Post on 15-Feb-2016
description
MAKALAH PERBANKAN KASUS MONEY LAUNDRY
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini makin mendapat
perhatian khusus dari berbagai kalangan, yang bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga
telah meregional dan mengglobal melalui kerja sama antar negara-negara. Gerakan ini terpicu
oleh kenyataan di mana kini semakin maraknya kejahatan money laundering dari waktu ke
waktu, sehingga berbagai organisasi internasional telah secara konkrit mengambil langkah-
langkah yang dipandang perlu mengantisipasi masalah kejahatan pencucian uang. Jika pada
mulanya kejahatan money laundering lebih erat kaitannya dengan kejahatan-kejahatan
perdagangan obat bius/narkotika dan kejahatan besar lainnya, tetapi kini kejahatan pencucian
uang sudah dihubungkan dengan proses atas uang hasil perbuatan kriminal secara umum
dalam jumlah besar. Sementara di berbagai negara termasuk Indonesia, uang yang diperoleh
dari hasil korupsi termasuk kategori kriminal, maka masalah money laundering dikaitkan
pula dengan perbuatan korupsi.
Negara kita memiliki banyak faktor yang menguntungkan untuk melakukan money
laundering, sehingga tidak ragu jika negara kita di-“cap” sebagai negara yang tidak
kooperatif memerangi jenis kejahatan itu. Antara lain dapat ditunjuk dengan negara kita yang
menganut sistem devisa bebas, sistem kerahasiaan bank, negara kita masih membutuhkan
likuiditas atau belum adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian uang[1] Jika
Indonesia tidak menangani money laundering secara sungguh-sungguh, maka lembaga
internasional di atas akan tetap memberi tindakan punitive approach yang makin keras. Tidak
tertutup kemungkinan diberikan sanksi berupa hambatan terhadap transaksi perbankan seperti
transfer, L/C (Letter of Credit), pinjaman luar negeri, dan lain-lain.
Salah kasus Money Laundry adalah skandal Bank BNI, yang adanya kasus
pembobolan uang sejumlah Rp.1,7 Triliun. Hal ini bermula dari PT. Gramarindo Mega
Indonesia (Perusahaan milik Erri Lumowa dan Adrian Woworuntu) mengajukan permohonan
pembiayaan ekspor impor dari BNI Cab Kebayoran Baru Jakarta Selatan. PT Gramarindo
rencananya akan melakukan ekspor pasir dan minyak residu ke negara-negara Afrika dan
Timur Tengah. Dalam mengajukan permohonan pembiayaan tersebut PT. Gramarindo
mendapatkan jaminan L/C (Letter of Credit) dari Dubai Bank Kenya, The Wall Street
Banking Corporation, Middle East Bank Kenya, Ltd. Ross Bank Swiss dan Bank One (New
York). Berdasarkan L/C (Letter of Credit)[2] yang dipecah-pecah menjadi 80 L/C (Letter of
Credit) kecil namun keseluruhannya berjumlah Rp 1,7 triliun tersebut, menghasilkan yang
kredit ekspor dalam mata uang dollar dan Euro yang telah dicairkan sejak bulan Juli 2002
sampai bulan Juli 2003. Belakangan baru diketahui kalau ternyata ekspor tersebut hanya fiktif
belaka, yaitu dengan membuat dokumen ekspor fiktif, PT Gramarindo Group dapat
menikmati uang dan menggunakan uang tersebut. Dalam transaksi perdagangan luar negeri,
terjadi hubungan dagang antara penjual dari suatu negara dan Negara lainnya dibutuhkan
pengertian dan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan serta tetap berpedoman
kepada ketentuan-ketentuan hukum dagang dari masing-masing negara.
Dalam buku Money Laundering & Kejahatan Perbankan[3] dijelaskan bahwa tidak
mudah untuk membuktikan adanya suatu money laundering karena kegiatannya sangat
kompleks sekali. Namun para pakar telah berhasil menggolongkan proses money laundering
ke dalam tiga tahap. Ketiga tahap itu ialah: Tahap Placement, Tahap Layering, dan Tahap
Integration. Dimana pada tiga tahapan tersebutlah dapatdilihat serta dapat diselidiki beberapa
modus dan bagaimana mengantisipasi akanadanya money Laundry tersebut.
Rumusan masalah
Atas latar belakang diatas, maka rumusan masalah disini adalah “apa dan bagaimana
seluk beluk money laundry itu? mengapa Money Laundry dikatakan sebagai tindakan
kriminal dalam dunia Perbankan?” Dalam makalah ini, penulis mencoba mengulas kasus
Skandal Bank BNI yang dahulu sempat menggemparkan dunia hukum dan perbankan.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui segala seluk beluk Money laundry, mulai dari modus-modusnya,
cara pencegahannya, dan analisis hukumnya.
Untuk mengetahui apa itumoney laundering.
Untuk mengetahui apa saja hukum yang berlaku di Indonesia saat ini untuk mengatur
dan mencegah tindakanmoney laundering.
Untuk mengetahui bagaimana proses dan tahapan terjadinyamoney laundering.
Untuk mengetahui apa saja modus-modus yang digunakan dalam kegiatanmoney
laundering
Dan untuk mempelajari bagaimana cara mencegah dan menanggulangi praktek
kegiatanmoney laundering.
Bagaimana analisis praktek kegiatanmoney laundering.
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 berbunyi: Pencucian uang adalah perbuatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan , atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau diduga (seharusnya “patut diduga”) merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul
harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Pencucian uang atau money laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan
proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram , yaitu uang
dimaksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana ,
dengan cara antara lain dan terutama memasukan uang tersebut kedalam keuangan (financial
system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai
uang yang halal.
Pengertian Money Laundry
Pencucian uang (Inggris: Money laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak
pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak
seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal.
Money laundering adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty
money). Uang kotor ini, berasal dari praktek-praktek haram dan ilegal seperti korupsi,
penyuapan, penyelundupan, serta tindak pidana perbankan dan praktek-praktek tidak sehat
lainnya. Untuk membersihkannya uang tersebut ditempatkan pada suatu bank atau tempat
tertentu untuk sementara waktu sebelum akhirnya dipindahkan ke tempat lain (Layering),
misalnya melalui pembelian saham di pasar modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu
asset. Setelah itu, si pelaku akan menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian
berupa pendapatan yang diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut
(Integration). Proses inilah yang dinamakan money laundering, karena mengubah uang kotor
menjadi bersih tak berbekas melalui proses keuangan yang sah.
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “money
laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum
pidana atau kriminologi. Ternyata problematik uang haram ini sudah meminta perhatian
dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara.
Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut terutama dunia kejahatan yang
dinamakan “organized crime”, ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati
keuntungan dari lalulintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang
ditimbulkan. Erat bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan yang pada satu
pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, namun pada pihak lain, apakah
akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.
Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar
harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga
dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun
tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas
dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat
membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Hukum Money Laundry
Di Indonesia, hal tentang pencucian uang atau money laundering ini terdapat pada:
Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003berbunyi: Pencucian uang adalah perbuatan
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan , atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau diduga (seharusnya “patut diduga”) merupakan
hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul
harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
kegiatan money laundering juga telah diatur secara yuridis dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana:
Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan
lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).
Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang
menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan,
penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal
tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi
Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).
Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil
tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap Orang yang menyembunyikan
atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun
dianggap sama dengan melakukan pencucian uang. Sanksi bagi pelaku tindak pidana
pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai dari hukuman penjara paling lama
maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.
Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang yang tercantum pada Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010,
yaitu:
Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b.
penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan
migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j.
kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o.
penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u.
prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y.
di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara
langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris
perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf n.
Tahapan money laundry
Tahap Placement, tahap ini merupakan upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu
aktivitas kriminal, misalnya dengan mendepositokan uang kotor tersebut ke dalam sistem
keuangan. Sejumlah uang yang ditempatkan dalam suatu bank, akan kemudian uang tersebut
masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Jadi misalnya melalui
penyelundupan, ada penempatan dari uang tunai dari suatu negara ke negara lain,
menggabungkan antara uang tunai yang bersifat ilegal dengan uang yang diperoleh secara
legal. Variasi lain dengan menempatkan uang giral ke dalam deposito bank, ke dalam saham,
mengkonversi dan mentransfer ke dalam valuta asing.
Tahap Layering, tahap kedua ini ialah dengan cara pelapisan (layering). Berbagai cara dapat
dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan jejak, baik ciri-ciri
aslinya atau asal usul dari uang tersebut. Misalnya melakukan transfer dana dari beberapa
rekening ke lokasi lainnya atau dari satu negara ke negara lain dan dapat dilakukan berkali-
kali, memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal usulnya,
mentransfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham, melakukan transaksi derivatif dan
lain-lain.
Tahap Integration, tahap ini merupakan tahap menyatukan kembali uang-uang kotor tersebut
setelah melalui tahap-tahap placement atau layering di atas, yang untuk selanjutnya uang
tersebut dipergunakan dalam berbagai kegiatan-kegiatan legal. Dengan cara ini akan tampak
bahwa aktivitas yang dilakukan sekarang tidak berkaitan dengan kegiatan-kegiatan ilegal
sebelumnya, dan dalam tahap inilah kemudian uang kotor itu telah tercuci.
Ada dua cara utama dilakukan untuk memperoleh uang kotor tersebut, yakni dengan cara
pengelakan pajak dan pelanggaran hukum pidana (kejahatan). Melalui tax evasion atau
pengelakan pajak, dengan cara ini seseorang memperoleh uang dengan cara legal, tetapi
kemudian melaporkan jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya didapatkan
perhitungan pajak yang lebih sedikit dari yang sebenarnya. Cara yang kedua adalah melalui
cara yang jelas-jelas melanggar hukum. Cara kedua ini banyak sekali jenisnya sesuai dengan
ragamnya teknik-teknik kriminal untuk memperoleh uang, seperti perdagangan obat-obatan
terlarang, perjudian gelap, penyelundupan, penyuapan, dan sebagainya.
Ragam-ragam memperoleh uang secara kriminal tersebut dilakukan secara bawah tanah
(underground business). Sedemikan banyak ragam luas dari kejahatan yang dinilai sebagai
uang kotor tersebut seperti korupsi dan kolusi, penghindaran atau pengelakan pajak kemudian
berkembang pula kepada modus penyimpangan lain di bidang ekspor impor, seperti
pemalsuan faktur atau dokumen, penggelapan bea masuk, pemalsuan mutu dan volume
ekspor, kolusi di bidang pajak ekspor. Bahkan di bidang perdagangan umum dalam bentuk
pemalsuan perhitungan harga, kualitas komoditi, satuan berat, pelaksanaan pembukuan,
misalnya dengan menambah beban biaya atau mengurangi pendapatan, termasuk sebagai
praktik yang tergolong dirty money.
Modus-modus Money Laundry
Terdapat beberapa modus operandi dalam melakukan kegiatan money laundering, berikut
adalah beberapa modus yang umum digunakan oleh para pelaku, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Modus-modus Operanndi Money Laundry
No. Jenis Modus Penjelasan
1 Loan Back, yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri, Modus ini terinci lagi
dalam bentuk direct Loan, dengan cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri, semacam
perusahaan bayangan (immobilen investment company) yang direksinya dan pemegang
sahamnya adalah dia sendiri. Dalam bentuk back to Loan, dimana si pelaku peminjam uang
dari cabang bank asing secara stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang
didapat atas dasar uang dari kejahatan, pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan sehingga
jaminan bank dicairkan.
2 C-Chase Operation metode ini cukup rumit karena memiliki sifat liku-liku sebagai
cara untuk menghapus jejak. Contoh dalam kasus BCCI, dimana kurir-kurir datang ke bank
Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10.000 supaya lolos dari kewajiban lapor.
Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni New York ke Luxsemburg ke cabang bank
Inggris, lalu disana dikonfersi dalam bentuk certifacate of deposit untuk menjaminLoan
dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang Florida. Loan buat negara karibia yang
terkenal dengan tax Heavennya. Disini Loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya dengan
mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Floria, uang terebut di transfer ke Uruguay
melalui rekening drug dealer dan disana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan
bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman.
3 Transaksi-transaksi Dagang Internasional modus ini menggunakan sarana dokumen
L/C. Karena menjadi fokus urusan bank baik bank koresponden maupun opening bankadalah
dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenal keadaan barang, maka hal ini dapat menjadi
sasaran money laundering, berupa membuat invoice yang besar terhadap barang yang kecil
atau malahan barang itu tidak ada.
4 Penyelundupan Uang Tunai atau Sistem Bank Paralel ke Negara lain Modus
Modus ini menyelundupkan sejumah fisik uang itu ke luar negeri. Berhubung dengan cara ini
terdapat resiko seperti dirampok, hilang atau tertangkap maka digunakan modus berupa
electronic transfer, yakni mentransfer dari satu Negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik
uang itu
5 Akuisisi yang diakui sisi adalah perusahaanya sendiri.Contoh seorang pemilik
perusahaan di indonesia yang memiliki perusahaan secara gelap pula di Cayman Island,
negara tax haven. Hasil usaha di cayman didepositokan atas nama perusahaan yang ada di
Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari
perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini pemilik perusahaan di
Indonesia memliki dana yang sah, karena telah tercuci melalui hasil pejualan saham-
sahamnya di perusahaan Indonesia.
6 Real Estate Carousel , yakni dengan menjual suatu properti berkali-kali kepada
perusahaan di dalam kelompok yang sama. Pelaku Money Laundering memiliki sejumlah
perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate. Dari satu ke lain
perusahaan.
7 Modus Investasi Tertentu investasi tertentu ini biasanya dalam bisnis transaksi
barang atau lukisan atau antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisan dan kemudian
menjualnya kepada seseorang yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan
harga mahal. Lukisan dengan harga tak terukur, dapat ditetapkan harga setinggi-tingginya
dan bersifat sah. Dana hasil penjualan lukisan tersebut dapat dikategorikan sebagai dana yang
sudah sah.
8 Over Invoices atau Double Invoice Modus ini dilakukan dengan mendirikan
perusahaan ekspor-impor negara sendiri, lalu diluar negeri (yang bersistem tax haven)
mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di Negara tax Havenini
mengekspor barang ke Indonesia dan perusahaan yang ada di diluar negeri itu
membuatinvoice pembelian dengan harga tingi inilah yang disebut over invoice dan bila
dibuat 2invoices, maka disebut double invoices.
9 Perdagangan Saham Modus ini pernah terjadi di Belanda. Dalam suatu kasus di
Busra efek Amsterdam, dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa
nasabah perusahaan efek ini menjadi pelaku pencucian uang. Artinya dana dari nasabahnya
yang diinvestasi ini bersumber dari uang gelap. Nussre brink membuat 2 (dua) buah rekening
bagi nasabah-nasabah tersebut, yang satu untuk nasabah yang rugi dan satu yang memiliki
keuntungan. Rekening di upayakan dibuka di tempat yang sangat terjamin proteksi
kerahasaannya, supaya sulit ditelusuri siapa benefecial owner dari rekening tersebut.
10 Pizza Connection Modus ini dilakukan dengan mnginvestasikan hasil
perdagangan obat bius diinvestasikan untuk mendapat konsesi pizza, sementara sisi lainnya
diinvestasikan di Karibia dan Swiss.
11 La Mina kasus yang dipandang sebagai modus dalam money laundering terjadi
di Amerika Serikat tahun 1990. Dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius diserahkan
kepada perdagangan grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat. Kemudian emas,
kemudian batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud supaya impornya bersifat legal.
Uang disimpan dalam desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim kepada pedagang
perhiasan yang bersindikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di Los Angeles, hasil uang
tunai dibawa ke bank dengan maksud supaya seakan-akan berasal dari kota ini dikirim ke
bank New York dan dari kota ini di kirim ke bank New York dan dari kota ini dikirim ke
bank Eropa melalui Negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna
didistribusi dalam berupa membayar onkosongkos, untuk investasi perdagangan obat bius,
tetapi sebagian untuk unvestasi jangka panjang.
12 Deposit Taking Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Taking
Institution (DTI) Canada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya sepertichartered
bank, trust company dan credit union. Kasus Money Laundering ini melibatkan DTI antara
lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi
pemerintahan dan teasury bills.
13 Identitas Palsu yakni modus yang memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin
pemutih uang dengan cara mendepositokan dengan nama palsu, menggunakan safe deposit
box untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilatas transfer supaya dengan
mudah ditransfer ke tempat yang dikehendaki atau menggunakan electronic fund
transferuntuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil
transaksi gelap itu.
Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan
Pemberantasan kegiatan money laundering atau pencucian uang dapat dilakukan melalui
pendekatan pidana atau pendekatan bukan pidana, seperti pengaturan dan tindakan
administratif. Partisipasi Pemerintah RI dalam upaya pemberantasan kegiatan pencucian uang
merupakan pelaksanaan dari amanta PBB[4]. Dengan penandatanganan konvensi tersebut
maka setiap negara penandatangan diharuskan untuk menetapkan kegiatan pencucian uang
sebagai suatu tindak kejahatan dan mengambil langkah-langkah agar pihak yang berwajib
dapat mengidentifikasikan, melacak dan membekukan atau menyita hasil perdagangan obat
bius.
Di bawah ini adalah beberapa langkah yang telah diambil oleh Pemerintah RI guna
menindaklanjuti komitmen pemberantasan kegiatan pencucian uang, yaitu:
Undang-undang Yang Berkaitan dengan Psikotropika
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan psikotropika, antara lain UU No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi
Psikotropika 1971,UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Di samping itu, terdapat
beberapa Peraturan Menteri Kesehatan tahun 1997 tentang Peredaran Psikotropika dan
Ekspor Impor Psikotropika. Dalam UU ini diatur antara lain mengenai persyaratan dan tata
cara ekspor dan impor peredaran serta penyaluran psikotropika agar hal-hal tersebut tidak
digunakan sebagai sarana kegiatan pencucian uang.
Undang-undang yang Berkaitan dengan Narkotika
Pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan narkotika, antara lain UU N. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal
Narkotika 1961 beserta protokol yang mengubahnya, UU No. 22 Tahun 1977 tentang
Narkotika yang menggantikanUU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. UU Narkotika ini
mengatur masalah narkotika yang dibutuhkan sebagai obat dan sekaligus mencegah dan
memberantas bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Dalam Pasal 77 ayat (1)
UU No. 22 Tahun 1997 disebutkan, bahwa narkotika dan peralatan yang dipergunakan dalam
pelanggaran narkotika dan hasil-hasilnya dapat disita untuk negara.
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Pasal 31 ayat (1) mengatur sebagai berikut: “Bank Indonesia dapat memerintahkan bank
untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila
menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak
pidana di bidang perbankan”.
Penjelasan atas ayat (1) tersebut menguraikan bahwa yang dimaksud dengan tranaksi tertentu
antara lain hádala transaksi dalam jumlah besar yang diduga berasal dari kegiatan melanggar
hukum. Dalam pengertian ini tentunya termasuk pula kegiatan pencucian uang.
UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
Sebagaimana diketahui, kegiatan pencucian uang dapat dilakukan melalui pergerakan dana
dalam transaksi internacional. UU No. 24/1999, secara tidak langsung memberikan landasan
untuk memantau kegiatan ini. Pasal 3 ayat (2), misalnya, mengatur sebagai berikut:
“Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas
devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia”.
Keterangan dan data yang diminta antara lain meliputi nilai dan jenis transaksi, tujuan atau
maksud transaksi, pelaku transaksi, dan negara tujuan atau asal pelaku transaksi.
Ketentuan Bank Indonesia
Banyak sekali ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang secara langsung atau
tidak langsung dapat mencegah atau memberantas kegiatan money laundering secara
administratif, antara lain:
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/271A/KEP/DIR tentang Perubahan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/191A/KEP/DIR tentang Pengeluaran atau
Pemasukan Mata Uang Rupiah Dari Atau Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia.
Berdasarkan ketentuan SK Dir. BI ini setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar
atau masuk ke dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
wajib mengisi formulir deklarasi[5].
Surat Cara Pembelian Saham Bank Umum
Pasal 6 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan untuk pembelian saham
bank dalam rangka kepemilikan dilarang berasal dari dan untuk tujuan money laundering.
PBI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum
Pasal 6 ayat (1) huruf j dari PBI ini mengatur bahwa dalam rangka permohonan izin
pendirian bank umum, calon pemegang saham bank wajib melampirkan surat pernyataan
bahwa setoran awal bank tidak berasal dari dan untuk tujuan money laundering. Selanjutnya
Pasal 14 huruf b menetapkan bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan
bank atau pembelian saham bank dilarang berasal dari dan untuk tujuan pemutihan uang.
PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Complience Director) dan
Penerapan Standar Pelaksanaan Fungís audit.
Intern Bank Umum PBI ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan
yang berlaku. Dalam hal ini bank diwajibkan untuk menugaskan salah satu anggota
direksinya sebagai Compliance Director yang memastikan bahwa bank telah memenuhi
ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk perbankan.
Bank juga diwajibkan untuk membentuk satuan kerja unit intern yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap kegiatan bank secara keseluruhan.
PBI No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valas
oleh Bank
Dalam ketentuan ini diatur larangan dan pembatasan transaksi-transaksi tertentu oleh bank
terhadap WNA, badan hukum asing lainnya, WNI yang memiliki status penduduk tetap
negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia, kantor bank ataubadan hukum Indonesia di
luar negeri. Ketentuan ini sekurang-kurangnya dapat menjadi sarana yang kondusif untuk
mencegah terjadinya transaksi yang berkaitan dengan kegiatan pencucian uang.
Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Mengenal Nasabah (Know
Your Customers Principles)
Sebagai salah satu entri bagi masuknya masuknya uang hasil kejahatan, bank atau jasa
keuangan lain harus mengurangi resiko dipergunakan sebagai sarana pencucian uang dengan
cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil
nasabah, serta melaporkan adanyan tansaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious
transactions) yang dilakukan oleh pihak bank atau perusahaan jasa keuangan lain[6]
Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank atau jasa keuangan lain harus mengenali para
nasabah, agar bank atau jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang.
Prinsip mengenal nasabah ini merupakan rekomendasi FATF, yang merupakan orinsip ke
lima belas dari dua puluh limaCore Principles For effective Banking Supervision dan Bassel
Committee .
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka Prinsip KYC pada dasarnya bertujuan untuk :
Membantu bank agar dapat mendeteksi sesegara mungkin setiap aktivitas yang mencurigakan
yang dilakukan nasabah;
Memastikan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku;
Menegakkan prinsip kehati-hatian dalam praktek perbankan;
Mengurangi risiko dimanfaatkannya bank sebagai sarana untuk melakukan aktivitas
kejahatan.
Melindungi reputasi bank.
Analisis
Berdasarkan kasus bank di atas, maka dapat dianalisis bahwa pencucian uang itu didasari
oleh modus operandi, yaitu:
Penempatan; dimana pelaku menempatkan uang atau harta diperoleh dari suatu tindak pidana
ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti masuk dalam system perbankan;
Pelapisan; adanya layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal uang haram
tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-lapis. Contoh dari kejahatan
money laundering yang berlapis-lapis seperti mentransfer uang haram tersebut ke berbagai
Negara lain dalam bentuk mata uang asing.Uang haram tersebut dapat dengan mudah
berpindah dari satu rekening ke rekening lainnya baik di dalam maupun di luar negeri;
Integrasi atau Penyatuan; yaitu melakukan penyatuan uang haram tersebut kepada kegiatan-
kegiatan perekonomian.Perlu diketahui, saat ini semakin banyaknya kasus money laundering
di Indonesia disebabkan karena kurang seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus
tersebut, serta masih lemahnya hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi dari praktek
ini ialah terlepasnya control arus uang masuk (inflow) dan keluar (outflow) suatu Negara
yang pada gilirannya akan dapat mengganggu mekanisme pasar. Adapun cara yang dilakukan
untuk menghilangkan atau mengurangi praktek cuci mencuci uang illegal ini ialah dengan
cara adanya penindakan tegas dari pemerintah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Money Laundering adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi
keuangan agar uang atau harta kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan
yang sah atau legal.
Perlu diketahui, saat ini semakin banyaknya kasus money laundering di Indonesia disebabkan
karena kurang seriusnya Pemerintah dalam menanggulangi kasus tersebut, serta masih
lemahnya hukum di negara Indonesia. Dampak yang terjadi dari praktek ini ialah terlepasnya
control arus uang masuk (inflow) dan keluar (outflow) suatu Negara yang pada gilirannya
akan dapat mengganggu mekanisme pasar.
Berdasarkan dari kasus-kasus money laundering yang dilakukan oleh bank-bank di atas dan
pembahasan yang telah diulas secara lengkap oleh penulis di bab sebelumnya, maka dapat
kita simpulkan bahwa Money laundering tersebut itu dilakukan melalui beberapa proses,
yaitu:
Penempatan; dimana pelaku menempatkan uang atau harta diperoleh dari suatu tindak pidana
ke dalam suatu tempat yang dianggap aman seperti masuk dalam sistem perbankan.
Pelapisan; adanya Layering yaitu kegiatan untuk menghilangkan jejak asal uang haram
tersebut dengan menciptakan berbagai transaksi yang berlapis-lapis. Contoh dari
kejahatanmoney laundering yang berlapis-lapis seperti mentransfer uang haram tersebut ke
berbagai Negara lain dalam bentuk mata uang asing.Uang haram tersebut dapat dengan
mudah berpindah dari satu rekening ke rekening lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
Integrasi atau Penyatuan; yaitu melakukan penyatuan uang haram tersebut kepada kegiatan-
kegiatan perekonomian.
Money laundering tersebut dilakukan oleh berbagai macam modus seperti yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya dan kita wajib waspada jangan sampai ikut terjerumus ke
dalam lembah penggelapan dana atau pencucian uang.
Saran
Adapun cara yang dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi praktekmoney
laundering ini ialah dengan cara adanya penindakan tegas dari pemerintah, memperkuat
hukum undang-undang yang mengatur tentang money laundering, dan memaksimalkan
kinerja dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).
DAFTAR PUSTAKA
Sytan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004.
Siahaan, 2008, Money Laundering & Kejahatan Perbankan, Jakarta: Jala Pertama
Kasus Money Laundering, Nazaruddin Terancam 20 Tahun Penjara ,
http://www.rmol.co/read/2012/02/13/54685/Kasus-Money-Laundering,-Nazaruddin-
Terancam-20-Tahun-Penjara- (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)
Mediator Investor, “Mengenal Money Laundering dan Tahap-Tahap Proses Pencucian
Uang,”Mediatorinverstor.wordpress.com,2013,
http://mediatorinvestor.wordpress.com/artikel/mengenal-money-laundering-dan-tahap-tahap-
proses-pencucian-uang/ , (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)
Wikipedia, “Pencucian Uang,” http://id.m.wikipedia.org/wiki/pencucian_uang , (Diakses
pada tanggal 10 Oktober 2014)
Van Devender, Ryzha, “Analisis Kasus Money Laundry”, Ryzha39.blogspot.com, 23
November 2013, http://ryzha39.blogspot.com/2013/11/analisis-kasus-money-laundry.html ,
(Diakses pada tanggal 10 Oktober 2014)
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) Dan Anti Pencucian Uang (Anti Money
Laundering), bi.go.id
ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 1 ayat 1 UU No 25 tahun 2003 , tentang money laundry
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010, tentang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
harta kekayaan.
Pasal 4 UU RI No. 8/2010, mengenai sanksi yang dikenakan pula bagi mereka yang
menikmati hasil tindak pidana pencucian uang
Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang
UU No. 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971,UU No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika.
UU N. 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961
UU No. 22 Tahun 1977 tentang Narkotika yang menggantikanUU No. 9 Tahun 1976 tentang
Narkotika.
Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1997 mengenai narkotika dan peralatan yang
dipergunakan dalam pelanggaran narkotika
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/271A/KEP/DIR tentang Perubahan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/191A/KEP/DIR tentang Pengeluaran atau
Pemasukan Mata Uang Rupiah Dari Atau Ke Dalam Wilayah Republik Indonesia.
PBI No. 2/27/PBI/2000 tentang Bank Umum
PBI No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Complience Director) dan
Penerapan Standar Pelaksanaan Fungís audit.
PBI No. 3/3/PBI/2001 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valas
oleh Bank
Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Mengenal Nasabah (Know
Your Customers Principles)
[1] Pada tanggal 22 Juni 2001, Financial Action Task Force (FATF) memasukkan Indonesia,
di samping 19 negara lainnya ke dalam daftar hitam Non Cooperative Countries or Territories
(NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatif dalam menangani kasus money laundering.
[2] L/C merupakan suatu warkat yang diterbitkan oleh suatu bank atas permintaan pihak
pemakai jasa atau pembeli yang ditujukan kepada pihak ketiga lainnya, yang mengakibatkan
bank pembuka L/C (opening bank) :Melakukan pembayaran kepada piahk ketiga dan
memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran
[3] Buku ini dikarang oleh NHT Siahaan, 2008 , pada dasarnya menganalisis UU Tindak
Pidana Pencucian Uang Tahun 2002. Beberapa sorotan terutama mengenai aspek-aspek
kriminalisasi terhadap pencucian uang; proses peradilannya baik mulai dari tahap penyidikan,
penuntutan hingga diproses pada tingkat peradilan, yang banyak mengalami perbedaan
prinsipil dengan ketentuan Hukum Materil (KUHP) maupun ketentuan Hukum Formil
(KUHAP).
[4] dalam the UN Convention Against Illicit Traffic in Narcotics, Drugs and Psychotropic
Substances of 1988 yang kemudian diratifikasi oleh Pemerintah melalui UU No. 7 Tahun
1997
[5] Selain itu, bagi setiap orang yang membawa mata uang Rupiah ke luar atau masuk ke
dalam wilayah RI dengan jumlah lebih dari Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) selain
wajib mengisi formulir deklarasi juga harus memperoleh izin dari Bank Indonesia
[6] Penerapan prinsip mengenal nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your
Costumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja
penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka
penerapan prudential banking untuk melindungi bank atau perusahaan jasa keuangan lain dari
berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dancounter-party.