Post on 04-Apr-2019
�
���
�
BAB V
HASIL ANALISIS FRAMING FILM 7 HATI 7 CINTA 7 WANITA
5.1. Elemen Inti (Idea Element)
Dalam pandangan sutradara yaitu Robby Ertanto, permasalahan perempuan
masih banyak sekali yang belum diselesaikan seperti PSK, ditindas, dihianati, juga
disakiti sampai kepada penelantaran oleh laki-laki pada saat perempuan tersebut
hamil. Lewat Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, sutradara mencoba membuka hal-hal
yang dianggap tabu oleh adat, budaya dan atauran-aturan (konsensus) di masyarakat.
Masih banyak perempuan yang menjadi korban akibat budaya patriarki, sehingga jelas
kaitan judul film dengan permasalahan para perempuan sekarang ini.
Robby memberi judul film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita, mempunyai frame tentang
makna dari judul tersebut. Digunakan kata wanita bukan perempuan, karena wanita
itu lemah lembut, pengertian, dan belum terlalu berani mengakui kodratnya. Kalimat
belum terlalu berani tersebut mengkonstruksi, bahwa ada wanita yang sudah berani
tetapi kebanyakkan wanita belum berani mengakui dirinya sebagai mahluk yang
sama kodratnya dengan laki-laki, dan hal itu tergambar dalam film ini. Sementara
kata perempuan berasal dari kata empu, yang artinya tuan, orang yang berkuasa,
pandai, tegas, ahli serta mahir dalam segala sesuatu.
Sumber: http://eprints.upnjatim.ac.id
�
���
�
Dalam pemilihan judul, dengan menggunakan kata wanita, sutradara mau
menggambarkan masih banyak permasalahan yang dihadapi kaum wanita yang
sampai saat ini belum terselesaikan, karena kelemah lembutan wanita tersebut,
sehingga banyak juga permasalahan yang ditutupi oleh wanita. Sutradara dalam film
ini mau menjembatani antara posisi perempuan dengan laki-laki dengan mengangkat
7 karakter perempuan yang sangat berbeda lewat Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita,
sebab selama ini posisi perempuan selalu dinomorduakan. Lewat film ini sutradara
mau menunjukan kepada masyarakat supaya masyarakat dapat menilai secara
langsung betapa pentingnya peran perempuan dalam kehidupan laki-laki, sehingga
permasalahan perempuan saat ini menjadi tanggung jawab dan perhatian semua
pihak. Pada dasarnya perempuan dan laki-laki itu sama, dan saling melingkapi, tidak
bisa menyalahkan laki-laki saja ataupun menyalahkan perempuan saja. Lihat dialog
dan gambar berikut ini:
��������������������������� Menit : 01 : 11 : 42
�
�
��
�
Narasi : Saat pulang karja, dokter Rohana mencoba menemui dokter Kartini di ruang
kerjanya, dengan tujuan meminta maaf, karena dokter Rohana merasa sebagai dokter
baru sudah banyak melampai atau mengambil alih pekerjaan dokter Kartini seniornya,
karena peristiwa tersebut terjadilah percakapan diantara mereka. Dokter Rohana
mencoba menjelaskan kepada dokter Kartini tentang peran laki-laki yang selama ini
dia pelajari dari ayahnya. Dalam keluarganya, dokter Rohana selalu melihat peran
ayahnya sebagai kepala keluarga, juga sebagai orang yang bertanggung jawab
terhadap dirinya dan ibunya. Ayah dokter Rohana selalu memberikan ruang kepada
dokter Rohana supaya bisa mengembangkan diri layaknya seorang laki-laki. Hal ini
menjadi modal dokter Rohana, bahwa tidak semua laki-laki menjadi pelaku kekerasan
dan penindasan terhadap perempuan. Lihat kutipan dialog berikut:
“ Mungkin dokter Kartini perlu tahu, bahwa ibu saya meninggal lima tahun yang lalu
dan sampai detik ini, ayah saya tidak pernah berhenti meratapi foto ibu saya. Dari situ
saya belajar banyak sekali soal laki-laki. Kalau begitu, apa iya laki-laki mau
dipersalahkan? Tidak semua perempuan korban dok, saya sama seperti dokter, tapi
saya selalu menjaga jarak untuk bisa menilai tanpa langsung menghakimi satu gender”.
�
��
�
Dengan kutipan teks dialog di atas secara tidak langsung kutipan tersebut
mengkonstruksi suatu makna bahwa kejadian yang terjadi terhadap perempuan selama
ini karena perempuan memberikan kesempatan serta ruang kepada laki-laki.
Sutradara mencoba memberikan suatu argumen atau pandangan kepada masyarakat,
bahwa setiap permasalahan yang muncul karena ada ketidaktegasan dari seorang
perempuan. Artinya, perempuan dituntut untuk menutup ruang, dan cara berpikir yang
lama terhadap laki-laki. Sebab seperti dialog di atas bahwa ada kecenderungan
perempuan menyalahkan laki-laki, padahal tidak semua perempuan korban dari
budaya patriarki tersebut.
5.2. Perangkat Framing atau pembingkai (Framing devices)
Pemikiran yang dituangkan dalam dialog Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini
juga didukung dengan penggunaan simbol-simbol tertentu yang memberikan
penekanan berupa peristiwa atau isu gender yang ingin ditonjolkan oleh sutradara.
Simbol-simbol tersebut berfungsi untuk menekankan arti tentang suatu ikon supaya
memberikan penekanan dan khalayak bisa menafsirkan, kemudian bisa memberi
pemaknaan terhadap isu gender tersebut.
Perangkat pembingkai ini biasanya digunakan untuk memberi label atau citra
tertentu tentang isu gender dalam film tersebut. Dalam pencitraan mengenai isu
gender ini, perangkat bingkai digunakan atau dipakai dalam beberapa tujuan oleh
sutradara.
�
���
�
5.2.1. Penggunaan metafora (methapors)
untuk menekankan arti yang penting terhadap kedudukan perempuan sebagai
seorang istri. Hal ini bisa dilihat dalam kutipan dialog dan gambar di bawah ini:
Menit: 01 : 07 : 41
Narasi : Terjadi pertengkaran hebat antara Marwan dan Ratna. Berawal ketika istri
simpanan Marwan datang ke rumah mereka, karena anak Marwan dengan
selingkuhannya tersebut sedang sakit. Ratna yang saat itu baru pulang kerja, langsung
tercengang, ketika melihat seorang perempuan dengan anak laki-laki, berada dalam
rumahnya, sementara pintu dalam keadaan tertutup. Ratna yang sudah mulai curiga
dengan suaminya Marwan sejak beberapa waktu, ketika mencium baju Marwan
dengan aroma yang lain dari biasanya, mencoba untuk bersabar dengan alasan
Marwan yang selalu pulang kantor telat karena ada lembur. Melihat semua kejadian
itu, Ratna mengajak Marwan becara di kamar untuk membahas masalah tersebut,
dengan dialog seperti berikut ini:
�
���
�
“Aku bersedia menerima posisi yang sudah ditakdirkan untuk aku, tapi aku bukan
barang tak bernyawa, aku hidup. Aku manusia, manusia. Bukan anjing yang bisa
ditendang begitu saja waktu majikannya sibuk dengan lonteh-lonteh diluar sana”.
Metafora (methapors) dalam dialog ini memberikan pemahaman saat seorang
istri (Ratna) mengetahui bahwa suaminya (Marwan) selingkuh dan sudah menikah
secara diam-diam dengan perempuan lain, sehingga terjadilah dialog seprti di atas. Hal
yang mau ditekankan oleh sutradara dalam dialog ini adalah, perampuan itu juga
sama perasaannya dengan laki-laki mereka butuh perhatian, kasih sayang, kejujuran,
kesetiaan dari seorang laki-laki sebagai kepala kelurga. Kata posisi dalam dialog di
atas mau menjelaskan bahwa keadaan perempuan yang sampai saat ini masih
dinomorduakan karena masih kentalnya budaya patriarki di masyarakat.
Kemudian penggunaan kata anjing juga dipakai sebagai pembanding, karena
anjing hanyalah sebagai hewan peliharaan yang tidak punya perasaan dan cinta, dan
hanya bisa diatur dan pasrah dalam mengikuti kemuaan majikannya, karena anjing
adalah makhluk yang tidak bisa berpikir seperti layaknya manusia. Jika anjing saja
bisa dipelihara, dan dirawat, apalagi seorang perempuan, sebagai makhluk sosial yang
butuh perhatian, kasih sayang, motivasi, perlu dihormati oleh seorang laki-laki atau
suami, karena sosok perempuan adalah makhluk yang bernyawa, mereka bisa marah,
emosi, tersinggung, sakit hati, kecewa jika mereka diperlakukan tidak adil dan
sewenang-wenang oleh laki-laki.
�
� �
�
Selain hal tersebut, sutaradara juga lewat methapors (metafora) ini
memberikan sebuah pemikiran tentang penderitaan perempuan yang tiada habisnya,
karena perlakuan budaya patriarki yang tidak berpihak pada perempuan dan terus
menindas perempuan. Hal ini menjadi keprihatinan semua pihak termasuk sutradara
sendiri. Hal itu bisa dilihat dalam gambar dan kutipan dialog di bawah ini:
Menit : 00 : 32 : 48
Narasi: Dokter Kartini merasa prihatin terhadap nasib yang diderita para pasiennya,
bukan hanya perempuan yang sudah dewasa, termasuk perempuan yang belum
berumur (belum dewasa) seperti Rara anak SMP, yang hamil akibat perbuatan
pacarnya Acin juga sudah menjadi korban dari budaya patriarki. Dalam permasalahan
seperti ini, dokter Kartini mencoba memahami dan merasakan penderitaan para
pasien-pasiennya tersebut. Sikap dokter Kartini yang selalu memperhatikan nasib dan
penderitaan kaumnya, membuat dokter Kartini sendiri ikut larut kedalam penderitaan
tersebut. Walaupun sebenarnya dia belum pernah mengalami secara langsung berbagai
penderitaan dan peristiwa tersebut. Lihat kutipan dialog dan gambar berikut ini:
�
��
�
“Memang aku belum pernah merasakan apa yang mereka alami, tapi baru mendengar
saja hatiku sudah menjerit, tanpa kutahu waktu tidak bisa mengalah”.
Dalam kutipan dialog ini, sutradara mau memperjelas bahwa betapa sakit
sekali penderitaan yang dialami para perempuan, karena mereka selalu dihadapkan
dengan budaya dominan di masyarakat, seperti budaya patriarki. Penggunaan kalimat
hati yang menjerit dalam dialog ini mencerminkan, bahwa seorang perempuan yang
belum pernah mengalami perlakuan tidak adil saja sudah merasakan tersakiti, apalagi
yang selalu disakiti. Itu Artinya sutradara mau memberikan gambaran betapa
memilukan nasib kaum perempuan di negeri ini, karena ketidakadilan yang terus
mereka terima dari waktu kewaktu. Kaum perempuan selalu diperlakukan sebagai
objek, sehingga kesamaan dan kesetaraan hak dengan kaum laki-laki semakin jauh.
Pandangan sutradara tersebut semakin kuat, dengan penyajian gambar dan kutipan
dialog berikut ini:
�
��
�
Menit: 00 : 27: 50
Narasi : Dokter Kartini mengeluhkan berbagai kasus yang sedang dihadapinya
kepada dokter Anton, tentang keputusasaannya kerena harus menangani berbagai
kasus mengenai pasien-pasiennya tersebut. Dokter Anton mencoba memberikan
motivasi dan semangat kepada dokter Kartini, dengan tujuan dokter Kartini tetap
teguh dan kuat dalam menghadapi permasalahan pasien-pasien perempuannya
tersebut. Kutipan percakapan antara dokter Anton dan dokter Kartini bisa dilihat
dibawah ini:
Dokter Anton : Kamu terlampau hanyut dengan pekerjaan kamu, ayo urus diri
kamu dulu, hidup kamu, cinta.
Dokter Kartini : Cinta? Cinta sudah mati Anton. Lagipula buat apa cinta kalau
perempuan selalu jadi korban.
�
��
�
Disini sutradara mencoba memberikan pandangan, bahwa cinta menjadi kunci
penting yang diyakini banyak pihak terutama perempuan, sebagai penyebab semua
ketidakadilan terhadap kaumnya. Perempuan mulai mempertanyakan cinta yang
dianggap banyak orang sebagai penghapusan budaya yang menomorduakan
perempuan. Sebab dengan cinta laki-laki dan perempuan akan hidup sejalan dan sama
karena mempunyai pandangan dan tekat yang sama terutama satu sama lain akan
saling menjaga menghormati hak dan perasaan masing-masing sebagai wujud cinta
tersebut.
Disini sutradara, justru melihat bahwa pengertian cinta semacam itu sudah
berubah makna. Cinta justru menjadi biang keladi dan jurang pemisah antara laki-laki
dengan perempuan, karena cinta hanya digunakan kaum laki-laki sebagai alat untuk
menyakiti perempuan dan sebagai alat untuk memperkuat budaya patriarki di
masyarakat. Akhirnya dengan cinta perempuan selamanya akan bertindak sebagai
objek semata dan akan terus terpojok dalam posisi kelas dua, sementara laki-laki akan
semakin diuntungkan dengan hal tersebut. Intinya yang mau digambarkan oleh
sutradara adalah perempuan mulai terauma dengan pengertian cinta sekarang. Cinta
selalu dipakai oleh laki-laki sebagai senjata menindas perempuan, walaupun tidak
semua perempuan korban dari cinta.
�
��
�
5.2.2. Perangakat pembingkai digunakan sebagai exemplaar
Berupa penekanan perbandingan untuk kemampuan yang dimiliki oleh laki-laki dan
perempuan dalam mengatasi atau menyelesaikan berbagai permasalahan, dalam hidup
sehari-hari. Lihat kutipan dialog dan gambar di bawah ini:
Menit: 00 : 27: 21
Narasi : Dokter Kartini duduk di ruang kerjanya membolak balik jam tangan yang
saat itu dipakainya, sambil memikirkan berbagai kasus yang dialami pasien-
pasiennya. Dokter Kartini sangat terkejut saat dokter Anton menyapanya, ternyata
dokter Anton sudah lama berada di ruangan kerja dokter Kartini, karena dokter Karitni
sedang malamun sehingga tidak terlalu memperhatikan dokter Anton yang sudah
berada di ruangan kerjanya. Dokter Anton terlihat tenang, dan mereka berdua saling
bercakap-cakap seputar permasalahan pasien-pasien mereka masing-masing.
Kemudian dokter Kartini memulai percakapan dengan dokter Anton, seperti kutipan di
bawah ini:
�
��
�
Dokter Kartini : Bagaimana pasien kamu yang tadi siang?
Dokter Anton : Oh, itu kamu masih pikirin? Masalah ayahnya aja.
Dokter Kartini : Terus bisa kamu atasi? Kamu selalu berhasil ya mengurusi
pasien-pasien kamu daripada aku.
Dalam kutipan dialog di atas, sutradara mau menggambarkan betapa besarnya
konstruksi gender terhadap laki-laki dan perempuan yang telah dibentuk oleh budaya
patriarki di masyarakat, sehingga secara tidak sadar seorang perempuan langsung
menempatkan atau memposisikan dirinya sebagai orang yang tidak mampu
menyelesaikan setiap permasalahan atau kasus yang dia alami dalam kehidupannya.
Secara tidak langsung dialog ini mau menggambarkan bahwa sosok perempuan itu
selalu gagal, dan tidak bisa seperti seorang laki-laki yang selalu mampu dan bisa
menyelesaikan setiap masalah dalam hidupnya.
Arti penting yang mau ditekankan adalah, ideologi hasil konstruksi
masyarakat yang dituangkan dalam budaya patriarki susah sekali untuk diubah, karena
ideologi tersebut sudah tertanam sejak manusia itu lahir. Hal ini sudah menjadi bagian
budaya di masyarakat, dan budaya tersebut sudah diakui dan diterima secara
universal. Walaupun tidak ada aturan tertulis tentang hal tersebut, namun dalam
pergaulan di masyarakat, budaya patriarki sudah sangat dominan. Untuk mengubah
pandangan dan budaya patriarki tersebut, membutuhkan perjuangan dan kerja keras
bagi semua pihak, supaya kedudukan perempuan setara dengan laki-laki pada
umumnya.
�
�
�
5.2.3. Perangkat pembingkai juga digunakan sebagai depictions
Penggunaan depictions yaitu sebagai penguat bingkai dengan menggunakan
label atau kalimat tertentu dalam dialog yang dipertentangkan, dengan tujuan
menonjolkan dan menguatkan citra atau pandangan terhadap kaum laki-laki. Label
tersebut seperti kalimat: enggak berkarakter, tidak punya ambisi, culun, dan pemalu.
Penggunaan label semacam ini sutradara mau menunjukan atau menekankan
bahwa ada ideologi yang sudah tertanam dalam pikiran masyarakat terutama kaum
perempuan, susah untuk dirubah. Bahwa sosok laki-laki itu dipandang selalu kuat,
punya ambisi yang tinggi, dan mempunyai karakter yang jelas sebagai kepala kelurga,
serta yang terpenting bisa mengambil keputusan. Dalam perangkat pembingkai,
depictions yang dipertentangkan adalah mengenai bayi perempuan dan bayi laki-laki
dalam kandungan Ningsih. Berikut ini potongan dialog Ningsih dengan dokter Kartini.
Menit : 00 : 35 : 11
�
�
�
Narasi : Ningsih dengan karakternya yang terlihat tegar memeriksakan kandunganya
kepada dokter Kartini, karena Ningsih merasa sosok laki-laki adalah yang paling
penting dalam kehidupannya, dia mau mengetahui dengan cepat jenis kelamin bayi
yang ada dalam kandunganya. Hal itu dikarenakan Ningsih merasa suaminya adalah
tipe laki-laki yang sangat lemah, dan tidak punya ambisi, karena semua kehidupan
rumah tangga mereka Ningsih yang mengatur padahal dia berharap suaminya yang
menjalankan tugas tersebut.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka Ningsih memutuskan harus
mempunyai anak laki-laki sebagai pengganti karakter suaminya yang dia anggap
lemah. Dokter Kartini merasa heran ketika mendengar perkataan Ningsih mau
menggugurkan bayi dalam kandunganya, jika bayi tersebut bukan berjenis kelamin
laki-laki. Terjadi dialog antara dokter Kartini dengan Ningsih berikut ini :
Ningsih : Kapan saya bisa tahu kalau anak saya laki-laki dok?
Dokter Kartini : Sekitar 6 bulan.
Ningsih : Apa saya bisa gugurin di bulan itu?
Dokter Kartini : Kenapa?
Ningsih : Kalau bukan laki-laki saya tidak mau,saya mau ada pengganti
suami saya.
Dokter Kartini : Memang suami ibu ada dimana?
Ningsih : Ada tapi suami saya itu enggak berkarakter dok, gak jelas sama
sekali, tidak punya ambisi, culun, pemalu.Saya mau didik anak
saya ini tidak seperti dia.
Dokter Kartini : Tapi itu bukan alasan untuk menggugurkan kandungan ibu, bagi
ibu juga bisa berbahaya.
Ningsih : Saya tidak perduli yang penting laki-laki.
�
��
�
Dalam kutipan dialog tersebut, yang dipertentangkan adalah anak laki-laki dan
anak perempuan yang sedang dikandung oleh Ningsih. Hal yang mau ditonjolkan oleh
sutradara dalam dialog di atas adalah pentingnya sosok laki-laki karena perempuan
butuh pelindung untuk menjaga mereka. Label ini juga digunakan sebagai frame
untuk menekankan betapa pentinganya seorang laki-laki dalam budaya yang sudah
dikonstruksi oleh ideologi di masyarakat.
Penilaian ini bukan hanya datang dari laki-laki semata, tetapi juga lewat para
perempuan, karena budaya patriarki yang mengkonstruksi mereka untuk berpikir
demikian. Sosok laki-laki dianggap sangat dominan peranannya dalam kehidupan
terutama dalam kehidupan rumah tangga karena laki-laki adalah sosok seorang
pemimpin, sementara perempuan adalah objek dari pemimpin tersebut. Pandangan
semacam ini bisa terus berlajut dan terus dipertahankan dari generasi kegenerasi
berikutnya, karena budaya di masyarakat mengkonstruksi laki-laki sedemikian tinggi
dan berkuasa terhadap apa saja. Maka disini sutradara menyajikan sebuah pandangan
atau argumen terkait dengan peranan budaya di masyarakat tersebut, dengan
menampilkan sebuah dialog sebagai sebuah gambaran dan keritik terhadap budaya
patriarki tersebut. Lihat gambara dan kutipan dialog berikut ini:
�
��
�
Menit : 01 : 15 : 22
Narasi : Setelah pertengkaran hebat antara Ratna dan suaminya Marwan, karena
Marwan ketahuan secara diam-diam sudah menikah dengan perempuan lain dan sudah
mempunyai satu orang anak laki-laki berusia tiga tahun. Ratna kemudian
memutuskan untuk pergi dari rumah karena Ratna tidak mau dimadu. Melihat kejadian
tersebut, Rara sebagai adik dari Ratna juga berusaha mengikuti Ratna. Karena masih
merasa sangat kecewa Ratna mencoba mencurahkan kekecewaanya tersebut, kepada
Rara. Dalam sebuah angkotan umum, Ratna terlihat sangat sedih walaupun Ratna
adalah seorang perempuan yang sangat tegar. Namun dia merasa kesetiaan dan
cintanya sudah dipermaikan dan dihianati oleh suaminya, yang selama ini dia anggap
sebagai kepala kelurga dan laki-laki yang baik. Ratna selalu menyempatkan diri untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri, walaupun dia juga
sibuk sebagai tukang jahit. Lihat gambar dan diolog di bawah ini :
“Kamu lihat mbak, sekarang udah hamil segede gini tapi malah mau dimadu. Laki-laki
memang bangsat. Kamu memang keterlaluan Marwan, kamu memang gak tahu diri,
kamu kurang ajar”.
�
�
�
Dalam kutipan dialog atau percakapan Ratna dan Rara di atas yang mau
ditekankan oleh sutradara adalah ketimpangan nasib yang dialami oleh kaum
perempuan, karena perlakukan laki-laki yang sewenang-wenang. Disini yang
ditonjolkan adalah dampak dari budaya patriarki sendiri, artinya budaya patriarki
tersebut jelas sangat merugikan kaum perempuan. Dengan budaya patriarki tersebut,
laki-laki menjadi lupa terhadap tangggung jawabnya sebagai seorang suami.
Hal ini terjadi karena masyarakat mendukung budaya tersebut, sehingga
perlakuan laki-laki menikah secara diam-diam dengan perempuan lain, dan
membohongi istri seperti kutipan di atas terhadap perempuan atau terhadap istrinya
dianggap wajar. Asalkan laki-laki tersebut mampu membagi kasih sayangnya secara
rata. Padahal ideologi semacam ini sangat tidak mungkin terjadi, karena secara nalar
kasih sayang tidak akan terbagi dengan rata, antara satu suami dengan dua atau tiga
istri sekaligus. Sebab setiap orang mempunyai karakter yang berbeda.
Budaya atau kesepakatan masyarakat semacam ini akan sangat merugikan
kaum perempuan dalam perkawinan dan rumah tangga mereka, karena peran
perempuan akan tetap sebagai objek laki-laki. Dalam dialog di atas, sutaradara
menekankan dan memberikan pelabelan kepada laki-laki semacam itu melalui dialog
Rara dengan Ratna dengan sebutan bangsat, gak tahu diri, kurang ajar.
5.2.4. Perangkat pembingkai juga dipakai sebagai visual image
Tujuan dari visual image memperkuat citra dan untuk menonjolkan posisi
perempuan. Posisi perempuan dalam tahap ini diungkapkan oleh sutradara melalui
�
��
�
kalimat yang dielustrasikan dengan menggunakan puisi, supaya lebih mudah dipahami
oleh khalayak, dan bisa diterima secara umum. Hal ini bisa dilihat dalam gambar dan
kutipan dialog berikut ini :
Menit: 01 : 32 : 05
Narasi: Dokter Kartini termenung di ruang kerjanya, setelah melihat berbagai
peristiwa dan berbagai permasalahan yang dialami oleh pasien-pasienya. Dia mulai
menyadari, bahwa menjadi seorang perempuan adalah sesuatu hal yang sangat
penting, walaupun sekarang berhadapan dengan budaya patriarki perempuan harus
tetap berjuang demi mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki.
Perjuangan tersebut akan memberikan suatu kebanggaan tersendiri. Namun sebelum
memperjuangkan nasib mereka, yang terpenting dari perempuan adalah keberanianya
untuk mengakui dirinya sebagai seorang perempuan yang selalu menentang
ketidakadilan. Dalam kesadarannya sebagai seorang perempuan, dokter Kartini
menguraikan puisi seperti berikut:
�
��
�
“Ketika waktu kembali berputar, tanpa berbalik tidak ada rute yang harus aku lalui, ini
hidupku dengan semua warna yang kumiliki. Hal pertama yang harus aku katakan
adalah aku seorang perempuan”.
Dalam gambar dan kutipan dialog di atas diselipkan puisi yang intinya,
seorang perempuan harus berani menerima kodrat dirinya sebagai seorang perempuan.
Hidup sebagai seorang perempuan akan tetap berjalan dan perempuan dituntut untuk
selalu kuat walaupun hidup dalam lingkungan dan kekangan budaya patriarki.
Robby Ertanto selaku sutradara menggunakan nama dokter Kartini, yang
artinya mau menekankan tentang ilustrasi pahlawan perempuan yaitu Ibu Kartini,
yang selalu memperjuangkan nasib kaum perempuan, sekaligus sebagai orang pertama
yang merintis dan bangga menerima kodratnya sebagai seorang perempuan. Nama
ibu Kartini diilustrasikan dengan dokter Kartini dalam film ini, dengan menggunakan
nama Kartini khalayak akan lebih mudah mengingatnya karena langsung berkaitan
dengan sejarah perjuangan perempuan Indonesia.
Dalam hal ini sosok perempuan, ditekankan atau ditonjolkan sosok yang harus
berani, dan bangga sebagai perempuan seperti yang sudah dirintis oleh pendahulu para
perempuan yaitu ibu Kartini. Selain itu, untuk meningkatkan pencitraan dan kekuatan
perempuan dalam menghadapi berbagai permasalahan, sutradara mencoba
membingkai citra perempuan tersebut lewat gambar dan dialog berikut ini:
�
��
�
Menit: 00 : 11 : 50
Narasi : Dokter Kartini tersenyum ketika Yanti dan Bambang memasuki ruang
kantornya, sebab kedua orang tersebut terlihat sangat gembira. Yanti menceritakan
tentang pekerjaannya sebagai PSK secara terang-terangan kepada dokter Kartini.
Menurut keterangan dari Yanti, dalam semalam dia bisa melayani dua laki-laki dan
juga melayani perempuan. Dokter Kartini kembali tercengang mendengar cerita dari
Yanti tersebut. Walaupun Yanti seorang penjaja seks, namun Yanti adalah tipe orang
yang ceria dan lucu. Sehingga dokter Kartini menganggap Yanti sebagai seorang
perempuan yang unik. Lihat kalimat di bawa ini:
“Aku sering bertemu berbagai macam kasus yang diderita kaumku karena perlakuan
para laki-laki, tapi tidak untuk perempuan unik dihadapanku”.
Kutipan dialog ini mau menggambarkan tentang sebuah realitas mengenai
perempuan, yang selalu kuat dalam menempuh berbagai penderitaan yang disebabkan
�
��
�
oleh perlakuan tidak adil dari laki-laki. Kebanyakkan dari perempuan akan tertekan
bila mengahadapi berbagai masalah, karena perempuan selalu dianggap sebagai
makhluk yang lemah. Namun dalam dialog ini, sutradara mau menekankan kepada
khalayak bahwa, sebenarnya perempuan itu kuat, perempuan itu unik, perempuan itu
mempunyai kemampuan yang sama dengan laki-laki.
Perempuan dianggap lemah karena ideologi dan cara pandang masyarakat
yang selalu memojokkan posisi perempuan, sehingga lama kelamaan anggapan
tersebut mulai menjadi sebuah budaya yang diakui dan dianut oleh masyarakat secara
umum. Melalui visual image ini, sutradara mencoba menunjukkan bahwa perempuan
itu pada dasarnya sama dengan laki-laki walaupun berbeda fisik.
5.2.5. Perangkat pembingkai juga digunakan sebagai catchphrases
Menggambarkan penonjolan mengenai perjuangan perempuan, maka Robby
Ertanto selaku sutradara menggunakan catchphrases, yaitu penggunaan slogan atau
jargon tertentu untuk memperkuat pandangannya tentang citra seorang perempuan.
Hal itu bisa dilihat dalam gambar dan dialog berikut ini:
�
��
�
Menit: 00 : 18 : 32
Narasi: Dokter Kartini saat terkejut, ketika melihat seorang perempuan muda, yang
masih duduk di kelas dua SMP memasuki ruang kerjanya. Perempuan (Rara) ini
dengan lugu menceritakan kepada dokter Kartini tentang hubungan suami istri yang
dilakukan dengan pacaranya bernama Acin yang masih duduk di bangku SMA.
Karena telat dua minggu Rara berusaha mengetahui penyebabnya, atau mungkin
karena hubungan suami istri yang mereka lakukan tersebut yang menyebabkan dia
hamil. Dokter Kartini di ruang kerja langsung memberikan berbagai pandangan
terhadap Rara mengenai kehormatan seorang perempuan, yang perlu dijaga dengan
baik. Dalam keadaan seperti itu, dokter Kartini mencoba menguraikan hal yang tepat
untuk Rara sebagai perempuan muda dengan mengungkapkan kalimat di bawah ini:
“Perempuan ini adalah mudara kecil, dia belum bisa berpikir panjang tentang arti
kehormatan dimana kebebasan menjadi impian”.
�
�
�
Dalam kutipan kalimat ini, sutradara menekankan bahwa perempuan selalu
berjuang untuk mendapatkan hak dan peran mereka sebagai perempuan, dan yang
sangat dominan untuk diperjuangkan adalah mengenai sebuah kehormantan dan
kebebasan. Kebebasan dan kehormatan tersebut sudah sangat lama menjadi impian
semua kaum perempuan, karena selama ini perempuan selalu dikalahkan dan juga
dikekang oleh budaya dominan atau budaya patriarki yang sampai saat ini masih
kental dan dipegang teguh oleh masyarakat secara umum.
Dalam kutipan kalimat di atas sutradara mau mengajak kaum perempuan,
untuk tetap memperjuangkan nasib dan kebebasan mereka dalam gerakkan sosial,
yaitu sebuah gerakkan yang menentang budaya patriarki. Dengan tujuan supaya
perempuan juga mendapatkan hak dan kehormatan yang sama seperti layaknya kaum
laki-laki.
Permasalahan perempuan yang terjadi pada saat memperjuangkan nasib
mereka adalah ada keterkaitan factor psikologis yang dirasakan oleh perempuan,
karena ada ideologi yang sudah dikostruksi oleh perempuan sejak mereka lahir.
Perempuan tidak akan berhasil karena perempuan itu mahkluk lemah, sehingga
anggapan ini tertanam didalam pemikiran seorang perempuan dan akhirnya menjadi
penghambat perempuan untuk berusaha, karena pemikiran semacam ini perempuan
sudah mematikan kemampuanya dengan ideologi tersebut. Hal ini bisa dilihat dalam
kutipan dialog dan gambar berikut ini:
�
�
�
Menit : 00 : 27 : 38
Narasi : Dokter Anton sebagai laki-laki yang menyayangi dokter Kartini, selalu setia
mengingatkan dokter Kartini, mengenai permasalahan yang dialami oleh para
perempuan. Dokter Kartini selalu diberikan gambaran, bahwa boleh saja
memperjuangkan nasib perempuan, tapi supaya perjuangan itu bisa berhasil, dokter
Anton menyarankan kepada dokter Kartini supaya membenahi diri sendiri dulu,
setelah itu baru memperjuangkan hak kaum perempuan, sehingga dokter Kartini
menanggapi saran dari dokter Anton tersebut dengan kutipan dialog berikut ini:
“Aku memang selalu berusaha untuk membela kaumku, tapi kadang-kadang aku
merasa tak berdaya”.
�
��
�
Perempuan selalu terikat dengan pandangan masa lalu yang sudah diterimanya
dalam kelurga, karena mereka selalu diajari dengan budaya yang ada di masyarakat.
Perempuan itu perlu pelindung karena perempuan lemah, dan pelindung tersebut
adalah sosok laki-laki. Akhirnya perempuan merasa ketergantungan pada laki-laki dan
mempunyai anggapan hanya laki-laki yang bisa melakukan pekerjaan yang berat.
Hanya laki-laki yang boleh berpendidikan tinggi, karena perempuan walaupun
berpendidikan tinggi lama-lama akan ke dapur juga.
Pandangan semacam ini yang dicoba diluruskan oleh sutradara, dalam kutipan
dialog di atas. Sutradara menekankan dalam dialog tersebut, bahwa perempuan
sebenarnya bisa melakukan perjuangan dalam mewujudkan kesetaraan hak dan
kewajiban mereka dengan laki-laki. Asalkan perempuan mau membuang budaya ragu
dan takut gagal karena anggapan lawas (lama), yang mengatakan keberhasilan hanya
untuk laki-laki, bukan untuk perempuan.
Perempuan harus mulai membenahi diri untuk mengubah cara pandang lama
tersebut dengan cara pandang baru yang lebih berpihak pada perempuan dan lebih
masuk akal, karena baik laki-laki dan perempuan selalu dibekali dengan kemampuan
oleh sang pencipta. Banyak perempuan yang juga memiliki kemampuan lebih
dibanding dengan kemampuan laki-laki pada umumnya. Sutradara dalam kalimat di
atas melalui sosok dokter Kartini, membawa khalayak berpikir secara bebas, tanpa
ikatan budaya ataupun anggapan masa lampau.
�
��
�
5.3. Perangkat Penalaran (Reasoning Devices)
Gagasan sutradara juga diperkuat dengan dukungan perangkat penalaran, yang
intinya mau menekankan kepada khalayak, bahwa isu gender yang diangkat dalam
Film 7 Hati 7Cinta 7Wanita, benar adanya. Hal itu disajikan dalam dialog yang
rasional sesuai dengan fakta yang ada. Tujuannya untuk memperkuat pandangan
sutradara dalam menjembatani posisi laki-laki dan perempuan. Terutama dengan
menyajikan keunggulan perempuan walaupun perempuan dianggap sebagai orang
yang selalu dinomorduakan dalam masyarakat kebanyakkan.
Perangkat penalaran juga disajikan dengan menekankan atau menonjolkan arti
penting seorang perempuan melalui roots, yakni analisis kausal atau sebab akibat.
Dalam roots perempuan dipandang sebagai suatu sosok yang penting, walaupun
selama ini perempuan selalu diposisikan dan dianggap sebagai kelas dua dibanding
dengan laki-laki.
Dalam perengkat penalaran peran perempuan yang mau ditonjolkan oleh
sutradara adalah karena perempuan mempunyai rahim yang tidak dimiliki oleh laki-
laki, hal inilah yang menjadi keungulan perempuan. Artinya melalui roots sutradara
mencoba menggambarkan bahwa sosok perempuan pantas untuk dihormati, karena
hanya lewat perempuan kehidupan di dunia ini bisa berlangsung terus menerus. Hal itu
bisa terlihat dalam dialog dan gambar berikut:
�
�
�
Menit: 00 : 25 : 40
Narasi: Yanti, terlihat sedih di pinggir sebuah lorong setelah mengetahui hasil tes
yang menyatakan dirinya menderita kangker rahim, karena pekerjaanya sebagai
perempuan malam (PSK). Bambang seorang laki-laki yang sudah lama mencintai
Yanti, yang juga bekerja sebagai tukang antar jemput Yanti, mencoba memberikan
semangat kepada Yanti. Dengan meyakinkan Yanti bahwa kangker rahim tersebut
masih bisa diobati. Yanti yang merasa kangker rahim itu sangat berbahaya, meminta
Bambang untuk diam, namun bambang terus memberikan dukungan dan semangat
kepada Yanti, sehingga dalam kesedihannya Yanti memberikan sebuah jawaban
kepada Bambang dengan mengatakan kalimat berikut ini:
“Lo cowok bang, lo gak akan pernah tahu gimana rasanya perempuan gak punya
rahim, lo gak tahu kan”?
�
���
�
Dibalik budaya patriarki yang saat ini dimiliki oleh laki-laki, dalam kutipan
dialog ini, sutradara melalui Yanti mau menunjukkan, bahwa laki-laki dan perempuan
itu pada dasarnya dipandang sama, sejajar, namun yang membedakan pandangan
tersebut adalah budaya yang sudah dikonstruksi oleh masyarakat sehingga akhirnya
melahirkan sebuah budaya patriarki.
Pandangan yang memandang laki-laki jantan, perkasa, rasional, gagah, berani,
dan kuat ternyata ada juga yang kurang dari laki-laki, karena laki-laki tidak
mempunyai rahim. Sehingga yang mau digambarkan oleh sutradara adalah bahwa
laki-laki dan perempuan pada hakikatnya sejajar dan saling melengkapi kekurangan
masing-masing, dan itu artinya harus saling menjaga dan menghormati, dengan tujuan
supaya kekurangan masing-masing tersebut antara laki-laki dan perempuan bisa
terwujud.
Selain gambaran mengenai keunggulan perempuan punya rahim, sutradara
kemudian mencoba menyajikan permasalah lain melalui root, yaitu tentang besarnya
pengaruh budaya patriarki dalam kehidupan perempuan. Perempuan hanya diam bila
berhadapan dengan perlakuan laki-laki, karena anggapan dasarnya laki-laki adalah
seorang yang perlu dihormati oleh perempuan atau istri, dan istri harus berbakti
kepada suami. Hal semacam ini biasanya selalu didukung oleh keprcayaan di
masyarakat, sehingga untuk keluar dari anggapan dasar tersebut perempuan merasa
kesulitan, sebab tidak ada sosok yang mendukung perempuan. Hal ini bisa dilihat
dalam gambar dan kutipan dialog berikut:
�
���
�
Menit : 00 : 46 : 52
Narasi : Dokter Kartini, selalu merasa prihatin terhadap pasien-pasienya, namun yang
paling parah dari semua pasien dokter Kartini adalah Lili. Lili adalah seorang
perempuan yang mempunyai suami kelainan seksual. Setiap kali berkonsultasi dengan
dokter Kartini, muka dan perut Lili selalu lebam, karena disiksa oleh suaminya, saat
berhubungan seksual. Hal itu dikarenakan suami Lili mengalami kelainan seksual,
sehingga Lili selalu menjadi korban kelainan seksual suaminya tersebut. Dokter
Kartini sudah merasa kesal terhadap tindakan suami Lili tersebut, dokter Kartini
berencana melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, namun Lili melarang dokter
Kartini. Lili mengangap suaminya melakukan perbuatan tersebut kepadanya adalah
ketidaksengajaan, malahan Lili menganggap perbutan suaminya tersebut adalah
karena cinta. Dalam ruangan kerjanya dokter Kartini sempat berdebat dengan Lili
mengenai peristiwa ini. Hal itu bisa dilihat dalam gambar dan dialog antara Lili dan
dokter Kartini di bawah ini:
�
���
�
Dokter Kartini : Lili, Saya harus bagaimana supaya kamu mau terbuka?
Lili : Dokter saya tidak mengerti.
Dokter Kartini : Kamu masih saja melindungi dia. Lili kita bisa sama lapor ke polisi.
Lili : Dokter Jangan, saya cinta sama dia.
Dokter Kartini : Karena itu kamu bersedia disiksa begini?
Lili : Dia gak siksa saya. Dokter dia gak sengaja.
Dalam kutipan dialog ini jelas, sutradara menunjukan bahwa peran seorang
laki-laki atau suami selalu dianggp oleh perempuan sebagai sosok yang sangat
penting. Perempuan rela menanggung segala macam kekerasan akibat dari keganasan
budaya patriarki, yang dimiliki oleh laki-laki. Perempuan mencoba melindungi laki-
laki walaupun laki-laki tersebut sudah menyakiti dan menyiksa mereka. Hal yang mau
ditonjolkan dalam permasalahan ini adalah, perempuan rela melakukan apapun kerena
ada rasa ketergantung yang tinggi terhadap laki-laki. Jika laki-laki tersebut dipenjara
karena kasus penindasan terhadap perempuan (istrinya), maka perempuan akan merasa
kehilangan sosok penting dalam keluarga, karena selama ini laki-laki adalah orang
yang memberikan nafkah bagi kelurga.
Sutradara dalam dialog ini mau mengajak berpikir secara logis, artinya cinta
bukan satu-satunya alasan untuk tetap mempertahankan seorang laki-laki, dan
menutupi setiap kesalahannya. Sebab jika itu yang terus dilakukan oleh perempuan,
maka selamanya nasib perempuan tidak akan berubah, dan perempuan akan selalu
diperlakukan secara tidak adil dan selalu ditindas oleh laki-laki. Untuk itu, perlu ada
ketegasan dari perempuan, terhadap permasalahan-permasalah seperti dialog di atas
supaya mendatangkan efek jera bagi para laki-laki yang bertindak sebagai oknum
�
���
�
kekerasan tersebut. Dengan begitu kekerasan dan penindasan terhadap perempuan bisa
semakin diperangi karena perempuan sudah mempunyai modal penting yaitu
keberanian. Namun jika hal semacam ini tetap ditutupi karena alasan cinta, maka yang
akan dirugikan selamanya adalah perempuan.
Dalam mempertahankan dan pembenaran tentang gagasanya, sutradara
memberikan klaim-klaim moral terhadap perempuan, melalui Appeals to principle.
Klaim moral tersebut ditekankan bahwa perempuan tidak bisa dipandang rendah dan
hanya dipandang sebagai pelayan laki-laki saja, sebab sutradara disini mau
menunjukan, walaupun seorang perempuan yang pekerjaanya sebagai PSK sekalipun,
namun belum tentu perempuan tersebut dari segi pendidikan kalah dengan laki-laki.
Hal itu ditunjukan dalam kutipan dialog dan gambar berikut:
Menit: 01 : 18 : 49
�
���
�
Narasi: Yanti seperti biasanya sedang mangkal di pinggir jalan tempatnya menunggu
langganannya yaitu para laki-laki hidung belang yang mau berkencan dengan dirinya.
Tiba-tiba ia mulai berpikir tentang kangker rahim yang dideritanya, karena
pekerjaannya sebagai perempuan malam (PSK). Dia memanggil Bambang dan
menjelaskan kepada Bambang bahwa dia mau berhenti dari pekerjaanya sebagai
seorang pelacur (PSK), dan mau mencari pekerjaan lain. Bambang terlihat sangat
terkejut ketika mendengar perkataan Yanti tersebut. Kemudian Bambang mencoba
menjelaskan kepada Yanti bahwa perempuan seperti dirinya susah untuk berenti
menjadi PSK, sebab jika berenti lalu akan kesusahan untuk mendapatkan uang, karena
perempuan seperti Yanti hanya bisa menjual diri. Mendengar hal itu Yanti menjadi
marah, sehingga terjadilah berdebatan diantara mereka berdua dalam bentuk dialog
berikut ini:
Yanti : Gue bilang gue gak mungkin begini terus lo dengar gak sih?
Bambang : Terus lo mau kerja ape? yang lo tahu cuma ngangkang
Yanti : Anjing, sembarangan lo kalau ngomong. Eh asal lo tahu ya gue pernah
kok kerja kantoran, tapi asal lo tahu juga ya, bos gue teryata lebih
senang lihat gue tiduran dibanding gue kerja benaran, makanya gue
berenti.
�
��
�
Strategi ini dipakai oleh sutradara untuk menekankan kepada khalayak, bahwa
seorang perempuan yang pekerjaanya sebagai PSK tidak bisa dinilai dengan ungkapan
bahwa perempuan itu tidak punya pengetahuan dan pendidikan sehingga dia hanya
bisa menjadi PSK. Namun yang dimaksud oleh sutradara adalah khalayak harus
mengubah cara pandang terhadap perempuan semacam ini yang pasti ada dalam
kehidupan realitas sesungguhnya.
Seorang perempuan yang bekerja sebagai PSK ditentukan oleh banyak factor,
salah satunya factor psikologis, karena perempuan diposisikan sebagai orang kelas
dua, atau sebagai pelayan dan juga pemuas laki-laki saja. Berarti, sedikit banyak
perempuan yang menjadi PSK, karena keputusasaan sebab perlakuan budaya patriarki
yang ada di masyarakat yang sangat memihak laki-laki daripada perempuan. Klaim
moral yang bisa dipetik dalam dialog di atas adalah budaya di masyarakat, terutama
budaya patriarki mempunyai pengaruh yang kuat sehingga menjadikan atau membuat
posisi perempuan selalu terpojok.
Perangkat penalaran juga digunakan oleh sutradara, untuk memperkuat
argumen yang dikonstruksi, melalui ideologi yang sudah ada melalui Consequences.
Dalam hal ini, sutradara mau menggambarkan, bahwa semua kesalahan terhadap
perempuan bukan semata-mata kesalahan laki-laki. Namun ada kesempatan serta
ruang yang diberikan kepada laki-laki, sehingga permasalahan terhadap perempuan
bisa terjadi. Hal itu bisa dilihat dalam gambar dan kutipan dialog berikut ini:
�
��
�
Menit : 01 : 23 : 47
Narasi : Dokter Kartini akhirnya mendapatkan jawaban tentang permasalahan di masa
lalu, yang membuatnya berpikir laki-laki adalah kunci dari setiap permasalahan. Hal
ini bukan tidak beralasan, sebab waktu masih remaja, dokter Kartini sempat mencintai
seorang laki-laki, namun keluarga dokter Kartini tidak menyetujui hubungan tersebut,
sehingga laki-laki tersebut diusir ayah dokter Kartini. Akhirnya hubungan mereka
putus, dan dokter Kartini menanamkan ideologinya bahwa semua laki-laki tidak
bertanggung jawab, sebab pada saat itu laki-laki tersebut tidak berusaha mencari
dokter Kartini. Alasan ini tentunya hanya sebelah pihak, yaitu alasan dari dokter
Kartini sendiri. Namun setelah dokter Kartini dan mantan pacarnya bertemu di rumah
sakit, tempat dokter Kartini bekerja semua teka teki itu terjawab, ternyata mantan
pacar dokter Kartini tersebut sudah berusaha untuk mencari dokter Kartini. Mantan
pacar dokter Kartini tersebut tidak lain adalah ayah dari dokter Rohana, yang selama
ini menjadi rekan sekerjanya. Ternyata kesuksesan dokter Rohana, karena ayahnya
�
���
�
adalah tipe laki-laki yang sayang dan bertanggung jawab terhadap kelurga. Akhirnya
dokter Kartini menjadi mengerti setelah mendapatkan jawaban dari mantan pacarnya
tersebut, dan pikiranya menjadi terbuka, bahwa tidak semua permasalahan terhadap
perempuan itu disebabkan oleh laki-laki. Setelah mendapatkan jawaban tentang
keraguannya terhadap laki-laki, dokter Kartini mengucapkan kalimat sebagai berikut
ini:
“Dia menjawab semua waktu yang hilang hidup adalah proses, kodratku sebagai
perempuan harus kujalani, aku bangga menjadi perempuan”.
Dalam dialog ini sutradara memberikan sebuah argumen, banyak perempuan
lari dari kodratnya, karena dengan kodrat sebagai perempuan mereka selalu merasa
ditindas oleh kaum laki-laki. Padahal tidak semua perempuan yang menjadi korban
laki-laki, dan tidak semua laki-laki menindas perempuan. Hal ini tidak lepas dari
pengaruh konstruksi budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat.
Dalam kutipan dialog Film 7 Hati 7Cinta 7 Wanita ini, sutradara berusaha
meluruskan pandangan tersebut, dengan memberikan sebuah gagasan bahwa
perempuan hendaknya bertindak secara profesional dalam memperjuangkan nasib
mereka. Artinya, perempuan tidak boleh menghakimi laki-laki hanya karena laki-laki
berada dipihak budaya patriarki, dan laki-laki juga tidak boleh menggunakan budaya
patriarki sebagai simbol penindasan terhadap perempuan.
�
���
�
Perempuan dan laki-laki hendaknya terus berjuang dan bekerja sama untuk
memerangi ketimpangan gender yang saat ini masih sangat merugikan perempuan.
Hal lain yang mau diingatkan oleh sutradara dalam perangkat penalaran, terbiasanya
laki-laki membohongi perempuan, karena budaya dominan yang memihak laki-laki.
Lihat gambar dan dialog berikut ini:
Menit : 01 : 28 : 32
Narasi : Hadi sangat terkejut ketika melihat Lastri istrinya juga menuju ruangan
dokter Kartni, sementara Hadi sendiri sedang bersama Ningsih istri pertamanya yang
saat itu sedang hamil. Pertemuan itu membongkar kedok Hadi yang selama ini terlihat
culun dan pemalu oleh istri pertamanya. Ternyata Hadi adalah seorang laki-laki yang
sangat pandai bersandiwara, sehingga dia bisa menikahi perempuan dua sekaligus.
Namun tidak ada yang tahu dari kedua istrinya tersebut, kalau Hadi sudah punya istri,
karena mereka menganggap mereka adalah istri satu-satunya yang dimiliki oleh Hadi.
Pertemuan di ruangan dokter Kartini menjadi kunci terbukanya kebohongan Hadi
�
� �
�
terhadap kedua istrinya, karena dia selalu membagi waktu dengan alasan kapada istri
yang satu mau lembur ke luar kota, padahal menemui istri yang lain. Dokter Kartini
bersama dengan dokter Anton terkejut ketika melihat Hadi sedang kebingungan
karena ketahuan kedoknya. Hal itu digambarkan sutradara melalui dokter Kartni
dengan kalimat berikut ini:
“Akhirnya terjawab, si aktor tidak pandai mengatur strategi seperti jarum jam yang
hanya bisa berdiri diantara pilihanya, ada hati yang terluka dan tersakiti namun
kejujuran adalah cinta”.
Dalam dialog ini, pesan yang mau ditonjolkan adalah keburukkan budaya
dominan atau budaya patriarki, bukan hanya berdampak pada perempun saja tapi laki-
laki juga bisa terkena walaupun budaya patriarki tersebut sangat berpihak pada laki-
laki. Dalam kutipan dialog di atas, digambarkan bahwa kekuatan budaya patriarkilah
yang mendorong laki-laki menjadi tidak jujur dengan pasangannya, dan diam-diam
menikah dengan perempuan lain, walaupun sebenarnya laki-laki tersebut sudah punya
istri.
Sutradara mau menunjukkan kepada khalayak, hal semacam ini banyak sekali
terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Laki-laki tega membohongi istrinya karena dia
punya simpanan perempuan lain dan hal ini tidak bisa dicegah, karena budaya di
masyarakat mengizinkan laki-laki untuk melakukan hal tersebut. Namun
permasalahnya disini adalah, jika laki-laki tersebut tidak jujur terhadap pasangannya,
�
���
�
maka jika ketahuan semuanya akan hancur dan hal itu juga akan merugikan laki-laki,
seperti dialog di atas. Dari gambaran mengenai peristiwa ini sutradara mencoba
memberikan sebuah kesempatan kepada khalayak untuk berpikir secara mantap
tentang pentingnya nilai sebuah kejujuran baik dalam kehidupan bermasyarakat
maupun dalam kehidupan berkeluarga. Kejujuran adalah kunci dari segala sesuatu dan
segala sesuatu tersebut adalah wujud cinta.
5.3.1. Tabel analisis hasil framing William A. Gamson dan Andre Modigliani
Elemen Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Frame Isu Gender Metaphors Pengaindaian atau perumpamaan
• Perempuan bukan anjing atau barang tak bernyawa, perempuan adalah manusia.
• Baru mendengar saja hatiku sudah menjerit. • Cinta sudah mati Anton.
Catchphrases Berupa slogan atau jargon
• Kehormatan dan kebebasan adalah impian setiap perempuan. • Perempuan selalu berusaha membela kaumnya namun selalu
merasa tak berdaya. Exemplaar Perbandingan untuk menguatkan bingkai
• Dokter laki-laki selalu berhasil dalam mengurusi pasien-pasiennya daripada dokter perempuan.
Depiction Label yang digunakan dalam sebuah isu
• Perempuan membutuhkan anak laki-laki untuk menggantikan posisi suami yang tidak berkarakter, culun, pemalu, dan tidak punya ambisi.
• Laki-laki memang bangsat, gak tahu diri, kurang ajar.
�
���
�
Visul Images Perangkat pendukung berupa gambar, grafik dan citra untuk menekankan pesan yang ingin disampaikan
• Hal pertama yang harus dikatakan oleh perempuan adalah dia
seorang perempuan. • Banyak kasus yang diderita perempuan, tapi tidak untuk
perempuan unik dihadapanku.
Roots Analisis kausal atau sebab akibat
• Laki-laki tidak akan pernah tahu tentang penderitaan perempuan yang tidak punya rahim, karena laki-laki tidak memiliki rahim seperti perempuan.
• Karena alasan cinta, perempuan akan tetap melindungi laki-laki walaupun dia selalu disiksa oleh laki-laki tersebut.
Appeals to principle Merupakan klaim moral
• Perempuan PSK tidak bisa dinilai hanya bisa melayani laki-laki saja, karena perempuan juga mempunyai kemampuan yang sama dengan laki-laki.
Consequences Efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai
• Kodrat sebagai perempuan harus tetap dijalani, perempuan hendaknya bangga sebagai seorang perempuan.
• Karena kebohongan yang dilakukan laki-laki akhirnya merugikan perempuan dan juga laki-laki tersebut.