Post on 24-Oct-2015
description
MAKALAH
SEMESTER PENDEK
ISOLASI DNA KROMOSOM DARI BAKTERI
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK III (3)
Abdul Lathief (0811015155)
Noor Dwi Yunitasari (0913015051)
UP.FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
berkah, rahmat, dan limpahan karuniaNya lah kami selaku tim penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memberikan informasi tambahan
mengenai Isolasi DNA kromosom dari bakteri. Penulis menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara
penulisannya.
Namun demikian penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan
oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima
saran, masukan dan usul demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Samarinda, Juli 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNA terdapat pada nukleus, mitokondria dan kloroplas. Perbedaan di antara
ketiganya adalah: DNA nukleus berbentuk linear dan berasosiasi sangat erat dengan
protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular dan
tidak berasosiasi dengan protein histon. Kemudian kromosom merupakan struktur di
dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA dan
berbagai protein terkait yang merupakan informasi genetik suatu organisme.
Pada umumnya bakteri mempunyai satu kromosom. Kromosom bakteri
umumnya berbentuk sirkular atau lingkaran. Disamping memiliki kromosom.
Beberapa bakteri mempunyai ektra-kromosomal DNA yang bentuknya juga sirkular
namun ukuranya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran kromosom
aslinya. Plasmid dapat mereplikasi sendiri. Jumlah, bentuk, dan ukuran plasmid antar
bakteri berbeda antara satu dengan yang lainya, bahkan antar sel dalam satu spesies
bakteri.
Isolasi plasmid bisa dilakukan dengan menggunakan metode minipreparasi alkali
lisis. Metode ini menggunakan dasar bahwa plasmid mempunyai ukuran yang kecil
dan bentuknya melingkar kuat, sedangkan kromosom ukuranya lebih besar dan
bentuknya kurang melingkar kuat. Dari hal ini memungkinkan pemilihan secara
selektif dengan menggunakan presipitasi. Plasmid penting untuk diisolasi, hal ini
untuk karakteristik beberapa bakteri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kromosom ?
2. Bagaimana Prinsip DNA kromosom ?
3. Bagaimana metode dalam DNA kromosom bakteri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian kromosom.
2. Mengetahui prinsip DNA kromosom.
3. Mengetahui metode dalam DNA kromosom bakteri.
BAB II
ISI
2.1 Isolasi DNA Kromosom Dari Bakteri
2.1.1. Pengertian Kromosom
Kromosom (bahasa Yunani: chroma, warna; dan soma, badan) merupakan
struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul
DNA dan berbagai protein terkait yang merupakan informasi genetik suatu
organisme.
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris:
deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul
utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak
di dalam inti sel.
DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNA terdapat pada nukleus, mitokondria dan kloroplas. Perbedaan di antara
ketiganya adalah: DNA nukleus berbentuk linear dan berasosiasi sangat erat dengan
protein histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular dan
tidak berasosiasi dengan protein histon. Selain itu, DNA mitokondria dan kloroplas
memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskan sifat-sifat yang berasal dari garis ibu. Hal
ini sangat berbeda dengan DNA nukleus yang memiliki pola pewarisan sifat dari
kedua orangtua.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi
genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku
umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa
jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human
Immunodeficiency Virus).
Gambar 1. Struktur DNA
Dilihat dari organismenya, struktur DNA prokariot berbeda dengan struktur
DNA eukariot. DNA prokariot tidak memiliki protein histon dan berbentuk sirkular,
sedangkan DNA eukariot berbentuk linear dan memiliki protein histon. DNA
memiliki struktur pilinan utas ganda yang antiparalel dengan komponen-
komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat, dan pasangan basa.
Pasangan basa pada DNA terdiri atas dua macam, yaitu basa purin dan
pirimidin. Basa purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G) yang memiliki struktur
cincin-ganda, sedangkan basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T) yang
memiliki struktur cincin-tunggal. Ketika Guanin berikatan dengan Sitosin, maka akan
terbentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan ketika Adenin berikatan dengan Timin
maka hanya akan terbentuk dua ikatan hidrogen. Satu komponen pembangun
(building block) DNA terdiri atas satu gula pentosa, satu gugus fosfat dan satu pasang
basa yang disebut nukleotida. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi
genetik dan bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan.
Rantai DNA memiliki lebar 22-24 Å, sementara panjang satu unit nukleotida
3,3 Å. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan
nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia
terdiri atas 220 juta nukleotida.
Struktur untai komplementer DNA menunjukkan pasangan basa (adenin
dengan timin dan guanin dengan sitosin) yang membentuk DNA beruntai
ganda.Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-
seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa.
Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom
karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah
satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula RNA adalah
ribosa.
DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda.
Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan
dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-
masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen,
yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks
ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada
kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin
(dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T). Adenin
berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
2.1.2. Bakteri
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa
dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan
uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa
nukleus/inti sel, sitoskeleton, dan organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam artikel mengenai prokariota, karena
bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan mereka dengan organisme yang
memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah "bakteri" telah diterapkan
untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka, tergantung pada gagasan
mengenai hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka
tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme
lain. Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya
hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam
diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel hewan
dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang
bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela
kelompok lain.
Seperti prokariota (organisme yang tidak memiliki selaput inti) pada
umumnya, semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur
bakteri yang paling penting adalah dinding sel. Bakteri dapat digolongkan menjadi
dua kelompok yaitu Gram positif dan Gram negatif didasarkan pada perbedaan
struktur dinging sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas
lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teichoic. Sementara bakteri Gram negatif
memiliki lapisan luar, lipopolisakarida - terdiri atas membran dan lapisan
peptidoglikan yang tipis terletak pada periplasma (di antara lapisan luar dan membran
sitoplasmik).
Banyak bakteri memiliki struktur di luar sel lainnya seperti flagela dan fimbria
yang digunakan untuk bergerak, melekat dan konjugasi. Beberapa bakteri juga
memiliki kapsul atau lapisan lendir yang membantu pelekatan bakteri pada suatu
permukaan dan biofilm formation. Bakteri juga memiliki kromosom, ribosom dan
beberapa spesies lainnya memiliki granula makanan, vakuola gas dan magnetosom.
Beberapa bakteri mampu membentuk endospora yang membuat mereka
mampu bertahan hidup pada lingkungan ekstrim.
2.2. Prinsip DNA Kromosom
Prinsipnya adalah memisahkan DNA kromosom atau DNA genom dari
komponen-komponen sel lain. Sumber DNA bisa dari tanaman, kultur mikroorganise,
atau sel manusia. Membran sel dilisis dengan menambahkan detergen untuk
membebaskan isinya, kemudian pada ekstrak sel tersebut ditambahkan protease (yang
berfungsi mendegradasi protein) dan RNase (yang berfungsi untuk mendegradasi RNA),
sehingga yang tinggal adalah DNA. Selanjutnya ekstrak tersebut dipanaskan sampai suhu
90 oC untuk menginaktifasi enzim yang mendegradasi DNA (DNase). Larutan DNA
kemudian di presipitasi dengan etanol dan bisa dilarutkan lagi dengan air.
2.3. Isolasi DNA Bakeri
Isolasi DNA kromosom bakteri secara garis besar meliputi tahap-tahap perusakan
dan pembuanagn dinding sel, lisis sel, pembuangan remukan sel, serta pemisahan DNA
dari protein dan RNA. Perusakan dinding sel antara lain dapat dilakukan dengan
pemberian lisozim, sedangkan untuk lisis sel biasanya digunakan triton X-100 atau
sodium dodesil sulfat (SDS). Pembuangan remukan sel dilakukan dengan cara
sentrifugasi, sedangkan protein dan RNA masing-masing dihilangkan menggunakan
kloroform dan RNAse. Molekul DNA yang telah diisolosi tersebut kemudian
dimurnikan, misalnya dengan penambahan amonium asetat dan alkohol. DNA hasil
isolasi dikatakan baik apabila mempunyai tingakt kemurnian yang tinggi dan tidak
mengalami fragmentasi.
2.3.1 Metode Alkali Lysis
Metode isolasi alkali lysis berstandar pada sifat DNA kromosom bakteri.
Metode alkaline lysis secara garis besar terbagi ke dalam enam tahap, yakni tahap
kultivasi bakteri dan pemanenan sel, tahap resuspensi sel, tahap lisis sel dan
denaturasi DNA, tahap netralisasi, tahap purifikasi, dan tahap pemekatan DNA.
1. Kultivasi dan pemanenan sel
Prosedur isolasi diawali dengan kultivasi bakteri yang mengandung plasmid
yang akan diisolasi. Untuk inang Escherichia coli, umumnya bakteri dikultur selama
12-18 jam pada media Luria-Bertani broth. Pada umur tersebut, pertumbuhan bakteri
masih berada dalam fase eksponensial. Pemanenan pada jam tesebut bertujuan untuk
memperoleh jumlah sel yang memadai sebagai sumber plasmid. Pemanenan sel
dilakukan dengan sentrifugasi. Gaya sentrifugal yang ada akan memisahkan massa sel
bakteri yang berbentuk padat dari cairan media pertumbuhan. Massa sel akan
terendapkan pada dasar tabung sebagai pelet. Untuk memperoleh DNA plasmid
dalam jumlah yang tinggi, kultur bakteri yang digunakan dalam isolasi plasmid
haruslah yang berada dalam fase logaritmik akhir atau awal fase stasioner.
Sentrifugasi untuk pemanenan sel bakteri
2. Resuspensi sel
Pelet sel kemudian diresuspensikan dalam larutan yang mengandung Tris-
EDTA dan glukosa. Larutan ini umumnya dikenal sebagai larutan atau solution I.
EDTA dalam larutan I berfungsi mengkhelat (mengikat) kation-kation divalen seperti
Mg2+ dan Ca2+. Kedua ion ini berfungsi sebagai kofaktor yang esensial bagi
aktivitas Dnase dalam mencacah molekul DNA. Selain itu, ion Mg dan Ca diketahui
berperan penting dalam memelihara integritas dan kestabilan membran plasma
bakteri sehingga kerja EDTA juga berfungsi membantu destabilisasi membran.
Glukosa berfungsi menjaga tekanan osmotik sel agar tidak pecah. Keutuhan sel pada
tahap ini penting untuk tetap terpelihara, Dnase yang ada di dalam sel tidak bertemu
dengan DNA plasmid yang akan diisolasi. Penelitian Qiagen menyimpulkan tanpa
glukosa pun, metode alkalin lisis dapat bekerja dengan baik dalam mengisolasi
plasmid.
3. Lisis sel dan Denaturasi DNA
Tahap selanjutnya lisis sel dan denaturasi DNA dengan pemberian larutan II
yang terdiri dari SDS dan NaOH. SDS merupakan garam deterjen anionik, yang
ketika dilarutkan dalam air akan berdisosiasi menjadi ion Na+ dan dan dodesil sulfat.
Dodesil sulfat adalah molekul deterjen berantai hidrofobik panjang dengan gugus
sulfat bermuatan negatif pada salah satu ujungnya. Dodesil sulfat akan berikatan
dengan bagian interior lipid bilayer pada membran sehingga mengakibatkan lisis sel.
Komponen selular bakteri termasuk DNA dan RNA akan keluar dan larut dalam. Ion
deterjen dodesil sulfat juga mendenaturasi protein yang ada dalam lisat, dengan jalan
memutuskan ikatan-katan non kovalen (terutama ikatan hidrogen) pada protein,
sehingga kembali ke struktur primernya, sebagai rantai linier polipeptida. Hal ini
membuat protein-protein enzim kehilangan aktivitas enzimatiknya , termasuk enzim
Dnase yang dikhawatirkan merusak DNA plasmid. Pada tahap ini larutan akan berisi
asam nukleat (DNA dan RNA) dan debris sel yang terdapat dalam kompleks dodesil
sulfat-lipid-protein.
Sementara itu, NaOH yang bersifat basa membuat seluruh molekul DNA
berutas ganda baik DNA kromosomal maupun plasmid mengalami denaturasi
menjadi utas-utas tunggal. Itulah mengapa metode ini disebut sebagai metode lisis
basa (alkaline lysis). Pada tahapan ini, DNA kromosomal terpisah sempurna menjadi
utas-utas tunggal terpisah; sedangkan utas tunggal plasmid yang berbentuk lingkaran
tetap terhubung, seperti dua cincin yang saling bertautan. Karakter ukuran dan
struktur kedua jenis DNA inilah yang menjadi dasar pemisahan DNA plasmid dari
DNA kromosomal.
Sodium dodesil sulfat (SDS)
NaOH (sodium hidroksida)
4. Netralisasi
Tahap selanjutnya adalah netralisasi dengan penambahan larutan III sodium
asetat pH ~5,5. Ion K+ bebas yang berasal dari potasium asetat pada larutan III akan
menetralkan muatan negatif dari kompleks kompleks dodesil sulfat-lipid-protein
terdenaturasi, membentuk potasium dodesil sulfat (KDS) yang tidak larut dan
terpresipitasi bersama lipid membran dan protein yang terdenaturasi. Laju presipitasi
KDS dapat ditingkatkan dengan inkubasi pada suhu es (4oC).
Larutan III adalah sodium asetat yang diatur pHnya ke 5,5 menggunakan asam
asetat. Asam asetat berfungsi menetralkan suasana basa yang diciptakan oleh ion
hidroksida dari NaOH yang diberikan pada tahap lisis sebelumnya. Ketika pH larutan
kembali netral, ikatan-ikatan hidrogen antar basa utas tunggal DNA terbentuk
kembali, sehingga molekul tersebut dapat berenaturasi menjadi DNA berutas ganda.
Proses renaturasi inilah yang menjadi tahap seleksi bagi plasmid. Utas-utas tunggal
sirkular DNA plasmid yang yang berukuran kecil dan tetap saling bertautan dapat
berenaturasi sempurna membentuk utas ganda yang tetap berada dalam larutan;
sedangkan DNA kromosomal yang berukuran jauh lebih besar dari plasmid tidak
dapat berenaturasi sempurna, membentuk struktur kusut tak beraturan yang
terperangkap dan ikut terpresipitasi bersama kompleks KDS-lipid-protein. Oleh
karena itu, pencampuran pada tahap lisis sel harus dilakukan dengan perlahan.
Pengocokan yang kuat (misalnya vortex) akan mengakibatkan molekul DNA
kromosom akan terpotong menjadi fragmen-fragmen yang kecil yang dapat ikut
berenaturasi seperti halnya DNA plasmid, dan mengkontaminasi DNA plasmid.
5. Purifikasi
Purifikasi bertujuan untuk membersihkan isolat dari kontaminasi bahan selain
DNA. Pada tahap ini, kontaminan yang umum terdapat dalam larutan adalah protein
dan komponen buffer yang digunakan dalam tahap sebelumnya seperti garam
potasium asetat, SDS, dan EDTA. Terdapat berbagai metode purifikasi DNA hasil
ekstraksi. Salah satu metode tradisional yang efektif dan relatif murah untuk
purifikasi DNA plasmid adalah metode ekstraksi fenol-kloroform. Campuran pelarut
organik ini secara signifikan dapat mendenaturasi protein dan melarutkan komponen
lipid. Jumlah fenol-kloroform yang ditambahkan umumnya satu kali volume larutan
yang akan dipurifikasi. Umumnya fenol-kloroform disiapkan dalam bentuk campuran
fenol-kloroform-isoamil alkohol dengan perbandingan volume 25:24:1. Campuran
fenol-kloroform adalah campuran yang homogen. Fenol-kloroform dan air tidak
dapat bersatu sehingga akan terbentuk dua fase yakni fase air (fase aqueous) dan fase
fenol-kloroform. Fenol-kloroform lebih ‘berat’ daripada air sehingga fasenya berada
di bawah fase air. Kedua fase kemudian dicampur dengan cara vorteks. Pencampuran
akan membuat fenol merangsek ke dalam lapisan air dan membentuk emulsi droplet.
Protein akan terdenaturasi dan terperangkap dalam fase fenol-kloroform, sedangkan
DNA tetap berada di air. Kedua fase kemudian dapat dipisahkan dengan baik dengan
sentrifugasi. Fase atas yang berisi DNA akan dapat dengan mudah diambil dengan
pemipetan, dan fase fenol-kloroform dapat dibuang.
Polaritas fenol dan air (sumber: bitesizebio.com)
Prinsip purifikasi DNA dengan ekstraksi fenol-kloroform:
Air adalah pelarut yang sangat polar, sedangkan fenol bersifat kurang polar
dibandingkan dengan air. DNA adalah molekul polar yang disebabkan oleh adanya
gugus-gugus fosfat dalam kerangkanya. Hal ini membuat DNA sangat larut dalam air
dan kurang larut dalam fenol. Ketika isolat DNA yang larut dalam air dicampurkan
dengan fenol, DNA tidak akan larut dalam fenol, namun tetap berada dalam fase air.
Protein memiliki sifat yang berbeda dari DNA. Protein adalah polimer rantai panjang
polipeptida yang tersusun atas berbagai macam asam amino. Asam amino ada yang
bersifat polar (seperti glutamat, lisin dan histidin) karena memiliki residu yang
bermuatan, dan ada juga asam amino yang non polar (seperti fenilalanin, leusin dan
triptofan) akibat residunya yang tak bermuatan. Dalam lingkungan berpelarut air,
rantai polipeptida melipat sedemikian rupa sehingga residu-residu asam amino yang
kurang polar daripada air akan berada di sisi dalam protein (jauh dari air), sedangkan
rantai samping asam amino yang polar akan tertata pada sisi luar protein, berikatan
dengan air. Dengan kata lain residu-residu asam amino yang polar bersifat hidrofilik
(“suka air”), dan yang non polar bersifat hidrofobik (“takut air”). Maka, ketika
dicampurkan dengan fenol, protein terekspos dengan pelarut yang kurang polar,
sehingga pola pelipatannya protein berubah. Pada dasarnya dalam kondisi tersebut
residu-residu asam amino dari protein akan bertukar tempat. Residu yang kurang
polar yang tadinya tersembunyi di sisi dalam protein ketika berada dalam pelarut air,
kini mendesak menuju ke sisi luar untuk berinteraksi dengan pelarut fenol.
Sebaliknya, residu-residu asam amino yang polar akan terselip ke sisi dalam protein,
berlindung dari fenol. Dalam waktu singkat, protein mengalami denaturasi akibat
perubahan pola pelipatannya. Residu non polar yang kini berada di sisi luar protein
yang terdenaturasi membuat protein tersebut lebih larut di dalam fenol daripada di
dalam air. Hal inilah yang mendasari proses pemisahan DNA dari protein dalam
metode ekstraksi fenol. Protein akan terpisah di fase fenol, sedangkan molekul DNA
yang polar tetap berada pada fase air.
Mode aksi ekstraksi protein oleh fenol (sumber: bitesizebio.com)
6. Pemekatan DNA
Pemekatan DNA bertujuan memisahkan DNA dari larutan sehingga
diperoleh konsentrasi yang lebih tinggi. Cara sederhana dan murah untuk
memisahkan DNA dari larutan dapat dilakukan dengan presipitasi etanol. Prosedur
dasarnya adalah etanol absolut ditambahkan ke larutan DNA. Proses presipitasi
etanol umumnya dapat dibantu dengan penambahan garam. Setelah perlakuan itu,
DNA akan terpresipitasi dan dapat dipeletkan dengan sentrifugasi. Selanjutnya
pelet DNA dicuci dengan etanol 70%. Kemudian pelet dikeringkan dan setelah itu
dilarutkan kembali ke dalam air atau buffer tris EDTA (TE). Berikut sekelumit
penjelasan mengenai mekanisme presipitasi etanol.
Ekstraksi fenol-kloroform dan presipitasi etanol (sumber: wikipedia.org)
Sebagai pelarut polar, molekul air memiliki muatan negatif parsial di sekitar
atom oksigennya, dan muatan positif parsial di sekitar atom hidrogennya. Oleh karena
itu DNA yang bermuatan negatif dapat berinteraksi dengan molekul air, dan larut di
dalamnya. Garam berfungsi untuk menetralkan muatan pada kerangka gula fosfat.
Garam yang umum dipakai adalah sodium asetat. Selain sodium asetat 0,3 M, sodium
klorida 0,3 M dan amonium asetat 2,5 M juga dapat digunakan sebagai garam
alternatif. Dalam larutan, sodium asetat terdisosiasi menjadi ion sodium (Na+) dan
ion [CH3COO]-. Kation monovalen dalam hal ini ion (Na+) sodium akan
menetralkan muatan negatif pada gugus fosfat (PO43-) DNA, sehingga membuat
molekulnya kurang larut dalam air.
Namun demikian penambahan garam saja tidak serta merta menyebabkan
presipitasi DNA dari larutan. Interaksi antar ion dalam larutan dipengaruhi oleh Gaya
Coulumb yang sangat bergantung pada konstanta dielektrik pelarut. Air sebagai
pelarut memiliki konstanta dielektrik yang tinggi sehingga membuat ion sodium dan
gugus fosfat DNA sulit untuk berinteraksi. Sebaliknya etanol memiliki konstanta
dielektrik yang jauh lebih rendah daripada air. Penambahan etanol akan menurunkan
konstanta dielektrik larutan sehingga memudahkan interaksi ion sodium dan gugus
fosfat DNA. Netralisasi muatan pada gugus fosfatnya membuat DNA menjadi kurang
hidrofilik dan akhirnya keluar dari larutan (terpresipitasi). DNA akan terpresipitasi
pada larutan dengan konsentrasi akhir etanol minimal 70%. Oleh karena itu,
dibutuhkan etanol absolut sebanyak 2-2,5 kali volume sampel. Inkubasi campuran
DNA-garam-etanol pada suhu rendah (-20oC atau -80oC) umum digunakan dalam
prosedur presipitasi. Suhu rendah mendukung flokulasi DNA untuk membentuk
kompleks presipitat yang lebih besar, sehingga dengan mudah terpeletkan dengan
sentrifugasi. Pencucian dengan etanol 70% berfungsi untuk menghilangkan sisa-sisa
garam yang masih terikut pada pelet DNA hasil presipitasi. Pelet yang ada
dikeringkan dengan menguapkan sisa etanol pada suhu ruang atau dapat pula dengan
menggunakan oven bersuhu 50oC atau speed vacum. Yang terpenting untuk diingat
adalah jangan sampai membuat pelet DNA terlalu kering. Hal ini akan menyulitkan
resuspensinya dalam air atau buffer.
Pelet DNA kemudian dilarutkan dengan air bidestilata (double destiled water)
atau buffer Tris-EDTA (TE) pH 7,5. Stok DNA dapat disimpan pada suhu -20 atau -
80oC. Prinsipnya, semakin rendah suhu penyimpanan, maka semakin baik kualitas
preservasinya. Untuk penyimpanan jangka panjang DNA umumnya dilarutkan dalam
buffer TE. Buffer Tris yang berpH netral akan menjaga DNA dari proses depurinasi
yang terjadi pada pH rendah. Selain itu, buffer TE dapat mencegah degradasi DNA
oleh nuklease, karena EDTA dalam TE mengkhelat kation-kation divalen (seperti
Mg2+ dan Ca2+) yang menjadi kofaktor Dnase. Akan tetapi, hal ini membuat DNA
dengan pelarut TE kurang cocok digunakan untuk aplikasi hilir enzimatis, contohnya
PCR, karena EDTA mengikat Mg2+ yang merupakan kofaktor bagi Taq polimerase.
Oleh karena itu untuk stok DNA yang akan segera dipakai atau hanya disimpan untuk
jangka waktu pendek, penyimpanan dalam pelarut air lebih disarankan.
Dalam prakteknya isopropanol juga dapat digunakan untuk presipitasi DNA.
Isopropanol kurang volatil daripada etanol sehingga butuh waktu lebih lama untuk
diuapkan. Selain itu, beberapa garam kurang larut dalam isopropanol (dibandingkan
dengan dalam etanol) dan akan lebih cenderung terpresipitasi bersama dengan DNA.
Oleh karena itu, pencucian ekstra dengan etanol 70% perlu dilakukan untuk
menghilangkan kontaminasi garam. Isopropanol memiliki kelebihan karena jumlah
volume yang dibutuhkan untuk presipitasi DNA hanya setengah dari jumlah volume
etanol.
2.3.2 Metode Dalam Isolasi DNA Kromosom
Cara kerja Isolasi DNA kromosom dilakukan menggunakan metode lysis alkali (Wang)
yaitu:
1. Kultur semalam bakteri dikultivasi ke media LB cair 25 ml dengan cara
memindahkan satu koloni bakteri ke media LB cair. Inkubasi dilakukan di dalam shaker-
incubator dengan kecepatan rotasi 150 rpm pada suhu 37oC selama 16 jam (semalam).
2. Sebanyak 3 ml kultur hasil inkubasi 16 jam diambil dan dimasukkan ke dalam
tabung mikrosentrifuga kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g
selama 5 menit.
3. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan diperoleh pellet sel bakteri, kemudian pellet
diresuspensi dengan 1 ml larutan STE dengan cara vortex dan disentrifugasi dengan
kecepatan 5.700 x g selama 5 menit.
4. Supernatan dibuang kembali dan pellet diresuspensi dengan 200 µl lisozim dengan
cara vortex dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama satu jam.
5. Tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi satu jam ditambah 200 µl buffer lisis,
diresuspensi dengan cara dibolak-balik.
6. Proses selanjutnya ke dalam tabung ditambah 100 µl CI dan 100 µl fenol dingin,
diresuspensi dengan cara dibolak-balik dan disentrifugasi kecepatan tinggi 13.000 rpm
pada suhu 4 0C selama 10 menit.
7. Lapisan paling atas dari supernatan dipindahkan ke tabung mikrosentrifugasi dan
diperkirakan besar volemenya.
8. Proses selanjutnya ke dalam tabung ditambah CI sebanyak 1x volume supernatan,
diresuspensi dengan cara dibolak-balik dan disentrifugasi kecepatan tinggi 13.000 rpm
pada suhu 4 0C selama 10 menit.
9. Lapisan paling atas dari supernatan dipindahkan kembali ke tabung mikrosentrifuga
yang baru dan diperkirakan besar volemenya.
10. Supernatan tersebut ditambah Na asetat dan etanol absolut masing-masing sebanyak
0,1 volume supernatan dan 2x volume supernatan.
11. Campuran larutan tersebut diresuspensi dan dilakukan inkubasi pada suhu -20 0C
selama 2 jam.
12. Tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 2 jam disentrifugasi kecepatan tinggi 13.000
rpm pada suhu 4 0C selama 10 menit.
13. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan ke dalam tabung ditambahkan 500 µl
etanol 70%, diresuspensi dengan cara dibolak-balik dan disentrifugasi kembali dengan
kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4 0C selama 10 menit.
14. Supernatan dibuang kembali, tabung dikeringkan, ditambah 50 µl TE dan
diresuspensi dengan cara dibolak-balik. Suspensi yang diperoleh adalah suspensi DNA
kromosom bakteri.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Kromosom merupakan struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul
yang terdiri dari satu molekul DNA dan berbagai protein terkait yang
merupakan informasi genetik suatu organisme.
2. Prinsip DNA kromosom bakteri adalah memisahkan DNA kromosom atau DNA
genom dari komponen-komponen sel lain.
3. Metode yang digunakan dalam isolasi kromosom bakteri adalah Metode isolasi
alkali lysis berstandar pada sifat DNA kromosom bakteri.