Post on 22-Dec-2020
KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA BERDASARKAN ISU DALAM
KEHIDUPAN SEHARI-HARI PADA MATERI SISTEM KOLOID
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelas Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Siti Nurmilawati
11140162000038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Kemampuan Literasi Sains Siswa Berdasarkan Isu dalam
Kehidupan Sehari-hari pada Materi Sistem Koloid disusun oleh Siti
Nurmilawati Nomor Induk Mahasiswa 11140162000038, Program Studi
Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai
ketentuan yang ditetapkan fakultas.
Jakarta, 26 Juni 2020
Yang Mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Salamah Agung, Ph.D Dewi Murniati, M.Si
NIP. 19790624 200604 2 002 NIP.-
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Kimia
Burhanudin Milama, M.Pd
NIP. 19770201 200801 1 011
iii
iv
ABSTRAK
Siti Nurmilawati, “Kemampuan Literasi Sains Siswa Berdasarkan Isu dalam
Kehidupan Sehari-hari pada Materi Sistem Koloid”, Program Studi
Pendidikan Kimia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.
Literasi sains merupakan kemampuan untuk menerapkan ilmu sains dalam
memahami dan memecahkan masalah atau isu-isu sains dan sosial dalam
kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
literasi sains siswa berdasarkan isu dalam kehidupan sehari-hari pada materi
sistem koloid. Sebanyak 313 siswa kelas XII di empat sekolah yang mewakili SMAN se Kota Tangerang Selatan berpartisipasi dalam penelitian ini.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random
sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kuantitatif dengan penelitian survey. Adapun instrumen yang digunakan adalah 22
item soal uraian. Data kuantitafif yang diperoleh dianalisis dengan penskoran dan
diubah menjadi persentase. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa
kemampuan literasi sains siswa pada aspek pengetahuan dan kompetensi sains
berada pada kategori cukup baik dengan persentase ketercapaian yang diperoleh
berturut-turut sebesar 58,39% dan 57,89%. Dari hasil penelitian ini diharapkan
siswa dapat termotivasi untuk meningkatkan kemampuan literasi sains mereka
terkait isu-isu yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Literasi sains, Isu dalam Kehidupan Sehari-hari, Sistem Koloid.
v
ABSTRACT
Siti Nurmilawati, "Literacy Ability of Students' Based on Issues in Daily Life
on Colloidal Systems material", Department of Chemistry Education, Faculty of
Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2020.
Scientific literacy is the ability to apply science in understanding and solving
scientific and social problems or issues in everyday life.. This study aimed to
determine the ability of students' scientific literacy based on issues in daily life on
colloidal system material. A total of 313 class XII students in four schools
representing South Tangerang City High School participated in this study. Sampling was done using cluster random sampling technique. The method used in
this research is quantitative descriptive method with survey research. The
instruments used were 22 essay questions. The obtained quantitative data were
analyzed by scoring and converted into percentages. Based on the results of the
study, it showed that the scientific literacy ability of students on aspects of science
knowledge and competence is in quite good category with the percentage of
achievement obtained respectively at 58.39% and 57.89%. From the results of this
study, it is hoped that students can be motivated to improve their scientific literacy
skills related to issues that exist in everyday life.
Keywords: Science Literacy, Issues in Daily Life,Colloidal Systems.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrohim,
Alhamdullilahi rabbil ‘alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafa’at beliau di hari
akhir kelak.
Skripsi yang berjudul “Kemampuan Literasi Sains Siswa Berdasarkan Isu
dalam Kehidupan Sehari-hari pada Materi Sistem Koloid” ini ditunjukkan untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Program
Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan membimbing penulis
dalam menyelesaikan skrispsi ini, diantaranya kepada:
1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Salamah Agung, Ph.D., selaku pembimbing I yang telah memberikan
ilmu, saran, waktu, dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan
skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
4. Ibu Dewi Murniati, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan
memberikan bimbingan, saran, kritik dan perhatiannya kepada penulis
selama penyusunan skripsi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik .
vii
5. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPA, khususnya dosen Program Studi
Pendidikan Kimia FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
6. Kedua Orang tua dan kakak-kakak tercinta, yang selalu memberikan doa,
dukungan, dan bantuan moril maupun materil kepada penulis.
7. Rubiko Ihsan, Lizda Tri Wahyuni, Dinda Nur Azizah, Reni Nofianti, Ismi
Istiqomah, Nita Mardiyanti, dan Ka Novi sebagai sahabat tercinta yang
senantiasa selalu membantu, mendukung, memberikan motivasi, saran dan
solusi kepada penulis.
8. Rosita Mahmudah, Indryani Marta Puspita, dan Nurkholisoh sebagai teman
sekaligus kakak tersayang yang selalu memberikan semangat, keceriaan,
motivasi, dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman Pendidikan Kimia angkatan 2014 yang senantiasa membantu
dan saling memberikan motivasi.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
membantu hingga tersusunnya skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
untuk itu sangat diharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan
manfaat bagi mahasiswa sebagai calon guru dan secara umum bagi peningkatan
mutu pendidikan guna melahirkan manusia yang berkualitas. Aamiin.
Jakarta, 26 Juni 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ........................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .............................. ii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI .............................................. iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ............................................................................. 4
D. Rumusan Masalah ................................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, HASIL PENELITIAN YANG
RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR .............................................. 7
A. Deskripsi Teoritik .................................................................................. 7
1. Literasi Sains .................................................................................. 7
2. Sistem Koloid ................................................................................. 17
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................... 24
C. Kerangka Berpikir ................................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 29
B. Metode Penelitian .................................................................................. 29
C. Subjek Penelitian ................................................................................... 29
1. Populasi .......................................................................................... 29
ix
2. Sampel ............................................................................................ 30
D. Prosedur Penelitian ................................................................................ 31
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 34
F. Instrumen Penelitian .............................................................................. 34
1. Tes .................................................................................................. 34
2. Wawancara ..................................................................................... 36
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ..................................................... 36
1. Validitas Tes ................................................................................... 36
2. Reliabilitas ...................................................................................... 38
3. Tingkat Kesukaran ......................................................................... 38
4. Daya Pembeda ................................................................................ 40
H. Teknik Analisis Data ............................................................................. 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 44
A. Hasil Penelitian...................................................................................... 44
1. Data Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa Secara
Keseluruhan.......................................................................................... 44
2. Data Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Aspek
Pengetahuan Sains ................................................................................ 45
3. Data Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Aspek
Kompetensi Sains ................................................................................. 45
B. Pembahasan ........................................................................................... 47
1. Aspek Pengetahuan Literasi Sains Siswa ....................................... 47
2. Aspek Kompetensi Literasi Sains Siswa ....................................... 51
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 56
A. Kesimpulan ............................................................................................ 56
B. Saran ...................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
LAMPIRAN .................................................................................................... 63
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi .................. 18
Tabel 2.2 Jenis-jenis Koloid ............................................................................. 19
Tabel 3.1 Daftar Sampel SMA Negeri Kota Tangerang Selatan ..................... 30
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 34
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Literai Sains Siswa pada
Aspek Pengetahuan dan Kompetensi Sains Siswa ........................................... 35
Tabel 3.4 Kisi-kisi Wawancara ........................................................................ 36
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas ............................................................................ 37
Tabel 3.6 Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal .................................................... 39
Tabel 3.7 Hasil Uji Daya Pembeda .................................................................. 40
Tabel 3.8 Kategori Tingkat Kemampuan Siswa Melalui Tes Skor (%) .......... 43
Tabel 4.1 Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa Secara Keseluruhan . 44
Tabel 4.2 Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Aspek
Pengetahuan Sains ............................................................................................ 45
Tabel 4.3 Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Aspek
Kompetensi Sains ............................................................................................. 46
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Framework PISA.......................................................................... 9
Gambar 2.2 Indikator Kompetensi Literasi Sains ............................................ 10
Gambar 2.3 Indikator Pengetahuan Literasi Sains ........................................... 13
Gambar 2.4 Dua buah cara pembuatan koloid ................................................. 22
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir ........................................................................ 28
Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian ........................................................ 33
Gambar 4.1 Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa Secara
Keseluruhan...................................................................................................... 47
Gambar 4.2 Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Aspek
Pengetahuan Sains ............................................................................................ 48
Gambar 4.3 Persentase Kemampuan Literasi Sains Siswa pada Aspek
Kompetensi Sains ............................................................................................. 52
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara (Studi Pendahuluan) ................................. 64
Lampiran 2. Soal Instrumen Penelitian ............................................................ 66
Lampiran 3. Validasi Ahli ................................................................................ 77
Lampiran 4. Pedoman Penskoran ..................................................................... 94
Lampiran 5. Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................... 110
Lampiran 6. Uji Daya Pembeda ...................................................................... 112
Lampiran 7. Uji Tingkat Kesukaran................................................................. 113
Lampiran 8. Hasil Tes Kemampuan Literasi Sains .......................................... 114
Lampiran 9. Hasil Tes Kemampuan Pengetahuan Sains ................................. 151
Lampiran 10. Hasil Tes Kemampuan Kompetensi Sains................................. 201
Lampiran 11. Contoh Jawaban Siswa .............................................................. 251
Lampiran 12. Surat Permohonan Izin Validasi Ahli ........................................ 258
Lampiran 13. Surat Permohonan Izin Validasi Empiris .................................. 259
Lampiran 14. Surat Permohonan Izin Penelitian ............................................. 260
Lampiran 15. Surat Keterangan Uji Validasi Instrumen .................................. 264
Lampiran 16. Surat Keterangan Penelitian ...................................................... 265
Lampiran 17. Foto Kegiatan Penelitian ........................................................... 268
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan
pengembangan kecakapan hidup abad 21 yaitu kemampuan penguasan sains
dan teknologi (Arohman, Saefudin, & Priyandoko, 2016). Kondisi tersebut
merupakan akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) yang begitu pesat (Situmorang, 2016). Hal ini dikarenakan
perkembangan IPTEK sangat berpengaruh terhadap berbagai bidang
kehidupan, terutama bidang pendidikan sehingga dapat dikatakan bahwa
IPTEK sangat memberi dampak besar bagi kehidupan manusia (Bahriah,
2015).
Menyikapi perkembangan IPTEK yang sangat pesat dan dampak yang
dirasakan di berbagai Negara, maka harus tetap diimbangi dengan
pemahaman siswa dalam berinteraksi dengan IPTEK secara bijak dan mampu
beradaptasi dengan sains, lingkungan, masyarakat, dan teknologi. Berbagai
dampak atau perubahan yang terjadi dalam bidang pengetahuan, teknologi,
dan informasi secara mengglobal pada dasarnya ditujukkan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun seiring dengan manfaat
yang dirasakan adapula dampak negatif yang juga bermunculan, seperti
terjadinya pemanasan global, krisis energi, ataupun kerusakan lingkungan
(Rahayu, 2017).
Pemahaman tentang fakta-fakta ilmiah dan hubungan antara sains,
teknologi dan masyarakat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Bond dalam Rahayu (2017) bahwa masyarakat yang
memiliki pengetahuan tersebut dan mampu menerapkannya untuk
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata disebut dengan
masyarakat yang berliterasi sains. Oleh karena itu salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah merancang pendidikan yang sesuai dengan perkembangan
2
zaman, dalam hal ini adalah pendidikan yang mampu menimbulkan
kemampuan literasi sains siswa (Situmorang, 2016). Hal ini sesuai dengan
Norris & Philips (2003) yang menyebutkan bahwa literasi sains telah menjadi
tujuan utama pendidikan sains pada beberapa dekade terakhir di berbagai
negara di seluruh dunia. Kebutuhan akan kemampuan literasi sains terhadap
siswa membuat negara-negara maju berpikir untuk membangun literasi sains
sejak dini.
Nuangchalem (2009) mengatakan bahwa literasi sains diperlukan oleh
setiap siswa. Namun saat ini skor kemampuan literasi sains di Indonesia
sangat jauh dibawah skor standar internasional yang ditetapkan oleh The
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Berdasarkan laporan OECD sejak 10 tahun terakhir, hasil Programme for
Internasional Student Assesment (PISA) menunjukkan bahwa kemampuan
literasi sains siswa di Indonesia masih sangat rendah. Sebagaimana dikutip
dari OECD pada tahun 2009 Indonesia berada pada urutan ke-60 dari 65
negara dengan perolehan skor 383. Pada tahun 2012 Indonesia menduduki
peringkat ke-64 dari 65 negara dengan perolehan nilai saat itu yaitu 382 dan
pada tahun 2015 berada pada peringkat ke-62 dari 69 negara dengan
perolehan skor yaitu 403 (Pratiwi, 2019). Selanjutnya, pada tahun 2018
Indonesia berada pada peringkat ke-70 dari 78 negara dengan perolehan skor
yaitu 396. Berdasarkan hasil survei tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
literasi sains siswa di Indonesia masih jauh dibawah skor rata-rata
internasional sebesar 500 (OECD, 2019). Hal ini menandakan bahwa
pembelajaran di Indonesia masih belum mengarahkan siswa untuk memahami
literasi sains, sehingga siswa tidak terbiasa untuk menerapkan pengetahuan
dan keterampilan sains yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari.
Rendahnya mutu pendidikan yang dihasilkan di Indonesia membuat
pemerintah melakukan revisi kurikulum dari Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013 (Situmorang, 2016). Hal ini
sesuai dengan Abidin, Mulyati, & Yunansah (2018, hlm.140) yang
3
menyatakan bahwa upaya peningkatan kemampuan literasi sains siswa
sejalan dengan diberlakukannya Kurikulum 2013. Lahirnya kurikulum 2013 di
Indonesia diharapkan dapat mewujudkan masyarakat berliterasi sains dengan
cara menetapkan kompetensi yang harus dimiliki siswa di masa depan seperti
kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis, mempertimbangkan masalah
dalam sisi moral dan kemampuan hidup dalam masyarakat global.
Sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan literasi sains siswa,
Hendri & Defianti (2015) mengatakan bahwa pendidikan sains harus dapat
menghubungkan konsep sains (ilmiah) dengan isu sosial yang berkembang di
masyarakat. Hal ini karena pendidikan sains memiliki peran sentral dalam
pendidikan, khususnya ilmu kimia karena ilmu kimia sangat berpengaruh
terhadap lingkungan kita dan terisi dengan produk-produk kimia (Gilbert &
Treagust, 2009 dalam Celik, 2014). Oleh karena itu pada pendidikan kimia
harus menekankan pemahaman siswa tentang peran kimia dalam masyarakat
dan meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat mengevaluasi
permasalahan yang ada di sekitarnya yang berkaitan dengan kimia (Jegstad &
Sinnes, 2015).
Pemahaman terhadap ilmu kimia sangat penting bagi masyarakat, karena
setiap konsep ilmu kimia berkaitan dengan isu atau permasalahan yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia sangat penting dalam kehidupan
manusia, karena semua aspek yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
seperti makanan, minuman, pakaian, obat-obatan, perumahan, kendaraan, dan
sebagainya berhubungan dengan ilmu kimia (Sujana, Permanasari, Sopandi, &
Mudzakir, 2014). Dengan memahami ilmu kimia diharapkan dapat membantu
masyarakat tidak hanya mengetahui pengetahuan sains tetapi dapat
menerapkan pengetahuan sains tersebut dalam memberikan solusi terhadap
permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya.
Salah satu konsep ilmu kimia yang bersifat aplikatif adalah materi sistem
koloid, hal ini dikarenakan sistem koloid termasuk salah satu materi yang
penting karena pokok bahasan tersebut sangat erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari (Damanik & Yanny, 2016). Salah satu contoh sistem
4
koloid yang sering dijumpai di sekitar kita adalah polutan. Polutan merupakan
zat-zat pencemar yang berbentuk gas-gas dan partikel kecil atau debu yang
menyebabkan polusi udara (BPLH DKI Jakarta, 2013). Polutan menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas udara.
Pada era global ini, sejalan dengan perkembangan pembangunan kota,
pusa-pusat industri dan transportasi, kualitas udara mengalami perubahan
akibat terjadinya pencemaran udara (Ismiyati, 2014). Padahal udara
merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Kualitas udara yang baik
akan berpengaruh pada kesehatan kita, begitupun jika kualitas udara menurun.
Kualitas udara yang menurun akibat dari pencemaran udara yang terjadi dapat
diminimalisir apabila adanya kesadaran dari manusia untuk mengurangi
dampak yang terjadi dari pencemaran tersebut. Oleh karena itu maka
diperlukan pemahaman siswa terhadap isu-isu yang ada dalam kehidupan
sehari-hari sehingga siswa dapat memecahkan permasalahan atau memberikan
solusi terhadap permasalahan yang ada. Dengan adanya penguasaan terhadap
kemampuan literasi sains maka dapat membantu meningkatkan pemahaman
siswa terhadap permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari (Zakaria
& Rosdiana, 2018).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Kemampuan Literasi Sains Siswa
Berdasarkan Isu dalam Kehidupan Sehari-hari pada Materi Sistem
Koloid”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti
dapat mengidentifikasi permasalahan, diantaranya :
1. Rendahnya kemampuan literas sains siswa di Indonesia
2. Pembelajaran di sekolah masih belum sepenuhnya menyajikan
pembelajaran yang berliterasi sains.
5
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah yang diidentifikasi di atas, maka agar penelitian ini
lebih terarah, ruang lingkupnya perlu dibatasi. Penulis membatasi masalah
yang akan diteliti pada hal-hal berikut:
1. Aspek literasi sains yang diteliti berfokus pada pengetahuan dan
kompetensi sains
2. Isu-isu dalam kehidupan sehari-hari seputar materi sistem koloid.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah kemampuan
literasi sains siswa khususnya pada aspek pengetahuan dan kompetensi sains
berdasarkan isu dalam kehidupan sehari-hari pada materi sistem koloid?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa khususnya pada
aspek pengetahuan dan kompetensi sains berdasarkan isu dalam kehidupan
sehari-hari pada materi sistem koloid.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Guru
Memberikan gambaran sekaligus informasi mengenai ketercapaian
kemampuan literasi sains siswa saat ini sehingga diharapkan dapat
menjadi acuan untuk menerapkan pembelajaran dan pembuatan instrumen
tes yang berliterasi sains berdasarkan isu dalam kehidupan sehari-hari
sesuai dengan konsep materi yang diajarkan.
6
2. Siswa
Mengembangkan pencapaian kemampuan literasi sains siswa,
meningkatkan pengetahuan dan kompetensi sains siswa terkait isu-isu
sistem koloid, dan menjadi sarana latihan bagi siswa untuk membiasakan
diri dalam menghubungkan pengetahuan sains yang diperoleh dengan isu-
isu atau masalah sosial-sains yang ada lingkungan sekitar.
3. Peneliti lain
Memberi informasi mengenai pengetahuan dan kompetensi sains
siswa mengenai isu-isu dalam kehdiupan sehari-hari terkait materi sistem
koloid, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika
melakukan penelitian yang relevan.
7
BAB II
DESKRIPSI TEORITIK, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN
KERANGKA BERPIKIR
A. Deskripsi Teoritik
1. Literasi Sains
a. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu literatus
yang artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan,
dan kata scientia yaitu artinya memiliki pengetahuan (Toharudin,
Hendrawati, & Rustaman, 2011, hlm.1). Literasi sains merupakan
pembahasan konteks ilmu pengetahuan dan perannya dalam perubahan
dunia (Nuangchalerm, 2009). Literasi sains mencakup kemampuan
untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan ilmiah untuk
terlibat dengan isu-isu terkait ilmu pengetahuan dan dengan ide-ide
ilmu pengetahuan sebagai reflektif warga negara secara kreatif
berlandaskan bukti-bukti yang cukup, khususnya yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari untuk memecahkan masalah-masalah penting
dan memberi argumentasi dalam membuat keputusan sosial ilmiah
secara bertanggung jawab (OECD, 2016: Holbrook & Rannikmae,
2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa literasi sains adalah
kemampuan untuk menerapkan ilmu sains dalam memahami dan
memecahkan masalah atau isu-isu sains dan sosial dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diperoleh sebuah rumusan
tentang konsep literasi sains yaitu kemampuan seseorang untuk
memahami, mengkomunikasikan, dan menerapkan sains dalam
memecahkan masalah sehingga menimbulkan sikap dan kepekaan
yang tinggi pada diri dan lingkungannya dalam menentukan suatu
8
keputusan berdasarkan pertimbangan sains (Toharudin, et al., 2011,
hlm. 8). Literasi sains juga tidak hanya sekedar pengetahuan tentang
konsep dan teori sains tetapi juga pengetahuan tentang prosedur dan
praktik umum terkait dengan penyelidikan ilmiah serta kaitannya
dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Siswa
yang memiliki kemampuan literasi sains akan membangun dirinya
untuk belajar lebih lanjut dan hidup di masyarakat yang dipengaruhi
oleh perkembangan sains dan teknologi sehingga peserta didik juga
dapat berguna bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya (Toharudin, et
al., 2011, hlm. 3). Oleh karena itu, individu secara ilmiah akan mampu
mengkonstruksi pengetahuan tentang konsep dan ide utama yang
membentuk pondasi pemikiran ilmiah dan teknologi; bagaimana
pengetahuan semacam itu diturunkan; dan sejauh mana pengetahuan
itu dibuktikan dengan bukti atau penjelasan teoritis (OECD, 2016, hlm.
18). Sehingga literasi sains menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
membentuk siswa agar menjadi warga yang aktif dan partisipatif dalam
konteks dunia nyata, serta mampu memecahkan setiap permasalahan
yang ada (Abidin, Mulyati, & Yunansah, 2018, hlm. 144).
b. Dimensi PISA pada Literasi Sains
The Programme for International Student Assessment (PISA)
memfokuskan beberapa dimensi/ranah pengukuran dalam literasi
sains. Dimensi literasi sains tersebut terdiri dari empat aspek
diantaranya yaitu konteks, pengetahuan yang terlibat, kompetensi yang
harus dicapai, dan sikap siswa terhadap sains. Keempat aspek tersebut
saling berkaitan dan menjadi kerangka kerja sains dalam PISA 2015
atau dikenal dengan framework PISA sebagai berikut (OECD, 2016).
9
Gambar 2.1 Framework PISA
Berdasarkan gambar 2.1 Framework PISA meliputi empat aspek
yakni konteks, kompetensi, pengetahuan, dan sikap.
1) Konteks
Konteks sains pada PISA 2015 merupakan isu-isu pada tataran
personal, lokal/nasional, dan global yang melibatkan sains dan
teknologi. Konteks sains yang digunakan terdiri dari kesehatan,
sumber daya alam, lingkungan, bahaya, serta batasan sains dan
teknologi.
Aspek penting dalam asesmen literasi sains PISA adalah
keterlibatan siswa dalam berbagai situasi yang disajikan dalam
bentuk isu ilmiah. Menurut Rustaman (2004) dalam Wulandari
(2016) menyatakan bahwa aspek konteks literasi sains melibatkan
isu-isu penting yang berhubungan dengan sains dalam kehidupan
sehari-hari. Item asesmen literasi sains dirancang untuk konteks
yang tidak hanya terbatas pada kehidupan sekolah saja, tetapi juga
Kompetensi
Menjelaskan fenomena
secara ilmiah, mengevaluasi
dan merancang penyelidikan
ilmiah, menginterpretasikan
data dan bukti-bukti ilmiah.
Konteks
Personal, lokal/
nasional, global
Pengetahuan
Konten, prosedural, epistemik
Sikap
Minat dalam sains,
dukungan terhadap
penemuan ilmiah,
kesadaran
lingkungan.
10
pada konteks kehidupan siswa secara umum. PISA berfokus pada
situasi terkait dengan diri individu, keluarga. Sosial, kondisi global,
dan beberapa topik untuk memahami kemajuan dalam bidang
sains. Dalam OECD (2013) dinyatakan bahwa asesmen literasi
sains PISA menilai kompetensi, pengetahuan, dan sikap yang
berhubungan dengan konteks.
2) Kompetensi
Kompetensi sains pada PISA 2015 meliputi (a) menjelaskan
fenomena dengan saintifik; (b) mendesain dan mengevaluasi
penelitian ilmiah; (c) menginterpretasikan data dan fakta secara
saintifik.
Dengan demikian literasi sains di PISA 2015 didefinisikan oleh
tiga indikator kompetensi berikut:
Gambar 2.2 Indikator Kompetensi Literasi Sains
Berdasarkan Gambar 2.2 dalam PISA kompetensi literasi sains
mencakup tiga hal berikut (OECD, 2016):
a) Menjelaskan fenomena ilmiah
Dalam menjelaskan fenomena ilmiah dibutuhkan lebih
dari kemampuan untuk mengingat dan menggunakan teori-
teori, ide-ide eksplanatoris, informasi, dan fakta (pengetahuan
Kompetensi
Menjelaskan
Fenomena Ilmiah
Menginterpretasikan
Data dan Bukti Ilmiah
Mengevaluasi dan
Merancang
Penyelidikan Ilmiah
11
konten). Untuk kompetensi ini, individu membutuhkan
pengetahuan tentang bentuk-bentuk standar dan prosedur yang
digunakan dalam penyelidikan ilmiah untuk memperoleh
pengetahuan tersebut (pengetahuan prosedural). Selain itu
dibutuhkan pula pemahaman tentang peran dan fungsi dalam
membuktikan kebenaran pengetahuan yang dihasilkan oleh
ilmu pengetahuan (pengetahuan epistemik).
Kompetensi ini mencakup kemampuan untuk
mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena dan memprediksi
kemungkinan perubahan. Selain itu, mungkin melibatkan
mengenali atau mengidentifikasi deskripsi, penjelasan, dan
prediksi yang sesuai.
b) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah
Dalam indikator ini siswa harus mampu memiliki
kemampuan mendesain dan mengevalusi proses penyelidikan
ilmiah. Kompetensi ini mencakup pula kemampuan siswa
dalam hal kemampuan berkolaborasi, berkomunikasi, berpikir
kritis, dan evaluatif. Untuk memiliki kompetensi ini siswa
harus memiliki kompetensi pengetahuan baik pengetahuan
konten, pengetahuan tentang prosedur yang umum digunakan
dalam ilmu (pengetahuan prosedural), maupun fungsi prosedur
dalam membenarkan klaim yang diajukan oleh ilmu
(pengetahuan epistemik).
c) Menginterpretasikan data dan bukti ilmiah
Kemampuan menginterpretasi data mencakup kemampuan
dasar dalam mencari pola, membuat tabel sederhana, dan
membuat grafik (baik grafik batang, venn, scatterplots, maupun
grafik pie). Selain kemampuan tersebut, kemampuan lain yang
tercakup dalam kompetensi ini adalah kemampuan argumentasi
dan kemampuan mengkritisi.
12
Aspek kompetensi sains merujuk pada proses mental yang
terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah. Prioritas penilaian PISA 2012 dalam literasi sains tertuju
pada beberapa aspek kompetensi sains, yaitu: mengidentifikasi isu
ilmiah, menjelaskan fenomena ilmiah berdasakan pengetahuan
ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah untuk menarik kesimpulan
yang dijelaskan (Wulandari, 2016).
3) Pengetahuan
Pada PISA 2012 terdapat pengetahuan ilmiah yang mengacu
pada pengetahuan sains dan pengetahuan tentang sains itu sendiri.
Sampel pengetahuan siswa tentang sains yang dapat dinilai dalam
penilaian PISA dan penilaiannya adalah sejauh mana siswa dapat
menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks relevansinya
dengan kehidupan mereka. Pengetahuan yang dinilai dipilih dari
bidang utama fisika, kimia, biologi, ilmu bumi dan ruang angkasa,
dan teknologi sesuai dengan kriteria berikut:
a) relevan dengan situasi kehidupan nyata, pengetahuan ilmiah
berbeda dalam hal manfaatnya bagi kehidupan individu;
b) mewakili konsep ilmiah penting dan memiliki utilitas abadi;
dan
c) sesuai dengan perkembangan siswa kelas 15 tahun.
PISA menilai pengetahuan tentang sains dengan dua kategori.
Pertama adalah "penyelidikan ilmiah", yang berpusat pada
penyelidikan sebagai proses utama sains dan berbagai komponen
proses itu. Kedua adalah "penjelasan ilmiah", yang merupakan
hasil penyelidikan ilmiah. Penyelidikan dapat dianggap sebagai
alat sains, bagaimana ilmuwan memperoleh bukti dan penjelasan
sebagai tujuan sains dan bagaimana ilmuwan menggunakan data
(OECD, 2013).
Perubahan utama pada PISA 2015 adalah bahwa gagasan
"pengetahuan tentang sains" telah ditetapkan lebih jelas dan dibagi
13
menjadi dua komponen: pengetahuan prosedural dan pengetahuan
epistemik. Pada PISA 2015 penilaian pengetahuan siswa mencakup
pengetahuan konten, prosedural, dan epistemik. Pengetahuan ini
memengaruhi seseorang dalam mencapai kompetensi tertentu,
mencakup pemahaman tentang fakta-fakta utama, konsep, dan teori
penjelasan yang membentuk dasar pengetahuan ilmiah.
Dengan demikian literasi sains di PISA 2015 didefinisikan oleh
tiga indikator pengetahuan sebagai berikut:
Gambar 2.3 Indikator Pengetahuan Literasi Sains
Berdasarkan Gambar 2.2 dalam PISA pengetahuan literasi
sains mencakup tiga hal berikut (OECD, 2016):
a) Pengetahuan konten, pengetahuan yang dinilai dan dipilih dari
berbagai bidang dalam konteks yang relevansinya dengan
kehidupan mereka masih sesuai dengan pengetahuan sains pada
PISA 2012.
b) Pengetahuan prosedural, pengetahuan tentang konsep dan
prosedur inilah yang penting untuk penyelidikan ilmiah yang
mendukung pengumpulan, analisis, dan interpretasi data
ilmiah. Ide-ide semacam itu membentuk suatu kumpulan
pengetahuan prosedural yang juga disebut “konsep bukti”.
Pengetahuan
Konten Epistemik Prosedural
14
Seseorang dapat berpikir tentang pengetahuan prosedural
sebagai pengetahuan tentang prosedur standar yang digunakan
para ilmuwan untuk mendapatkan data yang dapat diandalkan
dan valid. Pengetahuan seperti itu diperlukan baik untuk
melakukan penyelidikan ilmiah dan terlibat dalam tinjauan
kritis terhadap bukti yang mungkin digunakan untuk
mendukung klaim tertentu.
c) Pengetahuan epistemik, yang memiliki pengetahuan tersebut
dapat menjelaskan dengan contoh perbedaan antara teori ilmiah
dan hipotesis atau fakta ilmiah dan observasi. Pengetahuan
epistemik kemungkinan besar akan diuji secara pragmatis
dalam konteks di mana seorang siswa diminta untuk
menafsirkan dan menjawab pertanyaan. Sebagai contoh, siswa
dapat diminta untuk mengidentifikasi apakah kesimpulan
dibenarkan oleh data, atau bukti apa yang paling mendukung
hipotesis yang diajukan dalam suatu item dan menjelaskan
mengapa.
4) Sikap
Sikap meliputi bagaimana mereka memberikan respons
terhadap isu sains. Meliputi ketertarikan terhadap sains,
menghargai/menilai pendekatan ilmiah jika diperlukan, serta
kesadaran dan kepedulian terhadap masalah lingkungan. Ketiga
bidang ini dipilih untuk pengukuran karena sikap positif terhadap
sains, kepedulian terhadap lingkungan dan cara hidup yang
berkelanjutan secara lingkungan, dan disposisi untuk menilai
pendekatan ilmiah untuk penyelidikan adalah karakteristik dari
individu yang terpelajar secara ilmiah.
Rustaman (2004) dalam Wulandari (2016) mengatakan bahwa pada
aspek pengetahuan sains, siswa perlu menangkap sejumlah konsep
kunci atau esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan
perubahan-perubahan yang terjadi akibat kegiatan manusia. Tujuan tes
15
literasi PISA adalah untuk menggambarkan sejauh mana siswa dapat
menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks yang relevan dengan
kehidupan mereka.
c. Karakteristik Individu yang Memiliki Literasi Sains
Penerapan pembelajaran yang berliterasi sains, diperlukan
pemahaman yang cukup dan memadai mengenai karakteristik menasia
yang memiliki literasi sains. Menurut Toharudin, et al., (2011, hlm. 12)
karakter literasi sains yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Menggunakan konsep-konsep sains, keterampilan proses dan nilai
apabila ia mengambil keputusan yang bertanggungjawab dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Mengetahui bagaimana masyarakat mempengaruhi sains dan
teknologi mempengaruhi masyarakat.
3) Mengetahui bahwa masyarakat mengontrol sains dan teknologi
melalui pengelolaan sumber daya alam.
4) Menyadari keterbatasan dan kegunaan sains dan teknologi untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia
5) Memahami sebagian besar konsep-konsep sains, hipotesis dan
teori sains, dan mampu menggunakannya.
6) Menghargai sains dan teknologi sebagai stimulus intelektual yang
dimilikinya.
7) Mengetahui bahwa pengetahuan ilmiah bergantung pada proses-
proses inkuiri dan teori-teori.
8) Membedakan antara fakta-fakta ilmiah dan opini pribadi.
9) Mengakui asal-usul sains dan mengetahui bahwa pengetahuan
ilmiah itu tentatatif.
10) Mengetahui aplikasi teknologi dan pengambilan keputusan
menggunakan teknologi.
16
11) Memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk
memberi penghargaan kepada penelitian dan pengembangan
teknologi.
12) Mengetahui sumber-sumber informasi dari sains dan teknologi
yang dipercaya dan menggunakan sumber-sumber tersebut dalam
mengambil keputusan.
Pengembangan literasi sains bagi siswa perlu dipupuk dari tingkat
dasar untuk membangun landasan yang dapat mengembangkan
kompetensi di pendidikan yang lebih tinggi. Pendidik harus memahami
informasi dasar tentang siswa di dalam kelas, dan juga mampu
mendiagnosis siswa secara individu untuk mengembangkan siswa
berliterasi sains secara efektif. Diagnosis seperti itu akan melibatkan
penilaian untuk memberikan informasi pembelajaran siswa
sehubungan dengan pencapaian pengetahuan dan keterampilan siswa,
atau kesalahpahaman siswa tentang konsep atau isi yang diajarkan oleh
guru. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan oleh para guru
untuk memperbaiki pengajaran mereka dalam meningkatkan literasi
sains siswa (Sucheewa, 2007 dalam Udompong & Wongwanich,
2014). Nuangchalem (2009) mengatakan bahwa literasi sains
diperlukan oleh setiap siswa. Setiap siswa nantinya akan menjadi
bagian dari masyarakat sehingga membutuhkan kemampuan untuk
menggunakan proses sains dan kebiasaan untuk berpikir sebagai upaya
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari,
terutama masalah-masalah yang melibatkan isu-isu terkait sains yang
akan mendasari mereka dalam mengambil keputusan dan tindakan
yang cepat.
Tujuan besar pendidikan sains adalah untuk mengembangkan
literasi sains siswa mengenai hal-hal yang secara langsung
mempengaruhi kehidupan bermasyarakat sehingga mereka dapat
mengambil keputusan berdasarkan informasi dan pemahaman yang
tepat (Edeleke & Joshua, 2015). Tujuan pendidikan sains ditentukan
17
sebagai pembinaan literasi ilmiah melalui: pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, penalaran dan keterampilan berpikir kreatif.
Dan peran pendidikan sains dalam mengembangkan literasi sains
dengan memberikan dukungan bahwa literasi sains memainkan peran
sentral dalam kesuksesan nasional. Dalam mendorong inovasi tersebut
memerlukan lingkungan sosial yang mendukung (Laius, Post, &
Rannikmae, 2016).
2. Sistem Koloid
a. Pengertian Sistem Koloid
Suatu partikel yang ukurannya lebih kecil dari partikel suspensi
tetapi lebih besar dari partikel larutan sejati disebut koloid
(Widyatmoko, 2009, hlm. 120). Koloid adalah campuran heterogen
dan merupakan sistem dua fase. Dua fase ini meliputi zat terlarut
sebagai partikel koloid atau yang sering dikenal dengan fase terdispersi
serta zat yang merupakan kontinu dimana partikel koloid terdispersi
yang disebut medium pendispersi. Contoh dari sistem koloid
diantaranya lem, kanji, santan, dan jeli (Mose, 2014).
Berdasarkan zat penyusunnya, campuran terbagi ke dalam dua
jenis yaitu campuran homogen dan campuran heterogen. Contoh
campuran homogen adalah campuran air dengan garam, dimana garam
larut dalam air tanpa ada sedikitpun yang mengendap sehingga ia
dikatakan dengan larutan sejati. Berbeda dengan larutan heterogen
seperti campuran air dengan pasir. Ketika campuran tersebut dikocok
lalu didiamkan beberapa saat maka pasir akan mengendap di dasar
permukaan air dan sama sekali tidak larut. Campuran semacam ini
disebut dengan suspensi. Namun terdapat suatu campuran yang tidak
dapat dikategorikan ke dalam keduanya, campuran ini disebut dengan
koloid (Sastroharmidjojo, 2010, hlm. 244). Adapun perbandingan sifat
antara larutan, koloid dan suspensi menurut Mose, (2014) disimpulkan
dalam tabel 2.2 berikut ini.
18
Tabel 2.1 Perbandingan sifat antara larutan, kolid, dan suspensi
Sifat Larutan Sejati Sistem Koloid Suspensi
Bentuk campuran Homogen Tampak homogen Heterogen
Bentuk dispersi Dispersi
molekuler Dispersi padatan Dispersi padatan
Ukuran partikel < 10−7 𝑐𝑚 atau
< 1 𝑛𝑚
10−7 𝑠/𝑑 10−5 𝑐𝑚
atau 1 𝑠/𝑑 100 𝑛𝑚
> 10−5 𝑐𝑚 atau
> 100 𝑛𝑚
Fasa Satu fasa Dua fasa Dua fasa
Kestabilan Stabil Umumnya stabil Tidak stabil
Penyaringan
Tidak dapat
disaring
meskipun
dengan
penyaring ultra
Tidak dapat
disaring kecuali
dengan penyaring
ultra
Dapat disaring
dengan kertas
saring biasa
Contoh
Larutan gula,
larutan garam,
alkohol 70%
Susu, sabun,
santan, mentega
Pasir dalam air,
kopi dalam air
b. Jenis-Jenis Koloid
Berdasarkan wujudnya, terdapat tiga macam wujud zat yaitu padat,
cair, dan gas. Tiap wujud zat dapat menjadi fasa terdispersi maupun
medium pendispersi dalam sistem koloid (Marheni, dkk, 2007, hlm.
5.12). Dari wujud zat tersebut maka sistem koloid terbagi menjadi
beberapa jenis koloid.
Menurut Marheni, dkk (2007, hlm. 5.12) penggolongan atau jenis-
jenis koloid disajikan pada tabel 2.3 sebagai berikut.
19
Tabel 2.2 Jenis-jenis Koloid
Fase
Terdispersi
Medium
Pendispersi
Sistem
Koloid
Contoh
Gas Cair Busa
Buih sabun, ombak,
minuman ringan (coca cola
dll)
Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa
Cair Gas Aeorosol cair
Kabut, awan, obat semprot,
pengeras rambut
(hairspray)
Cair Cair Emulsi Susu, santan, minyak ikan
Cair Padat Emulsi padat
Keju, mentega, selai, agar-
agar
Padat Gas Aerosol padat
Asap, debu, buangan
knalpot
Padat Cair Sol Kanji, cat, tinta, air lumpur
Padat Padat Sol padat
Kaca, tanah, perunggu,
kuningan
c. Sifat-Sifat Koloid
Suatu campuran digolongkan ke dalam sistem koloid apabila
memiliki sifat-sifat yang berbeda dari larutan sejati. Untuk menentukan
apakah suatu zat dikatakan koloid atau bukan, sering dilakukan
beberapa perlakuan yang akan memunculkan sifat-sifat koloid (Mose,
2014). Beberapa sifat fisik yang membedakan sistem koloid dari
larutan sejati seperti berikut ini.
20
1) Efek Tyndall
Efek Tyndall ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893)
seorang ahli fisika Inggris. Efek Tyndall digunakan untuk
membedakan koloid dari larutan sejati, sebab atom, molekul atau
ion yang membentuk larutan tidak dapat menghamburkan cahaya
akibat ukurannya terlalu kecil. Efek Tyndall (hamburan cahaya)
oleh suatu campuran menunjukkan bahwa campuran tersebut
adalah suatu koloid, dimana ukuran partikel-partikelnya lebih
besar dari ukuran partikel dalam larutan, sehingga
menghamburkan cahaya.
2) Gerak Brown
Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium disebut
gerak Brown. Partikel yang bergerak dalam suatu medium akan
menunjukkan suatu Gerakan acak seperti gerak Brown akibat
tumbukan antarpartikel yang tidak merata.
3) Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa dimana partikel koloid
menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya sehingga
partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung
pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau
kation.
Sifat adsorpsi koloid digunakan dalam berbagai proses
antara lain, penjernihan air, penghilangan bau badan, dan
penyembuhan sakit perut.
4) Elektroforesis
Sistem koloid bersifat stabil, hal ini disebabkan adanya
muatan listrik pada permukaan partikel koloid yang berasal dari
zat asing yang teradsorpsi di permukaan koloid. Adanya muatan
listrik tertentu pada partikel-partikel terdispersi dalam sistem
koloid menyebabkan adanya gaya tolak menolak antarpartikel
sehingga partikel tersebut saling berjauhan.
21
Untuk membuktikan bahwa partikel koloid bermuatan
listrik, dapat dilakukan dengan proses atau gejala elektroforesis,
berupa pergerakan partikel atau zat yang bermuatan listrik pada
kondisi pH tertentu ke arah kutub listrik yang berlawanan. Prinsip
elektroforesis dapat diterapkan dalam pemisahan macam-macam
protein dalam larutan, melapisi lateks atau melapisi anti karat pada
badan mobil.
5) Koagulasi
Prinsip penetralan muatan partikel koloid dapat digunakan
untuk menurunkan kestabilan koloid dengan cara penggumpalan,
dan proses ini dikenal dengan istilah koagulasi. Koagulasi adalah
penggumpalan partikel koloid sehingga terjadi endapan. Dengan
adanya koagulasi, zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.
Beberapa contoh proses koagulasi seperti pembentukan delta di
muara sungai, penggumpalan lateks, pembuatan keju dengan
penambahan rennet (zat tertentu) ke dalam susu.
6) Dialisis
Dialisis adalah suatu teknik pemurnian berdasarkan pada
perbedaan ukuran partikelnya. Dialisis dilakukan dengan cara
menempatkan dispersi koloid dalam kantung yang terbuat dari
membrane seperti selofan, perkamen dan membran yang sejenis.
Prinsip dialisi digunakan untuk membantu pasien gagal ginjal dan
memisahkan tepung tapioca dari ion-ion sianida yang terkandung
dalam singkong.
d. Koloid Liofil dan Liofob
Berdasarkan perbedaan daya adsorpsi dari fase terdispersi terhadap
medium pendispersinya yang berupa zat cair, menurut Mose, (2014)
koloid dapat dibedakan menjadi dua jenis.
22
1) Koloid Liofil
Koloid liofil (suka cairan) merupakan koloid yang memiliki
gaya tarik menarik yang cukup besar antara fase terdispersi dan
medium pendispersinya. Contohnya dispersi kanji, sabun, deterjen,
dan proten dalam air. Koloid liofil berfungsi sebagai koloid
pelindung.
2) Koloid Liofob
Sistem koloid dimana partikel terdispersinya mempunyai
daya adsorpsi yang relatif kecil disebut koloid liofob. Koloid liofob
(tidak suka cairan) merupakan koloid yang memiliki gaya tarik
menarik yang lemah atau bahkan tidak ada gaya tarik menarik
antara fase terdispersi dan medium pendispersinya.
Jika medium pendispersi koloid ini adalah air, maka istilah yang
digunakan adalah koloid hidrofil dan hidrofob. Contoh koloid hidrofil
adalah protein, sabun, deterjen, agar-agar, kanji, dan gelatin.
Sedangkan contoh koloid hidrofob adalah susu, mayonnaise, sol
belerang, dan sol-sol logam
e. Pembuatan Koloid
Pembuatan koloid dapat didekati dari dua arah. Pertama dengan
memecah partikel besar menjadi partikel koloid yang disebut dengan
dispersi. Cara kedua ialah mengubah molekul, atom, atau ion menjadi
partikel yang lebih besar yang berukuran koloid yang disebut dengan
cara kondensasi (Marheni, dkk, 2007, hlm. 5.20). kedua cara tersebut
digambarkan dengan bagan seperti berikut ini:
Gambar 2.4 Dua buah cara pembuatan koloid
Partikel
besar
Partikel
koloid
Partikel molekul,
ion, atom Dispersi Kondensasi
23
Cara pembuatan koloid menurut Mose, (2014) dijelaskan sebagai
berikut.
1) Cara Kondensasi
Cara kondensasi adalah cara pembuatan partikel koloid dari
partikel larutan sejati, dengan kata lain pembentukan agregat
berukuran koloid dari partikel kecil seukuran molekul atau ion.
Cara ini umumnya dilakukan melalui reaksi kimia.
a. Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah reaksi yang melibatkan reaksi
penguraian molekul air membentuk ion 𝐻+ dan ion 𝑂𝐻−.
Contohnya pembentukan sol 𝐹𝑒(𝑂𝐻)3 dari hidrolisis 𝐹𝑒𝐶𝑙3.
b. Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan
bilangan oksidasi. Contohnya pembuatan sol emas.
c. Reaksi Metatesis
Reaksi metatesis adalah reaksi pertukaran muatan antara
ion-ion. Contohnya penambahan larutan asam klorida ke
dalam larutan natrium tiosulfat akan terbentuk partikel
berukuran koloid.
2) Cara Dispersi
Cara dispersi adalah cara pembuatan partikel koloid dari
partikel yang lebih besar. Beberapa metode yang biasa digunakan
diantaranya sebagai berikut.
a) Cara mekanik
Pada cara ini, zat yang akan didispersikan dalam medium
pendispersi digiling sampai ukurannya berada pada rentang
partikel-partikel koloid.
b) Cara Peptisasi
Cara peptisasi dilakukan dengan memecahkan suspensi
kasar menjadi partikel terdispersi koloid kemudian
menambahkan ion-ion yang dapat diadsorpsi oleh partikel-
24
partikel koloid sehingga koloid tersebut stabil. Secara praktis
cara ini dilakukan dengan menambahkan larutan ion sejenis ke
dalam suspensi suatu endapan kemudian dilakukan
pengadukan. Adanya pengadukan ini menimbulkan agregat
endapan terpecah menjadi agregat-agregat yang lebih kecil
menuju ukuran koloid.
c) Cara Homogenisasi
Cara ini dilakukan dengan memecahkan suspensi menjadi
partikel berukuran lebih kecil, kemudian dilewatkan melalui
lubang dengan ukuran pori tertentu dengan bantuan tekanan
tinggi sehingga partikel yang akan didispersikan ke
mediumnya relatif homogen, contohnya pada pembuatan susu.
d) Cara Busur Bredig
Cara ini menggunakan arus listrik bertegangan tinggi yang
dialirkan melalui dua buah elektroda yang terbuat dari kawat
logam. Kedua elektroda tersebut disimpan berdekatan dan
tercelup dalam air. Kawat logam merupakan bahan dasar untuk
pembuatan partikel terdispersi. Adanaya loncatan bunga api
listrik menyebabkan sebagiian bahan kawat logam menguap
dan terlarut ke dalam air sebagai medium pendispersi
membentuk sol.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Untuk mendukung penelitian ini, berikut dikemukakan hasil penelitian
relevan yang berhubungan dengan penelitian ini:
1. Wulandari & Sholihin dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Kemampuan Literasi Sains pada Aspek Pengetahuan dan Kompetensi
Sains Siswa SMP pada Materi Kalor” menyimpulkan bahawa rata-rata
kemampuan literasi sains pada aspek pengetahuan dan kompetensi secara
keseluruhan adalah 66,45% dengan kategori pencapaian “baik”.
25
2. Rizkita, Suwono, & Susilo dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa SMA Kota Malang”. Penelitian
dilakukan pada siswa SMAN 4 Malang kelas X tahun ajaran 2015-2016
berjumlah 68 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
awal literasi sains siswa tergolong masih rendah dengan rata-rata
persentase sebesar 52%.
3. Saad, Baharom, & Mokhsein dalam penelitiannya yang berjudul
“Scientific Reasoning Skills Based on Socio-Scientific Issues in The
Biology Subject”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa literasi
sains siswa masih rendah, sebanyak 78% (351 siswa) menjawab dalam
tingkat rendah; sementara 19% (85 siswa) berada di tingkat sedang dan
hanya 3% (14 siswa) berada di tingkat tinggi. Selain itu, siswa tidak
kompeten untuk menghubungkan konsep sains dan isu sosio-ilmiah.
4. Angraini dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kemampuan
Literasi Sains Siswa SMA Kelas X di Kota Solok”. Penelitian dilakukan
pada siswa kelas X di 3 sekolah di kota Solok yaitu pada sekolah
akreditasi A, B dan C, sampel berjumlah 63 orang siswa. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains siswa kelas X di
kota Solok masih “kurang sekali”, karena persentase yang didapatkan
adalah 27,94% (kurang sekali ≤54% ).
5. Jho, Yoon, & Kim dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan
Pengetahuan, Sikap, dan Pengambilan Keputusan Siswa pada Socio-
scientific Issues: Studi Kasus Debat Siswa Mengenai tenaga Nuklir
sebagai Pembangkit Listrik di Korea” menyimpulkan bahwa pemahaman
siswa tentang pengetahuan sains meningkat secara signifikan sepanjang
pengajaran, mereka mempertahankan sikap dan pengambilan keputusan
yang sama mengenai masalah ini. Mengenai hubungan ketiga domain
tersebut, sikap menunjukkan beberapa tingkat hubungan dengan
pengambilan keputusan sedangkan pengetahuan sains tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan dengan pengambilan keputusan.
26
6. Dawson, Vaille dalam penelitiannya yang berjudul “Pemahaman Siswa
Sekolah Tinggi di Australia Barat Tentang Socio-scientific Issus
Perubahan Iklim” menyimpulkan bahwa siswa memahami fitur yang
berbeda dari perubahan iklim dan efek rumah kaca, namun tidak
semuanya dan terdapat hubungan antara keduanya.
7. Zo’bi, Abdallah Salim dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Pendekaatan Socio-scientific Issues dalam Mengajarkan
Masalah Lingkungan untuk Meningkatkan kemampuan Siswa dalam
Membuat Keputusan yang Tepat dalam Isu-isu Ini” menyimpulkan bahwa
penggunaan pendekatan socio-scientific issues dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam memperbaiki keputusan mereka terhadap
masalah lingkungan.
C. Kerangka Berpikir
Literasi sains telah menjadi tujuan utama pendidikan sains pada beberapa
dekade terakhir di berbagai negara di seluruh dunia. Nuangchalem (2009)
mengatakan bahwa literasi sains diperlukan oleh setiap siswa. Namun, hasil
PISA menunjukkan bahwa literasi sains siswa di Indonesia masih sangat
rendah. Pada tahun 2009 Indonesia berada pada urutan ke 38 dari 40 negara,
dan pada tahun 2012 berada di urutan ke 64 dai 65 negara (OECD, 2015).
Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran di Indonesia belum mengarahkan
siswa untuk memahami literasi sains sehingga siswa tidak terbiasa untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan sains yang dimilikinya untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan literasi sains siswa,
Hendri & Defianti (2015) mengatakan bahwa pendidikan sains harus dapat
menghubungkan konsep sains (ilmiah) dengan isu sosial yang berkembang di
masyarakat. Hal ini karena pendidikan sains memiliki peran sentral dalam
pendidikan, khususnya ilmu kimia karena ilmu kimia sangat berpengaruh
terhadap lingkungan kita dan terisi dengan produk-produk kimia (Gilbert &
Treagust, 2009 dalam Celik, 2014). Oleh karena itu pada pendidikan kimia
27
harus menekankan pemahaman siswa tentang peran kimia dalam masyarakat
dan meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat mengevaluasi
permasalahan yang ada di sekitarnya yang berkaitan dengan kimia (Jegstad &
Sinnes, 2015).
Pemahaman terhadap ilmu kimia sangat penting bagi masyarakat, karena
setiap konsep ilmu kimia berkaitan dengan isu atau permasalahan yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu kimia sangat penting dalam kehidupan
manusia, karena semua aspek yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
seperti makanan, minuman, pakaian, obat-obatan, perumahan, kendaraan, dan
sebagainya berhubungan dengan ilmu kimia (Sujana, Permanasari, Sopandi, &
Mudzakir, 2014). Dengan memahami ilmu kimia diharapkan dapat membantu
masyarakat tidak hanya mengetahui pengetahuan sains tetapi dapat
menerapkan pengetahuan sains tersebut dalam memberikan solusi terhadap
permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya.
28
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir
Kompetensi yang harus dicapai pada
pembelajaran Kurikulum 2013
Literasi sains sebagai tujuan utama
Pendidikan sains
Kompetensi Sains Pengetahuan Sains
Pendidikan sains harus dapat
menghubungkan konsep sains dengan
isu sosial ilmiah
Menyajikan isu dalam kehidupan sehari-hari
merupakan salah satu cara yang dapat menciptakan
masyarakat berliterasi sains
Sistem koloid merupakan salah satu isu
yang erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari
Kemampuan literasi sains siswa berdasarkan
isu dalam kehidupan sehari-hari pada materi
sistem koloid
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa SMA Negeri yang berada di
Tangerang Selatan pada semester ganjil 2019/2020. Adapun pelaksanaan
penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2019.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode ini digunakan untuk
mengetahui kemampuan literasi sains siswa dengan menunjukkan
persentasenya terhadap SSI pada materi sistem koloid. Instrumen penelitian
yang digunakan dioleh secara statistik dan dianalisis untuk memperoleh data
hasil penelitian. Penelitian yang digunakan juga menggunakan metode
penelitian survey. Penelitian survey digunakan untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang
relatif kecil (Arifin, 2011, hlm. 54).
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi atau universe adalah keseluruhan objek yang diteliti, baik
berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi. Jika
seluruh anggota populasi diambil semua untuk dijadikan sumber data,
maka cara ini disebut sensus, tetapi jika hanya sebagian dari populasi yang
dijadikan sumber data, maka cara itu disebut sampel (Arifin, 2011, hlm.
215). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang sudah
mempelajari materi sistem koloid yaitu siswa kelas XII pada
30
semester ganjil di SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan pada tahun
ajaran 2019/2020.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi dalam bentuk mini (miniatur
population). Dengan kata lain, jika seluruh anggota populasi diambil
semua untuk dijadikan sumber data, maka cara ini disebut sensus, tetapi
jika hanya sebagian dari populasi yang dijadikan sumber data, maka cara
itu disebut sampel (Arifin, 2011, hlm. 215).
Sampel penelitian yang digunakan yaitu siswa kelas XII pada
beberapa SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan pada semester ganjil
tahun ajaran 2019/2020. Adapun teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan cluster random sampling, yaitu dengan
memilih secara acak yang didasarkan pada klaster (gugus) (Eriyanto,
2007, hlm. 116). Dalam penarikan sampel klaster, SMA Negeri
ditempatkan sebagai satuan penarikan sampel (Primary Sampling
Unit/PSU). Peneliti menarik terlebih dahulu SMA Negeri Tangerang
Selatan, terpilih 4 SMA Negeri dari total 12 SMA Negeri yang ada di Kota
Tangerang Selatan berdasarkan klaster pada kecamatan yang berbeda
setiap sekolah yang terpilih. Dari keempat SMA Negeri yang telah terpilih
selanjutnya menentukan kelas yang sudah mempelajari materi sistem
koloid. Berdasarkan proses tersebut akhirnya diperoleh kesimpulan total
siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah sebanyak 313 siswa yang
dapat mewakili siswa kelas XII SMA Negeri se-Kota Tangerang Selatan
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Daftar Sampel SMA Negeri Kota Tangerang Selatan
No. Nama Sekolah Alamat
Jumlah
Siswa
1 SMAN 1 Kota Tangerang Selatan Ciputat 59
31
2 SMAN 3 Kota Tangerang Selatan Pamulang 82
3 SMAN 5 Kota Tangerang Selatan Pondok Aren 96
4 SMAN 12 Kota Tangerang Selatan Serpong 76
Total 313
D. Prosedur Penelitian
Terdapat tiga tahap dalam penelitian, yaitu persiapan penelitian,
pelaksanaan penelitian, dan analisis, refleksi, dan evaluasi penelitian.
1. Persiapan Penelitian
a. Studi literatur, untuk memperoleh landasan teoritis yang relevan
dengan studi literatur PISA dan jurnal-jurnal yang relevan dengan
penelitian yang akan diteliti.
b. Menyusun instrumen penelitian yaitu instrumen tes uraian berupa soal
kemampuan literasi sains sesuai dengan indikator kemampuan literasi
sains yang telah ditentukan
c. Menguji validitas instrumen tes kepada para ahli kemudian
memperbaiki instrumen tes sesuai saran ahli.
d. Menguji cobakan instrumen tes yang telah dibuat kepada sisiwa untuk
mengetahui validitas, reliabilitas, dan tingkat kesukaran. Hasil uji coba
dikonsultasikan kembali dengan dosen, apabila sudah layak maka
instrumen tersebut siap digunakan.
e. Mengurus surat perizinan penelitian.
f. Perizinan pelaksanan penelitian dengan sekolah yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan Penelitian
a. Studi pendahuluan berupa wawancara guru bidang studi.
b. Penyebaran instrumen tes uraian SSI kepada sampel untuk
memperoleh data.
32
3. Analisis, Refleksi, dan Evaluasi Penelitian
a. Pengumpulan data, mengolah, dan menganalisis data hasil penelitian
b. Menuliskan hasil dan pembahasan
c. Membuat kesimpulan.
Secara garis besar prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai
berikut:
33
Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian
Studi Literatur
Pembuatan instrumen penelitian
Revisi
Validasi instrumen
Analisis data
Menuliskan hasil dan pembahasan
Penarikan kesimpulan
Pengumpulan data
Tah
ap P
ersiapan
T
ahap
Pelak
sanaan
Pen
elitian
Tah
ap P
enyelu
raianan
Pen
elitian
Ya
Pengambilan data
Tidak
34
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka
penulis menempuh beberapa teknik sebagai berikut:
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data
No. Sumber Data Jenis Data Instrumen Waktu
1 Siswa Kemampuan
literasi sains
Tes uraian Dilakukan di kelas
setelah mempelajari
materi sistem koloid
2 Guru Pembelajaran
kimia berbasis
literasi sains
Pedoman
wawancara
Dilakukan di sekolah
sebelum penelitian
berlangsung
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Tes
Instrumen tes yang digunakan berupa tes tulis dalam bentuk tes
uraian bebas. Instrumen tes disusun berdasarkan PISA 2015 yang terdiri
atas aspek pengetahuan dan kompetensi sains. Tes uraian disebut juga
dengan essay examination. Secara umum tes ini berbentuk pertanyaan
yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan, dan
bentuk lainnya sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan
kata-kata dan bahasa sendiri (Sudjana, 2014, hlm. 35-39). Tes uraian ini
digunakan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa dengan
memberikan soal berupa isu-isu dalam kehidupan sehari-hari pada materi
sistem koloid. Sebelum membuat butir soal, peneliti terlebih dahulu
35
membuat kisi-kisi soal sebagai pedoman. Adapun kisi-kisi soal tes tertulis
kemampuan literasi sains siswa dipaparkan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Literai Sains Siswa
pada Aspek Pengetahuan dan Kompetensi Sains Siswa
No. Aspek Literasi
Sains Indikator Tiap Aspek Butir Soal
Jumlah
Soal
1 Pengetahuan
Konten (Content)
1, 2, 5, 6, 9,
11, 12, 14,
15, 16, 17,
18, 19, 20
14
Prosedural
(Procedural) 2, 4 2
Epistemik
(Epistemic)
7, 8, 10, 13,
21, 22
6
2 Kompetensi
Menjelaskan fenomena
secara ilmiah (Explain
phenomena
scientifically)
1, 5, 6, 9, 11,
12, 14, 15,
16, 17, 18,
19, 20
13
Menginterpretasikan
data dan membuktikan
secara ilmiah (Interpret
data and evidence
scientifically)
2, 4 2
Mengevaluasi dan
merancang penelitian
ilmiah (Evaluate and
design scientific
enquiry)
3, 7, 8, 10,
13, 21, 22
7
36
2. Wawancara
Peneliti menggunakan wawancara sebagai data pendukung untuk
menguatkan penelitian yang dilakukan. Jenis wawancara yang digunakan
adalah wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2016) mengatakan bahwa
“wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya” (hlm. 74). Kisi-kisi
wawancara yang peneliti gunakan terdapat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Kisi-kisi Wawancara
No. Indikator Pertanyaan
1. Pengetahuan tentang literasi sains
2. Pembelajaran kimia berbasis literasi sains
3. Pengetahuan tentang Socio-Scientific Issues (SSI)
4. Penggunaan SSI dalam pembelajaran kimia
G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Uji Validitas Tes
Validitas tes adalah tingkat suatu tes dapat mengukur apa yang
hendak kita ukur. Diukur dengan instrumen yang telah disusun secara
khusus karena mengukur seuatu yang sifatnya penting dan pasti (Arikunto,
2016, hlm. 170-171). Oleh karena itu, suatu instrumen yang valid dapat
menghasilkan data yang valid karena dapat mengukur suatu aspek secara
tepat. Uji validitas instrumen tes pada penelitian ini dilakukan dengan uji
coba soal yang kemudian dianalisis menggunakan software Anates versi
4.0.9. Hasil uji validitas disajikan dalam Tabel 3.5 berikut:
37
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Tes
No. Soal Rhitung Rtabel Keterangan
1 0,720 0,3438 Valid
2 0,427 0,3438 Valid
3 0,607 0,3438 Valid
4 0,527 0,3438 Valid
5 0,516 0,3438 Valid
6 0,409 0,3438 Valid
7 0,530 0,3438 Valid
8 0,414 0,3438 Valid
9 0,394 0,3438 Valid
10 0,398 0,3438 Valid
11 0,296 0,3438 Tidak Valid
12 0,406 0,3438 Valid
13 0,500 0,3438 Valid
14 0,412 0,3438 Valid
15 0,462 0,3438 Valid
16 0,498 0,3438 Valid
17 0,464 0,3438 Valid
18 0,235 0,3438 Tidak Valid
19 0,466 0,3438 Valid
20 0,223 0,3438 Tidak Valid
21 0,514 0,3438 Valid
22 0,483 0,3438 Valid
38
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah ketepatan suatu tes apabila diteskan kepada
subjek yang sama (Arikunto, 2016, hlm. 104). Uji reliabilitas dilakukan
dengan tujuan untuk menguji tingkat keajegan suatu tes yang akan
digunakan dalam penelitian. Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel jika
selalu memberikan hasil yang sama jika diujikan pada kelompok yang
sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda (Arifin, 2011, hlm. 248).
Menurut Arikunto (2016, hlm. 100) reliabilitas berhubungan dengan
masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf
kepecayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang
tetap. Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg
memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Pengujian reliabilitas
pada penelitian ini akan menggunakan software Anates versi 4.0.9.
Menurut Sujarweni (2014, hlm. 193) jika nilai reliabilitas > 0,60 maka
instrumen dinyatakan reliabel atau konsisten. Berdasarkan uji reliabilitas
yang telah dilakukan diperoleh hasil reliabilitas sebesar 0,84 yang berarti
instrumen dinyatakan reliabel.
3. Tingkat Kesukaran
Perhitungan taraf kesukaran soal adalah keseimbangan dari tingkat
kesulitan soal. Tingkat kesukaran diuji untuk mengetahui sukar atau
tidaknya butir soal berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan.
Disini yang terpenting adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang
termasuk mudah, sedang, dan sukar (Purwanto, 2007, hlm. 135). Menurut
Arikunto (2016, hlm. 222) soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu
mudah atau tidak terlalu sukar. Pengujian tingkat kesukaran ini
menggunakan software Anates versi 4.0.9. Kriteria yang digunakan
berdasarkan yang dikemukakan oleh Arikunto (2016, hlm. 225). Hasil uji
tingkat kesukaran disajikan dalam Tabel 3.6 berikut:
39
Tabel 3.6 Uji Tingkat Kesukaran Tiap Butir Soal
No. Soal Tingkat Kesukaran (%) Kriteria
1 58,33 Sedang
2 54,17 Sedang
3 31,94 Sedang
4 40,28 Sedang
5 41,67 Sedang
6 27,78 Sukar
7 55,56 Sedang
8 56,94 Sedang
9 43,06 Sedang
10 36,11 Sedang
11 45,83 Sedang
12 36,11 Sedang
13 40,28 Sedang
14 36,11 Sedang
15 51,39 Sedang
16 31,94 Sedang
17 34,72 Sedang
18 34,72 Sedang
19 36,11 Sedang
20 20,83 Sukar
21 23,61 Sukar
22 19,44 Sukar
40
4. Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda bertujuan untuk mengetahui kesanggupan
soal dalam membedakan siswa yang tergolong tinggi, kurang, atau lemah
pengetahuan sainsnya. Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir
soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik
yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang meguasai.
Menurut Arikunto (2016, hlm. 226) daya pembeda soal adalah
kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai
(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan
rendah). Pengujian daya pembeda soal dilakukan dengan menggunakan
software Anates versi 4.0.9. kriteria yang digunakan berdasarkan yang
dikemukakan oleh Arikunto (2016, hlm. 232). Hasil uji validitas dan
reliabilitas disajikan dalam Tabel 3.7 berikut:
Tabel 3.7 Hasil Uji Daya Pembeda
No. Soal Daya Pembeda (%) Kriteria
1 33,33 Cukup
2 19,44 Jelek
3 36,11 Cukup
4 30,56 Cukup
5 27,78 Cukup
6 38,89 Cukup
7 33,33 Cukup
8 25,00 Cukup
9 19,44 Jelek
10 22,22 Cukup
11 13,89 Jelek
41
12 22,22 Cukup
13 30,56 Cukup
14 16,67 Jelek
15 25,00 Cukup
16 19,44 Jelek
17 25,00 Cukup
18 13,89 Jelek
19 27,78 Cukup
20 8,33 Jelek
21 30,56 Cukup
22 27,78 Cukup
H. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
kuantitatif, dalam Arikunto (2016, hlm. 262) dijelaskan bahwa analisis
deskriptif kuantitatif adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mencari jumlah frekuensi dan mencari jumlah persentasenya.
Selanjutnya data ini dianalisis dan diverifikasi keabsahannya, diberi kode,
diklasifikasi, diberi skor dengan analisis deskriptif.
Tingkat kemampuan literasi sains siswa ditentukan berdasarkan tes
uraian yang mewakili indikator literasi sains. Jika siswa menjawab dengan
benar maka akan memperoleh skor sesuai dengan pedoman penskoran yang
telah dibuat. Kemudian data hasil penelitian dianalisis dengan menghitung
persentase ketercapaian literasi sains pada aspek pengetahuan dan kompetensi
sains dibantu dengan Microsoft Excel. Berikut langkah-langkah pengolahan
data:
42
a. Menghitung jumlah skor benar yang diperoleh siswa pada setiap butir soal
uraian berdasarkan pendoman penskoran dengan rentang skor 0-4 pada
masing-masing soal:
𝑠 = ∑ 𝑅
Keterangan:
S = Skor total siswa yang benar
R = Jawaban siswa yang benar
b. Skor yang diperoleh dihitung menjadi nilai persentase dengan skala 0-
100. Skor maksimum (SM) dari 22 soal tes uraian adalah 88 dan bobot
untuk soal soal uraian adalah 100% jika benar semua. Menurut Purwanto
(2010, hlm. 102) nilai persentase ketercapaian literasi sains ini dapat
ditentukan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑁𝑃 =𝑅
𝑆𝑀 𝑥 100
Keterangan:
NP = nilai persen yang dicari
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM = skor maksimal ideal
100 = Bilangan tetap
c. Menghitung rata-rata nilai (mean) keseluruhan dengan menggunakan
rumus :
X =∑ 𝑥
𝑁
Keterangan:
X = Rata-rata nilai
∑ 𝑥 = Jumlah nilai seluruhnya
𝑁 = Banyak siswa
d. Kemudian untuk melihat tingkat literasi sains siswa/i dikategorikan
menjadi kategori sangat kurang sampai sangat baik mengikuti aturan
Purwanto (2010, hlm. 103) seperti pada Tabel 3.9 berikut:
43
Tabel 3.8 Kategori Tingkat Kemampuan Literasi Sains Siswa Melalui
Tes Skor (%)
Skor Kategori
81 – 100
61 – 80
41 – 60
21 – 40
0 – 20
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
56
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa
khususnya pada aspek pengetahuan dan kompetensi sains berdasarkan isu
dalam kehidupan sehari-hari pada materi sistem koloid. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kemampuan literasi
sains siswa pada aspek pengetahuan dan kompetensi sains berada pada
kategori cukup baik dengan persentase ketercapaian yang diperoleh berturut-
turut sebesar 58,39% dan 57,89%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
dikemukakan beberapa saran dari penulis sebagai berikut :
1. Hendaknya ke depannya dilakukan penelitian yang menggunakan fasilitas
pendukung terhadap kemampuan literasi sains agar dapat meningkatkan
kemampuan pengetahuan dan kompetensi sains siswa seperti penyediaan
sumber bacaan dan bahan ajar berbasis literasi sains terkait isu-isu sosial
ilmiah sesuai dengan konsep atau materi yang diajarkan.
2. Hendaknya untuk penelitian selanjutnya dilakukan penelitian pada seluruh
aspek literasi sains agar dapat mengetahui pencapaian kemampuan literasi
sains secara keseluruhan.
57
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. (2018). Pembelajaran Literasi Strategi
Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan
Menulis. Jakarta: Bumi Aksara.
Adeleke, A. A., & Joshua, E. O. (2015). Development and Validation of Scientific
Literacy Achievement Test to Assess Senior Secondary School Students’
Literacy Acquisition in Physics. Journal of Education and Practice, 6(7),
28-43. p-ISSN: 2222-1735, e-ISSN: 2222-288X.
Angraini, G. (2014). Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa SMA Kelas X di
Kota Solok. Prosiding Mathematics and Sciences Forum, 161-170. ISBN:
9786020960005.
Arif, R. (2015). Profil Capaian Literasi Sains Siswa SMP di Kabupaten Sumedang
dengan Menggunakan Scientific Literacy Assessments (SLA). (Skripsi).
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Arifin, Zainal. (2011). Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Arikunto, S. (2016). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta:
Bumi Aksara.
Arohman, M., Saefudin, & Priyandoko, D. (2016). Kemampuan Literasi Sains
Siswa pada Pembelajaran Ekosistem. Proceeding Biology Education
Conference, 13(1), 90-92.
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup DKI Jakarta. (2013). Kondisi Lingkungan
Hidup dan Kecenderungannya. (Online), (http:
https://lingkunganhidup.jakarta.go.id/Docs/Lap_SLHD/Lap_2D.htm),
diakses pada 5 Juni 2020.
Bahriah, E. S. (2015). Peningkatan Literasi Sains Calon Guru Kimia pada Aspek
Konteks Aplikasi dan Proses Sains. EDUSAINS, 7(1), 11-17.
Baihaqi, I., Prasetyo, A. P. B., & Retnoningsih, A. (2015). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Lingkungan Hidup Bervisi Konservasi dengan
58
Pendekatan Scientific Skill pada Pengolahan Sampah Organik di Sekolah.
Lembaran Ilmu Kependidikan, 44(2), 54-60.
Damanik, L., & Yanny, A. (2016). Perancangan Aplikasi Pembelajaran Sistem
Koloid Menggunakan Computer Based Learning. Jurnal Riset Komputer, 3
(6), 80-83.
Dawson, V. (2015). Western Australian High School Student’s Understandings
about the Socioscientific Issue of Climate Change. International Journal of
Science Education.
Dawson, V., & Venville, G.J. (2009). High-school Student’s Informal Reasoning
and Argumentation about Biotechnology: An Indicator of Scientific
Literacy?. International Journal of Science Education, 31(11), 1421-1445.
Eriyanto. (2007). Teknik Sampling Analisis Opini Publik. Yogyakarta: PT. LkiS
Pelangi Aksara.
Fardan, A., Rahayu, S., & Yahmin. (2016). Kajian Penanaman Pengetahuan
Epistemik Secara Eksplisit Reflektif pada Pembelajaran Kimia dalam
Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan IP Pascasarjana UM, 1, 529-541. ISBN: 978-602-9286-21-2.
Fowler, S.R., Zeidler, D.L., & Sadler, T.D. (2009). Moral Sensitivity in The
Context of Socioscientific Issues in High School Science Students.
International Journal of Science Teacher Education, 31(2), 279-296.
Hendri, S., & Defianti, A. (2015). Membentuk Keterampilan Argumentasi Siswa
Melalui Isu Sosial Ilmiah dalam Pembelajaran Sains. Prosiding Simposium
Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2015 (SNIPS 2015), 545-548.
ISBN: 9786021965580.
Holbrook, J., & Rannikmae, M. (2009). The Meaning of Scientific Literacy.
International Journal of Environmental & Science Education, 4(3), 275-
288.
Imansari, M., Sudarmin, & Sumarni, W. (2018). Analisis Literasi Kimia Peserta
Didik Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Bermuatan Etnosains.
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, 12(2), 2201-2211.
59
Ismiyati, Marlita, D., & Saidah, D. (2014). Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik,
1(3), 241-248.
Jegstad, K. M., & Sinnes, A. T. (2015). Chemistry Teaching for The Future: A
Model for Secondary Chemistry Education for Sustainable Development.
International Journal of Science Education, 37(4), 655-683. ISSN: 0950-
0693. https://doi.org/10.1080/09500693.2014.1003988.
Jho, H., Yoon, H. G., & Kim, M. (2014). The Relationship of Science Knowladge,
Attitude and Decision Making on Socio-scientific Issues: The Case Study of
Students’ Debates on a Nuclear Power Plant in Korea. Journal Science &
Education, 23, 1131-1151.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang
Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. (Online),
(http://sdm.data.kemendikbud.go.id/SNP/dokumen/Permendikbud%20No%
2064%20Tahun%202013.pdf), diakses pada 20 Agustus 2019.
Laius, A., Post, A., & Rannikmae, M. (2016). Asessment of Scientific Literacy of
Estonian Gymnasium Students during the Operation of a Competence-based
Science Curriculum. Universal Journal of Educational Research, 4(5),
1142-1147.
Marie, R., Birtt, L., Margareta, E., Malin, I., Claes , M., Agneta, R., Mikael, W.
(2011). Socio-sscienific Issues- A Way to Improve Student’s Interest and
Learning. Journal US-China Education Review,3, 342-347. ISSN: 1548-
6613.
Marheni, dkk. (2007). Kimia Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Morris, H. (2014). Sociosceintific Issues and Multidisciplinarity in School
Science Textbooks. International Journal pf Science Education, 36(7),
1137-1158. p-ISSN: 0950-0693, e-ISSN: 1464-5289.
Mose, Y. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain
(POE) pada Materi Koloid untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir
Kritis dan Keterampilan Prses Sains Siswa.
60
Norris, S. P., & Phillips, L. M. (2003). How Literacy in Its Fundamental Sense is
Central to Scientific Literacy. Wiley Periodicals. Ins., 224.
Nuangchalerm, P. (2009). Development of Socioscientific Issues-Based Teaching
for Preservice Science Teachers. Journal of Socio Sciences, 5(3), 239-243.
OECD. (2013). PISA 2012 Assesment and Analytical Framework: Science,
Reading, Mathematic and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/9789264190511-en.
OECD. (2016). PISA 2015 Assesment and Analytical Framework: Science,
Reading, Mathematic and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
http://dx.doi.org/10.1787/978926425425-en.
OECD. (2019). PISA 2018 Insight and Interpretation Framework: Science,
Reading, Mathematic and Financial Literacy. Paris: OECD Publishing.
Perwitasari, T., Sudarmin, S., & Linuwih, S. (2016). Peningkatan Literasi sains
Melalui Pembelajaran Energi dan Perubahannya Bermuatan Etnosains pada
Pengasapan Ikan. Jurnal Penelitan Pendidikan IPA, 1(2), 62-70. P-ISSN:
2527-7537, e-ISSN: 2549-2209.
http://dx.doi.org/10.26740/jppipa.v1n2.p62-70.
Pratiwi, I. (2019). Efek Program PISA Terhadap Kurikulum di Indonesia. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, 4(1), 51-59. ISSN: 20894392.
https://doi.org/10.15294/jpii.v5i2.7676.
Purwanto, N. (2007). Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Rahayu, S. (2017). Mengoptimalkan Aspek Literasi dalam Pembelajaran Kimia.
Prosiding Seminar Nasional Kimia UNY, 1-16.
Rizkita, L., Suwono, H., & Herawati, S. (2016). Analisis Kemampuan Awal
Literasi Sains Siswa SMA Kota Malang. Prosiding Seminar Nasional II,
771-781.
Saad, M. I. M., Baharom, S., & Mokhsein, S. E. (2017). Scientific Reasoning
Skills Based On Socio-Scientific Issues in The Biology Subject.
International Journal of Advanced and Applied Sciences, 4(3), 13-18.
61
Sadler, T. D. (2011). Socio-scientific Issues in the Classroom: Teaching,
Learning, and Research. New York: Springer. https://doi.org/10.1007/978-
94-007-1159-4.
Sadler, T. D., Romine, W. L., & Topcu, M. S. (2016). Learning Science Content
Through Socio-Scientific Issues-Based Instruction: A Multi-Level
Assessment Study. International Journal of Science Education, 1-14. ISSN:
0950-0693, e-ISSN: 1464-5289.
https://doi.org/10.1080/09500693.2016.1204481.
Sastrohamidjojo, H. (2010). Kimia Dasar Edisi Ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Situmorang, R. P. (2016). Integrasi Literasi Sains Peserta Didik dalam
Pembelajaran Sains. Jurnal Satya Widya, 32(1), 49-56.
Sudjana, N. (2014). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sujana, A., Permanasari, A., Sopandi, W., & Mudzakir, A. (2014). Literasi Kimia
Mahasiswa PGSD dan Guru IPA Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia (JPII), 3(1), 5-11.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV Alfabeta.
Toharudin, Hendrawati, & Rustaman. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta
Didik. Bandung: Humaniora.
Udompong, L., & Wongwanich, S. (2014). Diagnosis of the Scientific Literacy
Chracteristics of Primary Students. Journal Procedia Social and Behavioral
Sciences, 5091-5096. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.01.10798.
Widyatmoko, H. (2009). Kimia Dasar Tingkat Universitas. Jakarta: Universitas
Trisakti.
Wulandari, N., & Sholihin, H. (2016). Analisis Kemampuan Literasi Sains pada
Aspek Pengetahuan dan Kompetensi Sains Siswa pada Materi Kalor. Jurnal
EDUSAINS, 8(1), 67-73.
Yuliati, Y. (2017). Literasi Sains dalam Pembelajaran IPA. Jurnal Cakrawala
Pendas, 3(2), 21-28.
62
Zakaria, M., R., & Rosidana, L. (2018). Profil Literasi Sains Peserta Didik Kelas
VII pada Topik Pemanasan Global. Pensa e-jurnal, 6(2), 170-174.
Zeidler, D.L., & Sadler, T.D. (2008). Social and Ethical Issues in Science
Education: A Prelude to Action. Journal Science and Education, 17, 799-
803.
Zeidler, D.L., Sadler, T.D., Applebaum, S., & Callahan, B.E. (2009). Advancing
Reflective Judgment Through Socioscientific Issues. Journal of Research in
Science Teaching, 46(1), 74-101.
Zo’bi, A. S. (2014). The Effect of Using Socio-Scientific Issues Approach in
Teaching Environmental Issues on Improving the Student’s Ability of
Making Appropriate Decisions Towards These Issues. International journal
Education Studies, 7(8), 113-123.