Post on 25-May-2015
MAKALAH SISTEM KEHIDUPAN
MASYARAKAT KAMPUNG NAGA TASIKMALAYA
Disusun Oleh:
Agung Nugraha Ramdhani
Muhammad Abbasi Ali Bilhadj
Muhammad Rofiudin Suprimanto
Rizki Arifianto
Yadi Yuliadi
TELKOM UNIVERSITY
TELKOM BUSINESS SCHOOL
IKOM KELAS A
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut wikipedia sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani
(sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama
untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini
sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu
model matematika seringkali bisa dibuat. Menurut beberapa para ahli sistem adalah Ludwig Von
Bartalanfy, sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatuantar relasi
diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan. Menurut Anatol Raporot, sistem adalah suatu
kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain. Dan menurut L. Ackof, sistem
adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam
keadaan saling tergantung satu sama lainnya.
Setelah tahu tentang apa itu sistem, pasti kita tahu bahwa suatu masyarakat tidak bisa
lepas dari sebuah sistem. Seperti pengertian masyarakat menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani,
sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran,
perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia
kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Sedangkan menurut Paul B.
Horton, masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang hidup
bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang
sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada bagian lain Horton
mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya. Salah satu masyarakat yang menarik dipelajari adalah masyarakat
Kampung Naga Tasikmalaya. Sebagai masyarakat adat, Masyrakat Kampung Naga Kabupaten
Tasikmalaya ini menarik untuk ditinjau, desa yang berkembang dengan relatif lambat selama
puluhan tahun terakhir ini, mengatur dirinya dan membentengi cara hidupnya dengan aturan adat
yang kuat. Kompromi yang mereka lakukan terhadap aturan yang berasal dari agama Islam dan
aturan yang berasal dari adat turun temurun cukup harmonis hasilnya sampai kini.
Kampung Naga sendiri merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari.
Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi
dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Namun, asal
mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa
pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat
ini. Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum Obor".
Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri
berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, Matinya penerangan.
Hal ini berkaitan dengan sejarah kampung naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal-usul
kampungnya. Masyarakat kampung naga menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh
terbakarnya arsip/ sejarah mereka pada saat pembakaran kampung naga oleh Organisasi DI/TII
Kartosoewiryo. Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia.
Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno dan kurang simpatik dengan niat
Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung
Naga membumihanguskan perkampungan tersebut pada tahun 1956. Adapun beberapa versi
sejarah yang diceritakan oleh beberapa sumber diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk
menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang
sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat
tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana.
Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya
Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut
Kampung Naga. Namun masyarakat kampung Naga sendiri tidak meyakini kebenaran versi
sejarah tersebut, sebab karena adanya "pareumeun obor" tadi.
Disinilah kami mulai terpikir mempelajari lebih dalam tentang kehidupan masarakat
Kampung Naga di Tasikmalaya. Untuk mengetahui sistem kemasyarakatan, kepercayaan,
hukum, politik, bahasa, perekonomian dan kemasyarakatan di Kampung Naga, akhirnya kami
memutuskan untuk membuat makalah dengan Judul “SISTEM KEHIDUPAN MASYARAKAT
KAMPUNG NAGA TASIKMALAYA”
1.2. Identifikasi Masalah
Kehidupan masyarakat Kampung Naga yang tradisional sangat menarik untuk dipelajari,
sebab saat ini kehidupan tradisional yang menjunjung tinggi adat leluhur sudah jarang di pulau
Jawa. Oleh karena itu kami ingin mempelajari dengan membuat sebuah makalah untuk
mengetahui lebih dalam mengenai sistem kemasyarakatan, kepercayaan, perekonomian,
pendidikan, dan sistem hukum serta sistem politik yang dianut oleh masyarakat Kampung Naga.
1.3. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis bertolak dari merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem kemasyarakatan di Kampung Naga ?
2. Bagaimana sistem kepercayaan ( religi ) yang di anut oleh masyarakat Kampung
Naga ?
3. Bagaimana sistem hukum dan politik masyarakat Kampung Naga ?
4. Bagaimana sistem perekonomian masyarakat Kampung Naga ?
5. Bagaimana sistem pendidikan masyarakat Kampung Naga ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Sistem kemasyarakatan di Kampung Naga
Kemasyarakatan di Kampung Naga masih sangat lekat dengan budaya gotong royong,
hormat menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi.
Lebih jauh menilik pola hidup dan kepemimpinan Kampung Naga, kita akan
mendapatkan dua pemimpin dengan tugasnya masing –masing yaitu pemerintahan desa dan
pemimpin adat atau yang oleh masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Peran keduanya
saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga Sanaga. Sang Kuncen yang
meski begitu berkuasa dalam hal adapt istiadat jika berhubungan dengan system pemerintahan
desa maka harus taat dan patuh pada RT atau RW, begitupun sebaliknya RT atau RW haruslah
taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan adapt istiadat dan kehidupan rohani penduduk
Kampung Naga.
1. Lembaga Pemerintahan
Sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada sistem atau lembaga-lembaga pemerintahan
yang ada di Kampung Naga. Ada dua lembaga yaitu :
a. RT
b. RK / RW
c. Kudus ( Kepala Dusun )
2. Lembaga Adat
a. Kuncen dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai pemangku adat dan memimpin upacara adat dalam berziarah.
b. Punduh dijabat oleh Bapak Ma’mun
c. Lebe dijabat oleh Bapak Ateng yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai akhir sesuai dengan syariat Islam.
2.2. Sistem kepercayaan ( religi ) yang di anut oleh masyarakat Kampung Naga
Penduduk Kampung Naga semuanya mengaku beragama Islam, akan tetapi sebagaimana
masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek
moyangnya. Artinya, walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang
mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi masyarakat Kampung
Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada warisan nenek moyang. Umpanya
sembahyang lima waktu: Subuh, Duhur, Asyar, Mahrib, dan salat Isa, hanya dilakukan pada hari
Jumat. Pada hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima waktu. Pengajaran
mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada malam Senin dan malam Kamis,
sedangkan pengajian bagi orang tua dilaksanakan pada malam Jumat. Dalam menunaikan rukun
Islam yang kelima atau ibadah Haji, mereka beranggapan tidak perlu jauh-jauh pergi ke Tanah
Suci Mekkah, namun cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan
dengan Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung (Dzulhijjah). Upacara Hajat Sasih ini
menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari Raya Idul Adha dan Hari
Raya Idul Fitri.
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat
warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang
datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan
karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat
Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan
menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat.
Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian
sungai yang dalam ("leuwi"). Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu
atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti anak" yaitu mahluk
halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita
yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal
mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker
atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi
ageung dan masjidmerupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan
dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas
kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang
mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk
rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan
kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari
bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan
dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan
anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh
menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur.
Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan
masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan
keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu
menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu
mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut,
pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian
yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk,
dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah
tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung
Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan
kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Adapun pantangan atau tabu yang lainnya yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu.
Masyarakat kampung Naga dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal-usul kampung
Naga. Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang
merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di Tasikmalaya ada sebuah
tempat yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama
tersebut Galunggung, karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur
masyarakat Kampung Naga.
Sistem kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap ruang terwujud pada
kepercayaan bahwa ruang atau tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas dengan kategori
yang berbeda seperti batas sungai, batas antara pekarangan rumah bagian depan dengan jalan,
tempat antara pesawahan dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan
huluwotan, tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan
sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan tertentu. Daerah
yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami mahluk-mahluk halus dan dianggap angker
atau sanget. Itulah sebabnya di daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen"
(sesaji).
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga terhadap waktu terwujud pada kepercayaan
mereka akan apa yang disebut palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang
dianggap buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang amat
penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara adat. Waktu yang
dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan bulan jatuhnya pada bulan sapar dan
bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara karena hal
itu bertepatan dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan menentukan hari baik didasarkan
kepada hari-hari naas yang ada dalam setiap bulannya, seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
2. Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
3. Maulud hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
4. Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
5. Jumalid Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
6. Jumalid Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
7. Rajab hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
8. Rewah hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
9. Puasa/Ramadhan (Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
10.Syawal (Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
11.Hapit (Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
12.Rayagung (Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-
upacara perkawinan, atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan
hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk menentukan hari baik
untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan
lain-lain, didasarkan kepada hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.
2.3. Sistem hukum dan politik masyarakat Kampung Naga
1. Sistem Hukum
Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki
aturan hukum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan
keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun
tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat
dan Akibat.
Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada
kata pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang
Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang
dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat
Sanaga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia
sendiri yang akan menerima akibatnya.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih
dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang
berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan
ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh
setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah
rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
2. Sistem politik
Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh
ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh
adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
2.4. Sistem perekonomian masyarakat Kampung Naga
Mata pencaharian pokok dari pertanian, sampingannya membuat kerajinan
tangan. Hasil pertanian diutamakan untuk konsumsi sendiri, selebihnya dijual. Pertanian
yang umumnya adalah padi, selain itu peternakan ayam dan kambing juga dilakukan.
Kolam ikan mas tersebar di beberapa area sisi luar kelompok perumahan. Dibagian yang
datar di area lembah itu untuk menanam padi dan tambak ikan. Sisi bukit selain hutan
larangan sebagian juga digunakan penduduk untuk bercocok tanam ragam tanaman lain.
1. Bidang Pertanian
Inovasi dibidang pertanian yang dapat diterima oleh masyarakat kampung naga antara
lain:
a. masyarakat kampung naga telah mengetahui bahwa penggunaan pupuk (anorganik
dan organic) dapat meningkatkan hasil/produksi tanaman. Tetapi tidak semua
masyarakat menggunakan pupuk anorganik dengan alasan sulit untuk membawa
pupuk anorganik ke lokasi pertanaman serta sebagian besar masyarakat
menganggap penggunaan pupuk anorganik dapat merusak lingkungan.
b. Masyarakat mengetahui bahwa penggunaan mesin perontok dan penggiling padi
(RMU) akan lebih cepat jika dibandingkan dengan cara tradisional. Namun alat
tersebut tidak mereka gunakan karena dengan menggunakan lesung, penyusutan
hasil lebih sedikit dan rasa nasi lebih enak jika dibandingkan dengan mengunakan
RMU. Pada perayaan-perayaan yang dilakukan di kampung naga yang
membutuhkan beras dalam jumlah banyak, mereka menggunakan mesin
penggiling yang dilakukan di luar kampung.
c. Sistem pemeliharaan kambing secara intensif telah dilakukan oleh masyarakat
kampung naga. Dengan pemeliharaan intensif (dikandang), kotoran ternak akan
terkumpul pada akhirnya digunakan sebagai sumber pupuk organic.
Di Kampung Naga semua penduduk terlihat bersahaja ketika mereka bergotong
royong membangun rumah, menebarkan kail ke kolam kecil di pinggir sawah. Untuk
kebutuhan primer seperti makan sehari-hari, hasil sawah dan ladang sudah cukup
menghidupi setiap kepala keluarga. Papan sederhana untuk berteduh dari tempaan sinar
matahari dan derasnya air hujan sudah cukup membuat mereka nyaman tinggal dalam
hidup keseharian. Untuk sandang pun mereka tidak bermewah-mewah kendati uang
cukup untuk membeli kebutuhan primer ini. Yang mereka butuhkan adalah alat pertanian
untuk mengolah sawah dan ladang.
2. Peternakan
Peternakan merupakan salah satu kegiatan yang ada di Kampung Naga. Meski
demikian, peternakan bukan merupakan sektor utama perekonomian Kampung Naga.
a. Hewan yang diternakkan adalah kambing dan ayam.
b. Seperti halnya dalam sektor pertanian, sebagian hasil ternak dijual dan sebagian
lagi untuk dimakan.
c. Makanan untuk ternak dapat mereka hasilkan sendiri, yaitu rumput untuk kambing
dan beras serta jagung untuk ayam.
3. Kerajinan
Salah satu kegiatan ekonomi yang ada di Kampung Naga ialah kerajinan. Selain
menjadi kegiatan ekonomi, kerajinan juga merupakan khas dari masyarakat
Kampung Naga.
a. Sebagian kerajinan dibuat di Kampung Naga, sebagian lain di luar.
b. Kerajinan yang dibuat di Kampung Naga terbuat dari lidi dan bambu, biasanya
berupa anyaman.
c. Pendapatan yang dihasilkan dari sektor kerajinan ini berbeda-beda. Sebagian uang
hasil pendapatan tersebut disimpan di bank, dan sisanya disimpan sendiri.
Kerajinan-kerajinan ini telah dikembangkan sejak zaman dulu. Biasanya
kerajinan-kerajinan tersebut dibuat di rumah. Harga kerajinan berkisar dari Rp
2.000,- hingga Rp 200.000,- (data pada tahun 2009). Dan jenis barang kerajinan
tersebut adalah tas, pensil, pajangan, hiasan, dll.
4. Penerjemah
Meski mayoritas penduduk Kampung Naga adalah petani dan peternak, tetapi
mereka juga tetap berpendidikan (sekolah). Ada penduduk Kampung Naga yang
sekolah di luar daerah, bahkan melanjutkan sekolahnya sampai ke luar
negeri. Sepulang dari luar negeri, biasanya mereka kembali ke Kampung Naga untuk
mengabdi di sana sebagai penerjemah bagi turis yang datang. Saat ini ada empat
belas orang penerjemah (data pada tahun 2009) yang bertugas memandu wisatawan
asing yang ingin mengenal seluk-beluk dari Kampung Naga.
5. Pariwisata
Bisa dibilang, pariwisata adalah sektor yang secara tidak langsung menjadi andalan
perekonomian Kampung Naga selain sektor pertanian. Dahulu, wisatawan yang
datang ke Kampung Naga tidak dipungut biaya ketika datang menginap, namun
sekarang Kampung Naga telah memasang tarif. Oleh karena itu, sebagai objek wisata
dengan alam dan penduduknya, pariwisata pun menjadi salah satu bidang penghasil
uang bagi penduduk Kampung Naga.
5.2. Sistem pendidikan masyarakat Kampung Naga
Tingkat Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang
pendidikan sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
itupun hanya minoritas. Kebanyakan pola pikirnya masih pendek sehingga mereka pikir bahwa
buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung juga. Dari anggapan tersebut
orang tua menganggap lebih baik belajar dari pengalaman dan dari alam atau kumpulan-
kumpulan yang biasa dilakukan di mesjid atau aula.
BAB III
METODE PENELITIAN
1.1. Pendekatan penelitian
Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
data-data. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan
untuk memperoleh informasi mengenai sistem kehidupan masyarakat Kampung Naga di
Tasikmalaya secara mendalam dan komprehensif. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif
diharapkan dapat diungkapkan situasi dan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan
partisipasi masyarakat ini.
1.2. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian tentang sistem kehidupan masyarakat ini terlaksana di Kampung Naga Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan
penelitian ini dimulai sejak ditugaskannya pembuatan karya ilmiah ini, yaitu bulan Oktober
2013.
1.3. Obyek penelitian
Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian yang ingin diketahui
apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian ini, peneliti dapat mengamati secara
mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place) tertentu. Obyek
dari penelitian ini adalah sistem kehidupan masyarakat di Kampung Naga Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
1.4. Metode pengumpulan data
Menjelaskan metode pengumpulan data adalah “dengan cara apa dan bagaimana data
yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan
informasi yang valid dan reliable”. Suharsimi Arikunto (2002:136), berpendapat bahwa “metode
penelitian adalah berbagai cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya”. Cara yang dimaksud adalah wawancara, dan studi dokumentasi. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Wawancara adalah cara menghimpun bahan keterangan yang dilakukan dengan tanya
jawab secara lisan secara sepihak berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang
telah ditetapkan. Anas Sudijono (1996: 82) ada beberapa kelebihan pengumpulan data
melalui wawancara, diantaranya pewawancara dapat melakukan kontak langsung dengan
peserta yang akan dinilai, data diperoleh secara mendalam, yang diinterview bisa
mengungkapkan isi hatinya secara lebih luas, pertanyaan yang tidak jelas bisa diulang
dan diarahkan yang lebih bermakna. Wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak
terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di buat. Teknik
wawancara digunakan untuk mengungkapkan data tentang bentuk partisipasi masyarakat,
berlangsungnya bentuk partisipasi, manfaat partisipasi masyarakat dan faktor yang
mempengaruhi sistem kehidupan masyarakat di Kampung Naga .
2. Metode Dokumentasi, Suharsimi Arikunto (2002:206) metode dokumentasi adalah
mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, legger, agenda dan sebagainya. Hadari Nawawi (2005:133) menyatakan bahwa
studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama
berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan
dengan masalah penyelidikan. Dalam penelitian ini, dokumentasi diperoleh dari arsip
musium Kampung Naga, dan arsip perangkat desa mengenai sistem kehidupan
masyarakat di Kampung Naga Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten
Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
BAB IV
KESIMPULAN
1.5. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ternyata keberadaan Kampung
Naga selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun juga ternyata dapat
menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga Khususnya dan bagi masyarakat Jawa Barat
umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli peninggalan nenek moyang itu harusnya bisa
menjadi treadceneter dan suatu kebanggan bagi kita yang mewarisinya karena bisa menjadi daya
tarik bagi turis lokal maupun dari luar negri untuk di adikan bahan observasi.
1.6. Saran
Demikianlah penulisan makalah kami, apabila masih terdapat kesalahan atau kekurangan
dalam pembahasan makalah kami ini, terutamanya kami mohon maaf yang sebesar – besarnya
dan kami juga harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat membangun dalam perbaikan
pembuatan makalah kami ini.