Post on 17-Feb-2016
description
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDalam kegiatan penambangan untuk membongkar bahan galian dapat
dilakukan dengan salah satu cara yaitu peledakan, untuk melakukan peledakan
sebelumnya telah diperhitungkan faktor-faktornya. Faktor-faktor tersebut
diantaranya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan peledakan, kekerasan
batuan yang akan dibongkar, kesulitan membongkar suatu batuan, waktu yang
diperlukan untuk membongkar suatu bahan galian dan keamanan untuk
membongkar suatu batuan.
Proses pembokaran bahan galian dengan menggunakan metode
peledakan diawali dengan pengeboran lubang ledak yang dilanjutkan dengan
peledakan. Perhitungan mengenai kegiatan perlu dilakukan karena diharapkan
akan menghasilkan fragmentasi yang optimal, ketika setelah kegiatan peledakan
hasil fragmentasinya buruk maka akan merugikan kepada semua pihak
dikarenakan adanya tambahan biaya dan waktu. Sehingga dilakukan analisis
fragmentasi untuk mengetahui prediksi mineral atau batuan yang akan dianalisa.
1.2 Maksud dan Tujuan1.2.1 Maksud
Maksud dari praktikum kali ini adalah memberikan pemahaman tentang
analisis fragmentasi hasil peledakan.
1.2.2 Tujuan- Mengetahui metode perhitungan yang digunakan dalam analisis lapangan
- Mengetahui pengolahan data fragmentasi batuan
BAB IILANDASAN TEORI
Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap
bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses
selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau bongkah
diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang.
Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena
penanganan selanjutnya akan lebih mudah.
Ada dua prinsip yang harus digunakan untuk mengontrol ukuran
fragmentasi, yaitu cukupnya jumlah energi yang dihasilkan bahan peledak
terpakai di dalam massa batuan dan saat pelepasan energi juga tepat agar
terjadi interaksi yang tepat. Lebih jauh, distribusi energi di dalam massa batuan
terpecah ke dalam dua tahap yang berbeda. Pertama harus ada energi yang
cukup untuk menghancurkan massa batuan dengan menggunakan jumlah bahan
peledak yang tepat. Bahan peledak juga harus ditempatkan dalam suatu
konfigurasi geometri sehingga energi optimum untuk fragmentasi. Konfigurasi
geometri ini biasanya disebut dengan pola peledakan. Pelepasan energi pada
waktu yang salah dapat mengubah hasil akhir, bahkan meskipun sejumlah energi
yang tepat ditempatkan dengan strategis diseluruh massa batuan dalam pola
yang tepat. Jika waktu inisiasi tidak tepat, maka dapat terjadi perbedaan pada
pecahan batuan, getaran, airblast, flyrock dan backbreak.
2.1 Analisis Fragmentasi Hasil Peledakan Dengan Model Kuz-ram2.1.1 Perhitungan fragmentasi hasil peledakan
Kuznetsov melakukan penelitian tentang fragmentasi. Penelitiannya ini
menghubungkan ukuran rata-rata fragmentasi dengan powder factor TNT dan
struktur geologi. Penelitian ini kemudian menjadi hal yang penting karena
menunjukkan bahwa ada hubungan di antara ukuran rata-rata fragmentasi
dengan jumlah bahan peledak yang biasa digunakan untuk batuan. Kuznetsov
merumuskan hasil penelitiannya ini ke dalam suatu persamaan seperti yang
terlihat pada persamaan di bawah ini :
Dimana : Xmean = A ( V₀ / Q )0.8 Q 1/6
Xmean = Ukuran rata-rata fragmen batuan ( cm )
A = Faktor batuan, yaitu :
1 = Untuk batuan yang sangat rapuh
7 = Untuk batuan yang agak kompak
10 = Untuk batuan kompak dengan banyak rekahan
13 = Untuk batuan kompak dengan sedikit sisipan
V0 = Volume batuan per-lubang ledak ( B x S x H )
Q = Berat bahan peledak TNT yang energinya ekivalen
dengan energi dari muatan bahan peledak dalam
setiap lubang ledak
Agar dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan peledak, Cunningha
( 1983 ) menyempurnakan persamaan Kuznetsov menjadi :
Xmean= A ( V0 / Q )0.8 Q1/6 ( 115/E )19/30
Dimana E adalah kekuatan berat relatif (Relatif Weight Strength) bahan
peledak yang dipakai, ( untuk ANFO = 100 ).
Meskipun ukuran rata-rata fragmentasi bisa diprediksikan dengan
menggunakan persamaan-persamaan Kuznetsov dan Cunningham, akan tetapi
persamaan-persamaan ini mempunyai kelemahan , yaitu ukuran ini tidak bisa
menjelaskan tentang jumlah dari fragmen kecil dan bongkah yang dihasilkan dari
peledakan. Dengan kata lain ukuran fragmentasi rata-rata yang dihasilkan dari
perhitungan dengan persamaan-persamaan Kuznetsov dan Cunningham hanya
mampu menunjukkan ukuran rata-rata dari keseluruhan fragmen hasil peledakan
dan tidak bisa menjelaskan seberapa banyak ukuran yang kecil, besar atau
bahkan bongkah yang dihasilkan dari suatu peledakan. Kelemahan lain dari
persamaan ini adalah ukuran rata-rata fragmentasi yang dihasilkan diperoleh
dengan merata-ratakan data dengan kisaran yang besar sehingga tentu saja
tingkat ketelitiannya menjadi berkurang.
Berdasarkan pertimbangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa apa
yang sebenarnya penting untuk diketahui adalah distribusi ukuran fragmentasi
batuan sehingga akan diperoleh gambaran mengenai ukuran fragmentasi yang
diinginkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu formula untuk menaksir distribusi
ukuran fragmentasi batuan.
Untuk menaksir ukuran fragmentasi batuan, Rosin Ramler,
memperkenalkan suatu formula yang menggunakan parameter ukuran rata-rata
fragmentasi dari Kuznetsov dan Cunningham, sebagai berikut :
R = e –[ X / Xc ] х 100 %
Dimana :
R = Banyaknya batuan yang tertahan pada ayakan
X = Ukuran ayakan, ( mm )
Xc = Xmean / ( 0.693 )1/ n
n = Indeks Keseragaman
e = ephsilon = 2.71
Parameter “ n ” akan menentukan bentuk kurva Rosin-Ramler . Nilai n
yang tinggi mengindikasikan keseragaman ukuran sedangkan sebaliknya nilai n
yang kecil menunjukkan ukuran yang tidak seragam. Kisaran nilai “n” yang
normal untuk fragmentasi peledakan adalah 0.75 – 1.5. Pengaruh perbedaan
parameter peledakan terhadap “n” seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Fungsi “n” terhadap parameter
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan dikembangkan
dengan persamaan Kuznetsov, maka terbentuklah suatu formula yang disebut
Kuz-Ram Model. Persamaannya adalah sebagai berikut :
n = ( 2.2 – 14B/d ) ( 1 – W/B ) { 1 + ( A – 1 )/2} L/H
Dimana : B = Burden, ( m )
d = Diameter lubang ledak, ( mm ) ;
W = Standar deviasi lubang bor, ( m ) ;
Parameter" n " meningkat jika
parameter
Burden/diamter lubang Menurun
Akurasi Pemboran Meningkat
Tinggi jenjang Meningkat
Spasi/burden Meningkat
A = Ratio spasi terhadap burden ;
L = Panjang muatan bahan peledak, ( m ) ;
H = Tinggi jenjang, ( m ) .
2.1.2 Penaksiran kurva distribusi fragmentasiDalam menerapkan Model Kuz-Ram, terdapat batasan-batasan yang harus
diperhitungkan agar fragmentasi yang dihasilkan mendekati dengan yang
direncanakan. Batasan tersebut antara lain :
▪ Perbedaan ratio spasi terhadap burden pemboran tidak melebihi 2 kalau
peledakan dilakukan dengan sistem tunda
▪ Penyalaan dan pengaturan waktu peledakan harus diatur sedemikian rupa
agar diperoleh fragmentasi yang memuaskan dan tidak terjadi misfire
▪ Bahan peledak sebaiknya menghasilkan energi yang hampir sama dengan
perhitungan kekuatan berat relatif-nya
▪ Harus diperhatikan keberadaan bidang-bidang diskontinu karena
fragmentasi juga dipengaruhi oleh tingkat kerapatan diskontinuitas yang
ada pada batuan
2.2 Analisis Fragmentasi Hasil Peledakan Dengan Metode Koefisien Tekstur
2.2.1 Perhitungan Koefisien Tekstur fragmentasi hasil peledakanTekstur adalah suatu faktor penting yang dianalisis untuk menentukan
kekuatan batuan. Hal ini disebabkan tekstur mempengaruhi perilaku batuan
ketika gaya-gaya seperti gaya tekan, tegang, putar dan geser bekerja. Gaya-
gaya ini menyebabkan perubahan susunan geometris di dalam massa batuan
karena mengganggu hubungan di antara bagian butiran. Suatu metode untuk
menganalisis ciri-ciri tekstur batuan telah diperkenalkan oleh Howarth dan
Rowland ( 1986 ). Metode ini digunakan sebagai dasar untuk menilai tekstur
fragmentasi batuan hasil peledakan.
Dasar utama dari analisis koefisien tekstur batuan meliputi korelasi di
antara bentuk butir, orientasi butir, pemanjangan butir dan tingkat pemadatan
butir. Interaksi antara komponen-komponen ini memberikan suatu angka yang
menyatakan koefisien tekstur. Howard dan Rowlands ( 1986 ) memberikan suatu
metode penilaian kuantitatif dari tekstur batuan dan menyederhanakannya ke
dalam suatu formula seperti terlihat pada persamaan di bawah ini :
KT = AW [{No/(No + N1)} x {1/(FFo)} + {N1/(No+N1)} x AR1 x AF1}]
Dimana :
KT = Koefisien Tekstur ;
AW = Pemadatan butir tertimbang ;
N0 = Jumlah butir aspek ratio di bawah batas diskriminasi
N1 = Jumlah butir yang memiliki aspek ratio di atas batas diskriminasi
FFo = Rata-rata matematis dari faktor bentuk diskriminasi
AR1 = Rata-rata matematis dari aspek ratio diskriminasi
AF1 = Faktor sudut, Pengukuran orientasi butir
Pengamatan dilakukan pada butiran yang dipilih dari dalam daerah acuan
yang mewakili kondisi spesimen keseluruhan. Foto adalah media penting untuk
membantu pengamatan. Oleh karena itu metode ini hanya ideal untuk satu lapis
batuan, yang diamati dalam bentuk 2 dimensi. Lapisan-lapisan lain disekitar dan
di bawah daerah acuan dianggap memiliki kondisi yang sama. Foto dapat juga
dihasilkan dengan menggunakan kamera khusus untuk pengamatan sayatan
tipis di bawah mikroskop atau kamera biasa jika pengamatan dilakukan pada
fragmentasi batuan. Foto sebaiknya bisa memperlihatkan bentuk butir, orientasi
butir, pemanjangan butir dan pemadatan butir dengan jelas. Luas, keliling, sudut,
ukuran terpanjang dan terpendek dari masing-masing butir kemudian diukur.
Dalam kasus ini, ukuran terpanjang dan terpendek dari butir-butir diukur
mengikuti format Feret, yang didefinisikan sebagai diameter feret maksimum dan
minimum dihitung setiap 5° sekeliling gambar butiran. Diameter Feret
didefinisikan sebagai jarak tegak lurus diantara dua garis sejajar, tangens
sebelah luar dari objek. Gambar 2.1 menunjukkan ukuran terpanjang dan
terpendek Feret seperti yang didefinisikan di atas dan arah sudutnya.
Berdasarkdapat dilihat bahwa paling sedikit ada 5 istilah yang harus
dipahami untuk menyelesaikan analisis koefisien tekstur. 5 istilah itu adalah
pemadatan butir tertimbang (AW), Aspek Ratio butir (AR₁), Faktor bentuk butir
(FFo), batas diskriminasi dan faktor sudut (AF1).
Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for
qualitative assessment of intact rock properties
Gambar 2.1 Diameter maksimum dan minimum Feret
Penjelasan untuk masing-masing istilah itu dijabarkan secara lebih lanjut di
bawah ini.
Pemadatan Butir Tertimbang ( AW )
Pemadatan butir tertimbang (AW) mewakili suatu daerah tertimbang,
berdasarkan pada berat jenis pemadatan butir. Semua butir di dalam daerah
acuan diukur menurut kondisi dan posisinya. Pemadatan butir tertimbang
dihitung sebagai persentase luas daerah butir di dalam keseluruhan luas daerah
acuan. Gambar 2.2 menunjukkan gambar contoh daerah yang dipilih sebagai
batas daerah acuan. Persamaan untuk menghitung pemadatan butir tertimbang
(AW) seperti terlihat pada persamaan 2.6 di bawah.
Dimana :
AW = Pemadatan butir tertimbang
GA = luas butir di dalam daerah acuan
A = Batas daerah acuan
Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for
qualitative assessment of intact rock properties
Gambar 2.2. Batas daerah acuan yang dipilih
Faktor bentuk butir ( FFo ) dan Aspek Ratio Butir ( AR )
Sebagaimana bentuk butiran yang tidak teratur, maka perlu untuk
mendefinisikan deviasi baik di dalam bentuk butir yang lonjong maupun yang
bulat. Deviasi ini menyebabkan bentuk butir yang lonjong paling baik ditentukan
dengan aspek ratio butir dan bentuk yang bulat ditentukan dengan faktor bentuk (
form factor ).
Aspek ratio ( nisbah aspek ) butir didefinisikan sebagai perbandingan
antara ukuran butir terpanjang terhadap ukuran terpendeknya. Dengan demikian,
nisbah aspek akan meningkat jika bentuk butir semakin lonjong dan sebaliknya.
Persamaan untuk menentukan nisbah aspek butir dan faktor bentuk butir seperti
terlihat pada persamaan berikut.
AR = Ukuran Terpanjang Butir
Ukuran Terpendek Butir
Faktor Bentuk = 4 π ( Luas / Keliling2 )
Dimana :
Faktor bentuk = 1, menggambarkan bentuk butir yang benar-benar bulat. Karena
terjadi penyimpangan bentuk bulat yang diakibatkan meningkatnya kelonjongan,
maka faktor bentuk menurun dengan nilai lebih kecil dari 1.
Batas Diskriminasi
Digunakan untuk membedakan penyimpangan sudut setiap butir.
Penentuan batas diskriminasi akan tergantung pada bentuk umum butiran
dengan menggunakan perbandingan antara ukuran terpanjang dan terpendek
Feret. Jika paling banyak butir tampaknya memiliki ukuran terpanjang Feret 2 kali
lipat dari ukuran terpendeknya maka didefinisikan batas diskriminasinya 2.
Kemudian, butiran dengan aspek ratio lebih dari 2 akan berada di atas batas
diskriminasi ini. Sedangkan sebaliknya butiran yang lolos batas ini dikategorikan
sebagai butiran di bawah batas diskriminasi. Untuk mendapatkan nilai jumlah
butiran yang memiliki aspek ratio di atas dan di bawah batas diskriminasi juga
harus ditentukan.
Faktor Sudut ( AF1 )
Menggambarkan orientasi angular dari butiran. Faktor ini hanya dihitung
untuk butiran berbentuk lonjong yang aspek rationya di atas batas diskriminasi.
Untuk sekelompok N butir yang memiliki aspek ratio di atas batas diskriminasi,
jumlah sudut pembeda unik ( unique angular difference) dapat dihitung dengan
persamaan di bawah.
Faktor sudut dihitung dengan sistem bobot kelas berlaku pada absolute,
sudut pembeda yang jelas ( acute angular difference ) (β = 0° - 90° ) di antara
setiap butir lonjong. Contoh di bawah ini menggambarkan prosedur untuk
menghitung faktor sudut.
Anggap 4 butir lonjong seperti tampak pada gambar 2.3. Untuk 4 butir, No.β
= 6 dengan formasi sebagai berikut
1. Sudut Absolut diantara butir A-B = 60°
2. Sudut Absolut diantara butir A-C = 90°
3. Sudut Absolut diantara butir A-D = 165°
4. Sudut Absolut diantara butir B-C = 30°
5. Sudut Absolut diantara butir C-D = 75°
6. Sudut Absolut diantara butir B-D = 105°
Acute, absolute, unique angular difference ( β ) didapatkan dengan cara
mengurangi 180° dari setiap absolute angular difference yang lebih besar
dari 90°. Hasil akhir seperti terlihat di bawah ini :
1. [ βA-B ] = 60°
2. [ βA-C ] = 90°
3. [ βA-D ] = [165° - 180°] = 15°
4. [ βB-C ] = 30°
5. [ βC-D ] = 75°
6. [ βB-D ] = [105° - 180°] = 75°
Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for
qualitative assessment of intact rock properties
Gambar 2.3. Perhitungan faktor sudut untuk 4 butir
Absolut, acute angular differences dibagi kedalam 9 kelas, yang mana
masing-masing memiliki bobot ( lihat tabel 2.2 ). Kemudian faktor sudut
dihitung dengan menjumlahkan hasil dari bobot kelas dan fraksi dari jumlah
total angular difference dalam setiap kelas. ( Persamaan 2.10 ).
Tabel 2.2. Perhitungan Faktor Sudut
NoInterval Kelas Bobot
Faktor Sudut
( β ) ( i ) ( AF₁ )1 0° - 10° 1 0
2 10° - 20° 2 1/6 x 2
3 20° - 30° 3 1/6 x 3
4 30° - 40° 4 0
5 40° - 50° 5 0
6 50° - 60° 6 1/6 x 6
7 60° - 70° 7 0
8 70° - 80° 8 2/6 x 8
9 80° - 90° 9 1/6 x 9
Total Faktor Sudut = 6
Dimana :
N = Jumlah total dari butir-butir berbentuk lonjong
Xi = Jumlah angular difference dalam setiap kelas
i = Faktor bobot kelas
Total faktor sudut ( AF1 ) dibagi dengan 5 ⁽* untuk memastikan kemiripan
faktor sudut terhadap faktor-faktor lain. Dengan demikian, sebagai contoh ,
AF1 = 6/5 = 1.2. Untuk menghilangkan bias pada faktor sudut, disarankan
agar jumlah butir-butir yang dihitung di dalam daerah acuan sebaiknya
berkisar antara 30 – 50 butir.
2.2.2 Analisis koefisien tekstur fragmentasi hasil peledakanAnalisis koefisien tekstur ini dilakukan pada fragmentasi hasil peledakan.
Hasil dari analisis ini adalah suatu angka koefisien tekstur yang mengiindikasikan
tingkat keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan tanpa memperhatikan
berapa besar ukuran fragmentasi batuan tersebut.
Angka koefisien tekstur menunjukkan tingkat keseragaman fragmen batuan
hasil peledakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis
fragmentasi hasil peledakan dengan koefisien tekstur, antara lain:
Nilai koefisien tekstur = 1, mengindikasikan fragmentasi batuan hasil
peledakan yang seragam
Nilai koefisien tekstur di bawah dan di atas satu menunjukkan fragmentasi
batuan hasil peledakan yang tidak seragam .
2.3 Perbedaan Antara Metode Koefisien Tekstur dan Model KuzramPada dasarnya model Kuzram dan metode Koefisien Tekstur adalah
metode yang digunakan untuk menganalisis fragmentasi hasil peledakan. Bila
dibandingkan dengan koefisien tekstur maka dapat dilihat bahwa analisis
fragmentasi hasil peledakan dengan model Kuzram lebih dikenal dan dipakai.
Hal ini dikarenakan penggunaan model Kuzram untuk analisis fragmentasi
hasil peledakan tidak membutuhkan analisis data yang berkesinambungan.
Dalam arti analisis fragmentasi hasil peledakan dengan model Kuzram dapat
dilakukan hanya sekali untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini berbanding
terbalik dengan analisis fragmentasi hasil peledakan dengan metode Koefisien
Tekstur yang berkesinambungan. Dalam pengertian bahwa analisis fragmentasi
hasil peledakan dengan koefisien tekstur harus sering dilakukan bersamaan
dengan kegiatan peledakan. Biasanya analisis fragmentasi dengan metode
koefisien tekstur dilakukan setelah adanya kegiatan peledakan karena yang
dianalisis adalah fragmentasi batuan yang baru diledakkan.
Selain perbedaan yang dijelaskan di atas, terdapat perbedaan teknis yang
mendasar di antara kedua metode ini. Analisis fragmentasi hasil peledakan
dengan model Kuz-ram memperhatikan ukuran fragmentasi batuan hasil
peledakan dalam hubungan dengan kegiatan selanjutnya ( aktivitas Pengolahan
di crushing plant ) yang diindikasikan dengan adanya kurva distribusi fragmentasi
batuan sebagai hasil dari analisis dengan model ini yang bertujuan untuk
mengetahui keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan. Sedangkan
analisis fragmentasi batuan dengan koefisien tekstur tidak memperhatikan
ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan tetapi langsung kepada tingkat
keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan yang diindikasikan dengan
nilai koefisien tekstur = 1 atau mendekati 1. Secara umum perbedaan di antara
kedua metode analisis fragmentasi di atas tampak seperti pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3. Perbedaan Model Kuzram Dan Metode Koefisien Tekstur
Model Kuzram Metode Koefisien Tekstur
Analisis biasanya dilakukan sekali Analisis dilakukan sesering mungkin
Memperhatikan ukuran fragmen batuan Tidak memperhatikan ukuran fragmen
Hasil analisisnya berupa kurva distribusi
fragmen batuan
Hasil analisisnya berupa nilai koefisien
tekstur
Sumber data untuk analisis fragmentasi
berasal dari geometri peledakan dan
bahan peledak
Sumber data untuk analisis
fragmentasi berasal dari fragmentasi
batuan hasil peledakan
BAB IIITUGAS DAN PEMBAHASAN
3.1 Tugas1. PT. Use Bersama TBK merupakan salah satu perusahaan tambang
andesit di jawa barat yang diketahui memiliki banyak rekahan degan spesifikasi
batuannya dengan nilai SGr 2,55 gr/cc dan SGrstd 160 lb/ft3. Perusahaan ini
menggunakan metoda peledakan dalam pembongkaran/penggaliannya dengan
menggunakan ANFO sebagai bahan peledak utamanya yang memiliki spesifikasi
Sge 0,85 ton/m3 Sgestd 1,2 gr/cc, VOD 11803 fps dan VODstd 12000 fps.
Geometri peledakan yang digunakan perusahaan tersebut adalah sbb :
- Burden (B) = 3m
- Spasi (S) = 3,5m
- Kedalaman (H) = 12m
- Diameter (De) = 3”
- Steaming (T) = 3m
- Tinggi Jenjang (L) = 12m
- Sub Drilling (J) = 0m
1. Hitung geometri peledakan perusahaan tersebut secara teoritis (RL.Ash
dan C.J Konya)
2. Analisa mengapa perusahaan tersebut lebih menggunakan geometri
peledakan aktual
3. Hitung prediksi fragmentasi yang akan didapat dari masing-masing
metode geomteri peledakan(RL.Ash dan C.J Konya)
4. Hitung distribusi fragmentasi hasil peledakan di lapangan.
5. Jika ukuran mulut jaw crusher hanya berukuran 80cm, berapa persentase
batuan yang dapat masuk
3.2 Pembahasan1. Diketahui :
L = 12 m
Burden (B) = 3m
Spasi (S) = 3,5m
Kedalaman (H) = 12m
Diameter (De) = 3”
Steaming (T) = 3m
Tinggi Jenjang (L) = 12m
Sub Drilling (J) = 0m
VOD = 11.803 fps
SGe = 0,85 ton/m3
Sgestd = 1,2 gr/cc
SGr = 2,55 gr/cc atau 155,76 lb/ft3
SGr std = 160 lb/ft3
Target Prod = 70.000 m3/hari
A. C.J. Konya
Burden ( B )
B = 3,15 x De x
B = 3,15 x 3 x
B = 3,15 x 3 x 0,693
B = 6,548 ft
B = 1,995 meter
Spacing ( S )
S = 1,4 x B
= 1,4 x 1,995
= 2,793 meter
Stemming ( T )
T = 0,7 x B
= 0,7 x 1,995
= 1,396 meter
Subdrilling
J = 0,3 x B
= 0,3 x 1,995
= 0,5985 meter
Powder Column (PC)
PC = (L + J) – T
= H – T
= 12 – 1,396
= 10,604 meter
Loading Density ( LD )
LD = 0,508 x De2 x SGe
= 0,508 x 32 x 0,85
= 3,8862 kg/m
Berat Handak ( w )
W = LD x PC
= 3,8862 x 10,604
= 41,209 kg/lubang
Volume (bcm)
V = ( B x S x L )
= (1,995 x 2,793 x 12)
= 66,864 m3
Tonase
T = V x SGr
= 66,864 x 2,55
= 170,503 ton
Powder Factor
PF = W : Volume
= 41,209 : 66,864
= 0,616 kg/ton
n lubang
n = Target Produksi : Tonase
= 700000 : 170,503
= 410 lubang / hari
PF total untuk semua lubang
= PF x n
= 0,616 x 410 = 252,56 kg/m3
Produksi per hari
= n lubang x tonase
= 410 x 170,503
= 69906,23 ton/hari
= 69906,23 m3/hari
B. R.L. Ash
AF1 = ( )1/3
= ( )1/3
= 0,881
AF2 = ( ) 1/3
= ( ) 1/3 = 1,008
Burden (B)
KB = 30 x AF1 x AF2
= 30 x 0,881 x 1,008
= 26,641
B =
=
= 2,02 meter
Spasi (S)
Ks = Kskoreksi x AF1 x AF2
= 1,25 x 0,851 x 1,008
= 1,110 m
S = Ks x B
= 1,110 x 2,02
= 2,242 meter
Subdrilling ( J )
KJ = 0,3 x AF1 x AF2
= 0,3 x 0,881 x 1,008
= 0,266
J = 0,266 x B
= 0,266 x 2,02
= 0,537 meter
Stemming ( T )
KT = KT std x AF1 x AF2
= 0,8 x 0,881 x 1,008
= 0,71
T = KT x B
= 0,71x 2,02
= 1,434 meter
Powder Column (PC)
PC = (L + J) – T
= H – T
= 12 – 1,434
= 10,566 meter
Loading Density ( LD )
LD = 0,508 x De2 x SGe
= 0,508 x 32 x 0,85
= 3,886 kg/m
Berat Handak ( w )
W = LD x PC
= 3,886 x 10,566
= 41,05 kg/lubang
Volume (bcm)
V = ( B x S x L )
= (2,02 x 2,242 x 12)
= 54,346 m3
Tonase
T = V x SGr
= 54,346 x 2,55
= 138,582 ton
Powder Factor
PF = W : Volume
= 41,05 : 54,346
= 0,755 kg/ton
n lubang
n = Target Produksi : Tonase
= 700000 : 138,582
= 505 lubang / hari
PF total untuk semua lubang
= PF x n
= 0,755 x 505 = 381,275 kg/m3
Produksi per hari
= n lubang x tonase
= 410 x 170,503
= 69983,91 ton/hari
= 69983,91 m3/hari
C. Aktual
B = 3 meter
S = 3,5 meter
J = 0 meter
T = 3 meter
PC = H – T
= 12 – 3
= 9 meter
LD = 0,508 x De2xSGe
= 0,508 x 32x 0,85
= 3,886 kg/m
W = PC x LD
= 9 x 3,886
= 34,974 kg/lubang
V = B x S x L
= 3 x 3,5 x 12
= 126 m3
Tonase = V x SGr
= 126 x 2,55
= 321,3 ton
Powder Factor
PF = W : Volume
= 34,974: 126
= 0,277 kg/ton
n lubang
n = Target Produksi : Tonase
= 700000 : 321,3
= 218 lubang / hari
PF total untuk semua lubang
= PF x n
= 0,755 x 218 = 60,386 kg/m3
Produksi per hari
= n lubang x tonase
= 218 x 321,3
= 70043 ton/hari
= 70043m3/hari
Tabel 3.1No Parameter C.J Konya RL.ASH Aktual1 Burden (B) 1,995 m 2,02 m 3 m2 Spasi (S) 2,79 m 2,42 m 3,5 m3 Subdrilling(J) 0,59 m 0,537 m 8 m4 Steaming(T) 1,396 m 1,434 m 3 m
5 Powrder Column (PC) 10,604 m 10,566 m 9 m
6 Loading Density(LD) 3,88 kg/m 3,88 kg/m 3,88 kg/m
7 Berat Handak (W) 41,209 kg/lubang 41,05 kg/lubang 34,974 kg/lubang
8 Volume (V) 66,864 m3 54,346 m3 126 m3
9 Tonase 170,503 ton 138,582 ton 321,3 ton10 Powrder Factor (PF) 0,616 kg/ton 0,755 kg/ton 0,277 kg/ton11 n lubang 410 lubang/hari 505 lubang/hari 218 lubang/hari12 PF total 252,56 kg/m3 381,275 kg/m3 60,386 kg/m3
13 Produksi 69906,23 m3/hari
69983,91 m3/hari 70043 m3/hari
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
2. Berdasarkan perhitungan, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa
perusahaan lebih menggunakan geometri peledakan aktual karena secara
perhitungan teoritis produksi aktual lebih banyak dari metode RL.Ash mapun C.j
Konya, dengan powder factor 02,77 kg/ton.
3.
C.J. Konya
Xm = A (PF)-0,8 x (Qe)1/6 x (115/E)19/30
= 10 (0,616)-0,8 x (41,209)1/6 x (115/100)19/30
= 14,734 x 1,85 x 1,09
= 29,711 cm
RL.Ash
Xm = A (PF)-0,8 x (Qe)1/6 x (115/E)19/30
= 10 (0,755)-0,8 x (41,05)1/6 x (115/100)19/30
= 12,521 x 1,85 x 1,09
= 25,248 cm
Aktual
Xm = A (PF)-0,8 x (Qe)1/6 x (115/E)19/30
= 10 (0,277)-0,8 x (34,974)1/6 x (115/100)19/30
= 27,926 x 1,808 x 1,09
= 55,034 cm
Tabel 3.2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 8 7 6 5 7 6 8 7 6 10 70 18,3721-40 15 20 14 22 21 24 15 23 6 12 172 45,1441-60 8 5 5 4 4 8 5 6 5 4 54 14,1761-80 9 5 7 7 8 4 4 5 4 5 58 15,22>80 3 4 3 2 3 2 2 2 3 3 27 7,09
381 100
Ukuran (cm)Section
Persentase (%)Jumlah
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
Tabel 3.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 9 10 8 7 7 5 7 6 8 8 75 17,8121-40 25 22 30 18 20 20 21 18 19 19 212 50,3641-60 7 6 6 5 3 7 5 6 6 5 56 13,361-80 7 4 8 9 5 6 6 7 5 7 64 15,2>80 1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 14 3,33
421 100
Ukuran (cm)Section
Jumlah Persentase (%)
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
Tabel 3.4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 12 15 20 14 14 12 17 17 15 15 151 31,3921-40 22 22 25 17 19 19 23 19 24 20 210 43,6641-60 8 5 5 4 4 7 6 4 4 6 53 11,0261-80 9 5 7 6 5 4 6 4 5 4 55 11,43>80 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 12 2,49
481 100
Ukuran (cm)Section
Jumlah Persentase (%)
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
Tabel 3.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 25 18 17 17 16 19 19 16 16 15 178 30,921-40 21 20 22 24 28 25 25 24 26 25 240 41,6741-60 10 12 8 7 9 9 7 7 6 7 82 14,2461-80 7 5 5 6 3 6 7 8 7 7 61 10,59>80 1 3 2 1 1 1 3 1 1 1 15 2,6
576 100
Ukuran (cm)Section
Jumlah Persentase (%)
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
Tabel 3.6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 15 15 13 16 18 12 12 14 15 15 145 23,0921-40 21 22 22 21 21 22 21 24 27 25 226 35,9941-60 15 14 14 14 14 14 16 14 15 18 148 23,5761-80 10 9 9 9 8 8 9 9 8 9 88 14,01>80 2 2 5 1 2 1 3 1 3 1 21 3,34
100
Ukuran (cm)Section
Jumlah Persentase (%)
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
Tabel 3.7Distribusi Fragmentasi hasil peledakan
No<20 cm 21-40 cm 41-60 cm 61-80 cm > 80 cm
1 18,37 45,14 14,17 15,22 7,092 17,81 50,36 13,3 15,2 3,333 31,39 43,66 11,02 11,43 2,494 30,9 41,67 14,24 10,59 2,65 23,09 35,99 23,57 14,01 3,34
Rata - Rata 24,31 43,36 15,26 13,29 3,77
Distribusi Frequensi (%)
Sumber : Praktikum Peledakan 2015
BAB IVANALISA
Dilihat dari tabel diatas metode aktual dapat dibilang yang paling tepat
untuk dipilih, karena dilihat dari jumlah lubang yang digunakan 218 lubang/hari
apabila metode RL.Ash didapat 505 lubang/hari dan C.J Konya 410 lubang/hari.
Sehingga lebih efisien dengan menggunakan metode aktual yang menggunakan
218 lubang/hari dengan hasil produksi paling tinggi 70043 m3/hari. Dan dilihat
dari parameter yang ada hasil aktual ini lebih ekonomis karena bahan peledak
yang dibutuhkan per lubang lebih sedikit dari yang lain untuk setiap harinya.
Sehingga dapat masuk dalam kategori pilihan perusahaan karena lebih
menguntungkan dari segi bahan peledak, biaya melubangi lubang bor, dan
mendapatkan hasil produksi yang besar.
BAB VKESIMPULAN
Dapat disimpulkan geometri peledakan RL.ash, C.J Konya dan Aktual
dapat disimpulkan suatu cara perhitungan mengenai kegiatan peledakan yang
ditujukan supaya kegiatan peledakan dapat bekerja secara optimum. Dalam
perhitungan yang dilakukan dalam geometri peledakan terdapat unsur-unsurnya
yaitu diameter lubang bor, ketinggian jenjang, burden, spasing, subdrilling,
stemming, kedalaman lubang, dan juga banyaknya lubang ledak. Dari unsur-
unsur tersebutlah perhitungan mengenai jumlah pemakaian bahan peledak
barulah dapat dihitung produksi yang didapat dan bahan ledak yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA
Anggha, 2011 “Fragmentasi”, http://angghajuner.blogspot.com/2011/10
/Fragmentasi.html. Diakses pada tanggal 23 November 2015 (html, online).
Dirga, 2010, “Analisis Fragmentasi, http://dirgamining.blogspot.com/2012/10/
analisis-fragmentasi.html. Diakses pada tanggal 23 November 2015 (html,
online).
Rachmat, 2013, “Identifikasi-tingkat-keseragaman-fragmentasi-batuan-dengan-metode-koefisien-tekstur”.
http://rachmatrisejet.blogspot.com/2013/07/Identifikasi-tingkat-
keseragaman-fragmentasi-batuan-dengan-metode-koefisien-tekstur
15.html. Diakses pada tanggal 23 November 2015 (html, online).