Post on 12-Jan-2017
iii
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROB TANAH PENDEGRADASI SELULOSA DAN PEKTIN DARI
RHIZOSFER Aquilaria malaccensis
ADIZ ADRYAN ED-HAR
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi dan Identifikasi Mikrob Tanah Pendegradasi Selulosa dan Pektin dari Rhizosfer Aqularia malaccensis adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Adiz Adryan Ed-har NIM A14070015
v
RINGKASAN
ADIZ ADRYAN ED-HAR. Isolasi dan Identifikasi Mikrob Tanah Pendegradasi Selulosa dan Pektin dari Rhizosfer Aquilaria malaccensis. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan GUNAWAN DJAJAKIRANA.
Gaharu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang telah
dimanfaatkan sejak ratusan tahun oleh nenek moyang dalam ritual keagamaan, pengharum ruangan, bahkan obat-obatan. Tanaman yang menghasilkan gaharu umumnya berasal dari genus Aquilaria. Berbagai hipotesa diajukan para peneliti mengenai pembentukan gaharu, salah satunya adalah hipotesa patologi. Pada hipotesa patologi, para peneliti meyakini terbentuknya gaharu diakibatkan oleh infeksi patologi berupa mikrob yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Adanya serangan patogen akan membuat tanaman menghasilkan senyawa fitoaleksin sebagai perlindungan diri. Jaringan tanaman yang rusak akibat serangan patogen itulah yang kemudian menjadi gaharu karena adanya penumpukan senyawa fitoaleksin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi mikrob tanah pada rhizosfer Aquilaria malaccensis yang memiliki kemampuan mendegradasi selulosa dan pektin. Mikrob tanah yang diisolasi dan diidentifikasi berasal dari kelompok bakteri dan fungi. Isolat bakteri dan fungi yang diperoleh dari hasil isolasi diujikan dalam media selektif. Pengujian dilakukan untuk melihat adanya aktivitas selulase secara khas ditunjukan pada media CMC (carboxymethyl cellulose), sedangkan media CPAF (citrus pectin agar for fungi) dan CPAB (citrus pectin agar for bacteria) digunakan untuk melihat adanya aktivitas pektinase. Isolat yang menunjukkan adanya aktivitas selulase dan pektinase ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni setelah digenangi larutan pewarna. Identifikasi dilakukan pada isolat yang menunjukkan indeks zona bening tertinggi berdasarkan hasil pengujian aktivitas selulase dan pektinase. Parameter tanah yang menunjang kehidupan mikrob di alam turut diamati, yaitu pH, kadar air, bobot isi, C-organik, N-total, P-tersedia, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn.
Di dalam penelitian ini, 26 isolat fungi dan 29 isolat bakteri telah diisolasi. Di antara isolat-isolat itu ditemukan tujuh isolat fungi dan enam isolat bakteri yang menunjukkan hasil positif dengan adanya zona bening di sekeliling koloni. Hasil identifikasi menunjukkan mikrob tanah dengan indeks pelarutan selulosa dan pektin paling baik dari jenis bakteri adalah Bacillus brevis, sedangkan dari jenis fungi termasuk ke dalam genus Helicoma. Kata kunci: Aquilaria malaccensis, gaharu, mikrob tanah
vi
SUMMARY
ADIZ ADRYAN ED-HAR. Isolation and Identification of Cellulose and Pectin-Degrading Soil Microbes from Rhizosphere of Aquilaria malaccensis. Under supervision of RAHAYU WIDYASTUTI and GUNAWAN DJAJAKIRANA.
Gaharu (agarwood) is one of non-timber forest product that has been used
for thousand years by ancestors in religious rituals, as perfume, incense, fragrance, even for medicines. Gaharu can be found commonly from trees of genus Aquilaria. Scientists indicated various hypothesis to understand agarwood formation in the tree, one of them is pathological hypothesis. In pathological hypothesis, agarwood formation is caused by microbial infection inside plant tissue host. The presence of pathogen attack will make the host to produce phytoalexins as self defence. Thus, it is estimated that agarwood formation conducted by accumulation of phytoalexins in damage plant tissues.
This research aims to explore soil microbes in rhizosphere of Aquilaria malaccensis which have ability to degrade cellulose and pectin. Screening was conducted to observe cellulase and pectinase activities. Isolates were screened in selective media, namely CMC (carboxymethyl cellulose), CPAF (citrus pectin agar for fungi) and CPAB (citrus pectin agar for bacteria). Cellulase and pectinase activity was specifically shown by clear zone around the cultures after flooding treatment with stain solution. Identification was conducted for isolate that showed the highest solubilizing index after screening section. Soil parameters that play role in microbial living in nature had been measured, such as pH, soil moisture content, bulk density, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn, Zn, C-organic, total Nitrogen, and available Phosphate.
In this research, 26 isolates of fungi and 29 isolates of bacteria were isolated. It was found that seven isolates of fungi and six isolates of bacteria showed positive result with clear zone around the cultures. The results of identification showed soil microbes with the highest cellulose and pectin solubilizing index are Bacillus brevis for bacteria and genus Helicoma for fungi. Keywords: Aquilaria malaccensis, agarwood, soil microbes
vii
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROB TANAH
PENDEGRADASI SELULOSA DAN PEKTIN DARI RHIZOSFER Aquilaria malaccensis
ADIZ ADRYAN ED-HAR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
viii
Judul Skripsi : Isolasi dan Identifikasi Mikrob Tanah Pendegradasi Selulosa dan Pektin dari Rhizosfer Aquilaria malaccensis
Nama : Adiz Adryan Ed-har NIM : A14070015
Disetujui oleh Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Rahayu Widyastuti, MSc Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc 19610607 199002 2 001 19580824 198203 1 004
Diketahui oleh Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc
19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus :
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2011 hingga Agustus 2012 ini adalah mikrob pada lahan tanaman penghasil gaharu, dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Mikrob Tanah Pendegradasi Selulosa dan Pektin dari Rhizosfer Aquilaria malaccensis”.
Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Rahayu Widyastuti, MSc dan Bapak Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc selaku dosen pembimbing atas bimbingan, saran, dan kritik selama berlangsungnya penelitian hingga penyelesaian skripsi, serta Bapak Dr. Ir. Basuki Sumawinata, MAgr selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan serta inspirasi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga Pak Usman, Pak Oman dan Lili Suryani atas doa, motivasi, saran, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama di lapang.
Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dalam perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2013
Adiz Adryan Ed-har
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi
I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 2 1.3. Manfaat 2 1.4. Hipotesis 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Aquilaria malaccensis 3 2.2. Gaharu 4 2.3. Biopolimer pada Serat Kayu 5 2.4. Bakteri dan Fungi Tanah 7 2.5. Kadar Hara Tanah dan Peranannya sebagai Nutrisi Mikrob 8
III. BAHAN DAN METODE 11 3.1. Waktu dan Tempat 11 3.2. Alat dan Bahan 11 3.3. Metode Penelitian 12 3.3.1. Pengambilan Contoh Tanah 12 3.3.2. Analisis Biologi 12 3.3.3. Analisis Kimia 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4.1. Isolasi Mikrob Tanah 16 4.2. Uji Kemampuan Mikrob Pendegradasi Selulosa dan Pektin 18 4.2.1. Uji Kemampuan Bakteri 19 4.2.2. Uji Kemampuan Fungi 20 4.3. Identifikasi Mikrob Pendegradasi Selulosa dan Pektin 21 4.3.1. Identifikasi Bakteri 21 4.3.2. Identifikasi Fungi 23 4.4. Pembahasan Umum 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN 28 5.1. Kesimpulan 28 5.2. Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 29 LAMPIRAN 33 RIWAYAT HIDUP 47
xi
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji biokimia identifikasi isolat bakteri 3 22
2 Hasil analisis kimia contoh tanah yang digunakan 27
HalamanTeksNomor
ix
xii
DAFTAR GAMBAR
1 Matriks polisakarida (Cziple dan Marques 2008) 6
2 Denah pengambilan contoh tanah 12
3 Pengukuran komponen indeks pelarutan 14
4 Beragam fungi tumbuh dalam cawan berisi PDA pada proses isolasi 16
5 Tahap (a) isolasi, (b-c) pemurnian, dan (d) isolat bakteri murni 17
6 Zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni fungi dan bakteri pada tahap pengujian 18
7 Indeks pelarutan selulosa dan pektin oleh isolat bakteri 20
8 Indeks pelarutan selulosa dan pektin oleh isolat fungi 21
9 Kenampakan (a) permukaan koloni dan (b) reverse side isolat fungi 7 setelah inkubasi empat minggu pada suhu ruangan dalam media PDA 23
10 Kenampakan mikroskopik isolat fungi 7 (a) ditunjukan tanda panah dan (c) merupakan helicoid konidia, preparat digenangi lactophenol-cotton blue, (b) konidiofor tegak timbul dari miselium 24
HalamanTeksNomor
x
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media yang digunakan pada tahap pengujian 34
2 Tabel hasil uji isolat bakteri dalam mendegradasi selulosa dan pektin 35
3 Tabel hasil uji isolat fungi dalam mendegradasi selulosa dan pektin 36
4 Kenampakan isolat bakteri 3 melalui mikroskop pada uji pewarnaan Gram 37
5 Gambar hasil uji fermentasi gula pada isolat bakteri 3 pada media (a) citrat; (b) glukosa; (c) arabinosa; (d) mannitol; (e) xylosa; dan (f) indol 37
6 Gambar hasil uji biokimia isolat bakteri 3 dalam berbagai media: (a) Voges-Proskaur pH < 6; (b) Voges-Proskaur pH > 7; (c) Nutrient Broth pH 6,8; (d) Nutrient Broth pH 5,7; (e) Nutrient Broth + NaCl 5%; dan (f) Nutrient Broth yang diinkubasi pada suhu 50 oC 38
7 Perhitungan nilai N-total dalam tanah 39
8 Perhitungan nilai C-organik dalam tanah 39
9 Perhitungan nilai P-tersedia dalam tanah 40
10 Perhitungan nilai Fe dalam tanah 41
11 Perhitungan nilai Cu dalam tanah 41
12 Perhitungan nilai Mn dalam tanah 42
13 Perhitungan nilai Zn dalam tanah 42
14 Perhitungan nilai Mg dalam tanah 43
15 Perhitungan nilai Ca dalam tanah 43
16 Perhitungan kadar air dan bobot isi tanah 44
HalamanTeksNomor
xi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) didefinisikan sebagai hasil hutan hayati
baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu
yang berasal dari ekosistem hutan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Berdasarkan kriteria,
indikator, standar serta wilayah penyebaran minimal di 5 provinsi, saat ini telah
ditetapkan 6 jenis HHBK unggulan nasional yang meliputi bambu, rotan, sutera
alam, nyamplung, lebah madu, dan gaharu. Jenis HHBK unggulan yang memiliki
potensi ekonomi dapat dikembangkan melalui cara budidayanya maupun
pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik setempat guna
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Gaharu adalah kayu
berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah
spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama Aquilaria malaccensis.
Pemanfaatan gaharu secara tradisional telah berlangsung selama ratusan tahun
yang lalu oleh nenek moyang dalam ritual keagamaan, pengharum ruangan,
parfum, kosmetik, bahkan bahan obat-obatan.
Berbagai hipotesa diajukan para peneliti mengenai pembentukan gaharu,
salah satunya adalah hipotesa patologi. Pada hipotesa patologi, para peneliti
meyakini terbentuknya gaharu diakibatkan oleh infeksi patologi berupa mikrob
yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Adanya serangan patogen akan membuat
tanaman menghasilkan senyawa fitoaleksin sebagai perlindungan diri. Jaringan
tanaman yang rusak akibat serangan patogen itulah yang kemudian menjadi
gaharu karena adanya penumpukan senyawa fitoaleksin.
Potensi gaharu di Provinsi Jambi cukup menjanjikan. Di Jambi, penduduk
setempat menyebutnya sebagai pohon keramat. Pohon penghasil gaharu (di
antaranya A. malaccensis Lamk.) tumbuh di antara ribuan pohon kayu di dalam
hutan. Selama ini tanaman penghasil gaharu dikumpulkan masyarakat dari hutan
alam dengan cara ditebang secara langsung, tanpa melihat lebih dulu ada tidaknya
gaharu. Namun, sulitnya menembus hutan belantara untuk mendapatkan gaharu
sering menjadi kendala. Sehingga akhirnya para petani Desa Pulo Aro, Kecamatan
2
Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi membudidayakan pohon
penghasil gaharu.
Tanah merupakan tubuh alam yang tersusun dari padatan (mineral dan
bahan organik), cairan, dan gas yang terbentuk di permukaan bumi sebagai media
tumbuh tanaman. Tanah dihuni oleh berbagai macam mikrob, di antaranya adalah
termasuk ke dalam jenis bakteri, fungi, alga, protozoa, dan virus. Mikrob tanah
memiliki berbagai macam peranan penting baik yang menguntungkan maupun
merugikan. Mikrob tanah yang bersifat merugikan dapat menjadi patogen bagi
pertumbuhan tanaman. Namun, adanya patogen dalam tanaman dapat pula
memberi keuntungan bagi manusia seperti pada pembentukan gaharu.
1.2. Tujuan
Mengisolasi dan mengidentifikasi mikrob tanah, khususnya dari kelompok
bakteri dan fungi yang berasal dari rhizosfer A. malaccensis yang mampu
mendegradasi selulosa dan pektin.
1.3. Manfaat
Manfaat yang diambil dari penelitian ini yaitu adanya mikrob tanah yang
dapat digunakan sebagai kandidat patogen dalam proses pembentukan gaharu.
1.4. Hipotesis
Terdapat mikrob tanah yang dapat mendegradasi selulosa dan pektin yang
diperoleh dari rizhosfer A. malaccensis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aquilaria malaccensis
Aquilaria malaccensis merupakan pohon dengan tinggi sekitar 15-30 m dan
diameter 1,5-2,5 m, berbatang lurus dan seringkali bergalur tegas, memiliki
bentuk daun menyirip dengan panjang 5-8 cm, serta memiliki bunga berwarna
putih (Chakrabarty et al. 1994). Spesies ini memiliki daerah sebaran yang luas,
meliputi Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina,
Singapura dan Thailand. A. malaccensis dan spesies lainnya dalam genus
Aquilaria terkadang menghasilkan kayu berisi resin yang berbau harum dan
bernilai tinggi. Kayu yang mengandung resin tersebut dinamakan gaharu,
agarwood, eaglewood, atau kalamabak (Barden et al. 2000; Anonim 2003).
Berikut ini taksonomi A. malaccensis (Anonim 2004).
Kingdom : Plantae
Filum : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Aquilaria
Spesies : Aquilaria malaccensis Lamk.
Pemanenan yang sangat tinggi di beberapa negara seperti Indonesia,
Malaysia, Thailand dan India mengakibatkan IUCN Red List mengklasifikasikan
A. malaccensis sebagai spesies dalam status rawan (vulnerable) sejak 1998 serta
terdaftar dalam Appendix II pada CITES (Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Tingginya tingkat pemanenan
tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat dalam melakukan pemanenan
dengan tidak melihat dahulu apakah tanaman Aquilaria spp. yang dituju sudah
mengandung gaharu atau belum. Kebanyakan pemanen langsung menebang
tanaman Aquilaria spp. yang ditemukan di hutan. Bila di dalam tanaman tersebut
tidak mengandung gaharu, maka tanaman akan ditinggalkan begitu saja oleh
penebang.
4
2.2. Gaharu
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia Gaharu (SNI 01-5009.1-1999),
gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta
memiliki kandungan kadar damar wangi, berasal dari pohon atau bagian pohon
penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati, sebagai akibat dari
proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut, dan
pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria spp.
Penyebab timbulnya infeksi (yang menghasilkan gaharu) pada pohon
penghasil gaharu hingga saat ini masih terus diamati. Para peneliti menduga
bahwa ada 3 elemen penyebab proses infeksi pada pohon penghasil gaharu, yaitu
(1) hipotesa patologi contohnya infeksi karena fungi, (2) perlukaan dan infeksi
fungi, dan (3) hipotesa non-patologi (Ng et al. 1997), tetapi hipotesis ini masih
memerlukan pembuktian. Menurut Rahayu et al. (1998) terdapat tujuh jenis fungi
yang telah diketahui dapat menginduksi pembentukan gubal gaharu pada
A. malaccensis dan A. microcarpa antara lain Fusarium, Scytalidium, Libertella,
Trichoderma, Thielaviopsis dan Chepalosporium.
Tanaman menghasilkan beragam metabolit sekunder yang di antaranya
memiliki peranan sebagai antifungal. Beberapa dari senyawa ini bersifat
konstitutif, terdapat pada tanaman sehat dalam bentuk aktif biologisnya,
sedangkan yang lainnya seperti glikosida cyanogenic dan glucosinolat, terjadi
sebagai prekursor tidak aktif dan diaktifkan dalam merespon kerusakan jaringan
atau serangan patogen. Aktivasi ini sering melibatkan enzim tanaman yang
dihasilkan sebagai akibat dari kerusakan integritas sel (Osbourn 1996).
Masuknya mikrob ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing,
sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang
berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin
tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk
pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain
(Ingham 1972). Fitoaleksin adalah senyawa antimikrob dengan berat molekul
rendah yang terakumulasi dalam tanaman sebagai akibat dari infeksi atau stress.
Oleh karena itu, fitoaleksin tidak dapat dideteksi pada tanaman sehat (Nugroho et
al. 2002).
5
2.3. Biopolimer pada Serat Kayu
Kayu terbentuk dari berbagai senyawa kimia kompleks. Interaksi antara
struktur polimer, di antaranya yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin, serta pada
beberapa bagian pektin dan protein, sangat menentukan pengelompokan struktur
pada serat kayu yang lebih jauh lagi akan menentukan sifat mekanik dan sifat fisik
kayu. Serat kayu terbentuk oleh beberapa lapisan dinding sel, seperti dinding sel
primer dan dinding sel sekunder. Biopolimer utama pada serat kayu adalah
selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pektin, protein dan beberapa senyawa ekstraktif
dan anorganik juga terdapat pada serat kayu, meskipun dalam jumlah kecil.
Adanya interaksi yang kuat antar polimer, khususnya kandungan pektin dan
protein yang relatif tinggi pada dinding sel primer, menunjukkan kemungkinan
yang sangat baik untuk secara selektif memecah polimer pada dinding sel primer
(Srndovic 2011). Pembentukan dinding sel sekunder dikendalikan oleh berbagai
ekspresi gen terkoordinasi terutama yang berperan dalam biosintesis dan
kumpulan dari empat senyawa utama, yaitu polisakarida (selulosa, hemiselulosa),
lignin, protein dinding sel, dan berbagai senyawa terlarut (stilbene, flavonoid,
tannin, dan terpenoid) dan senyawa tak larut (pektin dan protein dinding sel)
dalam jumlah kecil pada pelarut netral (Plomion et al. 2001). Dinding sel berperan
sebagai penghalang fisik dan kimia untuk memperlambat invasi bakteri, fungi,
dan hama tanaman lainnya, dan juga mengambil bagian dalam pemberian sinyal
rumit dan sistem pertahanan yang membantu tanaman mengetahui adanya invasi
patogen melalui kerusakan pada dinding polisakarida (Cziple dan Marques 2008).
Selulosa merupakan senyawa berjumlah paling melimpah di Bumi dan
berfungsi sebagai komponen utama penguat dinding sel semua jenis tanaman.
Terdapat sekitar 40% hingga 50% selulosa dari bobot serat kayu, dan sebagian
besar terletak pada dinding sel sekunder (~50%) dan juga pada dinding sel primer
(~20%). Selulosa merupakan polisakarida linear yang terdiri unit-unit
β-D-glucopyranose (β-D-Glcp) berhubungan dengan β-1,4-glycosidic membentuk
ikatan kovalen. Molekul-molekul selulosa kemudian membentuk untaian/rantai
memanjang, contohnya mikrofibril, tersusun atas beberapa bagian kristalin
(panjang 60 nm) yang terpotong oleh area nonkristalin atau parakristalin
sepanjang untaian. Lebar, panjang, kristalinitas, dan derajat polimerisasi selulosa
bergantun
kecenderu
intramolek
membentu
memanjan
Pekt
kompleks
Dinding s
dari 30%
lignin (Sr
seperti fa
polisakarid
galakturon
terdekat y
dari pertuk
panjang t
Hemiselul
pada dindi
Selu
berbagai o
unit-unit f
ng pada sum
ungan kuat
kul. Struktu
uk mikrofib
ng serat kay
tin merupa
yang tersu
el primer xi
pektin. Pol
rndovic 201
ase gellike
da sederhan
nik), dapat s
yang berikat
karan residu
tepi terdiri
losa dan pe
ing sel (Gam
Gambar 1
ulosa dan h
organisme.
fenilpropan
mber dan um
t untuk m
ur ikatan h
bril. Strukt
yu (Srndovic
akan polisa
usun dari ja
ilem yang m
isakarida pe
11). Menuru
di antara m
na, misalnya
segera mem
tan. Polisak
u gula (sep
i dari gula
ektin secara
mbar 1).
. Matriks po
hemiselulosa
Lignin mer
na terkonden
mur jaringa
membentuk
idrogen par
tur selulos
c 2011).
akarida yan
aring-jaring
masih berke
ektik dapat
ut Cziple d
mikrofibril
a asam poli
mbentuk gel
karida pektin
erti asam g
a-gula lain
a bersama-s
olisakarida
a merupaka
rupakan het
nsasi dan s
n. Molekul
ikatan hi
ralel pada
a ini berp
ng sangat
polisakarid
embang pad
berikatan k
dan Marque
selulosa. P
igalakturoni
di mana te
n yang lebi
alakturonik
(seperti a
sama memb
(Cziple dan
an karbohid
teropolimer
senyawa rek
-molekul se
idrogen in
rantai mole
peran pada
hidrofilik
da pada din
da kayu luna
kovalen den
es (2008) p
Pektin term
ik (rantai pa
rdapat ion-i
ih kompleks
k dan rhamn
arabinosa
bentuk matr
n Marques 2
drat yang si
r aromatik y
kalsitran ya
elulosa mem
ntermolekul
ekul selulos
kekuatan
dan berstr
nding sel pr
ak tersusun
ngan protein
pektin berb
masuk ke d
anjang dari
ion kalsium
s lainnya be
nosa) serta r
atau galak
riks polisak
2008)
iap dicerna
yang terdir
ang hanya
6
miliki
dan
sa ini
tarik
ruktur
rimer.
lebih
n dan
entuk
dalam
asam
m (Ca)
erasal
rantai
ktosa).
karida
a oleh
i dari
dapat
7
didegradasi oleh sedikit kelompok fungi (perusak kayu) atau bakteri, serta
seringkali membutuhkan waktu lama (Zabel dan Morrell 1992). Proses masuknya
mikrob ke dalam jaringan tanaman sedikitnya terjadi melalui tiga cara, yaitu
mencerna dinding sel, masuk melalui bagian yang terluka dan menyerang melalui
bukaan alami seperti stomata. Pektin merupakan salah satu dari target pertama
yang dicerna oleh serangan mikrob (Ridley et al. 2001).
2.4. Bakteri dan Fungi Tanah
Populasi mikrob di alam tidak terpisah sendiri menurut jenisnya, tetapi
terdiri dari campuran berbagai macam sel. Populasi mikrob di alam sekitar kita
sangat besar dan komplek. Beratus-ratus spesies berbagai mikrob biasanya
menghuni bermacam-macam bagian tubuh kita, termasuk mulut, saluran
pencernaan, dan kulit (Pelczar dan Chan 1986).
Tanah merupakan salah satu habitat yang kompleks dan berubah secara
cepat di bumi. Pada 1941, Hans Jenny mengusulkan faktor-faktor pembentuk
tanah yang masih digunakan hingga saat ini, antara lain: bahan induk, iklim,
topografi, organisme, dan waktu. Faktor-faktor tersebut menjelaskan campuran
kompleks dari karakteristik yang membedakan jenis-jenis tanah. Variasi sifat fisik
dan kimia tanah berperan sangat penting dalam menentukan keberadaan dan
ketahanan organisme tanah (Thies dan Grossman 2006). Keragaman organisme
tanah meliputi mikrofauna, mesofauna, makrofauna dan mikroflora. Mikrofauna
merupakan fauna tanah terkecil yang memiliki ukuran mikroskopik dengan
panjang 20-100 μm, contohnya protozoa. Mesofauna merupakan fauna tanah yang
memiliki ukuran 0,2-10 mm, contohnya collembola, tungau, nematoda dan
mikroarthropoda. Makrofauna merupakan fauna tanah yang memiliki ukuran lebar
antara 2-20 mm dengan panjang 10 mm hingga lebih dari 80 mm, contohnya
cacing tanah, semut dan kumbang. Mikroflora merupakan organisme yang tidak
nampak mata, namun berperan penting pada reaksi biokimia dan proses dalam
tanah. Populasi mikrob dalam tanah meliputi alga, bakteri, dan fungi. Selain itu di
dalam tanah terdapat pula virus (Coyne dan Thompson 2000).
Fungi merupakan mikrob non-fotosintetik yang tersebar luas dan memiliki
peranan penting dalam lingkungan, terutama pada proses biodegradasi bahan
organik. Fungi tidak mempunyai klorofil dan bukan organisme yang dapat
8
melakukan fotosintesis, sehingga fungi memperoleh energi dan berbagai nutrisi
dengan cara mendegradasi tanaman maupun bahan lainnya. Di alam, fungi tidak
tumbuh terpisah dengan organisme lainnya. Beberapa jenis fungi menyerang
tanaman, serangga dan mamalia sebagai patogen, sedangkan yang lainnya
termasuk saprofit dan hidup pada bahan tanaman mati (Hanson 2008).
Bakteri merupakan organisme prokaryotik yang dapat hidup secara bebas,
bersimbiosis dengan organisme lebih tinggi, bahkan dapat ditemukan pada
lingkungan yang tidak mendukung kehidupan bagi organisme lain. Sebagaian
besar bakteri heterotrof merupakan saprofit yang memperoleh nutrisi melalui
bahan organik. Bakteri tanah bertanggungjawab dalam proses biodegradasi bahan
organik. Beberapa jenis bakteri bersifat patogen bagi tanaman maupun hewan
(Pelczar dan Chan 1986).
Komunitas dalam rhizosfer secara umum terdiri dari mikrob nonpatogen.
Namun akibat kepadatan dan peningkatan interaksi mikrobial, baik yang
berbahaya maupun berguna, dapat menjadi penyebab timbulnya soilborne
patogens. Kondisi pada rhizosfer tanaman melibatkan interaksi berbagai koloni
mikrob di dalam dan sekitar akar yang dapat mengakibatkan simbiosis relasi,
asosiatif, naturalistik atau parasit dalam tanaman, tergantung pada jenis mikrob,
status hara tanah, tanaman sistem pertahanan dan lingkungan tanah (Mishra et al.
2011).
Sumber inokula patogen dapat berasal dari tanah atau jaringan sakit yang
terletak pada satu pohon maupun pohon tetangga, kemudian adanya spora yang
disebarkan oleh angin, air, atau serangga. Berbagai penelitian menyebutkan
bahwa spesies fungi seperti Aspergillus spp., Botryodiplodia spp.
(Lasiodiplodia spp.), Diplodia spp., Fusarium bulbiferum, Fusarium laterium,
Fusarium oxysporum, Penicillium spp., Pythium spp. dan Trichoderma spp.
adalah fungi umum yang dapat menginfeksi Aquilaria spp. (Wiriadinata 1995;
Soehartono dan Mardiastuti 1997) dalam Mohamed et al. (2010).
2.5. Kadar Hara Tanah dan Peranannya sebagai Nutrisi Mikrob
Mikrob memerlukan nutrisi sebagai aspek fisiologi yang berhubungan
dengan suplay monomer-monomer (atau monomer-monomer prekursor) yang
dibutuhkan sel-sel untuk tumbuh. Beberapa nutrisi yang diperlukan dalam jumlah
9
banyak dinamakan hara makro, sedangkan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah
sedikit disebut hara mikro. Madigan et al. (2009) menyebutkan nutrisi yang
diperlukan mikrob dapat diketahui melalui komposisi unsur dalam sel-selnya yang
terdiri dari C, H, O, N, S, P, K, Mg, Fe, Ca, Mn, Zn, Co, Cu, dan Mo. Unsur-
unsur tersebut ditemukan dalam bentuk air, ion-ion anorganik, molekul-molekul
kecil, dan makromolekul yang digunakan baik dalam peranan struktural maupun
fungsional oleh sel.
Organisme kemoorganoheterotrof (berbagai macam bakteri, seluruh jenis
fungi dan hewan), merupakan organisme yang menggunakan senyawa organik
sebagai sumber karbon dan energi (Gobat et al. 2004). Seluruh sel memerlukan
karbon, dan sebagian besar makhluk prokariot membutuhkan senyawa organik
sebagai sumber karbon. Karbon merupakan unsur utama dari semua jenis
makromolekul. Bakteri dapat mencerna senyawa organik dan menggunakannya
dalam pembentukan material sel baru. Nitrogen (N) berperan sebagai elemen
utama dalam protein, asam nukleat dan beberapa unsur pokok sel lainnya. Di alam,
nitrogen tersedia baik dalam bentuk organik maupun anorganik. Namun, sebagian
besar nitrogen tersedia adalah dalam bentuk anorganik, di antaranya amoniak
(NH3), nitrat (NO3-), dan senyawa nitrogen (N2). Fosfor (P) di alam terdapat
dalam bentuk fosfat organik dan anorganik yang dibutuhkan oleh sel terutama
untuk sintesis asam nukleat dan fosfolipid. Magnesium (Mg) berfungsi untuk
menstabilkan ribosom, membran dan asam nukleat, serta diperlukan untuk
aktivitas berbagai enzim. Kalsium (Ca) membantu menstabilkan dinding sel
dalam berbagai mikrob (Madigan et al. 2009).
Mikrob memerlukan berbagai macam unsur logam untuk pertumbuhannya
dalam jumlah relatif sedikit, sehingga disebut hara-hara mikro (trace elements).
Menurut Rutherford (2011) unsur-unsur logam merupakan kofaktor berbagai
protein esensial sehingga secara tidak langsung sensor yang peka terhadap logam
mempengaruhi proses selular lebih luas. Unsur logam yang paling utama dan
diperlukan mikrob dalam jumlah lebih banyak daripada hara-hara mikro lainnya
adalah besi (Fe). Besi yang memegang peranan penting dalam respirasi sel,
komponen kunci pada cytochrom, dan protein Fe-S terlibat dalam reaksi transport
elektron. Berbagai unsur logam lainnya pun diperlukan, hara-hara mikro secara
10
khas memegang peranan sebagai komponen enzim dan katalis sel. Tembaga (Cu)
berfungsi dalam respirasi sel, komponen dalam plastosianin dan beberapa
dismutase superoksida. Mangan (Mn) berperan sebagai aktivator berbagai macam
enzim, serta terdapat dalam dismutase superoksida tertentu dan enzim pemecah
H2O dalam fotosistem II. Seng (Zn) berfungsi sebagai karbonik anhidrase, alkohol
dehidrogenase, RNA dan DNA polymerase, serta berbagai protein pengikat DNA.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2011 sampai Agustus 2012.
Pengambilan contoh tanah dilakukan di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah (Departemen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian) dan Laboratorium
Bakteriologi (Fakultas Kedokteran Hewan) Institut Pertanian Bogor untuk analisis
biologi, serta Laboratorium Kesuburan Tanah (Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan) untuk analisis kimia/status hara tanah.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Erlenmeyer, pipet,
tabung reaksi, cawan petri, shaker, vortex, autoclave, laminar air flow, jarum ose,
cork borer Ø 5 mm, bunsen, oven, gelas piala, gelas ukur, ring sampler Ø 5 cm,
timbangan, inkubator, cangkul, lemari pendingin, cool box, mikroskop, AAS
(atomic absorption spectrophotometer), Spectrophotometer UV-VIS, pH meter,
dan Three phase meter.
Sumber contoh tanah yang digunakan pada penelitian ini diambil dari
rhizosfer enam tanaman A. malaccensis yang dipilih secara acak di Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi. Contoh tanah yang diambil masing-masing terdiri dari
dua jenis, yaitu contoh tanah komposit untuk analisis biologi dan unsur kimia
tanah, serta contoh tanah tidak terganggu untuk penentuan kadar air dan bobot isi
tanah.
Bahan yang digunakan untuk analisis biologi meliputi berbagai macam
media. Media SEA (soil extract agar) dan PDA (potato dextrose agar) digunakan
pada tahap isolasi, serta NA (nutrient agar) pada proses pemurnian bakteri. Pada
tahap pengujian isolat digunakan media selektif yaitu CMC (carboxymethyl
cellulose), CPAF (citrus pectin agar for fungi), dan CPAB (citrus pectin agar for
bacteria).
12
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan secara komposit pada kedalaman
0-5cm di rhizosfer enam tanaman A. malaccensis yang telah menghasilkan gaharu.
Tanaman dipilih secara acak di lahan kebun campuran A. malaccensis dan pinang.
u Keterangan:
= pohon penghasil gaharu
= lubang contoh bahan tanah
= jarak ±1 m (atau jarak disesuaikan dengan besar pohon di lapang)
Contoh tanah komposit diperoleh dengan cara mencangkul tanah pada
kedalaman 0-5 cm dari 4 penjuru mata angin (barat, timur, utara, dan selatan)
dari masing-masing tanaman A. malaccensis sejauh ±1 m (Gambar 2). Terdapat
pengecualian pada contoh tanaman kedua karena tempat berdirinya pohon berada
dekat dengan tebing, sehingga contoh tanah hanya dapat diambil dari 3 penjuru
mata angin yaitu barat dan timur masing-masing berjarak ±1 m serta selatan
berjarak 50 cm dari tanaman. Contoh tanah tidak terganggu diambil dengan
menggunakan ring sampler volume 98,13 cm3 (tinggi dan diameter ring
masing-masing 5 cm) dari selain 4 penjuru mata angin utama yang minim
gangguan.
3.3.2. Analisis Biologi
Analisis biologi yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis fungi dan bakteri yang dapat mendegradasi selulosa dan pektin
dengan indeks pelarutan paling tinggi yang diperoleh dari rhizosfer tanaman
A. malaccensis. Berikut ini tahapan dalam proses analisis biologi:
a. Isolasi
Tahap awal yang dilakukan adalah melakukan isolasi mikrob yang berasal
dari contoh tanah sehingga mikrob yang diinginkan dapat dipisahkan dan
ditumbuhkan dalam media tertentu sehingga dapat digunakan untuk keperluan uji
lanjutan. Isolasi mikrob dimulai dengan pembuatan larutan tanah yaitu
Gambar 2. Denah pengambilan contoh tanah
13
memasukkan 10 gram tanah ke dalam 90 ml larutan fisiologis (0,85% NaCl) yang
dilanjutkan dengan membuat seri pengenceran yang bertujuan untuk mengurangi
populasi mikrob sehingga dihasilkan koloni murni atau tunggal. Pada pengenceran
10-4-10-7 dilakukan pemipetan masing-masing sebanyak 1 ml yang dimasukkan ke
dalam cawan petri dengan tiga kali ulangan untuk mengisolasi bakteri, sedangkan
pengenceran 10-3-10-5 digunakan untuk mengisolasi fungi. Dengan menggunakan
metode agar tuang atau agar cawan, media pertumbuhan mikrob yang telah
diautoklaf tersebut dituangkan ke masing-masing cawan petri sebanyak 10-15 ml.
Media SEA digunakan untuk menumbuhkan dan mengisolasi bakteri tanah,
sedangkan media PDA dengan modifikasi penambahan antibiotik digunakan
untuk menumbuhkan dan mengisolasi fungi. Proses inkubasi dilakukan pada suhu
ruang selama 3-7 hari.
b. Pemurnian
Pemurnian (purification) bertujuan agar diperoleh biakan murni yang
diinginkan tanpa ada kontaminan dari mikrob lain. Pemilihan koloni mikrob yang
dimurnikan berdasarkan perbedaan kenampakan morfologi koloni, baik dari segi
warna, elevasi, tekstur permukaan, garis-garis radial, lingkaran konsentris maupun
tetes eksudat sehingga diperoleh isolat murni. Pemurnian isolat bakteri dilakukan
dengan cara memindahkan bakteri menggunakan metode garis yang kemudian
ditumbuhkan pada media NA (nutrient agar), sedangkan pada pemurnian isolat
fungi menggunakan metode titik dalam proses pemindahan ke dalam media PDA.
c. Pengujian isolat dalam mendegradasi selulosa dan pektin
Isolat bakteri dan fungi yang diperoleh selanjutnya menjalani uji
kemampuan mendegradasi selulosa dan pektin. Masing-masing isolat
ditumbuhkan pada media khusus yaitu CMC, CPAF berdasarkan penelitian
Molina et al. (2001), dan CPAB berdasarkan penelitian Soares et al. (1999)
dengan beberapa modifikasi. Isolat-isolat yang ditumbuhkan dalam media selektif
tersebut diinkubasi pada suhu ruangan selama 3 hari. Di akhir masa inkubasi,
koloni yang terbentuk dari masing-masing isolat digenangi larutan Congo Red
0,1% untuk isolat yang ditumbuhkan pada media CMC, sedangkan untuk koloni
yang ditumbuhkan pada media CPAF dan CPAB digenangi dengan larutan
iodine-potassium iodide atau iodine Gram. Setelah minimal 15 menit proses
14
penggenangan berlangsung, larutan dikeluarkan dari cawan petri kemudian bilas
permukaan koloni dengan aquadest. Bila terdapat zona bening di sekeliling koloni
isolat, maka isolat tersebut dapat mendegradasi selulosa atau pektin (bergantung
pada media tumbuh yang digunakan). Pengukuran diameter koloni dan diameter
zona bening dilakukan untuk mengetahui indeks pelarutan selulosa maupun pektin
oleh koloni mikrob. Berikut ini rumus perhitungan indeks pelarutan:
Indeks pelarutan = diameter zona bening / diameter koloni
Contoh perhitungan:
Gambar 3 menunjukkan isolat fungi 7 yang
ditumbuhkan pada media CPAF selama 3 hari
pada suhu ruangan. Setelah digenangi iodine
Gram, dapat diketahui diameter koloni 13 mm
dan diameter zona bening 37 mm. Maka:
Indeks pelarutan = 37 mm / 13 mm
= 2,85 Gambar 3. Pengukuran komponen
indeks pelarutan
d. Identifikasi isolat
Koloni mikrob yang menunjukkan kemampuan mendegradasi selulosa dan
pektin dengan indeks pelarutan tinggi selanjutnya menjalani proses identifikasi.
Proses identifikasi untuk isolat fungi meliputi kenampakan morfologi dan
mikroskopiknya, sedangkan untuk isolat bakteri proses identifikasi berdasarkan
Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology melalui hasil uji biokimia.
3.3.3. Analisis Kimia
Analisis kimia bertujuan untuk mengetahui jumlah unsur-unsur kimia tanah
yang turut berperan dalam kehidupan mikrob tanah. Unsur-unsur kimia tanah
yang diukur antara lain P-tersedia, C-organik, N-total, Mn, Zn, Cu, Fe, Mg dan Ca.
P-tersedia dalam tanah ditetapkan menggunakan metode Bray-1 dengan
menggunakan alat ukur Spectrophotometer UV-VIS (λ=660 nm).
Metode Kjeldhal digunakan untuk penetapan N-total sedangkan penetapan
C-organik digunakan metode Walkley & Black. Pada penetapan unsur-unsur
diameter zona bening
diameter koloni
15
makro (Ca dan Mg) digunakan ammonium asetat (NH4OAc, pH7) sebagai larutan
pengekstrak, sedangkan HCl 0,05 N digunakan pada penetapan unsur-unsur mikro
(Mn, Zn, Cu dan Fe). Alat ukur yang digunakan pada penetapan unsur-unsur
mikro tersebut yaitu AAS (atomic absorption spectrophotometer).
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Isolasi Mikrob Tanah
Tanah merupakan komposisi kompleks yang terdiri dari hasil pelapukan
batuan mineral dan bahan organik yang berasal dari tanaman dan hewan mati,
beserta makhluk hidup seperti bakteri, aktinomisetes, fungi, protozoa, nematoda,
mikroartropoda tanah, dan hewan kecil lain yang tinggal di dalamnya (Dighton
2003). Kegiatan isolasi pada penelitian ini dikhususkan hanya kelompok fungi
dan bakteri. Media yang digunakan pada proses isolasi kelompok fungi adalah
PDA (potato dextrose agar) yang umum digunakan untuk menumbuhkan fungi.
Media yang digunakan pada proses isolasi kelompok bakteri adalah SEA (soil
extract agar) yang biasa digunakan untuk mengisolasi dan menumbuhkan mikrob
tanah karena nutrisi yang terkandung dalam media SEA berasal dari tanah. Tanah
merupakan media alami bagi berbagai organisme yang dapat secara terus-menerus
menyediakan sumber bahan organik, karbon, nitrogen, mineral dan vitamin yang
menunjang kebutuhan hidupnya. Penggunaan SEA dalam isolasi bakteri tanah
bertujuan untuk menekan pertumbuhan mikrob oportunis sehingga keragaman
mikrob yang tumbuh dalam media lebih banyak.
Gambar 4. Beragam fungi tumbuh dalam cawan berisi PDA pada proses isolasi
Fungi yang tumbuh ketika proses isolasi seringkali membentuk koloni yang
tumpang tindih satu sama lain (Gambar 4). Oleh karena itu, diperlukan tahap
a b
c d
17
pemurnian yang berfungsi memisahkan masing-masing koloni sesuai dengan
perbedaan kenampakan morfologi secara makroskopis. Setelah melewati tahap
pemurnian, diperoleh 26 isolat fungi yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas,
baik dari segi warna, elevasi, bentuk permukaan koloni, kenampakan pada sebalik
koloni (reverse side), garis-garis radial, lingkaran-lingkaran konsentris, serta tetes
eksudat. Kenampakan warna permukaan koloni fungi yang tumbuh pada tahap
isolasi didominasi oleh putih (Gambar 4c dan 4d), meskipun demikian kita dapat
membedakan jenis-jenis fungi melalui ciri morfologi lain, salah satunya melalui
kenampakan pada reverse side yang ditunjukkan Gambar 4a dan 4b.
Penggunaan SEA sebagai media pada tahap isolasi kelompok bakteri
membutuhkan waktu inkubasi cukup lama (±7 hari) hingga nampak koloni yang
tumbuh (Gambar 5a). Hal ini dapat disebabkan oleh ketersediaan nutrisi pada
media hanya diperoleh dari zat-zat terlarut dalam tanah yang digunakan sebagai
sumber pembuatan media SEA. Pada tahap pemurnian media diganti menjadi NA
agar waktu inkubasi menjadi lebih efisien karena pemurnian dilakukan sebanyak
2-3 tahap hingga diperoleh isolat murni (Gambar 5c dan 5d). Bakteri yang
diperoleh setelah melewati tahap pemurnian yaitu 29 isolat.
Gambar 5. Tahap (a) isolasi, (b-c) pemurnian, dan (d) isolat
bakteri murni
a b
c d
18
4.2. Uji Kemampuan Mikrob Pendegradasi Selulosa dan Pektin
Pada contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh berbagai
macam isolat bakteri dan fungi. Di antara isolat-isolat tersebut terdapat bakteri
dan fungi yang dapat mendegradasi selulosa, pektin, maupun keduanya.
Kemampuan mendegradasi tersebut disebabkan adanya enzim ekstraselular yang
disekresikan oleh masing-masing isolat. Maki et al. (2009) menerangkan baik
fungi maupun bakteri telah banyak dimanfaatkan karena kemampuannya
memproduksi berbagai macam enzim selulase dan hemiselulase.
Gambar 6. Zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni fungi dan bakteri pada
tahap pengujian
Pengujian untuk melihat adanya aktivitas selulase pada isolat bakteri dan
fungi secara khas ditunjukan dalam cawan berisi CMC. Zona bening yang
terbentuk pada sekeliling koloni isolat fungi dan bakteri (Gambar 6a dan 6c)
setelah digenangi larutan Congo Red merupakan indikasi adanya
pelarutan/hidrolisis CMC sebagai hasil kerja enzim selulase yang disekresikan
isolat. Pada pengujian isolat yang menghasilkan enzim pendegradasi pektin,
isolat fungi ditumbuhkan pada CPAF sedangkan isolat bakteri pada CPAB. Zona
zona bening
ba
dc
zona bening
19
bening yang terbentuk di sekeliling koloni (Gambar 6b dan 6d) dapat terlihat
setelah digenangi larutan iodine-potassium iodide (iodine Gram). Penggunaan
larutan iodine Gram merupakan substitusi larutan hexadecyltrimethyl ammonium
bromide yang digunakan sebagai pewarna pada penelitian Molina et al. (2001).
Kasana et al. (2008) menunjukkan bahwa penggenangan cawan dengan
larutan iodine Gram dapat menggantikan hexadecyltrimethyl ammonium bromide
maupun Congo Red memberikan hasil yang dapat terlihat lebih cepat dan jelas.
Penggenangan dengan masing-masing larutan pewarna dilakukan setelah koloni
diinkubasi pada suhu ruangan selama tiga hari untuk isolat fungi dan dua hari
untuk isolat bakteri. Meskipun metode pengujian tersebut cukup sensitif untuk
isolasi dan seleksi primer mikrob pendegradasi selulosa dan pektin, namun lebar
zona bening yang terbentuk tidak dapat dinyatakan sebagai kuantitas dari aktivitas
enzim yang disekresi mikrob.
4.2.1. Uji Kemampuan Bakteri
Pengujian 29 isolat bakteri yang diperoleh dari contoh tanah pada penelitian
ini menunjukkan enam isolat (Gambar 7) memiliki indeks pelarutan/hidrolisis
terhadap selulosa maupun pektin yang cukup tinggi. Media selektif CMC
digunakan pada uji kemampuan bakteri pendegradasi selulosa dengan zat pewarna
Congo Red sebagai penunjuk ada atau tidaknya zona bening di sekeliling koloni
(Gambar 6c). Media selektif yang digunakan pada uji kemampuan bakteri
pendegradasi pektin yaitu CPAB dengan zat pewarna iodine Gram (Gambar 6d).
Isolat bakteri 1 menunjukan indeks pelarutan pektin paling tinggi yaitu 7,20.
Namun, hal ini tidak berbanding lurus dengan kemampuannya dalam
mendegradasi selulosa. Isolat bakteri 3 memiliki indeks pelarutan selulosa paling
tinggi dibandingkan isolat bakteri lainnya dengan indeks pelarutan pektin yang
juga cukup tinggi, kedua tertinggi setelah isolat bakteri 1. Indeks pelarutan ini
diperoleh dari perhitungan diameter zona bening yang terbentuk di sekeliling
koloni (keterangan lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 2). Selanjutnya isolat
bakteri 3 akan melalui tahap identifikasi dan pengujian lanjutan sehingga dapat
diketahui jenisnya. Hal ini ditentukan atas dasar indeks pelarutan selulosa maupun
pektin yang ditunjukan isolat bakteri 3 sama-sama tinggi.
G
4.2.2. Uji
Med
selulosa d
bening di
kemampua
Gram (Ga
Pada
selulosa d
7 memilik
dibanding
mendegrad
karena itu
identifikas
Gambar 7. In
Kemampu
dia selektif
dengan zat p
sekeliling k
an fungi pe
ambar 6b).
a pengujian
dan pektin cu
ki indeks pe
gkan isolat f
dasi selulo
u, isolat fu
si melalui k
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Inde
ks P
elar
utan
ndeks pelaru
uan Fungi
CMC digu
pewarna Co
koloni (Gam
endegradasi
n 26 isolat fu
ukup tinggi
elarutan pek
fungi lainny
sa dengan
fungi 7 me
kenampakan
0.00
3.25
7.20
1.
Indeks Pe
utan selulos
unakan pad
ngo Red seb
mbar 6a). M
i pektin ya
ungi, terdap
i (Gambar 8
ktin yang ja
ya. Hal ini
indeks pel
enjadi kand
n mikroskop
4.00
0.00
54
6.33
5.11
Isolat
elarutan ole
a dan pektin
da uji kema
bagai penun
Media selekt
aitu CPAF d
pat tujuh iso
8). Gambar
auh lebih tin
senada den
arutan cuku
didat terba
piknya.
2.78
0.00
1 5.224.7
eh Isolat Ba
n oleh isola
ampuan fun
njuk ada ata
tif yang dig
dengan zat
olat dengan
8 menunjuk
nggi (lebih
ngan kemam
up tinggi y
aik untuk m
75
akteri
Selu
Pekt
at bakteri
ngi pendegr
au tidaknya
gunakan pad
pewarna i
indeks pela
kkan isolat
dari 2 kali
mpuannya d
yaitu 1,56.
menjalani
ulosa
tin
20
radasi
a zona
da uji
odine
arutan
fungi
lipat)
dalam
Oleh
tahap
G
4.3. Ident
4.3.1. Iden
Pros
uji biokim
pertumbuh
identifikas
ditunjukka
pektin cuk
isolat bakt
(Lampiran
spesies bis
uji biokim
Berdasark
Systematic
Bacillus b
filum Firm
Whitman
dinding se
Inde
ks P
elar
utan
Gambar 8. In
tifikasi Mik
ntifikasi Ba
ses identifik
mia yang
hannya dal
si yaitu isol
an isolat b
kup tinggi d
teri 3 yaitu
n 4), dapat
sa tumbuh d
mia denga
kan hasil
c Bacteriolo
brevis. Bacil
micutes yan
et al. (2009
el Gram-pos
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Fungi 1
1.71
1.
ndeks pelar
krob Pende
akteri
kasi isolat
meliputi
lam berbag
lat bakteri 3
bakteri 3 pa
dibandingka
termasuk b
bersifat m
dalam suhu
an berbagai
uji-uji ters
ogy, dapat
llus brevis m
ng dideskri
9) meliputi
sitif). Filum
1 Fungi 2 Fung
1.46
1.8
.45 1.44
Indeks Pe
rutan selulo
egradasi Se
bakteri yai
kemampua
gai media.
3. Penetapan
ada uji kem
an isolat lain
bakteri Gram
motil bisa ju
tinggi (50 °
i paramete
sebut deng
diperoleh k
merupakan
ipsikan oleh
semua bak
m Firmicute
gi 3 Fungi 4 F
87
1.481.67
0
Isolat
elarutan ol
sa dan pekt
lulosa dan
itu melalui
an dalam
Isolat ba
n ini didasa
mampuan m
nnya. Ciri-c
m-positif d
uga tidak m
°C) dan kon
er uji dap
gan ditunja
kesimpulan
makhluk pr
h Gibbons
kteri Gram-
es terdiri dar
Fungi 5 Fungi 6
1.46 1.5
1.24
1.63
leh Isolat F
in oleh isola
Pektin
i uji pewar
memferme
akteri yang
arkan indek
mendegrada
ciri umum y
engan sel b
motil. Sela
ndisi anaero
at dilihat
ang Bergey
isolat bakte
rokaryot ter
dan Murra
positif (bak
ri sekitar 26
6 Fungi 7
1.563
2.85
Fungi
at fungi
rnaan Gram
ntasi gula
g melalui
ks pelarutan
asi selulosa
yang ditunju
berbentuk b
ain itu, beb
obik. Hasil r
pada Tab
ey’s Manua
eri 3 merup
rmasuk ke d
ay (1978) d
kteri dengan
6 famili dan
Selulosa
Pektin
21
m dan
dan
tahap
yang
a dan
ukkan
atang
berapa
reaksi
el 1.
al of
pakan
dalam
dalam
n tipe
n 223
22
genus. Bacillus brevis merupakan spesies yang masuk dalam genus Bacillus pada
famili Bacillaceae.
Tabel 1. Hasil uji biokimia identifikasi isolat bakteri 3
No. Parameter uji Hasil reaksi 1 Katalase Positif 2 Pertumbuhan pada media NaCl 5% Negatif 3 Pertumbuhan pada suhu 500C Dibius (bisa positif/bisa negatif) 4 Citrat Dibius (bisa positif/bisa negatif) 5 Gas dalam glukosa Negatif
Fermentasi gula : 6 Glukosa Dibius (bisa positif/bisa negatif) 7 Arabinosa Negatif 8 Mannitol Dibius (bisa positif/bisa negatif) 9 Xylosa Negatif
10 Gelatin hydrolisis Positif 11 Casein hydrolisis Positif 12 Starch hydrolisis Positif 13 Indol Negatif 14 Nitrate reduction Dibius (bisa positif/bisa negatif) 15 Voges-Proskaur test pH < 6 Negatif 16 Voges-Proskaur test pH > 7 Positif 17 Nutrient Broth pH 6,8 Positif 18 Nutrient Broth pH 5,7 Dibius (bisa positif/bisa negatif)
Bakteri dalam genus Bacillus merupakan penghasil enzim ekstraselular
(misalnya selulase) yang sangat penting. Singh dan Kumar (1998) menemukan
satu strain Bacillus brevis berasal dari tanah yang mampu mensekresikan enzim
ekstraselular selulase, adapun Wenzel et al. (2002) menemukan Brevibacillus
brevis selulolitik dalam isi perut rayap Zootermopsis angusticollis. Gupta et al.
(2000) berhasil menemukan strain Bacillus brevis yang diisolasi dari tanah
terkontaminasi hexachlorocyclohexane (HCH) yang dapat mendegradasi empat
isomer (α, β, γ, dan δ) dari polutan HCH tersebut dalam kondisi aerobik pada
media nutrisi. Selain itu, Verma et al. (2009) menyatakan dari empat spesies
bakteri resisten kromium (Cr) yang diteliti, Bacillus brevis menunjukan hasil yang
paling menjanjikan untuk dikaji lebih lanjut sebagai alternatif bioremediasi Cr.
Kemampuan bakteri yang dapat hidup pada lingkungan panas (termofilik)
merupakan suatu keuntungan sehingga dapat digunakan dalam berbagai proses
industri. Fujimoto et al. (2011) menemukan Bacillus licheniformis strain R8 dan
23
R15 masih dapat mengeluarkan enzim ekstraselular endoglukanase yang berperan
mendegradasi CMC ke dalam bentuk cello-oligosakarida pada suhu relatif tinggi
(50 °C). Sehingga nantinya dapat diaplikasikan untuk proses fermentasi etanol
pada suhu tinggi dalam pembuatan bioetanol.
4.3.2. Identifikasi Fungi
Identifikasi fungi meliputi kenampakan morfologi fungi secara makroskopis
dan mikroskopis. Fungi yang terpilih melalui tahap identifikasi yaitu isolat fungi 7.
Gambar 9. Kenampakan (a) permukaan koloni dan (b) reverse side isolat fungi 7
setelah inkubasi empat minggu pada suhu ruangan dalam media PDA
Kenampakan koloni isolat fungi 7 (Gambar 9) secara makroskopis memiliki ciri-
ciri morfologi sebagai berikut: permukaan cottony tipis halus berwarna putih
krem dengan pusat koloni berwarna coklat muda, terdapat lingkaran-lingkaran
konsentris berwarna coklat muda, warna di sebaliknya (reverse side) coklat
dengan bagian pusat koloni berwarna lebih tua, dan memiliki elevasi datar.
Kenampakan morfologi tersebut diidentifikasi pada koloni yang ditumbuhkan
dalam media PDA yang diinkubasi pada suhu ruangan selama empat minggu. Hal
ini disesuaikan dengan waktu yang bersamaan pada pengamatan isolat fungi
secara mikroskopis.
ba
G
Gambar 1
Pada
terlihat str
adalah ko
yang meru
konidia m
lebih ting
Garis skala:
0. Kenampdan (c) mcotton b
a pengamat
ruktur khas
onidia (Gam
upakan ciri
merupakan in
ggi. Tsui e
a-b = 5 μm
pakan mikromerupakan
blue, (b) kon
tan isolat f
dari jenis fu
mbar 10c) d
i khusus da
ndikator tak
et al. (200
m; c = 1 μm.
oskopik isolhelicoid ko
nidiofor teg
fungi 7 sec
fungi tersebu
dengan struk
ari kelompo
ksonomi ya
06) mengan
lat fungi 7 onidia, prepak timbul d
cara mikros
ut. Kenamp
ktur meling
ok fungi he
ang baik un
nalisis seb
(a) ditunjukparat digenadari miseliu
skopik (Gam
pakan yang p
gkar/mengg
licospora. A
ntuk penemp
agian besa
kan tanda pangi lactophum
mbar 10),
paling men
gulung (heli
Adanya hel
patan filoge
ar spesies
24
panah henol-
dapat
colok
icoid)
licoid
enetik
fungi
25
helicospora termasuk ke dalam anamorf genus Helicoma, Helicomyces dan
Helicosporium yang seluruhnya membentuk kelompok monofiletik teleomorf
genus Tubeufia. Selanjutnya, Goos (1985, 1986, 1989) dalam Zhao et al. (2007)
meninjau ketiga genus fungi helicospora dan membedakannya sebagai berikut:
konidia Helicoma bersifat non-higroskopik dengan proporsi filamen konidia yang
relatif tebal daripada panjangnya, sedangkan Helicomyces dan Helicosporium
bersifat higroskopik dengan proporsi filamen konidia yang relatif tipis daripada
panjangnya.
Konidiofor pada isolat fungi 7 memiliki ciri-ciri berseptum, hyaline, simpel
atau bercabang, halus, tegak, lurus atau sedikit bengkok, dan ketebalan 2-3 μm
pada bagian paling lebar. Konidia diproduksi tunggal (solitary), hyaline, halus,
berbentuk melingkar (helicoid) dengan ketat, berseptum, filamen konidia relatif
tebal, dan bersifat non-higroskopik. Melalui ciri-ciri tersebut, isolat fungi 7 dapat
dikelompokan ke dalam genus Helicoma. Tsui et al. (2006) menerangkan
sebagian besar fungi helicospora merupakan fungi saprobik yang terdapat pada
serasah tanaman, kayu dan ranting yang membusuk di tempat lembab atau di
sekitar air. Adanya beberapa isolat dari kelompok fungi helicospora yang dapat
memproduksi enzim selulase dan xylanase boleh jadi turut berperan pada
pembusukan kayu dan serasah dalam ekosistem air tawar.
4.4. Pembahasan Umum
Berbagai penelitian mengenai Aquilaria spp. berfokus pada mencari mikrob
yang dapat menstimulasi pembentukan gaharu. Namun, jenis fungi atau bakteri
yang secara spesifik dapat berasosiasi pada pembentukan resin gaharu masih
belum ditemukan. Chakrabarty et al. (1994) menyatakan bahwa tidak ada resin
yang keluar secara alami maupun melalui penyadapan batang tanaman. Sehingga
inokulasi fungi merupakan salah satu cara yang mungkin dilakukan untuk
menghasilkan gaharu dibandingkan kayu yang tidak terinfeksi. Tamuli et al.
(2008) meneliti adanya aktivitas enzim selulase dan pektinase pada batang
tanaman Aquilaria malaccensis yang terinfeksi patogen menunjukkan hasil lebih
tinggi dibandingkan tanamam sehat. Tingginya aktivitas enzim selulase dan
pektinase bisa jadi bertanggung jawab atas kolonisasi patogen dalam jaringan
tanaman yang terinfeksi. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Ridley et al.
26
(2001) mengenai pektin sebagai salah satu target pertama yang dicerna oleh
serangan mikrob, serta Isaac (1997) yang menjelaskan bahwa selulase juga
termasuk enzim penting bagi patogen yang membantu masuk ke dalam jaringan
tanaman hidup sehingga kebutuhan nutrisi mikrob untuk berkembang biak
menjadi tersedia.
Hasil seleksi mikrob pendegradasi selulosa dan pektin yang diperoleh dari
rhizosfer Aquilaria malaccensis diidentifikasi sebagai Bacillus brevis pada
kelompok bakteri dan Helicoma spp. pada kelompok fungi. Hingga saat ini, belum
ditemukan laporan mengenai penggunaan Bacillus brevis dan Helicoma spp.
sebagai inokula patogen pada pembentukan gaharu. Kemampuan Bacillus spp.
menghasilkan enzim-enzim ekstaselular yang dapat mendegradasi selulosa
maupun pektin sudah banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri. Hal ini
disebabkan adanya strain Bacillus spp. bersifat termofilik, dapat hidup pada suhu
relatif tinggi (>50 °C), yang dibutuhkan dalam proses industri. Salah satu
pemanfaatan Bacillus spp. pendegradasi selulosa yang juga bersifat termofilik
adalah pada pembuatan kompos dan bioetanol sebagaimana dikemukakan
Fujimoto et al. (2011). Selain itu, Kashayap et al. (2003) melaporkan adanya
enzim pektinase dengan level alkali sangat tinggi dan toleran terhadap panas yang
dihasilkan oleh Bacillus spp. dapat digunakan pada produksi senyawa bioaktif
yang berlangsung pada kondisi fermentasi dalam keadaan padat (solid-state
fermentation). Enzim-enzim pendegradasi pektin digunakan secara luas dalam
industri untuk meningkatkan hasil dan membuat jus buah menjadi bening. Saat ini,
enzim-enzim pektinolitik telah diperkenalkan pada industri tekstil untuk
membebaskan serat dari batang rami, sebagai alternatif proses pencelupan secara
konvensional (Soriano et al. 2000).
Fungi yang secara umum ditemukan pada batang tanaman Aquilaria spp.
yang sudah terbentuk gaharu merupakan jenis Fusarium, Cunninghamela,
Acremonium, Curvularia, Penicillium, dan Trichoderma (Chakrabarty et al. 1994;
Rahayu et al. 1998; Mohamed et al. 2010). Namun hingga saat ini masih belum
ditemukan laporan mengenai penelitian yang memperoleh jenis fungi Helicoma
sebagai patogen pada tanaman Aquilaria spp. Helicoma merupakan salah satu
jenis fungi anamorf dengan ciri khas memiliki helicoid konidia. Fungi yang
27
termasuk ke dalam kelompok fungi helicospora biasa ditemukan di tempat
lembab pada serasah tanaman, kayu dan ranting yang membusuk. Pada penelitian
ini, Helicoma menunjukkan indeks pelarutan selulosa dan pektin yang lebih tinggi
dibandingkan isolat fungi lainnya. Aktivitas enzim yang dihasilkan patogen dalam
mendegradasi selulosa dan pektin merupakan faktor penting dalam proses infeksi
jaringan tanaman. Oleh karena itu, Helicoma dapat dijadikan sebagai kandidat
patogen dalam aplikasi inokula pembentuk gaharu pada tanaman Aquilaria.
Makhluk prokaryot dapat hidup di alam dalam kondisi fisik lingkungan
dengan cakupan sangat luas, seperti konsentrasi oksigen (O2), pH dan suhu.
Lingkungan tempat diperolehnya contoh tanah pada penelitian ini merupakan
daerah tropik dengan rentang suhu 23-32 °C, pada suhu ini organisme mesofilik
dapat tumbuh secara optimum. Tanah pada lahan tempat pengambilan contoh
tanah memiliki rata-rata bobot isi 1,11 g/cm3 dengan pH 4,7-5,2 sehingga
termasuk ke dalam jenis tanah masam. Mikrob yang dapat tumbuh pada suhu
optimum di bawah netral (7.0) disebut asidofilik. Di antara eukaryot, sebagian
besar fungi merupakan makhluk asidofilik. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis
kimia pada contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini dapat
digunakan sebagai gambaran nutrisi yang tersedia bagi mikrob pada lingkungan
alami hidupnya.
Tabel 2. Hasil analisis kimia contoh tanah yang digunakan No. Parameter uji Satuan Hasil 1 pH - 4,7-5,2 2 Kadar air % 45 3 Bobot isi g/cm3 1,11 4 C-organik % 3,19 5 N-total % 0,24 6 P-tersedia ppm 8,3 7 Ca me/100g 4,69 8 Mg me/100g 1,15 9 Fe ppm 7,0
10 Cu ppm 1,0 11 Mn ppm 98,4 12 Zn ppm 11,4
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Mikrob hasil isolasi dari rhizosfer Aquilaria malaccensis menunjukan
adanya bakteri dan fungi yang dapat mendegradasi selulosa dan pektin. Mikrob
yang menunjukkan indeks pelarutan selulosa dan pektin paling baik dari jenis
bakteri adalah Bacillus brevis, sedangkan dari jenis fungi termasuk ke dalam
genus Helicoma. Keberadaan mikrob pendegradasi selulosa dan fungi pada
rhizosfer A. malaccensis dapat menjadi salah satu unsur proses terbentuknya
gaharu. Hal ini disebabkan salah satu dari target pertama yang dicerna oleh
serangan mikrob pada jaringan tanaman adalah pektin.
5.2. Saran
Mikrob yang sudah diperoleh sebaiknya dilanjutkan dengan aplikasi uji
patogenitas terhadap tanaman Aquilaria spp. di lapangan. Pengukuran aktivitas
enzim yang disekresi mikrob perlu dilakukan agar konsentrasi glukosa yang
dihasilkan oleh proses hidrolisis enzimatik dapat diketahui secara kuantitatif.
Perlakuan suhu, fisiologi maupun media nutrisi dapat dilakukan pada penelitian
lain selanjutnya.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Review of significant trade Aquilaria malaccensis CITES PC14 Doc.9.2.2 Annex 2 [internet]. hlm 1-31; [diunduh 2012 Des 3] . Tersedia pada: http://www.cites.org/eng/com/pc/14/e-pc14-09-02-02-a2.pdf
Anonim. 2004. Amendments to Appendices I and II of CITES. [diunduh 2012
Des 3] . Tersedia pada: http://www.cites.org/common/cop/13/raw_props/ ID-Aquilaria-Gyrinops.pdf
Barden A, Anak NA, Mulliken T, and Song M. 2000. Heart of the matter:
Agarwood use and trade and CITES implementation for Aquilaria malaccensis. TRAFFIC International.
Chakrabarty K, Kuner A, and Manon V. 1994. Trade in agarwood. New Delhi
(IN): WWF India Traffic India. Coyne MS and Thompson JA. 2006. Fundamental Soil Science. New York (US):
Thomson Delmar Learning. Cziple FA and Marques AJV. 2008. Cell walls of wood, composition, structure
and a few Mechanical Properties. Analele Univ Eftimie Murgu Reşiţa. 15(1):133-138.
Dighton J. 2003. Fungal in Ecosystem Processes. New York (US): Marcel Dekker. Fujimoto N, Kosaka T, Nakao T, and Yamada M. 2011. Bacillus licheniformis
bearing a high cellulose-degrading activity, which was isolated as a heat-resistant and micro-aerophilic microorganism from bovine rumen. Open Biotechnol J. 5:7-13.
Gobat JM, Aragno M, and Matthey W. 2004. The Living Soil, Fundamentals of
Soil Science and Soil Biology. VAK Sarma, translator from French. New Hampshire (US): Science Publisher.
Gupta A, Kaushik CP, and Kaushik A. 2000. Degradation of hexachloro-
cyclohexane (HCH; α, β, γ, and δ) by Bacillus circulans and Bacillus brevis isolated from soil contaminated with HCH. Soil Biol. Biochem. 32:1803-1805.
Hanson JR. 2008. The Chemistry of Fungi. Cambridge (UK): RSC Publishing. Ingham JL. 1972. Phytoalexins and other natural products as factors in plant
disease resistance. Bot Rev. 38:343-424. Isaac S. 1997. How do fungi degrade and obtain nutrients from cellulose?
Mycologist. 11(2):92-93.
30
Kasana RC, Salwan R, Dhar H, Dutt S, and Gulati A. 2008. A rapid and easy method for the detection of microbial cellulases on agar plates using Gram’s iodine. Curr Microbiol. 57(5): 503-507.
Kashayap DR, Soni SK, and Tewari R. 2003. Enhanced production of pectinase by Bacillus sp. DT7 using solid state fermentation. Bioresource Technol. 88:251-254.
Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, and Clark DP. 2009. Brock Biology of
Microorganisms. Twelfth edition. San Francisco (US): Pearson Education. Maki M, Leung KT, and Qin W. 2009. The prospects of cellulose-producing
bacteria for the bioconversion of lignocellulosic biomass. Int J Biol Sci. 5:500-516.
Mishra PK, Bisht SC, Ruwari P, Joshi GK, Singh G, Bisht JK, and JC Bhatt. 2011.
Bioassociative effect of cold tolerant Pseudomonas spp. and Rhizobium leguminosarum-PR1 on iron acquisition, nutrient uptake and growth of lentil (Lens culinaris L.). Eur J Soil Biol. 47:35-43.
Mohamed R, Jong PL, and Zali MS. 2010. Fungal diversity in wounded stems of
Aquilaria malaccensis. Fungal Divers. 43:67-74. Molina SMG, Pelissari FA, and Vitorello CBM. 2001. Screening and genetic
improvement of pectinolytic fungi for degumming of textile fibers. Braz J Microbiol. 32:320-326.
Ng LT, Chang YS, and Kadir AA. 1997. A review on agar (gaharu) producing
Aquilaria species. J Trop For Prod. 2(2):272–285.
Nugroho LH, Peltenburg-Looman AMG, Verberne MC, and Verpoorte R. 2002. Is accumulation of sesquiterpenoid phytoalexins induced in tobacco plants constitutively producing salicylic acid? Plant Sci. 162:989-993.
Osbourn AE. 1996. Performed antimicrobial compounds and plant defense against
fungal attack. Plant Cell. 8:1821-1831. Pelczar MJJr. and Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Hadioetomo RS,
Imas T, Tjitrosomo SS, dan Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Plomion C, Leprovost G, and Stokes A. 2001. Wood formation in trees. Plant
Physiol. 127:1513-1523. Rahayu G, Isnaini Y, Situmorang J, dan Umboh MIJ. 1998. Cendawan yang
berasosiasi dengan gaharu (Aquilaria spp.) dari Indonesia. Dalam. Proseding Seminar Pertemuan Ilmiah Tahunan PERMI. Bandar Lampung, 16-18 Desember 1998, h.385-393.
31
Ridley BL, O’Neil MA, and Mohnen D. 2001. Pectins: structure, biosynthesis, and oligogalacturonide-related signaling. Phytochemistry. 57:929-967.
Rutherford J. 2011. Direct sensing of nutrient availability by fungi. Fungal Biol
Rev. 25:111-119. Singh VK and Kumar A. 1998. Production and purification of an extracellular
cellulase from Bacillus brevis VS-1. Biochem Mol Biol Int. 45:443-452. Soares MMCN, daSilva R, and Gomes E. 1999. Screening of bacterial strains for
pectinolytic activity: characterization of the polygalacturonase produces by Bacillus sp. Rev Microbiol. 30:299-303.
Soriano M, Blanco A, Díaz P, and Pastor FIJ. 2000. An unusual pectate lyase
from a Bacillus sp. with high activity on pectin: cloning and characterization. Microbiology. 146:89-95.
Srndovic JS. 2011. Interactions between Wood Polymers in Wood Cell Walls and
Cellulose/Hemicellulose Biocomposites. [thesis for degree of doctor of philosophy]. Göteborg (SE): Chalmers University of Technology.
Standar Nasional Indonesia Gaharu : SNI 01-5009.1-1999. [diunduh pada 2011
Jul 26]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/SNI/ gaharu.HTM
Tamuli P, Baruah P, and Samanta R. 2008. Enzyme activities of agarwood (Aquilaria malaccensis Lamk.) stem under pathogenesis. J Spices Aromat Crop. 17(3):240-243.
Thies JE and Grossman JM. 2006. The Soil Habitat and Soil Ecology (in)
Biological Approaches to Sustainable Soil Systems. Uphoff N, Ball AS, Fernandes E, Herren H, Husson O, Laing M, Palm C, Pretty J, Sanchez P, Sanginga N, and Thies J, editors. Florida (US): CRC Press.
Tsui CKM, Sivichai S, and Berbee ML. 2006. Molecular systematic of Helicoma,
Helicomyces and Helicosporium and their teleomorphs inferred from rDNA sequences. Micologia. 98(1):94-104.
Verma T, Garg SK, and Ramteke PW. 2009. Genetic correlation between
chromium resistance and reduction in Bacillus brevis isolated from tannery effluent. J App Microbiol. 107:1425-1432.
Wenzel M, Schonig I, Berchtold M, Kämpfer P, and Konig H. 2002. Aerobic and
facultatively anaerobic cellulolytic bacteria from the gut of termite Zootermopsis angusticollis. J App Microbiol, 92:23-40.
32
Whitman WB, deVos P, Garrity GM, Jones D, Krieg NR, Ludwig W, Rainey FA, and Schleifer KH. 2009. Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology Second Edition Volume Three The Firmicutes. New York (US): Springer.
Zabel RA and Morrell JJ. 1992. Wood Microbiology: Decay and Its Pevention.
San Diego (US): Academic Press. Zhao GZ, Liu XZ, and Wu WP. 2007. Helicosporous hyphomycetes from China.
Fungal Divers. 26:313-524.
LAMPIRAN
34
Lampiran 1. Komposisi media yang digunakan pada tahap pengujian
Carboxymethyl Celluloce (CMC) per liter 1. KH2PO4 1 gram 2. K2SO4 0,5 gram 3. NaCl 0,5 gram 4. FeSO4 0,01 gram 5. MnSO4 0,01 gram 6. NH4NO3 1 gram 7. CMC 10 gram 8. Agar 15 gram
Pewarna untuk mengukur zona bening: larutan Congo Red (0,1%)
Citrus Pectin Agar for Fungi (CPAF) per liter 1. NaNO3 6 gram 2. KH2PO4 1,5 gram 3. KCl 0,5 gram 4. MgSO4.7H2O 0,5 gram 5. FeSO4 0,01 gram 6. ZnSO4 0,01 gram 7. H3BO3 0,01 gram 8. Yeast extract 1 gram 9. Citrus pectin 5 ml
10. Agar 15 gram Pewarna untuk mengukur zona bening: larutan iodine-potassium iodide (1 gram I2 kristal, 5 gram KI, 330 ml aquadest)
Citrus Pectin Agar for Bacteria (CPAB) per liter 1. Citrus pectin 10 ml 2. (NH4)2SO4 1,4 gram 3. K2HPO4 2 gram 4. MgSO4.7H2O 0,2 gram 5. Agar 15 gram 6. Nutrient solution 1 ml ; dengan komposisi larutan per liter
1. FeSO4.7H2O 5 mg 2. MnSO4.H2O 1,6 mg 3. ZnSO4.7H2O 1,4 mg 4. CoCl2 2 mg
Pewarna untuk mengukur zona bening: larutan iodine-potassium iodide (1 gram I2 kristal, 5 gram KI, 330 ml aquadest)
35
Lampiran 2. Tabel hasil uji isolat bakteri dalam mendegradasi selulosa dan pektin
Isolat Kemampuan mendegradasi
Diameter koloni (mm)
Diameter zona bening (mm)
Indeks pelarutan
Bakteri 1 Selulosa 3 0 0 Pektin 2,5 18 7,20
Bakteri 2 Selulosa 4 13 3,25 Pektin 6,5 10 1,54
Bakteri 3 Selulosa 3,5 14 4,00 Pektin 3 19 6,33
Bakteri 4 Selulosa 3,5 0 0 Pektin 4,5 23 5,11
Bakteri 5 Selulosa 4,5 12,5 2,78 Pektin 4,5 23,5 5,22
Bakteri 6 Selulosa 4 0 0 Pektin 4 19 4,75
Keterangan : Indeks pelarutan = diameter zona bening / diameter koloni
36
Lampiran 3. Tabel hasil uji isolat fungi dalam mendegradasi selulosa dan pektin
Isolat Kemampuan mendegradasi
Diameter koloni (mm)
Diameter zona bening
(mm)
Indeks pelarutan
Indeks pelarutan rata-rata
Fungi 1 Selulosa 18 31 1,72 1,71 17 29 1,70
Pektin 20 30 1,40 1,45 20 28 1,50
Fungi 2 Selulosa 20 29 1,45 1,46 21 31 1,48
Pektin 22 32 1,45 1,44 23 33 1,43
Fungi 3 Selulosa 16 30 1,88 1,87 15 28 1,86
Pektin 21 35 1,67 1,67 21 35 1,67
Fungi 4 Selulosa 31 46 1,48 1,48 38 43* 1,13
Pektin 38 0 0 0 ~ ~ ~
Fungi 5 Selulosa 19 29 1,53 1,46 26 36 1,38
Pektin 29 36 1,24 1,24 30 37 1,23
Fungi 6 Selulosa 19 28 1,47 1,50 17 26 1,53
Pektin 19 30 1,58 1,63 19 32 1,68
Fungi 7 Selulosa 16 23 1,44 1,56 15 25 1,67
Pektin 13 37 2,85 2,85 13 37 2,85 *pengukuran tidak penuh (hanya dari 1 sisi) karena pertumbuhan fungi yang sangat cepat, sehingga tidak dimasukan dalam perhitungan. Keterangan : Indeks pelarutan = diameter zona bening / diameter koloni
Lamp
Lampiran
piran 4. Kenpew
5. Gambar(a) citrat(f) indol
a
nampakan iwarnaan Gra
r hasil uji fet; (b) glukol
b
solat bakteram
ermentasi gusa; (c) arab
c
ri 3 melalui
ula pada isoinosa; (d) m
d e
mikroskop
olat bakteri 3mannitol; (e)
f
pada uji
3 pada med) xylosa; da
37
dia an
38
Lampiran 6. Gambar hasil uji biokimia isolat bakteri 3 dalam berbagai media:
(a) Voges-Proskaur pH < 6; (b) Voges-Proskaur pH > 7; (c) Nutrient Broth pH 6,8; (d) Nutrient Broth pH 5,7; (e) Nutrient Broth + NaCl 5%; dan (f) Nutrient Broth yang diinkubasi pada suhu 50 oC
a c d e f b
39
Lampiran 7. Perhitungan nilai N-total dalam tanah Sample mL HCl 0,0478N % N Rata-rata % N
K 0,05 0,000 0 G1.1 2,00 0,261
0,261 G1.2 2,00 0,261 G2.1 2,05 0,268
0,271 G2.2 2,10 0,274 G3.1 1,85 0,241
0,258 G3.2 2,10 0,274 G4.1 1,85 0,241
0,234 G4.2 1,75 0,228 G5.1 1,80 0,234
0,241 G5.2 1,90 0,248 G6.1 1,55 0,201
0,194 G6.2 1,45 0,187
Rumus perhitungan: % N = (isi HCl (contoh-blanko) x N HCl x 14 x 100 ) / BKM = ((mL HCl - 0,05) x 0,0478 x 14 x 100)/500mg
Lampiran 8. Perhitungan nilai C-organik dalam tanah
Sampel mL FeSO4 1N C-organik (%) Rata-rata C-organik (%)
K 10,00 0,000 0 G1.1 5,10 3,910
3,511 G1.2 6,10 3,112 G2.1 5,10 3,910
3,950 G2.2 5,00 3,990 G3.1 5,40 3,671
3,511 G3.2 5,80 3,352 G4.1 6,70 2,633
2,633 G4.2 6,70 2,633 G5.1 6,60 2,713
2,913 G5.2 6,10 3,112 G6.1 6,90 2,474
2,594 G6.2 6,60 2,713
Rumus perhitungan: % C-org = [(me K2Cr2O7 - me FeSO4) x 0,003 x f x 100] / BKM me = N x V f = 1,33
40
Lampiran 9. Perhitungan nilai P-tersedia dalam tanah
Kurva standar 1 Larutan Standar
(ppm P) Nilai Absorban yang Terbaca
Nilai Absorban setelah Koreksi slope
0 0,001 0 0 1 0,065 0,064 7,8125 2 0,131 0,130 3,846153846 3 0,196 0,195 2,564102564 4 0,248 0,247 2,024291498 5 0,314 0,313 1,597444089
z1 = 3,5688984 Kurva standar 2 Larutan Standar
(ppm P) Nilai Absorban yang Terbaca
Nilai Absorban setelah Koreksi slope
0 0,002 0 0 1 0,075 0,073 6,849315068 2 0,145 0,143 3,496503497 3 0,206 0,204 2,450980392 4 0,267 0,265 1,886792453 5 0,333 0,331 1,510574018
z2 = 3,238833086 Tabel Perhitungan ppm P
Sampel Nilai Absorban (ppm P)
P tersedia (ppm P)
Rata-rata P tersedia (ppm P)
K1 0,010 0,000 0 G1.1 0,174 16,041
15,454 G1.2 0,162 14,867 G2.1 0,133 14,979
15,040 G2.2 0,134 15,101 G3.1 0,062 6,060
6,351 G3.2 0,067 6,642 G4.1 0,032 2,245
2,347 G4.2 0,034 2,449 K2 0,003 0,000 0
G5.1 0,071 5,377 5,891
G5.2 0,084 6,405 G6.1 0,057 4,659
4,875 G6.2 0,062 5,091
Rumus perhitungan: fp = 15/1,5 x 10/5 = 20 P (ppm) = P dalam larutan x fp x koreksi KA
= nilai absorban (contoh-blanko) x z x fp x ((100+KA)/100)
41
Lampiran 10. Perhitungan nilai Fe dalam tanah
Sample Fe dalam larutan (ppm)
Fe dalam tanah (ppm)
Rata-rata Fe (ppm)
K 0,2848 0 0 G1.1 1,1953 3,642
3,852 G1.2 1,3001 4,061 G2.1 1,8361 6,205
6,216 G2.2 1,8413 6,226 G3.1 2,5679 9,132
9,163 G3.2 2,5834 9,194 G4.1 2,1952 7,642
7,696 G4.2 2,2226 7,751 G5.1 1,7760 5,965
6,092 G5.2 1,8395 6,219 G6.1 2,4494 8,658
8,665 G6.2 2,4528 8,672
Lampiran 11. Perhitungan nilai Cu dalam tanah
Sample Cu dalam larutan (ppm)
Cu dalam tanah (ppm)
Rata-rata Cu (ppm)
K -0,0018 0 0 G1.1 0,1451 0,588
0,588 G1.2 0,1451 0,588 G2.1 0,1892 0,764
0,749 G2.2 0,1818 0,734 G3.1 0,359 1,443
1,425 G3.2 0,350 1,407 G4.1 0,2969 1,195
1,210 G4.2 0,3043 1,224 G5.1 0,2218 0,894
0,893 G5.2 0,2210 0,891 G6.1 0,2471 0,996
0,968 G6.2 0,2333 0,940
42
Lampiran 12. Perhitungan nilai Mn dalam tanah
Sampel Mn dalam larutan (ppm)
Mn dalam tanah (ppm)
Rata-rata Mn (ppm)
K 0,0308 0 0 G1.1 4,1505 164,788
166,706 G1.2 4,2464 168,624 G2.1 2,6778 105,88
105,358 G2.2 2,6517 104,836 G3.1 2,9436 116,512
116,730 G3.2 2,9545 116,948 G4.1 1,9276 75,872
73,288 G4.2 1,7984 70,704 G5.1 1,7468 68,64
67,828 G5.2 1,7062 67,016 G6.1 1,5239 59,724
60,552 G6.2 1,5653 61,380
Lampiran 13. Perhitungan nilai Zn dalam tanah
Sampel Zn dalam larutan (ppm)
Zn dalam tanah (ppm)
Rata-rata Zn (ppm)
K 0,0459 0 0 G1.1 0,9341 35,528
35,796 G1.2 0,9475 36,064 G2.1 0,2784 9,300
8,434 G2.2 0,2351 7,568 G3.1 0,2518 8,236
7,342 G3.2 0,2071 6,448 G4.1 0,2184 6,900
4,932 G4.2 0,1200 2,964 G5.1 0,1448 3,956
4,020 G5.2 0,1480 4,084 G6.1 0,2608 8,596
7,868 G6.2 0,2244 7,140
43
Lampiran 14. Perhitungan nilai Mg dalam tanah
Sample Mg dalam
larutan (ppm)
Mg dalam tanah (ppm)
Rata-rata Mg
(ppm)
Mg dalam tanah
(me/100g)
Rata-rata Mg
(me/100g) K 0,0674 0 0 0 0
G1.1 0,2954 228,000 251,200 1,900
2,093 G1.2 0,3418 274,400 2,287 G2.1 0,2678 200,400
216,900 1,670 1,808
G2.2 0,3008 233,400 1,945 G3.1 0,1607 93,300
99,950 0,778 0,833
G3.2 0,1740 106,600 0,888 G4.1 0,1608 93,400
93,200 0,778 0,777
G4.2 0,1604 93,000 0,775 G5.1 0,1484 81,000
81,250 0,675 0,677
G5.2 0,1489 81,500 0,679 G6.1 0,1542 86,800
88,250 0,723 0,735
G6.2 0,1571 89,700 0,748
Lampiran 15. Perhitungan nilai Ca dalam tanah
Sample Ca dalam
larutan (ppm)
Ca dalam tanah (ppm)
Rata-rata Ca
(ppm)
Ca dalam tanah
(me/100g)
Rata-rata Ca
(me/100g) K 0,1101 0 0 0 0
G1.1 5,3650 1156,078 1114,454
5,780 5,572
G1.2 4,9866 1072,830 5,364 G2.1 5,3742 1158,102
1193,7975,791
5,969 G2.2 5,6987 1229,492 6,147 G3.1 4,0368 863,874
861,421 4,319 4,307
G3.2 4,0145 858,968 4,295 G4.1 4,1472 888,162
889,746 4,441 4,449
G4.2 4,1616 891,330 4,457 G5.1 4,2050 900,878
889,174 4,504 4,446
G5.2 4,0986 877,470 4,387 G6.1 3,1737 673,992
673,409 3,370 3,367
G6.2 3,1684 672,826 3,364
44
Lampiran 16. Perhitungan kadar air dan bobot isi tanah
Ulangan 1 No.
Sample Nama
Sample Berat Cawan
(gram) BKU + Cawan
(gram) BKM + Cawan
(gram) BKU
(gram) BKM (gram)
Kadar Air I (%)
1 G1 3,56 13,89 11,14 10,33 7,58 36,28 2 G2 3,53 15,95 10,89 12,42 7,36 68,75 3 G3 4,43 16,22 11,84 11,79 7,41 59,11 4 G4 4,99 17,46 13,69 12,47 8,70 43,33 5 G5 4,40 16,92 14,64 12,52 10,24 22,27 6 G6 4,26 15,57 12,76 11,31 8,50 33,06
Ulangan 2 No.
SampleNama
SampleBerat Cawan
(gram) BKU + Cawan
(gram)BKM + Cawan
(gram)BKU
(gram) BKM (gram)
Kadar Air II (%)
1 G1 3,53 15,35 12,11 11,82 8,58 37,76 2 G2 4,11 16,21 11,19 12,1 7,08 70,90 3 G3 4,19 16,54 11,67 12,35 7,48 65,11 4 G4 4,16 16,42 12,74 12,26 8,58 42,89 5 G5 4,49 16,35 14,19 11,86 9,70 22,27 6 G6 4,10 16,71 13,60 12,61 9,50 32,74
44
45
Ulangan 3
No. Sample
Nama Sample
Berat Cawan (gram)
BKU + Cawan (gram)
BKM + Cawan (gram)
BKU (gram)
BKM (gram)
Kadar Air III (%)
1 G1 3,64 15,33 12,17 11,69 8,53 37,05 2 G2 4,38 17,07 11,75 12,69 7,37 72,18 3 G3 4,36 16,38 11,62 12,02 7,26 65,56 4 G4 4,27 16,81 13,06 12,54 8,79 42,66 5 G5 4,41 16,54 14,38 12,13 9,97 21,66 6 G6 4,26 16,13 13,13 11,87 8,87 33,82
Rata-rata Kadar Air No.
Sample Nama
Sample Kadar Air I
(%) Kadar Air II
(%) Kadar Air III
(%) Kadar Air
(%) 1 G1 36,28 37,76 37,05 37,030 2 G2 68,75 70,90 72,18 70,610 3 G3 59,11 65,11 65,56 63,260 4 G4 43,33 42,89 42,66 42,962 5 G5 22,27 22,27 21,66 22,066 6 G6 33,06 32,74 33,82 33,206
45
46
Penentuan Kadar Air dan Bobot Isi
No. Sample
Nama Sample
Bobot Ring + Tanah (gram)
Bobot Ring Kosong (gram)
BKU dalam Ring
(gram)
Volume Ring (cm3)
Padatan + Air (%)
Kadar Air (%)
BKM dalam Ring (gram)
Bobot Isi (g/cm3)
1 G1 245 97,61 147,39 98,130 65,2 37,03 107,56 1,0962 G2 215 97,84 117,16 98,13 65,6 70,61 68,67 0,7003 G3 260 97,6 162,4 98,13 81,55 63,26 99,47 1,0144 G4 270 97,31 172,69 98,13 81,00 42,96 120,79 1,2315 G5 270 96,89 173,11 98,13 68,65 22,07 141,82 1,4456 G6 250 93,61 156,39 98,13 73,55 33,21 117,4 1,196
46
47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 22 Agustus 1989 sebagai putri pertama dari Edi Hartono dan Ade Aryani. Tahun 2007 penulis menamatkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 1 Cirebon dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis bergabung dalam kepengurusan organisasi Ikatan Kekeluargaan Cirebon IPB. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, diantaranya IPB Goes to School 2009, SOILIDARITY (Soil, Art and Charity) 2009, Masa Pengenalan Departemen (Masif 45) 2009, dan Seminar Nasional (Soil, Disaster & Remote Sensing) 2010. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M) DIKTI 2010, menjadi voluntir pada IPB Go Field 2009 serta salah satu program Departemen Pendidikan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM) IPB 2010, dan finalis Eagle Awards Documentary Competition 2010. Selain itu, penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Bioteknologi Tanah dan Biologi Tanah pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011. Penulis mengambil mayor Manajemen Sumberdaya Lahan dengan minor Agronomi dan Hortikultura selama kuliah di Institut Pertanian Bogor.