Post on 19-Jan-2017
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN INTELEKTUAL (INTELLIGENCE
QUOTIENT– IQ) PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DENGAN
RIWAYAT BBLR (BAYI BERAT LAHIR RENDAH) DAN
BBLC (BAYI BERAT LAHIR CUKUP)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
SALMA ASRI NOVA
G 0008239
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual
(Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup)
Salma Asri Nova, NIM : G0008239, Tahun : 2011
Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari........ , Tanggal .......................2011
Pembimbing Utama Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K) NIP. 130071958 (...................................) Pembimbing Pendamping Suci Murti Karini, Dra., MSi NIP. 19540527 198003 2 001 (..................................) Penguji Utama Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K) NIP. 19441226 197310 1 001 (..................................) Anggota Penguji Endang Sutisna Sulaiman, dr., MKes NIP. 19560320 198312 1 002 (..................................)
Surakarta,........................2011
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. H. A. A. Subijanto, dr, M.S.
NIP. 19660702 199802 2 001 NIP. 19481107 197310 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, ......................2011
Salma Asri Nova
NIM. G0008239
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Salma Asri Nova, G0008239, 2011. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir cukup. Metode Penelitian: Observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif, menggunakan teknik fixed-exposure sampling dengan jumlah sampel 48 siswa SDN 01 Jantiharjo Karanganyar. Terdiri dari 16 siswa dengan riwayat berat lahir rendah dan 32 siswa riwayat berat lahir cukup. Skor IQ diukur dengan Culture Fair Intelligence Test, sedangkan kuesioner terstruktur digunakan untuk mengetahui riwayat berat lahir, status sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Chi Square. Hasil Penelitian: Dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup, anak dengan riwayat berat lahir rendah mempunyai skor IQ <90 lebih besar secara signifikan (p=0,022). Rerata skor IQ pada anak dengan riwayat berat lahir rendah sebesar 87,2 dan untuk anak dengan riwayat berat lahir cukup sebesar 98,6. Anak dengan status sosial-ekonomi orang tua rendah mempunyai skor IQ <90 lebih besar dibandingkan anak dengan sosial-ekonomi orang tua menengah (p=0,010). Faktor pendidikan ibu tidak berhubungan dengan skor IQ anak. Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan skor IQ yang signifikan antara anak dengan riwayat BBLR dan BBLC di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar. Anak dengan riwayat BBLR cenderung mempunyai skor IQ <90 lebih besar dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup. Kata kunci : Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Bayi berat lahir cukup (BBLC),
skor IQ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Muhammad Aria Novianto, G0008227, 2011. The Differences of Emotional Quotient between Student Organization Activist and Student Organization Non Activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta. Objectives: This research aims to know the difference of emotional quotient between student organization activist and student organization non activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach and had been done in March 2011 in Medical Faculty of Sebelas Maret University. Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criteria. The inclusion criteria were student semester VI (Force 2008), willing to be a respondent and approved the informed consent has sheet. Samples can not be selected if the score LMMPI more than equal to ten, severe physical illness, ever EQ training. Sample fill the biodata and informed consent as a sign of approval, L-MMPI scale questionnaire to assess and find honesty in answering questions given, questionnaire Emotional Quotient. Eighty four samples were obtained and analyzed using data normality test with Kolmogorov-Smirnov and Mann-Whitney test through SPSS 17.00 for Widows.…………………………………………………. Results : This research shows a significant mean difference of emotional quotient for student organizationactivist is 118,5 ± 11,127 and for non activist student organizationnon activist is 107,2 ± 9,620. The Mann Whitney test shows p=0,000 Conclusion: This study found a significant difference of emotional quotient between student organization activist and student organization non activist in Medical Faculty of Sebelas Maret University. The student organization activist is more than student organization non activist. Key words : low birth weight, normal birth weight, IQ score
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan taufik, hidayah, dan kekuatan serta kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient-IQ) pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Riwayat BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan BBLC (Bayi Berat Lahir Cukup)”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Yulidar Hafidh, dr., Sp.A(K), selaku Pembimbing Utama yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.
4. Suci Murti Karini, Dra., MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat.
5. Prof. Dr. Harsono Salimo, dr., Sp.A (K), selaku Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.
6. Endang Sutisna Sulaiman, dr., MKes, selaku Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.
7. Kepala Sekolah dan segenap guru di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar atas kesediaan tempat, waktu,dan kerjasamanya dalam penelitian ini.
8. Segenap staf skripsi, staf SMF IKA dan staf RSUD Dr. Moewardi atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Papa, Mama, Mas Arif, Mbak Iis, Mas Iun, Mas Aas, Nugrahir, serta seluruh keluarga yang telah memberi dukungan moral, material, serta senantiasa mendoakan untuk terselesaikannya skripsi ini.
10. Teman-teman tersayang yang selalu memotivasi penulis dengan tawa dan semangat mereka.
11. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, 2011
Salma Asri Nova
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 5
1. Bayi Berat Lahir Cukup.................................................................. 5
2. Bayi Berat Lahir Rendah ................................................................ 6
3. Inteligensi ........................................................................................ 15
4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) pada Anak dengan
Riwayat Berat Lahir Rendah dan Berat Lahir Cukup .................... 24
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 27
C. Hipotesis ............................................................................................ 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 29
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 29
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 29
C. Subyek Penelitian ........................................................................ 29
D. Teknik Sampling .......................................................................... 30
E. Rancangan Penelitian ................................................................. 31
F. Identifikasi Variabel Penelitian..................................................... 32
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................... 32
H. Pengumpulan Data ........................................................................ 34
I. Teknik Analisis Data..................................................................... 35
BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 37
A. Karakteristik Responden .................................................................. 37
B. Analisis Data.. .................................................................................. 43
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 44
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 49
A. Simpulan .......................................................................................... 49
B. Saran ................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden ................................................................. 38
Tabel IV.2. Rerata Skor IQ ................................................................................. 39
Tabel IV.3. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok BBLR dan
BBLC ............................................................................................. 39
Tabel IV. 4. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Status
Sosial-Ekonomi Orang Tua ............................................................. 41
Tabel IV. 5. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Tingkat
Pendidikan Ibu ................................................................................ 42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 27
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian ............................................................ 31
Gambar 4.1. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok BBLR
dan BBLC ............................................................................... 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian SDN 01 Jantiharjo Karanganyar
Lampiran 2. Surat Ijin Peminjaman Alat Tes Unit Layanan Psikologi
Lampiran 3. Informed Consent
Lampiran 4. Kuesioner Riwayat Kelahiran dan Status Sosial-Ekonomi Orang
Tua
Lampiran 5. Data Hasil Penelitian
Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Unit Layanan Psikologi
Lampiran 7. Hasil Analisis Data Penelitian
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Chi Square Manual
Lampiran 9. Tabel Uji Chi Square
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan ibu dan anak menentukan tercapainya kualitas hidup yang
baik pada keluarga dan masyarakat. Penyebab kematian neonatus yang
terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada
janin, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah (Profil Depkes RI,
2006). World Health Organization (WHO) sejak tahun 1961 menyatakan
bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan
2.500 gram disebut low birth weight infant (Surami, 2003).
WHO memperkirakan lebih dari 20 juta Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR) lahir setiap tahun. Kejadian BBLR di 25 negara berkembang sebesar
23,6 % sedangkan di 11 negara maju kejadian BBLR sebesar 5,9 %. Terlihat
bahwa kejadian BBLR di negara berkembang 4 kali lebih besar dibanding
dengan BBLR di negara maju (Agustina, 2006).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9-30 %. Secara nasional, angka BBLR
mencapai rentang 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang
ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010
yakni 7 % (Mulyawan, 2009). Menurut Sondari (2006) profil kesehatan tahun
2005 Propinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa jumlah bayi lahir pada tahun
2003 sebesar 543.387 jiwa dengan kasus BBLR sebesar 10.979 jiwa atau 2,02
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
% dari jumlah lahir. Sedangkan pada tahun 2004 jumlah lahir sebesar 678.154
jiwa dengan kasus BBLR sebesar 10.420 jiwa atau 1,54 % dari jumlah bayi
lahir.
Bayi berat lahir rendah biasanya memiliki fungsi sistem organ yang
belum matur sehingga dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan
lingkungan. Beberapa penelitian mengungkapkan anak yang lahir dengan berat
badan di bawah normal mempunyai pola pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan cukup (Sulistyono,
2006).
Menurut Sianturi (2007) kondisi BBLR akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan kesehatan anak selanjutnya. Selain kekurangan gizi,
bayi yang baru lahir tersebut juga akan mengalami kemunduran perkembangan
otak. Hal ini akan berakibat terjadinya penurunan kemampuan belajar dan
kemampuan akademik pada usia yang lebih lanjut.
Inteligensi terkait erat dengan tingkat kemampuan seseorang
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik kemampuan secara fisik
maupun non fisik. Hasil dari inteligensi dapat diperoleh dengan cara mengukur
inteligensi atau biasa disebut dengan tes IQ (Intelligence Quotient). Dalam
pengukuran ini harus dibantu oleh tenaga ahli psikologi (Azwar, 2008).
Pada umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang
lebih besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya
< 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4 kg mencapai 10 angka (Matte et al.,
2001). Studi lain mencatat bahwa BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
(Syafiq, 2007 cit Sari, 2010).
Kejadian retardasi perkembangan neurologik dan mental pada bayi
dengan berat lahir yang sangat rendah berkisar antara 10-20 %, termasuk
cerebral palsi 3-5 %, cacat pendengaran dan penglihatan yang sedang sampai
berat 1-4 %, dan kesukaran belajar 20 %, IQ global rata-rata sebesar 90-97, dan
76 % di antaranya dapat mengikuti sekolah normal (Markum, 1999).
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia
sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat
Lahir Cukup (BBLC)?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada anak usia
sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Bayi Berat
Lahir Cukup (BBLC).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Mengetahui apakah terdapat perbedaan Intelligence Quotient (IQ) pada
anak usia sekolah dasar dengan riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
dan Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pada ibu hamil untuk
memperhatikan kesehatannya selama kehamilan, sehingga mengurangi
risiko lahirnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi petugas
kesehatan dalam peningkatan mutu pelayanan, sehingga mengurangi
risiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian
selanjutnya di masa yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Bayi Berat Lahir Cukup
a. Pengertian
Menurut Saifuddin (2002) bayi baru lahir adalah bayi yang
baru lahir selama satu jam pertama kelahiran. Bayi berat lahir cukup
adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42
minggu dan berat lahir 2.500 gram sampai 4.000 gram.
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi
baru lahir. Rata-rata berat bayi normal dengan gestasi 37-41 minggu
adalah 3.000-3.600 gram. Selain itu, berat badan lahir dipengaruhi oleh
ras, status ekonomi orang tua, dan jumlah paritas ibu. Secara umum
berat bayi lahir rendah dan berat bayi lahir berlebih lebih besar
risikonya untuk mengalami masalah (Damanik, 2008).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir
Berat lahir dipengaruhi oleh lamanya kehamilan dan
pertumbuhan intrauterin. Bayi yang mengalami gangguan intrauterin
disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor yang mempengaruhi transport nutrisi ibu hamil ke plasenta
sedangkan faktor ekstrinsik adalah sosial ekonomi, pendidikan,
lingkungan dan kebiasaan hidup (Oxorn, 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Sedangkan menurut Damanik (2008), faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut :
1) Faktor lingkungan internal yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran,
paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan
kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.
2) Faktor lingkungan eksternal yaitu meliputi kondisi lingkungan,
asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.
3) Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (ANC).
2. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
a. Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat
lahir kurang dari 2.500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai
dengan 24 jam pertama setelah lahir (Depkes, 2004).
BBLR dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir
rendah karena premature (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau
bayi berat lahir rendah karena Intrauterine Growth Retardation
(IUGR) yaitu bayi cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk
usianya (Depkes RI, 2003).
Demikian pula menurut Manuaba (1998) terdapat dua bentuk
penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram,
yaitu karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
rendah dari semestinya, sekalipun cukup umur, atau karena kombinasi
keduanya (Manuaba, 1998).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby
dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah). Hal ini
dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir bayi premature (Prawiroharjo, 2005).
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat kurang
dari 2.500 gram.
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi
berat lahir rendah dibedakan dalam (Saifuddin, 2002):
1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500 – 2.499 gram.
2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir 1.000 –
1.499 gram.
3) Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), berat lahir < 1.000
gram.
b. Etiologi
1) Faktor ibu
a) Jumlah paritas
Banyaknya anak yang dilahirkan seorang ibu akan
mempengaruhi kesehatan ibu dan merupakan faktor risiko
terjadinya BBLR (Depkes RI, 2003). Selanjutnya Manuaba
(1998) berpendapat bahwa jumlah anak lebih dari 4 dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat
persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.
b) Jarak kehamilan yang terlalu dekat
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat menimbulkan
pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan
perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum
pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak
berdekatan akan mengalami peningkatan risiko terhadap
terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena
alasan placenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta
dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Manuaba,
1998).
c) Penyakit
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
BBLR, antara lain: hipertensi, penyakit ginjal kronik,
diabetes mellitus yang berat, toksemia, penyakit paru kronik
(Prawirohardjo, 2005).
d) Usia ibu
Manuaba (1998) menjelaskan bahwa umur ibu kurang dari
20 tahun menunjukkan rahim dan panggul ibu belum
berkembang sempurna. Di samping itu, usia di atas 35 tahun
cenderung mengakibatkan timbulnya masalah kesehatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kronis seperti hipertensi dan DM serta risiko terjadinya
plasenta previa (Hartanto, 2004).
Kejadian BBLR berdasarkan usia ibu, paling tinggi terjadi
pada ibu yang melahirkan di bawah usia 20 tahun, yaitu 9,8 %
kemudian antara umur 20-34 tahun 6,5 % dan yang berumur
lebih dari 35 tahun yaitu 4,1 % (Mulyawan, 2009).
e) Usia Kehamilan
Kehamilan yang kurang dari 37 minggu merupakan
penyebab utama terjadinya BBLR. Usia kehamilan yang belum
mencukupi menyebabkan pertumbuhan janin yang belum
sempurna, baik organ reproduksi maupun pernafasan, sehingga
bayi kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya (Mansjoer,
2001).
2) Faktor janin
Menurut Prawirohardjo (2005) terjadinya BBLR dari faktor janin
disebabkan oleh:
a) Jenis kelamin
Bayi laki-laki saat lahir rata-rata memiliki berat lahir 150
gram lebih berat daripada bayi perempuan. Diduga hal ini
akibat stimulasi hormon androgen atau karena kromosom Y
memuat materi genetik yang dapat meningkatkan pertumbuhan
janin laki-laki. Pada umur kehamilan yang sama, janin dengan
jenis kelamin laki-laki lebih berat 5 % dan lebih panjang 1 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dibanding dengan janin jenis kelamin perempuan (Mulyawan,
2009).
Penelitian Rosemary (Mulyawan, 2009) menunjukkan
bahwa risiko melahirkan bayi laki-laki dengan BBLR adalah
0,82 kali lebih kecil dibandingkan dengan melahirkan bayi
perempuan BBLR.
b) Kehamilan ganda
Pada kehamilan ganda terjadi distensi uterus berlebihan,
sehingga melewati batas toleransi dan seringkali terjadi partus
prematurus. Berat badan janin pada kehamilan ganda lebih
ringan daripada janin kehamilan tunggal pada umur kehamilan
yang sama. Masing-masing berat janin hamil kembar lebih
rendah 1000-700 gram dari hamil tunggal (Prawirohardjo,
2005).
Hal tersebut ditegaskan oleh Manuaba (1998) yang
menyatakan bahwa kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada
kehamilan ganda bertambah, sehingga dapat menyebabkan
anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga sering lahir bayi
yang kecil.
c) Hidramnion
Hidramnion adalah keadaan di mana banyaknya air ketuban
melebihi 2.000 cc. Hal ini menyebabkan uterus mengalami
distensi yang berlebihan sehingga timbul kontraksi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
mengakibatkan janin lahir sebelum waktunya dengan berat
lahir rendah (Prawirohardjo, 2005).
d) Perdarahan antepartum
Menurut Manuaba (1998), perdarahan antepartum adalah
perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber
pada kelainan plasenta, seperti plasenta previa maupun solutio
plasenta. Perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta
biasanya lebih banyak, sehingga dapat mengganggu sirkulasi
O2 dan CO2 serta nutrisi ibu kepada janin, sehingga melahirkan
bayi prematur (Prawirohardjo, 2005).
e) Ketuban pecah dini
Ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi
sebelum proses persalinan berlangsung. Pada persalinan normal
selaput ketuban biasanya pecah atau dipecahkan setelah
pembukaan lengkap (Manuaba, 1998).
Ketuban pecah dini merupakan salah satu kondisi ibu yang
merangsang terjadinya kontraksi spontan sehingga terjadi
kelahiran prematur dengan berat lahir rendah (Prawirohardjo,
2005).
3) Penyebab lain
a) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
Keterbatasan status sosial-ekonomi berpengaruh terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal dan
pemenuhan gizi yang adekuat (Depkes RI, 2003).
b) Tingkat pendidikan ibu
Penelitian Setyowati dkk tahun 1996 seperti dikutip Sianturi
(2007) menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah terutama
pendidikan SD ke bawah, cenderung untuk melahirkan bayi
BBLR dibandingkan pendidikan SLTP dan SMA. Ibu dengan
latar belakang pendidikan yang rendah kurang menyadari
pentingnya informasi tentang kesehatan ibu saat hamil.
c. Risiko BBLR pada ibu hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi,
karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama
kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besar organ
kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu
(Prawirohardjo, 2005). Kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan
saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus,
kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, lahir dengan berat
badan lahir rendah (Behrman, 2000).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui
dan memantau pertumbuhan pada janin, antara lain memantau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pertambahan berat badan selama kehamilan dan mengukur Lingkar
Lengan Atas (LILA) serta kadar Hb ibu hamil. Pengukuran LILA
dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang
Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk
mengetahui kondisi ibu hamil apakah menderita anemia gizi
(Damanik, 2008).
Ambang batas lingkar lengan atas wanita usia subur dengan
risiko KEK adalah 23,5 cm. Jika LILA kurang dari 23,5 cm artinya
wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan
melahirkan bayi dengan BBLR. Untuk mencegah KEK pada ibu hamil,
wanita usia subur harus mempunyai gizi yang baik sebelum kehamilan.
Apabila LILA ibu sebelum hamil masih belum mencukupi, sebaiknya
kehamilan ditunda terlebih dahulu sehingga tidak berisiko melahirkan
BBLR (Mulyawan, 2009). Damanik (2008) menambahkan bahwa
kondisi Kekurangan Energi dan Protein (KEP) pada ibu hamil, akan
berpengaruh besar terhadap anatomi otak bayi yang kelak dilahirkan.
Yaitu menyangkut berat otak, jumlah sel otak dan besar sel otak.
Kekurangan gizi saat kehamilan akan menggangu tumbuh
kembang janin. Penelitian Rosemary dalam Mulyawan (2009)
menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status
gizi kurang sebelum hamil mempunyai risiko 4,27 kali untuk
melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
status gizi baik.
Ibu yang mengalami malnutrisi saat kehamilan, volume
darahnya menurun dan cardiac output tidak adekuat. Sehingga aliran
darah ke plasenta juga menurun, mengakibatkan plasenta kecil,
berkurangnya transfer makanan, dan berakhir dengan retardasi
pertumbuhan janin (Soetjiningsih, 1995).
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan
kebutuhan zat besi. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan
atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel
otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang
dilahirkan. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi (Soetjiningsih, 1995).
Selanjutnya Fajriyah (2008) menegaskan bahwa ibu hamil penderita
anemia berat mempunyai risiko untuk melahirkan BBLR 4,2 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gizi yang
baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak
mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan
berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi
normal, tidak menderita sakit anemia, dan tidak ada gangguan gizi
pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi
lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
yang sebaliknya.
3. Inteligensi
a. Pengertian
Definisi inteligensi menurut David Wechsler seperti dikutip dari
Azwar (2008) adalah kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang
untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional serta
menghadapi lingkungannya dengan efektif. Sedangkan Alfred Binet,
tokoh utama perintis pengukuran inteligensi bersama Theodore Simon
(Azwar, 2008) mendefinisikan inteligensi meliputi tiga komponen,
yaitu (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan
tindakan, (2) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan
tersebut telah dilaksanakan, dan (3) kemampuan untuk mengkritik diri
sendiri atau melakukan autocriticism.
Sementara itu, Santrock (1995) mendefinisikan inteligensi sebagai
kemampuan verbal, ketrampilan-ketrampilan pemecahan masalah dan
kemampuan untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidup sehari-
hari dan menyesuaikan diri dengannya.
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat
disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan umum seseorang
untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berfikir secara rasional, dan
menyesuaikan diri dengan cara yang tepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Intelligence Quotient (IQ)
Intelligence Quotient (IQ) adalah skor yang diperoleh dari tes
inteligensi, dengan mengukur proses berpikir konvergen, yaitu
kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang
logis berdasarkan informasi yang diberikan (Guilford,1982 cit Senjaya,
2009). IQ dapat ditentukan sebagai cara numerik untuk menyatakan
taraf inteligensi dengan rumus:
IQ = x 100 (Azwar, 2008)
Namun, hubungan linier di atas tidak dapat terus dilakukan. Setelah
memasuki usia remaja akhir, usia mental seseorang tidak lagi banyak
berubah, bahkan cenderung menurun. Di sisi lain, usia kalender
seseorang terus bertambah dari waktu ke waktu. Rata-rata skor tes
yang diperoleh orang pada usia 40 tahun relatif sama dengan rata-rata
skor sewaktu ia masih berusia 15 tahun (Cronbach, 1970 cit Azwar,
2008).
Hasil penelitian Terman pada tahun 1956 menunjukkan bahwa skor
tes IQ rata-rata adalah 90-110 (Ruch, 1970 cit Loekito, 2004).
Meskipun demikian, tidak semua tes inteligensi akan menghasilkan
angka IQ karena IQ memang bukan satu-satunya cara untuk
menyatakan tingkat kecerdasan seseorang. Beberapa macam tes
inteligensi bahkan tidak menghasilkan IQ akan tetapi memberikan
Umur mental
Umur kalender
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
klasifikasi tingkat inteligensi seperti kategori pola berpikir divergen
atau konvergen (Azwar, 2008).
IQ ditujukan untuk mengukur dan mengetahui fungsi otak kiri yang
mengatur kemampuan kognisi, seperti kemampuan berbahasa, analisa,
akademis, logika, dan intelektual. IQ mengukur bagaimana kinerja
seseorang dalam sebuah tes inteligensi dibandingkan dengan
keseluruhan populasi (Alder, 2001).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ anak
Individu tidak dilahirkan dengan IQ yang tidak dapat berubah,
tetapi IQ menjadi stabil secara bertahap selama masa kanak-kanak, dan
hanya berubah sedikit setelah itu (Loekito, 2004). Menurut Boeree
(2003) inteligensi anak dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu: (1) faktor genetik, (2) faktor
gizi dan (3) faktor lingkungan.
1) Genetik
Kecerdasan dapat diturunkan melalui gen-gen dalam
kromosom (Boeree, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa korelasi
nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Pada anak kembar,
keduanya memiliki korelasi nilai tes IQ sangat tinggi, sekitar 0,90.
Sedangkan pada anak yang diadopsi berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50
dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20
dengan ayah dan ibu angkatnya (Loekito, 2004).
Sementara itu, Santrock (2007) berpendapat bahwa faktor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
genetik bukanlah penentu utama kecerdasan. Meskipun dukungan
genetik mempengaruhi tingkat intelektual seseorang, namun
pengaruh lingkungan juga berperan penting dalam mengubah skor
IQ secara signifikan.
2) Gizi
Faktor gizi adalah faktor esensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan otak. Kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan
terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga
kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi
ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia
(neurotransmitter) dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan anak (Pamularsih, 2009 cit Sari, 2010).
Gizi yang baik sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak,
terutama saat kehamilan dan bayi lahir, di mana sel-sel otak sedang
tumbuh dengan pesat. Gizi yang kurang tentu akan mempengaruhi
kerja otak di kemudian hari (Sari, 2010).
Penelitian Sari (2010) menunjukkan bahwa siswa dengan status
gizi rendah mempunyai skor IQ lebih rendah sebesar 13 poin
secara signifikan dibandingkan siswa dengan status gizi normal.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Wibowo et al. (Sari, 2010),
telah membuktikan bahwa status gizi anak mempunyai dampak
positif terhadap inteligensinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Lingkungan
Meskipun terdapat ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, tetapi lingkungan dapat menimbulkan perubahan yang
berarti. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif
emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang penting.
Anak-anak yang terpapar kekerasan rumah tangga memiliki IQ
yang secara rata-rata, delapan poin lebih rendah dari IQ anak-anak
yang tidak terpapar pada kekerasan (Jensen, 2008).
Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan
anak, antara lain: hubungan orang tua dan anak, tingkat pendidikan
ibu, dan riwayat sosial budaya (Wibowo et al., 1995 cit Sari 2010).
Penghasilan orang tua yang rendah menyebabkan terhambatnya
perkembangan kognitif anak (Mc Wayne, 2004 cit Sari, 2010).
Menurut Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003),
perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki
korelasi dengan berat badan lahir. Sebuah studi mencatat bahwa
BBLR menurunkan skor IQ sampai 5 poin (Syafiq, 2007 cit Sari,
2010). Jensen (2008) menambahkan bahwa anak-anak yang
memiliki gangguan dalam memberikan perhatian/hiperaktif
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) memiliki
kemampuan kognitif yang lebih rendah secara keseluruhan seperti
yang ditunjukkan melalui tes IQ skala penuh dibandingkan dengan
anak-anak tanpa gangguan ADHD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d. Pengukuran IQ
Beberapa macam jenis tes IQ yang sering digunakan untuk usia
anak-anak, antara lain:
1) Stanford-Binet Intelligence Scale
Tes ini dikelompokkan menurut berbagai level usia. Dalam
masing-masing tes untuk setiap level usia berisi soal-soal dengan
taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Skala Stanford-Binet
dikenakan secara individual. Tes ini dilaksanakan pada satu
individu dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi tes.
Oleh karena itu pemberi tes adalah orang yang mempunyai latar
belakang pendidikan yang cukup di bidang psikologi (Azwar,
2008).
Menurut revisi terakhir, konsep inteligensi Stanford-Binet
dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing
diwakili oleh beberapa tes. Antara lain: (1) penalaran verbal, (2)
penalaran kuantitatif, (3) penalaran visual abstrak, (4) dan memori
jangka pendek (Baron 1996, cit Azwar, 2008).
Menurut skala Stanford-Binet, IQ diklasifikasikan sebagai
berikut:
a) 140-169 : Sangat Superior
b) 120-139 : Superior
c) 110-119 : Bright Normal (High Average)
d) 90-110 : Average (Rata-Rata)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
e) 80-89 : Low Average
f) 70-79 : Borderline-Defective
2) Wechsler Intelligence Scale for Children –Revised (WISC -R)
WISC-R dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak
usia 6 sampai 16 tahun. Tes ini termasuk tes individual, terdiri atas
12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai
persediaan apabila diperlukan penggantian subtes. Keduabelas
subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu skala
verbal dan performansi (Azwar, 2008).
Pemberian skor pada subtes WISC-R didasarkan atas
kebenaran jawaban dan waktu yang diperlukan. Skor WISC-R
kemudian dikonversikan ke dalam bentuk angka standar melalui
tabel, sehingga akhirnya diperoleh satu angka IQ-deviasi untuk
skala verbal, satu angka IQ-deviasi untuk skala performansi, dan
satu angka IQ-deviasi untuk keseluruhan skala (Azwar, 2008).
3) Coloured Progressive Matrices (CPM)
Coloured Progressive Matrices merupakan salah satu contoh
bentuk skala inteligensi yang disusun oleh J.C.Raven, dan dapat
diberikan secara individual maupun kelompok. CPM merupakan
tes yang bersifat non verbal, materi soal-soal yang diberikan tidak
dalam bentuk tulisan atau bacaan, melainkan dengan gambar-
gambar yang berupa figur dan desain abstrak, sehingga diharapkan
tidak tercemari oleh faktor budaya (Azwar, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Tes ini mengukur kemampuan anak usia antara 5 sampai 11
tahun. Di samping itu, tes ini dapat dipakai untuk anak-anak yang
tergolong defective atau pada orang yang lanjut usia (Murjono,
1996).
Soal yang mudah menuntut ketepatan dalam diskriminasi,
sedangkan soal yang lebih sulit melibatkan kemampuan analogi
pergantian pola serta hubungan logis. Raven (1974) berpendapat
bahwa tes CPM dimaksudkan untuk mengungkap aspek: (a)
berpikir logis, (b) kecakapan pengamatan ruang, (c) kemampuan
untuk mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan
bagian-bagian, jadi termasuk kemampuan analisis dan kemampuan
integrasi, (d) kemampuan berpikir secara analogi.
CPM tidak memberikan suatu angka IQ akan tetapi
menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level intelektualitas dalam
beberapa kategori, menurut besarnya skor dan usia subyek yang
dites, yaitu:
a) Grade I : Kapasitas intelektual Superior.
b) Grade II : Kapasitas intelektual Di atas rata-rata
c) Grade III : Kapasitas intelektual Rata-rata.
d) Grade IV : Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata.
e) Grade V : Kapasitas intelektual Terhambat.
4) Culture Fair Intelligence Test (CFIT)
Cattel dalam Kumara (1989) mengembangkan Culture Fair
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Intelligence Test. Tes ini menyajikan soal-soal yang menghendaki
subyek memilih suatu desain yang tepat melengkapi suatu desain
tertentu, mencari figur geometris yang paling berbeda dengan figur
lainnya.
CFIT mengkombinasikan beberapa pertanyaan bersifat
pemahaman gambar-gambar sehingga dapat mengurangi sebanyak
mungkin pengaruh kecakapan verbal, iklim kebudayaan, dan
tingkat pendidikan (Kumara, 1989). Tes ini membuat batasan yang
lebih jelas antara kemampuan dasar dengan hasil belajar khusus
serta memberikan analisis dan prediksi yang lebih baik dari potensi
maksimal individu.
CFIT skala 2 untuk anak-anak usia 8-14 tahun dan untuk orang
dewasa yang memliki kecerdasan di bawah normal. Skala 3 untuk
usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan
tinggi (Kumara, 1989). Menurut skala Cattel, IQ diklasifikasikan
sebagai:
a) 140 - 169 : Very Superior
b) 120 - 139 : Superior
c) 110 - 119 : High Average
d) 90 - 109 : Average
e) 80 - 89 : Low Average
f) 70 - 79 : Borderline
g) 30 - 69 : Mentally Defective
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
4. Perbedaan Tingkat Kecerdasan Intelektual (IQ) pada Anak dengan
Riwayat Berat Lahir Rendah (BBLR) dan Berat Lahir Cukup
(BBLC)
BBLR dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, gangguan pendengaran, penglihatan, gangguan belajar,
retardasi mental, masalah perilaku dan cerebral palsy, serta rentan terhadap
infeksi saluran pernafasan bagian bawah (Agustina, 2006).
Sementara itu menurut Sukadi (2004), masalah jangka panjang
yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat badan lahir rendah,
antara lain: (a) gangguan perkembangan, (b) gangguan pertumbuhan, (c)
gangguan penglihatan, (d) gangguan pendengaran, (e) penyakit paru
kronis, (f) kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit, (g)
kenaikan frekuensi kelainan bawaan. Sulistiyono (2006) menegaskan
bahwa bayi yang lahir dengan berat badan di bawah normal mempunyai
pola pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang lahir
dengan berat badan cukup.
Anak yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki skor
kecerdasan yang jatuh dalam kisaran normal, tapi nilainya secara
signifikan lebih rendah daripada anak yang lahir pada berat badan cukup.
Selain itu, bayi berat lahir rendah cenderung mempunyai masalah
perkembangan motorik yang lebih signifikan. Berat lahir rendah
merupakan faktor risiko terjadinya gangguan perkembangan saraf yang
mempengaruhi fungsi kognitif pada anak usia dini. Sejumlah penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
lain juga melaporkan bahwa anak dengan berat lahir rendah lebih memiliki
kesulitan akademis dibanding anak dengan berat lahir cukup (Lorentz et
al., 1998 cit Erickson et al., 2009).
Selain itu, malnutrisi yang ditimbulkan akibat BBLR menyebabkan
gangguan morfologi, fisiologi dan neurokimia otak selama periode kritis
pengembangan sistem saraf (Morgane et al., 1993 cit Erickson et al.,
2009).
Inteligensi didefinisikan sebagai bentuk kemampuan seseorang
dalam memperoleh pengetahuan (mempelajari dan memahami),
mengaplikasikan pengetahuan (memecahkan masalah), serta berfikir
abstrak (Boeree, 2003). Dari definisi di atas dapat diartikan bahwa
inteligensi merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pencapaian
prestasi belajar, meskipun bukan satu-satunya faktor yang menentukan
keberhasilan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa anak dengan tingkat
inteligensi rendah pada umumnya mengalami kegagalan dalam belajar.
Anak tersebut lambat belajar dan membutuhkan waktu belajar lebih
banyak bila dibandingkan dengan anak-anak yang intelegensinya normal
(Senjaya, 2009).
Menurut Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003),
perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai IQ memiliki
korelasi dengan berat badan lahir, sedangkan lama dalam kandungan
mempunyai korelasi yang bermakna dengan perkembangan motorik anak.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan adanya kelahiran prematur di mana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
lama janin dalam kandungan kurang dari normal dan berat badan lahir
yang rendah dapat menyebabkan adanya gangguan kognitif maupun
motorik pada anak.
Usia kehamilan berkaitan dengan nilai kognitif. Otak yang belum
mature rentan terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan
intraventricular, perdarahan matriks germinal, periventricular
leukomalacia, mielinisasi yang tertunda dan volume otak yang berkurang,
sehingga berdampak pada fungsi kognitif anak (Kuperus et al., 2008).
Penelitian yang dilakukan Center for Urban Epidemiologic Studies
New York, AS, menemukan adanya hubungan antara berat lahir bayi
dengan tingkat kecerdasan (IQ) bayi yang diukur 7 tahun kemudian. Pada
umumnya bayi-bayi dengan berat lebih tinggi memiliki IQ yang lebih
besar. Bahkan rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat lahirnya <
2.500 gram dengan bayi yang lahirnya 4 kg mencapai 10 angka. Selain itu,
penelitian Chase (1971) menunjukkan bahwa pada BBLR terjadi
penurunan berat total otak sebanyak 13%, penurunan otak kecil sebesar
30%, dan penurunan otak besar 12% (Matte et al., 2001).
Pada umumnya makin imatur dan makin rendah berat lahir bayi,
makin besar kemungkinan terjadinya kecerdasan yang kurang dan
gangguan neurologik. Selain kekurangan gizi, bayi yang baru lahir
tersebut juga akan mengalami kemunduran otak. Hal ini akan berakibat
terjadinya penurunan kemampuan belajar dan kemampuan akademik pada
usia yang lebih lanjut. Keadaan gizi yang buruk sewaktu bayi di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
kandungan maupun setelah dilahirkan mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap perkembangan otaknya (Markum, 1999). Kejadian BBLR di
Indonesia masih perlu dicermati bersama, karena bayi berat lahir rendah
dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya (Mulyawan, 2009)
B. Kerangka Pemikiran
diteliti
------------ tidak diteliti
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Faktor Janin 1. Jenis kelamin 2. Kehamilan ganda 3. Hidramnion 4. Perdarahan antepartum 5. Ketuban pecah dini
Faktor Ibu 1. Paritas 2. Jarak kehamilan 3. Penyakit 4. Usia ibu 5. Usia Kehamilan
Perkembangan kecerdasan anak
a. Genetik b. Gizi c. Riwayat perinatal d. Riwayat penyakit
infeksi
Tingkat pendidikan ibu
Tes IQ
Riwayat Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)
Status sosio-ekonomi orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Keterangan : Faktor janin dan faktor ibu mempengaruhi berat bayi saat
dilahirkan. Sedangkan berat lahir akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan
anak. Kemudian perkembangan kecerdasan anak dipengaruhi oleh genetik, gizi,
riwayat perinatal dan penyakit infeksi. Status sosial-ekonomi orang tua dan
pendidikan ibu turut berperan dalam perkembangan kecerdasan anak sebagai
variabel perancu yang dikendalikan dalam penelitian ini.
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia
sekolah dasar dengan riwayat berat lahir rendah dan berat lahir cukup.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik
dengan pendekatan kohort retrospektif yang mengkaji perbedaan tingkat
kecerdasan intelektual (IQ) pada anak usia sekolah dasar dengan riwayat
berat lahir rendah dan berat lahir cukup.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Dasar Negeri 01 Jantiharjo
Karanganyar. Alasan dipilihnya sekolah dasar ini adalah:
a. Lokasi mudah dijangkau.
b. Tersedianya data yang dibutuhkan untuk penelitian.
c. Kemudahan dalam hal perizinan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 31 April 2011.
C. Subyek Penelitian
Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
1. Siswa/siswi kelas 1-6 sekolah dasar.
2. Umur 6-12 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Adapun kriteria eksklusi adalah:
1. Siswa/siswi yang tinggal kelas berulang kali sehingga usia > 12 tahun.
2. Siswa/siswi piatu.
3. Siswa yang tidak tinggal dengan ibu/orang tua bercerai/diasuh wali.
4. Sakit saat pengambilan data.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah fixed-exposure sampling,
di mana pemilihan sampel berdasarkan status paparan subyek yaitu
terpapar dan tidak terpapar. Teknik ini memastikan jumlah subyek
penelitin yang cukup dalam kelompok yang terpapar dan tidak terpapar,
sehingga menguntungkan peneliti ketika prevalensi yang diteliti rendah
(Murti, 2010).
Dalam penelitian ini, subyek dibagi menjadi kelompok BBLR dan
berat lahir cukup dengan perbandingan 1 : 2, karena prevalensi paparan
faktor yang diteliti rendah. Jumlah subyek untuk kelompok BBLR adalah
16 anak (berdasarkan total populasi pada penelitian pendahuluan),
sedangkan berat lahir cukup 32 anak. Sehingga total subyek yang
digunakan sebanyak 48 anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
E. Rancangan Penelitian
B.
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Populasi Sumber Siswa/siswi kelas 1-6
SD Negeri 01 Jantiharjo Karanganyar
Kriteria eksklusi: a. Umur > 12 tahun b. Piatu c. Tidak tinggal dengan ibu/
orang tua bercerai d. Diasuh wali e. Sakit saat pengambilan
data
Kriteria inklusi: 1. Siswa/siswi kelas 1-6 2. Umur 6-12 tahun
Sampel n = 48
Kuesioner
BBLR n = 16
BBLC n = 32
Tes IQ
Chi Square
< 90
≥90
Tes IQ
≥90 < 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Riwayat BBLC dan BBLR
2. Variabel Terikat : Tingkat kecerdasan intelektual anak (skor IQ)
3. Variabel Luar :
a. Terkendali
1) Status sosial-ekonomi orang tua.
2) Tingkat pendidikan ibu.
b. Tidak terkendali
1) Genetik
2) Riwayat perinatal
3) Riwayat penyakit infeksi
G. Definisi Operasional Variabel
1. Bayi Berat Lahir Cukup
Berat bayi lahir cukup adalah bayi yang lahir dengan berat 2.500 gram
sampai 4.000 gram. Skala pengukuran dengan skala nominal.
2. Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan brat lahir kurang
dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi. Skala pengukuran
dengan skala nominal.
3. Tingkat Kecerdasan Intelektual
IQ merupakan hasil pengukuran dari tes inteligensi dan dapat menjadi
petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang. Jenis tes
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
IQ yang akan digunakan yaitu Culture Fair Intellegence Test (CFIT).
Pengukuran IQ dilakukan dengan bantuan psikolog. Setelah didapatkan
skor IQ siswa, akan diklasifikasikan sebagai berikut:
a. < 90
b. ≥ 90
(Skala pengukuran: Ordinal)
4. Variabel Luar Terkendali
1. Status Sosial-Ekonomi Orang Tua
Status sosial-ekonomi orang tua merupakan kedudukan orang tua
dalam hidup bermasyarakat ditinjau dari segi pemenuhan kebutuhan
keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Kuesioner yang telah diisi oleh
orang tua siswa kemudian dihitung skornya dan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) skor < 27 à Status sosial-ekonomi rendah
2) skor antara 27-36 à Status sosial-ekonomi menengah
3) skor > 36 à Status sosial-ekonomi tinggi
(Skala pengukuran: Ordinal)
2. Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir
yang ditempuh oleh ibu (Rinandari, 2006 cit Sari, 2010). Digolongkan
menjadi:
1) Pendidikan rendah (lulus SD/sederajat)
2) Pendidikan menengah (SMP, SMA)
3) Pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
(Skala pengukuran: Ordinal)
H. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dari
isian riwayat berat lahir, hasil skor tes IQ siswa, sosial-ekonomi orang
tua, tingkat pendidikan ibu, serta data sekunder yaitu data presensi
siswa.
2. Alat dan Instrumen Penelitian
a. Daftar isian mengenai riwayat kelahiran.
b. Check list biodata siswa yang berisi data nama, umur, jenis kelamin,
dan skor IQ siswa.
c. Daftar isian tentang keadaan sosial-ekonomi keluarga dan tingkat
pendidikan ibu yang diisi oleh orangtua siswa. Berisi skoring daftar
isian/kuesioner status sosial-ekonomi yang diisi oleh orang tua siswa.
Kuesioner berisi 15 pertanyaan pilihan ganda. Pilihan a bernilai 1,
pilihan b bernilai 2, dan pilihan c bernilai 3. Skoring berdasarkan
penjumlahan nilai dari 15 pertanyaan tersebut, sehingga skor tertinggi
yang dapat diperoleh adalah 45 dan skor terendah adalah 15. Dari total
skor yang diperoleh, kemudian dikategorikan dengan tingkatan sebagai
berikut (Bardosono, 2009 cit Sari, 2010) :
1) skor < 27 à Status sosial-ekonomi rendah
2) skor antara 27-36 à Status sosial-ekonomi menengah
3) skor > 36 à Status sosial-ekonomi tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Sedangkan untuk tingkat pendidikan ibu, digolongkan menjadi:
1) Pendidikan rendah (lulus SD/sederajat)
2) Pendidikan menengah (SMP, SMA)
3) Pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana)
d. Tes Inteligensi CFIT skala 2 dengan materi tes berupa gambar-
gambar sehingga dapat menghindari kerancuan bahasa, budaya, dan
tingkat pendidikan.
I. Teknik dan Analisis Data
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah Chi Square
dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Uji Chi Square digunakan untuk menguji
hubungan, pengaruh atau perbedaan dua buah variabel nominal dan
mengukur kuatnya hubungan variabel yang satu dengan variabel nominal
lainnya. Analisis data menggunakan program SPSS versi 18.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari total 227 siswa SDN 01 Jantiharjo Karanganyar, didapatkan sebanyak
16 anak (7,05 %) dengan riwayat BBLR dan 211 anak (92,95 %) dengan riwayat
berat lahir cukup. Dengan mempertimbangkan keterbatasan jumlah sampel,
peneliti mengambil 16 anak riwayat BBLR, dan 32 anak untuk kelompok berat
lahir cukup. Pengambilan sampel BBLR dilakukan secara non random mengingat
jumlah sampel yang terbatas. Sedangkan untuk kelompok BBLC dilakukan secara
random yang dilihat dari nomor absensi siswa.
A. Karakteristik Responden
Berikut ini hasil penelitian yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan
tabel yang terdiri atas beberapa distribusi responen menurut jenis kelamin,
sosial-ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 1V. 1 Karakteristik Responden
Dari tabel IV.1 diketahui bahwa pada kelompok BBLR, responden bayi
berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 responden dan yang berjenis
kelamin laki-laki berjumlah 2 responden. Sedangkan pada kelompok BBLC,
responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 19 responden dan yang
berjenis kelamin laki-laki berjumlah 13 responden.
Selain hal itu, dari tabel IV.1 diketahui bahwa dalam hal status sosial-
ekonomi orang tua pada kelompok BBLR, responden dengan status sosial
ekonomi rendah berjumlah 12, sosial ekonomi menengah berjumlah 4.
Sedangkan pada kelompok BBLC, responden dengan status sosial-ekonomi
rendah berjumlah 15 dan sosial ekonomi menengah 17 responden. Pada
kedua kelompok (BBLR dan BBLC) masing-masing tidak didapatkan
responden dengan status sosial ekonomi tinggi.
Kategori BBLR BBLC Total P
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
Jenis Kelamin
laki-laki
perempuan
Sosial Ekonomi
Rendah
Menengah
Tinggi
Pendidikan Ibu
Rendah Menengah
Tinggi
2
14
12
4
0
8
8
0
12,5%
87,5%
75%
25%
0%
50%
50%
0%
13
19
15
17
0
16
15
1
40,6%
59,4%
46,9%
53,1%
0%
50%
46,9%
3,1%
15
33
27
21
0
24
23
1
31,3%
68,7%
56,3%
43,7%
0%
50%
48%
2%
0,048
0,64
0,770
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Tabel IV.1 menunjukkan bahwa dalam hal tingkat pendidikan ibu pada
kelompok BBLR, responden dengan tingkat pendidikan ibu rendah dan
menengah berjumlah sama, yaitu masing-masing 8. Sedangkan pada
kelompok BBLC, didapatkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah
berjumlah 16, menengah berjumlah 15, dan tingkat pendidikan ibu tinggi
berjumlah 1 responden.
Tabel IV.2. Rerata Skor IQ
No Kelompok Jumlah Rerata IQ Minimal Maksimal
1
2
BBLR
BBLC
16
32
87,2
98,6
60
76
116
116
Tabel IV.3. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok BBLR
dan BBLC
Skor IQ BBLR BBLC Total
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
< 90 10 62,5 % 9 28,1 % 19 39,6 %
≥ 90 6 37,5 % 23 71,9 % 29 60,4 %
Jumlah 16 100 % 32 100 % 48 100 %
P= 0,022
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
0
5
10
15
20
25
<90 ≥90
BBLR
BBLC
Gambar 4.1. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok
BBLR dan BBLC
Dari tabel IV.2 diketahui bahwa rata-rata perbedaan skor IQ pada anak
dengan riwayat BBLR dan BBLC mencapai 11 angka. Pada kelompok BBLR
didapatkan skor IQ minimal 60, dan pada BBLC didapatkan skor IQ minimal
76. Sedangkan untuk skor IQ maksimal didapatkan hasil yang sama antara
kelompok BBLR dan BBLC, yaitu 116.
Dari tabel IV.3 diketahui anak dengan riwayat BBLR mempunyai skor
IQ < 90 berjumlah 10 dari 16 orang dengan persentase 62,5 %. Sedangkan
anak dengan riwayat BBLR mempunyai skor IQ ≥ 90 berjumlah 6 dari 16
anak dengan persentase 37,5 %. Disisi lain, anak dengan riwayat BBLC
mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 9 dari 32 anak dengan persentase 28,1 %
dan skor ≥ 100 berjumlah 23 dari 32 anak, yaitu 71,9 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Dari perhitungan statistik di atas didapatkan hasil p = 0,022 yang
berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada perbedaan yang signifikan
antara anak dengan riwayat BBLR dan BBLC terhadap tingkat kecerdasan
intelektual (skor IQ).
Tabel IV. 4. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam kelompok Status
Sosial-Ekonomi Orang Tua
P= 0,010
Dari tabel IV.4 diketahui anak dengan status sosial ekonomi rendah
mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 15 dari 27 orang dengan persentase 55,5
%. Sedangkan anak dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai skor IQ
≥ 90 berjumlah 12 dari 27 anak dengan persentase 44,5 %. Disisi lain, anak
dengan status sosial-ekonomi menengah mempunyai skor IQ < 90 sebanyak 4
dari 21 orang dengan persentase 19 % dan skor ≥ 90 sebanyak 17 dari 21
anak dengan persentase 81 %.
Dari perhitungan statistik diatas didapatkan hasil p = 0,010 pada status
sosial-ekonomi orang tua yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada
perbedaan yang signifikan antara status sosial ekonomi orang tua rendah dan
menengah terhadap tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ).
Skor
IQ
Rendah Menengah Tinggi Total
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
< 90 15 55,5% 4 19% 0 0 19 39,6 %
≥ 90 12 44,5% 17 81% 0 0 29 60,4 %
Jumlah 27 100 % 21 100 % 0 0 48 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel IV. 5. Distribusi Responden Menurut Skor IQ dalam Kelompok
Tingkat Pendidikan Ibu
Skor
IQ
Rendah Menengah Tinggi Total
Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi Jumlah Persentasi
< 90 10 42% 9 39% 0 0% 19 39,6%
≥ 90 14 58% 14 61% 1 100% 29 60,4%
Jumlah 24 100 % 23 100 % 1 100% 48 100 %
p= 0,704
Dari tabel IV.5 diketahui anak dengan tingkat pendidikan ibu rendah
mempunyai skor IQ < 90 berjumlah 10 dari 24 orang dengan persentase 42
%. Sedangkan anak dengan tingkat pendidikan ibu rendah mempunyai skor
IQ ≥ 90 berjumlah 14 dari 24 anak dengan persentase 58%.
Di sisi lain, anak dengan tingkat pendidikan ibu menengah mempunyai
skor IQ < 90 sebanyak 9 dari 23 orang dengan persentase 39 % dan skor IQ ≥
90 sebanyak 14 dari 23 anak dengan persentase 61 %.
Perhitungan statistik tingkat pendidikan ibu tidak menunjukkan hasil
yang signifikan atau bermakna (p > 0,05) yaitu 0,704. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan antara tingkat pendidikan ibu rendah,
menengah maupun tinggi terhadap tingkat kecerdasan (skor IQ) anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
B. Analisis Data
Analisis data yag digunakan dalam penelitan ini adalah uji Chi Square
dengan taraf signifikansi 0,05. Uji Chi Square digunakan untuk menguji
hubungan, pengaruh atau perbedaan dua buah variabel nominal dan
mengukur kuatnya hubungan variabel yang satu dengan variabel nominal
lainnya.
Dasar pengambilan keputusan
1. Berdasarkan perbandingan Chi Square uji dan tabel (Manual) adalah:
a. Jika Chi Square hitung < Chi Square tabel maka H0 diterima
b. Jika Chi Square hitung > Chi Square tabel maka H0 ditolak
2. Berdasarkan probabilitas (Perhitungan SPSS) adalah:
a. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
b. Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak
Dari tabel signifikasi (lampiran) dengan derajat kebebasan (db) = 1 dan
taraf signifikasi 0,05 didapatkan angka 3,841. X2 yang didapatkan (5,3) lebih
dari tabel sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan menurut
perhitungan SPSS didapatkan probabilitas 0,022. Nilai itu kurang dari 0,05
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (skor IQ) pada anak
dengan riwayat BBLR dan BBLC.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB V
PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Data
Untuk mengetahui adanya perbedaan skor IQ pada anak dengan
riwayat BBLR dan BBLC digunakan uji analisis Chi Square baik secara
manual maupun menggunakan SPSS. Dengan cara manual X2 yang diperoleh
(5,3) jauh di atas batas signifikansi. Adapun nilai p yang didapat dengan
menggunakan SPSS adalah 0,022. Nilai ini juga kurang dari batas
signifikansi yaitu 0,05.
Dengan menggunakan analisis ini peneliti dapat menyimpulkan
bahwa ada perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan BBLC.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada anak dengan riwayat BBLR
cenderung memiliki skor IQ < 90 lebih besar dibandingkan dengan anak yang
BBLC. Rata-rata perbedaan skor IQ pada anak dengan riwayat BBLR dan
BBLC mencapai 11 angka.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Center for Urban
Epidemiologic Studies New York, AS, menemukan adanya hubungan antara
berat lahir bayi dengan tingkat kecerdasan (IQ). Rata-rata perbedaan angka
IQ dari bayi yang berat lahirnya < 2.500 gram dengan bayi yang lahirnya
4.000 gram mencapai 10 angka (Matte et al., 2001). Rata-rata berat lahir pada
kelompok BBLR adalah 2,2 kg. Meskipun demikian, pada penelitian ini
didapatkan 3 anak dengan riwayat premature dari 16 anak kelompok BBLR.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Hal ini mendukung adanya signifikansi yang bermakna pada perbedaan skor
IQ.
Isfandari (1990) menambahkan bahwa kurangnya berat badan bayi
saat dilahirkan berhubungan dengan kesehatan ibu selama kehamilan
terutama saat 3 bulan pertama dari kehamilan. Pada masa itu terjadi
pembentukan sistem saraf sentral yang mempengaruhi fungsi intelektual.
Sejalan dengan Sidiarto (1990) seperti yang dikutip Santoso (2003)
menyebutkan bahwa perkembangan kognitif yang ditunjukkan dengan nilai
IQ memiliki korelasi dengan berat badan saat lahir.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rubin (Isfandari, 1990) bahwa
berat badan lebih berpengaruh terhadap ketidaksempurnaan logika,
kemampuan mental (psikologis) dan kemampuan belajar dibandingkan
dengan usia kandungan. Di antara bayi dengan berat lahir cukup, tidak ada
perbedaan psikologis dan kemampuan belajar diantara yang lahir preterm dan
aterm. Di sisi lain, anak dengan usia kandungan di bawah 9 bulan berkaitan
dengan tidak sempurnanya keadaan bayi yang membuatnya peka terhadap
tekanan, stres dan penyakit dari lingkungan. Hal ini mempengaruhi
perkembangan otak yang berpengaruh terhadap fungsi intelektual. Otak yang
belum mature rentan terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan
intraventricular, perdarahan matriks germinal, periventricular leukomalacia,
mielinisasi yang tertunda dan volume otak yang berkurang, sehingga
berdampak pada fungsi kognitif anak (Kuperus et al., 2008).
Sejumlah penelitian lain juga melaporkan bahwa anak dengan berat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
lahir rendah lebih memiliki kesulitan akademis dibanding anak dengan berat
lahir cukup (Lorentz et al., 1998 cit Erickson et al., 2009). BBLR
memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak, serta berpengaruh
pada penurunan kecerdasan (Depkes RI, 2005).
Di samping riwayat berat lahir, kecerdasan anak dipengaruhi juga
oleh kemungkinan turut berpengaruhnya variabel perancu yang dapat
mempengaruhi interaksi variabel status berat lahir (BBLR dan BBLC)
dengan variabel kecerdasan intelektual. Pada penelitian ini, status sosial-
ekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu merupakan variabel perancu
yang dikendalikan.
Untuk membuktikan apakah variabel perancu tersebut berpengaruh
terhadap variabel dependen (skor IQ) atau tidak maka dilakukan analisis Chi
Square. Dari hasil analisis faktor status sosial-ekonomi orang tua diperoleh (p
= 0,010) hasil bermakna secara statistik. Artinya ada pengaruh yang
signifikan pada status sosial ekonomi orang tua terhadap tingkat kecerdasan
intelektual (skor IQ) anak. Secara teori, Seifer (Santrock, 2007) telah
membuktikan korelasi yang signifikan antara status sosial-ekonomi dan
kecerdasan. Banyak orang tua dengan pendapatan yang rendah memiliki
kesulitan dalam menyediakan lingkungan yang secara intelektual dapat
menstimulasi anak-anaknya. Hal ini dapat menjadi penyebab rendahnya
tingkat kecerdasan anak.
Selanjutnya, dari hasil analisis faktor tingkat pendidikan ibu diperoleh
(p = 0,704) hasil tidak bermakna secara statistik (p > 0,05). Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap
tingkat kecerdasan (skor IQ) anak. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
pendapat Indriyanto (2001) yang dikutip dalam Sari (2010) menyatakan
bahwa hasil belajar siswa berkaitan erat dengan tingkat pendidikan formal
orang tua. Orang tua dengan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi
mempunyai kemampuan lebih untuk membentuk anak dalam belajar
dibandingkan dengan orang tua dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Namun demikian, pada penelitian ini, tingkat pendidikan ibu tidak
berhubungan dengan skor IQ siswa. Hal ini mungkin dikarenakan proporsi
kelompok tingkat pendidikan ibu menengah dan rendah tidak berbeda jauh.
Faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian BBLR dapat berasal
dari ibu maupun janin. Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang berasal
dari janin. Data tabel IV.1 menunjukkan prevalensi riwayat BBLR pada anak
perempuan lebih besar dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini sesuai
dengan penelitian Rosemary (Mulyawan, 2009) menunjukkan bahwa risiko
dilahirkan bayi laki-laki dengan BBLR adalah 0,82 kali lebih kecil
dibandingkan dengan bayi perempuan BBLR. Dari perhitungan dengan
menggunakan uji statistik Chi Square menghasilkan nilai signifikansi
p=0,048, yang berarti signifikan atau bermakna. Artinya ada pengaruh yang
signifikan antara jenis kelamin terhadap kejadian BBLR.
Selanjutnya, untuk status sosial ekonomi diperoleh hasil tidak
bermakna secara statistik (p > 0,05), yaitu p = 0,064. Hal ini menunjukkan
bahwa status sosial-ekonomi tidak berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa keterbatasan status sosial-ekonomi
berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan antenatal
dan pemenuhan gizi yang adekuat sehingga berisiko melahirkan BBLR
(Depkes RI, 2003). Sama halnya dengan faktor tingkat pendidikan ibu,
diperoleh p = 0,770 yang tidak bermakna secara statistik (p > 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap
kejadian BBLR anak. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Kolibu (2006)
yang menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan
ibu dengan angka kejadian BBLR.
Pada penelitian ini, baik status sosial-ekonomi orang dan tingkat
pendidikan ibu tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. Hal ini mungkin
dikarenakan proporsi kelompok BBLR yang terlalu kecil.
B. Kelemahan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat beberapa kendala
tertutama terbatasnya sampel anak dengan riwayat BBLR. Selain itu, faktor
psikis dan fisik yang mempengaruhi tes inteligensi siswa anak tidak
dilakukan pada penelitian ini, sehingga penyebab rendahnya skor IQ pada
subjek tidak diketahui dengan pasti.
Kekurangan penelitian ini juga terdapat pada pengambilan data
riwayat lahir yang dipakai yaitu melalui wawancara tidak langsung kepada
ibu atau orang tua siswa, sehingga tidak menggambarkan validitasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Penilaian variabel perancu pada penelitian ini bersifat sangat
subyektif. Hal ini karena penilaian yang digunakan adalah dengan melakukan
wawancara kepada responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Ada perbedaan skor IQ yang bermakna antara anak dengan riwayat
BBLR dan BBLC di SDN 01 Jantiharjo Karanganyar dengan p = 0,022.
Dibandingkan anak dengan riwayat berat lahir cukup, anak dengan riwayat
BBLR mempunyai skor IQ < 90 lebih banyak secara signifikan.
Sebagai analisis tambahan, Intelligence Quotience (IQ) juga
dipengaruhi oleh status sosial-ekonomi orang tua. Secara statistik, anak
dengan status sosial-ekonomi orang tua rendah mempunyai skor IQ < 90
lebih banyak dibandingkan anak dengan status sosial-ekonomi menengah.
Sedangkan faktor tingkat pendidikan ibu tidak berhubungan dengan tingkat
kecerdasan intelektual (IQ) anak.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat dan Ibu Hamil
Penelitian ini dapat menjadi dasar pemikiran bagi ibu hamil untuk
memperhatikan kesehatannya selama kehamilan, sehingga mengurangi
risiko lahirnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
2. Bagi Petugas Kesehatan
Usaha perbaikan mutu pelayanan sebaiknya dapat lebih dioptimalkan,
sehingga mengurangi risiko terjadinya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3. Bagi Peneliti
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
besar, lokasi cakupan penelitian yang lebih luas, termasuk juga
dilakukannya analisis tarhadap variabel-variabel perancu lain selain yang
disebutkan di atas, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan
semakin memperkecil bias.