Post on 25-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh
karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga
dapat merugikan bagi manusia, contohnya akhir-akhir ini banyak sekali bencana alam
khususnya di Indonesia. Melihat fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir
bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang
begitu pula dengan bencana.
Secara geografis wilayah Indonesia ini berada pada kawasan rawan bencana alam,
dan salah satu yang sering terjadi di Indonesia ini adalah bencana longsor. Di Indonesia
terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang
ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang
terancam sekitar 1 juta.
Perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan tanah,
atau material campuran tersebut yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Longsor
atau gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan masa
batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau
gumpalan besar tanah.
Salah satu contoh tempat yang terkena bencana longsor adalah Dusun Bulu,
Kecamatan Temanggung, Jawa Tengah. Letak Dusun Bulu sendiri berada pada
kemiringan yang paling tajam mencapai 70 derajat dimana hal itu menjadikan Dusun
Bulu menjadi salah satu Dusun yang rawan terhadap bencana longsor. Wilayah Dusun
Bulu merupakan salah satu dari 20 Dusun di Kecamatan Temanggung. Salah satu dari 19
desa/kelurahan di Dusun Bulu adalah Desa Bulu yang terletak di ketinggian 700 m dari
permukaan laut dan berjarak 0 km dari ibu kota Dusun Bulu dan 2,71 km dari ibu kota
Kecamatan. Dengan luas 146,85 ha yang terbagi dalam lahan sawah 124,20 ha dan lahan
bukan sawah 22,65 ha. Dari Lahan sawah bukan sawah dipergunakan untuk
bangunaan/pekarangan dan lahan lainnya.
Dusun Bulu sendiri untuk pertama kalinya terkena bencana longsor pada tahun 2014
dikarenakan kerusakan hutan selama 10 tahun berturut-turut. Kerusakan hutan yang
cukup parah membuat dusun yang berantakan. Kerusakan diterima dusun tidak terlalu
parah dan juga tidak ada korban jiwa.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Seperti penjelasan dari latar belakang di atas, Dusun Bulu terdapat pada dataran
dengan kemiringan hingga 700. Serta, kerusakan hutan dikarenakan penebangan liar
dan lain-lain menyebabkan bencana longsor terjadi.
1.3 RUMUSAN MASALAH
Dari identifikasi masalah mengenai Dusun Bulu, maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah:
1. Bagaimanakah upaya pencegahan untuk menghindari terjadinya bencana tanah
longsor ?
2. Bagaimana cara menanggulangi bencana longsor di Dusun Bulu?
3. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah longsor ?
4. Rekomendasi desain penanggulangan bencana longsor di Dusun Bulu?
1.4 BATASAN MASALAH
Pembatasan masalah dalam riset bencana longsor di Dusun Bulu adalah meliputi
penjelannya dapat dipaparkan pada uraian berikut:
1. Lokasi difokuskan pada Dusun Bulu, Kecamatan Temanggung
2. Penanggulangan terhadap bencana longsor di Dusun Bulu, Kecamatan Temanggung.
1.5 TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menanggulangi bencana longsor di Dusun Bulu
sehingga bencana longsor ini tidak terjadi lagi di masa depan.
1.6 MANFAAT
Bagi keilmuan:
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi acuan kedepan untuk menanggulangi bencana
longsor di setiap tempat di Indonesia.
Bagi Masyarakat:
Penelitian diharapkan dapat membantu masyarakat kedepannya untuk persiapan
mengahadapi bencana longsor juga sebagai usaha preventif mengahadai bencana
tersebut.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum
2.1.1 Tanah Longsor
Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah
perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau
material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya
tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah
akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air
yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan
di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng (Wikipedia, 2007).
Hampir semua daerah di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan kota
yang rawan pergerakan tanah. Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan
lereng-lereng yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di
samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami degradasi
umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Setidaknya terdapat 918 lokasi
rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana
tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.
327 lokasiJawa Tengah
276 lokasiJawa Barat
100 LokasiSumatera Barat
23 lokasiKalimantan Barat
sisanyaNTT, Riau, Kaltim, Bali, Jatim
Tabel. Daerah Rawan Longsor di Indonesia
Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah
longsor adalah :
1. Muncul retakan memanjang atau lengkung pada tanah atau pada konstruksi
bangunan, yang biasa terjadi setelah hujan.
2. Terjadi penggembungan pada lereng atau pada tembok penahan.
3. Tiba tiba pintu atau jendela rumah sulit dibuka, kemungkinan akibat deformasi‐
bangungan yang terdorong oleh massa tanah yang bergerak.
4. Tiba tiba muncul rembesan atau mata air pada lereng.‐
5. Apabila pada lereng sudah terdapat rembesan air/mata air, air tersebuT tiba tiba‐
menjadi keruh bercampur lumpur.
6. Pohon pohon atau tiang tiang miring searah kemiringan lereng.‐ ‐
7. Terdengar suara gemuruh atau suara ledakan dari atas lereng.
8. Terjadi runtuhan atau aliran butir tanah/kerikil secara mendadak dari atas lereng.
2.2. Jenis Tanah Longsor
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,
pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis
longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran
yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan
(Nandi, 2007 & Gatot M Sudrajat, 2008).
1. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
Gb. Longsoran Translasi
Gb. Longsoran Rotasi
Gb. Longsoran Pergerakan Blok
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang
terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh
dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat
dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh
air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air,
dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu
Gb. Longsoran dikarenakan Runtuhan Batu
Gb. Longsoran dikarenakan Rayapan Tanah
mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan
korban cukup banyak.
2.3. Penyebab Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Moch Bachri,
2006 & Nandi, 2007).
1. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan
menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah
besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga
terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Hujan lebat pada awal
musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan
masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan
lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah
karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi
mengikat tanah.
Gb. Longsoran dikarenakan Aliran bahan Rombakan
2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.
Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila
ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis
ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan.
Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi
lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan
campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan
tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan
umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya
terjadi di daerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,
getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya
adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan
lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi
longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan
kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di
sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya
penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.
9. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu
akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
10. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya
dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada
lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di
bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian
diikuti dengan retakan tanah.
2.4. Mitigasi Bencana Tanah Longsor
1. Tahapan Awal
a. Pemetaan , menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan
bencana alam geologi di suatu wilayah.
b. Penyelidikan, mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana
c. Pemeriksaan, melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi
bencana,
d. Pemantauan, dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis
secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya.
e. SosiaisasI, memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi
/Kabupaten/Kota atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah
longsor dan akibat yang ditimbulkannnya.
f. Pemeriksaan Bencana Longsor, bertujuan mempelajari penyebab, proses
terjadinya, kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana
2. Penanganan Bencana Longsor
1. Short Term
Tanggap Darurat Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat
adalah penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban
tidak bertambah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain :
- Kondisi medan
- Kondisi bencana Peralatan Informasi bencana
Bagan Alir Sistem Manajemen Bencana Longsor (Karnawati, 2002)
2. Intermediate
Rehabilitasi Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi
sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga
perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya supaya tanah
longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor
bila tanah longsor sulit dikendalikan
3. Long Term
Ditujukan untuk menambah gaya penahan gerakan tanah, sehingga yang
menjadi perhatian adalah tipe dan jenis perakaran dari vegetasi
tersebut.Pemanfaatan tanaman dalam upaya penanganan longsor ini
disesuaikan denga jenis fungsi kawasan.
- Rekonstruksi, penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di
daerah rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk
mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor
- Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam
upaya mempertahankan fungsi daerah resapan air.
- Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi
kawasan hutan lindung.
- Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital
yang berpotensi menyebabkan bencana.
- Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh
terhadap terganggunya ekosistem.
- Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah
bencana, sabuk hijau dan di sepanjang bantaran sungai.
- Normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti
normalisasi aliran sungai dan bantaran sungai dengan membuat
semacam polder dan sudetan.
- Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan
masyarakat yang terkena bencana secara permanen (seperti:
perbaikan sekolah, pasar, tempat ibadah, jalan, jembatan, tanggul
dll).
- Menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam
penanggulangan bencana.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode adalah suatu hal dalam keilmuan dilekatkan pada masalah sistem
dan metode (Kunjaraningrat, 1977). Metode penelitian harus dipilih sesuai dengan
sasaran dan tujuan penelitian. Metode penelitian diperlukan untuk memfokuskan
dan mempermudah jalanya penelitian. Penelitian deskriptif bersifat menjelaskan
dengan cara menggambarkan keadaan, fakta, dan keadaan sesungguhnya yang ada
di lapangan sebagai objek penelitian. Untuk mendapatkan fakta dan keadaan
sbenarnya dilapangan data diperoleh dari artikel dan beberapa sumber di internet.
Karena dengan metode ini dapat mempermudah peneliti dalam melakukan
penelitian.
3.2 Lokasi Penelitian
Wilayah Kecamatan Bulu yang merupakan salah satu dari 20 kecamatan di
kabupaten Temanggung. Salah satu
dari 19 desa/kelurahan di kecamatan
Bulu adalah Desa Bulu yang terletak di
ketinggian 700 m dari permukaan laut
dan berjarak 0 km dari ibu kota
kecamatan Bulu dan 2,71 km dari ibu
kota Kabupaten. Dengan luas 146,85
ha yang terbagi dalam lahan sawah
124,20 ha dan lahan bukan sawah
22,65 ha. Dari Lahan sawah bukan
sawah dipergunakan untuk
Bangunaan/pekarangan dan Lahan
lainnya. Gb. Kecamatan Bulu
Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung merupakan daerah pegunungan
dengan tingkat kemiringan yang paling tajam mencapai 70o. Pegunungan dengan
tingkat kemiringan sedemikian rupa merupakan daerah rawan longsor. Sebagian
daerah lereng gunung semula merupakan hutan, namun sejak 10 tahun terakhir
kondisi hutan semakin buruk karena maraknya pencurian kayu ilegal. Hal tersebut
meningkatkan risiko terjadinya bencana tanah longsor. Dari 19 desa yang terdapat di
Kecamatan Bulu terdapat 2 desa yang merupakan daerah paling rawan longsor yaitu
Desa Wonotirto dan Desa Pagergunung.
Kejadian tanah longsor yang terakhir kali terjadi di Desa Wonotirto adalah
tanggal 14 Maret 2014, pada saat tersebut terjadi kerusakan sebanyak 8 rumah, dan
terdapat korban luka sebanyak 6 orang, tidak ada korban meninggal dunia. Tanah
longsor tersebut juga merusak satu-satunya akses jalan menuju desa Wonotirto.
Desa Pagergunung tidak memiliki data kapan terjadinya tanah longsor. Hal ini
dikarenakan sedikitnya jumlah penduduk yang tinggal di desa ini. Desa Pagergunung
merupakan wilayah yang sangat tinggi.
Gb. Kejadian Tanah Longsor Desa Wonotirto 14 Maret 2014
3.2 Fokus penelitian
Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi lingkup penelitian yang akan
di analisa untuk menjawab rumusan masalah Rekomendasi Desain terhadap
Penanggulangan Tanah Longsor di Kecamatan Temanggung Desa Bulu. Batasan objek
yang akan di analisa yaitu Desa Bulu, Kecamatan Temanggung, Jawa Timur.
Selain objek penelitian, fokus penelitian ini juga digunakan untuk membatasi
masalah. Dengan adanya pembatasan masalah, maka diharapkan dapat mencapai
tujuan.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Mengumpulkan dua tipe data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data
primer dan data sekunder
3.3.1 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak berhubungan langsuk
degan objek penelitian tetapi data tersebut mendukung penelitian yang akan
dilakukan. Data yang didapatkan dari studi literatur yang digunakan sebagai
penunjang tinjauan teori serta memperkaya wawasan yang dapamenunjang
mengenai obyek studi.
Data sekunder berupa literatur yang membahas tentang
penanggulangan daerah rawan longsor. Data dapat diambil dari artikel,
jurnal, blog, dan website. Literatur tersebut dapat menambah informasi
Gb. Lokasi Desa Bulu
tentang kondisi pada lapangan. Data diatas diharap dapat memperkuata
anlisa dalam penelitian.
3.4 Metode Analisis Data
Data literatur yang diperolehakan dianalisis lebih lanjut oleh sehingga dapat
mencapai tujuan. Analisa dilakukan berdasarkan data sekunder yang diperoleh
terutama yang menyangkut penanggulangan daerah rawan longsor. Adapun analisa
data dan penarikan kesimpulan berdasarkan oada prakiraan awal dan identifikasi
masalah. Parameter tang dijadikan penilaian yaitu kesesuaian yang ada pada
tinjauan teori.
3.5 Tahap akhir
Setelah melaui proses analisis maka dihasilkan sebuah kesimpulan yang
memberikan konstribusi untuk penangan daerah rawan bencana khususnya bencana
longsor. Adapan hasil dari analisis tersebut berupa rekomendasi desain shelter
shelter sebagai hunian sementara maupun hunian tetap sebagai bentuk tanggapan
terhadap kondisi dari objek studi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Upaya penanganan potensi tanah longsor ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu upaya
penanganan jangka pendek/langsung(short term) dan upaya penanganan jangka
panjang/tidak langsung(long term). Upaya penanganan langsung ini biasanya lebih
mengarah pada sipil teknis atau mekanis pada daerah terutama lereng-lereng di lokasi
strategis atau rawan adanya korban. Upaya ini lebih spesifik lagi mengarah pada perbaikan
kestabilan lereng.
Arahan penanganan jangka panjang manfaatnya tidak bisa langsung dirasakan,
namun menunggu dengan jangka waktu yang relatif lama untuk merasakan pengaruhnya.
Pada penelitian ini upaya jangka panjang dapat dilakukan dengan metode vegetative yang
didasarkan pada fungsi kawasan.Pada penanganan tanah longsor, vegetasi ditujukan untuk
menambah gaya penahan gerakan tanah, sehingga yang menjadi perhatian adalah tipe dan
jenis perakaran dari vegetasi tersebut.Pemanfaatan tanaman dalam upaya penanganan
longsor ini disesuaikan dengan jenis fungsi kawasan. Pada kawasan lindung, kawasan
penyangga, dan kawasan budidaya tentu beda satu sama lain pemilihan jenis vegetasi sesuai
peruntukan kawasannya. Seperti yang dibawah ini;
Rekonstruksi, penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor
tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh
tanah longsor
Penyusunan dan penyempurnaan peraturan tata ruang dalam upaya
mempertahankan fungsi daerah resapan air.
Mengupayakan semaksimal mungkin pengembalian fungsi kawasan hutan lindung.
Mengevaluasi dan memperketat studi AMDAL pada kawasan vital yang berpotensi
menyebabkan bencana.
Mengevaluasi kebijakan Instansi/Dinas yang berpengaruh terhadap terganggunya
ekosistem.
Penyediaan lahan relokasi penduduk yang bermukim di daerah bencana, sabuk hijau
dan di sepanjang bantaran sungai.
Normalisasi areal penyebab bencana, antara lain seperti normalisasi aliran sungai
dan bantaran sungai dengan membuat semacam polder dan sudetan.
Rehabilitasi sarana dan prasarana pendukung kehidupan masyarakat yang terkena
bencana secara permanen (seperti: perbaikan sekolah, pasar, tempat ibadah, jalan,
jembatan, tanggul dll).
Menyelenggarakan forum kerjasama antar daerah dalam penanggulangan bencana.
Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu :
7. Cepat dan Tepat
Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan benacana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan bnerdampak pada
tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
8. Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana,
kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.
9. Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penaggulangan bencana
didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan
“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh
berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.
10. Berdaya Guna da Berhasil Guna
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebiahn. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan
masyarakat denga tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
11. Transparansi dan Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan
“prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secar
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
12. Kemitraan
Penanggulangan bancana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Keemitraan
dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat
secra luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi-
organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan
organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahnya.
13. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengetahui, memahami, dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan,
dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan
masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.
14. Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa negara dalam
penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.
15. Nonproletisi
Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan
agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui
pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
Pada Dusun Bulu sendiri terdapat beberapa factor yang menyebabkan terjadinya bencana
longsor. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi beberapa bagian yang menjadi fokus utama.
Penyebab
Issue Solusi
Kerentanan Fisik Pondasi Penggunaan pondasi pondasi plat setempat
150 cm x 150 cm
dikombinasikan satu tiang bor diameter 20
cm
dengan kedalaman 6 meter seperti pada
Gambar 1.
Adapun kedalaman tanah keras bervariasi
dari 4
meter untuk daerah atas lereng hingga
mencapai
kedalaman 11 meter untuk daerah bawah
lereng.
Dalam perhitungan perencanaan pondasinya
hanya
memperhitungkan beban perkolom dan
belum
nampak memperhitungkan adanya beban
lateral
pada tiang akibat pergerakan tanah.
Kerentanan
Ekonomi
Banyaknya petani dan
pengusaha kayu
Area hutan yang rusak di jadikan area sawah
dengan mengadaptasi bentukan lereng yang
miring sehingga air tanah pada saat musim
hujan ajak tersalurkan kebawah tanpa
merusak tatanan sawah tersebut sekaligus
air yang mengalir ke bawah bisa digunakan
sebagai air irigasi. Selain itu kerusakan hutan
juga dikarenakan penebangan liar yang tidak
diikuti dengan prosedur tebang pilih tanam.
Prosedur tebang pilih taman bisa digunakan
sebagai metode reboisasi hutan dan juga
usaha baru masyarakat desa.
Kerentanan sosial Tingkat pendidikan
rendah
Sosialisasi terhadap penyuluhan bencana
longsor secara menyuluruh kesemua
tingkatan masyarakat tanpa terkecuali
Kerentanan
lingkungan
Hutan menjadi lahan
pertanian.
Penebangan liar
- Area hutan yang rusak di jadikan area sawah
dengan mengadaptasi bentukan lereng yang
miring sehingga air tanah pada saat musim
hujan ajak tersalurkan kebawah tanpa
merusak tatanan sawah tersebut sekaligus
air yang mengalir ke bawah bisa digunakan
sebagai air irigasi
- selain itu digunakan prosedur tebang pilih
tanam untuk penebangan hutan
- reboisasi hutan
- pada bagian tebing yang curam bisa bideri
terasering.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
16. Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan
material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Penyebab epidemiologi
tanah longsor yaitu; hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal,
batuan yang kurang kuat , jenis tata lahan, getaran, susut muka air danau atau
bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan
pada tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak
sinambung), penggundulan hutan, dan daerah pembuangan sampah. Adapun
dampak epidemiologi tanah longsor terhadap kesehatan masyarakat yaitu;
peningkatan morbiditas, tingginya angka kematian, masalah kesehatan lingkungan,
masalah suplai bahan makanan dan obat-obatan, serta keterbatasan tenaga medik
dan paramedis serta transportasi ke pusat rujukan.
17. Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan kota
yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang hanya memiliki dua
kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur. Daerah yang memiliki relief morfologi
kasar dengan lereng-lereng yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi
gerakan tanah. Di samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah
mengalami degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah.
Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya
kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar,
sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta.
18. Adapun tahap pengungsian bencana tanah longsor yaitu; Peringatan Bahaya,
Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat, Transportasi, Saat Dilokasi
Pengungsian
19. Upaya pencegahan terjadinya bencana tanah lonsor yaitu; pencegahan tingkat
pertama (sebelum terjadinya tanah longsor), pencegahan tingkat kedua (saat
terjadinya tanah longsor), dan pencegahan tingkat ketiga (setelah terjadinya tanah
longsor).
20. Prinsip penanggulangan bencana tanah longsor yaitu; Koordinasi dan
Keterpaduan, Prioritas, Cepat dan Tepat, Berdaya Guna dan Berhasil Guna,
Transparansi dan Akuntabilitas, Kemitraan, Pemberdayaan, Nondiskriminatif,
Nonproletisi
21. Berdasarkan hasil analisa potensi tanah longsor, kesimpulan yang dapat
dihasilkan dari penelitian ini adalah: Upaya pengendalian tanah longsor dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
(a) Upaya pengendalian jangka pendek/langsung, yaitu menitikberatkan pada
penanganan yang langsung dapat dirasakan manfaatnya. Metode yang digunakan
adalah mekanis/sipil teknis. Penerapan jenis penanganan pada metode ini
disesuaikan dengan tingkat kerentanan terjadinya tanah longsor;
(b) Upaya pengendalian jangka panjang/tidak langsung, yaitu dengan
memprioritaskan penanganan potensi tanah longsor yang manfaatnya baru akan
dirasakan dalam waktu yang relatif panjang (minimal 10 tahun). Hal ini
dikarenakan metode yang digunakan adalah metode vegetatif yang memerlukan
waktu untuk pertumbuhan akar sebagai penahan longsor. Jenis penanganan pada
metode ini dilakukan dalam lingkup kawasan yang disesuaikan untuk setiap jenis
fungsi kawasan dan tingkat kerentanannya. Di mana fungsi kawasan terbagi
menjadi:
a) Kawasan lindung,
b) Kawasan Tinggal,
c) Kawasan budidaya
4.2 Saran
Adapun saran yang diberikan untuk menghindari bencana tanah longsor adalah :
1. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di
dekat pemukiman
2. Buatlah terasering (sengkedan)
3. Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam
tanah melalui retakan
4. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
5. Jangan menebang pohon di lereng
6. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal
7. Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal
8. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
9. Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi
4.3 Rekomendasi Desain
Daerah bencana tanah longsor masih berpotensi terjadinya gerakan tanah, terutama setelah terjadi hujan lebat yang berlangsung lama. Dengan adanya rekomendasi desain diharapkan dapat mengatasi masalah dan kekurangan untuk menghadapi bencana tanah longsor. Berikut beberapa rekomendasi yang disarankan:
1. Tembok Penahan Tanah (TPT)
TPT adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi tanah tertentu pada umumnya dipasang pada daerah tebing yang labil. TPT bertujuan untuk menahan tanah agar tidak longsor dan meninggikan lereng alam suatu tanah. Jenis konstruksi antara lain pasangan batu dengan mortar, pasangan batu dengan mortar, pasangan batu kosong, beton, kayu, dan sebagainya. Fungsi utama dari konstruksi penahan tanah adalah menahan tanah yang berada dibelakangnya dari bahaya longsor akibat:
1. Benda-benda yang ada di atas tanah (perkerasan & konstruksi jalan, jembatan, kendaraan, dll)
2. Berat tanah3. Berat air tanah
Atau dengan kata lain merupakan pasangan batu yang dilekatkan dengan campuran semen, pasir dan air untuk melindungi tebing dari keruntuhan tanahnya. Fungsi khusus yang dapat diberikan oleh pasangan batuan adalah:
1. Pemanfaatan ruang dari suatu pembangunan jenis sarana dan prasarana lain
2. Pemeliharaan, penunjang umur dan bagian dari jenis sarana dan prasarana laina. Dinding saluran irigasib. Prasarana tepi jalan kondisi khusus
3. Perlindungan tebing
Jenis tembok penahan tanah:
1. Batu kali murni & batu kali dengan tulangan (gravity & semi gravity)
2. Tembok yang dibuat dari bahan kayu (talud kayu)3. Tembok yang dibuat dari bahan beton (talud
beton)
Bentuk-bentuk dinding penahan tanah:
1. Profil persegi2. Profil jajaran genjang3. Profil trapezium siku4. Profil trapezium5. Profil segitiga
Kriteria Perencanaan Penahan Tanah
1. Dinding tidak terjungkal2. Dinding tidak bergeser3. Dinding tidak amblas4. Dinding tidak pecah
2. Penutupan rekahan/retakan tanah dengan segera karena pada musim penghujan rekahan bias diisi oleh air hujan yang masuk ke dalam tanah sehingga menjenuhi tanah di atas lapisan kedap.
3. Bangunan rumah dari konstruksi kayu (semi permanen) lebih tahan terhadap retakan tanah disbanding dengan bangunan pasangan batu/bata pada lahan yang masih akan bergerak.
4. Teknik pengendalian tanah longsor metode vegetative harus dipilahkan antara bagian kaki, bagian tengah ,dan bagian atas lereng. Stabilisasi tanah diutamakan pada kaki lereng, baik dengan tanaman tanaman (vegetatif) maupun bangunan. Persyaratan vegetasi untuk pengendalian tanah longsor antara lain:
a. Jenis tanaman memiliki sifat perakaran dalam (mencapai batuan), perakaran rapat dan mengikat agregat tanah.
b. Pada lahan yang rawan longsor, kerapatan tanaman beda antara bagian kaki lereng (paling rapat = standar kerapatan tanaman), tenga (agak jarang = ½ standar) dan atas (jarang = ¼ standar.)
c. Kerapatan yang jarang diisi dengan tanaman rumput dan atau tanaman penutup tanah (cover crop) dengan drainase baik, sperti pola groforestry.
Untuk mengurangi aliran air (drainase) bawah tanah dilakukan dengan cara mengalirkan air
secara horizontal melalui terowongan air seperti puritan (trench) dan sulingan (pipa perforasi).
5.
Menggunakan sistem penanaman pada terasiring dengan penanaman tanaman
secara diagonal untuk memperkecil beban tanah.
Potongan tapak
Arah terasiring tanah
Arah penanaman tanaman ataupun peletakan konstruksi diagonal pada tapak untuk meminimalisir kejadian tanah longsir
DAFTAR PUSTAKAAsdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Greenway, D.R. 1987. Vegetation and Slope Stability, Geotechnical Engineering and Geomorphology,Jhon Wiley & Sons, pp. 187-230.Hardiyatmo, H.C. 2012. Tanah Longsor dan Erosi Kejadian dan penanganan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Karnawati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya.Jurusan T. Geologi FT. UGM, Yogyakarta.Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.Paimin, Purnomo, Purwanto, dan Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Bogor.Zaruba, dan Menel.1982. Landslide and Their Control, pp. 31-73 2nd edition. elsevier Scientific PublishingCompany, Amsterdam.