Post on 27-Jun-2015
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
BAHAN BELAJAR MANDIRI
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
BBM/KAJIAN KRITIS
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
TopikKajian KritisJumlah jam 4 jam tatap muka(4 x 50 menit)
4 jam tugas terstruktur(4 x 60 menit)
4 jam tugas mandiri
(4 x 60 menit)Pertemuan Ke-10
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Agar guru, kepala sekolah, dan pengawas
sekolah di kelompok kerja masing-masing
dapat membuat kajian kritis, sebaiknya
mereka telah memahami dan terampil dalam
mengakses informasi dari internet. Hal
tersebut dikarenakan dalam mengkaji kritis
suatu artikel atau bahan bacaan diperlukan
berbagai sumber belajar termasuk dari
internet. Informasi yang terkait dengan
artikel yang akan dikaji dapat diperoleh
dengan mudah dari internet.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
A. PENGANTAR
Model Belajar BERMUTU dirancang dengan mengintegrasikan
pendekatan Penelitian Tindakan Kelas, Lesson Study, dan Studi
Kasus. Ketiga pendekatan ini digunakan dalam program belajar
BERMUTU dengan tujuan untuk mendorong guru, kepala
sekolah, dan pengawas yang belajar di kelompok kerja untuk
selalu mengembangkan profesionalismenya secara
berkelanjutan dengan cara selalu memperbaiki kinerjanya.
Dalam program belajar BERMUTU, salah satu indikator
keberhasilan program belajar di kelompok kerja adalah guru,
kepala sekolah, dan pengawas dapat melaksanakan penelitian
tindakan kelas (PTK) atau penelitian tndakan sekolah (PTS) dan
menyusun laporannya. Untuk menyusun proposal dan atau
laporan PTK, diperlukan kemampuan untuk memilih atau
menilai suatu bahan bacaan dalam bentuk artikel, buku atau
yang lain dari berbagai sumber yang layak untuk dirujuk dalam
rangka menyusun tinjauan pustaka pada bab II laporan PTK
atau dalam rangka menulis makalah atau artikel ilmiah.
Kemampuan menilai suatu bahan bacaan dapat dilatih melalui
kajian kritis. Kajian kritis dapat berfungsi sebagai penguat
wawasan maupun sebagai pembuka wawasan, keduanya
dapat memberi konstribusi positif dalam pengembangan
gagasan untuk keperluan pengorganisasian tulisan. Dalam
Bahan Belajar Mandiri (BBM) ini, guru, kepala sekolah, dan
pengawas pemandu dapat mempelajari konsep kajian
kritis dan penerapannya.
1. Kedudukan Topik Kajian KritisKajian kritis didiskusikan di kelompok kerja
setelah membahas BBM PTK Mata Pelajaran
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
dengan topik Identifikasi Masalah atau sebelum
pembahasan topik Penyusunan Proposal PTK.
2. Pentingnya mempelajari Kajian KritisKemampuan melakukan kajian kritis sangat
diperlukan oleh guru, kepala sekolah, dan
pengawas sekolah untuk melakukan kajian
kritis terhadap berbagai aspek yang
berkaitan dengan tugas dan tanggung
jawabnya, seperti kajian kritis terhadap
kurikulum, strategi pembelajaran, artikel
dan tulisan ilmiah lainnya. Kemampuan
melakukan kajian kritis, dapat digunakan
untuk membuat laporan dan memilih materi
atau bahan ajar.
3. Ruang LingkupRuang lingkup pembahasan BBM kajian kritis meliputi:
Persiapan melakukan kajian kritis
Langkah-langkah meringkas bacaan
Menetapkan kriteria kajian kritis
Mengevaluasi bacaan
Laporan hasil kajian kritis
Memanfaatkan hasil kajian kritis
4. Petunjuk Kegiatan
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Kegiatan mempelajari BBM kajian kritis ini
difokuskan pada pemahaman konsep kajian kritis
yang meliputi pengertian, tujuan, alasan
perlunya melakukan kajian kritis, dan cara
melakukan kajian kritis serta latihan melakukan
kajian kritis.
5. Penilaian Penilaian terhadap pencapaian hasil belajar
peserta belajar dilakukan berdasarkan
pemahaman konsep kajian kritis dan produk
berupa hasil kajian kritis terhadap suatu bahan
bacaan.
B. Kompetensi dan Indikator Pencapaian
KompetensiKompetensi dan indikator pencapaian kompetensi yang ingin dicapai
dari kegiatan belajar di kelompok kerja BERMUTU adalah sebagai
berikut.
Kompetensi Indikator Pencapaian Kompetensi
Memahami kajian kritis
dan menerapkannya
dalam melaksanakan
PTK
a. Memahami langkah-langkah meringkas
bacaan.
b. Memahami kriteria kajian kritis.
c. Mampu mengevaluasi bacaan
d. Mampu membuat laporan hasil kajian
kritis.
e. Menerapkan hasil kajian kritis dalam
laporan.
C. PERSIAPANPB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Untuk membelajarkan kajian kritis kepada peserta belajar di
kelompok kerja, pemandu hendaknya melakukan persiapan sebagai
berikut.
Mempelajari kegiatan belajar yang dirancang dalam BBM ini.
Mempelajari bahan bacaan yang terdapat dalam BBM ini dan bahan bacaan yang disarankan.
Menyiapkan contoh-contoh hasil kajian kritis.
D. SUMBER BELAJAR
Sumber belajar yang dapat digunakan guru
peserta dalam kegiatan ini antara lain sebagai
berikut.
No Judul Keterangan
1Berpikir Kritis dan Membaca Kritis
Lampiran 1
2Kajian Kritis terhadap artikel atau Buku
Lampiran 2
3 Cara Menulis Kajian Kritis terhadap suatu Artikel atau Buku
Lampiran 3
4 Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil
PTKLampiran 4
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
5 Contoh-1 Hasil Kajian Kritis terhadap
ArtikelLampiran 5
6 Contoh-2 Hasil Kajian Kritis terhadap
ArtikelLampiran 6
7 Contoh Artikel Hasil Kajian Kritis
dalam Mata Pelajaran MatematikaLampiran 7
E. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan pembahasan topik Kajian Kritis dialokasikan selama 1 x pertemuan (@ 200 menit). Kegiatan belajar dapat dialurkan seperti dalam bagan berikut.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
Kegiatan 1:
10 menit
PENDAHULUAN
Fasilitator/Guru Pemandu menggali pengetahuan awal peserta belajar dalam topik kajian kritis.
Kegiatan 1:
10 menit
PENDAHULUAN
Fasilitator/Guru Pemandu menggali pengetahuan awal peserta belajar dalam topik kajian kritis.
Kegiatan 2: 30 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Berpikir Kritis dan Membaca Kritis
Kegiatan 2: 30 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Berpikir Kritis dan Membaca Kritis
Kegiatan 3: 30 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN :
Kajian Kritis terhadap Artikel atau Buku
Kegiatan 3: 30 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN :
Kajian Kritis terhadap Artikel atau Buku
Kegiatan 4:
40 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Cara Menulis Kajian Kritis
Kegiatan 4:
40 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Cara Menulis Kajian Kritis
Kegiatan 5:
30 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK
Kegiatan 5:
30 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK
Kegiatan 6:
40 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Contoh-contoh Kajian Kritis
Kegiatan 6:
40 menit
MENGKAJI BAHAN BACAAN:
Contoh-contoh Kajian Kritis
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Penjelasan Alur Kegiatan
Kegiatan 1. Pendahuluan (10 menit)Pada kegiatan pendahuluan pemandu
menginformasikan kompetensi, indikator
pencapaian kompetensi, kegiatan belajar yang
akan dilakukan, dan hasil belajar yang
diharapkan dalam pertemuan ini. Selanjutnya
ajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menggali
pengetahuan awal peserta. Pertanyaan yang
dapat diajukan, misalnya:
Apakah Ibu/Bapak pernah melakukan suatu kajian terhadap buku atau karya ilmiah lainnya?
Pernahkah Ibu/Bapak membaca suatu tulisan yang mengulas kelebihan dan
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
Kegiatan 7:
PENUTUP (20 menit)
Refleksi , Review, dan pemberian tugas
Kegiatan 7:
PENUTUP (20 menit)
Refleksi , Review, dan pemberian tugas
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
kekurangan suatu tulisan ? Pernahkan Ibu/Bapak menulis hal yang serupa?
Apa yang dimaksud kajian kritis atau
telaah kritis (Critical review) terhadap
artikel atau buku?
Bagaimana melakukan kajian kritis
terhadap artikel atau buku?
Untuk menyamakan pemahaman tentang Kajian
Kritis
ajaklah peserta mengkaji bahan bacaan yang
terdapat pada lampiran 1 sampai dengan 7
BBM ini.
Kegiatan 2. Mengkaji Bahan Bacaan (30 menit)
Guru/kepala sekolah/pengawas peserta di
kelompok kerja duduk per kelompok. Satu
kelompok terdiri dari 4-5 orang. Peserta belajar
secara individual membaca bahan bacaan
pada lampiran 1 tentang Berpikir Kritis dan
Membaca Kritis. Setelah selesai membaca
mereka diminta menjawab pertanyaan dalam
bagian tugas dan latihan dan membahasnya
dalam kelompok kecil.
Kegiatan 3. Mengkaji Bahan Bacaan (30 menit)
Setelah peserta memahami konsep berpikir kritis
dan membaca kritis, ajaklah peserta melanjutkan
kegiatan mempelajari bahan bacaan yang
terdapat pada lampiran 2 tentang Kajian
Kritis terhadap artikel atau buku. Ajaklah
peserta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
ada dalam bagian tugas dan latihan pada akhir
paparan bacaan.
Kegiatan 4. Mengkaji Bahan Bacaan (40 menit)
Pemandu menginformasikan bahwa hasil belajar
yang diharapkan dari pembahasan kajian kritis
ini adalah melakukan kajian kritis terhadap suatu
bacaan, bisa artikel, buku, atau bahan ajar.
Untuk memperoleh kemampuan itu, ajaklah
peserta mempelajari bahan bacaan yang
terdapat dalam lampiran 3 tentang Cara
Menulis Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel
atau Buku.
Kegiatan 5. Mengkaji Bahan Bacaan (30 menit)
Setelah peserta memahami konsep berpikir kritis
dan membaca kritis, ajaklah peserta melanjutkan
kegiatan mempelajari bahan bacaan yang
terdapat pada lampiran 4 tentang Kajian
Kritis terhadap laporan hasil PTK. Ajaklah
peserta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
ada dalam bagian tugas dan latihan pada akhir
paparan bacaan.
Kegiatan 6. Mengkaji Bahan Bacaan (40 menit)
Untuk memantapkan pemahaman peserta
tentang kajian kritis, ajaklah peserta mempelajari
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
contoh-contoh kajian kritis yang terdapat
pada lampiran 5, 6, dan 7.
Kegiatan 7. Penutup (20 menit)
Pemandu meminta peserta untuk merefleksikan
hasil belajar pada pertemuan ini. Berikan review
dan penguatan Jika masih diperlukan.
Selanjutnya, pemandu menginformasikan tugas
terstruktur dan tugas mandiri.
F. PENILAIAN
Penilaian terhadap pencapaian hasil belajar
peserta meliputi aspek pemahaman konsep
kajian kritis dan produk tugas terstruktur.
G. TUGAS TERSTURUKTUR dan MANDIRI
1. Tugas Terstruktur
Carilah sebuah artikel. Tugas Anda adalah
mengkritisi dan mendiskusikannya dengan
teman sejawat!
2. Tugas Mandiri
Bacalah contoh-contoh kajian kritis dari berbagai
sumber.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Lampiran 1:
BERPIKIR KRITIS DAN MEMBACA KRITIS
A. Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud berpikir kritis?
2. Apakah maksud membaca kritis?
3. Apakah kemampuan berpikir kritis dan membaca kritis
diperlukan guru?
4. Bagaimana cara berpikir dan membaca secara kritis?
Untuk membahas keempat pertanyaan di atas, maka
perhatikan ilustrasi berikut ini!
Dalam suatu forum (KKG/MGMP), salah seorang guru baru saja menjadi peserta seminar dan berbagi informasi mengenai suatu metode pembelajaran, misalkan metode Jigsaw. Ia menjelaskan bahwa menurut pemakalah dalam seminar tersebut, metode Jigsaw merupakan metode yang ampuh dan telah diterapkan di Eropa. Dengan menggunakan metode tersebut para siswa menjadi aktif dan kompetensi belajar siswa tercapai dengan baik. Guru tersebut menyarankan para guru menggunakannya. Untuk menguatkan sarannya, guru tersebut melampirkan langkah atau tahapan menerapkan metode Jigsaw .
Berdasarkan ilustrasi di atas, bagaimana sikap Anda yang
kebetulan menjadi peserta dalam forum KKG/MGMP tersebut?
Apakah menerima saran guru tersebut? Apakah langsung
menolak? Apakah menunggu guru lain mencoba dan melihat
hasilnya? Atau Anda akan melakukan tindakan lainnya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menyikapi
kasus di atas, Anda sebaiknya mempelajari keterampilan
berpikir kritis dan membaca kritis.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Dalam hidup ini seseorang tidak lepas dari berpikir tetapi
apakah semua yang dipikirkan dapat dikatakan kritis?
Jawabannya tentu tidak. Seseorang dapat dikatakan berpikir
kritis diantaranya ketika ia banyak membaca dan menyimak
informasi yang berimbas pada ketajaman dalam menelaah suatu
tulisan. Jadi, seorang pendidik seharusnya dapat berpikir kritis
(Critical thinking) dan membaca kritis (Critical reading). Dengan
berpikir kritis, kita tidak saja memahami apa yang didengar atau
dilihat, tetapi juga dapat memberi penilaian dan perbaikan yang
dianggap perlu. Demikian juga dengan membaca kritis, kita
dapat menilai dengan membandingkan berbagai hasil bacaan
dan memaparkan tulisan dengan mengacu pada pendapat yang
kita anggap sesuai dengan apa yang sedang ditulis.
B. Pengertian dan Cara Berpikir Kritis
Perhatikan ilustrasi berikut ini!
Pengalaman mengajar beberapa tahun yang lalu, pembelajaran
bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak perlu diajarkan dengan
metode diskusi.Belajar bahasa Indonesia sangatlah mudah dipelajari,
cukup dengan belajar melalui buku saja.
Cobalah berpikir sejenak setelah membaca ilustrasi di atas!
Anda akan menjawab”Belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing
tidak mungkin hanya dengan menggunakan buku saja, tetapi harus
dilatih dengan cara lain, misalnya berdiskusi. Materi diskusi dapat
dikaitkan dengan lingkungan keluarga. Pada pelaksanaan diskusinya
antara lainterdapat kegiatan seseorang ditunjuk menyajikan apa yang
ditulis oleh orang tersebut. Sebelumnya karangan yang disusunnya
dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau
instrukturnya.
Ilustrasi di atas adalah kasus sederhana yang menggambarkan
bahwa kajian kritis perlu dilakukan dalam menghadapi suatu masalah.
Kita harus bersikap kritis terhadap data yang ada, termasuk
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
kesimpulan yang disajikan. Sikap “kritis” diperlukan agar dapat
mengambil suatu kesimpulan yang tepat dan akurat.
1. Pengertian Berpikir Kritis
Beberapa ahli mengungkapkan definisi berpikir kritis beragam
tetapi ada beberapa komponen yang mengandung kesamaan. Krulik &
Rudnick dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:9) mendefinisikan
berpikir kritis sebagai berpikir yang menguji, menghubungkan, dan
mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam
berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan,
mengingat, dan menganalisis informasi. Sejalan dengan di atas, Norris
dan Ennis dalam Alec Fisher dalam Sumardyono dan Ashari S (2010)
menyatakan, berpikir kritis adalah berpikir yang beralasan dan
reflektif yang fokus untuk memutuskan apa yang dapat dipercaya dan
apa yang tidak dapat dipercaya.
Lebih lanjut Sumardyono dan Ashari S mendeskripsikan bahwa
berpikir kritis memerlukan kemampuan membaca, memahami, dan
mengidentifikasi masalah serta kemampuan mengklasifikasi dan
membandingkan, sehingga dapat menggambarkan kesimpulan dengan
lebih baik dari yang diberikan, serta dapat menentukan
ketidakonsistenan dan kontradiksi dari informasi tersebut. Tidak semua
informasi yang diterima dapat dijadikan pengetahuan yang diyakini
kebenarannya untuk dijadikan panduan dalam tindakan. Demikian
halnya dengan informasi yang dihasilkan, tidak selalu informasi yang
benar. Keputusan atau kesimpulan yang dilakukan dengan berpikir
kritis merupakan informasi terbaik setelah melalui pengkajian dari
berbagai sumber informasi, termasuk mengkaji kesimpulan yang
dihasilkan dengan memberikan bukti-bukti pendukung.
Berpikir kritis menurut Gega dalam Sumardyono dan Ashari S
(2010:9) adalah berpikir yang menggunakan bukti-bukti untuk
mengukur kebenaran kesimpulan, serta dapat menunjukkan pendapat
yang terkadang kontradiktif, bahkan mau mengubah pendapatnya jika
ternyata ada bukti lebih kuat yang bertentangan dengan pendapatnya.
Ada dua langkah berpikir kritis, yaitu; melakukan proses penawaran
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
yang diikuti dengan pengambilan keputusan atau pemecahan
masalah.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis adalah kegiatan berpikir yang mendalam, komprehensif,
argumentatif, logis, dan evaluatif.
2. Ciri Orang Berpikir Kritis
Ciri orang berpikir kritis menurut Raymon S. Nickerson dalam
Didin dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:10) adalah
sebagai berikut.
a. menggunakan bukti yang kuat dan tidak memihak;
b. dapat mengungkapkan secara ringkas dan masuk akal;
c. dapat membedakan secara logis antara simpulan yang valid
dan tidak valid;
d. menggunakan penilaian, bila tidak ada bukti yang cukup
untuk mendukung sebuah keputusan;
e. mampu mengantisipasi kemungkinan konsekkuensi dari
suatu tindakan;
f. dapat mencari kesamaan dan analogi (kemiripan);
g. dapat belajar secara mandiri;
h. menerapkan teknik pemecahan masalah (problem solving);
i. menyadari fakta bahwa pemahaman seseorang selalu
terbatas;
j. mengakui kekurangan terhadap pendapatnya sendiri.
3. Cara Berpikir Kritis
Browne Keeley dalam buku Asking the Right Questions: A Guide
to Critical Thinking dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:11)
menyarankan beberapa pertanyaan yang dapat membantu dan
dapat kita ikuti sebagai strategi atau cara berpikir kritis. Berikut
ini ada beberapa pertanyaan yang dapat membimbing untuk
berpikir kritis sehingga dapat menarik kesimpulan secara tepat.
a. Apa yang menjadi berita dan apa yang menjadi simpulannya?
b. Apa yang menjadi alasan atau argumentasinya?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
c. Apa ada kata atau pertanyaan atau tindakan yang ambigu
(membingungkan)?
d. Apa yang menjadi nilai yang dikemukakan?
e. Apa yang menjadi asumsi?
f. Apakah ada kesalahan dalam pemberian alasan?
g. Apakah bukti-bukti yang disajikan sudah benar?
h. Apakah ada sebab lain yang mungkin?
i. Apakah data-datanya akurat?
j. Apakah ada informasi penting yang diabaikan?
k. Apakah mungkin terdapat simpulan lain yang beralasan?
C. Pengertian dan Cara Membaca Kritis
Perhatikan pernyataan di bawah ini!
Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara memperoleh (acquiring) bahasa seperti diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Munculah cara pembelajaran kontekstual, di mana materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiaolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi sosiolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.
Contoh di atas menggambarkan betapa pentingnya membaca
secara kritis. Ketika si pembaca tidak mencermati dengan saksama
apakah ia mampu membuat keputusan, simpulan, atau penilaian?
Tentu sulit bukan? Oleh karena itu membaca kritis membutuhkan
konsentrasi.
1. Pengertian Membaca Kritis
Soedarsono (1994) mengatakan bahwa membaca kritis (critical
reading) adalah cara membaca dengan melihat motif penulis dan
menilainya. Pembaca tidak sekedar menyerap apa yang ada,
tetapi ia bersama-sama penulis berpikir tentang masalah yang
dibahas. Membaca secara kritis berarti kita harus mampu
membaca secara analisis dengan melakukan penilaian. Dalam
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
membaca harus ada interaksi penulis dengan pembaca yang
saling mempengaruhi sehingga terbentuk pengertian baru.
Jika kita ingin membaca dengan baik, kita harus membaca
dengan pikiran yaitu berpikir, menilai, dan membuat batasan.
Kesemuanya ini harus dilakukan secara serentak.
2. Tujuan Membaca Kritis
Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:14), secara umum
tujuan membaca kritis adalah untuk:
a. Mengetahui tujuan penulis membuat tulisan;
b. Memahami bagian-bagian yang diyakinkan dan yang
ditekankan oleh penulis; dan
c. Mendapatkan bagian-bagian mana penulis melakukan bias
(penyimpangan dari maksud sebenarnya).
3. Langkah-langkah Membaca Kritis
Menurut Soedarsono (1994), proses membaca kritis dapat
dilakukan sebagai berikut.
a. Mengerti isi bacaan yaitu; ide pokok, fakta dan detail penting,
dan dapat membuat kesimpulan dan interpretasi dari ide-ide
itu.
b. Menguji sumber penulis; apakah dapat dipercaya?, cukup
akuratkah?, dan kompeten di bidangnya?.
c. Ada interaksi antara penulis dan pembaca; tidak hanya
mengerti maksud penulis tetapi harus membandingkan
dengan pengetahuan yang kita miliki, serta dari penulis
lainnya.
d. Menerima atau menolak; mempercayai, mencurigai,
meragukan, mempertanyakan, atau tidak percaya.
Menurut Vincent Ryan Ruggiero dalam Sumardyono dan Ashari S
(2010:14), adapun langkah-langkah strategi membaca kritis sebagai
berikut.
Tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan tersebut pada diri kita sendiri.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
a. Apa topiknya?
b. Kesimpulan apa yang diambil oleh pengarang tentang topik
tersebut?
c. Alasan-alasan apa yang diutarakan pengarang agar dapat
dipercaya?
Perhatikan alasan-alasan tidak obyektif yang dapat
mengecoh pembaca, misalnya; iba, ketakutan, dan data
statistik yang tidak sesuai.
d. Apakah pengarang menggunakan kata netral atau tidak?
Muhadi Sugiono dalam Sumardyono dan Ashari S (2010:15)
mengatakan, untuk membantu pengembangan kemampuan
membaca kritis, berikut ini pertanyan-pertanyaan yang dapat
diajukan.
a. Apa yang ingin disampaikan penulis?
- Tentang apakah tulisan yang kita baca?
- Mengapa penulis ingin menulis hal itu?
b. Apa alasan penulis?
Selain mengetahui apa yang sedang dibaca, perlu juga diketahui
alasan yang mendorong penulis menuliskannya dalam sebuah
tulisan. Selain itu perlu juga mengatahui sudut pandang penulis
melalui alasan yang dibuat atau upaya penulis untuk meyakinkan
pembacanya berpikir agar pembaca percaya.Alasan tersebut
dapat ditemukan dengan mudah atau sulit karena dapat terletak
di awal, tengah, akhir, ataupun menyebar di berbagai tempat
atau paragraf.
c. Apa ada alasan atau sudut pandang yang berbeda?
Pembaca kritis harus memulai dari keyakinan bahwa pasti ada
alasan berbeda dari alasan pengarang. Semua itu untuk
meyakinkan pembaca mengapa alasan tersebut tidak memadai
atau bahkan salah. Tetapi terkadang tidak mengemukakan
alasan alternatif, sehingga pembaca harus mencari sendiri.
d. Apakah bukti yang ditampilkan penulis?
Alasan yang kuat merupakan cara meyakinkan pembaca. Tetapi,
pembaca terkadang tidak cukup diyakinkan hanya dengan alasan
semata, melainkan harus dengan bukti-bukti yang mendukung
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
alasan misalnya; pengalaman, logika, emosi, sejarah, pernyataan
ahli atau pakar, dsb.
e. Apakah bukti yang ditampilkan penulis sangat mendukung?
Bukti-bukti yang ditampilkan penulis tidak selalu mendukung.
Sebagai pembaca kritis, harus mencoba memahami upaya
penulis untuk mendukung alasan dengan bukti-bukti yang
mendukung sudut pandang obyektif, tidak langsung melalui
sudut pandang kita sendiri. Misalnya; apakah bukti yang
disampaikan masuk akal? Jika bukti berupa fakta, apakah bukti
tersebut dapat diandalkan? Apakah sumbernya dapat dipercaya?
Apakah data statistik memperkuat alasan dan mendukung bukti
lain yang diajukan penulis? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin
tidak mudah untuk dijawab, bahkan pembaca kritis dituntut
berpikir keras untuk melakukannya.
f. Apa pendapat kita?
Setelah semua proses di atas selesai, bagian akhir yang tidak
kalah pentingnya adalah pendapat kita terhadap tulisan yang
dibaca. Setelah memahami alasan penulisan dan bukti-bukti
yang diajukan penulis, saatnya melihat pandangan kita. Apakah
penulis berhasil meyakinkan kita dengan mengacu pada bukti-
bukti. Pada awal tulisan, kita sepaham dengan gagasan penulis
tetapi hingga akhir tulisan yang dibaca, kita menyimpulkan
bahwa penulis tidak dapat memenuhi apa yang dijanjikannya.
Sebagai pembaca kritis, tidak perlu menyesal telah membaca
suatu tulisan karena tidak paham, sebab dalam membaca tulisan
ada tulisan yang isinya kurang bagus dan juga cara penyajiannya
juga membingungkan pembecanya.
D. Bahan Refleksi
Setelah Anda membaca dan mencermati pembahasan tentang
kajian kritis, cermati, renungkan dan jawablah pertanyaan-
pertanyaan berikut ini.
1. Sebutkanlah hal-hal penting yang merupakan ciri berpikir kritis!
2. Apakah berpikir kritis selalu menghasilkan simpulan yang selalu
berbeda dan tak terduga?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
3. Bagaimanakah cara berpikir kritis untuk menarik suatu
kesimpulan?
4. Dari ciri-ciri berpikir kritis, apakah semua karakteristik dapat
mendukung semua mata pelajaran? Sebutkan alasan Anda
5. Perhatikan ilustrasi berikut ini. Apakah tindakan guru tersebut
lemah? Untuk itu ajukan beberapa pertanyaan dan jawabannya
untuk memperoleh suatu kesimpulan.
6. Setelah Anda mempelajari pengertian membaca kritis, apakah
dalam membaca kritis diperlukan keterampilan berpikir kritis?
Jelaskan pendapat Anda!
7. Dalam membaca kritis, kadang-kadang kita hanya membaca
tulisan saja tanpa kehadiran penulis. Dalam situasi seperti itu,
apakah kita terlebih dahulu mengkonfirmasi kepada penulis
sebelum mengkritisi isi tulisan?
8. Bagian penting dalam membaca kritis adalah memahami alasan
penulis apakah benar-benar masuk akal. Jelaskan!
9. Dalam membaca kritis salah satu bagian yang penting adalah
bukti yang ditampilkan penulis. Jelaskan maksudnya!
Jika Anda sudah berhasil menjawab pertanyaan di atas, maka silakan
Anda melanjutkan membaca dan membahas kegiatan belajar
berikutnya. Apabila belum berhasil menjawab pertanyaan, baca dan
pahami kembali materi pada lampiran 1 ini dan diskusikanlah dengan
rekan sejawat Anda.
Lampiran 2:
KAJIAN KRITIS TERHADAP ARTIKEL ATAU BUKU
Pernahkah Anda membaca suatu tulisan yang mengulas kelebihan dan kekurangan suatu tulisan ? Pernahkah Anda menulis hal serupa? Apa yang dimaksud dengan kajian kritis atau telaah kritis (critical review) terhadap artikel atau buku? Bagaimana cara melakukannya?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Dalam bahan bacaan ini, Anda dapat mempelajari bentuk
ulasan kajian kritis. Bagaimana caranya? Silakan dibaca dan
dibahas dengan saksama. Setelah mempelajari bahan bacaan
ini, Anda diharapkan mampu memahami konsep kajian kritis
terhadap artikel atau buku dan terampil melakukan kajian kritis
terhadap artikel atau buku.
Banyak tulisan berbentuk buku atau artikel. Dalam
menganalisisnya dibutuhkan kompetensi yang kritis karena
dibutuhkan simpulan mengenai layak tidaknya artikel atau buku
tersebut dijadikan sebagai sumber kepustakaan untuk digunakan
dalam kajian tertentu.
A. Konsep Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel atau Buku
Ketika Anda membaca sebuah artikel atau buku terkadang
muncul satu masalah yaitu keraguan dari isi artikel atau buku
yang dibaca. Sementara Anda membutuhkannya sebagai bahan
rujukan untuk tulisan Anda. Apa yang harus dilakukan? Anda
harus melakukan kajian kritis dengan cara mengaitkan
pengalaman dan pengetahuan yang pernah dibaca. Setelah
mengkaji secara kritis, maka Anda akan yakin bahwa bagian
mana yang dijadikan sebagai bahan rujukan dan bagian mana
yang meragukan sehingga tidak layak dijadikan sebagai bahan
rujukan.
Kajian kritis sangat erat kaitannya dengan membaca kritis.
Seseorang dapat melakukan kajian apabila ia sudah membaca
beberapa buku atau artikel terkait dengan pembahasan yang
sama. Oleh karena itu, keterampilan berpikir kritis dan membaca
kritis adalah sebagai prasyarat seseorang dalam melakukan
kajian kritis secara sempurna dan berkualitas.
B. Apakah Kajian Kritis itu?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Dalam bahasa Inggris, istilah yang digunakan adalah “Critical
Review”, sementara dalam bahasa Indonesia menggunakan istilah
“Kajian Kritis” atau “ Telaah Kritis”, atau “Tinjauan Kritis”.
Dalam glosarium BBM PTK Generik dikemukakan bahwa kajian
kritis merupakan suatu kegiatan membaca, menelaah, menganalisis
suatu bacaan/artikel untuk memperoleh ide-ide, penjelasan, data-data
pendukung yang mendukung pokok pikiran utama, serta memberikan
komentar terhadap isi bacaan secara keseluruhan dari sudut pandang
kepentingan pengkaji. Berdasarkan pengertian ini dapat dinyatakan
bahwa kegiatan utama yang dilakukan dalam kajian kritis adalah
pemahaman akan makna yang tertuang dalam suatu teks.
Kata kunci yang dijumpai dalam pengertian kajian kritis di atas
adalah membaca, menelaah, menganalisis, ide-ide, data pendukung,
memberi komentar, dan sudut pandang kepentingan pengkaji. Ada
poin utama dari kata kunci ini, yaitu aktifitas kajian, objek kajian, dan
kepentingan pengkaji. Aktivitas kajian merupakan prosedur yang
dilakukan dalam melakukan pengkajian, objek kajian merupakan isi
teks atau wacana, artikel, buku yang hendak dikaji, dan kepentingan
pengkaji merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh subjek pengkaji.
Ketiga hal ini berpilin menjadi satu membangun suatu aktivitas yang
disebut dengan kajian kritis.
Adapun yang harus dikaji dalam kajian kritis adalah kejelasan
(clarity), mutu (quality), dan keaslian (originality). Selain itu perlu juga
diperhatikan relevansi (kemanfaatan dan keyakinan) dan tampilan.
C. Tujuan Kajian Kritis (Terhadap Artikel atau Buku)
Tujuan kajian kritis adalah untuk menilai dan memberi
masukan terhadap tulisan. Oleh sebab itu dibutuhkan membaca
baik artikel atau buku. Dalam membaca terkadang si pembaca
hanya membaca bagian tertentu saja sesuai dengan kebutuhan
tulisannya. Hal ini kurang baik dilakukan karena kemungkinan
pendapat si penulis masih berhubungan dengan informasi
selanjutnya.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Tujuan kajian kritis lainnya adalah untuk memperoleh
informasi sesuai dengan apa yang ditulis artinya, Anda dapat
membandingkan hasil kajian sebelumnya dengan apa yang
sedang Anda kaji.
D. Prinsip Kajian Kritis
1. Kajian Ilmiah/Objektif
Kajian ilmiah/objektif berupa; 1) menyajikan data, fakta
dan opini secara objektif dan logis, 2) pernyataan dalam
kalimat tulus, benar, sesuai aturan dan norma yang berlaku
serta sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku, dan 3)
tidak memuat pandangan-pandangan tanpa dukungan
fakta, tidak emosional atau menonjolkan emosi.
2. Sikap Ilmiah/Prediktif
Ada beberapa sikap kritis dalam bentuk sikap ilmiah yang
meliputi a) sikap ingin tahu, kritis, terbuka, dan objektif, b)
menghargai karya orang lain, c) berani mempertahankan
kebenaran, dan d) mempunyai pandangan luas dan jauh ke
depan.
3. Sistematis dan Holistik
Sistematis menuntut kajian dilakukan secara berurutan
dan terpadu sehingga satu aspek dengan aspek lainnya
membentuk suatu keseluruhan yang tertata rapi.
E.Aspek Kajian Kritis
Dalam kajian kritis terdapat 5 (lima) aspek yang harus
diperhatikan. Kelima aspek tersebut adalah aspek bahasa,
membaca, konteks, keutuhan bacaan dan aspek pembaca.
1. Aspek bahasa ; dalam menggali suatu artikel ataupun buku
perlu diperhatikan penggunaan bahasa baik dari segi pilihan
kata, kalimat, hubungan antar kalimat dan paragraf.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
2. Aspek pembacaan teks; dalam membaca, pembaca
berusaha menemukan ide yang ada dalam bacaan.Ada dua
hal penting yang mempengaruhi pembaca yaitu (1) skemata
pembaca (membandingkan apa yang dibaca dengan apa
yang telah dimilikinya baik melalui hasil bacaan dan
pengalamannya), dan (2) strategi penyajian ada dua yaitu
wacana yang bentuknya tertutup; bahasanya cenderung
menggunakan bahasa bidang ilmu serumpun yang hanya
dipahami oleh orang tertentu saja. Wacana bentuknya
terbuka yaitu bahasa yang digunakan bersifat umum dan
mudah dipahami.
3. Aspek konteks; yaitu penyampaian isi atau informasi si
penulis kepada pembacanya sesuai dengan tema yang
ditulis. Si pembaca akan mudah memahami isinya apabila
yang dibacanya sesuai dengan latar belakang ilmu dan
pengalaman yang dimilikinya.
4. Aspek keutuhan bacaan; aspek keutuhan bacaan yang perlu
dikaji secara cermat dari sebuah bacaan meliputi:siapa
penulisnya, rujukan yang digunakan, relevansi rujukan yang
diacu, ketepatan cara merujuk, akurasi/ketelitian data,
Kedalaman analisis dan pembahasan, Kejelasan dan
kemudahan uraian, Kelengkapan informasi, dan Kesesuaian
isi artikel dengan gagasan yang akan ditulis.
5. Aspek pembaca; Aspek pembaca terutama terkait dengan
niat pembaca dan kesesuaian isi bacaan dengan kebutuhan
pembaca.
F. Pemilihan Bahan dalam Kajian Kritis
Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:26), sumber-
sumber bacaan yang dapat dirujuk sebagai dasar untuk
perbaikan pembelajaran, menulis proposal dan laporan
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
penelitian, atau menulis makalah atau artikel ilmiah antara lain
sebagai berikut.
1. Makalah ilmiah yang disampaikan dalam forum resmi seperti
seminar, lokakarya, atau diskusi panel.
2. Artikel populer atau artikel ilmiah dalam surat kabar harian
maupun majalah.
3. Artikel dalam jurnal ilmiah, khususnya terkait jurnal dunia
pendidkan matematika.
4. Artikel dalam jurnal ilmiah online di internet.
5. Artikel ilmiah dari web-web resmi organisasi.
6. Artikel ilmiah yang disajikan secara perorangan dalam
weblog atau situs pertemuan.
7. Buku-buku terpublikasi (khususnya yang ber-ISSN) terutama
mengenai atau yang terkait dengan pendidikan bahasa,
IPA,IPS.
Beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan bahan
kajian/rujukan;
1. Memiliki tingkat keilmiahan tinggi meliputi artikel dalam
jurnal ilmiah, laporan penelitian, dan buku bacaan.
2. Artikel yang terbaru (up to date), minimal 5 tahun terakhir.
Untuk buku bacaan yang sesuai masih dimungkan yang
terbit 10 tahun terakhir.
3. Kesesuaian bahan bacaan yang akan dikaji dan dirujuk
dengan kepentingan gagasan yang akan diteliti atau ditulis
oleh penelaah.
G. Mengapa Pendidik (Guru) Perlu Melakukan Kajian
Kritis?
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa
pendidik/guru perlu melakukan kajian kritis adalah:
1. untuk meningkatkan kompetensi pendidik/guru dalam
berpikir kritis dan membaca kritis sebab untuk melakukan
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
kajian kritis diperlukan keterampilan berpikir kritis dan
membaca kritis;
2. mendapatkan keuntungan yang banyak dari bahan
kepustakaan dan tidak terjebak pada opini atau pendapat
yang keliru dari suatu tulisan. Selain itu, dengan kajian kritis
diharapkan terhindar dari persepsi dan konsepsi yang salah
terhadap suatu tema tertentu.
3. Untuk melatih keterampilan dasar penelitian (research)
dalam menelaah, menganalisis, dan memilih bahan
kepustakaan.
H. Struktur Tulisan Kajian Kritis Terhadap Artikel atau
Buku
Menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:24), dalam
menulis kajian kritis tidak ada contoh baku yang dapat dianut,
baik kajian kritis tentang artikel ataupun buku. Cara yang mudah
adalah mengikuti struktur artikel atau buku yang dikaji disertai
dengan analisis dan penilaian. Jika tulisan kajian kritis yang akan
dibuat ditujukan untuk diterbitkan pada suatu jurnal tertentu,
maka sebaiknya kita mengikuti aturan struktur tulisan yang
ditetapkan oleh jurnal tersebut.
Lebih lanjut menurut Sumardyono dan Ashari S (2010:25-
26) ada lima bagian yang harus dipenuhi dalam menulis kajian
kritis.
1.Pendahuluan
Isi pendahuluan menerangkan apa judul, siapa pengarang,
penjelasan umum mengenai topik artikel/buku, tujuan
penulisan artikel/buku, ringkasan mengenai apa yang
disimpulkan dari artikel/buku, argumentasi serta alasannya,
serta diakhiri dengan pernyataan umum mengenai penilaian
terhadap artikel/buku.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Umumnya bagian pendahuluan menghabiskan maksimal satu
halaman untuk kajian terhadap artikel dan maksimal tiga
halaman untuk kajian terhadap buku.
2. Rangkuman
Memaparkan ringkasan dari point-point pokok artikel/buku
beserta contoh-contohnya. Selain itu dapat juga memuat
penjelasan mengenai maksud penulis artikel/buku dan
bagaimana artikel/buku disusun/diorganisasi. Panjang bagian
rangkuman artikel/buku sekitar sepertiga dari tulisan kajian
kritis.
3. Kritik
Pemaparan kritik harus seimbang antara diskusi dengan
penilaian terhadap kelebihan, kelemahan, dan hal-hal krusial
(penting) dari artikel/buku. Dasar pertimbangan pada kriteria
yang khusus, dan sertakan literatur lain untuk mendukung
penilaian Anda. Berikut beberapa saran dalam menyusun
kritik.
a. Mulai dari simpulan terpenting baru pada simpulan yang
kurang penting.
b. Bila penilaian Anda lebih bersifat positif, maka mulailah
dari penilaian yang negatif kemudian baru dikemukakan
yang bersifat positif. Sebaliknya bila penilaian Anda
bersifat negatif, maka mulailah dari penilaian positif baru
dilanjutkan dengan penilaian negatif.
c. Anda dapat juga menulis rekomendasi agar artikel/buku
tersebut dapat dikembangkan terkait dengan gagasan dan
pendekatan penelitian/kajian; kerangka teori yang
digunakan untuk mengkaji juga dapat dimuat pada bagian
ini.
4. Simpulan
Bagian ini hanya terdiri dari beberapa paragraf saja. Paparkan
kembali secara umum keseluruhan penilaian terhadap
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
artikel/buku dan nyatakan secara umum rekomendasi yang
diusulkan. Jika perlu, beberapa penjelasan tentang penilaian
kita dapat ditulis sehingga tampak bahwa kritik kita cukup adil
dan beralasan.
5. Referensi
Jika Anda menggunakan sumber kepustakaan lain dalam
kajian tersebut, maka harus dinyatakan sebagai daftar
pustaka pada bagian ini secara jelas.
I. Bahan Refleksi
Setelah Anda mempelajari uraian materi kajian kritis,
selanjutnya cermati, renungkan dan jawablah pertanyaan-
pertanyaan berikut ini!
1. Sebutkan dan jelaskan berapa kata kunci yang mewakili
konsep kajian kritis?
2. Pilihlah majalah dan carilah judul yang terkait dengan
“resensi buku”. Cermatilah isi resensi buku tersebut. Apakah
resensi buku tersebut termasuk kajian kritis?
3. Carilah beberapa artikel yang merupakan hasil kajian kritis,
yaitu tulisan yang memiliki bagian judul; kajian kritis, telaah
kritis, atau tinjauan kritis. Cermati struktur organisasi
penulisan yang dipergunakan, lalu temukan perbedaan dan
kesamaannya!
4. Sebut dan jelaskan struktur tulisan kajian kritis terhadap
artikel atau buku.
5. Apakah perbedaan antara tulisan hasil kajian kritis dengan
artikel pada umumnya? Jelaskan masing-masing dengan
singkat!
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Lampiran 3:
CARA MENULIS KAJIAN KRITIS TERHADAP
SUATU ARTIKEL ATAU BUKU
Dalam kajian kritis, selain diperlukan pemahaman
mengenai kajian kritis, diperlukan juga cara atau tahap-tahap
bagaimana menulis suatu kajian kritis. Uraian dalam bacaan
berikut ini disadur dari Modul Suplemen Matematika Program
BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam
Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S,
halaman 27-30, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta.
A.Meringkas dan menyatakan kembali isi artikel/buku
Meringkas berarti menciutkan isi artikel/buku dengan cara
menentukan hal-hal penting atau inti utama dari isi. Tulisan
yang berisi ringkasan sebaiknya sekitar seperempat atau
sepertiga dari tulisan kajian kritis. Berikut ini salah satu cara
untuk mendapatkan ringkasan yang baik.
1. Lihat bagian judul, pendahuluan, dan simpulan (baca
abstrak jika ada) pada artikel/buku untuk mendapatkan
gambaran umum mengenai hal /inti yang penting atau
tema utama artikel/buku.
2. Baca artikel/buku tanpa membuat cacatan sendiri, secara
sepintas untuk mendapatkan gambaran umum dari tujuan
dan ide dasar artikel/buku.
3. Baca kembali artikel/buku dengan hati-hati, garisbawahi
kalimat yang terkait dengan tema dan inti dari informasi
(buat cacatan).
4. Contoh dan bukti dalam artikel/buku tidak perlu dalam
tahap meringkas, tetapi mungkin diperlukan pada saat
menuliskan kritik untuk memperkuat penilaian kita.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
5. Terakhir, berdasarkan catatan sendiri atau kalimat-kalimat
pokok pada artikel/buku yang kita garisbawahi, buat
ringkasan dengan cara menyatakan kembali apa yang telah
dikaji dengan menggunakan bahasan pengkaji sendiri
(parafrase).
Berikut ini beberapa saran dalam melakukan parafrase:
1. Kaji ringkasan Anda terhadap artikel/buku.
2. Tulis kembali dengan kata-kata Anda dengan
menggunakan kalimat yang lengkap.
3. Gunakan bahasa reportase atau informasi tentang apa
yang ditulis oleh penulis artikel/buku, misalnya; “Penulis
buku ini beranggapan bahwa ...”, atau “Armando
menyimpulkan....”
4. Jangan lupa, apabila menggunakan kalimat khusus dari
artikel/buku, berikan tanda petik. Usahakan sesedikit
mungkin mengutip redaksi secara langsung dari
artikel/buku.
B. Melakukan kritik (perangkuman dan penilaian
mendalam)
Tahapan inilah yang menjadi bagian utama dari kajian kritis.
Pada tahap ini yang perlu diidentifikasi adalah:
1. Asumsi-asumsi yang sesungguhnya perlu tetapi belum
digunakan oleh penulis.
2. Argumentasi penulis yang tidak logis atau bias (tidak jelas).
3. Kegunaan atau maksud tambahan dari artikel/buku yang
belum jelas atau tidak dinyatakan oleh penulis.
4. Penilaian baik kelebihan dan kelemahan dari artikel/buku
berdasarkan kriteria yang khusus/jelas.
5. Berikut ini ada beberapa langkah lebih rinci yang dapat
dijadikan pedoman dalam melakukan kajian kritis.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
a. Signifikansi (keberartian) dan kontribusi (sumbangan)
terhadap topik kajian.
1) Apa yang menjadi tujuan penulisan artikel/buku
2) Apa yang menjadi nilai tambah artikel/buku ini? (Baik
terhadap teori, data, maupun kepentingan praktis)
3) Apa hubungan tulisan ini dengan literatur lain pada
bidang kajian yang sama?
4) Hal apa yang terlupakan atau tidak dinyatakan oleh
penulis?
5) Apakah tema yang dibahas oleh penulis merupakan
suatu masalah penting?
6) Pendekatan apa yang dipergunakan oleh penulis? Bila
hasil penelitian, pendekatan penelitian apa? Seberapa
objektif pendekatan yang dipergunakan?
7) Apakah hasil atau kesimpulan yang disuguhkan valid
(tepat) dan reliabel (dapat dipercaya)?
8) Kerangka analisis yang bagaimana yang dipergunakan
untuk mendiskusikan hasil atau data oleh penulis?
b. Alasan dan penggunaan bukti/data
1) Apakah masalah, pernyataan, dan hipotesis (jika ada)
telah dinyatakan secara jelas?
2) Apakah ada klaim (dugaan) yang dibuat penulis?
3) Apakah alasan yang dikemukakan penulis konsisten
dengan hasil atau data?
4) Data jenis apa yang sesungguhnya menjadi dasar
penulisan oleh penulis? Apakah data faktual atai
teoritis? Aktual atau kadaluarsa?
5) Apakah bukti yang disuguhkan sudah valid dan reliabel?
6) Simpulan apa yang dirumuskan? Apakah sudah jelas?
7) Apakah simpulan yang dikemukakan memiliki alasan
yang kuat?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
c. Gaya penulisan dan struktur tulisan
1) Apakah gaya penulisan cocok dengan pembaca yang
dituju?
2) Apakah topik telah diorganisasi dengan baik dalam
struktur tulisan?
Dari uraian di atas, Anda tidak perlu menghapal tahap demi
tahap tetapi yang perlu adalah Anda memahami bagian utama
dari petunjuk atau rambu-rambu di atas. Dalam mengajukan
pertanyaan akan berlangsung dengan alami.
C. Bahan Refleksi
1. Menurut Anda, hal apakah yang paling penting
menggambarkan suatu hasil kajian yang kritis?
2. Menurut Anda, manakah hal yang penting ketika
mengkritisi buku/artikel apakah memaparkan kelebihan
atau kelemahannya?
3. Ketika mengkaji artikel/buku, hal apakah yang paling
penting untuk dikritisi?
4. Apabila pakar atau ahli mengatakan suatu buku itu baik,
menurut pendapat Anda apakah buku tersebut tidak tidak
perlu dikritisi lagi? Jelaskan dengan singkat!
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Lampiran 4:
KAJIAN KRITIS TERHADAP LAPORAN HASIL PENELITIAN
TINDAKAN KELAS
Uraian dalam bacaan berikut ini disadur dari Modul Suplemen
Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul
“Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh
Sumardyono dan Ashari S, halaman 49-57, diterbitkan oleh
PPPPTK Matematika Yogyakarta.
A. Konsep Dasar PTK dan Laporan Hasil PTK
1. Apa komponen dari laporan hasil PTK?
2. Bagaimana mengkaji secara kritis terhadap laporan PTK?
Kemampuan dalam melakukan kegiatan penelitian kelas atau PTK
merupakan salah satu komponen dalam peningkatan profesional
secara berkelanjutan atau Continuous Proffesional Development (CPD).
Agar dapat melakukan penelitian jenis PTK, para guru seharusnya
memiliki pemahaman yang mendalam mengenai PTK dan memiliki
pengalaman dalam melakukan kegiatan penelitian jenis PTK.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Salah satu usaha dalam rangka mengasah dan meningkatkan
pemahaman mengenai PTK adalah mendiskusikan secara intensif
laporan penelitian tindakan kelas yang telah ada atau yang dibuat oleh
teman sejawat. Kegiatan ini secara sistematis dapat terwadahi dalam
aktivitas melakukan secara kritis terhadap laopran PTK Selain itu, bagi
pengkritisi kegiatan kritis terhadap laporan PTK akan menjadi bahan
masukan yang berarti untuk perbaikan bahan pijakan melakukan
penelitian PTK. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan konsep-konsep
tentang PTK.
1. Konsep dasar PTK dan laporan hasil PTK
a. Bagaimana asal mula penelitian tindakan kelas?
Konsep penelitian tindakan kelas bermula dari ide Kurt Lewin tahun
1946. Lwein menggunakan pendekatan penelitian tindakan setelah
usianya perang dunia kedua dalam usaha menyelesaikan berbagai
masalah sosial. Ide tersbut kemudian disempurnakan dan
dikembangkan untuk tindakan kelas oleh para ahli sesudahnya,
antara lain oleh Stephen Corey tahun 1953 dan John Elliot tahun
1976.
b. Apa yag Anda ketahui tentang penelitian kelas?
PTK merupakan salah satu jenis penelitian tindakan action research
(AR) adalah bentuk penelaahan atau inkuiri melalui refleksi diri
yang dilakukan oleh peserta kegiatan pendidikan tertentu dalam
situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas
dan kebenar dari (a)praktik sosial atau pendidikan yang mereka
lakukan sendiri, (b) pemahaman mereka terhadap praktik tersebut,
dan (c) situasi di tempat praktik itu dilaksanakan. Dari uraian
tersebut maka jelas bahwa karena pelaksanaan di kelas mana
disebut penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action
Research (CAR). Dalam PTK ada beberapa kata kunci yang harus
diperhatikan adalah: “Penelitian”, “Tindakan”, dan “Kelas”. Konsep
dari penelitian ini adalah mengandung makna bahwa kegiatan
tersebut merupakan kegiatan sistematis, logis/rasional, dan
berdasarkan suatu metodologi atau cara yang dapat
dipertanggungjawabkan. Ciri khas dari PTK adalah suatu rangkaian
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
kegiatan yang berulang (siklus) yang meliputi: perencanaan, aksi, ,
pemantauan dan pengumpulan data, serta refleksi atau evaluasi.
Atau evaluasi. Selain itu, konsep tindakan juga mengandung
mengertian bahwa proses penelitian dilakukan pada setting yang
alami dalam pengertian siswa, guru, kurikulum, dan tujuan
pembelajaran berjalan seperti apa adanya. Usaha tindakan yang
dilakukan semata-mata untuk memecahkan masalah nyata terkait
proses dan hasil pembelajaran. Konsep “kelas” bukan dimalsud
sebagai proses kegiatan tetapi lebih pada sekelompok siswa
dalam waktu yang sama menerima pelajaran dari guru yang sama.
Oleh karena itu masalah PTK sangat beragam antara lain dapat
berhubungan dengan kualitas pembelajaran, prestasi siswa, kinerja
guru, efektifitas media pembelajaran, metode pembelajaran, materi
pembelajaran, dan banyak lagi masalah lainnya yang dapat diteliti
terkait dengan hasil proses pembelajaran itu sendiri.Kajian dalam
proses pembelajaran merupakan ciri atau hal penting dan ini pula
yang melahirkan pentinya kegiatan “Refleksi” sebab yang
melakukan aksi adalah peneliti sendiri. Tetapi guru juga dapar
berkolaborasi dengan dengan sejawatnya, yang penting adalah guru
mata pelajaran serumpun. (Suhardjono, 2009).
c. Apakah Tujuan PTK?
Tujuan PTK adalah memecahkan masalah yang terjadi di kelas
sekaligus mencari jawaban ilmiah (rasional) mengapa masalah
tersebut dapat dipecahkan dengan aksi atau tindakan yang dipilih.
Dengan demikian PTK diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran. Manfaat PTK bagi guru adalah untuk meningkatkan
kegiatan nyata dalam pengembangan profesi.
d. Bagaimana kerangka umum laporan PTK?
Secara umum laporan PTK mengikuti kerangka sebagai berikut.
1. Halaman judul
2. Halaman pengesahan atau pernyataan dari kepala sekolah yang
menegaskan keaslian tulisan dari si penulis
3. Abstrak atau ringkasan
4. Kata pengantar
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
5. Daftar isi, dan
6. Daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran (bila ada)
Bagian isi, umumnya terdiri atas beberapa bab sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, dan cara pemecahan masalah (melalui
rencana tindakan yang dilakukan), tujuan manfaat hasil penelitian
(terutama: potensi untuk memperbaiki atau meningkatkan
kualitas isi, proses, masukan, atau hasil pembelajaran).
Bab II Kajian teoritik atau tinjauan pustaka yang menumbuhkan
gagasan mendasari ulasan rancangan penelitian tindakan
(khususnya kajian teori yang berkaitan dengan tindakan yang
akan dilakukan), prtunjuk proses tindakan, serta landasan
berpijak dan operasional dalam melaksanakan tindakan. Pada
intinya kajian teoritik diperlukan untuk membangun suatu
kerangka berpikir bahwa tindakan yang dipilih memungkinkan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pada akhir bab,
dikemukakan hipotesis tindakan apabila diperlukan.
Bab III Metodologi penelitian yang menjelaskan fakta dan kerangka
kerja mengenai, apa, siapa, di mana, dan bagaimana tindakan
dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan tentang setting (tempat,
waktu, dan kondisi) penelitian, tentang prosedur penelitian
(terutama: prosedur perencanaan tindakan, prosedur
pelaksanaan tindakan, prosedur pelaksanaan observasi dan
pengumpulan data beserta instrumen yang digunakan, dan
prosedur pelaksanaan refleksi. Yang harus dikemukakan secara
jelas dalam bagian ini adalah langkah-langkah tindakan secara
rinci.
Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan yang menyajikan gambaran
riil dan rinci mengenai pelaksanaan tindakan, dimulai dari
pengaturan siswa, penjelasan jalannya pembelajaran siklus demi
siklus disertai data yang lengkap dan cacatan atau rekaman.
Yang adalah diulas sebagai bagian dari refleksi dan perubahan
tindakan siklus berikutnya. Akhir dari bab ini pembahasan
memuat tentang pendapat peneliti berhasil dan tidaknya proses
tindakan yang telah dilakukan untuk keseluruhan siklus.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Bab V Simpulan dan saran yang memuat simpulan dari pembahasan di
Bab IV terkait dengan tujuan PTK serta saran-saran yang terkait
berhasil tidaknya tindakan tersebut serta tundak lanjut atau
kemungkinan untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Bagian penunjang
Bagian ini terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang
diperlukan untuk menunjang isi laporan. Daftar pustaka ditulis
menurut sistem penulisan yang dianut atau yang berlaku. Lampiran
harus ada adalah semua instrumen yang digunakan dalam
penelitian. Contoh hasil kerja dalam pengisian/pengerjaan instrumen
baik oleh guru guru maupun siswa, dokumen pelaksanaan penelitian
yang lain seperti foto-foto kegiatan, daftar hadir , dan lain-lain.
B. Kajian Kritis terhadap Laporan Hasil PTK
Berdasarkan konsep dasar yang telah dibahas pada kegiatan
belajar sebelumnya, maka dapat disusun kerangka kajian
kritis terhadap laporan PTK. Berikut ini hal-hal yang perlu
dicermati terkait kerangka tersebut.
Apakah laporan PTK memuat sifat-sifat khas PTK
berikut ini?
1. Memecahkan masalah nyata yang terjadi dalam
pembelajaran
2. Berkenaan dengan perbaikan mutu praktik
pembelajaran
3. Berfokus pada proses pembelajaran
4. Ada tindakan nyata yang jelas yang dilakukan dengan
sengaja
5. Berdasarkan jawaban ilmiah (rasional dan terpercaya)
dalam memilih tindakan
6. Tindakan yang diberikan bersifat kreatif dan inovatif
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
7. Tindakan yang diberikan berbeda dari yang biasa
dilakukan dalam praktik pembelajaran sebelumnya
8. Tindakan yang dilakukan tidak mengubah setting kelas
(siswa, guru, kurikulum, tempat).
9. Dilakukan minimal dua siklus kegiatan
Apakah laporan hasil PTK telah sesuai dengan kriteria
laporan hasil PTK yang menggambarkan situasi proses
tindakan serta paparan analisis yang logis dan terjalin
runtut?
1. Bab I
a. Apakah latar belakang telah memuat situasi nyata di
kelas yang menjadi sumber permasalahan?
b. Apakah latar belakang telah memuat alternatif solusi
melalui suatu tindakan?
c. Apakah argumentasi logis pemilihan tindakan yang
diusulkan tersebut telah dikemukakan?
d. Apakah perumusan masalah telah dinyatakan
dengan jelas dan menggunakan kalimat tanya?
e. Apakah cara pemecahan masalah telah diungkapkan
dalam bentuk suatu tindakan?
f. Apakah tujuan penelitian telah dinyatakan sesuai
dengan perumusan masalah?
g. Apakah manfaat penelitian telah dinyatakan secara
eksplisit bagi subjek kelas, yaitu guru dan siswa?
2. Bab II
a. Apakah teori tentang variabel-variabel penelitian
telah dikaji dan dikemukakan dengan cukup jelas?
b. Apakah teori dari kepustakaan tentang uraian proses
dari tindakan yang dipilih telah dikemukakan dengan
cukup jelas?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
c. Apakah hasil-hasil penelitian yang relevan yang
mendukung pemilihan tindakan telah dikemukakan?
d. Apakah terdapat uraian tentang kerangka teori yang
membangun justifikasi (pembenaran) pemilihan
tindakan?
e. Apakah pada bagian akhir telah dikemukakan
pernyataan yang merupakan hipotesis tindakan?
3. Bab III
a. Apakah prosedur penelitian telah dinyatakan secara
jelas?
b. Apakah setting penelitian dinyatakan secara jelas?
(kondisi dan karakteristik tempat, subjek - guru dan
siswa, dan waktu penelitian)
c. Apakah variabel-variabel penelitian telah dijelaskan
secara rinci?
d. Apakah rencana tindakan telah dirumuskan dengan
jelas dan operasional?
e. Apakah siklus penelitian telah dirinci teknis
pelaksanaannya?
f. Apakah teknik dan instrumen pengumpulan data
cukup beragam dan dinyatakan dengan jelas?
g. Apakah instrumen pengumpulan data telah dijamin
validitas dan reliabilitasnya, termasuk aspek
kemudahan dan ekonomisnya?
h. Apakah perangkat pembelajaran yang diperlukan
(RPP, skenario, media, tes, dan lain-lain) telah
diidentifikasi dengan jelas?
i. Apakah teknik analisis data yang digunakan sudah
sesuai dan memadai?
j. Apakah interpretasi (penafsiran) data yang diperoleh
telah dijelaskan?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
k. Apakah indikator kinerja tindakan (kriteria
keberhasilan di mana siklus dapat dihentikan) telah
dirumuskan secara proposional dan logis?
4. Bab IV
a. Apakah deskripsi (uraian) kejadian tiap siklus
dinyakan dengan jelas dan rinci?
b. Apakah perencanaan siklus berikutnya merupakan
hasil refleksi siklus sebelumnya?
c. Apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai
dengan perencanaan?
d. Apakah observasi dan pengumpulan data telah
sesuai dengan yang diharapkan?
e. Apakah data hasil observasi dan pengumpulan data
telah memadai?
f. Apakah refleksi dilakukan dengan baik dan
g. Apakah waktu pelaksanaan tindakan dikelola secara
maksimal?
h. Apakah kelemahan dan kelebihan tindakan (proses)
dibahas secara jelas (melebihi penjelasan hasil tindakan
(produk))?
i. Apakah prestasi dan kondisi siswa telah dipaparkan
dengan jelas dan logis?
j. Apakah terdapat interpretasi atau penafsiran tentang
layak tidaknya tindakan serupa diterapkan oleh pihak
lain? Jika ada, apa kondisi atau syarat yang perlu
dipertimbangkan?
5. Bab V
a. Apakah simpulan benar-benar terkait dengan
permasalahan penelitian?
b. Apakah saran telah dinyatakan sesuai dengan
temuan penelitian?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Apakah laporan PTK sudah memenuhi kriteria:APIK
(Asli, Perlu, Ilmiah, Konsisten), penggunaan bahasa
yang jelas dan benar, informasi tambahan yang
lengkap, dan azas kepatutan dalam penelitian (ijin,
keaslian, dan lain-lain)?
1. Apakah uraian dari bab yang satu menuju bab berikutnya
memiliki kaitan yang berkelanjutan?
2. Apakah ada penjelasan tentang tim peneliti (apakah guru
sebagai peneliti tunggal, ataukah terdapat peneliti selain
guru baik sebagai kolaboran maupun asisten)?
3. Apakah terdapat penjelasan mengenai jadwal kegiatan
penelitian?
4. Apakah daftar pustaka telah cukup memadai dan lengkap
keterangan setiap pustaka/buku?
5. Apakah terdapat surat ijin terkait penelitian ini?
6. Apakah terdapat lampiran yang memperlihatkan rekaman
data hasil observasi dan pengumpulan data?
7. Apakah laporan menggunakan bahasan yang jelas, baik
dan benar menurut kaidah yang resmi?
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Lampiran 5:
CONTOH HASIL KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU TULISAN/ARTIKEL
A. Tulisan yang Dikaji
Belajar Bahasa Indonesia dengan Diskusi
Oleh: A.M. Slamet SoewandiUniversitas Sanata Dharma
1. Pendahuluan
Pembelajaran (learning) bahasa harus dibedakan dengan pemerolehan (acquiring) bahasa. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak disengaja, maka pembelajaran bahasa diperoleh dengan sengaja. Jika pemerolehan bahasa terjadi karena kehendak kuat untuk menjadi bagian (bersoialisasi dengan) atau kehendak kuat untuk dianggap sebagai warga pemilik bahasa itu, maka pembelajaran bahasa terjadi karena "keinginan" untuk mengenali kehidupan orang-orang yang mempergunakan bahasa itu. Jika pemerolehan bahasa terjadi secara tidak direncanakan, dirancang, disistematisasikan, maka pembelajaran bahasa terjadi karena pihak lain merancangnya tahap demi tahap, bahan demi bahan, tujuan demi tujuan. Rancangan dari pihak lain dapat saja wujud konkretnya menjadi suatu modul atau program pembelajaran, yang tanpa bantuan orang lain--tanpa guru-- dapat dikuasainya. Jika pemerolehan bahasa terjadi melalui intake (bahan bahasa yang meaningful/contextual/functional), maka pembelajaran bahasa dapat saja terjadi melalui bahan-bahan bahasa tanpa konteks.
Karena diketahui hasilnya sangat efektif, maka cara memperoleh (acquiring) bahasa seperti disebutkan di atas diadopsi ke dalam pembelajaran (learning) bahasa. Muncullah karena itu cara pembelajaran kontekstual, di mana materi bahasa dirakit dalam suatu konteks, dipilih sesuai dengan tingkat keseringan kemunculannya, dan dipilih berdasarkan konteks fungsional. Itulah sebabnya, pemilihan
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
materi bahasa harus juga mendasarkan faktor sosiolinguistis dan pragmatis. Faktor sosiaolinguistis menentukan pilihan-pilihan variasi sosiolinguistis: siapa mitra bicara, dalam konteks apa berbicara, saluran apa yang dipilih, tujuan apa yang dicapai. Faktor pragmatis menentukan pilihan-pilihan variasi kebahasaan berdasarkan tingkat keresmian komunikasi.
Mempelajari bahasa berdasarkan ciri-ciri seperti yang terjadi pada pemerolehan bahasa itulah yang secara khusus disebut mempelajari bahasa dengan pendekatan komunikatif. Tujuan pokok dari belajar bahasa dengan pendekatan itu adalah dicapainya kemampuan berkomunikasi pada diri pembelajar. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa menjadi pandom (penuntun) pemilihan variasi-variasi bahasa, yang meliputi variasi ucapan, pilihan kosa kata, pilihan bentuk kata, pilihah frasa, klausa, jenis kalimat, urutan unsur-unsur kalimat, bahkan pilihan jenis wacana tertentu. Karena fungsi bahasa harus menuntun pilihan variasi bahasa, maka mau tidak mau konteks ( wacana) menjadi pandon penting.
2. Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing Mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (termasuk
mempelajari bahasa lain sebagai bahasa asing) memiliki tujuan, yaitu tercapainya keterampilan berbahasa pada diri si belajar (learner). Ia menjadi dapat berbahasa, dapat berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Namun demikian, perlu dibedakan adanya dua jenis tujuan, yaitu umum dan khusus. Jika seseorang mempelajari bahasa asing semata-mata untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan umum. Tercapainya tujuan umum seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut BICS (basic interpersonal communication skills). Oleh karena itu, tekanan penguasaan adalah bahasa sehari-hari sehingga dapat dipergunakan untuk kepentingan praktis, misalnya bagaimana si belajar menyapa, menawar, menolak, mempersilakan, mengucapkan terima kasih, menyatakan penyesalan, mengajak, meminta izin, memintakan izin, menyela, menyudahi percakapan, berpamitan, memperkenalkan diri, memperkenalkan temannya, mengeluh, memuji, memberi dan membalas salam, berobat, menelepon, pergi ke bank, dan sebagainya.
Sebaliknya, jika seseorang ingin mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diungkapkan dalam bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan khusus. Misalnya, ia ingin mempelajari kepercayaan yang dianut suatu suku bangsa, atau mempelajari kebudayaan suatu suku bangsa. Tercapainya tujuan seperti ini mempersyaratkan tercapainya keterampilan yang disebut CALP (cognitive/academic language proficiency).
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Tentu saja, bahan yang diajarkan untuk dua jenis tujuan itu berbeda meskipun pendekatan yang dipergunakan sama; bahkan ciri-ciri kebahasaan bahasa Indonesia yang diajarkan juga berbeda. Soewandi (1993) menyingkat ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya BICS menjadi lima kecenderungan: (1) dipergunakannya bentuk- bentuk kata yang tidak formal, (2) dipergunakannya kosa kata tidak baku, (3) dihilangkannya imbuhan-imbuhan kata (afiks) dan kata-kata tugas yang tidak menimbulkan salah tafsir, (4) penulisan yang tidak baku, dan (5) dipakainya susunan kalimat yang sederhana dan lebih cenderung tidak lengkap. Sebaliknya, ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya CALP ada lima kecenderungan, yaitu ditekankannya penggunaan: (1) bentuk-bentuk kata yang baku, (2) kosa kata teknis dan baku, (3) imbuhan dan kata-kata tugas secara lengkap, (4) kaidah-kaidah penulisan, dan (5) susunan kalimat yang baku, lengkap unsurnya, dan pada umumnya lebih kompleks.
Pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dapat memilih salah satu dari kedua tujuan itu meskipun dapat saja keduanya. Hanya saja, untuk dapat.menguasai CALP, dituntut dimiliknya BICS lebih dahulu. Mengapa? Karena mereka yang mempelajari bahasa dengan tujuan CALP pada umunya mereka yang ingin mendalami salah satu aspek dari kegiatan manusia Indonesia, entah mendalami kebudayaannya, kehidupan sosialnya, atau politiknya, atau manusianya sebagai paguyupan tertentu (antropologis). Untuk dapat mencapai tujuan itu, secara metodologis ia harus menjadi bagian dari kehidupan yang ingin dikenali. Oleh karena itu, mau tidak mau, penguasaan BICS menjadi penolong yang penting dalam penemuan data yang diinginkan. Karena pada umumnya pembelajaran bahasa dibedakan menjadi tiga tingkat--permulaan, tengahan dan lanjutan--kiranya pembelajaran dengan diskusi hanya cocok diterapkan pada pembelajaran bahasa dengan tujuan tercapainya CALP; berarti hanya cocok bagi mereka yang sudah ada di tingkat lanjutan.
Judul makalah itu mengacu, tentu saja, pada tercapainya tujuan belajar bahasa pada tingkat CALP. Mengapa? Karena belajar dengan diskusi mengandaikan "penguasaan bahasa" sudah terpenuhi. Pada tingkat CALP ini, pada umumnya kursus-kursus bahasa Indonesia bagi orang asing menuntut tercapainya profil kompetensi : (1) mampu berbicara tentang topik-topik tertentu sesuai dengan bidang minatnya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (2) mampu mendengarkan pembicaraan dalam seminar, mendengarkan berita-berita dari radio dan televisi; (3) mampu membaca teks-teks asli (di majalah, atau surat kabar, terutama untuk memahami ide-ide yang ada di dalamnya), dan (4) mampu mengungkapkan gagasannya secara tertulis dalam bentuk karangan ilmiah. Jika pembelajaran pada tingkat BICS si belajar masih lebih berkutat pada penguasaan bahasa sebagai
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
bekalnya, maka tekanan pembelajaran pada tingkat CALP lebih-lebih pada bagaimana dengan bekal bahasanya itu ia dapat memahami dan mengungkapkan idenya kepada mitra diskusi. Ini tidak berarti bahwa bekal bahasanya sudah dikuasainya secara sempurna. Si belajar masih tetap mempelajari bahasanya, tetapi boleh dikatakan sudah pada tingkat "menyempurnakan/memperbaiki".
3. Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing
Istilah diskusi di sini berupa suatu konstruk yang oleh penulis diisi pengertian yang sedikit berbeda dengan istilah diskusi dalam kaitannya dengan debat, dan diskusi dalam kaitannya dengan bentuk pembelajaran pada umumnya. Pengertian umum diskusi adalah membicarakan suatu masalah oleh para peserta diskusi dengan tujuan untuk menemukan pemecahan yang paling baik berdasarkan berbagai masukan. Sebaliknya, debat adalah pembicaraan tentang suatu masalah dengan tujuan untuk memenangkan atau mempertahankan pendapat yang dimiliki oleh peserta debat. Sangat mungkin, pendapat yang dimenangkan bukan yang terbaik.
Diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran umum adalah suatu cara pembelajaran di mana peserta didik (murid, mahasiswa) mendiskusikan (membicarakan, mencari jawaban bersama) dengan cara saling memberikan pendapatnya, kemudian disaring untuk ditemukan kesimpulan. Tentu saja persyaratan terjadinya pembelajaran dengan diskusi adalah bahwa bahasa benar-benar sudah sangat dikuasai oleh peserta didik. Guru tidak lagi memberikan perhatian pada bahasa, melainkan pada isi atau materi diskusi.
Diskusi di dalam makalah ini diberi pengertian sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah (topik). Seseorang mempersiapkan pendapatnya secara tertulis dalam bentuk karangan pendek, kemudian disajikan di kelas. Yang lain memberikan tanggapan secara lesan. Kebenaran pendapat yang disampaikan, baik oleh penyaji makalah maupun teman-temannya, memang perlu diperhatikan, tetapi yang lebih ditekankan adalah bahasa yang dipergunakan benar atau tidak. Di samping itu, kesimpulan pendapat tidak perlu dituntut. Maka, tugas guru (instruktur) lebih pada merekam (mencatat) kesalahan-kesalahan bahasa apa saja yang dibuat oleh peserta diskusi.
Konteks diskusi di dalam makalah ini mirip dengan apa yang terjadi pada pelaksanaan perkuliahan seminar bahasa dan sastra, atau perkuliahan seminar pengajaran bahasa dan sastra di program studi atau jurusan bahasa dan sastra. Dalam pelaksanaan perkuliahan jenis ini, di samping diperhatikan tercapainya kompetensi sebagai
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
pemakalah dalam menulis makalah, menyajikan makalah, menjawab pertanyaan; dan tercapainya kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, juga masih diperhatikan bagaimana pembahasaan (cara mengungkapkan dengan bahasa) dalam makalah, bagaimana pemakaian bahasa dalam bertanya jawab, dan menuliskan tambatan.
Pembelajaran bahasa asing dengan diskusi jarang terjadi hanya dengan satu pertemuan, tanpa didahului oleh pertemuan-pertemuan pendahuluan. Mengapa? Karena untuk dapat berdiskusi diperlukan bahan diskusi. Oleh karena itu, sebelum bentuk pembelajaran diskusi dapat diterapkan perlu ada pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk pembelajaran lain untuk tujuan membekali bahan, baik bahan diskusi maupun bahan bahasanya sebagai alat diskusi. Menurut pengalaman, dalam suatu kursus bahasa---berarti terjadi secara terencana, dari pertemuan ke pertemuan yang lain--pelaksanaan pembelajaran bahasa asing dengan diskusi menjadi efektif jika diawali dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya dengan topik-topik yang berhubungan; baru pada awal pertemuan-pertemuan berikutnya (konkretnya pada awal minggu berikutnya) dilaksanakan pembelajaran dengan diskusi. Bahan diskusi berupa perpaduan (ramuan atau olahan) dari topik-topik yang dipelajari pada pertemuan-pertemuan sebelumnya..
Mengapa bentuk diskusi cocok untuk pencapaian bahasa tingkat CALP? Menurut pengalaman, belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan bentuk diskusi memiliki keuntungan-keuntungan berikut. Pertama, dengan diskusi, memang materi bahasa bagi pembelajar "tidak" menjadi fokus perhatian mereka. (Materi bahasa menjadi perhatian pada waktu persiapan diskusi, yaitu pada waktu pertemuan-pertemuan pendahuluan). Yang menjadi fokusnya justru bagaimana pembelajar mengemukakan pendapatnya dengan logika, data, dan gagasannya. Bagi pembelajar tingkat lanjutan, berarti pada tingkat dicapainya CALP, kemampuan berbahasa "sudah" mereka miliki. Jadi, rasa takut salah dalam berbahasa sudah berkurang, atau bahkan dapat dihindari. Kedua, dengan diskusi, pembelajar "dipaksa" mengemukakan pendapatnya. Keterpaksaan itu justru mendorong pembelajar--tanpa "takut" salah dalam berbahasa--dengan sekuat tenaga dan sebanyak yang dimiliki untuk digunakan pada waktu menjadi pemakalah, atau pembahas, atau pemandu, atau notulis (penambat). Ketiga, semua keterampilan--mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis--dipelajari. Keempat, bagi pembelajar lanjut, yang pada umumnya adalah mereka yang duduk di perguruan tinggi, karena terjadinya transfer of learning, apa yang pernah diperolehnya--dalam hal ini penguasaan tentang aturan-aturan membuat makalah, dan sebagainya--dengan mudah dapat dimanfaatkan.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
4. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi Dengan memakai pengalaman mengajar beberapa tahun yang
lalu, maka pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing dengan diskusi perlu melalui pertemuan-pertemuan pendahuluan dengan materi diskusi yang saling berkaitan, dan dengan materi bahasa yang berkelanjutan. Pada pelaksanaan diskusinya sendiri terdapat kegiatan sebagai berikut. Seseorang ditunjuk menyajikan apa yang ditulis. Sebelumnya karangan yang disusunnya dibagikan kepada teman-temannya, dan kepada guru atau instrukturnya.
Karena diskusi di sini merupakan bentuk pembelajaran dan masih tetap ditekankan pada penyempurnaan penguasaan bahasa, maka tidak diperlukan pemandu khusus. Instruktur sendiri yang mengatur jalannya "diskusi", di samping tugasnya yang pokok, yaitu mencatat--syukur dapat merekam-- kesalahan yang dibuat, baik oleh pemakalah maupun oleh yang lain, terutama kesalahan pada pemilihan kosa kata, penulisan kata, pemakaian dan pemilihan bentuk kata, pengucapan kata dan kalimat, penyusuna kata menjadi kalimat, dan menjadi paragraf. Kesalahan-kesalahan bahasa yang dibicarakan lebih ditekankan pada penyimpangannya dari kebakuan bahasa seperti yang diuraikan di muka sebagai ciri diperolehnya kompetensi CALP. Unsur sosiolinguistis dan pragmatis dari penggunaan bahasa itu juga perlu diperhatikan. Jika dianggap perlu dapat ditambahkan cultural notes dan etika berdiskusi. Tentu saja, karena dalam kursus-kursus bahasa asing terkandung unsur promosi, instruktur perlu juga bercerita sebagai pelengkap (pengayaan) terhadap topik-topik itu. (sayang tidak tersimpan satu contoh makalah yang peserta waktu itu).
Poedjosoedarmo (2001) memberikan data yang menarik., yang terjadi di Amerika serikat sebagai berikut.
“ To attain an advanced level of competence, for example in the USA, where English is a native language, in most universities students are required to take a test on English, and it means a test on writing essay. This is why, books on Essay Writing and Thesaurus are important for college students. Students need to consult to a dictionary of synonyms or a thesaurus to make them able to chose the right words in their essays. In Indonesia, to well known intellectuals also spent a lot of times publishing their writings before they become famous. Good writing skill seems to be very important in developing advanced language competence”.
5. Penutup
Benang merah gagasan di muka dapat disampaikan sebagai berikut. Pertama, mempelajari BI sebagai bahasa asing
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
memiliki dua tujuan: umum dan khusus. Kompetensi yang akan diperoleh oleh keduanya berbeda. Mempelajari BI dengan tujuan umum ingin memperoleh BICS, sedangkan dengan tujuan khusus ingin memperoleh CALP. Bagi mereka yang mempelajari BI dengan tujuan khusus, tentu saja, perlu memiliki kompetensi kebahasaan dalam tingkat BICS juga sebagai sarana untuk, misalnya, memperoleh data. Kedua, Kebahasaan untuk tingkat BICS cenderung bercirikan sebagai bahasa yang tidak standar, sebaliknya untuk tingkat CALP bercirikan sebagai bahasa standar. Ketiga, diskusi sebagai suatu bentuk pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak sama pengertiannya dengan diskusi sebagai bentuk pembelajaran pada umumnya, dan tidak sama dengan pengertian dengan istilah diskusi dalam pasangannya dengan debat. Tujuan yang ingin dicapai terutama adalah tercapainya kompetensi kebahasaan, lebih-lebih pada tingkat CALP. Oleh karena itu, bentuk pembelajaran ini kiranya cocok untuk pembelajaran bahasa asing pada tingkat lanjut. Keempat, karena pembelajaran bahasa tidak terjadi hanya dengan satu pertemuan, melainkan dari pertemuan yang satu ke pertemuan yang lain dalam periode terttentu, maka bentuk pembelajaran dengan diskusi hanya mungkin dilaksanakan setlah pembelajar memperoleh bahan diskusi dan bertambah penguasaan bahasasanya. Oleh karena itu, seyogyanya pembelajaran dengan diskusi perlu didahului oleh pembelajaran-pembelajaran dengan bentuk lain dengan materi yang saling berkaitan.
Daftar Pustaka
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2001. “Language Teaching Approaches and Advanced Level of Language Competence”. Makalah dalam Seminar on Language and Culture, Sanata Dharma University, August 25.
Soewandi, A.M. Slamet. 1994. “Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Tujuan, Pendekatan, Bahan Pengajaran dan Pengurutannya”. Makalah pada Konferensi Internasional Pengajaran bahasa Indonesia bagi Penutur Asing di Universitas Kristen satya Wacana, 20-23 Januari.
------------. 1993. “Pembelajaran Bahasa Indonesia di Program SEASSI”,
di Seattle, Universitas Washington.
B. Contoh Laporan Hasil Kajian Kritis atas Tulisan/Artikel
Belajar Bahasa Indonesia dengan DiskusiKarya A. M. Slamet Soewandi(Universitas Sanata Darma)
Oleh Tim Kajian Kritis
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
I. PENDAHULUAN
Secara umum kajian kritis ini bertujuan menelusuri tulisan tertentu untuk keperluan pengembangan gagasan dalam sebuah PTK. Secara khusus kajian kritis ini bertujuan untuk pemerkayaan konsep dan model-model pengembangan gagasan yang telah dilakukan oleh penulis tertentu.
Pilihan tulisan jatuh kepada tulisan A. M. Slamet Soewandi dari Universitas Sanata Darma dengan judul Belajar Bahasa Indonesia dengan Diskusi. Tulisan ini diperoleh dari hasil download dari internet pada tanggal 31 Desember 2008 pukul 5.41. Alasan pemilihan tulisan ini adalah topik yang disajikan bersifat sederhana dan telah lumrah dikenali oleh guru, bahkan sudah biasa mereka lakukan. Tulisan Soewandi ini dapat memberi kesempatan kepada kita untuk mengaitkan antara bentuk diskusi yang selama ini dilakukan dengan isi tulisan ini.
Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan kajian kritis pada tulisan Soewandi adalah (1) bagi peserta kegiatan BERMUTU yang belum memilki topik PTK, hasil kajian kritis ini dapat membentangkan jalan menuju identifikasi masalah, (2) bagi mereka yang sedang menulis, hasil kajian kritis ini dapat menjadi sumber pengembangan gagasan dalam pengembangan kajian pustaka, dan (3) bagi mereka yang telah melaksanakan penelitian dan sedang dalam proses mengembangkan laporan, kajian kritis ini dapat menjadi bahan perbandingan temuannya.
II. KAJIAN KRITIS
1. PerformansiTulisan Soewandi dibagi ke dalam lima bagian, yaitu (1)
Pendahuluan, (2) Tujuan Belajar Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing, (3) Diskusi sebagai Salah Satu Bentuk Pembelajaran Bahasa Asing, (4) Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa dengan Diskusi, dan (5) penutup. Tulisan disajikan dalam sembilan halaman dengan spasi satu tipe huruf font 12 times new roman.
2. Pengembangan gagasanSoewandi mengembangkan tulisan ini dengan sejumlah tipe
pengembangan gagasan, Setidaknya ada empat model pengembangan gagasan yang digunakan Beliau. Pola pengembangan yang digunakannya adalah perbandingan, analisis, perincian, definisi, dan ilustrasi. Pola analisis di temukan pada paragraph kedua, ketiga, dan ketigabelas, dan ketujuh belas. Pola perincian ditemukan pada paragraf kelima dan kesembilan. Pola definisi ditemukan pada paragraph kesepuluh. Pola ilustrasi ditemukan pada paragraph
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
kedelapan belas. Paragraf yang variatif yang digunakan Soewandi dalam tulisan ini membuat tulisan ini menjadi menarik.
3. Fokus PembahasanBagian awal tulisan ini membedakan dua hal dalam penguasaan
keterampilan berbahasa. Pertama, penguasaan melalui pemerolehan dan penguasaan melalui pembelajaran. Tulisan ini mengurai lebih lanjut mengenai pembelajaran. Dua tujuan yang berbeda yang ingin dicapai bagi mereka yang belajar bahasa melalui pembelajaran, yaitu tujuan BICS (basic interpersonal communication skills) dan tujuan CALP (Cognitif/academic language proficiency). BICS bertujuan mempelajarai bahasa asing untuk dapat berkomunikasi keseharian dengan penutur bahasa, sedangkan CALP bertujuan untuk mempelajari budaya dalam masyarakat bahasa yang dipelajari. Kedua tujuan memiliki cirri masing-masing, BICS bercirikan bahasa yang tidak formal sedangkan CALP bersifat formal.
Selanjutnya, Soewandi mengurai penerapan strategi diskusi sebagai salah satu bentuk pembelajaran bahasa asing. Strategi ini diurai sebagai penjabaran lebih lanjut dari tujuan CALP.
Pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia merupakan pembelajaran bahasa asing karena peserta didik sebelumnya telah menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertamanya. Kondisi ini menunjukkan bahwa tulisan Soewandi ini sesuai dengan kondisi di Indonesia. Pikiran yang disajikan Beliau cocok diterapkan di Indonesia.
Soewandi memberi pengertian diskusi sebagai bentuk pembelajaran bahasa asing, di mana para peserta diskusi mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah. Dalam diskusi kompetensi yang dilatihkan adalah kompetensi menulis makalah, menyajikan makalah, menulis tambatan, dan menjawab pertanyaan. Selain itu dilatihkan pula kompetensi sebagai pemandu, penambat, dan pembahas tertunjuk, Penyajian strategi diskusi disajikan dalam lebih dari satu pertemuan. Pertemuan pertama berupa persiapan yang diisi dengan penyediaan wacana dan kesepakatan pembagian tugas dalam diskusi. Dengan cara ini proses diskusi dapat berlangsung dengan lancar.
Soewandi menambahkan bahwa proses diskusi dimaksudkan untuk penekanan penyempurnaan penguasaan bahasa. Kesalahan bahasa dicatat sebaik-baiknya untuk dibenarkan nantinya, utamanya kesalahan dari sudut kebakuan bahasa sesuai dengan tujuan kompetensi CALP,
Menarik untuk dicermati lebih lanjut bahwa strategi diskusi jika dilakukan sesuai rambu-rambu yang dikemukakan oleh Soewandi akan dapat membawa peserta didik ke pembelajaran bahasa dengan tingkat
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
praktik berbahasa yang tinggi. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran bahasa Indonesia di Indonesia yang menekankan kepada penguasaan keterampilan berbahasa.
Tulisan Soewandi di atas lebih bersifat teoretis. Tulisan ini belum didukung oleh data yang menunjukkan bahwa sstrategi diskusi benar-benar dapat meningkatkan keterampilan berbahasa peserta didik. Gagasan yang dibangun dalam tulisan ini sudah terstruktur dengan baik. Beberapa paragraph yang ada dapat digunakan dalam membangun teori yang ada dalam sebuah kajian teori suatu penelitian. Poin-poin yang layak dipertimbangkan adalah pemilahan tujuan belajar bahasa, pengertian diskusi, dan tahapan diskusi,
Menindaklanjuti tulisan Soewandi ini dipandang penting untuk mencobakannya dalam sebuah penelitian. Perlu diperoleh informasi secara nyata melalui fakta lapangan sejauh mana konsep-konsep strategi diskusi ini dapat diimplementasikan dengan baik di dalam kelas. Tawaran Soewandi yang menyekat strategi diskusi ke dalam beberapa pertemuan menarik untuk dicobakan. Selama ini diskusi hanya didisain dalam satu kali pertemuan saja. Dengan menyekat ke dalam beberapa kali pertemuan dapat melahirkan kualitas berbahasa secara terpadu dapat dicapai. Pelaksanaan diskusi yang diawali dengan pelatihan penulisan bahan diskusi dalam bentuk makalah, disain diskusi dalam bentuk penyiapan personalitas yang terlibat dan pengamatan praktik berbahasa dalam proses diskusi serta diakhiri dengan penyusunan laporan diskusi membawa peserta didik benar-benar memiliki kompetensi berbahasa yang holistik.
4. PENUTUP
Berdasarkan kajian terhadap tulisan Soewandi di atas dapat ditarik suatu manfaat, yakni perlunya diadakan sebuah PTK dengan topik peningkatan kemampuan berbahasa secara holistik melalui penerapan strategi diskusi. (Hasri)
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Lampiran 6:
CONTOH HASIL KAJIAN KRITIS TERHADAP SUATU TULISAN/ARTIKEL
A. Artikel yang Dikaji
AWAS BAHAYA LKS BAGI SISWA SD!
Oleh Muh Muslih
Ada sebuah kisah nyata, Afi seorang anak kelas II SD, tiba-tiba menangis keras-keras ketika ayahnya meminta mengerjakan PR. Sambil sesenggukan ia mengatakan bahwa Pr-nya sangat banyak hari itu. Dengan heran bercampur dongkol ayanya menanyai anaknya, berapa PR yang harus dikerjakan? Katanya sehari itu gurunya memberinya tiga PR untuk mata pelajaran yang berbeda. Tak puas dengan jawaban itu, ayahnya mulai membuka PR anaknya. Ternyata semua PR bersumber pada tiga buku LKS (Lembar Kerja Siswa) terbitan semua perusahaan swasta yang diberikan guru pada awal semester. “Pantas saja anak itu menangis” pikir sang ayah ketika melihat PR setiap mata pelajaran yang terdiri dari minimal empat bagian (A, B, C, dan D) dengan jumlah soal tiap bagian5 – 10 soal. Jadi kalau dijumlah soal untuk ketiga PR itu ada 60 soal. “Wah ini bukan lagi bertujuan agar anak jadi rajjin belajar, namun justru menyiksa dan membebani anak”, pikir sang ayah.
PERAN PEKERJAAN RUMAH BAGI SISWASebenarnya, apa yang salah dengan PR? Menurut ahli pendidikan, PR berfungsi untuk melatih dan meriew kemampuan siswa secara mandiri di rumah setelah mendapat proses pembelajaran di sekolah. Selan itu, PR juga memiliki tujuan agar siswa rajin belajar di rumah, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak siswa merasa tak perlu membuka pelajaran bila tak ada PR dari guru. Oleh karena itu, agar berjalan efektif, biasanya jumlah soal untuk PR hanya sedikit. Jadi, PR sesungguhnya baik apabila dilakukan dan disiapkan dengan cermat oleh guru. Dari kasus di atas kemungkinan masalahnya adalah guru tidak merencanakan PR dengan baik. Selain membebani siswa dengan jumlah PR yang terlalu banyak, ia
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
juga asal-asalan memberikan tugas Prnya dengan mengambil sumber dari LKS sehingga memberi kesan bahwa sangguru malas mempersiapkan tugasnya.
Menurut Piaget dalam buku The Language and the Tought of the Child pada dasarnya setiap anak merupakan pembelajar aktif. Ia mendapat pengetahuan lewat lingkungannya, baik secara fisik maupun penjelasan orang lain. Pieget membagi perkembangan cara berpikir anak menjadi empat tahap: tahap sensormotorik (dari lahir – 2tahun), tahap operasional kongkret (concret operational stage) artinya mulai usia 7 tahun anak mampu berpikirlogis seperti cara berpikir orang dewasa. Kemampuan penerapan logis seperti berpikir orang dewasa. Kemampuan penerapan logika dalam beberapa pengetahuan seperti; matematika sains, atau membaca berkembang dalam waktu yang sama. Tetapi, Pieget mengingatkan bahwa kemampuan tersebut dibatasi oleh pengalaman mereka yang masih minim. Oleh karenanya aak usia SD sangat memerlukan bantuan guru untuk memahami konsep-konsep yang dimiliki anak menjadi utuh.
LKS bagi Anak SDDalam kasus PR di atas, penulis memandang bahwa penggunaan LKS sebagai media pembelajaran pada usia SD sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir anak. Mengapa? Pertama, LKS hanya melatih siswa menjawab soal, ia tidak akan efektif tanpa adanya pemahaman konsep materi secara benar. Pemaparan konsep kita dapatkan dari buku teks. Untuk itu sudah sangat tepat bila pemerintah mengatur standar mutu buku teks lewat Pusat Perbukuan Depdiknas. Hal ini berarti buku yang telah lolos dari lembaga tersebut sudah layak digunakan di sekolah. Apalagi dengan adanya program buku elektronik dari pemerintah, saat ini sangatlah mudah untuk mendapatkan buku teks bermutu. Tugas guru adalah membantu siswa memahami konsep dalam buku-buku tersebut secara menyeluruh sebagaimana teori Pieget di atas. Untuk mengecek pemahaman dan kemampuan siswa , guru dapat memberi latihan atau PR berdasarkan apa yang telah dipelajari. Pemakaian LKS buatan pihak lain bisa menimbulkan ketidaksesuaian antara yang diterangkan dan yang dilatihkan. Hal ini sangat mungkin karena ibarat makanan, bahan makanan yang sama bisa jadi lain hasilnya bila dimasak oleh koki yang berbeda. Maka paling ideal, LKS yang baik adalah buatan guru itu sendiri karena dialah yang mestinya tahu persis akan kebutuhan siswanya.
Kedua, hal yang penulis khawatirkan adalah penggunaan LKS sebagai pengganti buku ajar. Dengan beberapa pertimbangan pragmatis
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
berupa; praktis, tak repot, harga yang murah, bahkan adanya diskon yang cukup mengiurkan, dll. Ada beberapa guru yang lebih mengutamakan penggunaan LKS dalam pembelajaran di kelas ketimbang menggunakan buku teks. Nampaknya belum ada penelitian tentang dominasi LKS menggeser keberadaan buku teks atau buku ajar. Namun sangat masuk akal untuk mempertanyakan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelas atas penggunaan LKS dan buku ajar karena sudah menjadi semacam “Ritual” bahwa setiap penggantian semester ada pembagian (baca:penjualan) buku LKS oleh pihak guru dan sekolah. Memang dari pengamatan penulis terhadap beberapa LKS terbitan swasta pada umumnya sudah mencakup rangkaian materi, contoh-contoh penerapan konsep, dan latihan. Akan tetapi karena LKS memang dirancang sebagai latihan, maka penggunaan LKS memang dirancang sebagai latihan, maka penggunaan LKS sebagai bahan pembelajaran di kelas sama sekali tidak benar.
Pembelajaran pada jenang SD sangat menentukan keberhasilan di jenjang berikutnya. Pembentukan konsep yang tidak mapan pada usia ini akan menjadi sandungan besar pada perkembangan masa berikutnya. Tentu kita tak ingin anak-anak kita mahir menjawab soal pilihan ganda, karena sudah dilatih lewat LKS namun gagal menjelaskan dan mengaplikasikan konsep dalam kondisi kehidupan yang nyata. Kalau itu terjadi, anak sangat bergantung pada latihan-latihan soal tanpa pernah mampu berpikir untuk berusaha membuat soal sendiri atau bersama temannya. Padahal belajar yang berhasil ditandai oleh kemampuan pembelajar untuk mau belajar mandiri tanpa arahan dan paksaan orang lain.
Alih-alih menjelaskan konsep, beberapa LKS justru hanya mencantumkan rumus-rumus dalam pelajaran matematika, misalnya. Hal ini karena yang menjadi pertimbangan penerbit adalah nilai ekonomisnya alias keuntungan semata, semakin tebal LKS, semakin mahal dan kurang sporfektif pemasarannya.Oleh karenanya buku LKS cenderung tipis dan miskin ilustrasi tetapi pada pasa sampul depannya terpampang tulisan besar-besar, SESUAI DENGAN KTSP. Biasanya LKS buatan penerbit hanya dipakai para guru sebagai bahan latihan di rumah alias PR, dengan catatan mereka yang memakainya biasanya berdalih demi kepraktisan karena tidak cukup waktu untuk menyiapkan tugas bikinan sendiri, dan kalau bisa kata para guru itu, para seles buku LKS, tolong sekalian disertakan Promes (program semester) dan RPP (Rencana Program Pembelajaran). Ah! ada-ada saja!
LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Penulis tidak apriori akan keberadaan buku LKS, terutama bila memang memenuhi kualitas standar. Namun penggunaan yang tidak tepat terhadap LKS akan mematikan kemampuan anak sebagai pembelajar aktif dan menjadikan LKS sebagai beban yang menyiksa anak, maka sekali lagi penulis menegaskan bahwa pada usia SD lebih membutuhkan pemahaman konsep secara utuh, dan untuk mengecek kemampuan siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk pemahaman siswanya. Buatlah LKS sendiri yang lebih membumi dan sesuai dengan kebutuhan anak didiknya. Tentu untuk jumlah soal guru yang paling mampu memperkirakan ketuntasan belajar dari masing-masing bab. Tidak harus banyak yang penting tuntas pemahaman materinya. Semoga dengan pencanangan sertifikasi guru akan menambah semangat guru untuk menunjukkan profesionalisme mereka. Selamat mencoba!(Dikutip dari: http//bumisegoro.wordpress.com/2009/04/29/awas-bahaya-lks-bagisiswa-sd, diaksestanggal 8 April 2010)
B. Contoh Laporan Hasil Kajian Kritis terhadap Suatu Artikel
Kajian Kritis:APA SALAHNYA LKS UNTUK SD?
(Suatu Kajian Kritis Terhadap Artikel Berjudul: Awas Bahaya LKS bagi Siswa SD!, Tulisan: Muh. Muslih)
Oleh: Sumardyono, M.Pd.
PendahuluanTulisan yang berjudul Awas Bahaya LKS bagi Siswa SD! Dapat diakses di internet pada alamat http//bumisegoro.wordpress.com/2009/04/29/awas-bahaya-lks-bagisiswa-sd, diaksestanggal 8 April 2010).Tulisan ini merupakan karya ilmiah populer yang ditulis oleh Muh Muslih yang juga pemilik blok (situs internet) seorang mahasiswa S2 UPI Bandung dan mengaku sebagai peneliti pada Maarif Center.
Tema yang diangkat Sdr. Muskih cukup relevan dan yang penting untuk dipapar dan dikaji saat ini. Hanya saja judul artikel menggunakan tanda baca seru (!) seakan-akan merupakan masalah krusial dan darurat. Artikel Sdr. Muslih sepertinya ditujukan untuk semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap pendidikan SD, khususnya kepada orang tua dan guru SD. Walaupun demikian,
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
melalui “Penerbitan” pada media internet maka setiap orang mendapat kesempatan untuk membaca dan menanggapi (langsung) terhadap artikel tersebut. Jelas dengan pemilihan judul artikel, Sdr. Muslih bertujuan memberikan semacam Warning kepada para orang tua dan guru tentang kemanfaatan LKS di SD. Pembahasan dalam artikel telah menyuguhkan beberapa alasan berupa fakta, dugaan, dan argumentasi logis mengapa keberadaan LKS ini perlu diwaspadai. Menurut Sdr. Muslih, LKS saat ini hanya memberi beban yang berlebihan kepada siswa, sehingga bukannya menambah pemahaman konsep tetapi malah dapat mematikan potensi siswa.
Sebagai pembahasan yang mengangkat isu penting dan relevan dengan perkembangan pendidikan, maka artikel ini memiliki arti penting dan perlu dibaca. Namun demikian, fakta, data, dan argumentasi yang disuguhkan belumlah cukup dan sesungguhnya dapat dipertajam sehingga dapat objektif. Selain itu pemilihan kurang selektif dan terdeskripsi dengan benar.
Rangkuman
Dalam memaparkan gagasannya, Sdr. Muslih mengorganisasi isi artikelnya ke dalam beberapa bagian, yaitu: Pendahuluan dalam bentuk narasi tanpa judul, Peran pekerjaan Rumah bagi Siswa, LKS bagi Anak SD, dan LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak. Pada bagian Pendahuluan, Sdr. Muslih menceritakan sebuah kisah nyata tentang banyaknya PR (Pekrjaan Rumah) pada LKS (Lembar Kerja Siswa) yang dibebankan pada seorang siswa SD, dalam sebuah dialog antara sang anakdengan ayahnya. Pada subjudul peran pekerjaan rumah bagi siswa, penulis artikel menyuguhkan tujuan diadakannya PR yaitu untuk melatih dan mereview kemampuan secara mandiri di rumah. Tetapi, saat usia SD yang termasuk tahap operasional konkrit menurut Pieget, anak SD sebaiknya tidak diberikan PR yang terlalu banyak karena pengalaman mereka masih minim. Pada sub judul LKS anak SD, Sdr. Muslih mengemukakan mengapa LKS dipandang sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir siswa dengan 3 alasan yaitu; bahwa LKS hanya melatih siswa menjawab soal sehingga tidak efektif tanpa pemahaman konsep, penggunaan LKS sebagai pengganti buku, dan mutu soal dalam LKS yang dianggap rendah.
Pada sun judul terakhir, LKS SD bisa mematikan potensi anak, penulis artikel menyatakan bahwa LKS perlu dibuat dengan kualitas standar dan digunakan secara tepat. Hal yang paling penting adalah pemahaman konsep secara utuh, sementara soal LKS sebaiknya proposional dengan kebutuhan siswa dan harusnya dibuat sendiri oleh guru.
Kritik
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Deskripsi kisah “nyata” pada bagian pendahuluan seharusnya tidak perlu, apalagi dengan menggarisbawahi itu adalah sebuah kisah nyata. Bagaimana orang dapat diyakinkan bahwa itu sebuah kisah nyata? Akan lebih baik apabila penulis cukup memberi gambaran tentang deskripsi mengenai LKS yang saat ini beredar secara luas. Akan lebih baik lagi, bila didukung dengan data-data yang valid berdasarkan sampel, survey atau hasil penelitian. Pada sub judul peran pekerjaan rumah bagi siswa, penulis hanya mengulas sangat singkat mengenai peran PR, sebagian besar paragraf lebih membahas mengenai “bahaya PR” dari sudut pandang teori Pieget. Kelihatan bahwa Sdr. Sdr. Muslih begitu fokus pada penilaian terhadap PR atau LKS tanpa memperhatikan sub tema yang akan dibahas. Seharusnya dengan sub judul tersebut, Sdr. Muslih lebih mengulas mengenai apa peran PR sesungguhnya bagi siswa. Selai itu perlu didefinisikan apa yang dimaksud dengan PR. Pada sub judul LKS bagi anak SD, penulis artikel lebih banyak mengemukakan tenatng mengapa LKS berbahaya bagi siswa. Hampir semua paragraf membahas mengenai hal tersebut, sehingga sub judulnya adalah”Mengapa LKS Berbahaya bagi Siswa” atau “Mengapa LKS saat ini berbahaya bagi siswa”. Sekali lagi, tampaknya Sdr. Muslih kurang peka dengan pemilihan sub judul.
Pada sub judul “LKS SD Bisa Mematikan Potensi Anak” lagi-lagi penulis tidak memberikan deskripsi yang jelas. LKS yang bagaimana yang mematikan anak, lalu potensi yang mana? Penulis artikel menyatakan “Penulis tidak apriori akan keberadaan buku LKS, terutama bila memang memenuhi kualitas standar”. Yang menjadi pertanyaan kemudian, bagaimana kualitas standar yang dimaksud. Terkesan bahwa penulis artikel agak antipati terhadap keberadaan LKS terutama LKS yang diterbitkan.
Dalam keseluruhan tulisannya, penulis artikel terkesan tidak cermat dalam menggunakan istilah LKS dan PR. Seharusnya penulis artikel menyampaikan pengertian sesungguhnya dari LKS dan PR. Selanjutnya mengapa LKS yang sekarang banyak beredar berbahaya. Apakah kebanyakan “LKS” yang banyak beredar telah memenuhi standar dan apakah LKS telah dimanfaatkan dengan semestinya.
Van de Walle, John A. Dalam Elementry School Mathematics: Teaching Developmentally (1990, H.368) menegaskan bahwa “Secara tradisional PR (homework) dimaksudkan untuk menyediakan latihan dan pekerjaan tambahan pada prosedur yang telah dibelajarkan hari itu”. Selain peran tersebut, PR juga merupakan cara efektif dalam mengkomunikasikan pentingnya pemahaman konsep kepada siswa dan orang tua siswa. Selain itu, PR berperan sebagai cara guru untuk membangun percaya diri siswa dalam memahami konsep atau menyelesaikan masalah. (Van de Walle, 1990: 387). Inilah beberapa
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
peran PR bagi siswa. Bagaimana dengan LKS? LKS yang merupakan singkatan Lembar Kerja Siswa atau Lembar Kegiatan Siswa merupakan lembaran atau kumpulan lembaran yang memuat tugas baik berupa pertanyaan konseptual meupun prosedural sekaligus bagian kosong yang seharusnya diisi siswa dalam menjawab tugas atau masalah. Dalam tradisi berbahasa Inggris, LKS disebut dengan Studen Worksheet). LKS dapat dipergunakan baik di dalam kelas , maupun di luar kelas sebagai PR
Berikut ini beberapa pengertian LKS.
“a sheet of paper containing exercises to be completed by a
pupil or student” (lembaran kertas yang memuat latihan atau
soal untuk dilengkapi penyelesaiannya oleh siswa) (Collins
Discovery Encyclopedia)
“A sheet of paper on which work records are kept” (lembaran
kertas di mana rekaman pekerjaan disimpan) (Dictionary of the
English Language)
“Lembar kegiatan siswa (student worksheet ) adalah lembaran‐
lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar
kegiatan berisi petunjuk, langkah‐langkah untuk menyelesaikan
suatu tugas. Tugas‐tugas yang diberikan kepada siswa dapat
berupa teori dan atau praktik“ (BSNP).
Masih menurut BSNP, Struktur LKS secara umum adalah sebagai
berikut:
- Judul, mata pelajaran, semester, tempat
- Petunjuk belajar
- Kompetensi yang akan dicapai
- Indikator
- Informasi pendukung
- Tugas‐tugas dan langkah‐langkah kerja
- Penilaian
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Tampak jelas dari pengertian‐pengertian di atas, bahwa LKS
begitu penting dalam pembelajaran. LKS merupakan portofolio
siswa dan merupakan perangkat yang dapat digunakan di dalam
kelas sebagai media pembelajaran maupun di luar kelas sebagai
eksplorasi dan review pemahaman. LKS merupakan salah satu
media agar siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri
sesuai paradigma konstruktivisme. LKS merupakan bagian
penting dari model‐model pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) maupun individual termasuk pembelajaran
investigasi/inquiri. Singkatnya, LKS memegang peran dalam
meningkatkan peran aktif siswa (student centered). Karena itu,
tidaklah mengherankan bila di dunia internet begitu banyak situs
yang menyediakan worksheet bagi guru maupun orang tua untuk
membina pengetahuan dan pemahaman siswa.
Dalam kerangka demikian, apakah benar “LKS“ yang kini beredar
sudah merupakan LKS yang sesungguhnya? Lebih dari itu,
apakah adil untuk memvonis LKS yang sekarang beredar
sementara guru sendiri tidak memberikan pemahaman yang
cukup kepada siswa? Sesungguhnya peran gurulah yang perlu
dipertanyakan. Jadi, akan lebih tepat bila judul tulisan yang
diangkat Sdr.Muslih adalah “Bahaya dalam pemanfaatan LKS“.
Selain itu, penggunaan kata LKS tanpa mendeskrisikan lebih jauh
mengenai LKS yang bagaimana, seakan‐akan telah merendahkan
peran penting LKS sebagai media dalam proses pembelajaran
dan belajar siswa.
Penulis artikel menyatakan, “...untuk mengecek kemampuan
siswa, guru tidak perlu menggunakan LKS buatan penerbit. Lebih
baik para guru memaksimalkan penggunaan buku ajar untuk
pemahaman siswanya“. Agaknya Sdr. Muslih lupa bahwa LKS
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
adalah LKS, ia tidak sama dengan buku teks atau buku panduan
guru. Jadi, peran LKS sejauh yang dimaksudkan untuk mereview
pemahaman dan kemampuan, tidak dapat dibandingkan dengan
buku ajar atau proses pemahaman dalam kelas di bawah
bimbingan langsung guru. Bagaimana mungkin siswa mampu
mengerjakan tugas dalam LKS, bila siswa sendiri tidak mendapat
pemahaman yang benar dari kelas? Lebih dari itu, apa salahnya
LKS buatan penerbit? Barangkali memang LKS tersebut dibuat
dalam hal sebagai latihan bagi siswa. Jika ternyata soal dalam
LKS terlalu banyak atau kurang sesuai dengan keinginan guru,
maka peran gurulah yang harus memilih LKS atau bagian LKS
yang sesuai.
Selain itu, di samping menyampaikan teori perkembangan
Piaget, penulis artikel seyogyanya juga menyampaikan bahwa
siswa SD berdasarkan perkembangan intelektualnya masih
dalam tarap operasional konkrit sehingga pemahaman terhadap
konsep (yang notabene abstrak) ditempuh melalui latihan
prosedural (yang konkrit). Oleh karena itu, perlunya latihan soal
merupakan salah satu cara siswa mendapatkan pemahaman
konsep yang benar dan komprehensif.
Dari keseluruhan pembahasan dalam artikel, tampak bahwa apa
yang sesungguhnya digugat oleh Sdr.Muslih bukanlah LKS yang
sesungguhnya, yang menyediakan ruang bagi siswa untuk
menulis. Buku LKS yang mungkin banyak beredar dan
dipergunakan oleh guru lebih merupakan “Buku Kumpulan Soal“.
Inilah mengapa kemudian Sdr.Muslih menyarankan adanya uji
validitas dan reliabilitas terhadap soal‐soal LKS. Tetapi, jelas
tidaklah tepat bila kemudian buku semacam ini lantas disebut
atau mewakili LKS, walaupun menggunakan judul LKS pada
bagian kovernya. Jadi, sebaiknya Sdr.Muslih memilah‐milah
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
terlebih dahulu mana yang merupakan LKS dan mana yang
bukan LKS tetapi bertopeng LKS.
Terlepas dari seluruh kritik di atas, apa yang telah dipaparkan
oleh Sdr.Muslih memberi nilai positif bagi guru untuk merefeksi
diri, apakah proses pembelajarannya sudah maksimal atau
belum. Terhadap LKS buatan penerbit, guru sudah selayaknya
selektif dalam memanfaatkannya. Tidak semua LKS buatan
penerbit merupakan LKS yang layak. Oleh karena itu, saran dari
Sdr.Muslih berikut perlu untuk dilakukan guru, “Buatlah LKS
sendiri yang lebih membumi dan sesuai dengan kebutuhan anak
didiknya. Tentu untuk jumlah soal guru yang paling mampu
memperkirakan ketuntasan belajar dari masing‐masing bab.
Tidak harus banyak yang penting tuntas pemahaman
materinya.”
Simpulan
Akhirnya, tulisan Sdr.Muslih sebagai sebuah warning agar para
guru perlu lebih selektif dan berhati‐hati dalam memanfaatkan
buku LKS buatan penerbit, patut untuk diapresiasi. Namun
demikian, tanpa membedakan “LKS yang sesungguhnya” dengan
“LKS yang digugat” agaknya telah memberikan judgment yang
kurang tepat.
Referensi
BSNP. 2008. Pengembangan Bahan Ajar. slide presentasi
berbentuk powerpoint produksi BSNP dalam rangka sosialisasi
KTSP. Jakarta: BSNP.
Van de Walle, Joh A.1990. Elementary School Mathematics:
Teaching Developmentally. New York: Longman
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
‐ . Collins Discovery Encyclopedia. 2005. Edisi 1. HarperCollins
Publishers, dalam
http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Worksheets
diakses 8 April 2010.
‐ . 2009. Dictionary of the English Language. Edisi 4. Houghton
Mifflin Company. dalam
http://dictionary.reference.com/cite.html?qh
=worksheet&ia=ahd4 diakses 8 April 2010.
Catatan Lampiran:
1. Pada kajian kritis di atas diberi judul sendiri, tetapi hal ini
bukanlah merupakan suatu keharusan.
2. Kajian Kritis di atas merupakan contoh yang dapat ditiru atau
menjadi perbandingan. Anda dapat membuat sebuah kajian
kritis terhadap artikel yang sama, dengan substansi yang
mungkin kurang atau lebih dari contoh di atas.
(Disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 68-76, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta)
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Lampiran 7:
CONTOH TULISAN/ARTIKEL HASIL KAJIAN KRITIS
LUAS LINGKARAN DENGAN PENDEKATAN LUAS SEGITIGA:
Kasus SALAH TAFSIR pada Kurikulum?
oleh: Sumardyono
Tulisan ini menyajikan sebuah kajian yang lebih mendalam tentang kurikulum 2004 kaitannya dengan tema geometri dan pengukuran, serta metode menemukan rumus luas lingkaran dengan pendekatan rumus luas segitiga.
Berikut ini peragaan untuk menemukan rumus lingkaran dengan pendekatan rumus luas segitiga, yang cukup banyak dipraktikkan oleh para guru.
Misal K = keliling lingkaran
Perhatikan peragaan di samping.
Luas lingkaran Luas segitiga
= ½. Alas. Tinggi
= ½. (1/3.K).(3.r) diketahui K = 2r
= ½. 2r2
= r2
Secara umum, alas segitiga = dan Tinggi segitiga =
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
3r
1/3. K
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Dengan demikian untuk n yang sangat besar (matematis: tak hingga),
Luas lingkaran = Luas segitiga
= ½. Alas. Tinggi
= ½. .
= ½. K. r.
= ½. 2r.r
= r2
Perhatikan, tidak sebarang banyak juring dapat membentuk pola segitiga, hanya yang merupakan bilangan kuadrat, seperti ditunjukkan bentuk akar pada uraian di atas. Bagaimana memahami n sebagai bilangan kuadrat? Siswa harus memahami lebih dulu jumlah deret bilangan ganjil.
Hingga di sini, persoalannya belum terlihat. Peragaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi suatu soal bagi siswa yang termasuk problem-solving.
Tetapi dari pengalaman penulis ternyata cara tersebut malah digunakan untuk menjawab persoalan pada salah satu indikator pada Kurikulum 2004.
Berikut ini penulis sajikan isi kurikulum 2004 yang mungkin menjadi “dasar hukum” penggunaan metode di atas.
Kelas 5
Geometri dan Pengukuran
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Perhatikan indikator ke-2 yang dicetak tebal dan dilingkari. Inilah yang menjadi dasar penggunaan peragaan di atas.
Sebenarnya, selain masalah luas lingkaran, luas bangun-bangun datar lainnya, relatif tidak sulit ditemukan dengan memanfaatkan rumus luas segitiga.
Contoh.
Untuk luas trapesium:
Luas trapesium = Luas segitiga I + Luas segitiga II
= .a.t + .b.t
= . (a + b).t
Walaupun kesemua peragaan di atas menarik, tetapi sesungguhnya merupakan kesalahan (bahkan kesalahan fatal) dalam penggunaan konteksnya. Kesemua peragaan di atas cukup menarik menjadi soal problem-solving, tetapi menjadi tidak tepat menjadi cara untuk pemahaman konsep. Penulis menduga hal ini dikarenakan SALAH TAFSIR terhadap isi Kurikulum 2004.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
a
b
t
a
b
t t
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
Mari sekali lagi melihat pada isi Kurikulum 2004 yang disajikan di depan.
Judul materinya adalah Geometri dan Pengukuran. Jadi bukan geometri semata, tetapi juga ada pengukuran, pengukuran yang terkait dengan geometri. Kompetensi dasarnya juga berbunyi: Melakukan pengukuran dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Bahkan materi pokoknya jelas-jelas menyatakan : Pengukuran. Karena itu fokus utama dari indikator ke-2 di atas tidak lain adalah PENGUKURAN. Sayangnya, mungkin kita sudah terbiasa dengan bermain aljabar semata-mata bahkan ada kesan suatu masalah bukan masalah matematika kalau tidak dapat ditemukan di atas kertas. Celakanya cara berpikir seperti hanya cara berpikir formalis (atau matematikawan murni) bukan cara berpikir yang akan dibelajarkan di sekolah, lebih-lebih di sekolah dasar. Sekali lagi, fokusnya adalah geometri dan pengukuran, bukan geometri an sich.
Mari kita lanjutkan. Logikanya, setelah siswa memahami rumus luas bangun datar (trapesium, jajargenjang, belahketupat, layang-layang) pada indikator sebelumnya, maka yang dimaksud bangun datar pada indikator ke-2 adalah bangun-bangun datar yang tidak termasuk pada indikator pertama, yaitu bangun-bangun datar yang belum diketahui rumusnya oleh siswa.
Contohnya adalah bangun datar segiempat sebarang, segilima, segienam, dan lain-lain.
Katakanlah siswa diminta untuk menentukan luas bangun datar di samping ini. Bagaimana pekerjaan yang diharapkan dari mereka?
Di sinilah sesungguhnya yang diharapkan dari Kompetensi Dasar di atas, pada Hasil Belajar ke-5 dan Indikator ke-2. Lalu, bagaimana mereka dapat memanfaatkan rumus luas segitiga?
Berikut caranya.
Dengan membagi daerah bangun tersebut menjadi dua bangun segitiga, maka
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
alas
alas
tinggi
tinggi
I
II
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
persoalannya adalah MENGUKUR alas dan tinggi tiap-tiap bangun segitiga yang terbentuk. Dengan demikian luas bangun segiempat tak teratur di atas sama dengan jumlah luas kedua segitiga.
Persoalan ini menjadi menarik lagi, bila kita terapkan pada siswa. Mungkin saja ada siswa yang menggunakan cara yang berbeda.
Contohnya,
Menarik, dalam hal ini siswa mencari luas segitiga II dengan memilih garis tinggi yang jatuhnya dari puncak tidak pada alas segitiga. Jika siswa berhasil menyelesaikan masalah ini, berarti siswa tidak memiliki miskonsepsi tentang apa yang dikenal sebagai Wertheimer parallelogram, suatu masalah pembelajaran matematika yang diperkenalkan tahun 1945 oleh Wertheimer.
Bahkan, bisa jadi siswa mendapatkan luas bangun tersebut dengan cara sebagai berikut. Di mana, luas segiempat diperoleh sebagai selisih dari luas-luas segitiga. Perhatikan gambar di bawah.
Luas bangun segiempat = luas segitiga I – luas segitiga II
Bagaimana dengan lingkaran? Bukankah lingkaran tidak disebut pada indikator pertama? Ya, tetapi lingkaran lebih khusus sifatnya. Kenyataannya, pada indikator ke-3 baru
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
alas
alas
tinggi
tinggi
I
II
alas
tinggi
II
tinggi
I
A
B
C
D
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
diperkenalkan tentang bilangan pi atau . Pengenalan bilangan pi adalah tahap awal untuk memasuki “dunia berhitung”nya lingkaran. Jadi, bagaimana mungkin membahas luas lingkaran sementara materi bilangan pi dan keliling lingkaran saja baru diberikan sesudahnya (indikator ke-3 dan indikator ke-4)?
Materi rumus luas lingkaran baru diberikan pada indikator ke-5: Menemukan secara praktis rumus luas lingkaran.
Bagaimana cara yang praktis itu? Menurut hemat penulis, bukan dengan menggunakan cara yang sulit, apalagi dengan menggunakan prasyarat yang malah lebih sulit.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan pasir atau tali. Lagi-lagi, ini merupakan kegiatan pengukuran (bukan geometri lambang-lambang saja).
[Disadur dari Modul Suplemen Matematika Program BERMUTU Tahun 2010 dengan judul “Kajian Kritis dalam Pembelajaran Matematika di SD” oleh Sumardyono dan Ashari S, halaman 63-67, diterbitkan oleh PPPPTK Matematika Yogyakarta]
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
GLOSARIUM
Artikel : Tulisan yang memuat suatu gagasan atau suatu topik bersifat semipopuler
Kajian Kritis : Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan maksud memahami lebih dalam pada bentuk dan isi bacaan tersebut
Kajian Kritis Praktis
: Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan tujuan untuk dimanfaatkan dalam menghasilkan suatu tulisan.
Kajian Kritis Teoritis
Kelompok Kerja :
: Telaah yang dilakukan terhadap suatu bacaan dengan tujuan untuk mengapresia lebih jauh bentuk dan isi.
Kelompok belajar para guru/kepala sekolah/ pengawas di KKG/MGMP/KKKS/MKKS/KKPS/MKPS
Pengkritis : Orang yang melakukan pengkajian kritis terhadap suatu bacaan dalam.
PTK : Singkatan dari penelitian tindakan kelas, yaitu suatu jenis penelitian yang didesain untuk memperbaiki pembelajaran di dalam kelas dengan ciri utama pelaksanaan dilakukan lebih dari satu siklus dan tiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Telaah Isi : Kajian yang dilakukan untuk menangkap informasi dalam suatu bacaan
Telaah Bentuk : Kajian yang dilakukan dengan penekanan pada cara penyajian gagasan.
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
DAFTAR PUSTAKA
Baedowi, A. (2009), Mencari (cari) Relevansi Ujian Nasional, Media Indonesia, 30 November 2009).
Connors, R. dan Glenn, C. (1999), The New St. Martin’s Guide to Teaching Writing, Bedford, N.Y.
Habermas, J. (1972, terj. dari teks Jerman 1968, Appendix , 1978, 1981), Knowledge and Human Intersets, Heinemann Ed., London.
Habermas, J. (1984), The Theory of Communicative Action, Heinemann Ed., London.
Kleden, I. (2001), Menulis Politik: Indonesia sebagai Utopia, Penerbit Buku Kompas, Jakrta.
Severin, W.J. dan Tankard, J. W.(1988) 2nd, Communication Theories: Origins, Methods, Uses, Longman, N.Y.
Soedarsono. 1994. Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Suharjono. (2007) Karya Tulis Ilmiah (KTI) pada Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Depdiknas.
Suhardjono. 2009. Tanya Jawab di Sekitar Karya Tulis Ilmiah dalam Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. Makalah Bahan Diskusi pada Rapat Koordinasi KTI Online, 17-20, Februari, Hotel Sahid Surabaya.
Sumardyono dan Ashari S. (2010), Kajian Kritis Dalam Pembelajaran Matematika. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, Yogyakarta.
Thoha, M. (2005), Birokrasi Politik di Indonesia, PT RajaGrafindo, Jakarta.
http://wwwdocs.fce.unsw.edu.au/fce/EDU/eduwritingcritreview.pdf,
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
http://www.monash.edu.au/lls/llonline/quickrefs/26-critical-review.xml
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA
KAJIAN KRITIS
BBM/KAJIAN KRITISBBM/KAJIAN KRITIS 13
PB /IDENTIFIKASI MASALAH/09/IPA