Post on 20-Nov-2020
i
MAJAS DALAM KUMPULAN PUISI SETIAP BARIS HUJAN
KARYA ISBEDY STIAWAN ZS
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)
RANI FUJIATI NINDRI
NPM 11080035
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
2015
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Rani Fujiati Nindri (11080035) Majas dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa
Dan Sastra Indonesia. Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
(STKIP) Sumatera Barat, Padang, 2015.
Penelitian ini mengkaji tentang majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan
majas apasaja yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS dan mendeskripsikan majas dominan yang terdapat dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS. Penelitian ini
penting dilakukan karena majas adalah salah satu unsur puisi yang memberikan
keindahan dan makna kias dalam menyampaikan tujuan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis adalah metode yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta-fakta dan kemudian disusul dengan
analisis. Sumber data dalam menganalisis majas yaitu Kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS yang terdiri atas ini 53 judul puisi. Puisi
dianalisis secara keseluruhan. Dalam menganalisis kumpulan puisi ini digunakan
teori menurut Ngusman Abdul Manaf (2008). Pengumpulan data dilakukan
dengan cara: (1) membaca dan memahami semua puisi yang terdapat dalam
kumpulan puisi, (2) menandai kata-kata yang menggunakan majas pada semua
puisi yang terdapat pada kumpulan puisi, (3) mencatat majas yang terdapat pada
kumpulan puisi, (4) menginventarisasikan data, (5) mengidentifikasi penggunaan
majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS, (6)
mengklasifikasikan majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS.
Hasil penelitian tentang majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
karya Isbedy Stiawan ZS ditemukan bahwa dalam kumpulan puisi ini majas
perbandingan terdapat empat jenis majas yaitu majas persamaan atau simile,
majas metafora, majas personifikasi, majas hiperbol. Majas nonperbandingan
ditemukan enam jenis majas yaitu majas repetisi, majas antitesis, majas aliterasi,
majas apostrof, majas asindenton, majas ironi. Majas yang dominan dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS adalah majas
persamaan atau simile.
i
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ―Majas dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan
ZS‖. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan motivasi
dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Pembimbing I dan pembimbing II, Aruna Laila, S.S, M.Pd. dan Dina
Ramadhanti, M.Pd. yang telah membimbing, memberikan saran, dan perbaikan
dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh kbijakan dan kesabaran.
2. Ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Iswadi Bahardur, M.Pd. dan Indriani Nisja, M.Pd. yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang telah membekali ilmu kepada penulis selama proses perkuliahan.
4. Penasehat Akedemik (PA) yang telah membimbing dan memberikan nasehat
kepada penulis selama perkuliahan hingga penulisan skripsi
5. Orang tua yang selalu memberikan dukungan, nasihat, dan doa.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk
kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk
pembaca.
Padang, September 2015
Penulis
ii
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Fokus Masalah ..................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
D. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
F. Batasan Istilah ...................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 7
A. Landasan Teori ..................................................................................... 7
1. Hakikat Puisi .................................................................................. 7
a. Pengertian Puisi ........................................................................ 7
b. Ciri-Ciri Puisi ........................................................................... 8
c. Unsur-Unsur Puisi .................................................................... 9
2. Hakikat Majas ................................................................................ 12
a. Pengertian Majas ...................................................................... 13
b. Jenis-Jenis Majas ..................................................................... 13
B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 30
C. Kerangka Konseptual ........................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 29
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 29
B. Metode Penelitian................................................................................. 29
C. Data Dan Objek Penelitian .................................................................. 29
D. Instrumen Penelitian............................................................................. 30
iii
vii
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 31
F. Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 32
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 33
BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 34
A. Temuan Penelitian ................................................................................ 34
B. Analisis Data Majas dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbdy Stiawan ZS ................................................................................. 56
C. Pembahasan .......................................................................................... 108
D. Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .............. ̀ 118
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 120
A. Kesimpulan .......................................................................................... 120
B. Saran ..................................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 122
LAMPIRAN
iv
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Tabel Inventarisasi Data ............................................................... 123
Lampiran II. Tabel Klasifikasi Data................................................................. 138
Lampiran II. Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS . 152
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra tercipta karena adanya inisiatif pengarang dalam menciptakan
karya dalam bentuk ide dan gagasan yang kreatif. Ide dan gagasan kreatif tersebut
tercipta bukan hanya dari imajinatif pengarang tetapi juga pengetahuan yang
dimiliki pengarang. Pengarang menciptakan karya sastra dari media bahasa yang
diambil dari gambaran-gambaran hidup manusia, baik itu pengalaman pengarang
sendiri maupun pengalaman orang lain. Dengan demikian karya sastra yaitu karya
yang tercipta dari ide kreatif pengarang yang menggambarkan tentang kehidupan
dengan menggunakan media bahasa.
Satu di antara bentuk karya sastra adalah puisi. Puisi termasuk karya sastra
yang memiliki nilai keindahan yang dihasilkan dari ide kreatif pengarang. Puisi
diciptakan pengarang dengan bahasa pilihan dan memiliki makna yang tersirat
dari kata dan bait puisi. Oleh sebab itu, puisi berarti karya sastra yang
mengungkapkan perasaan pengarang dengan kata-kata yang indah, dari puisi
tersebut tersirat makna yang dalam sehingga pembaca tergugah perasaannya.
Puisi terdiri dari unsur fisik dan unsur mental. Unsur fisik yaitu unsur-
unsur yang terdapat pada teks puisi. Unsur fisik puisi terdiri atas diksi,
pengimajian, kata konkret, majas dan tipografi puisi. Unsur mental adalah unsur-
unsur yang lebih kepada unsur semantik atau unsur-unsur yang tidak terdapat
pada teks puisi. Unsur mental puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, amanat.
Majas termasuk ke dalam unsur fisik puisi. Oleh sebab itu, majas termasuk
ke dalam salah unsur terpenting di dalam puisi. Majas disebut penggunaan bahasa
1
2
secara kias, indah, dan imajinatif dalam mencapai tujuan. Dapat diungkapkan juga
majas adalah makna yang timbul dari penyimpangan bahasa yang dilakukan
pengarang atau penyair untuk meningkatkan efek makna yang terdapat pada
sebuah karya. Efek makna yang dihasilkan oleh majas dalam puisi akan
menjadikan puisi menjadi karya yang menarik, karena memiliki nilai keindahan
yang berbeda. Oleh karena itu majas menjadikan puisi lebih menarik karena nilai
makna kias dalam menyampaikan tujuan.
Setiap pengarang mempunyai majas yang berbeda-beda dalam
menuangkan setiap ide tulisannya. Majas tersebut membedakan setiap penulis satu
dengan penulis lainnya. Isbedy Stiawan ZS adalah salah seorang pengarang yang
banyak menggunakan majas dalam tulisannya. Isbedy Stiawan ZS menyampaikan
karya puisinya dengan menggunakan majas yang menarik.
Isbedy Stiawan ZS lahir di Tanjungkarang (Lampung), 5 Juni 1958.
Semenjak 1979 Isbedi Stiawan ZS mulai menulis. Tahun 1981, Isbedy Stiawan
ZS mulai menulis puisi. Pada saat itu karyanya seperti cerpen, puisi, esai
terpublikasi di media massa terbitan Jakarta seperti Kompas, Pelita, Yudha
Minggu, Swadesi, Simponi, Berita Buana, dan Suara Merdeka. Karya-karya
Isbedy Stiawan ZS semakin dikenal di media massa Nasional. Isbedy Stiawan ZS
tercatat sebagai salah satu pengarang yang berpengalaman dalam menciptakan
karya-karyanya. Isbedy Stiawan ZS adalah pengarang yang produktif
menghasilkan karya puisi.
Isbedy Stiawan ZS menciptakan puisi dengan ide kreatif dengan
menemukan kata yang puitis terlebih dahulu, lalu diolah menjadi puisi. Dalam
3
menulis puisi, ia tidak pernah membatasi tema tertentu karena menulis puisi tidak
bisa dipaksa, puisi mengalir menurut apa yang ada di dalam imajinasi, rasa,
emosional, dan intelektual. Hal tersebut membuktikan bahwa Isbedy Stiawan ZS
adalah pengarang yang memiliki eksistensi dalam menciptakan karya puisi. Hal
tersebutlah alasan mengapa Isbedy Stiawan ZS dijadikan sebagai pengarang yang
menarik untuk di analisis karya-karyanya.
Salah satu karya kumpulan puisi Isbedy Stiawan ZS adalah Setiap Baris
Hujan. Kumpulan puisi ini terbit pada tahun 2008. Judul kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan diambil dari salah satu judul puisi yang terdapat dalam kumpulan
puisi ini. Dari sekian banyak kumpulan puisi Isbedy Stiawan seperti Salamku
pada Malam (2006), Laut Akhir (2006), Perahu di Atas Sajadah (2007),
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan ini sangat menarik karena pada kumpulan
puisi ini ia menyampaikan pesan-pesan moral untuk pembaca. Isbedy Stiawan ZS
juga menyampaikan kritikan-kritikan seperti ketidakpedulian pemerintah atas
bencana alam, kemiskinan, hingga politik di negeri ini. Selain itu, kumpulan
puisi ini pengarang banyak menyampaikan puisinya dengan tema tentang laut
untuk menyampaikan kisah percintaan, dan alam yang telah rusak seiring
perubahan zaman. Pengarang dalam kumpulan puisi ini berusaha menyampaikan
apa yang ia rasakan dengan kata-kata bermajas untuk menggambarkan ciri khas
dari pengarang.
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan terdiri dari 53 judul puisi. Pada
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan, pengarang menyampaikan puisi-puisi dengan
menggunakan majas. Majas-majas tersebut beragam seperti perbandingan,
4
metafora, personifikasi, dan lain-lain seperti pada kutipan berikut pengarang
menggunakan majas perbandingan, ―di kotaku selalu ada air yang datang seperti
pelanggan belanja atau menagih hutang memasuki rumah-rumah membawa pergi
barang-barang berharga‖ (Stiawan, 2008:4). Pada kutipan tersebut terlihat bahwa
pengarang menggunakan majas perbandingan dengan menggunakan pembanding
seperti dengan membandingkan kotanya yang selalu direndam banjir dengan
penangih hutang. Kutipan tersebut membuktikan bahwasa Isbedy Stiawan ZS
menggunakan majas dalam karya-karya puisinya. Pentingnya majas dalam karya
puisi Isbedy Stiawan ZS menjadikan karyanya sebagai puisi yang memiliki nilai
keindahan dengan menggunakan bahasa bermajas, sehingga majas dalam
kumpulan puisi ini menarik untuk dianalisis secara khusus.
Majas dalam kumpulan Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS,
dapat diimplikasikan kepada pembelajaran apresiasi sastra di SMA. Terdapat
dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SMA kelas X semester I.
Standar Kompetensi (SK): 5. Memahami puisi yang disampaikan secara
langsung/tidak langsung. Kompetensi dasar (KD): 5.1. Mengidentifikasi unsur-
unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk
menganalisis majas dalam Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Kumpulan Isbedy
Stiawan ZS.
5
B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini
difokuskan pada majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy
Stiawan ZS.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini dirumuskan berikut ini.
1. Apa sajakah majas yang terdapat dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
karya Isbedy Stiawan ZS?
2. Apakah jenis majas yang dominan dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
karya Isbedy Stiawan ZS?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan hal-hal berikut ini.
1. Mendeskripsikan jenis-jenis majas yang terdapat dalam kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS.
2. Mendeskripsikan majas yang dominan dalam kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan karya Isbedy Stiawan ZS.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan
bermanfaat bagi kepentingan praktis dan teoritis:
1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan pada bidang sastra khususnya majas dalam kumpulan puisi.
6
2. Secara praktis, pertama, penulis sendiri dapat menambah wawasan dalam
menganalisis karya sastra khususnya puisi. Kedua, peneliti lain untuk dapat
dijadikan sebagai bahan bandingan untuk melakukan penelitian dengan objek
yang lain. Ketiga, untuk guru Bahasa Indonesia untuk dijadikan sebagai
pedoman dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menganalisis unsur
puisi khususnya majas.
F. Batasan Istilah
Sebagai pedoman perlu diungkapkan batasan istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Istilah-istilah tersebut sebagai berikut.
1. Majas adalah penggunaan bahasa secara kias, indah, imajinatif dalam mencapai
tujuan.
2. Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran
penyair secara imajinatif.
3. Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan merupakan kumpulan puisi yang dikarang
oleh Isbedy Stiawan ZS.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Berdasarkan rumusan masalah yang berhubungan dengan majas dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS, landasan teori yang
relevan adalah (1) Hakikat puisi dan (2) Hakikat Majas.
1. Hakikat Puisi
Teori yang dijelaskan pada hakikat puisi adalah: (a) pengertian puisi, (b)
ciri-ciri puisi, dan (c) unsur-unsur puisi.
a. Pengertian Puisi
Puisi adalah salah satu jenis karya sastra selain prosa dan drama yang
diciptakan oleh pengarang dengan menggunakan kata-kata imajinatif yang indah
melimpahkan perasaan dari pengarang. Banyak ahli yang mengungkapkan
pengertian dari puisi, karena puisi memilki banyak pengertian karena tidak ada
ketetapan dalam mengartikan apa itu puisi. Setiap orang memiliki arti tersendiri
mengenai puisi. Beberapa ahli yang mengungkapkan arti dari puisi seperti yang
dijelaskan dibawah ini.
Menurut Waluyo (1991:29) definisi puisi adalah salah satu bentuk
kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif
dan disusun dengan pengkonsentrasian semua kekuatan bahasa yakni dengan
mengkonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya. Mulyana (dalam Semi,
1988:93) juga mengungkapkan definisi puisi yaitu sintesis dari berbagai peristiwa
bahasa yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang
mencari hakikat pengalamannya tersusun dengan sistem korespondensi dalam
salah satu bentuk.
7
8
Selanjutnya puisi menurut Hasanuddin (2002:5) adalah pernyataan
perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan, perasaan dan pikiran
penyair yang masih abstrak dikongretkan. Selanjutnya menurut Atmazaki
(2008:1) puisi adalah sifat atau keindahan dalam pengungkapan bahasa.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi
adalah gambaran perasaan pengarang atau penyair yang diungkapkan dengan
rangkaian kata-kata yang mempunyai nilai keindahan yang membuat pembaca
tidak hanya merasa memiliki kesan tertentu tetapi juga memiliki penafsiran
sendiri tentang apa yang diungkapkan oleh penyair.
b. Ciri-Ciri Puisi
Atmazaki (2008:8-13) memaparkan ciri-ciri puisi terdiri atas unsur formal,
tidak bercerita, struktur ritmik, dan resepsi pembaca. (1) Unsur formal puisi
adalah bahasa yang tersusun dalam baris dan bait, sedangkan unsur informalnya
adalah rima. Secara formal puisi tersusun dalam baris-baris yang membentuk bait-
bait. (2) Tidak bercerita, berbeda dengan karya sastra berbentuk prosa, puisi tidak
merupakan suatu deretan peristiwa, tidak bercerita, tidak juga mengutamakan plot.
Puisi pertama-tama merupakan sebuah monolog. Sebagai sebuah monolog
kekuatan puisi terletak pada kekuatan ekspresinya.
(3) Struktur ritmik. Keterikatan kata dalam puisi lebih cendrung kepada
struktur ritmik sebuah baris daripada struktur sintaksis sebuah kalimat seperti
dalam prosa. Unsur dasar sebuah puisi, bukanlah kalimat, melainkan baris.
Terutama untuk puisi yang megutamakan unsur formal. (4) Konotasi, Bahasa
9
dalam puisi cendrung kepada konotasi. Konotasi ini adalah ciri-ciri yang sangat
dominan ada dalam puisi.
(5) Resepsi pembaca, Sebuah karya sastra disebut puisi adalah karena
pembacanya membacanya sebagai sebuah puisi. Setiap pembaca mempunyai
kesiapan dan harapan setiap jenis teks yang dibacanya agar teks itu memberikan
sesuatu atau bagaimana yang diharapkan. Misalnya, apabila seseorang membaca
sebuah teks, dan sewaktu, membaca ia mempersiapkan mental dan harapannya
untuk menerima teks itu sebagaimana yang dipunyai oleh sebuah puisi, maka teks
itu adalah puisi.
Hasanuddin WS (2002:20) juga mengungkapkan ciri-ciri puisi sebagai
berikut: Unsur puisi yang pertama yaitu unsur kepuitisan. Unsur kepuitisan adalah
sesuatu yang membangkitkan perasaan, menarik perhatian, dan menimbulkan
keharuan. Selanjutnya yang kedua Unsur formal. Unsur formal adalah sebuah
karya yang dibagun oleh adanya unsur baris/larik dan bait.
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri puisi
adalah dari segi unsur formal, unsur kepuitisan, tidak bercerita, struktur ritmik,
konotasi, resepsi pembaca.
c. Unsur-Unsur Puisi
Waluyo (1991:25-29) menjelaskan unsur-unsur puisi yaitu terdiri atas unsur
fisik dan unsur mental. (1) Unsur Fisik, Unsur fisik sering kali disebut struktur
sintaksis puisi. Yang terdiri atas baris-baris puisi bersama-sama membangun bait-
bait puisi. Selanjutnya bait-bait puisi itu membangun kesatuan makna di dalam
keseluruhan puisi sebagai sebuah wacana. Unsur fisik puisi terdiri atas diksi,
10
pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma,dan metrum), dan
tipografi puisi. (2) Unsur batin, Unsur batin seringkali disebut sebagai struktur
tematik atau struktur semantik. Unsur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan,
dan amanat.
Unsur-unsur fisik puisi tersebut dijelaskan secara khusus oleh Waluyo (1991:
66-101) sebagai berikut:
1) Diksi (Pemilihan Kata)
Diksi atau pemilihan kata yang diciptakan penyair dibuat dengan sangat
cermat sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi
dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan
kedudukan kata dalam keseluruhan puisi.
2) Pengimajian
Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang mengungkapkan
pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Pengimajian ditandai dengan menggunakan kata yang konkret dan khas. Imaji
yang ditimbulkan ada tiga macam yakni visual, auditif, dan taktil (cita rasa).
3) Kata konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang dapat menyaran kepada arti yang
menyeluruh. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran pada arti yang
mnyeluruh. Dengan demikian pembaca terlibat peneuh secara batin ke dalam
puisinya.
11
4) Majas (bahasa figuratif)
Majas atau bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk
mengatakan sesuatu dengan tidak biasa, yakni secara tidak langsung
mengungkapkan makna. Kata atau bahasanya bermakna kias atau makna lambang.
5) Versifikasi (rima, ritma, dan metrum)
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk
musikalitas. Selanjutnya, ritma adalah hal yang berhubungan dengan bunyi, kata,
frasa, dan kalimat. Berbeda dengan ritma, metrum adalah berupa perulangan
tekanan kata yang tetap, metrum bersifat statis.
6) Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dan prosa, larik-larik
puisi tidak dibangun oleh paragraf namun membentuk bait. Baris puisi tidak
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
halaman yang membuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal yang mana tidak
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian yang menunjukkan
esksistensi sebuah puisi.
Unsur puisi yang kedua yaitu unsur batin dijelaskan oleh Waluyo
(1991:102-130). Unsur batin puisi akan dijelaskan di bawah ini.
1) Tema
Tema adalah gagasan pokok yang mengemukakan oleh penyair. Pokok
pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair,
sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Tema puisi harus dihubungkan
dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajikan.
12
2) Perasaan
Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan
harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama,
penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya, sehingga
hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Perbedaan sikap penyair menyebabkan
perbedaan persaan penyair menghadapi objek tertentu.
3) Nada
Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Apakah penyair besikap
menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan
sesuatu kepada pembaca. Hal tersebut terlihat dari nada yang disampaikan
penyair.
4) Amanat
Amanat atau pesan yang disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah
memahami tema, perasaan, dan nada dari puisi. Tujuan amanat merupakan hal
yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik
kata-kata dan tema yang diungkapkan.
Ahli yang lain yang membahas unsur-unsur puisi yaitu Boulton (dalam
Semi 1988:107) menyatakan hal serupa yaitu puisi terdiri dari dua unsur yaitu:
Bentuk Fisik, Bentuk fisik yaitu mencakup penampilan puisi dalam bentuk nada
dan larik puisi termasuk di dalamnya irama, sajak, perulangan bunyi, intonasi,
dan perangkat kebahasaan lainnya. Selanjutnya bentuk mental, bentuk mental
yaitu tema, urutan logis, pola asosiasi acuan arti yang dilambagkan dan pola-pola
citraan serta emosi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulan bahwa unsur-unsur
puisi terdiri atas dua bentuk yaitu unsur fisik dan unsur batin atau unsur mental.
13
Unsur fisik puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi
(rima, ritma,dan metrum), tipografi puisi, irama, sajak, perulangan bunyi, dan
intonasi. Unsur batin atau mental puisi terdiri atas tema, nada, perasaan, dan
amanat, urutan logis, pola asosiasi acuan arti yang dilambagkan dan pola-pola
citraan serta emosi.
2. Hakikat Majas
Berdasarkan pendapat Waluyo (1991:25-29) di atas, majas termasuk ke
dalam unsur fisik dari puisi. Unsur fisik tersebut membuat majas menjadi unsur
penting di dalam puisi. Oleh karena itu, teori yang relevan dijelaskan pada
hakikat majas adalah: (a) pengertian majas dan (b) jenis-jenis majas.
a. Pengertian Majas
Menurut Moeliono, dkk (1990:545) majas adalah cara melukiskan sesuatu
dengan jalan menyamakan dengan sesuatu yang lain atau majas sama dengan
kiasan. Selanjutnya, menurut Nurgiyantoro (1995:297) pemajasan (figure of
speech) adalah teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, makna yang
ditambahkan, makna yang tersirat atau merupakan gaya yang segaja
mendayagunakan penuturan dengan memanafatkan bahasa kias. Selanjutnya,
Atmazaki (2008:92) menyatakan bahwa majas atau kiasan merupakan salah satu
bentuk ketidaklangsungan ucapan pengganti arti. Apa yang dikatakan berbeda
dengan yang dimaksudkan. Makna kata yang diucapkan diganti dengan makna
yang dimaksudkan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan majas merupakan tanda
bahasa yang digunakan pengarang untuk mengungkapkan ide, maksud dan pikiran
dengan menggunakan bahasa kias sebagai sarana penyampainnya.
14
b. Jenis-Jenis Majas
Jenis-jenis majas dikemukakan oleh Manaf (2008: 143-164) yaitu majas
perbandingan atau kiasan dan majas nonperbandingan atau retoris. (1) Majas
perbandingan atau kiasan terdiri atas: persamaan atau simile, metafora,
personifikasi, metonimi, sinekdoke, hiperbol, alusi, paradoks, oksimoron, eponim,
epitet, paronomasia, hipalase. (2) Majas nonperbandingan atau terotis, terdiri atas:
klimaks, antiklimaks, repetisi, paralelisme, antitesis, aliterasi, anasrof, apofasis,
aposrof, asidenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, histeron porteron, ironi, liteotes,
inuendo, periferasis, pleonasme, prolepsis, pertanyaan retoris, silepsis dan
zeugma.
Pada penelitian ini akan menggunakan teori Manaf (2008: 143-164), sebagai
teori yang relevan yang dikhususkan pada majas sebagai berikut:
1) Majas Perbandingan atau Kiasan
Majas perbandingan atau kiasan adalah majas yang membandingkan sesuatu
dengan hal yang lain yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Kesamaan ciri antara
objek terbanding dengan objek pembanding inilah yang menjadi sumber utama
pemakaian majas perbandingan. Oleh karena itu, majas perbandingan maknanya
tidak dapat dipahami langsung berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal
majas itu.
Berikut ini diuraikan berbagai jenis majas perbandingan yaitu:
a) Persamaan atau Simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Dalam
perbandingan eksplisit sesuatu yang dimaksudkan disamakan dengan sesuatu yang
lain dengan menggunakan kata perumpamaan atau pembanding secara eksplisit,
misalnya: seperti, bagaikan, laksana, bak, sama dengan (Manaf, 2008:148).
15
Contoh: ―pipinya bagaikan pauh dilayang‖ (Manaf, 2008:149)
b) Metafora
Metafora adalah majas perbandingan yang kata-kata pembandinganya
tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tidak dihubungkan dengan kata-
kata pembanding ata kata-kata pengumpama.
Contoh:―si hidung belang itu mendapatkan mangsa anak ABG‖ (Manaf,
2008:149).
c) Personifikasi
Personifikasi adalah majas yang memberikan sifat-sifat yang dimilki
manusia atau perilaku yang lazim dilakukan manusia kepada benda. Dengan kata
lain memperlakukan benda-benda besifat dan berprilaku seperti manusia.
Contoh: ―hatinya merintih karena dia dikhianati kekasihnya‖
(Manaf, 2008:149).
d) Metonimi
Metonimi adalah majas perbandingan yang menggunakan unsur tertentu
yang paling menonjol dari objek yang dimaksudkan. Dengan demikian metonimi
berarti mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain, kerena
mempunyai kaitan yang dekat.
Contoh: ―saya ingin memiliki honda‖ (Manaf, 2008:149).
e) Sinekdoke
Sinekdoke adalah bahasa figuratif. Bahasa figuratif artinya majas yang
menyebutkan unsur sebagian yang mengacu kepada keseluruhan (sinekdoke pars
prototo) atau menyatakan keseluruhan yang mengacu pada sebagian (totum pro
parte)
16
Contoh: ―Indonesia memenangkan pertandingan bulu tangkis‖
(Manaf, 2008:150).
f) Hiperbol
Hiperbol adalah majas yang mengandung pernyataan berlebihan. Hal
tersebut yaitu dengan membesar-besarkan suatu unsur dari kenyataan yang
sebenarnya.
Contoh: ―darah pahlawan itu tumpah membanjiri bumi‖ (Manaf,
2008:150).
g) Alusi
Alusi adalah suatu acuan yang digunakan untuk menyugestikan kesamaan
antara orang, tempat atau peristiwa. Apabila kata, frasa, klausa, atau kalimat
tersebut, orang akan serta merta ingat terhadap peristiwa, tempat, tokoh atau
benda tertentu. Agar alusi tersebut dikenal orang lain maka harus bekaitan erat
dengan acauan yang yang dimaksudkan penutur.
Contoh: ―Peristiwa madiun itu hendaknya tidak terulang lagi‖
(Manaf, 2008:151).
h) Paradoks
Paradoks adalah majas yang mengandung pernyataan yang bertentangan
dari kebiasaan yang ada. Paradoks disebut juga bertentangan dengan fakta-fakta
yang sebenarnya.
Contoh:―orang itu kehausan di danau yang berair jernih‖ (Manaf,
2008:151).
17
i) Oksimoron
Oksimoron adalah majas yang berupa frasa yang maknanya saling
bertentangan untuk membangun kebalikan makna yang tajam. Dengan
menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan.
Contoh: ―Melakukan teror kepada tamu di rumah kita adalah
keramatamahan yang bengis‖ (Manaf, 2008:151).
j) Eponim
Eponim adalah majas yang menggunakan nama orang ternama yang
mempunyai kehebatan tertentu. Kehebatan tertentu tersebut untuk mengacu ke hal
yang menjadi kehebatan khusus orang itu. Maksudnya dengan menyebut nama
maka akan mengacu pada kehebatannya.
Contoh: ―kita membutuhkan Herkules untuk melumpuhkan orang itu‖
(Manaf, 2008:152).
k) Epitet
Epitet adalah majas yang berupa frasa deskriptif untuk menggantikan
nama orang, binatang, atau benda. Frasa tersebut merupakan acuan yang
menyatakan ciri khusus dari seseorang atau sesuatu hal.
Contoh: dewi malam untuk menggantikan ―bulan‖ (Manaf, 2008:152).
l) Paronomasia
Paronomasia adalah majas yang berupa permainan kata. Permainan kata
tesebut berbentuk sama, tetapi maknanya berbeda. Majas paronomasia juga
disebut majas yang mempergunakan kemiripan bunyi.
Contoh: ―Tanggal lima gigiku tanggal lima‖ (Manaf, 2008:152)
18
m) Hipalase
Hipalase adalah majas yang berupa kata atau frasa tertentu yang
digunakan untuk menerangkan pokok tertentu yang sebenarnya pokok itu
tetap cocok dijelaskan dengan kata atau frasa itu. Disebut juga disebut juga
kebalikan dari satu relasi alamiah antara dua komponen gagasan.
Contoh: ―pejabat itu menaiki mobil yang sangat angkuh‖ (Manaf,
2008:153).
2) Majas Nonperbandingan Atau Retoris
Majas nonperbandingan adalah jenis gaya bahasa dari segi internal struktur
linguistik, khususnya struktur sintaksisnya yang tidak menggunakan perbandingan
atau perumpamaan untuk mendapatkan makna khusus. Dalam majas
nonperbandingan makna khusus dicapai dengan menata unsur frasa, menata unsur
kalausa, atau menata unsur kalimat (Ngusman 2008:13). Majas nonperbandingan
diuraikan sebagai berikut.
a) Klimaks
Klimaks adalah majas nonperbandingan yang dibentuk dengan meletakan
satuan bahasa yang maknanya kurang penting, kemudian disusul satuan bahasa
yang mengandung makna yang lebih penting, begitu terus sampai terakhir adalah
satuan bahasa yang mengandung makna yang paling penting.
Contoh: ―pimpinan harus berani mengkritik, menyarankan,
memperingatkan bahkan memberi sanksi kepada orang yang
dipimpinnya‖ (Manaf, 2008:154).
b) Antiklimaks
Antiklimaks adalah majas nonperbandingan yang dibentuk dengan
meletakkan satuan bahasa yang maknanya paling penting, kemudian disusul
19
dengan satuan bahasa yang mengandung makna yang agak penting, begitu terus
sampai terakhir adalah satuan bahasa yang mengandung makna yang tidak
penting.
Contoh: ―mereka sudah berkeluarga sendiri, tetapi timpat tinggal,
kenderaan, pakaian, bahkan sendal jepitpun meminta kepada orang
tuanya‖ (Manaf, 2008:154).
c) Repetisi
Repetisi adalah majas nonperbandingan yang dibentuk dengan mengulang
kata-kata kunci untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
Repetisi terdapat pada kalimat yang berimbang.
Contoh: ―pejabat harus jujur, pejabat bublik harus profesional,
pejabat publik harus setia dengan pekerjaannya, dan pejabat publik
harus disiplin‖ (manaf, 2008:155)
d) Paralelisme
Paralelisme adalah majas yang dibentuk dengan membentuk kesejajaran
pemakaian kata-kata, frasa, atau kalausa yang menduduki fungsi tertentu dalam
kalimat. Kesejajaran tersebut dapat pula berbentuk anak kalimat yang terapat pada
induk kalimat yang sama. Majas paralelisme terdiri dari kalimat yang berimbang.
Contoh: ―pejabat yang mengorupsi jatah orang yang ditimpa musibah
tidak hanya jahat, tetapi juga biadab‖ (Manaf, 2008:155).
e) Antitesis
Antitesis adalah majas yang mengandung gagasan yang bertentangan.
Majas antitesis menggunakan kata-kata, frasa, atau klausa yang saling
bertentangan gagasannya. Majas ini terdiri dari kalimat yang berimbang.
Contoh: ―tua muda, kaya miskin, laki-laki perempuan, besar-kecil,
desa-kota, semua dapat berperan serta mengandung negeri ini‖
(Manaf, 2008:155).
20
f) Aliterasi
Aliterasi adalah majas yang menggunakan konsonan yang sama. Konsonan
tersebut berada pada kata atau frasa untuk membentuk intensitas makna dan
keindahan musikalitas tuturan. Aliterasi digunakan di dalam puisi untuk
keindahan dan penekanan.
Contoh: ―kembang kempis kehidupannya kukuhkan kemiskinan‖
(Manaf, 2008:155).
g) Anasrof
Anasrof adalah majas yang berupa pembalikan susunan bagian kalimat
sehingga susunan kalimat itu tidak dalam susunan biasa. Unsur kalimat itu dapat
berupa subjek, prediket, objek, atau keterangan. Hal tersebut menjadikan susunan
kalimat yidak beraturan untuk mencapai tujuan.
Contoh: ―habislah sudah harapan masyarakat untuk mendapatkan
keadilan karena penegak hukum telah memperjualbelikan keadilan‖
(Manaf, 2008:153).
h) Apofasis
Apofasis adalah majas yang menutur atau penulis yang penutur atau
penulis seolah-olah menutupi suatu masalah, tetapi penutur atau penulis itu justru
menegaskan masalah itu. Artinya seperti menyembunyikan masalah tersebut,
tetapi malah membeberkanya.
Contoh: ―dalam forum ini, sebenarnya saya tidak ingin mengatakan
bahwa negara ini nyaris bangkrut karena sebagian besar penjahat
berlomba-lomba mengorupsi kekayaan negara dengan cara masing-
masing‖ (Manaf, 2008:156).
i) Aposrof
Aposrof adalah majas yang berbentuk penyampaian amanat kepada orang
yang tidak hadir di depannya, makhluk gaib, malaikat, jin, dewa, Tuhan, atau
21
sesuatu yang abstrak, tetapi sebenarnya yang dituju oleh penutur atau penulis
adalah orang yang hadir didepannya itu.
Contoh: ―wahai malaikat yang patuh dan tak benafsu, abdikan dirimu
untuk membangun bangsa kami yang miskin dan tertindas ini‖
(Manaf, 2008:157).
j) Asidenton
Asidenton adalah majas yang gagasannya padat yang dicapai dengan
memberikan kata hubung pada kata-kata, frasa, atau klausa yang sejajar. Bentuk-
bentuk itu biasanya dipisah oleh tanda koma. Sehingga gagasan tersebut menjadi
sejajar.
Contoh: ―ketakutan, kelaparan, gonjangan jiwa adalah ujian Allah
kepada hambanya‖ (Manaf, 2008: 157).
k) Kiasmus
Kiasmus adalah majas yang terdiri dari dua bagian. Maksudnya kata, frasa,
atau klausanya bertimbang secara grmatika maupun maknanya. Akan tetapi satu
di antara klausa itu susunannya terbalik dibandingkan dengan susunan klausa
lainnya.
Contoh: ―semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah
ketekunan kami untuk melanjutkan usaha itu‖ (Manaf, 2008:157).
l) Elipsis
Elipsis adalah majas yang berupa penghilangan satu kata/frasa atau lebih
yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca.
Kalimat tersebut juga memenuhi struktur gratikal yang berlaku.
Contoh: ―anak-anak yang kedua orang tuanya sangat sibuk berbisnis
mendapatkan meteri yang berlimapah, tetapi dari segi kasih sayang...‖
(Manaf, 2008‖175).
22
m) Eufemisme
Eufemisme adalah pemakaian ungkapan yang dianggap mempunyai nilai
rasa positif, misalnya halus, sopan, adil, tidak merugikan orang lain untuk
menggantikan bentuk-bentuk ungkapan yang bernilai rasa negatif. Misalnya kasar,
tidak sopan, zalim, dan semena-mena.
Contoh:―sikap santun dan sabar sangat diperlukan oleh pramuniaga‖
(Manaf, 2008:158)
n) Histeron Proteron
Histeron proteron adalah majas yang berupa kebalikan dari sesuatu yang
logis. Bisa disebut juga pengungkapan gagasan yang bertentangan dengan akal
sehat atau penempatan unsur kalimat yang menyimpang dari urutan yang wajar.
Misalnya menempatkan bagian kalimat yang lazimnya berada di belakang
menjadi di depan.
Contoh: ―orang tidak mau bekerja sama dengan dia karena dia suka
berladang di punggung orang lain‖ (Manaf, 2008:158).
o) Ironi
Ironi atau sindiriran disebut juga penipuan atau pura-pura. Disebut juga
penyampaian maksud penutur ke mitra tuturnya secara tidak langsung.
Maksudnya hal yang dimaksud berbeda dengan maksud sebenarnya, dengan kata
lain penutur menyampaikan maksudnya dengan sindiran secara halus.
Contoh: ―karena begitu tinggi cinta Saudara-Saudara kepada
perusahaan, barang-barang inventaris perusahaan ini hilang satu
persatu‖ (Manaf, 2008:160).
p) Litotes
Litotes adalah majas yang digunakan untuk berendah hati atau
merendahkan diri. Hal tersebut dilakukan dengan jalan mengungkapan sesuatu
23
yang kurang dari semestinya. Bisa disebut juga apa yang disampaikan bukan
keadaan yang sebenarnya.
Contoh: ―jika Bapak ke Padang, silahkan singgah di gubuk Saya‖
(Manaf, 2008:161).
q) Inuendo
Inuendo adalah sindiran yang dilakukan dengan mengecilkan pertanyaan
dari kenyataan yang sebenarnya. Inuendo juga disebut dengan menyatakan kritik
dengan makna yang tidak langsung. Kritik itu seperi tidak menyakitkan hati,
padahal malah sebaliknya.
Contoh: ―orang itu baru saja menjadi pejabat langsung kaya raya
karena sedikit mengorupsi berbagai dana pembangunan‖ (Manaf,
2008:161).
r) Periferasis
Periferasis adalah pengungkapan maksud yang tidak langsung pada
sasaran Maksud itu diungkapkan dalam bentuk deskriptif sehingga jawaban itu
lebih panjang dari jawaban semestinya. Sehingga kalimatnya menggunakan kata-
kata yang berlebihan.
Contoh: ―jawaban atas permintaan Saudara adalah kami tidak dapat
mengabulkan permintaan itu‖ (Manaf, 2008:162).
s) Pleonasme
Pleonasme adalah penggunaan kata-kata atau frasa yang berlebihan.
Maksudnya untuk menegaskan suatu maksud untuk mengungkapkan maksud
secara rinci. Akan tetapi jika kata yang berlebihan itu dihilangkan maknya akan
tetap utuh.
Contoh: ―api panas itu membakar rumah yang penduduknya tidur
lelap‖ (Manaf, 2008:163).
24
t) Prolepsis
Prolepsis adalah pembicara atau penulis mengungkapkan peristiwa atau
keadaan yang secara kronologis terjadi belakangan. Peristiwa terjadi belakangan
itu justru diungkapkan lebih awal.
Contoh: ―mobil hancur itu meluncur sangat kencang, sopirnya tidak
dapat mengendalikannya saat berbelok sehingga mobil itu terguling-
guling yang akhirnya membentur tebing batu‖ (Manaf, 2008:163).
u) Pertanyaan retoris
Pertanyaan retoris adalah majas yang berupa pembicara atau penulis
mengungkapkan pertanyaan kepada mitra tutur atau kepada pembaca, tetapi
pertanyaan itu tidak perlu dijawab oleh pendengar atau pembaca. Jawaban
prtanyaan itu diperkirakan relatif sama dari setiap orang.
Contoh: ―Maukah kita dalam keadaan miskin dan tertindas terus
menerus?‖ (Manaf, 2008:154).
v) Silepsis dan Zeugma
Silepsis dan zugma adalah menghubungkan sebuah kata dengan dua atau
lebih kata yang lain yang satu diantara dua kata itu cocok baik secara semantik
maupun gramatikal, tetapi yang lain tidak. Meskipun antara silepsis dan zeugma
secara umum sama, tetapi antara silepsis dan zeugma memilki perbedaan. Ciri
khas silepsis yaitu satu kata yang dipasangkan itu dua kata yang lain secara
gramatikan dapat diterima, tetapi secara semantik di antara dua kata mempunyai
tipe yang berbeda.
Contoh: ―fungsi dan sikap bahasa dikaji dalam sosiolinguistik‖
(silepsis), ―Tini menundukkan kepada dan badannya untuk
memberikan penghormatan kepada pimpinannya‖ (Manaf, 2008:165).
25
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis majas menurut
Manaf terdiri dari majas perbandingan atau kiasan dan majas nonperbandingan
atau teroris. Terdapat tiga puluh lima majas yang dikemukakan oleh Manaf
(2008:143-164) didalam menganalisis majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis majas telah dilakukan
yaitu sebagai berikut:
1. Suganda (2013) menulis penelitian dengan judul ―Analisis penggunaan majas
dalam antologi cerpen Jemari Laurin‖, penelitiannya peneliti memakai teori
kosasih. Dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa majas yang terdapat
dalam Antologi erpen tersebut adalah personifikasi, hiperbola, metafora elipsis,
simile, saskasme, sinisme dan alusi. Majas yang mendominan adalah majas
personifkasi.
2. Wati (2014) menulis penelitian dengan judul ―Analisis Penggunaan Majas
Dalam Kumpulan Puisi Beri Aku Malam Karya Iyut Fitria‖. Teori yang dipakai
yaitu teori Hasanuddin WS, jenis-jenis majas yang digunakan pada teori ini
yaitu majas perbandingan, majas personifikasi, majas metafora, majas alegori,
majas parabel dan majas fabel. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat
majas majas perbandingan, majas personifikasi, majas metafora. Sedangkan
majas alegori, majas parabel, dan majas fabel tidak ditemukan. Majas yang
mendominasi adalah majas personifikasi.
26
3. Mega (2015) dengan judul ―Majas dalam Kumpulan Puisi Bantalku Ombak
Selimutku Angin Karya D Zawawi Imron‖. Dalam penelitiannya teori yang
dipakai dalam menganalisis majas yaitu teori menurut Hasanuddin WS, jenis-
jenis majas yang digunakan pada teori ini yaitu: majas perbandingan, majas
personifilasi, majas metafora, majas alegori, majas parabel dan majas fabel.
Dalam penelitiannya dapat disimpulkan bahwa penggunaan majas dalam
kumpulan puisi Bantalku Ombak Selimutku Angin karya D Zawawi Imron
adalah majas perbandingan, majas personifikasi, majas metafora, majas
parabel, majas fabel. Majas dominan adalah majas personifikasi.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan terletak
pada objek kajian Objek yang diteliti yaitu kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS. Perbedaan tersebut juga terletak pada teori yang
dipakai yaitu menggunakan teori Manaf. Kesamaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang majas.
C. Kerangka Konseptual
Puisi memiliki unsur-unsur yang membangunnya yaitu unsur fisik dan unsur
batin. Unsur fisik puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas,
versifikasi (rima, ritma,dan metrum), dan tipografi puisi. Unsur batin puisi terdiri
atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Hal tersebut dikemukan oleh Waluyo
(1987:24-28).
Majas termasuk kedalam unsur fisik puisi. Oleh sebab itu majas adalah
hal yang penting di dalam puisi. Majas yaitu bahasa kiasan yang digunakan untuk
memberi efek keindahan tertentu. Majas adalah penggunaan bahasa secara
27
imajinatif yaitu dengan membandingkan suatu hal atau benda lainnya dalam
mencapai tujuan.
Jenis-jenis majas dikemukakan oleh Manaf (2008: 143-164) yaitu majas
perbandingan atau kiasan dan majas nonperbandingan atau retoris. (1) majas
perbandingan atau kiasan yang terdiri atas majas: persamaan atau simile,
metafora, personifikasi, metonimi, sinekdoke, hiperbol, alusi, paradoks,
oksimoron, eponim, epitet, paronomasia, hipalase. (2) majas nonperbandingan
atau terotis, terdiri atas: klimaks, antiklimaks, repetisi, paralelisme, antitesis,
aliterasi, anasrof, apofasis, aposrof, asidenton, kiasmus, elipsis, eufemisme,
histeron porteron, ironi, liteotes, inuendo, periferasis, pleonasme, prolepsis,
pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma. Pada penelitian ini, akan mendeskripsikan
majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS. Untuk
lebih jelasnya digambarkan dalam kerangka konseptual berikut ini.
28
KERANGKA KONSEPTUAL
Bagan I. Kerangka Konseptual
Puisi
diksi
Majas Dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedi Stiawan ZS
Unsur fisik Unsur Batin
Perbandingan/ kiasan
1. Klimaks
2. Antiklimak
3. Repetisi
4. Paralelisme
5. Antitesis
6. Aliterasi
7. Anasrof
8. Apofasis
9. Apostrof
10. Asindenton
11. Kiasmus
12. Elipsis
13. Eufemisme
14. Histeron proteton
15. Ironi
16. Litotes
17. Inuendo
18. Periferasis
19. Pleonasme
20. prolepsis
21. Pertanyaan retoris
22. Silepsis dan zeugma
pengimajian
tipografi
Tema
Nada
Perasaan
Amanat
Majas
Nonperbandingan/retoris
1. Persamaan/simile
2. Metafora
3. Personifikasi
4. Metonimi
5. Sinekdoke
6. Hiperbol
7. Alusi
8. Paradoks
9. Oksimoron
10. Eponim
11. Epitet
12. Paronomasia
13. hipalase
Versifikasi (rima,
ritma, dan metrum)
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sesuai dengan pendapat
Moleong (2010:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dengan memanfaatkan sebagai metode alamiah.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis artinya adalah data
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka setelah itu
dilakukan analisis. Menurut Ratna (2010: 53) metode deskriptif analisis dilakukan
dengan cara mengumpulkan fakta-fakta dan kemudian disusul dengan analisis.
Metode desktiptif juga disebut sebagai metode yang meguraikan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data,
mengklasifikasikan dan menginterprestasikan data tentang analisis majas dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS.
C. Data Dan Sumber Penelitian
Data penelitian ini adalah kata-kata atau larik-larik yang mengandung
majas yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy
Stiawan ZS.
29
30
Sumber penelitian ini adalah kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya
Isbedy Stiawan ZS. Dalam kumpulan puisi ini terdapat 53 judul puisi yaitu: (1)
―Ketika Kota Jadi Laut‖, (2) ―Di Kolam Ini: Selain Ikan, Tak ada Ular‖, (3)
―Kami Berakit‖, (4) ―Melayu‖, (5) ―Buku Sejarah‖, (6) ―Enggano‖, (7) ―Pantai
panjang‖, (8) ―Jalan Ke Rumahmu‖, (9) ―Sunyi Kembali Menemui Minggu‖, (10)
―Kini Setengah Abad (11) ―Aku Akan Kekal‖, (12) ―Ke Kota Ini Lagi Kau
Singgah‖, (13) ―Perempuan‖, (14) ―Pugungraharjo‖, (15) ―Datang Detiap Pagi‖,
(16) ―Alamat Ibu‖, (17) ―Tanah Lot‖, (18) ―Di Kota Kecil‖, (19) ―Percakapan Di
Bukit Landai‖, (20) ―Bersama Penyair 1‖, (21) ―Bersama Penyair 2‖, (22)
―Bersama Penyair 3‖, (23) ―Bersama Penyair 4‖, (24) ―Menunggui Laut‖, (25)
―Rambutmu yang Panjang Sebagai Sampan‖, (26) ―Aku Hilang Rupa‖, (27 ―Pada
Setiap Baris Hujan‖, (28) ―Seperti Tangan‖, (29) ―Pagi Ini Aku Kehilangan
Matahari‖, (30) ―Terompet Tutup Tahun‖, (31) ―Mantra‖, (32) ―Hanya Engkau‖,
(33) ―Lenyap‖, (34)―Taman Daun‖, (35) ―Malioboro‖, (36) ―Kau Melangkah‖,
(37) ―Ku Sembahkan Keningku‖, (38) ―Jejakmu di Pasir Masih Membekas‖, (39)
―Kubaca Tubuhmu‖, (40) ―Andai Ada Parahu‖, (41) ―Mungkin Kota Kita Beda‖,
(42) ―Kau Pergi’, (43) ―Makam Sunan Gunungjati‖, (44) ―Kanoman-Kasepuhan,
(45) ―Suaramu Bangunkan Wajah Senjaku‖, (46) ―Sajak Dua Bagian‖, (47) ―Aku
Sudah di Mana‖, (48) ―Di Rumah Sakit‖, (49) ―Memo Pagi‖, (50) ―Datang’, (51)
―Merenungi Lukuk Waktu‖, (52) ―Andung‖, (53) ―Rumah Damar‖.
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, instrumen penelitian adalah peneliti
sendiri dengan menggunakan format inventarisasi data untuk mencatat majas
dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS.
31
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1)
membaca dan memahami semua puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi, (2)
menandai kata-kata yang menggunakan majas pada semua puisi yang terdapat
pada kumpulan puisi, (3) mencatat majas yang terdapat pada kumpulan puisi, (4)
menginventarisasikan data, (5) mengidentifikasi penggunaan majas dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS, (6)
mengklasifikasikan majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS.
Untuk mengumpulkan data digunakan format inventarisasi data sebagai
berikut ini:
Format Inventarisasi Data 1
No Judul
Puisi
Data
/kutipan
Majas
Perbandingan
Hal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Keterangan:
Majas perbandingan
1. Persamaan/simile
2. Metafora
3. Personifikasi
4. Metonimi
5. Sinekdoke
6. Hiperbol
7. Alusi
8. Paradoks
9. Oksimoron
10. Eponim
11. Epitet
12. Paronomasia
13. Hipalase
32
Format Inventarisasi Data 2
Majas nonperbandingan: 1. Klimaks
2. Antiklimaks
3. Repetisi
4. Paralelisme
5. Antitesis
6. Aliterasi
7. Anasrof
8. Apofasis
9. Apostrof
10. Asindenton
11. Kiasmus
12. Elipsis
13. Eufemisme
14. Histeron proteton
15. Ironi
16. Litotes
17. Inuendo
18. Periferasis
19. Pleonasme
20. prolepsis
21. Pertanyaan retoris
22. Silepsis dan zeugma
F. Teknik Pengabsahan Data
Dalam penelitian ini teknik pengabsahan data yang digunakan adalah
teknik Triangulasi. Triangulasi menurut Moleong (2010:330) adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu. Menurut Denzin
(dalam Moleong 2010:330) ada empat macam teknik triangulasi yaitu sumber,
metode, penyidik, teori.
N
o
Judul
Puisi
Data
/kutipan Majas
Nonperbandingan
Hal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
33
Triangulasi yang akan dipakai pada penelitian ini adalah triangulasi
penyidik. Teknik triangulasi penyidik yaitu dengan jalan memanfaatkan peneliti
atau pengamatan lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lain membantu mengurangi
kemelencengan dalam pengumpulan data.
Pada penelitian ini yang menjadi penyidik adalah Zulfitriyani, M.Pd. yang
berprofesi sebagai dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP PGRI Sumareta Barat. Ia adalah dosen yang memiliki latar belakang
pendidikan sastra yang sesuai dengan masalah penelitian ini yang berhubungan
dengan analisis majas. Sebagai bukti fisik dari persetujuan tersebut akan
dilampirkan surat persetujuan dari Zulfiriyani, M.Pd.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Bodgan dan Biklen (dalam Moleong, 2010:248)
analisis data kulitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
menginterisasikannya, mencari dan menentukan apa yang penting dan apa yang
dicari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Adapun analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahap: (1)
mendeskripsikan penggunaan majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS dalam bentuk temuan penelitian, (2) menganalisis data
berdasarkan teori yang digunakan, (3) membahas data berdasarkan analisis yang
telah dirumuskan dengan teori yang digunakan, (3) mengambil kesimpulan, (4)
menulis laporan dalam bentuk skripsi.
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan secara rinci hasil penelitian majas dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS. Hal-hal yang akan
diuraikan meliputi: temuan penelitian majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan karya Isbedy Stiawan ZS, analisis majas dalam kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS, pembahasan majas dalam kumpulan puisi
Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS, implikasi dalam pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia.
A. Temuan Penelitian Majas dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS
Pada bagian temuan penelitian ini akan diuraikan temuan data yang
berkaitan dengan penelitian yaitu majas yang terdapat dalam kumpulan puisi
Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan dengan menggunkan teori Manaf. Puisi
ini terdiri dari lima puluh tiga judul puisi, akan dianalisis masing-masingnya
tergolong kedalam majas perbandingan dan majas non perbandingan yang akan
dijadikan sebagai objek penelitian.
Berikut ini adalah kutipan temuan majas yang terdapat pada kumpulan
puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS.
1. Temuan Majas Perbandingan
Majas perbandingan yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
karya Isbedy Stiawan akan dideskripsikan sebagai berikut.
34
35
a. Persamaan atau Simile
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 27
kutipan majas persamaan atau simile. Penggunaan majas persamaan dapat dilihat
pada kutipan puisi dibawah ini.
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Kami
berakit sebanyak satu kutipan yaitu pada data nomor 4 sebagai berikut.
―di kotaku selalu
ada air yang datang,
seperti pelanggan
belanja atau menagih hutang
memasuki rumah-rumah
membawa pergi barang-barang berharga‖ (Stiawan, 2008: 4)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Melayu
sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 5 sebagai berikut.
―inilah daratan
berwarna arang
dan kepulan asap
bagai kabut
menyelimuti kota-
kota yang kau lalui‖ (Stiawan, 2008:6)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Buku
Sejarah sebanyak satu kutipan yaitu pada data nomor 6 sebagai berikut.
“dan gemuruh pabrik
siang malam-
seperti membangunkan bulan
dan mengusir matahari”
dari jalan menuju rumahmu‖ (Stiawan, 2008: 8)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Jalan
ke rumah mu sebanyak satu kutipan data nomor 15 sebagai berikut.
dan bukitbarisan
seperti meninggalkan ingatan
36
ingatan; hutan damar
yang memar. kebun
kopi tinggal lahan (Stiawan, 2008:14)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Percakapan di Bukit Landai sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 31 sebagai
berikut.
“seperti benang berurai
rambutmu melambai
sajak menuruni tangga
mendekati tepi pantai‖ (Stiawan, 2008: 30)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Bersama Penyair 1 sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 33 dan 35 sebagai
berikut.
“penyair, ulangi percintaan
seperti pantai hilang laut
dan malam turun bersama gerimis
lalu ia tampak mati
di hadapan botol-botol arak‖ (Stiawan, 2008:32)
“dan gerimis seperti gembang api
akan menyala di setiap hati
oleh sihir
karena bisa kata-katamu‖ (Stiawan, 2008:32)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Bersama Penyair 2 sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 36 dan 37sebagai
berikut.
“karena aku makin rindu
jika tiada mampir kata-katamu
penuh sihir
seperti si sakit,
tubuh akan meriang” (Stiawan, 2008: 33)
“kecuali cinta dan sihirmu
yang lain bisa saja kulupa
seperti pemabuk hilang arah pulang
37
ciuman pertama sebelum pergi
dan kecupan saat kembali
tak bisa dikenali lagi” (Stiawan, 2008: 33)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Bersama Penyair 3 sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 40 sebagai berikut.
“penyair tak akan pergi
-apatah lagi mati
akan hidup dalam kata,
dan kau terkapar
di dalam kalimat-kalimatnya
seperti pagi
tak pernah mengenang
walau siang akan sungsang” (Stiawan, 2008: 37)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Menunggui Laut sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 43 sebagai berikut.
setelah itu, lelaki
aku kembali kedalam sepi
menunggui laut hingga tepi
atau memuja Tuhan
seperti kucinta hidupku (Stiawan, 2008: 39)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Pada
Setiap baris Hujan sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 46 sebagai berikut.
“pada setiap baris hujan
yang kubaca sebagai genangan
seperti menghantar kenangan
ketika rumah menjadi perahu
orang-orang sebagai pelepah
menagarung. melarung...‖ (Stiawan, 2008:43)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Seperti
Tangan sebanyak tiga kutipan yaitu data nomor 47, 48, 49 sebagai berikut.
“daun-daun tebu itu
seperti tangan
melambai kepadaku
di pagi beku
38
saat embun luruh
membatu, layaknya
permata‖ (Stiawan, 2008:44)
―apakah cukup lambaian
embun yang luruh
setiap pagi beku
bagai batu permata
membuatku lupa sejarah‖ (Stiawan, 2008:44)
―dan seperti jutaan tangan
dan daun-daun tebu itu
melambai padaku
dekat leherku
sangat menakutkan
seperti bawa kematian” (Stiawan, 2008:45)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Taman
Daun sebanyak satu kutipan yaitu data nomo 52 sebagai berikut.
―akan kupetik daun
dari pelupuk matamu
sebab dari kahijauan
ku susuri sisa kelam
dan embun, seperti guguran hujan,
laksana kristal di keningku
jadi lelampungmu
sebagai seluhku‖ (Stiawan, 2008: 52)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Suaramu Bagunkan Wajah Senjaku sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 58
sebagai berikut.
“dari tangga kau pergi
meniti tangga kau pulang
seperti induk burung
pergi dengan harapan
dan pulang bawa sarang
ke pucuk pohon
-istana- ―(Stiawan, 2008: 86)
39
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Sajak
Dua Bagian sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 58 sebagai berikut.
―ya, aku dapati senyummu
datang dan berkelebat
seperti langit yang kadang
benderang atau pekat
tapi di pipimu yang siang
kulabuhkan bibirku yang dahaga‖ (Stiawan, 2008: 70)
Pengunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Aku
Sudah di mana sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 60 sebagai berikut.
“seperti cicak
aku pun merangkak
dalam basah...” (Stiawan, 2008: 72)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Di
Rumah sakit sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 61 dan 62 sebagai berikut.
―tubuhmu semakin susut
sebab telah bermain
kau daki ngarai
menuruni lereng
seperti bertanding
antara kau dan usia
siapa dulu sampai‖ (Stiawan, 2008: 73)
―aku akan membawamu,‖ kata bayang
lalu menggandengmu, lamapui gordin
dan seperti burung tembus waktu tak berlalu‖ (Stiawan, 2008: 74)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Datang
sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 66 sebagai berikut.
―dia sudah datang, lelaki yang selalu menyimpan
cinta dalam hati, mengambil kursi di depanmu
dan mencuri matamu: ia ingin sekali membawamu
ke dalam gemerlap malam, menyerahkan cintanya
yang terpendam. yang selama ini tak pernah mekar
seperti ia memimpikan kelopak mawar
40
tumbuh dan beraroma di dekat jendela kamarnya”
(Stiawan, 2008: 78)
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Merenungi Lekuk Waktu sebanyak lima kutipan yaitu data nomor 70, 71, 72, 73,
dan 74 sebagai berikut.
ombak itu juga menepati
―barangkali anak-anak
yang akan dilahirkan di pantai ini, seperti pelaut. garang
dan tubuhnya legam. (Stiawan, 2008: 87)
tapi bahasanya tak seperti kita
ucapkan kini. suaranya bagai iblis.” (Stiawan, 2008: 87)
― luka
manusia yang pernah hilang dan hanyut, kenyamanan
yang berumah jadi ancaman begitu gelombang besar
datang dari tengah laut. melumat setiap yang tegak
di tepian: rumah-rumah yang bergulung sebagai
kapal, orang-orang seperti ikan-ikan itu yang
mati sembarang di pantai-pantai, kota menjadi sunyi
dan amis dari setumpuk mayat.” (Stiawan, 2008:87)
―kau tak pernah khawatir. menggambit tanganku,
dan bersama-sama menantang gelombang
karena cinta di hati yang sudah lama mengembang
seperti daun-daun bakau, tumbuh di tanah landai
dan bebatang di payau.
―tapi kini suaramu parau,‖ bisik sesuara, entah
siapa dan dari ranah mana‖ (Stiawan, 2008: 87)
sebelum akhirnya kita pulang
langit kelam, pohon-pohon bakau tunduk meski
tetap mengulai bagai penari di panggung atau lantai dansa
selayaknya kau kini kau merapikan busana, menyisir
rambut pendekmu. (Stiawan, 2008: 87).
41
b. Metafora
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan terdapat 20
kutipan majas Metafora. Penggunaan majas Metafora dapat dilihat pada kutipan
puisi dibawah ini.
Pengunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Buku Sejarah
sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 7 sebagai berikut.
―kau tahu pabrik-pabrik gula itu
tumbuh di sini setelah behektar
belantara dan sungai yang bermuara
di ladang
menggusur
gugurlah masa depan kami.”
katamu pelan seperti ketakutan‖ (Stiawan, 2008: 8)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Pantai Panjang
sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 11 sebagai berikut.
―sebuah dugan
dengan pintunya terbuka
mengajakmu masuk
―ayo tegaklah
selagi tenggorokanmu
kemarau. matahari ngengat,‖ (Stiawan, 2008: 12)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Jalan ke Rumah mu
sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 14 dan 16 sebagai berikut.
dikepalaku kini tumbuh
tanah liat
cacing-cacing geliat
menanti sekarat
- jalan ke rumahmu
penuh oleh asap
hutan garing- (Stiawan, 2008: 16)
“dan kepalaku
sehalaman kosong
jadi begitu lengang” (Stiawan, 2008: 16)
42
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Sunyi Kembalu
Menemui Minggu sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 16 sebagai berikut.
―ah! waktu selalu berulang dan aku akan masuk
ke dalam lubang yang sama. bertelur keruwetan.
mengerami kegaduhan” ( Stiawan, 2008: 15)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Sunyi Kini Setengah
Abad sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 20 sebagai berikut.
“dari matamu
kupetik suluh
bagi langkahku
sampai rumahmu‖ ( (Stiawan, 2008: 16)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Aku Akan kekal
sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 21 dan 22 sebagai berikut.
―tapi dalam kobaran api
aku tak juga terbakar
di rahasia rambutmu
aku sekuntum kembang” (Stiawan, 2008: 16)
“aku ingin helai-helai rambutmu
sebagai titian mencapai taman
tempat dulu tumbuh pohon larangan
dan ular jelmaan selalu mendesis
tapi tak untuk menyesatkan” (Stiawan, 2008: 16)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Ke Kota Ini Lagi
Kau Singgah sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 24 sebagai berikut.
“di tubuh pantai
yang telanjang dan membentang
kaububuhi kasmaran‖ (Stiawan, 2008: 18)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Datang Setiap Pagi
sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 27 sebagai berikut.
―kau tetap laut
43
dan aku setia
menyusuri liku pantaimu
mencecap asin tubuhmu” (Stiawan, 2008: 25)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Alamat Ibu sebanyak
tiga kutipan sebagai yaitu data nomor 28, 29, dan 30 berikut.
―jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
bagi para pelayar” (Stiawan, 2008: 27)
“aku akan menerimanya
seperti aku rindu cintamu
yang merekatkan layar
kelambung perahu ini
bagiku menitipkan usia
ditelapak kakim” (Stiawan, 2008: 27)
“muara surga
jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua” (Stiawan, 2008: 27)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Bersama Penyair, 3
sebanyak kutipan yaitu data nomor 39 sebagai berikut.
―di rambutmu tersengai
airmataku menderai
dimatamu yang laut
aku pun berselancar
mengayak pasir-garam kata
:purnama...‖ (Stiawan, 2008: 35)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Bersama Penyair, 4
sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 41 dan 42 sebagai berikut.
dalam keheningan kata
44
tercipta jalan
mencapat Tuhan (Stiawan, 2008: 38)
“maka aku baca
peta hidupmu” (Stiawan, 2008: 38)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Pagi Ini Aku
Kehilangan Matahari sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 50 sebagai berikut.
―pergilah, sebab sudah lama
kecuali desah hujan
runtuh dari matamu
begitu akrab kini‖ (Stiawan, 2008: 47)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Suaramu Bangunkan
Wajah Senjaku sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 57 sebagai berikut.
“suaramu bangunkan
wajah senjaku” (Stiawan, 2008: 68)
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi menerangi Lekuk
Waktu sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 68 sebagai berikut.
―sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah mana‖ (Stiawan, 2008: 68)
c. Personifikasi
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan terdapat 23 kutipan
majas Personifikasi. Penggunaan majas Persinifikasi dapat dilihat pada kutipan
puisi dibawah ini.
45
Pengunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Di Kolam Ini:
Selain Ikan, Tak Ada Ular sebanyak satu kutipan yaitu data nomor 2 sebagai
berikut.
“namun dikolam ini
selain ikan,
tak ada ular lagi
yang pernah menipu” (Stiawan, 2008:2)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Buku Sejarah
sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 8 dan 9 sebagai berikut.
“ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik lehermu‖ (Stiawan, 2008: 9)
―ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik lehermu” (Stiawan, 2008: 9)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Pantai Panjang
dua kutipan yaitu data nomor 10 dan 12 sebagai berikut.
dan teriakan gelombang
membuatmu tercengang
―mungkin inilah saat akhir
kita senggama,‖ katanya
lalu menyeruput air dugan
di kursi panjang
di meja lengang (Stiawan, 2008: 12)
“angin berjingkrak,
dan teriakan gelombang
tenggelam dianganmu‖ (Stiawan, 2008: 13)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Jalan Kerumah
Mu satu kutipan yaitu data nomor 13 sebagai berikut
―sehalaman kepalaku
tak lagi ditumbuhi rambut
namun tak sebab kemarau
46
hutan-hutan mengerang:
menguning (Stiawan, 2008: 14)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Sunyi Kembali
Menemui Minggu satu kutipan yaitu data nomor 17 sebagai berikut.
“sunyi kembali menemui minggu. halaman televisi yang riuh
tak pernah sampai ke telinga‖ (Stiawan, 2008: 15)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Kini Setengah
abad satu kutipan yaitu data nomor 23 sebagai berikut.
―-masa silam melambai-“ (Stiawan, 2008: 17)
Pengunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Datang Setiap
Pagi terdapat satu kutipan yaitu data nomor 26 sebagai berikut.
“tentang laut
setiap pagi datang
menyampaikan
kabar nelayan‖ (Stiawan, 2008: 24)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Bersama
penyair, 1 terdapat satu kutipan yaitu data nomor 34 sebagai berikut.
―sebab kau, penyair
pantai tetap bercahaya
meski laut tak mengecupnya” (Stiawan, 2008: 32)
Pengunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Bersama Penyair,
3 terdapat satu kutipan yaitu data nomor 38 sebagai berikut.
―sedang apa kau, penyair?
di peraduan atau
menghitung jalan
menanti bulan luruh
laut buncah
dan pantai lelah,” (Stiawan, 2008: 34)
47
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Aku Hilang rupa
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 45 sebagai berikut.
“cuaca gerah
kau dimana
aku hilang rupa
: lupa mantra‖ (Stiawan, 2008: 42)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Mantra terdapat
satu kutipan yaitu data nomor 51 sebagai berikut.
“jika esok kau bangum dan mendapati
matahari tersenyum dari celah daun
dekat jendela kamarmu. itu juga berarti
tanda pamitku setelah tidur bersamamu
semalam dan mencuri sehelai rambutmu
sebagai mantra‖ (Stiawan, 2008: 49)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi jejakmu Di Pasir
masih Membekas terdapat satu kutipan yaitu data nomor 53 sebagai berikut.
“laut tak sanggup merebut
kemesraan kita,” katamu, dan
aku pun tersenyum
―laut kekasih kita pula,
selalu mengantar cinta
walau akhirnya
ia pulangkan lagi
ke dalam birunya‖ (Stiawan, 2008: 58)
Pengunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Ku Baca
Tubuhmu terdapat tiga kutipan yaitu data 54, 55 dan 56 sebagai berikut.
―tapi sebenarnya
kau tak pernah pergi
meski kota telah
mengurung dirimu” (Stiawan, 2008:60)
“-kita senasib,
dikutuk kata-kata-
48
ucapmu menulis pelangi‖ (Stiawan, 2008:60)
“-kita sesepi,
di rajam mimpi-mimpi
sahutku meraba pelangi‖ (Stiawan, 2008:60)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Memo Pagi
terdapat tiga kutipan yaitu data nomor 63, 64, 65 sebagai berikut.
“pagi,” kata bunga-bunga, kata
burung-burung yang menjauhi
sarang.”
matahari menyabut
salam itu dengan cucuran sinar
membelai-belai setiap pejalan
yang datang dari timur
atau barat, utara maupun selatan
membangun jembatan
dan juga meruntuhkan.‖ (Stiawan, 2008: 76)
“entah ke mana merantau
burung-burung itu,” bunga bertanya
heran. membujukmu untuk
percayai ucapannya‖ (Stiawan, 2008: 76)
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Menerangi lekuk
waktu terdapat satu kutipan yaitu data nomor 67 sebagai berikut.
“ombak itu juga menepati
janji datang ke tepi pasir ini
dengan tangan mengembang, rambut
berurai, serta bibir yang haus akan buah kelapa (Stiawan, 2008:
80)‖
Penggunaan majas Personifikasi yang terdapat pada puisi Rumah Damar
terdapat dua kutipan yaitu data nomor 75 dan 76 sebagai berikut.
“rumah panggung
tangga dari balung
menjemput lelaki
yang telah lama pergi” (Stiawan, 2008: 83)
49
“dinding berukir
warna keemasan
aroma damar
sebagai batu pualam
mengantar lelaki
makin masuk rumah” (Stiawan, 2008: 83)‖
d. Hiperbol
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan terdapat 6
kutipan majas Hiperbol. Penggunaan majas hiperbol dapat dilihat pada kutipan
puisi dibawah ini.
Penggunaan majas Hiperbol yang terdapat pada puisi Ketika Kota Jadi
Laut terdapat satu kutipan yaitu data nomor 1 sebagai berikut.
―Cepat, ribuan kami akan mati
Dirajam banjir berhari-hari!‖ (stiawan, 2008: 1)
Penggunaan majas Hiperbol yang terdapat pada puisi Di Kolam Ini: Selain
Ikan, Tak Ada Ular terdapat satu kutipan yaitu data nomor 3 sebagai berikut.
―Aih, dari mulutmu
Muntah beribu telur‖ (Stiawan, 2008: 2)
Pengunaan majas Hiperbol yang terdapat pada puisi Sunyi Kembali
Menemui Minggu terdapat satu kutipan yaitu data nomor 19 sebagai berikut.
“siang sangatlah panas
matahari bertengger di ubun
rambutku beruban” (Stiawan, 2008: 15)
Penggunaan majas Hiperbol yang terdapat pada puisi Perempuan terdapat
satu kutipan yaitu data nomor 25 sebagai berikut.
oh perempuan
50
kau tercipta dengan seribu hati (Stiawan, 2008: 22)
Pengunaan majas Hiperbol yang terdapat pada puisi Rambutmu Yang
Panjang Seabagai sampan terdapat satu kutipan yaitu data nomo 44 sebagai
berikut.
“lalu rambutmu jadi sampan
kukayuh ke luas lautan” (Stiawan, 2008: 40)
Pengunaan majas Hiperbol yang terdapat pada puisi Merenangi Lekuk
waktu terdapat satu kutipan yaitu data nomor 69 sebagai berikut.
ombak itu juga menepati
janji datang ke tepi pasir ini
dengan tangan mengembang, rambut
berurai, serta bibir yang haus akan
buah kelapa: sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah mana (Stiawan, 2008:80)
2. Temuan Majas Nonperbandingan
Majas nonperbandingan yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan karya Isbedy Stiawan akan dideskripsikan sebagai berikut.
a. Repetisi
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan terdapat 18
kutipan majas repetisi. Penggunaan majas repetisi dapat dilihat pada kutipan puisi
dibawah ini.
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Ketika kota Jadi Laut
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 1 sebagai berikut.
―Presiden kirim bantuan;
Makanan dan obat-obatan.
51
Kami kelaparan,
Kami sudah sekarat.‖ (Stiawan, 2008:1)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Kami berakit terdapat
satu kutipan yaitu data nomor 4 sebagai berikut.
“JIKA laut tak pasang
jika rupa kota rumpang
tunggulah air
jadi langganan
genangi pemukiman‖ (Stiawan, 2008:5)
Pengunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Enggano terdapat
empat kutipan yaitu data nomor 6, 7, 8, dan 9 sebagai berikut.
―asapdupa itu, kaki-kaki yang mengentak,
tangan-tangan yang lincah bergerak
menebarkan sesaji bagi semesta
sebelum pesta. sebelum titah raja‖ (Stiawan, 2008:10)
“sebab alam mesti diberi saji
sebab halaman dan mimbar
harus dibersihkan dari dedemit
sebelum raja melangkah
dan memberikan titah‖ (Stiawan, 2008:10)
―maka damailah bumi damai di langit
damai di hati. rajapun bertitah,
hopla! beri kami hujan, tanah basah
ladang-ladang subur, hutan hijau‖ (Stiawan, 2008:10)
“dari pulau yang jauh dari pedalaman
sebagai suku terasing‖ (Stiawan, 2008:10)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Sunyi Kembali
Menemui Minggu terdapat satu kutipan yaitu ddata nomor 10 sebagai berikut.
―di luar rumah tak ada yang harus dipikirkan: tangis anak:
kecerewetan istri dan keusilannya, segera lupa. mari
bersulang!
bersulang. bersulang!‖ teriak pengojek‖ (Stiawan, 2008:15)
52
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Ke Kota Lagi kau
Singgah terdapat satu kutipan yaitu data nomor 13 sebagai berikut.
―dari kita hingga sanur,
tanah lot sampai sangeh,
atau lintamani hingga sukowati
cuma tuhan cuma tuhan
merentangkan tangan merentangkan tangan
jaga-aman‖ (Stiawan, 2008:21)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Perempuan terdapat
satu kutipan yaitu data nomor 14 sebagai berikut.
“hati tamanhati
tamanhati
warnawarni...‖ (Stiawan, 2008:22)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Bersama Penyair 3
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 17 sebagai berikut.
“di pantai kau surut
di kebun monyet kau hujan
di kedalaman mana
bisa kuperah rempah?‖ (Stiawan, 2008:30)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Seperti Tangan
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 18 sebagai berikut.
―atau berkubang di arus sungai
yang dulu katanya di huni raja
tapi entah kemana,
kini amatlah kurindu
demi menumpas lambaian
kembali kehijauan hutan
jadi benteng tiuh
jadi selimut hidupku‖ (Stiawan, 2008:41)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Aku Pergi terdapat
dua kutipan yaitu data nomor 22 dan 23 sebagai berikut.
53
“alangkah sepi halaman
alangkah perih hutan-hutan‖ (Stiawan, 2008:64)
“di halaman langkahmu
menyemai
di beranda bayangmu
memuai
di kabar tubuhmu menuai‖ (Stiawan, 2008:64)
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Di Rumah Sakit
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 26 sebagai berikut.
―kau bergegas
memburu. memburu!” (Stiawan, 2008:73)
b. Antitesis
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 1
kutipan majas antitesis. Pengunaan majas antitesis yang terdapat pada Kau
Melangkah terdapat satu kutipan yaitu data nomor 19 sebagai berikut.
“kau pilih menyanyi
aku ke tepi sunyi” (Stiawan, 2008:56)
c. Aliterasi
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 5
kutipan majas aliterasi. Penggunaan majas aliterasi dapat dilihat pada kutipan
puisi dibawah ini.
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada puisi Ke Kota Lagi kau
Singgah terdapat dua kutipan yaitu data nomor 11 dan 12 sebagai berikut.
―ke kota ini lagi kausinggah
kota yang dipenuhi pura
dan dewa dimana-mana
seakan jadi saksi‖ (Stiawan, 2008:20)
―setiap pantai, pura, dan
54
hotel seperti hendak
merebutmu,
merenggutmu?‖ (Stiawan, 2008:20)
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada puisi Di Kota Kecil
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 15 sebagai berikut.
―pulau tak membuat jejak jadi patah
ada waktu yang akan menyatukan jarak
lalu kembali kita bercakap-cakap
sambil mengurai rindu:
melantunkan lagu
-cinta kasih-― (Stiawan, 2008:29)
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada Ku Sembahkan keningku
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 20 sebagai berikut.
“kusembahkan keningku
pada tajam karang
biar kurasakan perih
ketika dibasuh laut‖ (Stiawan, 2008:67)
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada Sajak Dua Bagian terdapat
satu kutipan yaitu data nomor 25 sebagai berikut.
“kau-kekasih-yang mengusik
asyik. aku mau kau selalu
merapal kata-kata
sampai aku terlena‖ (Stiawan, 2008:77)
d. Apostrof
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS terdapat satu
kutipan majas apostrof. Pengunaan majas apostrof yang terdapat pada Mungkin
Kota Kita Beda terdapat satu kutipan yaitu data nomor 21 sebagai berikut.
di kotaku yang cahaya,
jalan-jalan lengang,.
di pusat-pusat perbelanjaan
yang selalu telanjang
55
ingin kuceritakan
tak pernah lagi datang
nuh bawakan sampan
e. Asindenton
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan terdapat satu
kutipan majas asidenton. Pengunaan majas asidenton yang terdapat pada Bersama
Penyair 3 terdapat satu kutipan yaitu data nomor 16 sebagai berikut.
―selalu hanya bayang
yang bercumbuan:
di pantai, di meja
taman bawah pohon,
di jalan-jalan, di bukit
bikin aku makin sakit
lantaran di rajam rindu
dan birahi‖ (Stiawan, 2008: 34)
f. Ironi
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS terdapat tiga
kutipan majas ironi. Penggunaan majas ironi dapat dilihat pada kutipan puisi
dibawah ini.
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada Ketika Kota jadi Laut terdapat
satu kutipan yaitu data nomor 2 sebagai berikut.
“AH, presiden belum juga melayat
Para mentri dangdutan
anggota dewan Cuma rapat” (Stiawan, 2008:1)
Pengunaan majas ironi yang terdapat pada Kami brakit terdapat satu
kutipan yaitu data nomor 3 sebagai berikut.
―di kotaku, setiap
air datang
tak kulihat wakil rakyat
56
berakit-rakit
menuju pemikiman
yang tenggelam....” (Stiawan, 2008:5)
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada Kami brakit terdapat satu
kutipan yaitu data nomor 24 sebagai berikut.
“sejak dulu hanya budak
bisanya berkacak
sebagai anak tiri dalam negeri
jadi pembantu di negeri orang” (Stiawan 2008:6)
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada Makan Sunan Gunungjati
terdapat satu kutipan yaitu data nomor 5 sebagai berikut.
“lalu dimana Tuhan
bagimu segala sampai?
tanganmu menengadah
hatimu mendua sudah
makam ialah akhir langkah
maka usah disitu manadah!” (Stiawan 2008:66)
B. Analisis Majas dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS
Di bawah ini akan dianalisis aspek yang berkaitan dengan penggunaan
majas yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS.
1. Analisis Majas Perbandingan dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS
Penggunaan majas perbandingan pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS akan dianalisis sebagai berikut.
57
a. Analisis Majas Persamaan atau Simile
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 27 kutipan majas persamaan atau simile. Majas persamaan atau simile
pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada
kutipan masing-masing puisi di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Kami Berakit
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Kami
berakit sebanyak satu kutipan yaitu nomor data 4 sebagai berikut.
―di kotaku selalu
ada air yang datang,
seperti pelanggan
belanja atau menagih hutang
memasuki rumah-rumah
membawa pergi barang-barang berharga‖ (Stiawan, 2008: 4).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ditandai dengan kata seperti.
Kutipan di atas disebut sebagai majas perbandingan karena membandingkan dua
hal antara air yang datang di kota dengan pelanggan belanja atau menagih hutang.
Hal yang dibandingkan tersebut menyampaikan bahwasanya di kota selalu terjadi
banjir yang membuat semua warga kehilangan barang-barang beharga sama
halnya dengan penagih hutang yang yang mengambil barang beharga orang yang
diberi hutang.
2) Puisi yang Berjudul Melayu
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Melayu
sebanyak satu kutipan yaitu nomor data 5 sebagai berikut.
―inilah daratan
berwarna arang
dan kepulan asap
58
bagai kabut
menyelimuti kota-
kota yang kau lalui‖ (Stiawan, 2008:6).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
bagai. Kutipan tersebut tergolong ke dalam majas persamaan karena
membandingkan dua hal yaitu kepulan asap yang ada di kota dengan kabut yang
menyelimuti kota. Karena begitu parahnya asap di kota tersebut sehingga
pengarang mengibaratkan asap tersebut seperti kabut yang menyelimuti kota yang
dilalui oleh aku lirik.
3) Puisi yang Berjudul Buku Sejarah
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Buku
Sejarah terdapat satu kutipan yaitu nomor data 6 sebagai berikut.
“dan gemuruh pabrik
siang malam-
seperti membangunkan bulan
dan mengusir matahari”
dari jalan menuju rumahmu‖ (Stiawan, 2008: 8).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Kutipan tersebut tergolong ke dalam majas persamaan karena
membandingkan dua hal yaitu gemuruh pabrik yang begitu mengganggu yang
selalu beraktifitas siang dan malam dengan situasi bulan yang datang
menggantikan matahari saat malam tiba. Maksudnya pabrik tersebut tak henti-
hentinya beraktifitas walaupun bulan telah digantikan oleh matahari.
4) Puisi yang berjudul jalan Ke Rumahmu
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Jalan
ke rumahmu sebanyak satu kutipan data nomor 15 sebagai berikut.
59
dan bukitbarisan
seperti meninggalkan ingatan
ingatan; hutan damar
yang memar. kebun
kopi tinggal lahan (Stiawan, 2008:14)
Kutipan di atas tergolong kepada majas persamaan ditandai dengan kata
seperti. Kutipan tersebut tergolong ke dalam majas persamaan karena
membandingkan dua hal antara bukit yang bersifat benda mati dengan manusia
yang memiliki ingatan atau kenangan. Pada kutipan tersebut pengarang
menggambarkan bahwasanya bukit barisan seolah-olah menimbulkan kenangan
tentang keadaan hutan dan kebun-kebun yang telah berubah menjadi sebuah
lahan.
5) Puisi yang Berjudul Percakapan Di Bukit Landai
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Percakapan di Bukit Landai sebanyak satu kutipan yaitu nomor data 31 sebagai
berikut.
“seperti benang berurai
rambutmu melambai
sejak menuruni tangga
mendekati tepi pantai‖ (Stiawan, 2008: 30).
Kutipan di atas tergolong kepada majas persamaan ditandai dengan kata
seperti. Kutipan tersebut tergolong ke dalam majas persamaan karena
membandingkan dua hal antara benang yang berurai dengan rambut kamu lirik
melambai. Pengarang menggambarkan rambut seorang wanita yang beraturan
seperti benang yang berurai saat hendak meninggalkan teman laki-lakinya.
60
6) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 1
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Bersama Penyair 1 sebanyak dua kutipan yaitu nomor data 33 dan 35 sebagai
berikut.
“penyair, ulangi percintaan
Seperti ketika pantai hilang laut
dan malam turun bersama gerimis
lalu ia tampak mati
di hadapan botol-botol arak‖ (Stiawan, 2008:32).
Kutipan tersebut tergolong dalam majas persamaan yaitu ditandai dengan
pembanding seperti. Kutipan tersebut tergolong ke dalam majas persamaan karena
membandingkan dua hal antara seorang penyair yang mengulangi percintaan
lewat karyanya dengan pantai yang keadaanya selalu berubah saat air ombak
datang dan surut. Pengarang menggunakan kata seperti untuk menggambarkan
seorang penyair yang berkarya kembali dengan kalimat-kalimat indahnya.
“dan gerimis seperti kembang api
akan menyala di setiap hati
oleh sihir
karena bisa kata-katamu‖ (Stiawan, 2008:32)
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang mengibaratkan gerimis dengan menggunakan kata seperti
untuk membandingan dengan kembang api. Gerimis seperti kembang api itu
bermaksud untuk menyatakan hati pembaca yang disihir oleh keindahan kata-kata
penyair, sehingga menyihir setiap pembaca dari karya penyair.
7) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 2
61
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Bersama Penyair 2 sebanyak dua kutipan yaitu nomor data 36 dan 37 sebagai
berikut.
“karena aku makin rindu
jika tiada mampir kata-katamu
penuh sihir
seperti si sakit,
tubuh akan meriang‖ (Stiawan, 2008: 33).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan ditandai dengan kata seperti.
Pada kutipan tersebut pengarang menggunakan kata seperti untuk
membandingkan aku lirik yang begitu rindu dengan kata-kata dari penyair yang
begitu indah sehingga bisa menyihir aku lirik. Keadaan aku lirik yang merindukan
kata-kata penyair tersebut disamakan atau di ibaratkan dengan si sakit atau
seseorang dalam keadaan sakit saat tubuh yang dalam keadaan meriang.
“kecuali cinta dan sihirmu
yang lain bisa saja kulupa
seperti pemabuk hilang arah pulang
ciuman pertama sebelum pergi
dan kecupan saat kembali
tak bisa dikenali lagi‖ (Stiawan, 2008: 33)
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang dalam kutipan di atas bermaksud mengibaratkan keadaan aku
lirik yang tersihir dengan kata-kata penyair, bahkan dengan kata-kata penyair
yang bisa menyihir aku lirik, ia bisa lupa dengan keadaan yang lain. Sehingga aku
lirik mengibaratkan keadaannya tersebut dengan pemabuk yang lupa arah pulang.
8) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 3
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Bersama Penyair 3 sebanyak satu kutipan yaitu nomor data 40 sebagai berikut.
62
“penyair tak akan pergi
-apatah lagi mati
akan hidup dalam kata,
dan kau terkapar
di dalam kalimat-kalimatnya
seperti pagi
tak pernah mengerang
walau siang akan sungsang” (Stiawan, 2008: 37).
Kutipan di atas termasuk majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pada kutipan tersebut pengarang menggunakan kata kata seperti untuk
membandingkan penyair yang tidak akan pernah berhenti berkarya bagaimanapun
keadaannya dengan pagi yang selalu datang walaupun pagi tersebut tergantikan
oleh siang. Bagaimanapun kalimat-kalimat penyair akan membuat pembacanya
tidak akan pernah melupakannya.
9) Puisi yang Berjudul Menunggui Laut
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Menunggui Laut sebanyak satu kutipan dengan nomor data 43 sebagai berikut.
setelah itu, lelaki
aku kembali kedalam sepi
menunggui laut hingga tepi
atau memuja Tuhan
seperti kucinta hidupku (Stiawan, 2008: 39).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang bermaksud menggunakan kata seperti untuk membandingkan
dua hal antara umat manusia yang memuja tuhannya sebagaimana kewajibannya
dengan aku lirik yang juga menghargai dan mencintai hidupnya sendiri. Kuipan
tersebut juga menggambarkan bahwasanya aku lirik mengungkapkan ia pasrah
63
setelah lelaki meninggalkan aku lirik dan kembali kepada kesepian memuja
Tuhannya.
10) Puisi yang Berjudul Pada Setiap Baris Hujan
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Pada
Setiap baris Hujan sebanyak satu kutipan dengan nomor data 46 sebagai berikut.
“pada setiap baris hujan
yang kubaca sebagai genangan
seperti menghantar kenangan
ketika rumah menjadi perahu
orang-orang sebagai pelepah
menagarung. melarung...‖ (Stiawan, 2008:43).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan ditandai dengan kata seperti.
Maksud pengarang menggunakan kata seperti pada kutipan di atas yaitu
membandingkan keadaan ketika hari hujan yang setiap tetesan hujan tersebut yang
menjadi genangan air dengan mengingat kenangan saat air hujan tersebut
membawa musibah yaitu banjir yang membuat rumah-rumah terapung seperti
perahu. Maka pada kutipan tersebut pengarang menggmbarkan bahwasanya saat
hujan maka pengarang mengingat kejadian saat bencana banjir datang.
11) Puisi yang Berjudul Seperti Tangan
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Seperti
Tangan sebanyak tiga kutipan dengan nomor data 47, 48, dan 49 sebagai berikut.
“daun-daun tebu itu
seperti tangan
melambai kepadaku
di pagi beku
saat embun luruh
membatu, layaknya
permata‖ (Stiawan, 2008:44)
64
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan
pengibaratan seperti. Maksud pengarang menggunakan kata seperti untuk
membandingkan daun-daun tebu yang panjang-panjang dengan tangan yang
seolah melambai. Daun-daun tersebut begitu menggangu bahkan kelihatan seperti
melambai kepada aku lirik karena perkebunan tebu tersebut telah merubah hutan
yang dulunya begitu terjaga.
―apakah cukup lambaian
embun yang luruh
setiap pagi beku
bagai batu permata
membuatku lupa sejarah‖ (Stiawan, 2008:44)
Kutipan di atas tergolong majas persamaan yaitu ditandai dengan
pengibaratan seperti. Pengarang pada kutipan tersebut menggunakan kata seperti
untuk membandingkan embun pagi yang dingin seolah beku dengan batu permata.
batu permata adalah benda yang berkilauan maka dari itu pengarang
menyamakannya dengan embun pagi yang beku. Dua hal yang dibandingkan
tersebut pemenggambarkan kekecewan aku lirik dengan keadaan hutan yang telah
berganti menjadi perkebunanan tebu, yang pada setiap pagi embun menetes
dengan indah akan tetapi tidak membuat aku lirik lupa terhadap sejarah.
―dan seperti jutaan tangan
dan daun-daun tebu itu
melambai padaku
dekat leherku
sangat menakutkan
seperti bawa kematian” (Stiawan, 2008:45)
Kutipan di atas tergolong majas persamaan ditandai dengan kata seperti.
Maksud pengarang menggunakan kata seperti pada kutipan yaitu membandingkan
daun-daun tebu yang menurut aku lirik menakutkan dengan hal manakutkan
65
hingga ketakutan tersebut seolah-olah seperti membawa kematian. Hal tersebut
menggambarkan kebencian aku lirik terhadap daun-daun tebu yang ada di
perkebunanan tebu tersebut.
12) Puisi yang Berjudul Taman Daun
Pengunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Taman
Daun sebanyak satu kutipan dengan nomor data 52 sebagai berikut.
―akan kupetik daun
dari pelupuk matamu
sebab dari kahijauan
ku susuri sisa kelam
dan embun, seperti guguran hujan,
laksana kristal di keningku
jadi lelampungmu
sebagai seluhku‖ (Stiawan, 2008: 52).
Kutipan di atas termasuk majas persamaan hal ini ditandai dengan
pengibaratan seperti. Maksud pengarang menggunakan kata seperti tersebut untuk
membandingkan mata yang begitu indah digambarkan dengan daun dipelupuk
mata dengan air hujan dan kristal yang berkilauan. Hal tersebut menggambarkan
mata seseorang yang begitu indah yang memancarkan kedamaian yang
digambarkan dengan kehijauan daun. Dari mata tersebut juga terlihat sisa
kesedihan kesedihan seperti guguran hujan.
13) Puisi yang Berjudul Suaramu Bangunkan Wajah Senjaku
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Suaramu Bagunkan Wajah Senjaku sebanyak satu kutipan dengan nomor data 58
sebagai berikut.
“dari tangga kau pergi
meniti tangga kau pulang
seperti induk burung
66
pergi dengan harapan
dan pulang bawa sarang
ke pucuk pohon
-istana- ―(Stiawan, 2008: 86).
Kutipan di atas majas persamaan ditandai dengan kata seperti. Maksud
pengarang menggunakan kata seperti pada kutipan tersebut membandingkan
tangga adalah tempat menginjakkan kaki ketika hendak pergi dan pulang saat
berjuang dengan seekor induk burung yang berusaha untuk mendapatkan sarang.
Harapan aku lirik saat mendengar suara kamu lirik saat kamu lirik pergi dan
datang dengan penuh perjuangan disamakan dengan induk burung yang pergi
dengan harapan dan pulang membawa hasil yang di inginkan.
14) Puisi yang Berjudul Sajak Dua Bagian
Pengunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Sajak
Dua Bagian sebanyak satu kutipan dengan nomor data 58 sebagai berikut.
―ya, aku dapati senyummu
datang dan berkelebat
seperti langit yang kadang
benderang atau pekat
tapi di pipimu yang siang
kulabuhkan bibirku yang dahaga‖ (Stiawan, 2008: 70).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan ditandai dengan pengibaratan
seperti. Kata pembading seperti untuk membandingkan senyuman kamu litik yang
sekilas dengan langit yang terkadang terang dan juga kelam. Hal menggambarkan
bahwasanya kekasih aku lirik datang dengan membawa sekilas senyuman kepada
aku lirik yang merindukan kekasihnya dengan mengibaratkan senyuman tersebut
dengan langit yang terkadang terang.
15) Puisi yang Berjudul Aku Sudah Di Mana
67
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Aku
Sudah di mana sebanyak satu kutipan dengan nomor data 60 sebagai berikut.
“seperti cicak
aku pun merangkak
dalam basah...” (Stiawan, 2008: 72).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Maksud pengarang menggunakan kata seperti bermaksud
membandingkan diri aku lirik sendiri yang tidak mengetahui keberadaannya
sendiri dengan cicak. Cicak tersebut yang biasanya merangkak untuk
mengungkapkan ketidaktauan aku lirik atas keadaaanya atau keberadaan aku lirik.
16) Puisi yang Berjudul Di Rumah Sakit
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Di
Rumah sakit sebanyak dua kutipan dengan nomor data 61 dan 62 sebagai berikut.
―tubuhmu semakin susut
sebab telah bermain
kau daki ngarai
menuruni lereng
seperti bertanding
antara kau dan usia
siapa dulu sampai‖ (Stiawan, 2008: 73).
Kutipan di atas termasuk majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang pada kutipan tersebut menggunakan pengibaratan seperti untuk
membandingkan keadaan kamu lirik yang sedang sakit dan berjuang yang telah
melewati rintangan untuk kesembuhannya. Akan tetapi keadaan kamu lirik
semakin memburuk hingga badannya makin kurus. Keadaan kamu lirik tersebut
diibatakan seperti bertanding antara kamu lirik dengan usia.
―aku akan membawamu,‖ kata bayang
lalu menggandengmu, lamapui gordin
68
dan seperti burung tembus waktu tak berlalu‖ (Stiawan, 2008: 74).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang pada kutipan di atas menggunakan kata seperti untuk
membadingkan ketika kamu lirik bermimpi saat malaikat yang hendak datang
untuk membawa kamu lirik dengan menggandeng kamu lirik melewati gorden dan
malaikat tersebut diibarkan dengan burung yang terbang dengan cepat untuk
melewati waktu.
17) Puisi yang Berjudul Datang
Penggunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi Datang
sebanyak satu kutipan dengan nomor data 66 sebagai berikut.
―dia sudah datang, lelaki yang selalu menyimpan
cinta dalam hati, mengambil kursi di depanmu
dan mencuri matamu: ia ingin sekali membawamu
ke dalam gemerlap malam, menyerahkan cintanya
yang terpendam. yang selama ini tak pernah mekar
seperti ia memimpikan kelopak mawar
tumbuh dan beraroma di dekat jendela kamarnya”
(Stiawan, 2008: 78).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan ditandai dengan kata seperti.
Pengarang menggunakan kata seperti untuk membandingkan seseorang yang
ingin menyamaikan atau memberikan cintanya kepada orang yang ingin ia cintai
yang mempunyai harapan untuk memberikan cintanya yang selama ini tidak
pernah ia ungkapkan dengan kelopak mawar yang ia harapkan dapat tumbuh di
dekat jendelanya. Dua hal yang dibandingkan tersebut sama-sama berisi tentang
harapan.
69
18) Puisi yang Berjudul Merenangi Lekuk Waktu
Pengunaan majas persamaan atau simile yang terdapat pada puisi
Merenungi Lekuk Waktu sebanyak lima kutipan dengan nomor data 70, 71, 72, 73,
dan 74 sebagai berikut.
ombak itu juga menepati
―barangkali anak-anak
yang akan dilahirkan di pantai ini, seperti pelaut. garang
dan tubuhnya legam.‖ (Stiawan, 2008: 81)
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang pada kutipan tersebut menggunakan kata seperti untuk
membandingkan anak-anak yang tinggal di pantai yang kehidupannya begitu
keras di ibaratkan sebagai pelaut yang mana pelaut adalah orang-orang yang keras
dan begitu garang dan tubuhnya berwarna legam.
―tapi bahasanya tak seperti kita
ucapkan kini. suaranya bagai iblis.” (Stiawan, 2008: 81).
Kutipan di atas termasuk majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang pada kutipan tersebut membandingkan suara anak-anak pantai
yang kehidupannya begitu keras tidak sama dengan ucapan kita yang sopan yang
diibaratkan dengan iblis yang tidak memiliki sifat dan tutur kata yang baik yang
hanya mengahasut manusia untuk berbuat dosa.
― luka manusia yang pernah hilang dan hanyut, kenyamanan
yang berumah jadi ancaman begitu gelombang besar
datang dari tengah laut. melumat setiap yang tegak
di tepian: rumah-rumah yang bergulung sebagai
kapal, orang-orang seperti ikan-ikan itu yang
mati sembarang di pantai-pantai, kota menjadi sunyi
dan amis dari setumpuk mayat.” (Stiawan, 2008:81).
70
Kutipan di atas terasuk majas persamaan hal ini ditandai dengan kata
seperti. Pengarang menggunakan kata seperti untuk membandingkan orang-orang
atau korban stunami dengan ikan yang biasanya mati di tepi pantai. Hal tersebut
menggambarkan keadaan manusia yang terkena stunami, yang membunuh banyak
korban, dan rumah-rumah mereka hanyut di bawa air. Manusia-manusia korban
stunami tersebut disamakan pengarang dengan ikan-ikan yang terdampar di
pantai.
―kau tak pernah khawatir. menggambit tanganku,
dan bersama-sama menantang gelombang
karena cinta di hati yang sudah lama mengembang
seperti daun-daun bakau, tumbuh di tanah landai
dan bebatang di payau. (Stiawan, 2008: 81).
Kutipan di atas tergolong majas persamaan ditandai dengan kata seperti.
Pengarang menggunakan kata seperti untuk membandingkan seorang wanita yang
memegang tangan kekasihnya dengan erat menantang semua rintangan
kehidupan karna kekuatan cinta mereka yang sudah lama. Kekuatan cinta yang
telah lama tersebut diibaratkan dengan daun-daun bakau yang hidup di tanah yang
landai. Daun-daun bakau adalah pohon yang memilki kekuatan bisa melindungi
alam.
―sebelum akhirnya kita pulang
langit kelam, pohon-pohon bakau tunduk meski
tetap mengulai bagai penari di panggung atau lantai dansa
selayaknya kau kini kau merapikan busana, menyisir rambut pendekmu‖
(Stiawan, 2008:80)
Kutipan di atas tergolong majas persamaan hal ditandai dengan kata
seperti. Kutipan di atas disebut sebagai majas perbandingan karena
membandingkan dua hal antara pohon-pohon bakau yang hidup di tepi-tepi laut
yang pohonnya tunduk dan melambai dengan penari yang saat menari biasanya
71
melakukan gerakan dengan menunduk, melambai dan gerakan tarian lainnya saat
berada di lantai dansa. Hal yang dibandingkan dalam kutipan tersebut bermasud
untuk menggambarkan bagaimana suasana senja saat daun-daun bakau melambai-
lambai dan di pohon bakau tersebut diibatkan seperti seorang penari.
b. Analisis Majas Metafora
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 20 kutipan majas metafora. Majas metafora pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing puisi
di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Buku Sejarah
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Buku Sejarah
sebanyak satu kutipan dengan nomor data 7 sebagai berikut.
―kau tahu pabrik-pabrik gula itu
tumbuh di sini setelah behektar
belantara dan sungai yang bermuara
di ladang
menggusur
gugurlah masa depan kami.”
katamu pelan seperti ketakutan‖ (Stiawan, 2008: 8).
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Majas metafora di
tandai dengan ―gugurlah masa depan kami‖. Pada kutipan tersebut terdapat dua
hal yang dibandingkan akan tetapi hal tersebut tidak dicantumkan. Hal tersebut
antara tumbuhan yang saat sudah tua akan berguguran dengan masa depan
seolah-olah juga bisa gugur seperti tumbuhan. Seharusnya masa depan bukan
gugur tetapi masa depan yang hancur.
72
2) Puisi yang Berjudul Pantai Panjang
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Pantai Panjang
sebanyak satu kutipan dengan nomor data 11 sebagai berikut.
―sebuah dugan
dengan pintunya terbuka
mengajakmu masuk
―ayo tegaklah
selagi tenggorokanmu
kemarau. matahari ngengat,‖ (Stiawan, 2008: 12).
Pengarang pada kutipan di atas menggunakan majas metafora. Majas
metafora ditandai dengan “selagi tenggorokanmu kemarau”. Pada kutipan
tersebut terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya
tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu tenggorokan
manusia dengan musim kemarau. Hal yang sebenarnya mengungkapkan
tenggorokan kamu lirik yang kering akan tetapi diungkapkan dengan
menggunakan kata kemarau. Kemarau adalah satu musim dimana terjadinya
kekeringan.
3) Puisi yang Berjudul Jalan ke Rumahmu
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Jalan ke Rumahmu
sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 14 dan 16 sebagai berikut.
dikepalaku kini tumbuh
tanah liat
cacing-cacing geliat
menanti sekarat
- jalan ke rumahmu
penuh oleh asap
hutan garing- (Stiawan, 2008: 16)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Terdapat dua hal yang
dibandingkan , akan tetapi tidak dicantumkan. Hal tersebut yaitu kepala seorang
73
manusia dengan tanah yang bisa dihuni oleh cacing-cacing. Kutipan tersebut
menggambarkan bahwasanya aku lirik begitu tidak suka dengan keadaan jalan
menuju rumah kamu lirik yang penuh dengan asap, maka seolah olah kepala aku
lirik diiabaratkan seperti tanah yang dapat ditumbuhi cacing-cacing.
“dan kepalaku
sehalaman kosong
jadi begitu lengang” (Stiawan, 2008: 16).
Pengarang pada kutipan di atas menggunakan majas metafora. Majas
metafora pada kutipan tersebut membandingkan antara kepala seorag manusia
dengan halaman-halaman buku yang jika tidak ditulis bisa kosong. Pengarang
pada kutipan di atas menggambarkan bahwasanya tidak ada yang difikirkannya
seolah-olah seperti halaman yang kosong.
4) Puisi yang Berjudul Sunyi Kembali Menemui Minggu
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Sunyi Kembali
Menemui Minggu sebanyak satu kutipan dengan nomor data14 sebagai berikut.
―ah! waktu selalu berulang dan aku akan masuk
ke dalam lubang yang sama. bertelur keruwetan.
mengerami kegaduhan” ( Stiawan, 2008: 15)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Majas metafora di
tandai dengan waktu yang selalu berulang dan aku akan masuk kelubang yang
sama. Pada kutipan tersebut terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata
pembandingnya tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu
waktu atau keadaan yang terjadi kembali dengan aku lirik yang untuk beberapa
kali mendapatkan hasil yang sama. Maksud pengarang mengungkapkan tersebut
74
untuk menunjukkan keadaan yang begitu ruwet dengan berulangnya keadaan yang
tidak diinginkan oleh aku lirik.
5) Puisi yang Berjudul Kini Setengah Abad
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Sunyi Kini Setengah
Abad sebanyak satu kutipan dengan nomor data20 sebagai berikut.
“dari matamu
kupetik suluh
bagi langkahku
sampai rumahmu‖ (Stiawan, 2008: 16).
Pengarang pada kutipan di atas menggunakan majas metafora. Majas
metafora ditandai dengan dari matamu kupetik suluh. Pada kutipan tersebut
terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak
dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu mata yang bercahaya
dengan suluh (alat penerangan atau obor yang terbuat dari daun kelapa). Maka
mata yang bercahaya bagi aku lirik diibatkan seperti suluh yang bisa menerangi
aku lirik sampai kerumah kamu lirik.
6) Puisi yang berjudul Aku Akan kekal
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Aku Akan kekal
sebanyak dua kutipan yaitu data nomor 21 dan 22 sebagai berikut.
―tapi dalam kobaran api
aku tak juga terbakar
di rahasia rambutmu
aku sekuntum kembang” (Stiawan, 2008: 18)
Kutipan di atas tergolong majas metafora yaitu pada larik aku tak juga
terbakar di rahasia rambutmu aku sekuntum kembang‖. Pada kutipan tersebut
terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak
75
dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu antara aku lirik dengan
sekuntum kembang. Pada kutipan tersebut pengarang menggambarkan bahwa aku
lirik seperti kembang yang berada di kepala kamu lirik.
“aku ingin helai-helai rambutmu
sebagai titian mencapai taman
tempat dulu tumbuh pohon larangan
dan ular jelmaan selalu mendesis
tapi tak untuk menyesatkan” (Stiawan, 2008: 18)
Kutipan di atas tergolong majas metafora. Pada kutipan tersebut terdapat
dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak dicantumkan.
Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu antara rambut kamu lirik dengan hutan
yang biasanya di tumbuhi pepohonan dan tinggalnya binatang buas seperti ular.
7) Puisi yang Berjudul Ke Kota Ini Lagi Kau Singgah
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Ke Kota Ini Lagi
Kau Singgah sebanyak dua kutipan dengan nomor data 27 sebagai berikut.
“di tubuh pantai
yang telanjang
dan membentang
kaububuhi kasmaran‖ (Stiawan, 2008:18)
Kutipan di atas tergolong majas metafora yaitu pada larik ―di tubuh pantai yang
telanjang‖ karena membandingkan dua hal yaitu luasnya pantai dengan tubuh
manusia yang seolah olah pantai tersebut memiliki tubuh seperti manusia. Pantai
adalah benda alam yang keadaannya memang tidak memiliki baju seperti
manusia, akan tetapi pada kutipan tersebut seolah-olah pantai yang luas tersebut
telanjang seperti manusia. Pengarang pada kutipan tersebut menggambarkan
suasana pantai yang luas dengan menggunakan kata tubuh pantai yang telanjang
seperti manusia.
76
8) Puisi yang Berjudul Alamat Ibu
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Alamat Ibu sebanyak
dua kutipan dengan nomor data 28, 29, 30 sebagai berikut.
―jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
bagi para pelayar‖ (Stiawan, 2008: 27)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Majas metafora di
tandai dengan tetaplah senyummu melambai. Pada kutipan tersebut terdapat dua
hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak dicantumkan. Dua
hal yang dibandingkan tersebut yaitu antara senyum Ibu aku lirik yang ceria,
bersinar dengan mercusuar yang menunjukkan arah seperti melambai-lambai
kepada kapal yang lewat. Maksud pengarang yaitu begitu indahnya senyum Ibu
aku lirik tersebut seolah-olah bisa melambai seperti mercusuar yang menunjukkan
arah untuk kapal.
“aku akan menerimanya
seperti aku rindu cintamu
yang merekatkan layar
ke lambung perahu ini
bagiku menitipkan usia
ditelapak kakimu” (Stiawan, 2008: 27)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Pada kutipan tersebut
terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak
dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu antara cinta kamu lirik
dengan layar yang direkatkan pada perahu. Pengarang menggambarkan
77
bahwasanya bagaimana pentingnya cinta kamu lirik baginya seperti layar untuk
sebuah perahu.
“jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua” (Stiawan, 2008: 27)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Pada kutipan tersebut
terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak
dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu antara hati seorang ibu
yang begitu baik dengan pohon-pohon yang berbunga. Pengarang pada kutipan
tersebut menggambarkan bahwa hati seorang ibu selalu bisa menerima
kedatangan anaknya yang diibaratkan seperti pohon yang berbunga.
9) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 3
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Bersama Penyair, 3
sebanyak dua kutipan dengan nomor data 39 sebagai berikut.
―di rambutmu tersengai
airmataku menderai
dimatamu yang laut
aku pun berselancar
mengayak pasir-garam kata
:purnama...‖ (Stiawan, 2008: 35)
Pengarang pada kutipan di atas menggunakan majas metafora. Majas
metafora ditandai dengan ―dimatamu yang laut aku pun berselancar‖. Pada
kutipan tersebut terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata
pembandingnya tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu
antara mata aku lirik yang berair karena ingin menagis dengan laut yang luas
sehingga bisa berselancar. Laut adalah tempat yang luas yang ombaknya besar,
78
orang-orang bisa berselancar di sana, maka begitu juga dengan mata kamu lirik,
karena mata yang indahnya tersebut seolah-olah aku lirik bisa berselancar di
matanya tersebut.
10) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 4
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Bersama Penyair, 4
sebanyak dua kutipan dengan nomor data 41 dan 42 sebagai berikut.
dalam keheningan kata
tercipta jalan
mencapat Tuhan (Stiawan, 2008: 38)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Pada kutipan tersebut
terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak
dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan tersebut yaitu antara kata yang tidak
mungkin bisa diam dengan suasana hening atau tidak berbicara. Pengaran
bermaksud untuk menggambarkan bahwa dalam suasana hening dan damai
terdapat jalan untuk mencari Tuhan.
“maka aku baca
peta hidupmu” (Stiawan, 2008: 38)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Majas metafora di
tandai dengan maka aku baca peta hidupmu. Pada kutipan tersebut terdapat dua
hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak dicantumkan. Dua
hal yang dibandingkan tersebut yaitu kisah hidup kamu lirik dengan sebuah peta.
Peta adalah gambaran permukaan bumi pada bidang datar dengan skala tertentu
melalui sistem proyeksi. Maka kisah hidup tersebut diibaratkan dengan membaca
peta.
11) Puisi yang Berjudul Pagi Ini Aku Kehilangan Matahari
79
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Pagi Ini Aku
Kehilangan Matahari sebanyak satu kutipan dengan nomor data 57 sebagai
berikut.
―pergilah, sebab sudah lama
kecuali desah hujan
runtuh dari matamu
begitu akrab kini‖ (Stiawan, 2008: 47)
Pengarang pada kutipan di atas menggunakan majas metafora. Majas
metafora ditandai dengan ―kecuali desah hujan runtuh dari matamu‖. Pada kutipan
tersebut terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya
tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan yaitu air mata dengan air hujan.
Air hujan adalah fenomena alam saat hujan turun begitu deras maka pengarang
beranggapan seperti air hujanlah air mata kamu lirik mengalir.
12) Puisi yang Berjudul Suaramu Bangunkan Wajah Senjaku
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Suaramu Bangunkan
Wajah Senjaku sebanyak satu kutipan dengan nomor data 57sebagai berikut.
“suaramu bangunkan
wajah senjaku” (Stiawan, 2008: 68)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Majas metafora di
tandai dengan ―suaramu bangunkan wajah senjaku‖. Pada kutipan tersebut
terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata pembandingnya tidak
dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan adalah wajah aku lirik yang sudah tua
dengan hari yang sudah senja. Maka wajah aku lirik yang sudah tua diibaratkan
atau dibandingkan dengan hari yang sudah senja.
80
13) Puisi yang Berjudul Menerangi lekuk waktu
Penggunaan majas metafora yang terdapat pada puisi Menerangi lekuk
waktu sebanyak satu kutipan dengan nomor data 68 sebagai berikut.
―sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah mana (Stiawan, 2008:80)
Kutipan di atas termasuk ke dalam majas metafora. Majas metafora di
tandai dengan ―bibirmu seranum buah kelapa, lidahku setajam parang!‖ Pada
kutipan tersebut terdapat dua hal yang dibandingkan akan tetapi kata
pembandingnya tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan adalah bibir kamu
lirik yang merona bandingkan dengan buah kelapa yang sedang segar-segarnya,
dan lidah aku lirik yang kasar diibatkan dengan parang yang tajam.
c. Analisis Majas Personifikasi
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 23 kutipan majas personifikasi. Majas personifikasi pada kumpulan puisi
Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing
puisi di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Di Kolam Ini: Selain Ikan, Tak Ada Ular
Pengunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Di Kolam Ini:
Selain Ikan, Tak Ada Ular sebanyak satu kutipan dengan nomor data 2 sebagai
berikut.
―namun dikolam ini
selain ikan,
tak ada ular lagi
81
yang pernah menipu” (Stiawan, 2008:2)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi ―tak ada lagi ular yang pernah menipu‖. Menipu adalah sifat yang
biasanya digunakan oleh manusia bukannya hewan seperti ular. Maka ular yang
menipu termasuk kedalam majas personifikasi karena ular seolah-olah bisa
menipu seperti sifat manusia.
2) Puisi yang Berjudul Buku Sejarah
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Buku Sejarah
sebanyak dua kutipan dengan nomor data 8 dan 9 sebagai berikut.
“ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik lehermu‖ (Stiawan, 2008: 9)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi ―ladangladang tetap melambai‖. Pengarang pada kutipan tersebut
bermaksud untuk mengungkapkan bahwasanya daerah yang asri telah berubah
menjadi ladang-ladang tebu yang begitu luas. Ladang-ladang melambai
dimaksudkan untuk menunjukkan prilaku atau sifat yang biasanya dipakai oleh
manusia. Maka ladang-ladang tersebut seolah-olah melambai seperti manusia.
―ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik lehermu” (Stiawan, 2008: 9)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi ―jaring-jaringnya mencekik lehermu‖ kata mencekik digunakan oleh
pengarang untuk menunjukkan begitu mengerikannya perkebunan tebu yang telah
merubah daerah yang asri menjadi pabrik dan ladang tebu. Kata mencekik
82
biasanya menunjukkan prilaku yang digunakan oleh manusia. Maka terlihat
bahwasanya kutipan tersebut menggunakan majas personifikasi karna kelambu
seolah-olah bisa mencekik seperti manusia.
3) Puisi yang Berjudul Pantai Panjang
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Pantai Panjang
dua kutipan dengan nomor data 10 dan 12 sebagai berikut.
dan teriakan gelombang
membuatmu tercengang
―mungkin inilah saat akhir
kita senggama,‖ katanya
lalu menyeruput air dugan
di kursi panjang
di meja lengang (Stiawan, 2008: 12)
Pada kutipan di atas tergolong majas personifikasi ditandai oleh larik ―dan
teriakan gelombang membuatmu tercengang‖. Maksud pengarang pada larik
teriakan gelombang yaitu menunjukkan suara deburan gelombang laut dengan
menggunakan sifat atau prilaku yang biasanya digunakan oleh manusia yaitu
dengan kata teriakan. Maka terlihat bahwasanya kutipan tersebut menggunakan
majas personifikasi karna gelombang seolah-olah berteriak seperti manusia.
“angin berjingkrak,
dan teriakan gelombang
tenggelam dianganmu” (Stiawan, 2008: 13)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi ―angin berjingkrak dan teriakan gelombang tenggelam di anganmu‖.
Pengarang menggunakan kata berjingkrak dan teriaakan gelombang tersebut
mengungkapkan bahwasanya angin tersebut berhembus seolah-olah angin tersebut
kegirangan dan gelombang laut seolah bisa berteriak. Kata berjingkrak dan
83
beerteriak yang digunakan pada angin dan gelombang merupakan sifat atau
prilaku yang meniru apa yang biasanya digunakan oleh manusia. Maka pada larik
tersebut menggunakan majas personfikasi karena agin yang berhembus seolah-
olah bejingkrak seperti sifat yang dilakukan oleh manusia.
4) Puisi yang berjudul Jalan ke Rumahmu
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Kini Jalan Ke
rumahmu satu kutipan dengan nomor data 13 sebagai berikut.
sehalaman kepalaku
tak lagi ditumbuhi rambut
namun tak sebab kemarau
hutan-hutan mengerang:
menguning (Stiawan, 2008:24)
Pada kutipan di atas tergolong majas personifikasi ditandai oleh larik
―hutan-hutan mengerang‖. Hutan adalah alam tempat tumbuh-tumbuhan dan
makluk lainnya hidup, akan tetapi tidak memiliki sifat seperti manusia yang bisa
mengerang. Mengerang adalah adalah sifat yang dilakukan manusia sama dengan
halnya meraung, menjerit dan lain-lain. Maka kutipan tersebut termasuk ke dalam
majas personifikasi karena menggunakan sifat insani yaitu mengerang. Maksud
pengarang sebenarnya yaitu untuk menunjukkan bahwa hutan dilanda kekeringan
dan kemarau sehingga hutan seolah-olah seperti manusia yang dapat mengerang.
5) Puisi yang Berjudul Kini Setengah Abad
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Kini Setengah
abad satu kutipan dengan nomor data 23 sebagai berikut.
―-masa silam melambai-“ (Stiawan, 2008: 17)
84
Pada kutipan di atas tergolong majas personifikasi ditandai oleh larik
―masa silam melambai‖. Pada kutipan tersebut pengarang ingin mengungkapkan
masa silam telah dilupakan atau telah berlalu. Kata melambai pada masa silam
merupakan sifat yang meniru prilaku yang digunakan oleh manusia, bukan
digunakan oleh masa lalu yang menunjukkan keadaan. Maka pada larik tersebut
menggunakan majas personifikasi karena masa lalu yang telah berlalu seolah-olah
memiliki sifat manusia yang dapat melambai.
6) Puisi yang Berjudul Datang Setiap Pagi
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Datang Setiap
Pagi terdapat satu kutipan dengan nomor data 26 sebagai berikut.
“tentang laut
setiap pagi datang
menyampaikan
kabar nelayan‖ (Stiawan, 2008: 24)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi “tentang laut setiap pagi datang menyampaikan kabar nelayan”. Pada
kutipan tersebut pengarang bermaksud untuk menyampaikan bahwasanya laut
memperlihatkan situasi kepada para nelayan. Datang menyampaiakan kabar
digunakan oleh laut memperlakukan laut tersebut berprilaku seperti manusia,
karena menyampaikan kabar merupakan prilaku yang digunakan oleh manusia.
Maka kutipan tersebut menggunakan majas personifikasi karena laut yang
memperlihatkan situasi cuaca seolah-olah seperti manusia yang dapat
menyampaikan kabar.
7) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 1
85
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Bersama
penyair, 1 terdapat satu kutipan dengan nomor data 34 sebagai berikut.
―sebab kau, penyair
pantai tetap bercahaya
meski laut tak mengecupnya” (Stiawan, 2008: 32)
Pada kutipan di atas tergolong majas personifikasi ditandai oleh larik
―meski laut tak mengecupnya‖. Pengarang pada kutipan tersebut bermaksud untuk
menunjukkan begitu hebatnya penyair sehingga laut bisa bercahaya atau bersinar,
walaupun laut tidak mengecupnya. Laut seolah-olah biasa mengecup pantai. Laut
pada kutipan tersebut seolah-olah berprilaku seperti manusia. Maka kutipan
tersebut menggunakan majas personifikasi karna laut menggunakan atau meniru
sifat atau prilaku manusia yang dapat mengecup.
8) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 3
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Bersama
Penyair, 3 terdapat satu kutipan dengan nomor data 38 sebagai berikut.
―sedang apa kau, penyair?
di peraduan atau
menghitung jalan
menanti bulan luruh
laut buncah
dan pantai lelah,” (Stiawan, 2008: 34)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi ―dan pantai lelah‖. Kata lelah merupakan keadaan atau prilaku yang
digunakan oleh manusia. Pantai pada kutipan tersebut menggunakan prilaku
manusia. Maka kutipan tersebut menggunakan majas personifikasi untuk
menunjukkan seolah-olah pantai dapat lelah bila dinanti oleh penyair.
86
9) Puisi yang Berjudul Aku Hilang Rupa
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Aku Hilang rupa
terdapat satu kutipan dengan nomor data 45 sebagai berikut.
“cuaca gerah
kau dimana
aku hilang rupa
: lupa mantra‖ (Stiawan, 2008: 42)
Pada kutipan di atas tergolong majas personifikasi ditandai oleh larik
―cuaca gerah‖. Pengarang pada kutipan cuaca gerah maksudnya menunjukkan
bahwasanya cuaca dalam situasi panas. Akan tetapi pengarang menggunakan
cuaca gerah seperti memperlakukan cuaca tersebut adalah manusia, yang dapat
gerah atau kegerahan. Maka pada kutipan tersebut menggunakan majas
personifikasi.
10) Puisi yang Berjudul Mantra
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Mantra terdapat
satu kutipan dengan nomor data 51 sebagai berikut.
“jika esok kau bangun dan mendapati
matahari tersenyum dari celah daun
dekat jendela kamarmu. itu juga berarti
tanda pamitku setelah tidur bersamamu
semalam dan mencuri sehelai rambutmu
sebagai mantra‖ (Stiawan, 2008: 49)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan di atas ditandai dengan larik
pada puisi ―jika esok kau bangun dan mendapati matahari tersenyum dari celah
daun‖. Kutipan tersebut dimaksudkan pengarang untuk mengungkapkan perasaan
aku lirik yang ingin menyampaikan kepada kekasihnya, bahwasanya ia ingin
pamit dengan menyampaikan situasi saat matahari tersenyum dari celah daun.
87
Tersnyum merupakan prilaku yang digunakan oleh manusia yang pada kutipan ini
digunakan oleh matahari untuk mengungkapkan keindahan pagi.
11) Puisi yang Berjudul Jejakmu Di Pasir Masih Membekas
Pengunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi jejakmu Di Pasir
masih Membekas terdapat satu kutipan dengan nomor data 53 sebagai berikut.
“laut tak sanggup merebut
kemesraan kita,” katamu, dan
aku pun tersenyum
―laut kekasih kita pula,
selalu mengantar cinta
walau akhirnya
ia pulangkan lagi
ke dalam birunya‖ (Stiawan, 2008: 58)
Pada kutipan di atas penggunaan majas personifikasi ditandai oleh larik
―laut tak sanggup merebut kemesraan kita,‖. Kutipan tersebut dimaksudkan
pengarang untuk mengungkapkan perasaan sepasang kekasih atas kemesraan
mereka. Sepasang kekasih tersebut mengibaratkan laut yang tidak mampu
merebut kemesraan mereka. Laut tersebut seolah-olah mempunyai sifat seperti
manusia yang bisa merebut kemesraan sepasang kekasih tersebut.
12) Puisi yang Berjudul Ku Baca Tubuhmu
Pengunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Ku Baca
Tubuhmus terdapat tiga kutipan dengan nomor data 54, 55, dan 56 sebagai
berikut.
―tapi sebenarnya
kau tak pernah pergi
meski kota telah
mengurung dirimu” (Stiawan, 2008:60)
88
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan ―meski kota telah
mengurung dirimu‖ dimaksudkan pengarang untuk menunjukkan keadaan
keterkekangan kamu lirik yang berada di kotanya. Kamu lirik pada kutipan
tersebut tidak mampu berbuat-buat apa, kecuali menerima nasibnya. Kota dalam
kutipan tersebut seolah-olah seperti manusia yang biasa mengurung seseorang,
padahal sebenarnya keadaan yang membuat kamu lirik terkurung dikotanya
sendiri. Maka kutipan tersebut merupakan majas personifikasi.
“-kita senasib,
dikutuk kata-kata-
ucapmu menulis pelangi‖ (Stiawan, 2008:60)
Pada kutipan di atas penggunaan majas personifikasi ditandai oleh larik
―kita senasib, dikutuk kata-kata‖. Pengarang bermaksud mengungkapkan keadaan
aku dan kamu lirik yang sema keadaannya, dengan mengibatkan kata-katalah
yang mengutuk mereka. Kata-kata padahal hanya menunjukkan keaadaan mereka
saja. Maka kutipan tersebut adalah majas personifikasi karena kata-kata seolah-
olah seperti manusia yang bisa mengutuk.
“-kita sesepi,
di rajam mimpi-mimpi
sahutku meraba pelangi‖ (Stiawan, 2008:60).
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan ―kita sesepi, di rajam
mimpi‖. Pengarang bermaksud untuk menyampaikan keadaan bahwasanya aku
dan kamu lirik dihancurkan oleh mimpi-mimpi mereka. Dirajam maksudnya
sebuah hukuman mati yang dilakukan oleh manusia dengan dilempar batu. mimpi
pada kutipan tersebut memakai atau menyampaikan prilaku yang digunakan oleh
89
manusia. Maka hal tersebut termasuk majs personifikasi karena mimpi-mimpi
yang telah hancur seolah-olah seperti manusia mampu merajam.
13) Puisi yang Berjudul Memo Pagi
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Memo Pagi
terdapat tiga kutipan dengan nomor data 63, 64, dan 65 sebagai berikut.
“pagi,” kata bunga-bunga, kata
burung-burung yang menjauhi
sarang.”(Stiawan, 2008: 76)
Pada kutipan di atas penggunaan majas personifikasi ditandai oleh larik
―pagi, kata bungabunga, kata burung-burung‖. Maksud pengarang menggunakan
majas personifikasi tersebut yaitu untuk mengungkapakan bahwasanya bunga-
bunga dan burung-burung seolah-olah memilki sifat seperti manusia.
Menyampaikan salam adalah prilaku yang biasanya digunakan oleh manusia.
― matahari menyabut
salam itu dengan cucuran sinar
membelai-belai setiap pejalan
yang datang dari timur
atau barat, utara maupun selatan
membangun jembatan
dan juga meruntuhkan.‖ (Stiawan, 2008: 76)
Pada kutipan di atas penggunaan majas personifikasi ditandai oleh larik
―matahari menyabut salam itu dengan cucuran sinar membelai-belai setiap
pejalan‖. Maksud pengarang menggunakan majas personifikasi tersebut yaitu
untuk mengungkapakan keindahan pada saat pagi hari, yang mataharinya telah
bersinar indah dan menghangatkan setiap pejalan. Pengungkapan tersebut dengan
menggunakan prilaku yang biasanya digunakan oleh manusia yaitu menyambut
salam dan membelai-belai.
90
“entah ke mana merantau
burung-burung itu,” bunga bertanya
heran. membujukmu untuk
percayai ucapannya‖ (Stiawan, 2008: 76).
Penggunaan majas personifikasi terlihat pada kutipan ―entah kemana
merantau burung-burung itu,‖. Pengarang bermaksud untuk menyampaikan
dengan bahasa yang unik bahwasanya burung-burung yang pergi dari sarangnya
dengan berterbangan dengan kata merantau. Merantau adalah kegiatan yang
dilakukan oleh manusia dengan meningggalkan kampung halaman untuk tujuan
tertentu.
14) Puisi yang Berjudul Merenangi Lekuk Waktu
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Menerangi
Lekuk Waktu terdapat satu kutipan dengan nomor data 67 sebagai berikut.
“ombak itu juga menepati
janji datang ke tepi pasir ini
dengan tangan mengembang, rambut
berurai, serta bibir yang haus akan
buah kelapa‖ (Stiawan, 2008: 80)
Penggunaan majas personifikasi terlihat pada kutipan ―ombak itu juga
menepati janji datang ke tepi pasir ini dengan tangan mengembang‖. Pengarang
bermaksud untuk menggambarkan ombak yang datang ke pantai seperti tangan
yang mengembang. Pada kutipan tersebut ombak seolah-olah mempunyai sifat
seperti manusia yang bisa menepati janji untuk datang ke pantai. Maka kutipan di
atas termasuk majas personifikasi karena ombak seolah-olah bisa menepati janji
seperti manusia.
91
15) Puisi yang Berjudul Rumah Damar
Penggunaan majas personifikasi yang terdapat pada puisi Rumah Damar
terdapat dua kutipan dengan nomor data 75 dan 76 sebagai berikut.
“rumah panggung
tangga dari balung
menjemput lelaki
yang telah lama pergi” (Stiawan, 2008:83)
Pada kutipan di atas penggunaan majas personifikasi ditandai oleh larik
rumah panggung tangga dari balung menjemput lelaki yang telah lama pergi.
Maksud pengarang menggunakan majas personifikasi tersebut yaitu untuk
mengungkapakan bahwasanya lelaki mendatangi rumah yang telah lama dia
tinggalkan. Rumah panggung tersebut seolah-olah seperti manusia yang bisa
menjemput lelaki untuk pulang.
“dinding berukir
warna keemasan
aroma damar
sebagai batu pualam
mengantar lelaki
makin masuk rumah” (Stiawan, 2008:83)
Penggunaan majas personifikasi terlihat pada kutipan ―dinding berukir
warna keemasan aroma damar sebagai batu pualam mengantar lelaki makin
masuk rumah‖. Pengarang bermaksud untuk menggambarkan interior rumah yang
berukir, berwarna keemasan sebagai hiasan saat lelaki memasuki rumah tersebut.
Interior rumah tersebut seolah-olah mengantar lelaki tersebut memasuki rumah,
seolah-olah interior tersebut menggunakan sifat yang biasa digunakan oleh
manusia.
92
d. Analisis Majas Hiperbol
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 6 kutipan majas hiperbol. Majas hiperbol pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing puisi
di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Ketika Kota Jadi Laut
Penggunaan majas hiperbol yang terdapat pada puisi Ketika Kota Jadi
Laut terdapat satu kutipan dengan nomor data 1 sebagai berikut.
―Cepat, ribuan kami akan mati
Dirajam banjir berhari-hari!” (Stiawan, 2008: 1).
Pada kutipan di atas tergolong majas hiperbol hal ini terlihat pada larik
―cepat ribuan kami akan mati dirajam banjir berhari-hari‖ karena tidak mungkin
banjir akan membunuh seperti hukuman mati atau dirajam dan membunuh ribuan
orang dalam hitungan hari. Pengarang menyampaikan kutipan tersebut secara
berlebihan atau membesar-besarkan sesuatu. Ribuan kami akan mati dirajam
berhari-hari merupakan keadaan yang bermaksud untuk memperlihatkan betapa
menderitanya korban-korban banjir.
2) Puisi yang Berjudul Di Kolam Ini: Selain Ikan, Tak Ada Ular
Penggunaan majas hiperbol yang terdapat pada puisi Di Kolam Ini:
Selain Ikan, Tak Ada Ular terdapat satu kutipan dengan nomor data 3 sebagai
berikut.
“Aih, dari mulutmu
Muntah beribu telur” (Stiawan, 2008: 2).
93
Pada kutipan di atas tergolong majas hiperbol hal ditandai oleh larik
―muntah beribu telur‖ karena tidak mungkin seekor ikan bisa memuntahkan
beribu telur dari mulutnya. Maka kutipan tersebut terlihat seperti membesar-
bersarkan sesuatu. Karena ikan adalah binatang yang tidak mengeluarkan atau
menghasilkan telur dari mulutnya, maka terdengar melebih-lebihkan keadaan
sebenarnya.
3) Puisi yang Berjudul Sunyi Kembali Menemui Minggu
Penggunaan majas hiperbol yang terdapat pada puisi Sunyi Kembali
Menemui Minggu terdapat satu kutipan dengan nomor data 19 sebagai berikut.
―siang sangatlah panas
matahari bertengger di ubun
rambutku beruban‖ (Stiawan, 2008: 15)
Penggalan kutipan di atas tergolong majas hiperbol di lihat dari lirik
matahari bertengger di ubun rambutku yang beruban merupakan hal yang
berlebihan karena tidak mungkin matahari dapat bertengger di ubun-ubun kepala.
Matahari adalah benda tata surya yang tidak memiliki sifat seperti binatang yang
bisa bertengger. Maka kutipan tersebut adalah majas hiperbol karena matahari
yang begitu panas seolah-olah bisa bertengger seperti burung atau binatang yang
lainnya, sehingga terlihat melebih-lebihkan kenyataan yang sebenarnya.
4) Puisi yang Berjudul Perempuan
Penggunaan majas hiperbol yang terdapat pada puisi Perempuan terdapat
satu kutipan dengan nomor data 25 sebagai berikut.
―oh perempuan
kau tercipta dengan seribu hati” (Stiawan, 2008: 22)
94
Penggalan kutipan di atas tergolong majas hiperbol di lihat dari lirik kau
tercipta dengan seribu hati karena tidak mungkin seorang wanita memiliki seribu
hati walaupun ia memiliki sifat yang baik. Pengarang sebenarnya menyampaikan
bahwasanya perempuan memilki hati yang begitu baik, tabah, dan kuat. Akan
tetapi penyampaiannya dengan mengatakan perempuan memiliki beribu hati
merupakan hal yang berlebihan. Perempuan yang begitu tabahpun sebenarnya
hanya memilki satu hati. Maka kutipan tersebut menggunakan majas hiperbol
karna wanita seolah-olah memiliki seribu hati.
5) Puisi yang Berjudul Rambutmu Yang Panjang Sebagai Sampan
Penggunaan majas hiperbol yang terdapat pada puisi Rambutmu Yang
Panjang Seabagai sampan terdapat satu kutipan dengan nomor data 44 sebagai
berikut.
“lalu rambutmu jadi sampan
kukayuh ke luas lautan” (Stiawan, 2008: 40)
Pada kutipan di atas tergolong majas hiperbol pada lirik lalu rambutmu
jadi sampan ku kayuh ke luas lautan karena tidak mungkin rambut wanita bisa
dijadikan sampan walaupun rambut tersebut begitu panjang. Pengarang
menyampaikan bahwa diri seorang wanita yang ingin di bawa mengarungi
kehidupan, dengan melewati berbagai rintangan kehidupan. Akan tetapi
pengarang menggunakan kata-kata yang berlebihan dengan menyampaikan
rambut wanita tersebut dijadikan sampan untuk dikayuh di luasnya lautan.
6) Puisi yang Berjudul Merenangi Lekuk Waktu
Penggunaan majas hiperbol yang terdapat pada puisi Merenangi Lekuk
waktu terdapat satu kutipan dengan nomor data 69 sebagai berikut.
95
―sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah mana (Stiawan, 2008:80)
Pada kutipan di atas tergolong majas hiperbol ditandai oleh larik bibirmu
seranum buah kelapa, lidahku setajam parang karena tidak mungkin bibir
seorang wanita bisa ranum seperti buah kelapa dan lidah lelaki walaupun kasar
tiadk mungkin akan setajam parang. Maksud pengarang pada kutipan tersebut
yaitu bibir kamu lirik begitu menawan seperti buah kelapa dan bibir aku lirik
begitu tajam seperti parang. Setajam parang maksudnya bibir aku lirik begitu
kasar dalam berbicara sehingga terdengar belebih-lebihan.
2. Analisis Majas Nonperbandingan dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
Majas nonperbandingan yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan karya Isbedy Stiawan ZS akan dianalisis sebagai berikut.
a. Analisis Majas Repetisi
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 14 kutipan majas repetisi. Majas repetisi pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing puisi
di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Ketika Kota Jadi Laut
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Ketika kota Jadi Laut
terdapat satu kutipan dengan nomor data 1 sebagai berikut.
―Presiden kirim bantuan;
Makanan dan obat-obatan.
Kami kelaparan,
Kami sudah sekarat.‖ (Stiawan, 2008:1)
96
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai oleh larik ―kami
kelaparan, kami sudah sekarat.‖. Kutipan tersebut bermaksud untuk menekankan
atau menegaskan. Hal yang ingin ditekankan yaitu antara kata kami dengan
kelaparan dan sekarat adalah satu keadaan yang sama-sama menunjukkan
kesedihan. Pengarang ingin mengungkapkan bahwa kami lirik yang ingin
mengharapkan bantuan dari pemerintah atas bencana banjir yang melanda.
2) Puisi yang Berjudul Kami Berakit
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Kami berakit terdapat
satu kutipan dengan nomor data 4 sebagai berikut.
“JIKA laut tak pasang
jika rupa kota rumpang
tunggulah air
jadi langganan
genangi pemukiman‖ (Stiawan, 2008:5)
Penggunaan majas repetisi terdapat pada kutipan ―jika laut tak pasang, jika
rupa kota rumpang‖. Kutipan tersebut bermaksud untuk menegaskan dengan kata
―jika‖. Penekanan pada kata jika tersebut dimaksudkan pengarang untuk
menyampaikan bencana banjir yang selalu datang di kota tersebut.
3) Puisi yang Berjudul Enggano
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Enggano terdapat
empat kutipan dengan nomor data 6, 7, 8, dan 9 sebagai berikut.
―asapdupa itu, kaki-kaki yang mengentak,
tangan-tangan yang lincah bergerak
menebarkan sesaji bagi semesta
sebelum pesta. sebelum titah raja‖ (Stiawan, 2008:10).
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai oleh larik
―sebelum pesta. Sebelum tidah raja‖. Pengarang pada kutipan tersebut bermasud
97
untuk menegaskan kata sebelum untuk menunjukkan keadaan sebelum terjadinya
pesta yang akan mendengarkan perintah dari raja. Hal tersebut bertujuan untuk
menjelaskan kegiatan yang dilakukan untuk mengusir setan-setan di suatu daerah
yang dipimpin oleh seorang raja yang berkuasa.
“sebab alam mesti diberi saji
sebab halaman dan mimbar
harus dibersihkan dari dedemit
sebelum raja melangkah
dan memberikan titah‖ (Stiawan, 2008:10).
Penggunaan majas repetisi terdapat pada kutipan ―sebab alam mesti diberi
saji sebab halaman dan mimbar‖. Pengulangan kata sebab merupakan suatu hal
yang bertujuan untuk menegaskan kata sebab. Pengarang bermaksud menjelaskan
pada kutipan tersebut bahwasannya alam daerah Enggano (pulau terluar
Indonesia) harus dilindungi,dibersihkan dari hal-hal yang bersifat mistis, yaitu
dedemit atau setan.
―maka damailah bumi damai di langit
damai di hati. rajapun bertitah,
hopla! beri kami hujan, tanah basah
ladang-ladang subur, hutan hijau‖ (Stiawan, 2008:10).
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai oleh larik ―maka
damailah bumi damailah di langit dmailah di hati‖. Pangarang pada kutipan di
atas bermaksud untuk menegaskan kata kedamaian. Pengarang ingin
mengungkapkan setelah daerah alam Enggano tersebut dibersihkan dari hal-hal
yang mistis maka damailah daerah tersebut sehingga raja memerintah dan berdoa
supaya alam mereka diberi keberkahan dengan tanah-tanah yang subur.
“dari pulau yang jauh dari pedalaman
sebagai suku terasing
kau datang menaburkan sesaji
98
mencambuki diri‖ (Stiawan, 2008:10).
Penggunaan majas repetisi terdapat pada kutipan ―dari pulau yang jauh
dari pedalaman‖. Kata ―dari‖ merupakan bentuk penegasan yang diungkapan oleh
pengarang. Pengarang menyatakan bahwasanya Enggano adalah sebuah pulau
yang terpencil, yang berasal dari suku terasing, yang mempunyai budaya
mengusir setan-setan untuk kemakmuran daerahnya.
4) Puisi yang Berjudul Sunyi Kembali Menemui Minggu
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Sunyi Kembali
Menemui Minggu terdapat satu kutipan dengan nomor data 10 sebagai berikut.
―di luar rumah tak ada yang harus dipikirkan: tangis anak:
kecerewetan istri dan keusilannya, segera lupa. mari
bersulang!
bersulang. bersulang!‖ teriak pengojek‖ (Stiawan,
2008:15).
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai oleh larik ―mari
bersulang! Bersulang. Bersulang!‖. Pengarang bermaksud untuk menegaskan kata
bersulang. Pengarang ingin mengungkapkan bahwa tukang ojek ingin melupakan
tanggung jawabnya kepada istri dan anak-anak saat mereka berada di luar rumah
dengan minum-minum bersama tukang becak, supir angkot dan aku lirik.
5) Puisi yang Berjudul Ke Kota Ini Lagi Kau Singgah
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Ke Kota Lagi kau
Singgah terdapat satu kutipan dengan nomor data 13 sebagai berikut.
―dari kuta hingga sanur,
tanah lot sampai sangeh,
atau lintamani hingga sukowati
cuma tuhan cuma tuhan
merentangkan tangan merentangkan tangan
jaga-aman‖ (Stiawan, 2008:21).
99
Penggunaan majas repetisi terdapat pada kutipan ―Cuma tuhan‖ dan
―merentangkan tangan‖. Pengarang bermaksud untuk menegaskan bahwa dari
perjalanan yang jauh di daerah Bali hanya Tuhan yang bisa melindungi. Hal
tersebut dilakukan dengan berdoa untuk menjaga diri.
6) Puisi yang Berjudul Perempuan
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Perempuan terdapat satu
kutipan dengan nomor data 14 sebagai berikut.
“hati tamanhati
tamanhati
warnawarni...‖ (Stiawan, 2008:22).
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai oleh larik ―taman
hati‖. Pengarang bermaksud untuk menegaskan bahwasanya seorang wanita
memiliki hati yang baik. Pengarang juga menegaskan wanita memiliki karakter
kuat, tegar dan ceria.
7) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 3
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Bersama Penyair 3
terdapat satu kutipan dengan nomor data 17 sebagai berikut.
“di pantai kau surut
di kebun monyet kau hujan
di kedalaman mana
bisa kuperah rempah?‖ (Stiawan, 2008:36).
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai kata ―di‖. Pada
kutipan tersebut pengarang ingin menegaskan kata-kata yang diciptakan penyair.
Pada kutipan tersebut penyair mengungkapkan perasaannya dengan menyebutkan
nama-nama tempat dengan kata ―di‖.
100
8) Puisi yang Berjudul Seperti Tangan
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Seperti Tangan
terdapat satu kutipan dengan nomor data18 sebagai berikut.
―atau berkubang di arus sungai
yang dulu katanya di huni raja
tapi entah kemana,
kini amatlah kurindu
demi menumpas lambaian
kembali kehijauan hutan
jadi benteng tiuh
jadi selimut hidupku‖ (Stiawan, 2008:45)
Penggunaan majas repetisi ditandai dengan kata ―jadi‖. Kata jadi pada
kutipan tersebut bermaksud untuk menegaskan maksud pengarang. Pengarang
pada kutipan tersebut bermaksud untuk mengungkapakam kerinduan sosok raja
yang bisa melindungi alam yang telah berubah menjadi ladang-ladang tebu.
9) Puisi yang Berjudul Aku Pergi
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Aku Pergi terdapat dua
kutipan dengan nomor data 22 dan 23 sebagai berikut.
“alangkah sepi halaman
alangkah perih hutan-hutan‖ (Stiawan, 2008:64)
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai kata ―alangkah‖.
Kutipan tersebut bertujuan untuk menegaskan apa yang ingin diungkapkan
pengarang. Pengarang ingin menunjukkan keadaan atau perasaan yang
menyedihkan dari aku lirik saat ditinggalkan kekasihnya di waktu matahari terbit.
“di halaman langkahmu
menyemai
di beranda bayangmu
memuai
di kabar tubuhmu menuai‖ (Stiawan, 2008:64)
101
Penggunaan majas repetisi ditandai dengan kata ―di‖. Pengarang
menggunakan kata di untuk menegaskan tempat-tempat yang mengingatkan aku
lirik dengan kekasih yang meninggalkan dirinya. Hal tersebut menunjukkan
kesedihan aku lirik terhadap kekasih yang tidak dapat dilupakannya karena begitu
banyak kenangan di antara mereka.
10) Puisi yang Berjudul Di Rumah Sakit
Penggunaan majas repetisi yang terdapat pada puisi Di Rumah Sakit
terdapat dua kutipan dengan nomor data 26 sebagai berikut.
―kau bergegas
memburu. memburu!” (Stiawan, 2008:73).
Pada kutipan di atas penggunaan majas repetisi ditandai dengan kata
―memburu‖. Pengarang pada kutipan tersebut ingin mengegaskan keadaan dimana
aku lirik sedang berjuang untuk kesembuhannya. Akan tetapi aku lirik tidak juga
sembuh dari sakitnya. Usia yang menunjukkan kata “memburu” pada kutipan
tersebut terus saja mendesaknya apakah kalu lirik tetap biasa bertahan atau tidak.
b. Analisis Majas Antitesis
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 1 kutipan majas antitesis. Majas antitesis pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing puisi
di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Kau Melangkah
Penggunaan majas antitesis yang terdapat pada Kau Melangkah terdapat
dua kutipan dengan nomor data 19 sebagai berikut.
102
“kau pilih menyanyi
aku ke tepi sunyi” (Stiawan, 2008:56).
Pada kutipan di atas merupakan majas antitesis karena terdapat gagasan
yang bertentangan. Pengarang menyampaikan perbedaan gagasan antara aku lirik
dan kau lirik. Kau lirik memilih menyanyi atau keadaan yang bahagia, sedangkan
aku lirik ke tepi sunyi atau keadaan yang menyedihkan. Maka kutipan tersebut
termasuk ke dalam majas antitesis.
c. Analisis Majas Aliterasi
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 5 kutipan majas aliterasi. Majas aliterasi pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing puisi
di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Ke Kota Ini Lagi Kau Singgah
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada puisi Ke Kota Lagi kau
Singgah terdapat dua kutipan dengan nomor data 11 dan 12 sebagai berikut.
―ke kota ini lagi kausinggah
kota yang dipenuhi pura
dan dewa dimana-mana
seakan jadi saksi‖ (Stiawan, 2008:20).
Pada kutipan di atas termasuk ke dalam majas aliterasi karna terdapat
penggunaan konsonan yang sama. Konsonan yang tersebut yaitu huruf (d).
Aliteasi pada kutipan tersebut bermaksud menimbulkan bunyi yang lebih indah.
Pengarang juga bermaksud untuk menegaskan maksudnya yaitu di kota tersebut
ada dewa yang melihat dan akan menjadi saksi saat kau lirik melakukan dosa.
―setiap pantai, pura, dan
hotel seperti hendak
103
merebutmu,
merenggutmu?‖ (Stiawan, 2008:20).
Pada kutipan di atas termasuk ke dalam majas aliterasi karna terdapat
penggunaan konsonan yang sama. Konsonan yang tersebut yaitu huruf (p).
Aliteasi pada kutipan tersebut bermaksud menimbulkan bunyi yang lebih indah.
Pengarang juga bermaksud untuk menegaskan bahwa disetiap tempat baik di
pantai, di pura kau lirik tidak akan aman.
2) Puisi yang Berjudul Di Kota Kecil
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada puisi Di Kota Kecil
terdapat satu kutipan dengan nomor data 15 sebagai berikut.
―pulau tak membuat jejak jadi patah
ada waktu yang akan menyatukan jarak
lalu kembali kita bercakap-cakap
sambil mengurai rindu:
melantunkan lagu
-cinta kasih-― (Stiawan, 2008:29).
Pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunkan majas
aliterasi dengan pengulangan konsonan (k). Konsonan (k) pada kutipan di atas
memberikan efek keindahan pada puisi tersebut. Maksud pengarang dari kutipan
tersebut untuk memberikan penekanan agar untuk memulai kembali percakapan
untuk melepaskan rindu.
3) Puisi yang Berjudul Kusembahkan Keningku
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada Ku Sembahkan keningku
terdapat satu kutipan dengan nomor data 20 sebagai berikut.
“kusembahkan keningku
pada tajam karang
biar kurasakan perih
ketika dibasuh laut‖ (Stiawan, 2008:57).
104
Pengarang menggunakan majas aliterasi dengan terdapat penggunaan
konsonan yang sama. Konsonan yang tersebut yaitu huruf (k). Aliteasi pada
kutipan tersebut bermaksud menimbulkan efek bunyi yang memberikan nilai
keindahan pada puisi. Pengarang juga bermaksud untuk menegaskan maksudnya
yaitu untuk mempersembahkan dirinya dengan memberikan kening aku lirik.
4) Puisi yang Berjudul Sajak Dua Bagian
Penggunaan majas aliterasi yang terdapat pada Sajak Dua Bagian terdapat
satu kutipan dengan nomor data 23 sebagai berikut.
“kau-kekasih-yang mengusik
asyik. aku mau kau selalu
merapal kata-kata
sampai aku terlena‖ (Stiawan, 2008:77).
Pada kutipan di atas termasuk ke dalam majas aliterasi karna terdapat
penggunaan konsonan yang sama. Konsonan yang sama tersebut yaitu huruf (k).
Aliteasi pada kutipan tersebut bermaksud menimbulkan efek bunyi yang berbeda
menjadikan puisi lebih indah. Pengarang juga bermaksud untuk menegaskan
bahawa kekasih aku lirik adalah kekasih yang satu pemikiran dengannya.
d. Analisis Majas Apostrof
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 1 kutipan majas aaposrof. Majas aposrof pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan puisi di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Mungkin Kota Kita Beda
Penggunaan majas aposrof yang terdapat pada Mungkin Kota Kita Beda
terdapat satu kutipan dengan nomor data 21 sebagai berikut.
105
―di kotaku yang cahaya,
jalan-jalan lengang,.
di pusat-pusat perbelanjaan
yang selalu telanjang
ingin kuceritakan
tak pernah lagi datang
nuh bawakan sampan” (Stiawan, 2008:63)
Pada kutipan di atas majas aposrof terlihat pada kutipan ―nuh bawakan
sampan‖. Pada kutipan tersebut pengarang menyampaikan sesuatu yang tidak
hadir di depannya. Hal tersebut yaitu seorang Nabi yang memberikan pertolongan
kepada kaumnya yang mau mengikuti ajarannya. Pengarang sebenarnya ingin
mengungkapkan pernyataan tersebut kepada orang yang benar-benar ada yaitu
kepada pemerintah atau orang yang berkuasa yang tidak lagi memberikan
pertolongam kepada rakyat.
e. Analisis Majas Asindenton
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 1 kutipan majas asidenton. Majas asidenton pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan puisi di bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Bersama Penyair, 3
Penggunaan majas asidenton yang terdapat pada puisi Bersama Penyair 3
terdapat satu kutipan dengan nomor data 16 sebagai berikut.
―selalu hanya bayang
yang bercumbuan:
di pantai, di meja
taman bawah pohon,
di jalan-jalan, di bukit
bikin aku makin sakit
lantaran di rajam rindu
dan birahi‖ (Stiawan, 2008: 34).
106
Pada kutipan di atas terlihat majas asidenton pada di pantai, di meja, taman
bawah pohon, di jalan-jalan, di bukit‖. Kutipan tersebut terlihat bahwasanya
memiliki gagasan yang padat dengan memberikan kata hubung koma (,) untuk
menunjukkan keterangan tempat. Maka kutipan tersebut menjadi sejajar, hal
tersebut membuktikan bahwasanya gagasan di atas merupakan majas asidenton.
f. Analisis Majas Ironi
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 4 kutipan majas ironi. Majas ironi pada kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terlihat pada kutipan masing-masing puisi di
bawah ini.
1) Puisi yang Berjudul Ketika Kota Jadi Laut
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada Ketika Kota jadi Laut terdapat
satu kutipan dengan nomor data 2 sebagai berikut.
“AH, presiden belum juga melayat
Para mentri dangdutan
anggota dewan cuma rapat” (Stiawan, 2008:1).
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan majas ironi. Pengarang
menyampaikan sindiran kepada pemerintah dengan kata-kata yang tidak langsung.
Mengatakan Presiden belum datang melihat, Mentri dangdutan, dan anggota
dewan Cuma rapat. Pada intinya pengarang berharap pemerintah melihat dan
menolong masyarakat yang sedang dalam keadaan kesusahan karna daerahnya
dilanda banjir.
107
2) Puisi yang Berjudul Kami Berakit
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada Kami brakit terdapat satu
kutipan dengan nomor data 3 sebagai berikut.
―di kotaku, setiap
air datang
tak kulihat wakil rakyat
berakit-rakit
menuju pemikiman
yang tenggelam....” (Stiawan, 2008:5).
Pengarang pada kutipan di atas menggunakan majas ironi. Pengarang
menyampaikan sindiran kepada pemerintah dengan kata-kata yang halus.
Pengarang memberikan gambaran bahwasanya masyarakat sedang membutuhkan
bantuan. Kata berakit-rakit sebenarnya adalah sindiran untuk pemerintah yang
belum berusaha melihat rakyatnya yang sedang dilanda musibah.
3) Puisi yang Berjudul Melayu
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada Kami brakit terdapat satu
kutipan dengan nomor data 5 sebagai berikut.
“sejak dulu hanya budak
bisanya berkacak
sebagai anak tiri dalam negeri
jadi pembantu di negeri orang” (Stiawan 2008:6).
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan majas ironi. Pengarang
menyampaikan sindiran secara halus dengan mengatakan hal yang tidak bisa
dirubah pada negeri ini. Hal tersebut yaitu atas nasib anak bangsa yang malah
menjadi pekerja diluar negeri. Sedangkan di negerinya sendiri dia tidak bisa
berbuat apa-apa.
108
4) Puisi yang Berjudul Makam Sunan Gunung Jati
Penggunaan majas ironi yang terdapat pada puisi Makam Sunan Gunung
Jati terdapat satu kutipan dengan nomor data 5 sebagai berikut.
“lalu dimana Tuhan
bagimu segala sampai?
tanganmu menengadah
hatimu mendua sudah
makam ialah akhir langkah
maka usah disitu manadah!” (Stiawan, 2008:66).
Pada kutipan di atas pengarang menggunakan majas ironi. Pengarang
menyampaikan sindiran secara halus pada orang-orang yang meminta bantuan
kepada orang yang telah meninggal dunia. Suanan gunung jti adalah seorang
tokoh yang menyebarkan agama Islam, saat ia meninggal dunia, banyak orang
yang berdoa di dekat kuburannya. Pengarang menyindir bahwasanya orang yang
telah meninggal dunia tidak mempunyai kekuatan untuk mengabulkan doa-doa
tersebut, kerena bagaimanapun kehebatannya saat ia hidup, ia tetap makhluk
ciptkaan Allah. Maka seharusnya kita berdoa kepada Allah, bukan kepada orang
yang telah meninggal dunia.
C. Pembahasan
Berdasarkan analisis majas pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS, ditemukan majas perbandingan yaitu (1) majas persamaan
atau simile, (2) majas metafora, (3) majas personifikasi, dan (4) majas hiperbola.
Sedangkan majas nonperbandingan yaitu: (1) majas repetisi, (2) majas antitesis,
(3) majas aliterasi, (4) majas aposrof, (5) majas asidenton, dan (6) majas ironi.
109
Majas yang ditemukan pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan berdasarkan dengan teori Manaf (2008).
Berikut ini akan dibahas majas-majas yang telah ditemukan pada kumpulan
puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy Stiawan ZS.
1. Pembahasan Majas Perbandingan dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris
Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
Penggunaan majas perbandingan pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS sebagai berikut. Penggunaan majas tersebut akan
dibahas berdasarkan teori Manaf (2008).
a. Pembahasan Majas Persamaan atau Simile
Berdasarkan teori Manaf (2008:148) persamaan atau simile adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Dalam perbandingan eksplisit sesuatu yang
dimaksudkan disamakan dengan sesuatu yang lain dengan menggunakan kata
perumpamaan atau pembanding secara eksplisit, misalnya: seperti, bagaikan,
laksana, bak, sama dengan. Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS terdapat 27 kutipan majas persamaan atau simile yaitu pada
data nomor 4, 5, 6, 15, 31, 33, 35, 36, 37, 40, 43, 46, 47, 48, 49, 52, 58, 59, 60, 61,
62, 66, 70, 71, 72, 73, 74. Majas persamaan atau simile pada kumpulan puisi
Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS adalah majas yang paling dominan
ditemukan pada kumpulan puisi ini. Majas persamaan atau simile bertujuan untuk
membandingkan suatu hal yang dimaksudkan pengarang dengan hal yang lain
tetapi juga berhubungan dengan apa yang ingin di ungkapkan oleh pengarang.
Misalnya terlihat pada kutipan di bawah ini.
―di kotaku selalu
110
ada air yang datang,
seperti pelanggan
belanja atau menagih hutang
memasuki rumah-rumah
membawa pergi barang-barang berharga‖ (Stiawan, 2008: 4).
Kutipan puisi yang berjudul Kami Berakit dengan nomor data 4 di atas
tergolong majas persamaan hal ini ditandai dengan kata seperti. Sesuai dengan
teori Manaf (2008). Hal tersebut juga menegaskan bahwa pengarang
menggunakan majas persamaan atau simile di dalam karyanya. Hal tersebut
bertujuan untuk membandingkan satu hal dengan hal yang lainnya dengan
menggunakan pembanding yang ekspisit. Pengarang membandingkan apa yang
ingiin ia ungkapakan dengan hal yang indah sehingga pembaca tergugah
perasaannya. Seperti banjir yang di ibararakan pengarang dengan penagih hutang.
b. Pembahasan Majas Metafora
Berdasarkan teori Manaf (2008:149) majas metafora adalah majas perbandingan
yang kata-kata pembandinganya tidak dicantumkan. Dua hal yang dibandingkan
tidak dihubungkan dengan kata-kata pembanding ata kata-kata pengumpama.
Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 20
kutipan majas metafora yaitu pada data nomor 7, 11, 14, 16,18, 20,22, 24, 27, 28
29, 30, 32, 39, 41, 42, 50, 57, Dan 68. Majas metafora pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS bertujuan untuk menyampaikan maksud
pengarang dengan memberikan perumpamaan dengan tidak mencantumkan
pembandingnya. Majas metafora disampaikan oleh Isbedy Stiawan ZS dengan
111
menggunakan kata-kata indah baik itu benda-benda hidup dan benda-benda mati.
Misalnya pada kutipan di bawah ini.
―kau tahu pabrik-pabrik gula itu
tumbuh di sini setelah behektar
belantara dan sungai yang bermuara
di ladang
menggusur
gugurlah masa depan kami.”
katamu pelan seperti ketakutan‖ (Stiawan, 2008: 8).
Kutipan puisi yang berjudul Buku Sejarah dengan nomor data 7 di atas
termasuk ke dalam majas metafora. Maka kutipan tersebut membuktikan
pengarang menggunakan majas metafora di dalam karyanya. Hal tersebut
bertujuan untuk menggambarkan sesuatu dengan menggunakan pembading yang
implisit. Contohnya seperti masa depan yang dibandingkan dengan pepohonan
yang bisa berguguran.
c. Pembahasan Personifikasi
Berdasarkan teori Manaf (2008:149) Personifikasi adalah majas yang
memberikan sifat-sifat yang dimilki manusia atau perilaku yang lazim dilakukan
manusia kepada benda. Dengan kata lain memperlakukan benda-benda besifat dan
berprilaku seperti manusia. Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS terdapat 23 kutipan majas personifikasi yaitu pada data nomor
2, 8, 10, 12, 13, 17, 23, 26, 34, 38, 45, 51, 53, 54, 55, 56, 63, 64, 65, 67, 75, 76.
Majas personifikasi pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS bertujuan untuk memperindah puisi dengan menggunakan kata-kata
yang tidak sesuai dengan makna sebenarnya melainkan dengan menggunakan
112
sifat-sifat insani untuk benda atau kata yang bukan sifat yang dimilikinya.
Misalnya dapat dilihat pada kutipan puisi di bawah ini.
―namun dikolam ini
selain ikan,
tak ada ular lagi
yang pernah menipu” (Stiawan, 2008:2)
Penggunaan majas personifikasi pada kutipan puisi Di Kolam Ini: Selain
Ikan, Tak Ada Ular dengan nomor data 2 di atas ditandai dengan larik pada puisi
―tak ada lagi ular lagi yang pernah menipu‖. Kutipan di atas juga membuktikan
bahwa pengarang menggunakan majas personifikasi di dalam karyanya dengan
menggunakan sifat-sifat insani, sehingga karya pengarang lebih memilki nilai
keindahan bagi pembacanya. Contohnya seperti ular yang seolah-olah sepeti
manusia yang bisa menipu.
d. Pembahasan Majas Hiperbol
Berdasarkan teori Manaf (2008:150) majas Hiperbol adalah majas yang
mengandung pernyataan berlebihan dengan membesar-besarkan suatu unsur dari
kenyataan yang sebenarnya. Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS terdapat 6 kutipan majas hiperbol yaitu data nomor 1, 3, 9, 25,
44, 69. Majas hiperbol pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS bertujuan untuk melebih-labihkan sesuatu hal untuk memperlihatkan
apa yang ingin disampaikan pengarang sehingga lebih terlihat meyakinkan.
Penggunaan majas hiperbol dapat dilihat pada kutipan berikut.
―Cepat, ribuan kami akan mati
Dirajam banjir berhari-hari!” (Stiawan, 2008: 1).
113
Pada kutipan puisi yang berjudul Ketika Kota Jadi Laut dengan nomor
data 1 di atas penggunaan majas hiperbola terdapat pada ―cepat ribuan kami akan
mati dirajam banjir berhari-hari‖. Kutipan puisi di atas membuktikan bahwa
pengarang menggunakan majas hiperbol untuk menyampaikan gagasannya secara
berlebihan sehingga terlihat lebih meyakinkan pembaca.
2. Pembahasan Majas Nonperbandingan dalam Kumpulan Puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
Majas nonperbandingan yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan karya Isbedy Stiawan akan dibahas bedasarkan teori Manaf (2008) sebagai
berikut.
a. Pembahasan Majas Repetisi
Berdasarkan teori Manaf (2008:155) majas repetisi adalah majas
nonperbandingan yang dibentuk dengan mengulang kata-kata kunci untuk
memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi terdapat pada
kalimat yang berimbang. Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy
Stiawan ZS terdapat 18 kutipan majas repetisi yaitu data nomor 1, 4, 6, 7, 8, 9, 10,
13, 14, 17, 18, 22, 23, 26. Majas repetisi pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS bertujuan untuk memberi tekanan atas hal yang ingin di
sampaikan oleh pengarang baik itu pada awal bait maupun akhir bait. Terlihat
pada kutipan puisi di bawah ini. Penggunaan majas repetisi dapat dilihat pada
kutipan berikut.
―Presiden kirim bantuan;
Makanan dan obat-obatan.
Kami kelaparan,
114
Kami sudah sekarat.‖ (Stiawan, 2008:1)
Pada kutipan puisi yang berjudul Ketika Kota Jadi Laut dengan nomor
data 1 di atas penggunaan majas repetisi ditandai oleh larik ―kami kelaparan, kami
sudah sekarat‖. Pada larik tersebut pengarang membuktikan bahwa ia
menggunakan majas repetisi dalam karyanya untuk menekankan pendapat yang
ingin ia ampaikan.
b. Pembahasan Majas Antitesis
Berdasarkan teori Manaf (2008:155) majas antitesis adalah majas yang
mengandung gagasan yang bertentangan dengan menggunakan kata-kata, frasa,
atau klausa yang saling bertentangan gagasannya. Dalam kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 1 kutipan majas antitesis yaitu
data nomor 19. Majas antitesis pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS bertujuan untuk mempertentangkan keadaan yang dialami oleh
aku lirik. Penggunaan majas antitesis dapat dilihat pada kutipan berikut.
“kau pilih menyanyi
aku ke tepi sunyi” (Stiawan, 2008:56).
Pada kutipan puisi yang berjudul Kau Melangkah dengan nomor data 19 di
atas merupakan majas antitesis karena terdapat gagasan yang bertentangan. Hal
tersebut membuktikan bahwa pengarang menggunakan majas antitesis untuk
mengungkapkan gagasan yang bertentangan di dalam karyanya.
115
c. Pembahasan Majas Aliterasi
Berdasarkan teori Manaf (2008:155) majas aliterasi adalah majas yang
menggunakan konsonan yang sama. Konsonan tersebut berada pada kata atau
frasa untuk membentuk intensitas makna dan keindahan musikalitas tuturan.
aliterasi digunakan di dalam puisi untuk keindahan dan penekanan. Dalam
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 5 kutipan
majas aliterasi yaitu data nomor 11, 12, 15, 20, 25. Majas aliterasi pada kumpulan
puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS bertujuan untuk
memperlihatkan keindahan puisi dengan penekanan huruf konsonan. Penggunaan
majas aliterasi dapat dilihat pada kutipan berikut.
―ke kota ini lagi kausinggah
kota yang dipenuhi pura
dan dewa dimana-mana
seakan jadi saksi‖ (Stiawan, 2008:20).
Pada kutipan puisi yang berjudul Ke Kota Lagi kau Singgah dengan nomor
data 12 di atas termasuk ke dalam majas aliterasi karna terdapat penggunaan
konsonan yang sama. Hal tersebut membuktikan bahwa pengarang menggunakan
majas aliterasi dalam karyanya untuk memberikan nilai keindahan pada karya
puisinya.
d. Pembahasan Majas Aposrof
Berdasarkan teori Manaf (2008:157) aposrof adalah majas yang berbentuk
penyampaian amanat kepada orang yang tidak hadir di depannya, makhluk gaib,
malaikat, jin, dewa, Tuhan, atau sesuatu yang abstrak, tetapi sebenarnya yang
dituju oleh penutur atau penulis adalah orang yang hadir didepannya itu. Dalam
116
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 1 kutipan
majas aposrof yaitu data nomor 21. Majas aposrof pada kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS bertujuan untuk menyampaikan amanat
yaitu orang yang tidak hadir dihadapannya yaitu nabi Nuh padahal maksudnya
adalah untuk menyampaikan bahwasanya meminta pertolongan kepada orang
yang berkuasa. Penggunaan majas asidenton dapat dilihat pada kutipan berikut.
―di kotaku yang cahaya,
jalan-jalan lengang,.
di pusat-pusat perbelanjaan
yang selalu telanjang
ingin kuceritakan
tak pernah lagi datang
nuh bawakan sampan” (Stiawan, 2008:63)
pada kutipan puisi yang berjudul Mungkin Kota Kita Beda dengan nomor
data 21 majas apostrof terlihat pada kutipan ―nuh bawakan sampan‖. Hal tersebut
membuktikan bahwa pengarang menggunakan majas apostrof untuk
menyampaikan hal yang ingin diungkapkan. Kutipan tersebut sesuai dengan teori
Manaf (2008).
e. Pembahasan Majas Asidenton
Berdasarkan teori Manaf (2008:155) majas asidenton adalah majas yang
gagasannya padat yang dicapai dengan memberikan kata hubung pada kata-kata,
frasa, atau klausa yang sejajar. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisah oleh tanda
koma. Sehingga gagasan tersebut menjadi sejajar. Dalam kumpulan puisi Setiap
Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS terdapat 1 kutipan majas asidenton yaitu
data nomor 16. Majas asidenton pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS bertujuan untuk memberikan kata hubung pada gagasan yang
setara. Penggunaan majas asidenton dapat dilihat pada kutipan berikut.
117
―selalu hanya bayang
yang bercumbuan:
di pantai, di meja
taman bawah pohon,
di jalan-jalan, di bukit
bikin aku makin sakit
lantaran di rajam rindu
dan birahi‖ (Stiawan, 2008: 34).
Pada kutipan puisi yang berjudul bersama penyair 3 dengan nomor data 16
di atas terlihat bahwasanya pengarang menggunakan majas asindenton. Pada
kutipan tersebut bertujuan untuk memberikan gagasan yang sejajar. Hal tersebut
berdasarkan teori Manaf (2008).
f. Pembahasan Majas Ironi
Berdasarkan teori Manaf (2008:160) majas ironi atau sindiriran disebut
juga penipuan atau pura-pura. Disebut juga penyampaian maksud penutur ke
mitra tuturnya secara tidak langsung. Maksudnya hal yang dimaksud berbeda
dengan maksud sebenarnya, dengan kata lain penutur menyampaikan maksudnya
dengan sindiran secara halus. Dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS terdapat 4 kutipan majas ironi yaitu data nomor 2, 3, 5, 24.
Majas ironi pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
bertujuan untuk memberikan sindiran secara halus kepada pemerintah karena
tidak peduli dengan rakyat yang sedng ditimpa musibah. Penggunaan majas ironi
dapat dilihat pada kutipan berikut.
“AH, presiden belum juga melayat
Para mentri dangdutan
anggota dewan cuma rapat” (Stiawan, 2008:1).
118
Pada kutipan puisi yang berjudul Ketika Kota Jadi laut dengan nomor data
2 di atas pengarang menggunakan majas ironi. Berdasarkan teori Manaf (2008)
majas ironi adalah majas yang berupa sindiriran dengan penyampaian maksud
penutur ke mitra tuturnya secara tidak langsung. Kutipan di atas membuktikan
bahwa Isbedy Stiawan ZS menggunakan majas ironi untuk mengkritik pemerintah
secara halus atas apa yang dilakukannya terdahap masyarakat yang sedang
ditimpa musibah.
Berdasarkan majas-majas yang ditemukan pada kumpulan puisi Setiap
Barsi Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS ditemukan bahwa majas paling dominan
atau majas yang paling banyak ditemukan yaitu majas persamaan atau simile
yaitu sebanyak 27 kutipan. Majas persamaan atau simile banyak muncul pada
puisi-puisi dalam kumpulam puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan.
Pada kumpulan puisi ini majas persamaan atau simile bertujuan untuk
membandingkan suatu hal dengan yang lain dengan menggunakan kata
perumpamaan atau pembanding misalnya seperti, bagaikan, laksana, bak, dan
lain-lain. Maka dapat disimpulkan majas persamaan atau simile merupakan ciri
khas Isbedy Stiawan ZS dalam menciptakan karya puisinya.
Selain majas persamaan atau simile majas-majas yang lain yang dimukan pada
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS juga
memperlihatkan ciri khasnya dalam memberikan efek pada setiap karya puisinya.
Isbedy Stiawan ZS membuat karyanya menarik perhatian karena memberikan
efek makna yang indah. Majas-majas tersebut digunakan untuk menyampaikan
kekreatifannya dengan kata-kata yang unik dengan menggunakan majas.
119
Penggunaan majas terhadap karya Isbedy Stiawan ZS membuat puisi-puisi
menyentuh bagi pembaca karena efek maknanya tersebut, sehingga pembaca
merasakan apa yang ingin disampaikan oleh Isbedy Stiawan ZS.
D. Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Penelitian majas dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan karya Isbedy
Stiawan dapat diimpilikasikan kepada pembelajaran bahasa dan sastra indonesia
di sekolah baik itu tinggkat SMP maupun SMA. Hal tersebut berkaitan dengan
pembelajaran puisi di sekolah yaitu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengidentifikasi unsur-unsur yang terdapat pada puisi.
Materi mengenai puisi tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pada Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X semester I.
Standar Kompetensi (SK): 5. Memahami puisi yang disampaikan secara
langsung/tidak langsung. Kompetensi dasar (KD): 5.1. Mengidentifikasi unsur-
unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung.
Kumpulan puisi Setiap Baris Hujan bisa dijadikan bahan ajar karena sudah
sesuai dengan karakteristik untuk tingkat SMA dengan tema-tema yang tidak
terlalu berat seperti tentang bencana alam dan lain-lain. Guru dapat menggunakan
kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan sebagai bahan ajar
untuk menemukan unsur-unsur puisi yang disampaikan secara langsung maupun
tidak langsung khususnya majas yang terdapat pada kumpulan puisi ini. Sehingga
siswa mampu untuk mengidentifikasi majas yang terdapat pada kumpulan puisi
Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS.
120
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian terhadap penggunaan majas dalam kumpulan puisi
Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS dapat disimpulkan bahwa dalam
majas perbandingan terdapat empat jenis majas sedangkan majas
nonperbandingan terdapat lima jenis majas bedasarkan teori menurut Manaf
(2008). Majas perbandingan terdiri dari majas persamaan atau simile sebanyak 27
kutipan, majas metafora sebanyak 20 kutipan, majas personifikasi sebanyak 23
kutipan, dan majas hiperbola sebanyak 6 kutipan, sedangkan majas
nonperbandingan terdiri dari majas repetisi sebanyak 14 kutipan, majas antitesis
sebanyak 1 kutipan, majas aliterasi sebanyak 5 kutipan, majas aposrof sebanyak 1
kutipan, majas asindenton sebanyak 1 kutipan, dan majas ironi sebanyak 4
kutipan. Pada majas perbandingan terdapat sembilan jenis majas yang tidak
ditemukan dalam penelitian ini yaitu majas metonimi, majas sinekdoke, majas
alusi, majas paradoks, majas oksimoron, majas eponim, majas epitet, majas
paronomasia, majas hipalase. Sedangkan pada majas nonperbandingan terdapat 16
majas yang tidak ditemukan yaitu majas klimaks, majas antiklimaks, majas
paralelisme, majas anasrof, majas apofasis, majas kiasmus, majas elipsis, majas
eufisme, majas histeron proteton, majas litotes, majas inuendo, majas periferasis,
majas pleonasme, majas prolepsis, majas pleonasme, majas, prolepsis, majas
pertanyaan restoris, majas silepsis dan zeugma.
Majas yang dominan yang digunakan dalam kumpulan puisi Setiap Baris
Hujan karya Isbedy Stiawan ZS adalah majas persamaan atau simile yaitu 25
121
kutipan. Dari 53 judul puisi yang diteliti, ditemukan lebih banyak majas
persamaan atau simile yang terdapat dalam kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS dibandingkan majas yang lain. Majas persmaan atau
simile merupakan ciri khas Isbedy Stiawan ZS dalam kumpulan puisinya.
Pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
terdapat 53 puisi sebagai sumber penelitian. Dapat disimpulkan bahwa puisi yang
memiliki majas yaitu sebanyak 42 judul puisi. Sedangkan puisi yang tidak
memiliki majas sebanyak 9 judul puisi yaitu ―pungungraharjo‖, ―tanah lot‖,
―terompet tutup tahun‖, ―hanya engkau‖, ―lenyap‖, ―Malioboro‖, ―andai ada
perahu‖, ―kanoman kasepuhan‖, ―andung‖.
B. Saran
Bedasarkan kesimpulan di atas saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil penelitian hendaknya dapat mengembangkan ilmu pengetahuan pada
bidang sastra khususnya majas dalam kumpulan puisi.
2. Untuk peneliti lain disarankan menghasilkan penelitian yang lebih baik
dengan objek penelitian yang lain.
3. Hasil penelitian ini hendaknya bisa dijadikan bahan untuk guru Bahasa
Indonesia dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam menganalisis
unsur puisi khususnya majas.
122
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. 2008. Analisis Sajak Teori, Metodologi Dan Aplikasi. Padang: UNP
Press. Hasanuddin WS. 2002. Membaca Dan Menulis Sajak. Bandung: Angkasa. Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Stiawan ZS, Isbedy. 2008. Setiap Beris Hujan. Buku Pop: Jakarta. Manaf, Ngusman Abdul. 2008. Semantik Teori Dan Terapannya Dalam Bahasa
Indonesia. Padang: Sukabina Offset. Moleong, J.Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Moeliono, Anton M, dkk. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Puspita, Rezi Mega. 2015 ―Majas Dalam Kumpulan Puisi Bantalku Ombak,
Selimutku Angin karya D Zawawi Imron‖. (Skripsi). STKIP PGRI
SUMATERA BARAT. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Rani Fitria Wati. 2014. ―Analisis Penggunaan Majas Dalam Kumpulan Puisi Beri
Aku Malam‖ Karya Iyut Fitria (Skripsi). Padang: STKIP PGRI
SUMATERA BARAT. Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang:Angkasa Raya. Suganda, Yobi. 2013. ―Analisis Penggunaan Majas Dalam Antologi Cerpen
Jemari Laurin‖. (Skripsi). Padang: STKIP PGRI SUMATERA BARAT.
Waluyo, Herman J. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
123
Lampiran I
TABEL INVENTARISASI DATA 1
Majas Dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
N
O
Judul Puisi Data/ kutipan Majas Perbandingan Hal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1
1
1
2
1
3
1 Ketika
Kota Jadi
Laut
―Cepat, ribuan kami akan mati
Dirajam banjir berhari-hari!”
√ 1
2 Di Kolam
Ini:
Selain
Ikan, Tak
Ada Ular
namun dikolam ini
selain ikan,
tak ada ular lagi
yang pernah menipu
√ 2
3 Di Kolam
Ini:
Selain
Ikan, Tak
Ada Ular
Aih, dari mulutmu
Muntah beribu telur
√ 2
4 Kami
Berakit
di kotaku selalu
ada air yang datang,
seperti pelanggan
belanja atau menagih hutang
memasuki rumah-rumah
membawa pergi barang-barang
berharga
√ 4
5 Melayu inilah daratan
berwarna arang
dan kepulan asap
bagai kabut
menyelimuti kota-
kota yang kau lalui
√ 6
6 Buku
Sejarah
dan gemuruh pabrik
-siang malam-
seperti membangunkan bulan
dan mengusir matahari
dari jalan menuju rumahmu
√ 8
7 Buku
Sejarah
―kau tahu pabrik-pabrik gula itu
tumbuh di sini setelah behektar
belantara dan sungai yang bermuara
di ladang
menggusur
gugurlah masa depan
kami.”
√ 8
124
katamu pelan seperti ketakutan
8 Buku
Sejarah ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik lehermu
√ 9
9 Buku
Sejarah
ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik
lehermu
√ 9
10 Pantai
Panjang
dan teriakan gelombang
membuatmu tercengang
―mungkin inilah saat akhir
kita senggama,‖ katanya
lalu menyeruput air dugan
di kursi panjang
di meja lengang
√ 12
11 Pantai
Panjang
sebuah dugan
dengan pintunya terbuka
mengajakmu masuk
―ayo tegaklah
selagi tenggorokanmu
kemarau. matahari ngengat,
√ 12
12 Pantai
Panjang
agin berjingkrak,
dan teriakan gelombang
tenggelam dianganmu”
√ 13
13 Jalan
Kerumah
mu
sehalaman kepalaku
tak lagi ditumbuhi rambut
namun tak sebab kemarau
hutan-hutan mengerang:
menguning
√ 14
14 Jalan
Kerumah
mu
dikepalaku kini tumbuh
tanah liat
cacing-cacing geliat
menanti sekarat
- jalan ke rumahmu
penuh oleh asap
hutan garing-
√ 14
15 Jalan
Kerumah
mu
dan bukitbarisan
seperti meninggalkan ingatan
ingatan; hutan damar
yang memar. kebun
kopi tinggal lahan
√ 14
16 Jalan
Kerumah
mu
dan kepalaku
sehalaman kosong
jadi begitu lengang
√ 14
17 Sunyi sunyi kembali menemui minggu. √
125
Kembali
Menemui
Minggu
halaman televisi yang riuh
tak pernah sampai ke telinga. tak
ada makanan selezat
saat kupesan direstoran atau
warung makan pinggir jalan
bersama tukang becak, ojek, dan
supir angkot
menyantap dengan keringan 18 Sunyi
Kembali
Menemui
Minggu
ah! waktu selalu berulang dan aku
akan masuk
ke dalam lubang yang sama.
bertelur keruwetan.
mengerami kegaduhan
√ 15
19 Sunyi
Kembali
Menemui
Minggu
siang sangatlah panas
matahari bertengger di ubun
rambutku beruban
√ 15
20 Kini
Setengah
Abad
dari matamu
kupetik suluh
bagi langkahku
sampai rumahmu
√ 16
21 Aku Akan
Kekal
tapi dalam kobaran api
aku tak juga terbakar
di rahasia rambutmu
aku sekuntum kembang
√ 16
22 Aku Akan
Kekal aku ingin helai-helai rambutmu
sebagai titian mencapai taman
tempat dulu tumbuh pohon
larangan
dan ular jelmaan selalu mendesis
tapi tak untuk menyesatkan
√ 16
23 Kini
Setengah
Abad
-masa silam melambai-
√ 17
24 Ke Kota
Ini Lagi
Kau
Singgah
di tubuh pantai
yang telanjang
dan membentang
kaububuhi kasmaran
√ 20
25 Perempua
n
oh perempuan
kau tercipta dengan seribu hati
√ 22
26 Datang
Setiap
Pagi
tentang laut
setiap pagi datang
menyampaikan
√ 24
126
kabar nelayan 27 Datang
Setiap
Pagi
karena kau tetap laut
datang setiap pagi
agar aku bangun
memandang biru hidupmu
dan menerima segala tiba
√ 24
28 Alamat
Ibu
jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
√ 26
29 Alamat
Ibu
aku akan menerimanya
seperti aku rindu cintamu
yang merekatkan layar
kelambung perahu ini
bagiku menitipkan usia
ditelapak kakimu
√ 26
30 Alamat
Ibu
muara surga
jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
√ 26
31 Percakapa
n Di Bukit
Landai
seperti benang berurai
rambutmu melambai
sejak menuruni tangga
mendekati tepi pantai
√ 30
32 Percakapa
n Di Bukit
Landai
namun bencana datang juga
cinta pun pecah
di bukit landai
dalam ombak yang berderai
ada yang saling melambai
√ 30
33 Bersama
Penyair, 1
penyair, ulangi percintaan
seperti ketika pantai hilang laut
dan malam turun bersama gerimis
lalu ia tampak mati
di hadapan botol-botol arak
√ 32
34 Bersama
Penyair, 1
sebab kau, penyair
pantai tetap bercahaya
meski laut tak mengecupnya
√ 32
35 Bersama
Penyair, 1
dan gerimis seperti gembang api
akan menyala di setiap hati
oleh sihir
karena bisa kata-katamu
√ 32
36 Bersama
Penyair, 2
karena aku makin rindu
jika tiada mampir kata-katamu
penuh sihir
seperti si sakit,
√ 33
127
tubuh akan meriang 37 Bersama
Penyair, 2
kecuali cinta dan sihirmu
yang lain bisa saja kulupa
seperti pemabuk hilang arah
pulang
ciuman pertama sebelum pergi
dan kecupan saat kembali
tak bisa dikenali lagi
√ 33
38 Bersama
Penyair, 3
sedang apa kau, penyair?
di peraduan atau
menghitung jalan
menanti bulan luruh
laut buncah
dan pantai lelah,
√ 34
39 Bersama
Penyair, 3
di rambutmu tersengai
airmataku menderai
dimatamu yang laut
aku pun berselancar
mengayak pasir-garam kata
:purnama...
√ 35
40 Bersama
penyair, 3
penyair tak akan pergi
-apatah lagi mati
akan hidup dalam kata,
dan kau terkapar
di dalam kalimat-kalimatnya
seperti pagi
tak pernah mengrang
walau siang akan
sungsang
√ 37
41 Bersama
penyair, 4 dalam keheningan kata
tercipta jalan
mencapat Tuhan
√ 38
42 Bersama
penyair, 4
maka aku baca
peta hidupmu
√ 38
43 Menunggu
i Laut
setelah itu, lelaki
aku kembali kedalam sepi
menunggui laut hingga tepi
atau memuja Tuhan
seperti kucinta hidupku
√ 39
44 Rambutm
u Yang
Panjang
Sebagai
Sampan
lalu rambutmu jadi sampan
kukayuh ke luas lautan
√ 40
45 Aku cuaca gerah √ 42
128
Hilang
Rupa
kau dimana
aku hilang rupa
: lupa mantra 46 Pada
Setiap
Baris
Hujan
pada setiap baris hujan
yang kubaca sebagai genangan
seperti menghantar kenangan
ketika rumah menjadi perahu
orang-orang sebagai pelepah
menagarung. melarung...
√ 43
47 Seperti
Tangan
daun-daun tebu itu
seperti tangan
melambai kepadaku
di pagi beku
saat embun luruh
membatu, layaknya
permata
√ 44
48 Seperti
Tangan
apakah cukup lambaian
embun yang luruh
setiap pagi beku
bagai batu permata
membuatku lupa sejarah
√ 44
49 Seperti
Tangan
dan seperti jutaan tangan
dan daun-daun tebu itu
melambai padaku
dekat leherku
sangat menakutkan
seperti bawa kematian
√ 45
50 Pagi Ini
Aku
Kehilanga
n Matahari
pergilah, sebab sudah lama
kecuali desah hujan
runtuh dari matamu
begitu akrab kini
√ 47
51 Mantra
jika esok kau bangum dan
mendapati
matahari tersenyum dari celah
daun
dekat jendela kamarmu. itu juga
berarti
tanda pamitku setelah tidur
bersamamu
semalam dan mencuri sehelai
rambutmu
sebagai mantra
√ 49
52 Taman
Daun
akan kupetik daun
dari pelupuk matamu
sebab dari kahijauan
ku susuri sisa kelam
√ 52
129
dan embun, seperti guguran
hujan,
laksana kristal di keningku
jadi lelampungmu
sebagai seluhku 53 Jejakmu
Di Pasir
Masih
Membekas
“laut tak sanggup merebut
kemesraan kita,” katamu, dan
aku pun tersenyum
―laut kekasih kita pula,
selalu mengantar cinta
walau akhirnya
ia pulangkan lagi
ke dalam birunya‖
√ 58
54 Ku Baca
Tubuhmu
tapi sebenarnya
kau tak pernah pergi
meski kota telah
mengurung dirimu
√ 60
55 Ku Baca
Tubuhmu
-kita senasib,
dikutuk kata-kata-
ucapmu menulis pelangi
√ 60
56 Ku Baca
Tubuhmu -kita sesepi,
di rajam mimpi-mimpi
sahutku meraba pelangi
√ 60
57 Suaramu
Bangunka
n Wajah
Senjaku
suaramu bangunkan
wajah senjanku
√ 68
58 Suaramu
Bangunka
n Wajah
Senjaku
dari tangga kau pergi
meniti tangga kau pulang
seperti induk burung
pergi dengan harapan
dan pulang bawa sarang
ke pucuk pohon
-istana-
√ 68
59 Sajak Dua
Bagian
ya, aku dapati senyummu
datang dan berkelebat
seperti langit yang kadang
benderang atau pekat
tapi di pipimu yang siang
kulabuhkan bibirku yang dahaga
√ 70
60 Aku
Sudah Di
Mana
seperti cicak
aku pun merangkak
dalam basah...
√ 72
61 Di Rumah
Sakit
tubuhmu semakin susut
sebab telah bermain
kau daki ngarai
√ 73
130
menuruni lereng
seperti bertanding
antara kau dan usia
siapa dulu sampai 62 Di Rumah
Sakit
―aku akan membawamu,‖ kata
bayang
lalu menggandengmu, lamapui
gordin
dan seperti burung tembus waktu tak berlalu
√ 74
63 Memo
Pagi
matahari menyambut
salam itu dengan cucuran sinar
membelai-belai setiap pejalan
yang datang dari timur
atau barat, utara maupun selatan
membangun jembatan
dan juga meruntuhkan.
√ 76
64 Memo
Pagi
“pagi,” kata bunga-bunga, kata
burung-burung yang menjauhi
sarang.”
√ 76
65 Memo
Pagi
“entah ke mana merantau
burung-burung itu,” bunga
bertanya
heran. membujukmu untuk
percayai ucapannya
√ 76
66 Datang dia sudah datang, lelaki yang selalu
menyimpan
cinta dalam hati, mengambil kursi
di depanmu
dan mencuri matamu: ia ingin
sekali membawamu
ke dalam gemerlap malam,
menyerahkan cintanya
yang terpendam. yang selama ini
tak pernah mekar
seperti ia memimpikan kelopak
mawar
tumbuh dan beraroma di dekat
jendela kamarnya
√ 78
67 Merenangi
Lekuk
Waktu
ombak itu juga menepati
janji datang ke tepi pasir ini
dengan tangan mengembang,
rambut
berurai, serta bibir yang haus akan
buah kelapa
√ 80
68 Merenangi ―sekejap kita jadi menyeruputnya √ 80
131
Lekuk
Waktu
dengan satu pipa. “bibirmu
seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!”
ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah
mana 69 Merenangi
Lekuk
Waktu
―sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu
seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!”
ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah
mana
√ 80
70 Merenangi
Lekuk
Waktu
barangkali anak-anak
yang akan dilahirkan di pantai
ini, seperti pelaut. garang
dan tubuhnya legam.
√
71 Merenangi
Lekuk
Waktu
tapi bahasanya tak seperti kita
ucapkan kini. suaranya bagai
iblis.
√ 81
72 Merenangi
Lekuk
Waktu
luka
manusia yang pernah hilang dan
hanyut, kenyamanan
yang berumah jadi ancaman begitu
gelombang besar
datang dari tengah laut. melumat
setiap yang tegak
di tepian: rumah-rumah yang
bergulung sebagai
kapal, orang-orang seperti ikan-
ikan itu yang
mati sembarang di pantai-pantai,
kota menjadi sunyi
dan amis dari setumpuk mayat.
√ 81
73 Merenangi
Lekuk
Waktu
kau tak pernah khawatir.
menggambit tanganku,
dan bersama-sama menantang
gelombang
karena cinta di hati yang sudah
lama mengembang
seperti daun-daun bakau, tumbuh
di tanah landai
dan bebatang di payau.
√ 81
74 Merenangi
Lekuk
Waktu
sebelum akhirnya kita pulang
langit kelam, pohon-pohon bakau
tunduk meski
√ 81
132
tetap mengulai bagai penari di
panggung atau lantai dansa
selayaknya kau kini kau merapikan
busana, menyisir
rambut pendekmu.
7
5
Rumah
Damar rumah panggung
tangga dari balung
menjemput lelaki
yang telah lama pergi
√ 83
7
6
Rumah
Damar dinding berukir
warna keemasan
aroma damar
sebagai batu pualam
mengantar lelaki
makin masuk rumah
√
Majas perbandingan
1. Persamaan/simile
2. Metafora
3. Personifikasi
4. Metonimi
5. Sinekdoke
6. Hiperbol
7. Alusi
8. Paradoks
9. Oksimoron
10. Eponim
11. Epitet
12. Paronomasia
13. Hipalase
133
TABEL INVENTARISASI DATA 2
Majas Dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya Isbedy Stiawan ZS
N
o
Judul
Puisi
Data/ Kutipan Majas Nonperbandingan H
al 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0
1
1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6
1
7
1
8
1
9
2
0
2
1
2
2
1 Ketika
Kota
Jadi
Laut
―Presiden kirim
bantuan;
Makanan dan obat-
obatan.
Kami kelaparan,
Kami sudah
sekarat.‖
√
1
2 Ketika
Kota
Jadi
Laut
AH, presiden belum
juga melayat
Para mentri
dangdutan
anggota
dewan Cuma rapat
√
1
3 Kami
Beraki
t
di kotaku,
setiap
air datang
tak kulihat wakil
rakyat
berakit-rakit
menuju pemikiman
yang tenggelam....
√
5
4 Kami
Beraki
t
JIKA laut tak pasang
jika rupa kota
rumpang
tunggulah air
jadi langganan
genangi pemukiman
√
5
5 Melay
u sejak dulu hanya
budak
bisanya berkacak
sebagai anak tiri
dalam negeri
jadi pembantu di
negeri orang
√
6
6 Enggan
o
asapdupa itu, kaki-
kaki yang mengentak,
tangan-tangan yang
lincah bergerak
menebarkan sesaji
bagi semesta
√
1
0
134
sebelum pesta.
sebelum titah raja
7 Engga
no
sebab alam mesti
diberi saji
sebab halaman dan
mimbar
harus dibersihkan dari
dedemit
sebelum raja
melangkah
dan
memberikan titah
√
10
8 Engga
no
maka damailah bumi
damai di
langit
damai di hati. rajapun
bertitah,
hopla! beri kami
hujan, tanah basah
ladang-ladang subur,
hutan hijau
√
10
9 Engga
no
dari pulau yang jauh
dari
pedalaman
sebagai suku terasing
kau datang
menaburkan sesaji
mencambuki diri
√
10
1
0 Sunyi
Kemb
ali
Mene
mui
Mingg
u
―di luar rumah tak ada
yang harus dipikirkan:
tangis anak:
kecerewetan istri dan
keusilannya, segera
lupa. mari
bersulang!
bersulang.
bersulang!‖ teriak
pengojek
√
15
1
1 Ke
Kota
Ini
Lagi
Kau
Singga
h
ke kota ini lagi
kausinggah
kota yang dipenuhi
pura
dan dewa dimana-
mana
seakan jadi saksi
√
20
1 Ke setiap pantai, pura, √ 20
135
2 Kota
Ini
Lagi
Kau
Singga
h
dan
hotel seperti hendak
merebutmu,
merenggutmu?
1
3 Ke
Kota
Ini
Lagi
Kau
Singga
h
dari kuta hingga
sanur,
tanah lot sampai
sangeh,
atau lintamani hingga
sukowati
cuma tuhan
cuma tuhan
merentangkan
tangan
merentangkan
tangan
jaga-
aman
√
21
1
4 Perem
puan
hati tamanhati
tamanhati
warnawarni...
√
22
1
5 Di
Kota
Kecil
pulau tak membuat
jejak jadi patah
ada waktu yang akan
menyatukan jarak
lalu kembali kita
bercakap-cakap
sambil mengurai
rindu:
melantunkan lagu
-cinta kasih-
√
29
1
6 Bersa
ma
Penyai
r, 3
selalu hanya bayang
yang bercumbuan:
di pantai, di meja
taman bawah pohon,
di jalan-jalan, di
bukit
bikin aku makin sakit
lantaran di rajam rindu
dan birahi
√
34
136
1
7 Bersa
ma
Penyai
r, 3
di pantai kau surut
di kebun monyet kau
hujan
di kedalaman mana
bisa kuperah rempah?
√
36
1
8 Seperti
Tanga
n
atau berkubang di arus
sungai
yang dulu katanya di
huni raja
tapi entah kemana,
kini amatlah kurindu
demi menumpas
lambaian
kembali kehijauan
hutan
jadi benteng tiuh
jadi selimut hidupku
√
45
1
9 Kau
Melan
gkah
kau pilih menyanyi
aku ke tepi sunyi
√
56
2
0 Kuse
mbah
kan
Kenin
gku
kusembahkan
keningku
pada tajam karang
biar kurasakan perih
ketika dibasuh laut
√
57
2
1 Mung
kin
Kota
Kita
Beda
di kotaku yang
cahaya,
jalan-jalan lengang,.
di pusat-pusat
perbelanjaan
yang selalu telanjang
ingin kuceritakan
tak pernah lagi datang
nuh bawakan
sampan
√
63
2
2 Aku
Pergi
alangkah sepi
halaman
alangkah perih hutan-
hutan
√
64
2
3 Aku
Pergi
di halaman
langkahmu
menyemai
di beranda bayangmu
memuai
di kabar tubuhmu
√
64
137
menuai 2
4 Maka
m
Sunan
Gunu
ngjati
lalu dimana Tuhan
bagimu segala
sampai
tanganmu
menengadah
hatimu mendua
sudah
makam ialah akhir
langkah
maka usah disitu
manadah!
√
66
2
5 Sajak
Dua
Bagia
n
kau-kekasih-yang
mengusik
asyik. aku mau kau
selalu
merapal kata-kata
sampai aku terlena
√
77
2
6 Di
Ruma
h
Sakit
kau bergegas
memburu.
memburu!
√
73
Majas nonperbandingan:
1. Klimaks
2. Antiklimaks
3. Repetisi
4. Paralelisme
5. Antitesis
6. Aliterasi
7. Anasrof
8. Apofasis
9. Aposrof
10. Asidenton
11. Kiasmus
12. Elipsis
13. Eufemisme
14. Histeron proteton
15. Ironi
16. Litotes
17. Inuendo
18. Periferasis
19. Pleonasme
20. prolepsis
21. Pertanyaan retoris
22. Silepsis dan zeugma
138
Lampiran II
TABEL KLASIFIKASI DATA
Majas Perbandingan dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS
1. Majas Persamaan atau Simile
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 4 Kami Berakit
di kotaku selalu
ada air yang datang,
seperti pelanggan
belanja atau menagih hutang
memasuki rumah-rumah
membawa pergi barang-barang
berharga
4
2 5 Melayu inilah daratan
berwarna arang
dan kepulan asap
bagai kabut
menyelimuti kota-
kota yang kau lalui
6
3 6 Buku Sejarah dan gemuruh pabrik
-siang malam-
seperti membangunkan bulan
dan mengusir matahari
dari jalan menuju
rumahmu
8
4 15 Jalan
Kerumahmu
dan bukitbarisan
seperti meninggalkan ingatan
ingatan; hutan damar
yang memar. kebun
kopi tinggal lahan
14
5 31 Percakapan Di
Bukit Landai
seperti benang berurai
rambutmu melambai
sejak menuruni tangga
mendekati tepi pantai
30
6 33 Bersama
Penyair, 1
penyair, ulangi percintaan
seperti ketika pantai hilang laut
dan malam turun bersama gerimis
lalu ia tampak mati
di hadapan botol-botol arak
32
7 35 Bersama
Penyair, 1
dan gerimis seperti gembang
api
akan menyala di setiap hati
32
139
oleh sihir
karena bisa kata-katamu
8 36 Bersama
Penyair, 2
karena aku makin rindu
jika tiada mampir kata-katamu
penuh sihir
seperti si sakit,
tubuh akan meriang
33
9 37 Bersama
Penyair, 2
kecuali cinta dan sihirmu
yang lain bisa saja kulupa
seperti pemabuk hilang arah
pulang
ciuman pertama sebelum pergi
dan kecupan saat kembali
tak bisa dikenali lagi
33
19 40 Bersama
penyair, 3
penyair tak akan pergi
-apatah lagi mati
akan hidup dalam kata,
dan kau terkapar
di dalam kalimat-kalimatnya
seperti pagi
tak pernah mengrang
walau siang akan
sungsang
37
11 43 Menunggui
Laut
setelah itu, lelaki
aku kembali kedalam sepi
menunggui laut hingga tepi
atau memuja Tuhan
seperti kucinta hidupku
39
12 46 Pada Setiap
Baris Hujan pada setiap baris hujan
yang kubaca sebagai genangan
seperti menghantar kenangan
ketika rumah menjadi perahu
orang-orang sebagai pelepah
menagarung. melarung...
43
13 47 Seperti Tangan
daun-daun tebu itu
seperti tangan
melambai kepadaku
di pagi beku
saat embun luruh
membatu, layaknya
permata
44
14 48 Seperti Tangan
apakah cukup lambaian
embun yang luruh
setiap pagi beku
bagai batu permata
44
140
membuatku lupa sejarah
15 49 Seperti Tangan
dan seperti jutaan tangan
dan daun-daun tebu itu
melambai padaku
dekat leherku
sangat menakutkan
seperti bawa kematian
45
16 52 Taman Daun
akan kupetik daun
dari pelupuk matamu
sebab dari kahijauan
ku susuri sisa kelam
dan embun, seperti guguran
hujan,
laksana kristal di keningku
jadi lelampungmu
sebagai seluhku
52
17 58 Suaramu
Bangunkan
Wajah Senjaku
dari tangga kau pergi
meniti tangga kau pulang
seperti induk burung
pergi dengan harapan
dan pulang bawa sarang
ke pucuk pohon
-istana-
68
18 59 Sajak Dua
Bagian
ya, aku dapati senyummu
datang dan berkelebat
seperti langit yang kadang
benderang atau pekat
tapi di pipimu yang siang
kulabuhkan bibirku yang dahaga
70
19 60 Aku Sudah Di
Mana seperti cicak
aku pun merangkak
dalam basah...
72
20 61 Di Rumah Sakit
tubuhmu semakin susut
sebab telah bermain
kau daki ngarai
menuruni lereng
seperti bertanding
antara kau dan usia
siapa dulu sampai
73
21 62 Di Rumah Sakit
―aku akan membawamu,‖ kata
bayang
lalu menggandengmu, lamapui
gordin
dan seperti burung tembus
waktu tak berlalu
74
141
22 66 Datang dia sudah datang, lelaki yang
selalu menyimpan
cinta dalam hati, mengambil kursi
di depanmu
dan mencuri matamu: ia ingin
sekali membawamu
ke dalam gemerlap malam,
menyerahkan cintanya
yang terpendam. yang selama
ini tak pernah mekar
seperti ia memimpikan kelopak
mawar
tumbuh dan beraroma di dekat
jendela kamarnya
78
23 70 Merenangi
Lekuk Waktu
barangkali anak-anak
yang akan dilahirkan di pantai
ini, seperti pelaut. garang
dan tubuhnya legam.
81
24 71 Merenangi
Lekuk Waktu tapi bahasanya tak seperti kita
ucapkan kini. suaranya bagai
iblis.
81
25 72 Merenangi
Lekuk Waktu
luka
manusia yang pernah hilang dan
hanyut, kenyamanan
yang berumah jadi ancaman
begitu gelombang besar
datang dari tengah laut. melumat
setiap yang tegak
di tepian: rumah-rumah yang
bergulung sebagai
kapal, orang-orang seperti ikan-
ikan itu yang
mati sembarang di pantai-
pantai, kota menjadi sunyi
dan amis dari setumpuk mayat.
81
26 73 Merenangi
Lekuk Waktu
kau tak pernah khawatir.
menggambit tanganku,
dan bersama-sama menantang
gelombang
karena cinta di hati yang sudah
lama mengembang
seperti daun-daun bakau, tumbuh di tanah landai
dan bebatang di payau.
81
27 74 Merenangi
Lekuk Waktu
sebelum akhirnya kita pulang
langit kelam, pohon-pohon
81
142
bakau tunduk meski
tetap mengulai bagai penari di
panggung atau lantai dansa
selayaknya kau kini kau
merapikan busana, menyisir
rambut pendekmu.
2. Majas Metafora
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 7 Buku Sejarah ―kau tahu pabrik-pabrik gula itu
tumbuh di sini setelah behektar
belantara dan sungai yang
bermuara
di ladang
menggusur
gugurlah masa depan
kami.”
katamu pelan seperti ketakutan
8
2 11 Pantai Panjang
sebuah dugan
dengan pintunya terbuka
mengajakmu masuk
―ayo tegaklah
selagi tenggorokanmu
kemarau. matahari ngengat,
12
3 14 Jalan
Kerumahmu
dikepalaku kini tumbuh
tanah liat
cacing-cacing geliat
menanti sekarat
- jalan ke rumahmu
penuh oleh asap
hutan garing-
14
4 16 Jalan
Kerumahmu
dan kepalaku
sehalaman kosong
jadi begitu lengang
16
5 18 Sunyi Kembali
Menemui
Minggu
ah! waktu selalu berulang dan
aku akan masuk
ke dalam lubang yang sama.
bertelur keruwetan.
mengerami kegaduhan
15
6 20 Kini Setengah
Abad
dari matamu
kupetik suluh
bagi langkahku
sampai rumahmu
16
143
7 21 Aku Akan
Kekal
tapi dalam kobaran api
aku tak juga terbakar
di rahasia rambutmu
aku sekuntum kembang
16
8 22 Aku Akan
Kekal aku ingin helai-helai rambutmu
sebagai titian mencapai taman
tempat dulu tumbuh pohon
larangan
dan ular jelmaan selalu
mendesis
tapi tak untuk menyesatkan
16
9 24 Ke Kota Ini
Lagi Kau
Singgah
di tubuh pantai
yang telanjang
dan membentang
kaububuhi kasmaran
18
10 27 Datang Setiap
Pagi
karena kau tetap laut
datang setiap pagi
agar aku bangun
memandang biru hidupmu
dan menerima segala tiba
11 28 Alamat Ibu
jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
bagi para pelayar
27
12 29 Alamat Ibu
aku akan menerimanya
seperti aku rindu cintamu
yang merekatkan layar
kelambung perahu ini
bagiku menitipkan usia
ditelapak kakimu
27
13 30 Alamat Ibu
muara surga
jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
27
14 32 Percakapan Di
Bukit Landai
namun bencana datang juga
cinta pun pecah
di bukit landai
dalam ombak yang berderai
ada yang saling melambai
15 39 Bersama di rambutmu tersengai 35
144
Penyair, 3
airmataku menderai
dimatamu yang laut
aku pun berselancar
mengayak pasir-garam kata
:purnama...
16 41 Bersama
penyair, 4 dalam keheningan kata
tercipta jalan
mencapat Tuhan
38
17 42 Bersama
penyair, 4 maka aku baca
peta hidupmu
38
18 50 Pagi Ini Aku
Kehilangan
Matahari
pergilah, sebab sudah lama
kecuali desah hujan
runtuh dari matamu
begitu akrab kini
47
19 57 Suaramu
Bangunkan
Wajah Senjaku
suaramu bangunkan
wajah senjanku
68
20 68 Merenangi
Lekuk Waktu
―sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu
seranum buah
kelapa, lidahku setajam
parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah
mana
80
3. Majas Pesonifikasi
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 2 Di Kolam Ini:
Selain Ikan,
Tak Ada Ular
namun dikolam ini
selain ikan,
tak ada ular lagi
yang pernah menipu
2
2 8 Buku Sejarah ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik
lehermu
9
3 9 Buku Sejarah ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik
lehermu
9
4 10 Pantai Panjang
dan teriakan gelombang
membuatmu tercengang
―mungkin inilah saat akhir
kita senggama,‖ katanya
12
145
lalu menyeruput air dugan
di kursi panjang
di meja lengang
5 12 Pantai Panjang
agin berjingkrak,
dan teriakan gelombang
tenggelam dianganmu‖
13
6 13 Jalan
Kerumahmu
sehalaman kepalaku
tak lagi ditumbuhi rambut
namun tak sebab kemarau
hutan-hutan mengerang:
menguning
14
7 17 Sunyi Kembali
Menemui
Minggu
sunyi kembali menemui minggu. halaman televisi yang riuh
tak pernah sampai ke telinga. tak
ada makanan selezat
saat kupesan direstoran atau
warung makan pinggir jalan
bersama tukang becak, ojek, dan
supir angkot
menyantap dengan keringan
14
8 23 Kini Setengah
Abad
-masa silam melambai-
17
9 26 Datang Setiap
Pagi
tentang laut
setiap pagi datang
menyampaikan
kabar nelayan
24
10 34 Bersama
Penyair, 1
sebab kau, penyair
pantai tetap bercahaya
meski laut tak mengecupnya
32
11 38 Bersama
Penyair, 3
sedang apa kau, penyair?
di peraduan atau
menghitung jalan
menanti bulan luruh
laut buncah
dan pantai lelah,
34
12 45 Aku Hilang
Rupa cuaca gerah
kau dimana
aku hilang rupa
: lupa mantra
42
13 51 Mantra
jika esok kau bangum dan
mendapati
matahari tersenyum dari celah
daun
dekat jendela kamarmu. itu juga
berarti
tanda pamitku setelah tidur
49
146
bersamamu
semalam dan mencuri sehelai
rambutmu
sebagai mantra
14 53 Jejakmu Di
Pasir
Masih
Membekas
“laut tak sanggup merebut
kemesraan kita,” katamu, dan
aku pun tersenyum
―laut kekasih kita pula,
selalu mengantar cinta
walau akhirnya
ia pulangkan lagi
ke dalam birunya‖
58
15 54 Ku Baca
Tubuhmu
tapi sebenarnya
kau tak pernah pergi
meski kota telah
mengurung dirimu
60
16 55 Ku Baca
Tubuhmu
-kita senasib,
dikutuk kata-kata-
ucapmu menulis pelangi
60
17 56 Ku Baca
Tubuhmu -kita sesepi,
di rajam mimpi-mimpi
sahutku meraba pelangi
60
18 63 Memo Pagi
“pagi,” kata bunga-bunga, kata
burung-burung yang menjauhi
sarang.”
76
19 64 Memo Pagi
matahari menyambut
salam itu dengan cucuran sinar
membelai-belai setiap pejalan
yang datang dari timur
atau barat, utara maupun selatan
membangun jembatan
dan juga meruntuhkan.
76
20 65 Memo Pagi
“entah ke mana merantau
burung-burung itu,” bunga
bertanya
heran. membujukmu untuk
percayai ucapannya
76
21 67 Merenangi
Lekuk Waktu
ombak itu juga menepati
janji datang ke tepi pasir ini
dengan tangan mengembang,
rambut
berurai, serta bibir yang haus akan
buah kelapa
80
22 75 Rumah Damar rumah panggung
tangga dari balung
menjemput lelaki
83
147
yang telah lama pergi
23 76 Rumah Damar dinding berukir
warna keemasan
aroma damar
sebagai batu pualam
mengantar lelaki
makin masuk rumah
83
4. Majas Hiperbol
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 1 Ketika Kota
Jadi Laut
―Cepat, ribuan kami akan mati
Dirajam banjir berhari-hari!”
1
2 3 Di Kolam Ini:
Selain Ikan,
Tak Ada Ular
Aih, dari mulutmu
Muntah beribu telur
2
3 19 Sunyi Kembali
Menemui
Minggu
siang sangatlah panas
matahari bertengger di ubun
rambutku beruban
15
4 25 Perempuan
oh perempuan
kau tercipta dengan
seribu hati
22
5 44 Rambutmu
Yang Panjang
Sebagai
Sampan
lalu rambutmu jadi sampan
kukayuh ke luas lautan
40
6 69 Merenangi
Lekuk Waktu
―sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu
seranum buah
kelapa, lidahku setajam
parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah
mana
80
TABEL KLASIFIKASI DATA
Majas Nonperbandingan dalam Kumpulan Puisi Setiap Baris Hujan Karya
Isbedy Stiawan ZS
1. Majas Repetisi
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 1 Ketika Kota
Jadi Laut
―Presiden kirim bantuan;
Makanan dan obat-obatan.
Kami kelaparan,
1
148
Kami sudah sekarat.‖
2 4 Kami Berakit
JIKA laut tak pasang
jika rupa kota rumpang
tunggulah air
jadi langganan
genangi pemukiman
5
3 6 Enggano
asapdupa itu, kaki-kaki yang
mengentak,
tangan-tangan yang lincah
bergerak
menebarkan sesaji bagi semesta
sebelum pesta. sebelum titah raja
10
4 7 Enggano
sebab alam mesti diberi saji
sebab halaman dan mimbar
harus dibersihkan dari dedemit
sebelum raja melangkah
dan memberikan titah
10
5 8 Enggano
maka damailah bumi
damai di langit
damai di hati. rajapun bertitah,
hopla! beri kami hujan, tanah
basah
ladang-ladang subur, hutan hijau
10
6 9 Enggano
dari pulau yang jauh dari
pedalaman
sebagai suku terasing
kau datang menaburkan sesaji
mencambuki diri
10
7 10 Sunyi Kembali
Menemui
Minggu
―di luar rumah tak ada yang harus
dipikirkan: tangis anak:
kecerewetan istri dan keusilannya,
segera lupa. mari
bersulang!
bersulang. bersulang!‖ teriak
pengojek
10
8 13 Ke Kota Ini
Lagi Kau
Singgah
dari kuta hingga sanur,
tanah lot sampai sangeh,
atau lintamani hingga sukowati
cuma tuhan cuma
tuhan
merentangkan tangan
merentangkan tangan
jaga-aman
21
9 14 Perempuan
hati tamanhati
tamanhati
warnawarni...
22
149
10 17 Bersama
Penyair, 3
di pantai kau surut
di kebun monyet kau hujan
di kedalaman mana
bisa kuperah rempah?
36
11 18 Seperti Tangan
atau berkubang di arus sungai
yang dulu katanya di huni raja
tapi entah kemana,
kini amatlah kurindu
demi menumpas lambaian
kembali kehijauan hutan
jadi benteng tiuh
jadi selimut hidupku
45
12 22 Aku Pergi
alangkah sepi halaman
alangkah perih hutan-hutan
64
13 23 Aku Pergi
di halaman langkahmu
menyemai
di beranda bayangmu
memuai
di kabar tubuhmu menuai
64
14 26 Di Rumah
Sakit
kau bergegas
memburu. memburu!
73
2. Majas Antitesis
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 19 Kau Melangkah kau pilih menyanyi
aku ke tepi sunyi
56
3. Majas Aliterasi
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 11 Ke Kota Ini Lagi
Kau Singgah
ke kota ini lagi kausinggah
kota yang dipenuhi pura
dan dewa dimana-mana
seakan jadi saksi
20
2 12 Ke Kota Ini Lagi
Kau Singgah
setiap pantai, pura, dan
hotel seperti hendak
merebutmu,
merenggutmu?
20
3 15 Di Kota Kecil
pulau tak membuat jejak jadi
patah
ada waktu yang akan
menyatukan jarak
29
150
lalu kembali kita bercakap-cakap
sambil mengurai rindu:
melantunkan lagu
-cinta kasih-
4 20 Kusembahkan
Keningku
kusembahkan keningku
pada tajam karang
biar kurasakan perih
ketika dibasuh laut
57
5 25 Sajak Dua
Bagian
kau-kekasih-yang mengusik
asyik. aku mau kau selalu
merapal kata-kata
sampai aku terlena
77
4. Majas Aposrof
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 21 Mungkin Kota
Kita Beda
di kotaku yang cahaya,
jalan-jalan lengang,.
di pusat-pusat perbelanjaan
yang selalu telanjang
ingin kuceritakan
tak pernah lagi datang
nuh bawakan sampan
56
5. Majas Asidenton
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 16 Bersama
Penyair, 3
selalu hanya bayang
yang bercumbuan:
di pantai, di meja
taman bawah pohon,
di jalan-jalan, di bukit
bikin aku makin sakit
lantaran di rajam rindu
dan birahi
34
6. Majas Ironi
NO NO
DATA
Judul Puisi Data/ kutipan Halaman
1 2 Ketika Kota
Jadi Laut
AH, presiden belum juga
melayat
Para mentri dangdutan
1
151
anggota dewan Cuma
rapat
2 3 Kami Berakit
di kotaku, setiap
air datang
tak kulihat wakil rakyat
berakit-rakit
menuju pemikiman
yang tenggelam....
5
3 5 Melayu sejak dulu hanya budak
bisanya berkacak
sebagai anak tiri dalam negeri
jadi pembantu di negeri orang
6
4 24 Makam Sunan
Gunungjati
lalu dimana Tuhan
bagimu segala sampai?
tanganmu menengadah
hatimu mendua sudah
makam ialah akhir langkah
maka usah disitu manadah!
66
152
Lampiran III
Lima puluh tiga puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Setiap Baris Hujan
Karya Isbedy Stiawan ZS
1. KETIKA KOTA JADI LAUT
KETIKA kota-kota jadi lautan
Kemana kucari daratan?
Tanpa kenal
Jauh dari bandar
Kita tak pernah kenal
Tak saling ujar:
―Tapi, aku lapar. Kirim
Makanan dan obat-obatan!‖
Getek dan perahu karet
Berputar-putar. Entah
Berpuluh lagi yang hanyut
Dan jadi mayat?
―Presiden kami bantuan;
makanan dan obat-obatan
kami kelaparan,
kami sudah sekarat.‖
AH, presiden belum juga melayat
Para mentri dangdutan
anggota dewan Cuma rapat
“Cepat, ribuan kami akan mati
Dirajam banjir berhari-hari!”
KETIKA kota jadi laut
Sungguh aku dekat dengan maut!
153
2. DI KOLAM INI:
SELAIN IKAN, TAK ADA ULAR
sepasang ikan
di kolam ini
tak ada lagi
yang menandai
kedalaman hati
renang-berenanglah
dari tepian
lupakan perjalanan
kecup hirup air
membuatmu segar
tumbuh dari belukar
jelma dari ular
namun dikolam ini
selain ikan,
tak ada ular lagi
yang pernah menipu
maka sepasang ikan
saling kepak sirip
bergulat bergelut
-perpagut?
Aih, dari mulutmu
Muntah beribu telur
Sepasang ikan
154
3. KAMI BERAKIT
jika laut tak pasang
kenapa banjir datang?
di kotaku selalu
ada air yang datang,
seperti pelanggan
belanja atau mengih hutang
memasuki rumah-rumah
membawa pergi barang-barang berharga
laksana perahu
rumah-rumah melarung
―di genting kami merenung
siapa salah? dosa siapa?
dihalaman rumah,
kami menanti
kiriman makanan dan obat-obatan. tapi,
katamu: bantuan sudah habis oleh rencana tak habis-habis!
sedang presiden
datang mengulum permen
para mentri senyum-senyum
menjenguk dengan rombongan
sementara kami kelaparan,
banyak yang sakit-sakitan.‖
di kotaku, setiap
air datang
tak kulihat wakil rakyat
berakit-rakit
menuju pemikiman
yang tenggelam....
JIKA laut tak pasang
jika rupa kota rumpang
tunggulah air
jadi langganan
genangi pemukiman
tahun setiap tahun
kami berakit
155
berburu penyakit
ataupun sekarat
156
4. MELAYU
inilah daratan
berwarna arang
dan kepulan asap
bagai kabut
menyelimuti kota-
kota yang kau lalui
“nafasku sesak”
ah, jangan berkeluh
kau mesti pergi jauh
ke lain benua
―tapi, aku orang Indonesia
peranakan bangsa asia,‖ katamu
―melayu!‖
sejak dulu hanya budak
bisanya berkacak
sebagai anak tiri dalam negeri
jadi pembantu di negeri orang
aku memang melayu
dengan kemiskinan melaju
157
5. BUKU SEJARAH
ada jalan menuju rumahmu
setapak dekat belantara
di utara ada sungai
dulu aku istirahat dan mandi
di ujung hutan itu
ku lihat kau melambai
di tangga rumah yang gemuruh
aku sambut pula dengan senyuman
tapi kini tiada tanah ulayat
sungai yang terdengar gemercik
tinggal percik dan retak,
bahkan anakanak tak lagi
bermain di tempat ini,
mereka telah mencari
mainan baru
di lorong-lorong pasar
di keriuhan terminal
yang buat riyuh ini
ganti diri jadi kota...
ada jalan menuju rumahmu
dulu sekali, setapak dekat
belantara dan sungai di utara
tapi kini melambai daun tebu
melambai-lambai
sejauh mata menatap
dan gemuruh pabrik
-siang malam-
seperti membangunkan bulan
dan mengusir matahari
dari jalan menuju rumahmu
―kau tahu pabrik-pabrik gula itu
tumbuh di sini setelah behektar
belantara dan sungai yang bermuara
di ladang
menggusur
gugurlah masa depan kami.”
katamu pelan seperti ketakutan
158
akupun mengingatingat
suatu masa tentang raja
yang memiliki kesakitan
pada tongkatnya,
sekali tunjuk
tongkat raja
dapat merampas
(juga menindas)
syahdan, raja amat
menyayangi anakanaknya
sehingga tongkatnya
tak henti berputarputar
maka habis kekayaan di bumi
hidup terlunta rakyat
sekarat...
syahdan ratusan tahun datang
raja tak lagi duduk di singasana
anak-anaknya entah dimana
tapi pabrik gula itu masih ada
ladangladang tetap melambai
layaknya kelambu,
jaring-jaringnya mencekik lehermu
saat itu kabarnya
aku baca dari buku sejarah
159
6. ENGGANO
lalu dengan apa kau usir parademit?
asapdupa itu, kaki-kaki yang mengentak,
tangan-tangan yang lincah bergerak
menebarkan sesaji bagi semesta
sebelum pesta. sebelum titah raja
sebab alam mesti diberi saji
sebab halaman dan mimbar
harus dibersihkan dari dedemit
sebelum raja melangkah
dan memberikan titah
―dari pedalaman dari pulau yang jauh
kami suku terasing punya sejarah asing,
memanfaatkan akar dan rumputan,
dupa dai pohon hidup yang dibakar:
pergilah makar singgahlah damai!‖
maka damailah bumi damai di langit
di hati. rajapun bertitah,
hopla! beri kami hujan, tanah basah
ladang-ladang subur, hutan hijau
dari pulau yang jauh dari pedalaman
sebagai suku terasing
kau datang
menyuburkan sesaji
mencambuki diri
dan dari tanganmu
bara dupa mengusir dedemit
sebelum titah raja...
160
7. PANTAI PANJANG
-iskandar, ibrahim ilyas, iyus fitra—
selepas siang
sepi di pantai panjang
dan teriakan gelombang
membuatmu tercengang
―mungkin inilah saat akhir
kita senggama,‖ katanya
lalu menyeruput air dugan
di kursi panjang
di meja lengang
baru saja seseorang
membersihkan kursi ini
merapikan meja yang kotor
sebelum kau datang
menunggu ia bawa senyuman
dan segelas percintaan
sebuah dugan
dengan pintunya terbuka
mengajakmu masuk
―ayo tegaklah
selagi tenggorokanmu
kemarau. matahari ngengat,
agin berjingkrak,
dan teriakan gelombang
tenggelam dianganmu‖
lalu ia mengecupmu
selepas seseorang membersihkan
meja dan kursi panjang
menatap lautan
kaupun menciumnya
sebelum gelombang
kembali ke pantai
namun menolaknya lagi
161
8. JALAN KERUMAHMU
sehalaman kepalaku
tak lagi ditumbuhi rambut
namun tak sebab kemarau
hutan-hutan mengerang:
menguning
dikepalaku kini tumbuh
tanah liat
cacing-cacing geliat
menanti sekarat
- jalan ke rumahmu
penuh oleh asap
hutan garing-
dan bukitbarisan
seperti meninggalkan ingatan
ingatan; hutan damar
yang memar. kebun
kopi tinggal lahan
dan kepalaku
sehalaman kosong
jadi begitu lengang
tanpa jalan
menuju rumahmu
162
9. SUNYI KEMBALI MENEMUI MINGGU
sunyi kembali menemui minggu. halaman televisi yang riuh
tak pernah sampai ke telinga. tak ada makanan selezat
saat kupesan direstoran atau warung makan pinggir jalan
bersama tukang becak, ojek, dan supir angkot
menyantap dengan keringan
―di luar rumah tak ada yang harus dipikirkan: tangis anak:
kecerewetan istri dan keusilannya, segera lupa. mari
bersulang!
bersulang. bersulang!‖ teriak pengojek
―tapi kau akan kembali ke dalam keriuhan,
kecerewetan-kecerewetan...‖ sambut pembecak
ah! waktu selalu berulang dan aku akan masuk
ke dalam lubang yang sama. bertelur keruwetan.
mengerami kegaduhan
―bila kau ingin bersohor rakitlah bahan peledak
dibalik bajumu. melangkah dalam keramaian
lalu ledakkan. Ledakkan..‖ supir angkot menegahi
siang sangatlah panas
matahari bertengger di ubun
rambutku beruban
163
10. KINI SETENGAH ABAD
dari matamu
kupetik suluh
bagi langkahku
sampai rumahmu
adakah halaman
masih membentang
untuk kembang-kembang
bermekaran
menumbuh
menuai...
kini setengah abad
halamanpun berubah
telah dipenuhi pepohonan
warna-wari kembang
: aku ingin menetap
tak cuma menatap
tapi kembali memetik
memilih putik
bersama cerita baru
harapan-harapan lain
di halaman
setengah abad kini
kau menumbuh
aku menuai
-masa silam melambai-
164
11. AKU AKAN KEKAL
simpan rambutmu
agar tak kuurai
rahasia paling inti
pepohonan larangan
ular jelmaan
di hati, tak bisa mati!
ah, kau selalu menggoda
betapapun ku dapati rahasia
setiap mengingat
dan menyebut parasmu
dihalaman rumah ini
aku hanya dapat memilih
menatap jendelamu
atau masuk ke inti rasahasia
tapi dalam kobaran api
aku tak juga terbakar
di rahasia rambutmu
aku sekuntum kembang
aku ingin helai-helai rambutmu
sebagai titian mencapai taman
tempat dulu tumbuh pohon larangan
dan ular jelmaan selalu mendesis
tapi tak untuk menyesatkan
tak pula menjeratku
dan aku akan kekal
dalam fana ajal
165
12. KE KOTA INI LAGI KAU SINGGAH
ke kota ini lagi kausinggah
kota yang dipenuhi pura
dan dewa dimana-mana
seakan jadi saksi
―berapa kali telah
kaulakukan dosa hari ini?‖
setiap pantai, pura, dan
hotel seperti hendak
merebutmu,
merenggutmu?
gemuruh ombak
sekali ledakan
mantra para rahib
di tubuh pantai
yang telanjang
dan membentang
kaububuhi kasmaran
lalu kau dan ia
sama-sama mandi pasir
―apa yang tak kauapat
di bawah matahari?‖
bahkan dipura yang hening
tak kaudapati sebilah lebing
dari kita hingga sanur,
tanah lot sampai sangeh,
atau lintamani hingga sukowati
cuma tuhan cuma tuhan
merentangkan tangan merentangkan tangan
jaga-aman
166
13. PEREMPUAN
oh perempuan
kau tercipta dengan seribu hati
kau tetap rahasia
meski berkali-lai sua
dan kugali inti waktu
kau tetap ungu
berkali-kali
cambuk bumi
melecuti
taman memberimu taman
hati tamanhati
tamanhati
warnawarni...
167
14. PUNGUNGRAHARJO
basuhlah. basuh
di kolam bening airnya
setelah berunduk-unduk
menghitung jejak
yang tak selalu tepat
―katanya usia
kembali muda.‖
Lalu bercermin
dan tampak
wajah belia
sedang usia
tatap tercabik!
168
15. DATANG SETIAP PAGI
demikian. aku susuri kembali
pantai yang pernah buatku
kehilangan segalanya
juga kenang-kenangan
tentang laut
setiap pagi datang
menyampaikan
kabar nelayan
tapi aku tetap setia
kembali menyusuri
liku tubuhmu
meski habis harapan
sekali hempasan
karena kau tetap laut
datang setiap pagi
agar aku bangun
memandang biru hidupmu
dan menerima segala tiba
waktu harus ada yang hilang
kenangan demi kenangan
di pagi gadung
kau tetap laut
dan aku setia
menyusuri liku pantaimu
mencecap asin tubuhmu
sehabis-habis waktu
169
16. ALAMAT IBU
jika aku berjalan
dan lupa rumah ibu
maka selalu kuingat
pohon yang kau tanam
didepan rumah sebelah kanan
meski kumaklumi
tak setiap waktu
pohon itu berbunga
dan berbuah
aku akan menandainya
dengan mencecap rasa
atau berteduh di bawahnya
menghitung daun yang gugur
mengingat uzur
matahari selepas zuhur
jika kau laut
aku sudah seberangi
dalamnya, dan melewati
pulaupulau-benuabenua
meski aku maklum
tak setiap waktu aku lelap
dalam ombakmu
dan berlayar
aku akan menerimanya
seperti aku rindu cintamu
yang merekatkan layar
kelambung perahu ini
bagiku menitipkan usia
ditelapak kakimu
muara surga
jika aku jauh berjalan
lupa pulang kehatimu
tempat pohonpohon berbunga
dan laut tumbuhkan benua
tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
bagi para pelayar
maka aku tak penah tersasar
170
karena sejauh anak pergi
dan lalai jalan pulang
aku akan mengingatkan
perantau agar kembali
demikian ibu
selalu menyangkan
alamat
171
17. TANAH LOT
jika tak hendak berpisah
jangan langkahi bukit itu
betapa pelangi akan turun
dan hindari mandi di laut
bahkan adam kesepian
setelah berpisah
hawa mencaricari
rumah rusuknya
di bukit itu keduanya
tak saling mengenal
bertahuntahun melunta
sampai disatukan lagi
oleh cinta dan kerinduan
tapi bukan di bukit itu
yang katamu telah
menceraikan cinta
selalu melarung dendam
di bukit ini
kami di salib!
172
18. DI KOTA KECIL
pulau tak membuat jejak jadi patah
ada waktu yang akan menyatukan jarak
lalu kembali kita bercakap-cakap
sambil mengurai rindu:
melantunkan lagu
-cinta kasih-
di kota kecil
-kotadunia
wajah dan namamu
sudah jadi batu!
173
19. PERCAKAPAN DI BUKIT LANDAI
seperti benang berurai
rambutmu melambai
sejak menuruni tangga
mendekati tepi pantai
―baiknya sembahyang dulu
meminta kebaikan tuhan
tak mengirim bencana,‖ katamu
namun bencana datang juga
cinta pun pecah
di bukit landai
dalam ombak yang berderai
ada yang saling melambai
lalu kau berpaling ke lain wajah
memburu lain kasih
―alangkah berliku dan jatuh
pengembaran ini‖ tegasnya
dan seburung perempuan
tak diundang datang
menulis cerita baru
di sebaris pantai
di pucuk bukit landai
-ah, tepatnya ngarai
di wajah-wajah batu
prasasti d toreh
―engkau perempuan
akan kukekalkan sebagai kawan,‖
ucapnya ditelingamu
yang berhias melati putih
―kau lelakiku,
seluruh waktu dan tubuhku
adalah persembahan buatmu,‖
jawabmu
inilah sembahyang
sebelum terbang
174
20. BERSAMA PENYAIR, 1
penyair, ulangi percintaan
seperti ketika pantai hilang laut
dan malam turun bersama gerimis
lalu ia tampak mati
di hadapan botol-botol arak
seperti hari-hari kemaren
ulangi kalimat sebagai doa
jadi sihir para lelaki
ketika mendaki
sebab kau, penyair
pantai tetap bercahaya
meski laut tak mengecupnya
dan gerimis seperti gembang api
akan menyala di setiap hati
oleh sihir
karena bisa kata-katamu
175
21. BERSAMA PENYAIR, 2
penyair, mana kata-katamu
mengapa tak datang?
aku sakit
perlu sihirmu
karena aku makin rindu
jika tiada mampir kata-katamu
penuh sihir
seperti si sakit,
tubuh akan meriang
kecuali cinta dan sihirmu
yang lain bisa saja kulupa
seperti pemabuk hilang arah pulang
ciuman pertama sebelum pergi
dan kecupan saat kembali
tak bisa dikenali lagi
tapi aku bukan pemabuk,
aku pendamba
yang merindukan cinta:
si suci yang hafal jalan pulang
meski bertahun-tahun tualang
176
22. BERSAMA PENYAIR, 3
(1)
selalu hanya bayang
yang bercumbuan:
di pantai, di meja:
taman bawah pohon,
di jalan-jalan, di bukit
bikin aku makin sakit
lantaran di rajam rindu
dan birahi
-ah puisi
selalu misteri
sedang apa kau, penyair?
di peraduan atau
menghitung jalan
menanti bulan luruh
laut buncah
dan pantai lelah,
tapi siapa telah
mengecupmu ini malam?
(ii)
cukuplah senyummu
menghampir, maka
akan kuracik
jadi kata-kata
di pantai kau surut
di kebun monyet kau hujan
di kedalaman mana
bisa kuperah rempah?
di rambutmu tersengai
airmataku menderai
dimatamu yang laut
aku pun berselancar
mengayak pasir-garam kata
:purnama...
(iii)
di tanganmu waktu luluh
177
jadi butiran embun
sekejap bersinar
dan kekal memancar
di bibirku waktu buih
mencipta dunia
di luar impian
kau yang melangkah
dalam kelam,
namun benderang
di setiap kelokan?
aku pendamba
selalu tak berdaya
oleh kata-kata
oh, penyair
bisa apa aku
jika kau sihir
aku akan melunta
- mendamba –
(iv)
semalam ia berebut kata
siapa dulu meraih arti
dan kau tak mau kalah
menelikung setiap huruf
sampai ke paling rempah
karena sebagai petuah
bahkan peri akan pasrah
di bawah telapak kalimat-
kalimat keramat
hingga kalian sekarat
-sebagai anjing laknat
hingga siang serapah
penyair tak akan pergi
-apatah lagi mati
akan hidup dalam kata,
dan kau terkapar
di dalam kalimat-kalimatnya
seperti pagi
tak pernah mengerang
178
walau siang akan sungsang
penyair tak akan pulang
-apatah lagi hilang-
akan kekal bersama kata,
dan kau mati ditulahnya!
179
23. BERSAMA PENYAIR, 4
setiap kalimat
adalah mukizat
maka kota-kota tunduk
para perempuan bertekuk
di selampir baris
tak terasa jari teriris
aku tahu, penyair
kau memiliki kata
dan setiap kalimat terucap
bergelas gelas anggur tercecap
dalam keheningan kata
tercipta jalan
mencapat Tuhan
setiap kalimat
adalah ayat-ayat
maka aku baca
peta hidupmu
Penyair....
180
24. MENUNGGUI LAUT
jika kau pulang siang nanti
bawalah sekepal pantai ini
sebagai kenangan bahwa kau
pernah mencium aromanya
juga di dalam pasir itu
tersimpan tangisku
sebagai perempuan
aku hanya bisa mengantarmu
dengan lambai dan senyumku
sampai perbatasan kota
setelah itu, lelaki
aku kembali kedalam sepi
menunggui laut hingga tepi
atau memuja Tuhan
seperti kucinta hidupku
sebagai perempuan, lelaki
aku terima cintai
dan ingin pula mendustai
tapi pada hidupku
aku setia
meski ia bawakan luka
seperti kau pernah datang
kemudian hilang
181
25. RAMBUTMU YANG PANJANG SEBAGAI SAMPAN
lalu rambutmu jadi sampan
kukayuh ke luas lautan
diselimuti angin
tak tentu arah
malam hitam
kemana tujuan?
―berlayar
hampiri pulau demi pulau
pantai pantai yang memukau
masuk ke pekat malam,‖ ucapmu
rambutmu yang panjang
kukayuh sebagai sampan
menjauh dari pantai
melupakan daratan:
muasal pertemuan
―adam‖
―hawa‖
―berlayar,
karena di laut luas
risau sudah tiada.‖ katamu
membunuh ketakutan
―adam‖
―hawa‖
mengayuh sampan
ke malam-malam lepas
ke hari-hari pungkas
182
26. AKU HILANG RUPA
menuruni undakan
hingga ke lidah pantai
lalu memasuki rumahmu
aku terperangkap
: saling tangkap
cuaca gerah
kau dimana
aku hilang rupa
: lupa mantra
menembus laut
tangga rumahmu licin
menyerahkan sesaji
tapi kau tak juga lapar
tak pula kenyang
sesaji terhampas
hingga hambar
183
27. PADA SETIAP BARIS HUJAN
menanti hujan
entah kapan reda
kulupakan setiap wajahmu
yang pernah tiba
pada setiap baris hujan
yang jatuh. mengetuk-ngetuk
detak sepiku, senyummu pula
menulis baris itu jadi kalimat
-cuaca khianat-
pada setiap baris hujan
yang kubaca sebagai genangan
seperti menghantar kenangan
ketika rumah menjadi perahu
orang-orang sebagai pelepah
menagarung. melarung...
barangkali baris-baris hujan
yang kini telah jadi kalimat
seperti sedang memabaca
tubuhku yang hanyut
entah ke titik yang mana?
184
28. SEPERTI TANGAN
daun-daun tebu itu
seperti tangan
melambai kepadaku
di pagi beku
saat embun luruh
membatu, layaknya
permata
tapi aku bukan
orang yang mudah dirayu
sebab telah lama
hatiku telah berpinak dendam
apakah cukup lambaian
embun yang luruh
setiap pagi beku
bagai batu permata
membuatku lupa sejarah
ini tanah ulayat
warisan para buyat
untuk aku semai
sebagaimana pohon hayat
demi martabat
maka setiap lambaian
kuhunus sekin
supaya daun-daun tebu itu
tak jauh menusuk hatiku
dan ahli waris yang setia
bisa kembali bermain
di dalam kehijauan hutan
atau berkubang di arus sungai
yang dulu katanya di huni raja
tapi entah kemana,
kini amatlah kurindu
demi menumpas lambaian
kembali kehijauan hutan
jadi benteng tiuh
jadi selimut hidupku
dan seperti jutaan tangan
dan daun-daun tebu itu
185
melambai padaku
dekat leherku
sangat menakutkan
seperti bawa kematian
186
29. PAGI INI AKU KEHILANGAN MATAHARI
aku kehilangan matahari
ketika bagun pagi ini
jendela kamar terbuka
menerima segala tiba
tapi jika tak ada matahari
untuk apa jendela
tiba-tiba mataku nanar
mengingat langkahmu
lenyap di pintu depan
lalu kunanti kabar
kepulanganmu, mengetuk
pintu atau jendela kamarku
seperti janjimu
mengantar nama
sekarang
yang kuingin
adalah senyuman
membuatku ingat kenangan
pertamakali luruh ciuman
barangkali kepergianmu
semalam akhir percakapan
langkahmu raib di pintu
dan jendela lalu terkatup
dan pagi ini
ketika bangun tidur
tak kulihat matahari
mengantar namamu
pergilah, sebab sudah lama
kecuali desah hujan
runtuh dari matamu
begitu akrab kini
187
30. TEROMPET TUTUP TAHUN
Biarkan bersuara sendiri
Jangan kau tiup
Agar kelender tak tutup
Dan tahun tak pergi
Aku masih mengasah hujan
Di sepanjang malam
Yang semakin basah:
―kau sudah tahu
langkahku berakhir?‖
kau diam. memberi
terompet yang kuyup
―tak akan ada lagi suara
Seperti inginmu
Agar tahun tak beranjak
Ah. Aku tak bisa tampik
Sebab aku tetap hanyut
Ke dalam deras kelender
Entah dari mana?
188
31. MANTRA
jika esok kau bangum dan mendapati
matahari tersenyum dari celah daun
dekat jendela kamarmu. itu juga berarti
tanda pamitku setelah tidur bersamamu
semalam dan mencuri sehelai rambutmu
sebagai mantra
lalu candisewu runtuh
dasa muka hilang wajah!
189
32. HANYA ENGKAU
hanya engkau yang tahu tentang malam
karena itu aku masuki ceruk rahasiamu
karena engkau tahu rahasia malam
maka aku hendak jaga di tubuhmu
cuma di tubuhmu yang bergetar
aku harus lepaskan kekuatan
sebab di dalam debar
aku tahu engkau bianglala
190
33. LENYAP
bila kau terbang
aku mau sayapmu
bila kau tenggelam
aku jadi pelampung
bila kau hilang
di udara atau lautan
aku siapkan airmata
dan nafasku
―ke mana lenyap ia,
ia sembunyi ke balik
kelam mana?‖
kekasih
191
34. TAMAN DAUN
daun di pelupuk matamu
bumi pagi ini hijau
dan guguran hujan
kucari peta, katamu
telah hilang
oleh cuaca
yang pergi dan datang
tapi dari pelupuk matamu
tumbuh daun
membawaku pesiar
ke dalam suara dan getar
―beri aku fajar
penuh pesona
agar kususuri subuh
seperti pagi-pagi lain
akan kupetik daun
dari pelupuk matamu
sebab dari kahijauan
ku susuri sisa kelam
dan embun, seperti guguran hujan,
laksana kristal di keningku
jadi lelampungmu
sebagai seluhku
tak kulepas aroma subuh
juga daun yang kupetik
dari pelupuk matamu
―kumau daun ini
bawaku berlabuh
ke daratan hijau
-taman hujau
di pelupuk matamu,
daun,
192
35. MALIOBORO
di malioboro kau terpana
ada jalan menuju stasiun
atau hotel, tapi kau pilih
kamar bewarna malam
lalu melepas pakaian
siang,
dan matahari tergantung di dinding
di dinding kau baiarkan
jadi lukisan disana
―aku jadi milikimu,‖ katamu
sambil merapikan bekas
langkah, dan sisa ciuman
kekasih, juga serpihan cinta
―tapi, jangan lupa
susuri lagi pantai, sebab
dari sana kita jumpa
lalu pamit,‖ sambut ia
sembari menyusun rumah pasir
mengulang jejak
di pantai. kembali
ke meja...
di malioboro kau terpana
ada jalan menuju stasiun
atau hotel. dan ia pilih
kamar berwarna malam
memandangmu jalan
dan hati rekah
meninggalkan resah
―reguk tuak puisi
hingga tipa pagi,‖ ajakmu
merapatkan segelas kata
ke dekat bibir
ia pun mereguk
tapi dahaga ini
akan kau lunasi
dengan apa?
193
kecupan
kamar warna kelam
inikah pertemun?
di malioboro kau terpana
ada jalan menuju stasiun
atau hotel. dan ia masuki
kamar paling kelam
mencarimu sendirian
kau terpana
ia terpesona
194
36. KAU MELANGKAH
kau pilih menyanyi
aku ke tepi sunyi
apakah harus malam
jika terang tengelam
dan senja datang
diluar garis tangan?
kau terpukau
bersama kelam
aku terdampar
dalam pelukmu
akankah ada malam
jika cinta kita
tak kenal waktu?
kau melangkah
aku pun gelisah!
195
37. KUSEMBAHKAN KENINGKU
kusembahkan keningku
pada tajam karang
biar kurasakan perih
ketika dibasuh laut
keningku memar,
goresan luka
kubawa kepantai
menyesahkan darahku
di pasir di akar bakau
hingga mengering
berapa luka
karena karang?
196
38. JEJAKMU DI PASIR MASIH MEMBEKAS
setiap mengunjungi pantai
jejakmu di pasir
seperti masih membekas
juga selarik bibir
yang kuterima sebagai syair
di sanur di tanah lot
jejakmu merapat
kemudian menjauh
tapi lembar-lembar surat
yang membuat gambar kita
berpelukan erat
“laut tak sanggup merebut
kemesraan kita,” katamu, dan
aku pun tersenyum
―laut kekasih kita pula,
selalu mengantar cinta
walau akhirnya
ia pulangkan lagi
ke dalam birunya‖
aku pun tak hendak
melepasmu, membakar
gambar yang telah memar
kau tuliskan syair
di lembar-lembar surat
dan menubuhkan selarik bibir
yang ku baca sebagai syair
mengekal rindu
197
39. KU BACA TUBUHMU
tapi sebenarnya
kau tak pernah pergi
meski kota telah
mengurung dirimu
karena akan selalu
kubaca tubuhmu
bahkan beragam tanda
yang membuatku tak lupa
pertama kau menyapaku
dan aku menyebutmu
di hampir pagi:
-kita senasib,
dikutuk kata-kata-
ucapmu menulis pelangi
-kita sesepi,
di rajam mimpi-mimpi
sahutku meraba pelangi
karena akan selalu
kubaca tubuhmu
yang tak usai-usai
jelang pagi ini,
maka kusibak kota
yang telang mengurung tubuhmu:
berkeping-keping
telanjang
di tanah ini
kita jadi sepasang batu
tak selesai bercumbu
sebenarnya kau
tak pernah pergi
kecuali kembali
sebagai Putri
198
40. ANDAI ADA PERAHU
andai ada perahu bisa mengayuhku
kau akan segera kurengkuh
besama melarung air buncah
waktu mencecah
aduhai, kemana kanal
kemana bandar?
saat kota penuh air seperti ini
daratan yang lupa kini amat kurindu
199
41. MUNGKIN KOTA KITA BEDA
aku di bangunkan
oleh sapaan
katamu ―ada yang
tak sempat kuceritakan
dari jalan-jalan
macet kotaku. tentang
hari-hariku jenuh...‖
di kotaku yang cahaya,
jalan-jalan lengang,.
di pusat-pusat perbelanjaan
yang selalu telanjang
ingin kuceritakan
tak pernah lagi datang
nuh bawakan sampan
maka aku jadi kelu
sekadar mengadar senyum
apalagi mengirim bingkisan
-juga jabat tangan-
mungkin kota beda
tapi apakah hatipun berpisah?
di pelupuk rembang
aku ingin pelukmu, abang...
200
42. AKU PERGI
akhirnya kau pergi juga
membuat halaman rumah
tiada lagi bekas langkah
―simpanlah sisa ciuman
yang kualirkan semalam
dan sebelum fajar sensang
lupakan aku yang pergi.‖ katamu
lalu punggungmu lenyap
digulung pohon-pohon
dan dusun jadi lengang
ditinggal peladang
alangkah sepi halaman
alangkah perih hutan-hutan
di halaman langkahmu
menyemai
di beranda bayangmu
memuai
di kabar tubuhmu menuai
akhirnya kau pergi juga
tanpa beri kenangan
―tak kau ingat sisa ciuman
sebelum fajar sunsang,‖ kataku
201
43. MAKAM SUNAN GUNUNGJATI
kutiti setiap undak
mencapai puncak
ini anak tangga
entah dimana henti
dikelilingi malam
tempatmu memohon
lalu dimana Tuhan
bagimu segala sampai?
tanganmu menengadah
hatimu mendua sudah
makam ialah akhir langkah
maka usah disitu manadah!
202
44. KANOMAN-KASEPUHAN
dari keraton kanoman
lalu kumasuki kasepuhan
membuatku teringat
pada para penyimbang
yang kini mulai ditegakkan
tiang-tiang capai langit
langit hati langit kata
kendali langkah
agar tak sesat arah
di karatuan
ku junjung penyimbang
kupangku kerabat
203
45. SUARAMU BANGUNKAN WAJAH SENJAKU
kaukah bertutur
ketika hujan guyur?
ini waktu suaramu
masuk ketelingaku
bangunkan senjaku
―wahai, kau yang
menuruni tangga
perasingan
apakah masih lupa
bawa mantra
menghapus wajah senjaku?‖
dari tangga kau pergi
meniti tangga kau pulang
seperti induk burung
pergi dengan harapan
dan pulang bawa sarang
ke pucuk pohon
-istana-
suaramu bangunkan
wajah senjanku
menguningkan daun
mengeringkan ranting
-istana-
―jangan runtuhkan
anak tangga, wahai
ayolah meniti
sebelum sore pergi
dan aku kembali
kepada senja,‖
sampai malam ini,
aku tetap menanti!
204
46. SAJAK DUA BAGIAN
(bagian ke satu)
ya, aku dapati senyummu
datang dan berkelebat
seperti langit yang kadang
benderang atau pekat
tapi di pipimu yang siang
kulabuhkan bibirku yang dahaga
aku tak bisa lepas darimu
aku merapat,
makin mengetat
di siang bermatahari
aku mau mengajakmu mandi
di sungai
atau di pantai
di payau yang landai?
(bagian ke dua)
dan kesepian melekat
kekal?
dijalan-jalan menuju
kedaton dan tanah lot
jejak kita masih membekas
mendekat seperti saling cecap
kau-kekasih-yang mengusik
asyik. aku mau kau selalu
merapal kata-kata
sampai aku terlena
aku ingin kau bacakan puisi
agar aku lelap dalam jagamu,
bisikmu
aku pun...
205
47. AKU SUDAH DI MANA
pecahan hujan
di kaca bis
dan sebuah lukisan
di kanvas usiaku
menara jalan
menelikung kelokan
―sedang di mana
aku kini?‖
gigil
di antara dengkur
dan percakapan
yang berulang
dan usang
ketemui wajah pasi
dari sedikit usia
di ladang lukisan
atau di butiran hujan
seperti cicak
aku pun merangkak
dalam basah...
―aku sudah di mana?‖
206
48. DI RUMAH SAKIT
1
seperti kulihat maut
mengjakmu bermain
hingga kau letih sekali
meski tak kufahami
apa permainanmu
seperti tetes infus
sangat lamban menumbuh
perjalanan ke dalam tubuh
sesekali kudengar erangmu
tapi tak juga kumaknai suara itu
tubuhmu semakin susut
sebab telah bermain
kau daki ngarai
menuruni lereng
seperti bertanding
antara kau dan usia
siapa dulu sampai
kau bergegas
memburu. memburu!
―aku menang?‖ usia berbisik
2
setiap yang kau makan
keluar lagi bersama cairan
muara ke dalam taman
―jangan tinggalkan aku,‖ bujukmu
ketika kau siuman
dan ada bayangan melambai
di balik gordin ruang sunyi
―aku akan membawamu,‖ kata bayang
lalu menggandengmu, lamapui gordin
dan seperti burung tembus waktu
tak berlalu
tak bertalu...
mataku mengurai
melukmu sangsai
207
3
duhai kau yang bertahta
telah menggores luka
sepanjang jalan usia
hingga tiba di pembaringan
ranjang dingin
sprei putih
dinding yang beku
cairan infus menembus
ke dalam tubuhmu
membuatku gigil-pasi
di bibir ranjang
menatap wajah perak
dan gagak mengepak
di dekat kepalamu
helai demi helai rambutmu
dicambut untuk sarangnya
4
aku mau pulang
waktu terasa lamban disini, katamu
kau seperti kalah
menundukkan hari-hari
karena itu kau ingin pulang
rebah bersama lengang
tak ada lagi impian. katamu,
disini-dirumah sakit-setiap
waktu yang melangkah
ingin menuju sepi
setiap yang bernama
adalah kesendirian
melawan jejak
tandu usia ke gigir
208
49. MEMO PAGI
“pagi,” kata bunga-bunga, kata
burung-burung yang menjauhi
sarang. matahari menyabut
salam itu dengan cucuran sinar
membelai-belai setiap pejalan
yang datang dari timur
atau barat, utara maupun selatan
membangun jembatan
dan juga meruntuhkan. tapi
bunga selalu tak tentram
di rumahnya. burung-burung
selalu meninggalkan sarang
setiap pagi mengembang
“entah ke mana merantau
burung-burung itu,” bunga bertanya
heran. membujukmu untuk
percayai ucapannya
―aku belum pulang,‖ kata
burung-burung. melupakan
sarang dan ingin kembali
masuk ke putik bunga karena
pernah menggoda
di suatu sore yang rapuh
membuat burung-burung itu
hampir saja sasar
di lumat belukar
tak perlu cari singgah
selalu ranting atau tanam
sebab kesedihanmu
lenyap di sana. sejak
dulu, semenjak mereka
terusir dari tempatmu
kemudian terlunta
hingga bermasa-masa
209
50. DATANG
dia sudah datang, lelaki yang selalu menyimpan
cinta dalam hati, mengambil kursi di depanmu
dan mencuri matamu: ia ingin sekali membawamu
ke dalam gemerlap malam, menyerahkan cintanya
yang terpendam. yang selama ini tak pernah mekar
seperti ia memimpikan kelopak mawar
tumbuh dan beraroma di dekat jendela kamarnya
lelaki itu mengirimkan cinta dalam hati. untuk
mengingatmu pada masa-masa ketika tangannya
melingkar di pinggulmu. atau setiap waktu ketika tanganya
menyusuri taman, duduk di bangku yang kini
tampak berlumut, dan kau seperti tak mampu
melupakannya, mejauhi segala kenangan
tapi kau segera mengubur kenangan-kenagan itu.
lalu bersandar pada tiang: waktu kini. merebahkan
kepalamu di pundak yang kau tancapkan harapan. tuhan
telah mengirimkan kekasih yang baik hati, seperti
dalam doa-doamu
maka menguburkan cinta dalam hati, meluruhkan daun-daun
yang menguning. menyerpihi setiap jantung kering. jadi
arang dalam hatinya. ―aku harus memilih dan kini
tak lagi sendiri dan sunyi. hanya menunggu daun-daun
jatuh lalu di sapu sebagai sampah,‖ katamu
kemudian malam benar-benar benderang. Kau
gamit riang seseorang menuju puncak:
seseorang itu adalah aku. lelaki berambut perak
kelahiran dari abad lalu, namun telah menantimu
di pelaminan masa depan
210
51. MERENANGI LEKUK WAKTU
maka angin pantai yang mengibaskan
rambutmu, kini sebagai layar bagiku
arungi laut demi laut. sebentar kita
katupkan mata, kedua bibir kita bergetar
menahan perasaan yang menggelora
di dalam tubuh. ombak itu juga menepati
janji datang ke tepi pasir ini
dengan tangan mengembang, rambut
berurai, serta bibir yang haus akan
buah kelapa: sekejap kita jadi menyeruputnya
dengan satu pipa. “bibirmu seranum buah
kelapa, lidahku setajam parang!” ujar sesuara,
entah siapa dan datang dari tanah mana
kita kembali mengunjungi pantai ini, setelah lama
ditinggalkannya orang-orang. pantai sebagai tempat
memandu kasih menyimpan beribu sedih. luka
manusia yang pernah hilang dan hanyut, kenyamanan
yang berumah jadi ancaman begitu gelombang besar
datang dari tengah laut. melumat setiap yang tegak
di tepian: rumah-rumah yang bergulung sebagai
kapal, orang-orang seperti ikan-ikan itu yang
mati sembarang di pantai-pantai, kota menjadi sunyi
dan amis dari setumpuk mayat.
tapi kita tak pernah takut. setiap siang atau senja
berkunjung kesini. lalu pantai menyambut dengan
nafsu yang sama. melumat tubuh kita seperti
memuntahkan sejuta bencana. barangkali anak-anak
yang akan dilahirkan di pantai ini, seperti pelaut. garang
dan tubuhnya legam. tapi bahasanya tak seperti kita
ucapkan kini. suaranya bagai iblis. lalu membisiki
sesuatu tentang taman dan kejatuhan. ah, tidak. tapi
soal ikhwal orang-orang yang hanyut
dan di renggut maut. tanah pun jadi lautan sesaat
kau tak pernah khawatir. menggambit tanganku,
dan bersama-sama menantang gelombang
karena cinta di hati yang sudah lama mengembang
seperti daun-daun bakau, tumbuh di tanah landai
dan bebatang di payau.
―tapi kini suaramu parau,‖ bisik sesuara, entah
siapa dan dari ranah mana
211
sebelum akhirnya kita pulang
langit kelam, pohon-pohon bakau tunduk meski
tetap mengulai bagai penari di panggung atau lantai dansa
selayaknya kau kini kau merapikan busana, menyisir
rambut pendekmu. lalu menutupkan dengan kain
yang kugunakan sebagai layar kelak . kita pun
melanjutkan arung ini, merenagi setiap lekuk
waktu yang gemar memainkan cinta kita
212
52. ANDUNG
di serambi ku nanti andung berambut keparakan
sudah lama rindu ia memintal
karena tak ada lagi pakaian
sejak pohon kepuk tumbang oleh pintu, beliung
andung membawa gulungan benang
dan aku memintanya merajut
lembaranlembaran kain terbentang
wajah andung pun cemberut
aku tahu kau tak suka memakai kain
buah pintal tanganku. aku gemetar
jemarijemariku tak lagi kekar. andung
membisikkan itu ketika aku lelap
memeluk guling yang kapasnya terburai
andung merasa tua kini, jemarijemarinya
semakin layu, aku selalu menegangkan
agar kekar, tapi andung menepis
bagai ingin menampik ketuaan
mencabuti rambut keparakan
andung mengibarkan kain
aku menjauh ingin memilin
andung menutup tubuhku telanjang
aku makin lelap, dengkur panjang
213
53. RUMAH DAMAR
rumah panggung
tangga dari balung
menjemput lelaki
yang telah lama pergi
dinding berukir
warna keemasan
aroma damar
sebagai batu pualan
mengantar lelaki
makin masuk rumah
rumah damar
hutan-hutan sasar
di dalam api-mu
kami melangkah;
-mencari
menemu diri
yang senyap-
kau pergi
rumah pun sepi
kehilangan getar
setelah getahnya
kaupindahkan
ke dalam sajak
dalam benak