Post on 28-Dec-2015
description
Mata Kuliah : Kesehatan Lingkungan
Zat-Zat Pencemar UdaraKarbon Monoksida (Co)
Isni filiandini
D121 12 001
Jurusan Teknik Sipil
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin
2014
Kata Pengantar
Puji dan rasa syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Kesehatan Lingkungan yang dibimbing
oleh Bapak Ruslan.
Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-
pihak yang turut membantu mulai awal penulisan hingga menjadi sebuah makalah yang
dapat bermanfaat bagi semua pihak. Makalah ini berjudul ” Karbon Monoksida ”, di
mana di dalamnya memuat berbagai dampak dan penanggulangan karbon monoksida
berlebih.
Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan
untuk kesempurnaan pada penulisan berikutnya dan pengayaan wawasan penyusun.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada pembaca pada umumnya dan
penyusun pada khusunya, dalam rangka meningkatkan wawasan keilmuan di bangku
kuliah. Harapan kami makalah ini dapat digunakan dengan baik sebagaimana mestinya.
Gowa, Mei 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan
meningkatnya pembangunan fisik kota, pusat – pusat industri dan sarana transportasi
yang semakin bertambah, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang
dulunya segar kini kering dan kotor. Hal ini bila tidak segera ditanggulangi perubahan
tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan serta tumbuhan. Pencemaran
udara diartikan sebagai suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan
terkontaminasi oleh zat – zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan
kesehatan tubuh manusia. Pencemaran udara biasanya terjadi di kota – kota besar dan
juga daerah padat industri yang menghasilkan gas – gas yang mengandung zat di atas
batas kewajaran. Salah satu polutan berbahaya yang terkandung dalam udara adalah gas
Karbon Monoksida (CO).
Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa , tidak mudah larut dalam air, tidak menyebabkan iritasi, beracun dan berbahaya.
Ia terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen.
Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen berikatan dan satu ikatan kovalen
koordinasi antara karbon dan oksigen.
Gas CO dapat bertahan lama di muka bumi karena kemampuan atmosfer untuk
menyerapnya adalah 1 sampai 5 tahun. Gas CO utamanya dihasilkan dari pembakaran
tidak sempurna dari senyawa karbon, misalnya berasal dari minyak tanah, bensin, solar,
batubara, LPG, atau kayu. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan
oksigen dalam proses pembakaran. Namun, pada umumnya gas CO terbentuk secara
alamiah maupun sebagai hasil sampingan kegiatan manusia.
Dampak dari CO bagi manusia, bervariasi tergantung dari status kesehatan
seseorang, kelahiran prematur, badan bayi di bawah normal, keracunan dll. Keracunan
gas CO dapat menyebabkan kematian, ia masuk ke paru-paru lalu masuk ke dalam
molekul hemoglobin dalam sel darah merah. CO terikat pada hemoglobin dan memiliki
kecenderungan yang sama dengan oksigen. Kemudian terbentuklah carboxy hemoglobin.
Carboxy hemoglobin menghambat masuknya oksigen ke dalam molekul hemoglobin dan
menghambat kemampuan penukaran gas dari sel darah merah. Akibatnya, tubuh
kekurangan oksigen yang menyebabkan kerusakan jaringan dan kematian sehingga perlu
upaya untuk pencegahan terhadap CO meskipun untuk mengetahui adanya CO sangat
sulit tetapi keracunan gas CO masih bisa diidentifikasi dengan gejala yang timbul.
Gejala yang timbul pada konsentrasi rendah adalah serupa dengan gejala flu, seperti
kepala pusing , pernafasan yang terganggu dan sedikit mual atau dapat dilakukan
pencegahan pada sumber yang dapat menghasilkan gas CO ( pada kendaraan bermotor
khususunya ).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sifat Fisik dan Kimia Karbon Monoksida (CO) ?
2. Sumber – sumber apa saja yang dapat menghasilkan karbon monoksida ?
3. Bagaimana analisa karbon monoksida di lingkungan ?
4. Standard dan Nilai Ambang Batas Karbon Monoksida (CO) ?
5. Apa Saja Dampak Karbon Monoksida (CO) terhadap Kesehatan ?
6. Bagaimana pengendalian karbon monoksida?
1.3 Tujuan
1. Bagaimana Sifat Fisik dan Kimia Karbon Monoksida (CO) ?
2. Sumber – sumber apa saja yang dapat menghasilkan karbon monoksida ?
3. Bagaimana analisa karbon monoksida di lingkungan ?
4. Standard dan Nilai Ambang Batas Karbon Monoksida (CO) ?
5. Apa Saja Dampak Karbon Monoksida (CO) terhadap Kesehatan ?
6. Bagaimana pengendalian karbon monoksida?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah zat pencemar udara yang patut mendapat perhatian,
90% dari seluruh zat pencemar kendaraan bermotor adalah berupa gas CO (Samsuri,
1982:90).
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa ,
tidak mudah larut dalam air, tidak menyebabkan iritasi, beracun dan berbahaya. Karbon
monoksida pertama kali dihasilkan oleh kimiawan Perancis de Lassone pada tahun 1776
dengan memanaskan seng oksida dengan kokas. Dia menyimpulkan bahwa gas yang
dihasilkan adalah hidrogen, karena ketika dibakar ia menghasilkan lidah api berwarna
biru. Gas ini kemudian diidentifikasi sebagai senyawa yang mengandung karbon dan
oksigen oleh kimiawan Inggris William Cumberland Cruikshank pada tahun 1800.
Sifat-sifat CO yang beracun pertama kali diinvestigasi secara seksama oleh
fisiolog Perancis Claude Bernard sekitar tahun 1846. Dia meracuni beberapa anjing
dengan gas tersebut, dan mendapati darah anjing-anjing tersebut berwarna lebih merah di
seluruh pembuluh darah.
Selama Perang Dunia II, karbon monoksida digunakan untuk menjaga kendaraan
bermotor agar tetap berjalan di daerah-daerah yang kekurangan bensin. Pembakar batu-
bara atau kayu dipasangkan, dan karbon monoksida yang diproduksi dengan gasifikasi
dialirkan ke karburator. CO dalam kasus ini dikenal sebagai "gas kayu" (Wikipedia,
2009).
2.1.1. Karakteristik fisik dan kimia karbon monoksida
Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida
(CO) sebagai hasil dari pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2)
sebagai hasil dari pembakaran sempurna. Karbon monoksida adalah pencemar primer
berbentuk gas yang tidak berwarna, tidak memiliki rasa, tidak berbau dan memiliki berat
jenis yang lebih kecil dari udara serta sangat stabil dan mempunyai waktu tinggal 2-4
bulan (Purnomohado dalam Satria, 2006). Jika suhu normal, CO berbentuk gas yang
tidak berwarna, berasa, serta tidak berbau.
CO memiliki potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk
ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin. Haemoglobin mengira CO
adalah O2 sehingga ikut terbawa dalam aliran darah, mengakibatkan darah kekurangan
oksigen dengan dampak paling parah adalah kematian. Karbon monoksida di lingkungan
dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia,
Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di
atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam.
2.1.2. Sifat-sifat Unsur Karbon
Karbon dioksida ditemuka di atmosfir bumi dan terlarut dalam air. Karbon juga
merupakan bahan batu besar dalam bentuk karbonat unsur-unsur berikut: kalsium,
magnesium, dan besi. Batubara, minyak dan gas bumi adalah hidrokarbon. Karbon
sangat unik karena dapat membentuk banyak senyawa dengan hidrogen, oksigen,
nitrogen dan unsur-unsur lainnya. Dalam banyak senyawa ini atom karbon sering terikat
dengan atom karbon lainnya. Ada sekitar sepuluh juta senyawa karbon, ribuan di
antaranya sangat vital bagi kehidupan.
Tanpa karbon, basis kehidupan menjadi mustahil. Walau silikon pernah
diperkirakan dapat menggantikan karbon dalam membentuk beberapa senyawa, sekarang
ini diketahui sangat sukar membentuk senyawa yang stabil dengan untaian atom-atom
silikon. Atmosfir planet Mars mengandung 96,2% CO2. Beberapa senyawa-senyawa
penting karbon adalah karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), karbon disulfida
(CS2), kloroform (CHCl3), karbon tetraklorida (CCl4), metana (CH4), etilen (C2H4),
asetilen (C2H2), benzena (C6H6), asam cuka(CH3COOH) dan turunan-turunan mereka.
2.1.3. Sifat Fisika dan Kimia Unsur Karbon
Sifat Fisika
Fasa pada suhu kamar : padat
Bentuk kristalin : intan dan grafit
Massa jenis : 2,267 g/cm³ (grafit) dan 3,513 g/cm³ (diamond)
Titik leleh : 4300-4700 K
Titik didih : 4000 K
Densitas : 2,267 g/cm3 (grafit) 3,515 g/cm3 (diamond)
Kalor lebur : 100 kJ/mol (grafit ) dan 120 kJ/mol (diamond)
Kalor uap : 355,8 kJ/mol
Kalor jenis : 8,517 J/molK (grafit) dan 6,115 J/molK (diamond)
Sifat Kimia
Bilangan oksidasi : 4,3,2,1,0,-1,-2,-3,-4
Elektronegatifitas : 2,55 (skala pauli)
Energi ionisasi : 1086 kJ/mol
Energi ionisasi ke-2 : 2352,6 kJ/mol
Energi ionisasi ke-3 : 4620,5 kJ/mol
Jari-jati atom : 70 pm
Jari-jari kovalen : 77 pm
Jari-jari Vander Waals : 170 pm
konduktifitas termal : 119-165 (grafit) 900-2300 (diamond) W/mK
Struktur Kristal : heksagonal
Sifat-sifat lain dari gas CO ialah Gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
tidak menyebabkan iritasi, beracun dan berbahaya, Tidak mudah larut dalam air,
Perbandingan berat terhadap udara (1 atm derajat C) 0.967, Mudah terbakar dan
menghasilkan lidah api berwarna biru, menghasilkan karbon dioksida
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk
berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke
seluruh tubuh (Anonim, 2008).
Molekul CO memiliki panjang ikat 0,1128 nm. Perbedaan muatan formal dan
elektronegativitas saling meniadakan, sehingga terdapat momen dipol yang kecil dengan
kutub negatif di atom karbon, walaupun oksigen memiliki elektronegativitas yang lebih
besar. Alasannya adalah orbital molekul yang terpenuhi paling tinggi memiliki energi
yang lebih dekat dengan orbital p karbon, yang berarti bahwa terdapat rapatan elektron
yang lebih besar dekat karbon. Selain itu, elektronegativitas karbon yang lebih rendah
menghasilkan ” awan elektron” yang lebih baur, sehingga menambah momen dipol. Hal
ini juga merupakan alasan mengapa kebanyakan reaksi kimia yang melibatkan karbon
monoksida terjadi pada atom karbon, bukan pada atom oksigen.
Panjang ikatan molekul karbon monoksida sesuai dengan ikatan rangkap tiga
parsialnya. Molekul ini memiliki momen dipol ikatan yang kecil dan mempunyai tiga
struktur resonansi. Resonansi paling kiri adalah bentuk yang paling penting. Hal ini
dapat diilustrasikan dengan reaktivitas karbon monoksida yang bereaksi dengan
karbokation. Dinitrogen bersifat isolektronik terhadap karbon monoksida. Hal ini berarti
bahwa molekul-molekul ini memiliki jumlah elektron dan ikatan yang mirip satu sama
lainnya. Sehingga, sifat-sifat fisika antara N2 dan CO sangat mirip, walaupun CO lebih
reaktif (Wikipedia, 2009).
2.2. Sumber CO
Emisi gas karbon monoksida dari alam, proses geologis maupun dari aktivitas
manusia. Karbon monoksida yang dihasilkan akibat aktivitas manusia merupakan salah
satu penyumbang karbon monoksida terbesar di alam. Sumber karbon monoksida dapat
dibagi menjadi 3 macam yaitu:
Sumber Titik
Karbon monoksida, walaupun dianggap sebagai polutan, telah lama ada di
atmosfer sebagai hasil produk dari aktivitas gunung berapi. Ia larut dalam lahar gunung
berapi pada tekanan yang tinggi di dalam mantel bumi. Kandungan karbon monoksida
dalam gas gunung berapi bervariasi dari < 0,01 % - > 2 % bergantung pada gunung
berapi tersebut. Oleh karena sumber alami karbon monoksida bervariasi dari tahun ke
tahun, maka sangat sulit untuk secara akurat menghitung emisi alami gas tersebut.
CO dapat terbentuk secara alamiah walaupun jumlahnya relatif sedikit. Seperti:
gas hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dll (Anonim, 2008) dan juga Sebagai
hasil sampingan kegiatan manusia, Selain itu juga CO berasal dari pembakaran produk-
produk alam dan sitesis, termasuk rokok (Anonim, 2008).
Karbon monoksida dapat juga dihasilkan reaksi oksida gas metana oleh radikal
hidroksil dan dari perombakan/ pembusukan tanaman meskipun tidak sebesar yang
dihasilkan pembakaran bensin.
Sumber Area
Pada sumber ini gas karbon monoksida dapat berasal dari proses industri.
Dimana pabrik-pabrik yang terdapat di kawasan industri ini tidak memasang scruber
pada cerobong asap pabrik. Scruber adalah alat yang berfungsi sebagai penyaring
sehingga asap yang dilepas pabrik ke udara, merupakan asap yang sudah melalui
penyaringan, dan tidak mengandung gas karbon monoksida yang berbahaya bagi
lingkungan.
Sumber Bergerak
Di kota-kota besar, sumber utama penghasil CO adalah kendaraan bermotor
seperti mobil, truk, bus dan sepeda motor karena pembakaran BBM yang tidak
sempurna. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam
proses pembakaran. Kota besar yang padat lalu lintasnya akan banyak menghasilkan gas
CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Secara sederhana pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui beberapa
tahap sebagai berikut :
2C (s) + O2 (g) ——–> 2CO (g)
2CO (g) + O2 (g) ——–> 2CO2 (g)
Reaksi pertama berlangsung sepuluh kali lebih cepat daripada reaksi kedua, oleh
karena itu CO merupakan intermediat pada reaksi pembakaran tersebut dan dapat
merupakan produk akhir jika jumlah O2 tidak cukup untuk melangsungkan reaksi kedua.
CO dapat menjadi produk akhir meskipun jumlah oksigen di dalam campuran
pembakaran cukup, hal ini dikarenakan proses pembakaran antara minyak bakar dan
udara tidak tercampur rata. Pencampuran yang tidak rata antara minyak bakar dengan
udara menghasilkan beberapa tempat yang kekurangan oksigen. Semakin rendah
perbandingan antara udara dengan minyak bakar, semakin tinggi jumlah karbon
monoksida yang dihasilkan (Prabu, 2008).
Distribusi
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber
utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal dari alam
termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai
listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin.
Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60
juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang
menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak
seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah
domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara
perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga
mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok
yang sedang dihisapnya. Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku
dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan
kadar CO yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus.
Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan
bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar
maksimum CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain
cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan
disekitarnya.
Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar
karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat pelahan
karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO diudara
dan HbCO dalam darah. Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan, cenderung
dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan Data CO yang dinyatakan
dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang hari (moving 8 hour average
concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-
rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari.
Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia
tyerhadap keracunan CO dari udara.
Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal
dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadar
nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai
ventilasinya. Namun umunnya pemajanan yang berasal dari dalam ruangan kadarnya
lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap rokok. Beberapa Individu
juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya. Kelompok masyarakat yang
paling terpajan oleh CO termasuk polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel
mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan
pemadam kebakaran.
Pemajanan Co dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat
perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai
setinggi 600 mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung
HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar nomal. Para petugas yang bekerja dijalan
raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar 4–7,6% (porokok) dan 1,4–3,8%
(bukan perokok) selama sehari bekarja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum
jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika
Utara menunjukan bahwa 45 % dari masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO
udara, di dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui
bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang
normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari
total HbCO dalam darah.
2.2.1 Penyebaran CO
Penyebaran gas CO di udara tergantung pada keadaan lingkungan. Untuk daerah
perkotaan yang banyak kegiatan industri dan lalu lintasnya padat, udaranya sudah
banyak tercemar oleh gas CO. Sedangkan daerah pinggiran kota atau desa, cemaran CO
di udara relatif sedikit. Ternyata tanah yang masih terbuka dan belum ada bangunan di
atasnya, dapat membantu penyerapan gas CO. Hal ini disebabkan mikroorganisme yang
ada di dalam tanah mampu menyerap gas CO yang terdapat di udara. Angin dapat
mengurangi konsentrasi gas CO pada suatu tempat karena dipindahkan ke tempat lain.
Kendaraan bermotor merupakan sumber polutan CO yang utama (sekitar 59,2%),
maka daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan lalu lintas ramai memperlihatkan
tingkat polusi CO yang tinggi. Konsentrasi CO di udara per waktu dalam satu hari
dipengaruhi oleh kesibukan atau aktivitas kendaraan bermotor yang ada. Semakin ramai
kendaraan bermotor yang ada, semakin tinggi tingkat polusi CO di udara.
Gas-gas karbon monoksida tersebut tentunya akan beredar ke atmosfer. Keberadaan atau
umur dari karbon monoksida di atmosfer tidak lama hanya kira-kira 4 bulan. Hal ini
terjadi karena karbon monoksida di atmosfer dihilangkan melalui reaksi dengan radikal
hidroksil,
HO•
CO + HO• CO2 + H
Reaksi menghasilkan radikal hidroperoksil
O2 + H + M HOO• + M
Yang kemudian radikal NO- dihasilkan kembali dari radikal hidroperoksil (NOO•)
melalui reaksi:
HOO• + NO NO• + NO2
HOO• + HOO• H2O2 + O2
Reaksi terakhir terjadi dengan disosiasi dari H2O2 melalui reaksi photo kimia
dan menghasilkan kembali HO°:
H2O2 + hv 2HO•
Gas metana juga terlibat dalam reaksi siklus atmosfer yang berhubungan dengan
CO, HO°, dan CH4.
CH4 + HO• H3C• + H2O
CO + H2O CO2 + H
H + O2 HOO•
Radikal hidroperoksil selanjutnya menghasilkan kembali HO• seperti reaksi yang sudah
ditulis sebelumnya. Mikroorganisme tanah melalui aktifitasnya dapat menghilangkan
CO dari atmosfer. Oleh karena itu, tanah merupakan tempat penampungan dari karbon
monksida.
2.3 Analisa Karbon Monoksida di Lingkungan
Sample : Gas CO yang dikeluarkan oleh mobil ketika mesin di panaskan di dalam
ruangan tertutup.
Obyek : Manusia
2.3.1 Penyebab Terjadinya Gas CO
Penyebab utama timbulnya karbon monoksida (CO) pada mobil adalah apabila
unsur oksigen (udara) tidak cukup untuk melakukan pembakaran sempurna sehingga
karbon di dalam bahan bakar tidak terbakar seluruhnya. Hal ini diakibatkan karena
adanya pencampuran antara bahan bakar dengan udara yang kurang sempurna, sehingga
menyebabkan campuran sulit untuk terbakar seluruhnya atau waktu pembakaran yang
terlalu cepat. Namun demikian, perbandingan campuran yang sesuai belum menjamin
terjadi pembakaran sempurna. Ini dikarenakan campuran harus homogen dan
pembentukan CO2 memerlukan waktu. Untuk itu perlu adanya sistem pencampuran
bahan bakar dan udara sehingga mendekati ideal, sehingga dapat menekan emisi yang
dikeluarkan (Haryati, 2007: 17).
2.3.2 Proses Terjadinya Gas CO
Pada peristiwa pembakaran, suhu suatu ruang bakar akan naik secara drastis,
demikian juga dengan tekanan yang terjadi. Pada proses pembakaran tekanan yang baik
adalah dari 40-60 bar dan pada temperatur 2000-2500 oC. Secara kimia proses
pembakaran yang terjadi antara bahan bakar yang berupa senyawa karbon dapat
dijelaskan sebagai berikut. Apabila suplai udara cukup, akan terjadi proses sebagai
berikut :
C (s) + O2 (g) CO2 (g) + panas
Atom karbon (C) yang dioksidasi dengan gas oksigen (O2) akan menghasilkan gas
karbon dioksida (CO2) dan panas yang dikeluarkan sebagai hasil pembakaran. Gas
karbon dioksida yang dihasilkan merupakan bentuk pembakaran yang sempurna dan gas
ini pun tidak beracun sehingga aman bagi lingkungan.
Sedangkan apabila pembakaran terjadi pada jumlah udara yang tidak cukup,
reaksi yang terjadi adalah :
2C (s) + O2 (g) 2 CO (g) + 247 kJ
dari reaksi antara 2 karbon yang bereaksi dengan gas oksigen pada pembakaran yang
tidak sempurna atau kurangnya campuran udara akan menghasilkan gas karbon
monoksida yang akan menjadi polusi bagi lingkungan dan menyebabkan keracunan
(Haryati, 2007: 17).
2.3.3 Proses Masuknya Gas CO pada Manusia
Apabila CO di udara dihirup oleh paru-paru maka oksigen (yang mutlak dibutuhkan
tubuh) akan kalah bersaing dengan CO lebih cepat terikat oleh hemoglobin dibanding
oksigen dan membentuk senyawa karboksihemoglobin.
CO (g) + Hb (aq) HbCO (aq)
Reaksi di atas dapat di balik (reversibel), dan CO masih dapat terlepas lagi, sehingga
hemoglobin masih mungkin mengikat lagi oksigen yang diperlukan. Akan tetapi ternyata
afinitas Hb terhadap CO lebih besar dari pada terhadap oksigen, sekitar 250 kali lipat.
Hal ini mengakibatkan CO sukar terlepas dari Hb. Akibatnya fungsi Hb sebagai
pembawa oksigen tidak berjalan lancar, dan seolah-olah tubuh kekurangan oksigen yang
bisa menyebabkan kematian.
Pergeseran reaksi kesetimbangan ke sebelah kiri (pelepasan Hb oleh CO) dapat
dipercepat jika udara yang dihisap mengandung kadar oksigen tinggi, sehingga banyak
terbentuk lagi oksihemoglobin (HbO2) yang diperlukan oleh jaringan tubuh untuk
pembakaran. Sebaliknya jika kadar oksigen rendah, seperti di tempat yang tinggi dapat
menguatkan efek racun CO.
Menurut standar kriteria, yang menyebabkan bahaya dari keadaan HbCO adalah sebagai
berikut:
1. Jika HbCO terdapat 2% - 5% akan mempengaruhi sistem saraf sentral
2. Jika HbCO terdapat 5% mempengaruhi kesehatan jantung, dan apabila dalam
pengukuran tepat:
· CO 15 ppm selama 8 jam akan menyebabkan terbentuknya 2% HbCO, keadaan
ini sudah kurang baik.
· CO 30 ppm selama 8 jam akan menyebabkan terbentuknya 4% HbCO, keadaan
ini menyebabkan kita prihatin.
· CO 40 ppm selama 8 jam menyebabkan terbebtuknya 5% HbCO, dan keadaan ini
sudah berbahaya.
Jadi, keracunan CO di sini tidak menyebabkan jaringan tubuh rusak, melainkan
terjadinya gangguan terhadap fungsi dan pekerjaan utama hemoglobin.
2.4. Nilai Ambang Batas
Berikut merupakan perbandingan nilai ambang batas pencemaran dari CO, Ozon, No2,
dan SO2 dari keempat negara :
Negara Parameter
CO (ppm) Ozon (ppm) NO2 (ppm) SO2 (ppm)
Brazil 10000 ppm (8 jam)
40000 ppm (1 jam)
160 (8 jam)
100 (1jam)
100 (8 jam)
320
80
365
Saudi Arabia 10000 ppm (8 jam)
40000 ppm (1 jam)
235 (8 jam)
157
660 (8 jam)
100
730
365
Finlandia 10000 ppm (8 jam) 180 (8 jam) 40 (8 jam)
200
125
350
Indonesia 30000 ppm (8 jam)
10000 ppm (1 jam)
235 (8 jam)
50
400 (8 jam)
150
900
365
Dari semua parameter yang diuji, Indonesia memiliki nilai ambang batas yang
sama atau lebih tinggi. Baku mutu kualitas udara ambien di Indonesia ditetapkan dengan
studi literatur dan mempertimbangkan serta mengacu pada baku mutu negara lain untuk
kemudian disesuaikan dengan kondisi aktual di Indonesia. Dapat dilihat untuk parameter
CO, nilai ambang batas Indonesia hampir sama dengan negara lainnya, sementara untuk
parameter lain nilainya lebih tinggi. Negara berkembang seperti Indonesia belum
memiliki teknologi dan pendanaan yang cukup untuk melakukan pengendalian untuk
mencapai nilai konsentrasi pencemar yang rendah.
Pada nilai baku mutu negara Brazil terdapat baku mutu primer dan baku mutu
sekunder. Baku mutu primer ditetapkan untuk melindungi pada batas keamanan yang
mencukupi (adequate margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum
ditetapkan untuk melindungi sebagian masyarakat (15-20%) yang rentan terhadap
pencemaran udara. Baku mutu sekunder ditetapkan untuk melindungi kesejahteraan
masyarakat (material,tumbuhan, hewan) dari setiap efek negatif pencemaran udara yang
telah diketahui atau yang dapat diantisipasi.
2.5. Dampak Karbon Monoksida
2.5.1 Dampak positif Karbon Monoksida
Karbon monoksida digunakan dalam sistem kemasan modifikasi udara Amerika
Serikat, utamanya digunakan dalam produk-produk daging segar seperti daging kerbau
dan babi. CO berkombinasi dengan mioglobin membentuk karboksimioglobin, sebuah
pigmen cerah yang berwarna merah ceri. Karboksimioglobin lebih stabil dari bentuk
mioglobin yang dioksigenasikan, yakni oksimioglobin, yang dapat dioksidasi menjadi
pigmen coklat, metmioglobin. Warna merah yang stabil ini dapat bertahan lebih lama,
sehingga memberikan kesan kesegaran. Kadar CO yang digunakan berkisar antara 0,4%
sampai dengan 0,5%.
Karbon monoksida diproduksi secara alami sebagai pemecahan dari heme,
sebuah substrat untuk enzim heme oksigenase. Reaksi enzimatis ini memecahkan heme
menjadi CO, biliverdin, dan Fe3+. CO yang diproduksi secara edogen kemungkinan
memiliki peran fisiologis yang penting dalam tubuh (misalnya sebagai neurotransmiter
atau pelemas pembuluh darah). Selain itu, CO meregulasi reaksi peradangan yang dapat
mencegah berkembangnya beberapa penyakit seperti aterosklerosis atau malaria berat.
CO adalah nutrien bagi bakteri metanogen, sebuah blok pembangun untuk
asetilkoenzim A. Pada bakteri, CO diproduksi via reduksi karbon dioksida dengan enzim
karbon monoksida dehirogenase, sebuah protein yang mengandung Fe-Ni-S. Dikenal
juga sebuah protein sensor-CO yang berdasarkan heme, CooA. Cakupan peranan
biologis zat ini masih tidak jelas, namun tampaknya ia merupakan bagian dari lintasan
signal pada bakteri dan arkea. CO juga baru-baru ini dikaji di beberapa laboratorium
riset di seluruh dunia atas sifatnya yang anti-peradangan dan sitoprotektif yang dapat
digunakan untuk terapi pencegahan kondisi patologis seperti cedera reperfusi iskemia,
penolakan trasplan, aterosklerosis, spesi, malaria berat, atau autoimunitas. Sampai
sekarang ini tidak ada aplikasi medis CO kepada manusia (Wikipedia, 2009).
Karbon monoksida adalah gas industri utama yang memiliki banyak kegunaan
dalam produksi bahan kimia pukal (bulk chemical). Sejumlah aldehida dengan hasil
volume yang tinggi dapat diproduksi dengan reaksi hidroformilasi dari alkena, CO, dan
H2. Karbon monoksida merupakan komponen dasar dari syngas yang sering digunakan
untuk tenaga industri. Karbon monoksida juga digunakan pada proses pemurnian nikel.
2.5.2 Dampak negatif Karbon Monoksida
Gas karbon monoksida (CO) yang sebagian besar dihasilkan dari pembakaran
yang tidak sempurna dapat mencemari lingkungan dimana gas CO dilepaskan. Namun
daerah lain pun dapat tercemari gas CO karena gas CO dapat berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain dengan bantuan angin. Akibat meningkatnya gas karbon
monoksida, persediaan oksigen ditempat tersebut semakin berkurang. Hal ini dapat
terjadi akibat dari pembakaran karbon dalam minyak bakar yang terjadi melalui beberapa
tahap.
2C (s) + O2 (g) 2CO (g)
2CO (s) + O2 (g) 2CO2 (g)
Reaksi pertama berlangsung sepuluh kali lebih cepat dari pada reaksi kedua. Oleh
karena itu CO merupakan intermediat pada reaksi pembakaran tersebut dan dapat
merupakan produk akhir jika jumlah oksigen tidak cukup untuk melangsungkan reaksi
kedua. CO juga dapat merupakan produk akhir meskipun jumlah oksigen di dalam
campuran pembakaran cukup, tetapi antara minyak bakar dan udara tidak tercampur rata.
Pencampuran yang tidak rata antara minyak bakar dengan udara menghasilkan beberapa
tempat yang kekurangan oksigen.
Semakin rendah perbandingan antara udara dan minyak bakar, semakin tinggi
jumlah karbon monoksida yang dihasilkan. Padahal manusia, tumbuhan, dan hewan
yang merupakan bagian dari lingkungan sangat membutuhkan oksigen untuk bertahan
hidup. CO antropogenik (Sumber-sumber pencemar udara dari titik tetap (point sources)
dari emisi automobil dan industri memberikan kontribusi pada efek rumah kaca dan
pemanasan global (Prabu, 2008)
Setiap ruangan terbatas yang memungkinkan CO berakumulasi adalah
berbahaya. Misalnya saluran gas kota di rumah yang selalu tertutup, atau hanya sebentar
saja terbuka dalam satu hari, aliran atau kebocoran gas itu dapat menyebabkan
pencemaran udara di dalamnya.
Jika CO di udara dihirup oleh paru-paru maka oksigen (yang mutlak dibutuhkan
tubuh) akan kalah bersaing dengan CO lebih cepat terikat oleh hemoglobin dibanding
oksigen dan membentuk senyawa karboksihemoglobin.
CO (g) + Hb (aq) HbCO (aq)
Reaksi di atas dapat di balik (reversibel), dan CO masih dapat terlepas lagi, sehingga
hemoglobin masih mungkin mengikat lagi oksigen yang diperlukan. Akan tetapi ternyata
afinitas Hb terhadap CO lebih besar dari pada terhadap oksigen, sekitar 250 kali lipat.
Hal ini mengakibatkan CO sukar terlepas dari Hb. Akibatnya fungsi Hb sebagai
pembawa oksigen tidak berjalan lancar, dan seolah-olah tubuh kekurangan oksigen yang
bisa menyebabkan kematian.
Pergeseran reaksi kesetimbangan ke sebelah kiri (pelepasan Hb oleh CO) dapat
dipercepat jika udara yang dihisap mengandung kadar oksigen tinggi, sehingga banyak
terbentuk lagi oksihemoglobin (HbO2) yang diperlukan oleh jaringan tubuh untuk
pembakaran. Sebaliknya jika kadar oksigen rendah, seperti di tempat yang tinggi dapat
menguatkan efek racun CO.
Menurut standar kriteria, yang menyebabkan bahaya dari keadaan HbCO adalah
sebagai berikut:
· Jika HbCO terdapat 2% - 5% akan mempengaruhi sistem saraf sentral
· Jika HbCO terdapat 5% mempengaruhi kesehatan jantung, dan apabila dalam
pengukuran tepat:
· CO 15 ppm selama 8 jam akan menyebabkan terbentuknya 2% HbCO, keadaan ini
sudah kurang baik.
· CO 30 ppm selama 8 jam akan menyebabkan terbentuknya 4% HbCO, keadaan ini
menyebabkan kita prihatin.
· CO 40 ppm selama 8 jam menyebabkan terbebtuknya 5% HbCO, dan keadaan ini
sudah berbahaya (Samsuri, 1982 :99)
Jadi, keracunan CO di sini tidak menyebabkan jaringan tubuh rusak, melainkan
terjadinya gangguan terhadap fungsi dan pekerjaan utama hemoglobin.
Dampak terhadap Kesehatan
Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk
berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen
keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO)
yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO
yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam
fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh.
Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan
keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat
terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat
berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi
darah periferal yang parah. Dampak dari CO bervasiasi tergangtung dari status kesehatan
seseorang pada saat terpajan .Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat
mentolerir pajanan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam
waktu singkat.
Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih
parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%. Pengaruh CO kadar tinggi
terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun
respon dari masyarakat berbadan sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam
jangka waktu panjang, masih sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang
harus mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam
lingkungannya yang terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan
membutuhkan kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada
kadar HbCO yang berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini
secara kasar ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80 dan
35 mg/m3) Pengaruh ini terlalu terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah
terbiasa terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok. Beberapa studi yang
dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan sehat yang melakukan latihan berat
(studi untuk
melihat penyerapan oksigen maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada
kadar HbCO 50% dengan latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70%
selama 5-60 menit.
Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat
cepat dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap
pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan pengaruh
yang serupa terhadap denyut jantung, tetapi agak berbeda. Hasil studi diatas
menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan perokok, ternyata ada hubungan
yang linier antara HbCO dan menurunnya kapasitas maksimum oksigen.
Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah,
meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung, dan
kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang pengaruh
pemajanan CO kadar rendah terhadap sistim kardiovaskular. Hubungan yang telah
diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit jantung koroner
menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam memicu timbulnya
penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar HbCO sampai 15 %).
Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan
penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu untuk mengganggu
transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah
menderita sakit jantung atau paru-paru.
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan
kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan.
Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat jelas akan timbul
pada pasien yang terpajan CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO
mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya akan
menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi,
pajanan tambahan dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental,
yang menyebabkan bayi dengan berat badan rendah.
Kondisi seperti ini menjelaskan mengapa wanita merokok melahirkan bayi
dengan berat badan lebih rendah dari normal. Masih ada dua aspek lain dari pengaruh
CO terhadap kesehatan yang perlu dicatat. Pertama, tampaknya binatang percobaan
dapat beradaptasi terhadap pemajanan CO karena mampu mentolerir dengan mudah
pemajanan akut pada kadar tinggi, walaupun masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Kedua, dalam kaitannya dengan CO di lingkungan kerja yang dapat menggangggu
pertubuhan janin pada pekerja wanita, adalah kenyataan bahwa paling sedikit satu jenis
senyawa hidrokarbon-halogen yaitu metilen khlorida (dikhlorometan), dapat
menyebabkan meningkatnya kadar HbCO karena ada metobolisme di dalam tubuh
setelah absorpsi terjadi. Karena senyawa diatas termasuk kelompok pelarut (Sollvent)
yang banyak digunakan dalam industri untuk menggantikan karbon tetrakhlorida yang
beracun, maka keamanan lingkungan kerja mereka perlu ditinjau lebih lanjut.
2.6 Pengendalian Karbon Monoksida
Melihat berbagai dampak yang ditimbulkan karbon monoksida di lingkungan,
maka dari itu diperlukan adanya pengendalian terhadap karbon monoksida. Pengendalian
tersebut meliputi pencegahan terhadap munculnya karbon monoksida di lingkungan serta
penanggulangan terhadap karbon monoksida yang sudah mencemari lingkungan.
2.6.1 Pencegahan
Dengan adanya pengaruh yang cukup membahayakan dari gas CO terutama di
tempat sumber (sumber yang menghasilkan CO). Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencegahan terhadap munculnya CO, pencegahan tersebut meliputi pencegahan
munculnya CO pada sumber bergerak dan sumber yang tidak bergerak.
2.6.1.1 Sumber Bergerak
Pada sumber bergerak, sumber CO kebanyakan berasal dari kendaraan bermotor.
Untuk mencegah munculnya CO, langkah awal yaitu merawat mesin kendaraan
bermotor agar tetap baik, misalnya melakukan servis yang teratur. Pada saat servis,
sebaiknya meminta mekanik agar kadar CO dalam emisi gas buang selalu memenuhi
persyaratan yang ditetapkan pemerintah (Ahmad, R. 2004: 123).
Selanjutnya, perlu dilakukan uji emisi yang dilakukan pada setiap mobil dan
melakukan KIR kendaraan secara berkala, serta melakukan pemasangan filter pada
knalpot (Anonim, 2008). Emisi dari gas CO dapat diturunkan dengan pengaturan
pemasukan udara. Seperti perbandingan bahan bakar (berat : berat) kira 16 : 1, dalam
pembakaran mesin mobil (Ahmad, R. 2004: 123).
Sekarang ini, mobil-mobil yang modern sudah banyak yang menggunakan
Catalytic Exhaust Reaktors untuk menurunkan emisi CO. Kelebihan udara dipompakan
ke dalam tempat pembuangan gas dan campuran tersebut dilewatkan melalui ruang
katalitik dalam sistem pembuangan dimana akan terjadi oksidasi dari CO menjadi CO2
(Ahmad, R. 2004: 123).
2.6.1.2 Sumber Tidak Bergerak
Pada sumber yang tidak bergerak, sumber CO kebanyakan berasal dari pabrik
industri. Untuk mencegah munculnya CO, maka perlunya melakukan perawatan pada
mesin industri agar tetap baik dan melakukan pengujian secara berkala, perlunya
pemasangan scruber pada cerobong asap serta perlunya penggunaan bahan bakar minyak
atau batu bara dengan kadar CO rendah (Anonim, 2008).
2.6.1.3 Manusia
Dilihat dari dampak yang ditimbulkan akibat adanya CO serta pencegahan pada
sumber-sumber munculnya CO, maka perlu diketahui bahwa manusia (khususnya
kesehatan manusia) dilingkungan merupakan salah satu subjek yang terkena langsung
dampak yang ditimbulkan CO. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak kesehatan
maka perlu dilakukan beberapa hal, diantaranya yaitu : penggunaan alat pelindung diri
(APD) seperti masker gas, menutup/menghindari tempat-tempat yang diduga
mengandung CO seperti sumur tua, gua, dll (Anonim, 2008). Serta perlunya pemasangan
detektor karbon monoksida yang dapat mendeteksi gas CO pada tingkat tertentu dalam
sebuah ruangan atau kendaraan. Detector Karbon monoksida akan memberikan
peringatan erupa alarm jika dalam ruangan atau kendaraan tersebut terdapat gas CO
(Samsuri, 1982:100).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa ,
tidak mudah larut dalam air, tidak menyebabkan iritasi, beracun dan berbahaya. Ia terdiri
dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam
ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen berikatan dan satu ikatan kovalen koordinasi
antara karbon dan oksigen.
3.1.2 Penyebab utama timbulnya karbon monoksida (CO) pada mobil adalah apabila
unsur oksigen (udara) tidak cukup untuk melakukan pembakaran sempurna sehingga
karbon di dalam bahan bakar tidak terbakar seluruhnya. Hal ini diakibatkan karena
adanya pencampuran antara bahan bakar dengan udara yang kurang sempurna, sehingga
menyebabkan campuran sulit untuk terbakar seluruhnya atau waktu pembakaran yang
terlalu cepat
3.1.3 Analisa Gas CO dilingkungan yaitu gas CO yang dikeluarkan oleh mobil ketika
mesin di panaskan di dalam ruangan tertutup
3.1.4. Nilai ambang batas kadar CO untuk idonesia adalah 30000 ppm (8 jam) dan 10000
ppm (1 jam).
3.1.5 Dampak positif dari Karbon Monoksida adalah digunakan dalam sistem kemasan
modifikasi udara Amerika Serikat, utamanya digunakan dalam produk-produk daging
segar seperti daging kerbau dan babi. Sedangkan dampak negatifnya adalah gas Karbon
Monoksida (CO) yang sebagian besar dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna
dapat mencemari lingkungan dimana gas CO dilepaskan. Akibat meningkatnya gas
karbon monoksida, persediaan oksigen ditempat tersebut semakin berkurang.
3.1.6 Untuk mencegah munculnya CO, langkah awal yaitu merawat mesin kendaraan
bermotor agar tetap baik, misalnya melakukan servis yang teratur. Pada saat servis,
sebaiknya meminta mekanik agar kadar CO dalam emisi gas buang selalu memenuhi
persyaratan yang ditetapkan pemerintah.
DAFTAR RUJUKAN
Adistya Prameswari., S.Pi., M.Kes Pencemaran Udara oleh Hidrokarbon, 2007
Ahmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Anonim.2008. Bahaya Karbon Monoksida. (Online),
http://kafemotor.org/2008/01/31/bahaya-karbon-monoksida-co/ _
KafeMotor, diakses 18 Mei 2014
Anonim. 2008. Parameter Pencemaran Karbon Monoksida. (Online),
http://www.mupeng.com/forum/archive/index.php/t-4583.html : parameter
pencemaran udara, diakses 18 Mei 2014
Haryati. 2007. Pengaruh Sistem Pengapian dan Putaran Emisi Gas BuangCO pada
Motor Bensin Toyota 4 Tak 4 Silinder Type 5K Terhadap Kecepatan.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Teknik Universitas Negeri
Malang
Prabu. 2008. Karbon Monoksida. (Online),
http://www.infogue.com/viewstory/2008/12/25/karbon_monoksida_co_kes
ehatan_lingkungan, diakses 19 Februari 2009
Samsuri. 1982. Kimia Lingkungan. Malang: IKIP Malang
Wikipedia. 2008. Karbon Monoksida. (Online), file:///media/DATA_USER/pp/Karbon
Monoksida, diakses tanggal 18 Mei 2014
http://www.hsy.fi/en/regionalinfo/airquality/information/Pages/Limitvalues.aspx.
diakses pada 17 Mei 2014
http://www.pme.gov.sa/en/En_EnvStand19.pdf. diakses pada 17 Mei 2014
http://www.ivig.coppe.ufrj.br/docs/gmi.pdf . diakses pada 17 Mei 2014
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/pencemaran-
udara-ambien/ diakses pada 17 Mei 2014
http://pusarpedal.menlh.go.id/wp-content/uploads/2012/05/Laporan-Pengkajian-Baku-
Mutu-Kualitas-Udara-Ambien.pdf. diakses pada 17 Mei 2014
http://airpollutionquality.blogspot.com/2013/03/perbandingan-nilai-ambang-batas-
udara.html.diakses pada 18 Mei 2014
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/2741/G08rml.pdf?sequence=12.
diakses pada 17 Mei 2014
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/karbonmonoksida-dan-
dampaknya-terhadap-kesehatan. diakses pada 17 Mei 2014