Post on 14-Mar-2019
FENOLOGI PEMBUNGAAN PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke)
DI KEBUN RAYA BOGOR
FITRIANI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ABSTRAK
FITRIANI. Fenologi Pembungaan Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) di Kebun Raya
Bogor. Dibimbing oleh TRIADIATI dan JOKO RIDHO WITONO.
Salah satu marga palem yang banyak terdapat di Indonesia adalah Areca. Areca vestiaria
merupakan jenis palem endemik Sulawesi yang memiliki karakteristik unik dan merupakan salah
satu komponen penting dalam suatu ekosistem hutan hujan tropis. Jenis ini memiliki kegunaan
untuk bahan dasar kerajinan tangan, bahan baku obat diabetes, dan obat kuat laki-laki. Melihat
manfaatnya yang besar memungkinkan manusia akan terus memanfaatkannya. Pemanfaatan yang
tidak terkendali akan menyebabkan kepunahan. Oleh karena itu perlu adanya perhatian dalam segi
konservasi yaitu melestarikannya. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian terhadap aspek fenologi
pembungaan A. vestiaria. Pengamatan diawali dengan pemilihan sampel dari dua aksesi yaitu
dataran rendah Sulawesi dan dataran tinggi Sulawesi. Kemudian dilakukan pengamatan fenologi,
meliputi pengamatan waktu masa pembungaan, perubahan morfologi pada setiap fase, dan faktor-
faktor iklim mikro. Pembungaan A. vestiaria dalam satu periode pembungaan meliputi inisiasi,
kuncup menuju anthesis, anthesis, dan buah muda menuju kemasakan. Dalam setiap fasenya
memiliki waktu yang berbeda-beda. Secara keseluruhan perubahan fase pembungaan tidak secara
langsung dipengaruhi oleh faktor iklim mikro tertentu. Serangga pengunjung yang dominan adalah
Trigona sp. dan faktor abiotik yang diduga mendukung penyerbukan adalah kecepatan angin.
Kata Kunci: Areca vestiaria, fenologi bunga, Kebun Raya Bogor.
ABSTRACT
FITRIANI. Flowering Phenology of Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) in Bogor Botanical
Garden. Supervised by TRIADIATI and JOKO RIDHO WITONO.
One of the palm genus that available widely in Indonesia is Areca. Areca vestiaria is a palm
species endemic in Sulawesi which has an unique characteristics and important components in a
tropical rainforest. A. vestiaria has many functions, such as, materials for handicrafts, medicinal
herb of diabetes, and for male tonic. Based on the benefits, people will continue to use it.
Uncontrolled utilization will lead it to extinction. Hence, need of conservation to preserve it. For
this reason, it is necessary assess aspects of flowering phenology of A. vestiaria. Samples consist
of lowland and upland Sulawesi accessions. Parameter of flower phenology consist of period of
development flowering time, at each development phase, and the micro-climate factors. Flowering
of A. vestiaria includes of initiation, bud towards anthesis, anthesis, and young fruit until
maturity. The result showed that in each phase has a different time. Overall, the flowering
development was not directly affected by a particular micro-climate factors. The insects visitors
dominant were Trigona sp. and windspeed was caused high persentage of pollination.
Key word: Areca vestiaria, flowering phenology, Bogor Botanical Garden.
FENOLOGI PEMBUNGAAN PINANG YAKI (Areca vestiaria Giseke)
DI KEBUN RAYA BOGOR
FITRIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
ii
Judul : Fenologi Pembungaan Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) di Kebun Raya Bogor
Nama : Fitriani
NRP : G34080038
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Triadiati, M. Si Dr. Joko Ridho Witono
NIP 19600224 198603 2 001 NIP 19701009 199403 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP 19641002 198903 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah melimpahkan
nikmat dan rahmat-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tetap
tercurah kepada qudwah hasanah Muhammad SAW. Karya ilmiah ini diberi judul “Fenologi
Pembungaan Pinang Yaki (Areca vestiaria Giseke) di Kebun Raya Bogor”.
Selama proses penulisan karya ilmiah ini penulis banyak memperoleh bantuan, arahan, dan
dukungan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Dr. Triadiati, M.Si dan Dr. Joko Ridho Witono selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, bantuan, dan saran kepada penulis. Kepada Dr. Aris Tjahjoleksono
sebagai dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis. Ibu, Mbak
Ol, Mbak Aka, Mas Koni, Mas Tik, Mas Akim, dan ponakan-ponakan atas perhatian, kasih
sayang, dukungan, dan doa. Bu inggit, Pak Harto, dan Pak Ending, Bu Tini, Mas Andi, Ayi, Uun,
dan Heru atas bantuan dan kerjasamanya.
Sahabat seperjuangan yang telah mendukung Mbak Anis, Elsa, Intan, Uun, dan Wulan.
Teman-teman biologi 45 atas semangat dan dukungannya. Teman-teman Wisma Fairus, teman-
teman Rumah Al-Qur’an atas dukungannya. Terima kasih juga untuk adik-adik 46, 47, 48 atas
dukungan dan doanya.
Bogor, Maret 2013
Fitriani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 1 April 1990 dari ayah Musa
(Alm) dan Ibu Rahayu. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA N 1 Kajen dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program studi
Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten paraktikum mata kuliah Fisiologi
Tumbuhan pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar 2012/2013,
asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2010/2011 dan tahun ajaran
2011/2012. Pada bulan Juli-Agustus 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapang berjudul Analisis
Sampel Darah di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pekalongan. Penulis
terdaftar sebagai penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari DIKTI dan
beasiswa penelitian dari BNI. Pada tahun 2013 penulis menjadi penyaji makalah dalam konferensi
Ikatan Ahli Faal Indonesia (IAIFI) di Bogor. Selama perkuliahan penulis aktif dalam beberapa
organisasi kemahasiswaan, tahun 2008-2009 penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK)
IPB dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama IPB. Tahun 2010 penulis
aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FMIPA IPB. Tahun 2011 penulis aktif di Lembaga
Dakwah Fakultas (LDF) FMIPA.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. i
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................................... i
PENDAHULUAN............................................................................................................................. 1
Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
Tujuan ........................................................................................................................................... 1
BAHAN DAN METODE ................................................................................................................. 1
Waktu dan Tempat ........................................................................................................................ 1
Bahan dan Alat .............................................................................................................................. 1
Metode .......................................................................................................................................... 1
Pemilihan Sampel Pengamatan. ................................................................................................ 1
Pengamatan Fenologi. ............................................................................................................... 2
Analisis Data Pengamatan. ........................................................................................................ 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2
Morfologi dan Masa Pembungaan A. vestiaria ............................................................................. 2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembungaan A.vestiaria ....................................................... 7
Korelasi Rasio Bunga Betina dengan Persentase Keberhasilan Penyerbukan............................... 9
SIMPULAN .................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 10
LAMPIRAN .................................................................................................................................... 11
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Rata-rata jangka waktu fase pembungaan A. vestiaria di Kebun Raya Bogor ............ 3
2 Fase-fase pembungaan pada A. vestiaria ...................................................................... 4
3 Serangga pengunjung bunga A. vestiaria .................................................................... 7
4 Faktor iklim mikro lokasi XIV. A. 54 (aksesi dataran rendah Sulawesi)
di Kebun Raya Bogor .................................................................................................. 8
5 Faktor ikim mikro lokasi XII. A. 226 dan V. J. 41 (aksesi
Dataran tinggi Sulawesi) di Kebun Raya Bogor .......................................................... 8
DAFTAR GAMBAR
1 Fase inisiasi pembungaan A. vestiaria .......................................................................... 5
2 Fase kuncup menuju anthesis. ...................................................................................... 5
3 Fase anthesis ................................................................................................................. 6
4 Fase buah muda menuju kemasakan sampel aksesi dataran rendah Sulawesi .............. 6
5 Fase buah muda menuju kemasakan sampel aksesi dataran tinggi Sulawesi ............... 6
6 Pembungaan A. vestiaria .............................................................................................. 6
7 Persentase keberhasilan penyerbukan A. vestiaria aksesi dataran tinggi dan dataran
rendah Sulawesi. ........................................................................................................... 9
8 Korelasi rasio bunga betina dengan persentase keberhasilan penyerbukan A.
vestiaria aksesi dataran rendah Sulawesi. .................................................................... 9
9 Korelasi rasio bunga betina dengan persentase keberhasilan penyerbukan A.
vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi. ..................................................................... 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu pusat
keragaman palem (Palmae) di dunia. Dari 190
marga palem dunia (Govaerts & Dransfield
2005), 46 marga diantaranya berada di
Indonesia dan 29 marga merupakan palem
endemik. Jumlah tersebut kemungkinan akan
bertambah, mengingat masih luasnya daerah
yang belum diinventarisasi (Witono et al.
2000). Salah satu marga palem yang banyak
terdapat di Indonesia adalah Areca. Dalam
klasifikasi botani, Areca termasuk dalam anak
suku Arecoideae, tribus Areceae, dan anak
tribus Arecinae bersama-sama dengan marga
Pinanga, Nenga, dan Hydriastele. Marga
Areca memiliki ukuran yang bervariasi, mulai
dari semak belukar hingga pohon yang tinggi.
Beberapa jenis dari marga Areca adalah A.
catechu, A. vestiaria, A. macrocalyx, A.
novohibernica, A. oxycarpa, A. tiandra, dan
lain-lain (Dransfield et al. 2008).
Areca vestiaria atau yang lebih dikenal
dengan pinang yaki merupakan jenis palem
endemik Sulawesi yang memiliki karakteristik
yang unik dan merupakan salah satu
komponen penting dalam suatu ekosistem
hutan hujan tropis, daging buahnya sebagai
salah satu sumber makanan bagi monyet
hitam (Macaca nigra) yang juga merupakan
satwa endemik Sulawesi. Habitat tumbuh A.
vestiaria terutama di kawasan hutan yang
agak terbuka, tersebar pada ketinggian 300-
1.200 m dpl (Simbala 2007).
Jenis-jenis palem dari marga Areca
memiliki banyak kegunaan. Batang dan
daunnya dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan lantai dan atap rumah, buahnya
dapat digunakan untuk obat. Warga Sulawesi
Selatan sering memanfaatkan buah A.
vestiaria untuk obat kuat laki-laki dan bijinya
juga sangat penting sebagai bahan baku obat
diabetes (Heatubun 2009). Berdasarkan hasil
penelitian keanekaragaman tumbuhan obat
yang digunakan oleh masyarakat di kawasan
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone,
ditemukan 121 jenis tumbuhan obat. A.
vestiaria merupakan tumbuhan yang paling
berpotensi untuk dikembangkan. Melihat
manfaat dari jenis A. vestiaria yang tidak
sedikit ini memungkinkan manusia akan terus
memanfaatkannya. Masyarakat setempat saat
ini memanfaatkan A. vestiaria secara besar-
besaran, sehingga ada kekhawatiran suatu saat
jenis ini terancam punah (Simbala 2007).
Manusia tidak hanya menghabiskan
sumberdaya yang telah tersedia di alam, tapi
juga perlu adanya perhatian dalam segi
konservasi yaitu melestarikannya. Untuk itu
pengkajian terhadap aspek fenologi
pembungaan A. vestiaria perlu dilakukan.
Fenologi adalah ilmu tentang periode
fase-fase yang terjadi secara alami pada
tumbuhan. Berlangsungnya fase-fase tersebut
sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu, dan
kelembapan udara (Fewless 2006). Fenologi
pembungaan suatu jenis tumbuhan adalah
suatu karakter penting dalam siklus hidup
tumbuhan untuk berkembang biak. Pola
pembungaan pada berbagai tumbuhan
berbeda, tetapi pada umumnya diawali dengan
pemunculan kuncup bunga dan diakhiri
dengan terjadinya penyerbukan (Tabla &
Vargas 2004). Bunga merupakan alat
perkembangbiakan bagi tumbuhan.
Pembungaan, penyerbukan, dan pembuahan
merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam
reproduksi tumbuhan. Pembungaan
dipengaruhi oleh faktor iklim mikro yaitu
suhu, curah hujan, intensitas cahaya (Darjanto
& Satifah 1990).
Tujuan
Mengetahui fase-fase dan waktu periode
pembungaan, faktor-faktor yang mem-
pengaruhi pembungaan, serta perubahan
morfologi bunga A. vestiaria Giseke.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari hingga Agustus 2012. Tiga koleksi
A. vestiaria yang diamati dengan nomer
koleksi V.J.41, XII.A.226, dan XIV.A.54 di
Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Lampiran 1).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tiga individu A. vestiaria di Kebun
Raya Bogor, Jawa Barat. Alat-alat yang
digunakan adalah kamera digital, lensa
pembesar, pinset, penggaris, jangka sorong,
yellow label with lace, Lutron LM 8000
(termometer, higrometer, light meter,
anemometer) dan tangga.
Metode
Pemilihan Sampel Pengamatan.
Pengamatan fenologi pembungaan A.
vestiaria dilakukan pada satu individu A.
vestiaria aksesi dataran rendah Sulawesi
(XIV.A.54) dan dua individu aksesi dataran
tinggi Sulawesi (XII.A.226 dan V.J.41) pada
2
ketinggian di bawah 300 m dpl. Tumbuhan
yang dipilih adalah individu yang telah
memasuki tahap inisiasi bunga, dipilih secara
acak. Sampel yang terpilih diberi tanda dengan
yellow label with lace untuk memudahkan
pengamatan.
Pengamatan Fenologi.
Pengamatan fase perkembangan bunga
dimulai dari munculnya pembungaan sampai
terjadi penyerbukan. Aspek yang diamati
meliputi waktu, morfologi, dan faktor-faktor
iklim mikro.
Waktu. Pengamatan dilakukan terhadap
lamanya periode inisiasi bunga, kuncup
menuju anthesis, bunga anthesis, dan buah
muda menuju kemasakan. Selanjutnya
dilakukan perhitungan jangka waktu
berlangsungnya masing-masing fase tersebut.
Selama pengamatan periode fase-fase tersebut
dilakukan pula pengamatan morfologi dan
faktor-faktor iklim mikro.
Morfologi. Perkembangan bunga
A.vestiaria didokumentasikan dengan cara
difoto untuk mendapatkan data sekuensial.
Pengamatan perubahan morfologi organ
reproduksi yang diamati berupa bentuk,
ukuran, dan warna. Pengukuran organ-organ
bunga dilakukan menggunakan jangka sorong
dan penggaris. Perhitungan jumlah bunga
jantan dan betina dilakukan untuk menghitung
persentase bunga betina yang berhasil
diserbuki.
Faktor-faktor iklim mikro. Faktor iklim
mikro yang diamati meliputi faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik yang diamati yaitu jenis-
jenis serangga pengunjung yang diduga
mempengaruhi penyerbukan. Serangga yang
berada di sekitar pembungaan ditangkap atau
difoto kemudian diidentifikasi. Pengamatan
faktor biotik dilakukan pada tiga waktu yaitu
pagi (06.00-08.00 WIB), siang (08.00-11.00
WIB), dan sore (15.00-17.00 WIB). Faktor
abiotik yang diamati yaitu intensitas cahaya,
suhu, kelembapan, dan kecepatan angin.
Pengamatan faktor abiotik dilakukan pada
pukul 06.00-12.00 WIB dengan menggu-
nakan alat Lutron LM 8000.
Analisis Data Pengamatan.
Analisis data dilakukan untuk menentukan
fase-fase perkembangan bunga. Data
deskriptif yang diperoleh dikelompokkan
berdasarkan karakter (bentuk, warna, dan
ukuran). Data iklim mikro yang diperoleh
diambil nilai maksimal dan minimal. Hasil
pengamatan dari masing-masing sampel
dibandingkan berdasarkan aksesi (dataran
rendah dan dataran tinggi Sulawesi) untuk
mendapatkan fase pembungaan pada A.
vestiaria.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Morfologi dan Masa Pembungaan A.
vestiaria
Ketiga individu sampel berasal dari dua
aksesi yang berbeda, yaitu aksesi dataran
rendah Sulawesi dan aksesi dataran tinggi
Sulawesi. Individu A. vestiaria yang tumbuh
pada dataran tinggi memiliki warna yang lebih
menarik dibandingkan individu yang tumbuh
pada dataran rendah, yaitu pada bagian bawah
tajuk pelepah, seludang, dan bunga berwarna
jingga hingga kemerahan. Untuk mendapatkan
warna-warna yang menarik, sebaiknya A.
vestiaria ditanam pada ketinggian antara 600-
1200 m dpl. Jika berada di bawah ketinggian
tersebut maka warna yang muncul hanya
kecokelatan pada batangnya serta hijau
kekuningan pada bunganya (Simbala 2007).
Warna-warna menarik dijumpai pada individu
dengan nomor koleksi XII. A. 226 dan V. J.
41. Pada bagian bawah tajuk pelepah,
seludang, dan bunga berwarna jingga hingga
kemerahan. Pada individu dengan nomor
koleksi XIV. A. 54 memiliki warna cokelat
pada bawah tajuk pelepah dan hijau hingga
kuning pada seludang dan bunga.
A. vestiaria yang ditanam di Kebun Raya
Bogor dengan ketinggian <300 m dpl
memiliki warna pada bagian bawah tajuk
pelepah, seludang, dan bunga hijau
kekuningan (XIV. A. 54) dan jingga hingga
kemerahan (XII. A. 226 dan V. J. 41). Warna-
warna ini masih sesuai dengan warna pada
saat pengambilan sampel yaitu dari dataran
tinggi dan dataran rendah Sulawesi. Pada
individu aksesi dataran tinggi warnanya masih
tetap jingga walaupun sudah ditanam pada
ketinggian < 300 m dpl dan dengan umur
tanam lebih dari 100 tahun, begitu pula pada
individu aksesi dataran rendah Sulawesi yang
memiliki warna hijau hingga kekuningan.
Dalam hal ini warna bunga tidak dipengaruhi
oleh ketinggian tempat. Diduga warna bunga
dipengaruhi oleh gen yang ekspresinya tidak
dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Warna-
warna menarik pada individu aksesi dataran
tinggi Sulawesi bukan merupakan warna yang
muncul karena faktor fisiologis akan tetapi
merupakan faktor genetik. Hal ini ditunjukkan
dengan warna jingga hingga kemerahan pada
bagian bawah tajuk pelepah, seludang, dan
bunga tidak mengalami perubahan warna
walaupun sudah ditanam pada habitat yang
3
berbeda yaitu dari datarn tinggi ke dataran
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
berpengaruh terhadap warna morfologi bunga
A. vestiaria dengan ketinggian tempat
tumbuh.
Hasil pengamatan fenologi pembungaan A.
vestiaria di tiga lokasi Kebun Raya Bogor
memiliki masa pembungaan 75 sampai 98 hari
(Tabel 1). Masa pembungaan adalah periode
waktu antara terbentuknya bunga (jantan dan
betina), kemudian terjadi penyerbukan dan
diikuti terbentuknya bakal buah (Campbell et
al. 2001). Dalam setiap masa pembungaannya
meliputi empat fase, yaitu fase inisiasi bunga,
fase kuncup menuju anthesis, fase anthesis,
dan fase buah muda menuju kemasakan.
Fase inisiasi bunga merupakan tahap
ketika perubahan morfologis bunga menjadi
bentuk kuncup reproduktif mulai dapat
terdeteksi secara makroskopis untuk pertama
kalinya. Bunga terbungkus dalam seludang
dan tumbuh pada batang di bawah tajuk
pelepah. Batang tempat melekatnya pelepah
akan membesar saat memasuki fase inisiasi
bunga, karena terdapat seludang di balik
pelepah daun. Fase inisiasi ditandai dengan
layunya pelepah daun yaitu berwarna cokelat
(Tabel 2). Ukuran seludang akan semakin
membesar seiring bertambahnya waktu.
Membesarnya ukuran seludang akan
menyebabkan pelepah daun sobek dan lepas
dari batang. Lepasnya pelepah daun
menunjukkan akhir dari fase inisiasi bunga.
Fase inisiasi bunga diakhiri dengan sobeknya
sebagian pelepah daun pada pukul 05.00-
07.00 WIB dan pelepah daun akan terlepas
dari batangnya pada sore hari pukul 16.30-
18.00 WIB. Rata-rata jangka waktu inisiasi
bunga sekitar 5-8 hari (Tabel 1). Waktu yang
dibutuhkan untuk melepasnya pelepah daun
berbeda-beda untuk setiap pembungaan.
Fase selanjutnya adalah fase
perkembangan kuncup bunga menuju
anthesis, ditandai dengan terjadinya
diferensiasi bagian-bagian bunga. Pada fase
ini pelepah daun lepas dan bunga berada di
dalam seludang (Tabel 2), serta terjadi
pembentukan struktur bunga jantan dan bunga
betina di dalam seludang, ditandai dengan
semakin membesarnya ukuran gelendong
(seludang) pembungaan. Seiring dengan itu
terjadi perubahan warna seludang menjadi
semakin tua dan kemiringan terhadap batang
yang semakin besar pada tiap pertambahan
waktu. Pada fase ini membutuhkan jangka
waktu paling lama dibanding fase-fase yang
lain yaitu 29-46 hari (Tabel 1).
Fase kuncup bunga menuju anthesis pada
individu aksesi dataran rendah Sulawesi (XIV.
A. 54) membutuhkan waktu yang lebih lama
dibanding dengan individu aksesi dataran
tinggi Sulawesi (XII. A. 226 dan V. J. 41).
Karena pada fase ini pembungaan A. vestiaria
di lokasi XIV. A. 54 membutuhkan waktu
yang lama untuk menuju fase anthesis.
Pembungaan akan memasuki anthesis setelah
adanya perubahan warna seludang dari hijau
menuju kuning.
Fase anthesis merupakan fase bunga
mekar bersamaan dengan masaknya organ
reproduksi jantan dan betina (Khanduri 2011).
Saat bunga mekar berbentuk mirip dengan
mahkota. Bunga mekar membutuhkan waktu
yang cukup lama, yaitu 29-46 hari (Tabel 1).
Dalam satu perbungaan memiliki dua jenis
bunga yaitu bunga jantan dan bunga betina
yang mekar bersamaan. Masa penyerbukan,
berawal dari sobeknya seludang sampai
luruhnya bunga jantan. Sebelum anthesis
A.vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi
(XII.A.226 dan V.J.41) dijumpai banyak
semut pada sebagian seludang yang sobek dan
tidak dijumpai perubahan warna seludang.
Disisi lain A. vestiaria dataran rendah
Sulawesi akan berwarna kuning tua pada
seluruh permukaan seludang ketika menjelang
anthesis. Anthesis berawal dengan sobeknya
seludang pada pukul 05.00-06.00 WIB.
Seludang yang telah terbuka akan terlepas dari
pembungaan, akan tetapi pada beberapa
pembungaan seludang tetap menempel pada
pembungaan, sehingga menghalangi bunga
betina dari bunga jantan untuk diserbuki.
Pembungaan A. vestiaria tidak memiliki pola
khusus dalam peristiwa sobeknya seludang
dan lepasnya seludang dari pembungaan.
Akan tetapi sebagian besar pembungaan A.
vestiaria aksesi dataran tinggi Sulawesi nomor
koleksi XII.A.226 dan V.J.41 Kebun Raya
Bogor memerlukan waktu yang cukup lama
untuk melepaskan seludang dari pembungaan,
bahkan beberapa tidak terlepas. Akhir dari
Tabel 1 Rata-rata jangka waktu fase pem-
bungaan A. vestiaria.
Fase Pembungaan
Jangka waktu (hari)
XIV.
A.54
XII.A
.226
V.J.
41
Inisiasi 8 5 8
Kuncup menuju
anthesis
46 29 29
Anthesis 22 19 21
Buah muda menuju
kemasakan
22 22 17
Total Jangka waktu 98 75 75
4
fase ini adalah meluruhnya seluruh bunga
jantan.
Fase yang terakhir adalah perkembangan
buah muda menuju kemasakan buah. Pada
fase ini bunga sudah tampak menjadi biji
dengan mengalami perubahan warna dari
krem atau jingga menjadi hijau sampai merah
(Tabel 2). Bunga yang gagal diserbuki akan
terlepas dari rakilanya. Masaknya buah akan
diikuti dengan layunya ujung rakila, sehingga
yang tersisa hanya bagian yang masih
meninggalkan buah.
Tabel 2 Fase-fase pembungaan pada A. vestiaria
Fase Pembungaan Deskripsi Bunga Aksesi Dataran
Rendah (Nomor Koleksi XIV.A.54)
Deskripsi Bunga Aksesi Dataran
Tinggi (Nomor Koleksi XII.A.226
dan V.J.41)
Inisiasi Bunga terlindung seludang di
dalam pelepah daun (Gambar 1a);
pelepah layu berwarna kuning-
cokelat (Gambar 1c); akhir inisiasi
ditandai dengan sobeknya pelepah
daun (Gambar 1d).
Bunga terlindung seludang di dalam
pelepah daun (Gambar 1b); pelepah
layu berwarna jingga kemerahan
(Gambar 1c); akhir inisiasi ditandai
dengan sobeknya pelepah daun
(Gambar 1d).
Kuncup menuju
anthesis
Gelendong; hijau-kuning; panjang
22-30 cm; sudut kemiringan bunga
terhadap batang 50-70
0. (Gambar 2a
dan 2b).
Gelendong; jingga kemerahan;
panjang 28-33 cm; sudut
kemiringan bunga terhadap batang
50-65
0 (Gambar 2c).
Anthesis Seludang sobek di bagian depan
atau belakang (Gambar 3a);
infloresen infrafoliar (Gambar 3b &
6a); tipe bunga triad (satu bunga
betina diapit dua bunga jantan)
(Gambar 6d); jumlah rakila 18-27;
panjang 9.5-20.4 cm; untuk setiap
pembungaan dengan kurang lebih
setengah panjang rakila adalah
bunga betina, selebihnya adalah
bunga jantan yang berpasangan
(Gambar 6b). Panjang dan diameter
bunga jantan 0.4-0.87 x 0.3 cm;
triangular; asimetris; tersusun spiral
pada rakila; putih-kekuningan; 3
petal; 6 stamen (Gambar 6c & 6f).
Panjang dan diameter bunga betina
0.6-0.77 x 0.42-0.64 cm; krem-
putih/putih kehijauan; asimetris; 3
petal; 3 sepal (Gambar 6e).
Seludang sobek di bagian depan
atau belakang (Gambar 3a);
infloresen infrafoliar (Gambar 3b &
6a); tipe bunga triad (satu bunga
betina diapit dua bunga jantan)
(Gambar 6d); jumlah rakila 11-36;
panjang 15-21 cm; untuk setiap
pembungaan dengan kurang lebih
setengah panjang rakila adalah
bunga betina, selebihnya adalah
bunga jantan yang berpasangan
(Gambar 6b). Panjang dan diameter
bunga jantan 0.5-1.2 x 0.3 cm
triangular; asimetris; tersusun spiral
pada rakila; kuning tua-jingga 3
petal; 6 stamen (Gambar 6c & 6f).
Panjang dan diameter bunga betina
0.53-1.0 x 0.38-0.72 cm; asimetris;
3 petal; 3 sepal. (Gambar 6e).
Buah muda menuju
kemasakan
Hanya tersisa bunga betina dengan
ujung rakila layu (Gambar 4a);
hijau-kemerahan (Gambar 4b &
4d); Panjang dan diameter buah
1.3-1.5 x 1.1-1.2 cm (Gambar 4c)
Hanya tersisa bunga jantan dengan
ujung rakila layu (Gambar 5a);
jingga-hijau; panjang dan diameter
buah1.5-2.0 x 1.2-1.6 cm. (Gambar
5b).
5
Buah berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna hijau waktu muda setelah matang
berwarna jingga, dan setelah masak berwarna
merah, daging buah berserat dan berbiji satu
(Simbala 2006). Fase buah muda menuju
kemasakan membutuhkan waktu 17-22 hari.
Data rata-rata jangka waktu fase
pembungaan dan masa pembungaan yang
telah diperoleh pada pembungaan A. vestiaria
dapat digunakan untuk mengetahui waktu
yang dibutuhkan dalam setiap produksi buah
sehingga dapat diketahui waktu untuk
pemanenan buah A. vestiaria.
Jika dilihat dari data hasil pengamatan
masa pembungaan A. vestiaria diperoleh
bahwa satu periode pembungaan terpanjang
adalah pada individu aksesi dataran rendah
(98 hari). Waktu terpanjang yang dibutuhkan
adalah pada saat fase kuncup menuju anthesis
(46 hari). Pada fase ini individu aksesi dataran
rendah Sulawesi membutuhkan waktu lebih
lama dibandingkan dengan aksesi dataran
tinggi Sulawesi, karena pada fase ini kuncup
bunga aksesi dataran rendah akan mengalami
anthesis setelah mengalami perubahan warna
dari hijau menuju kuning. Berbeda dengan
aksesi dataran tinggi, yang tidak perlu terjadi
perubahan warna untuk menuju fase anthesis.
Antara aksesi dataran rendah dan dataran
tinggi memiliki masa pembungaan pada fase
kuncup menuju anthesis yang berbeda.
Gambar 1 Fase inisiasi pembungaan A. vestiaria. a. Bunga aksesi dataran rendah terlindung
seludang di dalam pelepah daun (awal inisiasi); b. Bunga aksesi dataran tinggi
terlindung seludang di dalam pelepah daun (awal inisiasi); c. Pelepah daun layu; d.
Pelepah daun sobek (akhir inisiasi).
Gambar 2 Fase kuncup menuju anthesis. a. Bunga di dalam seludang
(awal fase kuncup menuju anthesis) aksesi dataran rendah; b.
Bunga di dalam seludang (akhir fase kuncup menuju
anthesis) aksesi dataran rendah; c. Fase kuncup menuju
anthesis aksesi dataran tinggi.
a b c
d
a b c
a b c
6
Gambar 3 Fase anthesis. a. Seludang bunga sobek (awal anthesis); b. Seludang terlepas dari
pembungaan; c. Pembungaan A. vestiaria; d. Luruhnya seluruh bunga jantan (akhir
anthesis).
Gambar 4 Fase buah muda menuju kemasakan sampel aksesi dataran rendah Sulawesi. a. Awal buah
muda; b. Buah muda menuju masak; c. Buah muda menuju masak dengan ukuran semakin
membesar; d. Buah masak.
B A D C
D
Gambar 6 Pembungaan A. vestiaria. a. Infloresen infrafoliar; b. Rakila; b1. Kumpulan
bunga jantan; b2. Kumpulan bunga betina; c. Satu bunga jantan; d. Triad
(bunga betina diapit 2 bunga jantan); e. Sayatan melintang triad; f. Bunga
jantan mekar.
Gambar 5 Fase buah muda menuju kemasakan sampel aksesi
dataran tinggi Sulawesi. a. Awal buah muda; b. Buah
muda menuju masak.
a b
a
c
d
c
a b
a
fa
c
d
e
b
b1
b2
c
c
a
a b c d
7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembungaan A.vestiaria
Faktor-faktor iklim mikro yang diamati
meliputi faktor biotik dan faktor abiotik.
Faktor biotik yang diamati dari pembungaan
A.vestiaria adalah jenis serangga pengunjung
bunga. Kunjungan serangga pada A. vestiaria
terjadi pada pukul 06.00-18.00 WIB pada fase
anthesis, yaitu sejak sobeknya seludang
hingga luruhnya bunga jantan. Frekuensi
kunjungan serangga tertinggi terjadi pada
pukul 08.00-11.00 WIB.
Serangga yang mengunjungi A. vestiaria
adalah Trigona sp., lebah, Formicidae 1, dan
Formicidae 2 ditemukan pada semua lokasi.
Lalat hijau hanya ditemukan pada sampel
nomor koleksi XIV. A. 54 (Tabel 3). Pada saat
pukul 08.00-11.00 WIB dijumpai seluruh jenis
serangga pengunjung, sedangkan pada waktu
lainnya hanya dijumpai Formicidae 1 dan
Formicidae 2. Dari keempat serangga tersebut
Trigona sp. merupakan serangga pengunjung
yang paling dominan, sehingga dapat diduga
bahwa Trigona sp. berpotensi menjadi
serangga penyerbuk pembungaan A. vestiaria.
Hal ini disebabkan karena Trigona sp.
merupakan lebah yang memiliki ciri-ciri
adanya korbikula (pollen basket) pada
permukaan luar tibia tungkai belakang,
memiliki rambut pada tubuhnya dan proboscis
yang panjang. Struktur tubuh inilah yang
menjadikan Trigona sp. sebagai penyerbuk
utama pada banyak spesies tumbuhan
(Michener 2000). Seperti pada bunga pala
(Myristica fragrans), bunga pacar air
(Impatiens balsmina), dan bunga kakao
(Masfufah 2010, Khairiah 2012).
Tabel 3 Serangga pengunjung bunga A.
vestiaria
Kode
Tanaman Jenis serangga
XIV.A.54 Trigona sp., Lebah, Drosophila
melanogaster, Formicidae 1,
Formicidae 2, lalat hijau.
XII.A.226 Trigona sp., Lebah, Drosophila
melanogaster, Formicidae 1,
Formicidae 2.
V.J.41 Trigona sp., Lebah, Formicidae
1, Formicidae 2.
Sampel nomor koleksi XIV. A. 54 dan
XII. A. 226 dijumpai serangga D.
melanogaster dan lalat hijau. Pada umumnya
kedua jenis serangga ini tidak dijumpai pada
pembungaan. Kedua lokasi merupakan lokasi
yang dekat dengan tempat pembuangan
sampah, jalan raya, dan pasar (Lampiran 1),
sehingga wajar apabila dijum-pai kedua
serangga ini. Berbeda dengan dua lokasi
lainnya, pada lokasi V. J. 54 hanya dijumpai
serangga Trigona sp, Formicidae 1, dan
formicidae 2. Karena lokasi ini jauh dari
tempat pembuangan sampah, jalan raya, dan
pasar (Lampiran 1). Sehingga tidak dijumpai
D. melanogaster dan lalat hijau.
Secara keseluruhan perubahan fase
pembungaan A. vestiaria yang diamati tidak
secara langsung dipengaruhi oleh faktor iklim
mikro abiotik tertentu baik intensitas cahaya,
suhu angin, kelembapan, dan kecepatan angin.
Pada saat pengamatan berlangsung kondisi
lingkungan sekitar Kebun Raya Bogor
cenderung stabil (Tabel 4 & 5).
Cahaya matahari merupakan faktor iklim
yang sangat berperan bagi tumbuhan.
Intensitas cahaya dapat mempengaruhi proses
metabolisme dalam tumbuhan. Pengaruh
intensitas cahaya dalam metabolisme tum-
buhan pada akhirnya mempengaruhi
morfologi, anatomi dan perkembangan
tumbuhan (Ardhie 2006). Intensitas cahaya
dan suhu angin tertinggi terjadi pada saat fase
inisiasi bunga atau lebih tepatnya adalah pada
saat lepasnya pelepah daun dari batang (Tabel
4 & 5). Widiastuti et al. (2004) menyatakan
bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat
memacu pembungaan, inisiasi bunga sebagai
awalan dari pembungaan membutuhkan
lingkungan dengan intensitas cahaya yang
tinggi. Faktor iklim mikro yang mem-
pengaruhi inisiasi bunga adalah suhu,
intensitas cahaya, dan presipitasi
(kelembapan) (Ratchke & Lacey 1985).
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) bahwa
tanaman yang tumbuh pada kondisi intensitas
cahaya rendah mengalami fase juvenil yang
lebih lama atau kembali menjadi juvenil.
Kelembapan udara tertinggi dijumpai pada
saat membukanya seludang yang merupakan
awal anthesis. Pada nomor koleksi XII.A.226
dan V.J.41 kecepatan angin tertinggi terjadi
pada saat membukanya seludang. Pada
XIV.A.54, kecepatan angin tertinggi terjadi
pada saat luruhnya bunga jantan. Kedua
parameter tersebut merupakan awal dan akhir
dari fase anthesis (Tabel 4 & 5).
Faktor iklim mikro abiotik yang diduga
kuat mempengaruhi pembungaan A. vestiaria
adalah kecepatan angin. Melihat letak bunga
jantan yang berada di atas bunga betina serta
triad sangat memungkinkan terbawanya
pollen ke kepala putik untuk penyerbukan
melalui kecepatan angin yang tinggi.
8
Simbala (2007) menyatakan bahwa
wilayah Taman Nasional Bogani Nani Warta
Bone Sulawesi berada pada ketinggian 300-
1.200 m dpl dengan curah hujan rata-rata
adalah 1.700-2.200 mm per tahun, adapun
suhu angin rata-ratanya adalah 20-28 0C.
Kebun Raya Bogor terletak pada ketinggian
260 m dpl dengan curah hujan rata-rata 3.000-
4.300 mm per tahun dan suhu angin rata-
ratanya 25-35 0C. Kondisi habitat yang
berbeda antara aksesi sampel dengan Kebun
Raya Bogor. Apabila tumbuhan ditanam
diluar habitat asalnya, maka produktivitasnya
sering tidak sesuai dengan yang diharapkan
PEH (2010). Akan tetapi individu A. vestiaria
aksesi Sulawesi yang ditanam di Kebun Raya
Bogor telah berumur lebih dari 100 tahun.
Sehingga diduga telah mampu beradaptasi
dengan habitat Kebun Raya Bogor.
Menurut Balakhrisnan et al. (1994),
menyatakan bahwa setiap tumbuhan dalam
lingkungannya mempunyai kemampuan hidup
untuk menduduki lingkungan yang baru
dengan kemampuan yang bervariasi.
Selanjutnya Krebs (1994) menyatakan bahwa
keberhasilan setiap jenis untuk mengokupasi
suatu area dipengaruhi oleh kemampuannya
beradaptasi secara optimal terhadap seluruh
faktor iklim mikro abiotik (suhu,
cahaya,tanah, kelembapan, dan sebagainya)
dan faktor biotik (interaksi antar jenis,
kompetisi).
Persentase Keberhasilan Penyerbukan
Persentase keberhasilan penyerbukan dari
semua sampel lebih dari 50% (Gambar 7).
Persentase keberhasilan ini diperoleh dari
perhitungan jumlah bunga betina sebelum
penyerbukan (awal anthesis) dan jumlah
bunga betina setelah terjadi penyerbukan (fase
buah muda menuju kemasakan).
Tingkat keberhasilan penyerbukan dapat
dipengaruhi oleh kualitas penyerbukan. Faktor
iklim mikro yang diduga mempengaruhi
penyerbukan bunga A.vestiaria adalah
kecepatan angin dan Trigona sp.
Serangga pengunjung bunga dalam satu
waktu akan mengunjungi bunga yang berbeda,
sehingga aktifitas ini akan menguntungkan
bagi penyerbukan pohon-pohon dalam suatu
tegakan (Ratnaningrum 1998).
Walaupun persentase keberhasilan
penyerbukannya tinggi, akan tetapi sebagian
besar pembungaan mengalami kegagalan atau
mati pada saat pemasakan buah (fase buah
muda menuju kemasakan). Hal ini terjadi
karena seludang bunga tidak terlepas dari
pembungaan sehingga menyebabkan bunga
membusuk.
Tabel 4 Faktor iklim mikro sampel nomor koleksi XIV.A.54 (Aksesi dataran rendah Sulawesi)
di Kebun Raya Bogor.
Parameter
Faktor iklim mikro
Intensitas Cahaya
(Lux) Suhu (
0C)
Kelembapan
(%RH)
Kecepatan
angin
(m/detik)
Lepasnya pelepah daun 2120-16280 32.1-33.3 60.8-68.0 0
Membukanya seludang 518-8550 25.1-32.0 62.0-86.6 0
Luruhnya bunga jantan 1747-8260 29.9-34.5 54.3-72.0 0-1.2
Menjadi biji 1004-17470 28.1-34.1 56.6-74.8 0-0.3
Tabel 5 Faktor iklim mikro sampel nomor koleksi XII.A.226 dan V.J.41 (Aksesi dataran tinggi
Sulawesi) di Kebun Raya Bogor.
Parameter
Faktor iklim mikro
Intensitas Cahaya
(Lux) Suhu (
0C)
Kelembapan
(%RH)
Kecepatan
angin
(m/detik)
Lepasnya pelepah daun 2620-5900 31.7-33.2 62.0-70.0 0
Membukanya seludang 2210-5600 27.4-32.3 62.1-82.0 0-0.4
Habisnya bunga jantan 1399-4340 30.3-33.6 53.5-70.8 0-0.1
Menjadi biji 738-3190 20.4-32.3 63.4-65.4 0
9
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
A B C D E F G H I J
Perse
n k
eb
erh
asi
lan
pen
yerb
uk
an
Kode bunga A. vestiaria
A B C D E F G H I J
y = 4.3219x + 34.692
R² = 0.1209
0
20
40
60
80
100
120
0 5 10 15P
erse
n k
eb
erh
asi
lan
pen
yerb
uk
an
Rasio jumlah bunga betina terhadap bunga jantan
1:5 1:10 1:15
y = 1,8714x + 57,642
R² = 0,1966
0
20
40
60
80
100
120
0 5 10 15 20 25
Perse
n k
eb
erh
asi
lan
pen
yerb
uk
an
Rasio jumlah bunga betina terhadap bunga jantan
1:10 1:20 1:30
Bunga A.vestiaria termasuk bunga yang
memiliki ukuran bunga yang seragam dan
relatif kecil, dengan ukuran bunga betina lebih
besar dibandingkan bunga jantan. Ukuran
bunga yang relatif kecil akan menyebabkan
bunga mudah rontok. Sebagian besar individu
A. vestiaria nomor koleksi XII.A.226 dan
V.J.41 mengalami kegagalan pembungaan,
karena terjadi browning pada saat awal
anthesis, seludang atau daun pelindung tidak
terbuka sampai akhirnya bunga layu dan mati.
Pada sampel nomor koleksi XIV.A.54 atau
sampel aksesi dataran rendah Sulawesi akan
mengalami layu pada saat mulai terbentuk
buah muda yaitu gugurnya buah dari rakila.
Witono (1998) menyatakan bahwa A.
vestiaria mulai berbuah setelah berumur 5-6
tahun dan mandul setelah berumur 60 tahun.
Pada tahap awal pertumbuhannya memiliki
produktivitas (pembungaan) yang relatif kecil
akan tetapi produktivitas akan semakin
banyak sesuai pertambahan umur tumbuhan.
Masa produksinya dapat berlangsung selama
15 tahun dan setelah itu produksinya akan
menurun.
Pembungaan pada tumbuhan dapat
dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur
dan ukuran tumbuhan (Taiz & Zeiger 2002).
Keseluruhan sampel aksesi Sulawesi telah
berumur lebih dari 100 tahun sehingga hal ini
dapat menyebabkan kecilnya keberhasilan
pembungaan.
Korelasi Rasio Bunga Betina dengan
Persentase Keberhasilan Penyerbukan
Korelasi rasio jumlah bunga betina
terhadap bunga jantan dengan persentase
keberhasilan penyerbukan sangat kecil
(R2<0.2) (Gambar 8&9).
Gambar 8 Korelasi rasio bunga betina dengan
persentase keberhasilan pe-
nyerbukan A. vestiaria aksesi
dataran rendah Sulawesi.
Gambar 9 Korelasi rasio bunga betina dengan
persentase keberhasilan pe-
nyerbukan A. vestiaria aksesi
dataran tinggi Sulawesi.
Pada kedua aksesi yaitu dataran rendah
Sulawesi dan dataran Tinggi Sulawesi
memiliki nilai R2 yang tidak berbeda jauh. Hal
ini menunjukkan bahwa persentase
keberhasilan penyerbukan tidak dipengaruhi
oleh rasio bunga betina terhadap bunga jantan.
Jumlah bunga betina yang tinggi tidak diikuti
dengan persentase keberhasilan penyerbukan
yang tinggi. Ukuran bunga yang relatif kecil
menyebabkan bunga mudah gugur pada saat
Gambar 7 Persentasetase keberhasilan pe-
nyerbukan A. vestiaria aksesi
dataran tinggi dan dataran rendah.
A, B, C, D, E, dan F pada
tanaman XIV.A.54; G pada
tanaman XII.A.226; H, I, J pada
tanaman V.J.41).
10
sebelum masa penyerbukan. Gugurnya bunga
dapat disebabkan oleh kecepatan angin yang
tinggi atau aktifitas serangga penyerbuk. Pada
sampel nomor koleksi V.J.41 bunga betina
terhalangi oleh seludang, sehingga sulit untuk
diserbuki.
SIMPULAN
Pembungaan A.vestiaria dalam satu
periode pembungaan meliputi inisiasi, kuncup
menuju anthesis, anthesis, dan buah muda
menuju kemasakan. Dalam setiap fasenya
memiliki waktu yang berbeda-beda, dengan
masa pembungaan 75 sampai 98 hari.
Serangga pengunjung bunga A. vestiaria
adalah Trigona sp., Lebah, Drosophila
melanogaster, Formicidae 1, Formicidae 2,
lalat hijau dan yang dominan adalah Trigona
sp. Sehingga Trigona sp. diduga sebagai
serangga agen penyerbuk A. vestiaria.
Namun, Secara keseluruhan perubahan fase
pembungaan A. vestiaria yang diamati tidak
secara langsung dipengaruhi oleh faktor iklim
mikro tertentu. Faktor abiotik yang diduga
mendukung penyerbukan adalah kecepatan
angin.
DAFTAR PUSTAKA
Ardie SW. 2006. Pengaruh intensitas cahaya
dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan
pembungaan Hoya diversifolia Blume.
[tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Balakrishnan MR, Borgstrom R, Bie SW.
1994. Tropical Ecosystem, a Synthesis of
Tropical Ecology and Conservation. USA:
International Science Publisher.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2001.
Biology Concept and Connection. Ed ke-2.
San Fransisco: Benjamin Cumming.
Darjanto, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar
Fenologi Bunga dan Teknik Penyerbukan
Buatan. Jakarta: Gramedia.
Dransfield J et al. 2008. Genera Palmarum:
The Evolution and Classsification of
Palms. Kew: Royal Botanic Gardens Kew,
UK.
Fewless, G. 2006. Phenology.
hhtp://www.uwgb.edu/biodiversity/phenol
ogy/index.htm. (accessed 24 November
2012).
Govaerts R, Dransfield J. 2005. World
Checklist of Arecaceae. The Board of
Trustees of the Royal Botanic Gardens,
Kew. Update on the internet;
http://www.kew.org/wcsp/, (accessed 1
November 2012).
Heatubun CD. 2009. Systematics and
evolution of palm genus Areca. [disertasi].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Masfifah I. 2010. Keanekaragaman serangga
penyerbuk dan efektivitasnya dalam
pembentukan buah pala (Myristica
fragrans). [tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Khairiah N, Dahelmi, Syamsuardi. 2012.
Jenis-jenis serangga pengunjung bunga
Pacar Air (Impatiens balsmina). J. Bio.
UA, 1 (1):9-14.
Khanduri VP. 2011. Variation in anthesis and
pollen production in plant. American-
Eurasian J. Agric & Environ Sci., 11
(6):834-839.
Krebs CJ. 1994. Ecological Methodology.
New York: Harper and Row Publisher.
Michener CD. 2000. The Bees of the World.
Maryland: JHU Press.
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). 2010.
Monitoring Fenologi Tumbuhan
Mangrove Di Resort Perengan, SPTNW 1
Bekol. Baluran: Balai Taman Nasional.
Ratchke, B.J, Lacey E.P. 1985. Phenological
pattern of terrestrial plants. Annual Review
of Ecology and Systematic 16 :179 - 214.
Ratnaningrum YWN. 1998. Studi fenologis
pembungaan, penyerbukan dan
pembuahan F. Moell. [skripsi].
Yogyakarta: Fakultas Kehutanan,
Universitas Gadjah Mada.
Simbala HEI. 2006. Kajian etnobotani,
proksimat dan fitokimia pinang Yaki
(Areca vestiaria Giseke). Eugeina 12: 173-
183.
Simbala HEI. 2007. Keanekaragaman floristik
dan pemanfaatannya sebagai tumbuhan
obat di kawasan konservasi II Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone
Kabupaten Bolaang Mongondow,
Sulawesi Utara. [disertasi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Tabla VP, Vargas CF. 2004. Phenology and
phenotypic natural selection on the
11
flowering time of a deceit-pollinated
tropical orchid, Mymecophilachristinae.
Annals of Botany 94: 243-250.
Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology.
Third Edition. Sinauer Associates Inc.
Publishers. Massachussetts.
Widiastuti L, Tohari, Sulistyaningsih E. 2004.
Pengaruh intensitas cahaya dan kadar
daminosida terhadap iklim mikro dan
pertumbuhan tanaman Krisan dalam pot.
Ilmu Pertanian, 11 (2):35-42.
Witono JR. 1998. Koleksi Palem Kebun Raya
Bogor. UPT Balai Pengembangan Kebun
Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
Witono JR, Suhatman N, Suryana,
Purwantoro SR. 2000. Koleksi Palem
Kebun Raya Cibodas. Seri Koleksi Kebun
Raya-LIPI Vol II, No I, Sindang Laya-
Cianjur.
12
LAMPIRAN
13
Lokasi XIV. A
Lokasi XII. A
Lokasi V. J
Lampiran 1 Denah lokasi koleksi tanaman Kebun Raya Bogor .
Istana Bogor
Pintu Masuk Utama (Pintu I)