Post on 04-Oct-2021
TABOT BENGKULU
Inke Nur Dewanti
1206202545
Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
inkenurdewanti@gmail.com
Abstrak
Jurnal ini membahas tentang Tabot sebagai salah satu tradisi tahunan Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode sejarah dengan menggabungkan beberapa langkah seperti heuristik, verifikasi interpretasi, dan historiografi. Tabot merupakan tradisi bawaan yang dibawa oleh orang Bengali, India Selatan. Dahulu, orang Bengali merupakan pekerja yang dibawa penjajah untuk membangun Benteng Malborough milik Inggris di sekitar kawasan Pantai Panjang. Tabot dilaksanakan setiap tanggal 1-10 Muharam. Adapun ritual yang biasa dilakukan dalam perayaan Tabot antara lain mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, dan Tabot tebuang. Diketahui, tabot terbagi menjadi dua, yaitu Tabot sakral dan Tabot Pembangunan. Kini, Tabot yang dibawa oleh kaum Bengali telah berakulturasi dengan budaya lokal, budaya Bengkulu.
Kata kunci: Tabot, Bengkulu, Budaya
THE BENCOOLENS TABOT
Abstract
This journal explain about Tabot as a year culture of Bengkulu. The research methods that used in this journal is history methods which combine some steps like heuristic method, verification, interpretation, and historyografi. Tabot is a tradition who bring by Bengali’s people of south India. In the past, Bengali’s people is worker who bring by colonialist to build Malborough’s fort around long beach. Tabot’s usually attend on 1-10 Muharram. The Tabot rituals are mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, and Tabot tebuang. Tabot divided into two, like Sakral’s Tabot and Building’s Tabot. Today, Tabot who bring by Bengali’s people already acculturation with local culture, Bengkulu culture.
Keyword: Tabot, Bencoolen, Culture
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
2
Universitas Indonesia
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap daerah memiliki budaya masing-masing. Bengkulu sebagai salah satu provinsi
yang terletak di Sumatera salah satunya. Selain terkenal akan Raflesia Arnoldinya, Bengkulu juga
terkenal dengan budayanya yaitu Tabot. Tabot merupakan sebuah acara tahunan Bengkulu yang
dilaksanakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak pembangunan
Benteng Malborough yang terletak di kawasan Pantai Panjang. Tabot selalu dilaksanakan selama
10 hari berturut-turut. Dalam pelaksanaanya, ada banyak pihak yang terlibat. Selain tokoh, dari
pelaksanaannya kegiatan ini tentu tak luput dari kekayaan maknanya sehingga dapat terus
bertahan di tengah perkembangan zaman yang semakin modern ini.
Awalnya Tabot merupakan sebuah tradisi bawaan dari kaum Bengali, India Selatan yang
dibawa oleh Inggris untuk menjadi pekerja membangun Benteng Malborough di Bengkulu.
Namun, lama kelamaan tradisi mereka yang dilaksanakan di Bengkulu menjadi sebuah budaya
yang berakulturasi dengan budaya lokal.
1.2. Tujuan Penulisan dan Rumusan Masalah
Penulisan jurnal ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana ritual Tabot yang
dilaksanakan di Bengkulu. Selain itu, penulis juga akan memperlihatkan nilai budaya dan
dampak sosial yang terkandung di dalam pelaksanaan ritual Tabot. Adapun rumusan masalahnya,
yaitu:
1. Bagaimana ritual Tabot yang dilaksanakan di Bengkulu?
2. Apa saja nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaannya?
3. Bagaimana dampak sosial pelaksanaan Tabot bagi masyarakat Bengkulu?
2. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Langkah-
langkah yang digunakan dalam metode sejarah meliputi pemilihan judul, rancangan penelitian,
pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), interpretasi, dan penulisan sejarah
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
3
Universitas Indonesia
(Historiografi) (Daliman, 2012: 33-106). Sumber-sumber yang penulis gunakan untuk
menyelesaikan penelitian ini berasal dari buku, artikel, jurnal, dan pidato yang berkaitan dengan
Tabot serta pelaksanaannya. Penulis menggunakan metode ini untuk mendapatkan sebuah data
yang layak untuk dipublikasikan melalui pengembangan naratif, deskriptif, dan analitik yang
didapatkan melalui sumber data maupun lapangan. Selain itu, jurnal ini muncul didasarkan pada
skripsi Penulis yang berjudul “Tabot Bengkulu 2015”.
3. HASIL PENELITIAN
Tabot merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan di Bengkulu setiap tanggal 1-
10 Muharram. Tabot awalnya dibawa oleh orang-orang dari kaum Bengali, India Selatan. Orang-
orang Bengali ini datang ke Bengkulu dibawa oleh para penjajah Inggris untuk membangun
Benteng Maborough yang terletak di sekitar kawasan Pantai Panjang. Tabot memiliki ritual
khusus yang kegiatannya hanya boleh dilakukan oleh keluarga asli Tabot yang bernama KKT
(Kerukunan Keluarga Tabot). Ritual sakral yang wajib dilakukan selama sepuluh hari berturut-
turut yaitu mengambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak seroban, arak gedang, dan
Tabot tebuang. Ada dua jenis Tabot, yaitu Tabot Sakral dan Tabot Pembangunan. Tabot sakral
dikenal sebagai Tabot resmi milik keluarga Tabot sedangkan Tabot pembangunan merupakan
Tabot pemerintah yang dibuat untuk ikut meramaikan meramaikan kegiatan bulan Muharram.
4. PEMBAHASAN
4.1. Sejarah Tabot
Upacara Tabot di Bengkulu ini merupakan upacara hari berkabung atas gugurnya Syahid
Agung Husain bin Ali bin Abi Thalib cucu Rasulullah saw, putera dari Fatimah Az-Zahroh
binti Muhammad. Dia gugur dalam peperangan melawan pasukan Ubaidillah bin Zaid di
Padang Karbala, Irak. Peperangan ini terjadi pada awal Muharam 61 Hijriyah 681 M yang
dikenal dengan nama “Perang Karbala”. Tabot berasal dari kata تابوتت (Tabutu) yang berarti
kotak kayu atau peti (Hans Wehr, 1974: 88). Istilah Tabot itu sendiri sudah muncul sejak
zaman Nabi Musa As dan Nabi Harun yang berarti kotak. Pada kisah Nabi Musa As kata
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
4
Universitas Indonesia
Tabot muncul ketika peristiwa lahirnya Nabi Musa As yang dibuang ke sungai dan
diletakkan dalam sebuah kotak kayu agar selamat dari pembunuhan bayi yang pada saat itu
tengah digencarkan oleh Firaun. Berdasarkan tulisan Kartomi pada tahun 1986 tentang
“Tabot a Ritual Syiah Transpalated from India to Sumatera” menyebutkan jika istilah Tabot
muncul dari ritual yang ada di Irak, Persia, dan India Selatan yang disebut ta’ziyah.
Awalnya kegiatan ini merupakan tradisi orang Bengali, India Selatan yang dibawa oleh
Inggris saat membangun Benteng Malborough (salah satu cagar budaya yang ada di
Bengkulu) sekitar 1718-1719 hingga akhirnya kegiatan ini berakulturasi dengan kebudayaan
Bengkulu lainnya. Kegiatan ini erat kaitannya dengan kaum sipai. Kaum Sipai merupakan
sekelompok orang yang menjadi keluarga asli keturunan Tabot. Kaum Sipai adalah orang-
orang yang membangun Malborough tempo dulu, karena pekerjaan itulah mereka membaur
dengan penduduk lokal dan akhirnya menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat
Melayu pada masa itu. Masyarakat Melayu itu sendiri adalah bangsa Rejang Sabah (Jang
Beak), yaitu masyarakat kerajaan Sungai Serut yang berasimilasi dengan kerajaan Sungai
Lemau dari Minangkabau. Kedatangan orang Minangkabau ini dipimpin oleh Datuk Bagindo
Maha Raja Sakti, suami Putri Gading Cempaka, ratu pertama Sungai Lemau. Pada masa
kerajaan Sungai Lemau berbagai orang dari seluruh penjuru datang dan menetap di
Bengkulu. Interaksi inilah yang kemudian melahirkan percampuran budaya dan munculnya
komunitas Melayu Bengkulu (Dahri, 2009: 46-58).
Di sisi lain, dilihat dari sejarah Tabuik Pariaman (Ernatib, 2001:37) bahwa Tabot
pertama kali dikenal melalui serdadu Tamil yaitu sekelompok pasukan Inggris yang dipimpin
oleh Thomas Stanford Raffles yang ingin menguasai Bengkulu pada 1826. Diketahui setiap
tahunnya pasukan Tamil menggelar pesta Tabot yang lama-kelamaan kegiatannya diikuti
oleh masyarakat asli Bengkulu hingga meluas ke daerah Painan, Padang, Pariaman,
Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meulaboh, dan Singkil. Hingga akhirnya kegiatan ini terus
memudar dan hanya bertahan di Bengkulu juga Pariaman.
4.2. Maksud dan Tujuan Upacara
Tujuan dari dilaksanakannya tahapan-tahapan ritual Tabot adalah untuk mengenang
usaha kelompok Syiah yang pada saat itu mengumpulkan bagian-bagian jenazah tubuh
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
5
Universitas Indonesia
Husein yang tercecer untuk dimakamkan di Padang Karbala. Meski pada awalnya upacara ini
dikenal sebagai bagian dari Syiah dan dilakukan untuk mengenang gugurnya Husain bin Ali
bin Abi Thalib yang gugur dalam Perang Karbala. Namun di Bengkulu sendiri, sejak keluarga
pelestari Tabot atau keluarga Sipai lepas dari pengaruh Syiah, tujuan dari upacara ini
hanyalah untuk memenuhi wasiat dari leluhur mereka terdahulu. Kini, upacara Tabot juga
dilaksanakan untuk ikut mensukseskan pengembangan kebudayaan daerah dan pariwisata
kota Bengkulu. Mulanya upacara ini bertujuan untuk meningkatkan rasa cinta mereka kepada
keluarga Rasulullah saw, juga untuk memupuk rasa permusuhan kepada Bani Umayyah.
Namun, keluarga Sipai menjalankan upacara ini untuk menanamkan rasa bangga atas budaya
leluhur serta untuk melestarikan kebudayaan daerah. Selain itu, tujuan terpenting dari terus
dilestarikannya kegiatan ini adalah untuk menjaga tali silaturahmi antar sesama keluarga
Tabot (Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).
Tujuan yang diciptakan tradisi ini kemudian memunculkan manfaat yang tidak hanya
berimbas bagi keluarga asli keturunan Tabot namun juga berimbas bagi perekonomian
Bengkulu, hal ini dimanfaatkan pemerintah setempat untuk mengundang banyak wisatawan
sekaligus memperkenalkan kebudayaan khas Bengkulu lainnya. Selain itu, unsur keagamaan
yang ada pada ritualnya diyakini dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan pelaksananya
kepada Allah swt.
4.3. Ritual Tabot
Kegiatan ini memiliki dua aspek, aspek ritual dan non ritual. Kegiatan ritual adalah
sebuah kegiatan yang hanya boleh dilakukan oleh keluarga Tabot sedangkan kegiatan non
ritual dapat dilakukan oleh siapa saja. Adapun ritual Tabot yaitu:
a. Mengambik tanah
Mengambik tanah berarti mengambil tanah. Prosesi upacara ini berlangsung pada 1
Muharam pukul 22.00 Wib. Dalam kegiatan ini peserta upacara dapat duduk atau berdiri di
sekitar pekuburan tempat berlangsungnya acara. Ritualnya adalah meletakkan sesajen di
samping kuburan, membakar kemenyan, berdoa, setelahnya pemimpin upacara mengambil
tiga kepal tanah yang selanjutnya diletakkan di tempat khusus sebelum meninggalkan lokasi.
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
6
Universitas Indonesia
Dalam ritual ini tanah yang diambil bukan sembarang tanah, diyakini tanah yang diambil tadi
adalah tanah magis yang pengambilannya dilakukan di tempat khusus, yaitu di Tapak Padri
dan Anggut. Tanah yang sudah diambil tadi selanjutnya dibentuk seperti boneka manusia dan
dibungkus kain putih, lalu diletakkan dalam gerga, yaitu markas kelompok Tabot masing-
masing. Dari 1-4 Muharam merupakan rangkaian upacara Gerga karena kegiatannya hanya
dilakukan oleh kelompok masing-masing. Ritual ini juga dijadikan simbol dari pengumpulan
potongan tubuh Husein yang dibentuk menyerupai tubuh manusia berlapis kain putih
(Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).
Nilai yang dapat diambil dari ritual mengambik tanah ini adalah untuk mengingatkan
manusia tentang asal muasal mereka. Kemudian, penggunaan ayat suci dalam ritual ini
dimaksudkan untuk menyadarkan manusia jika budaya sekalipun tidak dapat dilepaskan dari
nilai agama. Terakhir, mengambik tanah juga menjadi sebuah ritual yang menandakan jika
Muharam telah tiba (Dahri, 2009: 94-95).
b. Duduk Penja
Penja atau jari-jari ini adalah sebuah benda yang berbentuk telapak tangan manusia
lengkap. Penja dapat terbuat dari kuningan, tembaga, juga perak. Ketika ritual, penja haruslah
dicuci dengan air bunga dan air limau. Setelah dicuci penja dilap dan didoakan. Penja tadi
ada yang dibawa untuk diarak dan ada pula yang disimpan kembali di dalam gerga. Biasanya
ritual ini dilakukan di rumah pimpinan Tabot yang bersangkutan dan dilaksanakan pada 5
Muharam pada pukul 4 sore. Duduk penja menjadi simbol ketangkasan Husein ketika
menggunakan pedang hingga tangannya terputus ketika berperang (Hamdani, wawancara, 26
Oktober 2015).
c. Menjara
Ritual ini berarti berkunjung ke kelompok lain untuk bertanding menabuh dol. Dol
merupakan sebuah alat musik yang berbentuk seperti gendang. Kegiatan ini dilaksanakan
pada 6 dan 7 Muharam di lapangan terbuka. Pada 6 Muharam kelompok Tabot Bangsal
mendatangi kelompok Tabot Berkas dan keesokannya sebaliknya. Kegiatan ini diawali
dengan ritual di gerga masing-masing dan doa demi kelancaran acara. Setelahnya, mereka
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
7
Universitas Indonesia
konvoi melewati tempat yang telah ditentukan. Ada sebuah tanda yang diyakini oleh
masyarakat, jika dalam perjalanan ditemukan tumpukan daun kelapa kering hal ini
menandakan para penabuh dol harus berhenti dan memainkan permainan di hadapan
masyarakat setempat. Kegiatan ini juga diiringi oleh tarian dan hiburan sekitar dan pada
akhirnya kelompok yang paling sedikit memecahkan dol adalah pemenangnya. Menjara
menjadi simbol ketangguhan pasukan Husein yang berani dalam melawan pasukan Yazid bin
Muawiyah meskipun jumlah pasukan mereka tidaklah sepadan. (Hamdani, wawancara, 26
Oktober 2015).
d. Meradai
Meradai adalah sebuah kegiatan meminta Jola (sumbangan) oleh anak-anak berusia 10-
12 tahun untuk kegiatan Tabot dimulai pukul 7 pagi hingga 5 sore. Kegiatan ini berlangsung
pada 6 dan 7 Muharam. Sumbangan yang diterima dapat berupa uang maupun beras. Meradai
menjadi simbol pembelajaran kepada anak-anak suku Sipai agar lebih menghargai apa yang
sudah dilakukan oleh para leluhur mereka di masa lalu (Hamdani, wawancara, 26 Oktober
2015).
e. Arak Penja
Kegiatan ini dilaksanakan pada 7 Muharam mulai pukul 7 hingga 9 malam dengan
melewati rute-rute khusus di jalanan Bengkulu. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh kelompok
Tabot dengan rombongan yang terdiri dari remaja dan anak-anak sekitar 10-15 orang.
Rangkaian ritual ini diawali dengan membaca doa selamat, setelahnya penja yang sudah
dibungkus kain putih digantungkan pada tombak bermata ganda yang mengibarkan panjí juga
tasa yang di arak dari daerah Tabot masing-masing hingga ke lapangan merdeka. Kegiatan ini
menyimbolkan kegiatan arak-arakan tubuh Husein pada masa itu. (Hamdani, wawancara, 26
Oktober 2015).
f. Arak Sorban
Ritual ini tidak jauh berbeda dengan arak penja. Nama lainnya adalah malam coki
besanding. Kegiatan ini merupakan kegiatan mengarak sorban dengan panjí-panji berwarna
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
8
Universitas Indonesia
putih, hijau, atau biru yang berkaligrafikan nama “Hasan dan Husein” yang dilaksanakan
pada 8 Muharam malam, mulai pukul 7-9 malam. Dalam kegiatan ini sorban yang diarak
diselimuti oleh kain tipis khusus ditambah dengan sebuah coki yang diatasnya diletakkan
sebuah sorban (Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).
g. Gam
Kegiatan ini berarti masa tenang, di mana semua hal yang berkaitan dengan upacara
tidak boleh dilakukan. Kegiatan ini dilaksanakan mulai pukul 7 pagi hingga 4 sore pada 9
Muharam. Gam menjadi simbol masa berkabung para pengikut Syiah yang bersedih atas
meninggalnya Husain pada perang Karbala yang terjadi pada 1-10 Muharam 61 Hijriah
(Hamdani, wawancara, 26 Oktober 2015).
h. Arak Gedang
Setelah masa tenang, acara selanjutnya adalah Tabot naik pangkek yaitu menaikkan
Tabot ke gerobak untuk diarak. Pada 9 Muharam pukul 7 malam dilakukan arak-arak Tabot
dari setiap keluarga Tabot dari setiap daerah. Kegiatan ini berakhir ketika seluruh Tabot telah
berkumpul di lapangan merdeka. Iring-iringan juga diramaikan oleh berbagai hiburan. Malam
ini juga disebut sebagai malam Tabot bersanding karena Tabot yang berdatangan membentuk
satu barisan berjejer. Pada malam ini semua lapisan masyarakat berkumpul sambil
menyaksikan kelap-kelip lampu Tabot yang menerangi lapangan merdeka (Hamdani,
wawancara, 26 Oktober 2015).
i. Tabot Tebuang
Kegiatan ini dilaksanakan pada 10 Muharam. Kegiatan ini merupakan arak-arakan yang
dilakukan untuk mengiring Tabot menuju Pemakaman Umum Karbela yang merupakan
tempat Imam Senggolo dimakamkan. Pada hari terakhir ini, jalanan kota Bengkulu akan
dipenuhi oleh khalayak ramai yang ingin melihat proses pembuangan Tabot, bahkan hanya
sekedar ingin melihat arak-arakannya. Tabot yang terbuang hanya bangunannya saja,
sedangkan bagian lainnya yang masih bisa digunakan disimpan oleh pemuda-pemudi Tabot.
Dengan terbuangnya Tabot maka berakhirlah seluruh rangkaian penyambutan bulan
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
9
Universitas Indonesia
Muharam di Bengkulu. Tabot ini dibuang di makam Imam Senggolo karena diyakini beliau
merupakan orang pertama yang melakukan tradisi Tabot di Bengkulu (Hamdani, wawancara,
26 Oktober 2015).
4.4. Pantangan
Pantangan dalam kegiatan ini terbagi dua, ada pantangan khusus bagi keluarga Tabot
juga pantangan khusus bagi masyarakat lainnya, yaitu (Karneii, dkk., 1991:105-107):
a. Keluarga Tabot
- dilarang untuk memperlihatkan kegembiraan, karena 10 hari tadi merupakan hari
berkabung atas Husain bin Ali di Karbela.
- dilarang terjadinya perselisihan antar keluarga Sipai selama upacara Tabot
berlangsung.
- tidak mencela makanan persembahan.
- wajib melaksanakan upacara Tabot setiap tahunnya.
Diyakini jika terjadi demikian maka keluarga tersebut akan mendapat hukuman seperti
sakit.
b. Masyarakat umum
- Harus menghormati Imam Senggolo dengan tidak menggunakan alas kaki ketika
berada di makam.
- Tidak berkata kotor.
- Tidak melakukan hal yang tidak pantas.
4.5. Makna Simbol Upacara
Unsur dan komponen yang mutlak dalam sebuah acara adalah simbol. Tabot, sebuah
upacara tradisional yang masuk ke Bengkulu sekitar abad ke-17 merupakan sebuah kegiatan
yang menggunakan simbol-simbol khusus dalam pelaksanaanya, seperti (Karneii, dkk., 1991:
107-111):
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
10
Universitas Indonesia
a. Boneka Tanah/Boneka Tabot
Boneka tanah dalam upacara Tabot ini digunakan untuk melambangkan jenazah dari
Husain bin Ali.
b. Gerga
Gerga merupakan simbol markas Husain bin Ali dan laskarnya di sungai Euprat yang
menjadi tempat disemayamkannya jenazah Husain bin Ali ketika telah terkumpul.
c. Dol dan Tasa
Dol dan tasa merupakan simbol dari genderang peperangan ketika dahulu Husain bin Ali
berperang di Karbela. Kedua alat musik ini merupakan simbol pelestarian akan karya seni
yang menunjukkan bahwa suku Sipai mampu melestarikan apa yang sudah diwariskan oleh
pendahulu mereka.
d. Roti sebrat dan air serobat
Roti sebrat adalah roti yang terbuat dari gandum, sedangkan air serobat adalah arak. Roti
dan air ini dianggap sebagai makanan dan minuman sederhana yang melambangkan kondisi
peperangan yang kesulitan bahan pangan pada saat itu.
e. Bendera panjí
Bendera hitam/biru/hijau adalah bendera syiah, bendera putih adalah lambang
perdamaian dan bendera merah putih melambangkan jiwa kebangsaan dari keluarga Sipai
sebagai warga negara Indonesia. Pada zaman dahulu, panji ini digunakan di medan
pertempuran untuk melihat kubu manakah yang bisa menegakkan panjinya hingga akhir dan
menjadi pemenangnya. Panjí ini digunakan dalam ritual arak penja, arak sorban, dan Tabot
tebuang. Panjí-panji ini ada untuk menjadi simbol kepahlawanan Husain dan keluarganya
(Zoneirah Sharleen Anindita, Jurnal, 2013: 12).
f. Penja
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
11
Universitas Indonesia
Penja adalah jari-jari. Dalam ritual Tabot, panjí ini merupakan simbol terpisah-pisahnya
tubuh Husain bin Ali dalam peperangan yang terjadi di Karbela. Penja merupakan lambang
kepercayaan, keyakinan, serta harapan yang bersifat dinamisme (Zoneirah Sharleen Anindita,
Jurnal, 2013: 12).
g. Seroban/Sorban
Seroban yang biasa dikenal dengan nama sorban ini merupakan simbol bahwa keluarga
Sipai memandang ajaran Islam sebagai agama yang harus dijunjung tinggi dan dipatuhi.
Selain itu, sorban ini diyakini melambangkan penghargaan suku Sipai terhadap keberanian
dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh Husein ketika Perang Karbala terjadi (Zoneirah
Sharleen Anindita, Jurnal, 2013: 12).
h. Bola-bola
Bola-bola yang diletakkan di puncak Tabot ini melambangkan kepala Husain bin Ali
yang dibawa oleh Ubaidillah bin Ziad yang dipersembahkan untuk Yazid bin Muawiyah pada
masa itu.
i. Bangunan Tabot
Dahulu, Tabot masih berbentuk bangunan masjid, namun kini bentuknya sudah
bervariasi dan unik. Bangunan Tabot ini melambangkan peti mati dari Husain bin Ali yang
dihias dan bentuknya seperti menara. Selain itu, bangunan Tabot ini menjadi simbol
penghargaan suku Sipai kepada Husain.
j. Pohon pisang dan Tebu
Pohon pisang dan Tebu dalam ritual ini menyimbolkan keluwesan dan kesejukan yang
berarti dalam suasana apapun kita harus selalu berkepala dingin dan lapang dada, tidak
ceroboh apalagi gegabah dalam menentukan tindakan agar tidak merugikan diri sendiri juga
orang lain.
k. Replika Pedang Mini Zulfikar
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
12
Universitas Indonesia
Replika Pedang Mini Zulfikar ini merupakan sebuah pedang mini yang terbuat dari besi
dan dibawa dalam arak-arakan Tabot. Pedang mini ini merupakan simbol untuk menghormati
Muhammad Saw yang telah memperjuangkan agama Islam dari orang-orang kafir. Selain itu,
pedang ini juga menunjukkan sifat nabi yang berani dan rela berkorban (Zoneirah Sharleen
Anindita, Jurnal, 2013: 12).
l. Sesaji
Sesaji yang wajib ada dalam setiap pelaksanaan Tabot adalah air jahe, nasi emping, nasi
kebuli, bubur putih, bubur merah, susu sapi mentah, kemenyan, sirih tujuh subang, rokok
nipah tujuh batang, air cendana, pisang emas, gula merah, kopi pahit, tebu sepotong, dan air
selasih. Diyakini sesaji ini merupakan permintaan dari roh leluhur yang harus dipenuhi
karena sesaji ini menjadi simbol penghormatan sekaligus kepercayaan suku Sipai pada
leluhur yang telah mendahului mereka. Selain itu, sesaji ini diyakini dapat menyampaikan
pesan yang ingin disampaikan oleh suku Sipai kepada leluhurnya (Zoneirah Sharleen
Anindita, Jurnal, 2013: 13).
4.6. Tabot dan Dampaknya
Pada perayaannya, lapangan merdeka tidak hanya dipenuhi oleh Tabot, tetapi juga
diramaikan oleh berbagai stand bazar, pasar malam, juga aneka gerobak jajanan yang dipenuhi
oleh para pengunjung. Festival Tabot yang menjadi acara tahunan Bengkulu ini juga telah dibuat
menjadi kebudayaan khas dari Bengkulu karena dalam pelaksanaannya banyak kegiatan
pendukungnya seperti lomba dan peragaan seni. Meski diiringi oleh kegiatan lain, festival Tabot
dan ritualnya adalah dua hal yang berbeda.
Banyak desas-desus beredar jika Tabot yang bersifat sakral tidak lagi bernilai demikian.
Kesakralan Tabot dianggap memudar karena munculnya Tabot pembangunan yang pada
kegiatannya mengiringi 17 Tabot sakral. Kemunculan Tabot pembangunan ini berdampak
menambah euforia festival. Di sisi lain, orang-orang menganggap hal ini menjadi salah satu hal
yang membuat budaya Tabot masih membekas di hati khalayak, mampu bertahan dalam
guncangan globalisasi, dan budaya lain yang semakin mengikuti perkembangan zaman.
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
13
Universitas Indonesia
Kini, budaya ini dianggap sebagai budaya Melayu-Bengkulu. Sifat budaya yang
mengikuti perkembangan zaman membuat ritual Tabot ini kini berlabel semi ritual dan semi
sekuler. Terlihat, jika kegiatan ini dilaksanakan agar kita dapat menunjukkan rasa simpati kita
kepada apa yang telah dilakukan dan telah terjadi pada dahulu kala. Namun, jika kita menelaah
lebih dalam lagi tentu ini menjadi salah satu tragedi kemanusiaan yang seharusnya tidak terjadi.
Apalagi peperangan ini adalah sebuah perang saudara yang terjadi karena adanya kepentingan
pihak tertentu dan banyak pertumpahan darah terjadi di dalamnya.
Akulturasi yang terlihat jelas dan nyata pada kegiatan ini juga terdapat pada ritual serta
pelaksanaannya. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung Festival Tabot
Bengkulu lebih menggunakan alat-alat lokal untuk mengibaratkan perayaan yang sesungguhnya,
karena di Irak sendiri kebiasaan Syiah ini merupakan sebuah kegiatan melukai diri sendiri agar
para pengikutnya dapat merasakan apa yang dirasakan oleh pasukan Hasan dan Husein pada saat
Perang Karbala terjadi. Pada Festival Tabot Bengkulu kegiatan melukai diri tadi digantikan oleh
kegiatan menabuh dol. Selain itu, adanya sesaji dianalisis merupakan sebuah kelengkapan yang
muncul sebagai bentuk dari akulturasi budaya setempat. Akulturasi ini diciptakan agar ritual ini
dapat diterima oleh khalayak ramai dan apa yang ingin disampaikan pada ritualnya dapat
dipahami.
Pada kenyataannya pula, kegiatan ini sangat berkaitan dengan Syiah. Namun, lagi-lagi
seiring berjalannya waktu. Kegiatan ini dilaksanakan hanya untuk mewariskan budaya bukan
untuk berbuat syirik. Lagipula, kini dalam kegiatannya sudah semakin banyak Tabot-Tabot yang
diakulturasikan untuk memeriahkan acara. Dahulu, Tabot pernah dibuang ke laut, namun karena
kurangnya antusiasme masyarakat, akhirnya pembuangan Tabot ini hanya dibuang di Padang
Karbela saja.
Selain itu, bermacamnya ritual, banyaknya pihak yang terlihat, dan euforia yang muncul
membuat silaturahmi antar sesama masyarakatnya semakin terjalin. Sejak dibukanya festival,
dimulainya ritual, hingga hari Tabot Tebuang, antusias masyarakat sangatlah meriah, kemeriahan
ini membuat masyarakat yang ingin melihat langsung kegiatan ini harus rela antri untuk sekedar
masuk ke área sekitar. Sifat sabar ini juga dapat menambah pahala bagi masyarakat Bengkulu
karena toleransi yang mereka timbulkan terhadap sesama, terutama terhadap sesama pengunjung
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
14
Universitas Indonesia
Festival Tabot 2015 ini. Pada ritualnya, sifat kekeluargaan akan silaturahmi ini dapat terlihat dari
kegiatan menjara yang dilakukan oleh Tabot Berkas dan Tabot Bangsal.
Ritual khusus yang kini telah berakulturasi dengan festival ini juga menunjukkan betapa
percampuran budaya ini justru mampu membuat masyarakat berduyun-duyun berpesta ria
bersama dan tanpa disengaja ikut berfoya-foya menambah perekonomian kota dan pedagang
lokal meski hanya sekedar mengeluarkan uang untuk membeli jajanan yang bertebaran di sekitar
Lapangan Merdeka. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit rasanya bisa menjadi
peribahasa yang tepat untuk menggambarkan perekonomian yang muncul pada euforia malam ke
malam Festival Tabot ini.
Dari keseluruhan dampak di atas, dampak yang paling penting adalah masyarakat sekitar
menjadi menghargai apa yang menjadi budaya leluhur mereka. Tabot merupakan sebuah warisan
budaya yang membuat kita semua harusnya sadar, jika bukan kita yang melestarikan budaya
lokal kita, siapa lagi. Tanpa kaum sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabot (KKT)
Bengkulu dan tanpa adanya pemberdayaan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bengkulu,
tentu Tabot tidak akan sefenomenal dan terus terlaksana seperti ini.
Namun, di balik dampak positif yang muncul, tentu ada saja dampak negatif yang ikut
campur dalam sebuah kegiatan. Keramaian yang ditimbulkan oleh festival Tabot ini bisa saja
memicu tindak kriminal terjadi, pencopetan bahkan penjambretan dapat terjadi sewaktu-waktu di
tengah kepadatan pengunjung. Selain itu, ritual Tabot yang cukup berbau mistik juga dapat
menjadi faktor yang mempengaruhi kepercayaan dan membuat orang tersebut percaya kepada
selain Allah yang esa. Dampak negatif ini tentu harus pula diperhatikan dengan menanamkan
sikap waspada akan tindak kriminalitas yang mungkin terjadi, dan dengan sifat mistik yang ada
pada ritual dapat pula ditanamkan kepada masyarakat yang ikut dalam kegiatan ini agar tidak
menduakan Allah dan mampu menyaring apa yang jadi tujuan utama dari adanya kegiatan
tahunan ini.
4.7. Tabot dan Nilainya
Tabot, dilihat dari segi kebudayaannya telah menjadi sebuah budaya yang tidak hanya
berakulturasi dengan budaya lokal namun mampu memperlihatkan nilai estetika akan keunikan
Tabot. Tabot di Bengkulu beragam bentuknya, mulai dari Tabot yang berbentuk pagoda hingga
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
15
Universitas Indonesia
Tabot yang berbentuk seperti menara masjid. Bentuk Tabot ini dibuat berdasarkan kebijakan
masing-masing perwakilan kelompok Tabot yang ada. Semakin meriah Tabot yang dibuat, maka
semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok pembuat Tabot.
Tabot Bengkulu menjadi sebuah budaya yang tidak dapat dihindarkan setiap tahunnya.
Euforia yang menggelora, masyarakat yang makin antusias, dan partisipan yang makin
membludak membuat festival ini meninggalkan kesan tersendiri bagi penikmatnya. Di Bengkulu,
selain dibudidayakan ke dalam festival. Tabot juga dijadikan maskot di setiap bundaran jalanan
yang ada di seluruh Kota Bengkulu. Tabot maskot ini merupakan Tabot permanen yang terbuat
dari semen dan berdiri kokoh di tengah-tengah bundaran jalan-jalan kota. Jika Tabot aslinya
dibuat semegah dan semenarik mungkin. Tabot maskot yang ada di bundaran jalanan ini sangat
sederhana, berbentuk seperti pagoda dan kebanyakan di cat berwarna putih. Dari maskot ini
terlihat jelas betapa masyarakat lokal sangat menghargai Tabot sebagai budaya warisan nenek
moyang mereka. Nilai pelestarian inilah yang patut kita apresiasi bagi pemerintah kota Bengkulu
yang melestarikan Tabot sebagai budaya khas lokal mereka.
Selain itu, nilai estetika lain yang sangat terlihat dari Tabot terlihat dari model, bentuk,
seni, dan keunikan yang ditunjukkan pada masing-masing Tabot. Dari sini, sebagai penonton
awam peneliti melihat jika pembuatnya sangatlah memiliki nilai artistik yang baik karena mampu
menunjukkan dan mengekpresikan keindahan Tabot yang ada dengan baik, sehingga para
penikmat festival Tabot terkagum-kagum melihatnya. Ditambah lagi jika malam tiba, kerlap-
kerlip lampu hias yang mengitari bangunan Tabot tiap kelompok membuat malam pada Festival
Tabot semakin menggelora dan membuat banyak orang berduyun-duyun mengabadikan momen
tersebut. Dekorasi yang beragam, juga semakin indah ketika ditambah dengan alunan musik dol,
yang menjadi musik khas pengiring ritual juga festival Tabot. Semua hal tadi menunjukkan
betapa nilai seni sangat dihargai juga diutamakan dalam setiap langkahnya.
Meski nilai seni menjadi nilai estetika dari Tabot. Adanya nilai religi dalam kegiatan ini
tidak dapat dihindarkan. Salah satu contoh jika kegiatan ini mengedepankan asas religi adalah
ketika ritual terakhir dilaksanakan, yaitu Tabot Tebuang. Kegiatan ini berlangsung pada Jumat,
23 Oktober 2015. Sejak pagi hari, Lapangan Merdeka sudah dipadati oleh ribuan orang, karena
hari itu menjadi hari terakhir sekaligus hari pembuangan Tabot. Jika tidak mentoleransi waktu,
para peserta bisa saja mulai melakukan arak-arakan sejak pukul 10.00 Wib, namun mengingat
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
16
Universitas Indonesia
hari tersebut adalah hari Jumat semua peserta mengutamakan solat Jumat terlebih dahulu dan
setelahnya barulah membuang Tabot tadi. Jika saja masyarakat tidak toleran akan kebijakan ini
pastilah keributan sudah terjadi. Selain itu, hal lain yang berkaitan dengan nilai toleransi
beragama yang ditunjukkan kegiatan ini adalah kegiatannya yang diadakan di kampung Cina,
kampung yang mayoritasnya diisi oleh orang non Muslim. Tabot, notabenenya merupakan
sebuah kegiatan perayaan dari umat Islam. Namun disini, masyarakat Kampung Cina terlihat
tidak mempermasalahkan dan ikut meramaikan kegiatan Festival Tabot ini, bahkan ketika hari
Minggu tiba peneliti melihat secara langsung, ada sebuah kelompok agama kristen tetap
beribadah berjamaah meski sekeliling mereka sedang ramai oleh euforia Festival Tabot.
Dari setiap ritualnya pula, ada nilai-nilai khusus yang dijadikan maksud dan tujuan
untuk terus dilaksanakannya kegiatan ini. Hal ini menunjukkan jika apa yang dilakukan oleh
Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) bukan sembarang kegiatan. Apa yang dipertahankan dan
dilestarikan akan Tabot ini juga kini telah membekas dan menjadi sebuah folkways (kebiasaan)
yang tidak dapat dihindarkan. Antusiasme, keberagaman, kebersamaan, keindahan, kerja sama,
kemasyarakatan, membuat Tabot masih akan terus bertahan meski globalisasi terus menerus
menggerusnya dengan budaya lain.
5. KESIMPULAN
Tabot terus dilaksanakan karena dianggap sebagai sebuah budaya yang harus terus
dilakukan. Selain itu, nilai budaya yang ada upacara ini menjadi nilai khusus bagi pariwisata dan
kebudayaan Bengkulu dan mendatangkan devisa yang cukup besar bagi perekonomian mereka.
Setiap tahunnya kegiatan ini dilakukan di Lapangan Merdeka, Bengkulu. Pada 2015 ini upacara
Tabot jatuh pada 13-23 Oktober. Meski syarat akan ritual sakral, kegiatan Tabot juga
dimeriahkan dengan bazar-bazar dan festival yang ada memenuhi Lapangan Merdeka.
Tabot merupakan produk budaya yang harus dilestarikan dan telah menjadi budaya lokal.
Budaya yang menjadi label Tabot juga memberikan dampak positif dan negatif yang tidak boleh
sembarang kita terima begitu saja. Globalisasi yang sekarang merebak membuat kita harus aktif
menyaring apa yang harus dipertahankan dan tidak. Awalnya kegiatan ini dianggap syirik karena
mengadopsi upacara dari kalangan Syiah. Namun, setelah ditelusuri kegiatan ini ditemukan tidak
lagi menjadi upacara ritual semata karena telah dijadikan sebagai salah satu devisa bagi
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016
17
Universitas Indonesia
pariwisata Bengkulu. Kini, Tabot juga sudah beraneka ragam ditambah adanya Tabot
pembangunan yang dibuat oleh instansi pemerintah setempat untuk memeriahkan acara ini. Tabot
kini menjadi sebuah kebudayaan yang telah berakulturasi dengan budaya juga zaman. Tabot
merupakan sebuah kebudayaan yang muncul karena adanya unsur, komponen, dan sistem budaya
juga religi yang berkembang dalam masyarakat. Hal lainnya adalah Tabot memiliki nilai-nilai
sendiri bagi masyarakatnya sehingga menjadikan Tabot memiliki keunikan yang mampu bertahan
sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.
Daftar Referensi
Anindita, Zoneirah Sharleen. 2013. Tradisi dan Makna Simbolik Ritual Tabot Pada Suku Sipai di Kota Bengkulu. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Cowan, J Milton. 1980. A Dictionary of Modern Written Arabic. New York: Librairie du Liban.
Dahri, Harapandi. 2009. Tabot: Jejak Cinta Keluarga Nabi di Bengkulu. Jakarta: Pemikat Citra.
Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Ernatib, dkk. 2001. Upacara Tabuik di Pariaman: Kajian Nilai Budaya dan Fungsi Bagi
Masyarakat Pendukungnya. Padang: BKNST.
Hamdani. 2015. Skripsi: Tabot Bengkulu (2015). Bengkulu: Wawancara.
Karneii, dkk. 1992. Upacara Tradisional Daerah Bengkulu: Upacara Tabot. Bengkulu:
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kartomi. 1986. Tabut a Ritual Syiah Transpalated from India to Sumatera. Victoria: Studies
Monash University.
Tabot Bengkulu ..., Inke Nur Dewanti, FIB UI, 2016