Post on 31-Dec-2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Matematika adalah mata pelajaran yang sangat mempengaruhui
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang semakin berkembang.
Matematika tidak hanya mampu melatih kemampuan berhitung, tetapi juga
mampu melatih cara berpikir kritis, menganalisa masalah, mengevaluasi hingga
akhirnya mampu memecahkan suatu permasalahan. Menurut Johnson dan
Myklebust (dalam abdurrahman, 2003:252) menyatakan bahwa :
”Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.”
Sejalan dengan hal tersebut diatas Cornelius (dalam Abdurrahman,
2003:253) mengemukakan bahwa :
”Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.”
Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang
paling sulit dan tidak menyenangkan dengan alasan, bidang studi ini identik
dengan hitung menghitung. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa memang
matematika memerlukan penguasaan yang baik dan benar juga menuntut
intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian siswa mengalami kesulitan
dalam mempelajarinya. Dengan melihat pentingnya matematika, maka
matematika perlu diberikan sejak pendidikan dasar dengan tujuan agar peserta
didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengolah dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup yang selalu berubah dan kompetetif.
2
Namun pada kenyataannya peranan matematika untuk meningkatkan
kemampuan tersebut masih rendah, seiring dengan mutu pendidikan di indonesia
juga masih rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Ganis (2010)
http://ganis.student.umm.ac.id/2010/01/26/mahalnya-biaya-sekolah-di-masa-
sekarang/, bahwa:
“Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah dan menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.”
Hal ini sejalan dengan pendapat La Arul (2009) http://laarul.blogspot.com
/2009/12/ matematika-dan-peradaban-dunia.html, yang menyatakan bahwa:
”Dalam hasil penelitian tim Programme of International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-9 dari 41 negara dalam kategori literatur matematika. Sedangkan menurut penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) pada tahun 1999, matematika Indonesia berada di peringkat ke-34 dari 38 negara (data UNESCO).”
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil
belajar matematika di Indonesia memang masih tergolong rendah. Banyak faktor
yang mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Salah
satunya yaitu siswa sering merasa bosan, matematika sebagai pelajaran yang
kurang menyenangkan dan menganggap matematika sulit dipelajari. Sehingga ada
kenyataan bahwa matematika menjadi momok menakutkan bagi para siswa yang
kemudian merekapun tidak mampu menerapkan teori di sekolah untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan suatu rangkaian
kegiatan/aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Kegiatan/aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas mengajar dan aktivitas belajar.
Aktivitas belajar adalah proses interaksi yang terjadi di sekitar individu terhadap
semua situasi. Sedangkan aktivitas mengajar adalah suatu kegiatan
3
mengorganisasi lingkungan belajar dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terjadi
proses belajar.
Suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan baik jika proses tersebut
mampu membangkitkan aktivitas belajar yang efektif sehingga mampu mencapai
hasil belajar yang baik. Menurut Sumiati (2007:25), hasil belajar itu berupa
perubahan tingkah laku, baik berbentuk kecakapan berfikir, sikap maupun
ketrampilan melakukan suatu kegiatan tertentu.
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan pada guru matematika SMP
Swasta Satria Dharma Perbaungan yang sekaligus menjadi Kepala SMP Swasta
Satria Dharma Perbaungan dapat diperoleh keterangan bahwa hasil belajar
matematika siswa disekolah tersebut masih sangat rendah. Salah satu siswa kelas
IX, yaitu Irma menambahkan :
” Rendahnya hasil belajar siswa di sekolah ini karena kurangnya keaktifan dan kemauan siswa dalam belajar matematika.” Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan formatif mereka. Hanya sekitar
80% siswa yang tuntas. Itupun setelah di lakukan remedial. Sehingga dapat di
katakan bahwa jumlah dan krirteria kelulusan belum sesuai dengan apa yang di
harapkan. Dengan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 75 yang
ditetapkan oleh pihak sekolah.
Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika kelas VII SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan masih
belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Selain hasil belajarnya yang masih
rendah, keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung juga masih
rendah. Berdasarkan hasil observasi awal, aktivitas belajar siswa selama proses
pembelajaran seperti bertanya, mengeluarkan pendapat, menjawab pertanyaan
guru, beradu argumen sangat jarang sekali terjadi. Bahkan untuk memperhatikan
penjelasan dari guru di depan kelas saja sangat sulit. Mereka kurang bisa
mengoptimalkan kemampuan yang ada pada diri mereka. Mereka kurang berani
untuk mengeluarkan pendapat, tidak mau menjawab pertanyaan guru sebelum di
hukum terlebih dahulu, bahkan mereka malu untuk bertanya sehingga mereka
4
tidak akan pernah mengerti dengan materi yang tidak pernah mereka ketahui
akibat malu untuk bertanya.
Rendahnya aktivitas dan hasil belajkar siswa dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan eksternal. Menurut Sumiati (2007:25-26),faktor internal
adalah faktor yang ada pada diri sendiri meliputi kemampuan dasar, baik
kemampuan dasar umum (kecerdasan), maupun kemampuan dasar khusus (bakat),
kesiapan untuk melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran , minat untuk
melakukan suatu kegiatan tertentu, pengalaman belajar yang telah dimiliki
sebelumnya , dan kemampuan atau motivasi untuk belajar. Sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri meliputi semua upaya yang
dilakukan oleh guru, baik dalam memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan
dan dorongan untuk terjadinya proses belajar.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya aktivitas dan hasil
belajar matematika siswa SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan adalah kurang
kreatifnya guru sebagai pendidik dalam melakukan kegiatan pembelajaran, seperti
penggunaan model pembelajaran ataupun metode pembelajaran. Hal tersebut
membuat siswa merasa bosan dan kurang menarik sehingga merasa malas untuk
mengikuti pembelajaran. Proses pembelajaran juga dilakukan secara monoton,
sehingga yang terjadi hanyalah penyampaian materi secara satu arah (guru kepada
siswa). Hal tersebut juga menjadikan suasana belajar vakum (pasif) dan tidak
adanya interaksi sesama siswa, bahkan siswa kepada guru. Sejalan dengan
Sumiati (2007:31) yang menyatakan bahwa siswa melakukan proses belajar secara
aktif, berarti melakukan upaya sendiri dalam memperoleh pengalaman belajar.
Kenyataan yang sering dijumpai dalam proses pembelajaran, siswa hanya
menerima apa yang diberikan oleh guru.
Proses belajar dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan tertentu yakni
mencapai perubahan khusunya penambahan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai
dengan Sardiman (2003:21) yang mengatakan bahwa belajar akan membawa
suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya
berkaitan dengan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak serta
5
penyesuaian diri. Tetapi dalam mencapai perubahan itu siswa selalu mengalami
hambatan yaitu dalam hal bahan ajar. Untuk membantu anak didik mengatasi
hambatan tersebut, maka guru selaku pendidik harus mendesain model
pembelajaran yang digunakan agar pembelajaran bisa membuat siswa lebih aktif
dan tidak lagi berpusat pada guru. Dengan begitu siswa akan mengabaikan
aktivitas lain yang mengganggu proses pembelajarannya.
Dalam proses pembelajaran, aktivitas dan hasil belajar dipengaruhi oleh
model dan metode pembelajaran yang digunakan. Penggunaan model dan metode
pembelajaran yang kurang tepat dan bervariasi sehingga menyajikan aturan-
aturan yang kurang jelas, atau cara guru saat mengajar kurang melibatkan siswa
dapat menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di dalam kelas
karena pembelajaran hanya di dominasi oleh guru saja. Hal tersebut juga dapat
membawa suasana yang tidak menarik perhatian, membuat siswa merasa bosan
dalam proses pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap pencapaian
kemampuan dan hasil belajar yang tidak optimal.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dicarikan formula
pembelajaran yang tepat, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman
konsep siswa serta prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Para
guru terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai model dan metode
pembelajaran yang bervariasi agar siswa tertarik dan lebih aktif dalam belajar
matematika.
Model pembelajaran yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam
belajar adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Zulhaini dkk (2012:72),
model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Sedangkan model
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan keaktifan
belajar siswa lewat proses diskusi. Sehingga pembelajaran kooperatif mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan apa yang dikatakan Trianto
(2010:59) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep yang sulit dan membantu siswa menumbuhkan
6
kemampuan berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif dapat memberikan
keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang saling
bekerja sama.
Metode yang tepat digunakan agar siswa lebih aktif dalam proses
pembelajaran adalah metode diskusi. Metode diskusi adalah penyajian bahan ajar
dalam bentuk kelompok. Menurut Moedjiono (1985:20), metode diskusi adalah
suatu cara penyajian bahan pembelajaran dimana guru memberi kesempatan
kepada para siswa (kelompok-kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan
ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun
berbagai alternative pemecahan suatu permasalahan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengetahui perbedaan
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan ICM (Index Card Match) sehingga peneliti
mengambil judul “PERBEDAAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DAN ICM ( INDEX CARD
MATCH) DI KELAS VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA
PERBAUNGAN TAHUN AJARAN 2012/2013.”
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Hasil belajar matematika siswa di SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan
masih tergolong rendah.
2. Siswa tidak tertarik belajar matematika karena mereka menganggap
pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan membosankan.
3. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran masih kurang aktif, sehingga
situasi kelas terlihat vakum.
4. Proses belajar mengajar sangat tergantung pada guru.
5. Model dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih bersifat
teacher centered.
7
1.3 Batasan masalah
Melihat luasnya cakupan masalah yang teridentifikasi dibanding dengan
waktu dan kemampuan yang dimiliki penulis, agar penelitian ini terarah dan dapat
dilaksanakan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut :
1. Aktivitas belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif
tipe NHT dan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP Swasta Satria
Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2012.
2. Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model kooperatif
tipe NHT dan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP Swasta Satria
Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2012.
3. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan ICM (Index
Card Match)
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan
diatas maka, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah aktivitas belajar matematika siswa yang menggunakan model
kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding yang menggunakan ICM (Index
Card Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA
PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?
2. Apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model
kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibanding yang menggunakan ICM
(Index Card Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA
PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?
3. Apakah perbedaan kelemahan Hasil belajar siswa yang menggunakan
Model Numbered Head Together (NHT) dan yang menggunakan model
kooperatif tipe dan yang menggunakan ICM (Index Card Match) di kelas
VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun Ajaran
2012/2013.?
8
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah aktivitas belajar matematika siswa yang
menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding yang
menggunakan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP SWASTA
SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?
2. Untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang
menggunakan model kooperatif tipe NHT lebih tinggi dibanding yang
menggunakan ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP SWASTA
SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?
3. Untuk mengetahui perbedaan kelemahan Hasil belajar siswa yang
menggunakan Model Numbered Head Together (NHT) dan yang
menggunakan model kooperatif tipe dan yang menggunakan ICM (Index
Card Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA
PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan pemikiran atau masukan yang berarti terhadap peningkatan kualitas
pendidikan, terutama:
1. Bagi siswa, untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika
khususnya pada pokok bahasan bangun datar segi empat.
2. Bagi guru sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model
pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien dalam melibatkan siswa
didalamnya sehingga nantinya dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
kebijaksanaan dalam pembelajaran matematika.
9
4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model
pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah
dimasa yang akan datang.
5. Sebagai bahan informasi awal bagi peneliti lain yang berminat meneliti hal
yang sama atau melanjutkan penelitian ini dengan cakupan yang lebih
luas, baik tentang masalah yang diteliti maupun tentang subjek penelitian.
6. Sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan guna kemajuan
pembelajaran pada umumnya dan pembelajaran matematika pada
khususnya.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
2.1.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah salah satu hal yang sangat penting di dalam dunia
pendidikan. Artinya, berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
tergantung kepada bagaimana proses pembelajaran itu diberikan kepada peserta
didik.
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang sangat kompleks dan beragam.
Dengan belajar manusia dapat melakukan perubahan-perubahan yang sifatnya
bermanfaat bagi kehidupannya. Segala macam aktivitas serta prestasi yang
pernah kita raih selama hidup merupakan hasil dari proses belajar. Karena belajar
adalah suatu proses dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan.
Ada beberapa defenisi tentang belajar. Perbedaan tentang pengertian
belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan bahwa banyak orang yang
memandang arti belajar itu dari sudut yang berbeda-beda namun memiliki
kesamaan tujuan yaitu mencapai perubahan kearah yang lebih positif.
Sumiati (2007:38) menyatakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai
proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Jadi
perubahan perilaku merupakan hasil dari peroses belajar. Artinya seseorang
dikatakan telah belajar jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan
sebelumnya.
11
Hamalik (2003:27) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat,
akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.
Dimyati (2002:7) menyatakan bahwa belajar adalah tindakan dan perilaku
siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa
sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar,
proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan
sekitar. Skinner dalam Dimyati (2002) berpendapat bahwa:
” Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi baik. Sebaliknya jika ia tidak belajar maka responnya menjadi menurun.”
Zulhaini dkk (2012:48) mengemukakan bahwa belajar dapat di definisikan
sebagai proses menciptakan hubungan sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu
yang baru. Sedangkan pembelajaran merupakan usaha guru untuk membelajarkan
siswa mencapai tujuan.
Selanjutnya,Slavin dalam Trianto (2009:16) mengemukakan bahwa :
”Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya.”
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku individu sebagai hasil
pengalaman melalui proses interaksi dengan lingkungan menuju yang lebih baik
lagi. Harapannya individu yang telah belajar sudah mengalami proses perubahan
sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu yang baru dalam setiap aspek tingkah
lakunya.
2.1.2 Aktivitas Belajar
Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi yang terjadi
antar peserta didik dan peserta didik dan guru.untuk menciptakan perubahan ke
arah yang lebih baik lagi dalam aktivitas-aktivitas tertentu yang mendukung
12
tercapainya tujuan tersebut. Dalam proses belajar di dalam kelas, banyak
aktivitas-aktivitas yang terjadi untuk mencapai tujuan tertentu, antara lain
mendengarkan, menulis, membaca, memperhatikan, memberikan tanggapan,
bertanya dan lain-lain.
Aktivitas belajar adalah seluruh kegiatan yang terjadi selama proses
belajar berlangsung. Hamalik (2010:72) menambahkan bahwa asas aktivitas
digunakan dalam semua jenis metode mengajarbaik metode dalam kelas maupun
metode mengajar luar kelas. Hanya saja penggunaannya dilaksanakan dalamm
bentuk yang berlainan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan disesuaikan
pula pada orientasi sekolah yang menggunakan jenis kegiatan itu. Wawan Junaidi
dalam (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/aktivitas-belajar-siswa.html)
menyatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada aktivitas
yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap
rangkaian kegiatan atau aktivitas secara sadar yang dilakukan seseorang yang
mengakibatkan perubahan dalam dirinya, berupa perubahan pengetahuan atau
kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perubahan yang di
alaminya .
Aktivitas banyak jenisnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi
antara lai Paul D. Dierich dalam Sardiman (2009:101) membuat suatu daftar yang
berisi 177 macam kegiatan (aktivitas) siswa antara lain :
a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi
saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,
diskusi, musik, pidato.
d. Writing activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket,
menyalin.
e. Drawing activities, seperti misalnya: menggambar, membuat grafik, peta,
diagram.
13
f. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,
beternak.
g. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil
keputusan.
h. Emotional activities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, tenang, gugup.
Aktivitas siswa yang diberi penilaian pada penelitian ini adalah kegiatan
siswa dalam proses belajar berupa visual activities (seperti membaca,
mendengarkan demonstrasi/pekerjaan orang lain), oral activities (seperti bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pendapat , diskusi), listening activities (seperti
mendengarkan guru) dan emotional activities (seperti menaruh minat dan
bersemangat)
2.1.3 Hasil Belajar
Setiap kegiatan belajar diharapkan mampu menghasilkan suatu perubahan
yang lebih baik lagi, perubahan itulah yang disebut dengan hasil belajar. Hasil
belajar dapat dilihat dari prestasi yang didapat siswa yang mengalami proses
belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi merupakan bukti nyata adanya
proses belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari adanya perubahan yang terjadi dari
segi tingkah laku yang berbeda-beda dari setiap individu yang diwujudkan dalam
prestasi-prestasi tertentu sesuai dengan proses belajar yang dijalaninya.
Dimyati (2002:3) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Suprijono (2009:6) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
ketrampilan-ketrampilan
14
Dengan demikian, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah hasil dari suatu interaksi proses belajar dan mengajar berupa
perubahan kearah yang lebih baik lagi yang dapat dilihat dari prestasi selama
proses belajar itu berlangsung.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa
di dalamnya, yakni dengan cara membuat kelompok belajar untuk membahas
topik yang telah ditentukan. Sejalan dengan apa yang dikatakan Suprijono
(2009:54) bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi
semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap
lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan yang diperlukan.
Sedangkan Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2011:58) menyatakan
bahwa :
”pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.”
Selanjutnya Trianto (2011:58) menambahkan bahwa pembelajaran
kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya.
Ibrahim dkk dalam Trianto (2011:66-67) menjelaskan bahwa ada beberapa
langkah atau tahapan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut
ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan
15
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa
pembelajaran yang ingin dicapai pada
pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok korperatif
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasekan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
Pembelajaran kooperatif banyak jenisnya. Salah satu jenis pembelajaran
kooperatif yang diteliti adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together).
Menurut Istarani (2011:12) NHT (Numbered Head Together) merupakan
rangkaian penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah
dalam menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang dilontarkan
atau diajukan oleh guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa
sesuain dengan nomor permintaan guru dari masing-masing kelompok.
16
Trianto (2011:82) menambahkan bahwa Numbered Head Together (NHT)
atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali
dirancang oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Menurut Lundgren (dalam Ibrahim,
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-
head-together/) menyatakan bahwa :
”Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah, antara lain (1) rasa harga diri menjadi lebih tinggi, (2) memperbaiki kehadiran, (3) penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, (4) perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, (5) konflik antara pribadi berkurang, (6) pemahaman yang lebih mendalam, (7) meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi dan (8) hasil belajar lebih tinggi.”
Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head
Together) ini. Istarani (2011:13-14) mengatakan bahwa adapun yang menjadi
kelebihan dari model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) adalah :
Dapat meningkatkan kerjasama antar siswa, sebab dalam pembelajarannya
siswa ditempatkan dalam suatu kelompok untuk berdiskusi.
Dapat meningkatkan tanggungjawab siswa secara bersama, sebab masing-
masing kelompok diberi tugas yang berbeda untuk dibahas.
Melatih siswa untuk menyatukan pikiran, karena Numbered Head
Together mengajak siswa untuk menyatukan persepsi dalam kelompok.
Melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain, sebab dari hasil
diskusi dimintai tanggapan dari peserta lain.
Sedangkan yang menjadi kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT (Numbered Head Together) ini adalah :
Siswa merasa bingung karena mengapa dalam kelompok masih ada nomor
lagi.
17
Sulit menyatukan pikiran siswa dalam satu kelompok, karena masing-
masing siswa menahankan egoisnya.
Diskusi sering kali menghaburkan waktu yang cukup lama, jadi bisa-bisa
waktu tidak cukup dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Sering terjadi perdebatan yang kurang bermanfaat, karena yang
diperdebatkan itu adakalanya bukan mempersoalkan materi yang urgin
ataupun substantif, tetapi pada materi yang kurang penting.
Siswa yang pendiam akan merasa sulit untuk berdiskusi didalam
kelompok dan susah dimintai pertanggungjawabannya.
Trianto (2011:82-83) mengatakan bahwa dalam mengajukan pertanyaan
kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT
:
Fase 1 : Penomoran
Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan
kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.
Fase 2 : Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa
Fase 3 : Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.
Fase 4 : Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas.
Berdasarkan langkah-langkah/sintaks diatas, maka penulis dapat
memodifikasinya sebagai berikut. Langkah pertama yaitu guru membentuk
kelompok belajar, satu kelompok terdiri dari 3 sampai 5 orang dan masing-masing
siswa dalam tiap kelompok diberikan kartu bernomor 1 sampai 5 untuk diambil
secara acak. Selanjutnya setelah semua kelompok telah siap mengikuti
pembelajaran, guru memberikan beberapa pertanyaan untuk di diskusikan oleh
semua kelompok. Semua kelompok harus menjawab semua pertanyaan yang di
18
ajukan oleh guru. Selanjutnya setelah siswa mengetahui bahan yang akan mereka
diskusikan, maka mereka berdiskusi untuk menjawab pertanyaan guru tersebut.
Masing-masing siswa dalam setiap kelompok harus mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang di tanyakan oleh guru. Setelah waktu berdiskusi selesai, guru
memilih satu pertanyaan untuk dijawab oleh satu orang siswa. Siswa yang
menjawab pertanyaan guru adalah siswa yang nomornya dipanggil guru secara
acak. Dan siswa yang nomornya dipanggil oleh guru harus menjawab
soal/pertanyaan yang telah ditentukan.
2.1.5 Tipe Pembelajaran Index Card Match (ICM)
Index Card Match (ICM) atau mencari pasangan kartu adalah salah satu
tekhnik instruksional dari belajar aktif yang termasuk dalam berbagai reviewing
strategis (strategi pengulangan). Pakpahan (2012:24) menyatakan bahwa
pembelajaran tipe Index Card Match (ICM) menuntut siswa untuk bekerjasama
dan dapat meningkatkan rasan tanggungjawab siswa atas apa yang dipelajarinya
dengan cara menyenangkan. Siswa saling bekerja sama dan saling membantu
untuk menyelesaikan pertanyaan dan melemparkan pertanyaan kepada pasangan
lain serta menjawab pertanyaan dari pasangan lain.
Kegiatan belajar secara bersama dapat membuat siswa menjadi lebih aktif
lagi di dalam kelas. Keaktifan siswa tersebut membuat siswa lebih cepat
memahani/menguasai materi yang diberikan oleh guru, sehingga mampu
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dan tujuan pembelajaran pun dapat
terlaksana dan tercapai.
Selain mampu membuat siswa lebih aktif, kegiatan belajar bersama seperti
ini juga menyengkan . Sehingga siswa tidak merasa bosan untuk mengikuti
pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Suprijono
(2010:120) bahwa metode ”mencari pasangan kartu” cukup menyenangkan
digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran yang telah diberikan
sebelumnya.
Istarani (2011:224) menambahkan bahwa metode ”mencari pasangan
kartu” cukup menyenangkan digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran
19
yang telah dipelajari sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun tetap bisa
diajarkan dengan model ini dengan catatan, peserta didik diberikan tugas
mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk
kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan.
Setiap model ataupun metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan
kelemahan, begitu juga dengan metode pembelajaran Index Card Match (ICM).
Istarani (2011:225) mengatakan bahwa adapun yang menjadi kelebihan metode
pembelajaran Index Card Match (ICM) adalah sebagai berikut :
Pembelajaran akan menarik sebab mengunakan media kartu yang dibuat
dari potongan kertas.
Meningkatkan kerjasama diantara siswa melalui proses pembelajaran.
Dengan pertanyaan yang diajukan akan mendorong siswa untuk mencari
jawaban.
Menumbuhkan kreatifitas belajar siswa dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan yang menjadi kelemahan metode pembelajaran Index Card
Match (ICM) adalah sebagai berikut :
Potongan-potongan kertas kurang dipersiapkan secara baik.
Tulisan dalam kartu adakalanya tidak sesuai dengan bentuk kartu yang
ada.
Kurang memadukan materi dengan kebutuhan siswa
Dalam menerapkan model pembelajaran tertentu ada baiknya mengikuti
prosedur atau langkah-langkah yang telayh ditentukan agar pembelajaran tercapai
dengan baik. Istarani (2011:244) menjelaskan tentang langkah-langkah
pembelajaran tipe Index Card Match (ICM) sebagai berikut :
Mempersiapkan segala jenis dan bentuk peralatan untuk memotong kertas
dalam pembuatan kartu.
Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada
didalam kelas.
Bagilah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama.
Pada separuh bagian, tulis pertayaan tentang materi yang akan diajarkan.
Setiap kertas berisi satu pertanyaan.
20
Pada separuh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan yang telah
dibuat.
Kocoklah semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.
Setiap siswa diberi satu kertas. Jelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang
dilakukan secara berpasangan. Separuh siswa akan mendapatkan soal dan
separuh yang lain akan mendapatkan jawaban.
Mintalah kepada siswa untuk menemukan pasangan meraka. Jika ada yang
sudah menemukan pasangan, mintalah kepada mereka untuk duduk
berdekatan. Jelaskan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang
mereka dapatkan pada teman yang lain.
Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan,
mintalah kepada setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan
soal yang diperoleh dengan keras kepada teman-teman yang lain.
Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya.
Akhiri proses ini dengan membaut klarifikasi dan kesimpulan.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran diatas, maka penulis
memodifikasinya sebagai berikut. Langkah pertama guru menyiapkan alat dan
bahan yang mendukung pembelajaran yaitu kartu soal dan kartu jawaban, masing-
masing berjumlah setengah dari jumlah siswa. Selanjutnya guru mencampurkan
dan mengocok semua kartu sehingga tercampur rata dan membagikannya kepada
masing-masing siswa dengan catatan satu siswa mendapatkan satu kartu. Siswa
yang sudah mendapatkan kartu bisa mengerjakan tugasnya masing-masing. Yaitu
siswa yang mendapatkan kartu soal, bisa mencari jawaban dari soal tersebut
sedangkan siswa yang mendapatkan kartu jawaban bisa mencari soal apa yang
jawabannya ada pada dirinya. Setelah siswa selesai mengerjakan masing-masing
tugasnya, maka siswa langsung mencari pasangannya sesuai apa yang dikerjakan
dalam kartunya. Siswa yang sudah menemukan pasangannya dengan tepat, duduk
secara berdekatan. Setelah duduk bersama, soal tersebut dibacakan dan dikerjakan
oleh pasangannya.
Berikut ini merupakan perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT (Numbered Head Together) dan ICM (Index Card Match)
21
Tabel 2.2
Perbandingan Pembelajaran Tipe ICM (Index Card Macth)
Dan Pembelajaran Tipe NHT (Numbered Head Together)
No Hal ICM (Index Card Macth) NHT (Numbered Head
Together)
1 Evaluasi Pemberian tes secara
berkelompok
Pemberian tes secara
individu
2 Materi Penyampaian materi dalam
pembelajaran ini menggunakan
kartu dan modul
Guru menyampaikan
materi singkat dengan
metode ceramah
3 Siswa Siswa bekerja mencari
pasangannya dan membentuk
kelompok yang beranggotakan
2 orang.
Siswa yang nomornya
disebutkan oleh guru
menjawab pertanyaan
yang sebelumnya telah di
diskusikan dengan teman
satu kelompoknya.
4 Guru Guru mengawasi kerja setiap
siswa sehingga siswa
menemukan pasangannya.
Guru menjelaskan materi
kepada siawa.
5 Bahan Ajar Modul dan kartu yang
dikerjakan siswa.
Buku paket dan lembar
pertanyaan siswa.
2.1.6 Materi Bangun Datar Pesegi Panjang, Persegi dan Layang-Layang
2.1.6.1 Bangun Datar Persegi Panjang
2.1.6.1.1 Pengertian Persegi Panjang
Perhatikan persegi panjang pada gambar 2.1 berikut ini !
A B
O n
22
D m C
Gambar 2.1
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat persegi panjang antara
lain :
Sisi yang berhadapan sama panjang ( AB = CD dan AD = BC)
Sisi yang berhadapan sejajar (AB // CD dan AD // BC)
Tiap sudutnya sama besar (A = B = C = D)
Tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu 90o (A = B = C =
D = 90o)
Mempunyai dua sumbu simetri (m dan n)
Mempunyai dua simetri lipat.
Mempunyai dua simetri putar.
Diagonal-diagonalnya sama panjang (AC = BD)
Diagonal-diagonalnya berpotongan dan saling membagi dua sama panjang
(AC berpotongan dengan BD)
Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
persegi panjang adalah segi empat yang keempat sudutnya siku-siku dan sisi-sisi
yang berhadapan sama panjang dan sejajar.
2.1.6.1.2 Keliling dan Luas Persegi Panjang
Keliling persegi panjang adalah jumlah semua sisi yang membatasi persegi
panjang tersebut. Perhatikan persegi panjang pada gambar 2.2 berikut .
A B
O
D C
Gambar 2.2
23
Berdasarkan pengertian persegi panjang diatas, maka Keliling persegi panjang
ABCD = AB + BC + CD + DA.
Karena AB = CD dan BC = DA, maka ;
Keliling persegi panjang ABCD = 2 x AB + 2 x BC (AB = panjang, BC = lebar)
= 2 x panjang + 2 x lebar (panjang = p, lebar = l)
Sehingga, dari penjabaran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa rumus keliling
persegi panjang adalah :
K = 2p + 2l atau K = 2 (p + l)
Keterangan :
K = Keliling
p = Panjang
l = Lebar
Pengetahuan tentang keliling persegi panjang merupakan hal yang penting,
baik untuk matematika sendiri maupun dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
untuk menghitung panjang pagar pekarangan rumah, panjang lis untuk bingkai
lukisan, panjang tali untuk ring tinju, dan lain sebagainya.
Luas persegi panjang adalah luas daerah yang membatasi sisi-sisi persegi
panjang tersebut. Rumus luas persegi panjang adalah :
L = Panjang x Lebar
L = p x l
Keterangan :
L = Luas
p = Panjang
l = Lebar
Pengetahuan tentang luas persegi panjang merupakan hal yang penting.
Karena menjadi dasar untuk memperoleh rumus-rumus bangun datar yang lain.
Selain itu, luas persegi panjang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
misalnya untuk menentukan luas lahan rumah, luas bangunan sekolah, luas kebun
dan lain sebagainya.
2.1.6.2 Bangun Datar Persegi
24
2.1.6.2.1 Pengertian Persegi
Perhatikan persegi pada gambar 2.3 berikut ini !
P Q
O n
S m R
Gambar 2.3
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat persegi antara lain :
Sisi yang berhadapan sama panjang ( PQ = RS dan QR = PS)
Sisi yang berhadapan sejajar (PQ // RS dan QR // PS)
Diagonal-diagonalnya sama panjang (PR = QS)
Diagonal-diagonalnya berpotongan dan saling membagi dua sama panjang
(PR berpotongan dengan QS)
Sudut-sudut dalam setiap persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-
diagonalnya sehingga diagonal-diagonalnya merupakan sumbu simetri (PR
dan QS merupakan sumbu simetri persegi PQRS)
Tiap sudutnya sama besar (A = B = C = D)
Tiap sudutnya merupakan sudut siku-siku yaitu 90o (A = B = C =
D = 90o)
Diagonal-diagonalnya berpotongan membentuk sudut siku-siku.
Mempunyai 4 sumbu simetri (m, n, PR dan QS).
Mempunyai 4 simetri putar.
Mempunyai 4 simetri lipat.
Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
persegi adalah persegi panjang yang keempat sisinya sama panjang.
2.1.6.2.2 Keliling dan Luas Persegi
Keliling persegi adalah jumlah semua sisi yang membatasi persegi
tersebut. Perhatikan persegi pada gambar 2.2 berikut .
25
K L
O
N M
Gambar 2.4
Berdasarkan gambar 2.4 diatas, keliling persegi KLMN = KL + LM + MN + NK.
Karena KL = LM = MN = NK, maka keliling persegi KLMN = 4 x KL. Jika
panjang sisi KL = s cm, maka keliling persegi adalah :
K = 4 x sisi atau K = 4s
Keterangan :
K = Keliling
s = Sisi
Perhatikan kembali gambar 2.4 diatas, daerah yang diberi warna
merupakan luas persegi KLMN. Karena persegi memiliki ukuran panjang dan
lebar yang sama, yang disebut dengan sisi maka rumus luas persegi adalah :
L = sisi x sisi atau L = s2
2.1.6.3 Bangun Datar Layang-layang
2.1.6.3.1 Pengertian Layang-layang
Perhatikan persegi pada gambar 2.5 berikut ini !
D
A O C
26
B
Gambar 2.5
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat layang-layang antara lain :
Sepasang sisinya sama panjang (AB = AC dan AD = AC)
Sepasang sudut berhadapan sama besar (BAC = BCA dan DCA =
DAC)
Salah satu diagonalnya merupakan sumbu simetri (yaitu diagonal BD).
Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lain dan
tegak lurus dengan diagonal itu.
Mempunyai 1 simetri lipat.
Dibentuk dari dua segitiga sama kaki (segitiga ABC dan segitiga ACD)
Diagonal-diagonalnya berpotongan membentuk sudut siku-siku.
Dari sifat-sifat persegi panjang diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
layang-layang adalah bangun datar yang dibentuk dari gabungan dua segitiga
sama kaki yang panjang alasnya sama dan berimpit.
2.1.6.3.2 Keliling dan Luas Layang-Layang
Keliling persegi adalah jumlah semua sisi yang membatasi layan-layang
tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa rumus keliling
layang-layang adalah :
K = 2p + 2q atau K = 2 (p+q)
Keterangan :
K = Keliling
p = Sisi panjang
q = Sisi pendek
Untuk mengetahui rumus luas layabg-layang, maka perhatikan kembali
gambar 2.5 diatas.
Luas layang-layang ABCD = Luas Segitiga ABC + Luas Segitiga ACD
27
=
=
=
Karena AC dan BD merupakan diagonal, maka rumus luas layang-layang adalah :
L = diagonal x diagonal lainnya
2.1.7 Kerangka Konseptual
Perkembangan matematika di sekolah tidak lepas dari perkembangan dan
kemajuan IPTEK. Oleh karena itu sumber daya manusia harus dapat menguasai
matematika dengan baik,sehingga prmasalahan pendidikan yaitu mutu pendidikan
yang masih rendah dapat diatasi. Dalam mengatasi hal tersebut tentunya
diperlukan perbaikan semua faktor-faktor yang terkait dalam poses belajar
mengajar.
Model atau metode pembelajaran sangat mempengaruhi berhasil atau
tidaknya suatu pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru harus dapat
menggunakan metode atau model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat
belajar dengan baik dan tujuan pembelajaran pun akan tercapai. Dengan pemilihan
metode atau model pembelajaran yang tepat akan memberikan dampak positif
bagi siswa yakni terciptanya suasana belajar yang aktif dan siswa akan merasa
senang dalam proses belajar mengajar. Situasi yang seperti itu dapat berdampak
kepada meningkatnya hasil belajar siswa. Jika seorang guru dapat menciptakan
suasana yang menarik dalam belajar dikelas maka siswa tidak akan merasa bosan
dan belajar akan semakin menyenangkan. Banyak metode atau model
pembelajaran yang dapat digunakan guru agar dapat menciptakan suasana yang
menyenangan bagi siswa yang akan memberikan respon yang positif sehingga
proses belajar mengajar dapat menghasian hasil belajar yang lebih optimal.
Pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) merupakan rangkaian
penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah dalam
menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang dilontarkan atau
28
diajukan oleh guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa
sesuai dengan nomor permintaan guru dari masing-masing kelompok. Dengan
konsep diskusi kelompok seperti ini, siswa menjadi lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam hal ini, siswa juga diharapkan mampu memahami materi
sendiri dengan cara diskusi. Kemudian tugas yang diberikan guru
dipertanggungjawabkan didepan kelas. Teknisnya yaitu guru membagikan nomor
kepada masing-masing siswa dalam setiap kelompok. Selanjutnya, guru
memanggil salah satu nomor secara random untuk mempresentasekan hasil
diskusinya. Siswa yang nomornya dipanggil harus mempresentasekan hasilnya
didepan kelas. Cara seperti ini dapat memicu siswa untuk aktif dalam kelompok
diskusi. Karena mereka tidak akan mengetahui nomor berapa yang akan dipanggil
guru untuk mempresentasekan hasil diskusinya. Sehingga mereka menyiapkan
diri secara maksimal. Selain menggunakan pembelajaran tipe NHT (Numbered
Head Together), pembelajaran lain yang diharapkan dapat menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan dan lebih inovatif adalah mengunakan
pembelajaran tipe ICM (Index Card Match).
Pembelajaran tipe Index Card Match merupakan suatu metode pengajaran
dengan cara membagikan kartu kepada siswa dimana kartu tersebut berisikan
kartu soal dan jawaban, siswa akan lebih aktif dalam belajar karena setiap siswa
akan mencari pasangan dari kartu mereka. Dengan adanya sedikit permainan
dalam proses belajar mengajar siswa tidak akan merasa bosan mempelajari materi
pelajaran yang sulit sekalipun karena selain melakukan permainan, dalam
pembelajaran ini siswa juga dilatih untuk saling bekerjasama dan saling
membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masing-masing
kelompok. Dengan adanya perasaan senang terhadap proses belajar mengajar hal
tersebut maka siswa akan lebih aktif untuk mengikuti pembelajaran.
Dalam metode belajar Snowball Throwing siswa dituntut untuk lebih
tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut
kepada temannya dalam satu kelompok. Metode ini juga melatih kesigapan siswa
dalam menerima pertanyaan yang di tulis dalam kertas dan dibentuk bola” kecil.
Dengan adanya sedikait tantangan dalam menjwab pertanyaan dari temannya
29
maka akan memberikan semangat untuk lebih serius dalam mempelajari materi
tersebut. Metode ini lebih lebih dikembangkan oleh siswa berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya sebelumnya. Guru hanya membantu atau
membimbing siswa untuk mengambi keputusan. Suasana belajar juga lebih
menegangkan karena harus siap untuk menjawab pertanyaan dari teman-temannya
yang dituis dalam kertas.
2.1.8 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Aktivitas belajar matematika siswa yang menggunakan model kooperatif
tipe NHT lebih baik dibanding yang menggunakan ICM (Index Card
Match) di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA
PERBAUNGAN Tahun Ajaran 2012/2013.?
2. Hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model kooperatif tipe
NHT lebih tinggi dibanding yang menggunakan ICM (Index Card Match)
di kelas VII SMP SWASTA SATRIA DHARMA PERBAUNGAN Tahun
Ajaran 2012/2013.?
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP SWASTA SATRIA DHARMA
PERBAUNGAN, Jl. Akasia No.08 Desa Jambur Pulau Kecamatan Perbaungan
Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan waktu penelitian yaitu dilaksanakan pada
semester genap tahun ajaran 2012/2013
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP
SWASTA SATRIA DHARMA PERBAUNGAN sebanyak 2 kelas.
3.2.2 Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 2 kelas secara random,
artinya setiap kelas mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Satu
kelas sebagai eksperimen yaitu kelas pembelajaran model kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang
menggunakan pembelajaran ICM (Index Card Match) .
3.3 Variabel Penelitian
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas :
31
a. Pembelajaran menggunakan tipe NHT (Numbered Head Together)
(X1)
b. Pembelajaran menggunakan tipe ICM (Index Card Match) (X2)
2. Variabel terikat :
Variabel terikat dalam penelitian adalah:
1. Hasil belajar siswa pada pokok bahasan bangun datar (Y1).
2. Aktivitas belajar siswa terhadap model pembelajaran (Y2)
3.4 Defenisi Operasional
Adapun yang menjadi defenisi operasional dari variabel penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Hasil belajar matematika siswa adalah nilai matematika yang diperoleh
siswa melalui tes evaluasi setelah proses belajar mengajar selesai
dilaksanakan.
2. Aktivitas siswa adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa selama
proses belajar mengajar berlangsung, baik yang mendukung pembelajaran
ataupun yang mengganggu proses pembelajaran.
3. Pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together adalah rangkaian
penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadah
dalam menyatukan persepsi/pikiran siswa terhadap pertanyaan yang
dilontarkan atau diajukan oleh guru, yang kemudian akan
dipertanggungjawabkan oleh siswa sesuain dengan nomor permintaan
guru dari masing-masing kelompok.
4. Pembelajaran tipe Index Card Match (Mencari Pasangan Kartu) adalah
metode yang digunakan untuk membuat siswa lebih aktif , dimana siswa
mencari pasangannya berdasarkan pasangan kartu yang telah ditentukan.
3.5 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini melibatkan
dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diberikan perlakuan
berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan yaitu pengajaran materi
32
dengan menggunakan pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) sedangkan
pada kelas kontrol diberi perlakuan yaitu pengajaran materi dengan menggunakan
pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together). Untuk mengetahui hasil
belajar siswa yang diperoleh dari penerapan dua perlakuan tersebut, maka siswa
diberikan tes. Sedangkan untuk mengetahui aktivitas siswa yang diperoleh dari
penerapan dua perlakuan tersebut, maka siswa diberikan observasi. Adapun
bentuk desain yang digunakan adalah desain kelompok kontrol pretes-postes pada
tabel 3.1.
Tabel 3.1 Randomized Pretest-Posttest Control Design
Kelas Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen T1 X1 T2
Kontrol T1 X2 T2
Di dalam model ini sebelum dimulai perlakuan kedua kelompok diberikan pretest
untuk mengukur kondisi awal (T1). Selanjutnya pada kelompok eksperimen diberi
perlakuan (X1) dan pada kelompok pembanding diberikan perlakuan (X2).
Sesudah selesai perlakuan kedua kelas diberi tes lagi sebagai pos tes (T2).
Efektifitas perlakuan ditunjukkan oleh perbedaan antara (T1-T2) pada kelompok
eksperimen dengan (T2-T1) pada kelompok pembanding.
Keterangan :
T1 = Pre-test
X1 = Pembelajaran dengan tipe NHT (Numbered Head Together)
X2 = Pembelajaran dengan tipe ICM (Index Card Match)
T2 = Post-test
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tahap-tahap kegiatan dengan seperangkat alat
pengumpul data dan perangkat pembelajaran. Adapun tahapannya adalah :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah :
33
a. Menyusun jadwal penelitian yang disesuaikan dengan jadwal yang
ada di sekolah.
b. Menyusun rencana pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dan menyusun
rencana pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran tipe
ICM (Index Card Match).
c. Membuat instrument penelitian
d. Menvalidkan instrument penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
Dalam penelitian ini, tahap pelaksanaan dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Menvalidkan soal instrument penelitian lalu dilakukan uji validitas
tes, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda.
2. Memberikan pre-test (Tes Awal)
3. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dan
pembelajaran tipe ICM (Index Card Match)
4. Melihat aktivitas belajar siswa pada kedua kelas.
5. Memberikan post-test (Test Akhir)
Tes akhir diberikan setelah pembelajaran dengan kedua metode
tersebut terselesaikan.
3. Tahap Akhir
1. Menganalisis Data
Menghitung persentase aktivitas belajar siswa untuk
masing-masing kelas.
Menghitung perbedaan antara hasil pre-test dan post-test
untuk masing-masing kelas.
Membandingkan perbedaan-perbedaan tersebut, untuk
menentukan apakah pembelajaran menggunakan
pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together)
34
berkaitan dengan perubahan lebih besar pada kelompok
eksperimen.
Melakukan uji hipotesis dengan menggunakan statistika t
untuk menentukan apakah perbedaan skornya signifikan,
yaitu perbedaan tersebut cukup besar untuk menolak
hipotesis nol.
Tes hasil belajar yang telah diberikan akan di analisis
dengan mendata secara sistematis.
2. Membuat Kesimpulan
Setelah data dianalisis, maka dapat dibuat suatu kesimpulan.
3.7 Instrument Pengumpul Data
Adapun alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.7.1 Tes
Tujuan tes ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan skor rata-
rata kelas yang diajar dengan pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) dan skor
rata-rata kelas yang diajar dengan pembelajaran tipe NHT (Numbered Head
Together).
3.7.1.1 Validitas tes
Untuk menentukan validitas suatu tes, peneliti menggunakan rumus
Korelasi Product Momen sesuai dengan Arikunto (2005:171), sebagai berikut :
Keterangan :
N : Banyak siswa
: Koefisien Korelasi
: Skor yang diperoleh siswa untuk tiap nomor soal
35
: skor total
: Jumlah perkalian x dan y
Uji validitas ini dicari dengan menggunakan rumus product momen
dengan ketentuan, jika rhitung > rtabel maka soal dianggap valid.
3.7.1.2 Reliabilitas Tes
Suatu instrumen dikatakan reliabel berarti itu cukup baik. Sehingga
dapat mengungkapkan data yang bisa dipercaya. Uji reliabilitas ditentukan dengan
rumus KR-20 sesuai dengan Arikunto (2009:100), sebagai berikut :
Keterangan :
r11 = reliabilitas keseluruhan
n = banyak item
S = standar deviasi dari tes (merupakan akar dari varians)
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)
= jumlah hasil perkalian antara p dan q
Variansi total dicari dengan rumus :
Tingkat reliabilitas soal digunakan skala yang dikemukakan oleh Arikunto
(2009:75).
Tabel 3.2
No Indeks Reliabilitas Klasifikasi
1 0.00 < r11 0.20 Sangat rendah
2 0.20 < r11 0.40 Rendah
36
3 0.40 < r11 0.60 Sedang
4 0.60 < r11 0.80 Tinggi
5 0.80 < r11 1.00 Sangat tinggi
3.7.1.3 Indeks (Tingkat) Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak juga terlalu
susah. Jika soal terlalu mudah, maka siswa tidak akan terangsang untuk
mempertinggi usahanya dalam memecahkannya. Sebaliknya, jika soal terlalu
sukar akan dapat membuat siswa putus asa dan bosan untuk mengerjakannya
karena ia menganggap penyelesaian soal tersebut diluar batas kemampuannya.
Bilangan yang menunjukkan karakteristik ( sukar mudahnya) suatu soal
disebut indeks kesukaran. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal.
Arikunto (2009:208) mengatakan bahwa untuk menentukan tingkat kesukaran
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab benar
JS = Jumah siswa
Kriteria tingkat kesukaran soal adalah :
Soal dengan P (0,00 – 0,30) adalah sukar
Soal dengan P (0,31 – 0,70) adalah sedang
Soal dengan P (0,71 – 1,00) adalah mudah
3.7.1.4 Daya Beda Soal (Indeks Diskriminan)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi ) dengan siswa yang kurang
pandai (berkemampuan rendah). Untuk menentukan uji daya beda digunakan
rumus sebagai berikut :
37
Keterangan :
JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Klasifikasi daya pembeda tes :
D = 0,00 – 0,20 : Jelek
D = 0,21 – 0,40 : Cukup
D = 0,41 – 0,70 : Baik
D = 0,71 – 1,00 : Baik sekali
D = negatif : semuanya tidak baik dan semua butir soal sebaiknya dibuang.
3.7.2 Tabulasi Data Nilai
a. Membuat tabel nilai tes
b. Menghitung mean dari tes
c. Menghitung varian dari tes
d. Menghitung standar deviasi (SD) dari tes dengan cara menentukan
akar kuadrat dari varians.
3.7.3 Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Tujuan dari observasi ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan
aktivitas siswa terhadap pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together)
dengan aktivitas siswa terhadap pembelajaran tipe ICM (Index Card Match).
Dalam pemberian skor untuk lembar observasi diberikan ketentuan setiap
indikator mempunyai kriteria skor sebagai berikut:
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan
38
Sebelum pengumpulan data dilaksanakan terlebih dahulu lembar observasi
diujicobakan di luar sampel untuk mengetahui validitas dan reliabilitas tiap
indikator.
3.7.3.1 Validitas Lembar Observasi
Untuk menentukan validitas , peneliti menggunakan rumus Korelasi
Product Momen sesuai dengan Arikunto (2005:171), sebagai berikut :
Keterangan :
N : Banyak siswa
: Koefisien Korelasi
: Jumlah setiap indikator
: Skor total
: Jumlah perkalian x dan y
Uji validitas ini dicari dengan menggunakan rumus product momen
dengan ketentuan, jika rhitung > rtabel maka soal dianggap valid.
3.7.3.2 Reliabilitas Lembar Observasi
Suatu instrumen dikatakan reliabel berarti itu cukup baik. Sehingga
dapat mengungkapkan data yang bisa dipercaya. Uji reliabilitas ditentukan dengan
rumus KR-20 sesuai dengan Arikunto (2009:100), sebagai berikut :
Keterangan :
r11 = reliabilitas keseluruhan
n = banyak item
S = standar deviasi dari tes
p = proporsi siswa yang melakukan kegiatan
q = proporsi siswa yang tidak melakukan kegiatan
39
= jumlah hasil perkalian antara p dan q
Variansi total dicari dengan rumus :
Tingkat reliabilitas soal digunakan skala yang dikemukakan oleh Slameto
(2003:215).
Tabel 3.3
No Indeks Reliabilitas Klasifikasi
1 0.00 < r11 0.20 Sangat rendah
2 0.20 < r11 0.40 Rendah
3 0.40 < r11 0.60 Sedang
4 0.60 < r11 0.80 Tinggi
5 0.80 < r11 1.00 Sangat tinggi
3.8 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diolah adalah hasil belajar dan aktivitas
belajar siswa pada kelas eksperimen (pengajaran dengan tipe NHT) dan kelas
kontrol (pengajaran dengan tipe ICM). Analisis data yang digunakan adalah
analisis perbedaan dengan menggunakan rumus uji-t, sebelum melakukan tes
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians kedua
kelompok.
3.8.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data yang akan
dianalisis normal atau tidak. Untuk menentukan uji normalitas ini digunakan uji
normalitas liliefors. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
a.Mencari bilangan baku
Dengan rumus:
40
= Rata-rata sampel
S = Simpangan baku
b. Menghitung peluang dengan menggunakan daftar
distribusi normal baku.
c.Selanjutnya menghitung proporsi dengan rumus:
d. Menghitung selisih kemudian dibentuk harga mutlak.
e.Menentukan harga terbesar dari selisih harga mutlak sebagai
. Untuk menerima dan menolak distribusi normal data penelitian
dapatlah dibandingkan nilai dengan nilai kritis L uji liliefors dengan
taraf signifikan 0.05 dengan kriteria pengujian:
Jika maka sampel berdistribusi normal.
Jika maka sampel tidak berdistribusi normal.
(Sudjana,2005:466).
3.8.2 Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan untuk menguji homogenitas varians
skor antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Pasangan hipotesis yang akan diuji dalam pengujian homogenitas
adalah:
, artinya varians kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen
, artinya varians kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak homogen
Selanjutnya menurut Sudjana (2002), dilakukan uji dua pihak dengan
taraf nyata 0,05. Uji ini bertujuan untuk melakukan pengujian mengenai kesamaan
dua varians dengan rumus sebagai berikut :
41
Jika Fhitung < Ftabel maka Ho ditolak dan jika Fhitung > Ftabel, maka Ho diterima. Dimana
didapat daari frekuensi F dengan peluang , sedangkan dk pembilang =
(n – 1) dan dk penyebut = (n – 1) untuk taraf nyata 0,05.
3.8.3 Pengujian Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian yang diambil peneliti maka peneliti merumuskan
hipótesis yang akan di uji sebagai berikut:
1. Hipotesis Penelitian untuk melihat perbedaan hasil belajar :
: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan
pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together) dengan
pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP
Swasta Satria Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2013
: Hasil belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran tipe
NHT (Numbered Head Together) lebih tinggi dibanding
dengan pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) di kelas
VII SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan Tahun Ajaran
2012/2013.
Dengan : Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran tipe NHT (Numbered Head Together)
: Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
pembelajaran tipe ICM (Index Card Match).
2. Hipotesis Penelitian untuk melihat perbedaan respon siswa:
: Tidak ada perbedaan aktivitas belajar siswa terhadap
penggunaan pembelajaran tipe NHT (Numbered Head
Together) dengan pembelajaran tipe ICM (Index Card
Match) di kelas VII SMP Swasta Satria Dharma Perbaungan
Tahun Ajaran 2012/2013.
42
: Aktivitas belajar terhadap penggunaan pembelajaran tipe
NHT (Numbered Head Together) lebih tinggi daripada
pembelajaran tipe ICM (Index Card Match) di kelas VII SMP
Swasta Satria Dharma Perbaungan Tahun Ajaran 2012/2013.
Dengan : Aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran tipe NHT (Numbered
Head Together).
: Aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran tipe ICM (Index
Card Match).
Adapun untuk menguji hipotesis digunakan uji t pihak kanan, alternatif
Pemilihan Uji t :
1.Jika data berasal dari populasi yang homogen ( dan tidak
diketahui ), maka digunakan rumus uji t yaitu :
(Sudjana,2005:239)
Dengan
2.Jika data berasal dari populasi yang tidak homogen ( dan tidak
diketahui ), maka digunakan rumus uji t yaitu :
(Sudjana, 2005:241)
Keterangan :
t = Luas daerah yang dicapai
= Banyak siswa pada sampel kelas eksperimen
= Banyak siswa pada sampel kelas kontrol
= Simpangan baku kelas eksperimen
= Simpangan baku kelas kontrol
43
S2 = Simpangan baku gabungan dari dan
= Rata-rata selisih skor siswa kelas eksperimen A
= Rata-rata selisih skor siswa kelas eksperimen B
Kriteria pengujian adalah : terima Ho jika dengan dk = ( )
dengan peluang dan taraf nyata = 0,05 Untuk harga-harga t lainnya Ho
ditolak atau terima Ha.