Post on 23-Mar-2019
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Niat Beli Konsumen
1. Pengertian Niat Beli Konsumen
Niat beli adalah salah satu konsep yang paling penting dalam studi
perilaku kosumen. Setiap tahun para pemasar mengeluarkan belanja iklan
milyaran dollar hanya untuk mempengaruhi niat beli. Dengan mempengaruhi
niat beli konsumen, pemasar berharap dapat mempengaruhi perilaku pembelian
mereka (Arnould et al. 2002).
Niat beli adalah kecenderungan dan hasrat yang secara kuat
mendorong individu untuk membeli suatu produk (Bosnjak et al. 2006). Niat
beli adalah faktor motivasional yang mendorong individu untuk membeli
produk tertentu. Oleh karena itu niat membeli adalah metode yang paling baik
untuk memprediksi perilaku membeli konsumen. Hal itu sejalan dengan
Theory of Reasoned Action (TRA) yang mengasumsikan bahwa perilaku
konsumen ditentukan oleh niat berperilaku konsumen (Fazekas et al., 2001).
Dodds et al,. (1991) menjelaskan bahwa niat beli merujuk pada penilaian
subjektif konsumen yang merefleksikan evaluasi menyeluruh untuk membeli
produk atau jasa. Selanjutnya Lafferty & Goldsmith (2004) menjelaskan bahwa
niat beli adalah hasrat dan kecenderungan konsumen untuk membeli produk
yang diiklankan di masa yang akan datang. Zafar & Mahira (2013)
18
menyampaikan niat beli konsumen adalah hasrat dan kecenderungan konsumen
untuk membeli produk yang diiklankan karena ada kemungkinan konsumen
membeli produk tersebut di masa yang akan datang.
Dengan demikian niat beli konsumen adalah hasrat dan kecenderungan
yang mendorong konsumen untuk membeli produk yang diiklankan, di masa
yang akan datang.
2. Aspek-aspek Niat Beli Konsumen
Zafar & Mahira (2013) meneliti pengaruh iklan selebriti terhadap
persepsi merek dan niat beli. Niat beli dipandang sebagai kecenderungan
konsumen untuk membeli produk yang diiklankan, kemungkinan mencoba
produk dan kemungkinan mencari produk tersebut di toko di masa yang akan
datang. Aspek niat beli pada penelitian mereka adalah sebagai berikut:
konsumen cenderung membeli produk yang diiklankan, konsumen mungkin
mencoba produk, dan konsumen mungkin mencari produk tersebut di toko di
masa yang akan datang.
Lafferty and Goldsmth (1999) meneliti pengaruh kredibilitas
perusahaan terhadap sikap terhadap merek dan niat beli ketika digunakan
selebriti yang kredibel dan tidak kredibel. Menurut mereka niat beli adalah
hasrat dan kecenderungan konsumen untuk membeli produk yang diiklankan.
Aspek niat beli menurut mereka adalah sebagai berikut: konsumen mungkin
memilih produk tersebut, konsumen mungkin terdorong membelinya,
19
konsumen sangat mungkin membeli produk tersebut di masa yang akan datang,
dan kemungkinan konsumen pasti mencobanya di masa yang akan datang.
Islahuddin dan Eko (2015) meneliti peran celebrity endorsers dalam
membentuk perceive value dan purchase intention. Mereka menyampaikan
bahwa niat beli adalah kesediaan konsumen untuk membeli, hasrat membeli di
masa mendatang, dan keputusan untuk membeli ulang. Dengan demikian aspek
niat beli menurut mereka adalah sebagai berikut: konsumen bersedia membeli
produk, konsumen mempunyai hasrat membeli di masa yang akan datang, dan
konsumen memutuskan untuk membeli ulang.
Peneliti menyimpulkan niat beli konsumen adalah hasrat dan
kecenderungan yang mendorong konsumen untuk membeli produk yang
diiklankan di masa yang akan datang. Aspek-aspek niat beli penelitian yang
akan dilakukan, merujuk pada pada Lafferty & Goldsmith (2004) dan zafira
dan Mahira (2013), yaitu: (1) Kemungkinan konsumen memilih; (2) terdorong
membeli produk tersebut; (3) cenderung mencoba; (4) Keinginan membelinya
di masa yang akan datang.
Dari empat aspek di atas masing-masing dijabarkan lagi dalam empat
dimensi, yaitu: target, aksi, konteks dan waktu. Dengan demikian terdapat 16
indikator niat beli sebagai berikut: (1) Diantara sabun yang ada tetap memilih
sabun lux; (2) Kemungkinan memilih sabun lux sebagai pilihan utama; (3)
Tetap saja memilih sabun lux meskipun teman-temannya tidak memilihnya; (4)
Akan memilih sabun lux dalam waktu dekat; (5) Terdorong membeli sabun lux
20
meskipun banyak pilihan lainnya; (6) Terdorong menggunakan sabun lux
dibandingkan lainnya; (7) Dalam berbagai situasi cenderung tetap terdorong
membeli sabun lux; (8) Terdorong membeli sabun lux dalam waktu dekat; (9)
Cenderung mencoba memakai sabun lux meskipun banyak pilihan lainnya;
(10) Diantara sabun lainnya cenderung mencoba memakai membeli sabun lux;
(11) Walau bagaimanapun tetap ingin memakai sabun lux; (12) Ingin mencoba
memakai sabun lux dalam waktu dekat; (13) Menganggap sabun lux paling
layak dibeli diantara sabun lainnya; (14) Menetapkan sabun lux sebagai
pilihan utama yang dibeli; (15) Pada berbagai situasi cenderung tetap membeli
sabun lux; (16) Segera akan membeli sabun lux. Skala niat beli pada penelitian
ini diukur dengan 16 indikator di atas.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Niat Beli
Dalam teori persepsi dikemukakan bahwa orang akan menseleksi dan
menyaring stimulus menurut konteks situasi sekarang dan pengalaman masa
lalu mereka. Oleh karena itu pesan-pesan komunikasi pemasaran perlu
konsisten karena orang akan mengasosiasikan informasi iklan yang
diterimanya dengan pengalaman masa lalunya tentang stimulus-stimulus
tersebut. Tugas pemasar sekarang adalah bagaimana merancang komunikasi
pemasaran yang dapat menghasilkan respon kognitif yang positif,
memperbaiki dan memperkuat citra merek yang sudah ada di memori
konsumen (Lindstrom, 2005).
21
Lutz et al. (1983) telah mengidentifikasi tiga tipe respon kognitif dan
telah menetapkan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan sikap dan niat
membeli. Gambar 2.1 menunjukkan bagaimana tiga tipe respon ini
berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Merek dan sikap terhadap periklanan,
dan bagaimana keduanya berpengaruh terhadap niat untuk membeli.
Gambar 2.1
Cognitive Association Model
Source: Adapted from Lutz et al. (1983)
Message
or
stimulus
Communicator
Credibility
Cognition
Brand
Cognition
Advertisement execution
Cognition
Attitude
toward
the Brand
Attitude
toward the
Advertise
ment
Purchase
Intention
22
Dengan demikian menurut Lutz et al. (1983), faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap niat beli konsumen adalah:
a. Brand cognition atau kognisi terhadap merek adalah persepsi penerima
pesan terhadap merek itu sendiri (Lutz et al. 1983). Merek lebih mengarah
pada nilai intangible dari suatu produk yang ditawarkan. Merek dibangun
dibenak konsumen melalui kombinasi bauran promosi yang efektif sejak
merek itu diperkenalkan dan dibangun bersamaan dengan reputasi
perusahaan. Reputasi perusahaan adalah representasi perseptual
pengalaman perusahaan menjual merek tersebut pada masa lalu dan
prospek perusahaan di masa yang akan datang.
b. Communicator Crediblity Cognition atau kognisi terhadap kredibilitas
pembawa pesan. Sekumpulan respon kognitif berikutnya adalah diarahkan
pada pembawa pesan, yaitu persepsi penerima pesan terhadap kredibilitas
pembawa pesan (Lutz et al. 1983). Kredibilitas mengacu pada pengertian
bahwa sumber informasi bisa dipercaya dan memiliki keahlian yang
memadai untuk menyampaikan pesan. Sumber yang memiliki kredibilitas
tinggi akan meningkatkan penerimaan pesan (Lafferty & Goldsmith, 1999).
c. Advertisement execution Cognition atau kognisi terhadap penayangan
iklan. Ini berhubungan dengan persepsi penerima pesan terhadap
pelaksanaan penayangan iklan itu sendiri yang terdiri dari elemen visual
dan verbal. Obyek yang menjadi perhatian adalah komponen-komponen
penting dari iklan yang ditayangkan seperti statement, gambar,
23
arangements dan rancangan iklan secara umum (Lutz et al. (1983).
Konsumen membuat pertimbangan terhadap kualitas dan kreativitas
penayangan sebuah iklan, irama dan gaya iklan itu saat dilaksanakan baik
visual maupun verbal, dan hasil dari persepsi mereka terhadap pelaksanaan
iklan tersebut akan membentuk sikap konsumen terhadap iklan (Alba and
Wisley, 2000). Perspektif seni iklan pada elemen visual dan verbal sangat
besar pengaruhnya dalam membentuk sikap positif konsumen karena akan
memikat dan menggugah emosi penerima pesan (Tuncalp, 2001).
Ketiga respon kognitif diatas secara bersama sama akan mempengaruhi
likeable extract (tingkat kesenangan akhir konsumen) berupa sikap konsumen.
Sikap yang dihasilkan dari pesan akan disimpan untuk penggunaan di masa
yang akan datang. Pesan iklan dan atau pengalaman penggunaan merek
kemudian membuat likeable extract di recall dan diasosiasikan dengan
semantic memory dan skema di memori jangka panjang. Output interpretasi
atau persepsi konsumen terhadap elemen-elemen tersebut akan memperbaharui
atau memperkuat semantic memory dan skema konsumen yang sudah ada dan
akan berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Iklan dan Sikap Terhadap Merek
yang pada akhirnya akan mempengaruhi niat membeli. Oleh karena itu merek,
kredibiitas selebriti pembawa pesan, dan elemen-elemen visual dan verbal
iklan yang ditayangkan bekerja secara independent. Mereka saling memperkuat
satu sama lain dan memicu aktivitas yang diperlukan untuk proses kognitif dan
memperkuat perilaku sebelumnya (Fill, 1999).
24
Dari hasil-hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil kredibilitas
selebriti berpengaruh langsung terhadap niat beli (Ohanian, 1990, Zafar &
Mahira, 2013, Ahmed et al., 2014). Sementara itu Citra visual dan verbal iklan
juga berpengaruh langsung terhadap niat beli (Stafford, 1996). Sehubungan
dengan keterbatasan waktu penelitian, maka peneliti menetapkan 2 faktor
diantara faktor-faktor di atas sebagai variabel bebas yang mempengaruhi niat
beli konsumen. Faktor-faktor tersebut adalah Communicator Crediblity
Cognition atau dalam penelitian ini disebut kredibilitas selebriti dan
Advertisement execution Cognition atau dalam penelitian ini eleman-elemen
citra visual dan verbal penayangan iklan. Namun dalam penelitian ini citra
visual dan verbal iklan disikapi sebagai construct atau variabel yang terpisah.
Kredibilitas selebriti, citra visual iklan dan citra verbal iklan dicari pengaruhnya
secara langsung terhadap niat beli.
Penelitian-penelitian sebelumnya memprediksi niat beli konsumen
hanya dilihat dari kredibilitas selebriti saja. Padahal citra visual dan verbal iklan
sangat penting dalam memikat audience untuk tetap bertahan melihat sebuah
tayangan iklan (Hung, 2001). Untuk itu penelitian ini memasukkan kredibilitas
selebriti, citra visual dan verbal iklan untuk memprediksi niat beli.
25
B. Kredibilitas Selebriti
1. Pengertian Kredibilitas Selebriti
Penggunaan selebriti sebagai bintang iklan oleh perusahaan Indonesia
semakin meningkat dewasa ini. Perusahaan-perusahaan besar, lebih-lebih
perusahaan multinasional banyak memakai selebriti sebagai endorser atau
spokesperson perusahaan. Tidak hanya itu perusahaan-perusahaan baru
sekalipun banyak yang memakai selebriti untuk mempercepat brand awareness
konsumennya (Hsu & McDonald, 2002).
Selebriti adalah orang yang terkenal di masyarakat. Dia bisa seorang
bintang film, bintang sinetron, model, pelawak, presenter, olahragawan,
ilmuwan, bisnisman, politikus, penyanyi, dan orang-orang terkenal lainnya
(O’Mahony & Meenaghan, 1997/1998; Hsu & McDonald, 2002). Alasan
pemakaian selebriti sebagai bintang iklan karena dipercaya dapat
meningkatkan attention saat stimulus diekspose dan proses recall saat
konsumen mengasosiasikan dengan jaringan semantik dalam memori
(Ohanian, 1991; Stafford et al., 2002).
Kredibilitas selebriti diartikan sebagai suatu karakteristik positif
komunikator yang berpengaruh terhadap penerimaan suatu pesan oleh receiver
(Stafford et al. 2002). Penelitian mengenai kredibilitas sumber telah
menunjukkan bahwa dalam banyak situasi kredibilitas pembawa pesan yang
tinggi lebih efektif daripada yang kurang kredibel. Kredibilitas sumber yang
26
tinggi juga telah ditemukan menghasilkan perubahan sikap yang lebih positif
dibandingkan dengan yang kurang kredibel (Lafferty & Goldsmith, 1999).
Lutz et al. (1983) berpendapat kredibilitas pembawa pesan mengacu
pada pengertian bahwa sumber informasi atau pembawa pesan bisa dipercaya
dan memiliki keahlian yang memadai untuk menyampaikan pesan.
Fakta empiris menunjukkan bahwa penggunaan selebriti dalam iklan
merupakan metode yang efektif untuk komunikasi yang persuasif (Hsu
&McDonald, 2002). Selebriti lebih disukai dari pada orang biasa dalam
menyampaikan pesan iklan (Kamins, 1989). Mereka mempunyai citra spesifik
yang menarik yang dapat membedakannya dari orang biasa. Hal ini
mengakibatkan banyak orang memberi respek dan seringkali mengadopsi
penampilan dan gaya hidup selebriti yang dikaguminya. Oleh karena itu, iklan
yang menggunakan selebriti sebagai pembawa pesan mudah diterima oleh para
penggemear dan pengagum sang selebriti. Manajer berkeyakinan bahwa pesan
iklan yang disampaikan oleh selebriti sebagai orang yang dikenal dalam
masyarakat menghasilkan perhatian yang tinggi (Ohanian, 1991). Tom et al.,
(1992) menambahkan selebriti dapat membuat pesan yang disampaikan mudah
diingat oleh audiennya.
Kesimpulannya, kredibilitas selebriti adalah persepsi konsumen
terhadap karakteristik positif selebriti sebagai pembawa pesan yang menarik,
bisa dipercaya dan mempunyai keahlian yang sesuai dengan produk.
27
2. Aspek-aspek Kredibilitasa Selebriti
Dalam literatur terdapat tiga aspek kredibilitas selebriti, yaitu: expertise
(keahlian), trustworthiness (dapat dipercaya), dan attractiveness (daya pikat) (
(Ohanian, 1991).
Expertise (keahlian) didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana
komunikator dipersepsikan sebagai sumber dengan pernyataan yang valid dan
dipercaya memberikan opini yang obyektif tentang subjek. Ini adalah
pengetahuan dimana komunikator tampak sangat mendukung klaim yang
disampaikan dalam periklanan. Sebagai contoh atlit, dokter, dan pengacara
adalah endorsers yang tepat untuk produk dan jasa yang berhubungan dengan
bidang profesi mereka (O’Mahony & Meenaghan, 1997/1998). Indikator
aspek ini adalah selebriti (merek produk) ahli dan selebriti (merek produk)
berpengalaman.
Trustworthiness mengacu pada kepercayaan konsumen kepada sumber
untuk memberikan informasi dengan cara yang obyektif dan jujur.
Trustworthiness atau sifat bisa dipercaya merupakan karakteristik kunci bagi
efektivitas spokesperson. Banyak orang lebih percaya pada teman yang dapat
dipercaya dari pada seorang sales yang meskipun lebih memiliki pengetahuan
tentang produk, tetapi orang ragu untuk membeli karena belum ada
kepercayaan terhadapnya. Kalau expertise mengacu pada tingkat pengetahuan
tentang subjek, maka trustworhiness merujuk pada kejujuran dan sifat bisa
dipercaya dari sumber (Goldsmith et al. 2000; Stafford et al. 2002; O’Mahony
28
& Meenaghan, 1997/1998). Indikator aspek ini adalah selebriti (merek
produk) tidak berpihak/netral dan selebriti (merek produk) jujur.
Attractiveness adalah daya tarik fisik dari endorsers atau pembawa
pesan iklan. Solomon et al. (1992) mengatakan bahwa spokesperson yang
attractive lebih efektif dibandingkan dengan yang tidak attractive dalam iklan
dan promosi. Peningkatan penggunaan selebriti sebagai endorsers dari produk,
jasa dan kasus-kasus sosial, attractiveness (daya pikat) telah menjadi suatu
dimensi penting dari kredibilitas sumber (Ohanian, 1991). Daya pikat fisik
akan cenderung memberikan dampak persuasi bagi orang yang melihatnya
(Stafford et al., 2002). Banyak televisi dan iklan cetak menggunakan daya
pikat fisik. Konsumen cenderung membentuk stereotypes atau meniru bintang
iklan dengan daya pikat fisik tersebut, dan sebagai tambahan, penelitian telah
menunjukkan bahwa daya pikat fisik komunikator lebih sukses dalam merubah
kepercayaan daripada komunikator yang tidak atraktif. Aristoteles mengatakan:
“Beauty is greater recommendation than any letter of introduction”
(O’Mahony & Meenaghan, 1997/1998). Indikator aspek ini adalah selebriti
(merek produk) cantik dan selebriti (merek produk) anggun.
Kesimpulannya, kredibilitas selebriti adalah persepsi konsumen
terhadap karakteristik positif selebriti sebagai pembawa pesan yang ahli sesuai
dengan produk, bisa dipercaya dan menarik dengan produk dengan indikator
sebagai berikut: selebriti (merek produk) ahli, selebriti (merek produk)
berpengalaman, selebriti (merek produk) tidak berpihak/netral, selebriti
29
(merek produk) jujur, selebriti (merek produk) cantik dan selebriti (merek
produk) anggun.
C. Citra Visual Iklan
1. Pengertian Citra Visual Iklan
Iklan adalah sesuatu hal yang penting dalam perencanaan promosi.
Iklan memiliki peran menginformasikan, mengingatkan kembali,
membedakan dengan produk yang lain dan membujuk pelanggan yang sudah
mapan dan pelanggan potensial dari suatu perusahaan. Periklanan bisa
menjangkau audience yang luas dengan pesan sederhana yang memberikan
peluang kepada penerima pesan untuk memahami manfaat dan fungsi
produk yang ditawarkan dan dibandingkan dengan produk sejenisnya.
Semua perusahaan pemasang iklan berharap tayangan iklannya dapat
merubah sikap konsumen kearah yang positif dan mempengaruhi niat beli
mereka serta meningkatkan volume penjualan (Fill, 1999).
Stafford (1996) mendefinisikan Citra Visual sebagai elemen-elemen
visual iklan yang menghasilkan gambaran mental yang gamblang tentang
kualitas, pengguna dan situasi penggunaan suatu produk atau jasa. Citra
visual dipandang sebagai penggambaran atribut-atribut penting produk yang
harus sampai ke konsumen.
Citra Visual iklan menurut Tuncalp (2001) mengacu pada perspektif
seni dalam rancangan iklan. Dari sudut pandang ini iklan bisa berisi elemen
30
seperti gambar, grafik, musik, charts, tataruang atau layout (arrangement
dari elemen-elemen visual) dan bahkan white space (suatu tempat dimana
tidak muncul gambar dan kata-kata).
McQuarrie & Phillips (2005) menyatakan bahwa citra visual adalah
elemen-elemen visual yang digunakan untuk menyampaikan secara tidak
langsung pesan-pesan yang dilarang, sulit atau tabu untuk diverbalkan.
McQuarrie & Phillips (2005) menyampaikan wilayah yang mereka namakan
”advertising ethics” dan menemukan kelompok produk yang berhubungan
langsung dengan anak, minuman keras dan iklan politik. Sedangkan Fahy et
al. (1995) mengkaji ”sensitive product” yang harus dipertimbangkan dengan
bijaksana dalam isi iklan yaitu kelompok produk minuman keras, produk
yang berhubungan langsung dengan anak-anak dan produk yang
berhubungan dengan alat sex atau pembangkit libido sexual. Kalau di
Indonesia iklan semacam ini akan tampak pada semua iklan rokok, dimana
pemasang iklan tidak boleh secara lugas mengajak penerima pesan merokok
atau ada visualisasi orang merokok. Selain itu juga tampak pada semua iklan
produk vitalitas seksual seperti Neo Hormoviton, Hemaviton Action,
Malibu, dan sejenisnya.
Postle, D’Esposito, and Corkin (2005) mengatakan Citra Visual
adalah value-free dengan menggabungkan layar, lanscape, obyek, musik,
dan background untuk menyampaikan pesan tertentu, menancapkan di
benak penerima pesan dan konsisten dengan teks atau Citra Verbal iklan.
31
Rossiter & Percy (1980) dan Mitchell (1986) menyimpulkan bahwa
Citra Visual Iklan adalah tingkat kesan yang dicitra oleh penerima pesan
terhadap elemen-elemen visual iklan sebagai sesuatu yang secara visual
kreatif, imaginative, enak dipandang, membuat responden suka, dan
menyenangkan.
Dengan demikian Citra Visual Iklan adalah tingkat kesan yang
dicitra oleh penerima pesan atau konsumen terhadap elemen-elemen visual
iklan yang bisa berupa gambar, grafik, musik, charts, tataruang atau layout
dan bahkan white space sebagai sesuatu yang secara visual kreatif ,
imaginative, enak dipandang, membuat responden suka, dan
menyenangkan.
2. Aspek-aspek Citra Visual Iklan
Semua marketer berharap tayangan iklan dapat menjangkau jutaan
audience dan dalam waktu singkat dapat mengubah sikap audience kearah
yang positif, mempengaruhi niat beli mereka dan meningkatkan volume
penjualan perusahaan.
Iklan dengan seluruh kekuatan daya pikatnya diharapkan mampu
membujuk konsumen mencoba produk dan menikmati sebuah pengalaman
penggunaan produk yang menyenangkan. Stren & Schroeder, (1993)
mengidentifikasi ada dua aspek penting citra visual yaitu: menarik dan
menyenangkan.
32
Menarik berarti iklan harus berisi elemen-elemen visual yang menarik
attention atau perhatian audience. Dari ratusan stimuli pemasaran yang
diekspos ke konsumen hanya ada beberapa yang menarik perhatian konsumen
dan kemudian diporoses lebih lanjut di memori jangka pendek dan kemudian
disimpan di memori jangka panjangnya. Tugas setiap pemasar adalah
merancang iklan dengan elemen visual yang kreatif dan antraktif sehingga
mampu menyampaikan positioning produk (Fill, 1999). Indikator dari aspek
ini adalah iklan (merek produk) kreatif dan iklan (merek produk) imaginatif.
Menyenangkan mengacu pada pengertian pada iklan harus mampu
memenuhi sensory delight atau memanjakan mata dan telinga konsumen.
Hasil penelitian Hawkin & Hoch (1992) memperkirakan bahwa rata-rata
konsumen diekspose (dipertunjukkan) antara 200 sampai dengan 500 pesan
promosi setiap hari. Padahal tidak semua stimuli pemasaran yang diindera
diproses oleh konsumen. Ditangan penonton biasanya sudah menggenggam
remote control yang siap melakukan switch channel jika dirasa tayangan iklan
jelek dan mengganggu. Setiap pemasang iklan punya waktu maksimal 5 detik
untuk mencegah audience melakukan zapping atau zipping dengan
menayangkan iklan yang memenuhi sensory delight pemiarsa (Cronin &
Menelly, 1992). Indikator dari aspek ini adalah iklan (merek produk) enak
dipandang, iklan (merek produk) menarik simpati, dan iklan (merek produk)
menyenangkan hati.
33
Kesimpulannya, Citra Visual Iklan adalah tingkat kesan yang dicitra
oleh penerima pesan terhadap elemen-elemen visual iklan sebagai sesuatu
yang menarik dan menyenangkan dengan indikator sebagai berikut: iklan
(merek produk) kreatif, iklan (merek produk) imaginatif, iklan (merek
produk) atraktif, iklan (merek produk) enak dipandang, iklan (merek produk)
menarik simpati, dan iklan (merek produk) menyenangkan hati.
D. Citra Verbal Iklan
1. Pengertian Citra Verbal Iklan
Sesuai dengan Gestalt perception Citra Visual dan Citra Verbal saling
melengkapi satu sama lain. Citra Visual dan Citra verbal yang berhasil akan
memperkuat bekas/jejak node merek dalam memori dan akan memberikan
kesan yang mendalam kepada penerima pesan (Stren & Schroeder, 1993).
Tuncalp (2001) menyampaikan Citra Verbal Iklan merujuk pada kata
apapun yang ada dalam iklan. Kata-kata ini bisa tercetak atau terucap dalam
bentuk slogan atau positioning statement, pesan, merek, label, pesan, atau
lintasan informasi (Tuncalp, 2001); Schmitt, 1994).
Menurut Schmitt (1994) citra verbal adalah elemen-elemen pesan yang
disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Dalam pesan verbal, iklan
merupakan rangkaian kata-kata yang tersusun dari huruf vokal dan konsonan
yang membentuk makna tertentu.
34
Phillips (2000) menekankan perlunya Citra Verbal yang eksplisit
sebagai verbal anchoring untuk pesan visual yang kompleks. Dalam konteks
ini materi verbal bertindak sebagai ”jangkar/pengikat” untuk menekankan
makna Citra Visual yang beragam dan kompleks.
Berdasarkan uraian diatas, citra verbal iklan merujuk pada pada kata
apapun yang ada dalam iklan. Kata-kata ini bisa tercetak atau terucap dalam
bentuk slogan atau positioning statement, pesan, merek, label, pesan, atau
lintasan informasi. Pesan-pesan tersebut secara secara verbal unik dan
mengesankan.
2. Aspek-aspek Citra Verbal Iklan
Menurut Stafford (1996) ada dua dimensi penting Citra Verbal yaitu
Unik dan mengesankan. Keunikan Citra Verbal dapat berupa kekhasan
dalam penyajiannya, dan lebih unggul dari yang lainnya. Terdapat a unique
selling proposition yang memberikan konsumen alasan untuk melakukan
pembelian merek tertentu (Bloch, Brunel, and Arnold, 2003). Indikator dari
aspek ini adalah pesan iklan (merek produk) unik dan kata-kata dalam iklan
(merek produk) khas.
Mengesankan berarti iklan tersebut mampu menimbulkan kesan
mental yang membekas dibenak penerima pesan mengenai atribut, spesifikasi
produk, manfaat produk, dan bagaimana menggunakannya (Keller, 1993).
Pesan iklan visual yang kompleks harus disimpulkan dengan pesan verbal
35
yang unik, jelas, menarik dan mengesankan. Indikator dari aspek ini adalah
pesan iklan (merek produk) menarik, susunan kalimat iklan (merek produk)
bagus, dan pesan (merek produk) cerdik.
Kesimpulannya, Citra Verbal Iklan adalah tingkat kesan yang dicitra
oleh penerima pesan terhadap elemen-elemen verbal iklan sebagai sesuatu
unik dan menyenangkan dengan indikator pesan iklan (merek produk) unik,
pesan iklan (merek produk) berbeda, kata-kata dalam iklan (merek produk)
khas, pesan iklan (merek produk) menarik, susunan kalimat iklan (merek
produk) bagus, dan pesan (merek produk) cerdik.
E. Pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan Terhadap
Niat Beli
Banyak penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh kredibilitas
bintang iklan terhadap efektivitas periklanan. Kredibilitas bintang iklan menjadi
variabel yang mendahului (antecedent) niat beli konsumen. Ohanian (1990)
mengidentifikasi tiga dimensi yang membentuk kredibilitas selebriti:
attractiveness (daya pikat), trustworthiness (tingkat kepercayaan), dan expertise
(keahlian). Selanjutnya dia menjelaskan bahwa ketiga dimensi tersebut, baik
secara mandiri atau bersama-sama, mempunyai kontribusi dalam mempengaruhi
sikap audien terhadap iklan dan minat beli.
Sejalan dengan Ohanian, Zafar & Mahira (2013) lewat penelitiannya
yang berjudul Impact of Celebrity Advertisement on Customer’s Brand
36
Perception and Purchase Intention, mendapatkan temuan bahwa daya tarik fisik
dan kesesuaian bintang iklan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat
beli. Sementara itu Ahmed et al. (2014), melaporkan bahwa kredibilitas
selebriti berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli. Hasil penelitian
yang lain dilaporkan oleh Hemamalini & Shree (2014) bahwa kredibilitas
selebriti memiliki hubungan signifikan dengan efektivitas iklan televisi dalam
menentukan niat beli.
Penelitian awal berkaitan dengan Citra Visual dan Citra Verbal iklan
dilakukan oleh Rossiter & Percy (1980; 1983) Mereka melakukan penelitian
dengan mencari pengaruh kombinasi visual dan verbal terhadap sikap konsumen
terhadap produk. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kombinasi
antara penekanan visual dengan claim verbal yang eksplisit berpengaruh secara
signifikan terhadap sikap konsumen terhadap produk.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Mitchell & Oldson (1981). Mereka
menguji pengaruh elemen visual dalam iklan terhadap sikap konsumen terhadap
iklan dan merek. Mereka memakai teori sikap dari Fishbein, dimana formasi atau
perubahan konsumen terhadap kepercayaan (belief) mendahului formasi atau
perubahan konsumen terhadap sikap. Hasil eksperimen mereka menunjukkan
bahwa elemen visual iklan berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Iklan dan
selanjutnya Sikap Terhadap Iklan berpengaruh terhadap Sikap Terhadap Merek.
Dengan kata lain pengaruh elemen visual iklan terhadap Sikap Terhadap Merek
dimediasi oleh Sikap Terhadap Iklan. Selanjutnya Stafford (1996) melakukan
37
penelitian dengan judul Tangibility in Services Advertising : an Investigation of
Verbal Versus Visual Cues memasukkan citra visual dan verbal iklan dalam
model dan dicari pengaruhnya terhadap niat beli konsumen dengan sikap
terhadap iklan dan merek sebagai variabel antara. Hasilnya menunjukkan bahwa
citra verbal iklan lebih berpengaruh terhadap sikap terhadap iklan dan niat beli.
Penelitian pada tesis ini adalah memadukan penelitian Ohanian (1990)
tentang pengaruh Kredibilitas Selebriti terhadap Niat Beli dan penelitian
Stafford (1996) tentang pengaruh citra visual dan verbal iklan terhadap niat beli.
Dengan kata lain, peneliti memasukkan variabel Citra visual dan verbal Iklan
bersama kredibilitas selebriti sebagai variabel bebas yang mempengaruhi niat
beli konsumen.
F. Landasan Teori
Cognitive association theory atau disebut juga teori associative network
memory diperkenalkan pertama kali oleh Anderson (1976). Teori ini berangkat
dari teori Aristoteles yang dikenal sebagai the first associanist, kemudian
Gestalt Theory dan Associative Learning Theory yang dikemukakan oleh
Ebbinghaus pada akhir abad 19 (Anderson and Bower, 1973) .
Aristoteles dalam tulisannya yang berjudul memori dan kenangan
(memory and reminiscence) dengan sangat baik mampu mengkombinasikan
empiricism dan rationalism. Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan
38
terbentuk melalui persepsi dan tidak ada ide yang ada begitu saja. Persepsi
melibatkan suatu aksi kreatif yang dipicu oleh stimulus yang ditangkap oleh
sensorik dan akan direspon secara otomatis oleh memori. Respon otomatis
terhadap stimulus, dinamakan aktivitas pengingatan kembali. Namun jika juga
ada seleksi strategik terhadap data sensorik Aristoteles menamakan langkah
tersebut sebagai aktivitas mengumpulkan kembali (recollection). Recollection
adalah suatu sistem sistimatik dalam mata rantai memori dimana seseorang
mengumpulkan kembali fakta-fakta tertentu yang relevan dengan data sensorik
untuk diinterpretasi. Aristoteles juga mencatat pentingnya frekwensi, intensitas
dan pesan yang baik dalam konstruksi assosiasi (Anderson and Bower, 1973).
Gestalt Theory menyatakan bahwa stimuli pemasaran (sensory inputs)
sebagai bagian dari total konteks. Suatu stimuli tidak mungkin diisolasi saat
proses recognition dan interpretasi, melainkan pasti dihubungkan dengan stimuli
lainnya sesuai konteks yang terjadi atau melingkupi konsumen saat itu. Gestalt
juga membuktikan bahwa manusia bukan mahluk yang statis, manusia akan aktif
melakukan elaborasi terhadap informasi yang diterimanya (Joy and Sherry,
2003).
Associative Learning Theory terdiri dari serial learning dan paired-
associative learning. Serial learning berhubungan dengan bagaimana seseorang
menempatkan informasi ke memorinya dan mengingat kembali informasi yg
diterima dalam keadaan yg berurutan. Sedangkan Paired-associative learning
menyatakan bahwa pembelajaran akan lebih cepat jika elemen-elemen stimulus
39
yg dipilih memiliki asosiasi yg kuat dengan semantic memory dan skema
konsumen (Parson dan Conroy, 2006).
Cognitive Association Theory memandang istilah asosiatif sebagai
sekumpulan nodes dan mata rantai yang saling berkaitan. Nodes adalah
penyimpan informasi yang dihubungkan oleh matarantai yang berubah-ubah
kekuatannya (Osselaer and Janiszewski, 2001). Proses penggerakan penjalaran
(spreading activation process) dari node ke node bergantung perluasan pencarian
kembali informasi dalam memori (Anderson, 1976). Dalam ilmu psikologi mata
rantai yang menghubungkan node dengan node yang lain ini dikenal dengan
semantic memory yang disusun dalam bentuk jaringan (Fenker et al. 2005).
Suatu stimuli yang masuk ke memori jangka pendek selanjutnya akan
diasosiasikan dengan node-node dalam semantic memory melalui proses recall
atau retrieval dalam memori. Asosiasi yang kuat akan meningkatkan kecepatan
transfer dari memori jangka pendek ke jangka panjang dan kemampuan memori
jangka panjang menyimpan informasi secara permanen. Pada saat terjadi
penjalaran dari node ke node di jaringan semantic, secara bersamaan terjadi
proses interpretasi konsumen terhadap stimuli tersebut sehingga dapat dipahami
maknanya. Output dari proses ini disebut dengan persepsi. Cognitive Associative
Model menjelaskan bahwa persepsi konsumen dari hasil asosiasi ini
mempengaruhi niat beli (Fill, 1999).
PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember
1933 dan terus menjadi market leader untuk produk toiletris hingga saat ini.
40
Perusahaan bergerak dalam bidang produksi makanan, minuman dan produk-
produk toiletris. Untuk produk toiletris unilever terdiri dari shampo, sabun, pasta
gigi, detergen, dan sabun. Untuk sabun terdapat dua kategori yaitu sabun
kesehatan yaitu lifeboy dan sabun kecantikan yaitu Lux dan Dove
(www.unilever.co.id). Sabun Lux adalah produk yang paling dikenal di
masyarakat. Konsisten sejak awal selalu memakai selebriti yang memiliki
kredibilitas tinggi sebagai bintang iklannya. Positioning statement product sabun
Lux adalah sabun kecantikan bintang film dengan aroma parfum kelas dunia.
Bintang film sejak Widiawati, Christine Hakim, Marissa Haque, Donna Harun,
Maudy Kusnadi, Sophia Latjuba, Rini S. Bono, Dian Sastro, Luna Maya sampai
dengan Bunga Cinta Lestari melegenda saampai saat ini. Menjadi bintang Lux
seleksinya ketat. Tidak bisa hanya modal cantik dan tubuh bagus, tetapi juga
harus cerdas dan kredibel (Cakti, 2016). Sesuai dengan positioning statement
produknya, Iklan sabun Lux sejak dulu juga selalu menarik perhatian baik secara
visual maupun verbal. Iklan sabun Lux berkesan glamour, classy, fashionable,
dan luxury. Itulah yang membuat banyak selebriti papan atas mendambakan
dapat terpilih sebagai ambassador merek Lux (Puspa, 2016). Selebriti yang
kredibel ditambah dengan rancangan iklan yang menarik baik secara visual
maupun verbal diharapkan mampu mempengaruhi niat beli konsumen.
Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat 4
konstruk atau latent variable atau unobserved variable. Dari 4 constructs
tersebut yang merupakan independent variable atau exogenous adalah
41
Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan dan Niat Beli sebagai
dependent variable, atau endogenous dependent. Masing-masing konstruk
tersebut akan dijelaskan definisi operasional dan indikatornya pada bab
metodologi penelitian.
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
Pada gambar 2.2 menjelaskan bahwa secara konseptual penelitian ini
menguji pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Citra Verbal Iklan
secara simultan terhadap niat beli (tanda panah nomor 1). Setelah itu menguji
pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap niat beli, yaitu pengaruh
Krediblitas Selebriti terhadap niat beli (tanda panah nomor 2), pengaruh Citra
Celebrity
Credibility
Visual
Image of Ad
Purchase
Intentions
Verbal
Image of Ad
2
1
3
4
42
Visual Iklan terhadap niat beli (tanda panah nomor 3), dan pengaruh Citra Verbal
Iklan terhadap niat beli (tanda panah nomor 4).
Sesuai dengan Cognitive Association Theory, Kredibilitas Selebriti, Citra
Visual dan Verbal Iklan adalah serangkaian stimulus yang diekspos ke konsumen
dan diharapkan dapat mengubah Niat Beli konsumen. Serangkaian stimulus
tersebut akan ditangkap oleh memori sensorik dan apabila melewati ambang batas
tertentu dan terjadi attention akan dikirim ke memori jangka pendek untuk
dilakukan proses encoding (Parson and Conroy, 2006).
Proses encoding adalah proses pembuatan kode atau sandi untuk
selanjutnya dikirim ke memori jangka panjang secara permanen. Proses
encoding terjadi apabila terdapat elaborasi informasi pada tingkatan yang tinggi
dan terdapat pengulangan-pengulangan eksposure sehingga konsumen
meningkatkan kapasitasnya terhadap stimulus. Pengetahuan konsumen ini akan
tersimpan baik dalam struktur memori konsumen (Keller, 1993).
Melalui proses elaborasi dan peningkatan rangsangan terhadap stimulus
akan memicu proses recall, yaitu konsumen akan mengasosiasikan stimulus itu
dengan jaringan nodes yang ada dalam semantic memory dan skema konsumen.
Artinya stimulus tersebut akan menggerakkan penjalaran node menyebar ke
seluruh jaringan (spreading activation process). Asosiasi total dalam otak ketika
lingkaran jaringan digerakkan disebut dengan skema (Schema). Skema secara
umum diartikan sebagai pola harapan, kepercayaan, protoype, dan pengaruh
yang terorganisir yang memandu persepsi, pikiran, dan tindakan. Hasil Penelitian
43
menunjukkan bahwa ada skema untuk kategori produk, merek, dan periklanan
(Wansink and Ray 1996).
Hasil dari proses asosiatif tersebut akan menimbulkan persepsi konsumen
terhadap elemen-elemen kunci dalam skema tentang produk tersebut dan itu
akan menjadi pengetahuan baru bagi konsumen. Persepsi konsumen tersebut
juga akan berpengaruh terhadap Niat Beli konsumen (Lindstrom, 2005).
Meskipun ketiga variabel (Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Citra Verbal
Iklan) tersebut ada dalam satu jaringan semantik dalam memori jangka panjang,
namun banyak sekali fakta dan hasil penelitian membuktikan bahwa mereka
bekerja secara independen dalam mempengaruhi sikap dan Niat Beli konsumen
(Alpert & Kamins, 1994). Untuk itu dalam hipotesis nanti peneliti akan
menguji pengaruh ketiga variabel baik secara simultan maupun parsial terhadap
niat beli konsumen.
G. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan penelitian terdahulu, maka peneliti
merumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan secara
simultan terhadap Niat beli Konsumen.
2. Ada pengaruh Kredibilitas Selebriti, Citra Visual dan Verbal Iklan secara
parsial terhadap Niat beli Konsumen.
3. Kredibilitas Selebriti adalah variabel yang paling berpengaruh terhadap Niat
Beli Konsumen.