Post on 11-Jul-2015
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 1/17
Penataan Ruang Pasca Bencana(Studi Kasus Kecamatan Panti, Kabupaten Jember )
Elida Novita, STP, MT(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember)
ABSTRACT
Human activities often cause the environmental degradation that turn into disaster.Their activities happened without considering the carrying capacity and thecapability of environment. One of the disasters happened 3 years ago is big flood overflow and landslide at Panti district, Jember regency on January 2nd , 2006. Theobjectives of this paper are to give the alternative watershed management based onspatial planning and spatial planning after disaster at Panti district, Jember regency, East Java. The watershed management could not separate from spatial planning, because the spatial planning giving direction and orientation for watershed management. The ideal spatial planning concept is bioregion principal
that spatial planning integrated with the ecosystem. Within bioregion, the equality between spaces has been formed into comfortable, productive and sustainability place. And it does not happened only at the area where planned but for others.Bedadung catchment’s area or Bedadung watershed development especially in plantation and protected or conservation area should based on bioregion principal.So the harmonized between economic, social and ecology with ideal, appropriateand useful places could be created. Area rehabilitation and natural resourcesmanagement (e.g. forests, plantation, agriculture area, the edge of river especially conservation area) in Bedadung watershed should be planned based on topography, geology, ecosystem and socio-culture of society in Jember.
ABSTRAK
Bencana akibat tindakan manusia terutama disebabkan oleh degradasi lingkunganKerusakan lingkungan terjadi karena manusia beraktivitas memenuhi kebutuhanhidupnya tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Salahsatu kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia tiga tahun lalu adalah banjir bandang dan longsor di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur tanggal 2 Januari 2006. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan alternatif pengelolaan DAS berdasarkan tata ruang wilayah di Kabupaten Jember dan penataanruang pasca bencana di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur.Pengelolaan DAS tidak dapat terlepas dari adanya rencana tata ruang. Kedudukanrencana tata ruang dalam pengelolaan DAS, antara lain untuk memberikan arahan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan memberikan pedoman
pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar-daerah dalam satu ekosistem ( prinsip bio region) dimaksudkan agar keseimbangan(dalam bentuk ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkandalam satu kesatuan ekosistem, tidak hanya terbatas pada wilayah yangdirencanakan. Pembangunan di kawasan perkebunan dan lindung di DAS Bedadunghendaknya didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem ( prinsip bioregion) agar tercipta keharmonisan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada berbagai skaladan dimensi serta menganut asas kelestarian, kesesuaian dan kemanfaatan.Rehabilitasi kawasan dan pengelolaan sumber daya alam (hutan, kebun, daerah pertanian, sempadan sungai, terutama kawasan lindung atau konservasi) melihatkondisi topografi, geologi, dan ekosistem serta kondisi sosial budaya masyarakat
PENDAHULUAN
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 2/17
Posisi geografis Indonesia membentuk pola iklim tropis dengan curah hujan tinggi,
berdekatan dengan jalur gempa serta adanya gunung berapi. Indonesia memiliki
potensi sumber daya alam yang beraneka ragam tetapi terkandung ancaman bencana
alam gempa bumi, gunung berapi, tsunami dan gerakan tanah lainnya. Menurut UU
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 1, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. UU
No. 24 Tahun 2007 juga mendefinisikan bencana alam sebagai bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah longsor. Definisi ini melihat seolah-seolah bencana alam semata-
mata terjadi karena faktor alam meniadakan aspek kecerobohan manusia. Karena
banjir, tanah longsor tidak muncul menjadi bencana apabila sistem dan mekanisme
terhadap penanganan lingkungan dilakukan. UU No.24 Tahun 2007 mendefinisikan
bencana yang diakibatkan oleh tindakan manusia adalah bencana sosial seperti
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas dan teror.
Menurut Kodoatie dan Syarief (2006), bencana pada dasarnya disebabkan oleh
alam dan tindakan-tindakan manusia. Bencana akibat tindakan manusia terutamadisebabkan oleh degradasi lingkungan sebagai salah satu faktor kunci penyebab
bencana. Kerusakan lingkungan terjadi karena manusia beraktivitas memenuhi
kebutuhan hidupnya tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan. Bahkan aktivitas tersebut dilakukan di daerah atau lokasi yang
seharusnya tidak/kurang layak huni bahkan dikembangkan sebagai tempat aktifitas
produksi, industri dan konstruksi. Sebagai contoh adalah bantaran sungai, tepian
pantai, lereng dan perbukitan tidak stabil. Melalui aktivitasnya, manusia juga dapat
menyebabkan lokasi-lokasi yang semula stabil menjadi tidak stabil. Dampak yang
diakibatkan mulai dari berkurangnya kenyamanan hidup hingga kehilangan nyawa dan
kerugian materi yang besarnya tergantung intensitas bencana alam yang terjadi.
Salah satu kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia tiga tahun lalu adalah
banjir bandang dan longsor di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur
tanggal 2 Januari 2006. Hujan deras sejak 1 Januari malam hingga pagi hari di
kawasan yang sebenarnya tidak layak huni serta adanya alih fungsi lahan menjadi
kawasan perkebunan monokultur dan pembalakan liar menyebabkan tebing
pegunungan Argopuro longsor karena tidak ada lagi akar-akar pohon yang mengikat
2
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 3/17
tanah dan menyerap air hujan. Sub DAS Kaliputih sebagai hulu DAS Bedadung tidak
lagi mampu menampung air hujan yang masuk bersamaan longsoran tanah dan kayu
sisa pembalakan liar.
Sungai Kaliputih yang selama ini menjadi sistem perlindungan dan penyangga
kehidupan masyarakat, ternyata menyebabkan bencana yang tidak hanya merugikan
masyarakat sekitar tetapi juga masyarakat di hilir Sungai Bedadung. Kerusakan 459
rumah dan gedung sekolah karena tergenang lumpur sedalam 0,5 - 1 m, terputusnya
4 jembatan desa, lumpur menutupi ruas jalan Jember-Surabaya, saluran air bersih
rusak, dan kurang lebih 1.000 ha sawah terendam air bercampur lumpur di Kec.
Balung. Bahkan 87 orang meninggal, ratusan orang luka serta ribuan orang terpaksa
mengungsi.
Kerusakan lingkungan yang telah terjadi haruslah diperbaiki, agar manusia dapat
melakukan pembangunan secara berkelanjutan. Melalui penataan ruang yang
memperhatikan daya dukung lingkungan, manusia dapat melanjutkan aktivitasnya
untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus merusak lingkungan. Wilayah yang telah
terkena bencana tidak harus dihindari tetapi dapat dikelola dengan memperhatikan
asas-asas lingkungan yang diterapkan dalam penataan ruang. Tata ruang merupakan
wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang secara langsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi keberlanjutan aktivitas pembangunan. Melaksanakan
penataan ruang berarti melakukan tindakan pengelolaan lingkungan hidup, danmelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup berarti menjalankan seluruh asas-asas
penataan ruang. Hal ini telah tersirat secara jelas dalam Undang-undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan alternatif
pengelolaan DAS berdasarkan tata ruang wilayah di Kabupaten Jember dan penataan
ruang pasca bencana di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur.
PEMBAHASAN
Menurut Carter dalam Kodoatie dan Sjarief (2006), bencana adalah suatu
kejadian, alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progresive yang menimbulkan
dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau
terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa. Penyebab
bencana dapat dibagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Menurut Soenarno
(2004), pada prinsipnya bencana alam disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) peristiwa
alam atau kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau dihindari manusia
sehingga bersifat probabilistik, dan (2) kegiatan/aktivitas manusia yang dapat
mempengaruhi/memperbesar intensitas atau tingkat keparahan bencana sehingga
3
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 4/17
bersifat deterministik karena dapat dikendalikan/dikontrol. Menurut Kodoatie dan
Sjarief (2006), aktivitas manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya
melakukan perubahan tata guna lahan untuk mencari nafkah dan tempat tinggal.
Krisis air meningkat dan dipercepat oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi baik
secara alami maupun migrasi. Bencana banjir, longsor dan kekeringan merupakan
bukti degradasi lingkungan yang dari waktu ke waktu cenderung meningkat.
Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan
dengan yang lainnya. Sebagai contoh apabila suatu hutan lebat yang berada dalam
suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai
akan meningkat antara 5 sampai 20 kali, tergantung dari jenis hutan dan jenis
pemukiman. Perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi dominan kepada
aliran permukaan (run-off ). Hujan yang jatuh ke tanah, airnya akan menjadi aliran
permukaan di atas tanah dan sebagian meresap ke dalam tanah tergantung kondisi
tanahnya.
Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, namun jika tidak
dikelola dengan baik dapat menimbulkan bencana. Terjadinya banjir dan longsor
merupakan akibat yang disebabkan oleh daya rusak air (UU No. 7 Tahun 2004 tentang
sumber daya air). Sebagai bagian sumberdaya alam yang dinamis, air senantiasa
bergerak mengikuti hukum alam dari hulu ke hilir tanpa mengenal batas administrasi
memerlukan pendekatan tersendiri, agar kesatuan sistem hidrologis serta ikatan danrekatan antar daerah tetap terjaga. Dengan demikian Daerah Aliran Sungai (DAS)
sebagai satu kesatuan sistem hidrologis harus dijaga kelestarian fungsinya karena
memiliki peran besar sebagai sistem perlindungan dan penyangga kehidupan.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan DAS pada hakekatnya merupakan pengelolaan sumber daya alam oleh
manusia terutama terhadap lahan, hutan dan air. Degradasi DAS seperti hutan
gundul, lahan kritis, longsor, sedimentasi dan banjir terjadi karena peningkatan
pemanfaatan sumberdaya alam hutan, tanah dan air tanpa diimbangi usaha-usaha
menurut norma dan teknologi yang menjamin kelestarian sumber daya alam. Selama
ini terdapat kerancuan dalam mengartikan pengelolaan DAS yang semata didasarkan
pada hubungan yang bersifat fisik, seperti konservasi hutan, tanah dan air bukan
sebagai pengelolaan sumberdaya yang bertujuan keberlanjutan fungsi dan integritas
ekosistem DAS. Pengelolaan DAS sesuai sifat aliran air seharusnya lintas sektor dan
lintas wilayah geografis dan dilakukan secara terpadu. Pengelolaan DAS seharusnya
memperhitungkan faktor lain yang berkaitan dengan aspek ekonomi, regulasi dan
pengaturan kelembagaan yang melibatkan lebih dari satu lembaga pengelolaan DAS.
4
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 5/17
Permasalahan yang penting dalam pengelolaan DAS adalah belum adanya rencana
induk pengembangan dan pengelolaan yang secara konsisten digunakan sebagai dasar
penyusunan program kerja tahunan sektor terkait, sehingga program kerja disusun
parsial oleh berbagai instansi dan berimplikasi pada benturan kepentingan antar
sektor sehingga pengelolaan DAS menjadi tidak efektif. Semakin tinggi alih fungsi
lahan dan penerapan terhadap tata ruang yang tidak sesuai, menyebabkan bencana
banjir, kekeringan dan bencana lainnya. Keterpaduan dalam pengelolaan DAS sangat
penting, karena: (1) Pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu DAS melibatkan
berbagai sektor dan pihak seperti pemerintah, swasta dan masyarakat yang saling
terkait dan harus dikoordinasikan untuk mencapai tujuan bersama. (2) Secara
hidrologis, ada keterkaitan yang signifikan antara kegiatan di daerah hulu, tengah
dan hilir. (3) Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang bersifat multidisiplin dan
mencakup berbagai kegiatan.
Konsep Penataan Ruang
Dardak (2006), ruang mengandung pengertian sebagai “wadah yang meliputi
ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya”. Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap. Sedangkan
aktivitas manusia dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan ketersediaan
ruang untuk beraktivitas senantiasa berkembang setiap hari. Hal ini mengakibatkankebutuhan akan ruang semakin tinggi. Ruang merupakan sumber daya alam yang
harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan
dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan. Dilihat dari sudut pandang
penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah
mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan (Brown
and Duhr, 1999).
Ruang kehidupan yang nyaman berarti adanya kesempatan yang luas bagi
masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai
manusia. Produktif mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi
berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk
kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara
berkelanjutan mengandung pengertian kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan
bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun
juga generasi yang akan datang.
5
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 6/17
Perencanaan tata ruang hendaknya mengikuti pendekatan bio-region dalam
penetapan batas wilayah analisisnya. Melalui pendekatan ini, keterkaitan antara
wilayah/kawasan yang direncanakan dengan wilayah/kawasan lain dalam satu sistem
ekologi (ekosistem) dianalisis. Analisis mencakup pengaruh yang diterima maupun
dampak yang ditimbulkan dari proses pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan
rencana tata ruang yang disusun. Pengabaian terhadap prinsip ekosistem akan
mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di wilayah lain, misalnya di wilayah hilir
apabila perencanaan di wilayah hulu tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan
dari implementasi rencana tata ruangnya terhadap wilayah hilir (Nadin, 1997).
Di samping keterpaduan antar-daerah dalam satu ekosistem, perencanaan tata
ruang juga harus disusun dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 22 ayat (2) dan
Pasal 25 ayat (2) UU 26/2007 Tentang Penataan Ruang. Perhatian terhadap daya
dukung dan daya tampung lingkungan dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak
melampaui batas-batas kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung dan
menampung aktivitas manusia tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan (UU No. 23
mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup). Kemampuan tersebut mencakup
kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam menyediakan sumberdaya
alam, dan kemampuan untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan apabila
terdapat dampak yang mengganggu keseimbangan ekosistem.Menurut Rustiadi dkk (2007), Rencana Tata Ruang juga mencakup arahan pola
pemanfaatan ruang untuk kawasan-kawasan yang berfungsi lindung. Pengaturan
arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dimaksudkan agar: a.
Kawasan-kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan budidaya
(kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya) tetap
terjaga keberadaannya, sehingga kawasan budidaya dapat dioptimalkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, termasuk kebutuhan bagi generasi yang
akan datang. b. Kawasan-kawasan yang secara spesifik perlu dilindungi untuk
kepentingan pelestarian flora dan fauna (plasma nuftah), pelestarian warisan budaya
bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan, dan kepentingan lainnya dapat tetap
dipertahankan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
Berdasarkan Pasal 25 hingga Pasal 27 UU No. 26 Tahun 2007, Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten (RTRWK) dibuat berdasarkan RTRWN dan RTRWP. RTRWK
menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Kabupaten dan RPJM Kabupaten. Jangka RTRWK adalah selama 20 tahun dan ditinjau
setiap 5 tahun sekali. Apabila terjadi kejadian bencana alam besar yang ditetapkan
6
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 7/17
dengan peraturan perundang-undangan maka RTRWK ditinjau kembali lebih dari satu
kali dalam 5 tahun. Dalam hal ini pengendalian tata ruang sebagai bagian dari
penataan ruang meliputi pengawasan, pemantauan dan penertiban ruang agar
pemanfaatan ruang dapat terlaksana sesuai dengan rencana tata ruang.
Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS tidak dapat terlepas dari adanya rencana tata ruang.
Kedudukan rencana tata ruang dalam pengelolaan DAS, antara lain untuk
memberikan arahan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan memberikan
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. Pengelolaan DAS dalam kaitannya
dengan penataan ruang dan penatagunaan tanah dalam otonomi haruslah disesuaikan
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemerintah
pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui penerbitan berbagai
pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah propinsi
mempunyai wewenang yang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan
tertentu, penyusunan rencana tertentu (Idrus dan Mayasari, 2004). Sedangkan
pemerintah kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian ijin tertentu,
perencanaan pelaksanaan serta pengawasan dan pengendalian bersifat mikro.
Sehubungan dengan pengelolaan DAS, maka berdasarkan hamparan wilayah dan
fungsi strategisnya, DAS dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. DAS lokal, terletak secarautuh berada di satu daerah kabupaten/kota dan/atau DAS yang secara potensial
hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.
b. DAS regional, terletak
secara geografis melewati lebih dari satu daerah kabupaten/kota dan/atau DAS
yang secara potensial dimanfaatkan lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota,
dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan dan hasil penelitian ditetapkan untuk didayagunakan
(dikembangkan dan dikelola) oleh pemerintah propinsi, dan/atau DAS yang secara
potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.
c. DAS nasional, letaknya
secara geografis melewati lebih dari satu daerah propinsi, dan/atau secara
potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu propinsi, dan/atau DAS regional yang
atas usulan Pemerintah Propinsi bersangkutan dan hasil penilaian ditetapkan
untuk didayagunakan oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial
bersifat strategis bagi pembangunan nasional.
7
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 8/17
Hal yang terpenting saat ini adalah bagaimana rencana tata ruang yang telah
disusun dengan berbagai koordinasi dapat diimplementasikan sesuai dengan konsep
pengelolaan DAS, one watershed, one plan, one integrated management untuk
kepentingan bersama. Perlu adanya regulasi dan mekanisme kelembagaan yang
jelas, lembaga pengikat yang akan berfungsi sebagai koordinator dalam one
management pengelolaan DAS. Sehingga rencana tata ruang yang telah disusun
berdasarkan koordinasi semua stakeholder dapat dijadikan acuan/pedoman utama
bagi pengelolaan DAS dan pembangunan lainnya.
Penataan Ruang Pasca Bencana Panti
Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar-daerah dalam satu ekosistem
(prinsip bio region) dimaksudkan agar keseimbangan (dalam bentuk ruang yang
nyaman, produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkan dalam satu kesatuan
ekosistem, tidak hanya terbatas pada wilayah yang direncanakan. Banjir bandang dan
longsor yang terjadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember adalah salah satu
indikator pengabaian prinsip pengelolaan DAS dalam satu kesatuan ekosistem.
Pengabaian terhadap prinsip ini mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di
wilayah lain. Adanya alih fungsi lahan dan kerusakan kawasan hutan di hulu DAS
Bedadung tidak mempertimbangkan dampaknya di wilayah tengah dan hilir.
Penurunan daya dukung lingkungan terjadi karena hilangnya tumbuh-tumbuhan
penyangga ekosistem di kawasan tersebut. Hutan lindung dirubah menjadi hutanperkebunan yang monokultur. Ekosistem monokultur (homogen) ini cenderung
bersifat tidak stabil terutama bila berada di kawasan lereng yang curam (kemiringan
40%). Selain itu monokultur cenderung mengambil unsur hara yang banyak sekali
dibanding ekosistem heterogen.
Sebagai salah satu anak sungai DAS Bedadung yang berada di hulu, penataan
ruang di sempadan Sungai Kaliputih haruslah terintegrasi dengan kebutuhan penataan
ruang di hilir berdasarkan prinsip one river, one plan, one integrated management .
Dalam hal ini pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten
Jember melalui Balai PSAWS Bondoyudo Mayang. Sesuai letak geografis dan
fungsinya, maka DAS Bedadung termasuk DAS lokal di Kabupaten Jember. Peristiwa
bencana alam yang telah terjadi menunjukkan ketiadaan pengelolaan DAS yang
terintegrasi antara pemanfaatan sumber daya alam, penetapan tata ruang dan
pengawasannya.
Penataan ruang di DAS Bedadung pasca bencana hendaknya dilaksanakan sesuai
asas kelestarian, kesesuaian dan kemanfaatan. Asas kelestarian dalam penataan
ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak mengurangi nilai manfaat di masa
8
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 9/17
yang akan datang dengan memberikan perlindungan terhadap kualitas ruang. Asas
kesesuaian bertujuan untuk memanfaatkan ruang sesuai dengan potensi yang
dikandungnya sedangkan asas kemanfaatan ditujukan agar nilai manfaat ruang dapat
memberikan dampak bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat secara optimal.
Menurut Penataan ruang dalam hal ini terdiri dari proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan adalah
kegiatan menyusun dan menetapkan rencana tata ruang, yang dilakukan melalui
proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan
ruang adalah upaya untuk menggunakan rencana tata ruang yang sudah disusun untuk
mengarahkan penggunaan ruang secara optimal, lestari, dan seimbang, sesuai dengan
kebutuhan dan potensi ruang serta kendala-kendalanya, melalui program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah
kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang sebagai usaha menjaga
kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam
rencana tata ruang.
Penataan ruang dalam pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keharmonisan
aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada berbagai skala dimensi. Antara lain usaha
menyeimbangkan keberadaan kawasan budidaya dan lindung tanpa menimbulkan
kesenjangan antar wilayah, hingga usaha intervensi gaya hidup penduduk denganmenciptakan tata ruang yang minim penggunaan energi dan dampak lingkungan.
Penataan ruang yang berkelanjutan juga efektif berfungsi sebagai alat mitigasi
bencana, sekaligus alat adaptasi kecenderungan perubahan global, khususnya dalam
membantu masyarakat menghadapi resiko dan dampak yang sewaktu-waktu terjadi.
Upaya penataan ruang merupakan kebijakan pokok pengelolaan DAS Bedadung
yang diperlukan dalam rangka penanganan banjir. Salah satu upaya yang perlu
dilaksanakan dalam kerangka tata ruang adalah upaya revitalisasi dan
operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan dan
pengendalian rencana tata ruang yang ada melalui kegiatan-kegiatan pokok seperti:
1. Inventarisasi perubahan fungsi lahan penyebab banjir,
2. Pengkajian rencana tata ruang yang ada,
3. Penyiapan dukungan pemanfaatan rencana tata ruang dan
4. Pengendalian ruang.
Melalui penataan tata guna lahan di DAS diharapkan dapat memperbaiki kondisi
hidrologis DAS, sehingga tidak lagi menimbulkan banjir di musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau serta menekan laju erosi DAS yang berlebihan sehingga
9
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 10/17
dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir. Penataan tiap-tiap
kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan lahan dan cara pengelolaan
masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik. Daerah hulu DAS
Bedadung merupakan daerah penyangga yang berfungsi sebagai recharge atau
pengisian kembali air tanah, misalnya ditentukan kawasan hutan minimum 30% dari
luas DAS. Dalam rangka mencegah laju erosi DAS, perlu ditentukan pengelolaan yang
tepat untuk masing-masing kawasan. Hal ini meliputi sistem pengelolaan, pola
tanam dan jenis tanaman yang disesuaikan jenis tanah, kemampuan tanah, elevasi
dan kelerengan lahan. Erosi lahan yang tinggi akan menentukan besarnya angkutan
sedimen di sungai dan mempercepat laju sedimentasi di sungai, terutama di bagian
hilir. Sedimentasi di sungai akan merubah penampang sungai dan memperkecil
kapasitas pengaliran sungai (Kodoatie dan Sjarief, 2006)
Menurut Dardak (2006), beberapa ketentuan pemanfaatan ruang yang berkaitan
dengan pengelolaan DAS di hulu adalah sebagai berikut:
Kawasan hutan produksi secara umum :a. Topografi : kelerengan berkisar 8 – 40% (landaisampai dengan curam);b. Hidrologi : berfungsi sebagai penyangga air;c. Geologi : berperan melindungi tanah dari longsor;d. Karakteristik tanah memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi rendah -tinggi;e. Klimatologi : intensitas hujan tinggi sampai rendah (13,6 – 34,8
mm/hr.hujan)f. Dalam radius pelayanan jaringan jalan (sungai, jalan raya).
Kawasan hutan produksi biasa adalah sebagai berikut :a. Topografi : kelerengan berkisar 0 – 40% (landaisampai dengan curam);b. Hidrologi : berfungsi sebagai penyangga air;c. Geologi : berperan melindungi tanah darilongsor;d. Karakteristik tanah memiliki tingkat kepekaanterhadap erosi rendah sampai tinggi;e. Dalam radius pelayanan jaringan jalan (sungai,
jalan raya).
Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi adalah sebagai berikut :a. Topografi : kelerenganberkisar 0 – 40% (landai sampai dengan agak curam);b. Geologi : tanah dengan tingkat kepekaan erosi rendah;c. Karakteristik tanah memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi rendahsampai sedang;d. Dalam radius pelayanan jaringan jalan (sungai, jalan raya).
Kawasan Perkebunan, maka kawasan haruslah memenuhi kriteria berikut:a. Ketinggian < 2.000 meter;b. Kelerengan < 40%;c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm;d. Curah hujan > 1.500 mm per tahun.
10
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 11/17
Untuk kawasan hutan rakyat adalah :a. Mempunyai lereng lapangan berkisar 0 – 40 % ;b. Karakteristik tanah yang memiliki tingkatkepekaan terhadap erosi rendah sampai sedang;c. Intensitas hujan rendah sampai sangat tinggi
dengan kisaran 13,6 – 34,8 mm/Hr.Hujan;e. Mempunyai ketinggian tidak lebih dari 1000 meter di atas permukaanlaut;f. Luas minimal 0,25 hektar;g. Mempunyai fungsi hidrologis/pelestarian ekosistem;h. Luas penutupan tajuk minimal 50 % dan merupakan tanaman cepattumbuh.
Berdasarkan peruntukan di atas, maka Pemerintah Kabupaten Jember dapat
membuat suatu rencana tata ruang baru Kabupaten Jember terutama untuk kawasan
yang selama ini dijadikan kawasan perkebunan dan hutan sehingga kerusakan
terhadap sumber daya dapat dicegah dan ditanggulangi. Sesuai dengan UU No. 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 2, maka perkebunan seharusnya
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, keberlanjutan, keterpaduan,
kebersamaan, keterbukaan serta berkeadilan. Dalam Pasal 4, perkebunan
mempunyai fungsi ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Fungsi ekonomi yaitu
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta penguasaan struktur
ekonomi wilayah dan nasional. Fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah
dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung. Fungsi
sosial budaya yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Dipertegas dalam pasal
7, perencanaan perkebunan dilakukan berdasar (a) rencana pembangunan nasional,
(b) RTRW, (c) kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha
perkebunan, (d) kinerja pembangunan perkebunan, (e) perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, (f) sosial budaya, (g) lingkungan hidup, (h) kepentingan
masyarakat, (i) pasar dan (j) aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi
keutuhan bangsa dan negara.
Adapun kawasan perkebunan yang rawan bencana berada di lereng curam perlu
dikonservasi dengan pemilihan tanaman yang memiliki akar dan mampu mencegah
terjadinya longsor, bahkan dalam masa tertentu perlu ditetapkan menjadi kawasan
lindung untuk memperbaiki ekosistem yang telah rusak. Menurut Pasal 1 UU No. 19
Tahun 2004 tentang Kehutanan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut
dan memelihara kesuburan tanah. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus
disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi.
11
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 12/17
Pengaturan Tata Ruang, mulai skala Rencana Umum Tata Ruang hingga Rencana
Teknis Ruang adalah suatu kebijakan yang sangat strategis, dimana dengan adanya
rencana tata ruang maka setiap pengembangan suatu kawasan akan disesuaikan
dengan potensi dan masalahnya. Rencana tata ruang harus diikuti dengan upaya
pengendalian yang sangat ketat, sehingga diperlukan kerangka hukum dan upaya
penegakan hukum yang berkelanjutan dan tidak kenal kompromi. Penggunaan lahan
pada kawasan budidaya maupun kawasan lindung seharusnya berdasarkan prinsip
pembangunan yang berkelanjutan tidak berdasarkan mekanisme pasar. Sehingga air,
sumber air, lahan dan hutan serta sumberdaya alam lainnya mendapatkan
perlindungan yang layak.
Selain itu Pemerintah Kabupaten Jember perlu menyediakan peta daerah rawan
longsor dengan skala cukup besar sehingga dapat dijadikan pedoman penyuluhan
tentang daerah yang rentan terhadap tanah longsor pada tingkat desa dan kecamatan
khususnya yang terletak dalam kawasan perbukitan/pegunungan. Selain itu dapat
juga digunakan sebagai salah satu pedoman dalam program penataan permukiman
dan pembangunan prasarana di daerah rawan tanah longsor.
Peta dimaksud menunjukkan daerah-daerah sebaran yang mempunyai tingkat
kerentanan gerakan tanah yang digambarkan warna merah berarti tinggi, menengah
(kuning), rendah (biru) dan sangat rendah (hijau) disertai rekomendasi penggunaan
lahan. Adapun parameternya adalah kondisi geologi, tata lahan dan dijumpainyalongsoran serta analisis kemantapan lereng. Peta ini ditujukan sebagai acuan untuk
pengembangan wilayah dan analisis resiko serta kebutuhan penanggulangan.
Pengelolaan bencana sendiri merupakan ilmu pengetahuan terapan yang mencari,
dengan observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan tindakan
terkait dengan preventif, mitigasi, persiapan, respon darurat dan pemulihan.
Pengelolaan bencana terpadu merupakan penanganan integral yang mengarahkan
semua stakeholders dari pengelolaan bencana sub sektor ke sektor silang. Terdapat
3 elemen penting dalam pengelolaan bencana terpadu, yaitu enabling environment,
peran-peran institusi dan alat-alat manajemen. Kebijakan tata ruang wilayah
meliputi pengkajian tata ruang wilayah dan pengelolaan bencana termasuk salah satu
tindakan pengelolaan bencana terpadu. Sehingga dimungkinkan terjadi perubahan
tata ruang dan sistem pengelolaan bencana untuk meningkatkan jaminan keamanan
dan kenyamanan hidup.
Pengendalian Bencana dan Partisipasi Masyarakat dalam Penataan
Ruang
12
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 13/17
Pengendalian banjir dapat dilakukan melalui upaya non struktural dan struktural
serta peningkatan kesiapan dan keswadayaan masyarakat dalam menghadapi bencana
banjir dan bencana yang terkait dengan air lainnya guna mengamankan daerah
permukiman, industri, perkebunan serta memulihkan ekosistem dari kerusakan akibat
bencana yang terkait dengan air. Partisipasi seluruh komponen pemilik kepentingan
(stakeholders) termasuk masyarakat luas dalam perencanaan dan
pengelolaan/manajemen kegiatan mitigasi bencana dan kesiapannya adalah suatu
proses. Menurut Soenarno (2004), proses partisipasi masyarakat yang efektif
memerlukan perencanaan yang memadai serta dilaksanakan dan diintegrasikan
dengan proses pembangunan social dan ekonomi.
Melalui pendekatan partisipatoris maka akan didapatkan dua hal, yaitu :
1. Pelibatan masyarakat setempat dalam mendaya gunakan
lahan, hutan dan air mewarnai kehidupan mereka, sehingga dapat dijamin
persepsi, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai pengetahuan lokal
dipertimbangkan secara penuh.
2. Adanya umpan balik ( feed back) yang pada hakekatnya
merupakan bagian tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
Karena masyarakat adalah kelompok paling dekat dengan objek penataan ruang
dan sumber daya alam yang ada di dalamnya dan yang pertama menerima akibat dari
pengelolaan ruang maka masyarakat harus diikutsertakan dalam pengendalian tata
ruang agar sesuai dan mempertimbangkan kebutuhan mereka. Oleh karena itu
tujuan dan sasaran perencanaan tata ruang pasca bencana harus dibuat bersama
antara pemerintah, masyarakat dan perguruan tinggi, LSM dan pelaku pembangunan
lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara
tegas dalam UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan PP 69/1996 Tentang
Pelaksanaan Hal dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang. Usaha melibatkan elemen pembangunan di luar pemerintah
menjadi kontrol terhadap pelaksanaan tata ruang ( partisipatoric planning). Prinsip
perencanaan yang terpenting adalah menentukan struktur. Yang struktural tidak
boleh berubah, karena merupakan kerangka. Bukit-bukit, sungai, hutan dan daerah
resapan adalah struktur dari suatu wilayah dan tiap-tiap struktur saling berkaitan,
sehingga tidak boleh berubah secara signifikan. Perubahan dan kerusakan yang
terjadi pada salah satu struktur akan mengganggu struktur yang lain.
Selain itu dibutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan penataan ruang yang efektif. Ego sektoral dan keengganan untuk
memahami kepentingan sektor lain dapat menjadi penghambat untuk mewujudkan
13
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 14/17
sinergi di kalangan instansi pemerintah. Dalam hal kasus Panti, maka Perum
Perhutani unit II, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pemerintah Kabupaten Jember
sebagai pemilik Perusahaan Daerah Perkebunan dan Balai PSAWS (Pengelolaan
Sumber Air dan Wilayah Sungai) Bondoyudo-Mayang merupakan instansi yang terlibat.
Hak dan kewajiban masyarakat dalam kegiatan penataan ruang dapat diuraikan
sebagai berikut:
Hak Masyarakat
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
b. mengetahui secara terbuka RTRW, RTRK dan rencana rinci tata ruang
kawasan
c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagaiakibat dari penataan ruang
d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTR
Kewajiban masyarakat
a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang
b. berlaku tertib dengan keikutsertaannya dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan menaati RTR yang telah
ditetapkan.
Peran serta masyarakat dalam penataan ruang melalui proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang:
Dalam proses perencanaan tata ruang
a. Memberi masukan menentukan arah pengembangan wilayah yang akan
dicapai
b. Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk
bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, perencanaan tata ruang
kawasan
c. Memberikan masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang
wilayah
d. Memberikan informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
Dalam pemanfaatan ruang wilayah/kawasan
a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan
perpu, agama atau kebiasaan yang berlaku
14
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 15/17
b. bantuan pemikiran/ pertimbangan berkenaan dengan wujud
struktural & pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan perdesaan
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW
yang ditetapkan
d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumberdaya
alam lainnya untuk tercapainya pemanfataan ruang yang berkualitas
e. perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW
f. pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan
ruang, dan atau
g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan
kelestarian fungsi lingkungan
Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang
a. pengawasan pemanfaatan ruang wilayah termasuk pemberian
informasi/laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan atau
b. bantuan pemikiran/pertimbangan untuk penertiban kegiatan
pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang
KESIMPULAN
Bencana alam yang terjadi seperti banjir bandang dan tanah longsor selama ini
lebih banyak disebabkan karena kerusakan lingkungan. Perubahan tata guna lahan
merupakan penyebab utama banjir dan tanah longsor karena memberikan kontribusi
dominan kepada aliran permukaan sehingga menyebabkan terjadinya banjir.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung bersifat multidisiplin dan lintas
sektoral, sehingga sistem perencanaan pengelolaan DAS hendaknya berdasarkan asas
”One Watershed One Plan and One Integrated Management”. Melalui pendekatan
penataan ruang yang berdasarkan wilayah sungai diharapkan terjadi sinkronisasi
antara kegiatan pembangunan di hulu dan di hilir sehingga mengurangi resiko adanya
bencana ke depan seperti banjir, longsor maupun kekeringan.
Pembangunan di kawasan perkebunan dan lindung yang dilakukan dalam konteks
penataan ruang hendaknya didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem ( prinsip
bioregion) agar tercipta keharmonisan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada
berbagai skala dan dimensi serta menganut asas kelestarian, kesesuaian dan
kemanfaatan. Rehabilitasi kawasan tidak semata-mata merupakan penghijauan atau
mengembalikan hutan yang gundul tetapi menentukan jenis tanaman yang tepat dan
teknik pengelolaan yang sesuai serta didukung penentuan status kawasan yang
mendukung keselamatan dan kenyamanan hidup masyarakat.
15
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 16/17
Rehabilitasi kawasan atau pengelolaan sumber daya alam (hutan, kebun, daerah
pertanian, sempadan sungai, terutama kawasan lindung atau konservasi) melihat
kondisi topografi, geologi, dan ekosistem serta kondisi sosial budaya masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk merehabilitasi kawasan Panti adalah:
a. Memperhatikan tujuan jangka pendek dan jangka panjang
dengan berfungsinya kembali hutan sebagai penyangga kehidupan.
b. Menerapkan konsep komprehensif penanggulangan bencana
pada umumnya dan rehabilitasi kawasan khususnya, sehingga risiko bencana di
masa depan dapat diminimalkan.
c. Melakukan analisa lokasi kawasan rehabilitasi dari berbagai
aspek, seperti tingkat kemiringan kawasan, karakter kawasan (sifat dan jenis
tanah/konservasi tanah), fungsi hidrologi dan klimatologi Pegunungan Argopurobagian selatan. Dalam hal ini kawasan dengan kemiringan di atas 40% ditetapkan
menjadi kawasan lindung dan tidak dilakukan terasiring.
d. Memperhitungkan jenis pohon yang ditanam yaitu pohon yang
mempunyai akar tunjang yang mengakar dalam dan dapat saling mengait serta
merupakan tanaman asli daerah tersebut. Bila memungkinkan menanam tanaman
yang dapat diambil buahnya dari berbagai jenis (heterogen).
e. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Rencana Tata Ruang dan Penanggulangan Banjir di Jawa Timur.Kemitraan Air Indonesia - http://www.inawater.com/news - Berita KAI.Diunduh tanggal 24 April 2008.
Brown, C and S. Duhr. 1999. Prospects for The Implementation of Sustainability Through Spatial Planning: A Comparative Review . Article from AESOPCongress, July 7-11, Bergen, Norway.
Dardak, A.H. 2006. Perencanaan Tata Ruang Bervisi Lingkungan Sebagai UpayaMewujudkan Ruang yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan. Disampaikan
dalam Lokakarya Revitalisasi Tata Ruang dalam Rangka Pengendalian BencanaLongsor dan Banjir. Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum,Yogyakarta.
Dirjen RLPS. 2008. Kebijakan Pengelolaan DAS. Kondisi DAS di Indonesia PemicuBencana Banjir dan Longsor. Makalah Seminar Nasional Merespon KonvensiPerubahan Iklim Bali Bencana Banjir-Longsor di Indonesia. IPB InternationalConvention Centre, Botani Square tanggal 24 Januari 2008, Bogor.
Idrus, H. Dan R. Mayasari. 2004. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berdasarkan TataRuang Wilayah. Prosiding Seminar Nasional Hari Air Sedunia Tanggal 23 April2004 di Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Kasus Banjir Bandang Kabupaten Jember.htm.Diunduh tanggal 24 April 2008.
Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Yarsif Watampone, Jakarta.
16
5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 17/17
Nadin, V. 1997. Environmental Sustainability and Spatial Planning Systems. Centrefor Environment and Planning, University of the West of England, Bristol, UK
Rustiadi, E., S. Saefulhakim, dan D.R. Panuju. 2007. Perencanaan danPengembangan Wilayah. Diktat Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Setiadi, H. 2007. Pembangunan Wilayah: Gagasan Ruang Ekologis dan Pembangunan
Berkelanjutan, Makalah Seminar Nasional : Pembangunan Wilayah BerbasisLingkungan di Indonesia, Yogyakarta 27 Oktober 2007Soenarno. 2004. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Alam dan Partisipasi
Masyarakat. Prosiding Seminar Nasional Hari Air Sedunia Tanggal 23 April 2004di Jakarta.
UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan. Fokusmedia, Bandung.UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Fokusmedia, Bandung.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fokusmedia, Bandung.UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Fokusmedia, Bandung.UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Fokusmedia, Bandung.Walhi. 2006. Banjir Jember: Fakta Krisis Kehutanan Pulau Jawa. Siaran Pers Walhi
tanggal 3 Januari 2006.
17