Post on 15-Jan-2016
description
6
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Kawasan Olahraga
II.1.1 Pengertian Kawasan Olahraga
Kawasan olahraga adalah sebuah tempat yang khusus untuk aktivitas yang terkait
dengan kegiatan berolahraga dan rekreasi yang terintegrasi pada satu kawasan.
Dengan demikian pengembangan kawasan olahraga adalah pembangunan
bangunan dan lapangan yang dimanfaatkan untuk olahraga sebagai wadah
kegiatan olahraga dan berekreasi beserta semua komponen pendukungnya.
Kawasan olahraga menjunjung nilai-nilai luhur dan mengayomi masyarakat
tercermin dalam tata letak atau konsep pemintakan kawasan yang berkonsep
’mass open space’ atau ruang terbuka berwawasan lingkungan yang dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Kriteria pengembangan kawasan olahraga sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Tabel II.1 berikut
Tabel II.1 Kriteria Pengembangan Kawasan Olahraga
Karakter Implikasi Kriteria Dasar
Publik Dapat dinikmati semua lapisan Aksesibilitas
Kapasitas besar Menampung pemain, penonton sesuai skala rencana Kenyamanan
Keamanan Massal Sifat kunjungan massal Keselamatan Keamanan Konstruksi berat Menggunakan konstruksi berat (bentang
lebar) Keselamatan
Sportif dan kokoh Bentuk arsitektural dapat memberikan sportifitas pada semua pengguna Keindahan
Keamanan Mudah rusuh Sering terjadi konflik antara penonton Keselamatan Keindahan Multiuse (olahraga,
hiburan, rekreasi, dll) Sebagai sarana olahraga rekreasi dan hiburan (show, kampanye, pertemuan massal, dll) Kenyamanan
7
II.1.2 Komponen Kawasan Olahraga
Komponen suatu kawasan olahraga adalah bangunan dan lapangan olahraga
sebagai wadah kegiatan berolahraga beserta semua sarana dan prasarana
pendukungnya. Komponen kawasan olahraga terdiri atas 3 tingkatan yaitu:
1. Komponen dengan fungsi/kegiatan utama, terdiri dari:
- Kegiatan olahrga atlit yang diwadahi dengan bangunan yang terdiri
dari tribune dan ruang-ruang lainnya dalam bangunan.
- Kegiatan penonton yang diwadahi dengan lapangan/tempat bermain
olahraga yang dijadikan wadah kegiatan olahraga.
2. Komponen dengan fungsi/kegiatan penunjang adalah fungsi yang
mendukung, menunjang, dan menyokong kegiatan olahraga, dimana tanpa
komponen-komponen kegiatan olahraga tidak dapat berjalan dengan baik,
antara lain jalan, pedestrian, penunjuk arah, mesjid, lahan parkir, gedung
konvensi, kantin, toko, toilet, perkampungan atlit, wisma atlit, hotel, dan
kantor pengelola, drainase, jaringan listrik, jaringan air kotor, dan lainnya.
3. Komponen dengan fungsi/kegiatan pelengkap adalah komponen yang tidak
harus ada namun keberadaannya memberikan nilai tambah bagi kawasan
tersebut, terdiri dari: rumah sakit/balai pengobatan, tempat rekreasi, ruang
terbuka hijau, kolam, tempat duduk, rumah makan, bank, jalur hijau,
reservoir, tempat sampah, pos keamanan dan taman.
II.1.3 Persyaratan Perencanaan Fasilitas Olahraga
Perencanaan fasilitas olahraga erat sekali kaitannya dengan perencanaan suatu
wilayah, karena terdapat perbedaan kemampuan suatu wilayah dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat sesuai dengan tingkat wilayahnya. Persyaratan fasilitas
olahraga di Indonesia menurut Musyawarah Olahraga Nasional (Musornas)
pertama tahun 1967 di Jakarta diputuskan bahwa di daerah-daerah harus dipenuhi
kebutuhan akan fasilitas olahraga minimal, ditinjau dari tingkat wilayahnya.
1. Untuk tingkat propinsi minimal 1 kompleks olahraga yang memenuhi
syarat, yang terdiri dari:
a. 1 lapangan terbuka/stadion
b. 1 gedung olahraga tertutup
8
c. 1 kolam renang
d. Tempat olahraga umum (untuk latihan)
2. Tingkat kabupaten/kota minimal mempunyai:
a. Gedung olahraga
b. Lapangan sepak bola/atletik
c. Lapangan bola basket
d. Lapangan bola volley
e. Lapangan bulutangkis
3. Tingkat kecamatan minimal mempunyai :
a. Lapangan sepak bola
b. Lapangan bulu tangkis
c. Lapangan terbuka
Selain itu perencanaan fasilitas olahraga dapat pula dikelompokkan menurut
prioritas kebutuhan yang dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari
wilayah yang hendak direncanakan, yang secara garis besar dapat digambarkan
melalui skema. (Gambar II.1)
Gambar II.1 Perencanaan wilayah dalam kaitannya dengan perencanaan olahraga
9
Dari Gambar II.1 dapat dijelaskan :
Prioritas I : Penyediaan suatu ruang terbuka bersifat aktif, yang dapat diperluas,
menampung kebutuhan ruang untuk berolahraga. Pada tahap ini prioritas
diutamakan kepada kebutuhan generasi muda akan berolahraga dan rekreasi.
Prioritas II : Jika prioritas I sudah dapat dipenuhi, maka barulah kita
merencanakan sarana dan fasilitas olahraga, pada tahapan ini ditujukan untuk
mereka yang ingin berolahraga. Persyaratan standard dan teknis pun lebih
diperhatikan, akan tetapi sehubungan dengan masalah tersebut diatas, maka
sebaiknya direncanakan fasilitas yang serbaguna, yang dapat menampung
bermacam-macam kegiatan olahraga.
Prioritas III : Penyediaan sarana dan fasilitas olahraga yang lengkap dan ideal,
jelas hanya diperlukan oleh wilayah-wilayah tertentu yang potensial atau
mempunyai kaitan tujuan kebijaksanaan dari Pemerintah.
II.2 Sistem Pembiayaan Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta
II.2.1 Bentuk-Bentuk Kerjasama Investasi
Kerjasama investasi antara pelaku pembangunan, baik antara Pemerintah daerah
dengan dunia usaha swasta maupun masyarakat perlu didasarkan pada asas-asas
dan prinsip-prinsip kerjasama investasi.
Asas Kerjasama Investasi
1. Didasarkan pada asas saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
2. Ditujukan bagi peningkatan ekonomi kawasan/wilayah sekitarnya
3. Dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan potensi sektor
unggulan atau kualitas pelayanan dalam mendukung pengembangan
ekonomi kawasan dan wilayah sekitarnya.
10
Prinsip Kerjasama Investasi
1. Mengikuti dan tunduk pada peraturan dan perundang-undangan serta
ketentuan yang berlaku.
2. Dalam pelaksanaan kerjasama, Pemerintah harus tetap memiliki
kewenangan dalam menjalankan fungsi pengaturan untuk melindungi
kepentingan masyarakat banyak.
3. Memiliki multiplier effect terhadap pengembangan ekonomi kawasan.
4. Diselenggarakan secara transparan, terbuka dan kompetitif.
5. Diharapkan tidak menimbulkan dampak sosial yang dapat menyebabkan
keresahan masyarakat.
6. Diarahkan untuk tidak merusak/menurunkan kualitas lingkungan.
7. Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di kawasan atau wilayah
sekitarnya.
Bentuk-bentuk Kerjasama Investasi
Bentuk-bentuk Kerjasama Investasi ditinjau dari 4 (empat) aspek, yaitu aspek
perhitungan biaya, aspek perhitungan jasa, aspek cara pembayaran, aspek
pembagian tugas. Pada penelitian ini lebih ditekankan pada aspek cara
pembayaran dan aspek pembagian tugas yang dijelaskan pada penjelasan berikut.
Aspek Cara Pembayaran (Nazarkhan., 2003)
1. Cara Pembayaran Bulanan
Dalam cara pembayaran ini, prestasi penyedia jasa dihitung setiap akhir bulan.
Setelah prestasi tersebut diakui Pengguna Jasa maka Penyedia Jasa dibayar
sesuai prestasi tersebut.
2. Cara Pembayaran atas Prestasi
Dalam bentuk kontrak dengan cara ini, pembayaran kepada Penyedia Jasa
dilakukan atas dasar prestasi/kemajuan pekerjaan yang telah dicapai sesuai
dengan ketentuan dalam kontrak. Jadi tidak atas dasar prestasi yang dicapai
dalam satuan waktu (bulanan).
11
3. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Pre-financed)
Dalam bentuk kontrak dengan cara pembayaran ini, Penyedia Jasa harus
mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai kontrak. Setelah pekerjaan selesai
100% dan diterima baik Pengguna Jasa barulah Penyedia Jasa mendapatkan
bayaran sekaligus. Dapat saja pada saat itu dibayar Pengguna Jasa adalah
sebesar 95% dari nilai kontrak karena yang 5% ditahan (retention money)
selama masa tanggung jawab atas cacat atau pembayaran penuh 100%, tapi
Penyedia Jasa harus memberikan jaminan untuk masa tanggung jawab atas
cacat, satu dan lain hal sesuai kontrak.
Sistem/cara pembayaran dalam bentuk Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa
Contractor’s Full Pre-financed) biasanya digunakan dalam pembangunan
pengembangan kawasan olahraga dikarenakan keterbatasan dana dari Pengguna
Jasa dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan dana yang
digunakan dalam investasi pengembangan kawasan olahraga sangat besar.
Aspek Pembagian Tugas (Direktorat Pengembangan Kawasan, Depkimpraswil)
1. Kerjasama Konsesi (Consession Contract)
Yaitu pemberian hak secara utuh yang dalam hal ini pemegang hak konsesi
diberi hak dalam mengembangkan investasinya, melakukan pembangunan,
pengelolaan dan pengoperasian, melakukan penjualan atas jasa/produk yang
dihasilkan, memperoleh keuntungan yang wajar serta menanggung segala
resiko atas kegiatan investasi dan produksi yang dilakukan.
Pada umumnya, Pemerintah/Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMP)
memberikan hak atas aset yang dimilikinya (berupa lahan, hak pengelolaan,
sarana dan prasarana) untuk dikembangkan oleh swasta sesuai dengan
kesepakatan dalam kontrak kerjasama. Berjangka waktu panjang dan setelah
masa kontrak berakhir maka semua aset yang dibangun dan dikelola swasta
akan dikembalikan kepada Pemerintah/BUMP kecuali ditentukan lain sesuai
kontrak kerjasama.
12
2. Kerjasama Kontrak Bangun (Build/Rehabilitation Contract)
a. Bangun, Kelola, Alih Milik (Build, Operate, Transfer)
Yaitu bentuk kerjasama dimana pihak swasta diberi tanggungjawab
dan hak untuk membangun proyek/kegiatan usaha, termasuk
membiayai, mengelola/memelihara untuk jangka waktu tertentu.
Dapat digunakan untuk kerjasama di bidang penyediaan prasarana
kawasan dengan investasi yang besar dan jangka waktu kerjasama
yang lama, misalnya penyediaan jalan/jembatan, pelabuhan, bandara,
air bersih, listrik, telepon, dll.
b. Bangun dan Alih Milik (Build and Transfer) atau Turn-Key Project
Yaitu bentuk kerjasama dimana pihak swasta bertanggungjawab
membangun suatu proyek/kegiatan usaha termasuk membiayai
pembangunannya kemudian menyerahkan kepemilikannya kepada
Pemerintah/BUMP yang bersangkutan.
Dikenal pula sebagai Turn-Key Project yang memiliki kesamaan
umum dengan kegiatan pemborongan biasa namun pembayarannya
dilakukan dalam jangka waktu yang lebih panjang dari pemborongan
biasa.
Umumnya digunakan untuk proyek dengan nilai investasi yang besar
dan teknologi tertentu untuk meningkatkan efisiensi kegiatan jasa
pelayanan atau produk yang dihasilkan.
c. Bangun, Milik dan Kelola (Build, Own, Operate)
Yaitu bentuk kerjasama dimana pihak swasta diberi tanggungjawab
dan hak untuk membangun, membiayai dan selanjutnya
mengoperasikan dan memelihara, memperoleh keuntungan serta
menanggung resiko proyek/kegiatan usaha yang dilakukan.
Banyak dilakukan di sektor privat seperti industri, pertanian,
perikanan, perkebunan, perdagangan dan jasa lainnya sehingga
keterlibatan Pemerintah kurang terlihat kecuali dalam hal perijinan dan
pemberian kemudahan.
13
Setelah kerjasama dan pengoprasian berakhir, seluruh aset yang
dimiliki oleh pihak swasta tetap menjadi milik yang bersangkutan dan
apabila diperlukan pengoperasiannya dapat diperpanjang sesuai
kesepakatan kontrak.
d. Bangun, Alih Milik dan Kelola (Build, Transfer and Operate)
Yaitu bentuk kerjasama dimana pihak swasta bertanggungjawab
membangun, termasuk membiayai proyek kemudian menyerahkan
kepemilikannya kepada Pemerintah/BUMP. Selanjutnya, pihak swasta
diberi hak untuk mengoperasikan dan memelihara proyek dalam
jangka waktu tertentu untuk pengembalian modal investasinya serta
memperoleh keuntungan yang wajar.
Umumnya digunakan untuk proyek yang membutuhkan biaya yang
besar dan pengembalian investasi yang panjang, seperti jalan tol,
pembangkit tenaga listrik skala besar, dan prasarana lainnya, dll.
Karena kepemilikan telah diserahkan kepada Pemerintah/BUMP,
risiko pengembalian investasi/ proyek akan menjadi tanggungjawab
Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah berkewajiban untuk
membeli/membayar idle capacity yang tidak terjual kepada pihak
pengelola swasta, yang dikenal dengan sistem pembayaran Take or
Pay Contract.
e. Bangun, Sewa, Alih Milik (Build, Lease, Transfer)
Merupakan bentuk lain dari BTO, namun dalam hal ini pihak swasta
bertanggungjawab untuk membangun proyek termasuk
pembiayaannya dan setelah selesai pembangunannya disewakan untuk
dikelola dan dioperasikan Pemerintah dengan jangka waktu tertentu.
Setelah perjanjian kontrak berakhir, aset proyek yang bersangkutan
menjadi milik Pemerintah.
14
f. Tambahan, Kelola dan Alih Milik (Add, Operate Transfer)
Yaitu bentuk kerjasama dimana pihak swasta memperoleh hak untuk
melakukan perluasan/ penambahan suatu fasilitas prasarana atau
sarana yang sudah ada yang dimliki oleh Pemerintah, termasuk
melakukan rehabilitasi yang dilakukan.
Pemberian hak pengelolaan kepada swasta dapat dilakukan sebatas
prasarana dan sarana yang diperluas/ditambah atau keselutuhan sistem
prasarana dan sarana, baik yang sudah ada maupun yang belum.
3. Kerjasama Operasi (Operating Contract)
Yaitu kerjasama dimana Pemerintah memberikan hak pengelolaan atas aset
yang dimilikinya untuk dikelola dan dioperasikan dalam jangka waktu tertentu
kepada swasta.
Perbedaannya Konsesi dengan KSO terletak pada lingkup proyek dan sistem
pembagian hasil keuntungan untuk kegiatan yang dikerjasamakan. KSO
dilakukan untuk kerjasama pengoperasian/pengelolaan kegiatan yang
memerlukan teknologi dan keahlian tertentu dan banyak dijumpai dalam
kegiatan pertambangan, kehutanan, pengelolaan sarana dan prasarana lainnya.
Pihak swasta bertanggungjawab menyediakan modal kerja, keahlian dan
teknologi tertentu, melakukan pengoperasian dan pemeliharaan, menjual
produk atau jasa pelayanan serta memenuhi kewajiban memberi kompensasi
kepada Pemerintah dalam bentuk imbal jasa yang diperoleh dari kegiatan yang
dikerjasamakan.
Variasi lainnya adalah Product Sharing Contract (PSC) yang biasa digunakan
pada sektor pertambangan namun tidak populer lagi karena sulit
mengendalikan pengoperasian proyeknya.
4. Kerjasama Pengelolaan (Management Contract)
Yaitu bentuk kerjasama dimana pihak swasta diberi tanggungjawab atas
pengelolaan suatu proyek atau aset yang dimiliki oleh Pemerintah yang
berkaitan dengan penyediaan jasa untuk mengelola baik sebagian atau seluruh
15
aset tersebut, termasuk penyediaan modal kerja, pengoperasian, pemeliharaan
serta pemberian layanan kepada masyarakat pengguna jasa layanan tersebut.
Umumnya digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan
suatu instalasi prasarana dan sarana kepada masyarakat pengguna.
5. Kerjasama Patungan (Joint Venture Contract)
Yaitu kerjasama dimana Pemerintah bersama-sama pihak swasta membentuk
suatu badan usaha patungan dalam bentuk perseroan.
Perusahaan patungan ini diberi tanggungjawab atas pembangunan/pengelolaan
suatu aset yang dimiliki oleh perusahaan patungan tersebut, termasuk segala
kegiatan yang menjadi lingkup usaha perusahaan patungan.
Pembagian risiko dan keuntungan sebagai hasil dari usaha patungan
diperhitungkan berdasarkan proporsi besarnya nilai penyertaan aset dan modal
dari masing-masing pihak, setelah dikurangi dengan penyusutan, biaya modal
kerja, biaya operasi dan pemeliharaan, pembayaran hutang, dll.
Setelah masa berakhirnya kontrak, aset atau modal yang dikuasakan kepada
perusahaan patungan akan dikembalikan kepada masing-masing pihak sesuai
kondisi sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.
Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Keppres 7/1998, kerjasama antara Pemerintah
dan swasta dalam pembangunan dan atau pengelolaan infrastruktur, secara umum
dapat meliputi bentuk-bentuk sebagai berikut :
1. Build, Operate, Transfer, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama dalam
jangka waktu yang disepakati, dimana pihak Badan Usaha Swasta
bertanggung jawab atas kegiatan konstruksi, termasuk pembiayaannya,
dilanjutkan pengoperasian dan pemeliharaan asset infrastruktur. Untuk
pengembalian modal investasi, biaya pengoperasian dan pemeliharaan serta
keuntungan yang wajar bagi Badan Usaha Swasta, pengguna dikenakan
biaya pemakaian layanan selama jangka waktu yang telah disepakati. Pada
Akhir Perjanjian Kerjasama seluruh asset proyek diserahkan kepada
Pemerintah, tanpa penggantian biaya apapun.
16
2. Build and Transfer, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama dimana pihak
Badan Usaha Swasta bertanggung jawab atas kegiatan konstruksi, termasuk
pembiayaannya, dan setelah selesai pembangunannya menyerahkan fasilitas
tersebut kepada Pemerintah. Pembayaran dari Pemerintah kepada Badan
Usaha Swasta dilakukan sesuai dengan kesepakatan dalam Perjanjian.
3. Build Transfer and Operate, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama
dimana Badan Usaha Swasta membangun proyek infrastruktur termasuk
menanggung pembiayaannya. Proyek diserahkan kepada Pemerintah setelah
selesai dibangun, sedangkan pengoperasian dan pemeliharaan proyek
tersebut dilaksanakan oleh Badan Usaha Swasta tersebut. Pengembalian
biaya pembangunan, operasi dan pemeliharaan proyek infrastruktur serta
keuntungan yang wajar diperoleh dari biaya pemakaian oleh pengguna
layanan dan fasilitas infrastruktur tersebut.
4. Build Lease and Transfer, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama dimana
Badan Usaha Swasta membangun proyek infrastruktur termasuk
menanggung pembiayaannya. Setelah pembangunan proyek selesai, fasilitas
tersebut disewakan kepada Pemerintah dalam bentuk sewa beli sesuai jangka
waktu yang disepakati. Pada akhir Perjanjian Kerjasama, fasilitas
infrastruktur tersebut diserahkan kepada Pemerintah.
5. Build Own and Operate, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama dimana
Badan Usaha Swasta membangun proyek infrastruktur termasuk
pembiayaannya, mengoperasikan, dan memelihara fasilitas infrastruktur serta
mendapat pengembalian investasi, operasi dan pemeliharaan termasuk
keuntungan yang wajar dengan cara menarik biaya dari pengguna fasilitas
dan layanan infrastruktur. Pada akhir Perjanjian Kerjasama, fasilitas tersebut
tetap menjadi milik Badan Usaha Swasta.
6. Rehabilitate Own and Operate, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama
dimana fasilitas infrastruktur milik Pemerintah diserahkan kepada Badan
17
Usaha Swasta untuk direhabilitasi dan dioperasikan. Biaya untuk rehabilitasi,
operasi, pemeliharaan, dan keuntungan yang wajar diperoleh dengan cara
menarik biaya dari pengguna fasilitas dan layanan infrastruktur. Jangka
waktu Perjanjian Kerjasama dapat dihentikan bila Badan Usaha Swasta tidak
dapat memenuhi standar pelayanan yang disepakati.
7. Rehabilitate Operate and Transfer, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama
dimana fasilitas infrastruktur diserahkan kepada Badan Usaha Swasta untuk
direhabilitasi, dioperasikan dan dipelihara dalam jangka waktu tertentu, dan
pada akhir Perjanjian Kerjasama fasilitas tersebut diserahkan kembali kepada
Pemerintah.
8. Develop Operate and Transfer, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama
dimana terdapat kondisi yang menguntungkan disekitar proyek infrastruktur
tersebut, yaitu terdapat kegiatan lain yang dapat dikembangkan oleh Badan
Usaha Swasta dan diintegrasikan ke dalam proyek kerjasama untuk
dioperasikan dalam jangka waktu tertentu. Pada akhir Perjanjian Kerjasama,
fasilitas tersebut diserahkan kepada Pemerintah.
9. Contract Add Operate, merupakan bentuk Perjanjian Kerjasama dimana
Badan Usaha Swasta melakukan penambahan fasilitas infrastruktur yang
telah ada, kemudian mengoperasikan iambahan atau keseluruhan fasilitas
tersebut dalam jangka waktu tertentu. Jangka waktu Perjanjian Kerjasama
dapat dihentikan bila Badan Usaha Swasta tersebut tidak dapat memenuhi
standar pelayanan yang disepakati.
II.2.2 Dasar Pemikiran Pemilihan Alternatif Sistem Kerjasama
Pada penelitian ini diambil bentuk kerjasama berdasarkan aspek pembagian tugas
yaitu kerjasama bangun dan alih milik ( Build and Transfer), kerjasama kontrak
bangun, operasi, alih milik (Build, Operate, Transfer), kerjasama kontrak bangun,
sewa, alih milik ( Build, Lease, Transfer), dan kerjasama kontrak bangun, alih
18
milik dan operasi (Build, Transfer, Operate) . Dasar pemikiran dalam pemilihan
alternatif bentuk kerjasama yaitu adalah antara lain karena kawasan olahraga ini
merupakan kawasan baru dengan bangunan baru, kerjasama ini umumnya
digunakan untuk proyek dengan nilai investasi yang besar, lebih memperhatikan
pertimbangan anggaran keuangan dan kemampuan anggaran Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung.
Build and Transfer
Dengan pendekatan sistem kerjasama BT, pengguna jasa dimana disini adalah
Pemerintah Kabupaten Bandung memilih sebuah perusahaan untuk merencanakan
dan sekaligus membangun fasilitas. Dengan memilih satu perusahaan untuk
merencanakan dan membangun fasilitas, keberhasilan proyek langsung
bergantung pada stabilitas keuangan, pengawasan pengelolaan dan efektifitas
operasional perusahaan tersebut. Begitu sesuatu terbukti tidak memuaskan, sulit
untuk mencabut kontrak proyek, tanpa biaya besar, jadwal dan dampak teknis.
Sistem kerjasama ini melimpahkan tanggungjawab penyelesaian proyek secara
dominan, bahkan mungkin keseluruhan. Sistem ini Pemerintah akan sangat berat
pada proses pembayaran dikarenakan apabila pekerjaan telah selesai, Pemerintah
harus membayar sekaligus atau per termin sesuai kemajuan pekerjaan. Bangunan
yang sudah siap pakai dapat dioperasikan oleh Pemerintah sehingga pendapatan
dari bangunan dapat digunakan untuk membayar investor.
Pembayaran kepada investor membutuhkan dana yang sangat besar dan waktu
pembayaran yang telah ditentukan, oleh karena itu perlu adanya tambahan dana
dari anggaran Pemerintah apabila pendapatan yang diperoleh dari penyewaan
bangunan sangat kecil. Hal ini akan membutuhkan dana yang sangat besar yang
harus disediakan Pemerintah dalam waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi
sistem ini akan menguntungkan bagi pihak investor karena masa investasi yang
singkat, sehingga pengembalian investasi yang cepat.
19
Build, Operate, Transfer
Sistem kerjasama ini merupakan pola kerjasama antara pemilik lahan yaitu
Pemerintah Kabupaten Bandung dan investor yang akan menjadikan lahan
tersebut menjadi satu fasilitas kawasan olahraga. Pada sistem ini investor diberi
hak untuk membangun, mengelola, dan memungut hasil dari fasilitas tersebut
selama kurun waktu tertentu. Setelah masa pengoperasian/ konsesi selesai,
fasilitas tadi dikembalikan kepada Pemerintah.
Sistem ini akan menguntungkan pihak Pemerintah karena tidak harus
mengeluarkan dana yang besar, hanya biaya pembebasan lahan. Akan tetapi
risiko yang besar akan ditanggung oleh pihak investor yang membangun dan
mengelola fasilitas dikarenakan pengembalian investasi yang lama sesuai dengan
kesepakatan masa pengelolaan (concession period). Biasanya investor akan lebih
menyukai yaitu masa membangun disatukan dengan masa pengelolaan supaya ada
rangsangan bagi investor untuk mempercepat konstruksi agar masa pengelolaan
menjadi lebih panjang sehingga pengembalian investasinya dapat lebih cepat.
Build, Lease, Transfer
Bentuk kerjasama ini sedikit berbeda dengan bentuk kerjasama BOT. Disini
setelah fasilitas selesai dibangun oleh investor, Pemerintah sebagai pemilik seolah
menyewa fasilitas untuk suatu kurun waktu kepada investor untuk dipakai sebagai
angsuran dari investasi yang sudah ditanam. Besarnya pembayaran sewa
tergantung dari perjanjian sewa. Keuntungan dan kerugian yang dialami pihak
Pemerintah dan investor sama dengan sistem kerjasama BOT. Disini Pemerintah
yang harus menyediakan dana lebih, apabila tidak mencukupi untuk membayar
sewa maka harus menyediakan dana dari anggaran keuangan Pemerintah.
Build, Transfer, Operate
Sistem kerjasama ini sebenarnya merupakan variant dari sistem kerjasama BOT.
Dalam sistem BTO, begitu selesai pembangunan proyek, langsung saja proyek
yang bersangkutan diserahterimakan kepada pihak Pemerintah. Dengan demikian
segala risiko yang timbul setelah penyerahan tersebut menjadsi tanggungjawab
20
dari pihak Pemerintah. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya operasi dan
pemeliharaan karena pihak Pemerintah mempersilakan investor untuk
mengoperasikan proyek tersebut termasuk memungut hasil/revenue dari proyek
tersebut untuk jangka waktu tertentu, yang merupakan imbalan dari pelaksanaan
pembangunan proyek tersebut. Risiko pihak investor yaitu pengembalian
investasi yang lama.
Build, Own, Operate
Dalam sistem kerjasama ini, setelah selesai pembangunan proyek, maka
kepemilikan proyek yang bersangkutan justru beralih kepada pihak investor.
Sementara dalam masa operasi, pihak investor wajib membayar sewa lahan
kepada Pemerintah. Sistem kerjasama ini tidak mungkin dilakukan karena proyek
pembangunan Kawasan Olahraga Soreang merupakan fasilitas milik Pemerintah.
Kerjasama Operasi dan Kerjasama Pengelolaan
Dalam penelitian ini telah diungkapkan dalam lingkup bahasan yaitu sistem
kerjasama yang dilakukan mulai dari membangun fasilitas. Sistem kerjasama
operasi dan kerjasama pengelolaan merupakan sistem kerjasama pada masa
operasi dan masa pengelolaan dari fasilitas tersebut. Sedangkan masa
membangun tidak dilakukan pada perjanjian kerjasama ini. Oleh karena itu pada
penelitian ini sistem kerjasama ini tidak diperhitungkan.
Add, Operate, Transfer
Sistem kerjasama ini merupakan kerjasama perluasan/ penambahan suatu fasilitas
yang sudah ada yang dimliki oleh Pemerintah, termasuk melakukan rehabilitasi
yang dilakukan. Pada penelitian ini pembangunan kawasan olahraga dibangun
mulai dari awal, jadi belum adanya penambahan fasilitas ataupun perluasan
fasilitas. Oleh karena itu pada penelitian ini sistem kerjasama ini tidak
diperhitungkan.
21
II.3 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial merupakan analisis yang dilakukan bila manfaat dan
biaya investasi berkaitan dengan kepentingan pihak individu/pengusaha untuk
mendapat manfaat langsung. Mengukur kelayakan suatu proyek secara finansial
dimulai dari estimasi biaya dan pendapatan yang dihasilkan dari proyek tersebut.
• Estimasi biaya investasi awal
Estimasi segala biaya yang merupakan pengeluaran yang dipergunakan untuk
memperoleh aset fisik yang diharapkan memiliki umur pemakaian lama, meliputi
biaya memperoleh ijin usaha, biaya peralatan, biaya instalansi, biaya engineering,
biaya pelatihan, biaya pembelian tanah, dan lain-lain.
• Estimasi biaya operasi
Biaya operasi umumnya diklasifikasikan atas biaya langsung (segala biaya yang
terkait langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan langsung dan
biaya tenaga kerja langsung), biaya tidak langsung (segala biaya yang tidak terkait
langsung dengan proses produksi mencakup biaya bahan tak langsung, biaya
tenaga kerja tak langsung) dan biaya komersial (mencakup biaya pemasaran,
biaya administrasi).
• Estimasi pendapatan
Proyeksi pendapatan dapat dilakukan dengan melakukan estimasi jumlah
konsumen yang mampu diraih, serta pendapatan yang diperoleh per konsumen
yang terkait dengan komponen harga produk per unit. Pada akhirnya dapat
dilakukan evaluasi atas kelayakan suatu proyek secara finansial berdasarkan cash
flow yaitu aliran kas yang akan dihasilkan oleh suatu proyek. Perlu dicatat bahwa
dasar evaluasi adalah menggunakan cash flow dan bukan menggunakan
pendapatan, karena hanya kas-lah yang dapat dipergunakan oleh perusahaan kelak
untuk membayar dividen atau dipergunakan untuk investasi kembali.
22
Terdapat beberapa indikator finansial yang lazim digunakan oleh analis dalam
menilai layak atau tidaknya suatu proyek secara finansial, yaitu :
1. Internal Rate of Return (IRR)
IRR didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi yang dihasilkan suatu
proyek, diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan proyek
terhadap investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Pada umumnya
investor akan membandingkan IRR ini dengan apa yang dinamakan Minimal
Attractive Rate of Return (MARR).
MARR merupakan suatu tingkat pengembalian minimum yang diterima investor
sebelum berinvestasi dimana termasuk risiko investasi didalamnya atau
berinvestasi pada tempat lain yang memiliki tingkat pengembalian yang lebih
besar. Risiko investasi yang diperhitungkan dalam penentuan MARR, antara lain
risiko sosial-ekonomi, risiko pemerintahan (politik, hukum dan peraturan), risiko
konstruksi (kinerja proyek).
Investor yang menginginkan profit yang tinggi akan memberikan nilai MARR
yang tinggi. Apabila tingkat pengembalian yang didapat investor rendah, maka
investor akan menerima keuntungan yang lama, dan begitu pula sebaliknya.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan membutuhkan estimasi MARR 10% (rendah)
untuk investasi sebuah bangunan baru di kota besar, hal lain apabila investasi di
sebuah kota dengan kondisi politik yang tidak stabil yang dapat mempengaruhi
nilai estimasi MARR yang dapat mencapai 20% (tinggi).
Faktor-faktor yang biasanya dipertimbangkan dalam penetuan MARR untuk
digunakan selama periode waktu tertentu (Eugene, 1996), antara lain:
1. Tersedianya dana untuk investasi dan sumber-sumbernya, modal sendiri
atau pinjaman.
2. Kesempatan-kesempatan investasi bersaing.
3. Perbedaan-perbedaan dalam risiko yang terlibat dalam kesempatan
investasi yang bersaing dan berlainan.
23
4. Perbedaan-perbedaan dalam waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian
investasi dengan rate of return yang diinginkan, investasi berumur pendek
lawan berumur panjang.
5. Harga uang yang berlaku yang dinyatakan oleh tingkat suku bunga yang
dibayarkan atau dibebankan pada investasi tersebut, tingkat utama yang
digunakan oleh bank-bank besar dan surat-surat berharga Pemerintah
jangka panjang atau pendek dan obligasi-obligasi.
2. Net Present Value (NPV)
NPV didefinisikan sebagai nilai dari proyek yang bersangkutan yang diperoleh
berdasarkan selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang
dikeluarkan. NPV yang positif, ditinjau dari segi profitibilitas, proyek yang
direncanakan akan dibangun cukup layak, dimana ini berarti cash flow yang
dihasilkan melebihi jumlah yang diinvestasikan. Sebaliknya apabila NPV
negative, rncana investasi proyek yang bersangkutan tidak layak.
3. Benefit Cost Ratio Method (BCR)
Metoda ini dipakai untuk mengevaluasi kelayakan proyek dengan
membandingkan total keuntungan terhadap total biaya yang telah diekivalenkan
ke tahun dasar dengan memakai nilai discount rate yang berlaku. Metoda ini
dilakukan berdasarkan nilai sekarang, yaitu dengan membandingkan selisih
manfaat dengan biaya yang lebih besar dari nol dan selisih manfaat dan biaya
yang lebih kecil dari nol.
Dalam melakukan analisis dengan menggunakan ketiga indikator di atas, perlu
diperhatikan dua faktor yaitu :
• Periode evaluasi
Periode yang dipergunakan untuk melakukan evaluasi secara finansial
diestimasikan berdasarkan faktor tertentu misalnya usia kepemilikan (ownership
life) usaha apakah terhingga atau abadi.
24
• Konsep nilai uang terhadap waktu (time value of money)
Uang mempunyai nilai terhadap waktu dan besar nilai itu sangat tergantung pada
saat kapan uang itu diterima. Konsep ini mengandung implikasi bahwa sejumlah
uang tertentu saat ini tidak sama nilainya dengan sejumlah uang yang sama di saat
yang lalu atau yang akan datang. Baik metode analisis IRR maupun NPV di atas
dihitung setelah sebelumnya menyesuaikan nilai cash flow di masa yang akan
datang (future value) ke nilai saat ini (present value). Hal ini dilakukan dengan
menggunakan Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang merupakan
kombinasi antara cost of debt (suku bunga pinjaman apabila sebagian proyek akan
dibiayai oleh hutang) dan cost of equity (tingkat pengembalian yang diinginkan
oleh investor).
II.3.1 Inflasi Dan Eskalasi
Seperti diketahui tugas estimator adalah memperkirakan keadaan masa depan
yang ditunjukkan dengan angka biaya. Dalam hubungan ini, salah satu yang
paling sulit adalah yang berkaitan dengan memperkirakan pergerakan atau
perubahan harga barang, upah tenaga kerja, dan lain-lain terhadap waktu, yang
dikenal sebagai inflasi dan eskalasi. Padahal masalah tersebut besar dampaknya
terhadap total biaya proyek, lebih-lebih untuk proyek yang berlangsung dengan
jangka waktu relatif lama.
Inflasi sering diartikan sebagai kenaikan harga barang. Sedangkan eskalasi
mempunyai makna yang lebih penting, karena mencerminkan perubahan harga
akibat inflasi ditambah faktor-faktor lain, seperti upah tenaga kerja, subkontrak,
dan lain-lain. Atau dengan kata lain, dalam menganalisis eskalasi perkiraan biaya
proyek, estimator menghadapi kenyataan bahwa harga penjualan barang dan jasa
yang sesungguhnya, sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan usaha atau situasi
ekonomi pada saat itu, tidak hanya oleh biaya sesungguhnya yang dikeluarkan
untuk memproduksinya. Jadi, ini mengandung arti bahwa laju eskalasi dapat
berbeda dengan laju inflasi. Dengan kata lain, eskalasi dapat diartikan sebagai
provisi atau cadangan pada perkiraan biaya yang dimaksudkan untuk menutup
25
kenaikan tingkat harga karena waktu. Cara yang lazim dipakai menghitung
eskalasi ialah menggunakan angka indeks harga atau faktor indeks yang
diterbitkan oleh kalangan dagang dan industri atau oleh Pemerintah.
II.3.2 Deflasi
Dalam keadaan inflasi harga barang-barang dan jasa terus meningkat tajam.
Sedang dalam keadaan deflasi, harga barang-barang dan jasa terus menurun
dengan tajam. Keduanya dapat mengancam dan merusak stabilitas perekonomian
suatu negara.
Berdasarkan kondisi dan indikasi-indikasi tersebut dapatlah didefinisikan bahwa
yang dimaksud dengan deflasi (deflation) adalah suatu keadaan ekonomi dimana
harga barang-barang dan jasa mengalami penurunan dengan tujuan untuk
menggairahkan produksi, industri, kesempatan kerja, dan meningkatkan nilai
uang.
II.4 Risiko dan Ketidakpastian
II.4.1 Pengertian Risiko dan Ketidakpastian
Risiko merupakan kemungkinan terjadinya kerugian atau kehilangan yang
merupakan hasil dari tidak dapat diperkirakannya dampak suatu ketidakpastian
dalam situasi pengambilan keputusan (Hertz, 1983). Sedangkan menurut Porfirio
(2003), risiko berkaitan dengan semua situasi yang mempengaruhi nilai
perusahaan sehingga menyimpang dari tujuan bisnis. Risiko tidak hanya
memungkinkan terjadinya risiko negatif seperti terjadinya kerugian, tetapi juga
dapat mengakibatkan terjadinya risiko positif. Jadi dapat dikatakan bahwa risiko
terjadi karena adanya ketidakpastian pada saat pengambilan keputusan yang dapat
berdampak pada terjadinya kejadian positif maupun kejadian negatif.
Risiko dan ketidakpastian dapat dinilai menggunakan berbagai metode,
diantaranya adalah metode probabilitas, metode utility, serta metode simulasi dan
analisis sensitivitas.
26
II.4.2 Manajemen Risiko
Untuk menangani risiko, diperlukan proses manajemen risiko. Manajemen risiko
adalah sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi semua
risiko sehingga dapat ditetapkan metoda penanganan risiko yang tepat.
Manajemen risiko terdiri dari kegiatan yang bertujuan untuk memaksimalkan
kejadian positif dan meminimalisir konsekuensi dari kejadian negatif. Kerangka
kerja manajemen risiko dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar II.2 Kerangka Kerja Manajemen Risiko
(Sumber: Flanagan & Norman, 1993).
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa proses identifikasi merupakan
langkah awal dalam kerangka kerja manajemen risiko. Identifikasi risiko
dilakukan untuk menentukan sumber kejadian dan dampak dari risiko. Identifikasi
risiko pada proyek konstruksi berkaitan dengan risiko finansial, risiko waktu, dan
risiko teknik, dimana masing-masing risiko tersebut saling terkait satu sama lain.
Penjelasan dari gambar diatas di atas dapat dijelaskan sebagai berikut (Flanagan
dan Norman, 1993) :
a. Risk Identification, adalah mengidentifikasi sumber dan jenis dari risiko.
b. Risk Classification, adalah mempertimbangkan jenis risiko dan
pengaruhnya terhadap manusia dan organisasi.
c. Risk Analysis, adalah mengevaluasi konsekuensi yang berhubungan
dengan jenis risiko, dengan menggunakan teknik analitis. Nilai dampak
risiko dengan menggunakan teknik pengukuran risiko yang bervariasi.
27
d. Risk Attitude, adalah setiap keputusan mengenai risiko akan dipengaruhi
oleh sikap dari manusia atau organisasi dalam membuat keputusan.
e. Risk Response, adalah mempertimbangkan bagaimana resiko harus
dikendalikan dengan memindahkannya ke pihak lain atau menahannya
II.4.3 Risiko-Risiko dalam Investasi
Risiko-risiko yang dapat terjadi dalam investasi, The Chase Manhattan Bank
(1996) mengelompokkan risiko menjadi:
1) Risiko kinerja proyek (project performance risk), meliputi risiko
perencanaan konstruksi, risiko penyelesaian konstruksi, risiko
pengoperasian.
2) Risiko kredit proyek (project credit risk), meliputi risiko pasar, risiko
counterpart default, risiko nilai tukar mata uang, risiko tingkat suku bunga,
risiko pembiayaan kembali.
3) Risiko Pemerintahan (termasuk hukum dan peraturan), meliputi risiko
politik, risiko hukum dan peraturan, risiko kemampuan tukar mata uang.
4) Risiko force majeure, meliputi risiko bencana alam, risiko akibat
pemberontakan politik.
World Bank (1997) menyebutkan setidaknya terdapat 17 faktor risiko, yang dapat
dikategorikan ke dalam risiko desain dan pengembangan, risiko konstruksi, risiko
operasional, risiko pendapatan, risiko finansial, risiko keadaan kahar (force
majeure), risiko asuransi, dan risiko lingkungan. Sedangkan Asian Development
Bank (2000) menyebutkan, setidaknya terdapat 21 faktor risiko, yang dapat
dikategorikan ke dalam risiko desain dan pengembangan, risiko konstruksi, risiko
operasional, risiko pendapatan, risiko keadaan kahar (force majeure), risiko
politik, risiko institusional atau legal, dan risiko lingkungan.
Risiko-risiko yang dapat terjadi serta alokasi risiko dalam investasi
pengembangan kawasan olahraga ini dapat diuraikan sebagai berikut.
28
Tabel II.2 Alokasi Risiko Dalam Pengembangan Kawasan Olahraga Alokasi Risiko
Jenis Risiko Shared Pemerintah Swasta
1-Pembebasan Lahan α 2-Penyesuaian Lahan α 3-Lingkungan α 4-Kesehatan, Keselamatan & Perizinan α 5-Availability & Transferability α 6-Biaya Operasional α 7-Interest Rate α
8-Exchange Rate α (power sector) α
9-Pasar α 10-Tanggungjawab Desain α 11 Detail Desain, Spesifikasi & Standar α 12-Data Desain α 13-Pengadaan & Konstruksi α 14 Biaya Konstruksi α 15-Rencana Kerja α 16-Operasional α 17-Pemeliharaan α 18-Fasilitas Tambahan α 19-Transfer α 20-Risiko Peraturan α 21-Politik α 22-Force Majeure α (Sumber:Pemkab Bandung,2006 )
Alokasi risiko pada Tabel II.2 diatas merupakan contoh risiko-risiko yang akan
diterima oleh pihak Pemerintah dan swasta atau keduanya pada pengembangan
kawasan, dimulai dari kegiatan pembebasan lahan sampai dengan pengoperasian
dan pemeliharaan serta peraturan dan keadaan politik yang sedang berlangsung.
II.4.4 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk menghitung kepekaan investasi terhadap
perubahan-perubahan faktor harga, biaya investasi kapital, biaya investasi non
kapital, biaya produksi, dan perubahan nilai tukar. Evaluasi kebijaksanaan
29
dilakukan untuk mengevaluasi kebijaksanaan Pemerintah yang dapat
mempengaruhi nilai investasi, yaitu pajak, dan tingkat suku bunga.
Analisis sensitivitas berhubungan dengan besar relatif dari perubahan di satu atau
lebih faktor dari persoalan ekonomi yang akan mengubah sebuah keputusan di
antara alternatif. Jadi, jika sebuah faktor tertentu dapat dibuat berbeda di suatu
rentang nilai tanpa mempengaruhi keputusan, keputusan di bawah pertimbangan
itu disebut tidak sensitif terhadap ketidakpastian yang berhubungan dengan suatu
faktor tertentu. Di pihak lain, jika suatu perubahan kecil pada perkiraan satu
faktor akan mengubah keputusan, keputusan itu disebut sebagai sangat sensitif
terhadap perubahan di dalam perkiraan faktor itu.
Karena semua perkiraan merupakan sasaran bagi sejumlah ketidakpastian,
pendekatan sensitivitas bisa sangat membantu di dalam menganalisa sebuah
usulan atau sekumpulan usulan. Pemakaian konsep sensitivitas menjadi sebuah
langkah perantara di antara analisa numeric yang berdasarkan pada perkiraan-
perkiraan terbaik untuk berbagai faktor dan keputusan akhir. Masing-masing
faktor dapat diperiksa untuk melihat sampai di mana sensitifnya keputusan itu
terhadap variasi dari perkiraan terbaik, dan hasil-hasil yang digunakan di dalam
proses pengambilan keputusan akhir.