Post on 11-Aug-2015
description
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN GASTROENTERITIS
Diususun Oleh :
KELOMPOK II
RISA FARIYANA I1B110002
RIZKY WAHYU WANABAKTI I1B110213
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
I. PENDAHULUAN
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada anak-anak.
Diperkirakan pada anak setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis
akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien
berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun
1,5% merupakan pasien dewasa yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis.
Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada
anak-anak atau usia lanjut, di mana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan
terhadap dehidrasi sedang sampai berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara
berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.
Sampai saat ini penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih
merupakan salah satu masalah kesehatan utama dari masyarakat di Indonesia. Dari
daftar urutan penyebab kunjungan puskesmas atau balai pengobatan, hampir selalu
termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama bagi masyarakat yang berkunjung ke
puskesmas.
Data Departemen kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kematian diare
diindonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur
dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka
kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia, pada 2008
penyakit diare menempati urutan kedua penyakit mematikan yang berasal dari
penyakit infeksi. Jumlah penderita diare di Indonesia pada tahun itu mencapai 4%
dan angka kematiannya mencapai 3,8%. Pada bayi, diare menempati urutan tertinggi
sebagai penyebab kematian dengan angka mencapai 9,4% dari seluruh kematian
bayi.
Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman
pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan
angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama
kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan
elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang tinggi dari
penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan
protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.
II. KONSEP DASAR
A. Definisi
Gastroenteritis biasa disebut diare adalah penyakit yang ditandai dengan
terjadinya perubahan bentuk dan konsentrasi tinja yang melembek sampai dengan
cair dengan frekuensi lebih dari lima kali sehari. ( Ratna Dewi Pudiastuti ,2011).
Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk
tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya. (FKUI,2007).
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus
yang menyebabkanbuang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml/24jam . (Sowden,et all.2005).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang
disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam, virus, dan parasit yang pathogen.
(Whaley & Wong’s,2000).
Mary E. Muscari (2005) mengungkapkan bahwa diare merupakan pengeluaran
feses yang sering, berupa cairan abnormal, dan encer.
Diare adalah keadaan di mana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami defekasi sering dengan feses cair, atau feses tidak berbentuk. (Lynda Juall
Carpenito, 2001).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, gastroenteritis adalah peradangan yang
terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekwensi lebih
banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen
dan gangguan kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan ditandai dengan
Buang Air Besar cair lebih dari lima kali serta dapat terjadi mual dan muntah.
B. Etiologi
1. Faktor Infeksi
- Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis)
dan jamur (C. albicans).
- Infeksi parenteral : merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
2.Faktor Malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu
dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3.Faktor Makanan
- Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
4.Faktor Psikologis
- Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas).
C. Patofisiologi
1.Proses perjalanan penyakit
- Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, VirusNorwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,
Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat
pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri
adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam
basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
Menurut perjalanan penyakit dikatagorikan :
Akut: Jika < 1 minggu
Berkepanjangan: Antara 7 – 14 hari
Kronis: Jika> 14 hari
2.Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik)
- Dehidrasiisotonik
Pada dehidrasi isotonic (isonatermia), terjadi kehilangan air dan natrium
secara proporsional (natrium serum 130-150 mmol/L). pertahankan konsentrasi
cairan tubuh dan osmolalitas dalam batas normal. Dengan demikian, tidak ada
perbedaaan tekanan osmotic anatara cairan intraseluler dengan ekstraseluer dan
kehilangan cairan terbatas pada cairan ekstraseluler.
- Dehidrasihipotonik
Pada dehidrasi hipotonik (hiponatremia), natrium yang hilang lebih banyak
dibandingkan airnya (natrium serum <130mmol/L).Cairan yang sebenarnya hilang
bersifat hipertonik sehingga cairan ekstraseluler mula-mulam enjadi hipotonik
dibanding cairan intraseluler. Peningkatan volume intraseluler akan menyebabkan
peningkatan volume dalam otak dan kadang-kadang menimbulkan kejang,
sedangkan kehilangan cairan ekstraseluler yang nyata menyebabkan syok yang
lebih besar untuk setiap unit air yang hilang.
- Dehidrasihipertonik
Pada dehidrasi hipertonik (hipernatermia, terdapat kehilangan cairan dan
natrium yang tidak proporsional (natrium serum <150 mmol/L).Cairan yang
hilang hipotonik, biasanya karena kehilangan cairan insensible yang tinggi
(demam yang tinggi atau lingkungan yang panas dan kering, poliuriapada diabetes
insipidus atau diare rendah natrium yang kadang-kadang diperberat dengan
pemberian diet yang terlalu encer atau kandungan protein yang tinggi).Mula-mula
cairan ekstraselular menjadi hipotonik dibandingkan intraseluler sehingga terjadi
pergeseran air dari ruang intaseluler ke ekstraseluler. Meskipun tanda-tanda akibat
kehilangan cairan ekstraseluler per unit cairan yang hilang berkurang, air yang
tertarik keluar dari otak dan pelisutan jaringan serebral dapat menyebabkan
pendarahan dibeberapa bagian otak dan menimbulkankejang.
b. Renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan
kecil, tekanan darah menurun, lemas, kesadaran menurun (apatis, somnolen,
sopor).
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
lactase.
f. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
g. Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) tampak pucat dengan
pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul). Pada awalnya muntah
dapat menyebakan alkalosis metabolik disertai peningkatan pH dan bikarbonat
(HCO3). Muntah yang lama dapat menyebabkan kehilangan basa dan dapat terjadi
asidosis metabolik. Diare dapat menyebabkan asidosis metabolik disertai
penurunan pH dan HCO3. Produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak
dapat dikeluarkan (karena oliguria/ anuria), perpindahan ion natrium dan cairan
ektrasel kedalam intrasel dan penimbunan asam laktat (anoreksia jaringan).
D.Pathway dan Masalah Keperawatan
Merangsang pusat
pengaturan suhu
Hipertermi
Membutuhkan perawatan di rumah sakit
Hospitalisasi
Cemas
Bakteri/ mikroorganisme masuk ke dalam saluran
intestinal
Eksotoksin
Merusak sel mukosa intestinal
Mengganggu absorbsi
usus
Sekresi berlebihan cairan dan elektrolit
Feces mengandung
cairan
Peningkatan isi rongga usus
Dehidrasi
Syok hipovolemik
Kematian
Inflamasi pada lambung
Mual muntah
Nafu makan
menurun
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Diare
Kehilangan cairan dan elektrolit
Kurang volume
cairan
Stres, ketakutan, cemas
Merangsang saraf parasimpatis usus
Meningkatkan motilitas
usus
Hperperistaltik
Penyerapan pada kolon berkurang
Feces banyak
mengandung air
Sering BAB
Feces mengandung asam laktat
Iritasi kulit dan anus
Gangguan integritas kulit
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gastroenteritis adalah kultur tinja,
pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin dan glukosa serta pemeriksaan tinja yang
meliputi pH, leukosit ,ada tidaknya darah dalamtinja
1) Riwayat alergi pada obat-obatan
2) kultur feses (untuk menentukan patogen)
3) Pemeriksaan Elektrolit, BUN, kreatinin dan tinja
4) Pemeriksaan tinja : pH, leukosit, glukosa
5) Hematest feses (untuk memeriksa adanya darah)
6) Evaluasi feses terhadap volume, warna, konsistensi, adanya pus,
7) Antigen imunoessai enzim (untuk memastikan rotavirus),
8) Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit.
9) Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi, organisme shigella
keluar melalui urin),
10) DL (untuk menentukan penyebab).
F. Manifestasi Klinis
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair,
mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi
asam.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila telah banyak
kehilangan air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi
ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir mulut dan
bibir kering.
Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1997) dikutip dari Suriadi
dan Yuliani (2001):
a. Dehidrasi ringan: berat badan menurun 3-5% dengan volume cairan yang hilang <
50 ml/ kg BB.
b. Dehidrasi sedang: berat badan menurun 6-9% dengan volume cairan yang hilang
50-90 ml/ kg BB.
c. Dehidrasi berat: berat badan menurun > 10% dengan volume cairan yang hilang
>100 ml/ kg BB.
G. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Bayi (0 – 1 Tahun)
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian
tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan
bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh
kematangan dan belajar (Whalley dan Wong, 2000, dikutip dari A. Aziz Alimul
Hidayat, 2005).
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak terdapat suatu peristiwa yang
dialaminya yaitu masa percepatan dan perlambatan. Masa tersebut akan berlainan
dalam satu organ tubuh. Percepatan dan perlambatan tersebut merupakan suatu
kejadian yang berbeda dalam setiap organ tubuh akan tetapi masih saling
berhubungan satu dengan yang lain. Peristiwa pertumbuhan pada anak dapat terjadi
perubahan tentang besarnya, jumlah, ukuran di dalam tingkat sel, organ maupun
individu, sedangkan peristiwa perkembangan pada anak dapat terjadi pada perubahan
bentuk dan fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan
intelektual. Pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi mulai dari pertumbuhan
dan perkembangan secara fisik, intelektual maupun emosional. Peristiwa
pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat terjadi dalam perubahan ukuran
besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel hingga perubahan organ tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan secara intelektual anak dapat dilihat dari
kemampuan secara simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung,
membaca dan lain-lain, sedangkan perkembangan secara emosional anak dapat
dilihat dari perilaku sosial di lingkungan anak.
- Pertumbuhan dan perkembangan usia 8-12 bulan
Pada usia ini pertumbuhan BB dapat mencapai 3 kali BB lahir apabila
mencapai usia satu tahun dan pada pertambahan BB per bulan sekitar 350-450 gram
pada usia 7-9 bulan dan 250-350 gram/ bulan pada usia 10-12 bulan apabila dalam
pemenuhan gizi yang baik dna pertumbuhan TB sekitar 1,5 kali TB pada saat lahir,
pada usia satu tahun penambahan TB tersebut masih stabil dan diperkirakan TB
akan mencapai 75 cm.
Secara umum perkembangan bayi pada tahun pertama adalah terjadi
peningkatan beberapa organ fisik/ biologis seperti ukuran panjang badan pada tahun
pertama penambahan kurang lebih (25-30 cm), peningkatan jaringan subkutan,
perubahan pada fontanel anterior menutup pada usia 9-18 bulan perubahan pada
lingkar kepala dan lingkar dada, di mana lingkar kepala sama besar dan pada usia
satu tahun terjadi perubahan, pada akhir tahun pertama terjadi perubahan berat otak
anak menjadi 25% berat otak orang dewasa, pertumbuhan gigi dimulai dari gigi
susu pada umur 5-9 bulan.
- Perkembangan, Motorik, Bahasa dan Adaptasi Sosial
Pada perkembangan motorik kasar dapat terjadi kemampuan diawali dengan
duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan, bangkit terus berdiri, berdiri 2
detik dan berdiri sendiri. Kemudian pada motorik halus mencari atau meraih benda
kecil, bila diberi kubus mampu memindahkannya, mampu mengambilnya dan
mampu memegang dengan jari dan ibu jari, membenturkannya dna mampu
menaruh benda atau kubus ketempatnya.
Pada perkembangan bahasa mulai mampu mengatakan papa mama yang
belum spesifik, mengoceh hingga mengatakan dengan spesifik , dapat
mengucapkan 1-2 kata, sedangkan perkembangan adaptasi sosial dimulai
kemampuan untuk bertepuk tangan, menyatakan keinginan, sudah mulai minum
dengan cangkir, menirukan kegiatan orang, main-main bola atau lainnya dengan
orang.
H. Konsep Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang terjadi karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk dirawat di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Penyebab
hospitalisasi pada anak adalah psikososial berpisah dengan orang tua, anggota
keluarga lain, teman, rasa cemas, penyebab fisiologis dan gangguan fungsi (kurang
tidur, nyeri, imobilisasi, tidak dapat mengontrol diri, lingkungan asing, kebiasaan
sehari-hari berubah dan pemberian obat).
Reaksi anak saat dirawat di rumah sakit pada bayi (0-1 tahun), stress bila
berpisah dengan orang tua yang berarti baginya, bayi kurang dari 6 bulan belum
dapat mengungkapkan apa yang dirasakan, sedangkan bayi 8 bulan atau lebih akan
merasakan stranger anxiety. Kecemasan saat berpisah, respon perilaku yang
ditimbulkan, dibedakan menjadi tiga fase, yaitu fase protes, fase putus asa dan fase
menyesuaikan. Fase protes berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari dengan
menunjukan perilaku nenangis kuat, berhenti bila lelah, menjerit mencari orang tua
dengan pandangan mata, menolak dan menghindari orang yang tidak dikenal,
menendang, menggigit, memukul dan mencakar. Fase putus asa (despair) atau
menolak (denial), anak akan berhenti menangis, tidak aktif, menarik diri, sedih, tidak
interest, tidak mau berbicara, tingkah laku kembali pada perkembangan sebelumnya,
anak menolak untuk beraktifitas makan dan minum. Fase menyesuaikan diri
(detachment) rasa interest dengan lingkungan meningkat dan tidak mau berinteraksi
dengan orang yang tidak dikenal.
I. Terapi
1. Terapi
a. Cairan per oral.
Penanganan fokus pada penyebab. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan
sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO,
K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,
atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan
garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas
adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah
dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur.
2. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik dalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien
dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien. Pada
bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI. Makanan harus
diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk
pada status gizi. Hal yang perlu diperhatikan yaitu memberikan bahan makanan
yang mengandung cukup kalori, protein, mineral dan vitamin, makanan harus
bersih.
3. Obat-obatan.
a. Obat anti sekresi
b. Obat anti spasmolitik
c. Obat antibiotik: umumnya tidak diberikan jika tdk ada penyebab yang jelas. Bila
penyebabnya kolera, diberikan Tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB/ hari. Juga
diberikan bila terdapat penyakit penyerta seperti OMA, faringitis, bronkhitis atau
BrPn
Obat-obat antidiare meliputi antimotilitas (misal loperamid, difenoksilat,
kodein, opium), adsorben (norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk prometazin
dan klorpromazin. Tidak satupun obat-obat ini terbukti mempunyai efek yang nyata
untuk diare akut dan beberapa malahan mempunyai efek yang membahayakan. Obat-
oba ini tidak boleh diberikan pada anak-anak < 5 tahun.
J. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik dan
observasi. Pengkajian meliputi:
1. Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin)
2. Riwayat keperawatan: pada awal serangan, anak cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat, anoreksia, kemudian timbul diare. Keluhan utama: Feses semakin cair,
muntah, bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB
menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, mata cekung, tonus otot dan tugor
kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4
kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu mencakup riwayat penyakit yang diderita klien dan
riwayat pemeriksaan imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga dirawat akan menjadi stessor anak itu sendiri
maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang itu tidak mengetahui
prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari, mereka akan bereaksi dengan
marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar yang perlu digali adalah pola eliminasi seperti BAB lebih dari 4
kali sehari dan BAK sering: pola nutrisi diawali dengan mual, muntah, anoreksia,
menyebabkan penurunan berat badan pasien. Pola tidur dan istirahat, akan
terganggu karena adanya distensi abdomen yang menimbulkan rasa tidak nyaman,
dan pola hygiene, kebiasaan mandi anak setiap hari.
6. Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada anak keadaan umum tampak lemah,
kesadaran composmentis sampai dengan koma, suhu tubuh meningkat, nadi cepat
dan lemah, pernapasan agak cepat, pemeriksaan sistematis. Inspeksi: mata cekung,
ubun-ubun cekung, anus kemerahan. Palpasi: turgor kulit kering, perkusi: adanya
distensi abdomen. Auskultasi: bising usus meningkat.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan
encer.
2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar.
3. Risiko infeksi pada orang lainberhubungan dengan terinfeksi kuman diare atau
kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya
intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak.
6. Cemas dan takut pada anak/ orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan
kondisi sakit.
L. Intervensi Keperawatan
- Intervensi Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan
encer.
Tujuan: Meningkatkan hidrasi, keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
dipertahankan dalam batas normal.
Kriteria hasil: Pengeluaran urine sesuai, pengisisan kembali kapiler (capillery
refill) kurang dari dua detik, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, dan
berat badan tidak menunjukkan penurunan.
Intervensi:
a.Kaji status hidrasi; ubun-ubun, mata, turgoe kulit dan membran mukosa.
b.Kaji pengeluaran urine; gravitasi atau berat jenis urine (1.005-1.020) atau
sesuai dengan usia pengeluaran urine 1-2 ml/kg per jam.
c.Kaji pemasukan dan pengeluaran urine.
d.Monitor tanda-tanda vital.
e.Pemeriksaan laboratorium sesuai program; elektrolit, Hematokrit, pH, dan
serum albumin.
f.Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan oralit, dan cairan
parenteral bila indikasi).
g.Pemberian obat anti diare dan antibiotik sesuai program.
h.Anak diistirahatkan.
2. Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air besar.
Tujuan: Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit, kulit utuh.
Kriteria hasil: kulit utuh dan tidak lecet.
Intervensi:
a.Kaji kerusakan kulit atau iritasi disetiap buang air besar.
b.Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (atau pH normal) untuk membersihkan
anus setiap buang air besar.
c.Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
d.Ganti popok/ kain apabila lembab atau basah.
e.Gunakan obat cream bila perlu untuk perawatan perineal.
3. Risiko infeksi pada orang lainberhubungan dengan terinfeksi kuman diare atau
kurangnya pengetahuan tentang pencegahan penyebaran penyakit.
Tujuan: Mengurangi dan mencegah penyebaran infeksi.
Kriteria hasil: tidak terjadi penularan diare pada orang lain.
Intervensi:
a.Ajarkan cara mencuci tangan yang benar pada orang tua dan pengunjung.
b.Segera bersihkan dan angkat bekas buang air besar dan tempatkan pada tempat
yang khusus.
c.Gunakan standar pencegahan universal (seperti; gunakan sarung tangan dan
lain-lain)
d.Tempatkan pada ruangan yang khusus.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya
intake (pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan.
Tujuan: Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang optimum.
Kriteria hasil: Berat badan dalam batas normal, dan tidak terjadi kekambuhan
diare.
Intervensi:
a.Timbang berat badan anak setiap hari.
b.Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran).
c.Setelah rehidrasi, berikan minum oral dengan sering dan makanan yang sesuai
dengan diit dan usia atau berat badan anak.
d.Hindari minuman buah-buahan.
e.Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan.
f.Bagi bayi, ASI tetap diteruskan.
g.Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang rendah laktosa.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan anak.
Tujuan: Meningkatkan pengetahuan orang tua.
Kriteria hasil: Orang tua dapat berpartisipasi dalam perawatan anak.
Intervensi:
a.Kaji tingkat pemahaman orang tua.
b.Ajarkan tentang prinsip diit dan kontrol diare.
c.Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya cuci tangan untuk menghindari
kontaminasi.
d.Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan.
e.Jelaskan pentingnya kebersihan.
6. Cemas dan takut pada anak/ orang tua berhubungan dengan hospitalisasi dan
kondisi sakit.
Tujuan: Menurunkan rasa takut/ cemas pada anak dan orang tua.
Kriteria hasil: orang tua aktif merawat anak, bertanya dengan perawat atau
dokter tentang kondisi dan klarifikasi, dan anak tidak menangis.
Intervensi:
a.Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan rasa takut dan cemas;
dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati, dan sentuhan terapeutik.
b.Gunakan komunikasi terpeutik; kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan.
c.Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak dan orang tua.
d.Libatkan orang tua dalam perawatan anak.
e.Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan.
- Pelaksanaan Keperawatan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dengan melaksanakann berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini, perawat
harus mengetahui berbagai hal di antaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis
mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, A.A. A, 2008: hal. 122).
- Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Carol, 1998). Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai
serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu:
1.Evaluasi formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan
intervensi dengan respon segera.
2.Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status
klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap
perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang
mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak
tercapai atau tercapai sebagian.
a.Tujuan tercapai
Tujuan dikatakan tercapai bila klien telah menunjukkan perubahan dan kemajuan
yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b.Tujuan tercapai sebagian
Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara
keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya,
seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual. Setelah makan
bahkan kadang-kadang muntah.
c.Tujuan tidak tercapai
Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearah
kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 2, Volume 1, EGC, Jakarta
Carpenito, I.J, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Monica Ester, SKP, Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Doengoes, ME, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, Jakarta
Hardja Saputra, 2002, Daftar Obat di Indonesia, Edisi 10, Grafidian Medipress
Kim, M.J, dkk, 2003, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 5, EGC, Jakarta
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KONSEP DASAR
A.Definisi…………………………………………………………………….
B.Etiologi…………………………………………………………….............
C.Patofisiologi…………………………………………………………….....
D.Pathway dan Masalah Keperawatan………………………………………
E.Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………...
F.Manifestasi Klinis………………………………………………………....
G.Konsep Pertumbuhandan Perkembangan Anak Usia Bayi (0-1 Tahun)…..
H.Konsep Hospitalisasi Pada Anak………………………………………….
I.Terapi……………………………………………………………………...
J.Pengkajian Keperawatan………………………………………………….
K.Diagnosa Keperawatan……………………………………………………
L.Intervensi Keperawatan…………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA