Post on 29-Nov-2015
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan
ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai,
untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan
penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi,
pemilahan (selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan,
analisis, dan pembakuan bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine).
Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat
yang sesuai dan aman, baik melalui resep (prsecription) dokter berizin,
dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah,
misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada
pemakai.
Dalam bidang farmasi khususnya kimia farmasi sering dilakukan
analisis sediaan farmasi, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
kualitatif adalah bidang kimia analitik yang membahas tentang identifikasi
zat-zat, mengenai unsur atau senyawa apa yang terdapat dalam suatu
sampel. Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk
mengetahui kadar suatu zat.
Dalam kimia farmasi dilakukan analisis berbagai senyawa yang
bersumber dari obat, tumbuhan, dan hewan. Salah satu senyawa yang
sering di analisis yaitu analisis antihistamin (antialergi).
Dalam makalah ini akan dibahas tentang analisis antihistamin dan
cara menganalisisnya. Dalam analisis antihistamin ini dapat diambil
sampel dari senyawa obat, tumbuhan maupun hewan. Akan tetapi sampel
yang di ambil pada makalah ini adalah senyawa obat dari difenhidramin
( benadryl) dan obat Klorofeniramin Maleat (CTM).
1.1 Rumusan Masalah dan Tujuan
I.1.1 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah seperti dibawah ini:
1. Apa yang dimaksud dengan Antihistamin?
2. Bagaimana penggolongan-penggolangan antihistamin?
3. Apa saja macam-macam obat antihistamin?
4. Apa saja definisi dari obat difenhidramin ( benadryl) dan obat
Klorofeniramin Maleat (CTM) ?
5. Bagaimana Analisa Kualitatif dan Kuantitatif dari beberapa obat
antihistamin?
I.1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah seperti bawah ini:
1. Mengetahui pengertian dari Antihistamin.
2. Mengetahui macam-macam penggolongan antihistamin.
3. Mengetahui beberapa obat antihistamin.
4. Mengetahui definisi dari obat difenhidramin dan obat Klorofeniramin
Maleat.
5. Mengetahui bagaimana Analisa Kualitatif dan Kuantitatif dari
antihistamin.
BAB II
ISI
II.1 Definisi Antihistamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok
reseptor –histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya hanya dikenal
satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
khusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2, maka secara
farmakologi reseptor histamin dapat dibagi dalam dua tipe ,yaitu reseptor-
H1 da reseptor-H2. Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat
dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonisreseptor-H1 (singkatnya
disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-
blockers atau zat penghambat-asam).
II.2 Penggolongan antihistamin
H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot
licin dari dinding pembuluh, bronchi dan saluran cerna ,kantung kemih
dan rahim. Begitu pula melawan efekhistamine di kapiler dan ujung saraf
(gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin tidak dapat
menghindarkan timbulnya reaksi alergi. Dahulu antihistamin dibagi
secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan
dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat
generasi ke-1 dan ke-2.
a. Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor)
feniramin, difenhidramin,klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin),
azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,ketotifen
(Zaditen), dan oksatomida (Tinset).Obat-obat ini berkhasiat sedatif
terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis.
b. Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin
(Semprex), setirizin,loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin
(Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistaminhidrofil dan sukar
mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak
bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t⅟2-nya yang lebih
panjang, sehingga dosisnya cukupdengan 1-2 kali sehari. Efek anti-
alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambatsintesis
mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.
H2-blockers (Penghambat asma)
obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung
yang meningkat akibat histamine,dengan jalan persaingan terhadap
reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya hipersekresi asam
klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun.
Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna
mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan
pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat
stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.Penghambat
asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa
heterosiklis dari histamin. Menurut struktur kimianya , antihistamin dibagi
dalam beberapa kelompok , antara lain :
1. Turunan etanolamin ( X= O)
Obat golongan ini memiliki daya kerja seperti atropin (antikolinergik)
dan bekerjaserhadap SSP (sedative). Antihistamin golongan ini antara
lain difenhidramin,dimenhidrinat, klorfenoksamin, karbinoksamin,
dan feniltoloksamin.
2. Turunan etilendiamin (X= N)
Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah.
Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin,
klemizol , dan mepirin.
3. Turunan propilamin (X = C)
Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin
golongan ini antaralain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin,
dan tripolidin.
4. Turunan piperazin
Obat golongan ini umumnya memiliki efek long acting. Antihistamin
golongan ini antaralain siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin,
dan flunarizin.
5. Turunan fenotizin
Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang
tidak begitu kuat,tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga
digunakan pada keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek
meredakan batuk, maka sering dipakai untuk kombinasi obat
batuk.Atihistamin golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum,
oksomemazin, danmetdilazin.
6. Turunan trisiklik lain
Obat golongan ini memiliki daya antiserotonin kuat dan menstimulir
mafsu makan , maka banyak digunakan untuk stimulant nafsu makan .
antihistamin golongan ini antara lainsiproheptadin, azatadin, dan
pizotifen.
7. Zat- zat non sedative
Obat golongan ini adalah antihistamin yang tidak memiliki efek
sedativ ( membuatmengantuk ). Antihistamin golongan ini antara lain
terfenadin, dan astemizol.
8. Golongan sisa
Antihistamin golongan ini antara lain mebhidrolin, dimetinden, dan
difenilpiralin.
II.3 Macam-macam obat antihistamin
Sejak histamin ditemukan sebagai suatu zat kimia yang
mempengaruhi banyak proses faali dan patologik dalam tubuh, maka dicari
obat yang dapat melawan khasiat histamin. Epinefrin merupakan antagonis
faali yang pertama kali digunakan, efeknya lebih cepat dan lebih efektif
daripada AH1.
1. Antihistamin generasi pertama
Sejak tahun 1937-1972, ditemukan beratusratus antihistamin dan
digunakan dalam terapi, namun khasiatnya tidak banyak berbeda. AH1 ini
dalam dosis terapi efektif untuk menghilangkan bersin, rinore, gatal pada
mata, hidung dan tenggorokan pada seasonal hay fever, tetapi tidak dapat
melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. AH1 efektif
untuk mengatasi urtikaria akut, sedangkan pada urtikaria kronik hasilnya
kurang baik. Mekanisme kerja antihistamin dalam menghilangkan gejala-
gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dalam berikatan dengan
reseptor H1 di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan
memunculkan lebih banyak reseptor H1. Antihistamin tersebut
digolongkan dalam antihistamin generasi pertama (Ganiswara SG. 1995).
Antihistamin generasi pertama ini mudah didapat, baik sebagai
obat tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan obat dekongestan,
misalnya untuk pengobatan influensa. Kelas ini mencakup klorfeniramine,
difenhidramine, prometazin, hidroksisin dan lain-lain. Pada umumnya obat
antihistamin generasi pertama ini mempunyai efektifitas yang serupa bila
digunakan menurut dosis yang dianjurkan dan dapat dibedakan satu sama
lain menurut gambaran efek sampingnya. Namun, efek yang tidak
diinginkan obat ini adalah menimbulkan rasa mengantuk sehingga
mengganggu aktifitas dalam pekerjaan, harus berhati-hati waktu
mengendarai kendaraan, mengemudikan pesawat terbang dan
mengoperasikan mesin-mesin berat. Efek sedatif ini diakibatkan oleh
karena antihistamin generasi pertama ini memiliki sifat lipofilik yang
dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat menempel pada reseptor
H1 di sel-sel otak. Dengan tiadanya histamin yang menempel pada
reseptor H1 sel otak, kewaspadaan menurun dan timbul rasa mengantuk.
(1,6) Selain itu, efek sedatif diperberat pada pemakaian alkohol dan obat
antidepresan misalnya minor tranquillisers. Karena itu, pengguna obat ini
harus berhati-hati. Di samping itu, beberapa antihistamin mempunyai efek
samping antikolinergik seperti mulut menjadi kering, dilatasi pupil,
penglihatan berkabut, retensi urin, konstipasi dan impotensia (Simons
FER, Simons KJ, 1994).
2. Antihistamin generasi kedua
Setelah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru yang
dapat menghambat sekresi asam lambung akibat histamin yaitu burinamid,
metilamid dan simetidin. (2) Ternyata antihistamin generasi kedua ini
memberi harapan untuk pengobatan ulkus peptikum, gastritis atau
duodenitis. Antihistamin generasi kedua mempunyai efektifitas antialergi
seperti generasi pertama, memiliki sifat lipofilik yang lebih rendah sulit
menembus sawar darah otak. Reseptor H1 sel otak tetap diisi histamin,
sehingga efek samping yang ditimbulkan agak kurang tanpa efek
mengantuk. Obat ini ditoleransi sangat baik, dapat diberikan dengan dosis
yang tinggi untuk meringankan gejala alergi sepanjang hari, terutama
untuk penderita alergi yang tergantung pada musim. Obat ini juga dapat
dipakai untuk pengobatan jangka panjang pada penyakit kronis seperti
urtikaria dan asma bronkial. Peranan histamin pada asma masih belum
sepenuhnya diketahui. Pada dosis yang dapat mencegah bronkokonstriksi
karena histamin, antihistamin dapat meredakan gejala ringan asma kronik
dan gejala-gejala akibat menghirup alergen pada penderita dengan
hiperreaktif bronkus. Namun, pada umumnya mempunyai efek terbatas
dan terutama untuk reaksi cepat dibanding dengan reaksi lambat, sehingga
antihistamin generasi kedua diragukan untuk terapi asma kronik. Yang
digolongkan dalam antihistamin generasi kedua yaitu terfenadin,
astemizol, loratadin dan cetirizin. Terfenadin diperkenalkan di Eropa pada
tahun 1981 dan merupakan antihistamin pertama yang tidak mempunyai
efek sedasi dan diijinkan beredar di Amerika Serikat pada tahun 1985.
Namun, pada tahun 1986 pada keadaan tertentu dilaporkan terjadinya
aritmia ventrikel, gangguan ritme jantung yang berbahaya, dapat
menyebabkan pingsan dan kematian mendadak. Beberapa faktor seperti
hipokalemia, hipomagnesemia, bradikardia, sirosis atau kelainan hati
lainnya atau pemberian bersamaan dengan juice anggur, antibiotika
makrolid (misalnya eritromisin), obat anti jamur (misalnya itraconazole
atau ketoconazole) berbahaya karena dapat memperpanjang interval QT.
(8,9) Pada tahun 1997 FDA menarik terfenadin dari pasaran karena telah
ditemukannya obat sejenis dan lebih aman.
Astemizol (Hismanal®) merupakan antihistamin kedua yang tidak
menyebabkan sedasi diperbolehkan beredar di Amerika Serikat (Desember
1988). Obat ini secara cepat dan sempurna diabsorpsi setelah pemberian
secara oral, tetapi astemizol dan metabolitnya sangat banyak distribusinya
dan mengalami metabolism sangat lambat. Namun, karena kasus aritmia
jantung dan kematian mendadak telah diamati setelah penggunaan
astemizol pada keadaan yang serupa dengan terfenadin, maka pada
astemizole diberikan tanda peringatan dalam kotak hitam (Handley DA,
Magnetti A, Higgins A.J., 1998).
Loratadin (Claritin®) mempunyai farmakokinetik serupa dengan
terfenadin, dalam hal mulai bekerjanya dan lamanya. Seperti halnya
terfenadin dan astemizol, obat ini mula-mula mengalami metabolisme
menjadi metabolit aktif deskarboetoksi loratadin (DCL) dan selanjutnya
mengalami metabolisme lebih lanjut. Loratadin ditoleransi dengan baik,
tanpa efek sedasi, serta tidak mempunyai efek terhadap susunan saraf
pusat dan tidak pernah dilaporkan terjadinya kematian mendadak sejak
obat ini diperbolehkan beredar pada tahun 1993 (Handley DA, Magnetti A,
Higgins A.J., 1998).
3. Antihistamin generasi ketiga
Yang termasuk antihistamin generasi ketiga yaitu feksofenadin,
norastemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL), ketiganya adalah
merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan
mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah untuk
menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari
efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya (Handley DA,
Magnetti A, Higgins A.J., 1998).
Feksofenadin (Telfast ®) merupakan metabolit karboksilat dari
antihistamin generasi kedua terfenadin dan diijinkan untuk dipasarkan oleh
FDA pada Juli 1996. Setelah diketahui bahwa feksofenadin tidak
berpengaruh buruk terhadap elektrofisiologi jantung dan mempunyai
efektivitas sama seperti terfenadin maka feksofenadin menggantikan
terfenadin dan telah dipasarkan di Indonesia dengan nama dagang Telfast (
di Amerika : Allegra ®). Sifat-sifat kimia feksofenadin adalah : secara oral
cepat diabsorpsi, hanya sekitar 5% mengalami metabolisme, sisanya
diekskresi dalam urin dan feses tanpa mengalami perubahan. Hasil ini
tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan pada fungsi hati atau ginjal. Pada
penderita usia lanjut atau penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kadar
feksofenadine dalam plasma darah dapat meningkat 2 kali dari pada
normal. Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena indeks terapi obat
ini relatif tinggi. Feksofenadin tidak berpengaruh pada interval QT pada
percobaan binatang atau pada manusia yang diberi 10 kali lipat dosis standar 60
mg 2 kali sehari. Feksofenadin tidak menembus sawar darah otak sehingga tidak
mempunyai efek samping terhadap susunan saraf pusat. (Hey JA, Del Prado M,
Cuss FM, 1995).
II.4 Definisi Difenhidramin dan Aztemizol
a. Difenhidramin (benadryl)
Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin.
Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi
hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim
Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi
pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang
sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti
mual dan anestesi topikal.
Struktur Difenhidramin
Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat
dalam tubuh yang menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin
menghambat pelepasan histamin (H1) dan asetilkolin (menghilangkan
ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti peningkatan kontraksi
otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertermia dan
edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin
menghalangi reseptor H1 pada perifer nociceptors sehingga
mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang
berhubungan dengan reaksi alergi. Memberikan respon yang
menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya.
Efek primer untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan penekanan
susunan saraf pusat (efek sekunder).
Mekanisme kerja difenhidramin
Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif
kerja histamin pada reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin
yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2. Reseptor H1 terdapat
di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan.
Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya
impuls-impuls yang melalui saraf parasimpatik), spasmolitik,
anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf
pusat.
b. Klorofeniramin Maleat (CTM)
Klorfeniramin maleat adalah turunan alkilamin yang merupakan
antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar
dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Klorfeniramin
maleat juga merupakan obat golongan antihistamin penghambat reseptor
H1 (AH1) (Siswandono, 1995).
Pemasukan gugus klor pada posisi para cincin aromatik feniramin
maleat akan meningkatkan aktifitas antihistamin. Berdasarkan struktur
molekulnya, memiliki gugus kromofor berupa cincin pirimidin, cincin
benzen, dan ikatan –C=C- yang mengandung elektron pi (π) terkonjugasi
yang dapat mengabsorpsi sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah
UV (200-400 nm), sehingga dapat memberikan nilai serapan (Silverstein,
1986;Rohman, 2007).
Struktur Klorfeniramin maleat
Mekanisme kerja klorfeniramin maleat adalah sebagai antagonis
reseptor H1, klorfeniramin maleat akan menghambat efek histamin pada
pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos; selain itu
klorfeniramin maleat dapat merangsang maupun menghambat susunan
saraf pusat (Tjay, 2002; Siswandono, 1995).
II.5 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif
II.5.1 Analisis Kualitiataif
Analisis kualitatif adalah suatu proses dalam mengidentifikasi
keberadaan suatu senyawa kimia dalam suatu larutan/sampel yang tidak
diketahui. Analisis kualitatif disebut juga analisa jenis yaitu suatu cara
yang dilakukan untuk menentukan macam, jenis zat atau komponen-
komponen bahan yang dianalisa. Dalam melakukan analisa kualitatif yang
dipergunakan adalah sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat fisis maupun
sifat-sifat kimianya. Misalnya ada suatu sampel cairan dalam gelas kimia,
bila ingin mengetahui tentang kandungan sampel cair itu maka yang harus
dilakukan adalah menganalisa kualitatif terhadap sampel cairan itu.
Tujuan analisis kualitatif adalah untuk memisahkan dan mengidentifikasi
sejumlah unsur/senyawa. Analisis kualitatif berhubungan dengan
penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel. Analisis
kualitatif digunakan untuk menganalisa komponen atau jenis zat yang ada
dalam suatu larutan. Analisa kualitatif merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk mempelajari kimia dan unsur-unsur serta ion-ionnya
dalam larutan.
Ada 3 pendekatan analisis kualiataif yaitu; pertama perbandingan
antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku
yang sesuai pada kondisi yang sama. Kedua dengan cara spiking, yaitu
dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu
yang akan diselidiki pada senyawa baku pada kondisi yang sama. Ketiga
dengan nggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa
(Gandjar, 2007).
II.5.2 Analisis Kuantitatif
Analisa kuantitatif adalah suatu analisa yang digunakan untuk
mengetahui kadar suatu zat (Svehla, 1985). Analisa kuantitatif berkaitan
dengan penetapan beberapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung
dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang sering kali
dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun sebagian kecil atau
sebagian besar sampel yang di analisis (Day dan Underwood,
2002).Pengertian lain dari analisa kuantitatif adalah analisa yang bertujuan
untuk mengetahui jumlah kadar senyawa kimia dalam suatu bahan atau
campuran bahan (Sumardjo, 1997).
Macam-Macam Analisa Kuantitatif
Secara garis besar metode yang digunakan dalam analisis
kuantitatif dibagi menjadi dua macam yaitu kimia analisis kuantitatif
instrumental, yaitu metode analisis bahan-bahan kimia menggunakan alat-
alat instrumen, dan analisa kimia konvensional. Metode dalam analisa
kuantitatif dibedakan menjadi 2 bagian: metode gravimeter, yaitu
penetapan kadar suatu unsur atau senyawa berdasarkan berat, tetapnya
dengan cara penimbangan. Cara dilakukan dengan unsur atau senyawa
yang diselidiki dan bahan yang menyusunnya. Bagian terbesar yang
dilakukan metode gravimetri adalah perubahan unsur berat tetapnya. Berat
senyawa selanjutnya dapat dianalisa berdasarkan jenis senyawa (khoppar,
1990).. Metode volumetri, adalah analisa kuantitatif yang dilakukan
dengan cara menambahkan sejumlah larutan baru yang lebih diketahui
kadarnya. Dengan mengetahui jumlah larutan baru yang ditambahkan dan
reaksinya berjalan secara kuantitatif sehingga senyawa yang dianalisis
dapat dihitung jumlahnya (Sumardjo, 1997).
Volumetri merupakan suatu cara analisis kuantitatif dan reaksi
kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya direaksikan
dengan zat lainnya telah diketahui konsentrasinya sampai tercapai suatu
titik ekuivalensi hingga kepekatan zat yang kita cari dapat
dihitung. Larutan yang kita ketahui konsentraasinya dengan teliti disebut
larutan standar. Larutan ini biasanya diteteskan dari buret ke dalam
erlenmeyer yang mengandung reaksinya selesai. Proses ini dinamakan
titrasi. Titik dimana terjadi perubahan karena indikator disebut titik titrasi.
Titik ini seharusnya jatuh pada titik yang bersamaan, tetapi hal ini sulit
karena kesulitan dalam mencari indikator yang pH intervalnya mendekati
pH ekuivalen. Perbedaan antara titik ekuivalen dengan titik titrasi disebut
kesalahan titrasi (Day dan Underwood, 2002). Indikator adalah asam
organik lemah atau basa organik lemah yang dalam larutan akan terionisasi
sebagian dimana warna yang terionisasi berbeda dengan warna yang tak
terionisasi (Sumardjo, 1994).
Analisis volumetri merupakan suatu analisa untuk menentukan
suatu volume larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Biasanya untuk
mengukur volume larutan standar tersebut harus ditambahkan dengan
melalui alat yang disebut buret. Proses penambahan larutan standar ke
dalam larutan yang ditentukan sampai terjadi reaksi yang sempurna
disebut titrasi (Lehninger, 1995).
Reaksi dalam volumetri dibedakan menjadi 3: (1) Reaksi
netralisasi adalah suatu proses terbentuknya garam dari reaksi asam dan
basa. Contoh reaksi: HCl + NaOH NaCl + H2O. (2) Reaksi
pengendapan atau pembentukan senyawa kompleks. Reaksi meliputi
pembentukan ion-ion kompleks atau pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan (Khoppar, 1990). Contoh reaksi: AgNO3 +
NaCl AgCl + NaNO3, KCN + AgNO3 K{Ag(CN)2} +
KNO3, K{Ag(CN)2} + AgNO3 Ag{(CN)2} + KNO3. (3) Reaksi oksidasi-
reduksi (redoks). Oksidasi dan reduksi selalu berlangsung secara serentak,
dimana jumlah elektron yang dilepaskan pada oksidasi harus sama dengan
elektron yang didapatkan pada reduksi, Contoh reaksi: 2FeCl3 +
SnCl2 2FeCl2 + SnCl4. (Surakiti, 1989).
Analisa volumetri dapat dibedakan menjadi:
1. Asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri: bila yang diketahui
konsentrasi asamnya. Alkalimetri adalah apabila
konsentrasi basanya diketahui.
2. Oksidimetri dibagi menjadi dua yaitu permanganametri dan
kromatometri. Permanganametri sebagai oksidatornya
adalah KMnO4. Reaksinya: MnO4- + 8H+ Mn2
+ + 4H2O.
Kromatometri bila kita mamakai oksidator
K2Cr2O7. Reaksinya: Cr2O72- + 14H+ Cr.
3. Kalorimetri adalah titrasi dengan iodium secara tidak
langsung. Iodometri adalah titrasi dengan iodium secara
langsung. Reaksinya: I2 + 2S2O32- 2I- +S4O6
2- I2 +
2e- 2I- I + e- I- .
Sifat Antihistamin
Sifat-sifat yang dimiliki antihistamin antara lain sebagai berikut :
Umumnya histamin seperti alkaloida mempunyai pH 8-11
Tidak larut dalam air, larut dalam asam encer dan alkalis
Identifikasi Antihistamin Secara Umum
Antihistamin dapat diidentifikasikan dengan beberapa cara :
Titik leleh, contoh titik leleh dari Difenhidramin berkisar 1660 – 1670
Reaksi Warna (gunakan asam pekat) :
Dengan H2SO4 pekat → semua memberikan warna, kecuali antistin dan
chlortrimeton
Beberapa warna yang dihasilkan adalah :
1. Multergan : Rosa
2. Phenergan : Rosa merah
3. Histaphen : Kuning tua
4. Avil : Kuning
5. Neo-antergan: Merah
6. Neo-benodin : Kuning dengan bintik jingga
7. Benadryl : Jingga + coklat + merah
8. Fenatiazin : merah + jingga + hijau
Dengan HNO3 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1. Histaphen : Kuning dengan bintik jingga
2. Antergan : Kuning
3. Neo-benodin : kekuningan
4. Avil : Kuning + gas
Masing-masing zat + H2SO4 pekat/HCl pekat/HNO3 pekat -> berwarna +
air -> berubah (kemungkinan alkaloid 80%), jika tetap kemungkinan
alkaloid, tapi beberapa alkaloid juga bisa menyebabkan perubahan warna
(tergantung posisi N). Perlu dilakukan reaksi pendukung lainnya.
Mandelin
Pereaksi : NH – Vanadat % dalam air + H2SO4 pekat
Frohde
Pereaksi : Larutan 1% NH4 molibdat dalam H2SO4 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1. Phenergan : Merah violet
2. Neo-antergan : Merah ungu
3. Neo-benodin : Kuning kenari
4. Multergan : Ungu
5. Histaphen : kuning dengan bintik coklat
6. Fenotiazin : Coklat hijau violet
7. Benadryl : Merah jingga
Marquis
Pereaksi : larutan encer formalin (formalin 0,1% – 1%) + H2SO4 pekat
Beberapa warna yang dihasilkan :
1. Benadryl : ungu
2. Avil : Kekuningan
3. Multergen : Ungu
4. Antistin : lama lama akan berwarna ungu
FeCl3
AgNO3
Reaksi Kristal
Beberapa pereaksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. AuCl3
2. PtCl3
3. Asam Pikrat
4. Asam Pikrolon
5. Garam Reinekat
Proses kerja : zat dilarutkan dalam HCL 0,2 N kemudian ditambahkan
pereaksi → endapan, dipanaskan dalam api kecil hingga larut,
dinginkan→ mengkristal
Pengecualian untuk pereaksi asam pikrat: pada gelas objek, zat
diberi air kemudian ditetesi asam pikrat, jangan ditambah HCl
(dengan HCl, yang keluar adalah kristal asam pikrat sendiri
Pengecualian untuk asam pikrolon : Tidak perlu dipanaskan dalam
api kecil
Mayer (pada plat tetes)
Pereaksi : HgCl2 + lautan KI 5% + H2SO4 pekat
Proses kerja : zat + HCl 0,2 N + pereaksi
Contoh : Benadryl → ungu muda
Dragendorff
Pereaksi : Larutan bismut nitrat basa dalam air/asam asetat glasial dengan
KI dalam air
Proses kerja : zat + peraksi
Reaksi Korek Api
Proses kerja ada 2 cara :
Batang korek api dicelupkan kedalam campuran (zat dalam HCl), lalu
dibasahi dengan HCl pekat, atau
Batang korek api dibasahi dengan HCl pekat, keringkan lalu celupkan
kedalam campuran (zat dalam HCl) untuk penentuan amin aromatis
primer (berwarna jingga).
Contoh : avil → jingga
a. Analisa Kualitatif dan kuantitatif Difenhidramin Hcl
Analisa kualitatif
Pengujian dilakukan pada sampel difenhidramin–HCl yang
juga merupakan salah satu senyawa obat yang berkhasiat sebagai
antihistaminikum. Analisis kualitatif sampel difenhidramin
ditambahkan H2SO4 pekat dan diencerkan dengan akuades
menghasilkan warna merah-coklat. Dan juga senyawa
difenhidramin HCl dapat dianalisis secara kualitatif menggunakan
metode spektroskopi inframerah dengan cara mengidentifikasi
gugus fungsi yang dihasilkan pada spectrum inframerah.
Analisa Kuantitatif
Menganalisis senyawa difenhidramin hcl secara kuantitatif
yaitu dengan menggunakan instrument. Metode instrument yang
digunakan adalah spektrofotometer UV dan spektroskopi
inframerah. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat diketahui
konsentrasi dan kadar difenhidramin hcl dalam sampel.
Kadar senyawa difenhidramin HCl secara kuantitatif
dengan metode spektrofotometri UV yaitu pada panjang
gelombang 258 nm. Konsentrasi sampel difenhidramin HCl adalah
89,73 ppm dengan persentase kadar yaitu 35,748%.
b. Analisa Kualitatif dan kuantitatif Klorofeniramin Maleat (CTM)
Analisa kualitatif
Pengujian dilakukan pada sampel Klorofeniramin Maleat
atau yang biasa dikenal sebagai CTM Analisis kualitatif sampel
CTM pereaksi yang digunakan dalam analisis adalah larutan
natrium hidroksida(NaOH) dan larutan kupri sulfat(CuSO4). Pada
awalnya larutan ctm berwarna kuning setelah ditambahkan oleh
pereaksi maka terjadi perubahan warna larutan menjadi larutan
berwarna hijau tua. Perubahan warna larutan menjadi warna hijau
tua merupakan reaksi khas yang terjadi apabila CTM direaksikan
dengan larutan CuSO4.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok
reseptor –histamin (penghambatan saingan).
Difenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin.
Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidot, reaksi
hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim
Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi
pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang
sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual
dan anestesi topikal. Sedangkan Klorfeniramin maleat merupakan obat
golongan antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
3.2 Saran
Dengan mengetahui tentang Difenhidramin HCL dan Klorfeniramin
maleat baik maka diharapkan penulis ataupun pembaca mampu memahami
dan mampu mempelajari serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI.1974.Ekstra Farmakope Indonesia. Jakarta: PT
FARITEX
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Roman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka
Pelajar : Yogyakarta.
Joyce jammes, Colin Baker, dkk. 2006. Prinsip - Prinsip Sains Untuk
Keperawatan ( principles of science for nurses ): Jakarta
Keenan, Charles W, kleinfelter, dkk., 1994. Kimia Untuk Universitas. Erlangga:
Jakarta.
Siswandono. 2000. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.
Sumardjo, damin. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan kuliah mahasiswa
kedokteran dan program strata 1 Fakultas Bioeksata. Semarang. http://wiro-
pharmacy.blogspot.com/search?q=analisis+kualitatif.html . Diakses 30 Maret
2012.
Tjay, T.H., dkk. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Keenam Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.