Post on 27-Oct-2015
Congenital Heart Disease Acyanotic (CHD)
Nova Geby Barika
10.2009.004
c-2
novageby_barika@yahoo.com
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung kongenital merupakan kelainan struktur atau fungsi dari sistem
kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, walaupun dapat ditemukan di kemudian hari.
Sedangkan penyakit jantung bawaan yang non sianosis adalah kelainan pada jantung yang
ditemukan pada saat lahir atau dikemudian hari tampa disertai dengan adanya riwayat biru.
1.2 Tujuan
Agar dapat memahami lebih jauh apa yang dimaksud dengan penyakit jantung bawaan
non sianosis.
1.3 Skenario
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa ibunya ke poloklinik karena batuk pilek
dan mudah lelah. Menurut ibunya anaknya tumbuh normal, tidak ada riwayat biru dan jarang
sakit. Pada pemeriksaan rontgen toraks tampak peningkatan corak paru.
BAB II
ISI
2.1 Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, yang pertama dilakukan adalah anamnesis.
Dimana pemeriksaan ini dilakukan agar dapat mengetahui riwayat penyakit pasien yang dahulu
maupun yang sekarang, serta dapat mengetahui apakah ada riwayat penunjang lainnya seperti
riwayat keluarga. 1
Identitas pasien
Menanyakan Keluhan utama pasien datang ?
Riwayat penyakit sekarang
Yang ditanyakan:
Ada atau tidaknya sianosis, distres pernapasan (pernapsan cepat,
pernafasan cuping hidungdan retrasi dada) atau prematuritas?
Apakah anak sering menangis? Bagamana tampaknya apakah ada
perubahan seperti “warna tua”?
Apakah anak susah menyusui?
Apakah anak sering cepat lelah?
Apakah anak sering batuk, pilek?
Apa batuknya disertai demam?
Bagaimana dengan perkembangan tubuh anak? Apakah terjadi gagal
tumbuh?
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Saat mengandung, apakah ibu rajin mengkonsumsi vitamin B?
Saat mengandung anak apakah ibu pernah terkena sakit rubella?
Apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan saat hamil?
2.2 Pemeriksaan
a. Fisik
Pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan umum:1,2
Pengukuran tinggi dan berat yang tepat, dan menuliskan grafik pertumbuhan baku
penting karena gagal jantung dan sianosis kronis sering menyebabkan gagal
pertumbuhan. Kegagalan pertumbuhan ini biasanya ditampakkan terutama oleh
pertambahan berat yang jelek; jika panjang dan lingkar kepala juga terkena
mungkin ada malformasi kongenital tambahan atau gangguan metabolik.2
Frekuensi jantung bayi neonatus cepat dan cenderung sangat berubah (fluktuasi).
Rata-rata frekuensi berkisar dari 120 sampai 140 denyut/menit dan dapat
bertambah 170+ denyut/menit selama menangis dan aktivitas, atau turun 70-90
denyut/menit selama tidur. Semakin tua anak, rata-rat frekuensi nadi menjadi
semakin lambat dan mungkin sampai 40 denyut/menit pada remaja atlet.2
Tekanan darah harus diukur di lengan atau kaki , yang dikaki sekurang-kurangnya
satu kali kesempatan untuk memastikan bahwa koarktosia aorta tidak terlewatkan.
Palpasi nadi femoralis dan /dorsalis pedis saja tidak dapat dipercaya
mengesampingkan koarktasio. Pada anak yang lebih tua, tensi meter air raksa
dengan menset yang menutup sekitar dua pertiga lengan atas atau kaki dapat
digunakan untuk pengukuran.2
Pemeriksaan jantung, jantung harus diperiksa secara sistematis mulai dengan
inspeksi, palpasi, auskultasi.
b. Penunjang
Radiologi
Roentgenogram dada dapat memberikan informasi tentang besar dan
bentuk jantung, aliran darah paru (vascularity), edema paru, dan anomali
paru-paru serta thoraks yang menyertai yang mungkin terkait dengan
sindrom kongenital (displasia skelet, kelebihan atau kekurangan jumlah
iga, pembedahan jantung sebelumnya). Pengukuran ukuran jantung yang
paling sering digunakan adalah lebar maksimal bayangan jatuh pada foto
dada posteroanterior yang diambil selama midinspirasi. Garis ventrikel
ditarik ke bawah ditengan bayangan sternum, dan garis tegak lurus ditarik
dari garis sternum tepi kanan dan kiri jantung terluar; jumlah panjang
garis-garis ini adalah lebar maksimal jantung. Lebar maksimal jantung
dada diperoleh dengan menarik garis horizontal antara tepi dalam kanan
dan kiri rongga dada (iga) pada setinggi puncak diafragma kanan. Bila
lebar jantung maksimal lebih besar dari setengan lebar dada maksimal
(rasio kardiothoraks > 50%) jantung biasanya membesar.3
EKG (Elektrokardiogram)
Pengukuran arus listrik di jantung. Kontraksi atrium dan ventrikel berasal
dari potensial aksi yang terjadi secara simultan di semua sel otot atrium
dan semua sel otot ventrikel. Elektroda-elektroda yang berada di lokasi-
lokasi tertentu di tubuh dapat mendeteksi arus potensial aksi ini. 3
2.3 Manifestasi Klinik
Gejala langsung tidak terlihat, karena tidak ada gejala yang khas. Penyakit jantung
bawaan ini bisa diketahui saat anak kontrol ke dokter, dan diperiksa detak jantungnya.2
Gejala yang muncul tergantung dari jenis kelainannya:2
Anak cepat lelah
Bayi sulit menyusui
Berat badan tidak mencapai ideal
Sering batuk pilek
Demam
2.4 Diagnosis
a. Working Diagnosis
Dari hasil anamnesis serta gejala klinis yang didapat, anak perempuan itu
dicurigai menderita Penyakit Jantung Kongenital Asianotik. Karena ditunjang juga
dengan pemeriksaan fisik jantung serta Radiologi dan EKG.
b. Different Diagnosis
Rhinitis
Rhinitis adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah terpapan dengan
alergan (zat yang menimbulkan alergi) yang sama yang menimbulkan pelepasan
mediator kimia jika terjadinya paparan yang berulang.
Gejala klinis:
Terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari.
Keluarnya ingus yang encer dan kental (seperti pilek).
Hidung tersumbat
Mata gatal , kadang disertai dengna keluarnya air mata.
TB anak
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberkulosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat
infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang
dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh
orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan
yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis.
TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji
tuberkulin, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Seorang anak dapat terinfeksi
TB tapi belum tentu bermanifestasi menjadi sakit TB. Apabila daya tubuh anak
menurun atau virulensi kuman TB yang menginfeksi ganas maka anak yang
semulanya hanya terinfeksi menjadi sakit TB. WHO melaporkan lebih dari
250.000 anak menderita TB dan 100.000 anak diantaranyannya meninggal dunia.
Gejala klinis:
Demam yang tinggi (subfebris berkisar 38 derajat celcius)
Nafsu makan menurun
Gangguan tumbuh kembang pada anak.
Tergantung jenis yang diserang.
2.5 Etiologi
Sulit ditentukan, terjadinya akibat interaksi genetik yang multi faktorial dan sistem
lingkungan, sehingga sulit untuk ditentukan satu penyebab yang spesifik.4 Namun, kemajuan
dalam gentika molekuler baru-baru ini dapat segera memungkinkan identifikasi kelainan
kromososm spesifik yang terikat dengan banyak defek. Telah disadari bahwa faktor genetik
memainkan beberapa peran dalam penyakit jantung kongenital, misalnya, jenis VSD tertentu
(suprakristal) lebih sering pada anak berlatar belakang Asia. Lagipula, resiko penyakit kongenital
berulang bertambah dari 0,8 % sampai sekitar 2-6% jika keluarga tingkat pertama (orang tua atau
saudaranya) terkena. Sekarang, sekitar 3 % penderita dengna penyakit jantung kongenital
mempunyai defek satu gene yang dapat diidentifikasi, seperti syndrome Marfan atau Noonan.
Lima hingga delapan persen penderita dengna penyakit jantung kongenital mempunyai
keterkaitan dengna kelainan kromosom: penyakit jantung ditemukan lebih besar dari 90 % pada
penderita trisomi 18, 50% penderita trisomi 21, dan 40 % dari mereka dengan XO (sindrome
turner).2,4
Dua dari empat persen kasus penyakit jantung kongenital dihubungkan dengna
lingkungan atau keadaan ibu yang merugikan dan pengaruh teratogenik, termasuk diabetes
melitus ibu, feniketonuria, lupus eritematosius sistemik, sindrome rubela kongenital dan obat-
obatan (litium, etanol, thalidomid, agen anti kovulsan).2,4
2.6 Epidemiologi
Insiden penyakit jantung kongenital terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.
Insiden lebih tinggi pada yang lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi prematur (sekitar 2%
termasuk defek sekat ventrikel [VSD], tetapi tidak termasuk duktus arteriosus paten sementara
[PDA]). Insiden menyeluruh ini tidak termasuk prolaps katup mitral, PDA pada bayi prematur,
dan katup aorta bikuspid (ada sekitar 0,9 % seri dewasa). Pada bayi-bayi dengan defek jantung
kongenital, ada spektrum keparahan yang lebar sekitar 2-3 dari 1000 bayi neonatus total akan
bergejala penyakit jantung pada usia 1 tahun pertama. Diagnosis ditegakkan pada umur 1 minggu
pada 40-50% penderita dengan penyakit jantung kongenital dan pada umur 1 bulan pada 50-60
% penderita. Sejak pembedahan paliatif atau korektif berkembang, jumlah anak yang hidup
dengan penyakit jantung bertambah dramatis.2,4
Frekuensi relatif kejadian pada Penyakit Jantung Bawaan.
Defek septum ventrikel 20 % (wanita > pria)
Defek septum atrium 7 % (wanita > pria ) 2:1
Duktus arteriosus persisten 7 %
Stenosis pulmonal 6,9 % (wanita)
Koarktasio aorta 6-8 % (pria> wanita)
Stenosis aorta 5 % (pria)
Dalam 20-30 tahun terjadi kemajuan pesat dalam diagnosis dan pengobatan penyakit
jantung kongenital pada anak-anak. Sebagian akibatnya anak-anak dengan penyakit jantung
kongenital bertahan hidup sampai dewasa.(ipd)
Di Amerika penyakit jantung kongenital baik yang dikoreksi maupun yang tidak
diperkirakan meningkat 5 % pertahun. Insiden penyakit jantung kongenital diperkirakan sebesar
0,8 %, di mana 85 % di antaranya bertahan hidup sampai dewasa muda.4
Faktor resiko:
Dapat berupa ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan
awal mempunyai 3 kali resiko bayi dengan PJB.
Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali faktor resiko lain
secara statistik tidak berhubungan.
2.7 Patofisiologi
Congenital heart disease (CHD) acyanotic atau Penyakit Jantung bawaan asianotik
adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan
sianotik; misalnya lubang disekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah
satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa
adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang
bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan
vaskuler paru. Kelompok asianotik dibagi menjadi 2 kelompok: yaitu kelompok dengan pirau
dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau.
Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
a. Defek sekat atrium (ASD)
Defek sekat atrium adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek pada
septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum, dan bantalan
endokondrial. Defek septum atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium
tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal. Akibatnya
terjadi kebocorang darah bersih dari serambi kiri ke kanan sehingga bilik kanan
membesar dan aliran darah ke paru meningkat. Defek sekat atrium (ASD) dapat terjadi
pada setiap bagian sekat atrium (sekundum, primum atau sinus venosus). Jarang,
kemungkinan hampir tidak ada sekat atrium, yang membentuk atrium tunggal fungsional.
Sebaliknya, foramen ovale paten murni, biasanya secara hemodinamik tidak berarti dan
tidak dianggap ASD. Namun, jika tekanan atrium kanan bertambah akibat anomali
jantung lain (misalnya, stenosis atau atresia pulmonal, kelainan katup triskupidal,
disfungsi ventrikel kanan), darah venosus dapat menembus (shunt) melewati foramen
ovale paten ke dalam atrium kiri dengan akibat sianosis. Karena susunan anatomik
foramen ovale paten, darah secara normal tidak ditembuskan (shunt) dari atrium kiri ke
atrium kanan. Namun, bila ada volume yang besar atau atrium kiri hipertensif, atau
keduannya, mungkin ada cukup dilatasi foramen ovale untuk menimbulkan shunt dari kiri
ke kanan yang berarti. Foramen ovale paten murni tidak memerlukan penanganan bedah
tetapi dapat beresiko untuk emboliasis sistemik paradoks dikemudian hari.2
b. Defek sekat ventrikel (VSD)
Defek sekat ventrikel adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum
yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara rongga ventrikel. Defek
ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel baik tunggal atau banyak, serta ukuran
dan bentuk dapat bervariasi. Ukuran fisik defek adalah besar, tetapi bukan satu-satunya
yang menetukan besar shunt dari kiri ke kanan. Besar shunt juga ditentukan oleh tingkat
tahanan vaskuler pulmonal dibandingkan dengan tahanan vaskuler sistemik. Bila ada
komunikasi kecil (biasanya < 0,5 cm2), defek disebut restriktif (membatasi) dan tekanan
ventrikel kanan normal. Tekanan yang lebih tinggi di ventrikel kiri mendorong shunt dari
kiri ke kanan, namun ukuran defek membatasi besarnya shunt. Pada defek besar
nonrestriktif (biasanya > 1,0 cm2), tekanan ventrikel kanan dan kiri seimbang. Pada defek
ini, arah dan besar shunt ditentukan oleh rasio tahapan vaskuler pulmonal terhadap
sistemik.2
Sesudah lahir, bila ada VSD besar, tahanan vaskuler pulmonal dapat lebih tinggi daripada
normal dan dengan demikian besar shunt dari kiri ke kanan mungkin terbatas. Karena
tahanan vaskuler pulmonal turun pada beberapa minggu pertama sesudah lahir akibat
penurunan normal media arteria dan arteriol pulmonalis kecil, besar shunt dari kiri ke
kanan bertambah. Akhirnya terjadi shunt besar dari kiri ke kanan, dan gejala-gejala
klinis menjadi tampak. Pada kebanyakan kasus selama masa bayi awal, tahapan vaskuler
pulmonal hanya sedikit naik, dan sumbangan utama terhadap hipertensi pulmonal adalah
aliran darah pulmonal yang sangat besar. Pada beberapa penderita dengan VSD besar,
ketebalan media arteriol pulmonal tetap bertambah. Dengan pemajanan terus-menerus
bantalan vaskuler pulmonal pada tekanan sistolik yang tinggi dan aliran yang tinggi,
penyakit obstruksi vaskuler pulmonal mulai terjadi. Bila rasio tahanan pulmonal terhadap
sistemik mendekati 1:1, shunt menjadi dua arah, tanda-tanda gagal jantung mereda, dan
penderita menjadi stenosis. Penambahan progresif tahanan pulmonal ini jarang ditemukan
masa sekarang karena hipertensi pulmonal yang berlangsung lama dicegah dengan
intervensi bedah awal pada penderita dengan VSD besar.2
Besar shunt intrakardial biasanya digambarkan dengan rasio aliran darah pulmonal
terhadap sistemik. Jika shunt dari kiri ke kanan kecil (aliran aliran pulmonal terhadap
sistemik < 1,75 : 1), ruangan-ruangan jantung tidak akan menjadi cukup besar dan
bantalan vaskuler pulmonal agaknya akan normal. Jika shunt besar (rasio aliran > 2,5 :
1), terjadi kelebihan beban volume atrium dan ventrikel kiri, juga hipertensi ventrikel
kanan dan atria pulmonalis. Batang arteria pulmonalis , atrium kiri, dan ventrikel kiri
membesar karena volume aliran darah pulmonal besar.
c. Persistent Ductus Arteriosus (PDA)
Antara aorta ( pembuluh darah yang memompa dan mengakungkut darah bersih ke
seluruh tubuh) dengan arteri yang membawa darah ke paru (arteri pulmonalis) terdapat
suatu pembuluh darah penghubung yang disebut ductus arteriosus. Dalam kasus PDA,
pembuluh darah penghubung ini tetap berada dalam posisi terbuka. Padahal pada anak
normal, begitu lahir pembuluh darah penghubung ini akan segera menutup. Jika
pembuluh darah tersebut tetap terbuka, darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh
akan ke paru (sering pada bayi prematur). PDA sebagai akibat tekanan aorta yang lebih
tinggi, aliran darah melalui duktus berjalan dari aorta ke arteri pulmonalis. Luasnya shunt
tergantung pada ukuran duktus dan pada rasio tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik.
Pada kasus yang ekstrim, 70 % dari curah ventrikel kiri dapat dialirkan melalui duktus ke
sirkulasi pulmonal. Jika PDA kecil, tekanan dalam arteri pulmonalis, ventrikel kanan dan
atrium kanan normal. Namun, jika PDA besar, tekanan arterial pulmonalis dapat naik ke
tingkat sistemik selama sistole dan diastole. Penderita ini sangat beresiko terjadi penyakit
vaskuler yang lebar karena kebocoran darah ke dalam arterial pulmonalis selama
diastole.2
Kelompok tanpa pirau meliputi:
a. Stenosis Pulmonal (PS)
Obstruksi (penyempitan) aliran darah keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh ventrikel
kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan sebagai stenosis
pulmonalis (SP).
b. Stenosis Aorta (SA)
Merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular, vavular, atau
supravalvular. Penyempitan ini biasanya terjadi pada katup ventrikel kiri dan aorta.
Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena katup berfungsi
normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru
diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta
tersebut merupakan penyakit jantung bawaan atau didapat. Penyempitan pada katup aorta
yang menyebabkan peningkatan aliran darah dari ventrikel kiri keaorta. Stenosis aorta
merupakan lanjutan dari demam rematik pada massa kanak-kanak
c. Koartasio Aorta
Suatu obstruksi pada aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus
arteriosus. Koartasio aorta merupakan defek kongenital yang menyebabkan penyempitan
aorta saat keluar dari ventrikel kiri. Penyempitan dapat terletak di sebelah proksimal atau
distal duktus arteriosus.5
Koartasio aorta dapat terjadi sebagai obstruksi jukstaduktal tersendiri atau hipoplasia
tubuler aorta transversum mulai pada salah satu pembuluh darah kepala atau leher dan
meluas ke daerah duktus. Dirumuskan koartasio dimulai pada kehidupan janin pada
adanya kelainan jantung yang menyebabkan aliran darah melaui katup aorta berkurang
(misalnya VSD).
Sesudah lahir pada koartasio jukstaduktal tersendiri , darah aorta asendens akan mengalir
melalui segmen sempit untuk mencapai aorta desendens. Pada bayi ini shunt duktus dari
kiri ke kanan dan mereka tidak sianosis.
2.8 Penatalaksana
a. Medika
1. ASD
Pada anak dikelola: digitalis
Gagal jantung terapi digoksin, furosemid dengan atau tanpa spironolakton
Operasi dilakukan: ASD I saat bayi
2. VSD
Pembedahan dilakukan pada bayi dengan VSD besar, dimana majemen
medik mempunyai 2 tujuan: (1). Mengendalikan gagal jantung kongestif,
(2). Mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Jika pengobatan
awal berhasil, shunt ukurannya dapat mengurang dengan perbaikan
spontan, terutama selama umur tahun pertama. Sedangkan untuk VSD
kecil tidak dilakukan apapun karena biasanya akan menutup dengan
sendirinya.
Non-bedah : menutup defek jantung dengan alat kateterisasi
3. PDA
Pembedahan pada PDA kecil bertujuan untuk menghindari terjadinya
endarteritis atau komplikasi lambat lainnya. Sedangkan pada PDA sedang
dan besar bertujuan untuk menangani gagal jantung kongestif atau
terjadinya penyakit vaskuler pulmonal
4. SP
Obat pertama : digitalis.
Pembedahan (valvulotomi)
5. SA
Pemberian obat : digoksin, antibiotik
Operasi penggantian katup
6. Koartasio Aorta
Prostaglandi E (intravena)
Pembedahan untuk mencegah obstruksi pembuluh aorta dengan
dilakukannya pelebaran arteri subklavikula
b. Non Medika
1. SP
Istirahat
Diet
2. SA
Istirahat
- Mengobati penyakit dasarnya
- Terapi gagal jantung dan angina
- Menghindari latihan berat
Diet
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi tergantung dari jenis Penyakit Jantung Kongenital yang dialami:
a) ASD : kompilkasi biasanya bisa terjadi saat pascabedah seperti, gagal jantung, fibrilasi
atrium dikemudian hari (biasanya pada penderita yang dioperasi sesudah usia 20 tahun).
b) VSD : komplikasi tergantung dari besar kecilnya defek yang terjadi. Jika defek kecil
maka kemungkinan besar tidak akan terjadi komplikasi karena defek biasanya akan
menutup saat bayi berusia sebelum 4 bulan. Tetapi jika defek besar makan komplikasi
yang terjadi adalah, infeksi nafas yang berulang dan gagal jantung kongesti walaupun
manajemen medik optimal. Bayi dapat mengalami Gagal tumbuh akibat efek dari gagal
jantung.
c) PDA : pendarahan gastrointestinal (penurunan jumlah trombosit), CHF, Hiperkalemia,
aritmia, gagal tumbuh.
d) SP: gagal jantung kanan, infark miokard kanan, endokarditis.
e) SA: gagal ventrikel kiri, aritmi dapat mati mendadak, fibrilasi atrium, angina pectoris.
f) Koartasio Aorta: pendarahan otak, ruptur aorta, endokarditis.
2.10 Pencegahan
Pencegahan kelainan penyakit jantung bawaan pada bayi harus dimulai sejak kehamilan.
Persiapan kehamilan
1) Pada awal masa kehamilan terutama tiga bulan pertama, ibu tidak mengkonsumsi
jamu berbahaya dan obat-obatan yang dijual bebas dipasar.
2) Menghindari minum alkohol,
3) perbanyak asupan makanan yang bergizi terutama yang mengandung zat besi,
juga sam folat tinggi. Protein bisa didapat dari sumber hewani, misalnya ikan,
daging, telur dan susu maupun tumbuh-tumbuhan sayur mayur segar.
4) Menghindari paparan sinar x atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa
kehamilan
5) Ibu hamil tidak merokok baik secara aktif maupun terkena asap rokok dari suami
atau anggota keluargan
6) Hindari polusi kendaraan dengan menggunakan masker.
2.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari cara penanganan setiap kasus:
1. ASD : biasanya pada anak dan bayi dapat ditoleransi, hanya pada shunt besar akan
menimbulkan gagal jantung.
2. VSD : sebagian kecil (30-50%) akan menutup dengan spontan, paling sering selama
umur satu tahun
3. PDA : kecil presentasi untuk hidup normal tanpa gejala jantung, namun manifestasi
lambat dapat terjadi
4. SP : tergantung pada beratnya penyempitan.
5. SA: dapat mati mendadak tanpa gejala sebelumnya, dengan operasi katup dapat hidup
lebih lama.
6. Koartasio Aorta : biasanya dapat menyebabkan pendarahan otak.
BAB III
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis serta gejala klinis yang didapat, anak perempuan itu menderita
Penyakit Jantung Kongenital Asianotik. Karena ditunjang juga dengan pemeriksaan fisik jantung
serta Radiologi dan EKG.
Daftar Pustaka
1. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis / P.D. Welsby ; alih bahasa, Sandy Qlintang ;
editor edit bahasa Indonesia, Frans Dany, David Putra Jaya. – Jakarta : EGC, 2009.
2. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol.2 / editor, Richard E.B, Robert M.K, Ann M.A ; editor
bahasa Indonesia: A. Samik Wahab – Ed. 15- Jakarta : EGC , 1999.
3. Radiologi diagnostik edisi 2 / editor, Iwan E. – Jakarta : Divisi Radiologi, Departemen
Radiologi FKUI, 2005.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi
V jilid 2. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 2230-
39
5. Elizabeth J.C. Buku saku patofisiologi ed,3. Jakarta : EGC, 2009.