dengan
peningkatan umur kehamilan. Pada keadaan hiperkarbia dan hipoksia, BKB tidak
berespon dengan meningkatkan frekuensi napas dan volume tidal. Respon
kemoreseptor ini juga masih tetap rendah pada beberapa hari pertama setelah lahir.
Pada histology batang otak pada BKB didapatkan penurunan jumlah hubungan sinap,
dendrite dan mielinisasi yang jelek dan waktu konduksi lebih lama. Inhibitor
neurotrasmiter, neuromodulator (dopamine, adenosine, endorphins, gama amino
butitir acid dan prostaglandin) berpengaruh terhadap pathogenesis gangguan napas
pada kemoreseptor sentral maupun perifer.
Struktur anatomi pada BKB membuat lebih berisiko terjadi apnea.
Pertumbuhan tulang dan kartilago yang belum sempurna, komplians otot interkostal
dan diafragma masih lemah. Padahal hal-hal ini penting untuk proses inspirasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
[1] Aminullah A (1997). Penanganan Komprehensif untuk memenuhi kebutuhan bayi
kurang bulan. Dalam: Suradi R, Monintja HE, Amalia P, Kusumowardhani D,
penyunting. Penanganan Mutahir Bayi Prematur. Naskah lengkap PKB - IKA
FK-UI XXXVHI Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
[2] Hendarto A (2002). Nutrisi enteral pada bayi dengan risiko tinggi. Dalam:
Trihono PP, Purnamawati S, Syarif DR, Hegar B, Gunardi H, Oswari H, Kadim
M. Hot Topic in Pediatrics II. FKUI, Jakarta. hal 182-90
[3] Sisk PM, Lovelady CA, Dillard RG,. Gruber KJ, (2006) Lactation Counseling for
Mothers of Very Low Birth Weight Infants: Effect on Maternal Anxiety and
Infant Intake of Human Milk. PEDIATRICS Vol. 117 No. 1 January, pp. e67-e75
[4] Darsono H (2008) Nutrisi enteral bayi prematur. Maj Kedokt Indon; 54(8): 338-
43
[5] Corwin, E.J ( 2001 ), Buku saku patofisiologi, editor, Endah P, Jakarta ; EGC
[6] Manuaba, I.B,G 91998 ), Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga
berencana, Jakarta ; EGC.
[7] Suriadi, dkk ( 2001 ), Asuhan keperawatan pada anak, Ed. I, Jakarta; EGC
[8] Sowden Betz Cicilia, , Keperawatan Pediatric, Jakarta, EGC, 2002
[9] Wiryo H (2004) Nutrisi enteral bayi prematur. Maj Kedokt Indon; 54(8): 338-43
23