Post on 06-Feb-2018
33
BAB III
BIOGRAFI Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT DAN KONSEPNYA
TENTANG PENDIDIKAN AGAMA PADA USIA REMAJA
A. BIOGRAFI Prof. Dr. ZAKIAH DARADJAT
1. Riwayat Hidup
Prof. Dr. Zakiah Daradjat dilahirkan pada 6 November 1926 di
tanah Minang, tepatnya di kampong tanah Merapak, Kecamatan Ampek
Angkek, bukit Tinggi.1 Ayahnya Haji Daradjat Ibnu Husain yang bergelar
Raja Ameh (Raja Emas) dan ibunya Hj. Rofi’ah binti Abdul Karim. Prof.
Dr. Zakiah Daradjat dilahirkan sebagai anak pertama dari sebelas
bersaudara. Dan suatu hal yang sudah dipastikan bahwa beliau mendapat
bekal pendidikan awal (keluarga) secara memuaskan, baik di bidang
umum, terlebih lagi di bidang agama, sehingga mengantarkan beliau pada
kesuksesan seperti sekarang ini. Disamping dikenal sebagai konselor,
psikolog maupun psikoterapis, khususnya dunia terapi yang dijiwai nilai-
nilai Islam yang berpijak pada Al-Qur’an.
Pendidikan Prof. Dr. Zakiah Daradjat diawali periode 1944 dengan
menamatkan pendidikan di Standar school (SD) Muhammadiyah yang
masuk pagi, sementara sorenya mengikuti Sekolah Diniyah (SD khusus
agama), setelah menamatkan, beliau melanjutkan pendidikan pada
Kulliyatul Muballighoh di Padang Panjang, lalu setelah itu melanjutkan ke
tingkat SMP dan lulus pada tahun 1947. Dan pada tahun 1951 beliau
lulus dari SMA di Bukit Tinggi.
Pada tahun 1951, Prof. Dr. Zakiah Daradjat melanjutkan
pendidikannya ke Fakultas Tarbiyah di PTAIN Yogyakarta dan
menyelesaikan lima tahun dengan gelar Doktoral Satu (BA) pada tahun
1956.
1 Arif Subhan, “Prof. Dr. Zakiah Daradjat Membangun Lembaga Pendidikan
Islam Berkualitas”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia : 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, (Jakarta: Diterbitkan atas kerjasama Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah dengan Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 4.
34
Setelah Prof. Dr. Zakiah Daradjat mencapai tingkat Doktoral satu
(BA), beliau mendapatkan beasiswa dari Depag untuk melanjutkan studi
di Ein Shame University Cairo Mesir. Dan kesempatan ini tidak beliau sia-
siakan, terbukti dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1958 berhasil
menyelesaikan program Ein shame university. Dan berhasil meraih gelar
MA dengan Thesis tentang Problem Remaja dengan Spesialisasi Mental
Hygine dari Universitas ‘Ains Shams. Selama menempuh S2 inilah beliau
mulai mengenal klinik kejiwaan. Beliau bahkan sudah sering berlatih
praktik konsultasi psikologi di klinik Universitas.
Dalam kalangan pemikir Islam Indonesia, beliau termasuk salah
seorang generasi pertama Indonesia “ dari kalangan santri” yang berhasil
meraih gelar sarjana di luar negeri dalam bidang psikologi.
Di antara jabatan penting yang pernah dijabatnya yaitu :
- Direktur Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam tahun
1972-1984.
- Anggota Dewan Pertimbangan Agung tahun 1983-1988.
- Direktur Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta
sejak 1986.
Sebagai seorang intelektual yang agamis beliau mempunyai
komitmen serta pengetahuan keislaman yang memadai. Hal ini
nampak dalam pandangan-pandangannya dalam berbagai ceramah,
diskusi dan seminar, juga dituliskan di berbagai media massa,
disamping pada berbagai aktifitasnya dan pada berbagai jabatan yang
pernah diembannya, yang selalu mengeluarkan ide-ide yang bersifat
religius.
Adapun aktifitasnya beliau dalam kegiatan ilmiah lebih dari 140
kali yang berskala nasional dan 22 kali yang berskala internasional.
Mengenai aktifitas dalam bidang kemasyarakatan di antaranya yaitu :
a. Salah seorang pendiri dan ketua lembaga pendidikan kesejahteraan
jiwa di Universitas Islam Jakarta tahun 1969-1989.
35
b. Pendiri dan Ketua Yayasan Islam “Ruhama” di Jakarta tahun 1983.
c. Salah seorang pendiri dan ketua yayasan kesejahteraan mental Bina
Amalah di Jakarta tahun 1990.
Beberapa aktifitas lainnya adalah berupa pengisian acara kuliah
subuh di RRI (1960), pengisian mimbar agama Islam (1969). Dan
sejak tahun 1983 beliau aktif mengisi acara kependidikan dan
keagamaan di beberapa radio swasta, yaitu radio El-sinta Jakarta, radio
PBB Serang, radio Famor Bandung dan radio Merkurius Padang.
2. Karya-karyanya
Sebagai salah seorang intelektual beliau banyak mengadakan
penelitian tentang kesehatan mental dan pembinaan Pendidikan agama
di Indonesia. Adapun di antara hasil karya dan terjemahan beliau
adalah :
a. Remaja Harapan dan Tantangan.
b. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental.
c. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia.
d. Ilmu Pendidikan Islam.
e. Ilmu Jiwa Agama.
f. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.
g. Pendidikan Agama dalam Pendidikan Mental.
h. Problema Remaja di Indonesia.
i. Pendidikan Orang Dewasa.
j. Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga.
k. Perawatan Jiwa Untuk Anak-anak.
l. Pokok-pokok Kesehatan Jiwa / Mental, Jilid 1 dan 2 (terjemahan
dari kitab : Ushusus Shihah An- Nafsiyah, oleh Prof Dr. Abdul
Aziz el-Qudsy).
3. Kiprahnya dalam bidang Psikologi
36
Dari sekian banyak kiprahnya dalam berbagai kegiatan,
kehadiran Prof. Dr. Zakiah Daradjattampaknya lebih dikenal dan tak
bias lepas dari psikologi agama atau kesehatan mental. Kesehatan
mental dan psikologi agama adalah disiplin ilmu yang keahliannya
ditekoni dan disosialisakannya secara konsisten, tak kenal lelah dan
bosan melalui berbagai media; buku, artikel, makalah, diskusi atau
seminar, juga melalui ceramah di berbagai forum, kemudian melalui
radio dan televisi, serta dalam mengajar di berbagai lembaga
pendidikan.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah orang yang pertama kali
merintis dan memperkenalkan psikologi agama di lingkungan
Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Buku karangan beliau bukan
saja menjadi bacaan wajib di perguruan tinggi terutama mengenai
Pendidikan Agama dan Psikologi Agama, tetapi juga menjadi rujukan
bagi kalangan perguruan tinggi, para pendidik, dan pengambil
kebijakan di bidang pendidikan dan sosial keagamaan bahkan menjadi
bacaan populer masyarakat umum.
Kiprah Prof. Dr. Zakiah Daradjat di bidang psikologi sepanjang
karier akademik dan intelektualnya berusaha mencari kaitan antara
terapi pendidikan dengan nilai-nilai agama. Dalam kaitan ini beliau
menjadi fenomena menarik. Ia ingin mengintegrasikan pendekatan
agama dengan ilmu pengetahuan modern. Dengan merujuk kepada
berbagai literatur, baik berasal dari barat maupun dari Islam,
ditemukan sintesa baru : agama memiliki peran yang sangat
fundamental dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Karena itu
agama dapat dijadikan pijakan psikologi.
Sebagai seorang psikolog religi Prof. Dr. Zakiah Daradjat
berusaha meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku
atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang. Menurutnya cara
berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak bisa dipisahkan
37
dari keyakinan agama. Sebab, keyakinan itu masuk dalam konstruksi
kepribadian manusia.
Sebagai seorang psikolog religi Prof. Dr. Zakiah Daradjat juga
melihat doa sebagai terapi mental. Menurutnya, doa sangat berperan
sebagai ketentraman batin. Dengan berdoa kita memupuk rasa optimis.
Doa bahkan mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan
semangat hidup. Doa mampu mnyembuhkan stress dan gangguan
jiwa. Dengan kata lain, doa mempunyai fungsi kuratif, preventif, dan
konstruktif bagi kesehatan mental.2
Dalam praktek konsultasinya, dalam rangka membantu
penyembuhan terhadap gangguan kejiwaan yang diderita seorang
pasien, Prof. Dr. Zakiah Daradjat pada umumnya menggunakan
metode non-directive psycho therapy dengan menyisipkan ajaran
agama yang relevan dengan kondisi atau bentuk gangguan jiwa yang
dialami oleh seorang pasien. Sisipan agama itu sendiri dilakukan
dengan metode dialog sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa
si pasien merasa digurui. Dalam metode ini tiodak diperlukan
penganalisaan lebih dalam terhadap semua pengalaman yang telah
dilalui oleh penderita. Ahli jiwa menerima penderita sebagaimana
adanya dan mulai perawatan langsung, atau dapat dikatakan bahwa
diagnosa merupakan bagian dari paerwatan. Teori mengakui bahwa
tiap-tiap individu mampu menolong dirinya apabila ia mendapat
kesempatan untuk itu. Maka perawatan jiwa merupakan pemberian
kesempatan bagi penderita untuk mengnal dirinya dan problema-
problema yang dideritanya serta kemudian mencari jalan untuk
mengatasinya.3
2 Dadang Hawari, “Agama, Psikiater dan Kesehatan Jiwa (Refleksi atas pemikiran
Zakiah Daradjat)”, dalam “Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia: 70 Tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat”, op. cit, hlm. 134.
3 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung
Agung, 1970), hlm. 76.
38
Prof. Dr. Zakiah Daradjat juga menggunakan metode clien-
centered therapy dari Carls Rogers yang memberikan kesempatan
sepenuhnya kepada psien untuk mengungkapkan penderitaan yang
dialaminya. Pasien menjadi center dari perawatan, sedang beliau aktif
mendengarkan semua ungkapan pasien itu kemudian memantulkan
atau merelaksasikan perasaan yang terkandung dalam ungkapan
si pasien. Dengan demikian terjadi proses pencerahan pada diri
si pasien yang membawanya kepada kesadaran terhadap masalah yang
dihadapi dan mampu mengatasinya.4
Di sinilah pentingnya peran pribadi Prof. Dr.Zakiah Daradjat
sebagai pribadi yang ramah, lemah lembut, mau mendengarkan orang
lain, tidak sombong atau angkuh, gemar menolong orang lain
penyayang, mempunyai kepribadian menarik ditambah keahlian
psikologi dan ilmu agama yang dimilikinya.
B. Konsep-konsep Pendidikan Agama Pada Usia Remaja Menurut
Prof. Dr. Zakiah Daradjat.
Pada dasarnya konsep pendidikan agama itu mencakup kehidupan
manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi aqidah saja, juga
tidak memperhatikan segi ibadah saja, akan tetapi jauh lebih luas dan lebih
dalam daripada itu, konsep pendidikan agama (Islam) dapat kita jabarkan
sebagai berikut :
1. Pendidikan agama (Islam) mencakup semua dimensi manusia
sebagaimana ditentukan oleh Islam.
2. Pendidikan agama (Islam) menjangkau kehidupan di dunia dan
di akhirat secara seimbang.
4 Murni Djamal, “Perkembangan Psikologi Agama di Indonesia”, dalam
“Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia : 70 Tahun Prof. dr. Zakiah Daradjat”, op. cit, hlm. 145.
39
3. Pendidikan agama (Islam) memperhatikan manusia dalam semua gerak
kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan dengan
orang lain.
4. Pendidikan agama (Islam) berlanjut sepanjang hayat, mulai dari
manusia sebagai janin dalam kandungan ibunya, sampai kepada
berakhirnya kehidupan di dunia ini.
5. Maka kurikulum pendidikan agama (Islam), akan menghasilkan
manusia yang memperoleh hak di dunia dan hak di akhirat nanti.5
Dari konsep dasar inilah penulis memandang perlu untuk
memikirkan tentang pendidikan agama pada usia remaja. Setelah
mengkaji secara teliti dan seksama keseluruhan pemikiran Prof. Dr. Zakiah
Daradjat, ada tiga poin yang dapat dijadikan konsep dasar pendidikan
agama pada usia remaja, yaitu :
1. Keluarga Sebagai Dasar Pembinaan dan Pendidikan Agama Bagi
Remaja.
Islam mengajarkan bahwa pendidikan itu berlangsung seumur
hidup, dari buaian sampai ke liang lahat. Konsep pendidikan sepanjang
usia ini jelas mengakui dan diwajibkan melaksanakan pendidikan
dalam keluarga, dimana anak dilahirkan dan dibesarkan, karena
pembinaan dan pendidikan agama bagi remaja dalam keluarga ini
merupakan awal dari suatu usaha agar menjadi manusia yang
bertaqwa, cerdas dan terampil.
Kesempurnaan agama Islam nampak dalam kecermatan dan
ketelitiannya dalam mengatur secara terperinci. Segala masalah yang
berkaitan dengan kehidupan keluarga yang menjadi pondasi bagi
pendidikan anak-anaknya. Allah menginginkan agar kehidupan rumah
tangga muslim selalu tenang, tentram dan bahagia, penuh kasih
sayang, saling menyayangi, selalu menghargai dan menghormati
mewujudkan cita-cita.
5 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
(Jakarta: Ruhama, 1995), hlm. 35.
40
Manusia pada umumnya pasti melalui proses pengasuhan dari
orang tua, setidak-tidaknya dalam jangka waktu tertentu berada dalam
asuhannya. Sangat jarang sekali terjadi seorang anak lahir langsung
diserahkan kepada orang lain.
Keluarga sebagai lingkungan awal pertumbuhan anak harus diisi
dengan hal-hal positif, begitu juga dengan pembinaan pendidikan
agama dapat berlangsung bersamaan dengan perkembangan
kepribadian, sehingga dapat menjadi permulaan yang baik baik
perkembangan kepribadian remaja selanjutnya.
Adapun pelaksanaan pendidikan agama di dalam keluarga
meliputi antara lain: keteladanan orang tua dalam kehidupan sehari-
hari yang mencerminkan keimanan dan ketaatan beribadah, perlakuan
terhadap anak sesuai dengan ketentuan agama, dipenuhi kasih sayang
dan pengertian. Latihan dan pembiasaan dalam keluarga untuk
melaksanakan ibadah, latihan mendengar dan membaca doa-doa dan
beberapa ayat Al-Qur’an yang akan bias menumbuhkan sikap positif
cinta kepada Allah dan rosul-Nya serta suka melaksanakan ajaran
agama.
Perlu diketahui, bahwa agama bukan ibadah saja. Agama
mengatur seluruh segi kehidupan. Semua penampilan ibu dan bapak
dalam kehidupan sehari-hari yang disaksikan dan dialami oleh remaja
bernafaskan agama, disamping latihan dan pembiasaan tentang agama,
perlu dilaksanakan sejak dini sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan jiwanya. Apabila remaja tidak mendapatkan
pendidikan, latihan dan pembiasaan keagamaan waktu kecilnya, ia
akan besar dengan sikap tidak acuh atau anti agama. 6
Pembinaan kehidupan beragama bagi remaja, sebenarnya adalah
dalam rangka mempersiapkan dirinya agar dengan jalan mengamalkan
ajaran-ajaran agama itu, ia akan dapat memperoleh kehidupan yang
6 Ibid., hlm. 165.
41
baik dan menyenangkan. Pembinaan pendidikan remaja dalam
keluarga berlangsung sejak lahir sampai dewasa. Bahkan setelah
dewasapun orang tua masih berhak memberikan nasehat kepada
anaknya. Dalam hal ini, pendidikan keluarga harus tetap menjadi
dasar yang melandasinya,.
Ada keluarga muslim yang tidak memahami hakekat ini, bahwa
pendidikan dalam keluarga dianggap berakhir jika anaknya sudah
dimasukkan ke lembaga-lembaga pendidikan lain. Dengan demikian,
anak bisa lepas kontrol, sehingga banyak terjadi ketidakharmonisan
antara apa yang diterima di rumah dengan yang di luar rumah. Hal ini
bisa menjadi biang keladi kenakalan remaja. Menjadi kenyataan
seperti apa yang diterangkan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa
keadaan orang tua, sikapnya terhadap anak sebelum dan sesudah lahir,
ada pengaruhnya terhadap mental anak.7
Kunci keberhasilan pendidikan agama di sekolah bukan terutama
terletak pada metode pendidikan agama yang digunakan dan
penguasaan bahan; kunci pendidikan agama di sekolah sebenarnya
terletak pada pendidikan agama dalam rumah tangga. Inti pendidikan
agama dalam rumah tangga itu ialah hormat kepada Tuhan, orang tua
dan guru. Bila anak didik tidak hormat kepada guru, berarti juga ia
tidak akan menghormati agama. Bila agama islam dan guru tidak
dihormati, maka metode pendidikan agama yang baik pun tidak ada
artinya.8
Oleh karena itu, agama Islam harus memegang peranan yang
utama dalam sistem kehidupan dan hubungan dalam keluarga. Sebab
agama itu benar-benar mempengaruhi manusia dan memuaskan
kecenderungan alaminya ke arah kebenaran dan wujud-wujud yang
suci. Maka tidak ada jalan bagi setiap manusia yang bercita-cita untuk
7 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1977), cet. 9,
hlm. 66. 8 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
rosdakarya, 1992), hlm. 158-159.
42
dapat hidup bahagia selamanya, kecuali dengan memeluk keyakinan
yang kuat dan taat beragama Islam.
Keluarga, utama orang tua, memiliki kedudukan yang istimewa
di mata anak-anaknya. Karena orang tua mempunyai tanggung jawab
yang besar untuk mempersiapkan dan mewujudkan kecerahan hidup
masa depan remaja, maka mereka dituntut untuk berperan aktif dalam
membimbing anaknya yang sudah menginjak masa remaja, yang dalam
kehidupannya di dunia penuh dengan cobaan dan godaan. Dalam hal
ini ibu bapaknya menempati posisi sebagai tempat rujukan bagi nak,
baik dalam soal moral maupun untuk memperoleh informasi.
Sebagai rujukan moral, orang tua harus memberikan teladan yang
baik. Oleh karena itu seorang bapak atau ibu dituntut untuk bertingkah
laku yang baik dan benar dalam kebiasaannya sehari-hari, harus
mencerminkan sebagai orang yang taat beragama Islam. Dengan
demikian orang tua akan selalu menempatkan dirinya pada posisi
sebagai panutan, pemberi teladan dan rujukan moral yang dapat
dipertanggungjawabkan bagi anak-anaknya.
Kedudukan orang tua sebagai rujukan dalam bidang kehidupan,
misalnya dalam pemilihan pekerjaan dan jodoh, mereka perlu memberi
informasi secukupnya agar dapat memberikan alternatif bagi anak
untuk menentukan pilihan. Dengan informasi dari orang tuanya itu
anak akan memperoleh gambaran tentang masa depannya. Dalam hal
seorang anak menghadapi problema hidup, maka orang tua dapat
bertindak sebagai penasehat dengan memberikan pandangannya.
Untuk itu orang tua harus melibatkan ajaran agama yang harus dihayati
dan diamalkan dalam kehidupan.
Jadi peranan dan pengaruh orang tua dalam pembinaan agama
dan dalam usahanya untuk menjadikan generasi manusia yang
beragama , mengambil porsi besar dalam mengisi kehidupan rohani
dalam membentuk kepribadian remaja. Keberhasilan orang tua dalam
mendidik anaknya, baik membentuk kepribadian agamanya, maupun
43
dalam mempersiapkan mentalnya, sangat besar andilnya bagi anak
dalam mengalami perkembangan jiwa selanjutnya dalam menempuh
periode kehidupan selanjutnya sesudah mempunyai kapribadian yang
mantap.
Dalam perkembangan selanjutnya remaja bias mendapta
pendidikan agama sejak awal. Baik secara teori maupun praktek.
Praktek hidup keagamaan ini sangat penting bagi seorang remaja
supaya dibiasakan, agar dapat membentuk kepribadian seorang remaja
melalui praktek keagamaan.
Jadi dengan demikian dapat disadari betapa pentingnya peranan
keluarga sebagai peletak dasar pola pembentukan kepribadian melalui
pembinaan dan pendidikan agama tersebut. Dan sudah dibuktikan
bahwa sebagian besar orang-orang yang berhasil dalam hidupnya
adalah karena didikan keluarga yang baik dan berhasil membina
keluarga pula.
2. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Agama Pada Usia
Remaja.
Kadar pengaruh lingkungan terhadap manusia berbeda sesuai
dengan segi-segi pertumbuhan kepribadian manusia. Pengaruh
lingkungan lebih besar apabila anak mulai meningkat dewasa. Ketika
itu hubungan dengan lingkungan alam dan manusia serta ruang
geraknya sudah semakin luas.
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah ruang lingkup luar
yang berinteraksi dengan manusia, yang dapat berwujud benda-benda
seperti air, udara, bumi, langit, matahari dan sebagainya dan berbentuk
bukan benda seperti manusia pribadi, kelompok, institusi, sistem,
undang-undang, adat kebiasaan, dan sebagainya.9
9 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara bekerjasama
dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam DEPAG, 1992), hlm. 56.
44
Ajaram Islam seperti yang tertera dalam ayat-ayat Al Qur’an
Hadits nabi dan pendapat para ahli, meskipun tidak menentukan factor
lingkungan sebagai factor pokok yang mempengaruhi pertumbuhan
manusia, namun tidak kurang sumber-sumber yang menerangkan serta
mengakui akan pengaruh faktor ini dalam pertumbuhan watak dan
tingkah laku.
Keluarga, masjid dan sekolah sebagai suatu lingkungan
pendidikan kadang-kadang kurang memberikan peluang terhadap
dorongan anak untuk mengembangkan diri secara sendiri atau kearah
berdiri sendiri. Anak-anak muda itu ingin memperlihatkan
kejantanannya, membuktikan kemampuan dan menjelajahi serta
mencoba segala sesuatu untuk membuktikan kebolahannya dengan
cara-cara dan pandangannya sendiri atau kelompoknya. Berkenaan
dengan itu, dalam suatu lingkungan sering terjadi “perbenturan”
antara mereka dengan pandangan serta tatanan masyarakat “kolot” atau
pandangan atau tatanan yang telah mapan dalam lingkungannya.
Benturan-benturan itu tidak mengurangi kebutuhannya untuk dapat
berdiri sendiri secara wajar dan upayanya untuk tetap melaksanakan
segala rencana dan angan-angannya, bahkan mungkin menjadi lebih
bersemangat lagi untuk melakukan percobaan-percobaan.10
Karena pendidikan anak dalam keluaraga adalah bersifat kodrati,
maka hal ini harus menjadi pundamen bagi pendidikan yang diterima
di luar rumah tangga. Karena seorang remaja harus terus
mengembangkan kualitas dirinya, maka dalam hal ini tidaklah
mungkin seorang remaja memperoleh seluruh pendidikan dan
bimbingan pendidikan agama yang diperlukan dari anggota
keluargnya. Untuk itu anak membutuhkan lingkungan pendidikan yang
lain seperti di sekolah dan lembaga-lembaga agama.
Dalam pandangan Prof. Dr. Zakiah Daradjat pendidikan Agama
(Islam) sangat penting untuk diberikan secara dini sebagai wahana
10 Ibid., hlm. 70.
45
membentuk kepribadian remaja. Berbicara mengenai pembentukan
kepribadian berarti pembinaan manusia seutuhnya dalam kaitannya
dalam pendidikan agama Islam, lanjut Prof. Dr. Zakiah Daradjat,
dalam diri manusia terdapat tujuh dimensi pokok yang masing-masing
yaitu : fisik, akal, agama, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial
kemasyarakatan.11
Untuk mendapatkan sosok manusia seutuhnya, maka semua
dimensi tersebut perlu ditumbuh suburkan melalui pendidikan baik
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat secara seimbang serasi dan
terpadu, tidak ada satu dimensi yang mengalahkan dimensi lainnya,
jika ada pengunggulan terhadap satu dimensi dan terlepas dari dimensi
lainnya, manusia itu tidak utuh lagi di saat itu manusia akan
mengalami kegoncangan bahkan mungkin timbul berbagi kejahatan.
Ketegangan, ketidak pedulian, persengketaan bahkan peperangan. 12
Dimensi fisik yang bertujuan untuk kesehatan tubuh yang terkait
dengan ibadah akhlak dan dimensi kepribadian lainnya sangat perlu
digiatkan sejak dini seperti shalat, bersuci dari hadast kecil maupun
besar.13 Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dimensi tubuh harus
dijaga, dipelihara, agar tetap bersih dan mampu menjalankan
fungsinya.
Pada pembinaan dimensi akal tidak hanya sekedar mengetahui
dan memikirkan kepentingan pikiran itu saja, akan tetapi ia merupakan
cara untuk mengenal Allah SWT dan menyembah-Nya serta mencari
kebahagiaan.14 Untuk itu pendidikan akal harus disertai dengan
11 Ibid., hlm. 1. 12 Ibid., hlm. 19. 13 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, (Jakarta: Ruhama, 1995),
hlm. 4. 14 Ibid., hlm. 7.
46
pendidikan agama sebab tanpa keyakinan beragama akan gagal dalam
memberikan kebahagiaan kepada yang memilikinya.15
Pendidikan akal hendaknya memperhatikan pembinaan daya akal
dan melatihnya, agar dapat digunakan untuk kebaikan. Petunjuk
pendidikan akal dalam Islam adalah sebagai berikut : 16
a. Jangan mengikuti persangkaan dan perkiraan terhadap hal yang
berkaitan dengan pikiran.
b. Hendaknya di dalam sistem pendidikan ini ditanamkan sifat
tersebut pada angka satu secara terus menerus dalam menghadapi
segala persoalan.
c. Akal mempunyai hak untuk mengkritik dengan berani dan merasa
bebas.
d. Pendidikan agama (Islam) berusaha melatih manusia untuk
memikirkan segala sesuatu, dan memeriksa bagian-bagiannya serta
memahami apa yang dikatakan kepadanya, lalu memikirkannya,
serta tidak menerima tanpa bukti.
e. Akal dilatih berdasarkan pengalaman, penginderaan, dan kemudian
memberikan kebebasan kepada akal untuk mengarahkannya dan
menyusun semua temuan penginderaan tersebut.
f. Pendidikan akal juga tertuju kepada pendidikan kata hati dalam
hati (nurani). Dalam Al Qur’an diakui bahwa Nur Ilahi
mempunyai peranan penting dalam pengembangan pengetahuan
manusia.
g. Allah menghimbau manusia untuk membaca terus menerus baik
membaca Al-Qur’an, alam, atau membaca dengan merenungkan
para penghuni langit dan bumi.
15 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung
Agung, 1970), hlm. 31. 16 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung:
Ruhama, 1998), hlm. 8.
47
h. Pendidikan Islam mengajak orang untuk membuka pikirannya,
dengan arti bahwa ia terdidik untuk hidup di dalam masanya dan
di dalam semua masa artinya ia tidak berpikir kaku atau fanatik.
Namun pengembangan daya pikir dan pemanfaatannya tidak
boleh menyimpang dari ketentuan Allah. Karena manusia mempunyai
kecenderungan kepada hal-hal yang buruk fungsi agama (iman) yang
ditumbuhkembangkan sejak kecil menyatu ke dalam kepribadian yang
membawa ketentraman batin dan kebahagiaan. Orang-orang yang
mempercayai benda-benda keramat biasanya tenang selama benda
tersebut ada padanya, atau terasa memberi manfaat. Akan tetapi jika
benda keramat itu hilang atau tidak menolong lagi maka yang
bersangkutan akan merasa gelisah dan kebingungan. Obyek keimanan
tidak akan pernah hilang dan tidak akan berubah manfaatnya adalah
iman yang ditentukan oleh agama.
Bila kesehatan dan kekuatan tubuh manusia baik, akal pikirannya
berkembang, serta mampu melaksanakan penelitian, penemuan,
mungkin manusia dapat tersesat dalam hidupnya menjadi bangga diri
sombong dan mungkin memusuhi orang lain, bahkan dapat
menghancurkan dirinya sendiri. Agama amat sangat dibutuhkan untuk
mengendalikan diri. Bila dimensi akidah berkembang secara serentak
dengan tubuh dan akal, kegoncangan itu tidak akan terjadi. Maka
pendidikan agama harus sejalan dengan perkembangan pikiran.
Akhlak merupakan inti dari ajaran Islam yang harus dipelajari,
sehingga akhlak berkembang bersamaan dengan perkembangan
dimensi fisik, akal, dan akidah. Islam mementingkan akhlak, bahkan
rasulullah mengatakan bahwa beliau diutus Allah SWT untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.
Masalah kejiwaan menjadi penentu dari berbagai aspek
kehidupan manusia, ia merupakan kekuatan dari dalam yang
memadukan semua unsur pada diri manusia, ia menjadi penggerak dari
dalam yang membawa manusia kepada pencapaian tujuannya,
48
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya, pribadi dan kelompok.
Kegagalan pendidikan dan pembinaan kejiwaan ini menyebabkan
penyakit dan gangguan kejiwaan yang membias juga pada penyakit
jasmani (Psiko Somatic).17
Betapa banyak orang yang tidak bahagia di dalam kehidupannya,
kendatipun seluruh dimensi yang lainnya sudah tumbuh dan
berkembang dengan baik. Dan hal tersebut terjadi sebagai akibat dari
masalah kejiwaan yang tidak selesai. Masalah kejiwaan inilah yang
pada dunia maju tidak mendapat perhatian semakin mengganggu dan
tidak menentramkan batin. Islam banyak membicarakan dimensi
kejiwaan dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, yang harus
pula ditumbuhkembangkan secara seimbang dengan dimensi
lainnya. 18
Dimensi keindahan tidak bisa diabaikan, bahkan sebaliknya perlu
dikembangkan, karena keindahan itu menggerakkan batin sehingga
dapat meringankan kehidupan yang penuh dengan kegiatan rutin dan
menjadikan manusia merasakan nialai-nilai serta lebih mampu
menikmati keindahan hidup.19
Dan yang terakhir adalah dimensi sosial kemasyarakatan.
Dimensi ini membentuk manusia muslim yang bertumbuh secara sosial
dan menjadikan Hamba Allah yang saleh dengan menanamkan
kerukunan sosial di dalam dirinya dan melatih dalam pergaulan
kemasyarakatan.20
Pendidikan Islam bagi generasi muda harus mencangkup seluruh
dimensi manusia yang satu dan yang lainnya yang saling berkait dan
tidak satu dimensi pun yang dijadikan primadona terhadap dimensi
17 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, op. cit., hlm. 15. 18 Zakiah Daradjat, Remaja Harapan dan Tantangan, op. cit., hlm. 71. 19 Ibid., hlm. 17. 20 Ibid., hlm. 18.
49
yang lainnya. Bila tidak dilakukan demikian, maka generasi muda akan
pincang, dan tidak mampu mencapai kebahagiaan.
Allah SWT telah mengisaratkan demikian, namun tidak semua
orang beriman mampu mengarah apa yang telah ditentukan Allah
tersebut. Dimana kuncinya?
Kuncinya adalah pendidikan agama yang mampu menumbuh-
kembangkan iman pada diri manusia serta dapat menjelaskan manfaat
ajaran agama dalam kehidupan nyata, sehingga orang merasa bahwa
iman, ibadah dan akhlak, merupakan kebutuhan jiwannya. Bukan
hanya kewajiban kepada Allah SWT saja. 21
Prof. Dr. Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa sesungguhnya
pendidikan agama pada masa remaja harus dilaksanakan melalui
berbagai segi kehidupan remaja itu sendiri, mulai dari tata krama sopan
santun cara bergaul, cara berpakaian dan cara bermain yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
Menurut Sigmund Freud, mengapa orang harus berperilaku
agama, Freud melihat bahwa agama itu adalah reaksi manusia atas
ketakutaannya sendiri. Dalam buku Totem dan Taboo (1913), Freund
mengatakan bahwa : “Tuhan adalah refleksi dari Oedipus Complex
kebencian kepada ayah dibuktikan sebagai ketakutan kepada
Tuhan “.22
Suatu kenyataan yang mencemaskan belakangan ini adalah
keberanian sementara remaja melakukan pelangaran-pelanggaran
susila, baik wanita maupun pria. Bahkan diantara mereka ada yang
berpendapat, bahwa hubungan antara wanita dan pria tidak perlu
dibatasi dan tidak usah dikontrol oleh orang tua. Biasanya kenakalan
seperti ini disertai dengan tindakan-tindakan mengganggu masyarakat.
21 Ibid., hlm. 72. 22 Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1994), hlm. 71.
50
Pada umumnya anak-anak remaja yang dengan mudah melakukan
pelanggaran asusila adalah mereka yang jarang mendapatkan
pembinaan dan pendidikan agama. 23
Sikap para remaja yang mengejar kemajuan lahiriah tanpa
mengindahkan nilai-nilai yang bersumber pada ajaran agama yang
dianutnya nenyebabkan generasi remaja kebingungan bergaul karena
apa yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan apa yang
dialaminya di dalam masyarakat. Kontradiksi yang terdapat
dalam kehidupan remaja menghambat pembinaan remaja karena
pembinaan agama terjalin dalam pembinaan pribadinya. Apabila
faktor-faktor yang membina itu bertentangan antara satu dengan yang
lain, maka akan goncanglah jiwa yang dibina terutama mereka yang
sedang mengalami pertumbuhan dan perubahan yang cepat pada usia
remaja. Kegoncangan jiwa dapat dicontohkan seperti kenakalan remaja
dan penyalahgunaan narkotik dan sebagainya.
Melihat bagaimana pentingnya pembinaan agama pada masa
remaja menjadikan kita harus benar-benar mampu mendidik, membina
dan mengusahakan supaya kehidupan di lingkungan remaja kita tidak
terlepas dari segi-segi dan nilai-nilai agama.karena agama adalah tidak
hanya berorientasi kepada dunia saja atau kepada akherat saja tetapi
kepada keseimbangan antara keduanya.
3. Fungsi Pendidikan Agama Bagi Kehidupan Dan Masa Depan Remaja
a. Memberikan bimbingan dalam hidup
Peranan orang tua dalam mendampiungi anaknya yang sudah
dalam tahap akhir dalam proses perkembangan jiwannya penting
sekali. Namun banyak ornag tua yang kurang mampu memahami
anaknya yang telah mendekati masa dewasa itu. Bagian terakhir
23 Zakiah Daradjat, Perawatan Jiwa untuk Anak-anak, (Yogyakarta: Bulan
Bintang, 1976), hlm. 481.
51
dari perkembangan remaja adalah perkembangan jiwa sosial dan
kepribadian pada masa tersebut terlihat adanya perhatian terhadap
hari depannya.
Melalui ibu bapaknya, diletakkan benih utama bagi
kepribadian anak akan berkembang dimasa depan. Bapak
ibunyalah orang yang pertama mewariskan kebudayaan dan
mengajarkan agama pada anak. Gelombang baru dialami para
remaja adalah pencarian identitas diri dan kecondongan kepada
berteman pada lawan jenis. Dalam hal ini agama amat diperlukan.
Bagi remaja yang telah mendapat pendidikan agama secara baik
dan tepat di masa depan sebelumnya tidak akan mengalami
kegoncangan yang berarti terutama bila orang tuanya
memperlakukan dengan cara demokratis. Bagi remaja yang kurang
bekal keagamaan, akan mengalami kesulitan dalam tahap akhir
sehingga mereka mudah tersesat kepada pelanggaran nilai-nilai
agama. 24
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat pendidikan agama
hendaknya dapat mewarnai kepribadian remaja, sehingga agama
itu berfungsi menjadi bagian dari dirinya yang dapat
mengendalikan dirinya dalam hidupnya di kemudian hari.
Kebiasaan hidup yang agamis bagi remaja akan melahirkan
manusia yang cenderung bertingkah laku baik dan mengajak kehal
kebaikan dan menjauhi yang dilarang dengan aktif menjalankan
24 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op. cit.,
hlm. 92.
59
perintah shalat dalam rangka mewujudkan dan membuktikan
ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dua macam perbuatan baik tersebut yaitu mengajak atau
memerintahkan untuk berbuat baik dan melarang perbuatan yang
buruk sebagi kepribadian yan harus dimiliki oleh seorang remaja,
melalui pendidikan Agama Islam yang baiik dan berhasil. Hal ini
adalah demi untuk kepentingan masa depan remaja agar dapat
hidup dengan tenang.
Allah SWT menerangkan dalam firmannya :
والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أولياء بعض يأمرون
)71:التوبة (بالمعروف وينهون عن المنكر
“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar” (QS. At Taubah :71) 25
Fungsi agama merupakan hubungan antara manusia agama
dengan Tuhan. Kedudukan seorang remaja sebagai anggota
masyarakat harus menerima hukum-hukum yang mengatur
hubungan dengan Tuhan, masyarakat, alam dan dirinya sendiri.
Jadi di sini agama bersifat mengatur dan mengikat remaja dalam
hubungannya dalam masyarakat dan Tuhan serta dengan dirinya
sendiri sebagai mahluk sosial yang bersedia hidup dan berada
dalam ikatan garis-garis, peraturan yang ditetapkan oleh Allah
SWT.
Melalui agama Islam manusia dapat mengetahui perbedaan
antara yang halal dan yang haram yang bermanfaat dan yang
berbahaya. Seorang anak sejak awal perlu ditanamkan satu
keyakinan yang kuat bahwa agama yang diakui kebenarannya yang
25 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm. 291.
60
diperintahkan oleh Allah SWT untuk beragama dengan-Nya ialah
hanya Islam. Firman Allah SWT :
)19:آل عمران(إن الدين عند الله األسالم
“Sesungguhnya agama yang diridlai oleh Allah hanyalah Islam “ (Q.S. Ali Imran : 19).26 Karena menurut ketetapan Allah bahwa agama yang diridlai
hanyalah Islam, bagaimanapun bentuk dan manifestasinya setelah
turun dan seterusnya Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah
yang terakhir. Islam adalah agama yang mencangkup manusia
seutuhnya meliputi semua dimensi manusia, tidak ada yang
terbebas dari jangkauan pendidikan Islam.
b. Sebagai penolong dalam kesukaran
Dalam hidup ini tidak sedikit kesukaran dan problem yang
harus dihadapi. Menurut para ahli jiwa sikap dan cara orang
menghadapi kesukaran itu berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya sesuai dengan kepribadiannya dan kepercayaaannya
terhadap lingkungannya apabila kepribadiannya cukup sehat dan
lingkungan tempat hidupnya menyokong dan merasa aman
dengannya maka kesukaran itu akan kurang terasa kepribadiannya
kurang sehat dan suasana lingkungan sering pula mengancam
hidupnya. 27
Jika setiap orang mempunyai keyakinan beragama dan
menjalankan agama dengan sungguh-sungguh tidak perlu adanya
polisi karena setiap orang tidak mau melanggar larangan karena
merasa Tuhan Maha melihat, sebab setiap potensi manusia dapat
digunakan dan dikerahkan untuk kepentingan dan kebahagiaan
bersama bukan untuk dirinya sendiri.
26 Ibid., hlm. 78. 27 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, op. cit., hlm. 61.
61
Pembangunan kepribadian dan mental, tidak mungkin tanpa
menanam jiwa agama pada tiap-tiap orang karena agamalah yang
memberikan dari luar atau polisi yang mengawasi atau
mengontrolnya. Setiap kali terpikir dan tertarik hatinya kepada hal-
hal yang tidak dibenarkan oleh agamanya, taqwanya akan menjaga
dan menjaga dirinya dari perbuatan yang kurang baik itu.28
Kita mengetahui bahwa kehidupan setiap bangsa terutama
bangsa Indonesia selalu ditandai oleh pergantian generasi secara
berkesinambungan dari waktu ke waktu. Anak-anak pada
waktunya akan menjadi remaja, para remaja akan menjadi dewasa
dan orang dewasa menjadi orang tua. Ini adalah hukum alam yang
pasti dan tidak akan dicegah pastinya.
Oleh karena itu penting sekali untuk memikirkan
pendidikan para remaja guna mendapatkan model-model
pendidikan yang sesuai dengan mereka, sehingga para remaja
berkembang menjadi remaja yang sehat dan kuat badannya, cerdas
dan sarat dengan ilmu pengetahuan, mantap kepribadiannya dan
baik akhlaknya, serta luas pergaulannya. Dan semuanya itu
dilandasi oleh iman dan taqwa kepada Tuhan YME.29
c. Sebagai penentram batin
Kalau kita berbicara pendidikan agama bagi anak muda,
sebenarnya lebih tampak, betapa gelisahnya anak-anak muda yang
tidak pernah mengalami pendidikan agama. Karena masa remaja
itu adalaha usia dimana jiwa sedang bergejolak, penuh dengan
kegelisahan dan pertentangan batin banyak dorongan yang lebih
banyak menyebabkan lebih gelisah lagi. Maka dengan menerapkan
28 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju
Psikologi Islam, (Yogyakarta: Yayasan Insan Kamil bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 170.
29 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op. cit.,
hlm. 26.
62
pembinaan agama baik anak muda akan mempunyai fungsi sebagai
penentram dan penenang jiwa, disamping pengendali moral.
Sesungguhnya kebutuhan kejiwaan remaja banyak
dipengaruhi oleh lingkungan dan kebudayaan masyarakat dimana
ia tinggal. Akan tetapi dalam keragaman dan perbedaan kebutuhan
jiwa manusia yang banyak itu. Ada juga kebutuhan jiwa yang
dirasakan oleh tiap-tiap orang. Baik ia sebagai orang kecil, besar,
tua, muda, kaya, miskin maupun kaya sehat atupun terganggu
kesehatan mentalnya, yaitu kebutuhan–kebutuhan yang akan
mendorong serta mengendalikan perbuatannya dan tingkah lakunya
dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tersebut antara lain :
1) Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kebutuhan akan rasa kasih sayang pada masa remaja
merupakan sesuatu yang prinsip bagi kesehatan jiwa remaja,
karena ia merupakan jalan untuk merasakan penghargaan dan
penerimaan sosial.
Dalam hal ini merupakan perasaaan yang betul, perlu
diakui bahwa kasih sayang itu hendaknya ada pada setiap
remaja dalam setiap lapangan tempat ia bergerak. Maka kasih
sayang harus diungkapkan dalam perbuatan dan kata-kata,
dengan itu remaja merasa bahwa ia obyek penghargaan.30
Remajapun ingin pula menyaingi dirinya. Keinginan itu
tidaklah berdiri sendiri. Karena, jika remaja mendapat kasih
sayang dan penghargaan orang lain, maka ia akan menyerahkan
dirinya kepada meraka. Hal itu akan menimbulkan kepercayaan
kepada dirinya, ia dapat menyayangi dan menerima dirinya.
Kecintaan pada diri sendiri akan mendorongnya untuk bekerja
secara produktif. Maka timbullah pada dirinya keberanian dan
kemampuan untuk membuat hubungan sosial yang baik agar
30 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, op. cit.,
hlm. 26.
63
dan kasih sayang kepada orang lain dan ini merupakan jalan
penyesuaian diri.
2). Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman adalah kebutuhan jiwa yang paling penting
dalam kehidupan manusia. Setiap orang ingin merasa bahwa
hidupnya ini tidak didorong oleh apa saja. Orang ingin merasa
bahwa tidak ada ancaman apapun terhadap dirinya. Di sinilah
peranan pembinaan agama sangat penting, dengan ajaran
agama memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa
aman, rasa tidak takut/ cemas menghadapi hidup ini. Ajaran-
ajaran agama menunjukan cara-cara yang harus dilakukan dan
menjelasakan pula hal-hal yang harus ditinggalkan, supaya kita
dapat mencapai rasa aman selama hidup ini dan selanjutnya
diajarkan pula bagaimana mempersiapkan diri dengan
perbuatan-perbuatan baik dan menjauhkan tindakan-tindakan
yang mengganggu kesenangan orang lain.
Percaya akan adanya Tuhan dan bahwa kekuasaaan-Nya itu
melebihi kekuasaan apapun di dunia ini, memberikan rasa
aman kepada orang yang percaya , bahwa Tuhan itu akan
melindungi dari segala bahaya, karena Tuhan itu maha
penyayang dan pengasih. Inilah sebabnya, maka orang yang
percaya kepada Tuhan terlihat tenang, tentram dan tidak merasa
takut karena ia merasa, bahwa ada Tuhan Yang Maha Kuasa
yang melindunginya.
3). Kebutuhan akan rasa harga diri
Setiap orang, baik anak kecil, orang dewasa maupun
orang tua, membutuhkan rasa harga diri, ingin dihargai dan
diperhatikan. Rasa kurang mendapat penghargaan itu adalah
sangat sakit. Maka orang yang merasa kurang dihargai, dihina/
64
dipandang rendah oleh orang lain, akan berusaha mencari jalan
untuk mempertahankan dirinya.
Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, ia merasa
bahwa dirinya dekat dengan Tuhan, karena itu dengan sendiri
ia tidak akan kehilangan rasa harga diri, sebab ia berada dekat
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kurangnya penghargaan
orang lain tidak akan banyak menyusahkan fikirannya yang
pentingkan baginya, supaya ia selalu dapat memelihara
perhatian Tuhan, maka ia akan mencari kepuasan dengan
berserah diri kepada Tuhan.
Remaja yang merasa dihargai oleh lngkungannya, akan
merasa bangga terhadap dirinya dan gembira. Maka sikapnya
terhadap dirinya dan orang lain sekitarnya akan positif dan
menyenangkan. Bila yang terjadi sebaliknya, misalnya ia tidak
diperhatikan, diremehkan, tidak ditanggapi bila melakukan
sesuatu, maka perilaku terhadap dirinya dan lingkungannya
menjadi negatif, bahkan sikap kepada agamapun mungkin akan
negatif pula.
4) Kebutuhan akan rasa bebas
Kebebasan dalam batas-batas kewajaran adalah penting
bagi seorang remaja yang sedang dalam masa perkembangan,
jika seorang remaja terlalu dikekang, akibatnya adalah pada
saat memiliki kesempatan untuk bebas, ia akan seperti kuda
lepas dari kekangnya, menjadi liar tak terkendali.
Kebebasan dalam batas yang wajar, tidak berbahaya
dan perlu bagi perkembangan jiwa remaja. Dia hendaknya
mendapat kebebasan untuk mengungkapkan perasaan dan
keinginannya, ia akan merasa tertekan, boleh jadi ia akan
mengalami frustasi, konflik dan sebagainya. Yang diperlukan
orang tua, guru dan lingkungan masyarakat adalah Pembina
65
remaja untuk dapat mengungkapkan perasaannya dengan cara
yang baik, sopan dan diridlai oleh Allah SWT.
5). Kebutuhan akan rasa ingin mengenal
Setiap orang tak mau tinggal diam saja, ketika berhadapan
dengan hal yang samar. Ia akan tahu dan berusaha mempelajari
semua hal yang menjadi keraguan terhadap jiwanya.
Kebutuhan akan mengenal itulah yang membawa kemajuan
yang mendorong orang untuk mempelajari segala sesuatu yang
bertemu dalam hidupnya, itulah yang mendorong ahli-ahli,
mahasiswa-mahasiswa, untuk membuat research (penelitian-
penelitian ilmiah) supaya terjawab semua yang diragukan
(samar).
Akan tetapi tidak semua, yang ingin diketahui oleh manusia
dapat dicapai melalui ilmu pengetahuan. Masih banyak sekali
hal yang menjadi rahasia alam. Dalam hal ini, kepercayaan dan
kebijaksanaan dan kekuasaan Tuhan dibutuhkan, supaya orang
bisa merasa tenang dan tentram.
6). Kebutuhan akan rasa sukses
Setiap kegagalan membawa kepada rasa tidak enak,
baik kegagalan dalam bidang sehari-hari, baik dalam keluarga,
dalam dinas maupun dalam masyarakat. Kegagalan yang
berulang-ulang itu akan membawa orang kepada merasa
pesimis dan putus asa, perasaan putus asa itu akan membawa
hilangnya ketenangan jiwa dan hilanglah rasa bahagia.
Maka hendaklah setiap langkah dan usaha yang
dilakukan menimbulkan rasa, bahwa kita tidak gagal. Tetapi
jadikanlah kegagalan itu pelajaran untuk mendapati sukses.
Sukses akan mendorong kita untuk bekerja lebih giat dan akan
membawa pada sukses yang lain.
66
Dari penganalisaan psikologi terhadap kebutuhan-
kebutuhan jiwa manusia, dapat diambil kesimpulan bahwa baik
disadari atau tidak oleh manusia itu, ia membutuhkan
kepercayaan kepada Tuhan yang akan menolongnya dalam
menghadapi kesukaran atau kegelisahannya, akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya.31
Di sinilah terletak pentingnya pembinaan agama itu ,
karena ia mengandung ajaran dan cara-cara yang ditentukan
oleh Tuhan untuk kita lakukan dan dipatuhi dalam hidup, baik
dalam berhubungan dengan Tuhan maupun berhubungan
dengan diri sendiri atau orang lain. Bahkan dengan makhluk
hidup yang lain (binatang), tidak mungkin akan kita capai yang
baik hanya dengan pendekatan ilmiah saja, tetapi haruslah
melalui ajaran-ajaran langsung yang diturunkan oleh Tuhan
melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya.32
31 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Pembinaan Mental, op. cit.,
hlm. 20. 32 Zakiah Daradjat, Peranan Agama dalam Kesehatan Mental, op. cit., hlm. 53.