Post on 24-Oct-2020
LAPORAN PENELITIAN
IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG,
KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM
Tim Peneliti : 1. Ir. I Nengah Lanus, MT (Ketua) NIP. 195708181986031003
2. Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya (Anggota) NIP. 195012311978121001
3. I Nyoman Susanta, ST., MErg (Anggota) NIP. 196909231995031002
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
SEPETEMBER 2015
1
HALAMAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
Judul Penelitian : Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal di Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug,
Kecamtan Karangasem, Kabupaten Karangasem
Ketua Tim Peneliti : a. Nama Lengkap : Ir. I Nengah Lanus, MT
b. NIDN / NIP : 0018085703 / 195708181986031003
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Nomor HP / email : (+62) 8123956956 / polanusa@plasa.com
Anggota Tim Peneliti (1): a. Nama Lengkap : Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya
b. NIDN / NIP : 0031125024 / 195012311978121001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Nomor HP / email : (+62) 8123654629 / -
Anggota Tim Peneliti (2) : a. Nama Lengkap : I Nyoman Susanta, ST., MErg
b. NIDN / NIP : 0023096902 / 196909231995031002
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
d. Nomor HP / email : (+62) 8123978858 / susanta.nyoman@yahoo.com
Jangka Waktu Kegiatan : 4 bulan
Tempat Kegiatan : Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug, Kecamatan
Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali
Biaya yang diperlukan : Rp.10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah)
Bukit Jimbaran, 3 September 2015
Menyetujui,
Ketua Jurusan Arsitektur FT-UNUD Ketua Tim Pelaksana
Ir. I Made Suarya, MT NIP. 19561015 198601 1 001
Ir. I Nengah Lanus, MT NIP. 195708181986031003
mailto:polanusa@plasa.com
2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
RINGKASAN ................................................................................................................ 3
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 4
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 4 1.2. Tinjauan Khusus Penelitian ..................................................................................... 5 1.3. Urgensi .................................................................................................................... 5 1.4. Potensi Hasil/Luaran ............................................................................................... 6
BAB II. STUDI PUSTAKA ......................................................................................... 7
2.1. Arsitektur Tradisional Bali ...................................................................................... 7 2.2. Pola Tata Ruang Arsitektur Tradisional Bali .......................................................... 8 2.3. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa ................................................................. 9 2.4. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal ................................................................ 9 2.5. Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali………...... …11
2.6. Pengertian Konservasi ........................................................................................... 12 2.7. Dasar Hukum Konservsi ....................................................................................... 13 2.8. Strategi dan Model Konservasi ............................................................................. 14 2.9. Permasalahan Konservasi ...................................................................................... 15
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 16
3.1. Lokasi Penelitian ................................................................................................... 16 3.2. Rancangan Penelitian ............................................................................................ 16 3.3. Prosedur Penelitian ................................................................................................ 16 3.4. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 17 3.5. Teknik Analisis Data ............................................................................................ 17
BAB IV. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ....................................................... 18
4.1. Biaya ...................................................................................................................... 18 4.2. Jadwal Kegiatan .................................................................................................... 18
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 19
Lampiran 1. Justifikasi anggaran Penelitian ..................................................... 20
3
RINGKASAN
Desa Pakraman Bugbug merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten
Karangasem, ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya yang termasuk desa strategis
kabupaten dalam rangka mendukung pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman
Bugbug memiliki keunikan aktivitas adat dan tradisi yang diimplementasikan dalam
tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada penataan ruang-ruang dan
bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area pekarangan. Pekarangan
merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan luas sekitar 200–400 M²
didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale wadah aktivitas
penghuninya. Sejalan dengan waktu dan perkembangan dalam berbagai sektor
pembangunan khususnya peningkatan perekonomian di Desa Pakraman Bugbug
mengakibatkan perubahan-perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata
pencaharian, pola hidup dan berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut selanjutnya
mengubah pola pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai adat yang menjadi inti dan sumber
inspirasi kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka pelestarian tata nilai adat dan tata
nilai arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata, sehingga keberadaan arsitektur
rumah tinggal setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan. Salah satu
langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan
mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan
tata bentuk, struktur, bahan dan ornamen rumah tinggal, perkembangannya serta
permasalahan-permasahan yang terkait dengan tradisi adat setempat. Data-data dikompilasi
dan dianalisis untuk merumuskan model rumah tinggal dari sisi arsitektur.
4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Desa pakraman adalah satu kesatuan wilayah dengan tatanan kehidupan sosial budaya
masyarakat, memiliki otoritas pengelolaan desa yang dilandasi oleh tradisi dan adat
setempat. Desa pakraman di Bali berdasarkan tradisinya dapat dibedakan menjadi dua tipe
yaitu : Desa Bali Aga atau Bali pegunungan atau Bali mula dan Desa Bali Apanaga atau
Bali dataran. (Dinas PU Prop. Dati I Bali, 1989: 6; Parimin Ardi P, 1986: 16; Danker
Schaareman, 1986 : 2-5).
Desa Pakraman Bugbug merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten
Karangasem, ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya (Desa Pakraman Perasi,
Desa Pakraman Bugbug, Desa Pakraman Timbrah, Desa Pakraman Asak, Desa Pakraman
Bungaya, dan lain-lain) yang termasuk desa strategis kabupaten dalam rangka mendukung
pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman Bugbug merupakan desa tradisional,
terletak di Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem yang
merupakan wilayah bagian timur pulau Bali. Berbatasan dengan desa pakraman lainnya,
antara lain : disebelah timur Desa Pakraman Perasi, sebelah barat Desa Pakraman Samuh
dan Bukit Gumung, sebelah utara Desa Pakraman Timbrah, Asak dan Bungaya, sebelah
selatan Laut Selat lombok. Penduduk desa seluruhnya beragama Hindu, mata pencaharian
utamanya adalah bertani, pekerjaan tambahannya ada yang berternak, nelayan, berdagang,
pengrajin, buruh, karyawan dan pegawai pemerintah.
Desa Pakraman Bugbug memiliki keunikan aktivitas adat dan tradisi yang
diimplementasikan dalam tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada
penataan ruang-ruang dan bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area
pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan
luas sekitar 200–400 M² didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale
wadah aktivitas penghuninya (Gelebet, 1982) dikelilingi penyengker/ pagar pembatas
dengan pintu masuk berupa kori. (Susanta, 2012) Tanah pekarangan dimilki oleh desa
sebagai tanah ayahan desa, dapat digunakan dan ditempati krama pengayah desa dengan
keturunannya selama masih menjadi warga desa. Tanah ini tidak dapat diperjualbelikan,
pemindahan hak guna pakai tanah desa ini ditentukan oleh desa atas dasar aturan dan tradisi
adat. Satu bidang pekarangan umumnya dihuni oleh lebih dari satu kepala keluarga.
(observasi, 2015). Perwujudan tata ruang dan bentuk rumah tinggal dan area pekarangan
ini sebagai penjabaran tatanilai tradisi adat, sebagai akumulasi pengetahuan tradisi yang
unik dan khas serta dilandasi oleh ajaran agama dan tradisi adat setempat.
Sejalan dengan waktu dan perkembangan dalam berbagai sektor pembangunan khususnya
peningkatan perekonomian di Desa Pakraman Bugbug mengakibatkan perubahan-
perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata pencaharian, pola hidup dan
berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut terimplementasi dalam arsitektur seperti tata
ruang dan tata bangunan. Perubahan-perubahan sedemikianrupa sehingga menggeser,
melemahkan bahkan menghilangkan tata nilai, tata ruang dan tata bentuk terdahulu.
Perubahan tersebut selanjutnya mengubah pola pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai
adat yang menjadi inti dan sumber inspirasi kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka
pelestarian tata nilai adat dan tata nilai arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata,
sehingga keberadaan arsitektur setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan.
Mengingat peranan desa pakraman yang sangat sentral dan strategis sebagai wadah utama
masyarakatnya. dalam menata budaya dan tradisi adat setempat.
Salah satu langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan
mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan
5
ruang, bentuk, struktur dan material rumah tinggal, perkembangan serta permasalahan-
permasahan yang terkait dengan tradisi adat setempat. Data-data dikompilasi dan dianalisis
untuk mendapatkan model identitas rumah tinggal dari yang sesuai prinsip konservasi dari
sisi arsitektur dan perkembangannya
Hasil identifikasi model ini, dapat menjadi data awal dalam upaya pelestarian arsitektur
lokal. Dapat pula menjadi masukan dalam proses menemukan solusi-solusi permasalahan
yang terkait dengan pelestarian tata nilai adat dan permasalahan-permasalahan yang terkait
dengan perubahannya.
1.2 Tinjauan Khusus
Sejalan dengan waktu pembangunan di Desa Pakraman Bugbug telah mengubah arsitektur
rumah tinggal dan pola-pola pemanfaatannya. Perubahan yang tidak sejalan dengan
budaya dan tradisi adat dapat mengganggu kelestarian arsitektur dan tradsisi adat. Oleh
karena itu maka diperlukan upaya-upaya untuk mengidentifikasi hal-hal yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah :
Mengidentifikasi arsitektur (Ruang, bentuk, struktur dan material) rumah tinggal
1.3. Urgensi
Bahwa budi daya manusia berhasil melahirkan karya-karya berwujud kompleks, idea-idea,
gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, ataupun kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat maupun benda–benda hasil kerja
manusia; yang secara makro dikatakan sebagai seluruh total dari pikiran, karya dan hasil
karya makro yang tidak beraturan kepada nalurinya dan yang karena itu hanya bisa
dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar …. (Koentjaraningrat dalam Dinas
PU Prop. Dati I Bali, 1989: 1) Demikian halnya dengan pola pemikiran tradisional Bali ,
juga ikut mengalami perubahan dan perkembangan yang semula dilandasi oleh factor
agama, kepercayaan, dan adat istiadat yang digariskan berupa aturan-aturan tradisional
telah berkembang mengikuti nilai-nilai regional dan global. Perubahan bertujuan untuk
memenuhi tuntutan tata ruang yang meningkat. Akibatnya arsitektur rumah tinggal akan
berubah yang selanjutnya diikuti perubahan pola-pola aktivitas yang semata-mata hanya
didasari oleh nilai efisiensi. Dalam hal tersebut khususnya di Desa Pakraman Bugbug
diperlukan suatu bentuk pola untuk perencanaan konservasi terhadap arsitektur rumah
tinggal.
Inventarisasi desa-desa tradisional yang dilakukukan oleh Dinas PU Prop. Bali tahun 1989
bersifat umum yang menyangkut pola-pola pemukiman dan rumah secara makro.
Inventarisasi tersebut tidak melihat perekembangan arsitekturnya (tata ruang, bentuk,
struktur dan material), sehingga usulan penelitian ini dapat diharapkan menemukan pola-
pola perkembangnnya dan merumuskan strategi pelestariannya.
Danker Schaareman pada tahun 1986 seorang antropolog dalam bukunya Tatulingga :
Tradition and Continuity yang meriset organisasi social dan ritual Desa Pakraman Bali
Aga khususnya di Desa Pakraman Asak. Dari sisi arsitektur dan perkembangan rumah
tinggal belum ada. Penelitian ini dalam kaitan arsitektur rumah tinggal dan perkembangan
arsitektur rumah tinggal akan dapat melengkapi apa yang telah ditulis oleh Danker
Schaareman.
Penelitian Identifikasi rumah tinggal Desa Pakraman Bugbug yang spesifik pada identitas
arsitektur rumah tinggal dan perkembangnnya belum pernah dilakukan, sehingga penelitian
ini dapat menjadi rintisan penelitian untuk bidang pelestarian kearifan dan arsitektur local.
6
1.4. Potensi Hasil / Luaran Hasil penelitian ini dapat berkontribusi pada Desa Pakraman Bugbug untuk
mengidentifikasi permasalahan dan strategi dalam pelestarian rumah tinggal dan tradisi
desa dengan independensi dan otorinas pengelolaannya. Untuk pemerintahan khusunya
kecamatan dan Kabupaten Karangasem sebagai input dan evaluasi kebijakan karena desa
telah ditetapkan sebagai desa tradisional dan desa budaya sebagai desa strategis penyangga
pariwisata budaya di Karangasem.
Hasil penelitian ini juga akan menjadi input bagi penyusunan database desa-desa Bali Aga
milik Jurusan Arsitektur, FT-UNUD. Pihak internal UNUD dapat mengakses data ini
dengan relatif lebih mudah.
Luaran penelitian akan berpeluang menjadi makalah dalam jurnal nasional terakreditasi
mengingat kontribusinya yang bersifat cukup fundamental bagi perkembangan pariwisata
budaya di Bali.
Selain itu, luaran penelitian akan berkontribusi dalam diseminasi seminar nasional yang
akan diadakan oleh pihak Jurusan Arsitektur, FT-UNUD.
7
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1. Arsitektur Tradisional Bali
Sebagai pemahaman awal dan penyamaan peresepsi maka akan dikemukakan terlebih
dahulu tentang pengertian antara arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur Bali. Kedua-
duanya telah tumbuh dan berkembang mengisi sejarah, ruang dan waktu dari masa ke masa
sebagai wujud arsitektur Bali.
Menurut I Nyoman Gelebet 1982, arsitektur tradisional Bali merupakan arsitektur yang
ditumbuhkembangkan dari generasi kegenerasi berikutnya dan dibuat dengan aturan-aturan
tradisional Bali baik tertulis maupun lisan serta dapat diterima oleh masyarakat Bali secara
berkelanjutan karena dianggap baik dan benar.
Arsitektur Bali adalah arsitektur yang tumbuh, berkembang dan dipertahankan di Bali,
dapat terdiri dari :
1. Arsitektur warisan (kuno), 2. Arsitektur Tradisional Bali 3. Arsitektur non tradisional yang bergaya arsitektur tradisional Bali Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arsitektur tradisional Bali merupakan salah satu
dari arsitektur Bali, serta merupakan cikal bakal serta induk yang menginspirasi arsitektur
lainnya yang ada di Bali. Arsitektur tradisonal Bali dijiwai dan dilandasi oleh ajaran Agama
Hindu. Penjiwaan ini tercermin :
1. Dalam proses pembangunan tradisional,
Upacara keagamaan (sarana, mantera, rajah)
Penentuan dimensi dan jarak (dewa-dewa Hindu)
Penentuan hari baik/dewasa ayu (Jyotisa) 2. Dalam tata ruang dan tata letak bangunan serta
Pola tri mandala dan sanga mandala (konsep Tri Loka dan dewata nawa sanga)
Pola Natah (perpaduan akasa dan pretiwi)
Orientasi hulu - teben 3. Dalam wujud bangunan
Nama-nama ukuran yang dipilih (bhatara asih, prabu anyakra negara, sanga padu laksmi);
Simbol dan corak ragam hias (Acintya, Kala, Boma, garuda-wisnu, angsa, dll) Arsitektur tradisional Bali sebagai perwujudan ruang secara turun temurun dapat
meneruskan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat sesuai dengan pandangan
dan idealismenya. Karya arsitektur tradisonal Bali mencerminkan aktivitas pemiliknya,
dengan demikian maka modul ruang dan bentuk yang diambil dari ukuran tubuh manusia
dan aktivitas pemiliknya.
Di dalam arsitektur tradisonal Bali terkandung unsur-unsur : Peraturan tradisonal baik yang
tertulis maupun lisan, ahli bangunan tradisional seperti undagi, sangging, tukang, pelukis
serta sulinggih/pendeta. Ini mencerminkan kompleksitas rancangan arsitektur, kedalaman
dan totalitas integrative.
Terdapat tiga klasifikasi fungsi bangunan dalam arsitektur tradisional Bali yaitu :
1. Fungsi peribadatan pada dasarnya berfungsi sebagai tempat pemujaan dan berbakti kepada Tuhan dan leluhur dalam rangka menguatkan dan memberdayakan hidup ini
agar manusia dalam hidup ini menjadi lebih baik dan lebih berguana. Tempat pemujaan
ini terdiri dari :
Pura Kawitan dan Sanggah sebagai media mengembangkan kerukunan dalam keluarga
Pura Kahyangan Desa sebagai media untuk mengembangkan kerukunan dalam stau territorial desa.
8
Pura Swagina sebagai media untuk mengembangkan kerukunan profesi
Pura Kahyangan Jagat sebagai media untuk mengembangnkan kerukunan regional dan universal.
2. Fungsi perumahan sebagai bangunan yang berfungsi untuk tempat hunian dengan segala aktivitas dan interaksinya agar manusia dapat mengembangkan potensi dan
profesinya secara profesional dan optimal secara serasi, selaras dan seimbang. Hunian
ini terdiri dari :
Griya sebagai wadah hunian untuk profesi rohaniawan/sulinggih/pendeta
Puri sebagai wadah hunian untuk pemimpin/penguasa pemerintahan
Jero sebagai wadah hunian untuk pembantu/pejabat pemerintahan
Umah sebagai wadah hunian untuk masyarakat umum seperti penggerak pertanian dan perdagangan.
3. Fungsi sosial sebagai bangunan yang berfungsi untuk melakukan aktivitas secara berkelompok/bersama dalam suatu territorial tertentu baik di tingkat lingkungan
maupun desa. Bangunan ini akan lebih berfungsi sebagai fasilitas umum dan fasilitas
sosial budaya bagi anggota masyarakat, jenisnya antara lain sebagai berikut :
Bale desa berfungsi sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan di tingkat teritorial desa.
Bale banjar berfungsi sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan di tingkat lingkungan
banjar.
Bale teruna-teruni sebagai wadah aktivitas, kreativitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan pembinaan
generasi muda.
Bale subak sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan kesejahtraan dibidang pertanian.
Pasar sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan ekonomi kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kesejahtraan desa.
Beji sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan sanitasi desa.
Bale bendega difungsikan oleh nelayan
Bale sekee/perkumpulan profesi non formal
Dan lain-lain
2.2 Pola Tata Ruang Tradisional Bali Tata ruang tradisional Bali menyangkut berbagai wujud ruang luar yang diungkapkan
dalam suatu wilayah (palemahan) baik antar wilayah dengan wilayah serta antara bangunan
dengan wilayah/ruang terbuka. Fokusnya menguraikan ruang-ruang dengan radius-radius
tertentu dalam hubungannya dengan keberadaan pura/tempat pemujaaan, ruang terbuka,
maupun pola pemanfaatan dalam hubungannya dengan pengembangan desa dan wilayah
untuk tujuan-tujuan tertentu seperti kepariwisataan, perekonomian, pemerintahan,
pertanian, penyangga, kawasan konservasi dan lain sebagainya.
Penataan pola ruang arsitektur Bali dilandasi oleh konsep-konsep dan kaidah tradisional
seperti orientasi, tingggi rendah suatu tempat, dan hirarki tata nilai ruang. Orientasi kearah
gunung (kaja) memiliki nilai utama, daerah dataran (tengah) memiliki nilai madya, kearah
laut (kelod) memiliki, nilai nista. Secara hirarkis membentuk segmen : utama, madya,
nista. Kombinasi susunan segmen utama, madya, nista pada arah utara-selatan (kaja-kelod)
dengan arah timur-barat (kangin-kauh) akan membentuk sembilan segmen yang disebut
Sanga Mandala. Pola perletakannya mempertimbangkan daerah ruang terbuka/palemahan,
9
sehingga diperlukan jarak-jarak bangunan terhadap lingkungan sekitar. Jarak ini
menggunakan modul dari ukuran antropometri manusia dari ajengkal, amusti, atapak,
adepa, apenimpugan apeneleng alit sampai apeneleng agung. Implementasi tata ruang
akan memperhitungkan secara cermat ruang-ruang luar sebagai ruang antara bangunan satu
dengan bangunan lainnya, terutama bangunan suci yang sakral seperti : Pura Kahyangan
Jagat, Pura Kahyangan Tiga, Pura Swagina dan sebagainya.
Berdasarkan atas cakupan fungsinyanya maka tata ruang tradisional Bali yang akan
dikemukakan disini dibatasi sebanyak dua jenis yaitu :
1. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa 2. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal (Pekarangan)
2.3 Tata Ruang LingkunganTeritorial Desa Tata ruang lingkungan teritorial desa berpedoman pada konsep Tri Hita Karana yang
didasarkan atas tiga arah tujuan hidup beragama menurut tradisi di Bali (Tri Para Artha :
bhakti, punia dan asih). Tiga hal tersebut membutuhkan tata ruang yang disebut dengan
Parhyangan, Pawongan dan Palemahan. Konsep ini sebagai landasan operasional dalam
menata tata ruang wilayah desa yang dalam penataannya disesuaikan dengan Desa, Kala,
Patra (tempat, waktu dan keadaan). Pola-pola yang umum dikembangkan untuk daerah
dataran adalah pola Pempatan Agung/Catuspatha, disamping pola-pola lain seperti : pola
desa Tenganan, pola desa Bugbug, pola desa Timbrah, pola desa Bugbug, serta pola linier
terutama di daerah-daerah pegunungan. STRUKTUR NILAI RUANG PALEMAHAN DAN
TATA LETAK DESA
UTAMA
MADYA
NISTA
UTA
MA
MA
DY
A
MA
DY
A
NIS
TA
NIS
TA
Gambar 1. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa
10/12/2010 AB I, M10 6
POLA LINGKUNGAN DESA
PRINSIP TATA LETAK PADA PEKARANGAN
Persil
Bangunan Tempat Suci
Arah Orientasi
PRINSIP TATA LETAK PADA WILAYAH DESA
PRINSIP TATA LETAK PADA PUSAT KOTA
PURA
PERMUKIMAN
SETRA
PRINSIP-PRINSIP TATA LETAK
PURI/PUSAT PEMERINTAHAN
PASAR
TAMAN BUDAYA
PASAR RUANG TERBUKA
HIJAU
TAMAN BUDAYA
TAMAN BUDAYA
PASAR
RUANG TERBUKA
HIJAU
RUANG TERBUKA
HIJAU PURI/PUSAT PEMERINTAHAN
PURI/PUSAT PEMERINTAHAN
(Utama)
(Madya)
(Nista)
Gambar 2. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa
2.4 Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal (Pekarangan) Pola tata ruang pekarangan berpedoman pada konsep Sanga Mandala, “ ruang dalam alam
dan alam di tengah ruang” dengan Natah sebagai ruang utama/pengikat. Membangun
arsitektur meniru Alam semesta (bhuana agung) atau meniru manusia (bhuana alit).
Bangunan diletakkan membentuk cluster berorientasi ke tiap-tiap natah (natah Sanggah,
Bale dan Paon) sesuai dengan fungsi masing-masing.
10
NILAI RUANG LUAR
NATAH
SUB
NATAH
RUMAH
TRADISIOAL DESA KOTA
NATAHNATAH
Gambar 3. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dan territorial desa
Konsepsi keharmonisan dengan lingkungan dapat dijabarkan atas dasar sebagai berikut :
pengutamaan pemanfaatan potensi sumberdaya alam setempat, pengutamaan pemanfaatan
potensi sumber daya manusia setempat dan pengutamaan penerapan potensi pola-pola fisik
arsitektur setempat. Terdapat tata nilai yang mempengaruhi tata letak rumah tinggal dalam
kaitannya dengan lingkungan dan fasilitas umum pada arsitektur tradisional Bali, seperti :
rumah tidak langsung berada di hulu Bale Banjar/Pura/Puri serta rumah harus dibatasi
dengan jalan atau tanah kosong (karang tuang)
Tata letak rumah ditentukan juga oleh stratifikasi sosial tradisonal sehingga penataan
menghasilkan konfigurasi sedemikian rupa sehingga rumah sulinggih/ brahmana/ pendeta
/rohaniawan terletak di hulu/bagian yang dianggap utama, rumah penguasa (raja) di tengah
atau ring satu di sudut catuspatha, rumah pejabat di ring kedua dan rumah rakyat di ring
ketiga
Konsistensi tata nilai ruang dan bangunan dapat diwujudkan dengan perletakan bangunan
yang beragam, nilai fungsinya diserasikan dengan struktur hirarkhi nilai ruangnya,
ketinggian lantai disesuaikan nilai fungsi bangunan sehingga ada keserasian antara nIlai
ruang dan nIlai bangunan.
13/12/2010 AB I, M10 18
PENENTUAN ZONASI
IIIIII
IVVVI
IX VIII VII
I : mrajan, sumur
II : mrajan,
sumur,meten
III : mrajan, sumur,
penunggun karang
IV : bale dangin
V : natah, pengijeng
VI : bale dauh,
penunggun karang
VII : kebun
VIII: bale delod,
dapur, jineng
IX: bada, dapur,
jineng, sumur
UTAMA
MADYA
(KA)NISTA
Gambar 4. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dengan pola sanga mandala
10/12/2010 AB I, M10 20
Penentuan Tata Letak Bangunan
GURUGURU
UMAKALA
KALA
SRI
BRAHMA
RUDRA
INDRA
YAMA
meten
bale
delod
bale
dangin
bale
dauh
lum-
bung paon
penunggun
karang
pengijeng
Gambar 5. Model pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar perhitungan tradisional
11
10/12/2010 AB I, M10 9
POLA RUMAH RAKYAT
AA B
B
C
C
D
EE
FFG
G
F
E/G
B
H
H
I
J
H
I
K
L
M
U
M
N
UMN
U = Utama
M = Madya
N = Nista
NATAH NATAH
NATAH
Gambar 6. Model pola-pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
2.5 Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali Dasar-dasar ukuran dalam arsitektur tradisional Bali sebagai berikut :
Gambar 7. Dasar-dasar ukuran bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
Gambar 8. Dimensi tiang bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
12
Gambar 9. Dimensi tiang bangunan dan ukuran bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
Gambar 10. Struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
Gambar 11. Bentuk, struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
2.6 Pengertian Konservasi Konsep konservasi atau pelestarian terdiri atas berbagai sub konsep, yaitu :
1. Proteksi adalah memberikan perlindungan-perlindungan agar suatu tempat atupun objek terhindar dari gangguan, kerusakan-kerusakan dan penghancuran,
2. Preservasi adalah sebagai pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa perubahan, termasuk didalamnya mencegah pengahancuran.
3. Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat kepada keadaan yang semirip mungkin dengan keadaan semula, baik dengan menggunakan dengan bahan yang lama,
maupun dengan menghadirkan bahan-bahan yang baru.
13
4. Restorasi bermakna sebagai usaha mrngembalikan sesuatu kepada keadaan semula tanpa melakukan tambahan-tambahan dan memasang komponen-komponen semula
tanpa memasang bahan-bahan yang baru. Restorasi sering diidentikkan dengan
rehabilitasi.
5. Reparasi sebagai upaya-upaya untuk melakukan perbaikan dengan upaya yang semirip mungkin dengan aslinya,
6. Adaptasi adalah mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, dengan menghindarkan perubahan yang drastis dan menimbulkan dampak yang
seminimal mungkin. Dalam beberapa kasus dan kondisi, kegiatan adaptasi ini
disetarakan dengan revitalisasi.
Masing-masing sub konsep memiliki focus dan makna tersendiri, namun secara prinsipiil
ada makna dasar yang merupakan koridor setiap usaha konservasi, yakni : adanya prinsip
keutuhan dan kelestarian, adanya prinsip stabilitas dalam dinamika, adanya prinsip
keterbukaan terhadap wawasan, teknologi dan nilai-nilai universal dari perspektif
kesejarahan, ilmu pengetahuan dan seni. Kalau dikaitkan dengan tradisi Hindu di Bali maka
proses konservasi itu meliputi proses utpati (penciptaan), stithi (dipertahankan) dan pralina
(ditinggalkan), arsitektur sebagai suatu ciptaan tidak dapat terlepas dari hukum itu yang
disebut Tri Kona.
Cakupan pelestarian yang sudah berjalan di Indonesia hingga saat ini meliputi empat
bidang besar, yaitu : Alam, Kesenian, Arkeologi dan Lingkungan Binaan. Untuk arsitektur
akan tercakup dalam 2 - 3 bidang cakupan pelestarian, karena dapat mencakup seninya,
arkeologi maupun arsitekturnya sebagai bagiandari lingkungan binaan.
2.7 Dasar Hukum Konservasi Arsitektur Bali adalah satu wujud produk dari kebudyaan Bali, memiliki keunikan-
keunikan yang perlu dilestarikan dengan cara melindungi dan menjaga keasliannya. Salah
satu upaya pelestarian warisan budaya Bali ialah dengan mengaturnya dalam berbagai
bentuk hukum, baik dalam hukum adat maupun dalam peraturan perundang-undangan.
Kedua bentuk hukum ini mengandung keharusan dan larangan untuk menjadi pedoman
berprilaku melestarikan produk budaya. Hukum adat terdiri atas unsur tradisi yang telah
ada secara turun temurun dan unsur agama yang dianut oleh masyarakat, baik tertulis
maupun tidak.
Beberapa bentuk peraturan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak
lansung mengatur pelestarian arsitektur Bali adalah sebagai berikut :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 5 Th. 1992
menentukan keharusan melestarikan, memanfaatkan dan memajukan kebudayaan
nasional Indonesia, serta benda alam/buatan manusia, baik yang bisa dipindahkan
maupun tidak. Benda cagar budaya dikuasai oleh Negara dan dalam pengelolaannya
bisa dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, kelompok, dan perorangan demi
kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Dengan adanya undang-undang ini maka secara langsung seluruh lapisan masyarakat
berkewajiban untuk melestarikan benda-benda cagar budaya sebagai warisan budaya
bangsa.
2. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, pada konsiderennya menentukan bahwa desa pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum
adat yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan nilai-nilai budaya yang hidup di Bali
sangat besar perannya dalam bidang agama dan sosial budaya sehingga perlu diayomi,
dilestarikan, dan diberdayakan. Dalam upaya pelestarian warisan budaya Bali desa
pakraman berupaya untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai adat budaya masyarakat
14
Bali terutama etika, moral, dan peradaban yang merupakan inti adat istiadat dan tradisi
masyarakat Bali agar keberadannya tetap terjaga dan berlanjut. Ini berarti juga bahwa
arsitektur yang teraplikasi dalam tata ruang dan bangunan sebagai wujud budaya perlu
dijaga dan dilestarikan oleh desa pakraman.
2.8 Strategi dan Model Konservasi
Beberapa model dari metode pelestarian dapat dilakukan dengan melakukan konservasi,
modifikasi ataupun repetisi. Konservasi dapat dilakukan dengan beberapa sub
konsep/variasinya yang akan dipilh/ditetapkan modelnya setelah melakukan evaluasi dan
status dari objeknya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengubah dan atau mengganti
sebagaian kecil bangunan agar karakter bangunannya masih nampak. Repetisi dapat
dilakukan dengan membuat kembali bangunan yang sama sehingga dapat dianggap
“reinkarnasi”. Repetisi dilakukan untuk : sebagai “Reinkarnasi” arsitektur tradisional Bali,
sebagai kebutuhan sarana untuk kegiatan sosial budaya/ keagamaan dan sebagai
kebanggaan identitas/jati diri serta koleksi. Pembangunan tradisional yang baru tujuannya
adalah : peningkatan kualitas fungsi, peningkatan kualitas teknis dan peningkatan kualitas
estetika.
11-Dec-10 AB III, M2 4
Pola Pelestarian Arsitektur Bali
PELES-
TARIANMODEFI-
KASI
KONSER-VASI
REPETISI
IDENTIFIKASI
INVENTARISASI,
EVALUASI,
STATUS ,
ADAPTASI
REINKAR-
NASI
FORMULASIPENGENDA-LIAN
Gambar 12. Skema model dari metode pelestarian
12/10/2010 AB III, M5 6
POLA PENGEMBANGAN
EKSISTING LINGKUNGANPURA
SETRA
PE-
RU-
MAH
AN
PP
P
PP
P
Jalan lingkar
Gambar 13.Model pelestarian pola lingkungan dan pengembangan
Dalam rangka menata dan merancang lingkungan baru yang dapat menampilkan karakter
pola lingkungan arsitektur tradisional Bali, sebagai bagian dari pelestarian maka dapat
dilakukan langkah-lankah sebagai berikut:
1. Adopsi dan modefikasi pola-pola lingkungan tradisional yang mapan; 2. Sesuaikan dengan kawasan pembangunan: perdesaan – perkotaan; 3. Akomodasikan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibutuhkan saat ini.
812/10/2010 AB III, M5
Pola Desa Bugbug
P
P
P
P
12/10/2010 AB III, M5 10
Pola Desa Tenganan
Gambar 14. Model pelestarian pola lingkungan
Desa Bugbug
Gambar 15. Model pelestarian pola lingkungan Desa Tenganan
P= Parkir
15
Dalam rangka penataan pola tata ruang lingkungan rumah tinggal (pekarangan) dapat
dilakukan dengan prinsip yang dapat membangun identitas prinsip-prinsip arsitektur
tradisional Bali, antara lain sebagai berikut :
1. Prinsip tata ruang dan tata letak 2. Prinsip tata bangunan 3. Prinsip struktur 4. Prinsip utilitas dan ergonomi 5. Prinsip ornamen dan bahan bangunan
12/13/2010 AB III, M6 8
KARYA-KARYA BARU
Modefikasi rancangan tapak, model 1
Merajan dan pelinggih
asli tradisional
Bale meten dengan
modefikasi ruang tidur
Bale semanggen asli
tradisional
Modefikasi bale
dauh
Unifikasi paon,
gudang, dan garase
Gambar 16. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal (pekarangan)
12/11/2010 AB III, M6 9
Modefikasi rancangan tapak, model 2
Orang
MObil
asli
Modefikasi
Gambar 17. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal pekarangan)
2.9 Permasalahan Konservasi Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pelestarian arsitektur tradisional Bali
antara lain :
1. Permasalahan umum terdapat pada pemahaman tentang konservasi, dilakukan pada apa saia, oleh siapa dan kapan jangka waktunya. Kejelasan tentang hak-hak dan tanggung
jawab dari berbagai pihak yang terlibat dan terpengaruh didalamnya.
2. Permasalahan khususnya adalah kesepakatan tentang pemahaman konservasi, pedoman tata caranya, tenaga ahli, pemetaan objek dan pendanaan, skala prioritas serta dalam
prakteknya masih terjadi sebaliknya yang tidak disadari/disadari banyak pihak menjadi
agen pelanggaran prinsip konservasi.
16
BAB III METODA PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Pakraman Bugbug Desa Bugbug Kecamatan Karangasem
Kabupaten Karangasem.
Gambar 18. Lokasi Penelitian
3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunaakan rancangan sebagai berikut :
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif, dimana data-data fisik dan non
fisik yang terkumpul baik itu data kepustakaan maupun lapangan. Jenis data berupa data
kuantitatif maupun kwalitatif dikompilasi, selanjutnya akan dianalisa dan dikomparasikan
dengan data-data acuan yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisa dan
komparasi dikaji dan disimpulkan untuk mendapatkan suatu rekomendasi.
3.3 Prosedur Penelitian
Secara umum, penelitian ini akan dilaksanakan dalam lima tahapan kerja, yaitu:
1. Kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur, baik literatur mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat, desa Bali Aga, maupun dari penelitian-penelitian serupa
yang terdahulu mengenai rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.
PENDATAAN KOMPILASI DATA
ANALISA DAN SINTESA
KESIMPULAN REKOMENDASI
DESA PAKRAMAN BUGBUG
17
2. Studi awal yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum data fisik (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) maupun data non fisik perkembangan dari unit-
unit bangunan pada rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.
3. Pengumpulan data primer yang berhubungan langsung dengan objek penelitian, mencakup aspek fisik dan non fisik unit-unit bangunan rumah tinggal di Desa
Pakraman Bugbug.
4. Pengolahan dan analisis data yang bertujuan untuk menemukan identitas rumah tinggal dan hubungannya dengan perkembangan pada unit rumah tinggal.
5. Penarikan kesimpulan penelitian.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang didukung
pula oleh data kuantitatif. Jenis data yang akan dikumpulkan adalah : data primer melalui
teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan (dilakukan pendataan, baik
berupa tabel, pemetaan, perekaman video, dan pemotretan) ; data sekunder didapatkan
dengan setudi pustaka melalui review terhadap materi-materi yang relevan deangan data
dan bahasan; Analisa komparatif secara deskriptif dan sintesa untuk perumusan setrategi
yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan
tata bentuk) dan pola pemanfaatan rumah tinggal
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data-data awal terkait teori-teori dan reperensi yang berhubungan dengan arsitektur tradisional Bali, serta rangkaian
tradisi-tradisi adat yang berhubungan dengan pemanfatan unit-unit bangunan pada
rumah tinggal.
2. Observasi dengan melakukan pengamatan untuk didokumentasikan baik dengan pencatatan maupun pemotretan dengan kamera sebagai data primer.
3. Wawancara dengan undagi, tukang banten, pemangku dan tokoh adat secara terstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daptar pertanyaan.
3.5 Teknik Analisis data
Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:
1. Identifikasi dan kompilasi data secara sistematik 2. Membuat tabulasi 3. Membuat analisa kualitatif dan kunatitatif 4. Manyimpulkan hasil
18
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
Rumah tinggal di Desa Bugbug terdiri dari beberapa bangunan dengan ruang-ruangnya
yang terdiri dari tiga bagian pokok yaitu : Bagian hulu/sanggah, bagian tengah/natah dan
bagian teben/lebuh.
4.1 Sanggah (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)
Sanggah sebagai tempat persembahyangan (fungsi parhyangan) terdiri dari tiga bangunan
antar lain ; 1) Pelinggih Kemulan, 2) Pelinggih Kembar, 3) Pelinggih Kompyang/Kawitan.
Pelinggih Kemulan
Pelinggih Kemulan terletak pada sudut timur laut dari sanggah, menghadap ke selatan,
tertutup pada tiga sisinya, sedangkan pada sisi selatannya terdapat pintu masuk dan dinding
dengan setengah terbuka. Pelinggih Kemulan memiliki tiga rong/ruang pada sisi timur
berjejer dar utara ke selatan menghadap ke barat. Pada sisi utara terdapat 9 rong, berjejer
dari timur ke barat menghadap ke selatan, rong ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu tujuh
rong di sebelah timur dan dua rong disebelah baratnya. Pada Sanggah Kemulan total
terdapat 12 rong yang masing-masing memiliki fungsi dan maknanya. Fungsi pelinggih ini
sebagai stana Batara Hyang Guru dan Pengayatan Dewata. Pada bagian bawah rong
terdapat bale-bale. Pelinggih Kemulan secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu :
bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari
kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 6, lambang sineb, anjan, sunduk-sunduk
dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai
ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium
disisi utara dan selatan, serta dua bidang segitiga pada sisi timur dan barat, kemiringan atap
lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan
menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang
Gambar 19. Lay Out Rumah Tinggal di Desa Bugbug
19
iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk
satu kesatuan bidang.
Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan
dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk
propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi Pelinggih Kemulan. Dinding
merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi
bataran mengikuti filosofi tertentu.
Bagian tepas terbuat dari batuan diplester membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada
sisi selatan.
Pelinggih Kompyang/Kawitan
Pelinggih ini terletak disebelah selatan kemulan, menghadap ke barat. Pelinggih ini
memiliki dua rong/ruang dan dibawahnya terdapat bale. Pelinggih ini sebagai stana
leluhur/Kawitan. Secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan
sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang
merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb, sunduk-sunduk dan bale sebagai
pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah
pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari empat bidang segitiga pada sisi-
sisinya, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya
merupakan rangka bidang, terdapat petaka yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan
oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.
Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan
dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk
propilan. Batur merupakan struktur masip terbuat dari batu dengan ketebalan 25 – 50 Cm.
Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu, dengan tinggi 60 Cm.
Pelinggih Kembar
Pelinggih Kembar terletak disebelah barat kemulan menghadap ke selatan. Pelinggih ini
memiliki dua rong/ruang dan dibawahnya terdapat bale. Pelinggih Kembar sebagai stana
leluhur dan dewata terkait dengan keberadaan kembar. Pelinggih Kembar secara morfologi
terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur
rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang
sineb, sunduk-sunduk dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan
makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk
dari empat bidang segitiga pada sisi-sisinya, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup
atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang, terdapat petaka yang memegang iga-
iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu
kesatuan bidang.
Gambar 20. Pelinggih Kemulan di Desa Bugbug
20
Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan
dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk
propilan. Batur merupakan struktur masip terbuat dari batu dengan ketebalan 25 – 50 Cm.
Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu, dengan tinggi 45 Cm.
4.2 Natah (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)
Natah sebagai tempat aktivitas profan (fungsi pawongan), disini beberapa bangunan antara
lain ; 1) Penunggun Karang, 2) Bale Daja, 3)Bale Dangin, 4) Paon, 5) Klumpu, 6) Loji, 7)
Kamar Mandi dan WC.
Penunggun Karang
Penunggun Karang terletak di tengah natah pada bagian hulu menghadap ke selatan,
sebagai hulunya natah. Fungsinya sebagai sebagai pelinggih stana Sang Hyang Durga
Manik, bermakna sebagai sebagai simbul Predana sedangakan kemulan sebagai simbul
Purusa.
Bale Daja
Bale daja terletak disebelah barat sanggah, berhulu ke utara menghadap ke selatan.
Bangunan bale daja memiliki beberapa tipe yaitu meten sakaulu, meten sakaroras ataupun
gunung rata saka 22. Bale daja berfungsi sebagai tempat tidur untuk orang tua dan dapat
pula sebagai gedong simpen. Pada bale meten sakaulu memiliki 8 tiang berjajar
memanjang timur barat. Dikelilingi tembok pada keempat sisinya, pintu masuk di bagian
tengah di sisi selatan. Di dalamnya terdapat dua bale masing-masing satu bale di sisi timur
dan satu bale disisi barat. Secara morfologi bale daja terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian
tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu
yang merupakan tiang/saka jumlahnya 8, lambang sineb, anjan, sunduk-sunduk dan bale
sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai
ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium
disisi utara dan selatan, serta dua bidang segitiga pada sisi timur dan barat membentuk
kampiyah, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari genteng, dimana
sebelumnya terbuat dari alang-alang. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan
menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang
iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk
satu kesatuan bidang.
Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan
dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk
propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi bangunan. Dinding
merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi
bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 90 Cm
Gambar 21. Bale Meten dan Bale Dangin Desa Bugbug
21
Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose
membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi selatan.
Bale Dangin
Bale dangin terletak disebelah selatan sanggah, berhulu ke timur menghadap ke barat.
Bangunan bale dangin memiliki beberapa tipe yaitu bale sakanem, bale sakaulu, dan bale
gede saka 12. Bale dangin berfungsi sebagai tempat upacara yadnya dan dapat sebagai
tempat tidur, tempat mempersiapkan upacara dan bertamu. Pada bale dangin saka
roras/bale gede memiliki 12 tiang, masing-masing berjajar 4 tiang utara selatan dan berjajar
3 tiang barat timur. Dikelilingi tembok pada ketiga sisinya yaitu disisi utara, timur dan
selatan, pada sisi bagian barat terbuka. Di dalamnya terdapat dua bale masing-masing satu
bale di sisi utara dan satu bale disisi selatan. Sedangkan di tengah-tengah bale, memanjang
utara selatan terdapat pembatas semi permanen (knockdown), dimana pada bagian
tengahnya menghadap ke barat terdapat pintu masuk ke dalam. Di luar pada bagian terbuka
disisi barat terdapat dua buah bale masing-masing satu bale disisi utara dan satu bale disisi
selatan yang menyatu dengan bale yang didalam. Secara morfologi bale dangin terdiri dari
tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang
terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 12, lambang sineb,
sunduk-sunduk, lenggatan dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan
makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk
dari empat bidang segitiga pada keempat sisi, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan
penutup atap kini terbuat dari genteng, dimana sebelumnya beratp alang-alang. Strukturnya
merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur.
Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit
dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.
Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan
dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk
propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi Pelinggih Kemulan. Dinding
merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi
bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 84 Cm.
Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose
membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi barat.
Klumpu
Bangunan Klumpu terletak pada sisi barat dengan posisi memanjang utara selatan, berhulu
ke utara. Klumpu merupakan bangunan lumbung dengan 4 tiang, berfungsi untuk
menyimpan hasil bumi sebagai logistik rumah tangga pada bagian atasnya. Pada bagian
bawahnya difungsikan untuk akvitas sehari-hari. Secara morfologi klumpu terdiri dari tiga
bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang
terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb,
sunduk-sunduk, lenggatan dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan
makna tertentu yaitu dengan panjang 14 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk
limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium disisi barat dan timur, serta dua bidang
elips pada sisi selatan dan utara membentuk kampiyah, kemiringan atap lebih dari 50°,
bahan penutup atap dari seng, dimana sebelumnya terbuat dari alang-alang. Strukturnya
merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi utara dan selatan..
Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit
dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.
Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan
dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk
22
propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi bangunan. Dinding
merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi
bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 35 Cm
Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose
membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi timur.
Dapur, Kamar Mandi dan Loji
Merupakan bangunan yang sudah dimodifikasi baik itu struktur, material, ruang dan
bentuknya. Bangunan ini berfungsi sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan yang belum dapat diakomodir oleh bangunan-bangunan sebelumnya. Modifikasi
yang dilakukan masih memperhatikan batasan-batasan wajar sehingga secara umum masih
mampu tertintegrasi dengan banguna lainnya.
4.3 Lebuh (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)
Lebuh merupakan area yang berfungsi profane dan mnjadi ruang transisi antara rumah
dengan lingkungannya (Fungsi Palemahan). Bagian ini terdiri dari tiga bagian antara lain :
1) Kori, 2) Lebuh, dan 3) Penyengker.
Kori
Kori sebagai pintu masuk pekarangan, dipilih posisinya sehingga dianggap
menguntungkan, dengan demikian diharapkan menciptakan keamanan rumah dan
kelancaran aktivitas. Secara morfologi kori terbentuk dari tiga bagian bataran, pengawak
dan rahab. Bataran kebawah sebagai bagian yang berhubungan dengan pondasi dan tangga,
sedangkan keatas berhubungan dengan pengawak. Pada bagian pengawak terdapat
beberapa bagian seperti : bolong kori, pengawaknya sendiri, panak/kampid dara, pungsed
dan linggih dewata. Bolong kori/pintu/jalan kelur masuk terbuat dari kayu dengan terdiri
dari ulap-ulap/dedanga/ambang atas, jajeneng/tiang pintu, telundagan/ambang bawah dan
don/obag-obag/daun kori. Rahab sebagai bagian paling atas yang berfungsi untuk
mengatapi kori sehingga melindunginya dari cuaca.
Struktur kori merupakan struktur masip, dimana pondasinya menggunakan sistem pondasi
titik dan terbuat dari batu dan perekat semen ataupun kapur. Pengawaknya merupakan
system struktur kulit, dimana pusat kekuatannya ada pada bagian luar, bahan yang
digunakan batu, batu bata, citakan, batu pada, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut dapat
dipasang ekspose maupun diplester dengan ornmaen-ornamen pepalihan, pepatraan
Gambar 22. Kori dngan Ornamennnya di Desa Bugbug
23
maupun kekarangan. Pada bagian dalam pengawak hanya merupakan bahan pengisi yang
disesuaikan dapat terdiri dari tanah dan bahan lainnya. Bagian atap dapat berupa struktur
rangka bidang dengan bahan kayu dan penutup alang-alang, genteng, daun kelapa dan lain-
lain. Untuk sistem atap yang berstruktur masip dapat menggunakan bahan antara lain batu
alam maupun bahan lain yang diplester dengan semen maupun kapur.
Lebuh
Lebuh merupakan ruang terbuka yang terletak di depan kori yang menjadi ruang transisi
dari rurung/marga kedalam pekarangan maupun sebaliknya. Kori berfungsi sebagai untuk
wadah aktivitas baik sacral maupun profan, dapat dimanfaatkan secara semi privat. Lebuh
akan terbentuk dari struktur maupun material sederhana, karena hanya sebuah lantai. Dapat
terbuat dari tanah maupun material keras seperti batu-batuan.
Penyengker
Penyengker sebagai pagar pembatas pekarangan dengan pekarangan lainnya, dengan
rurung maupun marga. Penyengker mengamankan dan memberi rasa aman kepada
penghuni rumah. Penyengker menggunakan struktur masip yang menerus sepanjang pagar,
struktur ini terbuat dari batu, bata maupun batuan lainnya baik diekspose maupun dilapisi
kulit. Pada penyengker terdapat pertemuan disudut-sudunya yang disebut dengan padu
raksa. Pada pertemuan sudut dan bagian tengah dari tembok pada jarak tertentu diberikan
penebalan yang disebut dengan pilar untuk memberikan penguatan dan rasa estitika,
sehingga kelihatan indah dan kokoh. Pada tembok, pilar dan paduraksa terdapat hiasan dan
ornamen seperti : pepalihan, peplok, penyu kambang, telaga ngembeng dan lain-lain
24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, anatara lain sebagai berikut :
a. Ruang-ruang pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki
hirarki dan tata nilai jelas seperti hulu teben dan pola natah
b. Bentuk arsitektur pada rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki hirarki
dan tata nilai kepala, badan dan kaki sebagai ceriman konsep tri angga.
c. Struktur arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki struktur yang
memnuhi prinsip stabilitas, kekuatan, ekonomis, fungsional dan estetis.
d. Pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki konsep penggunaan material local yang kuat.
5.2 Saran
Dari penelitian ini dapat disampaikan beberapa saran, anatara lain sebagai berikut :
a. Ruang-ruang, bentuk, struktur dan material pada arsitektur rumah tinggal di Desa
Pakraman Bugbug memiliki konsep dan tata nilai jelas seperti hulu teben, pola
natah, tri angga penggunaan material local dan lain-lain oleh karena itu perlu
dipertahankan dan dan dapat dikembangkan.
b. Penelitian ini hanya mengamati di permukaan yang tampak, oleh karena itu untuk
mendapatkan hasil yang holistic dan mendalam perlu upaya-upaya penelitian yang
lebih intensip.
25
Daftar Pustaka
Anandakusuma, Sri Rsi. 1979. Wariga Dewasa. Denpasar: Morodadi.
Budiharjo, Eko. 1995. Architectural Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Dinas PU Prop. Dati I Bali; 1989; Perencanaan Konservasi Lingkungan Desa Tradisional
Desa Bugbug. Dati II Karangasem; Bali.
Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat I Bali. 1984. Rumusan Arsitektur Bali. Denpasar :
Pemda Tk. I Bali.
Gelebet, I N. dkk.. 1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Proyek
Inventarisasi Kebudayaan Daerah Kanwil Depdikbud Propinsi Bali.
Jiwa, I B N.. 1992. Kamus Bali Indonesia: Bidang Istilah Arsitektur Arsitektur Tradisional
Bali.
Denpasar: Upada Sastra
Kaler, I G. K. 1982. Butir-butir Tercecer Tentang Adat Bali, Jilid II. Denpasar: Bali
Agung.
Kumpulan Materi, 2004. Program Inovatif TOT (Training of Trainer) Konservasi Warisan
Budaya Bali, Dinas Kebudayaan Pemerintah Propinsi Bali,. Denpasar.
Parimin, Ardi P. 1986. Envvironmental Hierarchy of Sacred Profane Concept in Bali.
Pesta Kesenian Bali XIX, 1997. Arsitektur Masyarakat Bali dalam Berbhuana. FT Unud,
PITB Bali, IAI Bali, Inkindo Bali.
Putra, I G.M. 2009. Kumpulan Materi Arsitektur Bali. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Udayana.
Schaareman, Danker. 1986, Tatulingga : Tradition and Contuniutty, An Investigation in
Ritual and Social Organization in Bali. Basel.
Susanta, I Nyoman. 2013. Kori Sebagai Kearifan Lokal di Karangasem (Studi Kasus di
Desa Adat Perasi). Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara.
Prosseding. Udayana Press. Denpasar.
Susanta, I Nyoman., Darmayadnya, A.A. G. 2010. Pelestarian Tata Ruang Tradisional
Bali. Seminar Nasional Pola Ruang Tradisional. Departemen Pekejaan Umum.
Denpasar.
Susila Patra, I M. 1985. Hubungan Seni Bangunan Dengan Hiasan Dalam Rumah Tiggal
Adat Balai. Jakarta: PN Balai Pustaka
Tim Peneliti Pola-pola Arsitektur Tradisional Bali. 1979. Arsitektur Tradisional Bali.
Denpasar: Bappeda Tingkat I Bali.
Terjemahan Lontar Bidang Arsitektur L.01.T., Darmaning Hasta Kosala (Gedong Kertya No. 361), asal Marga, Tabanan.
Terjemahan I Ketut Gunarsa, Koleksi BIC Bali.
L.02.T., Hasta Bumi (Gedong Kertya No. 243), asal Abian Semal, Badung. Terjemahan I
Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali.
L.03.T., Hasta Kosali (Gedong Kertya No. 231), asal Uma Abian, Marga Tabanan.
Terjemahan I Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali
Lontar, Bhama Kertih, 2000. Denpasar : Kantor Dokumentasi Budaya Bali Propinsi Bali.
Asal Matring Petak Gianyar. Terjemahan A.A. Ngr. K. Suweda.
L.06.T., Hasta Patali (Lontar di Pustaka Gedong Kertiya No. 204), Singaraja
26
Lampiran 1. Anggaran Biaya
Kegiatan penelitian ini didanai dari DIPA Jurusan Arsitektur Tahun Anggaran 2015. Total
anggaran yang diajukan adalah Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ringkasan dari
anggaran yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rencana Anggaran Biaya Kegiatan Penelitian
‘Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa Pakraman Bugbug, Desa
Pertima, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem‘
No. Jenis Pengeluaran Biaya yang
Diusulkan (Rp)
1. Biaya bahan 2.250.000
2. Konsumsi 1.350.000
3. Biaya Perjalanan 1.500.000
4. Penggandaan 500.000
5. Penyelenggaraan seminar 500.000
6. Honorarium 3.900.000
JUMLAH TOTAL : 10.000.000
27
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung selama 4 bulan. Rincian dan jadwal
kegiatan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Jadwal Kegiatan Kegiatan Penelitian
‘Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa Pakraman Bugbug, Desa
Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem‘
No. Jenis Kegiatan Bulan Juni 2015 Bulan Juli 2015 Bulan Agustus 2015 Bulan Septeber 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Persiapan (observasi pendahuluan, pembuatan checklist pendataan,
rekrutment tenaga lapangan, studi
pustaka)
2. Pendataan
3. Analisa data dan pembahasan
4. Penyusunan dan penggandaan
Laporan Akhir
5. Penyerahan laporan
28
Lampiran 3. Justifikasi Anggaran
A. Bahan Habis
I. ATK dan bahan habis pakai Volume Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Amplop folio coklat isi 100 10 Kotak 28.000 280.000
2. Kertas HVS A4 80 gr. 10 Rim 45000 450.000
3. Lim kertas UHU 2 Bh 5.000 10.000
4. Map box file Bantek 15 Kotak 24.000 360.000
5. Potocopy 1 Ls 550.000 550.000
6. Tinta HP. Laser Jet P 1006 black 2 Bh 300.000 600.000
Jumlah A. I. 2.250.000
II. Konsumsi Volume Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Konsumsi Nasi Kotak 30 Kotak 20.000 1.000.000
2. Konsumsi Snack 35 Kotak 10.000 350.000
Jumlah A. II. 1.350.000
B. Perjalanan
No Keterangan/Transportasi local Volume Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Sewa kendaraan untuk survey 3
hari
3 Ls 500.000 1.500.000
Jumlah B 1.500.000
C. Penggandaan Laporan Penelitian
No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Penggandaan draft laporan
penelitian
10 Bh 25.000 250.000
2. Penggandaan draft final laporan
penelitian
10 Bh 25.000 250.000
Jumlah C 500.000
D. Penyelenggaraan Seminar
No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Snack peserta 40 Kotak 6.500 260.000
2. Penggandaan makalah seminar 40 Eks 6.000 240.000
Jumlah D 500.000
E. Honorarium
No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan
(Rp)
Jumlah
(Rp)
1. Peneliti Utama 40 OJ 50.000 2.000.000
2. Peneliti Madya 76 OJ 25.000 1.900.000
Jumlah E 3.900.000