Post on 15-Nov-2021
19
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Senakin
1. Kondisi Geografi Dan Luas Wilayah Desa Senakin
Desa Senakin adalah salah satu dari 14 desa, 69 dusun, dan 13
ketemanggungan (wilayah adat) di kecamatan Sengah Temila yang
berada di wilayah kabupaten Landak dengan Tripologi wilayah atas
tanah dataran bergelombang, hutan, perkebunan, tanah gambut, rawa,
persawahan, danau dan tanah kering. Desa Senakin kecamatan Sengah
Temila kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat dengan luas
wilayah ± 16, 192,98 Ha, jarak desa dengan kecamatan adalah ± 16
km. Jarak desa Senakin dengan ibu kota kabupaten Ngabang adalah
±57 Km. Ada pun batas-batas wilayah lokasi penelitian:
Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Menyuke
Sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Sebangki
Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Ngabang
Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Mandor
2. Keadaan Iklim dan Curah Hujan
Iklim dan curah hujan di Daerah Sengah Temila seperti
umumnya daerah tropis di Indonesia. Panas rata-rata mencapai pada
siang hari antara 270C sampai dengan 29
0C1 seperti temperatur rata-
rata daerah khatulistiwa. Sedangkan curah hujan selama satu tahun ini
keadaannya baik.
20
Wilayah kecamatan Sengah Temila merupakan lahan yang
subur karena teletak di dataran tinggi. Tanahnya merupakan jenis tanah
yang cocok untuk dijadikan lahan pertanian, hal itu dapat menjadikan
pertanian maupun perkebunan cukup berkembang untuk semua jenis
tanaman maupun bahan pangan.
3. Data penduduk Desa Senakin menurut Agama
Tabel 1.1
Struktur Pemeluk Agama
Agama Jumlah Total
Kristen Katolik 4.748
Kristen Protestan 1.470
Islam 403
Budha 216
Hindu 7
Sumber : Registrasi penduduk tahun 2011 desa Senakin kecamatan
Sengah Temila
Dalam kehidupan sehari-hari desa Senakin diwarnai dengan
berbagai kegiatan keagamaan. Masyarakat suku dayak khususnya di
desa Senakin terdapat beberapa agama sebagai kepercayaan masyarakat
diantaranya ialah, kristen katolik, kristen protestan, islam, budha, dan
hindu. Kebanyakan masyarakat desa Senakin menganut agama Kristen
Katolik karena sebelum masuknya agama lain, masyarakat desa
21
Senakin sudah mengenal agama Kristen Katolik. Selebihnya
masyarakat memeluk agama Islam, Kristen Protestan, Budha dan
Hindu. Hal ini ditunjang dengan adanya sarana peribadatan yang
memadai yaitu mesjid 2 buah, gereja katolik 8 buah, gereja prostestan 7
buah dan vihara 2 buah.
Sejak tahun 1835 agama Kristen Protestan masuk ke
Kalimantan. Agama ini disebarkan oleh seorang misionaris
berkebangsaan Jerman bernama Barnstein ke masyarakat Dayak.
4. Jumlah penduduk desa Senakin Kecamatan Sengah Temila
menurut jenis kelamin
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan Total Jumlah
Penduduk
Jumlah: 3.503 3.341 6.844
Sumber : registrasi penduduk tahun 2011 desa Senakin
Jumlah penduduk desa Senakin berdasarkan hasil pendataan
terakhir pada bulan Agustus 2012 berjumlah 6.844 jiwa yang terdiri dari
jumlah kepala keluarga 1.638 (KK).Dengan jumlah kepala keluarga
miskin/rumah tangga yang mendapatkan bantuan di desa Senakin adalah
1.336 KK.
Berdasarkan tabel di atas mengenai jumlah kepala keluarga
menurut data penduduk sejahtera antara lain, penduduk pra sejahtera
22
terdapat 668 KK, penduduk sejahtera I adalah 480 KK, sejahtera II adalah
315 KK, penduduk sejahtera III adalah 175 KK.
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Tabel 1.3
Jumlah Penduduk Desa Senakin Menurut Umur
Kelompok Umur
Jumlah Penduduk
Jumlah
L P
0-5 310 309 619
6-12 1.493 1.488 1.060
13-16 815 811 1.626
17-40 1.492 1.491 2.982
40+ 279 278 557
Jumlah 6.844
Sumber: registrasi penduduk tahun 2011 desa Senakin kecamatan
Sengah Temila
Dari tabel tersebut di atas mengenai jumlah penduduk menurut
kelompok umur dapat dilihat bahwa nampak jumlah penduduk desa
Senakin 3.305, merupakan penduduk usia produktif, sedangkan
sisanya 3.539, merupakan penduduk non produktif.
6. Penduduk berdasarkan pendidikan
Pendidikan penduduk Desa Senakin tergolong meningkat
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya hal ini terlihat di desa
23
tersebut terdapat: 9 orang lulusan S2, 342 orang lulusan S1, 1.026
orang lulusan D2/D3, 2.053 orang lulusan SMA/Sederajat, 2.053 orang
lulusan SMP,dan 1.361 orang lulusan SD. Di samping menempuh
pendidikan umum, terdapat penduduk yang memiliki pendidikan
khusus seperti pondok pesantren, kursus keterampilan dan lain-lain.
7. Mata pencaharian penduduk
Tabel 1.4
Mata pencaharian penduduk tampak dalam tabel berikut ini:
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Tani 4.810
2 PNS 126
3 TNI/Polri 12
4 Pengusaha 72
5 Swasta 1.200
6 Pensiunan PNS 320
Jumlah 6.540
Sumber: registrasi penduduk tahun 2011 desa senakin
Mata pencaharian utama masyarakat desa Senakin adalah
petani sawah dan karet (80%), sedangkan sebagian kecil lainnya
adalah pegawai negeri sipil (PNS), wiraswasta, dan pedagang.
Diluar kegiatan bertani, masyarakat desa Senakin juga bertenak.
Masyarakat desa Senakin untuk mengisi waktu-waktu luang
juga dilatih keterampilan mengerjakan kerajinan tangan yaitu
24
membuat anyaman-anyaman berupa bakul, tikar dan lain
sebagainya. Material yang digunakan adalah daun pandan dan
rotan jenis kerajinan tangan tersebut di atas umumnya dibuat oleh
wanita. Sedangkan jenis kerajinan yang dibuat oleh laki-laki adalah
kerajinan besi berupa mandau, tangkin, sumpit, dan lain-lain.
Kerajinan kayu dan batu pada umumnya untuk membuat patung-
patung. Hasil kerajinan itu digunakan sebagai bahan-bahan dalam
acara adat dan ritual dan dapat juga dijual-belikan untuk
menambah penghasilan keluarga.
Secara khusus sektor perternakan telah menjadi bagian erat
dari kebudayaan masyarakat Dayak. Pola perternakan masyarakat
desa Senakin disesuaikan dengan hamparan padang savana.
Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan jumlah ternak besar
dipelihara penduduk desa Senakin dapat dilihat dalam tabel di
bawah ini.
Tabel. 1.5
Pertenakan dan Populasi Ternak Besar
Jenis Ternak Populasi Ternak
Sapi 150
Kambing 157
Babi 674
Ayam 5000
Sumber: kecamatan Sengah Temila dalam angka, 2011
25
Berdasarkan tabel.1.5 nampak bahwa jenis ternak ayam
yang populasinya sangat tinggi karena ayam merupakan ternak
yang bisa dijadikan penunjang dalam kebutuhan perokonomian
masyarakat. Ayam bagi masyarakat dapat dijadikan usaha
pertenakan ayam yang nantinya dapat dijual di pasar-pasar,
sehingga populasi ayam sangat tinggi dan masyarakat banyak yang
bertenak ayam.
B. Masyarakat Dayak Kanayatn
Salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia adalah masyarakat
etnik Dayak. Masyarakat Dayak Kanayatn yang merupakan salah satu dari
405 sub suku Dayak yang bermukim di Kalimantan Barat, tepatnya di
daerah kabupaten Landak, Kabupaten Pontianak, serta Kabupaten
Bengkayang, sebagian kecil di kabupaten Ketapang serta kabupaten
Sanggau. Suku bangsa, suku Dayak memiliki kebudayaan dan adat istiadat
tersendiri tidak sama dengan suku bangsa lainnya. Adat istiadat yang
hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur terpenting, karena
akar dan identitas bagi manusia Dayak.
Suku bangsa Dayak sebagai masyarakat hukum adat yang
mempunyai hubungan yang erat dengan lingkungan hidupnya. Mereka
sering dipengaruhi oleh alam pikiran relegio magis. Relegio magis/sakral
artinya percaya pada kekuatan gaib (magis) sebagai sesuatu kekuatan yang
menguasai alam semesta dan seisinya dalam keadaan kesinambungan.
Karena itu, setiap masyarakat hukum adat pada dasarnya merasa wajib
26
untuk senantiasa turut menjaga dan mempertahankan keadaan
kesinambungan alam yang terwujud berkat adanya kekuatan gaib. Kepala
suku di masyarakat Dayak Kanayatn sangatlah dihormati dan ramah
karena pada saat itu kekuasan tertinggi adalah kepala suku.
Dalam kehidupan Dayak Kanayatn, sudah sejak lama meyakini
bahwa kosmos diciptakan Jubata. Jubata adalah Maha Pencipta, dan
Pemelihara segala sesuatu yang ada di alam nyata maupun di alam
maya.Masyarakat Adat Dayak Kanayatn sangat yakin bahwa segala
sesuatu yang ada di alam ini berasal dari Jubata. karena itu dikalangan
masyarakat adat Dayak Kanayatn Jubata sangat dihormatai, dimuliakan
dan diagungkan. Jubata diyakini sebagai yang sangat baik, sangat murah
hati, sangat adil, tetapi tidak segan untuk menghukum perbuatan-perbuatan
yang jahat. Jubata-lah yang menciptakan dunia dan segala isinya.
Bagi masyarakat suku Dayak Kanayatn untuk dapat mengerti dan
paham sosok jubata secara jelas bukanlah sederhana, perlu waktu yang
cukup banyak karena tidak dapat dipisahkan dan sangat erat sekali
kaitannya dengan adat, mithe-mithe tentang kejadian alam semesta.
C. Sejarah Tangkin
Masyarakat suku Dayak di pulau Kalimantan mengenal berbagai
macam senjata yang biasa digunakan untuk berburu dan berperang pada
zaman dahulu. Beberapa jenis senjata tradisional tersebut diantaranya
sumpitan, tombak, perisai, mandau dan dohong. Masing-masing suku
memiliki senjata khas tersendiri, seperti suku Dayak Kanayatn yaitu
27
Tangkitn. Tangkin adalah benda pusaka dan dianggap sebagai benda
keramat, tangkitn secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang.
Tangkitn merupakan salah satu senjata utama dari sekitar banyak
jenis senjata tradisional khas Suku Dayak Kanayatn. Tangkitn adalah
senjata yang dipakai oleh kaum lelaki digunakan untuk mengayau. Pada
zaman dulu tradisi mengayu menjadi suatu kepercayaan bagi masyarakat
Dayak untuk mempertahankan dirinya dari serangan musuh, sehingga
Tangkitn yang sering digunakan untuk mengayau adalah sangat keramat.
Karena Tangkitn merupakan salah satu senjata yang dikeramatkan oleh
masyarakat Dayak, maka dalam proses pembuatannya pun tidak bisa
sembarangan, melainkan harus ditempa siang dan malam hari secara
bergantian selama satu minggu sampai biji besi itu melebur. Sebagai
senjata keramat, tangkitn biasanya selalu disimpan di tempat khusus.
Tangkitn tidak digunakan secara sembarangan mengingat
fungsionalitasnya dalam setiap upacara adat merupakan salah satu
prasyarat. Ia tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti alat
untuk memotong kayu, menebas semak dan lain-lain.
Tangkitn adalah sejenis parang yang dibuat dari besi. Bagian
hulunya melengkung dan pada ujung bertampuk kuningan. Tangkitn yang
bentuk hulunya menyerupai salib oleh masyarakat Dayak disebut tangkitn
perempuan, sedangkan tangkitn yang tidak terdapat tonjolan polos disebut
tangkitn laki-laki. Alas pegangan hulu tangkitn laki-laki biasanya dilapis
dengan lilitan kain merah karena letak kekuatan magis Tangkitn terletak
28
pada lilitan kain merah tersebut, konon cerita pada lilitan kain merah
tersebut empu memasukkan kekuatan magis selain itu kain merah juga
melambangkan keberanian. Sarung tangkitn dibuat dari kayu tipis dan
pipih yang dililit dengan gelang rotan dan diperkuat dengan plat kuningan.
Kadang-kadang ada tangkitn yang sarungnya diukir dengan motif yang
disesuaikan dengan selera pemiliknya. Tangkitn selain dipergunakan
sebagai senjata untuk mempertahankan diri juga dipakai oleh penari laki-
laki dalam acara tarian adat. Alat ini hanya dapat dijumpai pada
masyarakat Dayak di Pontianak, Kalimantan Barat.
Tangkitn merupakan simbol dari sebuah kekuasaan. Kekuasaan
tersebut terkait erat dengan mitologi Dayak bahwa semakin banyak kepala
musuh yang dipenggal, maka akan semakin tinggi status sosial seseorang
yang disebut sebagai mamut menteng (orang yang memiliki kekuatan).
Seseorang yang mamut menteng dapat secara aklamasi menjadi seorang
pemimpin. Hal ini bukan tanpa dasar mengingat kegigihannya dalam
membela komunitas sukunya agar selamat dari berbagai serangan yang
memusnahkan. Kegiatan kayau-mangayau (saling bunuh dengan penggal
kepala) adalah sebuah pertarungan mempertahankan entitas dan eksistensi.
Kesemuanya tidak dilakukan tanpa dasar, melainkan karena persoalan
politik kekuasaan dan pertahanan eksistensi dan jatidiri yang terancam.
Berkaitan dengan fungsi utama sebagai senjata perang di masa lalu,
tangkitn warisan leluhur diyakini suku Dayak sebagai penjelmaan diri
sang empunya. Artinya, ia dapat menjelma secara fisik di tengah-tengah
29
peperangan atau sebaliknya, tidak kasat mata (nonvisual) sehingga dikenal
dengan “tangkitn terbang”. Ia bisa dikontrol oleh yang empunya untuk
melakukan serangan balasan, jadi hanya bersifat reaktif atas sesuatu yang
terjadi. Ia tidak bersifat aktif dan agresif. Bagi masyarakat suku Dayak,
tangkitn menyisakan sejuta misteri yang tak terpecahkan hingga kini.
Konon di masa lalu sebuah tangkitn seolah memiliki aura, seolah sesuatu
yang dapat dipelihara, disuruh atau tunduk atas kekuasaan pemiliknya. Ia
seolah dapat menjadi „kawan‟ yang sangat patuh dan sangat jarang
mencelakai „tuannya‟.
D. Makna Tangkin Bagi Masyarakat
Tangkitn bagi masyarakat Dayak memiliki makna yang sangat
magis dan memiliki nilai situs budaya sekaligus sebagai benda pustaka.
Tankitn bagi masyarakat suku Dayak Kanayatn merupakan senjata yang
disakralkan, Tangkitn memiliki makna yang sangat magis karena pada
zaman dulu Tangkitn digunakan sebagai senjata pertahanan diri pada saat
perang/mengayau (memotong kepala musuh atau lawan). Kekuatan
Tangkitn terdapat pada kain merah yang dililitkan pada gagang, selain itu
juga terdapat logam kuningan. Tangkitn juga sebagai simbol status sosial
seseorang yang sangat berpengaruh karena tidak sembarang orang yang
bisa memiliki senjata Tangkitn, khusus orang yang memiliki ilmu tinggi
(magis) dan orang dari keturunan bangsawan. Tangkitn juga sesuatu hal
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan karena Tangkitn merupakan
unsur yang dapat menyelamatkan manusia menjelang kematian.
30
Diceritakan bahwa ketika pada zaman kayo (memotong kepala lawan)
tradisi ini secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat Dayak untuk
memperlihatkan suatu ilmu/magis/kekuatan yang dimiliki orang tersebut.
Tangkitn Dayak juga dipercaya sebagai sebuah kegiatan sakral
yang selalu dihubungkan dengan berbagai aspek kebudayaan, seperti
mempertahankan diri juga dipakai oleh penari dalam acara tarian adat.
Tangkitn memang dikenal luas di kalangan masyarakat dayak, seperti
dayak Iban, Ngaju, Kayan dan sebagainya. Tetapi dalam pembahasan
mengenai Tangkitn kali ini dibatasi hanya pada Tangkitn Suku Dayak
Kanayatn.
Makna Tangkitn pada masyarakat Dayak dimasa lampau
merupakan simbol fisik yang secara langsung memperlihatkan strata atau
tingkat (status sosial) seseorang dalam masyarakat. Tingkat status sosial
dalam masyarakat suku Dayak Kanayatn digolongkan masyarakat tingkat
atas dan menengah. Golongan yang termaksud tingkat atas adalah orang-
orang yang memiliki ekonomi tinggi seperti para bangsawan (kepala adat),
dimana pada zaman dulu orang-orang bangsawan sangat dihormati.
Sedangkan orang-orang tingkat menengah adalah orang-orang yang
memiliki ekonomi rendah seperti para petani dan buruh.
Bentuk senjata ini mirip dengan parang. Karena pentingnya
peranan Tangkitn oleh masyarakat Dayak, maka Tangkitn dilambangkan
sebagai pioner atau perintis dalam perjuangan sehari-hari untuk
menumpas, memotong, membersihkan, meratakan, serta mencegah dari
31
rintangan dan halangan yang dihadapi, baik bahaya yang datang dari
dalam maupun dari luar. Sejarah mencatat bahwa Tangkitn yang asli
dibuat dari besi yang dilebur secara khusus oleh orang yang ahli, dengan
hulunya yang melengkung, dimana pada kedua ujungnya terdapat
kuningan.
Pada dasarnya, jenis-jenis Tangkitn pada semua masyarakat Dayak
memiliki bentuk yang sama.Tangkitn adalah sejenis parang yang dibuat
dari besi. Bagian hulunya melengkung dan pada ujung bertampuk
kuningan. Tetapi ada sedikit perbedaannya jika dilihat dari hulunya
(gagang), yaitu Tangkitn yang hulunya diberi sedikit tonjolan menyerupai
salib oleh masyarakat setempat disebut Tangkaitn perempuan sedangkan
Tangkitn yang tidak terdapat tonjolan (yang polos) disebut Tangkitn laki-
laki. (Abdul Kahar, dkk, 1997:8)
Gambar : Tangkitn laki-laki Gambar: Tangkitn Perempuan
Alas pegangan hulu (gagang) pada Tangkitn biasanya dilapis
dengan lilitan kain merah, itu bertanda melambangkan keberanian. karena
sakral Tangkitn ini tidak tajam dan tidak diasah.
Tangkitn merupakan senjata sakti pusaka suku Dayak ini
dipercayai memiliki tingkat-tingkat keampuhan atau kesaktian. Kesaktian
32
Tangkitn ini tidak hanya diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui
ritual-ritual tertentu, tetapi juga diperoleh dari pengayauan (pemenggalan
kepala lawan). Semakin banyak orang yang berhasil di-kayau, Tangkitn itu
semakin sakti. Sebagian rambut kepala yang berhasil dikayau biasanya
digunakan untuk menghias gagang mandaunya Tangkitn. Mereka percaya
bahwa roh orang yang mati karena dikayau akan mendiami Tangkitn,
sehingga Tangkitn tersebut menjadi sakti.
Diperkirakan pada abad 18 SM, makna Tangkitn di masyarakat
suku Dayak Kanayatn masih sangat sakral dan dalam penggunaannya pun
bukan sembarangan orang. Tangkin bagi mereka bukan hanya sebatas
hiasan rumah apa lagi supaya dianggap hebat, karena Tangkitn memiliki
kekuatan supranatural yang paling tinggi, yang paling berkuasa dan itulah
Tuhan yang Maha Esa. Saat ini masih banyak Dayak yang percaya akan
benda-benda bertuah, dukun dan arwah (nenek moyang/leluhur) sehingga
tak heran sebagian masyarakat Dayak masih percaya pada hal-hal yang
bersifat mistisisme dan bagi mereka suatu hal yang sangat penting dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Masyarakat dayak Kanayatn yang pada
waktu itu masih sering melakukan yang dinamakan Kayau (memotong
kepala lawan/musuh) hal ini sering terjadi antara suku.
E. Pergeseran Makna Tangkitn
Menurut Charles Hose dan William Macdougall (2006:211) dan
mempublikasikan masyarakat dayak pada tahun 1912 dalam buku mereka
yang berjudul The Pagan Tribes Of Borneo dalam buku ini
33
menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat Dayak zaman dulu
yang hidup dalam keterasingan. Hose dan Macdougall, bahwa menjelang
tahun 1990-an banyak antropolog (etnolog) yang mengadakan penelitian
dipulau Kalimantan. Beberapa dari mereka tertarik dengan berbagai ritual
tradisional, kesenian, dan ilmu pengetahuan yang salah satu didalamnya
terdapat praktik pembuatan Tangkitn.
Berbicara mengenai Tangkitn maka akan membahas pula
mengenai salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia. Tidak semua suku
Dayak Kanayatn memiliki senjata Tangkitn karena yang memiliki
Tangkitn adalah seseorang yang memiliki ilmu tinggi. Tangkitn
merupakan senjata tradisional masyarakat suku Dayak di Kalimantan
Barat yang fungsinya sebagai senjata pertahanan diri dan berperang.
Tangkitn digunakan oleh masyarakat Dayak untuk berperang atau
mengayau (memotong kepala lawan). Keberadaan Tangkitn pada saat ini
mulai punah karena masyarakat Dayak Kanayatn menganggap bahwa
Tangkitn hanyalah mitos. Tangkitn saat ini digunakan sebagai senjata
pajangan atau hiasan rumah dan sebagai media untuk menyambut tamu
pada acara-acara adat (Yohanes 60 tahun)
Menurut masyarakat suku Dayak Kanayatn dalam kehidupannya
sangat erat sekali dengan alam karena ia percaya alam juga dapat
membantu dalam segala hal seperti Tuhan yang diakui oleh manusia
dimana sumber keselamatan bagi semua umat manusia. Namun pada
perkembangannya dewasa ini, pembuatan Tangkitn lebih cenderung dan
34
terfokus sebagai benda cindera mata. Sudah jarang empu yang membuat
tangkitn pesanan seseorang yang membutuhkan untuk senjata andalan.
Selain itu tangkitn buatan sekarang lebih banyak untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Sehingga bahan yang dipakai pun hanya asal-asalan saja
dan sudah tidak terdiri dari bahan baku Tangkitn. Adapun cara membuat
Tangkitn tidaklah sembarangan butuh keahlian khusus. Tangkitn harus
ditempa siang dan malam secara bergantian selama satu minggu sampai
bijih besi itu melebur. Bahan Tangitn pada zaman dulu biji besi dari
pegunungan Muler. Tangkitn inilah yang oleh masyarakat Dayak diyakini
memiliki nilai tinggi (magis) dan dijadikan sebagai senjata perang.
Sedangkan Tangkitn yang besinya dari bahan besi biasa digunakan untuk
berladang dan memotong kayu.
Dimasa kini ditengah arus globalisasi budaya yang serba modern
Tangkitn sebagai benda budaya yang hampir memudar sudah banyak
ditinggalkan dengan berbagai alasan:
1. Masyarakat suku Dayak Kanayatn yang sangat erat dengan lingkungan
dipengaruhi oleh alam pikiran religio magis/sakral percaya pada
kekuatan gaib sebagai suatu kekuatan yang menguasai alam semesta.
Mereka menganggap pengetahuan atau tanda-tanda atau simbol-simbol
tertentu dalam kehidupan adalah hal yang wajar.
Bagi orang Dayak berkomunikasi dengan gaib maupun alam nyata
merupakan suatu hal yang biasa karena mereka memelihara
pengetahuan dan kepercayaan pada tanda-tanda alam dan simbol-
35
simbol yang dapat menimbulkan keajaiban dalam suatu peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan mereka. Sehingga pada zaman dulu
masyarakat suku Dayak Kanayatn belum begitu mengerti pentingnya
pendidikan bagi mereka berpikir masih primitif. Pengetahuan mereka
terbatas dimana pengtahuan itu tentang alam fauna yaitu merupakan
pengetahuan dasar bagi suku dayak kanayatn yang hidup dari berburu.
Jaman dahulu, sebelum pendidikan masuk hingga ke pelosok
pemukiman tempat Suku Dayak berada, maka kebanyakan masyarakat
Dayak melakukan usaha berupa menggarap lahan disekitar tempat
tinggal mereka. Suku Dayak menanami lahan kebunnya dengan padi
enam bulanan, jenis padi empat bulanan, dan juga tanaman penghasil
buah misalnya singkong, ubi jalar, dan pisang. Karena kondisi tanah di
Kalimantan yang lapisan humusnya tipis, maka cepat sekali lahan
perkebunan Suku Dayak kehilangan kesuburan. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kesuburan tanah, mereka kerap membakar lahan
merekam lantas membuka lahan baru. Dalam menunggu masa panen
dari lahan dan kebun mereka, biasanya matapencaharian Suku Dayak
pedalaman adalah berburu di hutan atau mencari ikan di sungai.
Berbagai hewan buruan seperti babi hutan, burung, dan hewan lainnya
dapat menjadi makanan sehari-harinya. Saat ini, karena pendidikan
yang sudah banyak masuk ke kalangan mereka, maka pola berburu
mulai berubah menjadi beternak. Biasanya hewan ternak mereka
adalah babi, dan juga ayam. Selain untuk bahan makanan, babi juga
36
merupakan binatang yang sering digunakan dalam berbagai upacara
adat tradisional Suku Dayak.
Seiring perubahan zaman di modern ini masyarakat suku
Dayak Kanyatn sudah mulai mengenal pendidikan sehingga mereka
merasa bahwa makna Tangkitn hanya sebagai mitos. Bahkan sekarang
ini banyak para generasi muda di suku Dayak Kanayatn jenjang
pendidikannya sudah dikatakan baik bahkan ada yang pendidikannya
sampai pada perguruan tinggi.
2. Kehidupan ekonomi masyarakat suku Dayak sangat minin karena pada
zaman dulu orang Dayak menjalani hidupnya dengan cara mendiami
hutan-hutan yang lebat. Agar bisa mendapat makanan mereka suka
berburu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selain berburu, suku
Dayak juga mulai bercocok tanam memanfaatkan alam. Seiring
perubahan zaman di eraglobalisasi masyarakat Dayak mulai
memperluas wawasannya dalam industri perdagangan dimana
masyarakatnya yang memiliki keterampilan dalam membuat ayaman
bagi kaum wanita, dan keterampilan dalam membuat senjata bagi
kaum laki-laki. Karena permintaan ekonomi yang begitu banyak
terhadap pembuat Tangkitn sehingga banyak masyarakat yang
mempergunakan kesempatan itu dengan membuka tempat pemesanan
Tangkitn.
3. Budaya luar tidak dapat dielakkan bahwa sangat mempengaruhi
pergeseran makna tangkitn karena denga seiringnya waktu, suku
37
Dayak Kanayatn mengalami alkulturasi proses sosial yang timbul bila
suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu
dihadapkan dengan suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa,
sehingga kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri. Tetapi saat ini pemuda-pemudi dayak mulai sadar
bahwa budaya lokal sangat penting untuk terus dijaga dengan
menerima budaya luar tanpa harus meninggalkan budaya sendiri.
(wawancara dengan April, 1 Januari 2013)
Tetapi arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh
terhadap perkembangan budaya bangsa indonesia. Dengan perkembangan
yang begitu pesat maka tangkitn sebagai benda budaya sedikit hampir
memudar. Sehingga jarang sekali orang yang tahu tentang Tangkitn dan
ironisnya tangkitn sebagai budaya Indonesia ini, di cap sebagai benda
musyrik oleh sebagian masyarakat. Dizaman sekarang jarang sekali
ditemukannya seorang empu yang masih memiliki eksitensi
mempertahankan esensi seni tradisi membuat tangkitn dengan cara
tradisional.
Seiring dengan perubahan zaman masyarakat dayak kanayatn tetap
berusaha mempertahankan tangkitn sebagai identitas budaya dayak dengan
penyaringan budaya yang masuk dan mencoba mengembangkan seni
tradisional.
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran makna tangkitn
1. Status sosial
38
Dalam kehidupan masyarakat Dayak Kanayatn diperkirakan
pada abad 18 SM Tangkitn masih bermakna sakral. Status sosial
masyarakat suku Dayak Kanayatn sesuai dengan starata sosial, yaitu
orang kaya, orang miskin, petani, pedagang dan lain sebagainya.
Orang-orang yang status sosialnya tinggi adalah para raja dari
keturunan bangsawan sedangkan masyarakat yang status sosialnya
rendah adalah golangan para petani. Sehingga masyarakat yang
tergolong statusnya tinggi sangatlah dihormati. Dalam penggunannya,
tangkitn tidak dipergunakan oleh sembarang orang karenan
mempunyai makna yang sangat kuat.
Menurut Ardianus (keturunan panglima) yang memiliki
tangkitn adalah seseorang yang berketurunan panglima. Panglima
adalah gelar suku dayak Kanayatn pada zaman dulu biasa disebut juga
sebagai keturunan kerajaan. Sedangkan masyarakat biasa (jelata) pada
waktu itu tidak ada yang memiliki tangkitn walaupun hanya sebagai
seni. Para pakar ilmu sosial telah memberikan perhatian besar terhadap
berbagai kajian yang bertahan dengan status sosial (wawancara dengan
Ardianus, 1 Januari 2013).
Status sosial itu dikategorikan dalam dua bagian status karena
seseorang mewarisi dari keturunannya (ascribed status), dan status
yang digenggam sebab prestasi yang diperoleh (achiieved status).
Kelompok ascribed status bertali temali dengan keturunan, kelahiran
dan warisan yang mereka peroleh dari orang tua atau kakek buyut.
39
Dalam masyarakat sederhana, karakteristik achiieved statusdipandang
sebagai sukses yang tak pernag diperdebatkan. Dalam kehidupan suku
dayak kanayatn hal ini merupakan suatu hal yang wajar karena mereka
menganggap tangkitn merupakan warisan turun temurun dari nenek
moyang yang harus tetap dipertahankan. Walaupun dengan seiringnya
waktu makna tangkitn mulai mengalami pergeseran dan saat ini hanya
dianggap sebagai seni semata.
2. Pendidikan
Menurut Frederick .I.Mc Donald dan M.J. Langeveld,
pendidikan adalah proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah
kebiasaan manusia. Kebiasaan itu adalah tanggapan atau perbuatan
seseorang dan sesuatu yang dilakukan seseorang. Sehingga faktor yang
mempengaruhi pergeseran makna Tangkitn di suku Dayak Kanayatn
salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan dimasa dulu banyak
masyarakat Dayak yang kurang mengerti akan pentingnya pendidikan,
sehingga banyak masyarakat suku dayak yang tidak mendapatkan
pendidikan hampir rata-rata penduduknya belum mendapatkan
pendidikan yang layak. Kebiasaan masyarakat suku Dayak hanyalah
bertani dan berburu sehingga mereka tidak terlalu mengerti pendidikan
pengetahuan mereka sangatlah terbatas, masyarakat dayak masih
mempercayai mitos yang terjadi dalam kehidupan mereka, serta masih
menganut animisme dan dinamisme. Yaitu percaya kepada roh-roh
nenek moyang yang dianggap sebagai penyelamat bagi mereka, selai
40
itu masyarakat Dayak Kanayatn juga percaya pada benda-benda yang
dianggap mereka keramat seperti pohon besar, Tangkitn jaman dulu.
Mereka percaya bahwa makhluk gaib dapat menolong mereka dalam
kehidupan mereka. Di masa era globalisasi dimana pendidikan dimasa
sekarang sudah banyak masyarakat suku Dayak Kanayatn yang sadar
akan pendidikan demi kemajuan secara individual maupun kelompok.
Sehingga sudah banyak generasi muda yang tidak percaya akan mitos-
motos yang ada. Misalnya dengan adanya makna tangkit yang dulu
dianggap sakral, menunjukkan status sosial seseorang. Tetapi sekarang
sebagai karya seni untuk memperindah atau sebagai perhiasan rumah
semata.
Dapat dikatakan bahwa pengaruh pendidikan terhadap adat
pada masa dulu sangatlah kurang, karena usaha pendidikan sngat
terisolir dari kehidupan masyarakat pada umumnya. Setelah didirikan
lebih banyak sekolah, pengaruh pendidikan mulai terasa. Apalagi
sesudah adanya guru dari daerahnya sendiri, maka makin lama makin
kuat faktor yang dipengaruhi oleh pendidikan.
3. Ekonomi
Pergeseran makna tangkitn di suku dayak Kanayatn pun
dipengaruhi oleh segi ekonomi. Dimana pada masa masyarakat dayak
kanayatn belum mengenal pendidikan, perekonomian masyarakat
dayak belum bisa dikatakan baik karena kehidupan mereka selalu
terkait dengan alam. Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang
41
mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi,
distribusi, dan pertukaran. Dimana sekarang budaya tangkitn di suku
dayak dilihat dalam segi material. Dengan seirinya waktu budaya
tangkitn mengalami perubahan para pemuda-pemudi dayak membuat
tangkitn dengan bernuansa moderen sehingga bagi pelaku bisnis
meraup keuntungan yang dengan permintaan pelanggan yang begitu
banyak dengan membuat tangkitn mereka daengan tangkitn tradisional
tetapi harus ada unsur modifikasi dalam bentuk maupun motif. Tanpa
melihat unsur makna yang dianggap sakral oleh nenk moyang mereka
dulu, banyak pemuda pemudi suku dayak yang rela membayar mahal
demi mendapat kan tangkitn yang diinginkan.
4. Budaya Luar
Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata
menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap
memudarnya pelestarian niali-nilai pelestarian budaya perkembangan
transpormasi, telekomunikasi dan teknologi mengakibatkan
berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pergeseran makna tangkitn di
masyarakat suku dayak Kanayatn yang sangat berperan merupakan
budaya luar. Tangkitn merupakan lambang suatu suku tertentu atau
tradisi dari nenek moyang. Tetapi seiring perubahan jaman makna
tangkitn menagalami pergeseran yang dulu bersufat sakral, sekarang
42
hanya sebagai benda pajangan dan bahkan sebagai media untuk
menyambut tamu pada acara-acara adat.
Pergeseran makna ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu, pertama
(1) sataus sosial, kira-kira pada abad 18 SM orang yang memiliki tangkint
hanya yang memiliki status sosial yang lebih tinggi seperti para
temenggung. Kedua (2) pendidikan, sudah banyak suku dayak Kanayatn
yang berpendidikan demi kemajuan secara individual maupun kelompok.
Sehingga mereka sudah tidak percaya akan makna tangkitn dan mitos-
mitos yang ada. Ketiga (3) ekonomi, pemuda-pemuda mulai menerima
pesanan. Sehingga orang-orang lebih tertarik dengan tangkitn sebagai
pajangan rumah tanpa harus meninggalkan budaya lokal. Keempat (4)
pengaruh budaya luar (modern), derasnya arus informasi dan
telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang
mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya sehingga
terjadi proses akulturasi proses sosial suatu kebudayaan tertentu
dihadapakan pada kebudayaan asing yang lembat laun diterima tanpa
menghilangkan budaya itu sendiri.