Post on 09-Mar-2019
JURNAL
PELAKSANAAN PEROLEHAN HAK MILIK ATAS TANAH KAS DESA
( OLEH GEREJA KATOLIK ) DI KABUPATEN SLEMAN DALAM MEWUJUDKAN
KEPASTIAN HUKUM
Diajukan Oleh :
TOMÁSIA MARIA DE DEUS
NPM : 100510449
Program Studi : Ilmu Hukum
Program kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
FAKULTAS HUKUM
2015
I. Judul Tugas Akhir : Pelaksanaan Perolehan Hak Milik Atas Tanah Kas Desa ( Oleh
Gereja Katolik ) Di Kabupaten Sleman Dalam Mewujudka
Kepastian Hukum
II. Identitas
Nama Mahasiswa : Tomásia Maria de Deus
Nama Dosen Pembimbing : Dr. V. Hari Supriyanto, S.H., M.Hum.
Maria Hutapea, S.H., M.Hum.
III. Nama Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum
Universitas : Universitas Atma Jaya Yogyakarta
IV. Abstract
Title The provision of a land titles for the Catholic Church in the district of Sleman,
in achieving legal certainty. Granting rights to a land is a hereditary right and this is in fact
the strongest and most reliable way to possess a land (Act No. 5, 1960; Article 20, section
1). Furthermore, the land titles ownership right can only be given to Indonesian citizens.
However, it can also be given to legal entities, which are qualified or able to meet certain
conditions in accordance with Government Regulation number. 38 of 1963. To be able to
be qualified, there are steps that needed to be taken. The first one is to put forward a
proposal on grantingrights of a land to certain parties, such as the village chief. After the
village chief approves the proposal, the next step is to get the approval from the regents
and the governor.If it is approved, the governor will make a decision by granting
permission to the village chief to release the land to the interested parties. Furthermore, the
interested parties on the ground, who are the Catholic Church of St. John the Apostle
Pringwulung, which is located in the village Condongcatur and the Catholic Church of
Santa Maria Assumpta Babarsari, which is located in the village Caturtunggal, began
exploring ways on how to give a compensation to the previous owners of the land. The
previous landowners will give the land certificate to the new owner after the compensation
process is completed.
With the fulfillment of the terms or conditions as presented in the above, the granting
of land rights to the institution of the Catholic Church of St. John the Apostle in
Pringwulung and the Catholic Church Santa Maria in AssumptaBabarsarihas actually meet
the legal certainty, as it has also been outlined in the legislation through regulation no. 38
of 1963, article 4 and the decision of the Director General of Agrarian and Transmigration
Ministry of Home Affairs on February 13, 1967.
Key words: Land ownership right, religious legal entity of the Catholic Church,
compensation, legal certainty
V. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Tanah merupakan sesuatu yang mempunyai peran penting bagi umat manusia
karena semua manusia memerlukan tanah semasa hidup sampai dengan meninggal
dunia. Sangat berartinya tanah bagi kehidupan manusia sehingga dalam Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia ditentukan bahwa bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai realisasi dari Pasal 33 ayat (3)
Undang Undang Dasar 1945 Pemerintah mengeluarkan Undang- Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau sering disebut dengan
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b UUPA
ditentukan bahwa Negara mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa. Hal ini berarti bahwa Bumi, air dan ruang
angkasa tidakk dimiliki oleh Negara, melainkan Negara sebagai organisasi kekuasaan
tertinggi dari seluruh rakyat Indonesia diberi wewenang untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, pengunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air,
ruang angkasa dan kekayaan alam (BARAKA) berkaitan dengan salah satu Hak
menguasai Negara yaitu mengatur hubungan hukum antara orang dengan perbuatan-
perbuatan hukum menegenai BARAKA.
Salah satu macam hak atas tanah yang dapat diberikan di atas tanah negara
adalah Hak Milik atas tanah. Dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA ditentukan bahwa “ Hak
Milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Turun temurun artinya Hak Milik
atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya
meninggal dunia maka Hak Milik atas tanah dapat diajukan oleh ahli warisnya
sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik atas tanah. Terkuat artinya Hak
Milik atas tanah dapat dibebani oleh hak atas tanah yang lain kecuali Hak Guna Usaha
dan tanah Hak Miliknya dapat menjadi induk dan tidak berinduk pada hak atas tanah
yang lain. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang paling luas
kepada pemiliknya dibandingkan hak atas tanah yang lain.
Dalam Pasal 21 ayat (1) dan (2) ditentukan bahwa:
(1) Warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik (2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik
dan syarat-syaratnya.
Pasal 21 ayat (2) menentukan bahwa Hak Milik dapat juga diberikan kepada
badan hukum dengan memenuhi syarat tertentu. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan hukum yang dapat
mempunyai Hak Milik atas tanah ditentukan bahwa:
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara); b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-
undang No. 79 tahun 1958; c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri Pertanian/Agraria setelah
mendengar Menteri Agama; d. Badan-badan social yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar
Menteri Kesejahteraan social;
Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1963
bahwa maksud dari Hukum Agraria baru tentang penunjukan badan hukum tertentu
sebagai subyek Hak Milik atas tanah merupakan suatu pengecualian. Mengingat akan
keperluan masyarakat yang sangat erat hubungan dengan keagamaan, sosial dan
perekonomian maka dimungkinkan bagi badan-badan hukum tertentu dapat mempunyai
Hak Milik
Salah satu badan hukum keagamaan adalah Gereja atau juga disebut sebagai Paroki.
Paroki merupakan pusat atau gabungan dari kapel Kecil. Kapel adalah gereja kecil.
Gereja merupakan sakramen persatuan manusia dengan Allah secara mendalam karena
gereja tempat yang mengumpulkan manusia dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa.
Untuk mendirikan sebuah paroki, gereja atau Kapel diperlukan tanah. Berdasarkan Pasal
21 ayat (2) UUPA jis Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 1963 dan Keputusan
Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor 1/Dd. AT/Agr/1967 tentang
Penunjukan Badan-badan Gereja Roma Katolik sebagai Badan Hukum yang dapat
mempunyai Tanah dengan Hak Milik maka badan keagamaan dapat sebagai subyek Hak
Milik dengan kata lain Paroki, Kapel dan Gereja dapat sebagai subyek Hak Milik
Umat Katolik di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Kabupaten
Sleman, selalu bertambah setiap tahun. Berdasarkan data dari Statistik tahun 2014
jumlah umat sebanyak 63.637 orang, sedangkan di Kecamatan Depok menurut data
monografi Kecamatan Depok tahun 2013 sebanyak 8.117 dengaan jumlah Paroki Katolik
yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut buku Katalog Imam Bruder, Suster
Keuskupan Agung Semarang Tahun 2014 dengan sebutan KEVIKEPAN DIY terdiri dari
wilayah Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo dan Sleman
jumlah Paroki 30 dan 58 Kapel sedangkan di Kecamatan Depok menurut Data monografi
Kecamatan Depok tahun 2013 Jumlah Paroki 23 dan 7 Kapel. Dari 23 Paroki di ambil
dua Paroki yaitu Gereja Katolik (GK) Pringwulung dan Gereja Katolik (GK) Babarsari
yang mempunyai umat Katolik cukup banyak. Mereka berasal dari Kabupaten Sleman
maupun dari luar Kabupaten Sleman. Dengan bertambah banyaknya umat yang beribadah
maka kedua gereja tersebut memerlukan tanah Hak Milik untuk tempat Parkir dan
pelayanan Kesehatan
Pengurus Gereja Katolik Pringwulung mengajukan Hak Milik kepada Pemerintah
Desa pada tahun 2005 tetapi proposal tersebut berhenti karena pergantian pengurus atau
Dewan Gereja Katolik Pringwulung. Kemudian pada tahun 2008 Pengurus Gereja
kembali mengajukan Permohonan Hak Milik atas Tanah Kas Desa kepada Pemerintah
Desa, Selain permohonan atas Tanah Kas Desa ada tanah Hak Milik yang dikuasai oleh
dua orang warga Pringwulung yang juga diminta oleh Gereja Katolik Pringwulung, tetapi
dalam tulisan ini tidak dibahas karena penulis hanya menekankan pada Perolehan Hak
Milik yang dari Tanah Kas Desa. Sedangkan Gereja Katolik Babarsari mengajukan
Permohonan Hak Milik Atas Tanah Kas Desa pada tahun 2007.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu:
1. Bagaimanakah Gereja Katolik Pringwulung dan Babarsari memperoleh Hak Milik
atas Tanah Kas Desa di Kabupaten Sleman?
2. Apakah perolehan Hak Milik tersebut telah mewujudkan kepastian hukum?
VI. Isi Makalah
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
PERNYATAAN KEASLIAN
ABSTRACT
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
D. MANFAAT PENELITIAN
E. KEASLIAN PENELITIAN
F. BATASAN KONSEP
G. METODE PENELITIAN
H. SISTEMATIKA SKRIPSI
BAB II : PELAKSANAAN PEROLEHAN HAK MILIK ATAS TANAH KAS
DESA ( OLEH GEREJA KATOLIK ) DI KABUPATEN SLEMAN
DALAM MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM
A. Tinjauan Tentang Hak Milik
B. Tinjauan Tentang Pendaftaran Tanah
C. Tinjauan Tentang Tanah Kas Desa
D. Tinjauan Tentang Gereja Katolik
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
VII. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Proses Perolehan
Hak Milik Atas Tanah Kas Desa oleh Gereja Katolik Pringwulung dan Gereja Katolik
Babarsari telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Gereja Katolik Pringwulung mengajukan permohonan Hak Milik yang dari Tanah
Kas Desa (TKD) pada awalnya tahun 2005 tetapi karena ada pertukaran dewan atau
pengurus Gereja Katolik Pringwulung maka permohonan tersebut tidak dilanjutkan.
Permohonan Hak Milik dimulai lagi pada tahun 2008 dan sertipikat Hak Milik
diberikan oleh Badan Pertanahan nasional (BPN) melalui Kepala Kantor Pertanahan
Sleman pada tahun 2011. Gereja Katolik Babarsari mengajukan Permohonan Hak
Milik pada tahun 2007 dan sertipikat hak Milik diberikan oleh Badan Pertanahan
Nasioal melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman pada tahun 2012.
2) Tahap-tahapnya adalah:
a. Panitia peduli Gereja megajukan proposal Perolehan Hak Milik Atas Tanah Kas
Desa kepada Pemerintah Desa Condoncatur dan Caturtunggal dengan tujuan
untuk pembangunan saranana parkir, pelayanan kesehatan dan perluasan tempat
peribadatan
b. Panitia Peduli Gereja melakuan presentasi atas proposal di hadapan Badan
Perwakilan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa;
c. Badan Perwakilan Desa (BPD) menyetujui Tanah Kas Desa untuk pembangunan
sarana parkir, pelayanan kesehatan dan perluasan tempat peribadatan;
d. Kepala desa mengabulkan proposal tersebut dan mengajukan surat rekomendasi
kepada Camat Pemerintah Kecamatan Depok tentang permohonan Izin Pelepasan
Tanah Kas Desa;
e. Pemerintah Kecamatan dan Camat Depok mengajukan surat kepada Bupati
Sleman tentang Pelepasan Tanah Kas Desa
f. Bupati Sleman mengajukan Permohonan Izin Pelepasan Tanah Kas Desa kepada
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa Pemerintah Desa Condongcatur
dan Caturtunggal melepaskan Tanah Kas Desa kepada Pengurus Gereja untuk
sarana parkir, pelayanan kesehatan dan perluasan tempat peribadatan;
g. Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pemberian Izin Kepada
Pemerintah Desa Untuk Melepaskan Tanah Kas Desa kepada Panitia Gereja
Condongcatur dan Caturtunggal untuk Sarana Parkir, Pelayanan kesehatan dan
Perluasan Tempat Peribadatan;
h. Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman
menerbitkan sertipikat Hak Milik atas nama Panitia peduli Gereja Katolik Santo
Yohanesa Rasul Pringwulung dan Gereja Katolik Santa Maria Assumpta
Babarsari
Baik Gereja Katolik Santo Yohanes Rasul Pringwulung maupun Gereja
Katolik Santa Maria Assumpta Babarsari telah memperoleh kepastian hukum karena
kedua Gereja tersebut telah memperoleh sertipikat Hak Milik atas tanah.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan maka saran-
yang dapat penulis ajukan adalah Sebaiknya bagi badan hukum keagamaan yang akan
mengajukan Hak Milik Atas Tanah Negara perlu memperhatikan proses-proses yang
terkait dengan perolehan Hak Milik atas Tanah Kas Desa agar dengan mudah
memperolehnya.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku:
Adolf Heuken SJ, 1995, Ensiklopedia Gereja, jilid ke V Tr-Z SejarahGereja Indonesia, Sejarah Gereja Asia,Yayasan Cipta Loka Cakra
Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah pembentukan UUPA, Isi dan
Pelaksanaannya) Djambatan, Jakarta
Bernhard Limbong, 2012, Hukum Agraria Nasional, Jakarta Selatan
Bachtiar Effendie, 1982, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Penerbitan Alumni Bandung
Etta Mamang Sangadji, Sopiah, 2010, Metodologi Penelitian (Pendekatan Praktis Dalam
Penelitian) Andi Ofset Yogyakarta
Jw. Muliawan, 2009, Pemberian Hak Milik untuk Rumah Tinggal, Cerdas Pustaka Publisher, Jakarta
Konferensi Waligereja Indonesia, 1996, Iman Katolik (informasi dan referensi) Obor,
Jakarta
Kartini Muljadi dan Gunawan Wijaya, 2003 Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta
M. Nurwidi, 1996, Eklesiologo ARDAS, Keuskupan Semarang
Mertokusumo, 2011, Perundang-Undangan Agraria Indonesia, Liberty Yogyakarta
P. Herman Embuiru, SVD. R Hardawiryana, SJ, Penerjemahan Edisi Jerman, 1998 Katekismus Gereja Katolik, Arnoldus Ende
Soerjono Soekanto, 1998, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia.
Urip Santoso, 2005, HukumAgraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Rawamangun, Jakarta ____________ 2010 , Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Rawamangun, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan :
Undang –Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 tahun 1954 tentang Tanah Kas Desa
Undang –Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Badan-Badan Hukum Tertentu Yang Dapat Memiliki Tanah Hak Milik
Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor 1/DdAT/Agr/1967 tentang Penunjukan Badan-badan Gereja Roma Katolik sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai Tanah dengan Hak Milik
Undang –undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pendapatan Asli Desa Untuk Menyelenggarakan Pemerintahan Desa Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengadaan, Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Kas Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa
Peraturan Gubernur DIY Nomor 11 Tahun 2008 tentang Tanah Kas Desa
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 tahun 2012 tentan Pedoman, pengelolaan pemanfaatan Tanah Kas Desa