Post on 23-May-2019
i
LAPORAN AKHIR
IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)
IbM KELOMPOK GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA
DAN IPA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B (SLB/B)
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
Desak Putu Eka Nilakusmawati, S.Si., M.Si., NIDN. 0011067113
I Wayan Sumarjaya, S.Si., M.Stats., NIDN. 0021047705
Dra. Ni Made Puspawati, M.Phil., Ph.D., NIDN. 0019036502
UNIVERSITAS UDAYANA
NOVEMBER, 2014
ii
iii
RINGKASAN
Tujuan dari pelaksanaan program IbM ini adalah mengenalkan cara-cara
pengembangan media pengajaran matematika dan IPA berupa media audiovisual bagi
kelompok guru mata pelajaran matematika dan IPA di Sekolah-sekolah Luar Biasa
Bagian B yang menjadi mitra program IbM ini. Solusi yang ditawarkan untuk
menyelesaikan persoalan mitra adalah model pelatihan In House Training sebagai suatu
alternatif pemecahan masalah mitra terbaik.
Tahapan pelaksanaan In House Training secara umum dapat dibagi menjadi dua
tahapan. Tahap pertama, merupakan persiapan pembelajaran dan tahap kedua adalah
tahap pengamatan dan diskusi. Pada tahap persiapan pembelajaran, kegiatan yang
dilaksanakan adalah: Pelaksanaan pelatihan; Menyiapkan, mengembangkan, dan
mengoperasionalkan lesson plan dan perangkat pembelajaran; Menyamakan konsep dasar
matematika dan IPA yang akan dipakai dalam pembelajaran terkait media pembelajaran
audiovisual untuk siswa tuna tungu; Melakukan simulasi/peer teaching dengan guru
sebelum pelaksanaan (real teaching) di kelas; Mendiskusikan dan refleksi hasil real
teaching; dan Menindak lanjuti hasil diskusi dan refleksi.
Pelaksanaan pelatihan Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual di ketiga
sekolah mitra dilaksanakan dengan materi yang disajikan meliputi: (1) Tujuan program,
manfaat bagi sekolah mitra, teknis pelaksanaan program pendampingan, dan evaluasi
program; (2) Prinsip perancangan media audiovisual untuk siswa tuna rungu, meliputi
materi prinsip komunikasi total dan prinsip desain media audiovisual; dan (3) Penyajian
contoh media audiovisual, dengan mengambil materi mata pelajaran matematika untuk
SDLB.B pokok bahasan pecahan senilai.
Kegiatan menyiapkan dan mengembangkan perangkat pembelajaran berupa
penyusunan bahan ajar matematika dan IPA Kelas IV SDLB. Materi-materi yang
disajikan dalam bahan ajar ini disesuaikan dengan karakteritik siswa yang berkebutuhan
khusus di SDLB dan dibuat diupayakan di bawah standar dari siswa normal. Disesuaikan
dengan silabus dan RPP yang dipergunakan di SLB.B, materi Matematika Kelas IV
SDLB.B dan IPA Kelas IV SDLB.B.
Simulasi/peer teaching dengan guru sebelum pelaksanaan (real teaching) di kelas,
dilakukan dengan simulasi mengajar dengan media pembelajaran audiovisual. Dalam
simulasi ini guru-guru diarahkan untuk selama penayangan media audiovisual, guru
membantu dengan komunikasi total dalam menjelaskan materi. Setelah real teaching
dilakukan diskusi dan refleksi terhadap hasil real teaching dan selanjutnya
menindaklanjuti hasil diskusi dan refleksi.
Dalam kegiatan pendampingan guru-guru di tiga sekolah mitra didampingi oleh
pelaksana kegiatan membuat media audiovisual mata pelajaran matematika dan IPA
siswa kelas IV SDLB. Pendampingan dalam membuat media pembelajaran diharapkan
dapat meningkatkan kompetensi guru dalam memanfaatkan TI untuk mengembangkan
media pembelajaran yang lebih inovatif di masa mendatang. Pendampingan juga
dilakukan dalam rangka membantu guru-guru dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK),
dan penyusunan karya tulis ilmiah hasil PTK.
Berdasarkan seluruh rangkaian kegiatan program ini dan berdasarkan teori-teori
dan hasil penelitian sebelumnya mengenai media audiovisual untuk tuna rungu dapat
dijelaskan bahwa secara umum metode pengajaran dengan media audiovisual yang efektif
dan sesuai dengan kebutuhan siswa tuna rungu harus mempertimbangkan: subjudul,
keterbacaan (huruf/fon, warna, kecepatan teks, animasi, tata letak jendela, dan focus),
penyajian teks, komponen verbal, dan komponen nonverbal.
iv
Hasil evaluasi pelaksanaan pelatihan di tiga sekolah mitra, berdasarkan hasil
analisis data skor pre test dan post test dapat dijelaskan bahwa pelatihan yang diberikan
memberikan manfaat bagi peningkatan pemahaman guru-guru di ketiga sekolah mitra
kegiatan (SLB.B Tabanan, SLB.B Sidakarya, dan SLB.B Jimbaran) tentang cara-cara
mengembangkan media pembelajaran audiovisual berbasis IT untuk pengajaran
Matematika dan IPA siswa tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Bagian B.
Keseluruhan kegiatan, dari awal sampai akhir telah menghasilkan luaran berupa:
Buku Panduan Perancangan Media Pembelajaran Audiovisual untuk Siswa Tuna Rungu;
Bahan Ajar Matematika dan IPA Kelas IV SDLB.B; Artikel Ilmiah hasil Penelitian
Tindakan Kelas; Media Audiovisual untuk pembelajaran Matematika dan IPAKelas IV
SDLB; Draft Artikel Ilmiah hasil kegiatan program IbM; dan Laporan Akhir Program
IbM.
v
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena perkenan-
Nya maka program “IbM Kelompok Guru Mata Pelajaran Matematika dan IPA
Sekolah Luar Biasa Bagian B (SLB/B) ” dapat dilaksanakan dengan baik dan laporan
akhir kegiatan ini dapat terselesaikan.
Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dirjen Dikti yang telah mendanai program IbM ini, sehingga kegiatan ini bisa
terlaksana
2. Bapak Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng, sebagai Ketua Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana, atas
dukungannya dalam kegiatan penelitian ini.
3. Bapak Ir. A.A.G. Raka Dalem, M.Sc. (Hons), selaku dekan FMIPA Universitas
Udayana, atas dukungannya.
4. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan guru-guru di SLB.B Sidakarya Denpasar, SLB.B
Jimbaran, dan SLB.B Tabanan atas dukungan dan peran sertanya dalam kegiatan
pelatihan dan pendampingan program IbM ini dari awal sampai akhir kegiatan.
5. Teman-teman sejawat di FMIPA Universitas Udayana, yang turut memberikan
sumbang saran dan dukungan.
Laporan akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari
berbagai pihak diterima dengan senang hati, demi perbaikan dimasa mendatang.
Bukit Jimbaran, 24 November 2014
Tim Pelaksana Pengabdi
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
RINGKASAN ....................................................................................................... iii
PRAKATA ............................................................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Analisis Situasi......................................................................................... 1
1.2 Permasalahan Mitra ................................................................................. 4
BAB II. TARGET DAN LUARAN...................................................................... 6
BAB III. METODE PELAKSANANAAN ......................................................... 7
3.1 Solusi yang Ditawarkan ......................................................................... 7
3.2 Metode Pendekatan yang Ditawarkan ................................................... 7
3.3 Prosedur Kerja dan Rencana Kegiatan .................................................. 8
3.4 Jenis Luaran yang Akan Dihasilkan ..................................................... 10
BAB IV. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI ............................................. 11
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 13
5.1 Persiapan Pelaksanaan Pelatihan ........................................................... 13
5.2 Hasil Pelaksanaan Program.................................................................... 32
5.3 Hasil Evaluasi Pelaksanaan Program ..................................................... 36
5.4 Luaran yang Dihasilkan dari Pelaksanaan Program ............................. 44
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 46
6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 46
6.2 Saran ...................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 49
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Klasifikasi SDM Perguruan Tinggi Pelaksana……………………… 12
2 Skor Pre Test dan Post Test Peserta Pelatihan di SLB.B Tabanan….. 40
3 Skor Pre Test dan Post Test Peserta Pelatihan di SLB.B Denpasar…. 42
4 Skor Pre Test dan Post Test Peserta Pelatihan di SLB.B Jimbaran….. 43
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Pertemuan awal dengan pihak sekolah SLB/B Denpasar
Tanggal 16 Juni 2014 ……………………………………...............
15
2 Pertemuan Awal dengan Pihak SLB/B Denpasar untuk
Membahas Jadwal Pelatihan, Pendampingan, dan Jumlah Peserta…
15
3 Pertemuan Awal dengan Pihak SLB/B Jimbaran pada
Tanggal 24 Juni 2014 untuk Membahas Jadwal Pelatihan
dan Pendampingan………………………………………………...
16
4 Pertemuan Awal dengan Pihak SLB/B Jimbaran pada
Tanggal 24 Juni 2014 untuk Membahas Materi dan Jumlah
Peserta……………………………………………………………..
16
5 Peserta Pelatihan Sedang Mengerjakan Pre Test…………………...
17
6 Pemberian Materi Prinsip Perancangan Media Audiovisual……….
17
7 Pelaksana sedang Menjelaskan tentang Prinsip Komunikasi Total..
18
8 Presentasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan
Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual di SLB/B
Sidakarya-Denpasar………………………………………………...
18
9 Guru-guru SLB.B Sidakarya Denpasar dengan Tekun
Mendengarkan Penjelasan Materi Tentang Prinsip Perancangan
Media Audiovisual ………………………………………………...
19
10 Dokumentasi Selama Kegiatan Pelatihan Berlangsung di SLB.B
Denpasar……………………………………………………………..
20
11 Diskusi dengan Kepala SLB/B Jimbaran……………………………
20
12 Guru-guru SLB.B Jimbaran sedang Mergerjakan Pre Test…………
21
13 Peserta Pelatihan Sedang Mengerjakan Pre Test……………………
21
14 Pengerjaan Pre Test oleh Peserta Pelatihan…………………………
22
15 Presentasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Materi
Audiovisual di SLB/B Jimbaran…………………………………….
22
16 Presentasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan
Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual di SLB/B
Jimbaran……………………………………………………………..
23
ix
17 Pelaksana Kegiatan sedang Menjelaskan Materi Prinsip
Perancangan Media Audiovisual……………………………………
23
18 Tanya Jawab dengan Peserta Pelatihan Mengenai Mekanisme
Pendampingan Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual….
24
19 Peserta pelatihan sedang mengerjakan pre test..................................
24
20 Peserta pelatihan sedang mendengarkan pemaparan materi..............
25
21 Penyajian contoh media audiovisual mata pelajaran biologi………..
25
22 Penyajian contoh media audiovisual mata pembelajaran matematika
26
23 Pembukaan Pelatihan oleh Wakil Kepala Sekolah SLB.B Tabanan..
26
x
LAMPIRAN
Lampiran
1 Personalia Tenaga Pelaksana Beserta Kualifikasinya
2 Instrumen
3 Draft Artikel Ilmiah Hasil Pengabdian Masyarakat
4 Borang Capaian Hasil Program IbM
5 Rekapitulasi Penggunaan Dana Pengabdian Kepada Masyarakat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Tuna rungu, sama halnya dengan penyandang cacat yang lain yang merupakan
warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan. Undang-undang Dasar 1945
pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan, dan ayat (2) menjelaskan bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan untuk setiap warga negara. Oleh karena itu didirikanlah sekolah-sekolah luar
biasa sebagai bentuk penyelenggaraan wajib belajar dari bunyi UUD 1945 tersebut, mulai
dari satuan pendidikan SD, SMP, hingga SMA. Di samping itu, hak penyandang tuna
rungu dalam pendidikan tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 1997 tentang penyandang cacat Pasal 11, yang berbunyi setiap penyandang cacat
mempunyai kesamaan untuk mendapat pendidikan pada satuan, jalur, dan jenjang
pendidikan sesuai jenis dan derajat kecacatan, dan Pasal 12 menekankan bahwa setiap
lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada
penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, dan jenis pendidikan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatan serta kemampuannya. Sehingga hak para penyandang
cacat untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan dijamin oleh undang-
undang.
Sekolah Luar Biasa adalah salah satu jenis sekolah yang bertanggung jawab
melaksanakan pendidikan untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus (Hansen, 1980).
Sekolah luar biasa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 merupakan
sekolah khusus yang diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik
dan atau mental cacat.
Secara umum, anak tuna rungu memerlukan fasilitas pendidikan yang relatif sama
dengan anak normal. Namun, karena anak tuna rungu mempunyai hambatan dalam
mendengar dan berbicara maka mereka memerlukan alat bantu khusus seperti
audiometer, hearing aids, audiovisual (berupa film, video tape, dan televisi), tape
recorder, spatel, cermin, dan gambar-gambar. Penggunaan audiovisual sangat bermanfaat
bagi siswa tuna rungu, karena melalui media audiovisual siswa tuna rungu dapat
memperhatikan sesuatu yang ditampilkan, walaupun dalam kemampuan mendengar yang
terbatas.
2
Siswa tuna rungu mengalami masalah dalam pendengaran sehingga guru
mengalami kesulitan dalam proses penyampaian materi, hal ini berlaku bagi seluruh mata
pelajaran termasuk matematika dan IPA. Seorang guru luar biasa dalam penyampaian
materi ajarnya harus jelas dan konsisten dalam menggunakan kosa kata, karena latar
belakang anak tuna rungu yang sangat kekurangan kosa kata dalam berkomunikasi.
Menurut Khaer (2008), pengajaran akan lebih efektif apabila objek pengajaran dapat
divisualisasikan secara realistis menyerupai keadaan sebenarnya. Melalui visualisasi,
materi/isi ajar akan lebih mudah dipahami sehingga akan meningkatkan kuantitas
perolehan belajar siswa.
Pemanfaatan media pembelajaran untuk mengajaran siswa tuna rungu merupakan
hal yang sangat bermanfaat untuk menunjang proses belajar di sekolah luar biasa. Hal ini
dikuatkan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Khaer (2008), mengenai
‖Video Pembelajaran untuk Siswa Berkebutuhan Khusus Upaya Menemukan Suatu
Model‖. Visualisasai hasil video pembelajaran tersebut berisi tentang materi ajar, berupa
visualisasai teks, drama yang menggunakan bahasa isyarat, animasi dan teks, sehingga
lebih mudah dipahami siswa. Selama proses pemutaran, guru yang mengendalikan video
tersebut berperan serta menjelaskan isi dari video dengan menggunakan bahasa isyarat.
Penelitian Effendi, et al. (2006) mengenai ‖Penggunaan Media Cerita Bergambar
Berbasis Pendekatan Komunikasi Total untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak
Tuna Rungu Kelas Rendah di SLB Bagian B YPTB Malang‖ menjelaskan penggunaan
media cerita bergambar melalui komunikasi total dalam meningkatkan kemampuan
bahasa anak tuna rungu. Dalam memahami informasi dari lingkungannya, anak tuna
rungu sebagian besar mengandalkan kemampuan indera penglihatannya, sehingga hal
ini membuat para peneliti menggunakan media cerita bergambar dalam meningkatkan
kemampuan bahasa anak tuna rungu. Penggunaan media gambar yang dikombinasikan
dengan komunikasi total dalam pelajaran bahasa anak tuna rungu, berpeluang
memberikan hasil yang baik. Pemberian materi pembelajaran yang menggunakan ilustrasi
gambar yang relevan sangat membantu anak tuna rungu dalam meningkatkan kemampuan
bahasa, terutama memahami kosa kata yang terdapat dalam materi ajarnya.
Nugroho (2009) dalam penelitiannya mengenai ‖Metode Pembelajaran
Matematika di Sekolah Luar Biasa Tunarungu Melalui Alat Peraga untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa‖ memaparkan tentang bagaimana hasil belajar siswa setelah
menggunakan alat peraga pada pelajaran matematika. Pada saat kegiatan belajar mengajar
matematika, alat peraga digunakan agar dapat menghasilkan gambaran atau bentuk yang
3
mendekati nyata, sehingga para siswa dapat memahami dengan jelas tentang materi yang
dijelaskan.
Fasilitas pendidikan merupakan sarana penunjang dalam mencapai tujuan
pendidikan, dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mencapai
efektifitas belajar. Dengan fasilitas yang memadai diharapkan siswa akan lebih mudah
mamahami materi pelajaran yang diberikan oleh gurunya, terutama bagi siswa yang
mempunyai kelainan seperti tuna rungu. Dalam proses pembelajaran, media pembelajaran
yang mendukung proses belajar sangat berperan penting dalam pencapaian standar
minimal proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan kepala sekolah di SLB/B yang
akan menjadi mitra dari kegiatan pengabdian masyarakat ini ditemukan bahwa sebagian
besar guru-guru di sekolah mitra ini kurang memanfaatkan media audiovisual dalam
proses pembelajaran, yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan
guru-guru dalam pembuatan media pembelajaran audiovisual tersebut. Metode
pembelajaran yang digunakan selama ini adalah metode ora-aural, dimana anak-anak
dibimbing untuk sedapat mungkin berkomunikasi dengan cara berbicara dan menangkap
pembicaraan orang lain, tidak dengan isyarat/memakai keduanya (Komtal). Selain itu,
guru-guru mengalami kesulitan dalam menjelaskan materi dari buku pelajaran yang
digunakan dari bahasa verbal ke dalam bentuk visual. Kurangnya alat peraga audiovisual,
membuat guru-guru mengambil inisiatif lain, misalnya dengan menunjuk pada benda-
benda yang ada di kelas secara apa adanya, sehingga pembelajaran menjadi tidak optimal.
Hasil wawancara juga menjelaskan bahwa Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI)
yang dipakai selama ini untuk proses pembelajaran di kelas tidak bisa diterapkan
sepenuhnya pada siswa SLB/B karena pada umumnya para siswa sebenarnya sudah
membawa bahasa isyarat mereka sendiri atau bahasa isyarat lokal yang bersifat spontan
yang hanya dapat dimengerti oleh para siswa satu sama lain. Masih tidak bisa
diterapkanya SIBI secara optimal dalam penyampaian materi pelajaran yang disebabkan
oleh adanya penggunaan bahasa spontan yang dibawa sendiri oleh masing-masing siswa
menyebabkan kurangnya capaian hasil belajar siswa. Disamping itu, adanya perbedaan
kemampuan siswa yang disebabkan oleh perbedaan derajat kecacatannya juga merupakan
kendala di dalam penyampaian materi pelajaran, sehingga guru tidak bisa menerapkan
metode pembelajaran secara klasikal, tetapi lebih bersifat pendekatan individu.
Diungkapkan bahwa untuk anak yang berkebutuhan khusus ini, tidak bisa menerapkan
kurikulum secara ketat. Berdasarkan beberapa kendala di atas, maka metode pengajaran
4
dengan memanfaatkan media audiovisual merupakan jalan tengah yang baik dan tepat,
khususnya untuk mata pelajaran matematika dan IPA, karena dengan metode yang tepat
anak tuna rungu dapat diharapkan memperoleh hasil belajar yang sama dengan anak
normal.
Mengingat terbatasnya penguasaan inovasi pembelajaran dengan media
audiovisual di satu sisi dan pentingnya penguasaan media audiovisual tersebut di sisi lain,
maka perlu dikembangkan inovasi metode pembelajaran matematika dan IPA dengan
media audiovisual yang dapat mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, agar
pembelajaran menjadi optimal.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penekanan perhatian terhadap
pengembangan derajat pengusaan kompetensi guru SLB/B yang memadai, khususnya
pengembangan metode pengajaran Matematika dan IPA dengan media audiovisual
sangatlah penting untuk ditindaklanjuti. Usulan program IbM ini bermaksud untuk
mengatasi permasalahan rendahnya pengusaan guru-guru dalam pengembangan media
pembelajaran, khususnya media pembelajaran audiovisual untuk pengajaran matematika
dan IPA siswa tuna rungu di SLB/B dan pengajaran yang berbasis IT.
1.2 Permasalahan Mitra
Keterbatasan media alat bantu yang tepat untuk mengajar anak tuna rungu
menjadi masalah bagi para guru untuk mampu menjelaskan materi pelajaran yang
diajarkan kepada siswa. Apalagi dengan standar kurikulum yang disetarakan dengan anak
normal, namun tidak menyesuaikan dengan kebutuhan khusus anak tuna rungu dalam
memahami materi suatu pelajaran. Jika anak normal dapat memahami seluruh materi
dalam waktu satu semester dengan bobot materi yang sama, anak tuna rungu
membutuhkan waktu yang lebih lama daripada anak normal untuk dapat memahaminya.
Karena menjelaskan suatu materi pelajaran pada anak tuna rungu membutuhkan metode
dan media penyampaian yang berbeda dengan anak normal.
Visualisasai kata-kata sangat dibutuhkan pada mata pelajaran yang membutuhkan
banyak penjelasan materi berupa gambar, terutama pada mata pelajaran Matematika dan
IPA yang sangat membutuhkan alat yang lebih kearah visual. Keterbatasan alat peraga
dan tidak adanya penjelasan gambar-gambar yang memadai sangat menyulitkan guru-
guru untuk menjelaskan materi-materi yang ada pada pelajaran tersebut. Bagi guru yang
dapat menggambar hal tersebut tidak menjadi masalah, namun tidak bagi guru-guru
5
yang tidak dapat menggambar, sehingga penjelasan materi hanya dijelaskan dalam bentuk
tulisan dan dalam bentuk verbal (oral).
Kurangnya alat peraga dan adanya kesulitan guru-guru di SLB/B dalam
menjelaskan materi dari buku pelajaran yang digunakan dari bahasa verbal ke dalam
bentuk visual, serta kurangnya kemampuan guru-guru dalam pengembangan media
pembelajaran audiovisual merupakan kendala bagi guru-guru dalam pengajaran
Matematika dan IPA pada siswa tuna rungu di SLB/B.
Berdasarkan beberapa permasalahan mitra yang diuraikan di atas, pelaksana
program dan mitra IbM (SLB/B Negeri Tabanan, SLB/B Negeri Denpasar, SLB/B Negeri
Jimbaran) telah menyepakati persoalan prioritas yang akan diselesaikan melalui program
IbM ini adalah masalah kurangnya kemampuan kelompok guru mata pelajaran
Matematika dan IPA Sekolah Luar Biasa Bagian B (SLB/B) dalam pengembangan media
pengajaran Matematika dan IPA dengan media Audiovisual dan pengajaran berbasis TI.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka permasalahan prioritas mitra yang
memerlukan penanganan adalah: Bagaimana mengenalkan cara-cara pengembangan
media pengajaran Matematika dan IPA berupa media audiovisual bagi kelompok guru
mata pelajaran matematika dan IPA di Sekolah-sekolah Luar Biasa Bagian B yang
menjadi mitra program IbM ini.
6
BAB II
TARGET DAN LUARAN
Jenis luaran yang akan dihasilkan sesuai dengan rencana kegiatan, adalah berupa:
1. Metode pengajaran Matematika dan IPA dengan media audiovisual yang efektif
dan sesuai dengan kebutuhan siswa tuna rungu;
2. Produk berupa media audiovisual untuk pembelajaran Matematika dan IPA siswa
tuna rungu;
3. Bahan Ajar mata pelajaran Matematika dan IPA untuk SLB/B;
4. Artikel Ilmiah yang dipublikasikan melalui Jurnal Nasional Terakreditasi.
Luaran di atas diharapkan mampu memberikan dampak pada up-dating ipteks di
masyarakat, peningkatan produktivitas mitra, peningkatan atensi akademisi terhadap
kelompok masyarakat, dan peningkatan kegiatan pengembangan ilmu, teknologi, seni di
perguruan tinggi.
Up-dating ipteks di masyarakat dan peningkatan produktivitas mitra nantinya akan
bisa dilihat pada akhir kegiatan program IbM ini, diharapkan para guru mampu:
1. mengembangkan dan mengoperasionalkan rencana pembelajaran, bahan ajar dan
media pembelajaran, serta materi-materi lainnya terkait dengan pembelajaran
Matematika dan IPA dengan media audiovisual;
2. menggunakan media yang sesuai dalam pembelajaran matematika dan IPA untuk
siswa tuna rungu;
3. merancang media pembelajaran audiovisual yang tepat untuk keperluan
pembelajaran Matematika dan IPA untuk siswa tunarungu;
4. mengembangkan perangkat evaluasi pencapaian hasil belajar;
5. merancang bahan ajar matematika dan IPA untuk siswa tuna rungu.
Bagi siswa, pada akhir kegiatan siswa diharapkan:
1. dapat meningkatkan pemahamannya tentang materi yang diajarkan, khususnya
peningkatan penguasaan konsep dasar pada mata pelajaran Matematika dan IPA.
Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya nilai ketuntasan siswa pada mata pelajaran
tersebut;
2. dapat memanfaatkan media audiovisual yang ada untuk menunjang hasil
belajarnya;
3. meningkakan kreativitas dan inovasi siswa;
4. dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang proses belajarnya.
7
BAB III
METODE PELAKSANAAN
3.1 Solusi yang Ditawarkan
Persoalan prioritas mitra yang telah disepakati bersama untuk diselesaikan selama
pelaksanaan program IbM adalah masalah kurangnya kemampuan kelompok guru mata
pelajaran Matematika dan IPA Sekolah Luar Biasa Bagian B (SLB/B) dalam
pengembangan media pengajaran Matematika dan IPA dengan media Audiovisual dan
pengajaran berbasis TI.
Penanganan persoalan prioritas mitra tersebut disepakati berupa penanganan yang
bersifat langsung, sinambung, sesuai dengan kebutuhan guru, dan bersifat khas untuk
masing-masing sekolah, disesuaikan dengan kondisi sekolah yang berbeda dan
kemampuan guru yang berbeda pula di masing-masing sekolah, sehingga proses
penanganan bisa lebih terarah dan terukur.
Solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan mitra program adalah model
pelatihan In House Training sebagai suatu alternatif pemecahan masalah mitra terbaik. In
House Training yang dimaksud dalam kemitraan ini adalah ―pelatihan‖ yang
pelaksanaannya bertempat di sekolah masing-masing, tempat guru-guru melaksanakan
program pembelajaran Matematika dan IPA dengan media audiovisual dilakukan, bekerja
sama dengan pelaksana program IbM yang merupakan dosen-dosen MIPA dari
Universitas Udayana. Kunjungan secara periodik ke masing-masing sekolah akan
dilakukan oleh dosen-dosen untuk melakukan pengarahan dan pendampingan terhadap
segala aktivitas guru terkait dengan pelaksanaan program, dari tahap persiapan,
pengembangan, pengoperasionalan, sampai pada tahap evaluasi. Dengan kegiatan seperti
ini diharapkan masalah berupa hambatan atau kendala terkait pelaksanaan program dapat
diatasi secara langsung, yaitu dengan melibatkan guru pelaksana program, siswa, kepala
sekolah, atau komite sekolah.
3.2 Metode Pendekatan yang Ditawarkan
Pelatihan In House Training bertujuan memberikan pengarahan dan pendampingan
secara langsung kepada para guru agar pembelajaran Matematika dan IPA dengan media
audiovisual dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan di masing-masing
sekolah. Lebih khususnya, In House Training bertujuan memberikan pengarahan dan
8
pendampingan secara langsung di kelas kepada guru pelaksana program pembelajaran
Matematika dan IPA dengan media audiovisual, yaitu membantu guru dalam:
1. mempersiapkan, mengembangkan, dan mengopersionalkan rencana pembelajaran,
bahan ajar mata pelajaran matematika dan IPA untuk siswa tuna rungu, media
pembelajaran audiovisual seperti (Power Point, Macromedia Flash, software
lainnya), dan materi-materi terkait yang berhubungan dengan pembelajaran
Matematika dan IPA Untuk Sekolah Luar Biasa bagian B (SLB/B);
2. mengembangkan dan menggunakan secara optimal media sesuai dengan materi
Matematika dan IPA untuk siswa tuna rungu;
3. Mengatasi kesulitan atau hambatan secara langsung di dalam kelas atau di luar
kelas sesuai dengan substansinya;
4. meningkatkan kemahiran guru-guru dalam merancang media pembelajaran
audiovisual untuk pembelajaran siswa tuna rungu;
5. mengembangkan perangkat evaluasi pencapaian hasil belajar siswa;
6. merancang pengembangan pembelajaran Matematika dan IPA dengan media
audiovisual di masing-masing sekolah sesuai dengan kebutuhan guru.
3.3 Prosedur Kerja dan Rencana Kegiatan
Prosedur kerja untuk mendukung realisasi dari metode yang ditawarkan adalah
sebagai berikut:
1. Kegiatan ini dilaksanakan di sekolah-sekolah mitra program (SLB/B Negeri
Tabanan, SLB/B Negeri Denpasar, SLB/B Negeri Jimbaran) yang akan
mengembangkan program pembelajaran Matematika dan IPA dengan media
pembelajaran audiovisual bagi siswa tuna rungu.
2. Waktu pelaksanaan kunjungan ke sekolah diatur antara pihak sekolah dengan
pelaksana program (dosen) disesuaikan dengan jadwal pembelajaran Matematika
dan IPA di masing-masing sekolah. Frekuensi pendampingan secara umum
dilakukan 2 kali dalam seminggu selama 3 jam pertemuan (3 x 40 menit), selama
4 minggu x 6 bulan selama 2 semester. Apabila ada hal-hal khusus seperti sekolah
minta lebih dari dua kali seminggu dapat diatur sesuai dengan kebutuhan di
sekolah masing-masing.
3. Peserta In House Training untuk tahap awal diutamakan adalah guru-guru
Matematika dan IPA. Namun demikian tidak menutup kemungkinan peserta dari
guru-guru mata pelajaran lainnya seperti IPS untuk ikut terlibat.
9
Pelaksanaan In House Training secara umum dapat dibagi menjadi dua tahapan
setiap minggunya. Tahap pertama, merupakan persiapan pembelajaran dan tahap kedua
adalah tahap pengamatan dan diskusi.
Tahap persiapan pembelajaran terdiri dari: (1) Pelaksanaan workshop bertempat di
sekolah masing-masing untuk mendiskusikan permasalahan yang mungkin muncul
berkaitan dengan program pengembangan media pembelajaran audiovisual untuk
pembelajaran matematika dan IPA siswa tuna rungu di SLB/B mitra; (2) Menyiapkan,
mengembangkan, dan mengoperasionalkan lesson plan dan perangkat pembelajaran yang
sudah ada disesuikan dengan kondisi masing-masing sekolah sehingga menjadi skenario
yang dapat dengan mudah diimplementasikan oleh guru di kelas; (3) Menyamakan
konsep dasar matematika dan IPA yang akan dipakai dalam pembelajaran (terkait dengan
Lembar Kerja Siswa (LKS) dan buku siswa); (4) Melakukan simulasi/peer teaching
dengan guru sebelum pelaksanaan (real teaching) di kelas. Pendamping atau dosen
bertindak sebagai model untuk mensimulasikan pembelajaran yang akan dilaksanakan;
(5) Mendiskusikan dan refleksi hasil real teaching; dan (6) Menindak lanjuti hasil diskusi
dan refleski.
Tahap Pengamatan dan Diskusi: pendamping dalam hal ini dosen melakukan
pengamatan pembelajaran dengan media audiovisual yang dilakukan oleh guru SLB/B.
Lingkup pengarahan dan pendampingan adalah sebagai berikut:
1. Membantu menyiapkan, mengembangkan dan mengoperasionalkan lesson plan
dan perangkat pembelajaran yang sudah ada, disesuaikan dengan kondisi masing-
masing sekolah.
2. Pendamping memberikan masukan yang bersifat positif dan membangun kepada
guru sehubungan dengan optimalisasi memanfaatan media audiovisual dalam
mengajar di kelas.
3. Mengatasi kesulitan-kesulitan guru yang terkait dengan substansi bidang studi
Matematika dan IPA
4. Membantu meningkatkan kompetensi guru dalam memanfaatkan TI untuk
mengembangkan media pembelajaran yang lebih inovatif, terutama dalam
program ini media audiovisual untuk mata pelajaran Matematika dan IPA.
5. Membantu guru dalam merancang media pembelajaran audiovisual dengan
pemanfaatan Software Microsoft Office Power Point dan Macromedia Flash, dan
software lainnya.
10
6. Membantu guru dalam mengoptimalkan perangkat multimedia yang sudah ada di
masing-masing sekolah
7. Membantu guru dalam penelitian, seperti Penelitian Tindakan Kelas atau
penelitian dalam lingkup pendidikan lainnya.
8. Membantu mengarahkan hal-hal terkait dengan kebutuhan yang diperlukan
kedepannya dalam program pengembangan media pembelajaran audiovisual.
Selama pelaksanaan program, mitra akan terlibat secara aktif dan bersama-sama
dengan pelaksana program IbM dalam mengatasi persoalan prioritas yang telah disepakati
bersama.
3.4 Jenis Luaran yang Akan Dihasilkan
Sesuai dengan rencana kegiatan program ini, luaran yang akan dihasilkan adalah:
1. Metode pengajaran Matematika dan IPA dengan media audiovisual yang efektif
dan sesuai dengan kebutuhan siswa tuna rungu;
2. Produk berupa media audiovisual untuk pembelajaran Matematika dan IPA siswa
tuna rungu;
3. Bahan Ajar mata pelajaran Matematika dan IPA untuk SLB/B;
4. Artikel Ilmiah yang dipublikasikan melalui Jurnal Nasional Terakreditasi;
5. Laporan Kegiatan.
11
BAB IV
KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Udayana dalam satu tahun terakhir telah melaksanakan Program Pengabdian kepada
Masyarakat Mono dan Multi Tahun. Usulan proposal program Ipteks bagi Masyarakat
(IbM) tahun 2011 yang diterima oleh DIKTI untuk didanai pada tahun 2012 adalah
sebanyak 13 usulan. Usulan Program Pengabdian kepada Masyarakat Multi Tahun (IbW,
IbIKK, IbW), yang didanai DIKTI pada tahun 2012 sebanyak 7 usulan. Hasil seleksi
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Ditjen Pendidikan Tinggi
terhadap proposal yang diajukan oleh Universitas Udayana untuk pendanaan tahun
anggaran 2013, dinyatakan sebanyak 19 proposal IbM dinyatakan lolos untuk didanai
tahun 2013 dan untuk Program Pengabdian kepada Masyarakat Multi Tahun sebanyak 10
usulan, baik usulan baru maupun lanjutan.
Cukup banyaknya Program Pengabdian kepada Masyarakat (mono dan multi
tahun) yang telah didanai pelaksanaannya oleh DIKTI maupun yang akan didanai tahun
2013 ini, menunjukkan bahwa kinerja Universitas Udayana dalam bidang Pengabdian
kepada Masyarakat cukup baik. Berdasarkan pengalaman tersebut, untuk kedepannya
Universitas Udayana yakin mampu melaksanakan program Pengabdian kepada
Masyarakat dengan kuantitas yang lebih banyak tanpa mengurangi kualitas hasil
pelaksanaan program tersebut.
Jenis kepakaran yang diperlukan dalam menyelesaikan persoalan dan kebutuhan
mitra dalam usulan Program IbM ini adalah berupa kepakaran dalam pengembangan
media pembelajaran matematika dan IPA yang berbasis TI (media audiovisual),
disamping diperlukan juga kepakaran pada bidang ilmu Matematika dan IPA itu sendiri
(matematika, biologi, kimia, fisika, dan ilmu komputer). Tim pelaksana program ini, baik
ketua maupun anggota memiliki jenis kepakaran yang diperlukan dalam program ini.
Sumber daya manusia (SDM) dari perguruan tinggi yang akan menangani program
ini telah beberapa kali terlibat kegiatan penelitian dan kegiatan pengabdian masyarakat
berupa pelatihan dan bimbingan teknis yang berkaitan dengan pengajaran, khususnya
pengajaran Matematika dan IPA. Kualifikasi tim pelaksana program ini disajikan pada
Tabel 1, dengan kualifikasi pendidikan 2 (dua) orang lulusan S2 dari Jurusan Matematika
dan 1 (satu) orang lulusan S3 dari Jurusan Kimia. Kualifikasi pendidikan dari pelaksana
12
program ini sudah memadai dan sesuai dengan program yang akan dikerjakan, karena
pada kurikulum di FMIPA sangat didukung oleh mata kuliah Matematika Dasar, Fisika,
Kimia, Biologi, dan Komputasi.
Ketua pelaksana program mempunyai bidang keahlian matematika, pernah
melakukan kegiatan pengabdian masyarakat yang relevan dengan masalah pembelajaran
Matematika dan IPA serta kegiatan pengabdian masyarakat yang terkait dengan
memanfaataan TI untuk inovasi pembelajaran di beberapa sekolah di Kota Denpasar.
Disamping itu, ketua dan anggota tim pelaksana program secara rutin setiap tahun sebagai
pembina olimpiade matematika dan IPA tingkat provinsi yang diselenggarakan oleh
masing-masing jurusan di Fakultas MIPA Universitas Udayana. Pengalaman tim
pelaksana program seperti uraian di atas akan sangat membantu dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh mitra, dalam hal ini guru-guru
Matematika dan IPA di masing-masing sekolah mitra.
Ketua pelaksana kegiatan, dalam Tahun 2011 telah melakukan kegiatan
pengabdian masyarakat berupa Pelatihan Penggunaan TeX-Word dan Visio 2007 untuk
Mempercepat Penulisan Rumus Matematika bagi Guru-guru di SMPN 2 Kuta, serta
Pelatihan Pengajaran Matematika dan Sains dalam Bahasa Inggris bagi Guru-guru
Sekolah Kategori Mandiri Menuju RSBI di SMPN 10 Denpasar yang merupakan kegiatan
dalam bentuk rintisan. Pada tahun 2012 melakukan kegiatan pengabdian masyarakat
berupa Pelatihan Pemrograman Komputer Berbasis Analitika dan Logika bagi Siswa
SMA 5 Denpasar (anggota), Pengenalan Konsep Kombinatorial untuk Mendorong Pola
Berpikir Kreatif Siswa SMAN 5 Denpasar dalam Menyelesaikan Problem Solving
(anggota), dan Pengenalan Metode Inquiri pada Pembelajaran IPA di SDN 6 Ubung
Denpasar (anggota). Pada tahun 2013 telah menjadi anggota pelaksana pada Program
Ipteks bagi Masyarakat (IbM) Kelompok Guru Mata Pelajaran Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (MIPA).
Tabel 1. Klasifikasi SDM Perguruan Tinggi Pelaksana
No Nama NIDN Pendidikan Fakultas/
Jurusan
Bidang
Keahlian
1. Desak Putu Eka
Nilakusmawati, S.Si., M.Si.
0011067113
S2 FMIPA/
Matematika
Matematika
2. I Wayan Sumarjaya, S.Si.,
M.Stats.
0021047705 S2 FMIPA/
Matematika
Matematika
3. Dra. Ni Made Puspawati,
M.Phil., Ph.D.
0019036502 S3 FMIPA/
Kimia
Kimia
Terapan
13
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan Program IbM
Metode pelaksanaan dari program IbM ini berupa model pelatihan In House
Training. In House Training yang dimaksud dalam kemitraan ini adalah ―pelatihan‖ yang
pelaksanaannya bertempat di sekolah masing-masing, bekerja sama dengan pelaksana
program IbM yang merupakan dosen-dosen MIPA dari Universitas Udayana. Kunjungan
secara periodik ke masing-masing sekolah dilakukan oleh dosen-dosen untuk melakukan
pendampingan terkait dengan pelaksanaan program, dari tahap persiapan, pengembangan,
pengoperasionalan, sampai pada tahap evaluasi.
Tahapan pelaksanaan In House Training secara umum dapat dibagi menjadi dua
tahapan. Tahap pertama, merupakan persiapan pembelajaran dan tahap kedua adalah
tahap pengamatan dan diskusi.
A. Tahap Persiapan Pembelajaran
Pada tahap persiapan ini, kegiatan yang telah dilaksanakan adalah: Pelaksanaan
pelatihan; Menyiapkan, mengembangkan, dan mengoperasionalkan lesson plan dan
perangkat pembelajaran; Menyamakan konsep dasar matematika dan IPA yang akan
dipakai dalam pembelajaran terkait media pembelajaran audiovisual untuk siswa tuna
tungu; Melakukan simulasi/peer teaching dengan guru sebelum pelaksanaan (real
teaching) di kelas; Mendiskusikan dan refleksi hasil real teaching; dan Menindak lanjuti
hasil diskusi dan refleksi.
1. Persiapan Pelaksanaan Pelatihan
Persiapan pelaksanaan pelatihan meliputi pengumpulan referensi tambahan
untuk bahan pelatihan di 3 sekolah mitra. Tambahan referensi yang dikumpulkan
berhubungan dengan materi komunikasi total, prinsip-prinsip dan teori-teori yang
berhubungan dengan perancangan media audiovisual untuk siswa tuna rungu. Kendala
yang ditemui di lapangan adalah kesulitan mendapatkan referensi yang khusus membahas
tentang media audiovisual untuk siswa tuna rungu. Referensi pendukung yang diperoleh
dan yang dianggap paling relevan adalah:
- Neves, Joselia. 2005. Audiovisual Translation: Subtitling for the Deaf and Hard-
of-Hearing. Dissertations from the School of Arts, Roehampton University,
University of Surrey. http://rrp.roehampton.ac.uk/artstheses/1;
14
- Cory, Patricia Blair. 1960. School Library Services for Deaf Children. Audio-
Visual Material. The Alexander Graham Bell Association For The Deaf, Inc.
Pengumpulan referensi berupa contoh-contoh media pembelajaran audiovisual
dari sumber internet berupa video, animasi, dan lain-lain juga telah dilakukan. Kumpulan
video dan animasi edukasi ini dipergunakan sebagai acuan dan tambahan referensi untuk
pembuatan media audiovisual disesuaikan dengan kebutuhan siswa tuna rungu di sekolah
mitra. Contoh-contoh video yang menunjang diantaranya berupa video pembelajaran
matematika tentang Pecahan Senilai, Fruit Fractions-Animated Math Lesson, Fast Math
to Multiply Number - 2 Digit Number. Contoh video pembelajaran untuk pembelajaran
IPA tentang Five Kingdom dan Time-lapse Batterfly Life Cycle, Animasi perubahan
iklim, American Farm Life-1950’s Educational Film, Making Glass From Sand, dan
Glass Making Demonstration at Corning Museum of Glass.
Materi pelatihan yang akan diberikan kepada guru-guru di 3 sekolah mitra, adalah:
(1) sosialisasi tentang pelaksanaan program IbM di sekolah mitra, meliputi tujuan
program IbM, manfaat bagi sekolah mitra, pelaksanaan program, dan evaluasi program.
Materi ini disajikan dengan maksud agar guru-guru di ketiga sekolah mitra mengetahui
dengan jelas tujuan dan target dari pelaksanaan program yang akan dilaksanakan,
sehingga diharapkan para guru akan mempunyai motivasi yang tinggi untuk terlibat
selama program pendampingan berlangsung. Materi presentasi tentang prinsip
perancangan media audiovisual untuk siswa tuna rungu, meliputi materi prinsip
komunikasi total dan prinsip desain media audiovisual. Contoh media audiovisual untuk
pelatihan mengambil materi mata pelajaran matematika untuk SDLB.B, pokok bahasan
pecahan senilai. Materi ini disajikan sebagai salah satu contoh media audiovisual.
Sebelum pelaksanaan pelatihan, dilakukan pertemuan awal dengan pihak sekolah
mitra yaitu SLB.B Denpasar, SLB.B Jimbaran, dan SLB.B Denpasar, dengan jadwal
pertemuan yang berlainan untuk ketiga sekolah mitra. Pertemuan awal ini membahas
jadwal pelatihan dan pendampingan. Pada pertemuan awal disepakati jadwal pelaksanaan
pelatihan dan mengenai jadwal pelaksanaan pendampingan berdasarkan kesepakatan
antara pihak sekolah dan pelaksana program.
Hasil dokumentasi pertemuan awal dengan pihak sekolah mitra, disajikan pada
gambar-gambar berikut:
15
Gambar 1. Pertemuan awal dengan pihak sekolah SLB/B Denpasar tanggal 16 Juni 2014
Gambar 2. Pertemuan Awal dengan Pihak SLB/B Denpasar untuk Membahas Jadwal
Pelatihan, Pendampingan, dan Jumlah Peserta.
16
Gambar 3. Pertemuan Awal dengan Pihak SLB/B Jimbaran pada Tanggal 24 Juni 2014
untuk Membahas Jadwal Pelatihan dan Pendampingan.
Gambar 4. Pertemuan Awal dengan Pihak SLB/B Jimbaran pada Tanggal 24 Juni 2014
untuk Membahas Materi dan Jumlah Peserta.
Pertemuan awal dengan pihak sekolah SLB/B Tabanan berlangsung pada tanggal
20 Agustus 2014, membahas jadwal pelatihan dan pendampingan.
17
2. Pelaksanaan Pelatihan
Pelaksanaan pelatihan Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual di SLB.B
Denpasar dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2014. Materi yang disajikan meliputi: (1)
Tujuan program, manfaat bagi sekolah mitra, teknis pelaksanaan program pendampingan,
dan evaluasi program; (2) Prinsip perancangan media audiovisual untuk siswa tuna rungu,
meliputi materi prinsip komunikasi total dan prinsip desain media audiovisual; dan (3)
Penyajian contoh media audiovisual, dengan mengambil materi mata pelajaran
matematika untuk SDLB.B pokok bahasan pecahan senilai. Hasil dokumentasi kegiatan
pelatihan di SLB.B Negeri Sidakarya Denpasar pada Tanggal 17 Juli 2014, disajikan pada
gambar-gambar berikut:
Gambar 5. Peserta Pelatihan Sedang Mengerjakan Pre Test
Gambar 6. Pemberian Materi Prinsip Perancangan Media Audiovisual
18
Gambar 7. Pelaksana sedang Menjelaskan tentang Prinsip Komunikasi Total
Gambar 8. Presentasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan Pengembangan
Media Pembelajaran Audiovisual di SLB/B Sidakarya-Denpasar
19
Gambar 9. Guru-guru SLB.B Sidakarya Denpasar dengan Tekun Mendengarkan
Penjelasan Materi Tentang Prinsip Perancangan Media Audiovisual
20
Gambar 10. Dokumentasi Selama Kegiatan Pelatihan Berlangsung di SLB.B Denpasar
Pelaksanaan pelatihan di SLB.B Jimbaran berlangsung pada tanggal 9 Agustus
2014. Materi yang diberikan sama dengan materi pelatihan di SLB.B Denpasar. Hasil
dokumentasi kegiatan pelatihan di SLB.B Jimbaran disajikan pada gambar-gambar
berikut:
Gambar 11. Diskusi dengan Kepala SLB/B Jimbaran
21
Gambar 12. Guru-guru SLB.B Jimbaran sedang Mergerjakan Pre Test
Gambar 13. Peserta Pelatihan Sedang Mengerjakan Pre Test
22
Gambar 14. Pengerjaan Pre Test oleh Peserta Pelatihan
Gambar 15. Presentasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Materi Audiovisual
di SLB/B Jimbaran
23
Gambar 16. Presentasi Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pendampingan Pengembangan
Media Pembelajaran Audiovisual di SLB/B Jimbaran
Gambar 17. Pelaksana Kegiatan sedang Menjelaskan Materi Prinsip
Perancangan Media Audiovisual
24
Gambar 18. Tanya Jawab dengan Peserta Pelatihan Mengenai Mekanisme
Pendampingan Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual
Pelaksanaan pelatihan di SLB.B Tabanan berlangsung pada tanggal 27 September
2014. Hasil dokumentasi kegiatan pelatihan di SLB.B Tabanan disajikan pada gambar-
gambar berikut:
Gambar 19. Peserta pelatihan sedang mengerjakan pre test
25
Gambar 20. Peserta pelatihan sedang mendengarkan pemaparan materi
Gambar 21. Penyajian contoh media audiovisual mata pelajaran biologi
26
Gambar 22. Penyajian contoh media audiovisual mata pembelajaran matematika
Gambar 23. Pembukaan Pelatihan oleh Wakil Kepala Sekolah SLB.B Tabanan
3. Menyiapkan dan mengembangkan Perangkat Pembelajaran
Mempersiapkan, mengembangkan, dan mengopersionalkan rencana pembelajaran,
bahan ajar mata pelajaran matematika dan IPA untuk siswa tuna rungu, dan media
pembelajaran audiovisual, dan materi-materi terkait yang berhubungan dengan
pembelajaran
27
Kegiatan menyiapkan dan mengembangkan perangkat pembelajaran yang
dilakukan berupa penyusunan bahan ajar matematika dan IPA Kelas IV SDLB. Materi-
materi yang disajikan dalam bahan ajar ini disesuaikan dengan karakteritik siswa yang
berkebutuhan khusus di SDLB. Bahan ajar yang dibuat diupayakan di bawah standar dari
siswa normal.
Berdasarkan kunjungan-kunjungan pendampingan yang telah dilakukan selama
program berlangsung di 3 sekolah mitra disepakati perangkat pembelajaran berupa bahan
ajar yang akan dipakai dalam pembelajaran terkait dengan pemanfaatan media
pembelajaran audiovisual yang akan dikembangkan, disesuai dengan silabus dan RPP
yang dipergunakan di SLB.B. Hasil diskusi dan penyamaan konsep, diperoleh
kesepakatan untuk mengambil materi Matematika Kelas IV SDLB.B dan IPA Kelas IV
SDLB.B. Penyusunan bahan ajar Matematika dan IPA Kelas IV SDLB.B dikerjakan
selama satu bulan oleh tim penyusun yaitu guru-guru di SLB.B Denpasar dengan
didampingi oleh pelaksana program. Bahan ajar Matematika dan IPA Kelas IV SDLB.B
ini merupakan luaran dari program ini.
Hasil dokumentasi dari kegiatan tersebut di atas disajikan pada gambar-gambar
berikut:
28
4. Melakukan simulasi/peer teaching
Simulasi/peer teaching dengan guru sebelum pelaksanaan (real teaching) di kelas,
dilakukan dengan simulasi mengajar dengan media pembelajaran audiovisual. Dalam
simulasi ini guru-guru diarahkan untuk selama penayangan media audiovisual, guru
membantu dengan komunikasi total dalam menjelaskan materi. Setelah real teaching
dilakukan diskusi dan refleksi terhadap hasil real teaching dan selanjutnya
menindaklanjuti hasil diskusi dan refleksi.
Hasil dokumentasi dari tahapan kegiatan peer teaching, disajikan pada gambar-
gambar berikut:
29
30
Gambar 24. Kegiatan simulasi/peer teaching
B. Tahap Pengamatan dan Diskusi.
Pendamping dalam hal ini pelaksana program melakukan pengamatan
pembelajaran dengan media audiovisual yang dilakukan oleh guru SLB/B, dengan
lingkup pendampingan: (1) Membantu meningkatkan kompetensi guru dalam
memanfaatkan TI untuk mengembangkan media pembelajaran yang lebih inovatif; (2)
Membantu guru dalam merancang media pembelajaran audiovisual dengan pemanfaatan
Software Microsoft Office Power Point dan Macromedia Flash, dan software lainnya; dan
(3) Membantu guru dalam mengoptimalkan perangkat multimedia yang sudah ada di
masing-masing sekolah.
1. Pendampingan dalam Merancang Media Pembelajaran Audiovisual
Dalam kegiatan pendampingan ini guru-guru di tiga sekolah mitra didampingi
oleh pelaksana kegiatan membuat media audiovisual mata pelajaran matematika dan IPA
siswa kelas IV SDLB. Media audiovisual yang sudah dibuat untuk mata pelajaran IPA
kelas IV SDLB adalah materi dengan pokok bahasan: (1) Penggolongan Hewan; (2)
Daur Hidup Hewan; (3) Penggolongan Hewan Berdasarkan Jenis Makanannya, sub
pokok bahasan Berbagai Jenis Makanan Hewan, Herbivora, Karnivora, Omnivora dan
Insektivora; (4) Daur Hidup Hewan & Memelihara Hewan Peliharaan; (5) Makhluk
Hidup dan Lingkungannya, dengan sub pokok bahasan Hubungan Antar Makhluk Hidup,
Rantai Makanan, Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem, dan Perubahan
Lingkungan; (6) Sifat Berbagai Wujud Benda; (7) Perubahan Wujud Benda dan Sifat
Bahan & Kegunaannya; (8) Gaya, dengan sub pokok bahasan: Gaya Mempengaruhi
31
Gerak Suatu Benda & Gaya Dapat Mengubah Bentuk Suatu Benda; (9) Energi dan
Penggunaannya, sub pokok bahasan: Energi Panas, Energi Bunyi, dan Energi Alternatif.
Media audiovisual yang sudah dibuat untuk mata pelajaran Matematika kelas IV
SDLB adalah materi dengan pokok bahasan: (1) Operasi Hitung Bilangan; (2) Faktor dan
Kelipatan; (3) Pengukuran Sudut, panjang, dan Berat; (4) Keliling dan Luas
Jajarangenjang & Segitiga; (5) Operasi Hitung Bilangan Bulat; (5) Pecahan; (6)
Laambang Bilangan Romawi; dan (7) Bangun Ruang dan Bangun Datar.
Media audiovisual yang merupakan luaran hasil kegitan pendampingan ini
diunggah ke dalam sim-litabmas dalam bentuk softcopy kompilasi luaran. Pendampingan
dalam membuat media pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru
dalam memanfaatkan TI untuk mengembangkan media pembelajaran yang lebih inovatif
di masa mendatang. Khususnya media audiovisual untuk mata pelajaran Matematika dan
IPA, maupun mata pelajaran lainnya secara umum. Kegiatan pendampingan ini juga
berdampak pada dapat dioptimalkannya perangkat multimedia yang sudah ada di masing-
masing sekolah mitra seperti i-chat (metode visual bahasa isyarat) yang sebenarnya sudah
dimiliki sebelumnya oleh ketiga sekolah mitra.
2. Membantu guru dalam Penelitian Tindakan Kelas
Pendampingan juga dilakukan dalam rangka membantu guru-guru dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) , dan penyusunan karya tulis ilmiah hasil PTK.
Pengoperasionalan media pembelajarn audivisual yang telah dibuat dalam program ini
diujicobakan melalui PTK untuk mengetahui efektivita media ini dalam meningkatkan
hasil belajar siswa SDLB dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional yang
biasa dilakukan di masing-masing sekolah mitra. Kegiatan pendampingan dalam hal ini
meliputi: (1) Pembutan rancangan PTK untuk evaluasi media audiovisual yang sudah
dibuat; (2) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi: (a) pemberian materi
Pecahan Senilai dengan metode konvensional untuk siswa SDLB.B Kelas IV; (b)
pemberian materi Pecahan Senilai dengan menggunakan media audiovisual dan bantuan
komunikasi total utuk siswa SDLB.B Kelas IV; dan (3) Pendampingan dalam
penyusunan draft artikel ilmiah hasil Penelitian Tindakan Kelas untuk dipresentasikan
pada sidang paralel Seminar Nasional Matematika 2014, yang diselenggarakan oleh Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Udayana pada tanggal 4 November 2014, di Kampus Sudirman
Denpasar. Kegiatan ini diharapkan menjadi motivasi bagi guru-guru di sekolah mitra
32
dalam publikasi karya tulis ilmiah hasil Penelitian Tidakan Kelas maupun bentuk karya
tulis yang lainnya.
5.2 Hasil Pelaksanaan Program
Kegiatan yang dilakukan dalam upaya meneningkatkan kompetensi guru dalam
memanfaatkan TI untuk mengembangkan media pembelajaran yang lebih inovatif, dan
dalam rangka membantu guru merancang media pembelajaran audiovisual untuk siswa
tuna rungu dengan pemanfaatan Software Microsoft Office Power Point dan Macromedia
Flash, maka pelaksana kegiatan memandang sangat perlu adanya buku panduan yang
dapat menjadi panduan bagi guru dalam merancang media pembelajaran audiovisual.
Penyusunan buku Panduan Perancangan Media Pembelajaran Audiovisual untuk
Siswa Tuna Rungu dilakukan oleh pelaksana program dan merupakan salah satu luaran
program IbM ini. Kendala yang dihadapi selama proses penyusunan, adalah sangat
terbatasnya referensi maupun hasil penelitian yang mengupas tentang prinsip-prinsip
perancangan media pembelajaran audiovisual yang khusus untuk siswa tuna rungu.
Dengan referensi yang terbatas ini, disusun buku panduan untuk guru-guru di SLB.B
dalam pengembangan media pembelajaran audiovisual. Materi yang disajikan dalam buku
ini meliputi: Bab I. Prinsip Komunikasi Total Latar Belakang, Contoh-Contoh Bentuk
Komunikasi Total, Kelemahan dan Kelebihan Komunikasi Total, Media Pembelajaran
Audiovisual); Bab II. Prinsip Desain Audio Visual (Latar Belakang, Subjudul (Subtitle),
Keterbacaan (Readability), Huruf/Font, Warna, Kecepatan Teks, Animasi, Tata Letak
Jendela (Window Layout), Fokus, Penyajian Teks, Komponen Verbal, Komponen
Nonverbal); Bab III. Panduan Memanfaatkan Fasilitas Microsoft Powerpoint 2013 untuk
Perancangan Media Audiovisual; dan Bab IV. Membuat Animasi Sederhana Dengan
Marcomedia Flash. Buku panduan ini merupakan salah satu luaran dari program IbM ini.
Beberapa referensi yang dipakai dalam buku panduan ini, sebagai berikut:
1. Blatto-Vallee, G., Kelly, R. R., Gaustad, M. G., Porter, J., and Fonzi, J. (2007).
Visual-Spatial Representation in Mathematical Problem Solving by Deaf and
Hearing Students. Journal of Deaf Studies and Deaf Education. 12, 1—17
2. Cavender, A. C., Bigham, J. P., and Ladner, R. E. (2009). Class In Focus: Enabling
Improved Visual Attention Strategies for Deaf and Hard of Hearing Students.
ASSETS’09, October 25—28.
33
3. Easterbrooks, S. R. (2008). Knowledge and Skills for Teachers of Individuals Who
Are Deaf or Hard of Hearing. Communication Disorders Quarterly. 30 (1), 12—
36.
4. Gentry, M. M., Chinn, K. M., and Moulton, R. D. 2005. Effectiveness of Multimedia
Reading Materials When Using With Childrean Who Are Deaf. 149 (5): 394-403.
5. Hawkins, L and Brawner, J. 1997. Educating Children Who are Deaf or Hard of
Hearing: Total Communication. ERIC Digest #559
6. Jensema, C. (1998). Viewer Reacation to Different Television Captioning Speeds.
American Annals of the Deaf, 143(4): 318—324.
7. Jensema, C., El Sharkawy, S., Danturthi, R. S., Burch, R., and Hsu, D. (2000). Eye
Movement Patterns of Captioned Television Viewers. American Annals of the Deaf,
145 (3):275—285.
8. Ju, J-M. (2009). The Effects of Multimedia Stories of Deaf or Hard-of-Hearing
Celebrities on Reading Comprehension and English Words Learning of Taiwanese
Students with Hearing Impairment. Asian Journal of Management and Humanity
Sciences. 4(2/3): 91-105.
9. Neves, J. (2005). Audiovisual Translation: Subtitling for the Deaf and Hard-of-
Hearing. PhD Thesis, Roehampton University.
10. Williams, K, Matthews, A., and Skelhorn, L. (2011). Total Communication: Person
Centred Thinking, Planning, and Practice. Alamat
http://www.hsapress.co.uk/TotalCommunication/ diakses tanggal 9 April 2014.
Komunikasi Total mempunyai peranan penting sebagai upaya berkomunikasi
dengan anak tuna rungu. Salah satu bentuk komunikasi total dalam penyusunan media
pembelajaran adalah penggunaan multimedia (audio visual) dalam mengajarkan mata
pelajaran kepada anak tuna rungu.
Berdasarkan seluruh rangkaian kegiatan program ini dan berdasarkan teori-teori
dan hasil penelitian sebelumnya mengenai media audiovisual untuk tuna rungu dapat
dijelaskan bahwa secara umum metode pengajaran dengan media audiovisual yang efektif
dan sesuai dengan kebutuhan siswa tuna rungu harus mempertimbangkan: subjudul,
keterbacaan (huruf/fon, warna, kecepatan teks, animasi, tata letak jendela, dan focus),
penyajian teks, komponen verbal, dan komponen nonverbal.
Subjudul pada prinsipnya bertujuan agar teks audiovisual dapat diakes oleh
semua orang (Neves, 2005). Penempatan komponen sekedarnya pada layar tidaklah
cukup, sumber visual dan kognitif yang diperlukan untuk menghadiri informasi kaya-
34
bahasa (language-rich) seperti isyarat (signing) dan keterangan gambar (caption)
menyulitkan dalam melihat perubahan di luar pusat perhatian saat itu (Cavender, et al.,
2009).
Ada beberapa fitur yang relevan dalam subjudul menurut Gambier dalam Neves
(2005). Fitur-fitur ini berupa keberterimaan (acceptability), legibilitas, keterbacaan
(readability), sinkronisitas (synchronicity), dan relevansi (relevance). Legibilitas
berhubungan dengan huruf, posisi subjudul, dan kecepatan subjudul. Keberterimaan
berhubungan dengan norma bahasa, pemilihan gaya, dan pola retorika. Keterbacaan
berhubungan dnegan kecepatan baca, kompleksitas teks, kepadatan informasi, dan
lain-lain. Sinkronisitas berhubungan dengan kecepatan pergerakan bibir. Selanjutnya
relevansi berhubungan dengan informasi yang disampaikan, dihapus, atau
diklarifikasi. Lebih lanjut, fitur lain yang relevan menurut Gambier dalam Neves
(2005) adalah strategi domestic (bagaimana menerima moda narasi) dan profil
penerima.
Aspek penting yang harus diperhatikan dalam keterbacaan adalah aspek isi
(content) dan bentuk. Dalam hal ini harus memperhatikan karakteristik siswa tuna rungu
pada umumnya tidak menikmati/menyukai membaca dan umumnya kurang dalam
keahlian membaca yang merupakan keahlian dasar dalam membaca subjudul. Selain
itu tuna rungu belum mengembangkan keahlian yang memungkinkan untuk maju dari
langkah sederhana dalam pengolahan kata menuju proses yang lebih tinggi seperti
pengambilan kesimpulan dan prediksi, perencanaan, pemantauan, pertanyaan ke diri
sendiri (self questioning), dan peringkasan. Aspek penting yang berhubungan dengan
keterbacaan adalah isi (content) dan bentuk.
Hal pertama, yakni isi, berhubungan dengan bagaimana rangkaian kata
ditempatkan pada layar monitor. Penempatan isi ini haruslah mempertimbangkan
bagaimana siswa tuna rungu membaca. Neves (2005) menegaskan bahwa tuna
rungu hanya mengandalkan referensi visual untuk mendukung proses pembacaan.
Lebih lanjut ini berarti orang tuna rungu perlu menangkap semua pesan visual yang
didapatkan dari ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan komposisi filmik (Neves, 2005). Hal
kedua yang berhubungan dengan keterbacaan adalah bentuk. Bentuk yang dimaksud ini
adalah bagaimana aspek-aspek teknis seperti huruf, warna, dan penempatannya pada
layar monitor.
Pemilihan huruf, warna, dan penempatannya pada layar monitor akan dijelaskan
sebagai berikut:
35
1. Huruf/Fon. Salah satu faktor penting dalam membaca subjudul adalah ukuran
huruf/fon dan kualitas gambar. Untuk menjamin legibilitas pemilihan fon
yang tepat akan membantu orang/tuna rungu untuk membaca teks. Contoh
huruf yang dapat membantu legibilitas ini adalah Tiresias Screenfont.
2. Warna. Selain pemilihan huruf/fon, pemilihan warna juga berperan penting.
Teks dengan warna putih dan latar belakang hitam lebih dipilih oleh
sebagian besar orang diikuti oleh posisi kedua diikuti oleh teks putih pada latar
belakang biru gelap (Silver dalam Neves (2005)).
3. Kecepatan Teks. Isu penting lain yang berhubungan dengan legibilitas adalah
kecepatan teks. Luyken et al dalam Neves (2005) mengatakan bahwa kecepatan
baca pada subjudul adalah antara 150—180 kata per menit. Penelitian kecepatan
baca juga telah dilakukan oleh Jensema (1998) dan Jensema (2000). Lebih lanjut
Neves (2005) mengatakan bahwa aturan enam detik secara luas diterima
sebagai aturan standar untuk subjudul yang mudah dibaca. Implementasi aturan
ini adalah tiga detik per baris dan lima sampai enam detik untuk dua baris.
Namun D’Ydewalle dalam Neves (2005) menegaskan bahwa aturan enam
detik ini seharusnya diganti menjadi aturan sembilan detik karena orang tuna
rungu biasanya/cenderung lambat membaca.
4. Animasi. Animasi yang berlebihan dapat mengganggu fokus. Cavender
(2009) menyarankan menggunakan animasi tertentu (anchored ancimation)
yang hanya muncul pada atau dekat jendela target (target window) untuk
menekankan bahwa pesan yang disampaikan pada dasarnya hanya merupakan
saran dan tidak menuntut perhatian segera.
5. Tata Letak Jendela (window layout). Mengubah tata letak jendela (window
layout) dapat membingungkan dan merusak suasana kelas (lihat Cavender,
2009). Lebih lanjut, Cavender (2009) mencontohkan perubahan tata letak
dengan merotasi jendela seperti merupakan solusi yang baik, padahal bersifat
mengganggu.
6. Fokus. Hal penting lain dalam rancangan audiovisual adalah fokus. Hindari
menganggu pengguna dari fokus yang sedang dilakukan pengguna pada saat
konsentrasi (fokus) yang sedang dilakukan (Cavender, et al., 2009). Lebih lanjut
Cavender et al. (2009) mengatakan bahwa efek visual masking dapat
mengaburkan informasi pada latar belakang atau informasi pada layar lainnya.
36
Penyajian Teks. Neves (2005) menegaskan bahwa penyajian teks memegang
peranan penting dalam kualitas subjudul. Presentasi teks ini meliputi jenis huruf, warna,
dan tata letak. Pemilihan huruf untuk subjudul biasanya adalah jenis huruf sans serif.
Lebih lanjut subjudul menggunakan huruf balok cenderung susah dibaca dan orang
yang suka subjudul dengan huruf capital tidak menyukai subjudul dengan
kombinasi huruf kapital dan kecil. Hal penting selanjutnya adalah pemilihan warna.
Warna putih pada kotak teks hitam merupkan warna paling legible dari semua
kombinasi warna diikuti oleh warna kuning, cyan, dan hijau. Baker dalam Neves (2005)
menyarankan bahwa warna magenta, merah, dan biru harus dihindari. Tata letak
menyangkut banyak baris, posisi, dan penjajaran (alignment). Banyak baris misalkan dua
sampai tiga baris. Selanjutnya posisi bias di tengah-tengah, rata kiri, atau rata kanan.
Komponen Verbal. Komponen verbal meliputi transposisi dari oral ke mode
tulis. Menurut Neves (2005) orang yang mengalami susah pendengaran (hard-of-hearing)
akan selalu melihat subjudul sebagai perwujudan ujaran oral (oral speech), namun
orang tuna rungu yang tidak pernah menggunakan bahasa dalam bentuk oral hanya
menganggap sebagai pesan tertulis.
Komponen nonverbal meliputi informasi tentang efek suara dan musik. Neves
(2005) menegaskan bahwa cendikiawan dan professional menjustifikasi pengunaan
informasi tentang efek suara dan music dengan harapan bahwa orang tuna rungu
akan kehilangan informasi aural yang penting.
5.3 Hasil Evaluasi Pelaksanaan Program
1. Hasil Evaluasi Efektivitas Media Audiovisial yang Telah Dibuat
Selama proses pendampingan, telah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas yang
bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan media audiovisual efektif
untuk meningkatkan hasil belajar siswa tuna rungu dibandingkan dengan
pembelajaran dengan metode konvensional. Penelitian dilaksanakan menggunakan
model rancangan pre eksperimental design (quasi experiment) dengan jenis desain one
shot case study. Penelitian jenis ini peneliti hanya menggunakan perlakuan satu kali
yang diperkirakan sudah mempunyai pengaruh, kemudian dilakukan post test. Perlakuan
yang diberikan berupa pemberian materi pecahan senilai untuk kelas IV SDLB
dengan media visual dan pembelajaran konvensional. Perlakuan diterapkan pada 2
kelompok siswa yang masing-masing terdiri dari tujuh orang siswa. Soal pre test dan post
37
test terdiri dari sepuluh soal pecahan senilai. Metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa peningkatan hasil belajar siswa
dengan metode konvensional berbeda dengan metode pembelajaran dengan bantuan
media visual. Kelompok siswa yang memperoleh perlakuan metode konvensional
mempunyai rata-rata 10 pada skor pre test dan 21,25 pada nitai post test. Nilai skor pre
test dan post test dalam penelitian ini dengan skala 0 – 100. Sedangkan untuk kelompok
siswa yang memperoleh perlakuan pembelajaran dengan bantuan media audiovisual
mempunyai rata-rata skor post test 50, mengalami peningkatan dari rata-rata skor pre test
11,43. Rata-rata persentase peningkatan hasil belajar siswa untuk kelompok memperoleh
pembelajaran dengan metode konvensional sebesar 112,5%, sedangkan metode dengan
media audiovisual terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 337,4%. Berdasarkan
peningkatan hasil belajar dengan kedua metode, disimpulkan bahwa pembelajaran
dengan bantuan media audiovisual lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar
siswa dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional, untuk siswa tuna
tungu pada pokok bahasan pecahan senilai. Hasil observasi selama pembelajaran
dengan kedua metode, diketahui bahwa pembelajaran dengan media visual lebih bisa
dimengerti oleh peserta didik tuna rungu karena karakter siswa tuna rungu lebih
mengerti dengan materi yang bersifat kongkrit dan sulit mengerti hal yang bersifat
abstrak.
Apresiasi dan motivasi siswa dalam pembelajaran jika diamati, antara kedua
kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional dan pembelajaran visual terlihat
perbedaan yang sangat signifikan. Siswa yang diberikan pembelajaran secara
konvensional konsentrasinya lebih rendah dari pada siswa yang diberikan
pembelajaran dengan media visual. Hal itu disebabkan karena pada penelitian ini
mengambil sampel siswa tuna rungu yang mengalami keterbatasan dalam bidang
komunikasi dan informasi, serta keterbatasan dalam hal-hal yang bersifat abstrak.
Untuk menjelaskan sesuatu agar lebih dapat dimengerti, lebih efektif menggunakan
media kongkrit atau nyata (visual) sehingga lebih mudah dimengerti oleh siswa yang
berkebutuhan khusus dalam hal ini siswa tuna rungu.
38
2. Hasil Evaluasi Pelaksanaan Pelatihan
Pengetahuan awal peserta pelatihan tentang media audiovisual dilihat dari jawaban
peserta pelatihan terhadap pre test yang diberikan. Pengetahuan awal peserta pelatihan
mengenai perlunya dikembangkan inovasi metode pembelajaran untuk mengoptimalkan
pembelajaran di kelas khususnya SLB.B. Seluruh peserta pelatihan menjawab ―perlu‖
dengan alasan-alasan antara lain: (1) karena siswa mengalami kekurangan audionya
sehingga perlu inovasi metode pembelajaran; (2) karena hasil belajar siswa akan lebih
baik dan lebih optimal jika dilakukan inovasi metode pembelajaran; (3) karena anak-anak
yang memiliki kebutuhan khusus lebih cepat menyerap dengan metode pembelajaran
yang inovatif; (4) inovasi metode pembelajaran perlu untuk meningkatkan pemahaman
siswa yang mengalami keterbatasan; (5) agar siswa tidak bosan dengan metode
pembelajaran yang diberikan oleh guru dan karena ilmu pengetahuan itu berkembang
seiring kemajuan teknologi; (6) perlu karena inovasi metode pembelajaran memudahkan
siswa maupun guru dalam kegiatan belajar mengajar; (7) karena siswa akan lebih
semangat belajar jika metodenya inovatif, dan juga anak tidak akan cepat bosan; (8) untuk
menggugah minat belajar siswa sehingga mereka tertantang untuk ingin tahu lebih jauh
(9) dengan inovasi metode pembelajaran akan mempermudah pencapaian pembelajaran
sesuai karakteristik kekhususan siswa; (10) karena siswa tuna rungu sangat sulit
memahami hal-hal yang bersifat abstrak, sehingga sangat diperlukan inovasi agar hal-hal
yang abstrak menjadi nyata; (11) semestinya semua penyampaian materi pembelajaran
dibantu alat/media audiovisual agar tidak terlalu panjang waktu yang diperlukan
mengingat keterbatasan siswa tuna rungu.
Jawaban peserta pelatihan pada pre test mengenai pertanyaan ―apakah inovasi
metode pembelajaran dengan memanfaatkan media audiovisual dapat mengatasi
permasalahan pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar menjadi optimal?‖. Seluruh
peserta pelatihan menjawab ―ya‖, dengan alasan-alasan yang dikemukakan sebagai
berikut: (1) sebab dengan melihat, siswa dapat mengingat sebagian pengetahuan yang
diberikan; (2) karena dengan audiovisual model pembelajaran bisa dibuat lebih menarik
sehingga siswa bisa berkonsentrasi dan lebih memahami maksud dari materi
pembelajaran yang disampaikan; (3) audiovisual sangat membantu anak memahami
konsep-konsep pembelajaran; (4) karena siswa tuna rungu (dan tuna grahita) sangat sulit
memahami materi secara abstrak, sehingga akan lebih mudah untuk memahami hal-hal
yang disampaikan secara visual; (5) dengan dengan media audiovisual anak akan lebih
39
cepat mengerti materi yang disampaikan oleh guru; (6) siswa, khususnya yang bagian B
tidak mampu berimajinasi, jadi sangat diperlukan media audiovisual disamping melatih
pendengaran dan melihat materi; (7) media audiovisual membantu siswa menerima
informasi melalui indera yang masih berfungsi normal; dan (8) untuk kasus dimana siswa
total hilang pendengarannya lebih optimal menggunakan media visual saja.
Soal pre test untuk pertanyaan apakah pernah memanfaatkan media audiovisual
untuk proses pembelajaran di kelas dan pada pembelajaran apa diberikan, sebagain besar
(79,2%) dari 72 orang peserta pelatihan menyatakan ―tidak‖ dan sebagian kecil saja
menjawab ―ya‖ (20,8 %). Diantara peserta pelatihan yang menjawab tidak pernah
memanfaatkan media audiovisual, mereka menggunakan media kartu gambar untuk
pembelajaran Bahasa Indonesia dan matematika, media gambar, dan software paint dalam
pembelajaran . Sedangkan untuk sebagian kecil peserta yang menyatakan pernah
menggunakan media audiovisual, mereka memanfaatkan: (1) VCD tentang baca tulis dan
hitung, dengan isyarat, ucapan, tulisan dan gambar; (2) Microsoft powerpoint untuk:
penjelasan materi mengenal huruf, benda, dan angka; menjelaskan tentang bagian-bagian
tubuh hewan & manusia; (3) Memanfaatkan YouTube untuk pelajaran Penjasorkes,
atletik (lompat jauh, cakram, dan tolak peluru); (4) Video interaktif untuk mengenal
membaca, menulis, berhitung.
Post test diberikan pada akhir kegiatan, setelah pemberian materi pelatihan selesai
diberikan. Beberapa pertanyaan yang diberikan hampir sama dengan pretest, dan
ditambah dengan pertanyaan baru mengenai minat para guru kedepannya untuk
menggunakan media audiovisual dalam pembelajaran siswa di SLB.B. Skor jawaban
peserta pada pre test dan post test disajikan pada table 2.
Analisis statistika inferensial untuk data pre test dan post test peserta pelatihan SLB.B
Tabanan bertujuan untuk melihat apakah pelatihan media audiovisual efektif
meningkatkan pemahaman guru-guru dalam merancang media pembelajaran audiovisual.
Misalkan pretest adalah nilai rata-rata guru sebelum mendapatkan pelatihan (nilai pre test)
dan post test adalah nilai rata-rata guru setelah mendapat pelatihan (nilai post test). Secara
formal hipotesis berbentuk
.:
,:
post test testpre1
post test testpre0
H
H (1)
40
dengan statistik uji yang akan digunakan adalah statistik uji t untuk data berpasangan
(paired samples).
Tabel 2. Skor Pre Test dan Post Test Peserta Pelatihan di SLB.B Tabanan
No
Peserta
Skor Pre Test Skor Post Test
1 50 75
2 50 75
3 50 75
4 50 75
5 100 100
6 50 75
7 75 100
8 75 100
9 50 75
10 50 75
11 50 75
12 75 100
13 50 75
14 50 75
15 75 100
Asumsi yang harus dipenuhi dalam menggunakan statistik uji t untuk data
berpasangan adalah data nilai prauji dan pascauji berdistribusi normal. Uji kenormalan
menggunakan uji Shapiro-Wilk diperoleh p-value untuk skor pre test dan post test
masing-masing 0,0001137 dan -510×2,38 . Hal ini mengindikasikan tidak cukup bukti
untuk menerima hipotesis null tentang kenormalan. Dengan kata lain, data tidak
menyebar normal. Selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan metode nonparametrik.
Uji nonparametrik yang analog dengan uji t adalah uji peringkat bertanda Wilcoxon
(Wilcoxon signed ranks test). Untuk melakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon
diasumsikan beda atau selisih data simetrik dan data diukur pada skala ordinal, interval,
atau rasio. Uji peringkat bertanda Wilcoxon menguji median selisih data. Untuk melihat
apakah pelatihan berpengaruh secara positif (meningkatkan) pemahaman guru
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
,0:
,0:
1
0
D
D
MH
MH (2)
dengan D menyatakan selisih antara nilai sebelum mengikuti pelatihan dan setelah
mengikuti pelatihan. Hipotesis alternatif 0:1 DMH berarti bahwa pelatihan akan
41
berhasil apabila selisih nilai sebelum pelatihan (pre test) dan setelah pelatihan (post test)
negatif. Dengan kata lain selisih nilai pascauji dan prauji lebih besar daripada nol. Hasil
pengujian dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon diperoleh p-value = 0,0001053. Pada
tingkat signifikansi 05,0 diperoleh .05,0valuep Berikut ini adalah luaran R
untuk uji peringkat bertanda Wilcoxon untuk SLB.B Tabanan.
>wilcox.test(tbn$pre.tbn,tbn$pos.tbn,paired=TRUE,alternative="less")
Wilcoxon signed rank test with continuity correction
data: tbn$pre.tbn and tbn$pos.tbn
V = 0, p-value = 0.0001053
alternative hypothesis: true location shift is less than 0
Jadi dapat disimpulkan pada tingkat signifikansi 05,0 hipotesis null diterima.
Dengan kata lain, pelatihan efektif meningkatkan pemahaman guru-guru SLB. B Tabanan
dalam merancang media audiovisual.
Selanjutnya analisis data dilakukan terhadap data SLB.B Denpasar (Tabel 3).
Hipotesis untuk data di SLB.B Denpasar juga seperti pada persamaan (1). Namun,
terlebih dahulu akan dilakukan uji kenormalan. Uji kenormalan menggunakan uji
Shapiro-Wilk diperoleh p-value untuk skor pre test dan post test masing-masing
-810×3,601 dan -510×1,203 . Hal ini mengindikasikan tidak cukup bukti untuk menerima
hipotesis null tentang kenormalan. Dengan kata lain, data tidak menyebar normal.
Selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan metode nonparametric yaitu uji peringkat
bertanda Wilcoxon (Wilcoxon signed ranks test). Untuk melakukan uji peringkat bertanda
Wilcoxon diasumsikan beda atau selisih data simetrik dan data diukur pada skala ordinal,
interval, atau rasio. Uji peringkat bertanda Wilcoxon menguji median selisih data. Untuk
melihat apakah pelatihan berpengaruh secara positif (meningkatkan) pemahaman guru
hipotesisnya adalah sebagai berikut seperti pada persamaan (2). Hasil pengujian dengan
uji peringkat bertanda Wilcoxon diperoleh p-value = -710×2,522 .
Berikut ini adalah luaran R untuk uji peringkat bertanda Wilcoxon untuk SLB.B
Sidakarya.
>wilcox.test(sdk$pre.sid,sdk$pos.sid,paired=TRUE,alternative="less")
Wilcoxon signed rank test with continuity correction
data: sdk$pre.sid and sdk$pos.sid
V = 0, p-value = 2.522e-07
alternative hypothesis: true location shift is less than 0
42
Pada tingkat signifikansi 05,0 diperoleh .05,0valuep Jadi dapat disimpulkan
pada tingkat signifikansi 05,0 hipotesis null diterima. Dengan kata lain, pelatihan
efektif meningkatkan pemahaman guru-guru di SLB.B Denpasar dalam merancang media
audiovisual.
Tabel 3. Skor Pre Test dan Post Test Peserta Pelatihan di SLB.B Denpasar
No
Peserta
Skor Pre Test Skor Post Test
1 75 100
2 50 75
3 50 75
4 50 50
5 75 100
6 75 100
7 75 100
8 50 100
9 50 100
10 75 100
11 50 75
12 50 50
13 75 100
14 50 75
15 75 100
16 50 75
17 50 75
18 50 75
19 50 75
20 50 75
21 50 75
22 75 100
23 50 75
24 50 75
25 50 75
26 50 75
27 50 75
28 50 75
29 50 75
Selanjutnya analisis data dilakukan terhadap data SLB.B Jimbaran (Tabel 4).
Hipotesis untuk data di SLB.B Denpasar juga seperti pada persamaan (1). Namun,
terlebih dahulu akan dilakukan uji kenormalan. Uji kenormalan menggunakan uji
Shapiro-Wilk diperoleh p-value untuk skor pre test dan post test masing-masing
-810×1.622 dan -810×5,66 . Hal ini, seperti halnya pada data SLB.B Tabanan dan SLB.B
Sidakarya, mengindikasikan tidak cukup bukti untuk menerima hipotesis null tentang
43
kenormalan. Dengan kata lain, data tidak menyebar normal. Selanjutnya akan dilakukan
pengujian dengan metode nonparametric yaitu uji peringkat bertanda Wilcoxon
(Wilcoxon signed ranks test).
Tabel 4. Skor Pre Test dan Post Test Peserta Pelatihan di SLB.B Jimbaran
No
Peserta
Skor Pre Test Skor Post Test
1 50 100
2 75 100
3 50 75
4 50 75
5 50 75
6 50 75
7 50 75
8 50 75
9 50 75
10 50 75
11 50 75
12 50 75
13 75 100
14 50 75
15 50 75
16 50 75
17 75 100
18 50 75
19 50 75
20 50 75
21 25 50
22 50 75
23 50 75
24 50 75
25 50 75
26 50 75
27 50 75
28 50 75
Untuk melakukan uji peringkat bertanda Wilcoxon diasumsikan beda atau selisih
data simetrik dan data diukur pada skala ordinal, interval, atau rasio. Uji peringkat
bertanda Wilcoxon menguji median selisih data. Untuk melihat apakah pelatihan
berpengaruh secara positif (meningkatkan) pemahaman guru hipotesisnya adalah sebagai
berikut seperti pada persamaan (2). Hasil pengujian dengan uji peringkat bertanda
Wilcoxon diperoleh p-value = -710×1.,2 .
44
Berikut ini adalah luaran R untuk uji peringkat bertanda Wilcoxon untuk SLB.B
Jimbaran.
>wilcox.test(jim$pre.jim,jim$pos.jim,paired=TRUE,alternative="less")
Wilcoxon signed rank test with continuity correction
data: jim$pre.jim and jim$pos.jim
V = 0, p-value = 1.02e-07
alternative hypothesis: true location shift is less than 0
Pada tingkat signifikansi 05,0 diperoleh .05,0valuep Jadi dapat disimpulkan
pada tingkat signifikansi 05,0 hipotesis null diterima. Dengan kata lain, pelatihan
efektif meningkatkan pemahaman guru-guru di SLB.B Jimbaran dalam merancang media
audiovisual.
Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa pelatihan yang
diberikan memberikan manfaat bagi peningkatan pengetahuan guru-guru di ketiga
sekolah mitra kegiatan (SLB.B Tabanan, SLB.B Sidakarya, dan SLB.B Jimbaran) tentang
cara-cara mengembangkan media pembelajaran audiovisual berbasis IT untuk pengajaran
Matematika dan IPA siswa tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Bagian B.
5.4 Luaran yang Dihasilkan dari Pelaksanaan Program
Keseluruhan kegiatan, dari awal sampai akhir menghasilkan luaran berupa:
1. Buku Panduan Perancangan Media Pembelajaran Audiovisual untuk Siswa Tuna
Rungu. Buku panduan ini disusun oleh pelaksana kegiatan yang diperuntukkan
untuk guru-guru di SLB.B dalam pengembangan media pembelajaran audiovisual.
Materi yang disajikan dalam buku ini meliputi: Bab I. Prinsip Komunikasi Total
Latar Belakang, Contoh-Contoh Bentuk Komunikasi Total, Kelemahan dan
Kelebihan Komunikasi Total, Media Pembelajaran Audiovisual); Bab II. Prinsip
Desain Audio Visual (Latar Belakang, Subjudul (Subtitle), Keterbacaan
(Readability), Huruf/Font, Warna, Kecepatan Teks, Animasi, Tata Letak Jendela
(Window Layout), Fokus, Penyajian Teks, Komponen Verbal, Komponen
Nonverbal); Bab III. Panduan Memanfaatkan Fasilitas Microsoft Powerpoint 2013
untuk Perancangan Media Audiovisual; dan Bab IV. Membuat Animasi Sederhana
dengan Marcomedia Flash.
2. Bahan Ajar Matematika Kelas IV SDLB.B
3. Bahan Ajar IPA Kelas IV SDLB.B
45
4. Artikel Ilmiah hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh guru di SLB.B
Denpasar yang merupakan hasil pendampingan dari Pelaksana kegiatan program
IbM ini. Artikel ini sudah dipresentasikan pada siding paralel Seminar Nasional
Matematika 2014, yang diselenggarakan oleh Jurusan Matematika FMIPA
Universitas Udayana, di Kampus Jl. PB Sudirman pada tanggal 6 November 2014.
5. Media Audiovisual untuk pembelajaran IPAKelas IV SDLB
6. Media Audiovisual untuk pembelajaran Matematika Kelas IV SDLB
7. Draft Artikel Ilmiah hasil kegiatan program IbM
8. Poster
9. Laporan Akhir Program IbM (IbM Kelompok Guru Mata Pelajaran Matematika
dan IPA Sekolah Luar Biasa Bagian B (SLB/B)
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir, bebrapa hal yang
dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:
1. Tahapan pelaksanaan In House Training secara umum dapat dibagi menjadi dua
tahapan. Tahap pertama, merupakan persiapan pembelajaran dan tahap kedua
adalah tahap pengamatan dan diskusi. Pada tahap persiapan pembelajaran,
kegiatan yang dilaksanakan adalah: Pelaksanaan pelatihan; Menyiapkan,
mengembangkan, dan mengoperasionalkan lesson plan dan perangkat
pembelajaran; Menyamakan konsep dasar matematika dan IPA yang akan dipakai
dalam pembelajaran terkait media pembelajaran audiovisual untuk siswa tuna
tungu; Melakukan simulasi/peer teaching dengan guru sebelum pelaksanaan (real
teaching) di kelas; Mendiskusikan dan refleksi hasil real teaching; dan Menindak
lanjuti hasil diskusi dan refleksi.
2. Pelaksanaan pelatihan Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual di ketiga
sekolah mitra dilaksanakan dengan materi yang disajikan meliputi: (1) Tujuan
program, manfaat bagi sekolah mitra, teknis pelaksanaan program pendampingan,
dan evaluasi program; (2) Prinsip perancangan media audiovisual untuk siswa
tuna rungu, meliputi materi prinsip komunikasi total dan prinsip desain media
audiovisual; dan (3) Penyajian contoh media audiovisual, dengan mengambil
materi mata pelajaran matematika untuk SDLB.B pokok bahasan pecahan senilai.
3. Kegiatan menyiapkan dan mengembangkan perangkat pembelajaran berupa
penyusunan bahan ajar matematika dan IPA Kelas IV SDLB. Materi-materi yang
disajikan dalam bahan ajar ini disesuaikan dengan karakteritik siswa yang
berkebutuhan khusus di SDLB dan dibuat diupayakan di bawah standar dari siswa
normal. Disesuaikan dengan silabus dan RPP yang dipergunakan di SLB.B, materi
Matematika Kelas IV SDLB.B dan IPA Kelas IV SDLB.B.
4. Simulasi/peer teaching dengan guru sebelum pelaksanaan (real teaching) di kelas,
dilakukan dengan simulasi mengajar dengan media pembelajaran audiovisual.
Dalam simulasi ini guru-guru diarahkan untuk selama penayangan media
audiovisual, guru membantu dengan komunikasi total dalam menjelaskan materi.
47
Setelah real teaching dilakukan diskusi dan refleksi terhadap hasil real teaching
dan selanjutnya menindaklanjuti hasil diskusi dan refleksi.
5. Dalam kegiatan pendampingan guru-guru di tiga sekolah mitra didampingi oleh
pelaksana kegiatan membuat media audiovisual mata pelajaran matematika dan
IPA siswa kelas IV SDLB. Pendampingan dalam membuat media pembelajaran
diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru dalam memanfaatkan TI untuk
mengembangkan media pembelajaran yang lebih inovatif di masa mendatang.
Pendampingan juga dilakukan dalam rangka membantu guru-guru dalam
Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dan penyusunan karya tulis ilmiah hasil PTK.
6. Berdasarkan seluruh rangkaian kegiatan program ini dan berdasarkan teori-teori
dan hasil penelitian sebelumnya mengenai media audiovisual untuk tuna rungu
dapat dijelaskan bahwa secara umum metode pengajaran dengan media
audiovisual yang efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa tuna rungu harus
mempertimbangkan: subjudul, keterbacaan (huruf/fon, warna, kecepatan teks,
animasi, tata letak jendela, dan focus), penyajian teks, komponen verbal, dan
komponen nonverbal.
7. Hasil evaluasi pelaksanaan pelatihan, berdasarkan hasil analisis data skor pre test
dan psot test dapat dijelaskan bahwa pelatihan yang diberikan memberikan
manfaat bagi peningkatan pemahaman guru-guru di ketiga sekolah mitra kegiatan
(SLB.B Tabanan, SLB.B Sidakarya, dan SLB.B Jimbaran) tentang cara-cara
mengembangkan media pembelajaran audiovisual berbasis IT untuk pengajaran
Matematika dan IPA siswa tuna rungu di Sekolah Luar Biasa Bagian B.
8. Keseluruhan kegiatan, dari awal sampai akhir menghasilkan luaran berupa: Buku
Panduan Perancangan Media Pembelajaran Audiovisual untuk Siswa Tuna Rungu;
Bahan Ajar Matematika dan IPA Kelas IV SDLB.B; Artikel Ilmiah hasil
Penelitian Tindakan Kelas; Media Audiovisual untuk pembelajaran Matematika
dan IPAKelas IV SDLB; Draft Artikel Ilmiah hasil kegiatan program IbM; dan
Laporan Akhir Program IbM.
6.2 Saran
Melihat dari rendahnya pemanfaatan media yang berbasis IT oleh guru-guru
dalam menunjang proses pembelajaran di SLB.B maka sangat penting untuk kedepannya
melakukan pendampingan yang serupa di sekolah-sekolah luar biasa lainnya yang belum
tersentuh oleh program ini, sebagai program rintisan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Blatto-Vallee, G., Kelly, R. R., Gaustad, M. G., Porter, J., and Fonzi, J. (2007). Visual-
Spatial Representation in Mathematical Problem Solving by Deaf and Hearing
Students. Journal of Deaf Studies and Deaf Education. 12, 1—17
Cavender, A. C., Bigham, J. P., and Ladner, R. E. (2009). Class In Focus: Enabling
Improved Visual Attention Strategies for Deaf and Hard of Hearing Students.
ASSETS’09, October 25—28.
Cory, Patricia Blair. 1960. School Library Services for Deaf Children. Audio-Visual
Material. The Alexander Graham Bell Association For The Deaf, Inc.
Easterbrooks, S. R. (2008). Knowledge and Skills for Teachers of Individuals Who Are
Deaf or Hard of Hearing. Communication Disorders Quarterly. 30 (1), 12—36.
Effendi, Mohammad, Esni Triaswati, Hariyanto & Pujiati. 2006. Penggunaan Media
Ceritera Bergambar Berbasis Pendekatan Komunikasi Total untuk Meningkatkan
Kemampuan Bahasa Anak Tunarungu Kelas Rendah di SLB Bagian B YPTB
Malang, (Diunduh dari http://www.ditnaga-
dikti.org/ditnaga/files/sari_penelitian_ppkp_pips.pdf, tgl 2 Desember 2012).
Gentry, M. M., Chinn, K. M., and Moulton, R. D. 2005. Effectiveness of Multimedia
Reading Materials When Using With Childrean Who Are Deaf. 149 (5): 394-403.
Hansen, B. 1980. Aspects of Deafness and Total Communication in Denmark.
Copenhagen: The Center for Total Communication.
Hawkins, L and Brawner, J. 1997. Educating Children Who are Deaf or Hard of Hearing:
Total Communication. ERIC Digest #559
Jensema, C. (1998). Viewer Reacation to Different Television Captioning Speeds.
American Annals of the Deaf, 143(4): 318—324.
Jensema, C., El Sharkawy, S., Danturthi, R. S., Burch, R., and Hsu, D. (2000). Eye
Movement Patterns of Captioned Television Viewers. American Annals of the
Deaf, 145 (3):275—285.
Ju, J-M. (2009). The Effects of Multimedia Stories of Deaf or Hard-of-Hearing
Celebrities on Reading Comprehension and English Words Learning of
Taiwanese Students with Hearing Impairment. Asian Journal of Management and
Humanity Sciences. 4(2/3): 91-105.
Khaer, Abu. 2008. Video Pembelajaran untuk Siswa Berkebutuhan Khusus Upaya
Menemukan Suatu Model, (Diunduh dari
http://ssmkn2.dispendik.surabaya.go.id/download.php?id=35, tgl 12 Januari 2013)
Neves, Joselia. 2005. Audiovisual Translation: Subtitling for the Deaf and Hard-of-
Hearing. Dissertations from the School of Arts, Roehampton University,
University of Surrey. http://rrp.roehampton.ac.uk/artstheses/1;
Nugroho, Topiq. 2009. Metode Pembelajaran Matematika di Sekolah Luar Biasa
Tunarungu Melalui Komputer untuk Peningkatan Hasil Belajar Siswa, (Diunduh
dari http://etd.eprints.ums.ac.id/3437/2/A410050094.pdf, tgl 25 Desember 2012)
Williams, K, Matthews, A., and Skelhorn, L. (2011). Total Communication: Person
Centred Thinking, Planning, and Practice. Alamat
http://www.hsapress.co.uk/TotalCommunication/ diakses tanggal 9 April 2014.
IbM KELOMPOK GURU MATA
PELAJARAN MATEMATIKA
DAN IPA SEKOLAH LUAR
BIASA BAGIAN B (SLB/B)by Desak Putu Eka Nilakusmawati
FILE
TIME SUBMITTED 23-JAN-2016 08:52PM
SUBMISSION ID 623159049
WORD COUNT 9863
CHARACTER COUNT 64308
AJARAN_MATH_IPA_SLB_BAGIAN_B_DESAK_NILA-SUMARJAYA-
PUSPAWATI.DOCX (6.51M)
14%SIMILARITY INDEX
13%INTERNET SOURCES
5%PUBLICATIONS
7%STUDENT PAPERS
1 2%
2 1%
3 1%
4 1%
5 <1%
6 <1%
7 <1%
IbM KELOMPOK GURU MATA PELAJARAN MATEMATIKA
DAN IPA SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B (SLB/B)
ORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
www.smpn1bantul.netInternet Source
ericha-wardhani.blogspot.comInternet Source
webs.uvigo.esInternet Source
br-ie.orgInternet Source
Kacorri, Hernisa, Allen Harper, and Matt
Huenerfauth. "Comparing native signers'
perception of American Sign Language
animations and videos via eye tracking",
Proceedings of the 15th International ACM
SIGACCESS Conference on Computers and
Accessibility - ASSETS 13, 2013.Publicat ion
r-resources.massey.ac.nzInternet Source
eprints.ucm.esInternet Source
8 <1%
9 <1%
10 <1%
11 <1%
12 <1%
13 <1%
14 <1%
15 <1%
16 <1%
17 <1%
18 <1%
19 <1%
20
www.wsipp.wa.govInternet Source
www.pertanika2.upm.edu.myInternet Source
spe.ntcu.edu.twInternet Source
dergipark.ulakbim.gov.trInternet Source
p3m-umsu.infoInternet Source
12104mafp.blogspot.comInternet Source
cfv.orgInternet Source
Submitted to University of NorthamptonStudent Paper
mudiartana.blogspot.comInternet Source
sim.uin-alauddin.ac.id:81Internet Source
Submitted to 61459Student Paper
www.slideshare.netInternet Source
www.listeningandspokenlanguage.org
<1%
21 <1%
22 <1%
23 <1%
24 <1%
25 <1%
26 <1%
27 <1%
28 <1%
29 <1%
30 <1%
Internet Source
eprints.uns.ac.idInternet Source
stmikdharmapalariau.ac.idInternet Source
math.unud.ac.idInternet Source
guru-wira.blogspot.comInternet Source
Submitted to City UniversityStudent Paper
f irdausaditya23.wordpress.comInternet Source
Romero-Fresco, Pablo. "Respeaking in
Translator Training Curricula : Present and
Future Prospects", The Interpreter and
Translator Trainer, 2012.Publicat ion
Submitted to Universitas Pendidikan
IndonesiaStudent Paper
jurnal.upi.eduInternet Source
www.bphn.go.idInternet Source
31 <1%
32 <1%
33 <1%
34 <1%
35 <1%
36 <1%
37 <1%
38 <1%
39 <1%
40 <1%
41 <1%
42 <1%
43
repository.upi.eduInternet Source
p2m.poltek-malang.ac.idInternet Source
pnpnews.polinpdg.ac.idInternet Source
dikti.depdiknas.go.idInternet Source
repository.unib.ac.idInternet Source
pkmk-lanri.orgInternet Source
eprints.uny.ac.idInternet Source
digilib.unimed.ac.idInternet Source
library.walisongo.ac.idInternet Source
www.docstoc.comInternet Source
unsil.ac.idInternet Source
elpramwidya.wordpress.comInternet Source
www.pps.unud.ac.id
<1%
44 <1%
45 <1%
46 <1%
47 <1%
48 <1%
49 <1%
EXCLUDE QUOTES OFF
EXCLUDE
BIBLIOGRAPHY
OFF
EXCLUDE MATCHES OFF
Internet Source
suaidinmath.wordpress.comInternet Source
Taeger, . "Tests on location", Statistical
Hypothesis Testing with SAS and R, 2014.Publicat ion
jpmipa.fpmipa.upi.eduInternet Source
glasundspiegel.comInternet Source
training-engineering.comInternet Source
psg15.um.ac.idInternet Source