Post on 12-Jun-2018
Bab III Tinjauan Pustaka
III.1 Pendahuluan
Sistem penyaluran air bagi masyarakat luas mengalami kebutuhan akan
infrastruktur yang signifikan untuk melindungi kesehatan publik dan menjamin
keberadaan air minum yang aman. Dari waktu ke waktu, integritas dari jaringan
distribusi air dan sambungan-sambungannya bisa mengalami kegagalan, baik
karena tekanan dalam operasinya, gangguan dalam konstruksi, gangguan alami
seperti akar-akar pohon, atau aktivitas seismik. Sebagai tambahan, kebutuhan air
yang terus meningkat karena perkembangan kota dan pertumbuhan populasi dapat
menyulitkan stasiun-stasiun pompa yang tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
masyarakat akibat usia alat atau ukuran alat.
Kesehatan dan kesejahteraan ekonomi dari suatu populasi akan juga tergantung
pada suplai berkelanjutan dari air yang bersih dan tidak terkontaminasi. Banyak
sumber-sumber air menjadi tidak sanggup untuk menyediakan air akibat
kebutuhan manusia dan lingkungan yang terus meningkat. Dalam rangka untuk
memenuhi kebutuhan populasi di saat ini dan di masa akan datang, pemerintah
harus menyediakan suplai air yang stabil dan dapat diperbaharui.
Dalam sistem ini tentunya terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar
sistem ini berjalan dengan baik. Kriteria-kriteria tersebut antara lain:
a. Air yang dialirkan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dimanapun dan kapanpun.
b. Penurunan mutu air akibat distribusi harus sekecil mungkin, sehingga
sampai ke konsumen dalam keadaan yang masih memenuhi standar.
c. Pipa memiliki desain yang baik, sehingga tidak ada kebocoran di dalam
sistemnya dan juga memiliki tekanan yang baik sehingga debit aliran airnya
konstan.
d. Jalur pipa diusahakan sependek mungkin dan sesedikit mungkin
menggunakan fasilitas serta lokasi penempatannya aman dari gangguan
yang mungkin dapat merusak pipa.
III-1
III.2 Standar Kebutuhan Air Bersih di Masyarakat
Secara garis besar, penggunaan dan pemakaian air bersih dalam aktivitas
sehari-hari manusia adalah sebagai berikut :
• Untuk keperluan rumah tangga (domestic use)
Mandi, cuci, kakus, memasak, dan keperluan-keperluan lain dalam rumah
tangga.
• Untuk keperluan industri
- sebagai bahan pokok, misal : untuk industri makanan dan minuman
- sebagai bahan pembantu, misalnya: untuk proses pendinginan, pencucian.
• Untuk keperluan perkotaan
- membersihkan jalan, menyiram taman-taman, air mancur, dll
- penggelontoran saluran-saluran kota
- persediaan air untuk hidran pemadam kebakaran
- untuk keperluan sekolah, perkantoran, gedung pertemuan umum, dll
- untuk keperluan sosial, seperti mesjid, langgar, rumah sakit, dll
- untuk keperluan komersial, seperti rumah makan, hotel, pasar, dll
- untuk keperluan pelabuhan
- untuk keperluan fasilitas rekreasi, seperti kolam renang, daerah wisata,
daerah perkemahan, dll.
Kebutuhan air suatu komunitas tergantung pada faktor-faktor di bawah ini:
• Populasi
• Kondisi iklim
• Kebiasaan dan gaya hidup
• Fasilitas plambing
• Sistem penyaluran pembuangan
• Industri
• Biaya air
Dengan berbagai pertimbangan di atas, maka dalam suatu penyediaan air
minum perlu diperhatikan faktor-faktor :
• Segi Kualitas
Terpenuhinya syarat-syarat kualitas, aman, higienis, baik dapat diminum
tanpa kemungkinan menginfektir pemakainya.
III-2
Persyaratan kualitas air minum terdiri atas :
− Persyaratan Fisis
Kualitas fisis yang dipertahankan atau dicapai bukan hanya semata-
mata dengan pertimbangan segi kesehatan, akan tetapi juga
menyangkut soal kenyamanan dan dapat diterimanya oleh masyarakat
pemakai air, dan mungkin pula menyangkut segi estetika. Yang
termasuk dalam persyaratan fisis air minum adalah bau, rasa,
temperatur, warna, dan kekeruhan.
− Persyaratan Kimiawi
Kadar dan tingkat konsentrasi unsur kimia yang terdapat dalam air
harus aman, tidak membahayakan kesehatan manusia dan makhluk
hidup lainnya, pertumbuhan tanaman, tidak membahayakan kesehatan
bila digunakan dalam industri serta tidak menimbulkan kerusakan pada
sistem penyediaan air minumnya sendiri. Sebaliknya, beberapa unsur
tertentu diperlukan dalam jumlah yang cukup untuk menciptakan
kondisi air minum yang dapat mencegah suatu penyakit atau kondisi
kualitas yang menguntungkan.
Pada dasarnya unsur-unsur kimiawi dapat dibedakan atas 4 macam
golongan :
o Unsur-unsur yang bersifat racun (Hg,Pb)
o Unsur-unsur tertentu yang dapat mengganggu kesehatan
o Unsur-unsur yang dapat mengganggu sistem atau aktivitas manusia
o Unsur-unsur yang merupakan indikator pencemaran
− Persyaratan Bakteriologis
Dalam persyaratan ini ditentukan batasan tentang jumlah bakteri secara
umum, kuman dan bakteri coli secara khusus.
Pada dasarnya ada dua golongan bakteri :
o Mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit
o Non pathogen, yaitu mikroorganisme yang tidak menimbulkan
penyakit
• Segi Kuantitas
III-3
Tersedia dalam jumlah yang cukup dan dapat dipergunakan setiap waktu,
baik untuk keperluan domestik maupun keperluan lainnya.
Penyediaan air dalam jumlah yang cukup, baik untuk keperluan domestik
maupun kegiatan lainnya, tidak hanya mempunyai arti terpenuhinya
permintaan dan kebutuhan itu sendiri akan tetapi lebih jauh dari itu akan
mendukung tercapainya masyarakat yang hidup secara higienis.
• Pemakaian Air
Pemakaian air bertitik tolak dari jumlah air yang terpakai dari sistem
yang ada bagaimanapun keadaannya. Pemakaian air dapat terbatas oleh
karena terbatasnya air yang tersedia pada sistem yang dipunyai, yang
belum tentu sesuai dengan kebutuhan.
Pemakaian air perkapita dapat bervariasi dari satu komunitas ke
komunitas lainnya disebabkan berbagai faktor, antara lain tingkat hidup,
pendidikan, dan tingkat ekonomi masyarakat.
• Kebutuhan Air
Kebutuhan air adalah jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk
keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang memerlukan air. Kebutuhan air menentukan besaran sistem dan
ditetapkan berdasarkan pengalaman-pengalaman dari pemakaian air.
• Fluktuasi Pemakaian Air
Pemakaian air tidak sama antara satu jam dengan jam lainnya, begitu
pula antara satu hari dengan hari lainnya dalam satu bulan dengan bulan
lainnya dalam satu tahun. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan
aktifitas penggunaan air yang terjadi. Perbedaan ini lebih disebabkab
oleh kebiasaan masyarakt pemakai dan keadaan iklim.
Terpenuhinya kedua segi di atas adalah sangat penting untuk mendukung
pengelolaan kesehatan masyarakat yang lebih baik.
III.3 Pengertian Sistem Distribusi
Komposisi dari suatu sistem penyediaan dapat terdiri dari sebagian atau
keseluruhan dari 3 komponen utama, yaitu :
• Sistem sumber, dengan atau tanpa bangunan pengolahan air minum.
III-4
Sumber dapat terdiri sumber dan sistem pengambilan/pengumpulan saja
ataupun dapat pula dilengkapi suatu sistem pengolahan. Dalam tugas ini
sumber berupa mata air dengan kualitas air yang telah memenuhi syarat
kualitas sehingga tidak memerlukan lagi pengolahan.
• Sistem transmisi, terdiri dari sistem transportasi, cara pengangkutan,
kapasitas yang diangkut, peletakan dan penempatan, srta peralatan dan
perlengkapan.
Air dari sumber yang telah memenuhi syarat kualitas dan kuantitas
selanjutnya dibawa ke wilayah perkotaan yang akan menerima pelayanan
ini. Untuk membawanya diperlukan suatu saluran pembawa (transmission
line).
• Sistem distribusi, terdiri dari suatu reservoir dan pipa distribusi.
Sistem distribusi terdiri dari suatu reservoir dan pipa distribusi. Jaringan
distribusi digunakan untuk mengalirkan dan membagikan air kepada
masyarakat atau konsumen di wolayah perkotaan yang dilayani.
Setelah melalui sistem transmisi, maka air minum akan ditampung di reservoir
dan selanjutnya didistribusikan melalui sistem distribusi yang akan melayani
seluruh daerah pelayanan.
Sistem distribusi adalah sistem penyaluran air bersih atau air minum dari
reservoir ke daerah pelayanan. Perencanaan jaringan pipa distribusi merupakan
suatu hal yang penting karena menyangkut kepentingan dan kebutuhan orang
banyak. Perencanaan ini merupakan bagian dari tujuan umum pelayanan air bersih
kepada masyarakat dalam pencapaian target kualitas dan kuantitas. Pekerjaan
dalam sistem distribusi meliputi sistem pemipaan, pemasangan katup-katup,
pemasangan hidrant dan peralatan lainnya yang berhubungan dengan pengadaan
atau penghantaran air dari reservoir distribusi (pipa transmisi) sampai ke
konsumen
Sistem distribusi dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem perpipaan dan letak
dari sistem distribusi tersebut, yaitu (Babbit 6th ed, 1967) :
a. Sistem lingkaran atau sistem cincin
Sistem ini sering dipakai pada daerah-daerah yang memiliki perbedaan
elevasi sangat kecil. Aliran air dalam sistem ini dua arah.
III-5
Pada sistem ini, pipa induk dan pipa sekunder berhubungan secara makro
sistem. Pipa-pipa ini hanya memberi air ke titik-titik pembagi (junction) dan
arah aliran secara bolak-balik.
Ciri-ciri sistem distribusi yang memakai sistem ini adalah:
• Tidak merupakan arah satu aliran saja
• Gradasi ukuran pipa tidak beraturan
• Tidak memiliki titik mati
• Pada saat terjadinya pemakaian puncak di suatu daerah, aliran dapat
berubah
Keuntungan memakai sistem ini adalah:
• Dapat melayani banyak tempat dan kemungkinan akan terjadi
pengembangan bila ada pelanggan bertambah.
• Jika ada kerusakan, maka dapat dilokalisir sehingga tidak
mempengaruhi aliran ke seluruh sistem.
• Distribusi air merata.
• Jika ada pemakaian puncak, aliran air dari daerah lain dapat memenuhi
kebutuhan tersebut.
Kerugian dari sistem ini adalah:
• Biaya perpipaan akan lebih mahal karena pipa yang dibutuhkan banyak
dan jalurnya melingkar.
• Gradasi pipa tidak terlihat jelas.
• Tekanan dalam pipa cukup rendah sehingga bila ada kebakaran, air
tidak dapat dialirkan secara serentak.
• Alirannya belum tentu satu arah, dapat bolak-balik pada waktu tertentu.
Tetapi pada saat dimensional dihitung searah.
Sistem dengan pola lingkaran ini digunakan untuk daerah pelayanan dengan
sifat:
• Bentuk dan perluasannya menyebar ke segala arah.
• Jaringan jalannya berhubungan satu sama lain.
• Elevasi tanah relatif datar.
Sistem ini mempunyai dua jenis perencanaan, yaitu:
III-6
• Outer line; pemasangan jaringan ke arah keluar dengan pengembangan
ke dalam. Baik digunakan untuk daerah yang mengalami
pengembangan.
• Inner line; pemasangan jaringan ke arah dalam saja. Baik untuk daerah
yang tidak akan mengalami pertambahan jumlah penduduk dan
penambahan fasilitas.
b. Sistem gridiriron (kisi-kisi)
Sistem ini mirip dengan sistem lingkaran, tetapi terbagi-bagi menjadi zone-
zone kecil. Sistem ini merupakan metode yang paling sering digunakan,
terutama pada kota-kota besar.
c. Sistem cabang
Sistem ini dipakai untuk daerah yang memiliki perbedaan elevasi besar,
pengaliran air pada sistem ini adalah dengan cara gravitasi. Aliran air dalam
siste cabang ini adalah satu arah.
Pada sistem ini pipa induk disambung dengan beberapa pipa sekunder. Pipa
sekunder disambung ke beberapa pipa subinduk yang akan mengalami pipa
servis.
Ciri-ciri sistem ini:
• Memiliki satu arah aliran.
• Aliran berakhir pada satu titik mati.
Keuntungan dari sistem ini:
• Baik diterapkan pada daerah yang menurun.
• Cukup ekonomis karena jalurnya pendek.
• Tidak memerlukan banyak pipa.
• Gradasi (perubahan) ukuran pipa terlihat jelas (makin ke ujung makin
kecil).
• Tekanan air cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk pengaliran
air.
• Mudah mengoperasikan.
• Mudah dalam perhitungan dimensi.
• Perkembangan sistem dapat disesuaikan dengan perkembangan kota.
Kerugian sistem ini:
III-7
• Jika ada kerusakan, seluruh sistem dalam daerah pelayanan akan
terganggu karena tidak adanya sirkulasi air.
• Timbulnya rasa, bau, dan gangguan kesehatan karena adanya air yang
diam pada uung-ujung pipa cabang. Untuk itu dilakukan pengurasan
pada tiap waktu tertentu, karena itu diperlukan katup penguras dan
mengakibatkan adanya kehilangan air yang cukup besar.
• Bila ada peningkatan kebutuhan air secara tiba-tiba, maka kebutuhan itu
tidak akan tersedot. Suplai air hidran juga akan lebih sedikit, karena
sifat alirannya hanya satu arah.
• Keadaan peak untuk tiap cabang berbeda-beda untuk setiap situasi.
• Memiliki banyak titik pipa, sehingga peralatan pipa akan lebih banyak
yang digunakan.
Sistem dengan pola cabang ini digunakan untuk daerah pelayanan dengan
sifat:
• Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah.
• Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan tinggi yang cukup
besar dan menurun secara teratur.
• Luas daerah pelayanan relatif kecil.
d. Sistem kombinasi
Karena suatu daerah tidak ada yang mutlak membentuk pola ring atau pola
cabang, biasanya digunakan juga gabungan dari kedua pola tersebut. Sistem
pelayanan yang menggunakan pola gabungan biasanya digunakan untuk
daerah pelayanan dengan sifat:
• Kota sedang berkembang
• Bentuk perluasan kota yang tidak teratur, begitu juga jaringan jalannya
tidak berhubungan satu sama lainnya pada bagian tertentu.
• Terdapat daerah pelayanan yang terpencil.
• Elevasi muka tanah yang bervariasi.
Pada beberapa kota, dimana terdapat perbedaan ketinggian lebih dari 200 feet,
sistem distribusi dibagi-bagi menjadi beberapa zone untuk menghindari adanya
kelebihan tekanan pada zone yang lebih rendah. Dalam sistem distribusi, hal yang
harus mendapat perhatian adalah tersedianya tekanan yang cukup pada setiap titik
III-8
pada sistem. Dengan kata lain tekanan harus cukup untuk melayani kebutuhan
konsumen. Sehingga aliran air dapat berjalan lancar sampai pada konsumen
terjauh dalam suatu wilayah pelayanan (Babbit 6th ed, 1967).
Agar hal di atas dapat terjadi, dibutukan suatu rangkaian proses pengembangan
(Sari, 1999), seperti :
a. Perancangan dan pengembangan kebijakan
b. Analisis dan evaluasi sistem (dari sudut tekno ekonomi)
c. Perencanaan teknis
Tahapan yang dilalui umumnya sudah cukup memadai, walau belum
sempurna benar. Kadangkala, karena berbagai pertimbangan, dijumpai
adanya kendala penting yang terpaksa tidak dimasukkan ke dalam analisis
jaringan, seperti penempatan hidrant sebagai pencegah bahaya kebakaran.
d. Implementasi pekerjaan fisik
Tidak jarang dilakukan perubahan-perubahan terhadap apa yang sudah
direncanakan sebelumnya. Biasanya terjadi penempatan peralatan
penunjang pipa yang minim (pemanfaatan katup-katup).
e. Pengoperasian dan pengembangan jaringan yang ada
Pengembangan di atas perlu dilakukan secara berkaitan agar sasaran
tercapai. Kenyataannya pengembangan sering dikerjakan sendiri-sendiri.
Inventarisasi panjang dan jalur pipa, diameter pipa komponen-komponen yang
ada dalam jaringan serta titik-titik pelayanan beserta elevasinya merupakan
kegiatan awal yang perlu dilaksakan. Dilanjutkan dengan evaluasi dan
pengukuran lapangan terutama terhadap besaran-besaran hidrolis yang terdapat
dalam sistem tersebut. Tahap berikutnya adalah pemyederhanaan jaringan yang
berguna untuk memudahkan pembuatan model matematis dalam analisis jaringan
itu sendiri.
Re analisis jaringan distribusi menggunakan proses matematis untuk
mensimulasikan kejadian di lapangan. Langkah-langkah dalam proses modelling
untuk re-analisis meliputi :
a. Pengumpulan data
b. Penyelesaian jaringan
c. Kalibrasi model
III-9
d. Analisis jaringan
III.4 Tujuan Sistem Distribusi
Tujuan dari sistem distribusi adalah menyalurkan air minum ke daerah
pelayanan, dengan tetap memperhatikan faktor kuantitas, kualitas dan tekanan air
sesuai rencana semula. Dalam sistem distribusi perlu diperhatikan beberapa faktor
agar tercipta tingkat pelayanan kebutuhan yang baik, antara lain :
a. Terjaganya kualitas air sepanjang pipa distribusi sampai kepada konsumen.
b. Kuantitas air yang mencukupi kebutuhan masyarakat dan kesediaannya
setiap saat secara kontinu.
c. Antisipasi terjadinya kehilangan yang bersifat insidental seperti kebocoran
pipa, pencurian air, dan sebagainya.
d. Tekanan pengaliran harus dapat menjangkau seluruh daerah pelayanan baik
yang kritis sekalipun sehingga dapat tercukupi kebutuhannya dengan sistem
distribusi yang dirancang.
III.5 Definisi Kehilangan Air
Kehilangan air merupakan faktor yang dapat menyebabkan kerugian pada
suatu sistem penyediaan air, baik terhadap PDAM maupun terhadap konsumen.
Dengan adanya kehilangan air maka pihak PDAM akan menderita kerugian secara
ekonomi dan finansial, sedangkan kerugian yang diderita pihak konsumen adalah
terganggunya kapasitas dan kontinuitas pelayanan. Untuk menghitung nilai
kehilangan air dapat dibuat neraca kesetimbangan air. Neraca kesetimbangan air
dapat dilihat pada Tabel III.1.
Melihat pada Tabel III.1 dapat disimpulkan air yang bisa direkeningkan sama
dengan konsumsi resmi berekening. Maka, Air yang Tak Bisa Direkeningkan
(ATBD) adalah input sistem dikurangi konsumsi berekening (Seminar Perpamsi,
2005).
ATBD = Input sistem – Konsumsi Berekening
Pada beberapa dekade lalu, diperkenalkan istilah UFW (Unacounted-for-
Water) atau Air yang tak Terhitung Kegunaannya. Istilah ini diperkenalkan ketika
perusahaan penyedia air tidak dapat menghitung untuk apa kegunaan airnya.
III-10
Dewasa ini, perusahaan penyedia air sudah dapat menghitung semua komponen
kesetimbangan air, bahkan jika air tersebut hilang. Maka, akan lebih relevan jika
sekarang digunakan istilah ATBD, selain itu istilah ini lebih mudah untuk
dirumuskan dan dipakai dalam perhitungan.
Tabel III.1 Kesetimbangan Air
Kebocoran dan air berlebih di tanki
Kebocoran padasambungan layanansampai meteran
Ketidak-akuratanmeteran pelanggan
Tak ber-meter Air yang tak bisadi-rekening-kan
(NRW/UFW/
ATBD)
Tak ber-meter ber-rekening
Air yang bisa di-rekening-kan
Kebocoran pada pipaKebocoran fisik
Konsumsi tak resmiKerugiankomersial
Kehilangan air
Ber-meterKonsumsi resmitak ber-rekening
Ber-meter ber-rekening
Konsumsi resmiber-rekening
Konsumsi resmi
Volume Input air ke sistem
Kebocoran dan air berlebih di tanki
Kebocoran padasambungan layanansampai meteran
Ketidak-akuratanmeteran pelanggan
Tak ber-meter Air yang tak bisadi-rekening-kan
(NRW/UFW/
ATBD)
Tak ber-meter ber-rekening
Air yang bisa di-rekening-kan
Kebocoran pada pipaKebocoran fisik
Konsumsi tak resmiKerugiankomersial
Kehilangan air
Ber-meterKonsumsi resmitak ber-rekening
Ber-meter ber-rekening
Konsumsi resmiber-rekening
Konsumsi resmi
Volume Input air ke sistem
Sumber : Seminar Perpamsi, 2005
Kehilangan air akan ATBD didefinisikan sebagai perbedaan antara banyaknya
air yang dialirkan ke jaringan distribusi dan pemakaian air yang tercatat pada
pemakaian tersebut. Kehilangan air akan ATBD menyebabkan kerugian keuangan
yang besar (Cipta Karya, 1988).
NRW (Non Revenue Water) atau dapat disebut juga ATBD dapat dikategorikan
sebagai berikut (Palyja, 2005) :
a. Real Losses
disebabkan oleh kebocoran pipa, adanya sambungan pipa, overflowing
reservoir dan sebagainya.
b. Apparent Losses
- Commercial Losses
III-11
disebabkan oleh konsumen yang tak terdaftar, adanya sambungan ilegal,
adanya manipulasi atau penipuan dan sebagainya.
- Metering Losses
disebabkan oleh pembacaan meteran yang salah, tertimbunnya meteran,
kesalahan pengujian meteran dan lain – lain.
Kehilangan air (Seminar Perpamsi, 2005) merupakan :
a.. Selisih antara volume input sistem dengan konsumsi resmi.
b. Selisih jumlah air yang didistribusikan dan jumlah air yang diterima
pelanggan.
c. Perbedaan jumlah air yang dibaca pada meter induk dan jumlah air yang
dibaca pada meter pelanggan.
Konsumsi resmi adalah volume air bermeter dan atau tak bermeter tahunan
yang dikonsumsi oleh para pelanggan terdaftar, pensuplai air dan orang-orang
yang secara implisit atau eksplisit diberi kewenangan oleh pensuplai air untuk
melakukannya.
Konsumsi resmi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Konsumsi resmi berekening
Yang dimaksud konsumsi resmi berekening adalah suplai air kepada
pelanggan, dengan dasar perhitungan meteran dari air yang dikonsumsi
maupun dengan dasar penaksiran.
b. Konsumsi resmi tak berekening
Bisa meliputi elemen-elemen seperti pemadam kebakaran, penyemprotan
pipa saluran air dan gorong-gorong, pembersihan jalan, pengairan taman-
taman kota dan air mancur umum.
Kehilangan air dapat dibedakan menjadi dua ( Seminar Perpamsi, 2005), yaitu :
a. Kerugian Komersial
Merupakan nilai bagi semua jenis ketidakakuratan yang berhubungan
dengan pemeteran pelanggan dan kesalahan penanganan data ditambah
konsumsi ilegal.
b. Kebocoran Fisik
Merupakan kebocoran tahunan dari sistem yang ditekan hingga ke titik
pelanggan.
III-12
Kehilangan air (Sari, 1999) berarti perbedaan jumlah air yang masuk ke dalam
sistem penyediaan air bersih (water supply system) dengan jumlah air yang
tercatat.
Jenis kehilangan air dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Kehilangan air yang tercatat / dapat dicatat
Kehilangan jenis ini misalnya pemakaian air untuk pengurasan pipa,
pemakaian fire hydrant, pemakaian air untuk fasilitas keindahan kota,
pemakaian air untuk penggunaan sosial yang tidak terbayar dan lain-lain.
b. Kehilangan air yang tak tercatat
Contoh kehilangan air jenis ini adalah kebocoran air pada jaringan pipa
distribusi, pemakaian air konsumen yang tidak tercatat oleh meter karena
meter rusak atau tidak teliti, pembuatan rekening yang salah dan sebagainya.
Nilai kehilangan air di Indonesia dianggap masih normal jika bernilai sekitar
20% sesuai angka kehilangan air yang disarankan Departemen PU, yaitu sekitar
18%-20%, dengan perincian sebagai berikut :
Kebocoran pada sistem distribusi 5%
Ketelitian pengukuran meter air 3-5%
Kebocoran pipa konsumen 5%
Pemakaaian untuk O & M 3%
Kehilangan air non fisik dan lainnya 2%
Total 18-20%
Untuk perbandingan, maka akan ditampilkan kehilangan air di beberapa kota di
dunia, seperti pada Tabel III.2.
Kehilangan air ini juga dapat dibagi menjadi (Ristiarini, 1999) :
a. Kehilangan air fisik (nyata)
Kehilangan air fisik adalah kehilangan air yang secara fisik/nyata terbuang
keluar dari sistem distribusi sehingga tidak dapat dimanfaatkan, misalnya
kebocoran air pada pipa distribusi, kebocoran air pada pipa dinas atau
kebocoran air pada katup. Kehilangan air ini pada umumnya tergolong
kehilangan air tidak tercatat.
Penyebab kehilangan air fisik merupakan faktor teknis yang sering terjadi
pada sistem penyediaan air bersih, terutama pada jaringan-jaringan pipa
III-13
yang sudah berumur tua, tetapi juga sering terjadi pada jaringan-jaringan
pipa yang masih baru, dimana karena kelalaian pemasangan dan kualitas
pipa yang digunakan akan menyebabkan kebocoran pipa.
b. Kehilangan air non fisik (tidak nyata)
Kehilangan air non fisik tidak dapat terlihat atau tidak dapat diperhitungkan
dalam proses penagihan. Sebagian besar kehilangan air non fisik disebabkan
oleh faktor-faktor non teknis yang sulit dilacak maupun ditanggulangi
karena menyangkut masalah kompleks baik di dalam maupun di luar PDAM
itu sendiri. Kehilangan air ini dapat merupakan kehilangan air yang tercatat
maupun yang tidak. Merupakan kehilangan air yang terpakai tetapi tidak
dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya karena berbagai alasan.
Beberapa contoh kehilangan air non fisik adalah :
- Kesalahan membaca meteran
- Pencatatan angka meteran pelanggan yang tidak sesuai dengan
semestinya, misalnya karena aliran air terlalu kecil atau karena
ketidaktelitian meter air.
- Kesalahan-kesalahan pembuatan rekening air.
- Adanya sambungan liar.
Kehilangan air dapat terjadi baik pada unit pengolahan, pipa transmisi maupun
pipa distribusi. Tetapi kehilangan air sebagian besar terjadi pada pipa distribusi,
hal ini disebabkan karena pada pipa distribusi banyak sekali faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kebocoran air. Oleh karena itu pengendalian kebocoran
air pada penelitian ini adalah pada sistem distribusi air minum.
Kehilangan air dapat didefinisikan sebagai selisih antara jumlah air yang
tercatat masuk ke dalam sistem dan jumlah air yang tercatat keluar dari sistem
(Laporan Batang, 2000). Secara sederhana, hal ini dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Kehilangan Air = Input yang Tercatat – Output yang Tercatat
Definisi ini biasanya tidak termasuk jumlah air yang telah dibuatkan rekening,
yang berarti telah tercatat tetapi belum dibayarkan. Karena itu jumlah tagihan dan
tunggakan biasanya tidak dimasukkan dalam perhitungan kehilangan air.
III-14
Tabel III.2 Kehilangan Air di Beberapa Kota di Dunia
Konsumsi Kehilangan Air No Kota Negara
( l/o/h ) ( % )
1 Poznan Polandia 330 65,8
2 Glasgow Inggris 500 49,6
3 Belfast Inggris 495 48,1
4 London Inggris 314 42,4
5 Liverpool Inggris 349 35
6 Marseiles Perancis 486 36
7 Paris Perancis 270 21,5
8 Philadelphia AS 741 34,4
9 Colombus AS 499 23
10 Atlanta AS 562 11,9
11 San Fransisco AS 608 11,8
12 Dublin Irlandia 251 31,5
13 Roma Italia 651 25
14 Torino Italia 425 12
15 Barcelona Spanyol 267 22,1
16 Brussel Belgia 178 15,2
17 Munchen Jerman Barat 308 13,6
18 Hamburg Jerman Barat 229 5
19 Frankfurt Jerman Barat 312 4,8
20 Berlin Jerman Barat 269 3
21 The Haque Belanda 148 2
22 Copenhagen Denmark 311 5,5
Sumber : Bandung Water Supply Augmentation Improvement Phase 2,
Feasibility Study Final Report, Vol 4, 1989
(Dikutip dari : Hasil Survey dari IWSA Standing Comitte on Water
Distribution 1977 – 1978)
III-15
III.6 Sumber-Sumber Kehilangan Air
Kehilangan air terdiri dari bermacam-macam komponen dan pada umumnya
dapat digolongkan sebagai kehilangan air secra fisik dan non fisik. Kehilangan air
secara non fisik adalah setiap komponen yang tidak termasuk sebagai kehilangan
langsung secara fisik (Laporan Batang, 2000).
Kehilangan air secara fisik diakibatkan oleh faktor - faktor teknis pada sistem
perpipaan seperti pencatatan meter induk tidak akurat (kurang baik), kebocoran
pada reservoir, kebocoran pada sambungan pipa distribusi dan transmisi, jaringan
pipa keropos (sudah tua, material kurang bagus, pemasangan pipa tidak memenuhi
syarat), sambungan pelanggan gelap (tidak terdeteksi), meter pelanggan tidak
akurat (perggantian meter tidak terprogram), kebocoran pada pipa dinas
pelanggan (pipa servis sebelum meter air), penggunaan air untuk pencucian dan
penggelontoran pipa, kualitas pipa yang digunakan, tekanan yang dihasilkan,
perlengkapan perpipaan, sambungan-sambungan pipa dan lain sebagainya
(Seminar Perpamsi, 2005).
Sedangkan kehilangan air non fisik diakibatkan oleh faktor-faktor non teknis
seperti sistem pencatatan meter induk tidak sempurna, sistem pencatatan meter
pelanggan tidak baik, perlakuan pencatat meter (pencatatan ditaksir), administrasi
pencatat meter tidak baik, sistem penagihan tidak sempurna, kesalahan
administrasi, kesalahan pembacaan meter air, akurasi meter air, sambungan-
sambungun liar, penggunaan tanpa pemakaian meter air, dan lain sebagainya
(Seminar Perpamsi, 2005).
Tingkat kehilangan air sering dinyatakan sebagai persentase dari jumlah
produksi air, yang ditentukan dari data produksi dan pemakaian air. Kemudian
hasilnya digunakan secara luas untuk menunjukkan keadaan umum sistem
distribusi, khususnya jumlah kebocoran yang ada. Alasannya yaitu kebocoran
secara fisik biasanya merupakan komponen utama pada perhitungan kehilangan
air. Namun hal ini bisa salah apabila kehilangan air secara non fisik juga
menunjukkan angka yang cukup besar. Karena itu lebih baik menghitung
komponen-komponen kehilangan air tersebut dengan pengukuran langsung dan
kemudian menyesuaikan jumlahnya dengan tingkat kehilangan air yang
III-16
ditentukan secara tidak langsung dari perkiraan data produksi dan pemakaian air
(Laporan Batang, 2000).
Pada dasarnya sumber – sumber kehilangan air sama pada setiap sistem,
potensinya untuk menghasilkan kehilangan air, juga tergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhinya (Seminar Perpamsi, 2005).
Beberapa sumber kehilangan air (Sari, 1999):
1. Meter Air
a. Fungsi Meter Air
Meter air digunakan pada sistem penyediaan air bersih dengan tujuan :
- untuk mengetahui jumlah produksi air
- untuk mengetahui besar pemakaian air keperluan pelanggan
- untuk mengetahui besar pemakaian air konsumen, termasuk
kepentingan sosial
- untuk dapat memperhitungkan tarif air
- untuk dapat memperhitungkan rekening pelanggan
- untuk memperkirakan besar kehilangan air dari sistem instalasi
keseluruhan
- untuk keperluan penelitian/pengendalian
b. Ketelitian Meter Air
Hasil pengujian Lembaga Pendidikan menunjukkan bahwa meter air tidak
selalu dapat diandalkan kebenaran penunjukkannya. ternyata untuk beberapa
kondisi sistem pengaliran air, meter air memperlihatkan kekurangtelitian
saat beroperasi.
Disamping kecepatan aliran, yang dapat mempengaruhi ketelitian meter air
adalah udara. Sebuah instalasi penyaluran air minum yang bekerja secara
periodik, pada saat operasi berhenti, maka sejumlah udara akan masuk ke
dalam pipa distribusi dari celah sambungan pipa, katup yang tidak tertutup
sempurna atau dari pipa yang bocor.
Aliran udara dalam meter air akan memutar dial meter dengan cepat.
Peristiwa ini sering ditemui di lapangan pada meter air konsumen. Tiap
keluhan konsumen dapat diartikan sebagai suatu gejala ketidakpuasan
III-17
terhadap tingkat pelayanan PDAM dan keadaan seperti ini harus dihindari
sedini mungkin dengan cara :
- Menganjurkan kepada konsumen agar menutup keran dengan sempurna
dan jika ada kerusakan segera dilaporkan kepada PDAM.
- Memperbaiki sambungan pipa distribusi yang menimbulkan kebocoran
kecil, sedang dan besar.
- Menggiatkan inspeksi keliling untuk memantau kemungkinan adanya
kebocoran pipa distribusi.
- Berusaha agar instalasi sistem distribusi bekerja secara kontinu.
Tekanan yang bekerja pada pipa akan menentukan kecepatan aliran dalam
pipa dan akan mempengaruhi besarnya starting flow. Starting flow adalah
debit aliran terkecil yang diperlukan untuk dapat menggerakkan alat
penghitung meter air. Kecepatan aliran di bawah starting flow akan
mengakibatkan air tidak tercatat pada meter air.
2. Pipa Transmisi dan Distribusi
Kehilangan air pada pipa transmisi sering terjadi karena adanya kebocoran
yang dipengaruhi oleh tekanan di dalam dan di luar pipa yang tidak seimbang.
Beberapa hal yang mempengaruhi adalah konstruksi pemasangan,
penyambungan serta kualitas material yang digunakan dan usia dari pipa.
Pada pipa distribusi yang mengalirkan air kepada pelanggan, kehilangan air
sangat besar karena banyaknya pipa-pipa kecil yang potensial sebagai sumber
kebocoran.
- Tekanan
Tekanan dalam pipa diakibatkan oleh gaya yang bekerja dalam pipa
tersebut. Gaya yang bekerja adalah gaya hidrostatis dan gaya hidrodinamis.
Gaya hidrostatis adalah gaya yang diakibatkan tekanan yang bekerja pada
air dalam keadaan diam di dalam pipa (DPU RI, 1974). Gaya hidrodinamis
adalah gaya dorong yang dapat diberikan oleh air yang bergerak dalam pipa.
Jika dibandingkan, besar gaya hidrodinamis yang diakibatkan oleh
kecepatan air dalam pipa lebih kecil dari gaya hidrostatis yang diakibatkan
oleh tekanan air yang diam (Giles, 1984).
III-18
Dalam kehilangan air, tekanan dalam pipa merupakan indikator terjadinya
suatu kebocoran fisik pada jaringan distribusi.
Tekanan yang besar dalam pipa akan mengakibatkan udara di dalam pipa,
udara yang terakumulasi dalam pipa akan mempengaruhi peputaran
propeller dari meter air ( Leakage Reduction, 1987).
- Konstruksi
Sambungan antar pipa ataupun dengan fitting harus kokoh. Pada lokasi
penyeberangan perlu adanya jembatan pipa atau penyangga serta angker
blok pada lokasi-lokasi rawan untuk meredam gaya-gaya dari luar.
Penimbunan lapisan paling bawah dengan pasir, kerikil dan dipadatkan
dengan tanah. sebelum penimbunan secara permanen, terlebih dahulu
dilakukan pengetesan tekanan pada pipa.
Untuk penyambungan pipa tergantung jenis pipa yang akan disambung.
Untuk sambungan pipa persil menggunakan clamp saddle untuk mencegah
terjadinya kebocoran pada sambungan ini.
- Beban
Adanya getaran lalu lintas dan beban dari luar seperti kendaraan akan
mengakibatkan beban yang dipikul pipa semakin besar. beban ini dapat
direduksi dengan cara penimbunan pipa yang mengikuti peraturan. beban
yang dipikul pipa akan semakin kecil pengaruhnya jika pemasangan pipa
dilakukan dengan baik.
- Kualitas Material
Pemilihan kualitas material harus baik dan dilakukan dengan cermat. Hal ini
akan mempengaruhi kecepatan terjadinya kerusakan pada sistem jika
kualitasnya buruk. Kualitas yang bagus akan berusia lebih lama dan lebih
tahan terhadap gangguan.
- Korosi
Korosi internal merupakan proses korosi di dalam pipa akibat proses kimia
antara air dengan pipa logam, sehingga pipa akan mudah retak/pecah jika
beban bertambah atau tekanannya yang bertambah. Pengaruh kualitas air
dapat menyebabkan korosi.
III-19
3. Perlengkapan Pipa (Fitting)
Perlengkapan pipa ini meliputi joint, bend, tee, cross dan valve. Kondisi sistem
penyambungan antar fitting yang kurang baik dan tidak sesuai dengan tekanan
kerja yang diijinkan akan menyebabkan pipa mudah pecah.
Daerah tempat penyambungan fitting dengan pipa merupakan daerah yang
rawan akan kebocoran terlebih – lebih jika konstruksi pemasangannya tidak
bail sehingga sangat dipengaruhi oleh beban yang bekerja pada tempat tersebut
(Twort, 1974).
4. Pemakaian Air tanpa Meter Air
Pemakaian air oleh pelanggan tetapi tidak dilengkapi oleh meter air. sehingga
untuk beban rekening tidak berdasarkan pemakaian air sebenarnya dan angka
menjadi tidak pasti (Leakage Reduction, 1987)
5. Sambungan Liar (Illegal Connection)
Sambungan yang terjadi dengan menapping pipa pelayanan tanpa diketahui
pihak PDAM. Tujuannya agar pemakaian air tidak tercatat sehingga tidak perlu
membayar beban rekening.
6. Pencucian Pipa (Flushing)
Air yang digunakan untuk mencuci pipa merupakan jumlah tidak tercatat.
Umumnya jumlah dipakai sebesar 2% dari jumlah produksi, tetapi seharusnya
melalui meter air agar jelas berapa jumlah pemakaiannya.
7. Kesalahan Administrasi
Administrasi kurang tertib, seperti penagihan yang kurang tertib dan tidak
menurut sistem yang telah ditetapkan, proses pembacaan meter air, pencatatan
meter, kesalahan pada pembukuan lainnya, proses pembuatan rekening ataupun
karena petugas pembaca meter tidak membacanya. Pemakaian untuk
infrastruktur, hidrant, taman-taman kota seringkali tidak diketahui secara pasti
karena tidak ada meter air. Kesalahan administrasi akan mengacaukan dan sulit
untuk dikendalikan. Jumlah pemakaian air menjadi tidak sesuai dengan
kenyataan di lapangan, sehingga air yang terdistribusi dengan yang terpakai
menjadi tidak jelas
8. Sosial Budaya
III-20
Sambungan liar, tanpa meter air, meter air dimodifikasi, sambungan ganda
sebelum meter air, melepas meter air saat pengaliran kemudian dipasang lagi,
merusak cara kerja meter air, membubuhkan garam pada gelas meter air,
meletakkan magnet di dekat dial merupakan bentuk-bentuk kecurangan yang
pernah ditemui dan dilakukan oleh konsumen. Tujuan dari itu semua adalah
agar angka tercatat lebih kecil sehingga membayarnya menjadi murah. Hal ini
menunjukkan kesadaran masyarakat masih kurang dan begitu juga kesadaran
untuk melapor.
Kondisi sosial para pegawai PDAM pun kurang bertanggungjawab, petugas
pembaca meter air yang merupakan ujung tombak perusahaan jika kurang
bertanggungjawab akan mempengaruhi pendapatan yang sebenarnya.
III.7 Metoda Pengendalian Kehilangan Air
Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan, dibutuhkan penanggulangan kehilangan
air dimana dengan penaggulangan kehilangan air ini, kapasitas pelayanan akan
ditingkatkan tanpa adanya peningkatan kapasitas sumber, mengingat sumber air
baku yang makin lama makin berkurang sementara kebutuhun penduduk akan air
bersih semakin lama semakin meningkat.
Pengendalian kehilangan air tidak mudah untuk dilaksanakan karena menyangkut
banyak segi yang harus diperhitungkan baik dalam PAM sendiri maupun kondisi
masyarakat pemakai air yaitu pemerintah maupun non pemerintah. Karenanya
perlu suatu metoda pendekatan untuk kondisi setempat dalam usaha
mengendalikan besarnya kehilangan air agar tidak melebihi batas kewajaran yang
ditetapkan.
Di dalam menanggulangi kebocoran air ada 2 jenis kebocoran yang harus
ditangani, yaitu kebocoran air secara fisik dan kebocoran air secara administratif.
Dalam penanggulangan kebocoran air sendiri ada 3 metoda penurunan kebocoran
air yang dapat dilaksanakan (Laporan Batang, 2000), yaitu :
a. Kontrol tekanan
Pengaturan tekanan air di dalam pipa. Merupakan cara yang paling sederhana
dan cepat, karena tidak menyangkut deteksi kebocoran, penurunan tekanan ini
III-21
dapat dicapai dengan mengurangi tekanan pompa atau pemasangan katup
penurunan tekanan pada jaringan pipa distribusi.
b. Penurunan kebocoran air secara pasif
Dengan metoda pasif kontrol, yaitu memperbaiki kebocoran hanya bila ada
laporan dari masyarakat tentang adanya kebocoran atau bila kebocoran itu
kebetulan saja diketahui (dapat terlihat secara fisik). Pada metoda ini tidak
dilaksanakan pengukuran atau pendeteksian kebocoran. Metoda ini dapat
dilaksanakan apabila harga produksi air relatif murah jika dibandingkan biaya
operasionalnya, nilai kebocoran relatif masih rendah dan sumber air masih
dapat mencukupi kebutuhan konsumen.
c. Penurunan kebocoran air secara aktif, melalui cara-cara:
• Regular Sounding
Dengan menginspeksi jaringan pipa distribusi yang dilakukan secara berkala
dengan menggunakan alat pendengar kebocoran pada hidran kebakaran atau
pun katup yang terdapat pada jaringan distribusi.
• District Metering (pengukuran zone/wilayah)
Yaitu dengan memantau aliran / fluktuasi pemakaian air pada distrik tertentu
secara berkala. Caranya dengan memasang meter pada suatu distrik pada
lokasi yang tepat, dan debit air yang masuk ke dalam distrik tersebut dicatat
secara berkala dan dievaluasi. Bila terjadi peningkatan fluktuasi yang tiba-
tiba, maka hal ini mengindikasikan adanya kebocoran pada distrik tersebut.
• Waste Metering (pengukuran kebocoran)
Yaitu memantau kebocoran pada setiap jalur pipa. Cara ini dilakukan
dengan memantau aliran air pada malam hari dengan membuka / menutup
katup / valve secara bertahap. Jika terjadi peningkatan aliran air yang
mencolok secara tiba-tiba, maka hal ini mengindikasikan adanya kebocoran.
Untuk mencari kebocoran tersebut, digunakan alat pendeteksi kebocoran.
• Combined Metering (pengukuran kombinasi)
Merupakan gabungan antara district dan waste metering.
Dalam penanggulangan kebocoran air secara administratif, usaha yang harus kita
lakukan akan lebih sedikit, tetapi hasil yang didapat akan sangat signifikan.
Berbeda dengan penanggulangan kebocoran air secara fisik, usaha dan biaya
III-22
yang dibutuhkan akan sangat banyak dan besar, belum lagi waktu yang
dibutuhkan sangat lama. Tetapi, hasil yang didapat tidak sebanding dengan usaha
yang sudah dilakukan.
Selama ini pengendalian kehilangan air dilakukan secara pasif. Dengan metoda ini
memang tidak memerlukan banyak peralatan dan biaya tetapi kehilangan air yang
terjadi tidak dapat ditanggulangi dengan baik bahkan cenderung bertambah tiap
tahunnya. Hal ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, harus ditanggulangi secara
sistematis dan terencana baik.
III.8 Evaluasi Hidrolis Jaringan Pipa Distribusi
Evaluasi hidrolis bertujuan untuk mengetahui pola aliran air dan tekanan di dalam
jaringan perpipaan distribusi. Di samping itu dapat untuk mengetahui kapasitas
maksimum dari perpipaan terpasang yang bermanfaat untuk pengembangan
pelayanan maupun penambahan kapasitas.
Manfaat yang lain adalah dapat mengetahui kondisi jaringan yang ada, dalam hal
ini dapat mengidentifikasi tingkat kebocoran dan mengetahui daerah atau area
yang mempunyai tingkat kebocoran tinggi.
Evaluasi hidrolis dapat dilakukan denganmelakukan simulasi hidrolis secara
teoritis dengan menggunakan persamaan Hardy Cross.
a. Proses Evaluasi Hidrolis Jaringan Pipa
Tahap I : Skematisasi Jaringan Distribusi
Langkah awal dalam melakukan perhitungan teoritis adalah dengan
menyederhanakan sistem distribusi terpasang ke dalam bentuk skematisasi, yang
dalam proses pembuatannya merupakan pendekatan terhadap kondisi jaringan
sebenarnya.
Penyusunan skematisasi model hidrolis disesuaikan dengan data teknis yang ada
di lapangan dan informasi yang ada. Pembuatan model skematisasi juga
didasarkan pada skema yang direncanakan ada sebelumnya, kemudian disesuaikan
dengan kondisi saat ini.
Proses ini meliputi penentuan titik-titik simpul (node) dan penomoran pipa secara
sistematis, kemudian memasukkan data panjang dan diameter pipa dan elevasi
titik simpul (node).
III-23
Tahap II : Skematisasi Konsumsi Air
Skematisasi konsumsi air merupakan proses penentuan jumlah pemakaian air pada
simpul (node) dengan membuat blok-blok pada daerah pelayanan sehingga
didapatkan pembebanan tiap ruas pipa.
Tahap III : Simulasi Hidrolis
Setelah membuat skematisasi model hidrolis dan menyusun struktur konsumsi
pemakaian air di tiap simpul, langkah selanjutnya adalah mensimulasikannya.
b. Hasil Evaluasi Jaringan Pipa Distribusi
Besarnya faktor fluktuasi debit distribusi dapat dihitung dengan pasti dikarenakan
pola distribusi air sudah dilakukan selama 24 jam.
(Sumber : Laporan Batang, 2000)
III.9 Populasi dan Sampel
III.9.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi, populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam
yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki subyek/obyek
tersebut (Sugiyono, 1999).
III.9.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang
dipelajari dari sampel tersebut, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari populasi harus reprensentatif
(Sugiyono, 1999).
III-24
III.9.3 Metoda Pengambilan Sampel
Metoda sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan
sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat beberapa metoda sampel
yang dapat digunakan.
III.9.3.1 Probability Sampling
Probability sampling adalah metoda pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Metoda ini terbagi lagi menjadi :
a. Simple Random Sampling
Pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Cara demikian
dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Metoda ini digunakan bila populasi mempunyai anggota yang tidak
homogen dan berstrata secara proporsional. Jumlah sampel yang harus
diambil meliputi strata populasi.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Metoda ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel bila populasi
berstrata tetapi kurang proporsional.
d. Cluster Sampling (Area Sampling)
Metoda ini digunakan untuk menentukan ukuran sampel bila obyek yang
akan diteliti atau sumber datanya sangatlah luas.
III.9.3.2 Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah metoda pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjjadi anggota sampel. Metoda ini terbagi lagi menjadi :
a. Sampling Sistematis
Metoda pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang
telah diberi nomor urut.
b. Sampling Kuota
III-25
Metoda untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri
tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
c. Sampling Insidental
Metoda penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang
secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel,
bila dipandang orang tersebut cocok sebagai sumber data.
d. Sampling Purposif
Metoda penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampel ini lebih
cocok digunakan untuk penelitian kualitatif atau penelitian yang tidak
melakukan generalisasi.
e. Sampling Jenuh
Metoda penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel.
III-26