Post on 04-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit
hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.
Diambil dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan
dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati
yang tampak saat otopsi.1
Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks
ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respons
fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar
pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.1,2
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000
kematian per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian
utama yang kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh
kematian di AS. Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau
kelima. Setiap tahun ada tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal
hati fulminan (fulminant hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus
(virus hepatitis A dan B), obat (asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides
atau jamur yellow death-cap), hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai
macam penyebab lain yang jarang ditemukan.5
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun
dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan
diagnosis klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di
bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatra,
sedang di Sulawesi dan Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata
prevalensi sirosis adalah 3.5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit
dalam, atau rata-rata 47.4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.6
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan
penyakit kronik progressif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas jika tidak ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat
1
dilakukan jika para praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko,
etiologi, pathogenesis, serta tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena
itu, penulis mengangkat sirosis sebagai tema prensentasi kasus agar mampu
mengenal lebih dalam mengenai penyakit ini sehingga mampu menerapkan
penatalaksanaan dan terapi yang rasional terhadap pasien.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identifikasi
Nama : Ny. K
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tanjung Baru, Banyu Asin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
MRS : 12 Mei 2011
Keluhan Utama
Muntah dan BAB darah hitam sejak ± 1 minggu yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 5 tahun yang lalu, os mengeluh perutnya membesar, disertai mual, nyeri ada,
tidak menjalar, muntah ada, isi apa yang dimakan, muntah darah tidak ada,
demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri dada tidak ada, buang air kecil
seperti teh tua, buang air besar tidak ada keluhan, os kemudian berobat ke bidan
dan diberi obat sakit maag.
± 1 minggu yang lalu, os mengeluh perutnya semakin membesar, disertai nyeri di
ulu hati, rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, tidak menyebar, nyeri hilang timbul,
mual ada, muntah ada, frekuensi 5 kali sehari sebanyak 1 gelas belimbing tiap kali
muntah, muntah disertai gumpalan darah berwarna hitam, BAB darah ada, warna
hitam cair seperti aspal, frekuensi 5 kali sehari sebanyak setengah gelas belimbing
tiap kali BAB, nafsu makan berkurang, demam tidak ada, badan terasa lemah,
sesak nafas tidak ada, nyeri dada tidak ada, buang air kecil warna teh tua, perut os
mulai mengempis. Os kemudian berobat lagi ke bidan dan diberi obat sakit maag.
3
± 1 hari yang lalu, os pingsan selama ± setengah jam, saat bangun os tampak
linglung dan lemah. Os sempat tidak mengenali anaknya. Anak os membawa os
ke Bidan, os kemudian dirujuk ke RSMH dan dirawat di bangsal penyakit dalam.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit kuning disangkal
Riwayat sakit maag ada
Riwayat penyakit malaria disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal
Riwayat sakit jantung dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat minum-minuman beralkohol/jamu-jamuan/obat-obat penghilang
rasa sakit disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Os anak pertama, sudah menikah, mempunyai delapan anak. Os tinggal bersama
anaknya. Kondisi ekonomi keluarga pasien cukup
Pemeriksaan Fisik (12 Mei 2011)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu badan : 36,7 ºC
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 45 kg
Status gizi : IMT = 18,49 Kesan = cukup
4
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
sianosis (-), temperatur kulit panas, telapak tangan dan kaki pucat (+),
pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi tampak sakit, warna rambut hitam keputihan,
rambut mudah rontok (-), deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjunctiva palpebra
pucat (+), sklera ikterik (+), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik.
Hidung
Bagian luar hidung tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-)
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik
Mulut
Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor
(-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-)
5
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2)
cmH2O, hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-)
Dada
Bentuk dada normal, spider naevi (+), retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-),
krepitasi (-)
Paru-paru
Inspeksi : statis: dinamis; simetris kanan = kiri
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri:
línea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi : HR 88 kali/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-), caput medusae (-)
Palpasi : tegang, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar tak teraba, lien
tak teraba
Perkusi : shifting dullnes (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital : tidak ada kelainan
6
Ekstremitas :
Ekstremitas atas : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-),
turgor kembali lambat (-), eritema palmaris (+),
akrosianosis (-)
Ekstremitas bawah : nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-),
turgor kembali lambat (-), akrosianosis (-)
Pemeriksaan Penunjang (12 Mei 20011)
Hematologi (12 Mei 2011)
Hb : 5.7 g/dl (normal : 12 – 16 g/dl)
Leukosit : 9300 / mm3 (normal : 5000-10000/mm3)
Trombosit : 89.000/mm3 (normal : 200.000-500.000/mm3)
Hitung Jenis
Basofil : 0 (normal : 0-1 %)
Eosinofil : 2 (normal : 1-3%)
Batang : 0 (normal : 2-6%)
Segmen : 72 (normal : 50-70%)
Limfosit : 15 (normal : 20-40%)
Monosit : 11 (normal : 2-8%)
Kimia Klinik (12 Mei 2011)
Creatinin : 0,9 mg/dl (normal : 0.6-1.0 mg/dl)
Protein Total : 5,4 g/dl (normal : 6.0-7.8 g/dl)
Albumin : 2,2 g/dl (normal : 3.5-5.0 g/dl)
Globulin : 3,2 g/dl
Na+ : 143 mmol/l (normal : 135-155 mmol/l)
K+ : 5.0 mmol/l (normal : 3.5-5.5 mmol/l)
7
Resume
Dari anamnesis didapatkan bahwa, os mengeluh perutnya semakin membesar
sejak 5 tahun yang lalu, disertai mual, muntah ada, isi apa yang dimakan, muntah
darah tidak ada, demam tidak ada, sesak nafas tidak ada, nyeri dada tidak ada,
buang air kecil biasa, warna seperti teh tua, buang air besar tidak ada keluhan,
nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, os kemudian berobat ke Bidan dan diberi obat
sakit maag., ± 1 minggu yang lalu, os mengeluh perutnya semakin membesar,
disertai nyeri, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri di ulu hati, tidak menyebar, nyeri
hilang timbul, mual ada, muntah ada, frekuensi 5 kali sehari sebanyak 1 gelas
belimbing, muntah bercampur darah berwarna hitam, BAB darah ada, warna
hitam cair, frekuensi 5 kali sehari sebanyak setengah gelas belimbing, nafsu
makan berkurang, demam tidak ada, badan terasa lemah, sesak nafas tidak ada,
nyeri dada tidak ada, buang air kecil warna teh tua, perut os mulai mengempis. Os
kemudian berobat lagi ke Bidan dan diberi obat sakit maag. ± 1 hari yang lalu, os
pingsan selama ± setengah jam, saat bangun os tampak linglung dan lemah. Anak
os membawa os ke Bidan, os kemudian dirujuk ke RSMH dan dirawat di bangsal
penyakit dalam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88
kali/menit reguler, isi dan tegangan cukup, pernapasan 20 kali/menit, suhu badan
36,7 0C, status gizi cukup, kulit; spider nevi (+), kepala; konjungtiva palpebra
anemis (+), sklera ikterik (+), JVP (5-2) cmH2O, paru; vesikuler normal, ronki (-),
wheezing (-), jantung; HR: 75 kali/menit, reguler, murmur (-), gallop (-),
abdomen; datar, venektasi (+), lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar
tak teraba, lien tak teraba, shifting dullness (+), bising usus (+) normal,
ekstremitas: edema pretibial (-). Pemeriksaan penunjang: Hematologi: Hb 5.7
g/dl, Ht 16 vol %, leukosit 9300/mm3, DC 0/2/0/72/1511 Trombosit 89.000/mm3
Kimia klinik: HDL 356 mg/dl, Ureum 70 mg/dl, Creatinin 0,9 mg/dl, Natrium
132 meq, Albumin 2,2 g/dl, SGOT: 95; SGPT 57.
8
Diagnosis Sementara
Hematemesis melena et causa varises esofagus et causa sirosis hepatis
Diagnosis Banding
Hematemesis melena et causa gastritis erosif
Rencana Penatalaksanaan
Non farmakologis :
Istirahat Diet hati II dan diet rendah garam
Farmakologis :
IVFD NaCl gtt X/menit mikro Transfusi PRC Asam Tranexamat 3 x 500 mg injeksi IV Vit. K 3 x 1 amp Kanamisin 4 x 500 gr Propanolol 2 x 10 mg Lactulax 3x1
Rencana Pemeriksaan:
USG Abdomen
Endoskopi
Pemeriksaan HbsAg & anti HCV
Darah perifer lengkap, kadar Fe, TIBC
Benzidine Test
Prognosis:
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : malam
Perkembangan Selama Perawatan
9
Tanggal 13 Mei 2011
S Badan lemas, Sakit Perut (+)
O
Sense compos mentis N 80 kali/menit
TD 100/60 mmHg RR 20 kali/menitT 37 0C BB 45 kgMata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiriP: sonor di kedua lapangan paruA: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat, spider nevi (+)P: ictus cordis tidak terabaP: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC sinistraA: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, spider nevi (+)P: tegang, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-), P: shifting dullness (+)A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas & bawah -/-, , Eritema palmaris (+)
Pemeriksaan Penunjang
-
Assessment Hematemesis melena et causa varises esofagus et causa sirosis hepatis
Planning Diet hati IIIVFD D5% gtt X/menitAsam Tranexamat 3 x 500 mg injeksi IVKanamisin 4 x 500 grPropanolol 2 x 10 mgLactulax 3x1Transfusi PRC 150 cc
Rencana Pemeriksaan
USG Abdomen dan kontrol balance cairanHbsAg, Anti HCV
Tanggal 14 Mei 2011
10
S -
O
Sense compos mentis N 88 kali/menit
TD 110/70 mmHg RR 22 kali/menitT 36,8 0C BB 45 kgMata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik +/+
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiriP: sonor di kedua lapangan paruA: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat, spider nevi (+)P: ictus cordis tidak terabaP: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC sinistraA: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, spider nevi (+)P: tegang, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-), P: shifting dullness (+)A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas & bawah -/-, , Eritema palmaris (+)
Pemeriksaan Penunjang
-
Assessment Hematemesis melena et causa varises esofagus et causa sirosis hepatis
Planning Diet hati IIIVFD D5% gtt X/menitAsam Tranexamat 3 x 500 mg injeksi IVKanamisin 4 x 500 grPropanolol 2 x 10 mgLactulax 3x1Vit K 3x1 amp
Rencana Pemeriksaan
11
Tanggal 16 Mei 2011
S Badan lemas
O
Sense compos mentis N 86 kali/menit
TD 110/70 mmHg RR 24 kali/menitT 37,0 0C BB 45 kgMata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiriP: sonor di kedua lapangan paruA: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat, spider nevi (+)P: ictus cordis tidak terabaP: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC sinistraA: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, spider nevi (+)P: tegang, nyeri tekan epigastrium (-), hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-), P: shifting dullness (+)A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas & bawah -/-, , Eritema palmaris (+)
Pemeriksaan Penunjang
-
Assessment Hematemesis melena et causa varises esofagus et causa sirosis hepatis
Planning Diet hati IIIVFD D5% gtt X/menitAsam Tranexamat 3 x 500 mg injeksi IVKanamisin 4 x 500 grPropanolol 2 x 10 mgLactulax 3x1
Rencana Pemeriksaan
USG AbdomenEndoskopiHbsAg, Anti HCV
12
BAB III
ANALISA KASUS
Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami perubahan
menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar
parenkim hati yang mengalami regenerasi.
III.1 Insidens6
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 – 49 tahun. Pada pasien ini jenis kelaminnya wanita, dan usianya
adalah 43 tahun.
III.2 Klasifikasi
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :8
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :7,8
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada
Stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
13
2. Sirosis hati Dekompensata. Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan
stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites,
edema dan ikterus. Pasien ini memiliki gajala dan tanda klinis yang
jelas seperti eritem palmar, ascites, ikterus, dan edema, sehingga
diagnosis kerja lebih mengarah pada sirosis hati decompensata.
III.3 Etiologi3,4
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolik :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alphal-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestasis1
5. Sumbatan saluran vena hepatica
- Sindroma Budd-Chiari
- Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan
lain-lain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
14
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis
Pada pasien ini etiologi masih belum jelas. Namun, karena secara
epidemiologi Indonesia merupakan negara tropis, sehingga angka kejadian
infeksi virus hepatitis sangat tinggi dan menjadi faktor risiko utama
penyebab sirosis hepatis, maka perlu dilakukan analisis HbsAg penderita
untuk memastikan penyebab dari sirosis pada pasien ini.
III.4 Tanda dan Gejala Klinis
III.4.1 Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit
keluhan, dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan
penyakit lain. Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul
pada sirosis antara lain adalah1,4,5 : kulit bewarna kuning, rasa
mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat
badan, nyeri perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat
komplikasi dari sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi
ini dapat menjadi keluhan yang membawanya pergi ke dokter.
Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-
tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis
dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi
seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati. Ikterus
terjadi karena kegagalan fungsi hati, dan pengobatan terhadap
komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali pada pasien yang
mendapat transplantasi hati.5
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat
diklasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada
15
tidaknya varises, ascites, dan perdarahan varises5 : Stadium 1: tidak
ada varises, tidak ada asites, Stadium 2: varises, tanpa ascites,
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan Stadium 4:
perdarahan dengan atau tanpa ascites. Stadium 1 dan 2 dimasukkan
dalam kelompok sirosis kompensata, semetara stadium 3 dan 4
dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien
ini, didapatkan ascites dan pada anamnesis didapatkan adanya
riwayat perdarahan, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hati
dekompensata.
III.4.2 Pemeriksaan fisik
Hepatomegali dan atau splenomegali. Pada palpasi, hati terasa
lebih keras dan berbentuk lebih iregulerdaripada hati yang normal.
Spider nevi, terutama pada pasien dengan sirosis alkoholik. Tanda
ini biasanya ditemukan di kulit dinding dada. Ikterus. Asites dan
edema. Pasien dengan deposit tembaga yang abnormal di matanya
atau yang menunjukkan gejal-gejal neurologi tertentu, mungkin
mengidap penyakit Wilson, yang merupakan kelainan genetik
akibat akumulasi tembaga yang abnormal di seluruh tubuh,
termasuk dalam hati yang dapat menimbulkan sirosis.3,4,5 Pada
pasien ini dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda
klinis berupa sklera ikterik, spider nevi, eritem palmar dan asites.
III.5 Diagnosis
Diagnosis semetara dapat ditegakkan dari gejala klinis dan pemeriksaan
fisik yang telah diuraikan. Untuk memperkuat diagnosis sementara
menjadi diagnosis kerja, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
16
1. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan abnormal enzim transaminase (AST dan ALT), pada
pemeriksaan rutin dapat menjadi salah satu tanda adanya peradangan
atau kerusakan hati akibat berbagai penyebab, temasuk sirosis. Sirosis
yang lanjut dapat disertai penurunan kadar albumin dan faktor-faktor
pembekuan darah. Peningkatan jumlah zat besi dalam darah dijumpai
pada pasien hemokromatosis, suatu penyakit hati genetik, yang dapat
menjurus ke sirosis. Autoantibodi (antinuclear antibody=ANA, anti
smooth muscle antibody=ASMA dan anti mitochondrial
antibody=AMA) kadang-kadang dapat ditemukan pada darah pasien
hepatitis autoimun atau sirosis bilier primer.3,4 Hasil pemeriksaan
laboratorium pasien ini menunjukkan adanya perbandingan terbalik
antara albumin dengan globulin, secara teoritis perbandingan normal
albumin dan globulin adalah 2:1, hal ini menunjukkan adanya
gangguan sintesis albumin oleh hepatosit. Selain itu, sirosis hati juga
dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan leukopenia akibat
adanya hipersplenisme.10 Pada pasien ini, terdapat kesesuaian antara
teori dengan hasil laboratorium, dengan kadar Hb 5,7 g/dl (cut off
point woman Hb:12-16 g/dl), trombosit: 89.000/mm3.
2. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
endoskopi. Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada
pemeriksaan endoskopi pasien sirosis tidak ditemukan varises,
dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila
ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan
jika ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan
preventif untuk mencegah perdarahan pertama.3
3. Pemeriksaan CT Scan atau MRI dan USG
17
Dapat dipakai untuk evaluasi kemungkinan penyakit hati. Pada
pemeriksaan ini dapat ditemukan hepatomegali, nodul dalam hati,
splenomegali, dan cairan dalam abdomen, yang dapat menunjukkan
sirosis hati. Kanker hati dapat ditemukan dengan pemeriksaan CT
Scan, MRI maupun USG abdomen.3,4
III.6 Komplikasi7,8
1. Perdarahan gastrointestinal
Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat
akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masif. Dari anamnesis,
pada pasien ini didapatkan melena dan hematemesis dengan frekuensi
yang sering dan jumlah yang banyak.
2. Koma Hepatikum.
4. Ulkus Peptikum
5. Karsinoma hepatoseluler.
6. Infeksi
Misalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,
glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis,
endokarditis, erisipelas, septikemia.
III.7 Penatalaksanaan9
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
18
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup
kalori, protein 1 gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba
dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan
strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum
pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN
dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap
hari.9
a. Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit
3xseminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
b. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan
dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4
minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c. Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN
dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA
negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti
a. Asites2,9
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
19
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat
jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet
rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat
badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal
ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama
diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah,
serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila
dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah
parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 5
10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin
sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata
parasintesa dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini
tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin < 40%, serum
bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3
mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
b. Spontaneous bacterial peritonitis
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan
parasintese. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati
stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit
ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara
20
Blood Borne dan 90% Monomicroba. Adanya kecurigaan akan
SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut :3,4
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elektrolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa : ritriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
Asidosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil 21
jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang
akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi
hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungís ginjal.
c. Hepatorenal syndrome
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi
sering dinomorduakan, namun yang paling penting adalah
penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah
tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan
ini maka dilakukan :3,4,8,9
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfusi
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak
sekali kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-
obatan, evaluasi darah
- Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2,
Antifibrinolitik, Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan
Somatostatin
- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka
menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon
Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi atau
Oesophageal Transection.
d. Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma.Pada umumnya
22
enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor
pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-
obat yang Hepatotoxic.8,9
III.8 Kesimpulan
Pada pasien ini, didapatkan perut membesar sejak 5 tahun sebelum
ke RSMH. Secara medis, gejala ini dikenal dengan istilah asites. Asites
adalah komplikasi yang sering disebabkan oleh sirrosis hepatis. Selain
asites, pada perjalanan penyakit pasien ditemukan bahwa urine pasien
bewarna merah seperti teh, tidak nafsu makan dan edema peifer yang
kesemuanya merupakan gejala dari sirrosis hepatis. Pasien ini juga datang
dengan keluhan muntah dan BAB darah berwarna hitam sejak 1 minggu
sebelum ke RSMH. Gejala ini dikenal dengan istilah hematemesis dan
melena, yang dapat disebabkan oleh varises esofagus, yang berasal dari
hipertensi portal, yang merupakan komplikasi lanjut dari sirosis hepatis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera yang ikterik, eritema palmaris,
dan spider nevi, tanda-tanda tersebut semakin mendukung diagnosis
bahwa pasien ini menderita sirrosis hepatis. Dari pemeriksaan
laboratorium ditemukan anemia, peningkatan nilai SGOT dan SGPT,
perbandingan rasio albumin dan globulin yang terbalik. Hal ini semakin
menduduk untuk menegakkan diagnosis sirrosis hepatis.
Dari gejala, tanda dan hasil pemeriksaan penunjang yang penulis
temukan, penulis membuat diagnosis sementara bahwa pasien ini
menderita sirosis hepatis sedangkan diagnosis bandingnya adalah
hematemesis dan melena yang disebabkan oleh gastritis erosif. Untuk
memperkuat diagnosis sementara dan mengeliminasi diagnosis banding,
maka pada perencanaan pemeriksaan diperlukan pemeriksaan endoskopi
untuk mengeliminasi gastritis erosif,.
Terapi pada pasien ini terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis. Terapi non farmakologisnya adalah istirahat, diet hati III
dan diet rendah garam. Sementara terapi farmakologisnya IVFD NaCl gtt
23
X/menit, transfusi PRC, kemudian Asam Tranexamat 3 x 500 mg injeksi
IV, Vit. K 3 x 1 amp, Kanamisin 4 x 500 gr, Propanolol 2 x 10 mg,
Lactulax 3x1.
Prognosis pada pasien ini, quo ad vitam adalah dubia ad malam
dan quo ad functionam-nya adalah malam. Berdasarkan kriteria Child-
Pugh Classification pasien ini tergolong kategori B.
DAFTAR PUSTAKA24
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal
hypertension: an overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds.
Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone;
2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC,
eds. Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-
Raven; 2003:409-28
3. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center
Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension
Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version
1 (October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc
4. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available
from URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm
5. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 11 September 2009.
Available from URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada
sirosis hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.
7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis.
Edisi keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
8. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of
Gastroesophagal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American
Journal of Gastroenterology. United States of America. 2007.
9. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England
Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.
25