Post on 08-Dec-2016
TESIS
KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG
RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS
INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA
ENDANG SRI WIDIYANTI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
TESIS
KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG
RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS
INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA
ENDANG SRI WIDIYANTI
NIM 0914038109
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG
RENDAH MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS
INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
ENDANG SRI WIDIYANTI
NIM 0914038109
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 25 FEBRUARI 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof.Dr.dr. IGP Surya, SpOG(K) dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K)
NIP.19431015 197008 1 001 NIP. 19621013 198911 1 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,SpS(K)
NIP. 19461213 197107 1 001 NIP. 19590215 1985102 001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 24 Februari 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor : 0382a/ UN.14.4/HK/2014, Tanggal 17 Februari 2014
Ketua : Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG (K)
Sekretaris : dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K)
Anggota :
1. Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,Sp.And.,FAACS
2. Prof.dr.Nyoman Agus Bagiada,SpBIOK
3. Prof.Dr.dr.N.Adiputra, MOH
v
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG(K) selaku
pembimbing I, dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K) selaku pembimbing II dan
Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, yang telah memberikan
dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi
Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree). Terima kasih
juga kepada Prof.Dr.dr.AAG Sudewa Djelantik,SpPK(K), dr Kadek Mulyantari,
SpPK dan dr I Nyoman Wande, SpPK, atas segala bantuan dan bimbingan dalam
proses pemeriksaan sampel penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD (KEMD), Direktur Program
Pascasarjana yang dijabat oleh Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K), Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, MKes,
SpOT(K), Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas
Udayana, Prof. Dr.dr Wimpie Pangkahila, SpAnd, FAACS, Direktur Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah, dr. I Wayan Sutarga, MPHM, serta Kepala Bagian Obstetri
dan Ginekologi Universitas Udayana/RSUP Sanglah Prof.Dr.dr Ketut
Suwiyoga,SpOG(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu
Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas
Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Ketua Program Studi Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP Sanglah, dr.
A.A.N.Anantasika, SpOG(K) dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala
bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan
spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru
yang telah mendidik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pasien yang telah
menjadi guru dan banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan
residen Obstetri dan Ginekologi dan paramedis RSUP Sanglah. Penulis juga
mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada Pemerintah Republik
Indonesia, Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan finansial
sehingga meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini.
Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada kedua
orang tua, AC Edy Widjaya dan Linda Yuliarti, kakak kandung Heru Purnomo,
atas segala doa dan dukungan terhadap penulis, baik berupa dukungan moral
maupun material selama penulis menjalani pendidikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya pada semua
pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis
vii
ABSTRAK
KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG RENDAH
MENINGKATKAN RISIKO ABORTUS INKOMPLIT TRIMESTER
PERTAMA
Abortus merupakan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi, dimana
lebih dari 80% terjadi pada trimester pertama. Mekanisme penyebab abortus tidak
selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena pada umumnya lebih dari satu faktor
yang berperan. Abortus merupakan akibat dari gangguan plasentasi sehingga
timbul onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh permukaan plasenta,
yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif pada jaringan plasenta. Glutathione
peroxidase (Gpx) merupakan suatu antioksidan enzimatik yang bekerja secara
langsung mengkatalisis hidrogen peroksida dan hidroperoksida organik sehingga
mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel. Pada manusia, saat ini
telah ditemukan 8 macam Gpx, dimana salah satunya adalah glutathione
peroxidase plasma yang diproduksi di tubulus proximal ginjal dan dapat dideteksi
pada plasma dan cairan amnion. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
peran glutathione peroxidase plasma terhadap terjadinya abortus inkomplit
trimester pertama, sehingga pada akhirnya dapat ditemukan suatu cara
pencegahan kejadian abortus.
Penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol yang melibatkan 60 orang wanita
dengan usia kehamilan kurang dari 14 minggu, yang dikelompokkan menjadi 30
orang kasus abortus inkomplit dan 30 orang hamil muda sebagai kontrol, yang
memenuhi kriteria inklusi, yang datang ke Rumah Sakit Sanglah Denpasar.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar Gpx plasma pada kedua
kelompok dengan metode Elisa.
Berdasarkan uji T tidak berpasangan untuk variabel umur dan uji Mann-
Whitney untuk variabel paritas dan umur kehamilan, didapatkan data homogen
dan berdistribusi normal (p>0.05). Rerata kadar glutathione peroxidase plasma
pada abortus inkomplit trimester pertama lebih rendah dibandingkan kehamilan
normal secara bermakna (247,74 + 152,5 μIU/ml vs 348,00 + 183,16 μIU/ml ;
p=0,041). Dengan nilai cutoff point kadar glutathione peroxidase plasma sebesar
170,83 μIU/ml dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas sebesar
46,7%, didapatkan peningkatan kejadian abortus inkomplit sebesar 5,6 kali pada
kelompok dengan kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah.
Kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan risiko
abortus inkomplit trimester pertama. Penelitian lanjutan masih diperlukan dengan
memanfaatkan hasil penelitian ini dalam upaya menemukan bahan yang dapat
meningkatkan kadar glutathione peroxidase plasma, sehingga dapat mencegah
terjadinya abortus inkomplit trimester pertama
Kata Kunci : Abortus inkomplit, glutathione peroxidase plasma, hamil muda,
trimester pertama
viii
ABSTRACT
LOW GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA LEVELS INCREASED
RISK OF FIRST TRIMESTER INCOMPLETE ABORTION
Abortion is the most frequent complication of pregnancy, more than 80%
occur in the first trimester. Mechanism that causes abortion are not always could
be clearly defined, because it is generally more than one contributing factor.
Spontaneous abortion is the result of impaired placentation causing premature
onset of the maternal circulation to the entire surface of the placenta, resulting in
oxidative stress in placental tissue. Glutathione peroxidase (Gpx) is an enzymatic
antioxidant that works directly catalyze hydrogen peroxide and organic
hydroperoxide thus preventing the occurrence of lipid peroxidation in the cell
membrane. In humans, there has been found eight kinds of Gpx, one of which is
plasma glutathione peroxidase, that produced in the kidney proximal tubule and
could be detected in plasma and amniotic fluid. The purpose of this study was to
determine the role of plasma glutathione peroxidase against incomplete first
trimester abortion, which in turn expected to be found a way to prevent
spontaneous abortion.
This research was a case-control study involving 60 women less than 14
weeks gestation, who came to Sanglah Hospital and classified into 30 cases of
incomplete abortion and 30 cases of early pregnancy as controls, that meet the
inclusion criteria. On both groups we do blood tests to determine levels of plasma
Gpx by Elisa method.
Based on the T-independent test for variable of age and Mann-Whitney test
for variables of parity and gestational age, there were homogeneous and normal
distribution data (P> 0.05). The mean plasma glutathione peroxidase levels in the
first trimester incomplete abortion was significantly lower than normal early
pregnancies ( 247.74 + 152.5 μIU / ml vs. 348.00 + 183.16 μIU / ml , p = 0.041 ) .
By using the cutoff point value of plasma glutathione peroxidase at 170.83 μIU /
ml with a sensitivity of 86.7 % and a specificity of 46.7 %, it was associated with
an incereased of incomplete abortion 5.6 times on the low level plasma
glutathione peroxidase group.
Low plasma level of glutathione peroxidase increased risk of first trimester
incomplete abortion. However, further research is still needed to utilize the results
of this study in an effort to find a material that can increase the plasma levels of
glutathione peroxidase, which can prevent the occurrence of first trimester
incomplete abortion
Keywords : incomplete abortion, plasma glutathione peroxidase, early pregnancy,
first trimester
ix
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM i
PRASYARAT GELAR ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xiv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.3.1 Tujuan umum 5
1.3.2 Tujuan khusus 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan 5
1.4.2 Manfaat bagi pelayanan 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 7
2.1 Definisi Abortus dan Abortus Inkomplit 7
2.2 Insiden Abortus 8
2.3 Penyebab Abortus Inkomplit 8
x
2.4 Stress Oksidatif 9
2.5 Mekanisme Pertahanan terhadap Stress Oksidatif 15
2.5.1 Superoksid dismutase 17
2.5.2 Katalase 17
2.5.3 Glutathione peroxidase 18
2.6 Peranan ROS dan Antioksidan Pada Kehamilan Normal 22
2.7 Penyebab Lain Terjadinya Keadaan Stress Oksidatif 29
2.8 Glutathione Peroxidase (Gpx) Pada Abortus 33
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN 35
3.1 Kerangka Berpikir 35
3.2 Konsep Penelitian 37
3.3 Hipotesis Penelitian 37
BAB IV METODE PENELITIAN 38
4.1 Rancangan Penelitian 38
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 38
4.2.1 Lokasi penelitian 38
4.2.2 Waktu penelitian 38
4.3 Ruang Lingkup Penelitian 38
4.4 Penentuan Sumber Data 38
4.4.1 Populasi penelitian 38
4.4.2 Sampel penelitian 39
4.5 Variabel Penelitian 40
4.5.1 Variabel bebas 40
4.5.2 Variabel tergantung 40
4.5.3 Variabel terkontrol 41
4.5.4 Definisi operasional variabel 41
4.6 Bahan Penelitian 44
4.7 Instrumen Penelitian 44
xi
4.8 Prosedur Penelitian 44
4.9 Analisis Data 46
4.9.1 Analisis deskriptif 46
4.9.2 Uji normalitas 47
4.9.3 Uji hipothesis 47
4.9.4 Perhitungan rasio odd 47
BAB V HASIL PENELITIAN 48
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian 48
5.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok
Kasus Dengan Kelompok Kontrol 49
5.3 Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Yang Rendah Meningkatkan
Risiko Abortus Inkomplit Trimester Pertama 50
BAB VI PEMBAHASAN 51
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian 51
6.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok
Kasus Dengan Kelompok Kontrol 51
6.3 Analisis Risiko Sampel Penelitian 54
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 56
7.1 Simpulan 56
7.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN-LAMPIRAN 66
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies 10
2.2 Pengaruh Keseimbangan Oksidan Dan Reduktan 12
2.3 Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler 15
2.4 Jalur Pembentukan ROS, Proses Peroxidasi Lipid Dan Peran Glutathione
( GSH ) Dan Antioksidan Lain ( Vitamin E , C , asam lipoat ) Dalam
Mengatasi Stress Oksidatif 16
2.5 Penangkapan Endogen Peroksida Seluler 18
2.6 Struktur Kristal Glutathione Peroxidase 19
2.7 Diagram Sistem Penyaluran Oksigen Pada Orang Dewasa Dan Jaringan
Embrionik 26
2.8 Diagram Gestasional Sacc (GS) Pada Akhir Bulan Kedua 29
2.9 Diagram Yang Menggambarkan Proses Plasentasi Pada Kehamilan
Normal Trimester Pertama (A) Dan Abortus Spontan(B) 30
2.10 Diagram Asal Mula Stress Oksidatif Dan Kemungkinan Efek Stress
Oksidatif Sinsisiotropoblas 31
3.1 Konsep Penelitian 37
4.1 Alur Penelitian 45
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Metabolit Radikal Dan Nonradikal Oksigen 11
2.2 Peran Fisiologis ROS Dan Enzim Antioksidan Dalam Proses Reproduksi
Wanita Dan Hasil Konsepsi Pada Berbagai Spesies Mammalia 25
4.1 Tabel Analisis Desktiptif 46
4.2 Rasio Odd 47
5.1 Analisis Normalitas dan Homogenitas Kelompok Kasus Dan Kontrol 48
5.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok
Kasus Dengan Kelompok Kontrol 49
5.3 Nilai RO , IK , dan p Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara
Kelompok Kasus Dan Kelompok Kontrol 50
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
Apr : April
β-HCG : β-Human Chorionic Gonadotropin
CYP-19 : Sitokrom P-450 Aromatase
DNA : Deoxyribonucleic Acid
E.C. : Enzyme Code
dkk : Dan Kawan Kawan
Gpx : Glutathione Peroxidase
GSH : Glutathione Tereduksi atau Glutathione
GSSG : Glutathione Teroksidasi atau Glutathione Disulfida
G6PD : Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase
HCG : Human Chorionic Gonadotropin
HClO : Asam Hipoklorit
H2O : Air
H2O2 : Hidrogen Peroksida
I/R : Ischemia Reperfusion
Jan : Januari
LMWA : Low Molecular Weight Antioxidant
NO : Nitric Oxide
O2•‾ : Radikal Superoksid
OH• : Hidroksil
PC-OOH : Phosphatidylcholine Hydroperoxida
pH : Derajat Keasaman
PRX : Peroksiredoksin
RNS : Reactive Nitrogen Species
ROH : Hidroksi Organik
ROOH : Hidroperoksida Organik
ROS : Reactive Oxygen Species
xv
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
RT-PCR : Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction
-SH : Gugus Sulfidril
SOD : Superoksid Dismutase
TNF- α : Tumor Necrosis Factor-α
TRX : Thioredoksin
LAMBANG
α : Alpha
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) 66
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian 67
Lampiran 3 Informed Consent 68
Lampiran 4 Formulir Pengumpulan Data . 71
Lampiran 5 Hasil Penelitian 72
Lampiran 6 Statistik Hasil Penelitian 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abortus didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan baik secara spontan
maupun disengaja sebelum umur kehamilan 20 minggu atau kurang dari 500 gram
(Cunningham dkk, 2010). Diperkirakan abortus spontan (miscarriages) terjadi
pada 75% wanita sejak saat konsepsi namun sebagian besar kejadian tersebut
tanpa disadari karena terjadi sebelum atau bersamaan dengan saat haid berikutnya.
Dari sejumlah kasus yang disadari, 15-20% berakhir dengan abortus spontan atau
kehamilan ektopik (Petrozza dan Berlin, 2010). Kemungkinan untuk mengalami
abortus spontan berulang akan meningkat sejalan frekuensi seseorang mengalami
abortus. Bahkan setelah mengalami abortus spontan tiga kali dan empat kali,
kemungkinan untuk terjadi abortus berikutnya berturut-turut sebesar 45% dan
54,3% (Turrentine, 2008). Lebih dari 80% abortus terjadi pada trimester pertama
(Bernirschke dan Kaufmann, 2000), yaitu hingga umur kehamilan 14 minggu
(Cunningham dkk, 2010).
Secara klinis, abortus yang paling sering dijumpai di rumah sakit adalah
abortus inkomplit. Pasien pada umumnya datang dalam keadaan perdarahan dan
nyeri perut yang hebat, dari pemeriksaan fisik ditemukan pembukaan serviks dan
tampak keluarnya sebagian dari produk konsepsi (Puscheck dan Pradhan, 2006).
Penyebab abortus tidak selalu dapat ditentukan dengan jelas, karena pada
umumnya lebih dari satu faktor yang berperan. Secara umum penyebab abortus
2
dapat dibagi menjadi faktor fetus dan faktor maternal. Faktor fetus seperti
kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50% kejadian abortus spontan, di
mana kelainan yang paling sering ditemukan berupa autosomal trisomi (Eiben
dkk, 1990). Faktor maternal yang turut berperan seperti : usia ibu, kelainan
anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, nutrisi,
penggunaan obat-obatan dan pengaruh lingkungan (Speroff dan Fritz, 2005).
Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang
menghubungkan stress oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan
patofisiologi terjadinya abortus. Hingga akhir trimester pertama, fetus
berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi dirinya dari efek
buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen (Jauniaux dkk, 2000), serta
menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan pluripotent (Ezashi dkk, 2005).
Hingga minimal minggu ke-10, nutrisi embrio juga diperoleh dari sekresi kelenjar
endometrium ke dalam intervillous space (Burton dkk, 2002)
Menurut Jauniaux dan Burton (2005), abortus spontan merupakan gangguan
plasentasi dan perubahan-perubahan villi yang tampak bukanlah penyebab namun
merupakan konsekuensi dari gangguan plasentasi tersebut. Pada sekitar dua per
tiga abortus pada trimester pertama, dapat ditemukan kelainan anatomis akibat
gangguan plasentasi yang terutama berupa pelindung tropoblast yang lebih tipis
atau terfragmentasi, invasi sitotropoblast ke dalam endometrium yang lebih
sedikit, dan penutupan lumen pada ujung arteri spiralis yang tidak lengkap. Hal ini
menyebabkan hilangnya perubahan fisiologis plasenta yang seharusnya terjadi,
sehingga timbul onset prematur dari sirkulasi maternal pada seluruh permukaan
3
plasenta. Terlepas dari penyebab terjadinya abortus, peningkatan aliran darah
maternal ke ruang intervillus menyebabkan 2 perubahan, yaitu : 1. efek mekanis
langsung terhadap jaringan villi sehingga menjadi rusak secara progresif, 2.
perluasan kerusakan tropoblast yang secara tidak langsung dimediasi oleh radikal
superoksid dan peningkatan apoptosis (Hempstock dkk, 2003 dan Jauniaux dkk,
2003b). Akibat dari proses tersebut, terjadi degenerasi plasenta dengan hilangnya
seluruh fungsi sinsisiotrophoblas dan pelepasan plasenta dari dinding uterus
(Jauniaux dkk, 2006).
Di dalam sel, Reaktif Oksigen Spesies (ROS) diproduksi secara terus-menerus
sebagai akibat reaksi biokimia maupun akibat dari faktor eksternal. Apabila
produksi ROS dan radikal bebas yang lain melebihi kapasitas penangkapan oleh
antioksidan, maka timbullah suatu keadaan yang disebut stress oksidatif.
Antioksidan sebagai pelindung terhadap stress oksidatif dapat digolongkan
menjadi golongan enzimatik dan non enzimatik, atau low molecular weight
antioxidant (LMWA). Di antara antioksidan enzimatik yang ada, superoksid
dismutase (SOD), glutathione peroxidase (Gpx) dan katalase merupakan
antioksidan yang bekerja secara langsung (Kohen dan Nyska, 2002), sedangkan
yang termasuk LMWA seperti asam askorbat, -tokoferol, vitamin A, asam urat,
kelompok sulfidril, dan sebagainya (Biri dkk, 2006).
Glutathione peroxidase adalah suatu enzim yang berfungsi untuk
mengkatalisis hidrogen peroksida (H2O2) dan hidroperoksida organik sehingga
mencegah terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel dan bekerja sebagai
pengikat radikal bebas (Kohen dan Nyska, 2002). Dengan adanya Gpx,
4
glutathione tereduksi (GSH) bereaksi dengan H2O2 atau hidroperoksida organik
(ROOH), membentuk glutathione disulfida (GSSG) dan H2O. Glutathione
peroxidase dapat ditemukan di dalam mitokondria, sitosol maupun ekstraseluler.
Pada manusia, saat ini telah ditemukan 8 macam Gpx (Toppo dkk, 2009). Namun,
fungsi dari masing-masing enzim ini belum dapat dijelaskan sepenuhnya.
Glutathione peroxidase plasma atau ekstraseluler, terutama diproduksi di
tubulus proximal ginjal (Avissar dkk, 1994). Dalam bentuk enzim, Gpx plasma
dapat dideteksi pada cairan ekstraseluler seperti plasma, bola mata, lumen koloid
kelenjar thyroid dan cairan amnion. Dalam bentuk transkripsi, Gpx plasma dapat
terdeteksi di dalam sel epitel tuba fallopii (Flohe dan Kipp, 2009). Kadarnya
berhubungan dengan kadar selenium plasma (Jacobson dkk, 2006).
Dari penelitian sebelumnya, beberapa peneliti menemukan penurunan kadar
Gpx plasma (Zachara dkk, 2001; Mishra dan Chaudhurl, 2003) pada abortus
spontan dibandingkan dengan kehamilan normal. Namun peneliti tersebut
mengambil sampel abortus dan kehamilan normal trimester pertama dan kedua
dalam penelitian mereka.
Atas pertimbangan bahwa pada trimester pertama, plasenta memfiltrasi darah
maternal, hanya memperbolehkan rembesan plasma, bukan aliran darah murni ke
dalam ruang intervillus (Burton dkk, 2002), kadar Gpx plasma pada abortus
trimester pertama dan kedua lebih rendah dari kehamilan normal (Zachara dkk,
2001; Mishra dan Chaudhurl, 2003) dan penelitian mengenai peran Gpx plasma
terhadap kejadian abortus inkomplit trimester pertama belum pernah dilakukan di
5
Rumah Sakit Sanglah Denpasar, maka peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai hal ini.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah meningkatkan
risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui peran glutathione peroxidase plasma terhadap
terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui apakah kadar glutathione peroxidase plasma yang
rendah meningkatkan risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan
1.4.1.1 Untuk memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan mengenai
pengaruh Glutathione peroxidase plasma terhadap kejadian abortus
inkomplit trimester pertama.
1.4.1.2 Sebagai data dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai
bahan yang dapat meningkatkan kadar Glutathione peroxidase plasma,
sehingga dapat mencegah terjadinya abortus inkomplit trimester
pertama.
6
1.4.2 Manfaat bagi pelayanan
Sebagai bagian dari suatu rangkaian penelitian mengenai pengaruh antioksidan
terhadap abortus. Jika hipotesis penelitian ini terbukti, maka dapat dilakukan
penelitian lanjutan untuk meningkatkan kadar Glutathione peroxidase plasma
pada ibu hamil sebagai usaha pencegahan terjadinya abortus, yang pada beberapa
pasien terjadi berulang-ulang.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Abortus dan Abortus Inkomplit
Menurut Kamus Oxford 2002, abortus didefinisikan sebagai berakhirnya
kehamilan sebelum janin viabel. Umur kehamilan juga digunakan untuk
membatasi dan mengklasifikasikan abortus untuk tujuan statistik dan hukum.
Misalnya National Center for Health Statistics, Centers for Disease Control and
Prevention dan World Health Organization mendefinisikan abortus sebagai
berakhirnya kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu atau dengan berat
fetus kurang dari 500 gram. Namun, definisi abortus ini dapat bervariasi
tergantung hukum yang berlaku di suatu daerah (Cunningham dkk, 2010).
Secara klinis, klasifikasi abortus spontan dapat dengan berbagai cara.
Pembagian yang paling sering digunakan adalah abortus iminen, insipien,
inkomplit, dan missed abortus. Abortus septik adalah kondisi di mana hasil
konsepsi dan uterus mengalami infeksi. Abortus berulang adalah abortus yang
berulang 3 kali atau lebih (Speroff dan Fritz, 2005 ).
Abortus inkomplit adalah abortus yang tandai dengan perdarahan akibat
terlepasnya sebagian atau seluruh bagian plasenta dari uterus, kanalis servikalis
terbuka. Jaringan fetus dan plasenta dapat tertinggal seluruhnya di dalam uterus
atau dapat juga tampak sebagian di kanalis servikalis. Sebelum umur kehamilan
10 minggu, fetus dan plasenta biasanya ke luar bersamaan. Namun pada umur
kehamilan yang lebih tua, pengeluaran fetus dan plasenta pada umumnya terpisah.
(Cunningham dkk, 2010).
8
2.2 Insiden Abortus
Insiden abortus spontan bervariasi tergantung ketelitian metode yang
digunakan. Wilcox dan koleganya (1988) yang meneliti 221 wanita sehat selama
707 siklus menstruasi, menemukan bahwa 31 persen kehamilan mengalami
abortus setelah implantasi. Dengan menggunakan metode yang sangat spesifik,
yang mampu mendeteksi - human chorionic gonadotropin (-HCG) pada serum
ibu dalam konsentrasi yang masih sangat rendah, dua per tiga dari abortus ini
digolongkan sebagai silent abortus secara klinis (Cunningham dkk, 2010). Sekitar
80 persen abortus terjadi pada trimester pertama yaitu hingga umur kehamilan 14
minggu (Cunningham dkk, 2010). Frekuensi abortus berkurang dengan semakin
meningkatnya umur kehamilan (Puscheck dan Pradhan, 2006).
Kemungkinan untuk mengalami abortus berulang akan meningkat sejalan
frekuensi seseorang mengalami abortus. Setelah mengalami abortus satu kali,
kemungkinan untuk terjadinya abortus berulang sebesar 15%, sedangkan bila
mengalami dua kali abortus spontan, kemungkinan terjadinya abortus yang ketiga
kalinya sebesar 30% (Petrozza dan Berlin, 2010). Bahkan setelah mengalami
abortus spontan tiga kali dan empat kali, kemungkinan untuk terjadi abortus
berikutnya berturut-turut sebesar 45% dan 54,3% (Turrentine, 2008).
2.3 Penyebab Abortus Inkomplit
Penyebab abortus dapat dibedakan menjadi faktor fetus dan faktor maternal.
Faktor fetus seperti kelainan kromosom menjadi penyebab sekitar 50 persen
kejadian abortus spontan, di mana sekitar 95 persen disebabkan oleh kesalahan
9
gametogenesis dari pihak ibu. Kelainan kromosom yang paling sering ditemukan
berupa autosomal trisomi dari kromosom 13, 16, 18, 21 dan 22 (Eiben dkk, 1990).
Dari penelitian terhadap 47.000 wanita, Bianco dan koleganya (2006) menemukan
bahwa risiko aneuploid pada fetus meningkat sesuai dengan semakin seringnya
abortus. Bila tidak pernah abortus risikonya 1,39%, satu kali abortus risikonya
menjadi 1,67%, dua kali abortus 1,84% dan tiga kali abortus menjadi 2,18%.
Faktor maternal sebagai penyebab abortus dapat dikelompokkan menjadi
faktor usia ibu, kelainan anatomis, faktor imunologis, infeksi, penyakit kronis,
kelainan endokrin, nutrisi, penggunaan obat-obatan dan pengaruh lingkungan
(Speroff dan Fritz, 2005).
2.4 Stress Oksidatif
Teori mengenai radikal bebas pertama kali dikemukakan oleh Rebecca
Gersham dan Daniel Gilbert dalam Teori Radikal Bebas Gershman pada tahun
1954, yang menyatakan bahwa toksisitas oksigen terjadi akibat bentuk oksigen
yang tereduksi sebagian (Gerschman dkk, 1954). Radikal bebas oksigen atau yang
dikenal dengan Reaktif Oksigen Spesies (ROS) dan Reaktif Nitrogen Spesies
(RNS) adalah produk normal dari metabolisme seluler. ROS dan RNS memiliki
efek menguntungkan dan efek merugikan. Efek menguntungkan ROS terjadi pada
konsentrasi rendah hingga sedang, merupakan proses fisiologis dalam respon
seluler terhadap bahan bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri
terhadap infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler dan induksi respon
mitogenik (Valko dkk, 2006). Efek merugikan dari radikal bebas yang
menyebabkan kerusakan biologis dikenal dengan nama stress oksidatif dan stress
10
nitrosatif (Kovacic dan Jacintho, 2001). Hal ini terjadi dalam sistem biologis
akibat produksi ROS atau RNS yang berlebihan maupun akibat defisiensi
antioksidan enzimatik dan non-enzimatik. Dengan kata lain, stress oksidatif terjadi
akibat reaksi metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan
keseimbangan status reaksi oksidan dan antioksidan pada mahluk hidup. ROS
yang berlebihan akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan
menghambat fungsi normal sel (Gambar 2.1).
Gambar 2.1
Kerusakan Akibat Reaktif Oksigen Spesies
Sumber : Kohen dan Nyska (2002)
Radikal yang berasal dari oksigen merupakan kelompok radikal terpenting
yang dihasilkan dalam tubuh mahluk hidup. Secara umum ROS dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu radikal dan nonradikal, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.1. Kelompok radikal yang sering dikenal dengan radikal
bebas mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit atomik
atau molekulernya. Elektron yang tidak berpasangan ini menunjukkan tingkat
11
reaktivitas tertentu. Kelompok nonradikal terdiri dari berbagai bahan yang
beberapa di antaranya sangat reaktif walaupun secara definisi bukan radikal
(Kohen dan Nyska, 2002).
Tabel 2.1
Metabolit Radikal Dan Nonradikal Oksigen
Sumber : Kohen dan Nyska (2002)
Nama Simbol
RADIKAL OKSIGEN
Oksigen (Bi-radikal) O2••
Ion Superoksida O2•¯
Hidroksil OH•
Peroksil ROO•
Alkoksil RO•
Nitrit Oksida NO•
NONRADIKAL OKSIGEN
Hidrogen Peroksida H2O2
Peroksida organik ROOH
Asam Hipoklorit HOCL
Ozon O3
Aldehid HCOR
Singlet Oksigen 1O2
Peroksinitrit ONOOH
Molekul oksigen memiliki kofigurasi elektron yang unik dan molekul ini
sendiri merupakan bi-radikal karena memiliki dua elektron tidak berpasangan
pada dua orbit yang berbeda. (Kohen dan Nyska, 2002). Penambahan satu
elektron pada di-oksigen akan membentuk radikal superoksid (O2•¯
). Peningkatan
anion superoksida terjadi melalui proses metabolik atau setelah aktivasi oksigen
oleh radiasi (ROS primer) dan dapat bereaksi dengan molekul lain untuk
membentuk ROS sekunder baik secara langsung maupun melalui proses
enzimatik atau katalisis metal (Valko dkk, 2005).
Organisme harus menghadapi dan mengontrol adanya prooksidan dan
antioksidan secara terus menerus. Keseimbangan kedua faktor ini yang dikenal
dengan nama redoks potensial, bersifat spesifik untuk tiap organel dan lokasi
12
biologis. Hal-hal yang mempengaruhi kesimbangan ke arah manapun
menimbulkan efek buruk terhadap sel dan organisme. Perubahan keseimbangan
ke arah peningkatan pro-oksidan yang disebut stress oksidatif akan menyebabkan
kerusakan oksidatif. Perubahan keseimbangan ke arah peningkatan kekuatan
reduksi atau antioksidan juga akan menimbulkan kerusakan yang disebut stress
reduktif (Gambar 2.2) (Kohen dan Nyska, 2002)
Gambar 2.2
Pengaruh Keseimbangan Oksidan Dan Reduktan
Sumber : Kohen dan Nyska (2002)
Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat singkat, karena setelah
terbentuk, komponen ini segera bereaksi dengan molekul lain. Waktu paruh ROS
dipengaruhi oleh lingkungan fisiologisnya, seperti pH dan adanya spesies lain.
Toksisitasnya tidak selalu sejalan dengan reaktivitas ROS. Pada umumnya, waktu
paruh yang panjang dapat mengakibatkan toksisitas yang lebih besar karena
memiliki waktu yang cukup untuk berdifusi dan mencapai lokasi yang sensitif,
kemudian ROS yang terbentuk akan berinteraksi dan menyebabkan kerusakan di
tempat yang jauh dari tempat produksinya. Sebaliknya, ROS yang sangat reaktif
13
dengan waktu paruh yang pendek, misalnya OH•, menyebabkan kerusakan
langsung di tempat produksinya. Jika tidak ada target biologis penting di sekitar
tempat produksinya, radikal tidak akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Untuk
mencegah interaksi antara radikal dan target biologisnya, antioksidan harus ada di
lokasi produksi untuk bersaing dengan radikal dan berikatan dengan bahan
biologis. (Kohen dan Nyska, 2002)
Pada pH fisiologis, superoksid ditemukan dalam bentuk ion superoksid (O2•¯
)
sedangkan pada pH rendah ditemukan sebagai hidroperoksil (HO2). Hidroperoksil
lebih mudah berpenetrasi ke dalam membran biologis. Dalam keadaan hidrofilik,
kedua substrat tersebut dapat berperan sebagai bahan pereduksi, namun
kemampuan reduksi HO2 lebih tinggi. Dalam larutan organik, kelarutan O2•¯
lebih
tinggi dan kemampuannya sebagai pereduksi meningkat. Reaksi terpenting dari
radikal superoksid adalah dismutasi, di mana 2 radikal superoksid akan
membentuk Hidrogen peroksida (H2O2) dan O2 dengan bantuan enzim superoksid
dismutase maupun secara spontan (Kohen dan Nyska, 2002).
Hidrogen peroksida dapat menyebabkan kerusakan sel pada konsentrasi yang
rendah (10µM), karena mudah larut dalam air dan mudah melakukan penetrasi ke
dalam membran biologis. Efek buruk kimiawinya dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu efek langsung dari kemampuan oksidasinya dan efek tidak langsung, akibat
bahan lain yang dihasilkan dari H2O2, seperti OH• dan HClO. Efek langsung H2O2
seperti degradasi protein Haem, pelepasan besi, inaktivasi enzim, oksidasi DNA,
lipid, kelompok -SH dan asam keto (Kohen dan Nyska, 2002).
14
Radikal hidroksil memiliki reaktivitas yang sangat tinggi (107-10
9 m
-1s
-1),
waktu paruh yang singkat dan daya ikat yang sangat besar terhadap molekul
organik maupun anorganik, termasuk DNA, protein, lipid, asam amino, gula, dan
logam (Kohen dan Nyska, 2002).
Di dalam tubuh, tembaga dan besi merupakan metal transisi yang terbanyak
dan ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi. Kedua logam ini berperan penting
dalam Reaksi Fenton dan Haber-Weiss. Sebenarnya semua ion logam yang terikat
pada permukaan protein, DNA atau makromolekul lain dapat berpartisipasi dalam
reaksi ini. Logam yang tersembunyi di dalam protein, seperti dalam catalytic sites
dan sitokrom atau kompleks simpanan tidak terpapar oksigen atau tetap berada
dalam keadaan oksidasi sehingga tidak berperan dalam reaksi ini. Dalam reaksi
Fenton, Ion Ferro (Fe+2
) bereaksi dengan hidrogen peroksida (H2O2) membentuk
ion ferri (Fe+3
) dan radikal hidroksil (OH•). Reaksi Haber-Weiss merupakan reaksi
antara radikal superoksid (O2•¯
) dengan hidrogen peroksida (H2O2) yang
kemudian menghasilkan oksigen (O2) dan radikal hidroksil(OH•). Adanya logam
transisi inilah yang dapat menerangkan mekanisme kerusakan in vivo yang
ditimbulkan oleh radikal hidroksil (Kohen dan Nyska, 2002).
Sel terpapar reaktif oksigen spesies dari sumber eksogen dan endogen. Radiasi
sinar gamma, ultraviolet, makanan, obat-obatan, polutan, xenobiotik dan toxin
merupakan contoh sumber eksogen. Sedangkan yang lebih penting, adalah sumber
endogen seperti sel netrofil pada proses infeksi, enzim yang memproduksi ROS
secara langsung (seperti NO synthase) maupun tidak langsung (seperti xanthin
15
oxidase), metabolisme sel (mitokondria) dan penyakit tertentu (misalnya proses
iskemik) (Kohen dan Nyska, 2002).
2.5 Mekanisme Pertahanan terhadap Stress Oksidatif
Sel yang terpapar stress oksidatif secara terus menerus, juga memiliki berbagai
mekanisme pertahanan agar dapat bertahan hidup (Gambar 2.3)
Gambar 2.3
Klasifikasi Mekanisme Pertahanan Antioksidan Seluler
Sumber : Kohen dan Nyska (2002)
16
Gambar 2.4
Jalur Pembentukan ROS, Proses Peroxidasi Lipid Dan Peran Glutathione
(GSH) Dan Antioksidan Lain (Vitamin E, C, asam lipoat) Dalam Mengatasi
Stress Oksidatif
Sumber : Valko (2007)
Mekanisme pertahanan terpenting adalah dari antioksidan enzimatik dan low
molecular weight antioxidant (LMWA). Antioksidan enzimatik ada yang bekerja
secara langsung, misalnya superoksid dismutase (SOD), glutathione peroxidase
(Gpx) dan Katalase (CAT) dan ada yang berupa enzim tambahan, seperti Glucose-
17
6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) dan xanthin oxidase. Sedangkan yang
termasuk kelompok LMWA misalnya glutathione, asam urat, -tokoferol, asam
askorbat, karotenoid dan masih banyak lagi bahan-bahan lainnya (Biri dkk, 2006).
Beberapa jalur pembentukan ROS dan peran antioksidan digambarkan dalam
Gambar 2.4 (Kohen dan Nyska, 2002)
2.5.1 Superoksid dismutase
Superoksid dismutase (SOD) (E.C.1.15.1.1) merupakan enzim yang
mengkatalisis radikal superoksid menjadi hidrogen peroksida dan oksigen.
Terdapat beberapa jenis SOD, seperti Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang
terdapat di dalam sitosol terutama di lisosom dan nukleus, manganese-SOD (Mn-
SOD) yang terdapat di dalam mitokondria, ekstraseluler SOD (EC-SOD) dan
besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya ditemukan pada tumbuhan (Cemelli dkk, 2009).
Radikal superoksid dapat mengalami dismutasi secara spontan maupun dengan
bantuan SOD membentuk H2O2. Dengan adanya SOD, kecepatan dismutasi
meningkat lebih dari 1000 kali lipat dibandingkan dismutasi spontan (Miwa dkk,
2008)
2.5.2 Katalase
Katalase (E.C.1.11.1.6) ditemukan pada hampir seluruh organ tubuh, namun
terutama terkonsentrasi di hati. Di dalam sel, katalase ditemukan di dalam
peroksisom. Fungsinya untuk mengkatalisis H2O2 menjadi H2O dan O2. Kapasitas
reduksi katalase tinggi pada suasana H2O2 konsentrasi tinggi, sedangkan pada
konsentrasi rendah kapasitasnya menurun (Cemeli dkk, 2009; Miwa dkk, 2008).
Hal ini disebabkan karena katalase memerlukan reaksi dua molekul H2O2 dalam
18
proses reduksinya, sehingga hal ini lebih jarang ditemukan pada konsentrasi
substrat rendah (Cemeli dkk, 2009). Pada konsentrasi H2O2 rendah seperti yang
dihasilkan dari proses metabolisme normal, peroxiredoksin (PRX) (E.C.1.11.1.15)
yang berfungsi untuk mengikat H2O2 dan mengubahnya menjadi oksigen dan air
(Miwa dkk, 2008). Reaksi pemecahan hidrogen peroksida dan hidroperoksida
organik secara enzimatik digambarkan dalam Gambar 2.5 (Day, 2009).
Gambar 2.5
Penangkapan Endogen Peroksida Seluler
Sumber : Day (2009)
2.5.3 Glutathione peroxidase
Glutathione peroxidase merupakan seleno-enzim yang pertama kali ditemukan
pada mamalia (Toppo dkk, 2009). Kadarnya tinggi pada ginjal, liver, dan darah,
sedang pada lensa dan eritrosit, dan rendah pada alveoli dan plasma darah (Cemeli
dkk, 2009). Enzim ini memerlukan glutathione sebagai donor substrat untuk
mengikat H2O2 maupun hidroperoksida organik (ROOH) untuk menghasilkan
glutathione disulphide (GSSG), air dan bentuk hidroksi dari bahan organik
tersebut (ROH) (Gambar 2.5). Namun, kini ditemukan bahwa, substrat lain,
19
seperti thioredoxin, glutaredoxin dan protein lain dengan motif CXXC juga dapat
dipergunakan oleh Gpx untuk mengikat hidrogen peroksida (Toppo dkk, 2009).
Pada manusia, saat ini telah dikenal 8 macam Gpx, mulai dari Gpx1 hingga Gpx8.
Sebagian besar merupakan selenoprotein (Gpx1, Gpx2, Gpx3, Gpx4, dan Gpx6),
sedangkan pada Gpx5, Gpx7 dan Gpx8, tempat aktif residu selenocysteine diganti
dengan cysteine. Fungsi dari masing-masing Gpx ini belum sepenuhnya diketahui
(Toppo dkk, 2009). Gambar Struktur kristal Gpx disajikan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6
Struktur Kristal Glutathione Peroxidase
Sumber : NCBI (2010a,b,c,d
)
Glutathione peroxidase 1 (E.C.1.11.1.9) yang pada mulanya dikenal sebagai
enzim eritrosit yang secara spesifik mereduksi H2O2 oleh glutathione (Mills,
1957), belakangan diketahui bahwa enzim ini dapat mereduksi berbagai macam
Gpx5
Gpx 3
Gpx 7 Gpx 8
Gpx 5
20
hidroperoksida organik termasuk hidroperoksida lipid. Namun, sebelum bereaksi
dengan Gpx1, hidroperoksida lipid harus terlarut terlebih dahulu, dengan cara
bereaksi dengan phospholipase A2. Kompleks hidroperoksida lipid yang lain,
seperti phosphatidylcholine hydroperoxida (PC-OOH) yang cenderung
membentuk vesikel dalam larutan, bukan merupakan substrat Gpx1. Thioredoxin
secara terpisah, juga dilaporkan sebagai substrat donor Gpx1 (Toppo dkk, 2009).
Enzim ini terdiri dari 201 asam amino, strukturnya berupa homotetramer, dan
terdapat dalam sitoplasma. Kromosom yang mengatur ekspresinya adalah
kromosom 3 (3p.21.3) (Muzny dkk, 2006).
Glutathione peroxidase 2 (E.C.1.11.1.9), dikenal sebagai glutathione
peroxidase gastrointestinal, diekspresikan pada seluruh saluran pencernaan,
termasuk pada epitel squamous esofagus, juga terdeteksi di hati (Flohe dan Kipp,
2009), tidak ditemukan di jantung dan ginjal (Chu dkk, 1993). Ekspresinya tinggi
pada pada dasar kripta usus kecil dan kolon di mana terdapat proliferasi stem sel,
semakin ke permukaan villi konsentrasinya menurun. Perbedaan konsentrasi ini
diperkirakan untuk mengatur apoptosis fisiologis yang dipicu oleh H2O2 (Toppo
dkk, 2009). Strukturnya berupa homotetramer, terdiri dari 190 asam amino.
Kromosom 14 (14q24.1) terlibat dalam pengaturan ekspresi Gpx2 (Heilig dkk,
2003).
Glutathione peroxidase 3 (E.C.1.11.1.9), merupakan enzim ekstraseluler yang
terutama disintesis oleh tubulus proksimal ginjal (Avissar dkk, 1994). Enzim ini
dapat ditemukan pada cairan ekstraseluler, seperti plasma darah, cairan bola mata,
lumen koloid tiroid, maupun cairan amnion. Dalam bentuk transkripsi, juga
21
terdeteksi pada sel epitel tuba fallopii (Flohe dan Kipp, 2009). Glutathione
peroxidase 3 mampu mereduksi phosphatidylcholine hydroperoxida (PC-OOH)
dengan kecepatan konstan, namun dua kali lebih lambat daripada kemampuan
Gpx4. Sebagai substrat donor, Gpx3 terutama mengunakan glutathione, namun
glutaredoxine dan thioredoxine juga dapat bereaksi dengan Gpx3, namun dengan
kecepatan yang rendah (Toppo dkk, 2009). Strukturnya berupa homotetramer dan
terdiri dari 226 asam amino (Esworthy dkk,1991). Pengaturan ekspresinya oleh
kromosom 5 (5q32) (Yoshimura dkk, 1994). Hubungan antara penurunan aktivitas
Gpx3 dengan trombosis arteri, gambaran klinis stroke iskemik, dan penyakit arteri
koroner membuktikan bahwa enzim ini penting untuk menjaga homeostasis
vaskuler (Bierl dkk, 2004). Kadar Gpx plasma berhubungan dengan kadar
selenium plasma (Jacobson dkk, 2006).
Glutathione peroxidase 4 (E.C.1.11.1.12) merupakan satu-satunya enzim
antioksidan yang secara langsung mereduksi fosfolipid hidroperoksida di antara
membran dan lipoprotein. Jika glutathione peroxidase 1, 2, 3 berupa
homotetramer, Gpx4 ini berupa monomer, sehingga mempermudah reaksinya
dengan lipid (Flohe dan Kipp, 2009). Pada tikus, inaktivasi gen yang
mengekspresikan Gpx4 menyebabkan kematian (Imai dkk, 2003; Toppo dkk,
2009). Glutathione peroxidase 4 dapat ditemukan pada sitosol, nukleus dan
mitokondria. Messanger RNA dari ketiga bentuk ini ditranskripsikan dari gen
yang sama (Flohe dan Kipp, 2009), yang terletak pada kromosom 19 (19p13.3)
(Kelner dan Montoya, 1998). Dengan analisis RT-PCR semikuantitatif pada tikus,
Schneider (2006) menemukan bentuk sitosolik pada jaringan embrionik dan
22
somatik, sedangkan bentuk mitokondria dan nukleus hanya terdeteksi pada
jaringan testis. Glutathione peroxidase 4 kurang terlibat dalam metabolisme H2O2
(Toppo dkk, 2009).
Glutathione peroxidase 5 (E.C.1.11.1.9) dikenal dengan nama epididimal
secretory glutathione peroxidase, ditemukan pada jaringan epididimis. Fungsinya
untuk melindungi sel dan enzim dari kerusakan oksidatif pada membran lipid
sperma. Enzim ini terdiri dari 221 asam amino dan kromosom pengaturannya
pada kromosom 6 (6p22.1) (Mungall dkk, 2003).
Fungsi dari Gpx6, Gpx7, Gpx8 (E.C.1.11.1.9) masih belum diketahui.
Ekspresi Gpx6 atau yang dikenal dengan olfactory glutathione peroxidase dapat
ditemukan pada epitel olfaktorius dewasa dan jaringan embrio. Glutathione
peroxidase 7 (non-selenocysteine containing phospolipid glutahione peroxidase)
dapat ditemukan pada beberapa jaringan (Pappas dkk, 2008).
2.6 Peranan ROS dan Antioksidan pada Kehamilan Normal
Reaktif oksigen spesies merupakan promotor penting dalam proses ovulasi.
Perkembangan proses Miosis I diinduksi oleh peningkatan ROS dan dihambat
oleh antioksidan (Kodaman dan Behrman, 2001). Sel granulosa dan luteal
berespon negatif terhadap ROS dan adanya ROS akan menghambat
perkembangan miosis II, menyebabkan berkurangnya aktivitas gonadotropin dan
steroidogenik, kerusakan DNA dan hambatan produksi ATP (Berhman dkk,
2001).
Adanya peningkatan produksi hormon steroid pada folikel yang sedang
berkembang, terjadi melalui peningkatan aktivitas sitokrom p450 yang kemudian
23
akan menghasilkan ROS seperti H2O2. Behl dan Padey (2002) meneliti perubahan
aktivitas katalase dan estradiol pada sel granulosa folikel ovarium kambing
setelah pemberian FSH dengan dosis yang sama (200ng/ml). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan aktivitas katalase dan estrogen yang lebih tinggi pada sel
granulosa yang berukuran besar (lebih dari 6mm) dibandingkan dengan ukuran
sedang (3-6 mm), maupun yang kecil (kurang dari 3mm). Karena folikel dominan
adalah folikel dengan konsentrasi estrogen tertinggi, maka peningkatan katalase
dan estradiol sebagai respon terhadap FSH menunjukkan peran katalase dalam
seleksi folikel dan pencegahan apoptosis (Behl dan Pandey, 2002)
Transferin sebagai antioksidan dapat diproduksi di luar hepar, termasuk
kemungkinan oleh ovarium dan dapat menghambat pembentukan radikal hidroksil
melalui reaksi Fenton (Ruder dkk, 2008). Briggs dkk (1999), melaporkan bahwa
transferin dan reseptornya terdistribusi secara heterogen pada sel granulosa
manusia, dengan ekspresi yang lebih besar pada folikel matur. Konsentrasi
transferin pada cairan folikel hampir sama dengan pada serum (Ruder dkk, 2008).
Hipoksia pada sel granulosa merupakan proses normal dalam pertumbuhan
folikel ovarium (Tropea dkk, 2006). Suasana yang rendah oksigen ini
menstimulasi angiogenesis folikel, yang sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan folikel. Gangguan angiogenesis pada folikel ovarium akan
menyebabkan atresi folikel. Reaktif oksigen spesies bekerja sebagai sinyal
transduser (Schroedl dkk, 2002) atau messanger intraseluler (Pearlstein dkk,
2002) dari respon angionenik.
24
Glutathione pada oosit matur tampaknya merupakan penanda biokimia
terhadap viabilitas oosit mamalia (Zuelke dkk, 2003 dan Luberda 2005). Sampel
in vitro maturation dari hamster menunjukkan oosit terovulasi yang berhenti pada
metaphase Miosis II mengandung kadar glutathione 2 kali lipat dari oosit imatur
(Zuelke dkk, 2003).
Zuelke dkk (1997) dalam eksperimen terhadap oosit Miosis II hamster yang
diberi paparan terhadap diamide, suatu oksidan yang relatif spesifik terhadap
glutathione, membuktikan bahwa oosit yang terpapar 50 mm (bukan 25mm)
diamide sebelum IVF menunjukkan pronukleus yang abnormal. Sehingga,
paparan oksidatif stress sebelum fertilisasi dapat mengganggu meiotic spindle dan
meningkatkan risiko terbentuknya zygot yang abnormal. Aktivitas ROS yang
dihasilkan selama fusi gamet dihambat oleh peningkatan produksi antioksidan,
terutama SOD. Dalam Tabel 2.2. Disajikan beberapa penelitian pada hewan dan
manusia mengenai peran ROS dan enzim antioksidan terhadap proses reproduksi
(Al-Gubory dkk, 2010).
Pada percobaan in vitro terhadap kultur embrio babi dari oosit yang diaktifkan
secara parthenogenesis kemudian diberi paparan oksigen 5% dan 20%, Takahashi
(2006) menyimpulkan bahwa pengaruh stress oksidatif terhadap perkembangan
embryo akibat oksigen konsentrasi tinggi tergantung dari tingkat perkembangan
embrio tersebut. Pada stadium awal embrio lebih sensitif dan peningkatan
konsentrasi oksigen ini berhubungan dengan peningkatan pembentukan radikal
bebas oksigen intraseluler dan kerusakan DNA.
25
Tabel 2.2
Peran Fisiologis ROS Dan Enzim Antioksidan Dalam Proses Reproduksi
Wanita Dan Hasil Konsepsi Pada Berbagai Spesies Mammalia
Sumber : Al-Gubory dkk (2010)
Penelitian Jauniaux dkk (2003)a membuktikan suatu pemahaman baru
mengenai hubungan materno-fetal pada trimester pertama, menunjukkan bahwa
plasenta berfungsi sebagai pembatas suplai oksigen selama organogenesis
(Gambar 2.7). Walaupun fetus telah mulai berimplantasi ke dalam endometrium
sejak 6-7 hari setelah fertilisasi dan berimplantasi lengkap pada hari ke-10
(Cunningham dkk, 2010), namun aliran darah yang cukup tidak terjadi hingga
akhir trimester pertama, sekitar minggu ke-10 (John dkk, 2006). Tekanan parsial
26
oksigen (PO2) intraplasenta 2-3 kali lebih rendah pada minggu ke 8-10
dibandingkan dengan setelah minggu ke-12. Jadi, hingga akhir trimester pertama,
fetus berkembang dalam suasana hipoksia fisiologis untuk melindungi dirinya dari
efek buruk dan efek teratogenik dari radikal bebas oksigen (Jauniaux dkk, 2000),
serta untuk menjaga stem sel agar tetap dalam keadaan pluripotent (Ezashi dkk,
2005). Pada kadar fisiologis, radikal bebas berfungsi dalam regulasi berbagai
fungsi sel, terutama sebagai faktor transkripsi (Burton dkk, 2003).
Gambar 2.7
Diagram Sistem Penyaluran Oksigen Pada Orang Dewasa Dan Jaringan
Embrionik. Sistem penyaluran oksigen pada tubuh orang dewasa menjaga
agar sel tidak terpapar oksigen konsentrasi penuh dan stress oksidatif yang
berlebihan (kiri); sumbatan arteri spiralis maternal dan adanya exocoelomic
cavity (kanan) mengurangi karier oksigen, dan berperan sebagai mekanisme
perlindungan yang sama pada jaringan embrionik selama trimester pertama.
Sumber : Jauniaux dkk (2006)
Pembentukan sistem vaskular uteroplasenta dimulai dari invasi desidua
maternal oleh extravillous cytotrophoblast. Hal ini terdiri dari 2 proses berurutan
dan keberhasilan dari kedua proses ini akan mempengaruhi luaran kehamilan.
Proses yang terjadi pertama kali adalah extravillous cytotrophoblast menutupi
dinding luar kapiler tropoblast dan arteri spiralis cabang intra-endometrium,
27
sehingga membentuk tudung pada pembuluh darah tersebut. Sumbatan ini
berfungsi sebagai filter yang memperbolehkan plasma untuk berdifusi ke arah
intervillous space, bukan aliran darah sejati. Invasi ini terjadi sekitar pada minggu
ke 5 hingga 8. Aliran ini ditambah dengan sekresi kelenjar uteri yang dilepaskan
ke dalam intervillous space hingga sekitar usia kehamilan 10 minggu (Burton
dkk, 2002). Pada minggu ke 8 hingga ke 13, sumbatan ini akan terlepas perlahan-
lahan (Gambar 2.8). Kemudian terjadi proses invasi tropoblast yang kedua
terhadap arteri spiralis intramiometrial (pada minggu ke 13 hingga 18) (Merviel
dkk, 2009).
Dalam kehamilan, terdapat dua fenomena stress oksidatif fisiologis. Pertama,
pada akhir trimester pertama, terjadi stress oksidatif pada bagian perifer plasenta
(Jauniaux dkk, 2000). Sirkulasi utero-plasenta di bawah area ini tidak pernah
tertutup oleh tudung trophoblastik, memperbolehkan aliran darah maternal secara
terbatas memasuki plasenta dari usia kehamilan 8 hingga 9 minggu. Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi oksigen lokal pada suatu tahap kehamilan
di mana tropoblast memiliki konsentrasi dan aktivitas antioksidan utama seperti
SOD, katalase dan glutathione peroxidase yang rendah. Kerusakan oksidatif
tropoblastik utama dan degenerasi villi secara progresif memicu terbentuknya
membran fetus (Jauniaux dkk, 2003b) yang merupakan langkah perkembangan
penting untuk terjadinya kelahiran per vaginam. Stress oksidatif dan peningkatan
oksigenasi juga memicu sintesis berbagai protein tropoblastik seperti -HCG dan
estrogen. Konsentrasi -HCG serum maternal memuncak pada akhir trimester
pertama dan keadaan oksidasi memicu pembentukan sub unit -HCG dalam
28
percobaan in vitro ( Xing dkk, 2001). Konsentrasi hCG meningkat lebih tinggi
pada kasus Trisomi 21, di mana terbukti terjadi stress oksidatif tropoblastik akibat
ketidakseimbangan ekspresi enzim antioksidan (Pidoux dkk, 2004). Kini terbukti
bahwa enzim sitokrom P-450 aromatase (CYP-19) yang terlibat dalam sintesis
estrogen, secara transkripsi diatur oleh oksigen (Mendelson dkk, 2005) dan hal ini
dapat menyebabkan peningkatan signifikan produksi estrogen pada awal trimester
kedua.
Contoh kedua melibatkan fenomena ischemia-reperfusion (I/R). Studi
angiografi terhadap pembuluh darah uterus dari kera rhesus menunjukkan bahwa
pada kehamilan normal, aliran dari arteri spiralis ke intervillous space sering
intermitten, akibat vasokonstriksi spontan. Influks plasenta juga dapat menurun
akibat kompresi eksternal arteri selama kontraksi uterus pada rhesus dan manusia,
dan bahkan akibat perubahan postural. Sehingga stimulus I/R derajat tertentu
merupakan gambaran normal pada kehamilan, terutama setelah mendekati aterm,
di mana fetus dan plasenta mengeluarkan oksigen dalam jumlah banyak dari
intervillous space (Hung dkk, 2001). Stimulus kronis ini menyebabkan
peningkatan perlindungan radikal bebas pada plasenta, sehingga menurunkan
stress oksidatif. Seperti pada kehamilan muda, stress oksidatif yang terkontrol
baik akan berperan dalam remodelling plasenta secara terus menerus dan penting
untuk fungsi plasenta seperti transpor dan sintesis hormon. Dalam konteks ini,
abortus dan pre eklampsia dapat merupakan akibat maladaptasi sementara
terhadap perubahan kadar oksigen (Jauniaux dkk, 2006).
29
Gambar 2.8
Diagram Gestasional Sacc (GS) Pada Akhir Bulan Kedua.
M:miometrium ; D:desidua ; P:plasenta ; ECC:exo-coelomic cavity ;
AC:amniotic cavity ; SYS:secondary yolk sacc
Sumber : Jauniaux dkk (2006)
2.7 Penyebab Lain Terjadinya Keadaan Stress Oksidatif
Dengan perkembangan penelitian terhadap plasenta, muncul teori yang
menghubungkan stress oksidatif yang terjadi pada saat proses plasentasi dengan
patofisiologi terjadinya abortus. Menurut Jauniaux dan Burton (2005), abortus
spontan merupakan gangguan plasentasi dan perubahan-perubahan villi yang
tampak bukanlah penyebab namun merupakan konsekuensi dari gangguan
plasentasi tersebut. Pada sekitar dua per tiga abortus pada trimester pertama, dapat
ditemukan kelainan anatomis dari gangguan plasentasi yang terutama berupa
30
pelindung tropoblast yang lebih tipis atau terfragmentasi, invasi sitotropoblast ke
dalam endometrium yang lebih sedikit, dan penutupan lumen pada ujung arteri
spiralis yang tidak lengkap. Hal ini menyebabkan hilangnya perubahan fisiologis
plasenta yang seharusnya terjadi, sehingga timbul onset prematur dari sirkulasi
maternal pada seluruh permukaan plasenta (Jauniaux dan Burton 2005).
Gambar 2.9
Diagram Yang Menggambarkan Proses Plasentasi Pada Kehamilan Normal
Trimester Pertama (A) Dan Abortus Spontan(B)
Sumber : John dkk (2006)
Terlepas dari penyebab terjadinya abortus, peningkatan aliran darah maternal
ke ruang intervillus menyebabkan dua perubahan, yaitu : 1. efek mekanis
langsung terhadap jaringan villi yang menjadi terjebak secara progresif di dalam
trombus darah besar intervillous, 2. penyebaran dan kerusakan tropoblast yang
secara tidak langsung dimediasi oleh oksigen dan peningkatan apoptosis
(Hempstock dkk, 2003 dan Jauniaux dkk, 2003b). Konsentrasi peroksida lipid juga
meningkat di dalam villi dan jaringan desidua wanita yang mengalami abortus
(Nicol dkk, 2000; Sugino dkk, 2000). Akibat dari proses tersebut, terjadi
degenerasi plasenta dengan hilangnya seluruh fungsi sinsisiotrophoblast dan
pelepasan plasenta dari dinding uterus. Mekanisme ini secara umum terjadi pada
31
berbagai abortus yang terjadi pada trimester pertama tergantung penyebabnya
(Jauniaux dkk, 2006).
Gambar 2.10
Diagram Asal Mula Stress Oksidatif Dan Kemungkinan Efek
Stress Oksidatif Sinsisiotropoblas
Sumber : Jauniaux dkk (2000)
Maladaptation of mitochondria
Poor placental perfusion
Chronic Oxidative Stress
Pre-eclampsia
Differentiation trigger Induction of
antioxidant enzymes
Fetal genotype Maternal immune system Endometrial environment
Extravillous trophoblast
invasion of endometrium
Unplugging of arteries and
onset of maternal circulation
Rise in intraplacental
oxygen tension
Metabolic disorder Mitochondrial dysfunction
Drugs
Maternal diet Parental
genotype
SYNCYTIO- TROPHOBLASTIC
OXIDATIVE STRESS
Degeneration of
syncytiotrophoblast
Early pregnancy failure
Antioxidant
defences
Resolution and continuing pregnancy
32
Berbagai faktor yang menyebabkan fluktuasi konsentrasi oksigen secara besar
dan cepat akan memiliki efek membahayakan dan langsung terhadap jaringan
villous muda. Jauniaux dkk (2006) mencoba memisahkan etiologi abortus
trimester pertama menjadi penyebab stress oksidatif primer dan sekunder
(Hempstock dkk, 2003). Penyebab primer dapat didefinisikan dan melibatkan
terutama abnormalitas kromosom yang ditemukan pada minimal 50% abortus
spontan dan sering berhubungan dengan invasi tropoblas pada desidua uterus yang
abnormal (Jauniaux dan Burton, 2005). Juga terdapat berbagai bukti yang
menyatakan ada hubungan antara abortus spontan dengan anomali salah satu
enzim yang terlibat dalam metabolisme ROS (Nicol dkk, 2000; Sugino dkk, 2000;
Tempfer dkk, 2001; Sata dkk, 2003). Data ini mendukung konsep bahwa abortus
spontan dapat sebagai akibat primer defek plasentasi, oleh karena kelainan enzim
atau kofaktor yang terlibat dalam metabolisme oksigen. Penyebab sekunder lebih
kompleks dan sering multifaktorial. Sebagai contoh, peran leukosit maternal dan
faktor imunitas lainnya seperti sitokin pada infeksi tropoblas-desidua. Terdapat
bukti bahwa kadar sitokin dalam sirkulasi dan profil sitokin dalam desidua
berbeda pada wanita yang mengalami abortus berulang (Jenkins dkk, 2000; Von
Wolff dkk, 2000; Baxter dkk, 2001), namun mekanisme interaksi pasti dari
berbagai sitokin ini dengan invasi tropoblas belum dapat dijelaskan sepenuhnya.
Beberapa penyakit seperti diabetes mellitus dapat meningkatkan produksi ROS
dalam jumlah lebih banyak dari yang dapat ditangkap oleh sistem pertahanan
antioksidan, sehingga terjadi kerusakan DNA dan oksidasi protein dan lipid,
sehingga mengakibatkan disfungsi tropoblas sekunder. Walaupun telah dibuktikan
33
bahwa wanita yang secara alamiah memiliki kadar enzim antioksidan yang lebih
tinggi lebih jarang mengalami abortus spontan (Baxter dkk, 2001), peran
suplementasi antioksidan peri-konsepsional pada abortus spontan trimester
pertama masih perlu diteliti (Jauniaux dkk, 2006). Hal ini menekankan pentingnya
faktor genetik yang berhubungan dengan kemampuan antioksidan endogen untuk
melawan efek negatif dari stress oksidatif (Ornoy, 2007).
Secara teori, abnormalitas utama yang menyebabkan kematian fetus dalam
dua bulan pertama, juga dapat sebagai akibat disfungsi plasenta sekunder, karena
pertumbuhan plasenta akan makin tergantung pada pembentukan fetus hingga
akhir trimester pertama. Hal ini mungkin dimodulasi oleh TNF-, suatu sitokin
multifungsional yang telah ditemukan pada saluran respoduksi wanita, plasenta
dan jaringan fetus (Toder dkk, 2003).
2.8 Glutathione Peroxidase (Gpx) Pada Abortus
Mekanisme pengaruh glutathione peroxidase terhadap terjadinya abortus
secara spesifik belum dapat diterangkan dengan pasti. Namun penelitian terhadap
tikus, inaktivasi gen yang mengekspresikan Gpx4 menyebabkan kematian (Imai
dan Nakagawa, 2003 dan Toppo dkk, 2009)
Zachara dkk (2001) dan Mishra dan Chaudhurl (2003) menemukan penurunan
kadar glutathione peroxidase eritrosit dan plasma pada abortus spontan.
Sedangkan Ozkaya dkk (2008) menemukan bahwa kadar Gpx eritrosit pada
abortus dengan perdarahan tidak berbeda dibandingkan dengan kehamilan normal.
Pada abortus habitualis, Simsek dkk (1998) menemukan bahwa kadar Gpx plasma
tidak berbeda bermakna dengan hamil normal. Pada kehamilan normal, Jauniaux
34
dkk (2000) menemukan kadar glutathione peroxidase jaringan plasenta pada
trimester pertama berkorelasi positif terhadap umur kehamilan, sedangkan Hung
dkk (2010) menemukan penurunan kadar Gpx eritrosit pada umur kehamilan 15-
20 minggu dibandingkan 6-8 minggu, kemudian meningkat secara signifikan pada
26-30 minggu dan mencapai puncak pada saat aterm.
35
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Lebih dari 50 % kejadian abortus disebabkan oleh kelainan kromosom. Teori
lain yang akhir-akhir ini sedang berkembang, mencoba menghubungkan
peningkatan radikal bebas akibat peningkatan aliran oksigen pada aliran darah
fetoplasetal yang terjadi secara mendadak yang dapat mengakibatkan reperfusion
injury. Apabila sistem pertahanan antioksidan yang ada di dalam tubuh ibu dapat
mengikat radikal bebas tersebut, maka proses plasentasi akan berjalan dengan baik
dan kehamilan akan berjalan dengan normal. Sedangkan apabila antioksidan
enzimatik dalam tubuh ibu tidak dapat mengikat radikal bebas tersebut, maka
akan terjadi kegagalan plasentasi sehingga, pada tingkat yang sangat berat,
kehamilan tersebut akan berakhir dengan abortus.
Glutathione peroxidase merupakan suatu direct acting enzymatic antioxidant
yang terdapat di dalam tubuh. Enzim ini dapat mengikat radikal bebas melalui 2
cara, yaitu dengan mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen dan
cara kedua melalui reaksi reduksi hidroperoksida organik di dalam tubuh sehingga
mencegah terjadinya peroksidasi lipid. Dengan adanya enzim ini di dalam tubuh,
maka efek langsung hidrogen peroksida seperti degradasi haem, pelepasan Fe,
inaktivasi enzim, oksidasi DNA dan lipid, maupun efek tidak langsung seperti
sebagai sumber radikal bebas hidroksil (OH¯) yang dapat menyebabkan
36
kerusakan DNA dan asam hipoklorit (HClO) yang lebih membahayakan dapat
dicegah.
Glutathione peroxidase ekstraseluler dapat ditemukan pada cairan
ekstraseluler seperti plasma dan cairan amnion. Selama kehamilan trimester
pertama, plasenta memfiltrasi darah maternal, hanya memperbolehkan rembesan
plasma, bukan aliran darah murni ke dalam ruang intervillus. Apabila kadar
glutathione peroxidase ini menurun, maka radikal bebas yang diproduksi oleh
embrio tidak dapat diikat dengan sempurna, sehingga H2O2 yang terbentuk
semakin banyak dan diubah menjadi radikal hidroksil yang dapat merusak DNA.
Bila kerusakan DNA yang terjadi tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme
perbaikan DNA, maka sel akan masuk ke jalur apoptosis dan terjadilah kematian
sel. Akibat dari proses tersebut, terjadi degenerasi plasenta dan hilangnya seluruh
fungsi sinsisiotrophoblast dan pelepasan plasenta dari dinding uterus, sehingga
terjadilah abortus
37
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1
Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah kadar glutathione peroxidase plasma yang
rendah meningkatkan risiko terjadinya abortus inkomplit trimester pertama.
ABORTUS INKOMPLIT
ANTIOKSIDAN
GPx
FETUS
RADIKAL
BEBAS
O2¯
OH¯
H2O2
ANTIOKSIDAN SOD
Katalase
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan rancangan Observasional Analitik Kasus Kontrol
(Case-Control Study)
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan
dan Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar. Pemeriksaan darah dilakukan
di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Mei 2013.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi bidang Ilmu Kebidanan dan Kandungan
dan Patologi Klinik.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi penelitian
4.4.1.1 Populasi target
Populasi target penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester pertama.
39
4.4.1.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester
pertama yang datang ke Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan
Penyakit Kandungan RSUP Sanglah Denpasar.
4.4.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah semua ibu hamil trimester pertama yang datang ke
Ruang Bersalin IRD dan Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP
Sanglah Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi.
4.4.2.1 Kriteria inklusi
a. Ibu hamil dengan abortus inkomplit trimester pertama, tanpa penyakit sistemik
lain yang diderita 1 minggu sebelum datang ke IRD & Poliklinik Obstetri dan
Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.
b. Ibu hamil normal trimester pertama yang datang ke Poliklinik Obstetri dan
Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar.
c. Bersedia mengikuti penelitian.
4.4.2.2 Kriteria eksklusi
a. Kehamilan mola hidatidosa
b. Abortus inkomplit dengan syok hipovolemik
c. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda abortus provocatus.
4.4.2.3 Kriteria sampel
Ibu hamil muda yang memenuhi kriteria inklusi abortus inkomplit dan
tidak memenuhi kriteria eksklusi dimasukkan ke dalam kelompok Kasus,
40
sedangkan ibu hamil muda normal yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi tersebut dimasukkan sebagai kelompok Kontrol.
4.4.2.4 Perhitungan besar sampel
Jumlah sampel minimal ditentukan berdasarkan asumsi :
Tingkat kesalahan tipe I (α) sebesar 0,05 (Zα = 1,960)
Power penelitian 90% dengan tingkat kesalahan tipe II (β) 10% (Zβ= 1,282)
Simpang baku (S) dari penelitian Zachara (2001) sebesar 30,7.
Selisih rerata 2 kelompok yang bermakna (x1-x2) sebesar 26
Sampel dihitung dengan rumus Levy & Lemeshow, 2008 sebagai berikut :
Berdasarkan perhitungan rumus sampel di atas, didapatkan jumlah sampel
minimal sebesar 30 untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol.
4.4.2.5 Cara pemilihan sampel
Sampel diambil dengan cara consecutive sampling hingga jumlah sampel
terpenuhi.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah kadar glutathione peroxidase plasma.
4.5.2 Variabel tergantung
Variabel tergantung penelitian ini adalah abortus inkomplit.
n1 = n2= 2 (Zα + Zβ ) S 2
(x1-x2)
41
4.5.3 Variabel terkontrol
Variabel terkontrol penelitian ini adalah umur ibu, umur kehamilan dan
paritas.
4.5.4 Definisi operasional variabel
4.5.4.1 Kadar glutathione peroxidase plasma
Kadar glutathione peroxidase plasma adalah kadar glutathione
peroxidase yang diambil dari bahan plasma sampel penelitian yang
diambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3cc dan dicampur dengan
antikoagulan heparin. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan metode
ELISA dengan Cusabio Human Glutathione peroxidase 3 ELISA Kit
(CSB-E09496h) yang diperiksa oleh Spesialis Pathologi Klinik di
Laboratorium Pathologi Klinik Rumah Sakit Sanglah Denpasar dengan
bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia Cabang Rumah Sakit
Sanglah Denpasar, sebagai penyedia alat ELISA.
4.5.4.2 Abortus inkomplit trimester pertama
Abortus inkomplit trimester pertama adalah keluarnya hasil konsepsi
sebelum umur kehamilan 14 minggu di mana saat pemeriksaan
ginekologi tampak canalis serviks terbuka dan masih terdapat sisa hasil
konseptus pada vagina.
42
4.5.4.3 Kehamilan trimester pertama normal
Kehamilan trimester pertama normal adalah kehamilan dengan umur
kehamilan kurang dari 14 minggu dengan tanpa disertai penyakit
sistemik pada ibu selama kehamilan kali ini dan dari pemeriksaan USG
dijumpai kantong gestasi di dalam uterus pada umur kehamilan lima
minggu, dengan fetal pole setelah kehamilan 6 minggu, fetal movement
dan fetal heart beat setelah 7 minggu.
4.5.4.4 Abortus provocatus
Abortus provocatus adalah abortus yang sengaja dilakukan oleh ibu, baik
dengan menggunakan obat-obatan maupun secara mekanis dengan
memasukkan lidi, batang sirih maupun alat lain.
4.5.4.5 Umur ibu
Umur ibu adalah umur ibu hamil dihitung dari tanggal lahir atau yang
tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk.
4.5.4.6 Umur kehamilan
Umur kehamilan adalah umur kehamilan dihitung dari Hari Pertama
Haid Terakhir (HPHT) atau apabila ibu hamil tidak dapat mengingat
HPHTnya, umur kehamilan dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan
USG.
4.5.4.7 Paritas
Paritas adalah jumlah anak lahir hidup yang dialami oleh ibu hamil
sebelum kehamilan sekarang.
43
4.5.4.8 Kehamilan mola hidatidosa
Kehamilan molahidatidosa adalah tumor jinak sel tropoblas yang oleh
karena kegagalan plasentasi yang mengakibatkan vili menggelembung
menyerupai buah anggur yang ditandai dengan adanya gejala klinis umur
kehamilan kurang dari 20 minggu berupa : riwayat amenore, perdarahan
pervaginam atau tidak, disertai ke luarnya gelembung mola atau tidak
dengan besar uterus lebih dari umur kehamilan, tidak ditemukan
ballotemen dan detak jantung dengan pemeriksaan USG
4.5.4.9 Abortus inkomplit dengan syok
Abortus inkomplit dengan syok adalah abortus inkomplit yang disertai
dengan tekanan darah kurang dari 90/60 mmHg, denyut nadi arteri
radialis lebih dari 100x/menit, dengan atau tanpa tanda-tanda perdarahan
eksternal.
4.5.4.10 Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan darah yang diukur pada posisi duduk atau
berbaring, pada 1/3 bagian tengah lengan atas, dengan stetoskop Riester
dan Sfigmomanometer Riester. Tekanan dinaikkan hingga tidak
terdengar denyut nadi, kemudian diturunkan secara perlahan, hingga
terdengar bunyi Korotkof I, hasil bacaan dianggap sebagai tekanan
sistolik. Kemudian tekanan terus diturunkan perlahan-lahan hingga tidak
terdengar lagi (bunyi Korotkof V), dan hasil yang terbaca dianggap
sebagai tekanan diastolik.
44
4.6 Bahan Penelitian
Bahan penelitian berupa Cusabio Human Glutathione peroxidase 3 ELISA Kit
(CSB-E09496h) yang dipesan dari distributor di Surabaya setelah sampel
terkumpul sebagian. Setelah kit tersebut tiba di laboratorium Patologi Klinik
Rumah Sakit Sanglah Denpasar, kit disimpan pada suhu -20OC dan tidak boleh
terkena cahaya langsung. Kit tersebut baru dibuka, sesaat sebelum pelaksanaan
pengukuran sampel penelitian.
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa : formulir informed
consent, formulir pengumpulan data, tensimeter merk Riester, multi-sample
needle, needle holder, heparinized vacuum tube, dan Cusabio Human Glutathione
peroxidase 3 ELISA Kit (CSB-E09496h).
4.8 Prosedur Penelitian
Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi seperti yang disebutkan sebelumnya dimasukkan dalam Kelompok
abortus inkomplit dan Kelompok kehamilan normal kemudian diminta untuk
menandatangani formulir informed consent yang telah disediakan. Selanjutnya
semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar.
45
Gambar 4.1
Alur Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan pada sampel penelitian adalah : pertama
anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir dan riwayat
penyakit sebelumnya. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik meliputi kesadaran,
tekanan darah, denyut nadi arteri radialis, pemeriksaan ginekologi, tes kehamilan,
darah lengkap, dan pemeriksaan ultrasonografi. Selanjutnya, ibu hamil yang
memenuhi kriteria sebagai abortus inkomplit dan hamil normal trimester pertama
diambil darah sebanyak 6cc untuk pemeriksaan darah lengkap dan kadar
glutathione peroxidase plasma. Sampel darah kemudian diberi label identitas
sesuai nomor urut kelompok sampel, tanpa menulis diagnosis pasien. Selanjutnya,
sampel pemeriksaan darah lengkap akan langsung dikerjakan di Laboratorium
ANALISIS DATA
Screening Ibu Hamil Muda Normal dan Abortus Inkomplit dengan umur kehamilan <14 minggu yang
datang ke Poliklinik dan IRD Kebidanan dan
Kandungan RSUP Sanglah Denpasar
Kriteria Inklusi / Eksklusi
Abortus Inkomplit Hamil Normal
Pengambilan darah Pengambilan darah
Kadar glutathione
peroxidase plasma
Kadar glutathione
peroxidase plasma
46
Rumah Sakit Sanglah Denpasar, sedangkan sampel darah untuk pemeriksaan
kadar glutathione peroxidase plasma akan dipisahkan plasma dari komponen
darah yang lain, kemudian disimpan pada suhu -80OC hingga terkumpul seluruh
sampel penelitian. Pengerjaan seluruh sampel dilakukan secara bersamaan setelah
jumlah sampel terpenuhi.
4.9 Analisis Data
Hipotesis Statistik :
Ho : K = P
Ha : K P
Keterangan:
K : Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada kehamilan
normal dengan umur kehamilan < 14 minggu.
P : Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada abortus
inkomplit dengan umur kehamilan < 14 minggu.
Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan Program Statistical
Package for The Social Sciences (SPSS) for Windows 16.0.
4.9.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif membandingkan antara umur ibu, umur kehamilan, paritas
antara Kelompok Kasus dan Kontrol, kemudian disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Tabel Analisis Desktiptif
No Parameter Mean (SD)
1 Umur ibu (tahun)
2 Umur kehamilan (minggu)
3 Paritas
47
4.9.2 Uji normalitas
Uji normalitas data dilakukan dengan Uji Saphiro-Wilk.
4.9.3 Uji hipothesis
Uji hipotesis penelitian ini dilakukan dengan Uji T tidak berpasangan apabila
data berdistribusi normal, sedangkan terhadap data yang berdistribusi tidak
normal digunakan Uji Mann-Whitney.
4.9.4 Perhitungan rasio odd
Dengan menggunakan Kurva ROC, ditentukan cutoff point kadar glutathione
peroxidase plasma. Kemudian data dikelompokkan sesuai dengan format tabel
2x2 sebagai berikut :
Tabel 4.2
Rasio Odd
Rasio Odd = AD/BC
Kemudian dilakukan uji tingkat kemaknaan dg Uji Chi-Square bila memenuhi
syarat, bila tidak memenuhi syarat akan digunakan Uji Fisher.
Penurunan
Kadar
Gpx
Abortus Inkomplit
Ya Tidak Jumlah
Ya A B A+B
Tidak C D C+D
48
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan Observasional Analitik Kasus
Kontrol (Case-Control Study) dengan melibatkan 60 orang sampel yang diambil
dari Poliklinik dan IRD Kebidanan dan Kandungan RSUP Sanglah Denpasar,
pada bulan Januari hingga Mei 2013.
5.1. Karakteristik Sampel Penelitian
Sampel penelitian terdiri atas 30 orang kasus (abortus inkomplit) dan 30 orang
kontrol (kehamilan normal dengan umur kehamilan kurang dari 14 minggu). Data
karakteristik sampel penelitian disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Analisis Normalitas dan Homogenitas Kelompok Kasus dan Kontrol
Variabel Kelompok
p Kasus Kontrol
Umur (tahun) 27,43±5,82 27,53±5,17 0,944
Paritas 1,03±1,16 1,07±1,08 0,785
Umur Kehamilan
(minggu ) 10,85±1,94 10,84±2,04 0,965
Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa dengan Uji T tidak berpasangan untuk
variabel umur dan uji Mann-Whitney untuk variabel paritas dan umur kehamilan,
49
didapatkan nilai p > 0,05 pada ketiga variabel. Hal ini berarti bahwa data
homogen dan berdistribusi normal.
5.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma antara Kelompok
Kasus dengan Kelompok Kontrol
Perbedaan kadar glutathione peroxidase plasma antara Kelompok Kasus
dengan Kelompok Kontrol diuji dengan uji Mann-Whitney. Hasil analisis
disajikan pada Tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2
Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok Kasus
Dengan Kelompok Kontrol
N
Rerata
kadar Gpx
( μIU/ml)
SD p
Kasus 30 247,74 152,50 0.041
Kontrol 30 348,00 183,16
Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa rerata kadar glutathione peroxidase
plasma pada Kelompok Kasus secara bermakna lebih rendah daripada Kelompok
Kontrol (p < 0,05).
50
5.3 Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Yang Rendah Meningkatkan
Risiko Abortus Inkomplit Trimester Pertama
Untuk mengetahui peranan kadar glutathione peroxidase plasma terhadap
terjadinya abortus inkomplit Trimester pertama dipakai uji Chi-Square. Nilai
cutoff point kadar glutathione peroxidase plasma berdasarkan kurva ROC adalah
170,83 μIU/ml dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas sebesar
46,7%. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Nilai RO, IK,dan p Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok
Kasus Dan Kelompok Kontrol
Kelompok
RO IK 95% p
Kasus Kontrol
Kadar
Gpx
(μIU/ml)
Rendah
(≤ 170,83) 14 4
5,688 1,591-
20,330 0,005
Tinggi
(>170,83) 16 26
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa kadar glutathione peroxidase plasma
yang rendah berhubungan dengan peningkatan kejadian abortus inkomplit sebesar
5,6 kali (RO = 5,688, IK 95% = 1,591-20,330, p=0,005).
51
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Pada Studi Kasus Kontrol ini melibatkan 60 orang pasien terdiri atas 30 orang
sampel abortus inkomplit kurang dari umur kehamilan 14 minggu yang dipakai
sebagai Kelompok Kasus dan 30 orang sampel hamil normal kurang dari 14
minggu sebagai kontrol. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata umur
ibu Kelompok Kasus sebesar 27,43±5,82 tahun, sedangkan Kelompok Kontrol
sebesar 27,53±5,17 tahun, tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata paritas
Kelompok Kasus adalah 1,03±1,16 dan Kelompok Kontrol adalah 1,07±1,08,
tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Rerata umur kehamilan Kelompok Kasus
adalah 10,85±1,94 minggu dan rerata Kelompok Kontrol adalah 10,84±2,04
minggu, dan tidak berbeda secara statistik (p>0,05). Sehingga dari data tersebut di
atas pengaruh dari variabel pengganggu berupa perbedaan umur ibu, paritas dan
umur kehamilan terhadap Kelompok Kasus dan Kontrol tidak bermakna.
6.2 Perbedaan Kadar Glutathione Peroxidase Plasma Antara Kelompok
Kasus Dengan Kelompok Kontrol
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Man-Whitney didapatkan bahwa rerata
kadar glutathione peroxidase plasma pada Kelompok Kasus sebesar 247,74 +
152,5 μIU/ml sedangkan pada Kelompok Kontrol sebesar 348,00 + 183,16 μIU/ml
dan berbeda secara bermakna (p=0,041). Jadi didapatkan bahwa rerata kadar
glutathione peroxidase plasma Kelompok Kasus lebih rendah dibandingkan rerata
52
glutathione peroxidase plasma pada Kelompok Kontrol. Hal ini seperti hasil
penelitian Zachara dkk (2001) dan Mishra dan Chaudhurl (2003) yang
menemukan penurunan aktivitas glutathione peroxidase eritrosit dan plasma pada
abortus spontan trimester pertama dan kedua.
Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada Kelompok Kasus yang lebih
rendah secara bermakna dibandingkan Kelompok Kontrol menunjang hipotesis
penelitian ini, bahwa penurunan kadar glutathione peroxidase plasma
menyebabkan radikal bebas yang terbentuk tidak dapat ditangkap sepenuhnya,
sehingga H2O2 yang terbentuk semakin banyak dan diubah menjadi radikal
hidroksil yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Bila kerusakan DNA yang
terjadi tidak dapat diperbaiki oleh mekanisme perbaikan DNA, maka sel akan
masuk ke jalur apoptosis dan terjadilah kematian sel. Akibat dari proses tersebut,
terjadi degenerasi plasenta dan hilangnya seluruh fungsi sinsisiotrophoblast dan
pelepasan plasenta dari dinding uterus, sehingga terjadilah abortus. Pada
Kelompok Kontrol, kadar glutathione peroxidase plasma yang ada mampu
menangkap radikal bebas yang terbentuk, sehingga tidak terjadi stress oksidatif
yang berlebihan dan kehamilan berjalan dengan normal.
Glutathione peroxidase plasma merupakan seleno-protein. Penelitian oleh
Jacobson dkk, 2006 menemukan bahwa kadarnya berhubungan dengan kadar
selenium. Sebagai substrat donor, glutathione peroxidase plasma terutama
menggunakan glutathione untuk mengubah H2O2 menjadi H2O atau ROOH
menjadi ROH. Sehingga, selenium dan glutathione kemungkinan dapat digunakan
untuk meningkatkan kadar glutathione peroxidase plasma, namun masih
53
diperlukan penlitian lebih lanjut untuk membuktikan hubungan tersebut dan untuk
penggunaan glutathione belum ada rekomendasi keamanan untuk digunakan pada
kehamilan.
Beberapa antioksidan yang bekerja seperti glutathione peroxidase antara lain :
ebselen (2-phenyl-1,2-benzisoselenazol-3(2H) atau PZ51), BXT-51072 (Ebselen
analog), diphenyl diselenide (DPDS), cyclodextrin (CD), seleno-substilisin.
Semua antioksidan tersebut masih dalam taraf penelitian di laboratorium dan
belum dilakukan uji keamanan untuk digunakan pada manusia.
Dalam penelitian ini, didapatkan kadar glutathione peroxidase plasma
tertinggi pada Kelompok Kasus sebesar 463,41 μIU/ml, sedangkan pada
Kelompok Kontrol kadar terendah sebesar 110,29 μIU/ml. Stress oksidatif
merupakan suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi kapasitas
penangkapan oleh antioksidan. Hal ini dapat menjelaskan mengapa dengan kadar
glutathione peroxidase plasma yang tinggi tetap terjadi abortus, sedangkan pada
kasus yang lain, dengan kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah,
kehamilan dapat berjalan dengan normal. Peneliti tidak menilai kadar radikal
bebas pada sampel penelitian dan ini merupakan kelemahan penelitian ini.
Penelitian ini mengambil kasus abortus inkomplit trimester pertama yang
datang ke UGD RSUP Sanglah Denpasar untuk dimasukkan ke dalam Kelompok
Kasus. Pada Kelompok ini, peneliti tidak membedakan apakah kehamilan tersebut
merupakan kehamilan embionik maupun kehamilan anembrionik yang menjadi
abortus inkomplit. Sedangkan Kelompok Kontrol merupakan kehamilan normal
54
trimester pertama dengan adanya fetus. Secara tidak langsung terdapat bias antara
kedua Kelompok.
Penelitian ini tidak membedakan abortus berdasarkan penyebabnya baik dari
faktor stress oksidatif primer yang melibatkan kemalinan kromosom maupun
faktor stress oksidatif sekunder yang lebih kompleks dan multifaktorial seperti
peran infeksi dan imunitas, penyakit ibu seperti diabetes mellitus. Hal ini
merupakan kelemahan penelitian.
6.3 Analisis Risiko Sampel Penelitian
Untuk mengetahui peranan glutathione peroxidase plasma terhadap terjadinya
abortus inkomplit trimester pertama, digunakan nilai cutoff point kadar
glutathione peroxidase plasma berdasarkan kurva ROC sebesar 170,83 μIU/ml
dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas sebesar 46,7%. Dengan
analisis berdasarkan tabel silang 2 x 2 yaitu dengan uji Chi-Square (X2)
didapatkan bahwa pada Kelompok Kasus dengan kadar Gpx plasma ≤ 170,83
μIU/ml adalah 14 orang dan terdapat 16 orang dengan kadar Gpx plasma > 170,83
μIU/ml, sedangkan pada Kelompok Kontrol kadar Gpx plasma ≤ 170,83 μIU/ml
adalah 1 orang dan terdapat 26 orang dengan kadar Gpx plasma > 170,83 μIU/ml.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-Square (X2) didapatkan bahwa nilai
Rasio Odd = 5,688 (IK 95% = 1,591-20,330) dan nilai p=0,005. Hal ini berarti
penurunan kadar Gpx plasma yang lebih kecil atau sama dengan 170,83 μIU/ml
dapat meningkatkan kejadian abortus inkomplit sebesar 5,6 kali. Penelitian
55
Zachara, dkk (2001) dan Mishra dan Chaudhurl (2003) tidak melakukan analisis
risiko terhadap sampel penelitian mereka.
Hasil penelitian ini, dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
berikutnya dalam upaya menemukan bahan yang dapat meningkatkan kadar
glutathione peroxidase plasma, sehingga dapat mencegah terjadinya abortus
inkomplit trimester pertama..
56
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Rerata kadar glutathione peroxidase plasma pada abortus inkomplit trimester
pertama lebih rendah dibandingkan kehamilan normal secara bermakna. Pada
penelitian ini dengan nilai cutoff point kadar glutathione peroxidase plasma
sebesar 170,83 μIU/ml dengan nilai sensitivitas 86,7% dan nilai spesifisitas
sebesar 46,7% didapatkan peningkatan kejadian abortus inkomplit sebesar 5,6
kali pada kelompok dengan kadar glutathione peroxidase plasma yang rendah.
7.2 Saran
Penelitian lanjutan masih diperlukan dengan memanfaatkan hasil penelitian
ini dalam upaya menemukan bahan yang dapat meningkatkan kadar glutathione
peroxidase plasma, sehingga dapat mencegah terjadinya abortus inkomplit
trimester pertama dengan pemberian suplementasi selama kehamilan.
57
DAFTAR PUSTAKA
Al-Gubory, K.H., Fowler, P.A., Garrel, C. 2010. "The Roles Of Cellular Reactive
Oxygen Species, Oxidative Stress and Antioxidants in Pregnancy Outcomes". The
International Journal Of Biochemistry And Cell Biology, 42(10):1634-1650.
Avissar, N., Ornt, D.B., Yagil, Y., Horowitz, S., Watkins, R.H., Kerl, E.A.,
Takahashi, K., Palmer, I.S., Cohen, H.J. 1994. "Human Kidney Proximal Tubules
are The Main Source of Plasma Glutathione Peroxidase". American Journal of
Physiology - Cell Physiology, 266:C367–375.
Baxter, N., Sumiya, M., Cheng, S., Erlich, H., Regan, L., Simons, A.,
Summerfield, J.A. 2001. "Recurrent miscarriage and variant alleles of mannose
binding lectin, tumour necrosis factor and lymphotoxin α genes". Clinical
Experimental Immunollogy, 126:529–534.
Behl, R., Pandey, R.S. 2002. "FSH Induced Stimulation of Catalase Activity in
Goat Granulosa Cells In Vitro". Animal Reproduction Science, 70:215–221.
Behrman, H.R., Kodaman, P.H., Preston, S.L., Gao, S. 2001. "Oxidative Stress
and The Ovary". Journal Of the Society for Gynecology Investigation, 8 :S40–
S42.
Benirschke, K., Kaufmann, P. 2000. Pathology of the Human Placenta. Forth
edition. Springer-Verlag.
Bianco, K., Caughey, A.B., Shaffer, B.L., et al. 2006. "History of Miscarriage and
Increased Incidence of Fetal Aneuploidy In Subsequent Pregnancy". Obstetrics &
Gynecology, 107:1098-1102.
Bierl, C., Voetsch, B., Jin, R.C., Handy, D.E.,Loscalzo, J. 2004. "Determinants of
Human Plasma Glutathione Peroxidase (GPx-3) Expression". The Journal Of
Biological Chemistry, 279:26839-26845.
Biri, A., Kuvutcu, M., Bozkurt, N., Devrim, E., Nurlu, N., Durak, I. 2006.
"Investigation of Free Radical Scavenging Enzyme Activities and Lipid
Peroxidation in Human Placental Tissue with Miscarriage". Journal of the Society
for Gynecologic Investigation, 13:384-388.
Briggs DA, Sharp DJ, Miller D, Gosden RG. 1999. "Transferrin in The
Developing Ovarian Follicle: Evidence For De-Novo Expression By Granulosa
Cells". Molecular Human Reproduction, 5:1107–1114.
58
Burton, G.J., Watson, A.L., Hempstock, J., Skepper, J.N., Jauniaux, E.. 2002.
"Uterine Glands Provide Histiotrophic Nutrition for The Human Fetus During The
First Trimester of Pregnancy". The Journal of Clinical Endocrinology and
Metabolism, 87:2954–2959.
Burton, G.J., Hempstock, J., Jauniaux, E. 2003. "Oxygen, early embryonic
metabolism and free radical-mediated embryopathies". Reproductive BioMedicine
Online, 6:84–96.
Cemelli, E., Baumgartner, A., Anderson, D. 2009, "Antioxidant and The Commet
Assay". Mutation Research, 681:51-67.
Chu F.F., Doroshow J.H., Esworthy R.S. 1993. "Expression, characterization, and
tissue distribution of a new cellular selenium-dependent glutathione peroxidase,
GSHPx-GI". The Journal of Biological Chemistry, 268:2571-2576.
Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J., Spong,
C.Y. 2010. Williams Obstetrics. Twenty third edition. The McGraw-Hill
Companies.
Day, B.J., 2009. "Catalase and Glutathione Peroxidase Mimics". Biochemical
Pharmacology, 77:285-296.
Eiben, B., Bartels, I., Bahr-Prosch, S.,Borgmann, S.. Gatz, G., Gellert, G., Goebel,
R., et al. 1990. "Cytogenetic Analysis of 750 Spontaneous Abortions With The
Direct-Preparation Method Of Chorionic Villi and Its Implications for Studying
Genetic Causes of Pregnancy Wastage". The American Journal of Human
Genetics, 47:656-663.
Esworthy R.S., Chu F.F., Paxton R.J., Akman S., Doroshow J.H. 1991.
"Characterization and partial amino acid sequence of human plasma glutathione
peroxidase". Archives of Biochemistry and Biophysics, 286:330-336.
Ezashi, T., Das, P., Roberts, R.M. 2005. "Low O2 Tensions and The Prevention of
hES Cells". The Proceedings of the National Academy of Sciences of the United
States of America, 102:4783–4788.
Flohe R.B., Kipp, A. 2009. "Glutathione Peroxidase in Different Stage of
Carcinogenesis". Biochimica et Biophysica Acta, 1790:1555-1568.
Gerschman, R., Gilbert, D. L., Nye, S. W., Dwyer, P., & Fenn, W. O. 1954.
"Oxygen Poisoning and X-Irradiation—A Mechanism In Common". Science,
119:623–626
59
Hempstock, J., Jauniaux, E., Greenwold, N., Burton, G.J. 2003. "The Contribution
of Placental Oxidative Stress to Early Pregnancy Failure". Human Pathology,
34:1265–1275.
Heilig, R., Eckenberg, R., Petit, J.L., Fonknechten, N., Da-Silva, C., Cattolico, L.,
Levy, M., Barbe V., Berardinis, V. Ureta-Vidal, A., Pelletier, E., Vico, V.,
Anthouard, V., Rowen, L., Madan, A., Qin, S., Sun, H., Du, H., Pepin, K.,
Artiguenave, F., Robert, C., Cruaud, C., Brüls, T., Jaillon, O., Friedlander, L.,
Samson, G., Brottier, P., Cure, S., Ségurens, B., Anière, F., Samain, S., Crespeau,
H., Abbasi, N., Aiach, N., Boscus, D., Dickhoff, R., Dors, M., Dubois, I.,
Friedman, C., Gouyvenoux, M., James, R., Madan, A., Estrada, B.M., Mangenot,
S., Martins, N., Ménard, M., Oztas, S., Ratcliffe, A., Shaffer, T., Trask, B.,
Vacherie, B., Bellemere, C., Belser, C., Gonnet, M.B., Mavel, D.B., Boutard, M.,
Silla, S.B., Combette, S., Laurent, V.D., Ferron, C., Lechaplais, C., Louesse, C.,
Muselet, D., Magdelenat, G., Pateau, E., Petit, E., Trukniewicz, P.S., Trybou, A.,
Czarny, N.V., Bataille, E., Bluet, E., Bordelais, I., Dubois, M., Dumont, C.,
Guérin, T., Haffray, S., Hammadi, R., Muanga, J., Pellouin, V., Robert, D.,
Wunderle, E., Gauguet, G., Roy, A., Marthe, L.S., Verdier, J., Discala, C.V.,
Hillier, L.D, Fulton, L., McPherson, J., Matsuda, F., Wilson, R., Scarpelli, C.,
Gyapay, G., Wincker, P., Saurin, W., Quétier, F., Waterston, R., Hood, L.,
Weissenbach, J. 2003. "The DNA sequence and analysis of human chromosome
14". Nature, 421(6923):601-607.
Hung, T.H., Lo, L.M., Chiu, T.H., Li, M.J., Yeh, Y.L., Chen, S.F., Hsieh, T.T.
2010. "A Longitudinal Study of Oxidative Stress and Antioxidant Status in
Women With Uncomplicated Pregnancies Throughout Gestation". Reproductive
Sciences,17:401-409.
Hung, T.H., Skepper, J.N., Burton, G. 2001. "In vitro ischemia-reperfusion injury
in term human placenta as a model for oxidative stress in pathological
pregnancies". The American Journal of Pathology, 159:1031–1043.
Imai, H., Nakagawa, Y., 2003. "Biological Significance of Phospholipid
Hydroperoxide Glutathione Peroxidase (Phgpx, Gpx4) in Mammalian Cells". Free
Radical Biology and Medicine, 34:145–169.
Imai, H., Hirao, F. Sakamoto, T., Sekine, K., Mizukura, Y., Saito, M., Kitamoto,
T., Hayasaka, M., Hanaoka, K., Nakagawa, Y. 2003. "Early Embrionic Lethality
Caused by Targeted Disruption of The Mouse Phgpx Gene". Biochemical and
Biophysical Research Communications, 305: 278-286.
Jacobson, G.A., Narkowicz, C., Tong, Y.C., Peterson, G.M. 2006. "Plasma
Glutathione Peroxidase by ELISA and Relationship to Selenium Level". Clinica
Chimica Acta, 369:100-103.
60
Jauniaux, E., Burton, G.J. 2005. "Pathophysiology of Histological Changes in
Early Pregnancy Loss". 2005. Placenta, 26:114-123.
Jauniaux, E., Gulbis, B., Burton, G.J. 2003ª. "The Human First Trimester
Gestational Sac Limits Rather Than Facilities Oxygen Transfer to The Foetus: A
Review". Placenta-Trophoblast Research, 24:S86–S93.
Jauniaux, E., Hempstock, J., Greenwold, N., Burton, G.J. 2003b. "Trophoblastic
Oxidative Stress in Relation to Temporal and Regional Differences in Maternal
Placental Blood Flow in Normal and Abnormal Early Pregnancies". The American
Journal of Pathology, 162:115–125.
Jauniaux, E., Poston, L., Burton, G.J. 2006. "Placental-Related Diseases of
Pregnancy : Involvement of Oxidative Stress and Implications in Human
Evolution". Human Reproduction Update, 12(6):747-55.
Jauniaux, E., Watson, A.L., Hempstock, J., Bao, Y.P., Skepper, J.N., Burton, G.J.
2000. "Onset of Maternal Arterial Blood Flow and Placental Oxidative Stress- A
Possible Factor in Human Early Pregnancy Failure". American Journal Of
Pathology, 157:2111-2122.
Jenkins, C., Wilson, R., Roberts, J., Miller, H., McKillop, J.H., Walker, J.J. 2000.
"Antioxidants: their role in pregnancy and miscarriage". Antioxidants & Redox
Signaling, 2:623–628.
John, J., Jauniaux, E., Burton, G. 2006. "Factors Affecting The Early Embryonic
Environment". Reviews in Gynaecological and Perinatal Practice, 6:199–210.
Kelner M.J., Montoya M.A. 1998. "Structural organization of the human
selenium-dependent phospholipid hydroperoxide glutathione peroxidase gene
(GPX4): chromosomal localization to 19p13.3". Biochemical and Biophysical
Research Communications, 249:53-55.
Kodaman, P.H., Behrman, H.R. 2001. "Endocrine-Regulated and Protein Kinase
C-Dependent Generation of Superoxide by Rat Preovulatory Follicles".
Endocrinology, 142:687–693.
Kohen, R., Nyska, A. 2002. "Oxidation of Biological System : Oxidative Stress
Phenomena, Antioxidant, Redox Reaction and Methods for Their Quantification".
Toxicologic Pathology, 30:620-650.
Kovacic, P., Jacintho, J. D. 2001. "Mechanisms of Carcinogenesis: Focus On
Oxidative Stress and Electron Transfer". Current Medicinal Chemistry, 8, 773–
796.
61
Levy, P.S., Lemeshow, S. 2008. Sampling of Population: Methods and
Application. Fourth Edition. A Willey interscience Publication. John Willey &
Sons inc.
Luberda, Z. 2005. "The Role of Glutathione in Mammalian Gametes". Biology of
Reproduction, 5:5–17.
Mendelson, C.R., Jiang, B., Shelton, J.M., Richardson, J.A., Hinshelwood, M.M..
2005. "Transcriptional regulation of aromatase in placenta and ovary". The
Journal of Steroid Biochemistry and Molecular Biology, 95:25–33.
Merviel, P., Lourdel, E., Cabry, R., Boulard, V., Brzakowski, M., Demailly, P.,
Brasseur, F., Copin, H., Devaux, A. 2009. "Physiology of Human Embryonic
Implantation : Clinical Incidences". Folia Histochemica Et Cytobiologica,
47:S25-S34.
Michels, T. C., and Tiu, A.Y. 2007. "Second Trimester Pregnancy Loss" .
American Family Physician, 76; 1341-8.
Mills, G.C. 1957. "Hemoglobin Catabolism I. Glutathione Peroxidase, An
Erythrocyte Enzyme Which Protects Hemoglobin from Oxidative Breakdown".
The Journal of Biological Chemistry, 229:189–197.
Mishra, P.K., Chaudhurl, J. 2003. "Blood Glutathione Peroxidase and Selenium in
Abortion". Indian Journal of Clinical Biochemistry, 18(1) 96-98.
Miwa, S., Muller, F.L., and Beckman, K.B. 2008. The Basics of Oxidative
Biochemistry, Oxidative Stress in Aging From Model Systems to Human Diseases.
Humana Press.
Mungall, A.J., Palmer, S.A., Sims, S.K., Edward, C.A., Ashurst, J.L., Wilming,
L., Jones, M.C., et all. 2003. "The DNA Sequence and Analysis of Human
Chromosome 6". Nature, 425:805-811.
Muzny, D.M., Scherer, S.E., Kaul, R., Wang,J., Yu, J. Sudbrak, R., Buhay, C.J. et
all. 2006. "The DNA sequence, annotation and analysis of human chromosome 3".
Nature, 440: 1194-1198.
NCBI. 2010a. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 3. [Cited 2010
Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.
cgi?uid=59620
NCBI. 2010 b
. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 5. [Cited 2010
Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.
cgi?uid= 41734
62
NCBI. 2010 c. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 7. [Cited 2010
Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.
cgi?uid= 45353
NCBI. 2010d. Crystal Structure Of Human Glutathione Peroxidase 8. [Cited 2010
Jun 4] Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Structure/mmdb/mmdbsrv.
cgi?uid= 66027
Nicol, C.J., Zielenski, J., Tsui, L.C., Wells, P.G. 2000. "An embryoprotective role
for glucose-6-phosphate dehydrogenase in developmental oxidative stress and
clinical teratogenesis". Federation of American Societies for Experimental
Biology journal, 14:111–127.
Ornoy, A. 2007. "Embryonic Oxidative Stress As A Mechanism of Teratogenesis
With Special Emphasis on Diabetic Embryopathy". Reproductive Toxicology,
25:31-41.
Ozkaya, O., Sezik, M., Kaya, H. 2008. "Serum Malondialdehyde, Erythrocyte
Glutathione Peroxidase, and Erythrocyte Superoxide Dismutase Levels in Women
with Early Spontaneous Abortion Accompanied by Vaginal Bleeding". Medical
Science Monitor, 14(1): CR47-51.
Pappas, A.C., Zoidis, E., Surai, P.F., Zervas, G. 2008. "Selenoproteins and
Maternal Nutrition". Comparative Biochemistry and Physiology Part B,151:361-
372.
Pearlstein, D.P., Ali, M.H., Mungai, P.T., Hynes, K.L., Gewertz, B.L.,
Schumacker, P.T. 2002. "Role of Mitochondrial Oxidant Generation in
Endothelial Cell Responses to Hypoxia". Arteriosclerosis, Thrombosis, and
Vascular Biology, 22:566–573.
Petrozza, J.C., Berlin, I. 2010. Recurrent Early Pregnancy Loss. Emedicine.
medscape, [cited 2010 Jan. 22]. Available from: http://emedicine.medscape.com
/article/260495-overview.
Pidoux, G., Guibourdenche, J., Frendo, J.L., Gerbaud, P., Conti, M., Luton, D.,
Muller, F., Evain-Brion, D. 2004. "Impact of trisomy 21 on human trophoblast
behaviour and hormonal function". Placenta, 25:S79–S84.
Puscheck, E.E., Pradhan, A. 2006. First Trimester Pregnancy Loss. Emedicine.
medscape, [cited 2010 Jan. 22]. Available from: http://emedicine.medscape.com
/article/266317-overview.
Ruder, E.H., Hartman, T.J., Blumberg, J., Goldman, M.B. 2008. "Oxidative Stress
and Antioxidants: Exposure and Impact on Female Fertility". Human
Reproduction Update, 14(4): 345–357.
63
Sata, F., Yamada, H., Kondo, T., Gong, Y., Tozaki, S., Kobashi, G., Kato, E.H.,
Fujimoto, S., Kishi, R. 2003. "Glutathione S-transferase M1 and T1
polymorphism and the risk of recurrent pregnancy loss". Molecular Human
Reproduction, 9:165–169.
Schneider, M., Weisenhorn, D.M.V., Seiler, A., Bornkamm, G.W., Brielmeier,
M., Conrad, M. 2006. "Embryonic Expression Profile of Phospholipid
Hydroperoxide Glutathione Peroxidase". Gene Expression Patterns, 6:489-494.
Schroedl, C., McClintock, D.S., Budinger, G.R., Chandel, N.S. 2002. "Hypoxic
but Not Anoxic Stabilization of Hif-1alpha Requires Mitochondrial Reactive
Oxygen Species". American Journal Of Physiology Lung Cellular And Molecular
Physiology, 283:L922–L931.
Simsek, M., Naziroglu, M., Simsek, H., Cay, M., Aksakai, M., Kumru, S. 1998.
"Blood Plasma Level of Lipoperoxides, Glutathione Peroxidase, Beta Carotene,
Vitamin A and E in Women With Habitual Abortion". Cell Biochemistry and
Function, 16:227-231.
Speroff, L., Fritz, M.A. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology And
Infertlility. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Sugino, N., Kakata, M., Kashida, S., Karube, A., Takigushi, S., Kato, H. 2000.
"Decreased superoxide dismutase expression and increased concentrations of lipid
peroxide and prostaglandin F (2alpha) in the decidua of failed pregnancy".
Molecular Human Reproduction, 6:642–647.
Takahashi, M., Sakatani, M., Kobayashi, S., Kobayashi, S., Nagashima, H. 2006.
"Stage Specific Effect of Oxidative Stress on Developmental Competence, ROS
Generation and DNA Damage of Porcine Parthenogenetic Embryos".
Reproduction, Fertility and Development, 18(2): 180-181
Tempfer, C., Unfried, G., Zeillinger, R., Hefler, L., Nagele, F., Huber, J.C. 2001.
"Endothelial nitric oxide synthase gene polymorphism in women with idiopathic
recurrent miscarriage". Human Reproduction, 16:1644–1647.
Toder, V., Fein, A., Carp, H., Torchinsky, A. 2003. "TNF-α in pregnancy loss and
embryo maldevelopment: a mediator of detrimental stimuli or a protector of the
fetoplacental unit". The Journal of Assisted Reproduction and Genetics, 20:73–81.
Toppo, S., Flohe, L., Ursini, F., Vanin, S., Maiorino, M. 2009. "Catalytic
Mechanism and Spesificities Of Glutathione Peroxidases : Variation of A Basic
Scheme". Biochimica et Bioplysica Acta, 1790:1486-1500.
64
Tropea, A., Miceli, F., Minici, F., Tiberi, F., Orlando, M., Gangale, M.F., Romani,
F., et al. 2006. "Regulation of Vascular Endothelial Growth Factor Synthesis and
Release by Human Luteal Cells In Vitro". The Journal of Clinical Endocrinology
and Metabolism, 91:2303–2309.
Turrentine, J.E. 2008. Clinical Protocols in Obstetrics and Gynecology. Third
Edition. Informa Health Care.
Valko, M. 2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions
and human disease. Elsevier.
Valko, M., Rhodes, C. J., Moncol, J., Izakovic, M., and Mazur, M. 2006. "Free
Radicals, Metals and Antioxidants in Oxidative Stress-Induced Cancer". Chemico-
Biological Interactions, 160:1–40.
Valko, M., Morris, H., and Cronin, M. T. D. 2005. "Metals, Toxicity and
Oxidative Stress". Current Medicinal Chemistry., 12:1161–1208.
Von-Wolff, M., Thaler, C.J., Strowitzki, T., Broome, J., Stolz, W., Tabibzadeh, S.
2000. "Regulated expression of cytokines in human endometrium throughout the
menstrual cycle: dysregulation in habitual abortion". Molecular Human
Reproduction,6:627–634.
Wilcox, A.J., Weinberg, C.R., O'Connor, J.F., Baird, D.D., Schlatterer, J.P.,
Canfield, R.E., Armstrong, E.G., Nisula, B.C. 1988. "Incidence of Early Loss of
Pregnancy". The New England Journal of Medicine, 319:189- 194.
Xing, Y., Williams, C., Campbell, R.K., Cook, S., Knoppers, M., Addona, T.,
Altarocca, V., Moyle, W.R. 2001. "Threading of a glycosylated protein loop
through a protein hole: implications for combination of human chorionic
gonadotropin subunits". Protein Science, 10:226–235.
Yoshimura, S., Suemizu, H., Taniguchi, Y., Arimori, K., Kawabe, N., Moriuchi,
T. 1994. "The Human Plasma Glutathione Peroxidase-Encoding Gene:
Organization, Sequence and Localization to Chromosome 5q32". Gene, 145:293-
297.
Zachara, B.A., Dobrzynsksi, W., Trafikowska, U., Szymanski, W. 2001. "Blood
Selenium and Glutathione Peroxidase In Miscarriage". British Journal of
Obstetrics and Gynaecology, 108:244-247.
Zuelke, K.A., Jones, D.P., Perreault, S.D. 1997. "Glutathione Oxidation is
Associated with Altered Microtubule Function and Disrupted Fertilization in
Mature Hamster Oocytes". Biology of Reproduction, 57:1413–1419.
65
Zuelke, K.A., Jeffay, S.C., Zucker, R.M., Perreault, S.D. 2003. "Glutathione
(GSH) Concentrations Vary with The Cell Cycle In Maturing Hamster Oocytes,
Zygotes, and Pre-Implantation Stage Embryos". Molecular Reproduction and
Development, 64:106–112.
66
Lampiran 1
67
Lampiran 2
68
Lampiran 3 Informed Consent
INFORMED CONSENT
KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE PLASMA YANG
RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO ABORTUS
INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA
Ibu-Ibu Yang Terhormat,
Abortus merupakan berhentinya kehamilan sebelum usia 20 minggu
dengan atau tanpa disertai pengeluaran hasil konsepsi. Lima belas hingga
duapuluh persen kehamilan akan berakhir dengan abortus. Penyebab dari abortus
ini bermacam-macam diantaranya: kelainan kromosom, infeksi, penyakit kronis
yang melemahkan, faktor imunologis, trauma fisik, kelainan uterus dan faktor
radikal bebas. Kemungkinan seseorang untuk mengalami abortus berulang akan
meningkat sejalan semakin seringnya mengalami abortus. Secara klinis, abortus
bisa dibagi menjadi beberapa tingkatan. Salah satu tingkatan dimana kehamilan
tersebut sudah tidak dapat dipertahankan, dan sebagian dari bagian janin masih
tertinggal di dalam rahim, dikenal dengan sebutan abortus inkomplit.
Peran radikal bebas (stress oksidatif) dalam proses terjadinya abortus
inkomplit belum banyak diteliti. Namun penelitian terbaru menunjukkan
peningkatan insiden kegagalan plasentasi berhubungan dengan
ketidakseimbangan radikal bebas (oksidan) dengan antioksidan. Ada beberapa
jenis antioksidan yang diperlukan oleh tubuh, seperti Superoksid Dismutase
(SOD), Glutathione Peroxidase (Gpx), Katalase yang memang diproduksi oleh
tubuh dalam jumlah yang relatif konstan dan beberapa antioksidan lain yang dapat
diperoleh dari asupan makanan, seperti vitamin A, C, E, asam folat, dan
sebagainya. Dalam keadaan tertentu seperti pada penyakit-penyakit kronis, kadar
antioksidan akan menurun dan mengakibatkan suatu keadaan stress oksidatif yang
merugikan bagi tubuh. Dalam penelitian ini, antioksidan yang diteliti adalah
glutathione peroxidase.
69
Glutathione peroxidase berfungsi untuk memecah hidrogen peroksida
menjadi oksigen dan air dengan bantuan suatu antioksidan lain yang disebut
glutathione. Pemecahan hidrogen peroksida ini bertujuan agar tidak terbentuk
radikal hidroksil yang sangat berpotensi untuk menyebabkan kerusakan DNA.
Dalam kehamilan normal, kadarnya seharusnya meningkat, namun pada penyakit-
penyakit tertentu, kadar Gpx dapat menurun, sehingga menyebabkan terbentuknya
radikal hidroksil dalam jumlah yang banyak. Hal ini menyebabkan peningkatan
kerusakan DNA pada sel janin yang kemudian akan menyebabkan suatu
kehamilan berakhir dengan abortus. Dengan mengetahui kadar Gpx pada wanita
dengan abortus inkomplit, diharapkan nantinya bisa dipergunakan obat-obatan
yang mengandung Gpx untuk mencegah terjadinya abortus. Kadar Gpx di dalam
darah dapat diukur dengan sampel darah sebanyak 3cc di Laboratorium Patologi
Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Biaya untuk pemeriksaan dalam penelitian ini
akan ditanggung oleh Peneliti. Hasil pemeriksaan akan dianalisis sesuai dengan
tujuan penelitian ini. Dengan ikut sebagai sampel dalam penelitian ini, berarti Ibu
ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam
mengungkapkan proses terjadinya abortus dan cara pencegahannya.
Demikian keterangan yang dapat kami berikan kepada Bapak/Ibu. Atas
kesediaan Ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini, kami mengucapkan terima
kasih.
Bila ada hal-hal yang belum jelas, Ibu-Ibu dapat menghubungi kami di Nomor
HP: (0361) 3176793 atau 081236745839
Hormat kami,
dr. Endang Sri Widiyanti
Peneliti
70
PERNYATAAN PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
( Informed Consent )
Yang bertanda tangan dibawah ini :
1. Nama Responden :
Umur :
Alamat :
2. Nama Suami/Wali :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan
dan manfaat penelitian dengan judul KADAR GLUTATHIONE PEROXIDASE
PLASMA YANG RENDAH SEBAGAI FAKTOR RISIKO ABORTUS
INKOMPLIT TRIMESTER PERTAMA, menyatakan bersedia bersedia ikut
serta sebagai responden dalam penelitian ini dan mengikuti perosedur penelitian
seperti yang telah disampaikan.
Denpasar , _________________
Saksi Ibu hamil Suami
( _____________) ( _____________) ( _____________)
Peneliti,
( dr. Endang Sri Widiyanti)
71
Lampiran 4 Formulir Pengumpulan Data
FORMULIR PENGUMPULAN DATA
No. Sampel :
No CM :
Tgl pemeriksaan :
1. Nama Pasien : ______________________________________________
2. Umur : th
3. Nomor Telepon : _______________
4. Gravida :
5. Paritas :
6. Umur Kehamilan : Minggu Hari
7. Laboratorium : HB : ______ g/dL WBC : _______ 103/µL
Hct : ______ % Ne : _______ 103/µL
Plt : ______ 103/µL Ly : _______ 10
3/µL
MCV : ______ fL Mo : _______ 103/µL
MCH : ______ pg Eo : _______ 103/µL
MCHC : ______ g/dL Ba : _______ 103/µL
8. Diagnosis : 1. Abortus Inkomplit Trimester Pertama
2. Kehamilan Normal Trimester Pertama
9. Kadar Glutathione Peroxidase Plasma : ____________ μIU/ml
72
Lampiran 5 Hasil Penelitian
No Umur
(Tahun)
Pari
tas
Diagnosis UK
(Minggu)
WBC
(103/μL)
HB
(g/dL)
PLT
(103/μL)
GPX
(μIU/ml)
1 25.0 1 Abortus
Inkomplit
10.0 8.7 10.9 290.0 62.5
2 27.0 0 Abortus
Inkomplit
9.57 10.1 9.8 287.0 71.69
3 20.0 0 Abortus
Inkomplit
12.0 10.2 10.0 205.0 412.12
4 31.0 2 Abortus
Inkomplit
7.71 7.3 12.1 341.0 378.05
5 36.0 2 Abortus
Inkomplit
8.42 8.1 11.7 275.0 445.12
6 32.0 1 Abortus
Inkomplit
9.57 7.6 12.3 341.0 250.0
7 31.0 4 Abortus
Inkomplit
13.14 12.2 10.2 241.0 365.85
8 27.0 2 Abortus
Inkomplit
12.42 9.8 12.7 293.0 108.46
9 35.0 2 Abortus
Inkomplit
12.85 12.5 12.8 320.0 268.29
10 24.0 0 Abortus
Inkomplit
8.0 7.2 11.8 278.0 292.68
11 26.0 0 Abortus
Inkomplit
9.0 8.2 12.7 345.0 121.32
12 25.0 2 Abortus
Inkomplit
8.14 7.2 11.5 302.0 99.26
13 22.0 0 Abortus
Inkomplit
13.42 11.2 10.8 320.0 370.05
14 20.0 0 Abortus
Inkomplit
12.85 11.0 11.5 341.0 426.83
15 24.0 0 Abortus
Inkomplit
8.14 10.5 10.3 253.0 420.73
16 23.0 0 Abortus
Inkomplit
10.14 10.2 11.1 198.0 463.41
17 29.0 0 Abortus
Inkomplit
10.0 12.6 11.6 227.0 426.83
18 19.0 0 Abortus
Inkomplit
13.14 9.8 9.9 201.0 445.12
19 24.0 0 Abortus
Inkomplit
13.42 9.1 11.1 274.0 117.65
20 36.0 2 Abortus
Inkomplit
12.71 12.1 9.9 256.0 158.33
21 34.0 1 Abortus
Inkomplit
13.14 9.0 10.1 221.0 97.43
22 29.0 2 Abortus
Inkomplit
12.14 7.1 10.5 301.0 68.01
23 19.0 0 Abortus
Inkomplit
9.0 8.06 11.27 231.0 97.43
24 18.0 0 Abortus
Inkomplit
9.14 7.8 10.2 289.0 310.98
73
No Umur
(Tahun)
Pari
tas
Diagnosis UK
(Minggu)
WBC
(103/μL)
HB
(g/dL)
PLT
(103/μL)
GPX
(μIU/ml)
25 29.0 1 Abortus
Inkomplit
9.71 10.1 11.0 289.0 99.26
26 23.0 0 Abortus
Inkomplit
11.42 8.1 10.8 241.0 150.0
27 31.0 3 Abortus
Inkomplit
12.71 8.0 12.85 291.0 88.24
28 36.0 1 Abortus
Inkomplit
10.0 9.2 11.0 318.0 457.32
29 29.0 2 Abortus
Inkomplit
12.71 8.2 11.1 236.0 36.13
30 39.0 3 Abortus
Inkomplit
11.0 6.41 13.2 265.0 323.17
31 19.0 0 Hamil
Normal
9.85 6.7 12.7 347.0 233.33
32 33.0 0 Hamil
Normal
12.71 8.2 11.7 289.0 183.33
33 33.0 3 Hamil
Normal
13.14 9.1 11.7 278.0 408.54
34 32.0 1 Hamil
Normal
12.71 9.2 12.4 341.0 292.68
35 22.0 1 Hamil
Normal
7.0 6.7 12.2 387.0 274.39
36 35.0 3 Hamil
Normal
11.14 7.8 12.0 245.0 110.29
37 27.0 1 Hamil
Normal
12.28 9.8 11.8 387.0 119.49
38 18.0 0 Hamil
Normal
9.14 7.2 10.0 302.0 117.65
39 32.0 3 Hamil
Normal
8.71 8.8 12.0 279.0 280.48
40 28.0 2 Hamil
Normal
10.42 8.6 12.7 304.0 183.33
41 26.0 0 Hamil
Normal
9.14 7.1 12.7 378.0 274.39
42 20.0 0 Hamil
Normal
12.71 8.8 12.6 308.0 125.98
43 21.0 1 Hamil
Normal
13.71 8.9 11.7 324.0 591.74
44 25.0 0 Hamil
Normal
9.71 7.7 11.0 190.0 241.67
45 28.0 1 Hamil
Normal
9.14 6.7 12.4 342.0 215.59
46 29.0 2 Hamil
Normal
13.42 9.16 12.9 371.0 439.02
47 35.0 1 Hamil
Normal
7.0 6.2 11.9 199.0 200.0
48 21.0 1 Hamil
Normal
8.0 7.5 13.6 345.0 493.9
49 34.0 3 Hamil
Normal
11.71 8.9 12.4 312.0 286.59
74
No Umur
(Tahun)
Pari
tas
Diagnosis UK
(Minggu)
WBC
(103/μL)
HB
(g/dL)
PLT
(103/μL)
GPX
(μIU/ml)
50 31.0 1 Hamil
Normal
10.14 7.2 10.2 289.0 683.47
51 35.0 0 Hamil
Normal
13.42 9.3 11.7 263.0 304.88
52 23.0 0 Hamil
Normal
13.42 10.1 12.6 329.0 582.57
53 30.0 3 Hamil
Normal
12.42 11.4 12.8 342.0 371.95
54 29.0 1 Hamil
Normal
10.71 7.4 10.7 205.0 310.98
55 32.0 1 Hamil
Normal
9.42 6.5 12.7 198.0 509.17
56 27.0 0 Hamil
Normal
10.14 9.6 11.8 282.0 414.63
57 26.0 0 Hamil
Normal
12.42 10.1 12.8 287.0 724.77
58 20.0 0 Hamil
Normal
7.71 6.8 12.5 350.0 564.22
59 28.0 2 Hamil
Normal
11.42 7.4 11.5 267.0 692.66
60 27.0 1 Hamil
Normal
12.42 11.6 12.0 278.0 208.33
75
Lampiran 6 Statistik Hasil Penelitian
Tests of Normality
Diagnosis
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur Abortus Inkomplit .095 30 .200* .964 30 .379
Hamil Normal .106 30 .200* .945 30 .124
Paritas Abortus Inkomplit .280 30 .000 .813 30 .000
Hamil Normal .258 30 .000 .811 30 .000
UK Abortus Inkomplit .164 30 .037 .898 30 .007
Hamil Normal .159 30 .050 .936 30 .072
Kadar Gpx Abortus Inkomplit .196 30 .005 .866 30 .001
Hamil Normal .180 30 .014 .920 30 .027
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Group Statistics
Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Umur Abortus Inkomplit 30 27.43 5.823 1.063
Hamil Normal 30 27.53 5.178 .945
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95%
Confidence
Interval of the
Difference F Sig.
Lower Upper
Umur Equal variances
assumed .673 .415 -.070 58 .944 -.100 1.423
-
2.948 2.748
Equal variances
not assumed
-.070 57.218 .944 -.100 1.423
-
2.949 2.749
76
Group Statistics
Diagnosis N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Paritas Abortus Inkomplit 30 1.03 1.159 .212
Hamil Normal 30 1.07 1.081 .197
UK Abortus Inkomplit 30 10.8537 1.93615 .35349
Hamil Normal 30 10.8427 2.04045 .37253
Kadar Gpx Abortus Inkomplit 30 2.4774E2 152.50031 27.84262
Hamil Normal 30 3.4800E2 183.15820 33.43996
Mann-Whitney Test
Ranks
Diagnosis N Mean Rank Sum of Ranks
Paritas Abortus Inkomplit 30 29.92 897.50
Hamil Normal 30 31.08 932.50
Total 60
UK Abortus Inkomplit 30 30.40 912.00
Hamil Normal 30 30.60 918.00
Total 60
Kadar Gpx Abortus Inkomplit 30 25.88 776.50
Hamil Normal 30 35.12 1053.50
Total 60
Test Statisticsa
Paritas UK Kadar Gpx
Mann-Whitney U 432.500 447.000 311.500
Wilcoxon W 897.500 912.000 776.500
Z -.273 -.044 -2.048
Asymp. Sig. (2-tailed) .785 .965 .041
a. Grouping Variable: Diagnosis
77
Area Under the Curve
Test Result Variable(s):Kadar Gpx
Area Std. Errora Asymptotic Sig.
b
Asymptotic 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
.654 .072 .041 .513 .795
The test result variable(s): Kadar Gpx has at least one tie between the positive actual state
group and the negative actual state group. Statistics may be biased.
a. Under the nonparametric assumption
b. Null hypothesis: true area = 0.5
78
Coordinates of the Curve
Test Result Variable(s):Kadar Gpx
Positive if Greater Than or
Equal Toa Sensitivity 1 - Specificity
35.1300 1.000 1.000
49.3150 1.000 .967
65.2550 1.000 .933
69.8500 1.000 .900
79.9650 1.000 .867
92.8350 1.000 .833
98.3450 1.000 .767
103.8600 1.000 .700
109.3750 1.000 .667
113.9700 .967 .667
118.5700 .933 .633
120.4050 .900 .633
123.6500 .900 .600
137.9900 .867 .600
154.1650 .867 .567
170.8300 .867 .533
191.6650 .800 .533
204.1650 .767 .533
211.9600 .733 .533
224.4600 .700 .533
237.5000 .667 .533
245.8350 .633 .533
259.1450 .633 .500
271.3400 .633 .467
277.4350 .567 .467
283.5350 .533 .467
289.6350 .500 .467
298.7800 .467 .433
307.9300 .433 .433
79
317.0750 .400 .400
344.5100 .400 .367
367.9500 .400 .333
371.0000 .400 .300
375.0000 .367 .300
393.2950 .367 .267
410.3300 .333 .267
413.3750 .333 .233
417.6800 .300 .233
423.7800 .300 .200
432.9250 .300 .133
442.0700 .267 .133
451.2200 .267 .067
460.3650 .267 .033
478.6550 .267 .000
501.5350 .233 .000
536.6950 .200 .000
573.3950 .167 .000
587.1550 .133 .000
637.6050 .100 .000
688.0650 .067 .000
708.7150 .033 .000
725.7700 .000 .000
The test result variable(s): Kadar Gpx has at least one tie between the positive actual
state group and the negative actual state group.
a. The smallest cutoff value is the minimum observed test value minus 1, and the
largest cutoff value is the maximum observed test value plus 1. All the other cutoff
values are the averages of two consecutive ordered observed test values.
80
Gpx * Diagnosis Crosstabulation
Count
Diagnosis
Total Abortus Inkomplit Hamil Normal
Gpx Rendah 14 4 18
Tinggi 16 26 42
Total 30 30 60
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 7.937a 1 .005
Continuity Correctionb 6.429 1 .011
Likelihood Ratio 8.288 1 .004
Fisher's Exact Test .010 .005
Linear-by-Linear Association 7.804 1 .005
N of Valid Casesb 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Gpx17083 (rendah / tinggi) 5.688 1.591 20.330
For cohort Diagnosis = Abortus Inkomplit 2.042 1.292 3.227
For cohort Diagnosis = Hamil Normal .359 .146 .880
N of Valid Cases 60