Post on 14-Feb-2020
i
INTERFERENSI GRAMATIKAL DALAM KOMUNIKASI
NONFORMALMAHASISWAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA
SASTRA INDONESIA TAHUN AKADEMIK 2013/ 2014
UNIVERSITAS SANATA DHARMAYOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
NataliaKartikaPurnasari
131224024
PROGRAM STUDIPENDIDIKANBAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
HIDUP INI HANYA SEKALI, JADILAH PRIBADI YANG BEGITU BERARTI
(Natalia Kartika Purnasari)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur serta ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa, skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yang saya
cintai dan banggakan. Untuk kedua orang tua sayaStefanus Sutriyono dan A.A.
Endang Cahyawati Ningsih yang selalu setia mendampingi saya dikala putus asa,
memberikan yang terbaik untuk mendukung saya selama saya menempuh
pendidikan, memberikan saya semangat dalam berkegiatan baik akademik
maupun nonakademik, mereka yang selalu mendoakan saya supaya saya selalu
semangat dalam segala hal. Untuk kedua kakak sayaRomualdus Bimantara Yoga
Pradana dan Yacinta Astri Dwi Puspitasari yang selalu memberikan motivasi
kepada saya selama saya menempuh pendidikan. Kepada teman-teman PSM
Cantus Firmus saya yang selalu setia mengingatkan saya untuk segera
menyelesaikan skripsi, dan memberikan semangat dikala saya mulai merasa putus
asa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Purnasari, Natalia Kartika. 2018. Interferensi GramatikaldalamKomunikasi
Nonformal Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia Tahun Akademik 2013/ 2014UniversitasSanata
DharmaYogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis tentang interferensi gramatikal dalam komunikasi non-
formal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesiatahunakademik
2013/ 2014. Penelitian ini memiliki empat rumusan masalah yang pertama adalah
bagaimana bentuk interferensi gramatikal dalam wujudfrasa. Kedua, bagaimana
bentuk interferensi gramatikal dalam wujud klausa. Ketiga, bagaimana bentuk
interferensi gramatikal dalam wujudkalimat. Keempat adalah faktor apa saja yang
menyebabkan terjadinya interferensi gramatikal. Tujuan dari penelitian ini yang
pertama adalah mendeskripsikan bentuk interferensi gramatikal yang berwujud
frasa, lalu mendeskripsikan interferensi gramatikal yangberwujud klausa, dan yang
terakhir mendeskripsikan interferensi gamatikal yang berwujudkalimat dan faktor
apa saja yang menyebabkan terjadinya interferensi gramatikal.
Peneliti menggunakan teknik wawancara, rekam dan catat untuk
mengumpulkan data. Data diambil selama bulan Agustus tahun 2017. Instrumen
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Data dianalisis dengan tahapan (1)
mengidentifikasi data, (2) klasifikasi data, (3) menginterpretasi makna, (4)
mendeskripsikan hasil analisis data.
Dari hasil analisis dan pembahasan ditemukan interferensi gramatikal
dalam bentuk frasa, klausa dan kalimat, serta faktor penyebab terjadinya
interferensi. Peneliti menemukan 31 frasa yang mengalami interferensi, frasa
tersebut terbagi dalam wujudfrasa verbal dan frasa preposisional. Dalam klausa
terdapat 2 klausa adjectival dengan wujud superlatif yang berlebihan. Dalam
kalimat terdapat 3 kalimat luas menggunakan struktur bahasa asing, 9 kesalahan
penggunaan konjungsi dalam kalimat majemuk setara dan 22 kalimat luas yang
menggunakan bahasa daerah (Jawa). Peneliti juga menemukan faktor penyebab
interferensi gramatikal. Faktor yang pertama adalah kedwibahasaan para
mahasiswa dan terbawanya kebiasaan dalam bahasa Ibu.
Kata Kunci: interferensi gramatikal, frasa, klausa, kalimat, faktor penyebab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Purnasari, Natalia Kartika. 2018. Grammatical Interferences in NonFormal
Communication Between The Students of Indonesian Language
Education and Literature Study Program Academic Years 2013/
2014.Thesis. Yogyakarta: Indonesia Language Literary Education
Study Program, Department of Language Education and Arts, Faculty
of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
This research analyzes the grammatical interferences in non-formal
communication between the students of Indonesian Language Education and
Literature Study Program Academic Years 2013/ 2014. It has four main
research problems. The first research problem is what are the types of
grammatical interferences in phrase form? The second research problem is what
are the types of grammatical interferences in clause form? The fourth research
problem is what are the types of grammatical interferences in sentence form? And
the last reaseacrh problem is what are the factors that cause grammatical
interferensce in the communication between the students of Indonesian Language
Education and Literature Study Program Academic Years 2013/ 2014. The goal
of the research are describing the types interference grammatical in phrase form,
describing the types interference grammatical in claus form, describing the types
interference grammatical in sentence form, describing the factors that cause
grammatical interferensce in the communication between the students of
Indonesian Language Education and Literature Study Program Academic Years
2013/ 2014.
The researcher uses interviews, recording and note taking method to
gather the data. The data was taken during the mounth of August 2017. The
instrument of this study was the researcher her self. The researcher used four
stages of analyzing. Those are data identification, data clarification, data
interpretation, and the description of analyzing data result.
From the result of the analysis and the discussion the researcher found the
grammatical interferences in the form of phrase, clause and sentence, and the
factors that caused the grammatical interference. The researcher found 31
phrases which changed into grammatical interferences. 15 phrases are verbal
phrase, and 16 phrases are prepositional phrase. In the clause form they were
two adjectival clauses with exaggerated superlative form. In the sentence form
there are three expanded sentences using native structure, nine equivalen
compound sentences which are error in conjunction using, and twenty two
expanded sentences using Javanese Language. Reseacher also found four factors
wich caused grammatical interferense. The first factor is billingulism. Tha the
second factor is innate habits of using mother tongue.
Keywords: grammatical interference, phrase, clause, sentence, factors wich
caused grammatical interferense
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan bimbingan-Nya sampai saat ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Peneliti menyadari bahwa selama proses penulian skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk apapun. Oleh karena itu
peneliti ini mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang telah berbaik hati melimpahkan
berkat-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
2. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
4. Bapak Prof. Dr. Pranowo,M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang
telah bersedia dengan sabar membimbing dan mendampingi peneliti dalam
proses penulisan skripsi. Terima kasih peneliti ucapkan atas segala waktu,
tenaga, pikiran, serta gagasan baru yang senantiasa diberikan demi
kemajuan peneliti. Peneliti meminta maaf apabila selama berproses
banyak melakukan kesalahan baik sengaja maupun yang tidak disengaja.
5. Ibu Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing
Akademik
6. Seluruh dosen, staf dan karyawan Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma yang telah membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
memberikan kelancaran dalam proses perkuliahan dan senantiasa
memberikan banyak pelajaran dan pengalaman selama masa belajar di
Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
7. Stefanus Sutriyono dan A.A. Endang Cahyawati Ningsih selaku orangtua
peneliti. Terima kasih karena selalu mendukung peneliti selama proses
belajar. Tidak pernah lelah memberikan semangat dan dukungan dalam
bentuk apa pun.
8. Romualdus Bimantara Yoga Pradana dan Yacinta Astri Dwi Puspitasari
selaku kakak peneliti yang selalu membimbing peneliti selama proses
belajar. Tidak pernah berhenti mengingatkan peneliti untuk selalu
berusaha. Selaku memberikan motivasi bagi peneliti untuk selalu
semangat dalam belajar.
9. Sahabat terbaik yang dengan setia memberikan dukungan, semangat, serta
kebahagiaan dikala peneliti putus asa dan merasa lelah.
10. Teman-teman PSM Cantus Firmus yang selalu memberikan kesempatan
peneliti untuk bernyayi bersama dikala peneliti merasa bosan.
11. Pihak-pihak lain yang telah membantu dengan cara masing-masing sejak
awal peneliti menyusun skripsi hingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vii
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................................................. viii
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................. x
KATA PENGANTAR .................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ............................................... 5
1.4 Batasan Istilah .......................................................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan .............................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan ........................................................................... 9
2.2 Landasan Teori ....................................................................................... 13
2.2.1 Bahasa Baku ............................................................................. 13
2.2.2 Sosiolinguistik ............................................................................. 14
2.2.3 Bilingualisme ............................................................................... 16
2.2.4 Campur Kode ............................................................................... 17
2.3 Hakikat Interferensi ............................................................................... 18
2.4 Frasa .................................................................................................... 25
2.5 Klausa ................................................................................................... 27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
2.6 Kalimat .................................................................................................. 30
2.7 Faktor Penyebab Interferensi ................................................................ 32
2.8 Peristiwa Tutur ...................................................................................... 36
2.9 Kerangka Berfikir.................................................................................. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 40
3.2 Sumber Data dan Data .......................................................................... 41
3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 41
3.3.1 Wawancara ................................................................................ 42
3.3.2 Teknik Rekam ........................................................................... 42
3.3.3 Teknik Catat .............................................................................. 42
3.4 Instrumen Penelitian.............................................................................. 42
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................................. 43
3.6 Keabsahan Data .................................................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ....................................................................................... 47
4.2 Hasil Analisis ........................................................................................ 48
4.2.1 Interferensi dalam Wujud Frasa ................................................... 49
4.2.2 Interferensi dalam Wujud Klausa................................................. 55
4.2.3 Interferensi dalam Wujud Kalimat ............................................... 56
4.2.4 Faktor Penyebab Interferensi ....................................................... 60
4.3 Pembahasan .......................................................................................... 62
4.3.1 Interferensi Gramatikal dalam Wujud Frasa ................................ 65
4.3.2Interferensi Gramatikal dalam Wujud Klausa............................... 67
4.3.3 Interferensi Gramatikal dalam Wujud Kalimat ............................ 67
4.4.4 Faktor Penyebab Interferensi ....................................................... 68
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................... 70
5.2 Saran ...................................................................................................... 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 72
BIODATA PENULIS ............................................................................... 75
LAMPIRAN ............................................................................................... 76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi manusia. Selain untuk berkomunikasi dengan
masyarakat, bahasa juga digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dunia
pendidikan. Dewasa ini keberadaan Bahasa Indonesia semakin memprihatinkan.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, namun
penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar masih kurang diperhatikan.
Banyak dari mereka yang menganggap bahwa yang terpenting informasi yang
disampaikan dapat dipahami dan tersampaikan dengan baik, tanpa menghiraukan
faktor-faktor lain di luar bahasa. Namun seperti yang kita ketahui bahwa
berbahasa Indonesia secara baik dan benar adalah berbahasa Indonesia sesuai
dengan suasana atau situasinya dan konteks pemakaiannya.
Situasi kebahasaan di Indonesia bisa dikatakan bahwa sebagian besar bahasa
pertama yang didapat atau dikuasai adalah bahasa daerah (bahasa pertama) lalu
selanjutnya adalah bahasa kedua (bahasa Indonesia). Keadaan itu dilatarbelakangi
oleh keadaan kebahasaan di Indonesia sendiri sebagai negara multilingual.
Indonesia merupakan negara yang sangat luas. Kaya akan pulau, suku, budaya,
bahasa dan adat-istiadat. Oleh karena itu tidak dipungkiri bahwa di Indonesia
banyak sekali macam bahasa daerah. Masyarakat Indonesiapun tidak jarang
menggunakan dua bahasa saat berkomunikasi. Bahasa Indonesia digunakan
sebagai bahasa Nasional dan bahasa daerah untuk berkomunikasi sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Sebagai masyarakat yang bilingual atau bahkan multilingual, terkadang
mereka menggunakan kedua bahasa tersebut secara bersamaan. Situasi yang
seperti ini dapat memberikan pengaruh terhadap penggunaan bahasa dengan baik
dan benar. Pengaruh yang dapat dilihat adalah adanya sisipan kosakata bahasa
Indonesia ke dalam penggunaan bahasa daerah ataupun sebaliknya. Bahasa
Indonesia didapat melalui proses belajar di lembaga pendidikan yang
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Selain itu
penguasaan bahasa juga dapat diperoleh melalui proses pembelajaran bahasa.
Dengan kata lain bahasa pertama merupakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia
sebagai bahasa kedua (Nababan, 1986: 10).
Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 210), menyebutkan
interferensi adalah perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya
persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh
penutur yang bilingual. Chaer dan Agustina (2004:120), menyatakan dalam
peristiwa interferensi digunakannya unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan
suatu bahasa, yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari
kaidah atau aturan bahasa yang digunakan.Interferensi disebabkan terbawanya
kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau dialek ibu ke dalam bahasa atau dialek
kedua (Alwasilah, 1985:131).
Dengan kemampuan multibahasa yang mereka kuasai, tidak dapat
dipungkiri bahwa hal itulah yang mempengaruhi cara mereka dalam
berkomunikasi. Para mahasiswa sering mencampur berbagaia bahasa yag mereka
kuasai, hal itu disebabkan oleh latar belakang yang dimiliki oleh para mahasiswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
berbeda-beda, mulai dari suku budaya hingga bahasa daerah masing-masing serta
penguasaan terhadap bahasa asing.
Kejadian seperti inilah yang akan membuat terjadinya interferensi bahasa
dalam berkomunikasi. Beberapa unsur interferensi yang sering terjadi dalam
komunikasi berupa fonologis (bunyi), unsur leksikal, unsur gramatikal dan unsur
semantis. Dalam situasi berkomunikasi yang seperti itu, tentu saja bahasa
pertama dan bahasa kedua saling mempengaruhi. Pengaruh yang diberikan bisa
menghambat proses komunikasi ataupun memperlancar proses komunikasi.
Perbedaan struktur antara bahasa pertama dengan bahasa kedua juga
mempengaruhi proses komunikasi. Hal ini membuat sering terjadinya kesilapan
dalam penggunaan bahasa saat berkomunikasi dan inilah yang biasa disebut
dengan interferensi. Interferensi yang biasa terjadi pada kalangan mahasiswa
Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun akademik 2013/
2014Universitas Sanata Dharmaadalah interferensi gramatikal. Interferensi
gramatikal yang terjadi antara lain dalam bidang morfologis dan sintaksis.
Adanya interferensi bahasa yang terjadi di kalangan mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesiatahun akademik 2013/ 2014, peneliti
tertarik untuk meneliti interferensi gramatikal seperti apa saja yang terjadi di
kalangan mahasiswa tersebut. Mengingat bahasa Indonesia merupakan bahasa
pengantar dalam dunia pendidikan di Indonesia.Interferensi gramatikal adalah
penyimpangan bahasa yang terjadi apabila dwibahasawan mengidentifikasikan
morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan pada sistem bahasa
pertama dan menggunakannya dalam tuturan bahasa kedua, dan demikian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
sebaliknya (Aslinda dan Leny,2007:74).Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
interferensi gramatikal secara sintaksis dalamdalam bentuk frasa, klausa serta
kalimat. Selain itu penelitian ini dilakukan juga untuk mengetahui faktor apa saja
yang menjdi penyebab terjadinya interferensi dalam komunikasi nonformal para
mahasiswa, sehingga mampu memperbaiki pemakaian bahasa Indonesia dengan
baik dan benar.
Data yang akan digunakan, diperoleh dari mahasiswa Program Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma. Pemilihan objek berdasarkan
ketertarikan peneliti, karena mengingat mereka adalah mahasiswa Program
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, yang sebaiknya memiliki keterampilan
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas disusun rumusan masalah utama yaitu
interferensi gramatikal dalam bidang Sintaksis yang terjadi dalam situasi non
formal mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesiatahun akademik 2013/
2014.
Dengan rumusan masalah utama tersebut kemudian disusun sub masalah
sebagai berikut,
1. Apa saja wujud interferensi frasa dalam komunikasi nonformal mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata
Dharmatahun akademik 2013/ 2014Yogyakarta?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Apa saja wujud interferensi klausa dalam komunikasi nonformal
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesiatahun
akademik 2013/ 2014Universitas Sanata DharmaYogyakarta?
3. Apa saja wujud interferensi kalimat dalam komunikasi nonformal
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun
akademik 2013/ 2014Universitas Sanata DharmaYogyakarta?
4. Apa sajakah faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi gramatikal
dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014Universitas Sanata
DharmaYogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dipaparkan
sebagai berikut,
1. Mendeskripsikan wujudinterferensi frasa dalam komunikasi nonformal
mahasiswa Program StudiPendidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun
akademik 2013/ 2014Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
2. Mendeskripsikanwujudinterferensi klausa dalam komunikasi nonformal
mahasiswa Program StudiPendidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun
akademik 2013/ 2014Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
3. Mendeskripsikanwujudinterferensi kalimat dalam komunikasi nonformal
mahasiswa Program StudiPendidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun
akademik 2013/ 2014Universitas Sanata DharmaYogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
4. Mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya interferensi gramatikal dalam
komunikasi nonformal mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014Universitas Sanata
DharmaYogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
pengembangan ilmu bahasa dalam bidang sintaksis. Perkembangan tersebut terkait
dengan interferensi bahasa secara gramatikal yang terjadi pada kalangan
mahasiswa.
2. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadisalah satu acuan yang sangat
bermanfaat untuk berbagai kepentingan, khususnya dalam bidang sintaksis, baik
bagi para peneliti ataupun para pembaca. Bagi para peneliti, penelitian ini dapat
menambah dan memperluas pengetahuan mengenai interferensi bahasa dalam
bidang sintaksis.
1.5 Batasan Istilah
Peneliti akan membatasi beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian
ini. Istilah-istilah yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
1. Interferensi
Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 210), menyebutkan
interferensi adalah perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang
dilakukan oleh penutur yang bilingual.
2. Interferensi gramatikal
Interferensi gramatikaladalah penyimpangan bahasa yang terjadi apabila
dwibahasawan mengidentifikasikan morfem, kelas morfem, atau hubungan
ketatabahasaan pada sistem bahasa pertama dan menggunakannya dalam
tuturan bahasa kedua, dan demikian sebaliknya (Aslinda dan
Leny,2007:74).
3. Frasa
Frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang
tidak mengandung unsur predikasi.Frasa adalah suatu konstruksi yag
terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan
tersebut dapat membentuk suatu makna baru yag sebelumnya tidak ada.
4. Klausa
Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih
yang mengandung unsur predikasi.Klausa merupakan suatu konstruksi
yang sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata yang mengandung
hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara fakultatif dapat diperluas
dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan keterangan-keterangan lain
(Keraf, 1991: 181).
5. Kalimat
Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan ataupun
tulisan yang mengungkapkan pikiran utuh (Alwi dkk., 2003: 311).Kalimat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas
dua kata atau lebih.
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini terdapat lima bab yang akan dipaparkan sebagai
berikut.Bab I yang memaparkan latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian.
Bab II memaparkan kajian teori terdahulu yang relevan, kajian teori yang
mendukung data-data penelitian seperti sosiolinguistik, interferensi, dan
kedwibahasaan. Bab III memaparkan tentang jenis penelitian, sumber data dan
data, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis data dan
keabsahan data. Bab IV memaparkan deskripsi data, hasil analisis dan
pembahasan. Bab V memaparkan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan beberapahasil penelitian dan beberapa teori
sejenis yang relevan terkait dengan masalah penelitian. Teori dan hasil penelitian
yang sejenis akan digunakan sebagai landasan dan kerangka berfikir dalam
penelitian ini. Teori sejenis yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah
kedwibahasaan/ billingulisme dan interferensi.
2.1 Penelitian Relevan
Penelitian tentang interferensi gramatikal cukup banyak dipilih sebagai
salah satu kajian yang akan diteliti. Hal ini dapat dilihat dari tiga penelitian yang
akan digunakan oleh peneliti sebagai penelitian yang relevan. Penelitian tersebut
diantaranya adalah ”Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia Dalam Bahasa
Jawa Pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII Smp Negeri I Mungkid Di
Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang” (Erfinta U‟ti Rokhimawati, 2013),
“Interferensi Morfologi Bahasa Jawa Ke Dalam Bahasa Indonesia Melalui
Kegiatan Diskusi Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III Sekolah
Dasar Negeri Tersan Gede 2, Salam” yang disusun oleh Bernadeta Pusporini
Prayogo (2012), dan yang terakhir adalah “Interferensi Fonologi, Morfologi, Dan
Leksikal Dalam Komunikasi Formal Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Airlangga”oleh Annura Wulan Darini S (2013).
Penelitian pertama yang berjudul ”Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia
dalam Bahasa Jawa pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII Smp Negeri I
Mungkid di Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang” yang disusun oleh Erfinta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
U‟ti Rokhimawati, pada tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk interferensi gramatikal bahasa Indonesia dalam bahasa
Jawa pada karangan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid dan mendeskripsikan
faktor penyebab terjadinya interferensi gramatikal bahasa Indonesia dalam bahasa
Jawa pada karangan siswa kelas VII SMP Negeri 1 Mungkid. Penelitian tersebut
merupakan jenis penelitian deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai interferensi gramatikal bahasa Indonesia dalam bahasa
Jawa pada karangan narasi siswa kelas VII SMP Negeri I Mungkid, dapat diambil
kesimpulan bahwa interferensi morfologi bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa
terdapat tiga tipe yaitu interferensi afiksasi. Interferensi afiksasi yaitu bentuk
penyimpangan yang terjadi karena penggunaan pola bahasa Indonesia dalam
bahasa Jawa. Interferensi afiksasi yang ditemukan dalam penelitian ini terdapat
dua tipe yaitu interfernsi afiksasi kata dasar bahasa Indonesia dilekati imbuhan
bahasa Jawa dan interferensi afiksasi kata dasar bahasa Jawa dilekati imbuhan
bahasa Indonesia. Interferensi sintaksis bahasa Indonesia dalam bahasa Jawa
terdapat dua tipe yaitu interferensi frase dan Interferensi pola kalimat. Faktor–
faktor yang mempengaruhi terjadinya interferensi gramatikal bahasa Indonesia
dalam bahasa Jawa, yaitu kedwibahasaan siswa dalam komunikasi sehari-hari baik
dengan keluarga, guru dan teman sekolah, terbatasnya kosakata siswa dalam
menggunakan bahasa Jawa dan menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan.
Relevansi dari penelitian pertama dengan penelitian interferensi gramatikal
dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia angkatan 2013 adalah, sama-sama mengkaji tentang interferensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
gramatikal. Perbedaan antara penelitian pertama dengan penelitian Interferensi
Gramatikal dalam Komunikasi Nonformal Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014adalah penelitian pertama
mendeskripsikan interferensi gramatikal bahasa Indonesia dalam penggunaan
bahasa Jawa, sedangkan penelitian ini mengkaji tentang interferensi gramatikal
dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Penelitian kedua berjudul “Interferensi Morfologi Bahasa Jawa Ke dalam
Bahasa Indonesia melalui Kegiatan Diskusi Pada Pembelajaran Bahasa
Indonesia Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Tersan Gede 2, Salam” yang
disusun oleh Bernadeta Pusporini Prayogo(2012). Tujuan dari penelitian kedua ini
adalah menemukan jenis interferensi morfologi bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia melalui kegiatan diskusi pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa
kelas III Sekolah Dasar Negeri Tersan Gede 2, Salam. Tujuan penelitian yang
kedua adalah mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
interferensi morfologi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia melalui kegiatan
diskusi pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri
Tersan gede 2, Salam. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Interferensi
Morfologi Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia melalui Kegiatan Diskusi
Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri
Tersan Gede 2, Salamdapat diambil kesimpulan bahwa jenis interferensi
morfologi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesoa melalui kegiatan diskusi pada
pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 2, Salam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
yaitu afiksasi, reduplikasi dan pemajemukan.Faktor yang menyebabkan terjadinya
interferensi morfologi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia melalui kegiatan
diskusi pada pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri
2, Salam yaitu faktor individu, faktor keluarga, lingkungan sekolah dan faktor
lingkungan masyarakat.
Relevansi dari penelitian kedua dengan penelitian ini adalah sama-sama
mengkaji tentang interferensi gramatikal. Yang membedakan adalah penelitian
kedua lebih berfokus pada bidang morfologi, sedangkan penelitian Interferensi
Gramatikal dalam Komunikasi Nonformal Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014lebih berfokus pada bidang
sintaksis.
Penelitian yang digunakan peneliti sebeagai acuan terakhir adalah penelitian
yang berjudul “Interferensi Fonologi, Morfologi, Dan Leksikal Dalam
Komunikasi Formal Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga”Annura Wulan Darini S (2013).Beberapa faktor yang
memengaruhi terjadinya interferensi adalah faktor individu, faktor keluarga,
faktor lingkungan sekolah, dan faktor lingkungan masyarakat. Bentuk interferensi
fonologis. Beberapa bentuk interferensi dalam bidang fonologi terjadi dalam
berbagai macam bentuk seperti penghilangan fonem dan perubahan bunyi fonem.
Penelitian interferensi gramatikal yang akan dilakukan memiliki persamaan
dan perbedaan tema dengan penelitian yang dilakukan oleh Erfinta U‟ti
Rokhimawati, Bernadeta Pusporini Prayogo dan Annura Wulan Darini S.
Penelitian yang dilakukan sekarang relevan dengan penelitian terdahulu. Hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian tentang interferensi
kebahasaan.
2.2 Landasan teori
Peneliti akan memaparkan beberapa teori terkait dengan judul penelitian.
Materi tersebut akan digunakan sebagai pedoman dalam pengerjaan penelitian.
Beberapa teori yang digunakan peneliti antara lain: 1) bahasa baku, 2)
sosiolinguistik, 3) bilingualisme, 4) campur kode, 5) hakikat interferensi, 6)frasa,
7) klausa, 8) kalimat.
2.2.1 Bahasa Baku
Pada kaidah bahasa Indonesia terdapat dua ragam bahasa, yaitu bahasa baku
dan bahasa tidak baku. Bahasa baku mencakup pemakaian sehari-hari pada bahasa
percakapan lisan maupun bahasa tulisan. Namun pada kenyataanya bahasa baku
lebih sering digunakan dalam situasi resmi. Bahasa baku lebih sering digunakan
pada lembaga pendidikan sebagai bahasa pengantar. Sementara itu dalam situasi
tidak resmi atau nonformal dalam kehidupan sehari-hari bahasa tidak baku
cenderung lebih sering digunakan.
Bahasa baku merupakan bahasa yang penggunaanya sesuai dengan kaidah
dan standar yang sudah ditentukan. Bahasa baku dalam bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang penggunaanya sesuai dengan pedoman Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) dan EjaanBahasa Indonesia (EBI). Dalam
pemakaiannya bahasa baku biasa digunakan dalam situasi formal, seperti seminar,
rapat, dan lain sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Secara umum, fungsi bahasa baku adalah sebagai berikut, 1) Pemersatu,
pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu
kesatuan masyarakat bahasa, 2) Pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat
menjadi pembedadengan masyarakat pemakai bahasa lainnya, 3) Pembawa
kewibawaan, pemakai bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan
pemakainya, 4) Kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolok ukur bagi benar
tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau sekelompok orang.
Menurut Alwi(1998: 14), ciri-ciri ragam bahasa baku yaitu sebagai berikut 1)
Digunakan dalam situasi formal, wacana teknis, dan forum-forum resmi seperti
seminar atau rapat, 2) Memiliki kemantapan dinamis artinya kaidah dan aturannya
tetap dan tidak dapat berubah, 3) Bersifat kecendekiaan, artinya wujud dalam
kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lain mengungkapkan penalaran yang
teratur, 4) Memiliki keseragaman kaidah, artinya kebakuan bahasa bukan
penyamaan ragam bahasa, melainkan kesamaan kaidah, 5) Dari segi pelafalan,
tidak memperlihatkan unsur kedaerahan atau asing.
2.2.2 Sosiolinguistik
Menurut Chaer dan Agustina (2004: 2), sosiolinguistik adalah bidang ilmu
interdisipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan
bahasa itu dalam masyarakat. Menurut Kridalaksana (Chaer dan Agustina,
2004:3), sosiolinguistik sebagai ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi
bahasa serta hubungan diantara para bahasawan dengan ciri fungsi variasi bahasa
itu di dalam suatu masyarakat bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Menurut Fishman (Chaer dan Agustina, 2004: 3), sosiolinguistik adalah
kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan
pemakaian bahasa karena ketiga unsur ini berinteraksi, berubah, dan saling
mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur. Bahasa sebagai alat
komunikasi memiliki variasi yang berbeda. Variasi tersebut depengaruhi oleh latar
belakang budaya masyarakat yang berbeda pula.
Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan
kedudukan bahasa dalam hubunganya dengan pemakai bahasa di dalam
masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai
individu, melainkan sebagai masyarakat sosial (Putu Wijana, 2013: 7). Dengan
demikian manusia dalam bertutur kata selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi
sekitarnya. Sapir (Wardaugh, 1986), menyatakan bahwa seseorang tidak dapat
memahami kebudayaan tertentu tanpa mengetahui bahasa masyarakat tertentu,
begitu juga sebaliknya.
Dari beberapa pengertian dari sosiolinguistik menurut para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistk yang
mempelajari tentang hubungan bahasa dengan masyarakat. Selain itu
sosiolinguistik juga mempelajari tentang variasi bahasa yang digunakan, serta
tujuan seseorang berbahasa. Budaya yang ada di dalam masyarakat akan tampak
pada bahasa yang digunakan masyarakat itu sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2.2.3 Bilingualisme
Pada umumnya masalah kedwibahasaan (bilingualisme) timbul dari adanya
pertemuan antara kelompok penutur bahasa yang berbeda bahasa. Dalam
pergaulan yang semakin terbuka makin sulit bahasa-bahasa yang ada di dunia ini
bertahan sendiri tanpa pengaruh dari luar. Oleh karena itu jumlah penutur yang
menguasai dua bahasa atau lebih juga akan semakin bertambah.
Menurut Nababan (1984: 27), kedwibahasaan atau bilingualisme adalah
kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia edisi keempat bilingualisme diartikan sebagai
pemakai dua bahasa atau lebih oleh penutur bahasa atau oleh suatu masyarakat
bahasa. Penggunaan dua bahasa atau lebih tidak hanya terjadi pada perseorangan
atau individu, melainkan juga terjadi pada kelompok kemasyarakatan.
Menurut definisi yang disampaikan oleh Weinrich, berarti penutur tidak
diharuskan menguasai kedua bahasa yang digunakan dengan kelancaran yang
sama. Penguasaan bahasa kedua tidak harus sama dengan penguasaan bahasa
pertama.
Menurut Bloomfield (Aslinda dkk., 2007:23), kedwibahasaan adalah native
like control of two languages (penguasaan yang sama baiknya terhadap dua
bahasa). Secara tidak langsung maksud dari Bloomfield adalah seseorang mampu
menggunakan dua bahasa atau lebih dengan kemampuan penguasaan yang
seimbang. Kemampuan penguasaan yang seimbang meliputi kelancaran
penggunaan kedua bahasa tersebut atau lebih dan ketepatan penggunaan keduan
bahasa oleh si penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Orang yang memiliki kemampuan berkomunikasi menggunakan dua
bahasa biasanya menggunakan satu bahasa tersebut dalam lingkungan atau situasi
tertentu. Mereka yang memiliki kemampuan bilingualitas cenderung
menggunakan kemampuanya hanya dalam situasi tertentu sesuai dengan situasi
kebahasaan di lingkungan sekitar. Menurut beberapa ahli diatas dapat dijelaskan
bahwa kedwibahasaan atau bilingualisme adalah kemampuan menggunakan dua
bahasa secara bergantian yang dilakukan oleh penutur.
2.2.4 Campur kode
Campur kode dapat dikatakan sebagai suatu keadaan berbahasa bilamana
orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa tanpa sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran
Nababan(1991: 32). Campur kode dapat terjadi antarbahasa, antardialek, dan
antarragam dalam sebuah bahasa. Campur kode antarbahasa terjadi apabila
seseorang sedang berkomunikasi dengan menggunakan B2 dan orang tersebut
mencampur B2 dengan B1atau bahkan bahasa asing (Bahasa Inggris) yang
dikuasai.
Campur kode antardialek terjadi karena saat berkomunikasi dengan suatu
dialek, seorang mencampur suatu dialek dengan dialek lain. Campur kode
antardialek terjadi apabila seseorang berdialog dengan suatu dialek lalu
mencampurnya dengan dialek dari daerah lain. selanjutnya adalah campur kode
antarragam. Campur kode antar ragam ini terjadi kareana adanya percampuran
ragam bahasa satu dengan ragam bahasa yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Campur kode memiliki ciri utama yaitu, kesantaian atau situasi nonformal
Nababan (1991: 32). Dalam ragam santai seseorang tidak terikat oleh peraturan
kebahasaan. Dalam campur kode kesantaian dan kebiasaan dari penutur sajalah
yang dituruti (Nababan, 1991: 32). Campur kode juga bisa terjadi dalam situasi
formal, hal ini terjadi apabila di dalam bahasa yang digunakan tidak terdapat suatu
ungkapan yang tepat/ sesuai, sehingga menuntut penutur untuk menggunakan kata
atau istilah asing yang benar-benar sesuai (Nababan 1991: 32). Di dalam campur
kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi
dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa
tutur tersebut hanyalah berupa serpihan-serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi atau
keotonomiannya sebagai sebuah kode (Chaer dan Agustina, 2010: 114)
2.3 Hakikat interferensi
2.3.1 Pengertian Interferensi
Batasan pengertian interferensi lebih lanjut oleh Weinreich (dalam Aslinda
dan Leny, 2007:66) adalah “ those instance of deviation from the norm of etheir
language wich occur in the speeks bilinguals as a result of their familiary with
more than one language, as a result of language contact” atau penyimpangan-
penyimpangan dari norma-norma salah satu bahasa yang terjadi dalam tuturan
para dwibahasawan sebagai akibat dari pengenalan mereka lebih dari satu bahasa,
yaitu sebagai hasil dari kontak bahasa.
Interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-
kebiasaan ujaran bahasa atau dialek bahasa ibu ke dalam bahasa atau dialek
bahasa kedua (Alwasilah, 1985: 131). Interferensi terjadi pada pengucapan, tata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
bahasa, kosakata dan makna bahkan budaya. Interferensi terjadi baik dalam
ucapan maupun tulisan, terutama jika seseorang sedang mempelajari bahasa
kedua.
Setiap bahasa akan mengalami perubahan selama bahasa itu masih
digunakan. Sering kali perubahan ini tidak kita sadari. Salah satu dari perubahan
bahasa tersebut adalah karena pengaruh dari bahasa lain. Interferensi berarti
adanya saling mempengaruhi antar bahasa. Pengaruh yang sering terlihat adalah
terjadinya peminjaman kosakata dalam bahasa lain. Hal ini disebabkan karena
perlunya kosakata baru untuk mengacu pada obyek, konsep atau tempat baru.
Dalam berbahasa Indonesia sering ditemukan adanya pengaruh dari bahasa daerah
dalam berkomunikasi. Kita sering kali mendengar seorang pembicara bahasa
Indonesia terpengaruhi bahasa daerahnya seperti contoh “Rumahnya ayah saya
sudah dijual”. Kalimat tersebut mendapat pengaruh dari bahasa jawa yaitu
“omahe bapaku uwes di dol”. Dalam penggunaan kalimat bahasa Indonesia yang
benar seharusnya “rumah ayah saya sudah dijual”.
Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 210), menyebutkan
interferensi adalah perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya
persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh
penutur yang bilingual. Bilingual adalah penguasaan atau penggunaan dua bahasa
secara bergantian. Multilingual adalah penguasaan dan penggunaan lebih dari dua
bahasa secara bergantian. Weinrich juga mengatakan bahwa interferensi adalah
penyimpangan pengguna bahasa dari norma-norma yang ada sebagai adanya
akibat kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
proses interferensi, kaidah pemakaian bahasa mengalami penyimpangan karena
adanya pengaruh dari bahasa lain.
Interferensi menurut Hartman dan Stork (dalam Chaer 2010: 121) adalah
kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran
bahasa ibu atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Dengan kata lain
menurut kedua teori tersebut bahasa dan budaya tidak akan pernah terpisahkan.
Bahasa yang tidak bisa terlepas dari budaya ini membuat budaya dari daerah
masing-masing termasuk dari bahasa ibu dapat memberikan pengaruh pada saat
menggunakan bahasa kedua.
Chaer dan Agustina (2004:120), menyatakan dalam peristiwa interferensi
digunakanya unsur-unsur bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang
dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan
bahasa yang digunakan. Kalau dilacak penyebab terjadinya interferensi ini
kembali pada kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu
sehingga dia dipengaruhi oleh bahasa lain. Biasanya interferensi terjadi dalam
menggunakan bahasa kedua (B2), dan yang berinterferensi ke dalam bahasa kedua
itu adalah bahasa pertama atau bahasa ibu (B1).
Transfer bahasa sebagai kesilapan yang terjadi karena pemindahan unsur-
unsur bahasa pertama yang telah memfosil ke dalam bahasa kedua ini disebut
sebagai interferensi menurut Lado (dalam Pranowo 2014:126). Kesalahan ini
terjadi pada seseorang yang menguasai lebih dari satu bahasa (dwibahasawan).
Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai interferensi dapat
disimpulkan bahwa interferensi adalah gejala penyimpangan bahasa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
disebabkan oleh masuknya unsur-unsur kebahasaan bahasa kedua terhadap
penggunaan bahasa pertama dalam komunikasi. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut memberikan pengaruh terhadap penggunaan bahasa kedua.
Penyimpangan tersebut terjadi karena masuknya kebiasaan-kebiasaan ujaran.
2.3.2 Jenis-Jenis Bentuk Interferensi
Weinrich (dalam Aslinda dan Leny, 2007: 66-67), mengidentifikasikan
empat jenis interferensi yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Pemindahan unsur dari satu bahasa ke bahasa lain.
2. Perubahan fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan.
3. Penerapan unsur-unsur yang tidak berlaku pada bahasa kedua ke
dalam bahasa pertama.
4. Pengabaian struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padananya
dalam bahasa pertama.
Suwito (dalam Aslinda dan Leny, 2007: 67), menjelaskan bahwa
interferensi dapat terjadi dalam semua komponen kebahasaan, yaitu bidang tata
bunyi, tata kalimat, tata kata, dan tata makna. Berbeda dengan Weinrich (Aslinda
dan Leny, 2007), ia membagi bentuk interferensi dalam tiga bagian yaitu
interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi gramatikal. Ketiga
jenis interferensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
2.3.3 Interferensi dalam Bidang Fonologi
Interferensi fonologi dapat terjadi apabila penutur menyisipkan fonem
bahasa pertama saat penutur menggunakan bahsa kedua. Karena bahasa pertama
diyakini sangat memberikan pengaruh terhadap penggunaan bahasa kedua. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
mengucapkan kembali bunyi itu. Terkadang penutur menyesuaikan
pengucapannya dengan aturan fonetik bahasa pertama.
Contohnya adalah penutur bahasa Indonesia yang berasal dari Pulau Jawa.
Penutur dari Jawa selalu menambahkan bunyi nasal di muka kata yang dimulai
dengan konsonan /b/, /d/, /g/, dan /j/. Misal kata yang sering muncul adalah
/mBandung/, /mBantul/, /nDaging/, /nDepok/, /nJajah/. dalam pengucapan kata-
kata tersebut telah terjadi interferensi tata bunyi Bahasa Jawa dalam Bahasa
Indonesia.
2.3.4 Interferensi dalam Bidang Leksikal
Interferensi dalam bidang leksikal terjadi apabila penutur memasukan
leksikal bahasa pertama kedalam bahasa kedua, begitu juga dengan
sebaliknya(Aslinda dan Leny, 2007:73). Kajian dalam interferensi leksikal adalah
leksikon.Leksikon adalah kemampuan bahasa yang memuat semua informasi
tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa (Adisumarto 1985: 43).
2.3.5 Interferensi dalam Bidang Gramatikal
Sesuai dengan pendapat Weinrich (1953),bahwa gejala interferensi berupa
fonik, gramatikal (morfologi dan sintaksis) dan leksikal. Beberapa jenis
interferensi yang terjadi dalam bidang Gramatikal adalah sebagai berikut.
2.3.6 Interferensi Bidang Morfologi
Interferensi dalam bidang Morfologi mencangkup pada penggunaan unsur-
unsur pada pembentukan kata, pola proses morfologi, dan proses penanggalan
afiks. Interferensi morfologis juga bisa terjadi apabila penutur menggunakan
morfem atau tata bahasa pertama ke dalam bentuk morfem atau tata bahasa kedua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Interferensi dalam bidang gramatikal terjadi apabila dwibahasawan
mengidentifikasikan morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan pada
sistem bahasa pertama dan menggunakanya dalam tuturan bahasa kedua dan
demikian sebaliknya (Aslinda dan Leny, 2007:74). Sesuai pendapat Weinreich
(dalam Aslinda dan Leny 2007:74-75), bahwa gejala interferensi itu berupa fonik,
gramatikal (morfologi dan sintaksis), dan leksikal. Jadi interferensi yang terjadi
pada bidang morfologi dan sintaksis dimasukkan ke dalam bidang gramatikal.
Menurut Suwito(1985:55), interferensi morfologi terjadi apabila dalam
pembentuka katanya sesuatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. di dalam
bahasa Indonesia sendiri misalnya, sering terjadi penyerapan afiks-afiks ke-, ke-
an, -an dari bahasa daerah (Jawa, Sunda), misalnya awalan ke- dalam kata
ketabrak, seharusnya tertabrak, kejebak seharusnya terjebak, kekecilan seharusnya
terlalu kecil. Dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggris bayak sekai sufiks –isasi.
Banyak dari penutur bahasa Indonesia yang menggunakanua dalam pembentukan
kata bahasa Indonesia, seperti nenonisasi, tendanisasi, turinisasi. Bentuk kata
tersebut merupakan penyimpangan dari sistematika morfologi dari bahasa
Indonesia, seab untuk mementuk nomina proses dalam bahasa Indonesia adalah
konfiks pe-an. Kata yang tepat menjadi peneonan, penendaan dan penurian.
2.3.7 Interferensi Bidang Sintaksis
Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan seluk
beluk mengenai wacana, kalimat, klausa, dan frasa (Ramlan, 1987: 21). Ramlan
(1897: 27), menyebutkan bahwa kalimat merupakan satuan gramatik yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat,
disertai objek, pelengkap, dan keterangan atau tidak. Frasa adalah satuan gramatik
yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur
klausa (Ramlan, 1987:151).
Sintaksis adalah ilmu yang membicarakan seluk-beluk kata dan
penggabungan (Nurhayati dan Mulyani, 2006:121).Interferensi bidang Sintaksis
terjadi karena adanya pemindahan morfem atau kata bahasa pertama kedalam
pemakaian kata bahasa kedua. Penggunaan serpihan kata, frasa, dan klausa di
dalam kalimat dapat juga dianggap sebagai interferensi. Contohnya adalah “
mereka akan married bulan depan.” Jadi, interferensi sintaksis berfokus pada
penyimpangan yang terjadi dalam frasa, klausa, dan kalimat.Kesalahan dalam
bidang frasa sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun bahasa tertulis. Artinya,
kesalahan berbahasa dalam bidang frasa ini sering terjadi dalam kegiatan menulis
ataupun berbicara. Kesalahan dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai
hal, diantaranya (1) adanya pengaruh bahasa daerah, (2) penggunaan preposisi
yang tidak tepat, (3) kesalahan susunan kata, (4) penggunaan unsur yang
berlebihan atau mubazir, (5) penggunaan bentuk superlatif yang berlebihan, (6)
penjamakan yang ganda, dan (7) penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat.
(Setyawati 2010:76).
Kesalahan dalam bidang kalimat dapat disebabkan oleh berbagai hal,
diantaranya: (1) kalimat yang tidak bersubjek, (2) kalimat tidak berpredikat, (3)
kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat (4) penggandaan subjek, (5) antara
predikat dan objek yang tersisipi, (6) kalimat yang tidak logis, (7) kalimat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
ambiguitas, (8) penghilangan konjungsi, (9) penggunaan konjungsi yang
berlebihan, (10) urutan yang tidak pararel, (11) penggunaan istilah asing, dan (12)
penggunaan kata tanya yang tidak perlu.
Contoh interferensi sintaksis dalam sebuah kalimatdari seorang bilingual
Jawa-Indonesia sebagai berikut “Di sini toko Laris yang mahal sendiri” Djoko
Koentjono (dalam Chaer dan Agutina 2004: 123). Kalimat bahasa Indonesia itu
berstruktur bahasa Jawa, sebab dalam bahasa Jawa kalimat tersebut berbentuk
“Ning kene toko Laris sing larang dhewe”. Kata sendiri dalam kalimat bahasa
Indonesia itu merupakan terjemahan dari bahasa Jawa dhewe. Kata dhewe dalam
bahasa Jawa antara lain memang berarti „sendiri‟ . tetapi kata dhewe yang terdapat
di antara kata sing dan adjektif adalah berarti „paling‟, seperti sing dhuwur dhewe
„yang paling tinggi‟. Dengan demikian dalam kalimat bahasa Indonesia yang baku
kalimat diatas seharusnya “Toko Laris adalah toko yang paling mahal di sini”
Aslinda dan Shafyahya (2007: 82), menyatakan bahwa interferensi
sintaksis meliputi penggunaan kata tugas bahasa pertama pada bahasa kedua, atau
sebaliknya, serta interferensi pada pola konstruksi frasa.
2.4 Frasa
Frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak
mengandung unsur predikasi. Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan. Kesatuan tersebut dapat
membentuk suatu makna baru yang sebelumnya tidak ada. Misalnya dalam frasa
rumah ayahmuncul makna baru yang menyatakan milik.Frasa dapat dibedakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
berdasarkan kelas kata yang menjadi inti frasa tersebut. Frasa berdasarkan kelas
kata dibagi menjadi:
1) Frasa verbal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau
lebih denga verba sebagai intinya dan bukan merupakan klausa.
Sebuah frasa verba terjadi dari sebuah inti frasa yang berwujud
kata kerja. Misalnya:
Bertanam sayur mengusut perkara
Menerima tamu membaca berita
Merupakan penghinaan menjadi pengarang
2) Frasa nominal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata
atau lebih dengan nomina sebagai intinya.Bila konstituen yang
menjadi inti frasa adalah kata benda maka terbentuklah sebuah
frasa nominal. Misalnya:
Adik Yanto perbaikan kursi
Rumah yang besar guru sekolah kami
Anak yang nakal pengetahuan umum
3) Frasa adjektiva adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata
atau lebih denganadjektiva sebagai intinya.Bila inti konstruksi
adalah kata sifat maka terbentuklah sebuah frasa adjektival.
Misalnya:
Besar sekali tinggi sekali
Amat tinggi sangat menakjubkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
4) Frasa preposisi adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata
atau lebih denganpreposisisebagai direktornya. Bilakonstruksi itu
berada di bawah pengaruh sebuah preposisi sebagai direktornya
maka terbentuknya sebuah frasa preposisional. Misalnya:
Dengan senjata tajam dengan sangat cepat
Ke sekolah dari pasar
Bagi ayah saya kepada penerima hadiah
2.5 Klausa
Dalam sebuah kalimat dapat mengandung sebuah klausa atau lebih. Klausa
merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mengandung
unsur predikasi. (Alwi dkk., 2003: 312). Klausa merupakan suatu konstruksi yang
sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata yang mengadung hubunga fungsional
subjek-predikat, dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain
seperti objek dan keterangan-keterangan lain (Keraf, 1991: 181). Klausa terbagi
atas dua jenis berdasarkan keterikatannya yaitu,
1) Klausa bebas yaitu klausa yang dapat muncul sendiri dan tidak
bergantung pada klausa-klausa yang lain. Misal:
Ibu memasak nasi
Nelayan menangkap ikan di laut
2) Klausa terikat yaitu klausa yang tunduk pada suatu klausa lain, dan
biasanya dinyatakan dengan sebuah konjungsi. Hubungan antar
klausa dapat ditandai dengan kehadiran konjungsi (kata sambung)
pada awal salah satu klausa tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Konjungsi atau konjungtor yang juga dinamakan kata sambung merupakan
kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan
kata, frasa dengan frasa atau klausa dengan klausa (Alwi dkk., 2003: 296). Kata
dan, atau, serta, meskipun, tetapi, kalau merupakan konjungsi atau kata
penghubung. Selain beberapa kata tersebut terdapat juga bentuk seperti karena,
sejak, dan setelah yang dapat berfungsi sebagai penghubung antar kata, frasa
ataupun klausa. Dalam hubungannya dengan kata dan frasa, bentuk tersebut dapat
bertindak sebagai preposisi maupun sebagai konjungsi. Hal ini dapat terlihat
dalam kalimat berikut:
(1) Dia tidak kuliah karena masalah keuangan.
(2) Dia tidak kuliah karena uangnya habis.
Pada kalimat (1) kata karena berfungsi sebagai preposisi sedangkan pada
kalimat (2) kata karena berfungsi sebagai konjungsi. Pada kalimat (2) klausa dia
tidak kuliah dihubungkan dengan klausa uagnya habis dengan mempergunakan
kojungsi karena.
Berdasarkan relasi subjek-predikat, kalusa dapat dibagi menjadi beberapa tipe
sebagai berikut. (Keraf, 1991:182)
(1) Klausa dengan predikat sebuah kata kerja intransitif, dengan atau
tanpa keterangan. Misalnya:
Adik makan petani bekerja seorang diri
Anak itu menangis anjing melolong
(2) Klausa dengan predikat sebuah kata kerja transitif, dengan atau
tanpa keterangan. Misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Murid itu melihat anjing
Guru membaca buku yang baru
Anak itu menyeberangi jalan
Rumah itu didirikan oleh Ayah
Anak itudiusir oleh gurunya
(3) Klausa dengan predikat sebuat kata benda, dengan atau tanpa
keterangan. Misalnya:
Paman kapten kapal
Guru ketua panitia
(4) Klausa dengan predikat sebuah kaya sifat, dengan atau tanpa
keterangan. Misalnya:
Anak itu malas
Murid itu rajin sekali
(5) Klausa dengan predikat sebuah frasa konektif, dengan atau tanpa
keterangan. Misalnya:
Ibu menjadi guru di sekolah kami
Anak itu merupakan tumpuan kasih mereka
(6) Klausa dengan predikat sebuah adverbial, dengan atau tanpa
keterangan. Misalnya:
Ayah dari kantor
Ibu ke pasar tadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2.6 Kalimat
Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan ataupun tulisan
yang mengungkapkan pikiran utuh (Alwi dkk., 2003: 311).Kalimat harus
mengandung ide yang sempurna yang ditandai oleh ada tidaknya subjek dan objek
kalimat (Keraf, 1991:184).
Kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri
atas dua kata atau lebih. Hubungan struktural antara kata dan kata, ataupun
kelompok kata dam kelompok kata lain, berbeda-beda. Kedudukan tiap kata atau
kelompok kata dalam kalimat juga berbeda-beda. Terdapat kata atau kelompok
kata yang dapat dihilangkan dengan menghasilkan bentuk yang tetap berupa
kalimat, dan ada pula yang tidak.
(1) a. Ibu pergi ke pasar.
b. Ibu pergi.
(2) a. Masalah itu menyangkut masa depan kita.
b. Masalah itu menyangkut.
Pada kalimat (1b) terdapat kelompok kata yang dihilangkan, namun tetap
menjadi kalimat sedangkan pada kalimat (2b) terdapat juga kelompok kalimat
yang dihilangkan dan tidak membentuk sebuah kalimat. Kalimat terbagi menjadi
3 jenis yaitu kalimat tunggal, kalimat luas, dan yang terakhir kalimat majemuk.
Kalimat tunggal dapat berupa kalimat inti dan dapat juga berupa kalimat
luas yang mengandung satu pola kalimat. Kalimat luas memiliki arti sebagai
kalimat inti yag sudah diperluas dengan kata baru, sehingga tidak hanya terdiri
dari dua kata, tetapi lebih. Misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
1) Adik menangis (kalimat inti, kalimat tunggal)
2) Adik menangis tersedu-sedu (kalimat luas, bukan, kalimat
inti, kalimat tunggal)
Dengan demikian dapat diartikan bahwa kalimat tunggal adalah kalimat
yang hanya terdiri atas dua unsur inti dan boleh diperluas dengan satu atau lebih
unsur-unsur tambahan, asalkan unsur tersebut tidak membentuk pola yang baru.
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu preposisi
sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan satu
kesatuan (Keraf, 1991: 33). Oleh karena itu kalimat majemuk selalu berwujud dua
klausa atau lebih. Bila kalimat majemuk itu terjadi karena penggabungan dua
atau lebih kalimat tunggal maka sifat hubungannya sederajat, atau yang satulebih
rendah kedudukanya. Oleh karena itu kalimat majemuk dapat dibedakan menjadi
kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk
sederajat adalah kalimat majemuk dengan pola kalimat yang memiliki kedudukan
sederajat, tidak ada pola kalimat yang menduduki fungsi lebih tinggi dari pola
yang ada. Hubungan setara ini dapat diperinci lagi sebagai berikut:
(1) Kalimat majemuk setara yang bersifat menggabungkan. Dapat ditandai
dengan preposisi dan, lagi, sesudah itu, karena itu.
(2) Kalimat majemuk setara yang bersifat memilih. Preposisi yang
digunakan untuk menyatakan hubungan adalah atau.
(3) Kalimat majemuk setara yang mempertentangkan. Preposisi yang
digunakan untuk menyatakan hubunga adalah melainkan, tetapi,hanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Lalu yang kedua adalah kalimat majemuk bertingkat. Kalimat
majemuk bertingkat adalah kalimat yang mengadung dua pola kalimat atau lebih
yang tidak sederajat (Keraf, 1991: 200).
2.7 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Kebiasaan seorang penutur menggunakan dua bahasa atau lebih pada saat
berkomunikasi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya interferensi.
Menurut Hortman (dalam Alwasilah 1985:131), interferensi dapat terjadi karena
terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa atau masuknya dialek bahasa ibu
ke dalam bahasa kedua asalkan ia seorang dwibahasawan. Hal ini dilatarbelakangi
oleh kebudayaan dan bahasa bangsa Indonesia yang berbeda-beda. Oleh sebab itu
banyak penutur yang menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia secara
bergantian pada saat berkomunikasi.
Chaer dan Agustina (2004: 84), menyatakan “Peristiwa-peristiwa
kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat sosiolinguistik disebut
bilingualism, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi,
konvergensi, dan pergeseran bahasa”
Pernyataan di atas mengandung maksud bahwa keterbukaan masyarakat
terhadap satu sama lain akan mengakibatkan terjadinya kontak bahasa serta
peristiwa-peristiwa kebahasaan.
Selain itu Chaer dan Agustina juga menyatakan bahwa “ Interferensi
terjadi pada bahasa-bahasa yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan
pemakaian yang sangat luas dan karena itu mempunyai kosakata yang secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
relatif sangat banyak, akan memberi kontribusi pada kosakata bahasa yang
berkembang dan yang mempunyai kontak dengan bahasa tersebut”
Interferensi di dalam penggunaan bahasa Indonesia saling berpengaruh
terhadap penggunaan bahasa daerah, begitu juga sebaliknya. Bahasa daerah dalam
penggunaanya juga mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi. Artinya bahwa unsur kebahasaan bahasa daerah bisa masuk ke
dalam bahasa Indonesia dan unsur kebahasaan bahasa Indonesia juga bisa masuk
ke dalam bahasa daerah.
Menurut Weinrich (dalam Suandi 2014: 117), ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya interferensi, diantaranya:
1. Kedwibahasaan peserta tutur
Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi
dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah
maupun bahasa asing. Kontak bahasa yang diakibatkan oleh hal tersebut
yang menimbulkan terjadinya interferensi.
2. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima
Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung
akan menimbulkan sikap kurang positif. Penggunaan kaidah berbahasa yang
cederung diabaikan oleh penutur akan menyebabkan penerima
menggunakan unsur-unsur bahasa sumber yang dikuasai secara tidak
terkontrol. Akibat yang akan ditimbulkan adalah akan muncul bentuk
interferensi dalam bahasa penerima yang digunakan oleh penutur baik lisan
maupun tertulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima
Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada
pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat
yang bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh sebab
itu, jika masyarakat tersebut menemui dan bergaul dengan kehidupan yang
baru dari luar, mereka akan mengenal konsep baru yang dianggap perlu.
Jika mereka belum memiliki kosakata yang pas untuk mengungapkan hal
tersebut, mereka akan cenderung menggunakan kosakata bahasa sumber
tersebut untuk mengungkapkanya. Inilah yag menyebabkan timbulnya
interferensi.
Interferensi yang timbul ini karena kebutuhan kosakata baru, karena
kosakata yang baru cenderung lebih mudah terintegrasi, hal tersebut
memang diperlukan untuk menambah dan memperkaya perbendaharaan
kata bahasa penerima.
4. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan
Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang digunakan cenderung akan
menghilang. Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata
yang jarang digunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang
disebabkan oleh tidak cukupnya kosakata bahasa penerima. Hal ini
menyebabkan kosakata baru, unsur-unsur serapan akan lebih mudah
diintegrasikan karena unsur tersebut dibutuhkan dalam bahasa penerima.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
5. Kebutuhan akan sinonim
Sinonim dalampemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup
penting, yakni sebagai variasi dalam pemilihan kata untuk menghindari
pemakaian kata yang sama secara berulang yang bisa mengakibatkan
kejenuhan. Kebutuhan akan penggunaan sinonim ini cukup penting, oleh
sebab itu pemakai bahasa sering melakukan interferensi dalam bentuk
penyerapan atau peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber untuk
memberikan sinonim pada bahasa penerima. Dengan demikian, kebutuhan
kosakata yag bersinonim dapat mendorong timbulnya interferensi.
6. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa
Prestise bahasa sumber dapat mendorong timbulnya interferensi, karena
pemakai bahasa ingin menunjukkan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa
yang dianggap berprestise tersebut. Prestise bahasa sumber dapat juga
berkaitan dengan keinginan pemakai bahasa untuk bergaya dalam
berbahasa. Interferensi yang timbul karena faktor itu biasanya berupa
pamakaian unsur-unsur bahasa sumber pada bahasa penerima yang
dipergunakan.
7. Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu
Terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang
sedang digunakan, pada umumnya terjadi karena kurangnya kontrol bahasa
dan kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal ini dapat terjadi
pada dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional
maupun bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kadang-kadang kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah
kadang-kadang pada saat berbicara atau menulis dengan menggunakan
bahasa kedua yang muncul adalah kosakata bahasa ibu yang sudah lebih
dulu dikenal dan dikuasainya.
2.8 Peristiwa Tutur/ Peristiwa Bahasa (Speech Event)
Peristiwa tutur adalah sebuah aktivitas berlangsungnya interaksi linguistik
dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan
lawan tutur dengan satu pokok tuturan, dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
(Chaer, 2010:47). Seseorang yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi
dan menyampaikan informasi merupakan peristiwa tutur. Hal ini juga bisa terjadi
saat berdiskusi, rapat, proses belajar mengajar dan lain sebagainya.
Dalam hal ini Dell Hymes membedakan antara peristiwa tutur dengan
tindak tutur. Hymes berpendapat bahwa peristiwa tutur (speech event) terjadi
dalam sebuah konteks non-verbal. Dell Hymes (Moeliono 2005: 23-
24)merumuskan tentang faktor-faktor penentu dalam peristiwa tutur dalam
konteks situasi yang tidak jauh berbeda dengan penjelasan sebelumnya, mengenai
akronim SPEAKING.
S : Setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih
bersifat fisik, yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan.
Sementara scene adalah latar psikis yang lebih mengacu pada suasana
psikologis yang menyertai tuturan.
P : Participantspeserta tuturan, yaitu orang-orang yang terlibat dalam
percakapan, baik langsung maupun tidak langsung. Hal-hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
berkaitan dengan partisipan, seperti usia, pendidikan, latas sosial dan
sebagainya juga menjadi perhatian.
E : Endshasil. Merupakan hasil atau tanggapan dari suatu pembicaraan
yang memang diharapkan oleh penutur (ends as outcomes), dan
tujuanakhir pembicaraan itu sendiri (ends in view goals).
A : Act sequence pesan/ amanat, terdiri dari bentuk pesan (message
form) dan isi pesan (message content).
K : Keymeliputi cara, nada, sikap, atau semangat dalam percakapan.
Semangat percakapan misalnya serius, santai, akrab dan sebagainya.
I : Instrumentalities atau sarana, yaitu sarana percakapan. Maksudnya
dengan media apa percakapan tersebut disampaikan. Misalnya dengan
cara lisan, tertulis, surat, radio dan sebagainya.
N : Norms menunjukkan pada norma atau aturan yang membatasi
percakapan. Misalnya, apa yang boleh dibicarakan dan tidak boleh
dibicarakan, bagaimana cara membicarakanya: halus, kasar, terbuka
dan sebagainya.
G : Genres atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana. Hal ini
langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan. Misalnya,
telepon, koran, puisi, ceramah dan sebagainya.
Dengan demikian peristiwa tutur yag terjadi antara penutur dan
mitra tutur tidak dapat terlepas dari faktor-faktor sosial dari penutur
maupun mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2.9 KerangkaBerfikir
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan kerangka berpikir yang akan
digunakan dalam interferensi gramatikal mahasiswa Program Pedidikan Bahasa
Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017. Sosiolinguistik merupakan ilmu
antardisiplin antara sosiologi dan linguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat dan bahasa. Bahasa yang digunakan selalu
melekat pada kebudayaan masyarakat tertentu. Oleh karena itu banyak sekali
variasi kebahasaan yang kita jumpai dalam kegiatan berkomunikasi.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk
bilingualisme. Oleh karena itu sering kita menggabungkan dua bahasa tersebut
secara bergantian saat berkomunikasi. Penggabungan kedua bahasa inilah yang
nantinya akan menimbulkan sebuah interferensi kebahasaan terhadap penggunaan
bahasa Indonesia. interferensi ini dapat terjadi dalam komunikasi lisan maupun
tulisan. Interferensi kebahasaan dapat terjadi dalam berbagai bidang yaitu secara
bidang fonologi, leksikal, dan gramatikal.
Dalam penelitian ini peneliti lebih mengkaji interferenesi yang terjadi dalam
bidang gramatikal. Dalam bidang gramatikal interferensi dibagi menjadi dua
bagian yaitu interferensi gramatikal di bidang morfologi dan di bidang sintaksis.
Kali ini peneliti akan mengkaji interferensi gramatikal dalam bidang
sintaksis,serta faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya interferensi
dalam komunikasi nonformal para mahasiswa
Peneliti akan mendeskripsikan interferensi gramatikal di bidang sintaksis
berbentuk frasa,klausa, kalimat dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017. Peneliti
akan mendeskripsikan kesalahan yang berupa frasa, klausa dan kalimat dengan
teori-teori yang ada dengan demikian peneliti akan mengetahui kesalahan-
kesalahan dalam bentuk frasa dana kalimat apa saja yang terjadi dalam
komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
angkatan 2013 tahun 2017. Peneliti juga akan mendeskripsikan faktor apa saja
yang menjadi penyebab terjadinya interferensi gramatikal pada komunikasi
nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angktan 2013
pada tahun 2017.
INTERFERENSI GRAMATIKAL
SOSIOLINGUISTIK
INTERFERENSIFR
ASA INTERFERENSI
KALIMAT
INTERFERENSI
KLAUSA
FAKTOR PENYEBAB
TERJADINYA INTERFERENSI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian tentang Interferensi Gramatikaldalam Komunikasi Nonformal
Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata
Dharma ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang digunakan untuk mendesripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan orang secara
individual maupun kelompok (Sukmadinata, 2009:53-60). Sukmadinata
(2009:18), menyatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan mendefinisikan
suatu keadaan atau fenomena secara apa adanya. Menurut Moleong (2008: 6),
penelitian kualitatif adalah penelitian yang dialami oleh subjek penelitian,
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Oleh
karena itu hasil dan kejadian yang terjadi dalam penelitian ini akan dipaparkan
secara nyata dan apa adanya tanpa rekayasa.
Penelitian ini bermaksud untuk menemukan interferensi gramatikal apa saja
yang terjadi di kalangan mahasiswa semester VII Program Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma. Data yang ditemukan akan
dianalisis dan dideskripsikan, dengan begitu peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dapat menyajikan data yang berupa macam-macam interferensi gramatikal yang
terjadi di kalangan mahasiswa secara nyata.
3.2 Sumber Data dan Data Tuturan
Sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah tuturan
mahasiswa dalam situasi nonformal.Data yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah tuturan mahasiswayang dicurigai mengadung interferensi
gramatikal. Data yang diperoleh dari hasil rekaman tuturan langsung para
mahasiswa saat berkomunikasi.
Sumber data menurut Loflan dan Lofland (dalam Moleong 2007: 157),
bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan berupa dokumen dan lainya. Dalam
penelitian ini percakapan yang terjadi diantara mahasiswa merupakan sumber
data utama. Sumber data berupa kata-kata yag dicurigai mengandung interferensi
gramatikal pada komunikasi nonformal para mahasiswa merupaka sumber data
utama yang direkam kemudian dicatat.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik. Beberapa
teknik yang digunakan adalah observasi dan mencatat. Langkah-langkah dalam
pengumpulan data sebagai berikut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3.3.1 Teknik Wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui aktor-faktor yang
menyebabkan interferensi gramatikal. Dengan teknik ini diharapkan subjek
penelitian dapat memberikan informasi yang akurat sesuai dengan kajian yang
diteliti.
3.3.2 Teknik rekam
Peneliti menggunakan alat rekam dalan handphone, untuk merekan
tuturan yang terjadi di kalangan mahasiswa. Teknik ini dilakukan secara diam-
diam supaya interaksi yang terjadi di kalangan mahasiswa terjadi secara alami,
tanpa dibuat-buat dan tidak membuat mahasiswa merasa terganggu.
3.3.3 Teknik catat
Teknik ini digunakan peneliti untuk mentranskrip data yang sudah
diperoleh dari hasil rekaman. Hasil yang sudah dicatat akan diklasifikasikan.
3.4 Instrumen Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian kualitatif.Instrumen
penelitian yang digunakan adalah peneliti sendiri yang berbekal pengetahuan
sosiolinguistik terutama yang berkaitan dengan interferensi pada umumnya dan
gramatikal pada khususnya serta gejala sosioliguistik yang terdapat dalam
tuturan. Peneliti melakukan pengumpulan data, transkrip data, menganalisis dan
mendiskripsikan data secara mandiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
3.5 Teknik Analisis Data
Menurut Maleong (2007: 280), analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan
satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang disarankan data. Berdasarkan pengertian
tersebut,peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi Data
Data diidentifikasi berdasarkan jenis interferensi gramatikal
yang terjadi dalam tuturan non formal mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Tahun 2017
Universitas Sanata Dharma. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah peneliti dalam menelaah data yang ada.
2. Klasifikasi Data
Setelah itu data diklasifikasi berdasarkan jenis interferensi
gramatikal yang terjadi.Data yang dapat diklasifikasikan
berdasarakan interferensi gramatikan jenis frasa, klausa dan
kalimat.
3. Menginterpretasi Makna
Interpretasi data merupakan upaya uuntuk memperoleh arti dan
makna yang lebih mendalamdan luas terhadap hasil penelitian
yang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan
dengan cara meninjau hasil peelitian secara kritis dengan teori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
yang relevan dan informasi yang akurat (Moleong, 2006:151).
Data dimaknai/ diinterpretasi berdasarkan maksud dari penutur.
4. Mendeskripsikan
Setelah selesai dianalisis kemudian peneliti mediskripsikan
hasil penelitian dalam pembahasan. Pada tahap ini peneliti akan
mendeskripsikan hasil data yang berupa frasa, klausa dan
kalimat yang mengandung interferensi.
3.6 Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data dalam penelitianini, peneliti
menggunakan triangulasi. Menurut Lexy Moleong, triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu. Denzim (dalam Moleong 2006:330) membedakan triangulasi menjadi
empat macam yaitu, 1)sumber, 2)metode, 3)penyidik, 4)teori.
Teknik penyidik akan digunakan oleh peneliti untuk memeriksa
keabsahan data.Teknik ketiga ini ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti
atau pengamat lain untuk keperluan pengecekan kembali derajat
kepercayaan data. Pemanfaatan pengamatan lainnya membantu mengurangi
kemelencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya penggunaan tim
dalam suatu penelitian dapa direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara
lain adalah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-
perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu
mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai
pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me
re-check temuanya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai
sumber, metode, atau teori. Untuk itu maka paneliti dapat melakukannya
dengan cara:
1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan,
2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data,
3) Memanfaaatkan berbagai metode agar pengecekan
kepercayaan data dapat dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian dilakukan dengan teknik merekam percakapan para mahasiswa dalam
komunikasi nonformal. Fokus penelitian ini berupa tuturan yang dicurigai
mengandung interferensi gramatikal dalam bentuk frasa, klausa dan kalimat.
Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang
menyebabkan terjadinya interferensi garamatikal tersebut
Interferensi terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosakata dan makna
bahkan budaya. Interferensi terjadi baik dalam ucapan maupun tulisan, terutama
jika seseorang sedang mempelajari bahasa kedua. Weinreich (dalam Chaer dan
Agustina, 2010: 210), menyebutkan interferensi adalah perubahan sistem suatu
bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-
unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.Chaer dan Agustina
(2004:120), menyatakan dalam peristiwa interferensi digunakanya unsur-unsur
bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa, yang dianggap sebagai suatu
kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan bahasa yang digunakan.
Weinrich (Aslinda dan Leny, 2007,) ia membagi bentuk interferensi dalam
tiga bagian yaitu interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi
gramatikal. Peneliti lebih berfokus pada interferensi gramatikal di bidang
sintaksis. Peneliti menggunakan teori menurut Weinrich sebagai pisau analisis
dalam penelitian ini. Sesuai dengan teori yang digunakan sebagai pisau analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
peneliti, di dalam teori disebutkan bahwa interferensi gramatikal terjadi
dalam bentuk frasa, klausa dan kalimat.
Para mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan
2013 selalu menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Hal ini dapat
terlihat karena latar belakang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan
Bahasa Indonesia di Universtitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara tidak sadar
terkadang mereka memasukkan unsur kebahasaan dari daerah mereka masing-
masing. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap struktur kaidah kebahasaan
bahasa Indonesia, sehingga mengakibatkan timbulnya interferensi dalam
berkomunikasi.
Data penelitian ini berupa tuturan yang dicurigai mengandung interferensi
gramatikal dalam bidang sintaksis dalam komunikasi nonformal mahasiswa
program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013 pada tahun
2017. Data yang mengandung interferensi ditemukan sebanyak 64 tuturan, baik
dalam tuturan frasa, klausa maupun kalimat
Data mengenai interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis dalam
bentuk frasa,klausa, maupun kalimat pada tuturan komunikasi nonformal para
mahasiswa diperoleh peneliti dengan mendengarkan hasil rekaman yang
dilakukan peneliti sebelumnya. Kemudian peneliti mentranskrip hasil rekaman ke
dalam bentuk tulisan. Setelah itu peneliti memilih kalimat dalam tuturan para
mahasiswa yang mengandung interferensi gramatikal berupa frasa, klausa maupun
kalimat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Data penelitian ini telah melalui tahap triangulasi. Triangulasi data
dilakukan pada tanggal 5 Februari 2017. Triangulsi data dilakukan oleh dosen
Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, yaitu Danang Satria Nugraha., M. A. Adapun rincian data yang
diperoleh adalah sebagai berikut terdapat 31 kalimat yang diidentifikasi
mengalami interferensi gramatikal dalam bentuk frasa, 2 kalimat yang
diidentifikasi mengalami interferensi gramatikal dalam bentuk klausa 30 kalimat
yang diidentifikasi mengalami interferensi gramatikal dalam bentuk kalimat.
Data mengenai faktor penyebab terjadinya interferensi gramatikal dalam
komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
angkatan 2013 pada tahun 2017 diperoleh melalui wawancara. Wawancara
dilakukan kepada mahasiswa yang melakukan komunikasi nonformal di kampus
dan tuturan yang ada dijadikan peneliti sebagai data penelitian. Dari hasil
wawancara peneliti menemukan beberapa faktor yang menyebabkan interferesi
dalam komunikasi, diantaranya adalah (1) kedwibahasaan penutur, (2) terbawanya
kebiasaan dalam bahasa Ibu.
4.2 Hasil Analisis Data
Interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah interferensi yang terjadi karena penggunaan pola, struktur
dan partikel kebahasaan bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia. Interferensi ini
pada umumnya terjadi karena terbawanya kebiasaan dalam bahasa daerah ke
dalam penggunaan bahasa Indonesia. Wujud interferensi gramatikal dalam bidang
sintaksis dalam penelitian ini adalah inteferensi dalam bentuk frasa, klausa dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
kalimat. Analisis dan pembahasan interferensi gramatikal yang ditemukan dalam
komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
adalah sebagai berikut
4.2.1 Interferensi Frasa
Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa sering dijumpai dalam komunikasi
baik lisan maupun tertulis. Kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat
disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah karena adanya interferensi.
Penyimpangan penggunaan frasa karena adanya interferensi muncul karena di
dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang digunakan dengan
bahasa lain yang dikuasainya.
Berikut ini akan diuraikan satu per satu interferensi pada penggunaan frasa
yang terjadi dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017.
1) Adanya pengaruh bahasa daerah
Situasi kedwibahasaan yang ada di Indonesia terutama dalam kalangan
mahasiswa Program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013,
menimbulkan pengaruh besar terhadap pemakaian bahasa. Tidak heran apabila
pengaruh bahasa daerah kita jumpai dalam pemakaian bahasa Indonesia dalam
komunikasi nonformal. Hal tersebut dapat diperhatikan dalam pemakaian frasa
yang tidak tepat seperti data berikut:
4.2.1.1 Penggunaan frasa verbalpadha+KK beserta Faktor Penyebabnya
Frasa verbal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih
dengan verba sebagai intinya dan bukan merupakan klausa. Sebuah frasa verba
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
terjadi dari sebuah inti frasa yang berwujud kata kerja. Dengan demikian, frasa
verbal mempunyai inti dan kata lainyang mendampinginya. Posisi kata
pendamping ini bersifat pasti, tidak dapat dipindahkan secara bebas ke posisi lain.
Dilihat dari konstruksinya, frasa verbal terdiri atas verba inti dengan kata lain
yang bertindak sebagai penambah arti verba tersebut. Konstruksi seperti sudah
membaik, akan mendarat, tidak harus pergi merupakan jenis frasa verbal yang
berbentuk endosentrik atributif.. Frasa verbal endosentrik atributif terdiri atas inti
verba dan pewatas yang ditempatkan di depan atau di belakang verba inti. Salah
satu kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas. Tidak ada pewatas
yang wajib.
Menurut KBBI kata padha memiliki arti sebagai kata depan yang dipakai
untuk menunjukkan posisi di atas atau di dalam hubungan atas atau di dalam
hubungan dengan, searti dengan di ( digunakan di depan kata benda, kata ganti
orang, keterangan waktu) atau ke. Contohnya adalah pada meja, pada mereka dan
pada keesokan harinya. Namun yang terjadi kata pada digunakan
sebagaipewatasfrasa verba dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017.
(1) Teman-teman silahkan pada berunding perkelompok untuk
menentukan konsep foto.
(2) Kalau sudah pada menghubungi Jeje nanti akan dibuatkan jadwal
sama Jeje untuk pengambilan gambarnya teman-teman.
(3) Aku fotoin kalian lagi pada baca buku.
(4) Terus yang ingin berfoto silahkan pada menghubungi Jeje.
Beberapa kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas adalah akan, harus,
dapat, boleh, suka, ingin, dan mau.Dalam ragam baku, unsur-unsur yang dicetak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
miring pada kalimat (1),(2), (3) dan (4) di atas merupakan contoh pemakaian
konstruksi predikat yang salah. Kata padha merupakan bentukan kata dari bahasa
daerah (Jawa) yang berpengaruh terhadap bahasa Indonesia yang digunakan oleh
mahasiswa dalam ragam santai. Contoh kalimat dalam bahasa Jawa adalah
sebagai berikut: (1)Aku motoke kowe lagi padha moco buku. atau (2)Aku motoke
kowe lagi do moco buku.
Bentuk dalam kalimat berbahasa Indonesia yang sering digunakan oleh
mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia agkatan 2013 pada tahun
2017 seperti contoh kalimat pada data di atas.Kata pada terbentuk dari kata
“padha” dalam bahasa Jawa yang salah jika dimasukkan dalam sistem bahasa
Indonesia. Kata penghubung padha dalam kalimat di atas bukan sebagai kata
depan melainkan sebagai terjemahan yang salah dari kata dalam bahasa Jawa yang
biasa digunakan oleh mahasiswa Prodi Bahasa Sastra Indonesia. Dengan
demikian, sebaiknya penghubung “padha” dalam predikat kata kerja dihilangkan
saja. Perbaikan kalimat-kalimat di atas yang benar adalah sebagai berikut
(1) Teman-teman silahkan berunding perkelompok untuk
menentukan konsep foto.
(2) Kalau sudah menghubungi Jeje nanti akan dibuatkan jadwal
sama Jeje untuk pengambilan gambarnya teman-teman.
(3) Aku fotokan kalian lagi baca buku.
(4) Yang ingin berfoto silahkan menghubungi Jeje.
Pada frasa yang bercetak miring di atas menunjukkan adanya interferensi
sintaksis yang berupa konstruksi frasa. Pada data yang ada terlihat bahwa terdapat
bentuk konstruksi frasa bahasa Indonesia yang terinterferensi konstrusi frasa
bahasa Jawa. Penyebab terjadinya interferensi frasa dalam bentuk padha+KK
disebabkan oleh faktor kedwibhasaan yang dimiliki penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Interferensi sintaksis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
interferensi yang terjadi karena pengaruh penggunan pola pada struktur kalimat
bahasa Jawa ke dalam penggunaan bahasa Indonesia. Interferensi ini terjadi
karena kemampuan penutur menggunakan dua bahasa yang sudah terbiasa
menggunakan bahasa pertama (bahasa Jawa) terlebih dahulu, sehingga kebiasaan
itu terbawa dalam penggunaan bahasa Indonesia.
4.2.1.2 Penggunaan frasa preposisionalsama+KB (kata benda) untuk
Menyatakan oleh dan dengan beserta Faktor Penyebabnya
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur
pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak di bagian awalfrasa dan unsur
yang mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba. Dengan demikian
dari nomina pasar dan verba mengail dapat kita bentuk menjadi frasa
preposisional ke pasar dan dengan mengail. Berikut ini adalah preposisi dalam
bahasa Indonesia beserta fungsinya.
Bagi
Untuk menandai hubungan peruntukan
Buat
guna
dari menandai hubungan asal, arah dari suatu tempat,
atau milik
dengan menandai hubungan kesertaan atau cara
di menandai hubungan tempat berada
oleh menandai hubungan pelaku atau yang dianggap pelaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Kebiasaan penggunaan konstruksifrasa preposisisama+KByang salah di
dalambahasa lisan masih terlihat pada komunikasi nonformal mahasiswa Program
Studi Pedidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017. Hal ini
terlihat pada beberapa kalimat yang digunakan seperti berikut.
(1) Fotonya akan diedit sama Jeje.
(2) Nanti pemberitahuan selanjutnya akan diberi tahu sama yang bertanggung
jawab ya
(3) Kameranya dipinjemin sama temennya Timo.
(4) Kalian kasih jadwal ke Jeje, terus bikin janji sama Jeje.
Data diatas menunjukan adanya interferensi dalam bentuk frasa preposisi
sama+KB pada frasa yang dicetak miring. Konstruksi frasa semacam ini tidak
dapat diterima dalam konstruksi frasa dalam bahasa Indonesia karena terpengaruh
oleh konstruksi frase BJ yang bertipe KK + karo + KB.Dalam BJ, kata karo
memiliki peran ganda sebagai kata depan (KD) dan sebagai kata sambung (KSb).
Karo sebagai KD biasanya digunakan (1) untukmenandai hubungan kesertaan
atau cara, yang dalam BI digunakan KD dengan,dan untuk menandai pelaku atau
yang dianggap pelaku yang dalam BI digunakan KDoleh. Contoh kalimat dalam
bahasa Jawa adalah sebagai berikut
(1) Rina lungo ning pasar karo Ibu (Karo sebagai Kata Depan)
(2) Rina diparingi roti karo Bapak (karo sebagai kata sambung)
Dari kedua contoh kalimat diatas dapat dilihat bahwa kata karo bisa
digunakan sebagai kata depan dan kata sambung. Kata karo dianggap memiliki
fungsi yang sama dengan kata sama dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan
oleh dan dengan. Kata sama dalam bahasa Indonesia memiliki arti sendiri yaitu
serupa, seimbang, sebanding, serupa, sepadan dan tidak berbeda. Namun dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
berkomunikasi mahasiswa Program Pendidika Bahasa Sastra Indonesia angkatan
2013 tahun 2017 sering menggunakan kata sama untuk menggantikan kata oleh
dan dengan . Oleh karena itu kalimat yang benar untuk menggantikan kata sama
adalah sebagai berikut:
(1) Fotonya akan diedit oleh Jeje.
(2) Nanti pemberitahuan selanjutnya akan diberi tahu oleh yang
bertanggung jawab.
(3) Kameranya dipinjemin oleh temennya Timo.
(4) Kalian kasih jadwal ke Jeje, terus bikin janji dengan Jeje.
Pada frasa yang bercetak miring pada data di atas menunjukkan adanya
interferensi sintaksis yang berupa konstruksi frasa. Bentuk frasa sama+KB dalam
bahasa Indonesia mengikuti konstruksi frasa dalam bahasa Jawa. Konstruksi frasa
semacam ini tidak dapat diterima dalam konstruksi frasa dalam bahasa Indonesia
karena terpengaruh oleh konstruksi frase BJ yang bertipe KK + karo + KB. Dalam
BJ, kata karo memiliki peran ganda sebagai kata depan (KD) dan sebagai kata
sambung (KSb).
Interferensi konstruksi frasa dalam bahasa Indonesia ini terjadi karena penutur
menguasai dua bahasa atau dwibahasawan. Penguasaan dua bahasa yang dimiliki
penutur mengakibatkan terbiasanya menggunakan bahasa Jawa, sehingga
penggunaan bahasa Indonesia jarang digunakan. Kedwibahasaan dan terbawanya
kebiasaan penutur dalam menggunakan bahasa Jawa ini yang menjadai faktor
penyebab terjadinya interferensi dalam konstruksi frasa bahasa Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
4.2.2 Interferensi dalam Klausa
4.2.2.1 Penggunaan Bentuk Superlatif yang Berlebihan Pada Klausa Terikat
dengan Predikat Adjektivalbeserta Faktor Penyebabnya
Klausa merupakan suatu konstruksi yang sekurang-kurangnya terdiri atas
dua kata yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat, dan secara
fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi lain seperti objek dan
keterangan-keterangan lain (Keraf, 1991: 181).
Bentuk superlatif merupakan suatu bentuk yang mengandung arti “paling”
dalam suatu perbandingan. Bentuk yang mengandung arti “paling” itu dapat
dihasilkan dengan suatu adjektiva ditambahkan dengan adverbia sangat, amat,
sekali, atau paling. Jika terdapat dua adverbia digunakan dalam menjelaskan
adjektiva dalam sebuat kalimat, akan terjadi bentuk superlatif yang berlebihan.
Penggunaan klausa dengan kalimat superlatif yang berlebihan terlihat
dalam percakapan komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017. Wujud penggunaan kalimat superlatif
yang berlebihan tersebut dapat dilihat pada data sebagai berikut:
(1) Akan sangat baiksekalijika konsep yang ada segera disampaikan,
supaya tidak ada konsep yang sama satu sama lain.
(2) Kalo mau foto di lorong kalo gak pagi ya sore, kalo gak pagi apa
sore tu sangat rame sekali kalo mau buat foto gak kondusif.
Adverbia+adjektiva+Adverbiayang bercetak miring pada data kalimat di atas
menunjukkan adanya interferensi. Penyebab terjadinya interferensi dalam klausa
adalah karena adanya faktor kedwibahasaan penutur, sehingga menimbulkan
kontak bahasa yang memengaruhi sistem penggunaan bahasa sehingga
menimbulkan interferensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Susunan kalimat menurut kaidah bahasa Indonesia yang benar adalah
sebagai berikut:
(1) Akan sangat baikjika konsep yang ada segera disampaikan, supaya
tidak ada konsep yang sama satu sama lain atau akan baiksekali
jika konsep yang ada segera disampaikan, supaya tidak ada konsep
yang sama satu sama.
(2) Kalo mau foto di lorong kalo gak pagi ya sore, kalo gak pagi apa
sore tu sangat ramaikalo mau buat foto gak kondusif atau Kalo
mau foto di lorong kalo gak pagi ya sore, kalo gak pagi apa sore tu
ramaisekalikalo mau buat foto gak kondusif
4.2.3 Interferesi dalam Kalimat
4.2.3.1 Penggunaan terus untuk Menyatakan lalu, selanjutnya, setelah itu,
kemudian dalam Kalimat Majemuk Setarabeserta Faktor
Penyebabnya
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang pola kalimatnya
memiliki kedudukan yang sederajat (Keraf, 1991:200). Hubungan kalimat yang
setara dapat diperinci lagi atas kalimat majemuk setara yang bersifat
menggabungkan dua kalimat tunggal dengan kata gabung atau konjungsi dan,
lagi, sesudah itu, dan karena itu.
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari kadang orang salah menggunakan kata
terus yang seharusnya untuk lalu, selanjutnya, setelah itu, kemudian.Penggunaan
kata tugas yang keliru tersebut bila tidak ada kontrol bahasa dari si pemakai akan
berakibat pada bahasa lisan yang digunakan. Hal ini terlihat pada beberapa kalimat
yang digunakan dalam sebagai berikut.
(1) Kalian kasih jadwal ke Jeje, terus bikin janji sama Jeje.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
(2) Kita kan juga butuh waktu untuk persiapan, nah waktu kita persiapan itu
Jeje kan juga bisa nyiapin kamera, terus kalau udah siap semuanya kita
foto.
(3) Kelompok Dredha di lorong kampus, Tyas di beringin Soekarno, Ayun di
lapangan Realino, Timo di basement auditorium, terus Eko mau foto
dimana?
Data di atas menunjukkan adanya interferensi sintaksis yang berupa
penggunaanterus untuk menggantikan kata lalu, selanjutnya, setelah itu, kemudian
dan lantas. Dalam kaidah bahasa Indonesia baku, terus sebagai kata yang
digunakan untuk menyatakan perturutan atau kronologis. Dalam BI memang ada
terus tetapi fungsinya tidak demikian. Kata terus biasanya digunakan untuk
menyatakan suatu perbuatan yang tidak putus dan berlangsung pada waktu yang
lama, meskipun pengertian lama di sini bersifat relatif. Munculnya kata terus
sebagai kata tugas yang menyatakan pertuturan karena mahasiswa terbiasa
menggunakan kata terus dalam BJ. Dalam BJ, kata terus dapat berfungsi ganda
yaitu menyatakan perbuatan yang tidak terputus dan menyatakan perturutan. Oleh
karena perbedaan dan persamaan fungsi antara terus dalam BJ dengan terus dalam
BI, mahasiswa masih terpengaruh penggunaan terus dalam BJ.
Yang dimaksud oleh mahasiswa untuk data kalimat di atas seharusnya adalah
lalu, selanjutnya, setelah itu, kemudian dan lantasyang dalam BI berfungsi sama
denganterus dalam BJ. Dengan demikian, perbaikan kalimat di atas yang benar
sesuai kaidah bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
(1) Kalian kasih jadwal ke Jeje, lalu bikin janji dengan Jeje.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
(2) Kita kan juga butuh waktu untuk persiapan, nah waktu kita persiapan itu
Jeje kan juga bisa nyiapin kamera, setelah itu kalau udah siap semuanya
kita foto.
(3) Kelompok Dredha di lorong kampus, Tyas di beringin Soekarno, Ayun di
lapangan Realino, Timo di basement auditorium, kemudian Eko mau foto
dimana?
Interferensi penggunaan konjungsi merupakan interferensi yang berwujud
penggunaan konjungsi bahasa Jawa dalam penggunaan bahasa Indonesia. Dalam
bahasa Jawa kata terus dapat berfungsi ganda yaitu menyatakan perbuatan yang
tidak terputus dan menyatakan perturutan. Penggunaan konjungsi ini tidak tepat,
karena konjungsi yang terdapat dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan
perturutan adalah lalu, selanjutnya, setelah itu, kemudian. Penyebab terjadinya
interferensi pola kalimat ini disebabkan oleh kedwibahasaan penutur dan adanya
kebiasaan penutur dalam menggunakan bahasa Jawa, sehingga penutur lebih
sering menggunakan konjungsi terus untuk menyatakan sebuah perturutan.
4.2.3.2 Kalimat Bahasa Indonesia yang Diikuti oleh Kalimat Bahasa Daerah
(Jawa)dalam Kalimat Luasbeserta Faktor Penyebabnya
Penggunaan bahasa Indonesia tanpa disadari sering diikuti oleh penggunaan
bahasa daerah (Jawa) dalam berkomunikasi. Penggunaan bahasa Indonesia yang
diikuti oleh penggunaan bahasa daerah (Jawa) ini sering terlihat dalam bentuk
kalimat. Hal ini dapat terlihat pada data sebagai berikut :
(1) Besok kalo semua udah pada kerja diluar kota kamu ujian gak ada
yang nemenin Ris,wes sidang suasanane medeni, metu ruang
sidang ra ono konco-koncone, kui indah pada waktunya Ris?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
(2) Ya mau jalan-jalan aja, mau cari-cari kaos aku. Lha udan terus
entek salinku, sekalian cari batik buat Ibukku. Arep kondangan
wae repot.
(3) Kita juga maunya semua, tapi kurang uangnya, nek duite turah
akeh we ra masalah.
Melihat beberapa data diatas, tentu akan menimbulkan pertanyaan apa
yang membedakan campur kode dengan interferensi. Pada uraian bab sebelumnya
telah disampaikan bahwa campur kode merupakan penggunaan serpihan dari
bahasa lain yang dapat berupa kata atau frasa dalam penggunaan suatu bahasa.
Sedangkan contoh pada data diatas adalah adanya penyimpangan dalam
menggunakan suatu bahasa dengan memasukan sistem bahasa lain. Contoh pada
data diatas adalah penggunaan bahasa Indonesia yang diikuti oleh penggunaan
sistem bahasa daerah (Jawa) (Chaer dan Agustina, 2014:124).
Penggunaan sistem bahasa daerah (Jawa) terdapat dalam kalimat yang
dicetak miring. Data di atas merupakan contoh interferensi gramatikal dalam
bentuk kalimat. dalam struktur dan kaidah bahasa Indonesia seharusnya bentuk
kalimat di atas menjadi:
(1) Besok kalo semua sudah kerja diluar kota kamu ujian gak ada yang
nemeninsidang dengan suasana mengerikan, keluar ruang sidang
tidak ada teman-teman, itu indah pada waktunya Ris?
(2) Ya mau jalan-jalan saja, mau cari-cari kaos aku,hujan terus, bajuku
habis, sekalian cari baju batik untuk Ibuku. Mau ke pesta
pernikahan saja susah.
(3) Kita juga maunya semua, tapi kurang uangnya,kalau uangnya sisa
banyak tidak masalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
4.2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Hasil penelitian menemukan latar belakang penyebab terjadinya interferensi
gramatikal dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014tahun 2017 adalah karena faktor
kedwibahasaan para mahasiswa dan terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu.
Istiah interferensi terjadi adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan
dengan adanya persentuhan bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang
bilingual (Chaer dan Agustina, 2004:120). Adanya kontak bahasa yang terjadi
menyebabkan timbulnya interferensi dalam berkomunikasi.
Weinrich (Aslinda dkk., 2007:23) menyebutkan kedwibahasaan sebagai “the
practice of alternately using two language”, yaitu kebiasaan menggunakan dua
bahasa atau lebih secara bergantian. Hal ini memberikan pengaruh kepada sistem
dan unsur-unsur kebahasaan terhadap bahasa yang digunakan. Weinreich (dalam
Chaer dan Agustina, 2010: 210) menyebutkan interferensi adalah perubahan
sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut
dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual.
Weinrich juga mengatakan bahwa interferensi adalah penyimpangan penggunaan
bahasa dari norma-norm daa yang ada sebagai adanya akibat kontak bahasa
karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Di dalam proses interferensi,
kaidah pemakaian bahasa mengalami penyimpangan karena adanya pengaruh dari
bahasa lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia merupakan penutur yang bilingual. Sebagai penutur yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
bilingual mereka memiliki kemampuan yang hampir sama dalam berbahasa
Indonesia dan berbahasa daerah (Jawa). Selain itu para mahasiswa juga terbiasa
menggunakan kedua bahasa tersebut secara bersamaan. Kebiasaan ini dapat
terlihat dalam komunikasi nonformal yang terjadi diantara mahasiswa.
Hasil analisis terhadap interferensi gramatikal dalam komunikasi nonformal
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013
tahun 2017 terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi.
Kedwibahasaan merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya
interferensi gramatikal, menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan dan yang
terakhir karena terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu. Hal tersebut terjadi
karena adanya kontak bahasa yang terjadi diantara mahasiswa sebagai
dwibahasawan, sehingga menimbulkan interferensi.
Perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya cukup banyak.
Adanya kebiasaan terbawanya bahasa ibu saat berkomunikasi menyebabkan
berkurangnya kosakata dalam bahasa Indonesia karena jarang digunakan. Hal ini
terjadi dalam kata sama yang digunakan mahasiswa Program Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun 2017. Kata sama untuk dalam bahasa
Indonesia memiliki arti persis, serupa, namun dalam kenyataanya, ketika
berkomunikasi kata sama digunakan untuk menyatakan oleh dan dengan. Hal ini
disebabkan oleh terbawanya kebiasaan menggunakan bahasa ibu dalam
berkomuikasi. Kata sama dalam bahasa ibu (Jawa) sebenarnya adalah kata karo
yang memiliki arti dengan dan oleh. Dalam bahasa Indonesia kata dengan dan
oleh memiliki fungsi yang berbeda. Kata dengan memiliki fungsi untuk menandai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
hubungan kesertaan atau cara. Kata oleh dalam bahasa Idonesia memiliki fungsi
untuk menandai hubungan pelaku atau yang dianggap pelaku.
4.3 Pembahasan
Penelitian berjudul Interferensi Gramatikal dalam Komunikasi Nonformal
Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013 tahun
2017 ini bertujuan untuk mendeskripsikan interferensi gramatikal dalam wujud
frasa, klausa dan kalimat serta faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi
gramatikal. Data dalam penelitian ini berupa tuturan mahasiswa yang dicurigai
mengandung interferensi gramatikal. Peneliti mengangkat topik tersebut sebagai
penelitian karena penelitian tersebut jarang dilakukan, selain itu peneliti tertarik
karena masih sering ditemukan interferensi gramatikal dalam komunikasi
mahasiswa yang menempuh pembelajaran pada Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia.
Pada sub bab ini peneliti akan menjelaskan temuan dari data hasil
penelitian yang diambil dari olahan data sebelumnya. Pembahasan dalam sub bab
ini berkaitan dengan hasil dari data penelitian yang disesuaikan dengan teori yang
dicantumkan dalam penelitian. Kesesuaian teori terkait dengan data penelitian
yaitu teori mengenai interferensi gramatikal menurut Weinrich (dalam Chaer dan
Agustina, 2010: 210), interferensi dalam bentuk frasa dan kalimat menurut
Setyawati (2010), dan faktor penyebab terjadinya interferensi menurut Weinrich
(dalam Suandi 2014: 117).
Weinreich (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 210), menyebutkan
interferensi adalah perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh
penutur yang bilingual.Batasan pengertian interferensi menurut Weinreich (dalam
Aslinda, dkk., 2010: 66) adalah “Those instance of deviation from norm of either
language wich occur in the speeks bilinguals as a result of their familiarity with
more than one language, i.e. as a result of language contact” atau
(penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma salah satubahasa yang terjadi
dalam tuturan para dwibahasawan sebagai akibat dari pengenalan mereka lebih
dari satu bahasa, yaitu sebagai hasil dari kontak bahasa).
Interferensi dapat terjadi pada semua tuturan bahasa. Weinreich(dalam
Chaer dan Agustina, 2010: 66), mengidentifikasi empat jenis interferensi sebagai
berikut: (1) pemindahan unsur dari satu bahasa ke bahasa lain, (2) perubahan
fungsi dan kategori unsur karena proses pemindahan, (3) penerapan unsur-unsur
yang tidak berlaku pada bahasa ke dua ke dalam bahasa pertama, (4) pengabaian
struktur bahasa kedua karena tidak terdapat padanannya dalam bahasa pertama.
Weinrech juga membagi bentuk-bentuk interferensi atas tiga bagian, yaitu
interferensi fonologi, interferensi leksikal, dan interferensi gramatikal.
Dalam interferensi gramatikal terdapat dua jenis interferensi yang pertama
adalah interferensi morfologi dan yang kedua adalah interferensi sintaksis. Pada
penelitian ini peneliti hanya meneliti mengenai interferensi gramatikal dalam
bidang sintaksis. Interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis terjadi dalam tiga
bentuk, yaitu dalam bentuk frasa, klausa, dan kalimat. Menurut Weinrich (dalam
Suandi 2014:117), ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi
diantaranya adalah (1) Kedwibahasaan peserta tutur, (2) Tipisnya kesetiaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
pemakai bahasa penerima, (3) Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, (4)
Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, (5)Kebutuhan akan sinonim, (6)
Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa, (7)Terbawanya kebiasaan dalam bahasa
Ibu.
Melalui pembahasan tersebut dapat diketahui bahwa data yang disajikan
dalam bentuk tuturan telah sesuai dengan teori yang dijadikan sebagai pisau
analisis. Hal tersebut dapat dilihat bahwa interferensi gramatikal yang terjadi
sesuai dengan teori menurut Setyawati (2010:76). Kesalahan dalam bidang frasa
dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya (1) adanya pengaruh bahasa
daerah, (2) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (3) kesalahan susunan kata, (4)
penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, (5) penggunaan bentuk
superlatif yang berlebihan, (6) penjamakan yang ganda, dan (7) penggunaan
bentuk resiprokal yang tidak tepat. (Setyawati 2010:76).
Kesalahan dalam bidang kalimat dapat disebabkan oleh berbagai hal,
diantaranya: (1) kalimat yang tidak bersubjek, (2) kalimat tidak berpredikat, (3)
kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat (4) penggandaan subjek, (5) antara
predikan dan objek yang tersisipi, (6) kalimat yang tidak logis, (7) kalimat yang
ambiguitas, (8) penghilangan konjungsi, (9) penggunaan konjungsi yang
berlebihan, (10) urutan yang tidak pararel, (11) penggunaan istilah asing, dan (12)
penggunaan kata tanya yang tidak perlu.
Frasa berdasarkan kelas kata dibagi menjadi, frasa verbal, frasa nominal,
frasa adjektiva, dan frasa preposisi. Klausa terbagi atas dua jenis berdasarkan
keterikatannya yaitu, klausa bebas dan klausa terikat. Selanjutnya adalah kalimat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
kalimat terbagi menjadi kalimat tunggal, kalimat luas dan kalimat majemuk
(Keraf, 1991: 181).
Setelah itu pembahasan akan disesuaikan dengan empat rumusan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Keempat rumusan masalah tersebut akan
disesuaikan dengan teori terkait yang sudah dipaparkan dengan data dari hasil
penelitian. Keempat rumusan masalah tersebut diantaranya adalah bagaimana
wujud interferensi frasa, klausa dan kalimat serta faktor penyebab terjadinya
interferensi dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014. Pembahasan keempat rumusan
masalah tersebut akan dipaparkan sebagai berikut,
Berdasarkan data yang terdapat di atas terdapat:
4.4.1 Interferensi Gramatikal dalam WujudFrasa
1) Terdapat 15 kalimat yang diidentifikasi mengalami interferensi
gramatikal dalam wujud frasa verbalpadha+KK. Di dalam struktur
pola kalimat bahasa Indonesia seharusnya cukup dengan KK
2) Terdapat 16 kalimat yang diidentifikasi mengalami interferensi
gramatikal dalam wujud frasa preposisionalsama+KB. Kata “sama”
untuk menyatakan suatu hubunganselalu digunakan untuk
menggantikan kata “oleh dan dengan”.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa data dalam bentuk tuturan
tersebut telah sesuai dengan teori yang digunakan sebagai pisau analisis yaitu
interferensi dalam bentuk frasa menurut Setyawati (2010: 76) serta bentuk-bentuk
frasa dengan menggunakan teori Keraf ( 1991:181). Kesalahan dalam bentuk frasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
menurut Setyawati (2010) salah satunya adalah karena adanya pengaruh bahasa
daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata sama dalam bahasa ibu
(Jawa) sebenarnya adalah kata karo yang memiliki arti dengan dan oleh. Dalam
bahasa Indonesia kata dengan dan oleh memiliki fungsi yang berbeda. Kata
dengan memiliki fungsi untuk menandai hubungan kesertaan atau cara. Kata oleh
dalam bahasa Indonesia memiliki fungsi untuk menandai hubungan pelaku atau
yang dianggap pelaku. Penggunaan frasa tersebut terjadi dalam bentuk frasa
preposisional sesuai dengan teori menurut Keraf (1991).
Selanjutnya adalah penggunaan preposisi yang tidak tepat menurut
Setyawati (2010) pada penggunaan frasa verbal menurut Keraf (1991). Hal ini
terlihat pada penggunaan preposisi padha+Verba yang ada dalam data tuturan.
Sebuah frasa verba terjadi dari sebuah inti frasa yang berwujud kata kerja. Dengan
demikian, frasa verbal mempunyai inti dan kata lain yang mendampinginya.
Dilihat dari konstruksinya, frasa verbal terdiri atas verba inti dengan kata lain
yang bertindak sebagai penambah arti verba tersebut. Konstruksi seperti sudah
membaik, akan mendarat, tidak harus pergi merupakan jenis frasa verbal yang
berbentuk endosentrik atributif.. Frasa verbal endosentrik atributif terdiri atas inti
verba dan pewatas yang ditempatkan di depan atau di belakang verba inti. Salah
satu kelompok kata yang dapat berfungsi sebagai pewatas. Beberapa kata yang
dapat berfungsi sebagai pewatas adalah akan, harus, dapat, boleh, suka, ingin,
dan mau. Namun pewatas yang sering digunakan pada tuturan adalah padha yang
merupakan bahasa daerah (Jawa), yang sebenarnya bukan berfungsi sebagai
pewatas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
4.4.2 Interferensi Gramatikal dalam Wujud Klausa
1) Terdapat 2 kalimat yang diidentifikasi mengalami interferensi gramatikal
dalam wujud klausa. Interferensi dalam bentuk klausa yang ditemukan
adalah klausa dengan bentuk penggunaan superlatif yang berlebihan.
Klausa terbagi atas dua jenis berdasarkan keterikatannya yaitu klausa
bebas dan klausa terikat (Keraf, 1991: 181). Klausa bebas, yaitu klausa yang dapat
muncul sendiri dan tidak bergantung pada klausa-klausa yang lain. Klausa terikat,
yaitu klausa yang tunduk pada suatu klausa lain, dan biasanya dinyatakan dengan
sebuah konjungsi. Hubungan antar klausa dapat ditandai dengan kehadiran
konjungsi (kata sambung) pada awal salah satu klausa tersebut. Dapat dilihat dari
data tuturan tersebut bahwa interferensi terjadi pada klausa terikat dengan bentuk
klausa adjektival. Klausa adjektival merupakan klausa yang predikatnya
berbentuk adjektiva. Sesuai dengan teori Setyawati (2010) bahwa interferensi juga
dapat terjadi dengan penggunaan superlatif yang berlebihan.
4.4.3 Interferensi Gramatikal dalam Wujud Kalimat
1) Terdapat 9 kalimat majemuk setara yang diidentifikasi mengalami
interferensi gramatikal dalam bentukterus+KK sebagai kata yang
digunakan untuk menyatakan perturutan atau kronologis
2) Terdapat 22kalimat luasyang diidentifikasi mengalami interferensi
gramatikal dalam bentuk kalimat yang dipengaruhi unsur bahasa daerah
(Jawa).
Kalimat terbagi menjadi 3 jenis yaitu kalimat tunggal, kalimat luas, dan
yang terakhir kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat berupa kalimat inti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dan dapat juga berupa kalimat luas yang mengandung satu pola kalimat.
Kalimat luas memiliki arti sebagai kalimat inti yang sudah diperluas
dengan kata baru, sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu preposisi
sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan
satu kesatuan (Keraf, 1991: 33). Kalimat majemuk dapat dibedakan
menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat
majemuk setara yang bersifat menggabungkan dapat ditandai dengan
preposisi dan, lagi, sesudah itu, karena itu. Kalimat majemuk setara yang
bersifat memilih, preposisi yang digunakan untuk menyatakan hubungan
adalah atau. Kalimat majemuk setara yang mempertentangkan, preposisi
yang digunakan untuk menyatakan hubungan adalah melainkan,
tetapi,hanya. Lalu yang kedua adalah kalimat majemuk bertingkat.
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang mengandung dua pola
kalimat atau lebih yang tidak sederajat (Keraf, 1991: 200).
Pada data tuturan diatas terlihat bahwa inteferensi kalimat terjadipada
kalimat luas dan kalimat majemuk. Hal ini sesuai dengan teori menurut Keraf
(1991). Interferensi dalam kalimat ini berwujud adanya penggunaan istilah asing
dalam kalimat menurut Setyawati (2010).
4.4.4 Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Dapat dilihat dari data tuturan yang diperoleh dari percakapan nonformal
yang dilakukan mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan
2013 pada tahun 2017, bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
gramatikal dalam berkomunikasi adalah kedwibahasaan penutur. Hal ini dapat
dilihat dari latar belakang penutur yang memiliki penguasaan terhadap lebih dari
satu bahasa, yaitu bahasa Ibu dan bahasa Indonesia. Kedwibahasaan penutur
membuat penutur memiliki kemampuan untuk menggunakan dua bahasa saat
berkomunikasi. Terkadang penggunaan kedua bahasa tersebut dilakukan secara
bersamaan.
Faktor kedua adalah terbawanya kebiasaan dalam bahasa Ibu. Penutur
memiliki latar belakang memiliki bahasa Ibu yang sama yaitu bahasa Jawa.
Penutur menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari dalam
berkomunikasi. Kebiasaan penutur menggunakan bahasa Jawa ini mengakibatkan
ujaran-ujaran bahasa Jawa tersebut masuk ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini
menyebabkan terjadinya interferensi dalam penggunaan bahasa Indonesia saat
berkomunikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
`Pada penelitian yang berjudul Interferensi Gramatikal dalam Komunikasi
Nonformal Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan
2013 Tahun 2017 ini peneliti memaparkan empat hal, yang pertama memaparkan
interferensi gramatikaldalam wujudfrasa. Kedua, memaparkan interferensi
gramatikal dalam wujudklausa. Ketiga memaparkan interferensi gramatikal dalam
wujudkalimat, Keempat memaparkan faktor yang mempengaruhi terjadinya
interferensi gramatikal dalam komunikasi nonformal mahasiswa Program
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014.
Pertama, interferensi gramatikal dalam komunikasi nonformal yang terjadi di
kalangan mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia angkatan 2013
tahun 2017 terdapat 31 frasa yang terbagi dalam dua bentuk. Bentuk interferensi
frasa yang pertama adalah 15bentuk frasa padha+KK.Kata pada digunakan
sebagai kata penghubung pada kalimat dalam komunikasi nonformal mahasiswa
Program Studi Pedidikan Bahasa Sastra Indonesia tahun akademik 2013/ 2014.
Interferensi frasa yang kedua adalah 16 bentuk frasa sama+KB. Kata sama dalam
bahasa Indonesia memiliki arti sendiri yaitu serupa, seimbang, sebanding, serupa,
sepadan dan tidak berbeda. Namun dalam berkomunikasi mahasiswa Program
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesiatahun akademik 2013/ 2014 sering
menggunakan kata sama untuk menggantikan kata oleh dan dengan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Kedua, interferensi gramatikal dalam komunikasi nonformal yang terjadi di
kalangan mahasiswa dalam bentuk klausa. Interferensi gramatikal pada klausa
berupa penggunaan superlatif yang berlebihan. Pada penelitian ini ditemukan dua
klausa yang menggunakan bentuk superlatif yang berlebihan berupa
Adverbia+adjektiva+Adverbia.
Ketiga,interferensi gramatikal dalam komunikasi nonformal yang terjadi di
kalangan mahasiswa dalam bentuk kalimat. Terdapat 31 kalimat yang mengalami
interferensi gramatikal.Sembilan kalimat majemuk setara dengan menggunakan
kata gabung (konjungsi) bahasa daerah (Jawa) terusdan terdapat 22 kalimat yang
mengandung inteferensi gramatikal dengan bentuk penggunaan bahasa Indonesia
yang diikuti dengan penggunaan kalimat dalam bentuk bahasa daerah (Jawa).
Keempat, faktor yang mempengaruhi terjadinya interferensi gramatikal dalam
komunikasi nonformal mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
tahun akademik 2013/ 2014adalah:1) Kedwibahasaan para mahasiswa dalam
komunikasi, 2) Terbawanya kebiasaan dalam bahasa Ibu.
5.2 Saran
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan agar penelitian mengenai
interferensi gramatikal dalam bentuk sintaksis dapat dikembangkan lebih lanjut
oleh peneliti yang selanjutnya. Dalam penelitian ini peneliti hanya berpusat pada
satu bidang saja yaitu bidang sintaksis yang berwujud frasa, klausa dan kalimat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Apabila selanjutnya ada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian interferensi
gramatikal kiranya tidak hanya meneliti dalam bidang sintaksis saja. Peneliti lain
hendaknya juga melakukan penelitian interferensi dalam bidang fonologi,
morfologi dan leksikal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
DAFTAR PUSTAKA
Adisumarto, M. 1985. Pengantar Ilmu Bahasa Umum. Bandung: Angkasa.
Alwi, H., dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka.
Aslinda dan Leni, S. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika
Aditama.
Chaer dan Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Chaer, dan Leonie, A. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, A. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, S., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta. Balai
Pustaka.
Darini, A. W. 2013. Interferensi Fonologi, Morfologi, Dan Leksikal Dalam
Komunikasi Formal Mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga.Skripsi.
Prastowo, A.2014.Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: AR- RUZZ MEDIA.
Hastuti, S. 2003. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Edisi Kedua.
Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Keraf, G. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta. Grasindo.
.1980. Tata Bahasa Indonesia. Flores. Nusa Indah.
Mardiana. 1985. Interferensi Fonologis Dialek Melayu Bangka Sub Dialek
Pangkal Pinang Pada Penggunaan Bahasa Indonesia Oleh Siswa SMA
Pangkal Pinang. Skripsi.Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Institut
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta.
Moleong, L. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Pranowo. 2014. Teori Belajar Bahasa. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Ramlan, M. 2001. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: UP Karyono.
Rokhimawati. 2013. Interferensi Gramatikal Bahasa Indonesia dalam Bahasa
Jawa pada Karangan Narasi Siswa Kelas VII Smp Negeri I Mungkid di
Kecamatan Mungkid Kabupaten Magelang. Skripsi.Universitas Negeri
Yogyakarta.
Setyawati, N. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta. Yuma
Pustaka.
Suandi, N. 2014. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Suwito. 1985. Sosiolinguistik Pengantar Awal. Solo: Henary Offset.
Wijana, P. 2013. Sosiolingistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Wijaya dan Mohammad, R.2006. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
BIODATA PENULIS
Natalia Kartika Purnasari, lahir di Yogyakarta, 18 Desember
1993 dari pasangan suami istri Stefanus Sutriyono dan A.A.
Endang Cahyawati Ningsih. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Penulis bertempat tinggal di
Perumahan Mojosari Indah Blok B/6 Banguntapan Bantul
Yogyakarta.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis diantaranya adalah SDN Lempuyang
Wangi III lulus pada tahun 2006, lalu pada tahun 2009 lulus dari SMP K Pangudi
Luhur II, selanjutnya pada tahun 2012 lulus dari SMK N II Kasihan Bantul
(SMM), dan yang terakhir meneruskan studi di Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta pada tahun 2013 dan mengikuti Program Studi Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
TRIANGULASI HASIL PENELITIAN
INTERFERENSI GRAMATIKAL YANG TERJADI DALAM KOMUNIKASI NON FORMAL MAHASISWA PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANGKATAN 2013 TAHUN 2017
Kajian peneliti ini mengenai “Interferensi Gramatikal dalam Komunikasi Nonformal Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia Angkatan 2013 Tahun 2017”. Penelitian ini dilakukan untuk (1) mendeskripsikan interferensi gramatikal
dalam bidang sintaksis dalam bentuk frasa, (2) mendeskripsikan interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis dalam bentuk klausa,
(3) ) mendeskripsikan interferensi gramatikal dalam bidang sintaksis dalam bentuk kalimat.
Triangulator dimohon untuk memeriksa kembali data yang diperoleh peneliti untuk keperluan keabsahan data. Triangulator
yang dipercaya untuk memeriksa data penelitian adalah penyidik yang memiliki kemampuan dalam bidang sosiolinguistik.
Petunjuk pengisian:
1. Triangulator dimohon untuk memberikan tanda centang (√) pada kolom setuju, apabila triangulator setuju bahwa data
interferensi yang ada sesuai dengan teori yang ada. Berilah tanda silang (x) pada kolom tidak setuju, apabila triangulator tidak
setuju terhadap data interferensi yang ada.
2. Triangulator dimohon untuk memberikan catatan pada kolom keterangan berupa kritik maupun saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
No. Jenis Interferensi Data Analisis
Triangulator
S TS Ket
1. Penggunaan frasa
verbal padha+KK
1) Terus yang ingin berfoto
silahkan pada
menghubungi jeje.
Dalam ragam baku, unsur-
unsur yang dicetak miring pada
kalimat merupakan contoh
pemakaian konstruksi predikat
yang salah. Kata pada
merupakan bentukan kata dari
bahasa daerah (Jawa). Kata
pada terbentuk dari kata
“podo” dalam bahasa Jawa
yang salah jika dimasukkan
dalam sistem bahasa Indonesia.
Kata penghubung pada dalam
kalimat di atas bukan sebagai
kata depan melainkan sebagai
terjemahan yang salah dari kata
√
2) Teman-teman silahkan
pada berunding
perkelompok untuk
menentukan konsep foto.
√
3) Lhah kok jadi aku sih
yang dibahas? Udah
buruan pada pesen,
kalian jadi pada makan
gak?
√
4) Ya ampun, jangan lah. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Doain yang baik-baik,
malah yang jelek-jelek.
Ya kalian jangan pada
pergi dulu sebelum aku
ujian.
dalam bahasa Jawa.
5) Sana-sana pada balik
kampung, ngebak-baki
Yogja wae.
√
6) Selesai kuliah ini kalian
pada mau lanjut
dimana?
√
7) Kalau sudah pada
menghubungi Jeje nanti
akan dibuatkan jadwal
sama Jeje untuk
pengambilan gambarnya
teman-teman.
√
8) Kalian pada mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
persiapan jam berapa?
9) Aku fotoin kalian lagi
pada baca buku
10) Kelompok Eko jadinya
pada mau foto dimana?
11) Udah dua minggu yang
lalu. Kalian kan pada
nggak nonton. Udah aku
bookingin tiket, pada
gak dateng, gak konfirm
sama aku juga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
12) Lhah kok jadi aku sih
yang dibahas? Udah
buruan pada pesen,
kalian jadi pada makan
gak?
√
13) Ya ampun, jangan lah.
Doain yang baik-baik,
malah yang jelek-jelek.
Ya kalian jangan pada
pergi dulu sebelum aku
ujian.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
14) Besok kalo semua udah
pada kerja diluar kota
kamu ujian gak ada yang
nemenin Ris. Wes sidang
suasanane medeni, metu
ruag sidang ra ono
konco-koncone, kui
indah pada waktunya
Ris?
√
15) Selesai kuliah ini kalian
pada mau lanjut dimana?
√
2. Penggunaan frasa
preposisional
sama+KB (kata
benda) untuk
menyatakan oleh
dan dengan
16) Fotonya akan diedit
sama Jeje.
Konstruksi frasa semacam
ini tidak dapat diterima dalam
konstruksi frasa dalam bahasa
Indonesia karena terpengaruh
oleh konstruksi frase BJ yang
bertipe KK + karo + KB.
Dalam BJ, kata karo memiliki
peran ganda sebagai kata depan
√
17) Nanti pemberitahuan
selanjutnya akan diberi
tahu sama yang
bertanggung jawab ya.
√
18) Nanti kalian difoto sama
Jeje toh?
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
19) Waktu pengambilan
gambar teman-teman
akan dibuatkan jadwal
sama Jeje
(KD) dan sebagai kata sambung
(KSb). Karo sebagai KD
biasanya digunakan (1) untuk
menandai hubungan kesertaan
atau cara, yang dalam BI
digunakan KD dengan, dan
untuk menandai pelaku atau
yang dianggap pelaku yang
dalam BI digunakan KD oleh.
√
20) Cameranya dipinjemin
sama temennya Timo.
√
21) Dibawa sama Tika ding
catatannya.
√
22) Dibawa sama siapa
catatannya?
√
23) Dibawa sama Riska.
√
24) Peminjaman kamera biar
diurus sama Jeje aja.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
25) Nanti akan dibuatkan
jadwal sama Jeje untuk
pengambilan gambarnya
teman-teman.
√
26) Surat peminjaman kelas
akan dibuat sama Tika.
√
27) Kalian kasih jadwal ke
Jeje, terus bikin janji
sama Jeje.
√
28) Perpisahan dulu sama
Rektor, sama minta
berkat sama Romo In.
√
29) Cuma kamu sama
Tamara aja po Tek yang
dari PBSI?
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
30) Kan ada bus dari Prodi
Biologi, terus ada mobil
dari kampus juga, sama
naik mobil pribadi.
√
31) Kalo sama yang pindah
kelas kita total 49 anak.
Dihubungin dulu aja
yang pindah kelas itu.
Terus kita mau iuran
berapa per anak?
√
3. Penggunaan terus
untuk Menyatakan
lalu, selanjutnya,
setelah itu,
kemudian dalam
Kalimat Majemuk
Setara
32) Terus yang ingin
berfoto silahkan pada
menghubungi jeje.
Dalam kaidah bahasa
Indonesia baku, terus sebagai
kata yang digunakan untuk
menyatakan perturutan atau
kronologis. Kata terus biasanya
digunakan untuk menyatakan
suatu perbuatan yang tidak
putus dan berlangsung pada
√
33) Kalian kasih jadwal ke
Jeje, terus bikin janji
sama Jeje.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
34) Kelompok Dredha di
lorong kampus, Tyas di
beringin Soekarno, Ayun
di lapangan Realino,
Timo di basement
auditorium, terus Eko
mau foto dimana?
waktu yang lama, meskipun
pengertian lama di sini bersifat
relatif. Munculnya kata terus
sebagai kata tugas yang
menyatakan pertuturan karena
mahasiswa terbiasa
menggunakan kata terus dalam
BJ. Dalam BJ, kata terus dapat
berfungsi ganda yaitu
menyatakan perbuatan yang
tidak terputus dan menyatakan
perturutan. Oleh karena
perbedaan dan persamaan
fungsi antara terus dalam BJ
dengan terus dalam BI,
mahasiswa masih terpengaruh
penggunaan terus dalam BJ.
√
35) Deadline tanggal 10
Maret ngasih foto
kenang-kenangan ke
umi. Terus tinggal
editing, lay out terus
cetak.
√
36) Terus, jadi minjem lensa
jadi atau tidak?
√
37) Terus ngumpulin foto ke
siapa?
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
38) Kan ada bus dari Prodi
Biologi, terus ada mobil
dari kampus juga, sama
naik mobil pribadi.
√
39) Nek wes kalah kii ngono
galo, terus mengalihkan
pembicaraan.
√
4. Penggunaan Bentuk
Superlatif yang
Berlebihan Pada
Klausa Terikat
dengan Predikat
Adjektival
40) Kalo sama yang pindah
kelas kita total 49 anak.
Dihubungin dulu aja
yang pindah kelas itu.
Terus kita mau iuran
berapa per anak?
√
41) Akan sangat baik
sekali jika konsep yang
ada segera disampaikan,
supaya tidak ada konsep
yang sama satu sama
lain.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
5. Kalimat Bahasa
Indonesia yang
Diikuti oleh Kalimat
Bahasa Daerah
(Jawa) dalam
Kalimat Luas
42) Nek wes kalah kii ngono
galo, terus mengalihkan
pembicaraan sukanya.
√
43) Misale satus seket kui
pasti, sisanya bisa untuk
properti atau layout.
√
44) Ana bonceng aku aja,
ben pas bocengan loro-
loro.
√
45) ada Nat. Tapi desa di
tempat tinggalku isinya
asli Jawa semua, dadi yo
tetep nggo bahasa Jawa
nek omongan.
√
46) Misale seratus ribu dosen
tidak bisa tercover lho.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
47) Jowo Nat. Kadang ya
bahasa Indonesia, kadang
ya dua-duanya Nat, sok
kegowo e nek lagi
ngobrol ki
√
48) yo Jawa Nat, wong
bapak, mamaku kii
wong Jowo.nek ning
sekolah bahasa
Indonesia, sekolahku di
kotanya, nah di kota itu
udah penduduk asli
Lampung.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
49) ya kayak kita ini lho, nek
ngomong gini pakai bahasa
Indonesia tapi tetep sok ono
Jawane to Nat nek
omongan.
√
50) Official yo ngewangi
nyepake kebutuhane
penyanyi, penyanyi
cuma tinggal nyanyi saja.
51) Nggowo koper gede ki
abot, nanti kena biaya
tambahan kalau
bebannya berlebihan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
6. Kalimat Bahasa
Indonesia yang
Diikuti oleh Kalimat
Bahasa Daerah
(Jawa) dalam
Kalimat Luas
52) kamu aja perlu banyak
motivasi buat nyelesein
skripsimu sendiri, kok
malah ngenehi motivasi
kancane Ris.
√
53) Nggowo koper gede ki
abot, nanti kena biaya
tambahan kalau
bebannya berlebihan.
√
7. 54) Ya ayok, ajak Lukas juga
yok. Ha mesti nek Lukas
ki memeng nek kon
mlaku-mlaku. Ajak Ana
aja yang kosnya deket.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
55) Kita juga maunya semua,
tapi kurang uangnya. Nek
duite turah akeh we ra
masalah.
√
56) Ya mau jalan-jalan aja,
mau cari-cari kaos aku,
lha udan terus entek
salinku, sekalian cari
batik buat Ibukku. Arep
kondangan wae repot.
√
57) ya nggak papa lah, enak
udah dapat kerja setelah
lulus, mbangane
pengangguran yo ra?
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
58) bingung aku Na,
kepingin cari yang di
Jogja dulu atau Jawa
paling nggak, lha aku
wedi e ning kono.
√
59) lha kowe kui yo balio
Sukabumi Ris, revisian
aja nda pernah diambil
ya Ris?
√
60) Besok kalo semua udah
pada kerja diluar kota
kamu ujian gak ada yang
nemenin Ris, wes sidang
suasanane medeni, metu
ruang sidang ra ono
konco-koncone, kui
indah pada waktunya
Ris?
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
61) Mau nemenin Natali cari
sepatu dulu buat nyanyi,
tak kon nganggo sepatu
boot ra gelem.
√
62) ahahaha....jangan
kebanyakan nonton
drakor Ris. Nonton
drakor sampai subuh aja
bisa, giliran buat skripsi
lagi setengah jam wae
wes kakehan alesan.
Endi sing meriang,
mripate pedes, hah ono-
ono wae.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
TRANSKRIP 1
P1: Selamat siang teman-teman. Siang hari ini kita akan membicarakan
rencana kita untuk membuat buku tahunan seperti zaman SMA dulu.
Nah teman-teman disini apakah ada yang tidak setuju?
P2: Lha memang berapa biayanya untuk bikin buku tahunan mo?
P1: Nah, rapatnya ini untuk membahas biaya dan konsep yang mau kita
pakai dalam buku tahunannya nanti. Sebelumnya kita bikin panitia
kecil dulu supaya ada yang mengkoordinasi. Wo kamu jadi
penanggung jawab ya, membantu teman-teman nanti.
P3: jangan lah, coba yang lain dulu. Tanggunganku banyak e.
P1: kita semua sama, tanggungannya banyak. Gak usah takut.
P3: ya sudah aku mau kalau dibantuin.
P1: Tika mana?
P4: Makan dia.
P1: Na, Ana kamu jadi bendahara ya?
P5: ya, mana memang uangnya?
P1: ya nanti dulu, kan baru mau dibentuk panitia kecil.
Lay out nanti biar Riska yang ngerjain, yang motoin Jeje ya Je.
Sekretaris biar Tika Morse. Teman-teman kemaren aku udah survei
percetakan, dan aku dapet yang murah harganya, sekitar enam juta.
P2: enam juta itu dibagi berapa anak kalo mau iuran? Kita ada berapa anak
sekelas?
P3: Tik kita berapa anak satu kelas? Yang udah pindah kelas mau diajakin
gak?
P6: Kalo sama yang pindah kelas kita total 49 anak. Dihubungin dulu aja
yang pindah kelas itu. Terus kita mau iuran berapa per anak?
P3: Na, enam juta dibagi 49 berapa Na?
P5: Sekitar seratus dua puluh ribu. Kita iuran seratus lima puluh ribu aja.
P1 : Kebanyakan gak itu?
P2 : Ya kalok sisa bisa buat yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
P1 : Sisa paling, cuman gak tau sisanya berapa?
P2: Coba seratus lima puluh dikali empat sembilan
P1: Tujuh juta tiga ratus lima puluh
P3 : Buat cetaknya dosen?
P1: Ha nek gitu dengan biaya seratus lima puluh itu kemahalan tidak?
P2: Gimana keputusanya?
P1 : misale kalo seratus lima puluh itu fix, sisanya bisa untuk properti atau
layout.
P4 : itu gak bisa di press in lagi po?
Seratus lima puluh ribu itu sangat mahal sekali.
P2 : misale seratus ribu dosen tidak bisa tercover lho.
P1 : dosenya siapa saja? Yang mau nemuin siapa?
P3 : kenapa gak semua?
P1 : Kita juga maunya semua, tapi kurang uangnya. Nek duite turah akeh
we ra masalah.
P3 : terus ngumpulin foto ke siapa?
P2: ngumpulinya ke umi dari tanggal
pembayaranya sebelum tanggal 18 Maret , ngejar waktu.
Deadline tanggal 10 Maret ngasih foto kenang-kenangan ke umi.
Terus tinggal editing, lay out terus cetak.
Fotonya akan diedit sama Jeje
P1 : terus, jadi minjem lensa jadi atau tidak?
P2 : Peminjaman lensa nanti sekiranya dibutuhkan.
P1 : Teman-teman jangan sandalan ya, waktu pengambilan foto.
P2: iya benar. Terus yang ingin berfoto silahkan pada menghubungi jeje.
P1 : Teman-teman silahkan pada berunding perkelompok untuk
menentukan konsep foto.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
P2 : Nah karena kelompoknya teman-teman sangat banyak sekali, tolong
kerja sama ya.
P1: kalau sudah pada menghubungi Jeje, nanti akan dibuatkan jadwal
sama Jeje untuk pengambilan gambarnya teman-teman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Transkrip 2
P1: guys, ke rumah Natali yuk, kan dia mau berangkat ke Sri Lanka
Kapan Tek kamu berangkat?
P2: gak usah, ngapain? Lagian Cuma seminggu, buat lomba doang bukan
mau naik Haji.
Jum’at minggu depan berangkat. Ke kampus dulu jam tujuh pagi,
padahal flight jam 11.
P1: ke kampus mau ngapain?
P2: perpisahan dulu sama Rektor, sama minta berkat sama Romo In.
P3: berapa jam Tek perjalanannya?
P2: lama, harus transit dulu di KL 4jam, baru ke Sri Lanka. Pulangnya
labih lama lagi, transit 12 jam di KL baru ke Indonesia.
P1: Cuma kamu sama Tamara aja po Tek yang dari PBSI?
P2: enggak, ada Agatha 2014, tapi bukan singer dia official.
P3: official ngapain Tek?
P2: Official yo ngewangi nyepake kebutuhane penyanyi, penyanyi cuma
tinggal nyanyi saja.
P1 : Tek, dapet sangu gak dari Rektorat?
P2: Dapet, dalam bentuk uang makan selama di sana. Ahahahah....
P1: Enak ya Tek, oleh-oleh Tek jangan lupa.
P2 : belum berangkat udah dimintain oleh-oleh.
P3: PSM gak ngadain farewell concert buat pamitan Tek?
P2 : Udah dua minggu yang lalu. Kalian kan pada nggak nonton. Udah
aku bookingin tiket, pada gak dateng, gak konfirm sama aku juga.
P3 : ya sorry Tek, eheheheh.....
P1 : aku gak dateng kan masih di Sukabumi Tek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
P2: yayaya.....gak papa.
P1: pake koper atau backpacker Tek?
P2: Nggowo koper gede ki abot, nanti kena biaya tambahan kalau
bebannya berlebihan.
P1 : oh iya, ada maksimalnya ya Tek. Bawa sangu berapa tek?
P2: hahahaha..... rahasia lah, mau nambahain po kok tanya-tanya?
Tek dari kampus pada naik apa ke bandara?
P1: kan ada bus dari Prodi Biologi, terus ada mobil dari kampus juga,
sama naik mobil pribadi.
P2: oh....kalo menang dapet reward apa Tek?
P1: ya kalo berhasil mungkin dapet gold medal sama sertifikat.
P2: kampus kasih reward apa Tek?
P1: belum tau sih kita, yang penting bisa dapet yang terbaik dulu aja,
masalah reward sih gampang. Berharapnya sih rewardnya bisa free UKT.
Ehehehehe......
P3: iya ya....udah go internasional harusnya dapet reward mahasiswanya.
P2: Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Transkrip 3
P1: ayok lah jalan-jalan kemana yuk.
P2: ya ayok, ajak Lukas juga yok. Ha mesti nek Lukas ki memeng nek kon
mlaku-mlaku. Ajak Ana aja yang kosnya deket.
P1: ya sana bilang Ana. Ameh mlaku ning ndi sik ki? Udah ngajak Ana
tapi gak tau mau kemana?
P2: Ke Malioboro mall yuk, udah lama gak ke Malioboro mall.
P1: ya aku hubungi Ana dulu. Ana ada yang boncengin gak?
P3: Ana bonceng aku aja, ben pas bocengan loro-loro.
P1: Ya aku bonceng Natali ya, Indah bonceng Clara, Ana bonceng Ncis.
P3: Ke Malioboro mau ngapain Um?
P2: Ya mau jalan-jalan aja, mau cari-cari kaos aku. Lha udan terus entek
salinku, sekalian cari batik buat Ibukku. Arep kondangan wae repot.
P1: Siapa yang mau kondangan?
P2: Bapak Ibuku mau kondangan di Wonogiri. Ana udah dihubungi
belum?
P1: udah, ayok berangkat sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Transkrip 4
P1: selesai kuliah ini kalian pada mau lanjut dimana?
P2: aku masih bingung. Masih belum mau kerja, mau s2, tapi bingung s2
apaan?
P3: sama, aku juga bingung. Suruh balik ke Batam aku disuruh kerja di
sana.
P4: aku suruh kerja di Papua sama Pakdhe ku.
P2: ya nggak papa lah, enak udah dapat kerja setelah lulus, mbangane
pengangguran yo ra?
P4: bingung aku Na, kepingin cari yang di Jogja dulu atau Jawa paling
nggak, lha aku wedi e ning kono.
P2: halah rapopo Ndah, mbangane nganggur lama.
P4: lhah kamu aja nda mau balik ke Batam Na.
P2: iya e, enak di Jogja. Serba murah di sini, mau apa aja gampang, serba
ada.
P3: sana-sana pada balik kampung, ngebak-baki Yogja wae.
P4: lha kowe kui yo balio Sukabumi Ris, revisian aja nda pernah diambil
ya Ris?
P3: Enak aja, aku ambil revisiannya, mung males nggarap aku, wes to
rasah kesusu, semua akan indah pada waktunya.
P1: waktumu kapan Ris?
P2: besok kalo semua udah pada kerja diluar kota kamu ujian gak ada
yang nemenin Ris. Wes sidang suasanane medeni, metu ruag sidang ra ono
konco-koncone, kui indah pada waktunya Ris?
P3: ya ampun, jangan lah. Doain yang baik-baik, malah yang jelek-jelek.
Ya kalian jangan pada pergi dulu sebelum aku ujian.
P2: tadi ngusir, sekarang jangan-jangan, piye to karepe?
P3: siapa yang ngusir, aku tuh memotivasi kalian biar buruan cari kerjaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
P1: kamu aja perlu banyak motivasi buat nyelesein skripsimu sendiri, kok
malah ngenehi motivasi kancane Ris.
P2: ahahaha....jangan kebanyakan nonton drakor Ris. Nonton drakor
sampai subuh aja bisa, giliran buat skripsi lagi setengah jam wae wes
kakehan alesan. Endi sing meriang, mripate pedes, hah ono-ono wae.
P3: kalo kemaren meriang beneran aku, serius.
P2: berarti sebelum-sebelumnya gak meriang beneran?
P3: lhah kok jadi aku sih yang dibahas? Udah buruan pada pesen, kalian
jadi pada makan gak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Wawancara Subjek Penelitian
Nama: Yuliana Herwinda
Tanggal: 10 Agustus 2017
Lokasi: Kampus Universitas Sanata Dharma
Traskrip Wawancara
P: Peneliti
S: Subjek penelitian
P: Win, kamu asli mana sih?
S: Temanggung Nat.
P: bahasa pertama yang kamu kuasai apa Win?
S: yo Jawa Nat, lha bapak ibuku wae nek ngmong nganggo bahasa Jawa. Mbahku
yo bahasa Jawa.
P: belajar bahasa Indonesia dimana?
S: mbien ki yo pas sekolah kae, gurune nganggo bahasa Indonesia.
P: kalau di rumah pakai bahasa apa?
S: bahasa Jawa, mbahku kan lebih sering ngomong pakai bahasa Jawa.
P: sekarang kamu bisa menguasai berapa bahasa?
S: ya tiga. Jawa, Indonesia, Inggris. Inggris tapi gak terlalu bisa juga, tapi ngerti.
P: kalau sama teman-teman pakai bahasa apa ngobrolnya?
S: ya lebih sering pakai bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Kadang malah
campur-campur bahasanya.
P: kenapa dicampur?
S: lha gimana lagi Nat, wes biasa e.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
P: ok, ya sudah. Terima kasih ya Win.
S: Ok Nat. Sama-sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Wawancara Subjek Penelitian
Nama: Lukas Budi Husada
Tanggal: 10 Agustus 2017
Lokasi: Kampus Universitas Sanata Dharma
Traskrip Wawancara
P: Peneliti
S: Subjek penelitian
P: halo Kas.
S: piye Nat?
P: Kas, asalmu mana?
S: Lubuk Linggau to Nat. Tapi sakjane aku ki asline Jowo.
P: kok asline?
S: iyo bapak ibuku ki wong Jowo Net.
P: oh, terus bahasa pertamamu apa Kas?
S: yo Jowo Nat.
P: kok bahasa Jawa? Katanya dari Lubuk Linggau?
S: kan Bapak Ibuku 100% Jawa Nat. Yo ngomonge bahasa Jawa.
P: di sana ada bahasa daerahnya juga kan Kas?
S: ada Nat. Tapi desa di tempat tinggalku isinya asli Jawa semua, dadi yo tetep
nggo bahasa Jawa nek omongan.
P: kamu bisa bahasa Indonesia dari mana?
S: pas sekolah SD Nat.
P: kalau di rumah pakai bahasa apa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
S: Jowo Nat, ning omahku Jowo kabeh.
P: sekarang menguasai berapa bahasa Kas?
S: empat noh. Jowo, Lubuk Linggau , Indonesia, Inggris. Tapi Inggris ra iso-iso
banget Nat.
P: ngobrol sama teman-tema pakai bahasa apa Kas?
S: Jowo Nat. Kadang ya bahasa Indonesia, kadang ya dua-duanya Nat, sok
kegowo e nek lagi ngobrol ki.
P: kegowo gimana Kas?
S: yo nek omongan nganggo boso Indonesia ki sok katutan boso Jowo.
P: kok bisa Kas?
S: kebiasaan e Nat soalnya.
P: ya sudah. Terima kasih ya kas.
S: sama-sama Nat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Wawancara Subjek Penelitian
Nama: Maria Kiky Adhi
Tanggal: 10 Agustus 2017
Lokasi: Kampus Universitas Sanata Dharma
Traskrip Wawancara
P: Peneliti
S: Subjek penelitian
P: Halo Ki.
S: halo Nat, ada apa?
P: Ki, kamu asal dari mana?
S: dari Sragen Nat.
P: bahasa pertama kamu bahasa apa?
S: bahasa Jawa Nat.
P:bisa bahasa Indonesia sejak kapan?
S: pas TK. Gurunya pakai bahasa Indonesia Nat. Sebenarnya sebelum TK juga
bisa tapi Cuma beberapa kata aja. Tambah bisa pas masuk TK.
P: oh...kalau ngbrol sama keluarga di sana pakai bahasa apa?
S: Jawa sih Nat. Nek bahasa Indonesia cuma aku pakai ngobrol sama temen di
sekolah aja sih Nat.
P: oh..sa mpai sekarang ini bisa berapa bahasa?
S: tiga Nat. Jawa, Indonesia dan Inggris. Inggrisnya ya pas-pasan Nat.
P: kalau ngobrol sama teman pakai bahasa apa?
S: Bahasa Indonesia Nat. Tapi kadang ada Jawanya. Ya kayak kita ini, aku sok
nyelipke bahasa Jawa gitu to Nat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
P: iya sih, lha kenapa bisa seperti itu?
S: lha suka gak sadar Nat nek kecampur-campur ngomongnya.
P: oh..ya sudah. Terima kasih ya Ki.
S: Ya Nat, sama-sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Wawancara Subjek Penelitian
Nama: Faradhita D. Maharani
Tanggal: 10 Agustus 2017
Lokasi: Kampus Universitas Sanata Dharma
Traskrip Wawancara
P: Peneliti
S: Subjek penelitian
P: Dit.
S: apa Nat?
P: kamu asli mana?
S: Sleman Nat.
P: bahasa pertama kamu apa dulu?
S: Jawa sih. Bapak Ibuku Jawa asli. Jadi pas kecil pake bahasa Jawa.
P: terus bisa bahasa Indonesia sejak kapan?
S: ya pas sekolah. Masuk TK baru tau bahasa Indonesia.
P: dirumah ngobrol pakai bahasa apa?
S: ya campur. Tapi lebih sering pakai bahasa Jawa sih.
P: sampai saat ini ada berapa bahasa yang kamu bisa?
S: dua Nat. Jawa, Indonesia aja. Inggris gak terlalu bisa sih Nat, gak lancar.
P: kalau ngobrol sama teman pakai bahasa apa?
S: ya biasanya cenderung pakai bahasa Jawa Nat. Di kampus juga kalau pakai
bahasa Indonesia kadang ada Jawanya juga.
P: kenapa bisa gitu?
S: kebiasaan e Nat, gak sadar misal ngobrol pakai bahasa Indonesia pasti ada
Jawanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
P: oh..ya sudah kalau begitu. Terima kasih ya.
S: sama-sama ya Nat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Wawancara Subjek Penelitian
Nama: Clara Wahyu
Tanggal: 10 Agustus 2017
Lokasi: Kampus Universitas Sanata Dharma
Traskrip Wawancara
P: Peneliti
S: Subjek penelitian
P: hai Clar.
S: piye Nat?
P:Clar kamu asli mana?
S: Madiun Nat.
P: bahasa pertama kamu bahasa apa?
S: yo Jawa Nat, wong Madiun.
P: bisa bahasa Indonesia sejak kapan?
S: pas sekolah. TK apa SD yo? Pokoknya pas di sekolah. Kan ngajare pakai
bahasa Indonesia Nat nek sekolah.
P: owalah...ya.
S: lalu kalau ngobrol di rumah pakai bahasa apa?
P: ya Jawa, kadang Indonesia. Tapi lebih sering bahasa Jawa sih.
S: terus sekarang sudah bisa berapa bahasa?
P: tiga Nat. Jawa, Indonesia sama Inggris.
S: lebih sering pakai bahasa apa kalau ngobrol?
P: ya bahasa Jawa. Kalau pakai bahasa Indonesia yo mesti kecolongan ono
Jawane Nat.
S: kok bisa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
P: ra sadar Nat nek lagi ngobrol ki, yo mesti kebiasaan toh Nat.
S: oalah..ya terima kasih ya Clar.
P: ya sama-sama Nat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Wawancara Subjek Penelitian
Nama: Indah Rahayu
Tanggal: 10 Agustus 2017
Lokasi: Kampus Universitas Sanata Dharma
Traskrip Wawancara
P: Peneliti
S: Subjek penelitian
P: Halo Ndah.
S: Halo Nat.
P: Ndah, asalmu dari mana?
S: Aku tu lahirnya di Lampung, dari kecil di Lampung. Tapi Mamak Bapaku asli
Jawa. Mereka dulu trasnmigran.
P: oh.. lha kalau gitu bahasa pertama kamu bahasa apa?
S: yo Jawa Nat. Desaku di Lampung sana isinya orang Jawa kebanyakan. Jadi dari
kecil ngomong pakai bahasa Jawa. Wong bapaku kalo ngomong di sana juga
pakai bahasa Jawa.
P: lha bisa pakai bahasa Indonesia sejak kapan?
S: yo pas sekolah Nat. Lali e pas TK apa SD?
P: kalau ngobrol sama orag tua disana pakai bahasa apa?
S: yo Jawa Nat, wong bapak, mamaku kii wong Jowo.nek ning sekolah bahasa
Indonesia. sekolahku di kotanya, nah di kota itu udah penduduk asli Lampung.
P: berarti bisa bahasa daerah Lampung?
S: yo iso sitik. Kalau ngobrol-ngobrol di sana ja rang pakai bahasa Lampung.
Lebih sering pakai bahasa Jawa dan Indonesia sih.
P: berarti kamu bisa berapa bahasa?
S: Jawa, Indonesia, Lampung dikit-dikit, Inggris juga dikit-dikit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
P: kalau ngobrol sama teman disini cenderung pakai bahasa apa?
S: yo Indonesia to Nat, wong kuliah PBSI kok. Tapi yo sok ono Jawane Nat.
P: maksudnya?
S: ya kayak kita ini lho, nek ngomong gini pakai bahasa Indonesia tapi tetep sok
ono Jawane to Nat nek omongan.
P: kok bisa Ndah?
S: ra sadar e Nat ngno kui. Nek pakai bahasa Indonesia sing tenan malah sok
wagu.
P: ahahaha....kok wagu?
S: lha semisal biasane ngomong “mbok ayo, mbok gak gitu, mbok cepet” hakui
kan ono Jawane to Nat. Nek ra nganggo “mbok” kii koyone aneh.
P: walah...kebiasaan ya Ndah?
S: hooh Nat.
P: ya sudah Ndah. Terima kasih ya.
S: ya Nat. Sama-sama ya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI