Post on 03-Dec-2015
description
Acara IV
FIKOSIANIN: PEWARNA ALAMI
DARI “BLUE GREEN MICROALGAE”
SPIRULINA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Irene Okthie Ratnasari
NIM : 13.70.0142
Kelompok : D3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sentrifuge, pengaduk/stirer,alat
pengering(oven), dan plate stirer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biomassa spirulina basah atau
kering, akuades, dan dekstrin.
1.2. Metode
Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan
Dimasukkan dalam Elenmenyer.
2
1
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
3
1
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-2
dan diukur kadar fikosianinnya
pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan :
dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan
perbandingan 8 : 9
5
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) =𝑂𝐷615 − 0,474(𝑂𝐷652)
5,34×
1
10−2
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 (mg/g) =𝐾𝐹 × 𝑉𝑜𝑙 (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡)
𝑔 (𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑎)
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
6
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan penggunaan fikosianin dari Spirulina sebagai pewarna alami dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Fikosianin
Keterangan Warna:
+ Biru Muda
++ Biru
+++ Biru Tua
Berdasarkan Tabel 1, diketahui berat biomassa kering yang digunakan yaitu 8 gram, aquades yang digunakan yaitu 80 ml dan total filtrat
yang didapatkan sebanyak 55 ml pada semua kelompok. Nilai OD652 lebih rendah jika dibandingkan nilai OD615 untuk setiap kelompok
kecuali kelompok D5 dimana nilai OD 652 lebih tinggi dibanding OD 615. Konsentrasi fikosianin yang dihasilkan dan yield yang paling
tertinggi ada pada kelompok D4 sedangkan yang paling terendah ada pada kelompok D1. Untuk pengamatan warna, fikosianin yang telah
mengalami proses pengovenan menghasilkan warna biru yang lebih muda jika dibandingkan dengan warna fikosianin sebelum proses
pengovenan.
Kel
Berat
Bio Massa
Kering(g)
Jumlah Aquades
yang
ditambahkan(ml)
Total
Filtrat
yang
diperoleh
OD 615 OD 652 KF
(mg/ml)
Yield
(mg/ml)
Warna
Sebelum
dioven
Sesudah
dioven
D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +
D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +
D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +
D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +
D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +
7
3. PEMBAHASAN
Warna pada suatu produk makanan akan memberikan banyak pengaruh pada produk
tersebut. Pengaruh dari warna yang dimaksud yakni warna menjadi indikator yang
penting pada penampilan dari suatu produk pangan dimana hal ini akan berpengaruh
pula sebagai satu dari sekian banyak faktor yang menjadi pertimbangan konsumen
dalam membeli suatu produk pangan. Sehingga untuk memproduksi produk pangan
dengan warna yang dapat menarik konsumen, industri pangan tersebut akan
menggunakan pewarna alami maupun pewarna sintetis dalam produk yang mereka
produksi (Steinkraus,1983). Spirulina platensis merupakan salah satu jenis dari
makhluk hidup yang dapat menghasilkan warna biru secara alami. Selain Spirulina,
Synechococcus sp. juga dapat menghasilkan warna biru maupun warna merah (Vijaya &
Anand, 2009)
Spirulina merupakan bakteri yang mengandung klorofil atau dapat disebut
cyanobacteria. Spirulina ini berbentuk spiral dan mengandung kadar fikosianin yang
cukup tinggi sehingga dapat menghasilkan warna hijau-biru. Adapun kandungan yang
terdapat pada spirulina terdiri dari 56-62% protein; lemak 4-6%; karbohidrat 17-25%;
asam linoleat 0,8%; klorofil 0,8%; fikosianin 6,7-11,7%; karotein 0,43%; Zeaxanthin
0,1%, dan air 3-6% (Christwardana., et al, 2013). Bedasarkan kandungan fikosianin
diatas diketahui bahwa pigmen yang mendominasi merupakan pigmen warna biru
sehingga tidak diragukan lagi jika fikosianin dapat dijadikan alternatif pewarna alami
biru. Protein yang terkandung dalam spirulina ini cukup besar, salah satu basic proteins
dari Spirulina platensis adalah C-phyocyanins (C-PC) yang merupakan fluorescent
pigment (Gelagutashvili et al, 2012). Kondisi pengkulturan dapat mempengaruhi
pertumbuhan spirulina dan menyebabkan kenaikan atau penurunan dari fikosianin
(Walter et al, 2011). Menurut Salama et al (2014) pigmen fikosianin ini dapat diekstrak
dengan berbagai metode seperti hot water methid dan ultrasonic reaction. Akan tetapi
keduanya memiliki kelemahan seperti hot water method justru menghasilkan ekstrak
8
yang sedikit dan butuh waktu lama. Sedangkan metode ultrasonic raction itu sulit untuk
dikontrol dan menyebabkan degradasi struktur fikosianin.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan pewarna serbuk alami yang diperoleh dari
pigmen fikosianin yang diisolasi dari Spirulina sp. Dimana jumlah fikosianin yang
terkandung dalam biomasa sel tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh Spirulina sp. Adapun uji yang dilakukan ini
sesuai dengan tujuan dari praktikum yang ingin dicapai yakni adalah untuk mengisolasi
pigmen fikosianin dan membuat pewarna bubuk dari fikosianin. Langkah pertama yang
dilakukan dalam isolasi pigmen fikosianin dan pembuatan pewarna bubuk dari
fikosianin yakni sebanyak 8 gram biomassa Spirulina dimasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian dilarutkan dengan menggunakan aquades dengan perbandingan 1:10 sehingga
didapatkan banyaknya aquades yang ditambahkan 80 ml. Menurut Boussiba dan
Richmond (1980), biomassa Spirulina sp. lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti
pada air dan larutan buffer bila dibandingkan dengan pelarut yang kurang polar. Akan
tetapi menurut Setiawan & Satria (2013) apabila dibandingkan dalam hal kemampuan
mengekstrak, pelarut asam asetat lebih baik dalam mengekstrak fikosianin
dibandingkan ammonium sulfat dan aquades. Selain itu penggunaan air tidak dapat
menjaga kestabilan warna biru dari fikosianin.
Setelah dilakukan pengesktrakan fikosianin dengan melarutkan ke dalam aquades.
Selanjutnya dilakukan pengadukan dengan menggunakan stirrer selama 2 jam, yang
bertujuan untuk mengoptimalkan proses ekstraksi. Adanya cahaya selama proses
ekstraksi merupakan hal yang perlu diperhatikan. Menurut Belay and Gershwin (2007),
keberadaan cahaya akan mengakibatkan kenaikan suhu sehingga Spirulina sp. yang
sedang diekstrak akan mati. Ditambahkan pula menurut Setiawan & Satria (2013) adaya
sinar matahari dapat menyebabkan degradasi pigmen yang ditunjukkan dengan
penurunan nilai absorbansi. Adapun temperatur optimal bagi pertumbuhan Spirulina sp.
yaitu 35oC-38
oC. Setelah selesai di ekstrak kemudian larutan spirulina dimasukkan ke
dalam 8 tabung sentrifuge yang masing-masing diisi sebanyak 10 ml. Kemudian,
dilakukan proses sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit hingga
didapatkan endapan dan supernatan berupa cairan yang mengandung fikosianin.
9
Kecepatan yang digunakan adalah 5000 rpm dikarenakan pigmen fikosianin yang
berasal dari Spirulina bersifat dapat larut dalam pelarut polar seperti air sehingga
dibutuhkan kecepatan yang cukup tinggi supaya fikosianin dapat terekstrak. Selain itu
tabung yang digunakan merupakan tabung plastik dikarenakan dengan kecepatan 5000
rpm apabila menggunakan tabung kaca maka akan menyebabkan tabung menjadi pecah
(Arlyza,2005).
Selanjutnya supernatan yang diperoleh dibagi menjadi 2 yakni 2 ml dan 8 ml. 2 ml
diambil untuk dilakukan uji pertama yakni pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Sedangkan 8 ml
diambil untuk uji kedua yang pada akhirnya dijadikan serbuk pewarna fikosianin. Pada
2 ml supernatan sebelum dilakukan proses absorbansi larutan 2 ml supernatan tersebut
harus diencerkan terlebih dahulu sampai dengan pengenceran 10-2
dengan cara 1 ml
supernatan ditambah 9 ml aquades (pengenceran 10-1
) lalu divortex. Kemudian 1 ml
larutan dari pengenceran 10-1 tersebut diambil dan dituang ke dalam tabung berisi 9 ml
aquades dan divortex kembali (pengenceran 10-2
). Hasil dari pengenceran 10-2 ini
kemudian baru dapat diukur absorbansinya. Tujuan dari pengenceran ini adalah supaya
didapatkan konsentrasi larutan yang rendah sehinga dapat terbaca nilai absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer. Menurut Achmadi et al. (2002) pengukuran
absorbansi bertujuan untuk mengetahui kelarutan fikosianin pada larutan. Penggunaan
kedua panjang gelombang pada fikosianin ini sesuai dengan pendapat dari Sarada et al.,
(1998) dimana kadar atau konsentrasi fikosianin dalam supernatan dapat diketahui
dengan pengukuran spektrofotometer panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Hasil
dari absorbansi kemudian di hitung menggunakan rumus konsentrasi fikosianin yang
disimbolkan dengan KF dan dihitung berdasar rumus:
Konsentrasi fikosianin (KF) = − , ( )
,
Pada uji yang kedua, 8 ml supernatan ditambahkan dekstrin dengan perbandingan antara
supernatan dan dekstrin yaitu 1:1,25. Murtala (1999) dan Thompson (2011) mengatakan
bahwa fungsi dari dekstrin yaitu berguna dalam melapisi komponen flavor dari
fikosianin, meningkatkan total padatan, dan untuk mempercepat pengeringan dan
mencegah kerusakan pigmen akibat panas.. Selanjutnya campuran tersebut ditaruh dan
10
diratakan pada cetakan serta dikeringkan dalam oven dengan suhu 45oC hingga
mencapai kadar air 7%. Menurut Chandra, (2011), proses pengeringan ini merupakan
proses pengurangan kadar air sampai dengan konsentrasi tertentu. Tujuan utama dari
pengeringan yaitu untuk mengurangi air bebas yang dipakai oleh bakteri sehingga
bakteri tersebut tidak akan merusak fikosianin. Temperatur pengeringan dengan oven
yang digunakan adalah 45oC. Hal ini sependapat dengan teori yang dikemukakan oleh
Metting dan Pyne (1986) bahwa suhu pengeringan fikosianin yaitu ketika suhu yang
digunakan diatas 60oC dapat berakibat pada degradasi fikosianin dan memicu
terjadinya reaksi maillard. Ditambahkan pula oleh Zhang et al, (2015) jika suhu yang
digunakan terlalu tinggi maka akan menyebabkan hasil ekstraksi dan kemurnian dari
fikosianin akan menurun. Adonan yang telah dikeringkan tersebut selanjutnya
dihaluskan dengan menggunakan mortar hingga diperoleh produk yang berbentuk
serbuk. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap KF atau konsentrasi fikosianin,
yield, dan warna yang dihasilkan.
Menurut Fox (1991), metode absorbansi atau nilai OD dapat dipengaruhi dari
kejernihan larutan dan konsentrasi larutan sehingga makin keruh suatu larutan akan
berakibat pada konsentrasi larutan atau nilai OD yang akan makin besar. Akan tetapi
hasil yang berbeda didapat pada praktikum ini, memang nilainya tidak berbeda jauh
sehingga tingkat kekeruhan tidak begitu berbeda antara satu kelompok dengan
kelompok lain.Berdasarkan data hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 615 antar kelompok hampir sama yaitu berkisar
0,1854 – 0,1980. Absorbansi larutan yang diukur pada panjang gelombang 652 juga
menunjukan nilai yang tidak berbeda secara signifikan, nilai absorbansi berkisar 0,1733
– 0,2029.
Konsentrasi fikosianin yang diperoleh antar kelompok berkisar antara 0,136 mg/ml-
0,211 mg/ml dan hasil fikosianin yang diperoleh (yield) berkisar 0,935 mg/g – 1,451
mg/g. Nilai yield berbanding lurus dengan konsentrasi fikosianin yang dihasilkan.
Sehingga semakin tinggi konsentrasi fikosianin yang dihasilkan maka yield yang
dihasilkan juga semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya. Pada hasil pengamatan,
11
dapat dilihat bahwa seluruh kelompok mendapatkan konsentrasi fikosianin serta yield
yang berbeda sekalipun perlakuan yang diberikan sama. Bahkan yield yang dihasilkan
kelompok D5 memiliki nilai yang berbeda jauh dibanding kelompok lainnya yakni
0,0935. Hal ini bisa disebabkan karena larutan masih keruh sewaktu proses pengenceran
sehingga nilai absorbansinya tinngi yang mengakibatkan konsentrasi fikosianin dan
yield rendah.
Penambahan dekstrin dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan warna dari bubuk
fikosianin menjadi lebih muda dan pucat (Angka dan Suhartono,2000). Setelah
dilakukan pengeringan dalam oven, seluruh kelompok pada praktikum ini menghasilkan
warna yang lebih muda dibandingkan dengan warna bahan awal yaitu yang belum
dioven. Berdasarkan hasil ini didapatkan kesimpulan bahwa hasil ini sudah sesuai
dengan teori yang ada dimana warna fikosianin setelah dioven akan menjadi lebih muda
atau lebih pucat dibandingkan dengan warna sebelum bahan dimasukkan dalam oven
dibuktikan dengan terjadinya perubahan warna, yaitu dari warna biru menjadi warna
biru muda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mishra et al., (2008) bahwa fikosianin
mengalami pemudaran warna sebesar 30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi
bening setelah 15 hari pada suhu 35oC. Warna yang pucat juga disebabkan oleh
penambahan bubuk dekstrin yang konsentrasinya terlalu tinggi (Wiyono, 2007).
12
4. KESIMPULAN
Spirulina merupakan bakteri yang mengandung klorofil atau dapat disebut
cyanobacteria.
Spirulina berbentuk spiral dan mengandung kadar fikosianin yang cukup tinggi
sehingga dapat menghasilkan warna hijau-biru.
Jumlah fikosianin yang terkandung dalam biomasa sel dipengaruhi oleh konsumsi
Spirulina sp. yang kemudian menghasilkan nitrogen.
Biomassa Spirulina sp. lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti pada air dan
larutan buffer bila dibandingkan dengan pelarut yang kurang polar tetapi tetaplebih
baik pelarut asam asetat..
Panjang gelombang yang digunakan pada proses absorbansi fikosianin yaitu 615 nm
dan 652 nm.
Dekstrin berguna dalam melapisi komponen flavor, selain itu dapat pula berperan
dalam meningkatkan total padatan, untuk mempercepat pengeringan dan mencegah
kerusakan pigmen akibat panas, serta memperbesar volume.
Larutan yang semakin keruh akan menghasilkan nilai OD yang semakin tinggi.
Konsentrasi fikosianin yang semakin tinggi maka akan dihasilkan yield yang
semakin tinggi pula.
Konsentrasi dekstrin yang tinggi mengakibatkan fikosianin dalam bentuk bubuk
memiliki warna yang cenderung lebih muda dan pucat.
Warna fikosianin setelah dioven berubah menjadi warna biru muda dibandingkan
warna sebelum dipanaskan dalam oven yang berwarna biru tua.
Semarang, 26 Oktober 2015 Asisten Dosen:
- Deanna Suntoro
- Ferdyanto Juwono
Irene Okthie Ratnasari
(13.70.0142)
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Achmadi SS, Jayadi, Tri-Panji.(2002). Produksi pigmen oleh Spirulina platensis yang
ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat.Hayati. 9(3):80-84.
Angka,S.I.dan Suhartono MT.(2000). Bioteknologi Hasil-hasil Laut. Bogor :
PKSPLIPB.
Arlyza,I.S. 2005. Isolasi Pigmen Biru Phycocyanin dari Mikroalga Spirulina Oseanologi
dan platensis. ISSN 0125-9830 No.38 : 79-92.
Belay, Amha and M. E. Gershwin. (2007). Spirulina in Human Nutrition and Health.
CRC Press.
Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis
yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Christwardana, M; M. A. Nur; dan Hadi. 2013.
Spirulina platensis: Potensinya Sebagai Bahan Pangan Fungsional. Jurnal
Aplilasi Teknolohi Pangan Volume 2 No 1. Diakses tanggal 26 Oktober 2015
pukul 21.21 WIB.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Gelagutashvili, Eteri & Ketevan Tsakadze. 2012. Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-
Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics Journal, 3, 122-12.
Diakses tanggal 25 Oktober 2015 pukul 12.20 WIB.
Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically Active Compounds from Microalga.
Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.
Mishra SK, Shrivastav A, Mishra S. (2008). Effect of preservatives for food grade C-PC
from Spirulina platensis. Process Biochemistry 43:339–345.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi
Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis).
Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang.
Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ,
editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.
Salama, A., Abdel Ghany, A., Osman, A. and Sitohy, M. 2015.Maximising
phycocyanin extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain:
Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.
Diakses tanggal 25 Oktober 2015 pukul 12.13 WIB.
14
Sarada, R, Manoj G. Pillai, G. A. Ravishankar. (1998).Phycocyanin from Spirulina sp:
influence of processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of
extraction methods and stability studies on phycocyanin. Process Biochemistry
34: 795 – 801.
Setiawan, P& Satria, Y. 2013. Optimalisasi Ekstraksi dan Uji Stabilitas Phycocyanin
dari Mikroalga Spirulina platensis. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Volume
2 No 2. Diakses tanggal 26 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB.
Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.
Thompson, Caroline. (2011). What Is Wheat Dextrin?
http://www.livestrong.com/article/499266-what-is-wheat-dextrin/ Diakses pada
22 Oktober 2015.
Vijaya, Velu and Anand, Narayanaswamy. 2009. Blue Light Enhance The Pigment
Synthesis In Cyanobacterium Anabaena ambigua Rao (NOSTACALES). ARPN
Journal of Agricultural and Biological Science. Diakses tanggal 25 Oktober pukul
18.30 WIB
Walter, Alfredo; Júlio Cesar de Carvalho; Vanete Thomaz Soccol; Ana Bárbara
Bisinella de Faria; Vanessa Ghiggi; and Carlos Ricardo Soccol.2011. Study of
Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra.
International Journal Brazilian Archives of Biology and Technology. Diakses
tanggal 24 Oktober 2015 pukul 17.20 WIB.
Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi
Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.
15
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = – 0,474 ( )
, x
Yield (mg/g) = KF × ol (total iltrat)
g ( erat iomassa)
Kelompok D1
KF = 0,1854 – 0,474 (0,1733)
, ×
= 0,193 mg/ml
Yield = 0,193×55
= 1,327 mg/g
Kelompok D2
KF = 0,1914 – 0,474 (0,1797)
, ×
= 0,199 mg/ml
Yield = 0,199×55
= 1,368 mg/g
Kelompok D3
KF = 0,1863 – 0,474 (0,1843)
, ×
= 0,185 mg/ml
Yield = 0,185×55
= 1,272 mg/g
KelompokD4