Post on 01-Jul-2015
LAPORAN PENDAHULUAN
LABIOPALATOGENATOSKISIS
1. PENGERTIAN
Labipalatogenatoskisis adalah kelainan bentuk pada struktur wajah yaitu Terbelahnya bibir,
gusi dan hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi
selama kehamilan 6-8 minggu
2. ETIOLOGI
a. Faktor hereditas
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif
dan 25% bersifat dominan.
1) Mutasi gen
2) Kelainan kromosom.
Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3
untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada
tiap selnya adalah 47
b. Factor eksternal/lingkungan
1) Faktor usia ibu
2) Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin,
Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin,
Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
3) Nutrisi
contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat
4) Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
5) Radiasi
6) Stres emosional
7) Trauma, (trimester pertama)
3. PATOFIOLOGI
a. Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (proses nasalis dan
maksilaris) pecah kembali.
b. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris
untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
c. Terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial
yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang, dan palatum pada garis tengah dan kegagalan
fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta palatum mole terjadi sekitar
kehamilan ke-7 sampai 12 minggu.
4. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan organ yang terlibat
1) Celah di bibir (labioskizis)
2) Celah di gusi (gnatoskizis)
3) Celah di langit (palatoskizis)
4) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit-langit
(labiopalatoskizis)
b. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang
berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
1) Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
tidak memanjang hingga ke hidung.
2) Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
3) Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
5. GEJALA DAN TANDA
a. Deformitas pada bibir
b. Kesukaran dalam menghisap/makan
c. Kelainan susunan archumdentis.
d. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
e. Gangguan komunikasi verbal
f. Adanya celah pada bibir
g. Regurgitasi makanan.
h. Tampak ada celah pada tekak (unla), gusi, palato lunak, keras dan faramen incisive.
Ada rongga pada hidung.
i. Distorsi hidung
j. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
Kesukaran dalam menghisap/makan.
6. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah
sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun
pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakaan USG.
7. KOMPLIKASI
Keadaan kelaianan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya,
yaitu
a. Kesulitan makan; dalami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah
palatum. memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar
dan juga kesabaran dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
b. Infeksi telinga dan hilangnya dikaerenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak segera diatasi makan
akan kehilangan pendengaran.
c. Kesulitan berbicara. Otot – otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena
adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya
d. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh,
sehingga perlu perawatan dan penanganan khusus.
8. PENATALAKSANAAN
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah
bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada
saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi
bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10
pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal
10.000/ui.
a. Perawatan
1) Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir
sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit
menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa
payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan
menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 mgg
2) Menggunakan alat khusus
a) Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung,
bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang
menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang
besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
b) Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut
hingga dapat dihisap bayi
c) Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar
memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum
sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive
3) Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau
belakang lidah bayi
4) Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak
udara
5) Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada
bagian pemisah lobang hidung
6) Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini
terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit
yang lembut tersebut untuk sembuh
7) Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat
berujung kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air
b. Pengobatan
1) Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi
waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
2) Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule
often yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui
3) Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara
otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan
operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli
ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
4) Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang
muka mendeteksi selesai.
5) Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe”
yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian
belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
6) Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting
untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juag pada sumbing yamh telah
diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicar secara permanen.
Perinsip perawatan secara umum;
a) lahir : bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu
untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.
b) umur 1 minggu: pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit
dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
c) umur 3 bulan : labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk
hidung) dan evaluasi telingga.
d) umur 18 bulan - 2 tahun : palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila
terdapat sumbing pada langit-langit.
e) Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.
f) umur 6 tahun : evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
g) umur 11 tahun : alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir
alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis.
h) umur 12-13 tahun : final touch5; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
i) umur 17-18 tahun : orthognatik surgery bila perlu
BBLR
1. PENGERTIAN
a. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir sama atau kurang dari
2500 gram (Manuaba, 2006).
b. BBLR adalah bayi dengan berat badan lahirnya kurang atau sama dengan 2500 gram
(Prawirohardjo, 2006).
c. Menurut WHO (1961) telah menggati dengan istilah prematur Baby (BBLR), hal ini
dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir
adalah bayi prematur.
d. BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram
(Saifuddin, 2001).
2. KLASIFIKASI BBLR
Klasifikasi BBLR menurut pelayanan kesehatan Neonatal Esensial (2000) adalah sebagai
berikut:
a. Bayi berat lahir rendah 1500 sampai 2499 gram atau BBLR
b. Bayi berat lahir sangat rendah < 1500 gram atau BBLSR
c. Bayi berat lahir ekstem rendah atau BBLER berat lahir < 1000 gram
Berdasarkan usia kehamilan diklasifikasikan :
a. Bayi premature
b. Bayi yang mengalami gangguan pertumbuhan intrauterine (IUGR)
Berdasarkan grafik pertumbuhan dalam tahun bisa dibedakan menjadi :
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK)
Dalam bahasa inggris disebut small-for-gesational-age (SGA) atau small-for-date (SFD),
yaitu bayi yang lahir dengan keterlambatan pertumbuhan intrauterine dengan berat badan
terletak dibawah persentil ke-10 dalam grafik pertuumbuhan intrauterine.
b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK)
Dalam bahasa inggris disebut appropriate-for-gesational-age (AGA), yaitu bayi yang
lahir dengan berat badan sesuai dengan umur kehamilan, yaitu berat badan terletak
antara persentil ke-10 dan ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterine.
c. Besar Masa Kehamilan (BMK)
Dalam bahasa inggris large-for-gesational-age (LGA), yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan lebih besar untuk masa kehamilan dengan berat badan terletak diatas
persentil ke-90 dalam grafik pertumbuhan intrauterine.
(Wiknjosastro, 2007).
Akan tetapi karena sering kali seorang ibu lupa kapan HPHT-nya maka secara umum
semua bayi dengan berat badan <2500 gram dianggap BBLR, terlepas dari apakah bayi
tersebut premature atau PJT.
3. ETIOLOGI
BBLR dapat disebabkan oleh beberapa faktor menurut Manuaba (2000) yaitu:
a. Faktor ibu
Faktor yang menyebabkan BBLR dari faktor ibu adalah: gizi saat hamil yang kurang,
umur kurang dewasa dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin
terlalu dekat, penyakit menahun ibu yaitu Hipertensi, jantung, gangguan pembuluh
darah, dan faktor pekerjaan yang terlalu berat.
b. Faktor kehamilan
Faktor yang menyebabkan BBLR dari faktor kehamilan adalah: Hamil dengan
Hidramnion, hamil ganda, perdarahan ante partum, komplikasi hamil: preeklampsia
atau eklampsia dan ketuban pecah dini.
c. Faktor janin: cacat bawaan dan infeksi jalan lahir.
Menurut Sarwono prawirohardjo (2006), faktor yang merupakan predisposisi terjadinya
BBLR:
a. Faktor ibu: riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan ante partum,
malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya:
hipertensi, usia ibu kurang dari 20 tahun, atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan
yang terlalu dekat, infeksi dan trauma.
b. Faktor janin : cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, KPD (ketuban pecah dini)
c. Keadaan social ekonomi yang rendah.
d. Kebiasaan : pekerjaan yang melelahkan, perokok
e. Tidak diketahui.
4. KARAKTERISTIK KLINIS
a. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
b. Pemeriksaan Antropometri
1) Berat badan kurang dari 2500 gram
2) Panjang badan kurang atau sama dengan 45
3) Lingkaran dada kurang dari 30 cm
4) Lingkaran pada kepala kurang dari 33 cm
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tidak ada verniks, edema (biasanya pada ekstremitas bawah) yang menjadi lebih
nyata sesudah 24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat
pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisinya.
Edema seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes melitus
dan toksemia gravidarum.
2) Kelopak mata rapat sekali pada bayi sangat prematur.
3) Jaringan subkutis
Sedikit lemak subkutan baru ada setelah masa gestasi 28 minggu. Struktur tulang
kadang-kadang menonjol abnormal. Hampir-hampir tak ada bokong. Anus
mencucu.
4) Rambut lanugo
Lebat sampai 28 minggu semakin berkurang sejalan dengan bertambahnya masa
gestasi.
5) Kuku jari tangan dan kaki.
Kadang-kadang pendek, terutama pada jari kaki
6) Kepala
Besar bila dibandingkan dengan bayinya, sutura kadang-kadang melebar,
tulangnya teraba lunak
7) Telinga.
Tulang rawannya halus dan sangat kurang pada bayi yang sangat kecil. Telinga
dapat dengan mudah dilipat ke depan dan daya pegasnya lambat
8) Mata
Seringkali tampak menonjol
9) Dada
Pendek bila dibandingkan perutnya. Sela iga menonjol
10) Perut
Dindingnya tipis dan halus. Kadang-kadang dapat terlihat gerak peristaltik usus.
Hati dan limpa biasanya teraba
11) Genitalia
Pada BBLR laki-laki, Testis mungkin masih dalam rongga perut, dalam kanalis
inguinalis atau skrotum, tergantung masa gestasinya. Sedangkan pada BBLR
perempuan Labia minor tidak menutupi labia mayor sampai mencapai cukup
bulan. Dapat dijumpai vaginal skin tag, dan sering terdapat pseudomenstruasi.
12) Payudara
Putting susu rata, mulai menonjol setelah 36 minggu. Jaringan payudara akan
berkembang sesuai dengan bertambahnya masa gestasi.
13) Sendi
Siku, lutut, panggul, pergelangan tangan dan kaki, tidak dapat digerakkan
maksimal.
14) Bayi lebih banyak tidur daripada bangun
15) Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering terdapat serangan apnu.
16) Otot masih hipotonik, sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai dalam
abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke suatu
jurusan.
17) Tonic neck reflex biasanya lemah, refleks moro dapat positif. Relfeks menghisap
dan menelan belum sempurna, demikian pula refleks batuk.
18) Kalau bayi lapar biasanya menangis, gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam
waktu 3 hari tanda kelaparan ini tidak terdapat, kemungkinan besar bayi
menderita infeksi atau perdarahan intracranial
5. MASALAH – MASALAH PADA BBLR
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2006), bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat
dalam tubuhnya baik anatomic maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa kelainan
saperti:
a. Suhu tubuh yang timbul tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya timbunan lemak
dibawah kulit, permukaan tubuh yang relative luas dibandingkan dengan berat badan,
otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (Brown
falt)yang belum cukup dan pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana
mestinya.
b. Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit BBLR. Hal ini disebabkan
Karena kekurangan surfaktan (rasio lesitin / sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan
dan perkembangan paru-paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah,
tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorax).
c. Gangguan alat pencernaan dan problematika nutrisi : distensi abdomen akibat dari
motilitas usus berkurang. Volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan
lambung daya untuk mencernakan mengabsorbsi lemak dan beberapa mineral tertentu
berkurang, kerja dari sfingter kardioesofagus yang belum sempurna, memudahkan
terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
d. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbillirubinemia dan defisiensi vitamin K.
e. Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya, produksi urin yang sedikit,
urea clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektolit
dari badan dengan akibat mudah terjadinya edema dan asodosis metabolic.
f. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile) kekurangan faktor
pembekuan seperti protrombin, faktor chrismas.
g. Gangguan immunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi kurang karena rendahnya
kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi
dan gaya fugositosis dan reaksi terhadap peradangan masih belum baik.
h. Perdarahan intra ventrikuler: lebih dari 50% bayi prematur menderita perdarahan intra
ventrikuler, karna bayi prematur sering menderita apnea, asfiksia berat, sindroma
gangguan pernafasan. Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi, hiperkapnia. Hal
tersebut menyebabkan tidak adanya otot regulasi serebral pada bayi prematur sehingga
mudah terjadi dari pembuluh kapiler yang rapuh dan iskhemia di lapisan gerpinal yang
terletak di dasar ventrikel latperalis antara nukleus kaudatus dan apendim.
i. Refrolental fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi (PaO2
lebih dari 115 mmhg =15kpm) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina
yang diikuti oleh proliferasi kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi
perdarahan, fibrosis, distorsi, parut retina sehingga bayi menjadi buta.
6. PENANGANAN BBLR
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2006) penanganan BBLR:
a. Pengaturan suhu
Bayi premature mudah dan cepat sekali menderita hipotermi bila berada di lingkungan
yang dingin. Untuk mancegah hipotermi perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat
untuk bayi dan dalam keadaan istirahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu
tubuh bayi tetap normal. Bila dirawat dalam incubator, maka suhu tubuh untuk bayi
dengan berat badan kurang dari 2 kg adalah 35 C dan untuk bayi dengan berat badan 2-
2,5 kg adalah 34 C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C. kelembaban
ikubator berkisar antara 50-60%, kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi
dengan sindroma gangguan pernafasan. Suhu incubator dapat di turunkan 1 C per
minggu untuk bayi dengan berat badan 2 kg dan secara berangsur-angsur ia dapat di
letakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 C – 29 C. Bila
incubator tidak ada, pernafasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan
meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaksdi
dekat tempat tidur bayi. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 C –
37 C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang di selimuti pada bayi didalam
incubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Ada juga
yang menggunakan incubator yang di lengkapi dengan alat temperature sensor. Alat ini di
tempelkan dikulit bayi dan suhu incubator di kontrol oleh alat servomechanisme. Alat ini
sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi dalam incubator
hanya dipakaikan popok.
b. Makanan Bayi
Kebutuhan protein 3-5 gram/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar berat badan bayi
bertambah. Pemberian minum pada bayi berumur 3 jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Sebelum di berikan minum pertama harus di
lakukan pengisapan cairan lambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esophagus
dan mencegah muntah. Pada umumnya bayi dengan berat 2000 gram atau lebih dapat
menyusu pada ibunya. Bayi dengan berat kurang dari 1500 gram kurang mampu
mengisap ASI atau susu botol, terutama pada hari pertama. Pemberian minum bayi
dengan menggunakan somde lambung. Sesudah 5 hari di coba menyusu ibunya, bila daya
hisap baik maka pemberian ASI di teruskan. Bila daya hisap kecil lebih baik dengan dot
dbandingkan dengan putting susu ibu, maka ASI ibu di pompa dan di berikan melalui
botol. Frekuensi pemberian minum makin berkurang dengan bertambahnya berat badan
bayi. Jumlah cairan yang di berikan pertama kali adalah 1-5 ml/jam dan jumlahnya di
tambah sedikit demi sedikit tiap 12 jam. Untuk mencegah regurgitasi banyak yang
diberikan adalah 60 ml/kg/hari, dan tiap hari di naikkan sampai 200 ml/kg/hari pada akhir
minggu kedua, ASI tidak ada, susu dapat diganti dengan susu buatan yang mengandung
lemak dan mudah di cerna bayi dan mengandung 20 kalori per 30 mil air atau mendapat
110/kg berat badan per hari.
c. Pencegahan Infeksi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mudah sekali diserang infeksi, perlu dilakukan
tindakan pencegahan pada masa perinatal: memparbaiki keadaan sosial ekonomi,
program pendidikan, screening, vaksinasi tetanus, tempat kelahiran dan perawatan yang
terjamin kebersihannnya. Di masa post natal : kalau keadaan mengizinkan bayi dirawat
bersama ibu dan diberi ASI. Tindakan aseptik dan antiseptik, selanjutnya yaitu:
a. Diadakan pemisahan antara bayi yang kena infeksi dengan bayi yang tidak kena infeksi.
b. Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.
c. Membersihkan tempat tidur bayi setelah tidak di pakai lagi.
d. Membersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu.
e. Setiap bayi dimandikan ditempat tidurnya masing-masing dengan perlengkapan sendiri-
sendiri.
f. Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri.
g. Tiap petugas kesehatan di bangsal bayi harus memakai pakaian yang telah disediakan.
h. Petugas yang menderita penyakit menular dilarang merawat bayi.
i. Kulit dan tali pusatbayi harus di bersihkan sebaik-baiknya.
j. Para pengunjung orang sakit hanya boleh melihat bayi dari belakang kaca.
7. PENATALAKSANAAN ASUHAN KEBIDANAN
a. Mencegah kedinginan dengan metode kanguru
b. Resusitasi
c. Pemberian ASI melalui sonde lambung
d. Antibiotik profilaksis diberikan pada bayi yang mempunyai potensial terjadinya infeksi,
yaitu BBLSR, ketuban pecah dini, ketuban keruh ataupun lahir dengan berbagai tindakan.
Ampisilin 50-100 mg Kg BB/hari iv/im dibagi 2 dosis diberikan selama 3-5 hari.
Gentamicin 5 mg kgBB/hari iv/im 9sesudah kencing) dibagi 2 dosis, diberikan 3-5 hari.
e. Oksigen dengan head box/ nasal / CPAC/oksigen incubator ataupun ventilator
disesuaikan dengan masalah pernafasan yang didapat. Pantau dengan pulse oksimeter.
f. Sirkulasi dipertahankan dengan pemantauan ketat denyut jantung, perfusi darah dan
tekanan darah. Pada bayi kecil yang keadaan umumnya tidak baik , sering diperlukan
volume ekspanderdan komponen darah . Aawasi keseimbangan cairan , jaga jangan
sampai kurang atau berlebih. Dopamine 5-8 gr/kg BB/ menit sering diperlukan untuk
mempertahanka perfusi jaringan, ekskresi urine dan mencegah asidosis metabolic.
g. Pencegahan infeksi
h. Pencegahan perdarahan dengan pemberian vitamin K 1 mg secara I.M.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
b. Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
d. Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat
HIPERBILIRUBIN
1. PENGERTIAN
a. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi
batas atas nilai normal bilirubin serum.
b. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon,
1998)
c. Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang
mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus
ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi
Smith, G, 1988).
d. Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C.
Smeltzer, 2002)
e. Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis.
(Markum, 1991:314)
2. ETIOLOGI
a. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
b. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
c. Gangguan konjugasi bilirubin.
d. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya
perdarahan tertutup.
e. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
f. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma. Siphilis.
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Kulit berwarna kuning sampe jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
k. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
1) Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
2) Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3-
4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
4. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan.
Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang, atau pada bayi
hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia, dan hipoglikemia.
(Markum, 1991)
5. KLASIFIKASI
a. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah.
Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati
sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka
terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan
akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus
hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan
bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7.
penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin
e. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi
dan berat badan tidak bertambah.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan bilirubin serum
1) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
2) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
e. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
f. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
7. PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan
dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
e. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
f. Pemberian makanan yang dini.
g. Pencegahan infeksi.
8. KOMPLIKASI
a. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
b. Gangguan pendengaran dan penglihatan
c. Kematian.
d. Kernikterus.
9. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, Mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan
ikhterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan
kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di
tempat bayi dirawat.
b. Tindakan khusus
1) Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto
2) Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun pemberian ini tidak
efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic dan pernafasan baik pada
ibu dan bayi.
3) Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari
ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan
transfuse tukar.
4) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan
dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan
kadar bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
5) Terapi transfuse, digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
6) Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati
yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk
mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari
7) Menyusui bayi dengan ASI
8) Terapi sinar matahari
c. Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi
berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi
dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.