FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN …repositori.uin-alauddin.ac.id/4457/1/Rahbiyatul...

Post on 03-Mar-2019

238 views 0 download

Transcript of FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN …repositori.uin-alauddin.ac.id/4457/1/Rahbiyatul...

ANALISIS KADAR SAPONIN EKSTRAK METANOL KULIT BATANG

KEMIRI (Aleurites moluccana (L.) Willd) DENGAN

METODE GRAVIMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Rahbiyatul Adawiyah

NIM. 70100113001

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2017

i

ANALISIS KADAR SAPONIN EKSTRAK METANOL KULIT BATANG

KEMIRI (Aleurites moluccana (L.) Willd) DENGAN

METODE GRAVIMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Alauddin Makassar

Oleh:

Rahbiyatul Adawiyah

NIM. 70100113001

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2017

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Rahbiyatul adawiyah

NIM : 70100113001

Tempat Tanggal Lahir : Bulukumba, 16 Februari 1995

Jurusan : Farmasi

Alamat : Jl. Sultan Alauddin II

Judul : Analisis Kadar Saponin Ekstrak Metanol Kulit Batang

Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) Dengan Metode

Gravimetri

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia

merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata-gowa, Juli 2017

Penyusun,

Rahbiyatul adawiyah

NIM. 70100113001

iii

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Segala puji dan syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah swt

atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada

Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar.

Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi kita Muhammad saw, yang

termulia dari para Nabi dan Rasul. Dan semoga pula tercurah atas keluarganya,

sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih penulis

persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Idrus dan Ibunda Hj.

Megawati yang tak henti-hentinya memberi doa dan motivasi serta dukungannya

baik dalam bentuk moril terlebih lagi dalam bentuk materil, sehingga tugas akhir ini

dapat terselesaikan dengan baik karena kasih sayang dan bimbingan beliau, dan

seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, terima

kasih atas doa, kasih sayang dan bimbingannya kepada penulis, tiada kata yang

pantas untuk mengungkapkan betapa besar cinta dan kasih sayang yang telah kalian

berikan. Mereka adalah semangat terbesar bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi

ini.

v

Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan perlindungan-Nya kepada

kalian.

Penulis tak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya sebagai

ungkapan kebahagiaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si. selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan studi di

UIN Alauddin Makassar.

2. Bapak Dr. dr. H. Andi Armyn Nurdin, M.Sc. selaku Dekan Fakulas Ilmu

Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

3. Ibu Dr. Nur Hidayah, S.Kep., Ns., M.Kes., selaku Wakil Dekan I Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

4. Ibu Dr. Andi Susilawaty, S.Si., M.Kes., selaku Wakil Dekan II Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

5. Bapak Prof. Dr. Mukhtar Lutfi, M.Pd., selaku Wakil Dekan III Fakulas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

6. Ibu Haeria, S.Si.,M.Si. selaku Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar sekaligus pembimbing pertama

yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Khaerani, S.Farm., M. Farm.Klin., Apt selaku pembimbing kedua yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

vi

8. Ibu Nursahalati Tahar, S.Farm., M.Si., Apt selaku penguji kompetensi yang

telah memberi banyak masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

9. Ibu Dra. Hamsiah Djafar, M.Hum selaku penguji agama yang telah banyak

memberikan tuntunan dan pengarahan dalam mengoreksi kekurangan pada

skripsi ini.

10. Bapak/ ibu dosen serta staf Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

kesehatan UIN Alauddin Makassar atas curahan ilmu pengetahuan dan segala

bantuan yang diberikan sejak menempuh pendidikan di Jurusan farmasi hingga

terselesainya skripsi ini.

11. Kepada seluruh laboran Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu

kesehatan UIN Alauddin Makassar yang senantiasa membimbing dan

mengarahkan penulis selama penelitian.

12. Fian yang selalu memberikan semangat, dukungan serta selalu membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat penulis (Mitha, Ayu, Lia, Fitri, Dewi, Kiki) yang selalu

memberikan semangat, dan memberikan dukungan sejak menempuh pendidikan

di Jurusan Farmasi hingga terselesainya skripsi ini.

14. Teman-teman Farbion angkatan 2013 yang sangat luar biasa, terima kasih untuk

semua kebersamaan selama ini.

15. Kakak-kakak angkatan 2012, 2011, 2010, 2009, 2008, 2007, 2006 dan 2005,

serta adik-adik angkatan 2014, 2015 dan 2016 mahasiswa Jurusan Farmasi

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu kesehatan UIN Alauddin Makassar atas segala

vii

bantuan dan kerjasama yang diberikan sejak menempuh pendidikan di Jurusan

Farmasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan. Namun besar harapan kiranya dapat bermanfaat bagi penelitian-

penelitian selanjutnya, khususnya di bidang farmasi dan semoga bernilai ibadah di

sisi Allah swt. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalammu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Samata-Gowa, Juli 2017

Penyusun

Rahbiyatul Adawiyah

NIM : 70100113001

viii

DAFTAR ISI

SAMPUL....................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ....................................................... iii

PENGESAHAN ............................................................................................ iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

ABSTRAK .................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 4

C. Definisi operasional ............................................................. 4

D. Kajian pustaka ....................................................................... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7

A. Uraian Tanaman ................................................................... 7

B. Ekstraksi Simplisia ............................................................... 9

C. Metabolit……………… ...................................................... 14

D. Saponin………………………………… .............................. 17

ix

A. Analisis Saponin ................................................................... 27

B. Kajian Islam Tentang Tanaman Obat ................................... 39

BAB III Metodologi Penelitian ................................................................. 43

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ................................................... 43

B. Populasi Dan Sampel ............................................................ 43

C. Alat Dan Bahan ..................................................................... 43

D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 47

A. Hasil Penelitian……………………………………………... 47

B. Pembahasan…..……………………………………………... 47

BAB V PENUTUP ................................................................................... 54

A. Kesimpulan…..…………………………………………….. 54

B. Saran……..…..…………………………………………….. 54

KEPUSTAKAAN ......................................................................................... 55

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 60

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Aktivitas antimikroba dari saponin ....................................... 23

Tabel 2 Warna dan Warna komplementer.......................................... 34

Tabel 3 Hasil Uji Analisis Kualitatif .................................................. 47

Tabel 4 Hasil Uji Analisis Kuantitatif ................................................ 47

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Molekul Saponin ................................................... 18

Gambar 2 Struktur Inti Steroid ............................................................. 20

Gambar 3 Struktur Inti Triterpenoid ...................................................... 21

Gambar 4 Kulit Batang Kemiri ............................................................ 62

Gambar 5 Proses Maserasi ................................................................... 62

Gambar 6 Proses Rotavapor ................................................................. 63

Gambar 7 Ekstrak Kental ..................................................................... 63

Gambar 8 Menimbulkan Busa (+ Saponin)……………………… ...... 64

Gambar 9 Proses Refluks……………………… ................................. 64

Gambar 10 Kadar Saponin……………………… ................................. 65

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skema Penyiapan Sampel .................................................. 60

Lampiran 2 Skema Analisis Kadar Saponin .......................................... 61

Lampiran 3 Gambar…………………………………………………… 63

xiii

ABSTRAK

Nama : Rahbiyatul Adawiyah

Nim : 70100113001

Judul : Analisis Kadar Saponin Ekstrak Metanol Kulit Batang kemiri (Aleurites

mmoluccana (L.) Willd) Dengan Metode Gravimetri

Telah dilakukan penelitian tentang Analisis Kadar Saponin Ekstrak Metanol

Kulit Batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) Dengan Metode Gravimetri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar saponin yang terdapat pada ekstrak

metanol kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) dengan. Ekstraksi

kandungan kimia dari kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) dilakukan

dengan metode maserasi dengan pelarut metanol. Untuk senyawa saponin pada

ekstrak sampel, maka dilakukan analisis dengan menggunakan Gravimetri. Dari

hasil penelitian diperoleh kadar saponin ekstrak metanol kulit batang kemiri

(Aleurites moluccana (L.) Willd) sebesar 7,7069%

Kata Kunci: Kulit Batang Kemiri, Kadar Saponin, Gravimetri.

xiv

ABSTRAK

Name : Rahbiyatul Adawiyah

Nim : 70100113001

Title : Analysis Of levels In Saponin Hazelnut Stem Methanol Extract

m(Aleurites mmoluccana (L.) Willd) With Gravimetric Method

A research on the determination of the analysis of levels in saponin hazelnut

stem methanol extract (Aleurites moluccana (L.) Willd) with gravimetric method.

The purpouse of this study was to determine levels in saponin hazelnut stem

methanol extract (Aleurites moluccana (L.) Willd). Extraction of chemical constituen

from saponin hazelnut stem (Aleurites moluccana (L.) Willd) done by maceration

method using methanol. To determine the saponin compounds in the sample extracs,

compound analysis is carried out using gravimetric. The result were obtained level in

saponin hazelnut stem methanol extract (Aleurites moluccana (L.) Willd) by

7,7069%.

Keywords: Hazelnut Stem, Saponin, Gravimetric

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan tanaman obat dalam kehidupan sehari–hari sering dimanfaatkan

oleh masyarakat sebagai obat tradisional dengan proses yang sangat sederhana.

Pengobatan menggunakan tanaman obat tradisional telah diwariskan secara turun

temurun oleh generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Tanaman yang telah terbukti

berkhasiat sebagai obat perlu dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat

sebagai perwujudan untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. Hal ini

merupakan salah satu upaya mengatasi masalah kesehatan masyarakat dengan

memanfaatkan obat tradisional.

Tumbuhan merupakan tempat terjadinya proses sintesis senyawa organik

yang kompleks menghasilkan sederet golongan senyawa dengan berbagai macam

unsur. Kandungan senyawa yang terdapat pada bahan alam (tumbuhan) dapat berupa

senyawa metabolit primer dan juga senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit

primer merupakan senyawa-senyawa utama penyusun tanaman (makhluk hidup)

yang diperlukan untuk proses partumbuhan dan perkembangan. Senyawa yang

tergolong metabolit primer adalah polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat.

(Radji, 2008). Sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh

makhluk hidup yang digunakan untuk menunjang kehidupan. Metabolit ini memiliki

aktifitas farmakologi dan biologi. Di bidang farmasi secara khusus, metabolit

sekunder digunakan dan dipelajari sebagai kandidat obat atau senyawa penuntun

(lead compound) untuk melakukan optimasi agar diperoleh senyawa yang lebih

poten dengan toksisitas minimal (Saifuddin, 2014).

2

Saponin merupakan salah satu metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas

biologi, yang berfungsi sebagai anti kanker (Yan et al, 2009). Kanker adalah

penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah

menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel ini dapat menyebar ke bagaian

tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan kematian (Dipiro et al, 2008).

Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh

dunia. Pada tahun 2012, sekitar 14 juta kasus kanker dan pada tahun 2015 sekitar 8,8

juta kematian disebabkan kanker. Kanker paru, hati, perut, kolorektal, dan kanker

payudara adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya. (WHO,

2017).

Metode yang dapat digunakan dalam analisis kadar saponin adalah

menggunakan metode TLC-Scanner, HPLC, spektrofotometri Uv-Vis dan metode

gravimetri. Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode gravimerti

karena salah satu kelebihan metode tersebut yaitu tidak membutuhkan zat

pembanding (saponin baku) dan merupakan cara analisis paling sederhana

dibandingkan dengan cara analisis lainnya. Kesedarhanaan itu jelas terlihat karena

dalam gravimetri jumlah zat ditentutakan dengan menimbang langsung massa zat

yang dipisahkan dari zat-zat lain (Chadijah, 2012).

Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) dikenal sebagai salah satu tanaman

rempah yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia. Kulit batang kemiri

dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional untuk sakit kepala, diare, tumor, asma,

penyakit kulit, dan hypocholesterolemia. Bahkan di negeri Jepang produk kulit ini

digunakan untuk penyembuhan penyakit tumor dan kanker (Damayanti, 2008).

Telah dilakukan penelitian oleh (Ari dkk, 2015) yang berjudul Kajian

Pendahuluan Potensi Anti Kanker Dengan Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Test

3

(BSLT) Terhadap Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi Dari Kulit Batang Kemiri

(Aleurites moluccana (L.) Willd). Pada penelitian tersebut diperoleh bahwa kulit

batang kemiri memiliki efek sitotoksi dengan nilai LC50 17, 102 µl/ml,

kemungkinan karena adanya senyawa saponin yang terkandung pada kulit batang

kemiri.

Allah menciptakan beraneka ragam tumbuh-tumbuhan di Bumi yang dapat

dimanfaatkan sebagaimana Firman Allah QS. An-Nahl/16:11

Terjemahnya:

Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanaman-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.’’ (Kementrian Agama RI, 2012).

Ayat ini adalah perincian argumentasi keEsaan Allah swt. Ayat ini

menguraikan tentang tumbuh-tumbuhan yang merupakan bahan pangan dan

kebutuhan manusia dan binatang, Ayat di atas mengingatkan manusia dengan tujuan

agar mereka mensyukuri nikmat Allah dan memanfaatkan dengan baik anugerah-Nya

bahwa Dia yang maha kuasa yang telah menurunkan dari arah langit, yakni awan, air

hujan untuk kamu manfaatkan. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagian yang

lainnya menyuburkan tumbuh-tumbuhan yang padanya, yakni di tempat

tumbuhnya, kamu mengembalakan ternakmu sehingga binatang itu dapat dimakan

dan pada gilirannya dapat menghasilkan untuk kamu susu, daging, dan bulu (Shihab,

2009).

Berdasarkan ayat di atas diketahui bahwa Allah swt menciptakan aneka

macam tumbuhan untuk dimanfaatkan manusia. Salah satunya sampel kulit batang

4

kemiri (Aleurites moluccana (L). Willd) sebagai tanaman yang dapat digunakan

sebagai bahan penelitian sehingga dapat diketahui manfaat dari tanaman tersebut

sebagai pengobatan.

Berdasarkan beberapa manfaat kemiri yang telah dipaparkan sebelumnya

maka peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui dan menetapkan kadar

saponin yang terdapat dalam kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd)

A. Rumusan masalah

1. Apakah ekstrak metanol kulit batang kemiri mengandung saponin.?

2. Berapa kadar saponin pada ekstrak metanol kulit batang kemiri (Aleurites

moluccana (L.) Willd) dengan menggunakan metode gravimetri ?

B. Definisi operasional.

1. Ekstrak adalah sediaan kental, pekat yang didapatkan dari proses menarik

senyawa kimia/zat aktif yang ada pada simplisia kulit batang kemiri

(Aleurites moluccana (L.) Willd)

2. Ekstrak cair adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan alam

yang masih menganandung larutan penyari.

3. Ekstrak kental adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dan

tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada

suhu kamar

4. Penetapan kadar adalah prosedur pengukuran properti atau konsentrasi analit.

5. Saponin adalah metabolit sekunder yang terdapat dialam, dan jika dikocok

akan menimbulkan busa.

6. Gravimetri merupakan metode analisis kuantitatif yang dilakukan dengan

cara pengukuran berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses

pemisahan.

5

C. Kajian Pustaka

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Azidi dkk, 2007) yang berjudul Uji

Aktivitas Ekstrak Saponin Fraksi N-Butanol Dari Kulit Batang Kemiri (Aleurites

moluccana (L.) Willd) Pada Larva Nyamuk Aedes aegypti pada penelitian tersebut

dikatakan bahwa. kulit batang kemiri mengandung saponin yang dapat digunakan

sebagai larvasida karena dapat bersifat racun bagi hewan berdarah dingin. Oleh

karena itu saponin dapat digunakan sebagai pemusnah serangga. Dapat disimpulkan

bahwa ekstrak saponin fraksi n-butanol mempunyai aktifitas dalam mengontrol

perkembangbiakan larva nyamuk Aedes aegypti.

Menurut penelitian (Ari dkk, 2015) yang berjudul Kajian Pendahuluan Potensi

Anti Kanker Dengan Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Test (BSLT) Terhadap

Ekstrak Etanol Dan Fraksi-Fraksi Dari Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana

(L.) Willd) pada penelitian tersebut dikatakan bahwa kulit batang kemiri diekstraksi

dengan maserasi menggunakan pelarut etanol, kemudian di fraksi dengan metode

ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan air. Kemudian

dilakukan uji toksisitas metode BSLT mendapatkan hasil bahwa nilai LC50 yang

diperoleh dari ekstrak, fraksi air, fraksi etil asetat, dan fraksi n-heksan secara

berturut-turut adalah 39,294 µl/ml, 380,932 µl/ml, 17,102 µl/ml, dan 35,74 µl/ml.

Dimana yang memberikan aktivitas toksik paling kuat pada kulit batang kemiri

adalah fraksi etil asetat dengan LC50 sebesar 17,102 µl/ml.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Jovie et al, 2015) yang berjudul

Penetapan Kadar Saponin Pada Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sanseveriacata

trifascianata Prain varietas S. Laurentii) Secara Gravimetri pada penelitian tersebut

dikatakan bahwa ekstraksi serbuk daun lidah mertua menggunakan refluks dengan

pelarut metanol. Ekstrak difraksinasi dengan pelarut secara berturut dengan

6

petroleum eter, etil asetat, n-butanol. Ekstrak n-butanol diuapkan dan dilarutkan

dengan metanol dan saponin diendapkan dengan dietil eter. Endapan saponin

ditetapkan secara gravimetri. Hasil penelitian menunjukan bahwa Sanseveriacata

trifascianata Prain varietas S. Laurentii mengandung saponin dengan kadar sebesar

3,1258%.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui ekstrak kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd)

mengandung senyawa saponin.

b. Mengetahui kadar saponin yang terdapat pada ekstrak metanol kulit batang

(Aleurites moluccana (L.) Willd) dengan metode gravimetri

2. Manfaat Penelitian

Sebagai sumber data ilmiah tentang kadar saponin yang terdapat pada kulit

batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) sehingga dapat digunakan sebagai

salah satu kandidat obat anti kanker.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Sampel

1. Klasifikasi Tanaman

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Euphorbiales

Suku : Euphorbiceae

Marga : Aleurites

Jenis : (Aleurites moluccana (L). Willd) (Ramadhan, 2014).

2. Nama Daerah

Pelleng, Ampiri (Bugis); buwe kare, kembiri, kemili, kemiling, kereh, madang

ijo, tanon (Sumatera); kamere, kemiri, komere, midi, miri, muncang, pidekan (Jawa);

keminting, kemiri (Kalimantan); Kemiri, kemwiri, kumiri, nena, nyenga (Muluku);

tenu (Nusa Tenggara); anoi (papu) (Martawijaya, 1989).

3. Morfologi

Tanaman kemiri (Aleiurites moluccana (L). Willd) tergolong pohon

berukuran sedang dengan tajuk melebar yang dapat mencapai ketinggian hingga 20

m dan diameter setinggi dada hingga 90 cm. Pada tempat terbuka, jenis ini umumnya

hanya dapat mencapai ketinggian 10-15 m. Umumnya bentuk cabang pohon kemiri

adalah berliku, tidak teratur, membentang lebar dan menggantung pada cabang

bagian samping. Pada lembah yang sempit, pohon kemiri biasanya memiliki sedikit

8

percabangan dan tumbuh menjulur tinggi. Kulit batang berwarna abu-abu

cokelat dan bertekstur agak halus dengan garis-garis vertikal yang indah. Daunnya

mudah dikenali dari bentuknya yang khas, umumnya terdiri dari 3-5 helai daun

sekitar 10-20 cm dengan dua kelenjar dibagian perpotongan antara pangkal dan

tangkai yang mengeluarkan getah manis. Daun pohon yang muda biasanya sederhana

dan berbentuk seperti delta atau oval. Bagian atas permukaan daun yang masi muda

berwarna putih mengkilap seperti perak, yang kemudian akan berubah warna

menjadi hijau tua seiring dengan bertambahnya umur pohon. Permukaan daun bagian

bawah berbulu halus dan mengkilap seperti karat (Elevitch and manner, 2006).

Bunga kemiri memiliki kelamin ganda, dimana bunga jantan dan berada pada

pohon yang sama. Bunga kemiri berwarna putih kehijauan, harum dan bersusun

dalam sejumlah gugusan sepanjang 10-15 cm, dimana terdapat banyak bunga jantan

kecil mengelilingi bunga betina. Mahkota bunga berwana putih dengan lima kelopak

bunga berwarna putih kusam (krem), berbentuk lonjong dengan panjang 13 cm. Buah

kemiri berwarna hijau sampai kecoklatan, berbentuk oval sampai bulat dengan

panjang 5-6 cm dan lebar 5-7 cm. Satu buah kemiri umumnya berisi 2-3 biji, tetapi

pada buah jantan kemungkinan hanya ditemukan satu biji. Biji kemiri dapat dimakan

jika dipanggang terlebih dahulu. Kulit biji kemiri umumnya kasar, hitam, keras dan

berbentuk bulat panjang sekitar 2,5-3,5 cm (Elevitch and manner, 2006).

4. Kandungan Kimia

Daun kemiri mengandung senyawa flavanoid, tannin, saponin, sterol, asam

amino, karbohidrat, dan polifenol (Junaid, 2010). Kulit batang kemiri mengandung

senyawa tannin, flavanoid, saponin, dan polifenol. Batang kemiri mengandung

selulosa, lignin, pentose, dan abu (Muhlisah, 2009).

9

5. Khasiat

Kulit batang kemiri dipercaya berkhasiat sebagai obat tradisional untuk sakit

kepala, diare, tumor, asma, penyakit kulit, dan hypocholesterolemia. Bahkan di

negeri Jepang produk kulit ini digunakan untuk penyembuhan penyakit tumor dan

kanker (Damayanti, 2008).

Biji kemiri digunakan untuk obat sembelit. Pada daun kemiri mengandung

antioksidan sterol, flavonoid, dan triterpen yang berguna sebagai anti inflamasi dan

antipiretik (obat penurun panas) (Damayanti, 2008).

A. Ekstraksi Simplisia

1. Pengertian

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang

telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian

tanaman dan eksudat tanaman, simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh

bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia

murni, sedangkan simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik

telah diolah ataupun belum, tidak berupa zat kimia murni (Dirjen POM, 1979: 30).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Dirjen POM, 1995: 7).

Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif,

yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut

dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik jika

10

permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas

(Mulyati, 2009: 10).

2. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat

dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat

padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Mulyati, 2009: 11).

3. Jenis-jenis Ekstraksi

a. Maserasi

Maserasi adalah proses dimana bahan alam secara keseluruhan berupa serbuk

kasar ditempatkan dalam wadah tertutup dan ditambahkan pelarut dalam wadah yang

tertutup pada suhu kamar dalam jangka waktu minimal 3 hari dengan pergantian

pelarut baru. Campuran kemudian disaring dan dianginkan hingga diperoleh ekstrak

kental (Handa dkk, 2008: 132).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

diluar sel dengan larutan di dalam sel (Depkes RI. 1986: 12).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah

mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, dan lain-lain

(Depkes RI. 1986: 15).

11

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau

pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya

kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian

(Depkes RI. 1986: 14).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan

peralatan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah

pengerjaanya lama, dan penyariannya kurang sempurna.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan dilakukan

pada temperatur ruangan (kamar). Simplisia ditempatkan dalam bejana silinder yang

dibagian bawah diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah

melalui serbuk tersebut. Cairan akan turun dan ditampung dalam wadah penampung.

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsipnya adalah serbuk

simplisia ditempatkan dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat

berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan

penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai

mencapai keadaan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya

sendiri dan tekanan penyari dari cairan di atasnya dikurangi dengan daya kapiler

yang cenderung untuk menahan gerakan ke bawah.

Dikenal ada beberapa bentuk perkolator, yaitu :

1. Perkolator bentuk tabung

2. Perkolator bentuk paruh

3. Perkolator bentuk corong

12

Pemilihan bentuk perkolator bergantung pada jenis simplisia yang akan

disari, misalnya serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut

dan pekat, tidak baik bila diperkolasi dengan perkolator sempit sebab perkolat akan

menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair,

jumlah cairan penyari yang tersedia lebih banyak dibandingkan dengan jumlah cairan

penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Untuk itu digunakan perkolator

lebar untuk mempercepat proses perkolasi. Bahan yang akan disari dimasukkan ke

dalam perkolator tidak lebih dari dua pertiga dari tinggi perkolator (Dirjen POM

1986: 16-17).

c. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur pada titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik.

Cara ini termasuk cara ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan

diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi

dengan pendingin tegak, kemudian dipanaskan sampai mendidih cairan penyari akan

menguap, uap tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan turun kembali menyari

zat aktif dalam simplisia demikian seterusnya. Ekstraksi secara refluks biasanya

dilakukan selama 3 x 4 jam.

Sampel yang biasa diekstraksi dengan metode refluks adalah yang

mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai

tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba.

Sampel atau bahan yang akan diekstraksi ditimbang kemudian dimasukkan

ke dalam labu alas bulat dan diisi dengan cairan penyari yang sesuai misalnya

metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaan

13

simplisia, atau 2/3 volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif

dan ditempatkan di atas water bath atau heating mantel lalu dipasang kondensor pada

labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas

dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam dilakukan

penyaringan, filtrat ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah

lagi dengan pelarut dan dikerjakan seperti semula. Ekstraksi dilakukan 3-4 jam.

Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor.

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-

sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya

adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari

operator (Sastromidjojo, 1985: 65-67).

c. Sokhletasi

Sokhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan

penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi

molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam

klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati

pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai

dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi

dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi.

Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan

ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klongsong yang telah dilapisi dengan

kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klongsong tidak boleh melebihi

pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai

kemudian ditempatkan di atas water bath atau haeting mantel dan diklem dengan

kuat kemudian klongsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang

14

dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel

yang ada dalam klongsong. Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem

pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dijalankan hingga terjadi proses

ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20-25 kali sirkulasi). Ekstrak yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor.

Keuntungan metode ini adalah :

1) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan

terhadap pemanasan secara langsung.

2) Digunakan pelarut yang lebih sedikit

3) Pemanasannya dapat diatur.

Kerugian dari metode ini :

1) Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah disebelah bawah

terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh

panas.

2) Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya

dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan

volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.

3) Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan

pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena

seluruh alat yang berada di bawah kondensor perlu berada pada temperatur ini

untuk pergerakan uap pelarut yang efektif (Dirjen POM 1986: 28).

B. Metabolit

Metabolisme adalah reaksi kimia yang berlangsung di dalam organisme

hidup, dan merupakan reaksi yang sangat terkoordinasi, mempunyai tujuan, serta

15

mencakup berbagai kerjasama dari banyak sistem multi enzim. Secara singkat,

metabolisme adalah proses pembentukan metabolik. Metabolit adalah senyawa

organik yang dihasilkan dan terlibat dalam metabolisme (Hogg, 2005).

Metabolisme terdiri dari dua proses yang berlawanan, keduanya berlangsung

serempak. Aspek metabolism yang pertama adalah anabolisme, yaitu proses sintesis

makromolekul kompleks misalnya asam nukleat, lipid dan polisakarida serta

penggunaan energi. Aspek metabolisme yang kedua adalah suatu proses yang

berlawanan disebut katabolisme. Proses katabolisme merupakan penguraian bahan

organik yang lebih sederhana atau bahan anorganik dan menghasilkan energi,

misalnya adenosa trifosfat (ATP) atau guanosine trifosfat (GTP). (Hogg, 2005).

Metabolit adalah hasil dari metabolism. Metabolit dibedakan menjadi dua

macam, yaitu motabolit primer dan metabolit sekunder. (Hogg, 2005).

1. Metabolit primer

Metabolit primer adalah suatu metabolit atau molekul yang merupakan

produk akhir atau produk antara dalam proses metabolisme makhluk hidup, yang

fungsinya sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme tersebut, serta

terbentuk secara intraseluler. Contohnya adalah protein, lemak, karbohidrat, dan

DNA. Pada umumnya metabolit primer tidak diproduksi berlebihan. Pada sebagian

besar mikroorganisme, produksi metabolit mikroorganisme, produksi metabolit yang

berlebihan dapat menghambat pertumbuhan, dan kadang-kadang dapat mematikan

mikroorganisme tersebut. Proses metabolit primer disebut metabolism primer.

16

Ciri-ciri meteboli primer yaitu:

a. Terbentuk melalui metabolisme primer

b. Memiliki fungsi yang esensial dan jelas bagi kelangsungan hidup organism

penghasilnya (merupakan komponen esensial tubuh misalnya asam amino,

vitamin, nukleotida, asam nukleat dan lemak)

c. Sering berhubungan dengan pertumbuhan organisme penghasilnya

d. Bersifat tidak spesifik (ada pada hampir semua makhluk hidup)

e. Dibuat dan disimpan secara intraseluleras

f. Dibuat dalam kuantitas yang cukup banyak

g. Hasil akhir dari metabolism energy adalah etanol.

h. Terlibat langsung dalam fungsi fisiologi normal seperti protein dan enzim

i. Terdapat didalam organism atau sel

j. Dikenal dengan istilah metabolit sentral

k. Berat molekul (BM) dari kecil dalam bentuk monomer hingga sangat besar

polimer ( > 1500 Dalton).

2. Metabolit sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh makhluk tumbuhan,

mikrobia atau hewan melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang

kehidupan namun tidak vital (jika tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam

amino dan asam lemak. Metabolit ini memiliki aktifitas farmakologi dan biologi. Di

bidang farmasi secara khusus, metabolit sekunder digunakan dan dipelajari sebagai

kandidat obat atau senyawa penuntun (lead compound) untuk melakukan optimasi

agar diperoleh senyawa yang lebih poten dengan toksisitas minimal (Saifuddin, 2014).

Ciri-ciri metebolit sekunder yaitu:

17

a. Tidak terlibat langsung dalam metabolism/kehidupan dasar: pertumbuhan,

perkembangan dan reproduksi.

b. Tidak esensial, ketiadaan jangka pendek tidak berakibat kematian. Ketiadaan

jangka panjang mengakibatkan kelemahan dalam pertahanan diri, survival,

estetika, menarik serangga.

c. Golongan metabolit sekunder distribusi hanya pada spesies pada filogenetik

/familia tertentu.

d. Seringkali berperan di dalam pertahanan terhadap musuh.

e. Senyawa organik dengan berat molekul 50-1500 Dalton. Sehingga disebut mikro

molekul.

f. Penggolongan utama: terpenoid, fenil propanoid, poliketida, dan alkaloid adalah

metabolit sekunder.

g. Pemanfaatan oleh manusia: untuk obat, parfum, aroma, bumbu, bahan rekreasi

dan relaksasi (Saifuddin, 2014).

C. Saponin

1. Definisi Saponin

Saponin adalah deterjen atau glikosida alami yang mempunyai sifat aktif

permukaan yang bersifat amfifilik, mempunyai berat molekul besar dan struktur

molekulnya terdiri dari aglikon steroid atau triterpen yang disebut dengan sapogenin

dan glikon yang mengandung satu atau lebih rantai gula (Sirohi et al. 2014).

Saponin berasal dari kata Latin yaitu „sapo‟ yang berarti mengandung busa

stabil bila dilarutkan dalam air. Kemampuan busa dari saponin disebabkan oleh

kombinasi dari sapogenin yang bersifat hidrofobik (larut dalam lemak) dan bagian

rantai gula yang bersifat hidrofilik (larut dalam air) (Naoumkina et al, 2010).

18

2. Sifat Fisika dan Kimia Saponin

Saponin merupakan metabolit sekunder dan merupakan kelompok glikosida

triterpenoid atau steroid aglikon, terdiri dari satu atau lebih gugus gula yang

berikatan dengan aglikon atau sapogenin, dapat membentuk kristal berwarna kuning

dan amorf, serta berbau menyengat. Rasa saponin sangat ekstrim, dari sangat pahit

hingga sangat manis. Saponin biasa dikenal sebagai senyawa nonvolatilem dan

sangat larut dalam air (dingin maupun panas) dan alkohol, namun membentuk busa

koloidal dalam air dan memiliki sifat detergen yang baik (Chapagain, 2005).

Saponin merupakan senyawa ampifilik. Gugus gula (heksosa) pada saponin

dapat larut dalam air tetapi tidak larut dalam alkohol absolut, kloroform, eter dan

pelarut organik non polar lainnya. Sedangkan gugus steroid (sapogenin) pada

saponin, biasa juga disebut dengan triterpenoid aglikon dapat larut dalam lemak dan

dapat membentuk emulsi dengan minyak dan resin (Lindeboom, 2005).

Beberapa struktur molekul saponin disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul saponin

(Sumber: Chapagain, 2005)

19

Beberapa sifat saponin lainnya adalah: (Lindeboom, 2005).

a. Dapat menghemolisis darah sehingga berbahaya apabila disuntikkan ke dalam

aliran darah dalam tubuh karena saponin mampu berinteraksi dengan ikatan sterol

membran sel darah merah dengan membebaskan hemoglobin dari sel darah merah

yang akan meningkatkan permeabilitas membran plasma sehingga merusak sel-sel

darah merah (Caballero, 2003).

b. Beracun bagi binatang berdarah dingin tetapi tidak beracun bagi manusia karena

tidak diadsorpsi dari saluran pencernaan. Daya racun saponin akan hilang dengan

sendirinya dalam waktu 2-3 hari dalam air dan akan berkurang daya racunnya jika

digunakan pada larutan berkadar garam rendah.

c. Tahan terhadap pemanasan.

d. Dapat merangsang selaput mukosa.

Hidrolisis saponin menghasilkan gula (heksosa, pentosa atau metil pentosa

seperti glukosa, galaktosa, arabinosa, dan rhamnosa bersama dengan asam uronat)

dan aglikon atau sapogenin (merupakan golongan steroid seperti digitonin atau

merupakan golongan steroid seperti hederagenin). Berdasarkan struktur aglikon

(sapogenin)nya dikenal 2 macam saponin, yaitu: tipe steroid dan triterpenoid

(Caballero, 2003).

a. Saponin Tipe Steroid

Saponin tipe steroid mengandung aglikon polisiklik yang merupakan sebuah

steroid cholin. Di alam, saponin tipe steroid tersebar luas pada beberapa keluarga

Monocotyledoneae (contoh: Dioscorea spp.), terutama keluarga Dioscoreaceae dan

keluarga Amaryllidaceae (contoh: Agave sp.).

Saponin steroid penting karena mempunyai kesamaan struktur inti senyawa-

senyawa vitamin D, glikosida jantung, dan kortison sehingga biasa digunakan

20

sebagai bahan baku untuk sintesa senyawa-senyawa tersebut. Kebutuhan akan

senyawa steroid (saponin dan sapogenin) terus meningkat sehingga mendorong ahli

fitokimia untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Struktur inti steroid disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur inti steroid

(Sumber: Evans, 2002)

b. Saponin Tipe Triterpenoid

Saponin tipe triterpenoid jarang ditemukan pada tanaman golongan

Monocotyledoneae tetapi banyak terkandung dalam tanaman Dicotyledoneae,

terutama pada keluarga Caryophylaceae, Sapindaceae, Polygalaceae dan

Sapotaceae. Kebanyakan saponin triterpenoid mempunyai struktur pentasiklik dan

sapogeninnya terikat pada rantai dari gula (dapat berupa glukosa, galaktosa, pentosa

dan metil pentosa) atau unit asam uronat ataupun keduanya pada posisi C3.

Contohnya pada Primula, sapogeninnya berupa D-primulagenin, terikat pada D-asam

glukoronat dimana D-asam glukoronat terikat pada L-rhamnose dan D-glukosa-D-

galaktosa. Saponin triterpenoid dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: α-

amyrin, β-amyrin, dan lupeol. Menurut Dey dan Harbone, esterifikasi saponin dapat

terjadi pada saat ekstraksi menggunakan alkhohol. Esterifikasi terjadi pada aglikon

dan menyebabkan perubahan pada struktur kimia saponin karena etanol berikatan

dengan aglikon (Achmadi, 2002).

21

Struktur inti triterpenoid disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur inti triterpenoid

(Sumber: Achmadi. 2002).

3. Aktivitas saponin

Berdasarkan beberapa penelitian melaporkan bahwa saponin dari berbagai

sumber tumbuhan memiliki aktivitas antara lain sebagai: hipokolesterolemia,

antimikroba, dan antikarsinogenik. Penelitian secara in vitro dan in vivo

menunjukkan bahwa dengan adanya saponin menyebabkan terjadinya perubahan

dalam proliferasi sel, metabolisme, transkripsi dan ekspresi gen.

a. Aktivitas hipokolesterolemia

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa saponin (soyasaponin) dapat

menurunkan tingkat kolesterol plasma pada manusia dan hewan uji, tetapi apakah

efek aktivitas hipokolesterolemia dari saponin tersebut adalah merugikan atau

menguntungkan pada penyerapan kolesterol belum diketahui dengan jelas. Karena

saponin tidak diserap, efek merugikan pada penyerapan kolesterol dan derivat garam

empedunya. Inti cincin steroid planar dari saponin mungkin berinteraksi dengan

cincin planar dari kolesterol dan garam empedu sehingga menghalangi

22

penyerapannya. Efek ini mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi kolesterol

pada plasma dan hati (Sirohi et al, 2014).

Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa saponin dapat

menurunkan kolesterol plasma dan hati pada hewan (tikus, ayam, kelinci) yang diberi

makanan mengandung saponin (Lakshmi et al, 2012).

b. Aktivitas antimikroba

(Hazem et al, 2012) melaporkan bahwa saponin yang diekstrak dari bunga

Achillea fragrantissima menunjukkan aktivitas antijamur terhadap Aspergillus,

Fusarium dan Rhizopus saponin diisolasi dari frutescens Capsicum, menunjukkan

aktivitas antijamur terhadap Candida spp dan Aspergillus fumigatus, dengan MIC

mulai 4,0-16 mg mL-1

.

(Zang et al, 2006) mengamati aktivitas antijamur dari saponin steroid C-27

terhadap Candida albicans, C.glabrata, C.krusei, Cryptococcus neoformans, dan

Aspergillus fumigatus. Saponin ini menunjukkan aktivitas yang signifikan terhadap

C. neoformans dan A. belerang yang sebanding dengan kontrol positif.

(Soetan et al, 2006) mengamati aktivitas antimikroba saponin ekstrak

Sorghum bicolor terhadap tiga patogen, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan

C. albicans. Saponin menghambat pertumbuhan S. aureus, tetapi tidak memiliki efek

penghambatan pada E. coli dan C. albicans. Hal tersebut menunjukkan bahwa

saponin memiliki aktivitas yang kuat terhadap C. parapsilosis.

(Khanna et al, 2008) mengamati aktivitas antimikroba dari saponin yang

diekstrak dari daun Gymnema sylvestre. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi

saponin memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur yang signifikan.

(Deshpande et al, 2013) dievaluasi aktivitas antimikroba saponin diisolasi

dari akar Cassia auriculata terhadap Pseudomonas vesicularis, Streptococcus

23

faecalis, Aeromonas hydrophilia, Salmonella typhae, Staphylococcus cohni, Serratia

ficaria dan E. coli pada konsentrasi 12,5, 25, 37,5 dan 50 mg / ml. Menurut hasil

mereka, saponin menunjukkan aktivitas antimikroba terbaik terhadap P. vesicularis

dan setidaknya terhadap E. coli pada 50 mg / ml. Telah dilaporkan sebelumnya

bahwa C. albicans, dan C. tropicalic yang sensitif terhadap saponin dari G. glabra

dan Q. saponaria. Penelitian lain yang mengevaluasi aktivitas antimikroba saponin

diringkas dalam Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa contoh dari aktivitas antimikroba dari saponin

Saponin Mikroorganisme Hasil Sumber

Quillja

saponaria

Pythium ultimum,

Fusarium

oxysporum,

Alternaria solani,

Colletotrichum

coccodes,

and Verticillium

dahlia

Konsentrasi tinggi

(4%) dari Q.

saponaria

menunjukkan

penghambatan

pertumbuhan sedang

(35.9–59.1%) dari

semua fungi kecuali

C. Coccodes

Chapagain et al,

2007

Cyamopsis

tetragonoloba

S. aureus,

Salmonella

Typhimurium, E.

coli and

Lactobacillus spp

fraksi MeOH 100%

menunjukkan

aktiviitas antibakteri

berlawa dengan S.

aureus, Salmonella

Typhimurium and E.

coli, tetapi fraksi 20%

dan 60 %

menstimulasi

pertumbuhan

Lactobacillus spp

Hassan et al,

2009

Solanum

xanthocarpum

and

Centella

asiatica

Klepsella

pneumonia

Saponin dari S.

xanthocarpumand

C. asiatica

menghambat

pertumbuhan dari K.

pneumonia dengan

masing-masing

diameter zona hambat

Kannabiran et al,

2009

24

19 dan 21 mm,

Anisopus

mannii

E. coli, K.

pneumonia,

Shigella

dysentriae and

Pseudomonas

aeruginosa.

saponin lebih

berpotensi pada E.

coli (22.2 mm)

daripada K.

pneumonia (13.0 mm)

Aliyu et al, 2009

c. Aktivitas kardiovaskular

Telah dilaporkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung saponin dapat

menurunkan kadar kolestrol dalam darah dan dapat sebagai hasil menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular. Itu juga, melaporkan bahwa saponin ginseng menurunkan

kadar kolesterol darah pada kelinci dengan meningkatkan ekskresi kolesterol melalui

pembentukan asam empedu.

(Elekofehinti et al, 2012) menunjukkan bahwa konsumsi saponin dari

Solanum anguivifruit menyebabkan penurunan risiko gejala hiperlipidemia dan

penyakit jantung. Telah dilaporkan sebelumnya bahwa total saponin yang diekstrak

dari G. glabra dan Q. saponaria yang mampu membentuk kompleks dengan

kolesterol. Disimpulkan bahwa pemberian oral total saponin dari G. glabra dan Q.

saponaria dapat menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol melalui sistem

pencernaan dan sebagai hasil menurunkan kolesterol darah.

d. Anti-inflamasi aktivitas

(Patel et al, 2012) mengamati aktivitas anti-inflamasi saponin diisolasi dari

daun Thespesia populnea (L.). Menurut hasil mereka, saponin menunjukkan

aktivitas kuat anti-inflamasi pada model inflamasi akut dan kronis. Mereka

menunjukkan bahwa mekanisme anti-inflamasi terkait dengan penghambatan

prostaglandin dan histamine.

25

(Yassin et al, 2013) mengamati aktivitas anti inflamasi dari fraksi saponin

yang berasal dari ekstrak metanol buah Gleditsia caspica. Mereka mengamati bahwa

saponin secara signifikan bisa menghambat perkembangan peradangan pada hewan.

Mereka menunjukkan bahwa efek penghambatan saponin bisa penghambatan karena

enzim siklooksigenase penghambatan berikutnya prostaglandin Synthe. Mekanisme

yang berbeda dikenal karena aktivitas inflamasi saponin. Saikosaponi menginduksi

anti-inflamasi efek oleh suppressi kedua DNA mengikat aktivitas dan translokasi

Nucle faktor nuklir diaktifkan T ce (NF-AT).

e. Aktivitas anti karsinogenik

Kanker adalah suatu penyakit yang dikarakterisasi oleh proliferasi yang tidak

terkontrol yang tersebar dari daerah lokal dan menyerang ke seluruh tubuh. Saponin

dari berbagai tanaman sudah dilaporkan sebagai pencegah kanker, seperti soybeans

dan tomatos. Soyasaponin dapat melawan kanker dengan meningkatkan

immunokompetensi atau meningkatkan aktivitas hipokolesterolemianya (Si and Liu,

2008).

Mekanisme kerja saponin sebagai anti kanker yaitu dengan menghambat

proliferasi sel HT-29 dan Menginduksi apoptosis. Apoptosis diinduksi oleh

Fragmentasi DNA dan poli ADP-ribosa Polimerase (PARP) pembelahan.

(Moghimipour dkk, 2015).

Ada beberapa hasil penelitian tentang pengaruh saponin yang dapat

digunakan sebagai obat terhadap sejumlah penyakit, seperti aterosklerosis, penyakit

jantung, dan kanker (Gong et al, 2010). Beberapa efek yang menguntungkan dari

saponin mungkin diakibatkan oleh sifat saponin yang dapat membentuk senyawa

kompleks dengan kolesterol atau membentuk misel campuran antara saponin,

kolesterol dan asam empedu yang dipacu oleh enzim-enzim yang terikat pada

26

membran dan saponin juga diduga dapat digunakan sebagai alternatif obat

nonsistemik yang mampu menghambat HMG-CoA reduktase dan meningkatkan

aktifitas enzim lesitin kolesterol asiltranferase (LCAT) (Lakshmi et al, 2012).

Saponin tidak terserap di usus, tetapi dimetabolisme dalam usus besar

menjadi aglikon saponin dan gula oleh mikroflora (Hu et al, 2004). Soyasaponin atau

soyasapogenol tidak ditemukan dalam darah tikus, mencit, dan ayam atau pada urine

manusia (Hu et a., 2004). Hal ini mungkin disebabkan karena saponin dan asam

empedu adalah senyawa amfifilik yaitu ada bagian hidrofobik yang larut dalam

lemak dan bagian hidrofilik yang larut dalam air. Dalam larutan terbentuk misel,

antara gugus hidrofobik dari triterpen atau steroid bergabung sehingga terbentuk

seperti koin kecil. Ukuran struktur dari misel campuran tergantung pada struktur

kimia dari molekul saponin (Shidu and Oakenfull, 1986).

(Shidu and Oakenfull, 1986) melaporkan bahwa misel yang terbentuk terlalu

besar untuk melewati dinding usus sehingga saponin tetap dalam saluran pencernaan,

tetapi hanya kolat bebas dan non misel yang diserap. Pembentukan misel campuran

dalam usus oleh saponin tertentu dengan asam empedu dapat mempengaruhi

metabolisme asam empedu dan kolesterol. Molekul misel asam empedu tidak mampu

diabsorpsi kembali dan kemudian dialihkan dari siklus enterohepatik dan digantikan

oleh peningkatan sintesis kolesrterol di hati. Konsekuensinya makanan yang

mengandung saponin dapat meningkatkan ekskresi asam empedu feses dan dapat

menurunkan konsentrasi kolesterol plasma pada penderita hiperkolesterolemia

(Shidu and Oakenfull, 1986).

Dari uraian hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa penulis

menunjukkan bahwa mekanisme kerja saponin dalam usus masih merupakan

perkiraan saja atau belum jelas sehingga saponin diyakini mempunyai kemampuan

27

untuk menurunkan kadar kolesterol, diduga berkaitan dengan sifat saponin yang

dapat membentuk senyawa kompleks atau membentuk misel campuran antara

saponin, kolesterol dan asam empedu (Gong et al, 2010).

Efek yang paling menjolok setelah pemberian diet saponin menurut penelitian

(Lakshmi et al, 2012) adalah terjadi penurunan jumlah kolesterol VLDL, LDL dan

peningkatan kolesterol HDL plasma pada tikus yang aterosklerosis. Hal ini diduga

karena ada hambatan penyerapan kolesterol dan asam empedu di usus, sehingga

memacu sintesiskolesterol di hati yang dikonversi menjadi asam empedu dan

kemudian disekresikan ke usus. Hal ini menyebabkan ekskresi lewat feses lebih

besar daripada penyerapan kolesterol di usus.

D. Analisis Saponin

1. Analisis Gravimetri

Gravimetri merupakan penetapan kuantitatif atau jumlah sampel melalui

perhitungan berat zat. Sehingga dalam gravimetri produk harus selalu dalam bentuk

padat (solid). Alat utama dalam gravimetri adalah timbangan dengan tingkat

ketelitian yang baik. Dalam reaksi pembuatan endapan, dimana endapan merupakan

sampel yang akan dianalisis. Maka dengan cepat kita dapat mamisahkan endapan

dari zat-zat lain yang juga turut mengendap. Pencucian endapan merupakan tahap

selanjutnya, proses pencucian umumnya dilakukan dengan menyaring endapan.

Tahap akhir dari proses ini adalah memurnikan endapan dengan cara penguapan zat

pelarut atau air yang masih ada dalam sampel, pemanasan atau pengeringan dalam

oven lazim dilakukan (Zulfikar, 2010).

Analisis gravimetri merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan

jumlah zat berdasarkan penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/ analit dianalisis

diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. Hasil reaksi dapat berupa gas atau endapan

28

yang dibentuk dari bahan yang dianalisis, dan residu. Berdasarkan macam hasil yang

ditimbang, metode gravimetri dibedakan dalam kelompok metode evolusi gas dan

metode pengendapan (Widodo dan Lusiana, 2010).

Pada cara evolusi bahan direaksikan dengan cara pemanasan atau

ditambahkan pereaksi tertentu sehingga timbul/menghasilkan gas. Pada umumnya

yang dicari adalah banyaknya gas yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Untuk

mencari/menentukan banyaknya gas yang terjadi dapat dilakukan:

1. Secara tidak langsung

Menimbang analit setelah bereaksi, berat gas diperoleh sebagai selisih berat

analit sebelum dan sedudah reaksi.

2. Cara langsung

Gas yang terjadi dari hasil reaksi ditimbang setelah diserap oleh suatu bahan

khusus sebagai adsorben gas tersebut.

Penimbangan pada metode langsung adalah penimbangan adsorben. Berat gas

diketahui dari selisih berat penimbangan adsorben sebelum dan sesudah menyerap

gas.

Dalam cara pengendapan, analit direaksikan dengan pereaksi tertentu

sehingga terjadi suatu endapan, dan endapan inilah yang ditimbang atas dasar cara

pembentukan endapan maka gravimetri dibedakan menjadi dua macam;

1. Endapan dibentuk dari reaksi analit dengan suatu pereaksi, endapan biasanya

berupa senyawa, sehingga baik kation maupun anion akan diendapkan, bahan

pengendap dapat sebagai bahan anorganik maupun organik. Cara ini dikenal

dengan sebagai cara gravimetri.

29

2. Endapan dibentuk secara elektrokimia, dengan perkataan lain analit

dielektrolosis sehingga terjadi logam sebagai endapan. Cara ini dikenal

dengan sebagai elektrogravimetri. (Widodo dan Lusiana, 2010)

Garavimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan

paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaa lainnya. Kesedarhanaan itu

jelas terlihat karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang

langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain. Mula-mula cuplikan zat

dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, lalu ditambahkan zat pengendap. Endapan

yang terbentuk lalu disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan dan setelaah dingin

ditimbang (Chadijah, 2012).

Metode garavimetri untuk analisis kuantitatif didasarkan pada stoikiometri

reaksi pengendapan, yang secara umum dinyatakan dengan persamaan:

aA + pP → AaPp

“a‟‟ adalah koefisien reaksi setara dari reaktan analit (A), “p” adalah koefisien reaksi

setara dari reaktan pengendap (P) dan AaPp adalah rumus molekul dari zat kimia

hasil reaksi yang tergolong sulit larut (mengendap) yang dapt ditentukan beratnya

dengan tepat setelah proses pencucian dan pengeringan. Penambahan reaktan

pengendap P umumnya dilakukan secara berlebih agar dicapai proses pengendapan

yang sempurna (Chadijah, 2012).

Agar penetapan kuantitas analit dalam metode gravimetri mencapai hasil

yang mendekati nilai sebenarnya, harus dipenuhi dua kriteria berikut:

1. Proses pemisahan atau pengendapan analit dari komponen lainnya

berlangsung sempurna.

30

2. Endapan analit yang dihasilkan diketahui dengan tepat komposisinya dan

memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak bercampur dengan zat pengotor

(Chadijah, 2012).

Adapun metode gravimetri sebagai berikut:

1. Proses pengendapan

Pada umumnya pengendapan terjadi melalui dua proses, proses peertama,

terbentuk zarah-zarah yang sangat kecil (1-100 nm) yang disebut inti, sedangkan

proses kedua intin-inti tersebut tumbuh menjadi zarah-zarah yang lebih besar

(Chadijah, 2012).

Inti-inti tersebut tidak segera muncul setelah zat pengendap ditambahkan ke

dalam larutan yang akan diendapkan, tetapi hampir selalu ada masa imbas, yakni

massa antara penambahan zat pengendap dan munculnya endapan (Chadijah, 2012).

Selanjutnya inti-inti itu tumbuh menjadi zarah-zarah yang lebih besar dengan

berbagai cara, tergantung pada kelarutan endapan dan keadaan endapan, yang

menentukan bentuk endapan yang terjadi. Bila kelarutan endapan tidak begitu

rendah, maka pada penambahan zat penegendap selanjutnya sangat sedikit inti baru

terbentuk, tetapi sebagian besar zat pengendap itu berperan dalam pertumbuhan inti-

inti yang telah ada. Akibatnya akan diperoleh endapan yang berbentuk hablur kasar

yang agak murni dan cocok untuk pengolahan selanjutnya. Sebaliknya bila kelarutan

endapan sangat rendah, maka sejumlah besar inti baru akan terbentuk selama proses

penambahan zat pengendap. Akibatnya, endapan terbentuk karena pengelompokan

inti-inti sehingga timbul endapan yang berbentuk hablur halus atau bahkan endapan

yang berbentuk hablur sekali (Chadijah, 2012).

31

2. Pemilihan keadaan untuk pengendapan

Dalam gravimetri, endapan yang diinginkan adalah endapan hablur kasar,

karena endapan ini mudah disaring dan dicuci. Selain itu, karena luas permukaan

endapan hablur kasar itu lebih kecil daripada hablur halus, maka endapan hablur

kasar ini lebih sedikit mengandung kotoran (Chadijah, 2012).

3. Cemaran endapan

Biasanya endapan menahan berbagai cemaran dari larutan asalnya. Cemaran

ini dapat menimbulkan berbagai kesalahan dalam penentuan jumlah zat. Pencemaran

senyawa-senyawa yang sukar larut oleh zat-zat yang berbeda selama proses

pengendapannya disebut pengendapan-serta. Pencemaran ini dapat dikurangi dengan

pengendapan dan pencucian dengan hati-hati, tetapi tidak dapat dihilangkan sama

sekali (Chadijah, 2012).

4. Mekanisme pembentukan endapan

a. Terbentuknya endapan dimulai dari terbentuknya larutan lewat jenuh (super

saturated solution).

b. Nukleasi, sejumlah pertikel (ion, atom atau molekul) membentuk

intimikroskopik dari fasa padat, semakin tinggi derajat lewat jenuh, semakin besar

laju nukleasi.

c. Proses pengendapan selanjutnya merupakan kompetisi antara nukleasi dan

particle Growth. Particle Growth: begitu suatu situs nukleasi terbentuk, ion-ion

lain tertarik sehingga membentuk partikel besar yang dapat disaring (Chadijah,

2012).

5. Pemisahan endapan

Dalam gravimetri, endapan biasanya dikumpulkan dengan penyaringan cairan

induknya melalui kertas saring atau alat penyari dari kaca masir. Kertas saring ini

32

dibuat dari selulosa yang sangat murni, sehingga jika dibakar hanya meninggalkan

abu yang sangat sedikit. Lazimnya kertas saring itu dibagia atas tiga kelompok, yakni

kertas saring yang berpori besar, sedang dan kecil. Pemilihan kertas saring

tergantung pada sifat endapan yang akan disaring (Chadijah, 2012).

Selain dangan penyairan, endapan dapat pula dipisahkan dengan cara

pengenap-tuangan. Dengan cara ini endapan yang berada dalam cairan induknya

diendapkan beberapa saat, kemudian cairan bagian atasnya dituang ke dalam wadah

lain. Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai semua cairan terpisah dari

endapannya (Chadijah, 2012).

6. Pencucian endapan

Menghilangkan sisa-sisa cairan induk dan kotoran yang tertinggal, maka

endapan harus dicuci setelah disaring. Pencucian akan berhasil jika dilakukan

berulang-ulang demgan pemakaian sebagian demi sebagian cairan pencuci.

Pencucian dilanjutkan terus sampai ion pengotor telah hilang sama sekali. Hilangnya

ion pengotor ditandai dari hasil negatif pada pengujian cairan penuci dengan

pereaksi yang cocok (Chadijah, 2012).

7. Perhitungan gravimetri

Dalam prosedur gravimetri, suatu endapan ditimbang dan dari harga ini berat

analit dalam contoh dihitung,

Persentase analit A adalah: % A =

Menghitung berat analit dari berat endapan kering perlu memperhatikan

faktor gravimetri (G). faktor gravimetri didefinisikan sebagai jumlah berat analit

dalam 1 gram berat endapan. Hasil kali dari berat endapan P dengan faktor

33

gravimetri sama dengan berat analit. Berat analit A = berat endapan P x faktor

gravimetri, sehingga:

Faktor gravimetri dapat dihitung bila rumus kimia analit dari endapan

diketahui dengan tepat (Chadijah, 2012).

2. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan

untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar.

2008).

Spekrotometer UV-Vis merupakan salah satu jenis yang sering digunakan

dalam analisis kimia dan biologi. Spektrofotometer ini didasarkan pada interaksi

antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Apabila seberkas radiasi (cahaya)

dikenakan pada cuplikan (larutan sampel), maka Sebagian dari cahaya diserap oleh

molekul-molekul sesuai dengan struktur dari molekul. Setiap senyawa dalam sampel

memiliki tingkatan tenaga yang spesifik. Bila cahaya yang mengenai cuplikan, maka

elektron-elektron pada tingkatan dasar akan dieksitasi ke tingkatan tereksitasi, dan

sebagian energi cahaya yang sesuai diserap dengan panjang gelombang ini. Elektron

yang tereksitasikan melepaskan tenaga melalui proses radiasi panas dan akan

kembali pada tingkatan dasar lagi. Perbedaan energi antara tingkat dasar dengan

34

tingkat tereksitasi yang spesifik untuk tiap-tiap bahan/senyawa menyebabkan

frekuensi yang diserap juga berbeda-beda (Sastrohamidjojo, 2001).

Sinar radiasi UV-Vis adalah panjang gelombang antara 180-380 nm untuk UV

dan panjang gelombang 380-780 nm untuk visible (Hayati. 2007). Cahaya yang

dapat dilihat oleh manusia disebut cahaya tampak/visibel. Biasanya cahaya terlihat

merupakan campuran dari cahaya yang mempunyai berbagai panjang gelombang dari

400 nm hingga 750 nm, seperti pada tabel 3.

Tabel 3. warna dan warna komplementer (Underwood. 2001).

Panjang Gelombang (nm) Warna Warna Komplementer

400-435 Violet (ungu) Hijau kekuningan

450-480 Biru Kuning

480-490 Biru kehijauan Jingga

490-500 Hijaun kebiruan Merah

500-560 Hijau Ungu kemerahan

560-580 Hijau kekuningan Ungu

580-595 Jingga Biru kehijauan

595-610 Merah Hijau kebiruan

610-750 Ungu kemerahan Hijau

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik

aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom yang

mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari

tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi

Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang

mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Khopkar. 2008).

Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah

tampak disebut khromofor dan hampir semua khromofor mempunyai ikatan tak

jenuh. Pada khromofor jenis ini transisi terjadi dari π → π *, yang menyerap pada

λmax kecil dari 200 nm (tidak terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan -C≡C-.

35

Khromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem yang mengandung elektron π pada

orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem konyugasi, perbedaan

energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga

penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar (Khopkar. 2008)..

Gugus fungsi seperti –OH, -NH2 dan –Cl yang mempunyai elektron-elektron

valensi bukan ikatan disebut auksokhrom yang tidak menyerap radiasi pada panjang

gelombang lebih besar dari 200 nm, tetapi menyerap kuat pada daerah ultraviolet

jauh. Bila suatu auksokhrom terikat pada suatu khromofor, maka pita serapan

khromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokhrom)

dengan intensitas yang lebih kuat. Efek hipsokhrom adalah suatu pergeseran pita

serapan ke panjang gelombang lebih pendek, yang sering kali terjadi bila muatan

positif dimasukkan ke dalam molekul dan bila pelarut berubah dari non polar ke

pelarut polar (Khopkar. 2008).

Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang

diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang

menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang

gelombang) sinar merupakan spectrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed

transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak

sama ssehingga spectra absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spectra dapat

digunkan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif.

Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan

banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spectra absorpsi juga dapat

digunakan untuk analisis kuantitatif (Khopkar. 2008).

Kerja alat ini adalah sebagai berikut: suatu radiasi dikenakan secara

bergantian atau simultan melalui sampel dan blangko yang dapat berupa pelarut atau

36

udara. Sinar yang ditramisikan oleh sampel dan blanko kemudian diteruskan ke

detektor, sehingga perbedaan intensitas ini diantara kedua berkas sinar ini dapat

memberikan gambaran tentang fraksi radiasi yang diserap oleh sampel. Detektor alat

ini mampu untuk mengubah informasi radiasi ini menjadi sinyal elektris yang

diamlifikasikan akan dapat menggerakkan pena pencatat diatas grafik khusus alat ini.

Pada umunya konfigurasi dasar dari spektrofotometer UV-Vis berupa susunan

peralatan adalah sebagai berikut:

Gambar . Konfigurasi dasar dari spektrofotometer UV-Vis (Underwood. 2001)

1. Sumber Radiasi

Sumber radiasi yang dipakai pada spektrofotometer adalah lampu deuterium,

lampu tungstein, dan lampu merkuri. Sumber-sumber radiasi ultra lembayung yang

kebanyakan dipakai adalah lampu hydrogen dan lampu deuterium (D2). Disamping

itu sebagai sumber radiasi ultra lembayung yang lain adalah lampu xenon.

Kejelekannya lampu xenon tidak memberikan radiasi yang stabil seperti lampu

deuterium. Lampu deuterium dapat dipakai pada panjang gelombang 180 nm sampai

370 nm (daerah ultra lembayung dekat).

Lampu tungsein merupakan campuran dari filament tungsein gas iodine

(halogen), oleh sebab itu sebagai lampu tungsein-iodin pada panjang spektofotometer

sebagai sumber radiasi pada daerah pengukuran sinar tampak dengan rentangan

panjang gelombang 380-900 nm.

Lampu merkuri adalah suatu lampu yang mengandung uap merkuri tekanan

rendah dan biasanya dipakai untuk mengecek, mengkalibrasi panjang gelombang

37

pada spektrofotometer pada daerah ultra lembayung khususnya daerah disekitar

panjang 366 nm dan sekaligus mengecek resolusi monokromator.

2. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromator sumber

radiasi yang memancarkan radiasi polikromatis. Monokromator pada

spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan:

a. Celah (slit)

Celah monokromator adalah bagian yang pertama dan terakhir dari suatu

sistem optik monokromator pada spektrofotometer. Celah monokromator berperan

penting dalam hal terbentuknya radiasi monokromator dan resolusi panjang

gelombang.

b. Filter optik

Cahaya tampak yang merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang

gelombang 380-780 nm merupakan cahaya putih yang merupakan campuran cahaya

dengan berbagai macam panjang gelombang. Filter optik berfungsi untuk menyerap

warna komplomenter sehingga cahaya tampak yang diteruskan merupakan cahaya

yang berwarna sesuai dengan warna filter optik yang dipakai.

Filter optik yang sederhana dan banyak dipakai terdiri dari kaca yang

berwarna. Dengan adanya filter optik sebagai bagian monokromator akan dihasilkan

pita cahaya yang sangat sempit sehingga kepekaan analisisnya lebih tinggi. Dan lebih

dari itu akan didapatkan cahaya hampir monokromatis sehingga akan mengikuti

hukum lamber-Beer pada analisis kuantitatif.

c. Prisma dan kisi (grating)

38

Prisma dan kisi merupakan bagian monokromator yang terpenting. Prisma

dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar mungkin

supaya didapatkan revolusi yang baik dari radiasi polikromatis.

3. Sel/Kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang dianalisis. Kuvet ini bentuk

biasanya terbuat dari quarts atau leburan silika dan ada yang dari gelas dengan

bentuk tabung empat persegi panjang 1x1 cm, dengan tinggi kurang lebih 5 cm. Pada

pengukuran di daerah ultra lembayung dipakai quarts atau lembayung silika, sedang

kuvet dari gelas tidak dipakai, sebab gelas mengabsorbsi sinar ultra lembayung.

4. Detektor

Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometer yang penting

oleh sebab itu detektor akan menemukan kualitas dari spektrofotometer adalah

merubah signal elektronik.

5. Amplifier

Amplifier dibutuhkan pada saat sinyal listrik elektronik yang dilahirkan

setelah melewati detektor untuk menguatkan karena penguat dengan resistensi

masukan yang tinggi sehingga rangkaian detektor tidak terserap habis yang

menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh suatu alat

pengukur. (Underwood. 2001).

Kesalahan-kesalahan secara sistematik dalam penggunaan spektrofotometer

seringkali terjadi, penyebab terjadinya kesalahan tersebut adalah (Tahir. 2008):

a. Serapan oleh larutan. Kesalahan seperti ini dapat diatasi dengan penggunaan

blangko. Blangko adalah larutan yang berisi matrik selain komponen analisis.

39

b. Serapan oleh kuvet. Bahan yang biasanya digunakan dalam pembuatan kuvet

adalah kuarsa (silika) dan gelas. Kuvet dari bahan kuarsa memberikan kualitas

yang lebih baik dibandingkan dari bahan gelas. Kesalahan ini dapat diatasi dengan

penggunaan jenis, ukuran dan bahan kuvet yang sama untuk blangko dan sampel.

c. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran absorbansi yang sangat rendah

atau sangat tinggi. Hal tersebut dapat diatasi dengan pengaturan konsentrasi,

sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan.

Kesalahan dalam penggunaan spektrofotometer UV-Vis dapat diatasi dengan

dilakukannya proses kalibrasi. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan blangko,

yaitu setting nilai absorbansi = 0 dan nilai transmitasi = 100%.

A. Kajian Islam Tentang Tanaman Obat

Beraneka ragam tanaman yang terhampar di muka bumi dengan air hujan.

Tanaman yang tumbuh yaitu tanaman yang bermula dari tanah yang gersang melalui

hujan yang diturunkan Allah. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah QS. As-

Sajadah/32: 27.

Terjemahnya:

Dan Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya Makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan? (Kementrian Agama RI, 20012).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt. Menciptakan tumbuhan untuk

kepentingan manusia. Tetapi, manusia tidak dibenarkan hanya menikmati apa yang

diciptakan Allah swt. kepada mereka begitu saja, tanpa mau berusaha untuk

40

meningkatkan kualitas ciptaan-Nya dan mengembangkannya menjadi suatu ilmu

pengetahuan (Shihab, 2009).

Hal tersebut berkaitan dengan firman Allah swt Q.S. Al-An‟am/ 6: 99

Terjemahnya:

Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman (Kementrian Agama RI, 20012).

Firman Allah swt dalam surat Al-An‟am ayat 99 yang artinya “kami

menumbuhkan darinya kebun-kebun kurma, zaitun dan delima, ada yang serupa dan

ada tidak serupa” menjelaskan bahwa Allah menciptakan beragam jenis buah. Setiap

jenis buah memiliki rasa dan harum tersendiri meskipun semuanya tumbuh di tanah

yang sama. Selain itu, buah-buahan dan sayur-sayuran juga merupakan sumber-

sumber vitamin dan nutrisi essensial yang melimpah. Allah swt menutup surat Al

An‟am ayat 99 dengan firman-Nya “sesungguhnya pada demikian itu, terdapat tanda-

tanda yang nyata bagi orang-orang yang beriman” karena orang-orang yang beriman

itu hidup, bekerja, berfikir dan memahami sehingga untuk mendapatkan bukti dari

41

ayat tersebut yang dapat menunjukkan kepada mereka kepada perbuatan

mengesankan Allah swt (Al-Jazari, 2007).

Ayat tersebut juga mengingatkan kepada kita tentang adanya tanda-tanda

kekuasaan Allah swt dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang memang penuh dengan

tanda-tanda yang menunjukkan keagunan dan keperkasaan-Nya. Semua jenis

tumbuhan yang tumbuh dari sinar, karbon, hidrogen, nitrogen, fosforus, sulfur,

kalium, kalsium, magnesium, dan besi. Meskipun makanannya sama, tanah

menumbuhkan apel yang manis, colocynth yang pahit, kapas yang lembut, kaktus

yang berduri, gandum, barley jeruk kurma, anggur, buah ara, zaitun dan delima.

Demikianlah, dalam tanah yang sama, unsur makanan yang sama, dan air yang sama,

biji-biji yang sangat kecil itu menumbuhkan ribuan jenis tumbuh-tumbuhan dan

buah-buahan dengan aneka ragam bentuk, warna, bau, dan rasa (Pasya, 2004).

Berbagai tanaman yang tumbuh dengan adanya air hujan yang mengalir ke

tanah yang gersang tersebut menyebabkan tanaman tersebut menjadi tanaman yang

baik yaitu tanaman yang memiliki nilai manfaat yang sangat besar. Mulai dari akar,

batang, daun dan buahnya bisa dimanfaatkan secara maksimal, seperti halnya dengan

pohon kemiri, yang buahnya dijadikan rempah masakan, kulit batangnya yang

mengandung saponin bisa digunakan sebagai obat antikanker (Shihab, 2009).

Kebutuhan akan obat-obatan di zaman modern seperti sekarang ini sangat

besar seiring dengan munculnya berbagai macam penyakit di kalangan masyarakat.

Sebagaimna firman Allah swt dalam QS. Asy-Syu‟araa‟/26: 80

Terjemahnya:

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku ((Kementrian Agama RI, 2012).

42

Dalam kitab Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa dalam ayat tersebut, kegiatan

yang menjadikan aku sakit, maka hanya Dia pula yang menyembuhkan aku sehingga

kesehatanku kembali pulih. Penyembuhan bukan berarti upaya manusia untuk meraih

kesembuhan tidak diperlukan lagi. Hal ini banyak dijelaskan dalam berbagai hadis

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang memerintahkan untuk berobat

(Shihab, 2009).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika seseorang sakit yang dapat

menyembuhkan penyakit tersebut hanyalah Allah swt. Kita sebagai manusia hanya

bisa memohon dan berusaha dalam menyembuhkan penyakit tersebut. Salah satu

upaya penyembuhan yang dapat dilakukan adalah mengomsumsi tumbuhan obat

yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut.

Diriwayatkan pula oleh Muslim r.a. bahwa Rasulullah bersabda: ث نا ابن وىب ح دث نا ىارون بن معروف وأبو الطاىر وأحد بن عيسى قالوا حد

أخب رن عمرو وىو ابن الارث عن عبد ربو بن سعيد عن أب الزب ي عن جابرعن اء ب رأ رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أنو قال لكل داء دواء فإذا أصيب دواء الد

بإذن اللو عز وجل )رواه مسلم(Artinya :

“Harun bin Ma‟ruf dan Abu Tahir, Ahmad bin Isa menceritakan kepada Ismail sambil berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amardan Al-Harits mengabarkan kepada saya dari Abdurrabbi bin Sa‟id, dari Abu Zubaer dari Jabir dari Rasulullah Saw. bahwasanya dia bersabda; “untuk semua penyakit itu ada obat,maka apabila obat bagi penderita itu telah sampai maka dia telah sembuh dengan izin Allah .” (HR. Muslim).

Jadi setiap penyakit yang diturunkan oleh Allah swt ada obatnya, dan setiap

pengobatan itu harus sesuai dengan penyakitnya. Kesembuhan seseorang dari

penyakit yang diderita memang Allah swt yang menyembuhkan, akan tetapi Allah

43

swt menghendaki agar pengobatan itu dipelajari oleh ahlinya agar sesuai dengan

penyakit yang akan diobati sehingga akan mendorong kesembuhannya.

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk

mengetahui kadar yang terdapat dalam kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.)

Willd)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Kimia

Analisis Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Alauddin Makassar.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah tumbuhan kemiri ((Aleurites moluccana

(L.) Willd) diambil dari Desa Benteng Gantarang Kec. Gantarang Kab. Bulukumba

Sulawesi Selatan.

2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit batang kemiri

(Aleurites moluccana (L.) Willd) diambil dari Desa Benteng Gantarang Kec.

Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan.

C. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat yang digunakan antara lain, Batang pengaduk, botol coklat, cawan

porselin, corong, corong pisah, eksikator, erlemeyer, gegep, gelas kimia, gelas ukur,

44

neraca analitik, oven, pipet tetes, rak tabung, refluks, rotavapor, sendok besi, sendok

tanduk, tabung reaksi, timbangan, toples.

1. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan antara lain, Aluminum foil, Aquades, eter, etil asetat,

HCl 2 N, kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd), metanol, n-butanol,

kapas, kertas perkamen, kertas saring, tissue.

A. Metode Pengumpulan Data

1. Penyiapan sampel ekstrak kulit batang kemiri

a. Pengambilan sampel

Sampel kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) diambil dari Desa

Benteng Gantarang Kec. Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan. Pengambilan

sampel ini dilakukan dengan memisahkan kulit dari batang atau cabang pohon

Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd). Kulit batang kemiri diambil dengan cara

berselang-seling dan sebelum jaringan kambiumnya.

b. Pengolahan sampel

Sampel kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) yang telah

dikumpulkan disortasi basa kemudian dibersihkan dengan air mengalir, kemudian

dikeringkan ditempat yang tidak terkena cahya matahari langsung, dirajang hingga

jadi serbuk kemudian disortasi kering setelah itu diekstraksi.

c. Pembuatan ekstrak

Sampel kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) yang telah

diserbukkan dimasukkan dalam wadah maserasi, kemudian ditambahkan metanol.

Wadah maserasi ditutup dan disimpan selama 24 jam ditempat terlindung dari sinar

matahari langsung sambil sesekali diaduk. Selanjutnya disaring, dipisahkan antara

ampas dan filtranya. Ampas diekstraksi kembali dangan pelarut metanol dengan

45

jumlah yang sama. Hal ini dilakukan sampai cairan penyarinya bening. Filtrat yang

diperoleh kemudian di evaporator dengan rotary evavorator dan diuapkan hingga

diperoleh ekstrak metanol kental. Ekstrak yang diperoleh ditimbang dengan

menggunakan neraca analitik.

2. Analisis kandungan saponin kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.)

Willd)

a. Identifikasi saponin (Depkes RI, 1989)

Dimasukkan 500 mg ekstrak metanol batang kemiri (Aleurites moluccana

(L.) Willd) dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan

kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik hingga terbentuk busa yang mantap

kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2 N melalui dinding tabung reaksi. Pada

penambahan 1 tetes HCLl 2 N, busa tidak hilang berarti sampel mengandung

saponin.

b. Penetapan kadar saponin (Jovie et al, 2015)

Sebanyak 1,25 gram ekstrak direfluks dengan 50 ml petroleum eter pada

suhu 60-80oC selama 30 menit. Setelah dingin larutan petroleum eter dibuang dan

residu yang tertinggal dilarutkan dalam 50 ml eteil asetat. Larutan dipindahkan ke

corong pisang kemudian dipisahkan larutan etil asetat. Residu yang tertinggal

dilarutkan dengan n-butanol sebanyak 3 kali masing-masing dengan 50 ml. seluruh

larutan n-butanol dicampur dan diuapkan dengan rotavapor. Sisa penguapan

dilarutkan dengan methanol 10 ml kemudian larutan ini diteteskan kedalam 50 ml

eter sambil diaduk. Endapan yang terbentuk dalam campuran dituang pada kertas

saring yang telah diketahui bobotnya. Endapan di atas kertas saring dikeringkan

kemudian ditimbang sampai bobot tetap. Selisih bobot kertas saring sebelum dan

sesudah penyaringan ditetapkan sebagai bobot saponin.

46

c. Analisi data

Analisis data kadar saponin dilakukan dilakukan dengan menggunakan

rumus:

X2 - X1

A x 100% = ⋯ %

Keterangan:

X1= bobot kertas saring (g)

X2= bobot kertas saring + endapan saponin (g)

A= bobot ekstrak kulit batang kemiri (g)

47

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil maserasi kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) yang

ditimbang sebanyak 2000 g dengan pelarut metanol menghasilkan ekstrak metanol

sebanyak 36,288 g.

1. Analisis Kualitatif

Tabel 4. Hasil uji Analisis kualitatif

Sampel Jenis pereaksi

Hasil Air panas HCl 2N

Ekstrak

metanol Busa Busa +

2. Analisis Kuantitatif

Table 5. Hasil Uji Analisis kuantitatif

Perlakuan Bobot ekstrak (g) Bobot saponin (g) Kadar saponin (%)

L 1,2513 g 0,0787 g 7,8718 %

Ll 1,2511 g 0,0772 g 7,7291 %

Lll 1,250 g 0,0752 g 7,520 %

Rata-rata 7,7069 %

B. Pembahasan

Ekstraksi simplisia dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi merupakan

metode ekstraksi dingin yang banyak digunakan dan paling sederhana, cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan di antara

metode lain, yaitu hanya dengan merendam sampel dalam cairan penyari yang

sesuai. Maserasi dilakukan dalam tiga tahap (3 × 24 jam) atau cairan penyari sampai

48

sampai bening agar komponen kimia dalam kulit batang kemiri (Aleurites

moluccana (L.) Willd) dapat tertarik semua. Proses ekstrasi yang terjadi yaitu cairan

penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel dan masuk kedalam rongga

yang mengandung zat aktif, kemudian zat aktif akan larut dan karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,

maka larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan

penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Setelah proses maserasi selesai, kemudian di saring dengan menggunakan kertas

saring. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol karena pelarut

metanol merupakan pelarut yang paling baik digunakan untuk menarik senyawa

saponin, karena saponin bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut dari pada

pelarut lain menurut (Harbone, 1987).

Ekstrak metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan

rotavapor sampai diperoleh ekstrak cair. Rotavapor yang digunakan untuk

memekatkan ekstrak metanol yang diperoleh, bekerja dengan cara menguapkan

cairan penyari karena adanya pemanasan yang dipercepat dengan putaran labu alas

bulat. Cairan penyari ini akan menguap pada suhu 5-10 oC dibawah titik didih

sebenarnya. Hal ini dikarenakan oleh adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan

pompa vakum, larutan cairan penyari akan menguap naik ke kondensor dan

mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul pelarut murni yang selanjutnya

akan ditampung dalam labu penampung. Kemudian ekstrak yang diperoleh dari

rotavapor diuapkan sampai diperoleh ekstrak metanol kental dari sampel sebanyak

36,288 gram dari 2000 g simpilisia.

49

Analisis kualitatif dilakukan untuk memastikan ada tidaknya saponin pada

sampel. Terbentuknya busa yang mantap atau tidak hilang setelah penambahan HCl

2 N menunjukkan simplisia tersebut mengandung saponin. Busa terbentuk karena

saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrifilik dan hidrofob. Pada

saat digojok gugus hidrofil akan berikatan dengan air sedangkan gugus hidrofob akan

berikatan dengan udara sehingga membentuk buih. Ditambahkan HCl 2 N untuk

menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil dan buih

yang terbentuk menjadi stabil (Kumalasari dan Sulistyani, 2011). Pada uji tersebut

mengandung busa dengan ketinggian 1,5 cm.

Analisis kuantitatif digunakan metode gravimetri karena salah satu kelebihan

metode tersebut yaitu tidak membutuhkan zat pembanding (saponin baku) dan

merupakan cara analisis paling sederhana dibandingkan dengan cara analisis lainnya.

Kesedarhanaan itu jelas terlihat karena dalam gravimetri jumlah zat ditentutakan

dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain.

Ekstrak direfluks dengan 50 ml eter pada suhu 60-80oC selama 30 menit.

Digunakan metode refluks karena refluks merupakan salah satu metode untuk

menarik senyawa kimia dengan cara pemasan, dengan adanya pemanasan maka

ekstrak yang memilki tekstur kasar akan lebih mudah untuk ditarik. Dan digunakan

pelarut eter untuk menarik senyawa-senyawa nonpolar. Setelah dingin larutan eter

dibuang untuk menghilangkan senyawa nonpolar dan residu yang tertinggal

dilarutkan dalam 50 ml etil asetat (tingkat kepolaran lebih tinggi daripada eter).

untuk menarik senyawa- senyawa semipolar. Kemudian larutan etil asetat dibuang

untuk menghilangkan senyawa-senyawa semipolar. Residu yang tertinggal dilarutkan

dengan n-butanol (polar) sebanyak 3 kali masing-masing dengan 50 ml. saponin

merupakan salah satu senyawa yang bersifat polar karena mempunyai sejumlah

50

gugus hidroksil maupun glikosida sehingga mudah larut dalam pelarut n-butanol.

seluruh larutan n-butanol dicampur dan diuapkan dengan rotavapor, untuk

memekatkan ekstrak yang diperoleh. Sisa penguapan dilarutkan dengan metanol 10

ml (tingkat kepolaran lebih tinggi daripada n-butanol). Kemudian larutan ini

diteteskan kedalam 50 ml eter sambil diaduk. Eter berfungsi sebagai zat penegendap

karena saponin tidak larut dalam eter, sehingga eter dapat mngendapkan saponin.

Endapan yang terbentuk dalam campuran dituang pada kertas saring untuk

memisahkan endapan saponin dengan zat pengotor lain, kertas saring yang

digunakan harus diketahui bobotnya untuk memudahkan dalam menghitung kadar

saponin. Endapan di atas kertas saring dikeringkan kemudian ditimbang sampai

bobot tetap. Bobot tetap adalah berat pada penimbangan setelah zat dikeringkan

selama satu jam tidak berbeda lebih dari 0.5 mg dari berat zat pada penimbangan

sebelumnya. Kemudian kertas saring dan bobot saponin ditimbang Untuk

mengetahui selisih bobot kertas saring sebelum dan sesudah penyaringan .

Diperoleh kadar saponin rata-rata pada pengujian analisis kadar saponin

ekstrak metanol kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) sebanyak

7,7069 %. Sehingga memungkinkan kandungan saponin yang terdapat pada ekstrak

metanol kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd) dijadikan sebagi salah

satu obat anti kanker.

Menurut (Yan et al, 2009) saponin merupakan salah satu metabolit sekunder

yang mempunyai aktivitas biologi, yang berfungsi sebagai anti kanker.

Keanekaragaman tumbuhan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia

sebagai bahan pengobatan, segala sesuatu yang diciptakan Allah swt. Memiliki

fungsi sehingga di hamparkan di Bumi. Salah satu fungsinya adalah bahan

pengobatan. Hanya saja untuk mengetahui fungsi dari aneka macam tumbuhan yang

51

telah diciptakan diperlukan ilmu pengetahuan dan penelitian dalam mengambil

manfaat tumbuhan tersebut.

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan dapat berasal dari bahan

sintetik maupun dari bahan alam. Bahan alam seperti tumbuhan telah banyak diteliti

oleh para ahli untuk dikembangkan menjadi suatu bahan obat, yang memiliki banyak

manfaat bagi kehidupan manusia. Hal ini berhubungan dengan Q.S Asy-

Syu’araa’/26: 7

Terjamahnya:

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? ((Kementrian Agama RI, 2012).

Tumbuhan yang baik dalam hal ini adalah tumbuhan yang bermanfaat bagi

makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengobatan.

Tumbuhan yang bermacam-macam jenisnya dapat dipergunakan sebagai obat pada

berbagai penyakit, dan ini merupakan anugerah Allah swt. yang harus dipelajari dan

dimanfaatkan.

Hal tersebut berkaitan dengan firman Allah swt Q.S Thaha/20: 53

Terjemahnya:

“Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah

menjadikan bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air

hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari

tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam,” (Kementrian Agama RI, 2012).

52

Ayat di atas menyatakan: Dia yakni Allah swt, Yang telah menjadikan bagi

kamu, wahai Fir’aun dan seluruh manusia sebagai besar bumi sebagai hamparan dan

menjadikan sebagaian kecil lainnya gunung-gunung untuk menjaga kestabilan bumi

dan Dia, Tuhan itu juga, Yang telah menjadikan bagi kamu di bumi itu jalan-jalan

yang mudah kamu tempuh, dan menurunkan dari langit air, yakni hujan, sehingga

tercipta sungai-sungai dan danau, maka Kami tumbuhkan dengannya, yakni dengan

perantaraan hujan itu, berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam jenis,

bentuk, rasa, warna dan manfaatnya. Itu semua Allah ciptakan buat kamu dan

binatang-binantang kamu (Shihab, 2009).

Berdasarkan firman Allah swt Q.S Thaha/20: 53 dapat pula disimpulkan

bahwa Allah swt menciptakan hamparan yang luas dengan aneka macam tumbuhan

untuk dimanfaatkan manusia. Allah swt telah memerintahkan manusia untuk

memperhatikan bumi dan isinya serta memanfaatkannya dengan sebaik mungkin,

seperti tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan mempunyai banyak manfaat karena dapat

digunakan sebagai penunjang kelangsungan hidup manusia. Tumbuhan merupakan

bahan pangan, sandang dan papan. Manusia diperintahkan untuk meneliti dan

menemukan kegunaan-kegunaan dari berbagai macam tumbuhan tersebut.

Tumbuhan yang berbagai macam jenisnya dapat digunakan sebagai obat untuk

menyembuhkan penyakit.

Penyakit merupakan suatu musibah dan ujian yang ditetapkan Allah swt atas

hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya musibah dan ujian itu bermanfaat bagi manusia,

53

dan Allah swt menjadikan sakit yang menimpa mereka sebagai penghapus dosa dari

kesalahannya.

Firman Allah swt dalam QS. Asy-Syu’araa’/26: 80

Terjemahnya:

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku ((Kementrian Agama RI, 2012).

Dalam kitab Tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa dalam ayat tersebut, kegiatan

yang menjadikan aku sakit, maka hanya Dia pula yang menyembuhkan aku sehingga

kesehatanku kembali pulih. Penyembuhan bukan berarti upaya manusia untuk meraih

kesembuhan tidak diperlukan lagi. Hal ini banyak dijelaskan dalam berbagai hadits

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang memerintahkan untuk berobat

(Shihab, 2009).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika seseorang sakit yang dapat

menyembuhkan penyakit tersebut hanyalah Allah swt. Kita sebagai manusia hanya

biasa memohon dan berusaha dalam menyembuhkan penyakit tersebut. Salah satu

upaya penyembuhan yang dapat dilakukan adalah mengomsumsi tumbuhan obat

yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut.

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak metanol kulit batang kemiri (Aleurites moluccana (L). Willd) positif

mengandung saponin.

2. Kandungan saponin dalam ekstrak methanol kulit batang kemiri (Aleurites

moluccana (L). Willd) sebanyak 7,7069 %.

B. Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang uji potensi anti

kanker kandungan saponin ekstrak metanol kulit batang kemiri (Aleurites moluccana

(L). Willd)

55

KEPUSTAKAAN

Achmadi, S.S., Sulistiyani. Uji in Vivo Saponin Tanaman Akar Kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr) sebagai Hepatoprotektor”, Jurnal Nature Indonesia. 2002.

Akmal, Mutaroh. Ensiklopedis Kesehatan untuk Umum. Jakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.

Al-Qur’an dan terjemahannya. (Kementrian Agama Ri, 2012). Republik Indonesia, Bandung: CV. Penerbit J-ART, 2005

Al-Jazari, A.B. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar, Jilid II. Terjemahan M.Azhari Hatim dan Abdurrahim Mukti. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007.

Aliyu AB, Musa AM, Abdullahi MS, Ibrahim MA, Tijjani MB, Aliyu MS, Oyewale AO. Activity of saponin fraction of Anisopus mannii against some pathogenic microorganisms. J med Plants Res. 2011.

Aminah, S.N., S.H. Sigit., S. Partosoedjono, dan Chairul. Prostata sebagai Larvasida Aedes aegypti. Penelitian PPEK, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2001

Ari Sri Windyaswari, Fahrauk Faramayuda, dan Dessy Ratnasari. Kajian Pendahuluan Potensi Anti Kanker Dengan Uji Toksisitas Metode Brine Shrimp Test (BSLT) terhadap ekstrak etanol dan fraksi-fraksi dari kulit batang kemiri Aleurites moluccana L. Willd, Bandung: UJAY. 2015.

Azidi, Noer Komari,. Rusdiana,. Uji Aktifitas Ekstrak Saponin Fraksi n-Butanol Dari Kulit Batang Kemiri (Aleurites moluccana (L). Willd Pada Larva Nyamuk Aedes aegypti, Kalimantan: ULM. 2007.

Caballero, Benjamin, Luiz C. Trugo, Paul M. Finglas. “Encyclopedia of Food Science and Nutrition”, 2nd edition, Vol 8, Academic Press, United Kingdom. 2003.

Chadijah, sitti. Dasar-dasar Kimia Analitik. Makassar: Alauddin university press. 2012.

Chapagain BP, Wiesman Z, Tsror (Lahkim) L. Larvicidal Activity of the Fruit Mesocarp Extract of Balanites aegyptiaca and its Saponin Fractions against Aedes aegyptiDengue Bulletin 2005.

Chapagain BP, Wiesman Z, Tsror (Lahkim) L. In vitro study of the antifungal activity of saponin-rich extracts against prevalent phytopathogenic fungi. Ind Crop Prod. 2007.

Darmayanti, Dewi. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: PT Agromedia Pustaka, 2008.

Deshpande S, Kewatkar S, Paithankar V. Antimicrobial activity of Saponins rich fraction of Cassia auriculata Linn against various microbial strains. IntCurr Pharm J. 2013

Diananda, R,. Kanker Serviks: Sebuah Peringatan Buat Wanita. In: Diananda, R,. Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahari. 2009

56

Dirjen POM. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986.

Dipiro, J. 2008 pharmacotheraphy:A Pathophysiologic Approac 7th

ed.

Elekofehinti OO, Adanlawo IG, Saliu JA, Sodehinde SA. Saponins from Solanum anguivi fruits exhibit hypolipidemic potential in Rattus novergicus. Der Pharmacia Lettre. 2012.

Elevitch, C.R. and Manner, H.I. Traditional tree initiative: spesies profiles for pacific Islandi agroforesty. http://www.agroforestry.net/tti/ Aleurites-kukui. Pdf [8 Januari 2017].

Enda, Winda Agus. Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzygium polyanthum (Wigh) Walp) terhadap mencit jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. 2009.

Fahrunnida dan Rarastoeti pratiwi. Kandungan Saponin Buah, Daun Dan Tangkai Daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.), Yogyakarta: UGM. 2015.

Gong, G., Qin, Y., Huang, W., Zhou, S., Wu, X., Yang, X., Zhao, Y., Li, D. Protective effects of diosgenin in the hyperlipidemic rat model and in human vascular endothelial cells against hydrogen peroxide-induced apoptosis. Chem Biol Interact. 2010.

Hanani. Analisis fitokimia. Jakarta: EGC. 2015.

Handa, Sukhdev Swami, Suman Preet Singh Khanuja, Gennaro Longo dan Dev Dutt Rakesh Extraction Technologies for Medicinal and Aromatic Plants. Trisete: International Centre For Science And High Technology. 2008.

Harbone, J.B., Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Imam Sudiro, Edisi II, ITB: Bandung. 1996.

Hassan SM, Haq AU, Byrd JA, Berhow MA, Cartwright AL, Bailey CA. Haemolytic and antimicrobial activities of saponin-rich extracts from guar meal. Food Chem. 2010.

Hayati, E.K. Dasar-Dasar Analisis Spektroskopi. Malang: Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, 2007.

Hazem A, Fawzia AC, Dina G. Biochemical, antibacterial and antifungal activity of extracts from Achillea fragrantissima and evaluation of volatile oil composition. Der Pharmacia Sinica. 2012.

Heinrich, Michael. Farmakognosi dan Fitoterapi. Aliah bahasa, winny R. syarif. Editor edisi bahasa Indonesia, Amalia H. hadinata. Jakarta: EGC. 2010.

Hongg, S,. Essential Microbiology, John Willey & Sons Ltd, England. 2015.

Hu, J., Hendrich, S., Murphy, P.A. Soyasaponin I and sapogenol B have limited absorption by caco-2 intestinal cells and limited bioavailability in women. J. Nutr. 2004.

Jovie, Mien Dumanau., Adeanne, Carolin Wullur., and Anindita, Firhani Poli. Penetapan Kadar Saponin Pada Ekstrak Daun Lidah Mertua (Sansevieria

57

trifasciata Prain varietas S. Laurentii). Manado: Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado. 2015.

Junaid Niazi., Vikas Gupta., Prithviraj Chakarborty., and Pawan Kumar,). Anti-Inflammatory And Antipyretic Activity Of Aleuritis Moluccana Leaves, Jurnal. Department of Pharmaceutical Sciences, Govt. Polytechnic for Girls, Patiala, Punjab. 2010.

Kannabiran K, Mohankumar T, Gunaseker V. Evaluation of antimicrobial activity of saponin isolated from Solanum xanthocarpum and Centella asiatica. Int. JNat. Eng. Sci. 2009.

Katzung, Betram G. farmakologi dasar dan klinik. Jakarta: EGC .2014.

Kemenkes. Infodation Kanker. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. 2015.

Khanna VG, Kannabiran K. Antimicrobial activity of saponin fractions of the leaves of Gymnema sylvestre and Eclipta prostrate. World J Microb Bio. 2008.

Khopkar, S. M,. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan A. Saptorahardjo. Jakarta: Universitas Indonesia, 2008.

Kumalasari E, dan Sulistyani N. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap Candida Albicans Serta Scrining Fitokimia. Jurnal ilmiah kefarmasian, 2011.

Lakshmi, V., Mahdi, A.A., agarwal, S. K . and Khanna, A. K. Steroidal saponin from Chlorophytum nimonii (Grah) with lipid-lowering and antioxidant activity. Original article, 2012.

Lindeboom, N. Studies on The Characterization, Biosynthesis and Isolation of Starch and Protein from Quinoa (Chenopodium quinoa Willd)”, Thesis. Saskatoon: University of Saskatchewan,. 2005

Maharani, S. Mengenal 13 Jenis Kanker Dan pengobatannya. Yogyakarta: Katahati, 2009.

Moghimipour, Eskandar and Somayeh Handali. Saponin: Properties, Methods of Evaluation and Applications. Iran: Medicinal Plant Research Center, Ahvaz Jundishapur University of Medical Sciences. 2015.

Muhlisah, F., Tanaman Obat Keluarga, Jakarta: Penebar Swadaya, 2009.

Mulyati, Endah Sri. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli Dan Bioautografinya. Surakarta: Fakultas farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.

Naoumkina, M., Modolo, L.V., Huhman, D.V., Urbanczyk-Wochniak, E., Tang, Y.Genomic and Coexpression Analyses Predict Multiple Gene Involved Triterpene Saponin Biosynthesis in Medicago truncatula(C)(W) Plant Cell. 2010.

Oakenfull, D. and Sidhu, G.S. Could saponins be a useful treatment for hypercholesterolaemia. Eur J Clin Nutr. 1990.

58

Pasya, A.F. Dimensi Sains dan Al-Qur-an Menggali Ilmu Pengetahuan dari Al-Qur’an. Solo: Penerbit Tiga Serangkai, 2004.

Patel PP, Patil PH. Anti-inflammatory activity of saponin rich fraction isolated from the Thespesia populnea (L.) leaves. Intl J Biomed Pharma Sci. 2012.

Prihatman, K. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang, Bandung: Pusat Penelitian Perkebunan Gambung. 2001.

Radji, M., Kepekaan Terhadap Antibiotik Edisi 3 Jakarta: EGC. 2008.

Ramadhan, Fauzan A. Tanaman Kemiri (Aleurites moluccana L. Willd). Yogyakarta: UGM. 2014.

Saifuddin, Aziz,. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep Dan Pemurnian, Yogyakarta: Budi utama. 2014.

Sastrohamidjojo, Hardjono. Analisis Kromatografi. Yogyakarta: Liberty, 1985.

Shihab, M.Q. Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an. Jakarta: Lentera Hati, 2009.

Si, H., and Liu, D. Genistein, a soy phytoestrogen, upregulates the expression of human endothelial nitric oxide synthase and lowers blood pressure in spontaneously hypertensive rats. J. Nutr.2008.

Sidhu, G.S. and Oakenfull, D.G. A mechanism for the hypocholesterolaemic activity of saponin. British J of Nutr. 1986

Sirohi, S.K., Goel, N. and Singh, N,. Utilization of saponins, a plant secondary metabolite in enteric methane mitigation and rumen modulation. Annual Research & Review in Biology. 2014

Stipanuk, M. Biochemical, Physiological, Molecular Aspects of Human Nutrition. St. Louis: Saundesrs Elsevier. 2006.

Soetan KO, Oyekunle MA, Aiyelaagbe OO, Fafunso MA. Evaluation of the antimicrobial activity of saponins extract of Sorghum Bicolor L. Moench. Afr J Biotechnol. 2006.

Sudjaji. Kimia Farmasi Analisis, pustaka pelajar: Yogyakarta. 2007.

Suharto, M. A. P., EDY, H. J., Dumanau, J. M. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Saponin Dari Ekstrak Metanol Batang Pisang Ambon (Musa Paradisiaca var. sapientum L). Pharmacon journal. 2012

Sunaryati, S. 14 Penyakit Paling sering Menyerang Dan Sangat Mematikan, Jogjakarta: FlashBooks

Underwood dan day, JR,. Analisis Kimia Kuantitatif, Terjemahan Sopyan Lis, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001.

Widodo, didik setiyo dan Lusiana, retno ariadi. Kimia Analisis Kuantitatif. Jogyakarta: Graha ilmu. 2010.

WHO. World Health Organization. [Online] Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/

[accessed 28 April 2017].

59

Yan, L.L, Y.J. Zhang, W.Y Gao, S.L Man, dan Y, Wang. In Vitro And In Vivo Anticancer Activity Of Steroid Saponins Of Paris Polyphylla Var. Yunnanensis. China: TUTCM. 2009.

Yassin NZ, Melek FR, Selim MA, Kassem IAA. Pharmacological activities of saponincontaining fraction derived from Gleditsia caspica Desf. methanolic fruit extract. Der Pharmacia Lettre. 2013.

Zhang Y, Yang CR, Jacob MR, Khan SI, Zhang YJ, Li XC. Antifungal activity of C-27 steroidal saponins. Antimicrob Agents Chemother. 2006.

60

Lampiran 1. Skema kerja

1. Penyiapan Sampel

Diekstraksi secara maserasi dengan

Dievaporator dengan rotary evaporator

2. Analisis kadar saponin ekstrak etanol kulit batang kemiri (Aleurites moluccana

(L.) Willd)

a. Identifikasi saponin

Didinginkan kemudian kocok kuat-kuat

selama 10 detik hingga terbentuk busa

Sampel kulit batang kemiri

Ekstrak cair

Ekstrak kental

Dimasukkan 500 mg ekstrak metanol kulit

batang kemiri dalam tabung reaksi

1 tetes HCl 2 N

Berbusa (+) saponin

+ 10 ml air panas

61

b. penetapan kadar saponin

-Direfluks dengan 5s0 ml petroleum eter

pada suhu 60-80oC selama 30 menit

-setelah dingin petroleum eter dibuang

-Dilarutkan dalam 50 ml etil asetat

-Dimasukkan kedalam corong pisah,

kemudian dipisahkan larutan etil asetat

-Dilarutkan dengan n-butanol sebanyak 3

kali masing-masing dengan 50 ml

-Diupkan dengan rotafavor

-Dilarutkan dengan methanol 10 ml

kemudian larutan ini diteteskan kedalam

50 ml eter sambil diaduk

-Dituang pada kertas saring yang diketahui

bobotnya,

-Dikeringkan

-Ditimbang sampai bobot tetap

1,25 gram ekstrak

Residu yang tertinggal

Residu yang tertinggal

Sisa penguapan

Endapan

Dihitung menggunakan rumus

62

Lampiran 2. GAmbar

Gambar 4. Kulit batang kemiri

Gambar 5. Proses maserasi

63

Gambar 6. Proses Rotavapor

Gambar 7. Ekstrak kental

64

Gambar 8. Menimbulkan Busa (+ Saponin)

Gambar 9. Proses Refluks

65

Gambar 10. Kadar saponin

66

Lampiran 3. Perhitungan

1. Perhitungan Rendamen Ekstrak

Diketahui:

Berat simplisia: 2000 gram

Berat ekstrak: 36,28 gram

Penyelesaian:

2. Perhitungan kadar saponin

Keterangan:

X1: Bobot kertas saring (g)

X2: Bobot kertas saring + endapan saponin (g)

A : Bobot ekstrak kulit batang kemiri (g)

Ekstrak 1

Diketahui :

X1: 2,2130 g

X2: 2,3115 g

A : 1,2513

67

Penyelesaian:

= 0,0787 g X 100 %

= 7,8718 %

Ekstrak 2

Diketahui:

X1: 1,9784 g

X2: 2,0751 g

A : 1,2511

Penyelesaian:

= 0,0772 g X 100%

= 7,7291 %

68

Ekstrak 3

Diketahui:

X1: 2,3115 g

X2: 2,4055 g

A : 1,2510 g

Penyelesaian:

= 0,0752 g X 100%

= 7,52 %

BIOGRAFI

69

Rahbiyatul adawiyah, dilahirlakan pada tanggal 16

februari 1995 di sebuah Desa yang bernama Desa

Bontosunggu kab. Bulukumba. Penulis merupakan putri

tunggal dari pasangan H. Idrus dan Hj. Megawati.

Penulis mengawali pendidikan pada tahun 2000 di TK

Plamboyan, setahun kemudian melanjutkan pendidikan

di SD 36 Bontosunggu dan menyelesaikan sekolah dasar

pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan di MTS 20 Bontosunggu.

Tahun 2008 melanjut pendidikan di SMA N 7 bulukumba dan menyelesaikannya

pada tahun 2013.

Penulis melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi yaitu di

Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar melalui jalur

SNMPTN, pilihan peratma penulis Farmasi yang kedua Perawat, Alhamdulillah lulus

di Jurusan Farmasi. Menjalani pendidikan di farmasi merupakan hal yang tidak

mudah, akan tetapi meskipun penuh dengan rintangan yang begitu berat, penulis

yakin ‘’Kesuksesan akan senantiasa bersama kita selama kita bersungguh-sungguh

dan tidak mengenal kata putus asa serta Allah swt tidak akan pernah memberi cobaan

diluar batas kemampuan hamba-Nya’’. Amin.