Post on 09-Dec-2015
description
DEMAM DAN RUAM
PENDAHULUAN
Gejala demam dan ruam merupakan masalah yang umum ditemui di klinik.
Kedua gejala ini bisa merupakan gambaran atau manifestasi dari penyakit yang ringan
dan dapat sembuh sendiri hingga penyakit yang berat dan dapat mengancam nyawa.
Oleh karena luasnya kemungkinan penyakitnya maka dibutuhkan pengetahuan
mengenai diagnosa diferensial dari gejala demam dan ruam serta cara untuk
menegakkan diagnosanya sebab kesalahan dalam menduga penyakit yang
menyebabkan timbulnya kedua gejala tadi akan berakibat fatal. Penegakan diagnosa
dari demam dan ruam dapat dilakukan antara lain dengan:
1. Anamnesa riwayat penyakit infeksi sebelumnya dan imunisasi
2. Tipe periode prodromalnya
3. Gambaran ruam, distribusi, durasi, dan kemunculannya berkaitan dengan demam.
4. Gambaran yang patognomonis dari suatu penyakit atau tanda-tanda diagnostik lain.
5. Tes diagnostik laboratorium
Beberapa gambaran ruam yang dapat timbul antara lain:
1. Makular atau makulopapular: morbili, rubela, roseola infantum, skarlatina
2. Papulovesikular: varisela, herpes zoster, variola
3. Petekiae atau purpura: Meningokoksemia, DHF
MORBILI
Morbili (Measles/Rubeola) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang sangat
mudah menular serta ditandai oleh ruam makulopapular, demam tinggi, dan gejala
respiratorik. Di negara berkembang, morbili masih merupakan penyebab yang cukup
penting dari morbiditas dan mortalitas pada anak-anak.
Etiologi
Morbili disebabkan oleh virus measles, suatu virus RNA dari genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. Hanya dikenal satu jenis serotipe yang
diketahui. Selama periode prodromal dan untuk waktu yang pendek sesudah
timbulnya ruam, virus didapatkan pada sekret nasofaring, darah, dan urin. Virus dapat
tetap aktif untuk 34 jam pada temperatur kamar. Penularan maksimal oleh virus
terjadi melalui percikan droplet selama stadium prodromal.
1
Epidemiologi
Morbili merupakan penyakit endemik di seluruh dunia, dan merupakan
penyakit yang sangat mudah menular. Di negara maju, kejadian umumnya pada anak-
anak usia 5-10 tahun, sedangkan di negara berkembang umumnya pada pada anak-
anak di bawah usia 5 tahun. Pada tahun 1999, penyakit ini menyebabkan hampir satu
juta kematian, atau sekitar 10% dari total kematian global pada anak balita.
Patogenesis dan Patologi
Transmisi terjadi terutama melalui rute respiratorik, dimana virus ini akan
bermultiplikasi secara lokal. Infeksi kemudian akan menyebar ke jaringan limfoid
regional, dimana multiplikasi selanjutnya akan terjadi. Viremia primer akan
menyebarkan virus yang kemudian akan bereplikasi di sistem retikuloendotelial.
Akhirnya, viremia sekunder akan menyebarkan virus ke permukaan epitelial tubuh,
termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana akan terjadi replikasi
fokal. Virus measles dapat bereplikasi di dalam limfosit tertentu, yang akan
membantu virus ini menyebar ke seluruh tubuh. Multinucleated giant cells dengan
inklusi intranuklear dapat terlihat pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Gambaran di
atas terjadi pada periode inkubasi. Pada fase prodromal, virus dapat ditemukan di air
mata, sekret hidung dan tenggorokan, urin, dan darah
Lesi utama measles ditemukan pada kulit, membran mukosa nasofaring,
bronki, traktus intestinalis, dan konjungtiva. Eksudat serosa dan proliferasi sel
mononuklear serta beberapa sel polimorfonuklear terjadi di sekitar kapiler.
Hiperplasia jaringan limfoid biasanya terjadi, khususnya di apendiks. Di kulit, reaksi
yang terjadi umumnya melibatkan kelenjar sebasea dan folikel rambut. Koplik spots
berisi eksudat serosa dan proliferasi sel-sel endotelial serupa dengan yang terdapat
pada lesi kulit. Reaksi peradangan umum dari mukosa bukal/faring menyebar ke
jaringan limfoid dan membran mukosa trakeobronkus. Terjadi pneumonitis interstitial
yang disebabkan oleh virus measles (Hecht giant cell pneumonia). Bronkopneumonia
dapat disebabkan oleh infeksi sekunder karena bakteri. Pada kasus ensefalomielitis
yang fatal, terjadi demielinisasi perivaskular di otak dan medulla spinalis. Pada
subacute sclerosing panencephalitis (SSPE) dapat terjadi degenerasi korteks dan
substansia alba dengan badan inklusi intranuklear dan intrasitoplasma.
2
Manifestasi Klinis
Morbili memiliki 3 stadium klinis: periode inkubasi, stadium prodromal
dengan enanthem (Koplik spots) dan gejala ringan, dan stadium akhir dengan ruam
makulopapular disertai demam yang tinggi. Ada juga penulis yang membagi stadium
klinis morbili menjadi stadium prodromal, stadium erupsi (saat ruam muncul yang
disertai dengan panas tinggi), dan stadium akhir/konvalesens (ruam menjadi
hiperpigmentasi dan kadang-kadang deskuamasi, gejala menghilang).
Stadium inkubasi berlangsung lebih kurang 10-12 hari. Peninggian temperatur
ringan dapat terjadi 9-10 hari sesudah infeksi dan lalu berkurang dalam 24 jam.
Stadium prodromal biasanya berlangsung 3-5 hari dan ditandai dengan panas ringan-
sedang, batuk kering, coryza, dan konjungtivitis. Gejala-gejala ini hampir selalu
mendahului Koplik spots, tanda patognomonis untuk morbili, dalam 2-3 hari.
Enantem biasanya timbul pada palatum. Koplik spots merupakan titik berwarna putih
keabu-abuan, biasanya sekecil butiran-butiran pasir dengan areolae agak kemerah-
merahan, kadang-kadang hemoragis. Lesi ini cenderung timbul berseberangan dengan
molar bawah, tetapi dapat menyebar secara iregular ke bagian sisa dari mukosa bukal,
serta jarang terjadi di bagian tengah bibir bawah, palatum, dan krunkel lakrimal. Lesi
ini timbul dan menghilang dengan cepat, biasanya dalam 12-18 jam. Adanya
peradangan konjungtiva dan fotofobia dapat mendukung kecurigaan ke arah morbili
sebelum timbulnya Koplik spots. Kadang-kadang fase prodromal dapat berat dengan
panas mendadak tinggi, disertai dengan kejang atau pneumonia. Biasanya coryza,
panas, dan batuk bertambah berat sampai saat ruam menutupi seluruh tubuh.
Temperatur akan meninggi mendadak pada waktu timbul ruam dan seringkali
mencapai 40-40,5oC. Ruam biasanya mulai dengan sedikit makula pada bagian leher
lateral atas, di belakang telinga, sepanjang batas rambut dan pada bagian belakang
pipi. Lesi berubah menjadi makulopapula begitu ruam menyebar cepat ke seluruh
muka, leher, tangan bagian atas, dada bagian atas dalam waktu lebih kurang 24 jam
pertama. Dalam 24 jam, menyebar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, dan paha,
akhirnya mencapai kaki pada hari ke 2-3, sedangkan pada muka mulai menghilang.
Menghilangnya ruam ke bawah seperti pada waktu timbulnya. Pada kasus-kasus yang
ringan ruam tidak merupakan makula tetapi lebih menyerupai titik-titik seperti
gambaran pada demam skarlet atau rubella. Pada morbili yang berat, ruam bersatu,
seluruh kulit tertutup termasuk telapak tangan dan kaki, dan mukanya bengkak tidak
3
berbentuk. Ruam sering sedikit berdarah. Pada kasus yang berat dengan ruam yang
bersatu, dapat timbul petekiae dalam jumlah banyak, dan dapat terjadi ekimosis yang
ekstensif. Tidak ditemukannya ruam sama sekali jarang terjadi kecuali pada pasien
yang telah menerima imunogloulin saat periode inkubasi, pada beberapa penderita
AIDS, dan mungkin pada bayi-bayi yang berumur < 9 bulan yang masih mempunyai
antibodi ibu dalam darahnya. Pada tipe yang hemoragik (black measles), perdarahan
dapat terjadi dari hidung, mulut, atau usus.
Biasanya terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut rahang dan servikal
posterior, dan dapat disertai dengan splenomegali ringan. Pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dapat menimbulkan sakit pada abdomen. Perubahan patologik yang khas
dapat terjadi pada mukosa appendiks, menyebabkan obliterasi lumen dan gejala-gejala
appendisitis. Hal ini cenderung berkurang dengan hilangnya Koplik spots. Otitis
media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala gastrointestinal seperti diare dan muntah-
muntah lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak kecil (terutama malnutrisi)
daripada anak-anak yang lebih besar. Komplikasi yang dapat terjadi pada morbili
antara lain otitis media akut, bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis, ensefalitis,
SSPE, diare persisten, reaktivasi atau memberatnya penyakit TB, miokarditis,
trombositopenia, black measles, dan perburukan status gizi.
Gambar 1. Koplik Spots dan Ruam pada Morbili
Diagnosis
Biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinik yang khas. Konfirmasi
laboratorium jarang diperlukan. Selama stadium prodromal, dapat ditemukan sel
raksasa multinuklear pada apusan mukosa hidung. Virus dapat diisolasi dalam
jaringan kultur dan dapat diukur peninggian titer antara serum akut dan konvalesens.
4
Jumlah leukosit cenderung rendah dengan limfositosis relatif. Pada pemeriksaan
pungsi lumbal pada ensefalitis karena measles dapat ditemukan protein meninggi,
limfosit sedikit meninggi, sedangkan glukosa normal.
Pengobatan
Tidak ada terapi antiviral yang spesifik sehingga terapi yang diberikan
sepenuhnya suportif, seperti istirahat, pemberian antipiretik, dan mempertahankan
status nutrisi dan hidrasi, serta perawatan lain yang sesuai dengan penyulit yang
terjadi. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Vitamin A dosis
tinggi diberikan karena seringkali terjadi hiporetinemia pada kasus morbili. Dosis
yang diberikan adalah 100.000 unit dosis tunggal per oral (usia 6 bulan-1 tahun),
200.000 unit dosis tunggal per oral (usia > 1 tahun). Dosistersebut diulangi pada hari
ke-2 dan 4 minggu, kemudian diberikan lagi bila telah terdapat tanda-tanda defisiensi
vitamin A.
Pencegahan
Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif dan pasif.
Imunisasi aktif biasanya diberikan pada usia 15 bulan, tetapi dapat diberikan lebih
awal (di Indonesia pada usia 9 bulan). Imunisasi pasif dapat diberikan berupa serum
dewasa, serum konvalesens, globulin plasenta, atau gamma globulin, yang efektif
untuk pencegahan dan meringankan morbili. Gamma globulin dapat diberikan dalam
waktu 5 hari sesudah terpapar, tetapi lebih disukai sesegera mungkin.
Prognosis
Biasanya sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada penyulit
infeksi sekunder/malnutrisi berat maka prognosisnya lebih buruk. Kematian umumnya
disebabkan oleh penyulit seperti pneumonia dan ensefalitis.
RUBELA
Rubella (German/3 days measles) merupakan suatu penyakit infeksi virus akut
yang ditandai dengan gejala konstitusional yang ringan, ruam yang menyerupai ruam
pada rubeola ringan atau demam skarlet, dan pembesaran kelenjar limfe terutama post
aurikular, suboksipital, dan servikal posterior. Infeksi rubella yang terjadi pada usia
kehamilan muda dapat menyebabkan sindrom rubella kongenital, yang dapat
mengakibatkan lahir mati atau kelainan kongenital pada saat lahir. Umumnya kelainan
kongenital yang terjadi berupa kelainan oftalmologik (katarak, mikroftalmia,
5
glaukoma, korioretinitis), kelainan kardiak (paten duktus arteriosus, septal defek),
kelainan auditori (tuli sensorineural), kelainan neurologis (mikrosefali,
meningoensefalitis, retardasi mental).
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus rubela, suatu virus RNA yang merupakan
anggota genus Rubivirus di dalam famili Togaviridae. Manusia merupakan satu-
satunya pejamu alami dari virus rubela. Virus ini dapat menyebar melalui droplet oral
atau transplasental.
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan insidensi pada
pria maupun wanita. Sebelum diperkenalkannya vaksin rubela pada tahun 1969,
pandemi rubela terjadi tiap 6-9 tahun. Tetapi sejak diperkenalkannya vaksin ini,
epidemi rubela tidak terjadi lagi dan menurun sampai lebih dari 99% sehingga risiko
terjadinya rubela untuk semua umur menurun secara tajam.
Patogenesis
Transmisi virus umumnya terjadi melalui rute pernafasan. Replikasi awal virus
kemungkinan besar terjadi di saluran pernafasan, yang diikuti dengan multiplikasi di
kelenjar limfe servikal. Viremia timbul dalam waktu 5-7 hari setelahnya dan
menghilang sekitar hari ke 13\
]-15 (sebelum timbulnya ruam), tetapi virus tetap ada pada nasofaring selama 6 hari
sesudah ruam dan kadang-kadang beberapa minggu sesudahnya. Selain dalam darah
dan nasofaring, virus juga terdapat pada kelenjar limfe, urin, cairan serebrospinalis,
sakus konjungtiva, cairan sinovial, dan paru-paru. Terbentuknya antibodi terhadap
virus ini bersamaan dengan munculnya ruam, sehingga menguatkan dugaan bahwa
ruam yang terjadi diakibatkan oleh proses imunologis.
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi rubela bervariasi mulai dari 14-21 hari. Gejala prodromal
sebelum timbul ruam bervariasi sesuai dengan umur, dimana pada banyak kejadian di
anak-anak bukti pertama penyakit ialah dengan adanya ruam, kadang-kadang disertai
coryza ringan dan diare sebelum timbul ruam. Tetapi sebaliknya pada remaja dan
orang dewasa biasanya terdapat gejala prodromal berupa sakit pada mata,
konjungtivitis, sakit kepala, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, panas badan,
menggigil, anoreksia, nausea.
6
Gambar 2. Perjalanan Infeksi Rubela Primer
Ruam timbul pertama kali pada muka kemudian menyebar secara sentrifugal
ke arah leher, lengan, badan, dan tungkai. Progresifitas, luas, dan lama timbulnya
ruam bervariasi. Pada kasus yang khas, ruam meliputi seluruh tubuh pada 24 jam
pertama, mulai memudar pada muka pada hari kedua, dan menghilang pada seluruh
tubuh pada hari ketiga. Secara karakteristik bentuk ruam eritematous, makulopapula,
dan diskreta. Limfadenopati merupakan gejala klinik yang cukup penting pada
penderita rubela. Secara karakteristik terjadi pembesaran kelenjar suboksipital,
aurikular posterior, dan servikal. Pembesaran kelenjar terjadi 1-7 hari sebelum timbul
ruam dan menetap selama satu minggu atau lebih. Panas badan akibat rubela
bervariasi dan biasanya peninggian temperatur minimal, timbulnya panas biasanya
bersamaan dengan timbulnya ruam dan akan kembali normal sesudah ruam hilang.
Arthralgia dan arthritis transien umum terjadi pada anak wanita yang sudah cukup
besar. Sendi manapun dapat terkena namun yang paling sering dalah pada sendi-sendi
kecil di tangan.
Manifestasi kelainan kongenital pada sindrom rubela kongenital umumnya
segera setelah lahir. Kelainan pada mata dapat berupa katarak, mikroftalmia, glaukom
kongenital. Kelainan pada telinga berupa gangguan pendengaran. Kelainan
kardiovaskular dapat berupa PDA dan stenosis arteri pulmonalis.
7
Gambar 3. Rubela Kongenital
Diagnosis
Konfirmasi diagnosa rubela bisa didapatkan dengan pemeriksaan serologis
ataupun kultur virus. Untuk isolasi virus maka spesimen yang paling cocok adalah
apus tenggorok atau nasofaring yang diambil dalam 3-4 hari setelah gejala timbul,
atau bisa juga diambil dari darah. Tes HI merupakan tes serologi standar untuk rubela,
namun sekarang beberapa metode lain juga sering digunakan seperti aglutinasi lateks,
ELISA, hemaglutinasi pasif, dan lain-lain. Deteksi IgG merupakan bukti adanya
imunitas. Untuk secara akurat mengkonfirmasi infeksi rubela yang sedang terjadi,
maka harus didapatkan peningkatan titer antibodi diantara dua sampel serum yang
berbeda 10 hari atau IgM spesifik rubela harus dideteksi dalam spesimen tunggal.
Pengobatan
Tidak ada terapi antiviral spesifik untuk rubela. Pengobatan yang diberikan
bersifat suportif. Antipiretik dapat diberikan untuk mengatasi demam.
Prognosis
Prognosis rubela pada anak-anak sangat baik. Infeksi yang terjadi biasanya
menghasilkan imunitas permanen, meskipun pada beberapa kasus dapat terjadi
reinfeksi. Infant dengan spektrum sindrom rubela kongenital yang lengkap
8
mempunyai prognosis yang sangat buruk. Prognosisnya lebih baik pada janin yang
terpapar infeksi saat usia kandungan sudah lebih lanjut.
ROSEOLA INFANTUM (EXANTHEM SUBITUM)
Roseola merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan demam ringan dan
gejala erupsi pada kulit, timbul terutama pada usia kurang dari 3 tahun, puncaknya
pada usia 6-15 bulan. Etiologi dari penyakit ini terutama karena infeksi human
herpesvirus 6 (HHV-6), dan juga human herpesvirus 7 (HHV-7).
Pada periode prodromal, roseola biasanya tidak menimbulkan gejala, namun
pada beberapa kasus menunjukkan gejala :
infeksi saluran pernafasan atas seperti rhinorrhea, peradangan ringan
pada faring, dan kemerahan ringan pada konjungtiva
Limfadenopati pada regio cervical dan oksipital
edema ringan pada palpebra
Gejala klinis diawali dengan demam tinggi berkisar antara 37,9 hingga 40oC (rata-rata
39oC). Demam tinggi ini dapat disertai:
- iritabilitas dan anoreksia
- kejang demam
- rhinorrhea, sakit tenggorokan, nyeri perut, muntah, dan diare
- Nagayama spots, ulkus pada uvulopalatoglossal junction
Demam bertahan selama 3-5 hari, kemudian dapat turun secara tiba-tiba atau
perlahan-lahan. Ruam muncul dalam 12-24 jam penurunan demam. Ruam pada
roseola berwarna rose, awalnya terpisah, kecil (2-5mm), sedikit menonjol, muncul
awalnya pada batang tubuh, kemudian menyebar ke leher, wajah, dan ekstremitas
proksimal. Lesi ini dapat tetap terpisah, atau seiring perjalanan penyakit lesi menyatu
satu dengan yang lain. Setelah 1-3 hari, ruam akan menghilang.
Terdapat beberapa perbedaan manifestasi klinis antara infeksi HHV-6 dan HHV-7,
seperti pada infeksi HHV-7 relatif lebih sering pada usia lebih tua, suhu demam relatif
lebih rendah, dan durasi demam yang relatif lebih pendek. Namun perbedaan ini
belum secara signifikan dapat membedakan infeksi karena HHV-6 atau HHV-7.
9
Gambar 4. Roseola Infantum
Terapi :
- HHV-6 Ganciclovir, cidofovir, foscarnet
- HHV-7 Cidofovir, foscarnet
- Terapi suportif dengan acetaminophen atau ibuprofen
- Menjaga keseimbangan cairan
DEMAM SKARLET (SKARLATINA)
Definisi
Demam skarlet merupakan suatu bentuk infeksi saluran pernafasan atas yang
disertai dengan ruam khas, terjadi karena infeksi Streptokokus grup A yang
memproduksi eksotoksin pirogen pada individu yang tidak memiliki antibodi
antitoksin.
Etiologi
Streptococcus beta haemolyticus group A
Patofisiologi
Setelah kuman masuk melalui inhalasi atau ingesti, kuman akan melekat pada
sel epitel saluran pernafasan. Kuman mempunyai selaput (kapsul) yang dapat
melindungi kuman dari fagositosis, serta mengeluarkan berbagai enzim yang dapat
menyebabkan perluasan infeksi. Toksin pirogenik (A-C) dapat menimbulkan ruam
pada individu yang tidak kebal. Timbulnya ruam dapat berlebih pada reaksi
hipersensitivitas dan berkurang dengan adaya antitoksin spesifik.
Manifestasi Klinis
Ruam muncul dalam 24-48 jam setelah onset gejala, walau kadang dapat
muncul bersamaan. Seringkali ruam muncul awalnya pada daerah di sekitar leher,
10
meluas ke batang tubuh dan ekstremitas. Ruam yang terbentuk berupa erupsi yang
eritematous, papular yang difus dan halus, berwarna merah terang yang hilang pada
penekanan. Lebih banyak terdapat pada daerah lipatan siku, ketiak, dan kemaluan.
Daerah wajah biasanya tidak terdapat ruam, walau kadang pada pipi tampak
eritematous dengan daerah pucat di sekitar mulut. Setelah 3-4 hari, ruam mulai
menghilang dan diikuti deskuamasi.
Pemeriksaan faring menunjukkan penemuan serupa seperti pada faringitis
akibat Streptokokus grup A, lidah coated dan papila membengkak. Setelah
deskuamasi terjadi, kemerahan pada papila semakin nampak jelas sehingga lidah
memberikan gambaran strawberry appearance.
Gambar 5. Skarlatina: Gambaran Ruam dan Strawberry Appearance
Pemeriksaan Penunjang
- Leukositosis
- Peningkatan titer ASLO (ASTO)
- Peningkatan LED
- CRP dapat positif
- Biakan apus tenggorok : Streptococcus beta haemolyticus group A
Penatalaksanaan
Antibiotik
Penicillin V (DOC), 125-250 mg/kali, 3x/hari p.o selama 10 hari.
Long acting benzathine penicillin G 600.000-1.200.000 unit i.m dosis tunggal. Pada
keadaan berat, pemberian dosis i.v dapat mencapai 400.000 unit/kgBB/hari.
Bila alergi penicillin, dapat diberikan:
11
Eritromisin : 40 mg/kgBB/hari p.o
Linkomisin : 40 mg/kgBB/hari p.o
Klindamisin : 30 mg/kgBB/hari p.o
Sefadroksil monohidrat : 15 mg/kgBB/hari p.o
Prognosis
Bila pengobatan adekuat, prognosis baik. Penyulit dapat dicegah bla pengobatan cepat
diberikan
Bila respon imun terganggu dapat terjadi penyulit berat bahkan kematian, meskipun
mendapat pengobatan yang adekuat.
HERPES SIMPLEKS
Etiologi
Herpes Simplex Virus (HSV). Terdapat 2 strain, yaitu HSV-1 dan HSV-2.
HSV-1 biasanya menginfeksi kulit dan membran mukosa tubuh dari pinggang ke atas.
HSV-2 menginfeksi daerah genital dan neonatus.
Patogenesis
Perubahan patologis pada penyakit ini bervariasi tergantung pada jaringan
yang terinfeksi. Pada kulit dan membran mukosa, jenis lesi yang terjadi adalah vesikel
unilokuler. Pada kulit, vesikel teregang oleh cairan yang berisi sel epitel terinfeksi,
multinucleated giant cell, dan leukosit. Pada membran mukosa, sering terjadi gesekan
sehingga terjadi kebocoran cairan intravesikel. Maka terbentuk vesikel kolaps yang
terutama berisi fibrin.
Pada individu yang sehat, lesi terbatas pada kulit dan mukosa saja dan jarang
terjadi viremia. Namun pada neonatus, anak dengan malnutrisi berat, atau gangguan
imunitas dapat terjadi penyebaran virus yang luas melalui pembuluh darah.
Manifestasi Klinis
Lesi kulit yang terbentuk berupa vesikel dengan dinding tipis pada dasar yang
eritematous. Vesikel-vesikel ini kemudian akan ruptur, dan sembuh dalam 7-10 hari
tanpa bekas kecuali pada serangan berulang atau infeksi sekunder. Lesi kulit ini dapat
didahului iritasi ringan atau rasa terbakar pada lokasi lesi, selain itu dapat pula di
dahului nyeri hebat pada lokasi lesi.
12
Gambar 6. Herpes Simpleks
Manifestasi Klinis lain dapat berupa:
- Gingivostomatitis Akut
- Stomatitis rekuren dan herpes labialis
- eksema herpetikum
- infeksi okular
- herpes genitalis
- infeksi SSP
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis pada 50% apus yang berasal dari lesi (Tzanck stain)
menunjukkan multinucleated giant cell dan inklusi intranuklear. Selain itu, dapat
digunakan metode ELISA atau teknik imunofluoresen untuk mendeteksi antigen
spesifik guna mendiagnosa pasti infeksi herpes.
Penatalaksanaan
Acyclovir guanin merupakan obat pilihan pada infeksi herpes.
Acyclovir oral, 15 mg/kgBB/kali, 5x/hari selama 7 hari, mulai diberikan dalam 72 jam
setelah onset gejala.
VARIOLA (SMALLPOX)
Definisi
Penyakit infeksi virus akut dan menular yang ditandai khas timbulnya erupsi
berupa papula, vesikula, pustula dengan gejala umum yang berat.
Epidemiologi
Berkat program eradikasi yang intensif dari WHO yang dimulai sejak tahun
1967, maka pada tahun 1980 WHO mengumumkan dunia telah bebas dari cacar.
Klasifikasi
13
- Variola mayor
- Variola minor (alastrim)
Etiologi
Virus cacar atau virus variola masuk dalam angoota genus orthopox virus.
Virus cacar ditemukan dalam sekret saluran napas dan cairan vesikel dari kelainan
kulit. Virus ini dapat hidup berbulan-bulan dalam krusta kering dan ditularkan melalui
udara (air borne route). Penderita infeksius selama semua stadium penyakit. Semua
orang rentan terhadap cacar kecuali yang pernah terkena infeksi cacar atau cowpox
(cacar pada ternak) atau vaccinia( berasal dari keturunan cowpox atau vaccinia).
Patofisiologi
Virus masuk melalui epitel saluran respiratorik bagian atas dan
berkembangbiak. Kemudian masuk ke dalam darah dan terjadilah viremia primer.
Lalu masuk ke dalam RES dan berkembangbiak. Kemudian setelah bermultiplikasi,
virus masuk ke dalam darah(viremia sekunder) menuju ke kulit, selaput lendir, dan
organ lain.
Manifestasi klinik
Terdiri dari 3 stadium yaitu :
1. Masa inkubasi
Berlangsung 7-17 hari.
2. Masa prodromal
Berlangsung 2-4 hari. Dimulai dengan panas mendadak, nyeri kepala, malaise,
nyeri otot, mual, muntah, dan nyeri perut.
3. Masa erupsi
Setelah masa prodromal 4 hari, panas turun dan timbul erupsi yang khas pada
kulit. Erupsi terutama pada muka dan ekstremitas berupa makula dan papula dan pada
hari ketiga atau keempat menjadi vesikula. Semua kelainan pada suatu saat hanya
berupa satu stadium saja. Pada hari keenam cairan vesikula jadi keruh, lau timbil
pustula yang mempunyai lekuk ditengahnya (umbilicated). Pada hari kesepuluh
kelainan mulai mengering dan membentuk krusta yang bertahan beberapa hari
kemudian lepas.
Suhu biasanya turun selama timbul erupsi. Bila suhu naik maka ada infeksi
sekunder bakteria.
14
Tipe hemoragik sangat berat dan meyebabkan kematian hampir 100%. Pada
tipe ini perdarahan timbul pada stadium prodromal dari berbagai tempat dan kematian
dapat timbul pada minggu pertama. Namun tipe ini jarang terjadi, hanya 2-3 % kasus.
Tipe yang lebih ringan berupa alastriin atau variola minor yang disebabkan oleh virus
variola yang kurang patogen.
Gambar 7. Lesi Variola
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
- Kontak dengan pendeita
- Panas mendadak
- Nyeri kepala, nyeri otot
- Malaise
- Mual, muntah, nyeri perut
Pemeriksaan Fisik
Timbul erupsi makula dan papula, kemudian vesikula, pustula (umbilicated),
lalu krusta, dan pada satu saat hanya ada satu stadium.
Laboratorium
Bila memungkinkan dapat dilakukan isolasi virus dalam biakan ”chorio
allantoic membrane” dari telur atau kultur jaringan dan pemeriksaan serologis.
Pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan yaitu :
1. Tes antibodi fluorosens
Metode ini dipakai untuk diagnosis cepat untuk mengetahui antigen orthopox.
2. Precipitation in gel(PIG)
Tes ini dapat dibaca dalam beberapa jam dan spesifik untu golongan orthopox. Serum
antivaksin tampak bening dalam agar, seangkan cairan vesikula atau emulsi krusta
akan membentuk garis yang nyata.
15
3. Reaksi fiksasi komplemen.
Tes ini dilakukan untuk mengetahui adanya antigen virus dalam vesikula atau krusta
dan juga dapat dipakai untuk mengukur besarnya serum antibodi.
Diagnosis Banding
- Varisela
- Eksema vaksinatum
- Impetigo
- Skabies
- Eritema multiforme.
Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi adalah perdarahan, infeksi bakteri sekunder seperti
impetigo, pneumonia, empiema, dan otitis media.
Terapi
Penatalaksaan penderita variola yaitu :
1. Isolasi
2. Simtomatik : - Kulit harus bersih
- Makanan dan cairan cukup
3. Kausatif
Saat ini belum terdapat antivirus. Antibiotik dapat diberikan pada kasus yang
berat. Convalescent smallpox serum dan vaccinia immune globulin efektif untuk
mencegah penyakit sesudah kontak tetapi tidak berpengaruh terhadap perjalanan
penyakit. Untuk kasus berat dan perdarahan dapat diberikan cairan intravena, darah,
dan plasma.
Pencegahan
Pencegahan variola dapat dilakukan dengan pemberian imuniasasi aktif dan
imunisasi pasif.
- Imunisasi aktif
Yaitu dengan pemberian vaksin variola. Dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
1. Goresan. Yaitu dengan membuat 2 goresan sejajar sepanjang 0,5 cm dengan
jarak 0,3 cm (menggunakan vaccinostyle)
16
2. Tusukan. Yaitu dengan membuat 10 tusukan pada satu titik di daerah deltoid
kiri atas dengan jarum bifurkasio.
- Imunisasi pasif
Yaitu dengan memberikan Vaccinia immune globulin.
Prognosis
Angka kematian pada varioa minor 1% dan variola mayor 10 %. Angka
kematian tinggi terutama pada anak balita, ibu hamil, dan usia > 45 tahun.
VARISELA / CACAR AIR / CHICKENPOXi
Definisi
Penyakit infeksi virus dengan gambaran khas berupa erupsi vesikel di seluruh
tubuh yang timbul berurutan dengan gejala umum yang ringan.
Etiologi
Varisela disebabkan oleh varicella-zoster virus.
Epidemiologi
Sebanyak 90 % penderita berumur kurang dari 10 tahun, puncaknya pada
umur 5-9 tahun, namun penyakit ini dapat terjadi pada semua umur termasuk periode
neonatal. Penyakit ini ditularkan dengan kontak langsung dengan percikan melalui
udara. Virus yang infeksius terdapat dalam vesikula tapi tidak dalam krusta. Penderita
menular mulai 24 jam sebelum timbulnya ruam sampai semua kelainan menjadi
krusta, umumnya 7-8 hari.
Patofisiologi
Virus masuk ke dalam saluran napas bagian atas, lalu masuk ke dalam kelenjar
getah bening, lalu masuk ke dalam darah (viremia prmer), lalu menuju organ seperti
hsti, limpa, dan mungkin organ lain. Kemudian masuk kembali ke dalam peredaran
darah (viremia sekunder) menuju ke kulit.
Manifestasi klinik
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi bervariasi dari 11-21 hari dan terutama 13-17 hari.
2. Masa prodromal
Dimulai 24 jam sebelum timbul ruam dengan tanda-tanda panas ringan,
malaise, dan anoreksia.
3. Masa ruam/erupsi
17
Berupa papula merah, segera berubah menjadi vesikula yang tidak
umbilicated, dan isinya menjadi keruh dalam 24 jam. Vesikula ini mudah pecah.
Vesikula ini tersebar dan terus timbul selama 3-4 hari mulai dari badan, menyebar ke
muka, kepala, lalu ekstremitas bagian distal yang terserang hanya sedikit. Kelainan
terutama di daerah kulit yang tertekan atau teriritasi.
Kelainan yang khas pada saat puncak penyajt, yaitu ruam terdiri dari papula,
vesikula, dan krusta pada satu saat. Vesikula juga dapat mengenai selaput lendir
terutama mulut, genital, konjungtiva, kornea, dan laring, juga dapat terjadi
limfadenopati generalisata. Varisela kongenital dapat timbul pada saat lahir atau
beberapa hari kemudian, dan hal ini terjadi bila ibu menderita varisela.
Gambar 8. Varisela
Kriteria Diagnosis
Anamnesis
Dari anamnesis didapat adanya kontak dengan penderita varisela. Lalu adanya
gejala prodromal seperti panas ringan, malaise, dan anoreksia. Lalu gejala seperti
sakit kepala. Ruam muncul 24 jam sesudah gejala prodromal.
Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapat papula merah, kemudian
vesikula(nonumbilicated), dan dalam 24 jam isinya mengeruh dan mudah pecah,
maka terbentuklah krusta. Kemudian terdapat limpadenopati generalisata. Dapat
terjadi varisela bulosa pada anak kurang dari 2 tahun.
Laboratorium
18
Dapat terjadi leukositosis ringan, sel raksasa pada kerokan dasar vesikula yang
baru. Kemudiam dapat dilakukan isolasi virus bila memungkinkan, dan pemeriksaan
serologis dengan ELISA.
Diagnosis Banding
- Variola
- Impetigo
- Gigitan serangga
- Skabies
- Urtikaria
- Sindrom Stevens-Johnson
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi sekunder. Kemudian
dapat terjadi perdarahan ke dalam kulit/selaput lendir/purpura fulminans. Komplikasi
lai yang dapat terjadi diantaranya pneumonia, laringitis, miokarditis, perikarditis,
endokarditis, varisela bulosa, Scalded skon syndrome,hepatitis, keratitis,
konjungtivitis, ensefalitis. Pada ibu hamil yang terkena varisela pada trimester
pertama bisa mendapat bayi kecil, kelainan kongenital seperti kulit yang keriput,
keloid, atropi otot, korioretinitis, kejang, dan gangguan mental.
Terapi
Penatalaksanaan varisela terdiri dari :
- Simtomatik
Yaitu dengan pemberian lotion, antihistamin untuk gatal, dan antipiretika.
- Antivirus
Yaitu dengan pemberian Asiklovir 30 mg/kgb/hari dibagi 4 dosis, selama 5
hari. Hasil terbaik bila pengobatan dimulai sebelum hari ketiga sakit.
Pencegahan
Varisela dapat dicegah dengan isolasi penderita, pemberian vaksinasi aktif dan
vaksinasi pasif yaitu Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) 1,25 ml/10kgbb, i.m,
maksimun 6,25 ml (5 vial), dan pemberian vaksinasi pasif ini efektif jika diberikan
dalam 72 jam setelah kontak.
Prognosis
19
Prognosis penderita varisela sampai saat ini baik, kecuali jika terjadi
komplikasi yang berat.
MENINGOKOKSEMIA
Batasan
Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis yang ditandai oleh
beberapa gejala sistemik yang berat termasuk diantaranya petekie hemoragik.
Etiologi
Disebabkan oleh Neisseria meningitidis (meningokokus). Serogrup terpenting
yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah A, B, C, Y, dan W-135. Antigen
meningokokus ditemukan dalam darah dan LCS pada penderita dengan penyakit aktif.
Patofisiologi
Manusia adalah satu-satunya inang alami. Di dalam inang ini meningokokus
bersifat patogen. Bakteri ini masuk melalui nasofaring. Di sana, organisme ini
melekat pada sel-sel epitel dengan bantuan pili. Di nasofaring, kuman ini dapat
asimptomatis, dan ini dapat berlangsung beberapa minggu hinga beberapa bulan. Dari
nasofaring, bakteri ini dapat mencapai aliran darah, mengakibatkan bakteriemi. Jika
terdapat serum antibodi terhadap meningokokkus, penyebaran ini dapat diblokade,
namun jika tidak ada antibodi, dapat terjadi meningokoksemia (sepsis).
Manifestasi klinis
Gejala yang timbul dapat seperti infeksi saluran pernapasan atas. Gejala
meningokosemia fulminan lebih hebat, dengan demam tinggi dan ruam hemoragik,
dan mungkin terdapat DIC dan kolaps sirkulasi, hal ini dikenal dengan Waterhouse-
Friderichsen syndrome. Selama meningokoksemia, terjadi trombosis pada banyak
pembuluh darah kecil dalam berbagai organ, dengan infiltrasi perivaskuler dan petekie
hemoragik. Bisa terdapat miokarditis interstitial, artritis, dan lesi kulit.
Meningitis adalah komplikasi yang tersering. Serangan biasanya tiba-tiba
dengan sakit kepala hebat, muntah, kaku leher, dan sering terjadi koma dalam
beberapa jam.
20
Gambar 9. Meningokoksemia
Laboratorium
- Sediaan apus
Sediaan pewarnaan gram dari LCS, darah, dan aspirat petekie sering
memperlihatkan neiseria yang khas pada leukosit PMN atau di luar sel.
- Biakan
Dapat digunakan dengan media agar coklat atau media perbenihan modifikasi
Thayer-Martin dengan antibiotika (vankomisin, kolistin, amfoterisin) yang dipakai
untuk biakan nasofaring.
- Serologis
Antibodi terhadap polisakarida meningokokus dapat diukur dengan aglutinasi
lateks atau tes hemaglutinasi atau dengan aktivitas bakterisidalnya.
Komplikasi
Meningitis adalah komplikasi yang tersering. Selain itu dapat terjadi
vaskulitis,DIC, dan hipotensi. Kemudian dapat terjadi syok sepsis.
Terapi
Penisilin G adalah obat pilihan untuk mengobati penyakit menigokokus.
Sefalosporin generasi ketiga, misalnya sefotaksim, seftriakson, atau kloramfenikol
dapat dipakai untuk penderita yang alergi terhadap penisilin.Terapi diberikan selama
5-7 hari.
Prognosis
Mortalitas unuk meningokokus yang invasif adalah 8-13 % di Amerika
Serikat. Faktor-faktor yang memperburuk prognosis adalah jika muncul hipotermi,
21
hipotensi atau syok, purpura yang fulminan, kejang,leukopenia, DIC, asidosis, dan
kadar endotoksin dan TNFα yang tinggi di sirkulasi. Munculnya petekie <12 jam
sebelum , hiperpireksi, dan tidak adanya meningitis, menandakan adanya progresifitas
yang cepat dan prognosis yang semakin buruk.
Pencegahan
Pemberian profilaksis tidak dianjurkan secara rutin, kecuali jika terdapat
kontak langsung dengan penderita, terutama melalui droplet atau air liur. Pada anak
dapat diberikan Rifampin (10 mg/kgbb per oral dibagi dalam 2 dosis, selama 2 hari,
infant< 1 bulan: 5 mg/kgbb/dosis), atau ceftriaksone (<12 tahun:125 mg dosis tunggal
IM, > 12 tahun: 250 mg dosis tunggal IM). Ciprofloksasin (500 mg oral dosis tunggal)
dapat diberikan pada usia sama atau lebih dari 18 tahun.
Selain itu kini juga tersedia vaksin, terutama untuk meningokokus grup A, C,
Y, dan W-135. Vaksin ini imunogenik untuk dewasa tapi tidak untuk anak di bawah
usia 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical
Microbiology. 23rd edition. Connecticut: Appleton&Lange; 2004. h.470-87.
2. Garna H, Melinda H, Rahayuningsih SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Unpad-RSHS; 2005. h.205-45.
3. Kohl S. Herpes Simplex Virus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editor. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders; 2004.
h.1051-7.
4. Leach C.T. Roseola. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor.
Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders; 2004. h.1069-71.
5. Maldonado Y. Measles, Rubella. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson
HB, editor. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Saunders; 2004.
h.1026-34.
22