Post on 15-Dec-2015
description
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU LOGAM DAN KOROSI
PENGARUH pH TERHADAP LAJU KOROSI
Kelompok V-A
Vindi Arifka NRP. 2313 030 002
Shinta Hilmy Izzati NRP. 2313 030 016
Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035
Putri Dewi Fatwa NRP. 2313 030 040
Tanggal Percobaan
30 Oktober 2014
Tanggal Selesai
6 Nopember 2014
Asisten Laboratorium
Agung Satrio Permono
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Danawati HP, M.Pd
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2014
I- 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan suatu
material (terutama logam) karena bereaksi dengan
lingkungannya, dengan bereaksi ini sebagian logam akan
”hilang” menjadi suatu senyawa yang lebih stabil (Anonim,
2003).
Korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada
besi. Besi merupakan logam yang mudah berkarat. Karat besi
merupakan zat yang dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu
berupa zat padat berwarna coklat kemerahan yang bersifat
rapuh serta berpori. Rumus kimia dari karat besi adalah
Fe2O3.xH2O. Bila dibiarkan, lama kelamaan besi akan habis
menjadi karat. Dampak dari peristiwa korosi bersifat sangat
merugikan. Contoh nyata adalah keroposnya jembatan, bodi
mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya.Siapa di
antara kita tidak kecewa bila bodi mobil kesayangannya
tahu-tahu sudah keropos karena korosi. Pasti tidak
ada. Karena itu, sangat penting bila kita sedikit tahu tentang
apa korosi itu, sehingga bisa diambil langkah-langkah
antisipasi (salmanhadi, 2013).
Korosi selalu diartikan sebagai karat atau rust oleh
orang awam. Secara fisik, karat inilah yang dapat terlihat jelas
kasat mata. Bahkan dalam dunia industri dan metalurgi,
karatlah yang menjadi penyebab utama kerusakan material
yang umumnya terbuat dari logam sehingga menimbulkan
kerugian yang cukup besar dari segi biaya. Hal ini membuat
I- 2 LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Bab I Pendahuluan
para ahli menganggap kerusakan akibat karat sebanding
dengan keuntungan yang diperoleh manusia dengan
ditemukannya logam besi. Padahal sesungguhnya karat
hanyalah sebagian dari produk akibat proses korosi, dan
mendefinisikan korosi sebagai fenomena kerusakan material
yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara material
tersebut dengan lingkungan yang tidak mendukung (Ashadi,
2002).
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui pengaruh perubahan pH
larutan KOH pada pH 13,4; 13,2; 12,6; 12,2 dan 11,8 terhadap
laju korosi pada sampel logam aluminium?
I.3 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh perubahan pH larutan
KOH pada pH 13,4; 13,2; 12,6; 12,2 dan 11,8 terhadap laju
korosi pada sampel logam aluminium.
II- 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan
berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-
senyawa yang tak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari,
korosi disebut perkaratan. Pengertian umum korosi adalah
degradasi material akibat reaksi elektrokimia dengan
lingkungannya. Secara umum metal kembali kedalam keadaan
awal sebagai bijih besi dan kehilangan seluruh properties
metalik yang dimilikinya (Wikipedia, 2014).
II.1.2 Jenis Korosi
Menurut bentuknya korosi dibagi menjadi 8, yaitu :
1. Uniform
Gambar II.1.1 Korosi Uniform
Uniform adalah bentuk korosi yang umum ditemukan,
dimana menyerang seluruh permukaan logam sehingga
logam menjadi lebih tipis. Korosi ini terjadi pada seluruh
permukaan logam/paduan yang bersentuhan dengan
elektrolit dengan intensitas sama. Korosi jenis ini
mungkin paling banyak menghilangkan logam tetapi
justru yang paling tidak berbahaya karena kerusakan
II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
yang ditimbulkan sudah dapat diperhitungkan dan
diantisipasi, serta mudah di deteksi dan ini adalah korosi
yang sering dijumpai pada baja karbon oleh atmosfer atau
lingkungan korosif lainnya (Fontana, 1986).
2. Galvanik atau korosi dua metal
Gambar II.1.2 Korosi Galvanik
Galvanik terjadi apabila 2 logam yang berbeda berada
dalam satu elektrolit. Dalam keadaan ini logam yang
kurang mulia akan terkorosi bahkan lebih hebat
daripada ia bersama logam lain, sedangkan logam yang
lebih mulia akan terlindungi dari korosi. Atau Korosi
Galvanis merupakan proses pengkaratan elektrokimiawi
apabila dua macam metal yang berbeda potensial
dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama.
Elektron mengalir dari metal yang kurang mulia (anodic)
menuju ke metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya
metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif,
karena kehilangan elektron. Ion-ion metal positif
bereaksi dengan ion negatif yang berada di dalam
elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa
tersebut, permukaan anoda kehilangan metal, sehingga
terbentuklah sumur-sumur korosi atau jika merata
disebut Surface Attack atau serangan korosi permukaan.
Sebagai contoh yaitu, hubungan antara pipa bawah
tanah dengan kolam rak pipa melalui clamp (penjepit
II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
pipa). Sedangkan kolom rak pipa dilengkapi dengan arde
anti petir yang terbuat dari tembaga. Karenanya
terjadilah hubungan langsung antara pipa bawah tanah
dengan arde tembaga tersebut di dalam satu elektrolit
yakni tanah basah yang konduktif. Maka terjadilah
proses korosi galvanis dengan pipa bawah tanah sebagai
anodanya (Fontana, 1986).
3. Crevice corrosion
Gambar II.3 Crevice Corrosion
Crevice corrosion terjadi pada celah-celah yang sempit.
Korosi Celah sebenarnya adalah sel korosi yang
diakibatkan oleh perbedaan konsentrasi zat asam.
Prosesnya adalah sebagai berikut : karena celah sempit
terisi dengan elektrolit (air dengan pH-nya rendah) maka
terjadilah suatu sel korosi dengan katodanya permukaan
sebelah luar celah yang basah dengan air yang lebih
banyak mengandung zat asam dari pada bagian sebelah
dalam yang sedikit mengandung zat asam sehingga
akibatnya bersifat anodik. Celah-celah ini banyak pada
kontruksi karoseri kendaraan karena fabrikasinya
menggunakan pengelasan elektrik resistance (tahanan
listrik) system spot pada pelat tipis yang disusun secara
bertumpu (overlap). Overlap inilah yang menimbulkan
celah-celah (Fontana, 1986).
II - 4
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
4. Pitting (korosi sumuran)
Gambar II.4 Korosi Sumuran
Pitting merupakan korosi yang teralokasi pada satu
atau beberapa titik dan mengakibatkan terjadinya lubang
kecil yang paling dalam. Kerusakan yang ditimbulkan
dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa ada tanda-tanda.
Disampig itu, korosi ini justru terjadi pada logam–logam
yang dikenal tahan korosi (Fontana, 1986)
5. Intergranular corrosion
Gambar II.5 Intergranular Corrosion
Intergranular corrosion, korosi ini tejadi pada batas
butir. Batas butir – butir seringkali merupakan tempat
mengumpulnya impuirity atau suatu presipitat, juga
merupakan daerah yang lebih tegang karena tidak tertutup
kemungkinan untuk terjadinya korosi ini sangat berbahaya
karena sangat menurunkan kekuatan / ketangguhan dan sulit
dideteksi sehingga kerusakan dapat terjadi tanpa diketahui
tanda-tanda akan terjadinya (Fontana, 1987).
II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
6. Selective leaching
Gambar II.I.6 Selective Leaching
Selective leaching yaitu larutnya salah satu komponen
saja dari suatu paduan dan ini mengakibatkan paduan
yang tersisa akan menjadi berpori dan tentunya
kekuatannya akan banyak berkurang (Fontana, 1986).
7. Erotion corrosion
Gambar II.1.7 Erotion Corrosion
Erotion corrosion adalah korosi yang dipercepat
oleh adanya erosi yang ditimbulkan oleh gerakan cairan
atau korosi permukaam metal yang disebabkan oleh
aliran fluida yang sangat cepat Proses korosi erosi
dipercepat oleh kandungan partikel padat dalam fluida
yang mengalir, atau oleh adanya gelembung-gelembung
gas. Dengan rusaknya permukaan metal, rusak pula
lapisan film pelindung sehingga memudahkan terjadinya
korosi. Ini terjadi misalnya pada suatu pompa, pada pipa
II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
terutama pada belokan dan bagian–bagian lain dimana
ada kecepatan aliran yang tinggi atau turbulensi.
8. Stress corrosion
Gambar II.8 Stress Corrosion
Stress corrosion yaitu korosi yang timbul sebagai
akibat bekerjanya tegangan dan media yang terkorosif.
Korosi ini menyebabkan terjadinya keretakan. Tegangan
adalah tegangan tarik dapat berupa tegangan sisa
ataupun yang bekerja. Beberapa metal yang menjadi
mudah peka terhadap korosi regangan apabila terkena
atau berada pada kondisi lingkungan tertentu (Fontana,
1986).
II.1.3 Faktor Penyebab Korosi
Teknik korosi adalah penggunaan ilmu pengetahuan
dan seni untuk mencegah/mengendaliakan kerusakan oleh
korosi secara ekonomis dan aman. Sedangkan korosi
didefinisikan sebagai pekerjaan merusak bahan (material)
yang disebabkan oleh reaksi kimia dengan lingkungannya.
Korosi juga bisa berlangsung cepat ataupun lambat. Di
kebanyakan situasi praktis serangan ini tidak dapat dicegah,
kita hanya dapat berupaya mengendalikannya sehingga
II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
struktur atau komponen ini mempunyai masa pakai yang
lebih panjang (Fontana, 1986).
Dari pernyataan tersebut dapat diperoleh 2 faktor
utama yang mempengaruhi terjadinya korosi, yaitu dapat
dilihat dari aspek material dan lingkungan
1. Aspek Material
Logam dan alloy (campuran logam) berbentuk
padatan-padatan kristal yang tersusun oleh atom-atom yang
sangat rapat dengan bentuk dan pola tertentu. Hal ini
menyebabkan logam pada umumnya merupakan penghantar
listrik dan penghantar panas yang baik. Pada saat leburan,
logam dipanaskan sehingga susunan atom-atom logam
berubah dan bergerak seperti susunan atom-atom liquid. Hal
ini dapat menyebabkan sifat keras dari logam dan lebih
mudah untuk dibentuk atau dicetak. Setelah dingin atom-
atom logam kembali mengeras dan membentuk pola tertentu
(Fontana, 1986).
2. Aspek Lingkungan
Pengaruh dari oksigen dan oksidator
Pengaruh oksidator pada laju korosi berhubungan
dengan sifat-sifat aktif-pasif dari logam. Bertambahnya
konsentrasi oksidator dalam medium akan memperbesar rate
korosi pada bagian 2 dan dengan penambahan konsentrasi
oksidator atau dengan hadirnya oksigen terhadap rate jorosi
bergantung dari medium dan logam yang diinginkan. Rate
korosi akan naik atau tidak terhadap penambahan
konsentrasi oksidator dapat diteliti dengan mengetahui
karakteristik dari logam (Fontana, 1986).
Pengaruh dari kecepatan reaksi
II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Bertambahnya kecepatan tidak akan mempengaruhi
rate korosi. Contohnya dengan proses kontrol polarisasi
aktivasi. Dengan hadirnya oksidator atau oksigen terlarut
dalam asam atau air akan memperbesar laju korosi, jika
logam mengalami passivity maka dengan semakin besar
kecepatan pengadukan tidak akan memperbesar laju korosi
(Fontana, 1986).
Pengaruh Temperatur
Hampir semua reaksi kimia akan berlangsung apabila
temperatur reaksi dipertinggi. Semakin tinggi temperatur
lingkungan maka laju korosi akan semakin besar (Fontana,
1986).
Pengaruh bahan-bahan korosif
Logam-logam yang menunjukkan efek passivity hanya
sedikit berpengaruh dari penambahan dari konsentrasi bahan
korosif, namun dengan konsentrasi bahan korosif yang sangat
tinggi maka laju korosi dapat naik dengan cepat. Contohnya
timbal dimana timbal sulfat dapat melindungi lapisan logam
dari asam sulfat pada konsentrasi rendah (Fontana, 1986).
II.1.4 Pengendalian Korosi
Korosi logam tidak dapat dicegah, tetapi dapat
dikendalikan seminimal mungkin. Ada tiga metode umum
untuk mengendalikan korosi, yaitu pelapisan (coating),
proteksi katodik, dan penambahan zat inhibitor korosi
(Kogoya, n.d.).
a. Pengendalian Korosi dengan Metode Pelapisan (Coating)
Metode pelapisan atau coating adalah suatu upaya
mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan
II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
pada permukaan logam besi. Misalnya, dengan pengecatan
atau penyepuhan logam. Penyepuhan besi biasanya
menggunakan logam krom atau timah. Kedua logam ini dapat
membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat
(pasivasi) sehingga besi terlindung dari korosi. Pasivasi
adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida
logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga
dapat mencegah korosi lebih lanjut. Logam seng juga
digunakan untuk melapisi besi (galvanisir), tetapi seng tidak
membentuk lapisan oksida seperti pada krom atau timah,
melainkan berkorban demi besi. Seng adalah logam yang lebih
reaktif dari besi, seperti dapat dilihat dari potensial setengah
reaksi oksidasinya:
Zn(s)⎯⎯→Zn2+(aq) + 2e– Eo= –0,44 V
Fe(s)⎯⎯→Fe2+(g) + 2e– Eo= –0,76 V
Oleh karena itu, seng akan terkorosi terlebih dahulu
daripada besi. Jika pelapis seng habis maka besi akan
terkorosi bahkan lebih cepat dari keadaan normal (tanpa
seng). Paduan logam juga merupakan metode untuk
mengendalikan korosi. Baja stainless steel terdiri atas baja
karbon yang mengandung sejumlah kecil krom dan nikel.
Kedua logam tersebut membentuk lapisan oksida yang
mengubah potensial reduksi baja menyerupai sifat logam
mulia sehingga tidak terkorosi.
(Kogoya, n.d.)
b. Pengendalian Korosi dengan Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah metode yang sering
diterapkan untuk mengendalikan korosi besi yang dipendam
dalam tanah, seperti pipa ledeng, pipa pertamina, dan tanki
II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
penyimpan BBM. Logam reaktif seperti magnesium
dihubungkan dengan pipa besi. Oleh karena logam Mg
merupakan reduktor yang lebih reaktif dari besi, Mg akan
teroksidasi terlebih dahulu. Jika semua logam Mg sudah
menjadi oksida maka besi akan terkorosi. Reaksi yang terjadi
dapat ditulis sebagai berikut.
Anode : 2Mg(s) ⎯⎯→ 2Mg2+(aq) + 4e–
Katode : O2(g) + 2H2O (l) + 4e– ⎯⎯→ 4OH–(aq)
Reaksi : 2Mg(s) + O2(g) + 2H2O ⎯⎯→ 2Mg(OH)2(s)
Oleh sebab itu, logam magnesium harus selalu diganti
dengan yang baru dan selalu diperiksa agar jangan sampai
habis karena berubah menjadi hidroksidanya.
(Kogoya, n.d.)
c. Pengendalian Korosi dengan Penambahan Inhibitor
Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam
suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran
ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat
dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya,
yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran,
dan inhibitor teradsorpsi.
1) Inhibitor anodik
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang
mengendalikan korosi dengan cara menghambat transfer ion-
ion logam ke dalam air. Contoh inhibitor anodik yang banyak
digunakan adalah senyawa kromat dan senyawa molibdat.
2) Inhibitor katodik
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang
mengendalikan korosi dengan cara menghambat salah satu
tahap dari proses katodik, misalnya penangkapan gas oksigen
II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
(oxygen scavenger) atau pengikatan ion-ion hidrogen. Contoh
inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit.
3) Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan
cara menghambat proses di katodik dan anodik secara
bersamaan. Pada umumnya inhibitor komersial berfungsi
ganda, yaitu sebagai inhibitor katodik dan anodik. Contoh
inhibitor jenis ini adalah senyawa silikat, molibdat, dan fosfat.
4) Inhibitor teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organik yang
dapat mengisolasi permukaan logam dari lingkungan korosif
dengan cara membentuk film tipis yang teradsorpsi pada
permukaan logam. Contoh jenis inhibitor ini adalah
merkaptobenzotiazol dan 1,3,5,7–tetraaza–adamantane.
(Kogoya, n.d.)
II.1.5 Metode Perhitungan Laju Korosi
Laju Korosi adalah kecepatan perambatan atau
kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Laju
korosi sendiri dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Laju korosi (mpy) = DAT
W534
Keterangan :
- W = berat yang hilang (mg)
- D = density spesifik (gr/cm3)
- A = luas spesifik (in2)
- T = waktu spesifik (jam)
(Fontana, 1986)
II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
II.2 Aplikasi Industri
ANALISA KECEPATAN KOROSI PIPA GALVANIS PADA TANAH DENGAN TINGKAT KEHALUSAN YANG
BERBEDA (Alimuddin Sam)
II.2.1 Pendahuluan Logam merupakan bahan dasar yang sangat vital khususnya dalam menunjang kemajuan industri sehingga tidaklah dapat dibantah bahwa bahan dasar tersebut memegang peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, dengan banyak bukti yang jelas tentang usaha manusia dalam mengubah dan menemukan bahan –bahan dasar industri yang murah, tahan lama tidak mengalami korosi selama dalam pemakaian. Korosi merupakan salah satu masalah utama yang paling sering terjadi dalam sektor industri. Dampak kerusakan logam dapat berupa bocornya pipa – pipa minyak, korosi pada pelat kapal dan kerugian besar lain yang dapat ditimbulkan baik berupa kerugian biaya perawatan maupun kerugian keselamatan manusia. Salah satu penggunaan logam sebagai bahan dasar adalah pembuatan saluran dari pipa. Dalam aplikasi pada umumnya, saluran pipa dapat dipasang di bawah tanah atau sekitar permukaan tanah, maka kemungkinan untuk terjadinya kerusakan adalah sangat besar, sehingga perlu diketahui beberapa hal yang berpengaruh terhadap pipa, terutama lingkungan dimana pipa tersebut terpasang . Karena apabila kerusakan akibat korosi ini dibiarkan berlarut - larut maka akan terjadi kerusakan dan kebocoran yang akan menyebabkan turunnya efesiensi suplay air yang melewati pipa tersebut.
II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Penelitian dilakukan untuk mengetahui bentuk /tipe korosi yang terjadi pada pipa dengan cara menanamnya pada beberapa jenis tanah yang berbeda dan kehalusan yang beragam yang bertujuan untuk menganalisis masalah korosi. Penelitian ini dibatasi pada penelitian kecepatan korosi yang terjadi pada pipa saluran air dengan mengunakan tiga jenis tanah dan membagi ke dalam 2 bagian berdasarkan kehalusan tanah yang dikandung dari ketiga jenis tanah tersebut, dan juga dilakukan pemeriksaan unsur–unsur tanah dan pipa dipergunakan. Pengujian ini dilakukan selama selang waktu 3 (tiga) bulan dengan bahan yang digunakan adalah pipa baja galvanis dengan spesifikasi standart light . Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui bentuk /tipe korosi yang terjadi pada
pipa akibat penggunaan jenis kehalusan tanah yang
berbeda.
Untuk mengetahui laju korosi yang terjadi pada pipa
yang digunakan dalam lingkungan tanah.
II.2.2 Metode Penelitian
II.2.2.1 Lokasi Penelitian Tempat untuk pemeriksaan konsentrasi tanah dilakukan pada loboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin dan lokasi pengambilan dilakukan pada tiga daerah yang telah teliti sebelumnya pada Laboratorium Ilmu Tanah yaitu Tamalanrea, Ma’rang dan Gowa, sedang pemeriksaan tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
II.2.2.2 Prosedur Penelitian Ada pun prosedur penelitian dilakukan sebagai berikut : 1. Pengambilan material tanah pada tiga lokasi yang telah
dipilih. 2. Mula-mula pipa dipotong dengan ukuran panjang ± 5 cm
sebanyak 18 potong.
II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
3. Prosedur berikutnya adalah pengayakan tanah yang telah diperoleh dilokasi dan membaginya ke dalam dua kelompok kehalusan. Disini digunakan ayakan dengan ukuran 0,495 mm
4. Kemudian menaruh ketiga jenis tanah tersebut ke dalam akuarium sampai setinggi 40 cm dan memasukan material uji ke dalamnya dengan menyumbat kedua ujungnya dengan kedalaman ½ dari ketinggian tanah.
5. Setelah satu bulan tertanam, pipa tersebut kemudian digali dan dibersihkan, lalu pipa–pipa tersebut ditimbang untuk mendapatkan berat akhir ( W2 ).
6. Untuk bulan ke dua dan ke tiga dilakukan seperti kegiatan tersebut di atas.
7. Analisis data hasil percobaan.
II.2.3 Pembahasan
II.2.3.1 Struktur Mikro dan Komposisi Pipa Dari hasil pemeriksaan struktur mikro terhadap
spesimen pipa diperoleh bahwa material pipa jenis galvanis iron pipe (GIP) merupakan baja karbon menengah dan berstruktur mikro ferit, baja ini dalam lingkungan asam tidak tahan dan mudah retak (keropos). Penerapan baja dalam lingkungan asam ketahanan korosinya sangat buruk (Fontana, 1986), hanya bisa diterapkan bila permintaan ekonomi menghendaki demikian, tetapi penggantian menjadi sering. Bahan yang sesuai dengan lingkungan asam adalah paduan yang diperkaya dengan silikon (14% atau lebih) dengan harga yang lebih mahal dibanding dengan baja. Hasil pemeriksaan struktur mikro pipa di laboratorium ,maka komposisi kimia untuk baja galvanis yang berkelas light 0,06 – 0,18 % Carbon, 0,27 – 0,63 % Mangan, 0,048% Posfor dan 0,058 % Belerang.
II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
II.2.3.2 Kecepatan Korosi
Dari hasil pengamatan, hubungan antara kecepatan korosi dengan waktu pengkorosian, dapat dikatakan bahwa laju korosi terbesar terjadi pada mediteran dan latosol. Bila dilihat dari kelas struktur tanah yaitu berpasir, berdebu, berliat, maka tanah berliatlah yang paling cepat korosif. Hal ini disebabkan karena tanah berliat banyak sekali terdapat zat organik dan mikrobiologi yang mudah bereaksi dengan tanah.
Berdasarkan hal tersebut di atas diperoleh hasil bahwa pada tanah jenis lempung berdebu memiliki zat organik yang lebih rendah dari tanah berliat dan juga karena struktur tanah yang dominan adalah butir yang halus dari tanah liat yakni antara 0,02 sampai 0,1 mm, maka diperoleh hasil bahwa butiran tanah yang lebih halus dapat menyebabkan sirkulasi oksigen dalam tanah berkurang sehingga proses antara unsur dalam tanah dengan logam sangat terbatas. Hal ini nampak dengan jelas penyebaran korosi secara merata pada saat pengujian sehingga pada tanah jenis ini pipa lebih mampu bertahan terhadap korosi yang terjadi.
II.2.4 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian ,analisa data, pemeriksaan terhadap tanah dan struktur mikro pipa galvanis yang terendam pada 3 jenis tanah yang berbeda, maka dapat disimpulkan : 1. Kandungan pH tanah pada daerah Tamalanrea 5,80, pada
daerah Ma,rang 5,2 dan pada daerah Gowa memiliki pH 5,6. Ini berarti bahwa tanah tersebut agak asam, demikian pula dengan kandungan unsur –unsur yang dominam dalam proses korosi logam seperti Magnesium, kalsium dan kalium konsentrasinya turut menunjang terjadinya korosi sehingga menyebabkan pipa saluran air mudah bereaksi dengan tanah akibatnya pipa terkorosi (keropos).
II - 16
Bab II Tinjauan Pustaka
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Sirkulasi oksigen terhadap pipa sangat mempengaruhi laju korosi. Dimana pada pipa dengan tingkat kehalusan butiran tanah yang terendah memiliki laju korosi yang terendah pula untuk jangka waktu tertentu.
2. Waktu pengkorosian 720 jam, 1440 jam, dan 2160 jam untuk ketiga jenis tanah menunjukan harga kecepatan korosi dan masuk ketahanan terhadap korosi adalah baik, dengan tingkat kecepatan korosi pipa terhadap berbagai jenis tanah Aluvial > Latosol > Mediteran.
III- 1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
Larutan KOH pada pH 13,4; 13,2; 12,6; 12,2 dan 11,8
III.2 Bahan Percobaan
1. Air
2. Aluminium
3. KOH
`
III.3 Alat Percobaan
1. Beaker Glass
2. Botol Plastik
3. Corong
4. Gelas Ukur
5. Labu Ukur
6. Pipet Tetes
7. Timbangan Elektrik
III.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan sampel aluminium.
2. Membersihkan dan mengamplas permukaan
aluminium.
3. Mengukur dimensi aluminium yaitu panjang (P) dan
lebar (l).
4. Menimbang berat masing–masing potongan
aluminium.
III - 2
Bab III Metodologi Percobaan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
5. Membuat larutan KOH pada pH 13,4; 13,2; 12,6; 12,2
dan 11,8.
6. Memasukkan potongan aluminium tersebut kedalam
masing-masing larutan, dengan merendam seluruh
bagian aluminium dalam botol yang mengandung
larutan KOH sesuai dengan masing–masing
konsentrasi.
7. Mengamati perubahan visual dari potongan
aluminium setiap 48 jam.
8. Mengangkat logam dari larutan KOH setelah 24 jam
yang ke-6, kemudian mengeringkan dan menimbang
beratnya.
9. Menghitung MPY dari aluminium tersebut.
III.5 Diagram Alir Percobaan
Menyiapkan sampel aluminium.
Mulai
Membersihkan dan mengamplas potongan
aluminium tersebut.
A
Mengukur dimensi aluminium yaitu panjang (P) dan lebar (l).
III - 3
Bab III Metodologi Percobaan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Membuat larutan KOH pada pH 13,4; 13,2; 12,6; 12,2 dan 11,8.
Memasukkan potongan aluminium tersebut kedalam masing-masing larutan, dengan merendam seluruh bagian aluminium dalam botol yang mengandung
larutan KOH sesuai dengan masing–masing konsentrasi.
Mengamati perubahan visual dari potongan aluminium setiap 48 jam.
Mengangkat logam dari larutan KOH setelah 24 jam yang ke-6, kemudian mengeringkan dan menimbang
beratnya.
Menghitung MPY dari potongan aluminium tersebut.
Selesai
A
Menimbang berat masing–masing potongan aluminium tersebut.
III - 4
Bab III Metodologi Percobaan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
III.6 Gambar Alat
Beaker Glass Labu Ukur
Pipet Tetes Gelas Ukur
Corong Botol Plastik
Timbangan Elektrik
III - 5
Bab III Metodologi Percobaan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
IV- 1
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil percobaan sebagai berikut: Tabel IV.1 Hasil Percobaan Logam Aluminium dengan
Perendaman pada Larutan KOH
pH
Densitas (g/cm3)
W0 (gr)
Wt (gr)
Luas
Permukaan
(cm2)
13,4 12,1526 0,8943 0,8203
8,566
13,2 12,5378 0,8715 0,8463
12,6 11,4252 0,8190 0,7712
12,2 11,9496 0,820 0,8066
11,8 13,311 0,9077 0,8985
Tabel IV.2 Hasil Pengamatan Logam Aluminium pada
Larutan KOH selama Waktu Perendaman 1 hari (24 jam)
pH Gambar Pengamatan Keterangan
Logam Larutan
IV - 2
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
13,4
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
13,2
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
12,6
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
IV - 3
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
12,2
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
11,8
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
Tabel IV.3 Hasil Pengamatan Logam Aluminium pada
Larutan KOH selama Waktu Perendaman 4 hari (96 jam)
pH Gambar Pengamatan Keterangan
Logam Larutan
13,4
Terkorosi Terdapat
sedikit endapan
IV - 4
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
13,2
Mulai terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
12,6
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
12,2
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
11,8
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
Tabel IV.4 Hasil Pengamatan Logam Aluminium pada
Larutan KOH selama Waktu Perendaman 6 hari (144 jam)
pH Gambar Pengamatan Keterangan
Logam Larutan
13,4 - Terkorosi Terdapat endapan
13,2 - Terkorosi Terdapat
IV - 5
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
sedikit endapan
12,6 - Mulai
terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
12,2 - Belum
terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
11,8 - Belum
terkorosi
Terdapat sedikit
endapan Tabel IV.5 Hasil Pengamatan Logam Aluminium pada
Larutan KOH selama Waktu Perendaman 8 hari (192 jam)
pH Gambar Pengamatan Keterangan
Logam Larutan
13,4
Terkorosi Terdapat endapan
IV - 6
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
13,2
Terkorosi Terdapat endapan
12,6
Terkorosi Terdapat endapan
12,2
Mulai terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
IV - 7
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
11,8
Belum terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
Tabel IV.6 Hasil Pengamatan Logam Aluminium pada
Larutan KOH selama Waktu Perendaman 11 hari (264 jam)
pH Gambar Pengamatan Keterangan
Logam Larutan
13,4 - Terkorosi Terdapat endapan
13,2 - Terkorosi Terdapat endapan
12,6 - Terkorosi Terdapat
sedikit endapan
12,2 - Mulai
terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
11,8 - Belum
terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
IV - 8
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Tabel IV.7 Hasil Pengamatan Logam Aluminium pada Larutan KOH selama Waktu Perendaman 13 hari (312 jam)
pH Gambar Pengamatan Keterangan
Logam Larutan
13,4
Terkorosi menjadi warna hitam
Terdapat banyak
endapan
13,2
Terkorosi Terdapat endapan
IV - 9
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
12,6
Terkorosi Terdapat
sedikit endapan
12,2
Terkorosi Terdapat
sedikit endapan
IV - 10
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
11,8
Sedikit terkorosi
Terdapat sedikit
endapan
Tabel IV.8 Hasil Perhitungan MPY Logam Aluminium pada
Larutan KOH selama Waktu Perendaman 13 hari (312 Jam).
pH ΔW
(mg) Densitas (gr/cm3)
Luas Permukaan
(in2)
MPY
13,4 74 12,1526
1,328
7,8478
13,2 25,2 12,5378 2,5698
12,6 47,8 11,4252 5,4146
12,2 13,4 11,9496 1,4021
11,8 9,2 13,311 0,8714 IV.2 Pembahasan
Tujuan dari percobaan pengaruh pH terhadap laju
korosi adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan pH
larutan HCl pada konsentrasi 0,05 N; 0,10 N; 0,15 N; 0,20 N;
IV - 11
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
dan 0,25 N terhadap laju korosi pada sampel logam
aluminium.
Prosedur percobaan pengaruh pH terhadap laju
korosi ini yakni menyiapkan logam aluminium sebanyak 5
buah lalu membersihkan dan mengamplas permukaan logam
tersebu. Setelah itu mengukur dimensi logam yaitu diameter
dan tebal logam. Menimbang masing-masing sampel tersebut
sebagai W0. Kemudian membuat larutan KOH dengan pH 13,4;
13,2; 12,6; 12,2; 11,8. Memasukkan logam koin ke dalam
masing-masing larutan, dengan cara merendam seluruh
logam koin dalam botol yang berisi larutan KOH sesuai
dengan masing-masing konsentrasi. Lalu mengamati
perubahan visual dari logam koin dan larutan KOH dengan
konsentrasi yang berbeda selama 2 minggu (312 jam).
Mengangkat logam koin dari larutan KOH setelah 2 minggu
(312 jam), kemudian mengeringkan dan menimbang beratnya
sebagai Wt serta menghitung laju korosi logam koin
tersebut.
Rumus dari laju korosi pada logam (mpy) dinyatakan
oleh persamaan seperti dituliskan dibawah ini:
MPY =
Dimana:
W = Berat yang hilang (mg)
D = Densitas logam (gram/cm3)
A = Luas permukaan logam (in2)
T = Waktu (jam)
IV - 12
Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN KOROSI PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA FTI-ITS
Grafik IV.1 Hubungan MPY dan pH KOH selama waktu 312
jam
Pada Grafik IV.1 menunjukkan hubungan antara laju
korosi dan pH larutan KOH selama waktu 312 jam dimana
diperoleh nilai MPY pada pH larutan KOH 11,8; 12,2; 12,6;
13,2 dan 13,4 yaitu sebesar 0,8714; 1,4021; 5,4146; 2,5698;
dan 7,8478. Pada grafik tersebut terlihat pada garis linear laju
korosi pada pH 11,8; 12,2; 12,6; 13,2 dan 13,4 mengalami
kenaikan laju korosi.
Hal ini sesuai dengan literatur (Purba, 2009) yang
menyebutkan bahwa semakin besar pH larutan (semakin
basa) maka laju korosi semakin besar.
V-1
BAB V KESIMPULAN
Dari data percobaan di atas didapatkan kesimpulan
sebagai berikut: 1. Semakin tinggi pH, korosifitas berjalan semakin cepat
hal ini dikarenakan semakin besar pH maka ion OH-
semakin banyak sehingga semakin banyak pula ion
OH- yang akan bergabung atau bereaksi dengan unsur
pembentuk logam.
2. Dari percobaan pada pH 11,8; 12,2; 12,6; 13,2 dan
13,4 didapatkan MPY berturut-turut sebesar 0,8714;
1,4021; 5,4146; 2,5698; dan 7,8478 untuk
pengamatan 312 jam.
APPENDIKS
1. Membuat larutan KOH dengan pH 13,4 dalam 100 ml
pOH = 14 - 13,4 = 0,6 [OH-] = 10-0,6 M = 0,2512 M
m
Mr×
1000
V= 0,2512 M
m
56,5×
1000
100= 0,2512 M
m = 1,42 gr Cara membuat:
Mengambil 1,42 gram KOH kemudian menambahkan
aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml
2. Membuat larutan KOH dengan pH 13,2 dalam 100 ml pH = 13,2 pOH = 14 -13,2 = 0,8 [OH-] = 10-0,8 M = 0,1585 M
m
Mr×
1000
V= 0,1585 M
m
56,5×
1000
100= 0,1585 M
m = 0,896 gr Cara membuat:
Mengambil 0,896 gram KOH kemudian menambahkan
aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml
3. Membuat larutan KOH dengan pH 12,6 dalam 100 ml pH = 12,6 pOH = 14 -12,6 = 1,4 [OH-] = 10-1,4 M = 0,0398 M
m
Mr×
1000
V= 0,0398 M
m
56,5×
1000
100= 0,0398 M
m = 0,220 gr Cara membuat:
Mengambil 0,220 gram KOH kemudian menambahkan
aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml
4. Membuat larutan KOH dengan pH 12,2 dalam 100 ml pH = 12,2 pOH = 14 -12,2 = 1,8 [OH-] = 10-1,8 M = 0,0158 M
m
Mr×
1000
V= 0,0158 M
m
56,5×
1000
100= 0,0158 M
m = 0,089 gr Cara membuat:
Mengambil 0,089 gram KOH kemudian menambahkan
aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml
5. Membuat larutan KOH dengan pH 11,8 dalam 100 ml pH = 11,8 pOH = 14 -11,8 = 2,2 [OH-] = 10-2,2 M = 0,0063 M
m
Mr×
1000
V= 0,0063 M
m
56,5×
1000
100= 0,0063 M
m = 0,035 gr Cara membuat:
Mengambil 0,035 gram KOH kemudian menambahkan
aquadest hingga volumenya mencapai 100 ml
6. Menghitung dimensi logam Luas permukaan = panjang x lebar Luas permukaan = 2,13 cm x 1,98 cm Luas permukaan = 4,2174 cm2