Post on 24-Jun-2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Farmakologi Antibiotik
Makrolida tepat pada waktunya.
Kami juga tidak lupa berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Dewi Aminah, M.Kes. selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Sidoarjo.
2. Ibu Siti Fatimah, S.Kep. selaku Dosen Wali Kelas II-B.
3. Ibu Dra. Kiaonarni, Apt. selaku Dosen Mata Kuliah Farmakologi.
4. Staf dan karyawan perpustakaan Prodi Keperawatan Sidoarjo, Akademi
Kebidanan Sutomo dan Akademi Keperawatan Sutomo.
5. Serta teman-teman dan pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca demi sempurnanya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Sidoarjo, 28 Juni 2005
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Tujuan................................................................................................ 1
C. Perumusan Masalah........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
A. Farmakokinetik.................................................................................. 3
B. Farmakodinamik................................................................................ 3
C. Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan...................................... 3
D. Mekanisme Kerja.............................................................................. 4
E. Farmakologi Klinis............................................................................ 5
F. Indikasi Penggunaan.......................................................................... 8
G. Toksisitas dan Efek Samping............................................................ 8
BAB III PENUTUP............................................................................................... 10
A. Kesimpulan........................................................................................ 10
B. Saran.................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eritromisin, turunan dari bakteri seperti jamur, streptomyces erythaeus
pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Eritromisin menghambat
sintesis protein. Dalam dosis rendah sampai sedang, obat ini mempunyai efek
bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya bakteriostatik dan dengan dosis
tinggi efeknya bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan melalui oral atau
intravena. Karena asam lambung merusak obat, berbagai garam eritromisin
(contoh etilsuksinat, stearat dan estolat) dipakai untuk mengulangi disolusi (pecah
menjadi partikel-partikel kecil) di dalam lambung dan memungkinkan absorbsi
terjadi pada usus halus. Untuk pemakaian intravena, senyawa, eritromisin
laktobionat dan eritromisin gluseptat, dipakai untuk meningkatkan absorbsi obat.
Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali
staphylococcus aureus, dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat ini
sering diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat pilihan
untuk pneumonia akibat mikroplasma dan penyakit legionnaire.
Eritromisin dibuat oleh streptomyces erythreus dan secara kimiawi
merupakan cincin lakton makrositik. Sering golongan antibiotika ini disebut
sebagai makrolida. Ia mempunyai pka yang tinggi 8,8 dan senyawa induknya
(basa/mungkin rentan terhadap keasaman lambung).
B. Tujuan
B.1. Tujuan Umum
a. Untuk meningkatkan kemampuan membuat makalah para mahasiswa.
b. Untuk meningkatkan perbendaharaan kata.
c. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan.
iii
B.2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa lebih mengetahui dan memahami tentang farmakologi.
b. Agar mahasiswa mengetahui macam-macam antibiotik khususnya
makrolida.
c. Agar mahasiswa lebih mengetahui efek obat-obatan.
d. Agar mahasiswa mengetahui kandungan yang terdapat dalam antibiotik
makrolida.
e. Agar mahasiswa lebih mengetahui manfaat dan kerugian dari obat-
obatan antibiotik khususnya makrolida.
C. Rumusan Masalah
C.1. Bagaimanakah farmakokinetik dari makrolida ?
C.2. Bagaimanakah farmakodinamik dari makrolida ?
C.3. Apakah efek samping dan reaksi yang merugikan dari makrolida ?
C.4. Bagaimana mekanisme kerja dari makrolida ?
C.5. Apakah farmakologi klinis dari makrolida ?
iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Farmakokinetik
Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, tetapi harus
diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk
mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan. Obat ini mempunyai
waktu paruh yang singkat dan efek pengikatnya pada proteinnya sedang. Obat ini
diekstresikan ke dalam empedu, feses dan sebagian kecil dalam urine. Karenanya
jumlah yang diekskresikan ke dalam urine sedikit, maka insufisiensi ginjal bahkan
merupakan kontra indikasi bagi pemakaian eritromisin.
B. Farmakodinamik
Eritromisin menekan sintesis protein bakteri. Mulai terjadi preparat oral
adalah 1 jam. Waktu untuk mencapai puncak adalah 4 jam dan lama kerjanya
adalah 6 jam.
C. Efek Samping dan Reaksi Yang Merugikan
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan
gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen. Reaksi alergi terhadap
eritromisin jarang terjadi. Heptotoksisitas (toksisitas hati) dapat terjadi jika obat dipakai bersama
obat-obatan hepatotoksik lainnya seperti asetaminofen (dosis tinggi), fonotiazin dan sulfonamid.
Eritromisin estolat (ilosone), nampaknya lebih mempunyai efek toksik pada liver dibandingkan
dengan eritromisin lainnya. Kerusakan hati biasanya bersifat reversible jika obat dihentikan.
Eritromisin tidak boleh dipakai bersama klindomisin atau linkomisin karena mereka bersaing
untuk mendapatkan reseptor.
Obat Dosis Pemakaian & PertimbanganEritromisin basa(E-mycin, ilotycin)
D : PO : 250-500 mg/6 jamA : PO : 30-50 mg/kg/hr
Tablet enterik-coated untuk mencegah asam lambung merusak obat. Dosis >
v
dalam dosis terbagi (setiap 6 jam)
tinggi diperlukan untuk infeksi yang berat.
Eritromisin stearat(Erythromicin)
Sama seperti E-mycin Stabil dalam asam. Tidak boleh dipakai bersama makanan. Dalam bentuk tablet salut
Eritromisin etilsuksimat (E.E.S., E-mycin E, pediamycin)
Sama seperti E-mycin Tidak terpengaruh oleh makanan. Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah dan tablet salut.
Eritromisin estolat (ilosone) Sama seperti E-mycin Tersedia dalam bentuk cair, tablet kunyah, tablet dan kapsul. Ada kaitan antara hepatotoksistas dengan garam estolat.
Eritromisin laktoblonat (Erythrocin lactobionate-I.V)
D : IV : 1-49/hr dalam dosis terbagi 4 (setiap 6 jam)
A : IV : 15-20 mg/kg/hr dalam dosis terbagi 4
Untuk pemberian intravena.
D : Dewasa A : Anak-anak PO : peroral
D. Mekanisme Kerja
Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA. Pada sub
unit ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi. Terdapat
bukti yang menggambarkan bahwa eritromisin dapat paling sedikit sebagian
menempati suatu tempat pengikatan bersama-sama dengan klindamisin.
1. Spektrum aktivitas utama eritromisin melawan organisme-organisme gram
positif meskipun beberapa jenis bakteri gram negatif mungkin rentan juga.
Treponema, mycoplasma, chlamydia dan ricketsia dapat rentan.
2. Obat ini terutama bersifat bacteriostatik tetapi pada konsentrasi lebih tinggi
dan terutama terhadap bakteri gram positif dapat bersifat bakteriosid.
3. Ia basa lemah dan secara bermakna lebih aktif pada pH alkali daripada pada
pH netral atau asam.
4. Resistensi terhadap eritromisin dapat terjadi oleh mekanisme berikut ini :
a. Ketidakmampuan antibiotika untuk menembus mikroba.
b. Perubahan tempat reseptor pada ribosom 50 S.
vi
c. Metilasi adenin.
E. Farmakologi Klinis
V.1. Kerentanan
Kerentanan in vitro untuk patogen yang tersering diisolasi diperlihatkan
dalam tabel. Terlihat aktivitas yang selalu tinggi terhadap S. pneumoniae dan
strepptococcus grup A, meskipun kadang-kadang dapat ditemukan isolat-isolat
yang resisten. Aktivitas in vitro terhadap S. aureus (meskipun dapat terbukti
rentan dengan tes in vitro) dapat menghasilkan seleksi resitensi. Resistensi ini
dikenal sebagai “resistensi yang tidak berhubungan”, memilih sebagian kecil
populasi yang resisten.
Organisme-organisme lain yang rentan terhadap eritromisin meliputi
Listeri monocytogenes, Coryne bacterium aphtheriae, Actinomycin dan
Clostridium perfringes. Bakteri gram negatif yang rentan terhadap eritromisin
meliputi Neiseria, Meningitidis, Mgonorgoweae, Bacterioides pertusis,
Hemphilus influenzae. Kerentanan B. Fragilis berubah-ubah.
Mikroba-mikroba rewel yang rentan terhadap eritromisin meliputi :
legionella, pneumophilla, t. pallidium, mycoplasma pneumonia dan rickettsia.
vii
Kerentanan mikroba patogen yang biasa terhadap eritromisin
Konsentrasi Penghambat Minimum
Organisme Batas Median
B. fragilis 0,1 – >100 2,5
B. Pertussis 0,02 – 1,6 0,3
C. Diphteriae 0,006 – 3,1a 0,02
Ce. Perfringes 0,1 – 6a 0,8
Enterokokus 0,1 – >100 1,5
H. Influenzae 0,1 – 6 3,1
L. Monocytogenes 0,1 – 0,3 0,2
Mycoplasma Pneumonae 0,001 – 0,02 0,005
N. Gonorrhoeae 0,005 – 0,4a 0,1
N. Meningitidis 0,1 – 1,6 0,4
S. Aureus 0,005 – >100 0,4
S. Epidermidis 0,2 – >100 0,6
S. Pyogenes 0,005 – 0,2a 0,04
S. Viridans 0,02 – 3,1a 0,06
Kadar darah dan jaringan diperlukan dalam tabel basa stearat dan
etilsussinat paling baik diabsorbsi bila lambung kosong.
a. Nyeri pada penyuntikan IM menghalangi pemberian dengan jalur ini. Plebitis
dapat terjadi pada infus IV. Obat ini harus diencerkan dengan baik sebelum
diberikan IV.
viii
Kadar darah rata-rata eritromisin pada orang dewasa :
Bentuk Jalur Dosis (mg) Puncak(jaringan setelah
dosis)
Mg/ml
- Basa Oral 250500
4 0,3 – 0,50,3 – 1,9
- Estolat Oral 250500
2 – 43,5 – 4
1,4 – 1,74,2a (1,1)b
- Etilsuksinat Oral 500 0,5 – 2,5 1,5a (0,6)b
- Gluseptat IV 2501000
Segera1
3,5 – 10,79,9
- Laktobionat IV 200500
Segera1
3 – 4 9,9
- Stearat Oral 250 (puasa)500 (puasa)500 (puasa)
333
0,2 – 0,70,4 – 1,80,1 – 0,4
b. Kira-kira 40% obat terikat. Ia menetap di dalam jaringan lebih lama daripada
di dalam darah.
c. Jika konsentrasi darah rata-rata yang diambil sebagai 1,0 maka konsentrasi
pada tempat-tempat tubuh lainnya sehingga empedu 30; telinga tengah 0,7;
cairan prostat 0,4; cairan serebrospinalis (tanpa peradangan) < 0,01; cairan
serebrospinalis (dengan peradangan) < 0,1.
d. Eritromisin dipekatkan oleh hati dan diekskresi ke dalam empedu. Terdapat
sirkulasi enterohepatik. Jumlah obat antik yang dapat ditemukan dalam urine
kurang dari 15%.
e. Waktu paruh serum ± 1½ jam dengan kadar serum yang adekuat, tersedia
selama sampai 6 jam biasanya tidak diperlukan penentuan dosis pada
kegagalan ginjal.
f. Eritromisin tidak dapat dikeluarkan oleh dialisis peritoneal maupun
kemodialisis.
F. Indikasi Penggunaan (Tabel 5.3.)
ix
Indikasi primer dan sekunder penggunaannya disajikan dalam tabel :
1. Guna utama sebagai pengganti penisilin.
2. Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilla (penyakit
legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae.
3. Penerapan klinis modifikasi kimia eritromisin sama seperti yang dijelaskan
untuk eritromisinnya sendiri.
Indikasi dan dosis eritromisin
Indikasi Dosis orang dewasa
Primer
Difteria
(LP)
mycoplasma pneumoniae
batur
Stadium pembawa (carrier) 500 mg IV diikuti
dengan oral 10 hari
- 0,5 – 1,09 qid PD atau IV
- 0,5 gm tid – qid PO atau IV
- 0,5 qid PO
Sekunder
Infeksi dan anaerob bionkopulmonum infeksi
streptokokus grap a, b, c, g
Gonore
Genital
Diseminata
Profilaksis endokarditis bakterialis (pada
tindakan gigi)
Profilaksis demam reumatik
Infeksi streptococcus pneumoniae
Sifilis
Arggid
- 250 – 500 mg qid PO 10 hari
- 1,5 qid PO diikuti dengan 500 mg qid
selama 4 hari
- 500 mg setiap 6 jam IV (3 hari) / PO (5
hari)
- 1 PO 1 – 2 jam sebelum tindakan
kemudian 500 mg qid PO selama 4 dosis
- 250 mg qid PO
- 250 – 500 mg qid PO 10 hari
G. Toksisitas dan Efek Samping
Eritromisin slah satu antibiotika terlama yang digunakan saat ini. Yang
berikut ini harus diperhatikan :
1. Iritasi : mual, muntah, diare yang berhubungan dengan dosis memperbaiki
gejala-gejala ini.
2. Alergi.
3. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat.
x
4. Peningkatan SGOT positif palsu.
5. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi.
6. Super infeksi kolon dan vagina.
xi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Farmakokinetik
Preparat eritromisin oral diabsorbsi dengan baik melalui saluran
gastrointestinal. Obat ini tersedia untuk pemberian intravena, terapi harus
diencerkan dalam 100 ml salin atau dextrosa 5% dalam larutan air untuk
mencegah plebitis atau rasa terbakar pada tempat suntikan.
b. Farmakodinamik
Eritromisin menekan sintesis protein bakteri.
c. Efek samping dan reaksi yang merugikan
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari eritromisin adalah gangguan
gastrointestinal, seperti mual dan muntah, diare dan kejang abdomen.
d. Mekanisme kerja
Eritromisin menghambat sintesis protein yang tergantung RNA pada sub unit
ribosom 50 S menyekat reaksi-reaksi transpeptidasi dan translokasi.
e. Farmakologi klinis
1. Kerentanan
2. Kadar darah dan jaringan yang diperlukan
f. Indikasi penggunaan
Indikasi primer dan sekunder penggunaannya disajikan dalam tabel.
1. Guna utama sebagai pengganti penisilin.
2. Penggunaan lainnya meliputi terapi legionella pneumophilla (penyakit
legionnaire) dan mycoplasma pneumoniae.
3. Penerapan klinis modifikasi kimia eritromisin.
xii
g. Toksisitas dan efek samping
1. Iritasi
2. Alergi
3. Hepatitis kolestatik terjadi dengan estolat
4. Peningkatan SGOT positif palsu
5. Stenosis pilorus hipertrofik pada bayi
6. Super infeksi kolon dan vagina
B. Saran
1. Diharapkan pembaca dapat menambah sedikit pengetahuan mengenai
antibiotik makrolida dalam makalah ini.
2. Diharapkan pembaca mencari literatur lain selain dari makalah ini karena
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan guna menambah pengetahuan
tentang “Antibiotik Makrolida”.
3. Diharapkan pembaca dapat memberikan masukan terhadap kekurangan dari
makalah ini.
xiii
DAFTAR PUSTAKA
- Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. EGC :
Jakarta.
- Katzung, B.G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC : Jakarta.
xiv