Post on 14-Jul-2016
description
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stres adalah kejadian yang penting serta tidak dapat dihindari dari
kehidupan sehari-hari (Nandamuri & Ch, 2011). Data WHO (2011)
menunjukkan bahwa sebanyak 450 juta penduduk di dunia mengalami
gangguan kesehatan akibat stres (Larasaty, 2012). Berdasarkan penelitian
World Health Organitation (WHO), diberbagai negara, sebesar 20-30%
pasien yang datang dipelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala
gangguan jiwa dan bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi
(Sundari, 2012).
Menurut Yosep I (2010) menyebutkan stres sebagai reaksi fisik, mental,
dan kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, membingungkan,
membahayakan, dan merisaukan seseorang. Dikatakan pula Stres merupakan
respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban
atasnya. Dalam Wulandari, 2012, membagi stres dalam beberapa tingkatan,
yaitu: stres ringan, stres sedang, stres berat.
Mahasiswa dalam kegiatannya juga tidak terlepas dari stres. Stresor atau
penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan
akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari harapannya
sendiri. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban
pelajaran, tuntutan orang tua untuk berhasil di kuliahnya dan penyesuaian
sosial di lingkungan kampusnya. Tuntutan ini juga termasuk kompetensi
perkuliahan dan meningkatnya kompleksitas materi perkuliahan yang
semakin lama semakin sulit. Tuntutan dari harapan mahasiswa dapat
bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran (Heiman
& Kariv, 2005).
Berbagai penelitian telah mendokumentasikan stres di kalangan
mahasiswa kedokteran dan menunjukkan adanya stres yang sangat tinggi
apabila dibandingkan dengan program studi lain di sektor non-medis (Navas,
2012). Salah satu Penelitian tentang stres pada mahasiswa kedokteran yang
dilakukan di salah satu Universitas di Indonesia oleh Carolin (2010) yaitu
1
dengan diambil sampel 90 mahasiswa kedokteran dan didapatkan gambaran
tingkat stres pada mahasiswa kedokteran sebesar 71%. Secara keseluruhan,
prevalensi stres pada mahasiswa fakultas kedokteran masih cukup tinggi,
yaitu berkisar 30-70%.
Stres dapat dianggap sebagai ancaman yang dapat menyebabkan
kecemasan, depresi, disfungsi sosial bahkan niat untuk mengakhiri hidup
(Nandamuri & Ch,2011). Kondisi depresi dan kecemasan adalah hal yang
tidak diinginkan dalam suatu komunitas pendidikan. Siswa yang prestasi
akademiknya kurang berhasil, dilaporkan memiliki tingkat stres yang tinggi.
Dampak negatif dari stress emosional pada mahasiswa kedokteran akan
mengganggu perkuliahan serta menganggu kinerja mereka. Mahasiswa yang
mengalami kondisi stres yang ekstrem atau depresi membutuhkan perhatian
serius, jika mahasiswa tidak mampu mengatasi stres dari proses pendidikan
yang mereka terima akan berdampak buruk terhadap dirinya pribadi dan
profesinya kelak sebagai dokter (Navas, 2012).
Menurut Chappy (2008) dalam Mahaning (2011), terdapat berbagai cara
untuk mengurangi kecemasan dan stres, diantaranya adalah latihan fisik.
Latihan fisik atau yang lebih dikenal dengan olahraga adalah tindakan fisik
untuk meningkatkan kesehatan atau memperbaiki deformitas fisik (Balqish
2011), melakukan latihan fisik minimal 30 menit dapat menstimulasi
pelepasan hormon endorfin dan menurunkan kadar hormon kortisol di dalam
tubuh. Berkurangnya kadar kortisol di dalam tubuh akan menyebabkan
terciptanya keseimbangan mental. Menurut Departemen Kesehatan RI (2007),
latihan fisik juga sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik, mental
dan mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang
hari. Salah satu jenis olahraga ringan yang mudah di aplikasikan dan hemat
biaya adalah berlari dengan santai atau yang lebih dikenal dengan jogging.
Jogging berarti berlari dengan kecepatan yang tidak lebih dari delapan mil per
jam (Chattin, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan tingginya prevalensi
stress di kalangan mahasiswa kedokteran di berbagai Fakultas Kedokteran di
Indonesia, maka potensi kejadian stres pada mahasiswa di Fakultas
2
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman juga tinggi, termasuk pada
mahasiswa kedokteran Angkatan 2013. Belum diketahui apakah mahasiswa
yang memiliki kebiasaan berolahraga jogging memiliki tingkat stress yang
lebih rendah daripada mahasiswa yang tidak melakukan olahraga.
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui hubungan intensitas jogging dengan tingkat stres pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Angkatan 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyan penelitian sebagai berikut :
Apakah terdapat hubungan antara intensitas jogging dengan tingkat stres
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
angkatan 2013 ?
C. Tujuan dan manfaat
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui dan menganalisis hubungan antara intensitas jogging
dengan tingkat stres pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman angkatan 2013.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui intensitas jogging mahasiswa Fakultas Kedokteran
angkatan 2013
2) Mengetahui tingkat stres mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan
2013
2. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
1) Bagi Ilmu Pengetahuan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah sumber informasi
3
dan wacana dalam pengembangan ilmu kesehatan khususnya
mengenai hubungan intensitas jogging dengan tingkat stres.
2) Bagi Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan
masukan bagi pengembangan penelitian sejenis di kemudian hari
dengan perbaikan pada bagian tertentu.
b. Manfaat praktis
1) Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
kepada masyarakat tentang pentingnya olahraga atau dalam hal ini
jogging terhadap tongkat stres di masyarakat.
2) Bagi Mahasiswa
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa
dalam mengatasi kejenuhan dan tingkat stres yang dihadapi
mahasiswa.
3) Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat sebagai masukan informasi
dalam memberikan gambaran hubungan antara intensitas jogging
dengan tingkat stres pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2013.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Pemikiran Penelitian
1. Stres
a. Definisi
Stres merupakan sebuah hubungan antara kejadian-kejadian
atau kondisi-kondisi lingkungan dengan penilaian kognitif individu
terhadap tingkat dan tipe tantangan, kesulitan, kehilangan, maupun
ancaman (Lazarus & Folkman dalam Sholichatun, 2011).
Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik
terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon
tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban
pekerjaan yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak
ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang
bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata ia
mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya
dengan baik, maka ia disebut mengalami distres (Hans Seyle dalam
Masri, 2013; Hawari, 2006).
b. Diagnosis
Beberapa mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-
tanda berikut ini (Goff, 2011):
1) Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan tenggorokan kering,
tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan
terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah
urat dan gelisah.
2) Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas, sedih, jengkel, salah
paham, tidak berdaya, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan
semangat, susah konsentrasi, dan sebagainya.
3) Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati yang berlebihan,
menjadi lekas panik, kurang percaya diri, penjengkel.
5
Menurut pendapat yang lain, gejala stres dapat berupa tanda-tanda
sebagai berikut (Govarest, 2010):
1) Fisik, yaitu sulit tidur atau tidak dapat tidur teratur, sakit kepala,
sulit buang air besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus,
kulit gatal-gatal.
2) Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung, terlalu
sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah,
sedih, mudah menangis.
3) Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat
menurun, sulit berkonsentrasi, suka melamun, pikiran hanya
dipenuhi satu pikiran saja.
4) Interpersonal, yaitu acuh, kurang percaya kepada orang lain,
sering mengingkari janji, suka mencari kesalahan orang lain,
menutup diri, mudah menyalahkan orang lain.
Beberapa beranggapan kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga
gejala dari stres pada individu, yaitu (Wexley, 2009):
1) Gejala Psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui
pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
a) Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
b) Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
c) Sensitif dan hipereaktivitas
d) Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
e) Komunikasi yang tidak efektif
f) Perasaan terkucil dan terasing
g) Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
h) Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan
konsentrasi
i) Kehilangan spontanitas dan kreativitas
j) Menurunnya rasa percaya diri
2) Gejala Fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
6
a) Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
b) Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan
noradrenalin)
c) Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
d) Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
e) Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom
kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
f) Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang
ada
g) Gangguan pada kulit
h) Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan
otot
i) Gangguan tidur
j) Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi
kemungkinan terkena kanker
3) Gejala Perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja diantaranya :
a) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
b) Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
c) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
d) Perilaku sabotase dalam pekerjaan
e) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai
pelampiasan, mengarah ke obesitas
f) Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai
bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-
tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
g) Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi,
seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
h) Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
i) Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga
dan teman
7
j) Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
c. Penyebab Stres
Individu sebagai makhluk sosial memiliki pengalaman masing-
masing dalam menghadapi kehidupan. Terkadang terdapat perubahan
besar yang dapat menimbulkan stres. Stimuli yang mengawali
terhadap perubahan disebut dengan stresor. Dengan adanya stresor,
menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan
usaha yang telah dilakukan. Stresor terdiri dari stresor fisik, fisiologis,
dan psikologis (Potter & Perry, 2005).
Stresor fisik berasal dari suhu tempat individu berada seperti
terlalu tinggi atau terlalu rendah, suara yang menimbulkan
kebisingan, dan sinar yang terlalu terang. Stresor fisiologis berasal
dari gangguan yang terdapat pada tumbuh individu sehingga fungsi
tubuh tidak normal. Sedangkan stresor psikologis, berasal dari
gangguang interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan di
lingkungan sekitar (Potter & Perry, 2005).
d. Tingkatan Stres
Setiap Individu mempunyai persepsi dan respon yang berbeda-
beda terhadap stres. Persepsi seseorang didasarkan pada keyakinan,
norma, pengalaman, pola hidup, faktor lingkungan, struktur keluarga,
fungsi keluarga, tahap perkembangan keluarga, pengalaman masa lalu
dengan stres, dan mekanisme koping. Berdasarkan studi literatur,
ditemukan tingkatan stres menjadi lima bagian, antara lain:
1) Stres normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan
bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi kelelahan
setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan
detak jantung berdetak lebih keras setelah aktivitas. Stres normal
alamiah dan menjadi penting, karena setiap orang pasti pernah
mengalami stres. Bahkan sejak dalam kandungan (Crowford &
Henry, 2003).
8
2) Stres ringan
Stres ringan adalah stresor yang dihadapi secara teratur
yang dapat berlangsung beberapa menit atau jam. Situasi seperti
banyak tidur, kemacetan atau dimarahi dosen. Stresor ini dapat
menimbulkan gejala, antara lain bibir sering kering, kesulitan
bernafas (sering terengah-engah), kesulitan menelan, merasa
goyah, merasa lemas, berkeringat berlebihan ketika temperatur
tidak panas dan tidak setelah beraktivitas, takut tanpa alasan yang
jelas, menyadari denyut jantung walaupun tidak setelah
melakukan aktivitas fisik, tremor pada tangan, dan merasa sangat
lega jika situasi berakhir (Psychology Foundation of Australia,
2010). Stresor ringan dengan jumlah yang banyak dalam waktu
singkat dapat meningkatkan risiko penyakit bagi mahasiswa.
3) Stres sedang
Stres ini terjadi lebih lama antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan dengan teman atau pacar. Stresor ini dapat
menimbulkan gejala, antara lain mudah marah, bereaksi
berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk beristirahat, merasa
lelah karena cemas, tidak sabar ketika mengalami penundaan dan
menghadapi gangguan terhadap hal yang sedang dilakukan,
mudah tersinggung, gelisah, dan tidak dapat memaklumi hal
apapun yang menghalangi ketika sedang mengerjakan sesuatu
hal, tugas kuliah (Psychology Foundation of Australia, 2010).
4) Stres berat
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam
beberapa minggu, seperti perselisihan dengan dosen atau teman
secara terus-menerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan,
dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan lama situasi
stres, makin tinggi risiko stres yang ditimbulkan. Stresor ini
dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa tidak dapat
merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk
9
melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat
diharapkan di masa depan, sedih dan tertekan, putus asa,
kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga sebagai
seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak bermanfaat.
Semakin meningkat stres yang dialami mahasiswa secara
bertahap maka akan menurunkan energi dan respon adaptif
(Psychology Foundation of Australia, 2010).
5) Sangat berat
Stres sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi
dalam beberapa bulan dan dalam waktu yang tidak dapat
ditentukan. Seseorang yang mengalami stres sangat berat tidak
memiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah. Seseorang
dalam tingkatan stres ini biasanya teridentifikasi mengalami
depresi berat (Crowford & Henry, 2003).
e. Dampak stress
Stres dapat berpengaruh dengan dua cara. Pertama, stres akan
mengakibatkan perubahan yang secara langsung mempengaruhi
sistem tubuh secara fisik yang menimbulkan pengaruh pada
kesehatan. Kedua, stres akan mempengaruhi perilaku individu secara
tidak langsung sehingga menimbulkan penyakit atau memperburuk
kondisi yang ada (Perdana, 2010).
f. Stress Pada Mahasiswa
Kondisi kekurangan yang dihayati sebagai sesuatu cacat yang
sangat menentukan seperti penampilan fisik, jenis kelamin, usia,
intelegensi dan lain-lain akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan fisik dari individu, sehingga juga mempengaruhi
tingkat stres seseorang. Disebutkan bahwa semakin lanjut usia
seseorang semangkin meningkat pula kedewasaan teknis dan tingkat
kedewasaan psikologisnya yang menunjukkan kematangan jiwa,
dalam arti semakin bijaksana, mampu berfikir secara rasional,
mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap orang lain (Siagian,
2000). Sedangkan, Stuart dan Laraia (2005) menyatakan usia
10
berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi
berbagai macam stresor, kemampuan memanfaatkan sumber
dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping.
Perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan peran
dan sosial, proses pembelajaran, pekerjaan, serta hubungan
interpersonal. Perubahan kondisi keuangan dan segala akibatnya
(menciutnya anggaran keuangan, keterbatasan uang). Berdasarkan
penjabaran singkat tentang stresor, setiap individu harus beradaptasi
dengan stresor.
Mahasiswa mengalami stres akademik dengan karakteristik
stresor yang kompleks. Agolla dan Ongori (2009) mengemukakan
bahwa sumber stres akademik meliputi: manajemen waktu, tuntutan
akademik dan lingkungan akademik. Sumber stres tersebut dijabarkan
dan diperoleh berupa: tugas-tugas akademik, penurunan motivasi,
ketidakadekuatan peran akademik, jadwal perkuliahan yang padat dan
tidak jelas, serta kecemasan tidak mendapatkan pekerjaaan setelah
lulus kuliah. Sedangkan menurut Davidson (2001), mengemukakan
sumber stres akademik meliputi: situasi yang monoton, kebisingan,
orang-orang atau tugas yang terlalu banyak, harapan yang mengada-
ngada, ketidakjelasan, kurang adanya kontrol, keadaan bahaya dan
kritis, tidak dihargai, diacuhkan, kehilangan kesempatan, aturan yang
membingungkan, tuntutan yang saling bertentangan, dan deadline
tugas perkuliahan.
g. Faktor Pencegah Stres
11
Beberapa cara untuk mengurangi stres diantaranya adalah
melalui pola makan yang sehat dan bergizi, memelihara kebugaran
jasmani, latihan pernafasan, latihan relaksasi, melakukan aktivitas
yang menggembirakan, berlibur, menjalin hubungan yang harmonis,
menghindari kebiasaan yang jelek, merencanakan kegiatan harian
secara rutin, memelihara tanaman dan binatang, meluangkan waktu
untuk diri sendiri dan keluarga, dan menghindari diri dari kesendirian.
Individu yang memiliki kebugaran jasmani yang baik akan terindar
dari stres karena memiliki kemampuan ambang rangsang psikis yang
tinggi terhadap stres (Sukadiyanto, 2010).
2. Olahraga sebagai Upaya Preventif Stres
Beberapa studi telah menunjukkan aktivitas fisik dapat mengurangi
angka kejadian dan tingkat keparahan gangguan mood stres yang terkait
termasuk diantaranya adalah ansietas dan depresi. Olahraga jenis aerobik
maupun anaerobik dapat memberikan dampak protektif terhadap stres
secara konsisten. Efek ini dikaitkan dengan peningkatan neurotransmiter
khususnya serotonin dan dopamine. Selain itu olahraga juga
meningkatkan sekresi opioid endogen ataupun endorfin sehingga olahraga
dapat menanggulangi efek merugikan yang ditimbulkan dari stres
(Greenwood & Fleshner dalam Haryatno, 2014).
Dampak positif bagi kesehatan mental telah ditemukan pada orang
yang melakukan aktivitas fisik aerobik atau gabungan aktivitas fisik
aerobik dengan aktivitas fisik dengan tujuan memperkuat otot dalam 3-5
hari selama seminggu dengan durasi 30 sampai dengan 60 menit pada satu
kali aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur
memberikan dampak penurunan terhadap gejala kecemasan dan depresi
pada anak dan remaja (U.S. Departement of Health and Human Services,
2008).
3. Jogging
a. Pengertian Jogging
12
Menurut Purwanto (2012) jogging adalah aktivitas olahraga
berupa lari-lari kecil dengan kecepatan di bawah 11 km per jam atau
5,5 m3nit per km yang bertujuan untuk kebugaran. Jogging termasuk
latihan aerobik dimana jogging dilakukan berdasarkan frekuensi,
intensitas, waktu, dan tipe. Jogging dilakukan 3-5 kali seminggu
dengan intensitas sampai menimbulkan keringat dengan durasi 20-60
menit.
Jogging yang dilakukan dengan rutin dapat meningkatkan
kondisi dan efisiensi otot pernapasan, memungkinkan penggunaan
kapasitas yang lebih besarserta memantapkan efisiensi pernapasan
karena pernapasan akan lebih lambar dan dalam sehingga
memungkinkan oksigen banyak yang masuk dan sedikit
karbondioksida yang keluar. Jogging meningkatkan difusi oksigen
dari paru ke dalam darah dimana oksigen disalurkan melalui sel darah
merah dan hemoglobin. Volume darah dan hemoglobin akan
meningkat dengan latihan secara rutin sehingga meningkatkan
kebugaran aerobik tubuh (Sharkey, 2011).
b. Intensitas Jogging
Menurut Purwanto (2012) jogging adalah aktifitas olahraga
berupa lari –lari kecil dengan kecepatan dibawah 11 km per jam atau
5,5 menit per km yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran.
Jogging termasuk dalam latihan aerobik dimana jogging dilakukan
berdasarkan frekuensi, intensitas, waktu dan tipe yang sudah
ditentukan.
c. Jogging sebagai upaya preventif terhadap stres
Beberapa studi telah menunjukkan aktivitas fisik dapat
mengurangi angka kejadian dan tingkat keparahan gangguan mood
stres yang terkait termasuk diantaranya adalah ansietas dan depresi.
Olahraga jenis aerobik maupun anaerobik dapat memberikan dampak
protektif terhadap stres secara konsisten. Jogging merupakan salah
satu pilihan olahraga yang mudah dilakukan. Selain karena mudah
dilakukan, jogging juga tidak membutuhkan alat dan tempat yang
13
khusus sehingga mahasiswa mampu dengan mudah melakukan
jogging. Efek jogging dapat dikaitkan pula dengan peningkatan
neurotransmiter khususnya serotonin dan dopamin. Selain itu jogging
juga meningkatkan sekresi opioid endogen ataupun endorfin sehingga
jogging dapat menanggulangi efek merugikan yang ditimbulkan dari
stres (Greenwood & Fleshner dalam Haryatno, 2014).
B. Kerangka teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
14
Stressor
Fisik Fisiologis Psikologis
Stres
DopaminSerotonin
EnkefalinEndorfin
Jogging
: Menyebabkan/Menjadi
: Menghambat/Menekan
: Variabel yang diteliti
KETERANGAN :
C. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka konsep
D. Hipotesis
Ada hubungan antara intensitas jogging dengan tingkat stres pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman angkatan
2013.
15
Stresor :FisikFisiologisPsikologis
Stres
Jogging
III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasi(non
experimental) dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan antara intensitas jogging dengan stress berdasarkan
hasil pengujian hipotesis terhadap data yang diperoleh dalam waktu yang
bersamaan. Pendekatan cross-sectional digunakan untuk mencari hubungan
antara variabel bebas dengan variabel tergantung dengan melakukan
pengukuran sesaat (Sastroasmoro,2011).
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah mahasiswa S1 Jurusan Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2013 yang
bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan mengisi informed
consent.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Tergantung : tingkat stres
2. Variabel Bebas : intensitas jogging
D. Definisi Operasional Variabel
1. Intensitas Jogging
16
Menurut Purwanto (2012) jogging bentuk olahraga berlari pada keadaan lambat atau santai kecepatan dibawah 11 km per jam atau 5,5 menit per km yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran yang dilakukan secara berulang – ulang dalam waktu yang lama. Jogging dilakukan 3 – 5 kali seminggu, dengan intensitas sampai berkeringat serta dilakukan dalam waktu 20 – 60 menit. Jogging termasuk dalam latihan aerobik dimana jogging dilakukan berdasarkan frekuensi, intensitas, waktu dan tipe yang sudah ditentukan. Jogging dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan yang dimiliki kemudian jika sudah terbiasa baru latihan ditingkatkan (Kravitz, 2001).
2. Tingkat stres
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya
suatu pengalaman emosional negatif yang berupa respon tubuh yang
tidak spesifik terhadap stresor yang dapat mencetuskan kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang serta mengganggu keseimbangan fisiologis dan psikologis.
Tingkat stres diukur menggunakan Perceived Stress Scale dengan skala
data berbentuk kategorik ordinal.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini diawali dengan tahapan pengurusan ijin penelitian, yaitu
permohonan surat ijin kepada ketua jurusan Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman untuk melakukan penelitian. Tahapan berikutnya
menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan
kepada subyek. Setelah memberikan penjelasan dan subyek memahami
maksud dan tujuan penelitian, subyek mengisi dan menandatangani surat
persetujuan untuk menjadi subyek penelitian. Kemudian peneliti melakukan
sosialisasi cara pengisian kuesioner mengenai berolahraga teratur dan tingkat
stres. Peneliti juga merekrut beberapa orang untuk membantu selama proses
penelitian di bawah pengawasan peneliti.
F. Tempat dan Waktu Penelitian
17
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Kedokteran Umum Fakultas
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman. Pengambilan data untuk
dilaksanakan pada bulan Januari 2016.
G. Pengumpulan Data
Alat ukur yang digunakan adalah lembar kuesioner. Pertanyaan dibuat
berdasarkan variabel-variabel yang akan diukur berdasarkan kerangka konsep
penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan berolahraga teratur dengan tingkat
stres. informed consent akan diberikan bersamaan dengan kuesioner tersebut :
1. Kuesioner intensitas jogging
Pada penelitian ini, intensitas jogging diukur menggunakan
kuesioner yang dibuat oleh peneliti serta telah diuji validitas dan
reliabilitas dengan teknik korelasi dan uji Cronbach (Cronbach Alpha)
menggunakan program komputer. Sampel yang digunakan dalam uji
validitas dan reliabilitas ini adalah mahasiswa yang memiliki karakteristik
mirip yaitu mahasiswa angkatan 2014. Jumlah sampel dalam uji validitas
dan reliabilitas ini adalah sebanyak 42 orang.
Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 3.1 di
bawah ini:
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuesioner Berolahraga
Teratur
Pertanyaa
n
Nilai
Tabel r
Nilai
Hitung rStatus Alpha Status
1 0,304 0,666 Valid 0,679 Reliabel
2 0,448 Valid Reliabel
3 0,526 Valid Reliabel
4 0,133 Tidak valid Reliabel
5 0,622 Valid Reliabel
6 0,262 Tidak valid Reliabel
18
Kuesioner terdiri dari empat pertanyaan, meliputi intensitas
jogging (yang ditandai dengan perubahan fisiologis yaitu berkeringat),
frekuensi jogging, dan durasi jogging. Skor kuesioner intensitas jogging
menggunakan skala Likert (sebagai contoh, a=0, b=1, c=2, d=3, e=4) dan
diperoleh dengan menjumlahkan skor jawaban dari masing-masing
pertanyaan. Jumlah skor dalam kuesioner ini adalah 0-16. Interpretasi
pengukuran keusioner intensitas dengan skor tersebut dikategorikan
menjadi: (1) skor 0-4: tidak pernah, (2) skor 5-11: kurang teratur, (3) skor
12-16: teratur.
2. Kuesioner tingkat stres
Tingkat stres diukur menggunakan Perceived Stress Scale (PSS-
10) yang dibuat oleh Sheldon Cohen pada tahun 1988. Kuesioner ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti dengan bantuan
ahli. Perceived Stress Scale adalah self report questionnaire yang terdiri
dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi tingkat stres satu bulan yang
lalu dalam kehidupan subjek penelitian. Skor PSS-10 diperoleh dengan
reversing responses (sebagai contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap
empat soal yang bersifat positif (pertanyaan 4, 5, 7 dan 8) dan
menjumlahkan skor jawaban masing-masing. Jumlah skor dalam PSS-10
adalah 0-40. Interpretasi pengukuran PSS-10 dengan skor tersebut
dikategorikan menjadi: (1) skor 0-7: normal, (2) skor 8-11: stres ringan,
(3) skor 12-15: stres sedang, (4) skor 16-20: stres berat, (5) skor ≥21: stres
cukup berat. Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji
validitas dan reliabilitasnya pada 15 orang mahasiswa oleh mahasiswa FK
Universitas Sumatera Utara tahun 2008 yaitu Tan Lee Pin yang
menyatakan bahwa butir-butir kuesioner Perceived Stress Scale telah valid
dan reliabel sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini.
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Metode pengolahan
a. Editing
19
Meneliti kembali kelengkapan isi lembar kuesioner. Biasanya
dilakukan pada tempat pengambilan data, sehingga mempermudah
dalam melengkapi data bila terjadi kekurangan.
b. Coding
Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban
dengan kode berupa angka, selanjutnya dimasukkan ke dalam lembar
tabel kerja untuk mempermudah pengolahan.
c. Data entry
Menyiapkan lembar kerja dan memasukkan data kedalam program
komputer.
d. Data cleaning
Data ditabulasi dalam tabel frekuensi dan tabel silang untuk melihat
hubungan antar dua variabel.
2. Analisis data
Skala data berbentuk kategorik ordinal sehingga data dianalisis
dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk menguji
hubungan antara intensitas jogging dan tingkat stres pada mahasiswa
dengan bantuan program komputer.
Kekuatan hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak
ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r). Jika koefisien korelasi positif,
maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya jika nilai
variabel bebas tinggi, maka nilai variabel terikat akan tinggi pula.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel
mempunyai hubungan terbalik. Artinya jika nilai variabel bebas tinggi,
maka nilai variabel terikat akan menjadi rendah.
Kriteria koefisien korelasi sebagai berikut: (1) nilai 0,00-0,199:
korelasi sangat rendah, (2) nilai 0,20-0,399: korelasi rendah, (3) nilai
0,40-0,599: korelasi sedang, (4) nilai 0,60-0,799: korelasi kuat, (5) nilai
0,80-1,00: korelasi sangat kuat (Sugiyono, 2003).
20
Jika nilai p<0,05 terdapat korelasi yang bermakna antara dua
variabel yang diuji, tetapi jika nilai p>0,05 tidak terdapat korelasi yang
bermakna antara dua variabel yang diuji.
DAFTAR PUSTAKA
Agolla, J.E., & Ongori, H. 2009. An assasment of academic stress among undergraduate students. Academic journals, Educational research and review vol.4 (2), pp.063-067.
Bararah, Fara Vera (2011). Lawan stres dengan olahraga. Diakses pada 3 Desember 2015 http://health.detik.com/read/2011/06/03/080248/1652559/766/lawan-stres-dengan-olahraga
CDC. 2011. Physical Activity and Health: The Benefits of Physical Activity. Di akses dari http://www.cdc.gov/physicalactivity/everyone/health/index.html pada 1 Desember 2015
Crowford, J. C ., & Henry, J. D. 2003. The Depression Anxiety Stress Scale (DASS): Normative data and latent structure in a-large non-clinical sample. British Journal of Clinical Psycology, 42: 111-131.
Dardas, L.A., & Ahmad, M. M. 2015. Coping Strategies as Mediators between Stress and Quality of Life amonf Parents of Children with Austistic Disorder. The University of Jordan, 31: 5-12.
Davidson, J. 2001. Manajemen waktu. Yogyakarta: Andi.Departemen Kesehatan RI, 2007. Rumah Tangga Sehat dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat. Diakses darihttp://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.promkes.depkes.go.id%2Findex.php%2Fmediaroom%2Fpublikasi-dan-mediapromosi%3Fdownload%3D14%3Aposter-dan-mediapublikasi&ei=D60YUbepMc3jrAex9YCwCQ&usg=AFQjCN
21
GPaH0WSmGp7odvvaivazkd_LFDiw&bvm=bv.42080656,d.bmk pada 3 Desember 2015
Destanti, Handayani dkk, (2011). Perbandingan tingkat stres pada mahasiswa ekstensi 2010 yang bekerja dengan yang tidak bekerja
Haryatno, P. 2014. Hubungan Intensitas Olahraga dan Pola Tidur dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa Tingkat Satu Poltekkes Surakarta. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Hawari, Dadang. 2006. Manajemen stres, cemas, dan depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Irawan, Prasetya. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: FISIP UI.
Kenyon, D.B., Kubik, M.Y., Davey, C., Sihard, J., Fulkerson, J. A. 2012. Alternative High School Student’s Physical Activity: Role of Self-efficacy. AM J HealthBehav 2012;36(3):300-310.
Kurniadi dan Prapanca. 2010. Penjas Orkes untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI. Jakarta: CV Thursina.
Larasaty, R. 2012. Hubungan tingkat stres dengan kejadian sleep paralysis pada mahasiswa FIK UI angkatan2008.http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308815-S%2043112 Hubungan%20tingkat-full%20text.pdf, diakses 2 Desember 2015
Masri, CS. 2013. Hubungan Stres Menurut Skala Social Readjustment Rating Scale dengan Kejadian Disfungsi Seksual pada Wanita Pasangan Usia Subur di Puskesmas Kota Karang Teluk Betung Bandar Lampung November 2013. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Nindhayati, Cahya. 2008. Perilaku Coping Anggota Samapta Polri Ketika Menghadapi Kerusuhan Massa. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Perdana, E. 2010. Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja serta Dampaknya pada Kinerja Karyawan PT. Se-Yi Mangga Dua. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bina Nusantara.
Potter & Perry. 2005. Fundamental of nursing: Concept, process, & practice. (Asih, Y. et. all, Penerjemah). Jakarta: EGC.
Psychology Foundation of Australia. (2010). Depression anxiety stress scale. Desember 2, 2015. http://www2.psy.unsw.edu.au/groups/dass
Purwaningsih, Wahyu, M, Kardiwinata, M. P, Suari, N. W. 2013. Pengaruh Pemberian Hatha Yoga dan Jogging terhadap Kecemasan pada Mahasiswa Semester VIII PSIK FK Universitas Udayana.
Rahayu, Nur Indri dan Siti Hutami Suhayat. Hubungan olahraga rekreasi dan penurunan tingkat stres mahasiswa ilmu keolahragaan. Diakses pada 3 Desember 2015
http://repository.upi.edu/operator/upload/pro_2011_upiuitm_rahayu_hubungan_olahtaga_rekreasi_dan_penurunan_tingkat_stres.pdf
22
Sharkey, B. J. 2011. Kebugaran & Kesehatan cetakan kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sholichatun, Y. 2011. Stres dan Strategi Coping pada Anak Didik di Lembaga Permasyarakatan Anak. Psikoislamika. Jurnal Psikologi Islam. 8(1): 23-42.
Siagian, S.P. 2002. Kiat meningkatkan produktivitas kerja. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. 2005. Psychiatric nursing: Principle and practice 8th Edition. St.Louis:Mosby.
Sundari, J. 2012. Hubungan antara tingkat stres dengan intensita olahraga pada mahasiswa reguler 2008 fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas Indonesia. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311330-S42941- Hubungan%20antara.pdf
WHO. 2011. Global Recommendations on Physical Activity for Health Diakses darihttp://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241599979_eng.pdf pada 3 Desember 2015
Wulandari, R.P. 2012. Hubungan tingkat stres dengan gangguan tidur pada mahasiswa skripsi disalah satu fakultas rumpun science-technology UI.http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313206-S43681-Hubungan%20tingkat.pdf, diakses tanggal 2 Desember 201
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa.Bandung:PT Refika Aditama
23