Post on 26-Dec-2015
DESENTRALISASI DI KABUPATEN BANTUL
1. Pendahuluan
Pelaksanaan konsep desentralisasi dan otonomi daerah telah berlangsung lama bahkan
sejak sebelum kemerdekaan, dan mencapai puncaknya pada erareformasi dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentangPerimbangan Keuangan yang kemudian
direvisi masing-masing menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Walaupun demikian, penerapan konsep desentralisasi dan otonomi daerah di
Indonesia sampai saat ini dianggap masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Masih ditemukan banyak kelemahan dalam pelaksanaannya, baikdari kelengkapan regulasi,
kesiapan pemerintah daerah, maupun penerimaan masyarakat sendiri.
Terlepas dari itu semua, desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi suatu
keniscayaan dengan mempertimbangkan amanat UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa
Indonesia yang telah menegaskan hal tersebut. Dengan demikian, menjadilebih berharga
kemudian meninjau kembali pencapaian selama ini dan merumuskan agenda desentralisasi
dan otonomi ke depan. Dengan keterbatasan yang ada, tulisanini pada intinya mencoba
merumuskan agenda tersebut.Secara umum, pembahasan terbagi dalam 3 (tiga) bagian besar
yaitu menyajikan konsep desentralisasi dan otonomi daerah dan pencapaiannya, untuk
kemudian diakhiri dengan rumusan agenda ke depan.
Pengertian Desentralisasi
Menurut Devas (1997), pengertian dan penafsiran terhadap desentralisasi ternyata
sangat beragam, dan pendekatan terhadap desentralisasipun sangat bervariasi dari negara
yang satu ke negara yang lain. Tetapi,secara umum definisi dan ruang lingkup desentralisasi
selama ini banyak diacuadalah pendapat Rondinelli dan Bank Dunia (1999), bahwa
desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggungjawab fungsi-fungsi pemerintahan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, lembaga semi-pemerintah, maupun kepada
swasta. Sebagai pembanding, baik juga mengacu pendapat Turner danHulme (1997) yang
berpendapat bahwa desentralisasi di dalam sebuah negara mencakup pelimpahan kewenangan
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, dari pejabat atau lembaga
pemerintahan di tingkat pusatkepada pejabat atau lembaga pemerintahan yang lebih dekat
kepada masyarakatyang harus dilayani.Desentralisasi merupakan alat mencapai tujuan
pemberian pelayanan publikyang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan
yang lebih demokratis.
Tujuan Desentralisasi (Samadi, 2000)
1. Merealisasikan tujuan-tujuan dasar atau nilai-nilai tertentu dari komunitas
politik
2. Pemerintahan Daerah dilihat sebagai bagian penting dari struktur
pemerintahan demokratis
3. Pemindahan beban dalam penyediaan layanan masyarakat
4. Mendorong pendidikan politik dan keterlibatan masyarakat
5. Memungkinkan kebijaksanaan pemerintahan lebih sesuai dengan kondisi
wilayah dan masyarakat setempat
Sisi Positif Desentralisasi (Samadi, 2000)
1. Secara ekonomi: peningkatan efisiensi penyediaan barang dan jasa publik
2. Secara politik: memperkuat akuntabilitas, kemapuan politik dan integritas
nasional; kedekatan dengan masyarakat; mempromosikan kebebasan, kesamaan
dan kesejahteraan; latihan dasar bagi partisipasi penduduk dan pemimpin politik
3. Secara sosial: hubungan keberadaan negara dan perekonomian
Sisi Negatif Desentralisasi (Samadi, 2000)
1. Memunculkan pemikiran sempit dan separatisme
2. Mengancam kesatuan dari kehendak umum
3. Menguatkan kepentingan-kepentingan yang sempit dan bersifat setempat
(lokalitas)
4. Anti kesederajatan
5. Dari segi keuangan: berbahaya dilihat dari aspek redistribusi, stabilisasi, dan
alokasi
2. Desentralisasi di Kabupaten Bantul
A. Profil Kabupaten Bantul
Kabupaten Bantul merupakan bagian integral wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang meliputi empat kabupaten dan satu kota. Berdasarkan posisi geografisnya,
wilayah Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah paling selatan di Daerah Istimewa
Yogyakarta yang terletak antara 07°44'04" - 08°00'27" LS dan 110°12'34" - 110°31'08" BT
dengan luas 506,85 km² dan batas-batas wilayah sebagai berikut :
_ Sebelah Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
_ Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
_ Sebelah Barat : Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Sleman
_ Sebelah Timur : Kabupaten Gunungkidul
Apabila dilihat dari bentang alamnya, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah
dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian
timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif
membujur dari utara ke selatan.
Secara administratif, Kabupaten Bantul dibagi dalam 17 kecamatan, 75 desa, dan 933
pedukuhan.Desa-desa di Kabupaten Bantul dibagi lagi berdasarkan statusnya menjadi desa
pedesaan (rural area) dan desa perkotaan (urban area). Secara umum jumlah desa yang
termasuk dalam wilayah perkotaan sebanyak 41 desa, sedangkan desa yang termasuk dalam
wilayah perdesaan sebanyak 34 desa. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa
Kecamatan Dlingo mempunyai wilayah paling luas, yaitu 55,87 km2, sedangkan jumlah desa
dan pedukuhan yang terbanyak terdapat di Kecamatan Imogiri dengan 8 desa dan 72
pedukuhan.
Peta Kabupaten Bantul
Sumber : gabusanartpark.wordpress.com
B. Pelaksanaan Tujuan Desentralisasi di Kabupaten Bantul
1. Merealisasikan tujuan-tujuan dasar atau nilai-nilai tertentu dari komunitas
politik
DPRD Kabupaten Bantul periode 2009-2014 dilantik pada tanggal 13 Agustus 2009.
Dengan anggota yang dilantik sejumlah 44 orang. Adapun komposisi anggota berdasarkan
asal Partai Politik adalah sebagai berikut:
1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : 11 Anggota
2. Partai Amanat Nasional : 6 Anggota
3. Partai Demokrat : 5 Anggota
4. Partai Keadilan Sejahtera : 5 Anggota
5. Partai Golkar : 5 Anggota
6. Partai Persatuan Pembangunan : 4 Anggota
7. Partai Gerindra : 3 Anggota
8. Partai Kebangkitan Bangsa : 3 Anggota
9. Partai Karya Peduli Bangsa : 2 Anggota
Dari 9 Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Bantul , terbentuk 7 fraksi
yaitu:
1. Fraksi PDI Perjuangan yang merupakan gabungan PDIP dan Gerindra
2. Fraksi Amanat Nasional
3. Fraksi Demokrat
4. Fraksi Keadilan Sejahtera
5. Fraksi Partai Golkar
6. Fraksi Persatuan Pembangunan
7. Fraksi Karya Bangsa yang merupakan gabungan PKB dan PKPB
Dalam rangka melaksanakan dan fungsinya DPRD kabupaten Bantul dilengklapi dengan alat
kelembagaan berupa :
Pimpinan Dewan terdiri dari 4 orang
Komisi-Komisi( A, B, C, D )
Badan Musyawarah
Badan Anggaran
Badan Legislasi
Badan Kehormatan
Dari alat kelembagaan yang ada dan bersifat tetap DPRD juga didukung alat kelembagaan
yang tidak tetap yang biasanya berbentuk : Panitia Khusus (PANSUS).
Keterwakilan calon anggota legislatif perempuan 30 persen untuk pemilihan umum
pada 2014 di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa keterwakilan calon legislatif (caleg) perempuan 30 persen berlaku untuk tiap daerah pemilihan (dapil) bukan secara keseluruhan di Bantul. (Penanggungjawab Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bantul, Nur Huri Mustofa)
Peraturan KPU Nomor 07 Tahun 2013 tentang pencalonan anggota DPRD kabupaten, provinsi dan DPR yang baru diundangkan mengatur secara rinci dan lebih ketat terkait persyaratan pencalonan anggota legislatif. Selain mengatur minimal 30 persen caleg perempuan, dalam aturan itu juga mengatur penomoran caleg perempuan yang akan berlaga di setiap dapil, misalnya harus ada caleg perempuan dalam setiap tiga nomor.Penomoran caleg perempuan bebas asalkan ada dalam setiap tiga nomor dan seterusnya, jadi pada Pemilu nanti peluang keterwakilan caleg perempuan tiap parpol dalam tiap dapil lebih besar.
Jika salah satu parpol tidak memenuhi salah satu persyaratan tersebut, maka tidak bisa ikut berlaga dalam pemilihan legislatif di dapil itu, pihaknya mengaku akan melakukan sosialisasi kepada parpol terhadap peraturan. Ada beberapa materi yang perlu ditekankan kepada parpol, termasuk calon yang diajukan maksimal 100 persen sesuai jatah kursi di dapil itu, pemilu sebelumnya (2009) maksimal bisa 120 persen.
KPU Bantul telah menetapkan enam dapil, yakni dapil 1 meliputi kecamatan Bantul dan Sewon, dapil 2 kecamatan Kasihan dan Sedayu, kemudian dapil 3 meliputi Kecamatan Sanden, Pajangan, Pandak dan Srandakan.Kemudian dapil 4 meliputi Pundong, Kretek, Jetis dan Kecamatan Bambanglipuro, dapil 5 meliputi Imogiri, Dlingo dan Pleret, serta dapil 6 meliputi Kecamatan Banguntapan dan Piyungan.Penentuan dapil ini berdasarkan enam pertimbangan yakni kesetaraan nilai kursi termahal dan termurah, ketaatan, proporsionalitas, coterminous atau cakupan wilayah, kohesivitas serta kesinambungan dengan pemilu 2009.
(Data Calon Tetap Anggota DPRD Bantul Pemilu 2014 dilampirkan)
2. Pemerintahan Daerah dilihat sebagai bagian penting dari struktur
pemerintahan demokratis
3. Pemindahan beban dalam penyediaan layanan masyarakat
4. Mendorong pendidikan politik dan keterlibatan masyarakat
(Partisipasi politik masyarakat Kabupaten Bantul dalam Pemilu)
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 di kabupaten Bantul menjadi 719.019
pemilih terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 349.519 orang dan pemilih perempuan 369.501
orang berdasar keputusan hasil rapat pleno komisioner KPU Kabupaten Bantul yang dipimpin
Ketua KPU Kabupaten Bantul Budhi Wiryawan dihadiri Ketua KPU DIY Hamdan
Kurniawan,S.IP,Msi, keuta Panwaslu Kabupaten Bantul Drs. Supardi, Ketua Parpol peserta
Pemilu 2014 di Bantul, Ketua PPK se Kabupaten Bantul dan undangan lain pada hari Sabtu
(11/10). Hasil penetapan kembali DPT Pemilu 2014 menjadi 719.019 tersebut, berarti ada
pengurangan sejumlah 2.851 dari DPT yang telah ditetapkan pada tanggal 13 September
2013 lalu sebanyak 721.870.
Menurut Budhi Wiryawan, penetapan kembali DPT tersebut didasarkan pada Surat
Edaran Komisi Pemilihan Umum Nomor:644/Kpu/Ix/2013 Tanggal 14 September 2013
Perihal Perbaikan Daftar Pemilih Dan Penetapan DPT. Hal tersebut mengingat masih terdapat
ketidak akuratan daftar pemilih dengan melakukan pembersihan data ganda, pemilih yang
tidak berhak namun terekam dalam sistem informasi data pemilih serta menata kembali daftar
pemilih dari TPS yang jumlah pemilihnya masih lebih dari 500 orang. (admin/BN)
Tabel DPT Pemilu 2014 Kabupaten Bantul pada tanggal 13 September 2013
Jumlah golput pada pemilu 2009, jauh lebih banyak dibanding pada pemilu tahun-
athun sebelumnya. Kondisi demikian ini, bisa dilihat dari berbagai tempat pemungutan suara
(TPS) yang tersebar di walayah Bantul.
Berdasarkan data yang ada di KPU Bantul, warga yang terdaftar di Daftar Pemilih
Tetap (DPT) di masing-masing TPS yang tidak menggunakan hak pilihnya lebih dari 10
persen. Bahkan, disejumlah TPS warga yang sudah terdaftar di DPT yang tidak menggunakan
hak pilihnya jumlahnya mencapai 30 sampai 50 persen. Jumlah ini sangat berbeda dengan
Pemilu 2004 lalu.
Seperti yang terjadi di TPS 15 , Dusun Gunungan, Desa Sumbermulyo, Kecamatan
Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, misalnya, diketahui jumlah pemilih berdasarkan DPT ada
sekitar 450 pemilih. Namun kenyataannya yang mencontreng hanya sekitar 250 orang.
Dengan demikian, warga yang tidak memilih atau tidak mencontreng ada sekitar 150 orang,
Dusun Gunungan, Desa Sumbermulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul.
Sebagian masyarakat tidak memilih selain kerja di luar kota juga tidak mau mengurus
A5. Sehingga di desanya tidak mencontreng ditempat kerja mereka juga tidak mencontreng.
Selain itu, perubahan sistem pemilu 2009 dari mencoblos menjadi mencotreng menjadi
kendala sendiri bagi pemilih khususnya bagi orang tua (Manula) dan buta huruf.
Hal serupa juga, Dusun Bintaran Wetan, Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan,
Kabupaten Bantul, mengatakan jumlah DPT mencapai 315 pemilih.Namun dalam
kenyataannya pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya mencapai 235 pemilih. Dengan
demikian, warga yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput jumlahnya mencapai 80
pemilih.
Sistem pemilu dengan basis KTP ini membuat partisipasi warga semakin berkurang
karena warga yang punya KTP dan masuk dalam DPT tidak bisa menggunakan hak pilihnya
di TPS lain bila tidak membawa surat A5.
Selain itu, tingkat keguguran surat suara jumlahnya cukup tinggi, antara 10 hingga 20
persen. Hal ini dipicu dari kebingungan pemilih untuk memilih dengan cara mencontreng.
Tingginya angka golput akibat administratif ini juga diakui oleh Ketua KPU Bantul, Budhi
Wiryawan bahwa sistem pemilu berbasis KTP akan mengurangi tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemilu.Pemilih sudah pindah rumah, kerja luar kota membuat pemilih
tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Selain itu, juga ada alasan lain sehingga embuat
warga atau masyarakat malas untuk mengurusnya..
Pelaksanaan pemilu 2009 sangat berbeda dibanding pada pemilu sebelumnya yang
menggunakan sistem domisili. Ternyata sangat membantu masyarakat dalam menggunakan
hak pilihnya, sehingga partsipasi memilih tinggi.Pemilu 2004 lalu, kata dia, partisipasi
masyarakat Bantul memilih mencapai 93 persen dan menjadi rangking 2 nasional dari tingkat
partisipasi karena sistem domisili sangat membantu dalam partisipasi masyarakat dalam
menggunakan hak pilihnya. Namun pada pemilu kali ini, merosot jauh. Karena dinilai rumit
dan repot, sehingga membuat warga masyarakat malas untuk datang ke TPS untuk
mencontreng. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul menghitung jumlah keseluruhan
angka golput di Kabupaten Bantul pada pemilu tahun 2009 mencapai 201.867 atau 18 % dari
Daftar Pemilih Tetap yang berjumlah 713.898 orang.
Dapat diidentifikasikan bahwa penyebab umum golput yaitu :
1. Kejenuhan dan kebosanan pemilih terhadap pemilu yang terus menerus.
2. Kekecewaan pemilih terhadap perilaku politisi.
3. Penurunan kesejahteraan masyarakat dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
4. Peningkatan kemiskinan
Lebih lanjut, golput juga disebabkan faktor – faktor khusus diantaranya adalah :
1. Mencuatnya persolan hukum, politik dan adinistratif di daerah yang menimbulkan
situasi kurang kondusif
2. Rendahnya daya tarik calon akibat merosotnya kredibilitas dan akuntabilitas
3. Kurangnya eksepabilitas dan popularitas calon karena absennya pemilih dalam
pencalonan
4. Kebingungan pemilih akibat banyaknya pasangan calon
5. Anggapan masyarakat dan kekhawatiran partai bahwa calon incumbent pasti
memenangkan pilkada
6. Sosialisasi pilkada yang kurang
5. Memungkinkan kebijaksanaan pemerintahan lebih sesuai dengan kondisi
wilayah dan masyarakat setempat