Post on 05-Aug-2015
WHO. Konsep Dasar Analisis Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio)
Keterbatasan anggaran pemerintah merupakan hal yang umum ditemui. Di sisi lain, pemerintah
dihadapkan pada berbagai alternatif program yang akan dilaksanakan. Hal tersebut
menyebabkan pemerintah harus jeli dalam menentukan program yang diprioritaskan. Pemilihan
prioritas suatu proyek tidak mudah. Dalam memutuskan kelayakan suatu proyek yang
berhubungan dengan sektor publik, pemerintah dihadapkan pada banyak pertimbangan dan
permasalahan. Dalam hal ini, prioritas yang dipilih harus mempertimbangkan kepentingan publik
atau masyarakat umum.
Terkait dengan proses pengambilan keputusan mengenai kelayakan suatu proyek atau program,
pemerintah memerlukan suatu alat analisis yang mampu digunakan dalam meminimalkan
kesalahan dalam pemilihan keputusan. Salah satu analisis yang dapat digunakan sebagai alat
untuk memilih program yang layak diprioritaskan adalah dengan menggunakan analisis
Benefit Cost Ratio (BCR) atau disebut juga analisis manfaat dan biaya.
WHAT. Pengertian Analisis Manfaat Biaya (Benefit Cost Ratio)
Analisis manfaat-biaya merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran
keuntungan/kerugian serta kelayakan suatu proyek. Dalam perhitungannya, analisis ini
memperhitungkan biaya serta manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan suatu program. Dalam
analisis benefit dan cost perhitungan manfaat serta biaya ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Analisis ini mempunyai banyak bidang penerapan. Salah satu bidang penerapan yang umum
menggunakan rasio ini adalah dalam bidang investasi. Sesuai dengan dengan makna tekstualnya
yaitubenefit cost (manfaat-biaya) maka analisis ini mempunyai penekanan dalam perhitungan tingkat
keuntungan/kerugian suatu program atau suatu rencana dengan mempertimbangkan biaya yang akan
dikeluarkan serta manfaat yang akan dicapai. Penerapan analisis ini banyak digunakan oleh para investor
dalam upaya mengembangkan bisnisnya. Terkait dengan hal ini maka analisis manfaat dan biaya dalam
pengembangan investasi hanya didasarkan pada rasio tingkat keuntungan dan biaya yang akan
dikeluarkan atau dalam kata lain penekanan yang digunakan adalah pada rasio finansial atau keuangan.
Dibandingkan penerapannya dalam bidang investasi, penerapan Benefit Cost Ratio (BCR) telah
banyak mengalami perkembangan. Salah satu perkembangan analisis BCR antara lain yaitu
penerapannya dalam bidang pengembangan ekonomi daerah. Dalam bidang pengembangan
ekonomi daerah, analisis ini umum digunakan pemerintah daerah untuk menentukan kelayakan
pengembangan suatu proyek. Relatif berbeda dengan penerapan BCR di bidang investasi, penerapan
BCR dalam proses pemilihan suatu proyek terkait upaya pengembangan ekonomi daerah relatif lebih
sulit. Hal ini dikarenakan aplikasi BCR dalam sektor publik harus mempertimbangkan beberapa aspek
terkait social benefit (social welfare function) dan lingkungan serta tak kalah penting adalah faktor
efisiensi. Faktor efisiensi mutlak menjadi perhatian menimbang terbatasnya dana dankemampuan
pemerintah daerah sendiri. Secara terinci aspek-aspek tersebut juga mempertimbangkan dampak
penerapan suatu program dalam masyarakat baik secara langsung (direct impact) maupun tidak
langsung (indirect impact) faktor eksternalitas, ketidakpastian (uncertainty), risiko (risk) serta shadow
price. Terkait perhitungan risiko dan ketidakpastian, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan asuransi
dan melakukan lindung nilai (hedging).
Efisiensi ekonomi merupakan kontribusi murni suatu program dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Sehingga yang menjadi perhatian utama dalam penerapan BCR dalam suatu proyek
pemerintah yang berkaitan dengan sektor publik adalah redistribusi sumber daya.
Manfaat Analisis Benefit Cost Ratio
Terkait dengan penerapan BCR dalam perekonomian suatu daerah, maka sesuai dengan
pedoman penyusunan anggaran berbasis kinerja, pemerintah harus menentukan target kinerja.
Target tersebut ditetapkan berdasarkan prioritas tertentu. Dalam hal ini, BCR tidak hanya
membantu pengambil kebijakan untuk memilih alternatif terbaik dari pilihan yang ada, yang dalam
hal ini pemilihan alternatif terbaik dilakukan berdasarkan alasan perbandingan antara life cycle’s
benefit dengan biaya yang dikeluarkan, melainkan juga dapat membandingkan alternatif-alternatif
tersebut.
Analisis BCR masih dapat diterapkan ketika suatu proyek telah diputuskan untuk dilakukan, sehingga
manfaat yang kedua dari dilakukannya analisis BCR adalah dapat mengontrol perkembangan dari proyek
yang bersangkutan pada tahun-tahun ke depan. Manfaat ketiga dari penerapan BCR adalah BCR dapat
digunakan untuk evaluasi suatu proyek yang telah selesai dikerjakan. Tujuan dilakukannya evaluasi ini
adalah untuk mengetahui kinerja suatu proyek dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat digunakan
untuk perbaikan program yang selanjutnya. Berdasarkan hasil analisis ini, pemerintah dapat
menentukan pilihan yang tepat dan anggaran dapat dialokasikan secara efektif. Pemilihan alternatif dan
penentuan prioritas ini berkontribusi pada pencapaian anggaran berbasis kinerja, yang merupakan salah
satu pilar reformasi anggaran.
Telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa landasan utama penetapan suatu proyek dalam
kapasitas pengembangan daerah tidak mutlak hanya dilakukan berdasarkan variable manfaat dan biaya.
Dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah, analisis utama yang harus dikedepankan oleh
pemerintah daerah adalah sejauh mana kontribusi suatu proyek dalam komunitas dan ekonomi lokal
suatu wilayah.
Secara umum, BCR dapat membantu penggunanya untuk:
1. membantu dalam proses pengambilan keputusan,
2. menambah alternatif atau pilihan, dan
3. mengurangi biaya alternatif yang tidak efektif.
Penerapan Analisis Benefit Cost Ratio
Salah satu pengembangan dari model BCR di Indonesia adalah metode Analisis Kelayakan Suatu Proyek.
Metode ini umum digunakan dalam penilaian kelayakan suatu proyek. Analisis ini merupakan suatu
analisis yang dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh terhadap suatu kelayakan proyek yang
mencakup analisis dari berbagai aspek yang harus dilakukan secara terpadu. Pada prinsipnya analisis ini
mencakup analisis aspek pemasaran, analisis aspek keuangan, analisis aspek teknis dan operasi, analisis
aspek sumber daya manusia, analisis aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, serta analisis dampak
lingkungan. Keseluruhan aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam metode Analisis Kelayakan
Proyek dapat dilihat pada
Gambar 1, Hirarki untuk Penilaian Kelayakan Proyek Investasi.
Gambar 1
Hirarki Penilaian Kelayakan Proyek Investasi
Sumber: Joesron, Tati S (2001).
Dalam Gambar 1 tersebut, analisis aspek pemasaran merupakan kunci utama dalam dalam menentukan
kelayakan suatu proyek. Pemahaman terhadap pasar menurut Kottler diawali dengan identifikasi produk
yang akan dipasarkan dan seberapa besar produk ini dibutuhkan oleh konsumen. Salah satu persyaratan
suatu proyek yang layak adalah keharusan dalam memiliki prospek penguasaan pangsa pasar yang baik.
Namun tidak cukup hanya itu, penting juga untuk menganalisis kesinambungan performansi penguasaan
pasar di masa depan. Hal inilah harus dipersiapkan dalam penyusunan business plan dan road map
proyek.
Analisis kedua yang harus dilakukan adalah analisis finansial. Dalam analisis ini dilakukan pengukuran
kelayakan suatu proyek secara finansial dimulai dari estimasi biaya dan pendapatan yang dihasilkan dari
proyek tersebut. Estimasi biaya menurut Petty. J.W. mencakup:
1. Estimasi biaya investasi awal
Estimasi ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang pasti mengenai keseluruhan biaya yang
dibutuhkan. Keseluruhan biaya ini meliputi biaya perolehan ijin usaha, biaya peralatan, biaya instalasi,
biaya engineering, biaya pelatihan, biaya pembelian tanah dan biaya lain yang dikeluarkan pada awal
investasi dilakukan.
2. Estimasi biaya operasi
Terdapat tiga macam biaya operasi.
Pertama, biaya langsung, yaitu segala biaya yang mempunyai keterkaitan langsung dengan proses
produksi mencakup biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung.
Kedua, biaya tidak langsung, yaitu biaya yang tidak terkait langsung dengan proses produksi. Biaya ini
mencakup biaya bahan tidak langsung, biaya tenaga kerja tak langsung dan berbagai biaya tak langsung
lainnya.
Ketiga, biaya komersial. Biaya komersial adalah biaya yang mencakup biaya pemasaran dan biaya
administrasi.
3. Estimasi pendapatan
Biaya pendapatan dapat diestimasi dengan menggunakan proyeksi pendapatan yang akan diperoleh per
tahun. Estimasi per tahun dilakukan untuk mempermudah perhitungan sehingga estimasi yang
dilakukan cenderung lebih tepat. Perlu dicatat bahwa estimasi pendapatan ini dilakukan berdasarkan
cash flow yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh suatu proyek. Dasar evaluasi adalah menggunakan
cash flow dan bukan menggunakan pendapatan. Hal ini dilakukan karena perhitungan dividen maupun
reinvestasi yang akan dilakukan adalah menggunakan kas dan bukan menggunakan pendapatan.
Terdapat dua indikator finansial yang umum digunakan untuk menilai sehat atau tidaknya suatu proyek
secara finansial. Indikator-indikator ini juga biasa digunakan dalam perhitungan analisis benefit cost
(atau analisis benefit cost ratio). Indikator-indikator tersebut antara lain:
1. Internal Rate of Return (IRR)
IRR (Tingkat Pengembalian Internal) didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan
suatu proyek yang diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan proyek dengan investasi
yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Untuk dapat digunakan sebagai analisis pembanding dalam
keputusan investasi maka nilai IRR harus dibandingkan dengan nilai perhitungan Minimal Attractive Rate
of Return (MARR). MARR merupakan suatu tingkat pengembalian tertentu yang diperoleh relatif tanpa
risiko misalnya dengan membandingkan tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan melalui
deposito.
2. Net Present Value (NPV)
NPV didefinisikan sebagai nilai dari proyek yang bersangkutan yang diperoleh berdasarkan selisih antara
cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. NPV yang dianggap layak adalah NPV
yang bernilai positif. NPV bernilai positif mengindikasikan cash flow yang dihasilkan melebihi jumlah
yang diinvestasikan. Perhitungan NPV dapat diketahui sebagai berikut.
3. Payback Period
Payback Period adalah periode waktu yang dibutuhkan agar cash flow yang dihasilkan sama besar
dengan investasi yang dikeluarkan. Terkait dengan hal ini, semakin singkat payback period suatu
investasi menunjukkan investasi tersebut lebih disukai oleh investor. Dalam melakukan analisis baik
dengan menggunakan IRR maupun NPV, terdapat dua factor yang perlu diperhatikan, yaitu periode
evaluasi dan konsep nilai uang terhadap waktu (time value of money). Dalam periode evaluasi, periode
yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi secara finansial diestimasikan berdasarkan faktor
tertentu, misalnya usia kepemilikan (ownership life)
.
Sementara itu, dalam konsep Time value of money, uang didefinisikan mempunyai nilai terhadap waktu
dan besaran nilai tersebut sangat tergantung pada saat kapan uang tersebut diterima. Konsep ini
mengandung implikasi bahwa nilai uang sekarang tidak sama dengan nilai uang yang sama pada masa
lalu maupun masa yang akan datang. Suatu proyek yang dapat dikatakan layak secara teknis dan operasi
harus memperhitungakan kelayakan dari beberapa aspek operasional.
Menurut Heizer. J dan Render terdapat enam aspek yang merupakan aspek operasional suatu proyek.
Keenam aspek operasional tersebut antara lain adalah perencanaan produk, perencanaan kapasitas,
perencanaan proses dan fasilitas produksi, perencanaan lokasi, perencanaan persediaan, dan
perencanaan kualitas.
Dalam perencanaan lokasi, pemilihan lokasi ditentukan oleh tiga faktor antara lain adalah aspek
sumber faktor produksi (akses terhadap sumber faktor produksi berupa bahan baku, sumber daya
manusia, tanah, modal dan infrastruktur), aspek produk dan aspek lingkungan. Terkait dengan analisis
kelayakan suatu proyek dalam sektor publik, selain menekankan pada analisis aspek keuangan atau
finansial, analisis BCR juga menekankan pada analisis ekonomi dan sosial serta lingkungan. Hal ini
disebabkan penerapan BCR dalam pengembangan ekonomi wilayah (sektor publik) tidak dapat lepas
dari berbagai pertimbangan dengan memasukkan berbagai variabel kualitatif selain variabel kuantitatif.
Salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan sektor publik adalah proporsi kontribusi sektor
tersebut dalam masyarakat. Aspek sosial yang berkaitan dengan penerapan BCR dalam sektor publik ini
harus mempertimbangkan kriteria Social Cost and Benefit Analysis SCBA). Analisis ini memperhatikan
eksternalitas, yaitu dampak eksternal yang ditimbulkan baik yang menguntungkan atau merugikan bagi
perekonomian daerah sekitar proyek), distribus penghasilan masyarakat, peningkatan saving yang
diharapkan untuk meningkatkan investasi, maupun pertimbangan manfaat pada masyarakat. Aspek
sosial ekonomi penting dilakukan agar pada masa depan suatu proyek investasi tidak membebani
daerah tersebut.
Analisis ekonomi ini, menurut Suad Husnan dan Suwarsono, harus dilakukan mengingat adanya
ketidaksempurnaan pasar, adanya pajak dan subsidi, dan berlakunya konsep consumers surplus
(berkaitan erat dengan konsep consumers willingness to pay yang berguna untuk menghitung harga
yang relevan dengan kemampuan konsumen) dan producers surplus (berkaitan erat dengan konsep
producers willingness to invest yang berguna untuk menghitung biaya yang akan diinvestasikan). Pada
hakikatnya kegiatan pembangunan adalah upaya peningkatan taraf hidup masyarakat dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Namun, dampak negatif seringkali timbul dan
memberikan akibat hal-hal yang tidak diinginkan dimana kegiatan itu dilaksanakan, baik terhadap
lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya.
Pada aspek lingkungan, analisis dampak lingkungan mencakup jumlah manusia yang terkena dampak,
luas wilayah penyebaran dampak, lamanya dampak berlangsung, dan intensitas dampak. Kelayakan
proyek sangat ditentukan oleh seberapa besar dampak yang ditimbulkan dapat diminimalkan sampai
dengan batas toleransinya. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan upaya ini harus diperhitungkan
dalam evaluasi risiko proyek investasi.
Tahapan Penetapan BCR Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum menganalisis BCR.
1. Jenis proyek
Dalam meningkatkan pendapatan daerahnya berbagai macam proyek pengembangan usaha unggulan
dicanangkan oleh pemerintah daerah. Proyek pengembangan daerah tersebut dapat berbagai macam
jenis dan bidang yang berbeda. Jenis proyek sangat menentukan dalam penentuan variabel-variabel
yang akan digunakan dalam perhitungan BCR. Variabel yang digunakan dalam proyek yang menghasilkan
keuntungan atau pendapatan daerah cenderung berbeda dengan variabel yang digunakan dalam proyek
untuk mendukung perekonomian masyarakat.
2. Estimasi biaya proyek
Terdapat tiga macam biaya proyek yang dimasukkan dalam perhitungan.
pertama, biaya keseluruhan proyek (project cost) dalam hal ini adalah biaya keuangan atau finansial
Biaya ini meliputi biaya tetap ( fixed cost ), biaya variabel (variabel cost ), pajak (taxes ), pengembalian
pinjaman (loan repayment ), biaya bunga (interest ). Terkait dengan perhitungan biaya proyek, untuk
mempermudah perhitungan maka sunken cost tidak dimasukkan dalam perhitungan project cost.
sunken cost adalah biaya yang telah dikeluarkan untuk proyek yang bersangkutan sebelum dilakukannya
analisis BCR.
Kedua, biaya ekonomi dalam masyarakat (economic cost to the community). Jenis biaya yang kedua
tersebut cenderung sulit untuk dilakukan karena memasukkan keseluruhan variabel yang
mempengaruhi masyarakat akibat dari hadirnya (dilakukannya) proyek tersebut di wilayah yang
bersangkutan.
3. Estimasi keuntungan
Estimasi ini dilakukan per tahun sepanjang proyek terkait masih berlangsung. Perhitungan keuntungan
ini memasukkan revenue per tahun dan serta manfaat proyek tersebut dalam masyarakat. Estimasi
keuntungan yang memasukkan biaya kesejahteraan masyarakat sulit dilakukan karena harus
memperhatikan banyak faktor lain. Faktor-faktor yang mempersulit perhitungan ini antara lain dapat
dilihat pada Tabel 1. Untuk mempermudah perhitungan estimasi keuntungan maka diterapkan
perhitungan shadow pricing.
Dari Tabel 1 dapat dilihat beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai proksi perhitungan dampak
suatu proyek dalam masyarakat. Variabel yang dapat digunakan sebagai proksi untuk mengetahui
tampak langsung suatu proyek antara lain adalah variable tenaga kerja, pendapatan atau gaji tenaga
kerja serta pemanfaatan lahan disekitar lokasi proyek. Sementara variabel proksi yang dapat digunakan
untuk mengetahui dampak tidak langsung suatu proyek antara lain efek multiplier dapa tenaga kerja,
peningkatan nilai properti serta biaya sosial lainnya. Sementara variabel dampak tidak langsung
cenderung lebih banyak dibanding dampak langsung.
Tabel 1
Perhitungan Dampak suatu Proyek
i: Tingkat diskonto (suku bunga)
Sebelum menggunakan BCR dalam analisis , pemerintah sebelumnya harus mengidentifikasi
alternatif-alternatif yang mungkin dilakukan. Setelah alternatif-alternatif tersebut diidentifikasi,
langkah selanjutnya menghitung kebutuhan (biaya) dan keuntungan yang akan diperoleh dari
masing-masing pilihan. Dalam hal ini, pengambil keputusan dapat menghitung biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan masing-masing pilihan dari tahap awal sampai pilihan
tersebut menghasilkan keuntungan. Di luar perhitungan ekonomis yang dilakukan, pengambil
keputusan harus memperhitungkan biaya sosial dan eksternalitas yang muncul dari masing-
masing pilihan.
Setelah melakukan perhitungan di atas, pengambil keputusan akan mengurutkan pilihan tersebut
dengan membuat pemeringkatan. Pemeringkatan ini dibuat dengan menggunakan perhitungan Net
Present Value (nilai waktu sekarang) dan Interest Rate of Return (tingkat pengembalian bunga). Selain
mengetahui perhitungan BCR, pengambil keputusan juga perlu mengetahui prinsip perhitungan Net
Present Value (NPV) atau nilai uang sekarang. Perhitungan BCR dengan menggunakan nilai waktu
sekarang akan mempermudah pengambil keputusan untuk menentukan pilihan mana yang akan
diprioritaskan. Untuk mempermudah pemahaman terhadap penjelasan tersebut, berikut disajikan
contoh perhitungannya.
Tabel 2
Contoh Perhitungan Benefit Cost Ratio
Dengan demikian, proyek tersebut layak di pilih.
Pada perhitungan baik BCR maupun NPV, diperlukan variabel tingkat diskonto. Penentuan tingkat
diskonto ini merupakan hal yang sangat menentukan akurasi hasil analisis. Tingkat diskonto harus dapat
mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana. Penentuan tingkat diskonto mengacu pada tingkat
bunga tabungan, deposito, atau bunga pinjaman bank. Tidak ada perbedaan antara tingkat diskonto
yang digunakan oleh pemerintah dan swasta.
Hal ini mengingat aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah juga harus mencerminkan biaya
penggunaan dana oleh sektor swasta.
B. Maksimalisasi
Benefit – Cost
Maximize Benefit – Cost
kendala:
a) Fungsi Produksi antara input dan output
b) Anggaran
c) Lainnya
Asumsi yang digunakan dalam metoda maksimalisasi benefit – cost ini adalah proyek dinyatakan baik
dan layak operasi bila benefit yang dihasilkan melebihicost yang harus ditanggung. Rumus umum yang
dapat digunakan adalah
Max TB-TC s.t
constraint of production function )
Kelebihan Benefit Cost Ratio
BCR merupakan alat analisis yang sederhana, sehingga memudahkan pengambil keputusan dalam
menentukan prioritas. Selain itu BCR juga sangat membantu pengambil keputusan dalam mengurutkan
prioritas pilihan. Penentuan prioritas ini tentu saja akan meningkatkan efektifitas penggunaan anggaran.
Apabila BCR atau alat lain tidak dimanfaatkan oleh pengambil keputusan, terdapat kemungkinan bahwa
pengambil keputusan tersebut telah membuang waktu, tenaga dan biaya untuk pilihan program yang
kurang esensial untuk dilakukan pada waktu tertentu. Sebaliknya, penggunaan BCR dapat menjadi alat
untuk membandingkan pilihan-pilihan yang tidak seragam dalam kerangka waktunya. Dalam laporan
RPJMD tahun 2004 menyebutkan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang dapat diterapkan dalam
rangka meningkatkan kemitraan pemerintah-swasta, namun tidak semua jenis prasarana dan sarana
dapat dilakukan kerja sama, ada bagian-bagian tertentu yang memungkinkan dapat dilakukan. Pada
kenyataannya, calon investor umumnya menilai kriteria financial atau ekonomi, seperti Benefit Cost
ratio (BCR), Net Persent Value (NPV),Internal Rate of Return (IRR), dan Pay Back Period . Untuk
menunjang hal tersebut maka aparat pemerintahd aerah harus mampu meningkatkan kapabilitasnya
agar mampu menjalin kemitraan denganberbagai pihak di bidang penyediaan pelayanan jasa bagi
masyarakat.
Kekurangan Benefit Cost Ratio
Mengingat BCR menggunakan pendekatan peramalan nilai waktu uang, metode ini memiliki masalah
dalam hal akurasi. Peramalan biaya dan keuntungan tidak selamanya mendekati nilai riil pada saat yang
ditentukan. Selisih antara nilai prakiraan dan nilai riil dapat positif, dan sebaliknya negatif. Meskipun
demikian, ketidaksesuaian ini terkadang disebut sebagai risiko yang harus dihadapi oleh pengambil
keputusan. Meskipun pada bagian sebelumnya telah disebutkan biaya yang perlu dimasukkan ke dalam
analisis BCR, pada praktiknya pengambil keputusan seringkali mengalami kesulitan untuk
mengidentifikasi pos biaya yang akan dianalisis. Hal ini tentu saja mempengaruhi akurasi hasil BCR.
Terdapat beberapa sektor publik yang sulit dilakukan penerapan BCR dalam studi kelayakan proyek.
Proyek publik tersebut antara lain adalah air minum, jalan, kesehatan, pendidikan dan pertahanan
keamanan. Analisis BCR akan sangat sulit dilakukan dalam proyek-proyek tersebut dikarenakan
banyaknya pertimbangan dan kepentingan di dalamnya. Dalam penggunaan BCR, aspek ketidakpastian
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan. Untuk menyiasati ketidakpastian ini, pengambil keputusan
dapat menggunakan salah satu dari tiga metode di bawah ini:
1. Analisis nilai yang diekspektasi (expected value analysis )
Metode ini digunakan untuk melihat kemungkinan besarnya nilai variabel tertentu. Sebagai contoh
biaya listrik per kilowat/jam saat ini adalah Rp1.000. Selama 20 tahun ke depan, kemungkinan harganya
tetap adalah 50 persen, sedangkan kemungkinan biayanya akan turun menjadi Rp700 adalah 25 persen.
Sementara itu, kemungkinan biaya listrik naik menjadi Rp1.500 adalah 75 persen. Berdasarkan
kemungkinan-kemungkinan tersebut, maka ekspektasi biaya listrik dalam 20 tahun ke depan adalah:
L(Harga Ekspektasi) = (0.5)(1000) + (0.25)(700) + (0.75)(1500)
= 500 + 175 + 1125
= 1.800
Dengan demikian, ekspektasi biaya listrik dalam 20 tahun mendatang adalah Rp1.800
per kilowat/jam.
2. Analisis sensitifitas (sensitivity analysis )
Analisis sensitifitas adalah metode yang menganalisis ketidakpastian dengan mengganti variabel input
dan melihat sensitifitas perubahannya. Dalam analisis BCR, analisis sensitifitas dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa tingkat diskonto. Variasi nilai BCR yang dihasilkan dapat menjadi rambu-rambu
bagi pengambil keputusan untuk memilih alternatif mana yang akan diprioritaskan. Dalam
memvariasikan perubahan variabel input ini, pengambil keputusan dapat memilih untuk menggunakan
skenario optimis dan sebaliknya, skenario pesimis. Pilihan lain yang dapat diambil adalah mengambil
nilai tengah dari kedua skenario tersebut.
3. Evaluasi pilihan (evaluating “option” )
Evaluasi pilihan ini pada dasarnya lebih mengarah pada langkah mencari alternatif lain selain pilihan
yang telah ada. Terdapat dua tipe analisis, yaitu sequential decision analysis dan irreversible investment
theory .
Pendekatan pertama adalah dengan membagi proses pelaksanaan program ke dalam beberapa
urutan/tahap, misalnya tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pos-pelaksanaan. Dengan
demikian, perhitungan manfaat dan biaya dalam BCR dilakukan untuk setiap tahap program yang
ditentukan. Hasil BCR dengan menggunakan metode ini tentu saja menjadi lebih detil. Sementara itu
untuk pendekatan irreversible investment theory lebih memperhitungkan apakah suatu program benar-
benar akan dilaksanakan atau tidak. Pengambil keputusan dapat melihat apakah dana yang disiapkan
sebaiknya diinvestasikan sekarang atau tidak.
Contoh Penerapan Benefit Cost Ratio Analysis Dalam kerangka keuangan daerah, BCR dapat digunakan
untuk menganalisis pilihan investasi pemerintah yang menjanjikan. Selain itu analisis BCR juga
membantu pemerintah dalam mengevaluasi pengeluaran pemerintah.
Contoh Penggunaan Analisis BCR
Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah, Pemerintah Daerah Kediri berencana untuk membangun
beberapa fasilitas publik, antara lain pembangunan pasar dan terminal. Dalam sepuluh tahun ke depan,
diharapkan ketiga fasilitas publik tersebut dapat terealisasi.
A. Pembangunan pasar
Tujuan:
Pembangunan pasar ditujukan untuk membantu pedagang kecil dalam berusaha. Dengan lokalisasi ini
tidak hanya pedagang yang dipermudah, melainkan juga konsumen pasar. Bagi pemerintah,
pembangunan pasar berpotensi mendatangkan penerimaan, khususnya dari pos retribusi.
Pembangunan pasar ini diperkirakan memakan waktu tiga tahun dengan biaya sebesar Rp400 juta.
Penerimaan sewa dan retribusi baru akan diterima oleh pemerintah dalam empat tahun mendatang.
Besarnya penerimaan per tahun diasumsikan sebesar Rp50 juta. Sementara itu pasar diperkirakan akan
dapat berfungsi dengan baik selama 15 tahun. Saat ini, tingkat bunga tabungan masyarakat nasional
sebesar 10 persen pertahun, tabungan masyarakat di Kediri sebesar 11 persen, dan tingkat bunga
deposito mencapai 13 persen per tahun. Berdasarkan ilustrasi singkat di atas, perhitungan BCR dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Pilih tingkat diskonto yang akan digunakan (misalnya 10 persen)
2. Masukkan data ke dalam excel dengan cara seperti terlihat dalam Gambar 3 berikut.
Gambar 3
Memasukkan Data ke D
3. Buatlah rumus dalam excel untuk menghitung tingkat diskonto
Gambar 4
Menentukan Tingkat Diskonto
Tuliskan dalam kolom tingkat diskonto: =(1+10%)^0. Rumus tersebut dapat dibaca “satu ditambah
sepuluh persen dipangkatkan dengan nol.” Pangkat ini akan berubah sesuai dengan tahun yang dihitung.
4. Menghitung nilai sekarang untuk total biaya dan manfaat.
Total biaya yang dikeluarkan merupakan hasil penjumlahan kolom modal (K) dan biaya (C). Jumlah biaya
tersebut kemudian dihitung berdasarkan nilai waktu sekarang. Rumus yang digunakan adalah:
Total C = (K
t
+C
t
)/(1+i)
t
Demikian pula dengan perhitungan manfaat dapat diperoleh dari rumus:
Total B = B
t
/(1+i)
t
Dengan memasukkan rumus tersebut dalam excel, maka didapatkan perhitungan
sebagaimana terdapat dalam Gambar 5.
124
Gambar 5
Perhitungan Benefit Cost Ratio
Pembangunan Pasar
Hasil perhitungan BCR dengan rumus yang terdapat pada bagian sebelumnya, diketahui
bahwa jumlah keuntungan yang diterima sebesar 294, sedangkan jumlah biaya yang
dikeluarkan sebesar 281. Dengan angka tersebut, nilai BCR didapatkan dari pembagian
294 oleh 281 dan menghasilkan rasio sebesar 1,039. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan tersebut layak untuk dilakukan.
B. Pembangunan terminal
Tujuan
Pembangunan terminal ditujukan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas akibat kurang
teraturnya pemberhentian kendaraan umum. Selain itu, kendaraan umum yang berhenti
di sembarang tempat juga memperburuk kualitas udara. Manfaat pembangunan terminal
juga meliputi penerimaan retribusi bagi pemerintah, baik yang berasal dari kendaraan
yang masuk maupun pedagang yang berusaha di dalamnya.
Biaya yang diperlukan untuk membangun sebuah terminal cukup besar, selain memakan
waktu yang tidak singkat. Untuk menyelesaikan bangunan lengkap diperlukan waktu
empat tahun. Pemerintah baru akan mendapatkan manfaat terminal pada tahun ke lima.
Setiap tahunnya, terminal diperkirakan dapat berkontribusi sebesar Rp60 juta.
Sementara itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengadakan dan memelihara
terminal tersebut sebesar Rp250 juta. Dengan biaya tersebut, diperkirakan bangunan
tersebut dapat berfungsi selama 20 tahun. Tingkat diskonto yang dipilih mengikuti bunga
tabungan masyarakat Kediri, yaitu 11 persen.
Dengan melakukan proses perhitungan yang sama dengan contoh sebelumnya,
didapatkan hasil sebagaimana terdapat dalam Tabel 3
Tabel 3
Perhitungan
Benefit Cost Ratio
Pembangunan Terminal
Tahun Modal (K) Biaya (C)
Keuntungan
(B)
Tingkat Diskonto
( i=11%)
K+C NPV (K+C) NPV (B)
1 2 3 4 5 6 7 8
0 150 5 0 1,000 155 155,00 0,00
1 0 7 0 1,110 7 6,31 0,00
2 0 8 0 1,232 8 6,49 0,00
3 0 4 40 1,368 4 2,92 29,25
4 0 8 40 1,518 8 5,27 26,35
5 0 7 40 1,685 7 4,15 23,74
6 0 9 40 1,870 9 4,81 21,39
7 0 7 40 2,076 7 3,37 19,27
8 0 5 40 2,305 5 2,17 17,36
9 0 5 40 2,558 5 1,95 15,64
10 0 10 40 2,839 10 3,52 14,09
11 0 10 40 3,152 10 3,17 12,69
12 0 15 40 3,498 15 4,29 11,43
13 0 11 40 4,310 11 2,55 9,28
14 0 15 40 4,310 15 3,48 9,28
15 0 16 40 4,785 16 3,34 8,36
16 0 12 40 5,311 12 2,26 7,53
17 0 10 40 5,895 10 1,70 6,79
18 0 13 40 6,544 13 1,99 6,11
19 0 13 40 7,263 13 1,79 5,51
20 0 10 40 8,062 10 1,24 4,96
Dengan angka dalam tabel, jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar 249, sedangkan
total biaya yang dikeluarkan mencapai 222. Berdasarkan hasil perhitungan dalam rumus
BCR diperoleh ilai BCR yaitu sebesar 1,123. Sesuai dengan aturan umum BCR, proyek
ini pun layak untuk dilakukan. Sesuai dengan hasil perhitungan BCR, diketahui bahwa
kedua program pemerintah ini layak untuk dilaksanakan. Tugas pemerintah selanjutnya
adalah menentukan program mana yang akan diprioritaskan untuk dijalankan tahun
depan.
Dengan membandingkan nilai BCR, terlihat bahwa program yang perlu diprioritaskan
adalah program yang memiliki rasio lebih besar, yaitu pembangunan terminal. Apabila
dianalisis lebih lanjut, pembangunan terminal dapat menimbulkan
intangible benefit
yaitu
terserapnya tenaga kerja selama proses pembangunan dan semakin lancarnya distribusi
faktor-faktor produksi.
Dari keseluruhan pembahasan BCR dalam implikasinya di bidang perekonomian daerah dapat
disimpulkan bahwa kajian kelayakan terhadap suatu proyek harus dilakukan secara integral
terhadap setiap aspek dan merupakan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan secara
sungguh-sungguh.
Add a Comment
kucinggandikleft a comment
thanks
01 / 04 / 2012
rirazleft a comment
knpa gak bisa download y???
05 / 09 / 2011
,