Post on 12-Jun-2022
46
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. GAMBARAN UMUM KEPOLISIAN RESORT BANGKALAN
a. Gambaran Umum Mengenai Kepolisian Resort Bangkalan
Kepolisian resort bangkalan atau polres bangkalan merupakan
pelaksana tugas Kepolisian Republik Indonesia yang berada diwilayah
Kabupaten Bangkalan dan di bawah komando kepolisian daerah jawa timur
( polda jatim ). Markas polres bangkalan beralamat di jl. Soekarno hatta
No.45, Mlajah, Kec. Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur dengan
kode pos 69116.
Polres Bangkalan merupakan polres dengan klasifikasi (tipe) C dan
dipimpin oleh perwira menengah berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi
(AKBP). Polres bangkalan saat ini dipimpin oleh AKBP RAMA
SAMTAMA PUTRA, SIK., M.SI., M.H.
Struktur organisasi Polres Bangkalan dipimpin oleh seorang Kapolres
berpangkat AKBP dan dibantu oleh Wakapolres berpangkat Kompol,
keduanya merupakan unsur pimpinan. Untuk melaksanakan tugas pimpinan
dan pengelolaan organisasi unsur pimpinan dibantu unsur pembantu staf
pelaksana yaitu pelaksanaan bagsunda (bagian sumber daya), perencanaan
47
bagren (bagian perencanaan) dan operasional yaitu Sat Binmas, serta
dibantu pelaksanaan operasional Polsek dan Polair.1
Adapun Visi dan Misi dari Polres Bangkalan adalah :
- Visi Polres Bangkalan
Terwujudnya Polres Bangkalan KARAPAN : Kreatif - Aman -
Profesional – Beriman.
- Misi Polres Bangkalan
1. Mewujudkan postur Polres Bangkalan yang ideal, efektif dan efesien;
2. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Polres Bangkalan melalui
pendidikan dan pelatihan;
3. Meningkatkan kemampuan pencegahan kejahatan melalui deteksi
dini pemolisian pro aktif dan sinergi polisional;
4. Meningkatkan stabilitas Kamtibmas dengan didukung oleh seluruh
komponen komponen masyarakat;
5. Mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan dan menjamin
kepastian hukum dengan menjunjung tinggi HAM;
6. Meningkatkan pengawasan dalam rangka mewujudkan Polres
Bangkalan yang profesional dan akuntabel.
b. Gambaran Umum Pertandingan Kerapan Sapi di Bangkalan.
1. Asal-usul Karapan Sapi di Bangkalan
1 Polres Bangkalan, Profil polres bangkalan, diakses di http://bangkalan.jatim.polri.go.i d
/index. php /read /organisasi pada tanggal 23 maret 2020
48
Awal mula tradisi kerapan sapi hanya sekedar sebuah pesta rakyat
yang perayaannya digelar setiap tahun atas panennya yang berlimpah.
Kerapan sapi juga bukan hanya sebuah tradisi yang dilaksanakan secara
turun - temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya kerapan sapi
adalah sebuah prestise kebanggaan yang akan mengangkat martabat bagi
masyarakat madura.
Karapan Sapi adalah nama sebuah perlombaan pacuan sapi atau
balap sapi yang merupakan tradisi khas Pulau Madura. Pacuan sapi ini
diikuti oleh sepasang sapi jantan dengan seorang joki (pengemudi) yang
berdiri diatas penyangga yang terletak di antara sepasang sapi.
Karapan sapi ini diadakan setiap tahun untuk memperebutkan piala
Presiden dan biasanya dilaksanakan antara bulan agustus hingga
sepetember. Arena perlombaan antara sepanjang 100 meter dan
pertandingan biasanya selesai dalam waktu 15 detik hingga satu menit
dalam sekali bertanding.2
Dimadura ada beberapa macam “kerapan sapi” yang memberikan
klasifikasi dan kategori peserta kerapan yaitu kerap kene’ (kerapan
kecil ), kerap rajha (kerapan besar), kerap onjhangan (kerapan
undangan), kerap jar-ajharan (kerapan latihan).
2 Indri Lidiawati, kerapan sapi adalah, diakses di http://https://juragancipir.com/karapan-
sapi-adalah/, pada tanggal 23 maret 2010
49
Dalam mengatur strategi atau taktik - taktik dalam pertandingan,
masing - masing tim menggunakan tenaga ahli atau trampil untuk
mempersiapkan sapi - sapi mereka. Orang - orang itu dikenal dengan
sebutan :
1. Tukang Tongko’ : joki yang mengendalikan sapi pacuan.
2. Tukang Tambang : orang yang menahan sapi sebelum dilepas.
3. Tukang Gettak : orang yang mengertak atau berteriak keras agar
sapinya berlari dengan kencang.
4. Tukang Tonja : orang yang bertugas menarik dan menuntun sapi
agar patuh pada kemauan pelatihnya.3
Gambar 1
2. Alat Yang Digunakan Dalam Pertandingan Kerapan Sapi
3 Dewi puspa, asal usul budaya kerapan sapi madura, diakases di
https://www.pulaumadura.com/, pada tanggal 23 maret 2020.
50
Dalam pertandingan kerapan sapi dilihat dari adanya penggunaan
alat “ rekeng” oleh joki sapi. Rekeng merupakan jenis alat yang dipukul
kebagian pantat sapi. Rekeng terbuat dari sebatang kayu dan ditancapin
beberapa paku. Cara menggunakan rekeng itu yaitu dipukulin ke daerah
pantat sapi, agar sapi tersebut bisa berlari dengan kencang bagaikan
terpedo. Tidak hanya alat “rekeng” yang di gunakan untuk pertandingan
kerapan sapi. Tetapi ada beberapa bahan yang digunakan si pemilik sapi
agar sapinya berlari dengan kencang yaitu di olesnya balsem dan cabe di
bagian pantatnya juga. Sehingga sapi tersebut merasakan pedih
( kepanasan ) dan membuat sapi tersebut berlari dengan kencang.
Gambar 2
51
Tabel 1 : alat dalam pertandingan kerapan sapi dalam bentuk tabel
NO ALAT Cara melakukan Akibat Pelaku
1. Rekeng Alat yang
dipukulkan ke
daerah pantat sapi
Luka joki
2. Balsam Dioleskan kebagian
mata dan pantat sapi
Perih pendamping
3. Cabe Dioleskan di bagian
pantat sapi
Perih pendamping
4. Co-raccoh Ditusuk dengan kayu
yang berisi paku
pada pantat sapi
Luka pendamping
52
2. BENTUK BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI HEWAN
MENURUT HUKUM POSITIF INDONESIA
Membahas menegenai Perlindungan Hukum Hewan di Indonesia
tidak terlepas dari Peraturan yang mengaturnya (hukum positif). Dalam
sistem hukum Indonesia telah mengatur pelarangan melakukan tindakan
penganiayaan hewan yang akan diuraikan pada dibawah ini.
a. Peraturan (Hukum Positif) Yang Terkait Dengan Larangan
Melakukan Penyiksaan Terhadap Hewan Yaitu :
NO PERATURAN PASAL
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 302
406
540
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan
Hewan
66A ayat (1)
66 ayat (2)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan
Hewan.
83
92
93
4. Intruksi Gubernur Jawa Timur Nomor 1/INST/2012
tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi Tanpa Kekerasan
53
Terhadap peraturan perundang-undangan tersebut diatas akan diuraikan
unsur-unsur pasal mengenai penganiayaan hewan diakaitkan dengan
tradisi kerapan sapi di Bangkalan.
1) KUHP
Unsur-Unsur dalam Pasal 302. Pasal 302 dirumuskan menjadi dua
yaitu penganiayaan ringan terhadap hewan dan kualifikasi sebagai
penganiayaan hewan. Kekerasan atau penganiayaan hewan dalam
Pasal 302 mengantur mengenai unsur Subyektif objektif. Terdapat 2
(dua) unsur yaitu:
1. UNSUR SUBJEKTIF
a) Barang Siapa : Joki kerapan Sapi
b) Tanpa tujuan yang patut/tujuan yang baik : tujuan
kerapan sapi untuk diperlombakan/ hanya sebatas
bersenang senang saja.
c) Dengan Sengaja : para Joki dengan sengaja
menganiaya sapi dalam kerapan sapi agar sapi
kesakitan sehingga sapi ketika merasa kesakitan akan
lari lebih cepat dari pada biasa dan joki pun menyadari
akan penyiksaan tersebut
2. UNSUR OBYEKYIF
a) Melampaui Batas :Penganiayaan hewan dalam
kegiatan kerapan sapi merupakan perbuatan yang
berlebihan yang dilakukan oleh para Joki
54
b) Menyakiti/Melukai, Merugikan Kesehatan :
sengaja disakiti dengan dipukul dengan “rekeng”
agar sapi kesakitan lalu lari kencang dan juga dengan
adanya pukulan terhadap sapi maka sapi lambat laun
akan mengalami kerusakan dibagian belakang dekat
dengan butut karena hancur akibat pukulan joki.
Dalam kerapan sapi kekerasan dilakukan dengan
alasan untuk memacu lari kerapan sapi lebih kencang
dan dengan tujuan supaya sapi kerapan memenangkan
pertandingan. Menurut penulis unsur kekerasan ini
termasuk poin kedua yaitu untuk mencapai tujuan patut
(tujuan yang tidak ada kebaiakan baik untuk masyarakat
dan keberlangsungan sapi) secara melampaui batas
dikarenakan dalam melakukan tujuan tersebut dilakukan
tindakan yang mengakibatkan hewan merasa kesakitan
sampai terluka.
Dari uraian diatas telah dijelaskan dan diuraikan bentuk
penganiayaan dan jenis perbuatan yang dilakukan didalam
pelaksanaan kerapan sapi di Kabupaten Bangkalan, Madura sehingga
tindak kekerasan yang dilakukan dapat dikategorikan termasuk dalam
unsur perbuatan yang diatur dalam Pasal 302 KUHP.
Unsur selanjutnya adalah hewan. Dalam kerapan sapi, hewan
yang merupakan objek dari penganiayaan hewan adalah sapi kerap.
55
Unsur terakhir yaitu unsur subyektif dengan sengaja, Berdasarkan
wawancara penulis dengan Haji Djumali (pengerap sapi di Kabupaten
Bangkalan) pada hari kamis, 2 mei 2020 di Kandang Sapi miliknya,
“tindakan rekeng itu memang sudah seharusnya digunakan karena
merupakan tradisi turun-temurun”. Anggapan bahwa kekerasan ini
memang legal dilakukan dan pasti dalam melakukan terdapat unsur
kesengajaan.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang
Peternakan Dan Kesehatan Hewan.
Pada Pasal 66 A ayat (1) yang dimana Pasal tersebut berisi klausula
pelarangan untuk menganiaya hewan. Yang dimaksud penganiayaan
dalam pasal ini adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau
keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan diluar batas
kemampuan biologis dan fisiologis. Menurut penulis, pelaksanaan tradisi
kerapan sapi di Kabupaten Bangkalan memenuhi unsur diatas. Dimana
sapi karapan di berikan alat dan bahan pemacu yang sudah dijelaskan
didalam tabel yang mengakibatkan sapi merasakan kesakitan dan
menyebabkan bagian tubuh sapi terluka. Hal tersebut dilakukan untuk
memperoleh keuntungan yaitu menjadi juara dalam pertandingan
kerapan sapi. Pasal 66 ayat (2) hanya menjelaskan tindakan yang merujuk
pada etika dan nilai kemanusiaan, seperti tidak melakukan penyiksaan.
56
3) Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Tindakan kekerasan atau penganiayaan hewan dalam kerapan sapi di
Kabupaten Bangkalan melanggar Pasal 92 huruf b dimana dalam kerapan
sapi hewan diberikan bahan pemacu atau perangsang yang berupa alat
yang sudah diuraikan diatas supaya sapi dapat berlari lebih cepat dan
dapat memenangkan pertandingan. Dalam peraturan pemerintah ini
memang tidak diperbolehkan mengatur mengenai ketentuan pidana
dikarenakan peraturan pemerintah hanya berfungsi sebagai peraturan
pelaksana.
4) Instruksi Gubernur Nomor 1/INST/2012 tentang Pelaksanaan
Kerapan Sapi tanpa kekerasan
Instruksi ini hanya mengatur mengenai larangan penggunaan
kekerasan dan penganiayaan antara lain: tidak ada kekerasan/penyiksaan
terhadap binatang (sapi kerapan) kecuali dengan alami (dicambuk dengan
bambu), pemakaian balsam, Air campuran jahe dan cabai tidak
diperkenankan digunakan di area bagian mata, telinga, dubur dan alat
vital sapi dan segala alat pemacu yang merupakan benda tajam tidak
perbolehkan digunakan.
Kedudukan Instruksi dalam peraturan perundangan, dibawah
peraturan perundang-undangan seperti yang diatur didalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Instruksi ini merupakan legislasi semu yang
57
memiliki daya ikat.tetapi jika tidak dilaksanakan tidak ada sanksi pidana
yang dapat dijatuhkan. Dalam instruksi ini telah diatur mengenai
pelarangan penggunaan kekerasan dalam pelaksanaan kerapan sapi.
Namun tidak dapat dicantumkan ketentuan sanksi pidana karena bukan
merupakan undang-undang ataupun peraturan daerah (perda).
Peraturan yang melarang tindakan penganiayaan terhadap hewan
dalam sistem hukum Indonesia yang menerapkan sanksi pidana hanya
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-undang
Nomor 18 tahun 2009 juncto Undang-undang Nomor 41 tahun 2014
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sesuai dengan asas lex
specialis derogat legi generalis (aturan hukum yang khusus akan
mengesampingkan aturan hukum yang umum.) maka Lex Specialis dari
aturan ini adalah Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 juncto Undang-
undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan
dan KUHP sebagai lex generalis.
3. FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT PEMBERIAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI HEWAN SAPI DALAM
PERTANDINGAN KERAPAN SAPI DI KABUPATEN BANGKALAN
A. Hasil Wawancara dengan Kepolisian Resort Bangkalan
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu anggota
polisi AKP Agus Sobarnapraja, S.H.,S.I.K pada tanggal 6 April 2020
menyebutkan diantaranya :
58
Warga dan pemilik sapi tidak mengetahui bahwasannya perbuatan yang
dilakukan melanggar hukum pasal 302 ayat 1KUHP. Yang mereka tahu
hanya bagaimana sapi tersebut bisa berlari dengan kencang. Dan jika aparat
kepolisian melakukan tindakan terhadap pemilik kerapan sapi, maka mereka
akan menolak dan akan menimbulkan kebencian terhadap aparat kepolisian
(polres Bangkalan ).
Pelaksanaan Kerapan Sapi Tanpa Kekerasan, masih terjadi penyiksaan
terhadap hewan. Semakin maraknya kejadian tersebut menjadi pekerjaan
rumah bersama terskhusus saya sebagai penegak hukum, warga dan pemilik
sapi tersebut masih minim kesasadaran dan memahami bahwa perbuatan
yang selama ini sudah melanggar pasal 302 ayat 1 KUHP. Akan tetapi
cukup memakan waktu lama untuk adanya kesepakatan agar tidak terjadi
penyiksaan kepada hewan. Dalam waktu yang begitu lama akhirnya pada
tahun 2019 warga dan pemilik sapi kerap, sepakat bahwasannya tidak ada
lagi penyiksaan dalam pertandingan kerapan sapi ( khususnya di bangkalan
).4
B. Hasil Wawancara dengan Masyarakat
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan bapak syakur,
salah satu warga bangkalan menyebutkan diantaranya:
Sulitnya mengatasi penyiksaan atau penganiayaan hewan pada
pertandingan kerapan sapi dikarenakan masyarakatnya mempunyai alasan
4 Wawancara dengan AKP Agus Sobarnapraja, S.H.,S.I.K pada tanggal 6 April 2020
59
dan cara bagaimana kekerasaan itu tetap dilakukan. Karena masih banyak
warga menilai perbuatan tersebut salah satu budaya turun temurun.5
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan bapak H.
Djumali ( pemilik sapi kerap ) menyebutkan bahwa kerapan sapi sudah
menjadi tradisi atau budaya yang sudah sejak lama ada di pulau Madura.
Penyiksaan terhadap hewan sapi sudah diterapkan sudah begitu lama.
Dilakukannya seperti itu agar sapi tersebut bisa berlari dengan kencang,
biasanya terjadinya penyiksaan tersebut pada saat kejuaraan piala presiden
dan perbuatan tersebut dilakukan sampai saat ini.6
Wawancara dengan bapak H. Tohir salah pemilik sapi kerap di
bangkalan menyebutkan bahwa : unsur yang dilakukan pada sapi saat waktu
pertandingan kerapan sapi, pasti ada penyiksaan terhadap sapi. Dengan
begitu sapi bisa berlari dengan kencang dan bisa menjuarai perlombaan. Jika
perbuatan penyiksaan tersebut di hilangkan maka sapi tersebut tidak akan
berlari dengan kencang lagi. Akan tetapi, jika hal tersebut memang untuk
yang terbaik, saya ( pemilik sapi ) akan mendukung perubahan tersebut.7
Dari hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulannya bahwa faktor-
faktor penghambat perlindungan terhadap sapi sebagai berikut:
1. Warga atau pemilik sapi belum mengetahui bahwasannya perbuatan
tersebut merupakan tindak pidana
5 Wawancara dengan bapak syakur pada tanggal 7 april 2020 6 Wawancara dengan bapak H.Djumali pemilik sapi pada tanggal 8 april 2020 7 Wawancara dengan bapak H. Tohir pemilik sapi pada tanggal 8 april 2020
60
2. Adanya penolakan dari masyarakat bangkalan ketika diadakan
tindakan atau penegeakan hukum.
3. Minimnya kesadaran dari warga atau pemilik sapi
4. Masyarakat mengagap bahwa penyiksaan terhadap sapi merupakan
tradisi turun temurun sejak lama
5. Warga atau pemilik sapi menggap bahwa kalau tidak disiksa sapi
tidak akan lari cepat dan akan kalah
4. ANALISIS PERLINDUNGAN HEWAN DALAM PERTANDINGAN
KERAPAN SAPI DI KABUPATEN BANGKALAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis menghasilkan suatu
analisa terhadap problematika Hukum Penyiksaan Hewan dalam
pertandingan Kerapan Sapi di Kabupaten Bangkalan, yang akan dijelaskan
dibawah ini serta kenda dan juga solusi dari penulis untuk menyelesaikan
permasalahan, Hukum Penyiksaan Hewan dalam pertandingan Kerapan
Sapi di Kabupaten Bangkalan sehingga kedepannya di kabupaten bangkalan
bersih dari pelanggaran hukum penyiksaan hewan dalam pertandingan
kerapan sapi.
a. Hasil Analisis terhadap Penyiksaan Hewan dalam pertandingan
kerapan sapi di kabupaten Bangkalan
Hasil analisis oleh penulis menghadirkan beberapa poin bentuk analisis
sebagai berikut:
1. Penyiksaan Hewan dalam pertandingan kerapan sapi di
kabupaten Bangkalan merupakan tindakan pelanggaran hukum.
61
Bahwa sudah jelas jikalau perbuatan penyiksaan tersebut sudah
bertentangan beberapa peraturan perundangan-undangan sebagai
berikut:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana
dalam rumusan pasal 302, 406 Jo 540 dan dalam rumusan
beberapa pasal tersebut mengatur larangan terhadap penyiksaan
hewan, maka penulis menganalisa bahwa perbuatan tersebut
sudah memenuhi unsur pidana sebagaimana dalam rumusan
pasal 302 ayat (1) KUHP, adapun unsur tindak pidana dalam
teori yang disampaikan oleh Menurut Moeljatno,8 tindak pidana
adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan dua sifat yang
berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu :
a. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku
dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang
terkandung dihatinya.
Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku
atau yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya,
yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari
sipelaku itu harus dilakukan
Analisi unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 302 ayat (1)
sebagai berikut:
8 Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 1993. Jakarta Hlm. 69
62
a. UNSUR SUBJEKTIF
1. Barang Siapa : Joki kerapan Sapi
2. Tanpa tujuan yang patut : tujuan kerapan sapi
untuk diperlombakan/ hanya sebatas bersenang
senang saja.
3. Melampaui Batas :Penganiayaan hewan dalam
kegiatan kerapan sapi merupakan perbuatan yang
berlebihan yang dilakukan oleh para Joki
b. UNSUR OBYEKYIF
4. Dengan Sengaja : para Joki dengan sengaja
menganiaya sapi dalam kerapan sapi agar sapi kesakitan
sehingga sapi ketika merasa kesakitan akan lari lebih
cepat dari pada biasa dan joki pun menyadari akan
penyiksaan tersebut.
5. Menyakiti/Melukai, Merugikan Kesehatan :
sengaja disakiti dengan dipukul dengan “rekeng” agar
sapi kesakitan lalu lari kencang dan juga dengan adanya
pukulan terhadap sapi maka sapi lambat laun akan
mengalami kerusakan dibagian belakang dekat dengan
butut karena hancur akibat pukulan joki.
Bahwa dengan adanya penjelasan diatas sudah jelas dan
terang menerang bahwa pebuatan penyiksaan terhadap
hewan sapi dalam pertandingan kerapan sapi
63
dibangkalan masuk unsur pidana sehingga dikatan
sebagai perbuatan pidana, maka menurut hukum dan
teori pemidanaan masuk dalam Teori pemidanaan
“Pembalasan” sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Roslan Saleh menegaskan bahwa pidana adalah
reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa
yang dengan sengaja dilimpahkan Negara kepada
pembuat delik9.
penganiayaan dalam pasal ini adalah tindakan untuk
memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan
memperlakukan hewan diluar batas kemampuan biologis dan
fisiologis
b. Melanggar ketentuan Pada Pasal 66 A ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang
Peternakan Dan Kesehatan Hewan penganiayaan dalam pasal ini
adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau
keuntungan dari hewan dengan memperlakukan hewan diluar
batas kemampuan biologis dan fisiologis sehingga berdampak
buruk pada hewan baik secara fisik maupun secara psikis, secara
fisik badan sapi tertekan dan secara psikis sapi mempunyai
9 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2011, hlm.
81
64
tekanan yang kuat karena berada dikeramaian orang dan juga
mempunyai kebiasaan untuk menang diperlombaan.
c. Melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan.
Tindakan kekerasan atau penganiayaan hewan dalam kerapan
sapi di Kabupaten Bangkalan melanggar Pasal 92 huruf b
dimana dalam kerapan sapi hewan diberikan bahan pemacu atau
perangsang yang berupa alat yang sudah diuraikan diatas supaya
sapi dapat berlari lebih cepat dan dapat memenangkan
pertandingan.
d. Melanggar ketentuan Instruksi Gubernur Nomor 1/INST/2012
tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi tanpa kekerasan. Instruksi ini
hanya mengatur mengenai larangan penggunaan kekerasan dan
penganiayaan antara lain: tidak ada kekerasan/penyiksaan
terhadap binatang (sapi kerapan) kecuali dengan alami
(dicambuk dengan bambu), pemakaian balsam, Air campuran
jahe dan cabai tidak diperkenankan digunakan di area bagian
mata, telinga, dubur dan alat vital sapi dan segala alat pemacu
yang merupakan benda tajam tidak perbolehkan digunakan
penganiayaan dalam pasal ini adalah tindakan untuk
memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan
memperlakukan hewan diluar batas kemampuan biologis dan
fisiologis sehingga berdampak buruk pada hewan baik secara
65
fisik maupun secara psikis, secara fisik badan sapi tertekan dan
secara psikis sapi mempunyai tekanan yang kuat karena berada
dikeramaian orang dan juga mempunyai kebiasaan untuk
menang diperlombaan.
Dalam instruksi ini telah diatur mengenai pelarangan
penggunaan kekerasan dalam pelaksanaan kerapan sapi. Namun
tidak dapat dicantumkan ketentuan sanksi pidana karena bukan
merupakan undang-undang ataupun peraturan daerah (perda)
Maka dari beberapa point diaatas semakin menguatkan
penyiksaan terhadap hewan sapi dalam pertandingan sapi
merupakan perbuatan melawan hukum dan melanggar ketuntuan
hukum ada yang ada baik dari dasar hukum Undang-Undang
Hingga peraturan daerah.
2. Kendala-kendala Perlindungan Hewan Dalam Pertandingan
Kerapan Sapi di Kabupaten Bangkalan
Adapun kendala-kendala yang timbul dalam rangka penegakan
hukum terkait perlindungan hewan dalam pertandingan karapan sapi di
Bangkalan sebagai berikut:
a. Minimnya pendidikan dan pengetahuan tentang hukum
Bahwa berdasarkan sepengetahuan penulis bahwa pengetahuan
tentang hukum dimadura sangat minim, apalagi dari segi pendidikan
masih tergolong sangat rendah sehingga inilahsalah satu penyebab
sulitnya penegakan hukum di kabupaten bangkalan.
66
b. Minimnya kesadaran terhdap hukum
Didasari pendidikan rendah maka berdapak pada minimnya
kesadaran hukum oleh masyarakat pada umumnya dikabupaten
bangkalan, yang kemudian merupakan masalah besar di kabupaten
bangkalan.
c. Sulitnya penegakan Hukum dimadura
Kerapan sapi sudah mengakar dan sudah menjadi kultur atau
kebiasaan sejak zaman nenek moyang terdahulu, kerapan sapi
walaupun ada bentuk pelanggarannya terhadap Undang-undang akan
tetapi karena sudah mengkultur maka akan sulit jika dihapus atau
diteggakkan secara hukum
d. Tingginya persaingan setiap orang yang punya sapi
Setiap orang yang punya sapi kerap saling berlomba mencari sapi
terbaik agar menjadi juara sehingga nama pemilik sapi akan diangkat
dan menjadi terkenal sehingga persaingan ini berdampak semakin
kuat persaingan antar tetangga.
e. Besarnya hadiah yang ditawarkan dalam perlombaan Dari segi
hadiah yang ditawarkan dalam perlombaan kerapan sapi tidaklah
sedikit. Dalam perlombaan kerapan hadiah yang ditawarkan mulai
dari puluhan juta hingga ratusan juta. Hal tersebut menimbulkan
persaingan ketat antar pengerap sapi sehingga pengerap terkadang
melakukan berbagai cara agar sapinya bisa berlari lebih cepat.
Kemudian mengenai peraturan perundangan dapat dikatakan bahwa
67
peraturan perundangan kita sudah mengatur mengenai pelarangan
kekerasan atau penganiayaan hewan. Namun, berdasarkan fakta
dilapangan penegakannya belum masif hal itu terlihat berdasarkan
hasil wawancara yang mengatakan bahwa penyiksaan itu masih ada
terutama dalam kejuaraan piala presiden dalam pertandingan
karapan sapi.
Darilima poin kedala diatas menjadi kendala besar penegakan
hukum terhadap penyiksaaan hewan sapi dalam pertandingan
kerapan sapi, sehingga membutuhkan atau solusi terhadap masalah
ini, agar penyiksaan hewan sapi dapat dihapuskan.
3. Upaya Perlindungan Hewan Sapi Dalam Pertandingan Kerapan
Sapi Di Kabupaten Bangkalan
Upaya yang umumnya dilakukan dalam menegakan suatu
larangan atau perintah-perintah dalam hukum dapat dilakukan maka
penulis menghadirkan dengan dua cara yakni Preventif (pencegahan)
dan Represif (penindakan). Dalam konteks upaya Perlindungan Hewan
dalam Pertandingan Kerapan Sapi Di Kabupaten Bangkalan, yaitu :
1) Upaya Preventif
Penegakan Hukum Preventif dapat dilakukan oleh Dinas
Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dispora) Kabupaten
Bangkalan, sebagai lembaga diberi tugas untuk menjalankan hukum
dan mengatasi tindak penganiayaan hewan dalam tradisi karapan sapi
yaitu Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
68
Bangkalan sebagai pelaksana kegiatan. dengan cara sosialisasi
mengenai aturan pelarangan penggunaan kekerasan dalam pelaksanaan
kerapan sapi kepada masyarakat (terutama Pengerap sapi).
Pada dasarnya Pemerintah sudah berupaya untuk menghilangkan
kekerasan atau penganiayaan hewan dalam pelaksanaan kerapan sapi
dengan cara menerbitkan Instruksi Gubernur Jawa Timur Nomor
1/INST/2012 tentang Pelaksanaan Kerapan Sapi tanpa kekerasan.
Dalam hal ini.
2) Upaya Represif
Upaya represif adalah tindakan yang dilakukan oleh aparatur
penegakan hokum dalam hal ini pihak Kepolisian Sektor Bangkalan
berdasarkan wawancara Penulis dengan AKP Agus Sobarnapraja,
S.H.,S.I.K pada tanggal 6 April 2020 Pukul 13.30 WIB di Polres
Bangkalan, Mengenai aturan dalam perundang-undangan sebagaimana
dijelaskan oleh penulis tidak pernah dilakukan penindakan sama sekali
oleh polres bangkalan.
Berdasarkan wawancara tersebut, Upaya penegakan hukum
represif belum pernah dilakukan oleh aparat penegak hukum
dikarenakan tidak adanya laporan dari masyarakat sehingga aparat
kepolisian belum melakukan tindakan meski telah mengetahui adanya
tindakan penganiayaan hewan. Selama ini tugas kepolisian hanya
menjaga keamanan dan ketertiban pelaksanaan kerapan sapi serta
memberikan izin pelaksanaan.
69
Selain itu, proses penegakan hukumnya masih sulit karena tradisi
tersebut sudah dilaksanakan turun-temurun. Pihak kepolisian
berpendapat karena sudah merupakan budaya apabila dilakukan
penindakan tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan konflik
yang lebih besar, ditakutkan penindakan tersebut justru memicu konflik
lain.
Selain dua upaya diatas maka penulis juga menambahkan upaya
jangga pendek sebagai berikut
1. Memasifkan sosisalisasi oleh kepolisian kepada masyarakat
Dengan adanya sosisalisasi yang masif tentang larangan
adanya penyiksaan hewan sapi saat pertandingan kerapan sapi,
agar masyarakat sadar dan juga menghindari adanya penyiksaan
hewan.
2. Mendorong pendidikan di kabupaten bangkalan
Salah satu penyebab sulitnya penegakan hukum di kabupaten
bangkalan karena minimnya pendidikan dengan adanya
dorongan dan peningkatan terhadap pendidikan sehingga SDM
masyarakat di bangkalan semakin meningkat.
3. Mencari pengganti alat “rekeng” dengan alat yang tidak
menyiksa hewan
Penyebab terjadi nya penyiksaan hewan karena alat yang
digunakan “rekeng” adalah alat yang mampu melukai sapi
sehingga untuk menghapus masalah tersebut bisa di ganti
70
dengan hal yang tidak menyiksa seperti alat yang berbunyi
keras agaar sapi tetap berlari kencang.
Berdasarkan hasil analisis dan juga solusi terhadap masalah ini harapan
penulis tentunya agar penyiksaan terhadap hewan sapi dalam pertandingan
kerapan sapi tidak terjadi lagi di kabupaten bangkalan.